DAFTAR ISI
NOTA KESEPAKATAN KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN ANGGARAN 2023
PEMERINTAH KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................... i
DAFTAR TABEL ..................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................... I-1
1.1 Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran ........................................................ I-1
1.2 Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran I-1
1.3 Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran ........................................................ I-2
BAB II | KONDISI EKONOMI MAKRO DAERAH................. | II-1 |
2.1 Arah Kebijakan Ekonomi Nasional ..................... 2.2 Arah Kebijakan Keuangan Daerah ..................... | II-1 II-7 |
BAB III ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA........... III-1
3.1 Asumsi Dasar yang digunakan Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)............ III-1
3.2 Asumsi dasar yang digunakan dalam APBK ........ III-9
BAB IV KEBIJAKAN PENDAPATAN DAERAH .................... IV-1
4.1 Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah
yang Diproyeksikan.......................................... IV-1
4.2 Target pendapatan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer, dan
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah ............. IV-21
BAB V KEBIJAKAN BELANJA DAERAH ............................ V-1
5.1 Kebijakan Terkait Dengan Perencanaan Belanja V-1
BAB VI KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DAERAH ................... VI-1
6.1 Kebijakan Penerimaan Pembiayaan ................... VI-1
6.2 Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan .................. VI-5
BAB VII STRATEGI PENCAPAIAN ..................................... VII-1
7.1 Strategi Pencapaian Target Pendapatan ............ VII-1
7.2 Strategi Pencapaian Realisasi Belanja ................ VII-4
BAB VIII PENUTUPAN ........................................................ VIII-1
DAFTAR TABEL
3.1 | Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota Lhokseumawe Tahun Anggaran 2023 ................................................. | III-13 |
4.1 | Proyeksi Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2023 ...... | IV-22 |
4.2 | Proyeksi Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2023 | IV-22 |
4.3 | Proyeksi Pendapatan Transfer Tahun Anggaran 2023..... | IV-23 |
DAFTAR GAMBAR
3.1 Prioritas Nasional Tahun 2023 ...................................... III-6
3.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2023.. III-8
3.4 Pengembangan Sektor-sektor Bernilai Tambah Tinggi .... III-9
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Kebijakan Umum Anggaran (KUA) adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan Pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun. Penyusunan KUA berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Kota (RKPK) Lhokseumawe tahun anggaran 2023 disertai penjelasan mengenai perbedaan asumsi dengan KUA yang ditetapkan sebelumnya dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota (RPJMK) Lhokseumawe Tahun 2017- 2022 dan pada pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Penyusunan KUA Kota Lhokseumawe Tahun Anggaran 2023 memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah dan strategi pencapaian. Penyusunan KUA menggunakan klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklatur sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri 050-5889 Tahun 2021 tentang hasil verifikasi, validasi dan inventarisasi pemutakhiran klasifikasi, kodefikasi dan nomenklatur perencanaan pembangunan dan keuangan daerah.
1.2 Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran
Tujuan penyusunan KUA adalah menyediakan dokumen perencanaan penganggaran untuk satu tahun anggaran berjalan yang disepakati bersama Pemerintah Kota Lhokseumawe dengan DPRK Lhokseumawe untuk digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBK Lhokseumawe dan penyesuaian Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD)
serta kriteria Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD).
1.3 Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran
Landasan hukum penyusunan KUA Pendapatan dan Belanja Kota Lhokseumawe Tahun Anggaran 2023 adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe;
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Secara Efektif Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan Daerah;
9. Peraturan Menteri Dalam Xxxxxx Xxxxxxxx Indonesia Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah;
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-5889 Tahun 2021 tentang Hasil Verifikasi, Validasi, dan Inventarisasi Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Daerah;
11. Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
12. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2018 Tentang tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus;
13. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh Tahun 2012-2032;
14. Peraturan Gubernur Aceh Nomor 79 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Dana Otonomi Khusus;
15. Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Lhokseumawe Tahun 2005-2025;
16. Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Lhokseumawe;
17. Peraturan Walikota Lhokseumawe Nomor 17 Tahun 2022 tentang Rencana Kerja Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2023.
BAB II
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
2.1. Arah Kebijakan Ekonomi Nasional
Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2022 diperkirakan sedikit lebih rendah dalam kisaran 4,5-5,3 persen dari prakiraan sebelumnya di kisaran 4,7-5,5 persen. Prospek perekonomian tersebut masih didukung perbaikan konsumsi swasta dan investasi serta tetap terjaganya belanja fiskal, berlanjutnya peningkatan mobilitas, serta akselerasi vaksinasi dan booster. Upaya pengendalian pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) yang dilakukan pemerintah bersama stakeholders, termasuk semua masyarakat Indonesia, telah berhasil mendongkrak pertumbuhan perekonomian nasional sebesar 3,69 persen di tahun 2021.
Dengan angka pertumbuhan tersebut, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia meningkat menjadi Rp62,2 juta, lebih tinggi dari PDB per kapita sebelum pandemi yang sebesar Rp59,3 juga di tahun 2019. Pencapaian tersebut juga akan membawa Indonesia masuk kembali dalam klasifikasi negara berpenghasilan menengah atas (upper middle-income country). Posisi ini merupakan fondasi awal yang sangat baik untuk mendorong pemulihan ekonomi dan reformasi struktural agar mampu keluar dari jebakan kelas menengah (middle-income trap).
Secara spasial, Pulau Jawa sebagai basis industri dan salah satu kontributor utama pertumbuhan ekonomi berhasil tumbuh positif sebesar 3,66 persen years on year (yoy). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh wilayah Maluku dan Papua sebesar 10,09 persen (yoy), sejalan dengan tingginya pertumbuhan sektor pertambangan di kedua daerah tersebut serta imbas dari kenaikan harga komoditas sepanjang 2021. Selain itu, wilayah Bali dan Nusa Tenggara juga berhasil tumbuh positif sebesar 0,07 persen (yoy), walaupun sangat bergantung terhadap sektor pariwisatanya yang mengalami penurunan kinerja sejak terjadi pandemi Covid-19. Bangkitnya kepercayaan masyarakat untuk
mengonsumsi barang ataupun jasa, telah mendorong pemulihan permintaan domestik serta menyebabkan peningkatan produksi sebagai respon dari dunia usaha.
Di sisi inflasi, realisasi inflasi di seluruh wilayah pada triwulan I 2022 meningkat kendati masih terkendali dalam rentang sasaran inflasi nasional dan mendukung stabilitas perekonomian. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) secara nasional pada triwulan I 2022 tercatat sebesar 2,64 persen (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terjadi di semua wilayah dipengaruhi khususnya inflasi inti dan administered prices (AP). Inflasi inti meningkat seiring perbaikan permintaan domestik di semua wilayah, serta tekanan kenaikan harga komoditas global.
Inflasi kelompok AP dipengaruhi oleh inflasi bahan bakar rumah tangga dan bensin karena penyesuaian harga Liquefied Petroleum Gas nonsubsidi dan Bahan Bakar Minyak nonsubsidi, serta inflasi angkutan udara seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat. Pada 2022, inflasi diprakirakan terkendali dalam kisaran sasaran 3,0 persen ±1 persen sejalan dengan masih memadainya penawaran agregat dalam memenuhi kenaikan permintaan agregat, tetap terkendalinya ekspektasi inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah serta respons kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah. Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran targetnya.
Keberlanjutan proses penguatan pemulihan ekonomi nasional perlu terus dijaga. Indonesia perlu memperkuat fondasi ekonomi dan mengakselerasi tingkat pertumbuhan ekonomi. Upaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif juga sangat penting agar Indonesia dapat keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap. Struktur perekonomian nasional dan tingkat produktivitas nasional perlu diperkokoh melalui percepatan transformasi ekonomi
Penentuan arah kebijakan ekonomi dan fiskal tahun 2023 telah melewati proses panjang. Tak dapat dipungkiri, pandemi selama lebih dari dua tahun terakhir sudah memberi dampak luar biasa pada perekonomian nasional. Oleh sebab itu, penentuan arah kebijakan pada masa transisi dilakukan dengan pertimbangan matang. Selama periode 2020-2022, Indonesia telah menjaga momentum pertumbuhan agar tidak terlalu lama jatuh. Hal itu tak lepas dari peran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan langkah merelaksasi defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara di atas 3 persen.
Arah kebijakan ekonomi daerah merupakan serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan melalui pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Perkembangan Ekonomi Daerah Pada triwulan I 2022 ekonomi Aceh tumbuh sebesar 3,24 persen (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,39 persen (yoy). Pada sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan didorong oleh konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri. Sementara, pada sisi Lapangan Usaha (LU), pertumbuhan ekonomi utamanya disumbangkan oleh LU Perdagangan, Jasa Kesehatan serta Pertambangan. Kinerja keuangan daerah pada triwulan I 2022 secara umum mengalami akselerasi, utamanya didorong oleh kenaikan realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Di sisi lain, realisasi belanja Anggaran Pendapatan Belanja Negara mengalami peningkatan baik secara nominal maupun persentase walaupun realisasi pendapatan APBN mengalami penurunan.
Perkembangan Inflasi Daerah Pada triwulan I 2022 inflasi Aceh mengalami peningkatan utamanya disebabkan oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, kelompok tranportasi dan kelompok perumahan, air, listrik dan gas. Lebih lanjut pada triwulan II 2022, laju inflasi Aceh diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Hal tersebut utamanya disebabkan oleh meningkatnya permintaan dalam Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN) Idul Fitri serta kembali akibat normalnya perekonomian. Stabilitas Sistem Keuangan Provinsi Aceh pada triwulan I 2021 tetap terjaga. Terdapat peningkatan penyaluran pembiayaan di Aceh meskipun ada sedikit penurunan kualitas pembiayaan yang tergambar dari peningkatan Non Performing Financing. Selain itu, terdapat peningkatan pertumbuhan pembiayaan berdasarkan lokasi proyek yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Selama triwulan I 2022, perkembangan sistem pembayaran konsisten berjalan lancar dalam menopang pemulihan perekonomian Provinsi Aceh. Sistem pembayaran tunai berjalan sesuai dengan pola historisnya dimana aliran uang tunai di triwulan I menunjukkan karakter net inflow. Kemudian, sistem pembayaran nontunai baik nilai besar ataupun ritel mengalami penurunan yang mengindikasikan tertahannya konsumsi masyarakat pasca libur panjang di akhir tahun 2021. Di sisi lain, penggunaan kartu Anjungan Tunai Mandiri/debit dan uang elektronik tumbuh positif pada triwulan laporan.
Bantuan sosial masih dibutuhkan mengingat masyarakat yang masih belum sepenuhnya kembali bekerja dan mengalami penurunan pendapatan. Bantuan pelatihan prakerja akan meningkatkan keterampilan dan menjaga tingkat produktivitas tenaga kerja yang dapat membantu mempercepat pencarian pekerjaan. Selain membantu meningkatkan daya beli masyarakat, pembangunan infrastruktur juga akan berkontribusi bagi peningkatan investasi.
Terkait dengan Bansos Non Tunai, Pemerintah melakukan penyaluran bantuan Program Sembako secara tunai untuk sementara khusus penyaluran Januari hingga Maret 2022. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) periode berjalan mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan aspek kemiskinan menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan seluruh provinsi di Sumatera, TPT Aceh berada
pada urutan keempat sedangkan kemiskinan berada pada peringkat pertama. Prospek Perekonomian Kinerja perekonomian Aceh pada tahun 2022 diperkirakan tumbuh 3,08-3,83 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya (2,79 persen, yoy).
Kondisi tersebut utamanya diperkirakan oleh perbaikan konsumsi rumah tangga dan investasi. Laju inflasi tahun 2022 diperkirakan berada pada batas atas sasaran inflasi nasional sebesar 3±1 persen, dengan perkiraan peningkatan inflasi didorong oleh komponen volatile food dan administered prices.
Kondisi perekonomian Kota Lhokseumawe diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Dari tahun 2017, PDRB meningkat sebesar 1,35 triliun menjadi 9,42 triliun rupiah pada tahun 2021. Sejalan dengan PDRB memperhitungkan migas, PDRB ADHB tanpa memperhitungkan migas selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 0,28 triliun rupiah per tahun. PDRB ADHB tahun 2021 mencapai 7,88 triliun rupiah. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator makro untuk melihat kinerja perekonomian secara riil di suatu wilayah. Laju pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan perubahan PDRB atas dasar harga konstan tahun yang bersangkutan terhadap tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai pertambahan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua lapangan usaha kegiatan ekonomi selama kurun waktu setahun. Selama lima tahun terakhir (2017- 2021), pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe mengalami peningkatan dari waktu ke waktu terutama tanpa migas. Tahun 2020 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan terdalam selama kurun waktu lima tahun terakhir yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe dengan migas selama lima tahun terakhir adalah sebesar 2,45 persen per tahun, sedangkan rata-rata pertumbuhan tanpa migas 2,44 persen. Pada tahun 2021, perekonomian Lhokseumawe
mengalami kenaikan sebesar 3,84 persen, sedangkan tanpa migas mengalami kenaikan sebesar 4,75 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Lhokseumawe, tercatat bahwa laju inflasi tahun kalender (desember 2021 terhadap desember 2020) untuk Kota Lhokseumawe adalah 1,97 persen, Kota Banda Aceh sebesar 2,41 persen, Kota Meulaboh sebesar 2,07 persen, Provinsi Aceh sebesar 2,24 persen, dan Nasional sebesar 1,87 persen. Inflasi yang terjadi di Kota Lhokseumawe terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,36 persen, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,12 persen, kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,23 persen, kelompok transportasi sebesar 0,84 persen, dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,37 persen.
Kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi, yaitu: kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,07 persen. Sementara kelompok pengeluaran yang tidak mengalami perubahan, yaitu: kelompok pakaian dan alas kaki; kelompok kesehatan; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya; kelompok pendidikan; dan kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran.
Arah kebijakan belanja Kota Lhokseumawe diarahkan pada pelaksanaan program/kegiatan yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran; dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan mutu kesehatan. Selanjutnya alokasi anggaran belanja harus tetap mengedepankan azas efesiensi dan efektivitas dengan mengacu pada penyusunan anggaran berdasar money follow program.
Arah kebijakan ekonomi daerah Kota Lhokseumawe ditujukan untuk peningkatan pendapatan masyarakat, disertai dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mengetahui tingkat dan pertumbuhan
pendapatan masyarakat, perlu disajikan statistik pendapatan nasional/regional secara berkala, untuk digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan nasional atau regional khususnya di bidang ekonomi.
2.2. Arah Kebijakan Keuangan Daerah
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, keuangan daerah memiliki peran yang sangat penting, hal ini tidak terlepas bahwa dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan sangat tergantung dengan kemampuan keuangan daerah, sehingga kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah yang cermat dan akurat perlu dilakukan agar pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik. Keberhasilan suatu daerah dalam melaksanakan pembangunannya tidak bisa dilepaskan dari faktor pengelolaan keuangan daerah yang dikelola dengan manajemen yang baik.
Keuangan daerah Pemerintah Kota Lhokseumawe merupakan semua hak dan kewajiban Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Pemerintah Kota Lhokseumawe sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Terkait dengan hal tersebut serta dalam rangka mewujudkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat maka perlu dilakukan pengelolaan keuangan daerah yang baik. Pengelolaan keuangan Kota Lhokseumawe dilaksanakan dalam suatu sistem terintegrasi dalam APBK yang setiap tahun ditetapkan dengan Qanun Kota Lhokseumawe.
Berdasarkan perkembangan realisasi pendapatan daerah pada tahun 2021 dan target pendapatan pada tahun 2022 jumlah pendapatan yang direncanakan pada tahun 2023 lebih rendah dibandingkan dengan jumlah pendapatan tahun berjalan. Perbedaan target pendapatan tersebut terutama berasal dari Pendapatan Transfer Antar Daerah yaitu pendapatan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA). Pendapatan yang
bersumber dari DOKA mengalami penurunan sebesar 50 persen jika dibandingkan dengan tahun 2022.
Kebijakan keuangan Kota Lhokseumawe Tahun 2023 disusun dalam rangka mewujudkan arah kebijakan pembangunan yang tertuang dalam RPJM Kota Lhokseumawe, dan tidak terlepas dari kemampuan keuangan daerah sebagai salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan pembangunan Kota Lhokseumawe. Berbagai kebijakan pemerintah dalam rangka melindungi masyarakat dari pandemi sangat berimbas pada seluruh sendi-sendi aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Pendapatan daerah yang telah ditargetkan harus dioptimalkan untuk menghasilkan kapasitas keuangan daerah yang makin tinggi guna mendukung pendanaan pembangunan daerah.
Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah sesuai ketentuan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan penerimaan daerah, maka perlu adanya usaha meningkatkan penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah melalui pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atau laba atas penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta lain-lain PAD yang sah, serta penerimaan dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang merupakan penopang bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
Dalam pengelolaan keuangan, sejumlah perbaikan ditempuh terutama dalam aspek anggaran, aspek akuntansi dan aspek pemeriksaan. Ini mengarahkan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan prinsip pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efektif, efisien, transparan dan akuntabel yang diimplementasikan dalam sistem anggaran berbasis kinerja. Penganggaran daerah yang didasarkan kepada kemampuan keuangan daerah diarahkan dan dikelola berdasarkan fungsi:
1. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBK) menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa APBK menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa APBK menjadi pedoman untuk menilai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa APBK harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan APBK harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa APBK menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
BAB III
ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
3.1 Asumsi Dasar yang digunakan Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Dalam merespon transisi menuju kehidupan normal baru, Kementerian PPN/Bappenas menjadi pionir berbagai upaya adaptif, terutama pada proses koordinasi maupun penyusunan perencanaan pembangunan, antara lain dengan pemanfaatan Integrated Digital Workspace (IDW) bagi seluruh unit kerja, dan menyelenggarakan event- event skala nasional secara daring maupun hybrid dalam rangkaian penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2021 dan 2022. Lebih lanjut, berbagai penguatan juga telah dilakukan antara lain dengan memasukan mekanisme Clearing House ke dalam rangkaian tahapan penyusunan RKP tahun 2023, mengintegrasikan sumber-sumber pendanaan pembangunan, menambah fitur dan tahapan baru, serta melakukan penyempurnaan terhadap tahapan reguler penyusunan RKP sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Upaya tersebut ditujukan untuk memperkuat implementasi pendekatan Tematik, Holistik, Integratif, Spasial (THIS) melalui pendekatan penganggaran money follow program. Sehingga RKP sebagai penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020- 2024 dapat menjamin tercapianya manfaat berbagai proyek pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berbagai upaya terbaik yang dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas dari perencanaan pembangunan tahunan akan tetap diadopsi pada penyusunan RKP tahun 2023.
Rencana Kerja Pemerintah tahun 2023 merupakan penjabaran tahun keempat dari RPJMN Tahun 2020-2024 yang memiliki sasaran pembangunan jangka menengah yaitu, "Mewujudkan Masyarakat Indonesia
yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur melalui Percepatan Pembangunan di Berbagai Bidang dengan Menekankan Terbangunnya Struktur Perekonomian yang Kokoh Berlandaskan Keunggulan Kompetitif di Berbagai Wilayah yang didukung oleh Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing". Tujuh agenda pembangunan RPJMN Tahun 2020-2024 tetap dipertahankan dalam RKP tahun 2023 menjadi tujuh Prioritas Nasional (PN), yakni:
1. Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan dengan sasaran sebagai berikut:
a. meningkatnya daya dukung dan kualitas sumber daya ekonomi sebagai modalitas bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan mendorong peningkatan, porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional, skor pola pangan harapan, serta akurasi pendataan stok sumber daya ikan dan pemanfaatannya;
b. meningkatnya nilai tambah, lapangan kerja, investasi, ekspor, dan daya saing perekonomian dengan mendorong peningkatan rasio kewirausahaan nasional, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian, pertumbuhan PDB perikanan, pertumbuhan PDB industri pengolahan, kontribusi PDB industri pengolahan nilai devisa pariwisata, kontribusi PDB pariwisata, penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan investasi, pertumbuhan ekspor industri pengolahan, pertumbuhan ekspor riil barang dan jasa, serta rasio perpajakan terhadap PDB.
2. Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan dengan sasaran sebagai berikut:
a. meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan mendorong, laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di KTI, serta penurunan persentase penduduk miskin KTI;
b. terjaganya pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan mendorong laju pertumbuhan PDRB, IPM di KBI, serta penurunan persentase penduduk miskin KBI.
3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing dengan sasaran sebagai berikut:
a. terkendalinya pertumbuhan penduduk dan menguatnya tata kelola kependudukan dengan menjaga Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate/TFR) dan meningkatkan persentase cakupan kepemilikan Nomor Induk Kependudukan (NIK);
b. meningkatnya perlindungan sosial bagi seluruh penduduk dengan mendorong peningkatan jumlah penduduk yang tercakup dalam program jaminan sosial dan jumlah rumah tangga miskin yang memperoleh bantuan sosial;
c. terpenuhinya layanan dasar bidang kesehatan dan pendidikan yang dapat menurunkan angka kematian ibu, angka kematian bayi, prevalensi stunting, insiden tuberculosis, prevalensi obesitas penduduk diatas 18 tahun, persentase merokok usia 10–18 tahun, serta meningkatkan nilai rata-rata PISA (membaca, matematika, sains), dan harapan lama sekolah;
d. meningkatnya kualitas anak, perempuan, dan pemuda melalui peningkatan Indeks Perlindungan Anak (IPA), Indeks Pembangunan Gender (IPG), serta Indeks Pembangunan Pemuda (IPP);
e. meningkatnya aset produktif bagi rumah tangga miskin dan rentan dengan mendorong kenaikan persentase rumah tangga miskin dan rentan yang memiliki aset produktif;
f. meningkatnya produktivitas dan daya saing dengan peningkatan persentase angkatan kerja berpendidikan menengah ke atas, jumlah perguruan tinggi yang masuk dalam world class university,
proporsi pekerja yang bekerja pada bidang keahlian menengah dan tinggi, serta peningkatan peringkat global innovation index.
4. Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan dengan sasaran sebagai berikut:
a. menguatnya revolusi mental dan pembinaan ideologi Pancasila untuk memantapkan ketahanan budaya dengan mendorong peningkatan Indeks Capaian Revolusi Mental;
b. meningkatnya pemajuan kebudayaan untuk meningkatkan peran kebudayaan dalam pembangunan dengan peningkatan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK);
c. meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat dan daya rekat sosial dengan mendorong optimalisasi capaian Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM);
d. menguatnya moderasi beragama untuk mewujudkan kerukunan umat dan membangun harmoni sosial dalam kehidupan masyarakat dengan meningkatkan Indeks Kerukunan Umat Beragama;
e. meningkatnya ketahanan keluarga untuk memperkukuh karakter bangsa dengan mengoptimalkan capaian Indeks Pembangunan Keluarga dan median usia kawin pertama perempuan;
f. meningkatnya budaya literasi untuk mewujudkan masyarakat berpengetahuan, inovatif, dan kreatif dengan mendorong pencapaian Nilai Budaya Literasi.
5. Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar dengan sasaran sebagai berikut:
a. meningkatnya penyediaan infrastruktur layanan dasar dengan mendorong peningkatan rumah tangga yang menempati hunian layak dan terjangkau, penurunan rasio fatalitas kecelakaan jalan per 10.000 kendaraan terhadap angka dasar (2010), persentase daerah irigasi premium yang dimodernisasi (kumulatif), dan
mendorong peningkatan persentase pemenuhan kebutuhan air baku (kumulatif);
b. meningkatnya konektivitas untuk mendukung kegiatan ekonomi dan akses menuju pelayanan dasar dengan mendorong peningkatan waktu tempuh pada jalan lintas utama terpadu (jam/100 Km) dan persentase rute pelayaran yang saling terhubung (loop);
c. meningkatnya layanan infrastruktur perkotaan dengan mendorong kenaikan jumlah kota metropolitan dengan sistem angkutan umum massal perkotaan yang dibangun dan dikembangkan (kota);
d. meningkatnya layanan energi dan ketenagalistrikan dengan mendorong peningkatan rasio elektrifikasi, rata-rata pemenuhan kebutuhan (konsumsi) listrik (kWh/kapita).
e. meningkatnya layanan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) melalui peningkatan populasi yang dijangkau oleh jaringan bergerak pita lebar (4G).
6. Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim dengan sasaran sebagai berikut:
a. meningkatnya kualitas lingkungan hidup dengan mendorong meningkatnya Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH);
b. berkurangnya kerugian akibat dampak bencana dan bahaya iklim dengan mendorong penurunan potensi kehilangan PDB akibat dampak bencana dan iklim terhadap total PDB;
c. meningkatkan capaian penurunan emisi dan intensitas emisi GRK terhadap baseline dengan mendorong penurunan emisi GRK, dan penurunan intensitas emisi GRK.
7. Memperkuat Stabilitas Politik, Hukum Pertahanan dan Keamanan dan Transformasi Pelayanan Publik dengan sasaran sebagai berikut:
a. terwujudnya demokrasi yang terkonsolidasi, terpeliharanya kebebasan, menguatnya kapasitas lembaga-lembaga demokrasi,
dan terjaganya kesetaraan warga negara secara optimal serta tingkat kepercayaan masyarakat terhadap konten informasi publik terkait kebijakan dan program prioritas pemerintah;
b. optimalnya kebijakan luar negeri dengan meningkatkan Indeks Pengaruh dan Peran Indonesia di Dunia Internasional;
c. meningkatnya penegakan hukum nasional yang mantap dengan meningkatkan Indeks Pembangunan Hukum;
d. meningkatnya kualitas pelayanan publik dengan mendorong indeks pelayanan publik;
e. terjaganya stabilitas keamanan nasional dengan mendorong peningkatan persentase ancaman terhadap keselamatan segenap bangsa di seluruh wilayah NKRI yang dapat diatasi.
Gambar 3.1
Prioritas Nasional Tahun 2023
Sumber: Kementerian PPN/Bappenas
Berdasarkan isu produktivitas dan mitigasi scarring effect akibat pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan untuk pemulihan ekonomi Indonesia. Untuk itu, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2023 mengusung tema “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”. RKP tahun 2023 yang juga disusun dalam
kerangka menuju Indonesia sebagai negara maju, lepas dari Middle Income Trap, sesuai Visi Indonesia 2045. Sejumlah arah kebijakan prioritas pembangunan pada tahun 2023 mencakup percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan sumber daya manusia, penanggulangan pengangguran disertai peningkatan decent job, pemulihan dunia usaha, revitalisasi industri dan penguatan riset terapan, pembangunan rendah karbon dan transisi energi, percepatan pembangunan infrastruktur dasar air bersih dan sanitasi, serta pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Secara garis besar, RKP tahun 2023 memuat komitmen pemerintah untuk memberikan kepastian kebijakan, kerangka pendanaan, kerangka kelembagaan, kerangka regulasi, serta kerangka evaluasi dan pengendalian dalam melaksanakan pembangunan nasional secara berkesinambungan. Penyusunan RKP tahun 2023 memerlukan koherensi antarbab serta akurasi data dan informasi baik mengenai perumusan isu pembangunan, strategi dan arah kebijakan (sektoral dan kewilayahan), capaian pembangunan, target pembangunan nasional, integrasi sumber-sumber pendanaan, maupun pemenuhan terhadap kriteria kesiapan proyek (dalam proses clearing house). Dengan demikian, diharapkan pada penyusunan RKP tahun 2023, seluruh data dan informasi telah melalui proses konsolidasi data baik dengan sektor terkait di Bappenas, maupun dengan instansi terkait.
RKP tahun 2023 dalam pembangunan nasional digunakan sebagai acuan penyusunan Renja Kementerian/Lembaga tahun 2023 dan penyusunan RKPK tahun 2023. Selain itu juga menjadi referensi bagi BUMN dan swasta untuk berpartisipasi dalam mendukung pencapaian target prioritas nasional tahun 2023. Maksud penyusunan pedoman RKP tahun 2023 adalah untuk memberikan informasi dan panduan secara sistematis, jelas, benar, dan pasti mengenai tata cara penyusunan, serta rangkaian tahapan penyusunan RKP tahun 2023 kepada penanggung jawab kegiatan, tim pelaksana, tim penulis, tim sinkronisasi, tim koordinasi proses
perencanaan, tim koordinasi penyusun substansi dan tim administrasi, maupun semua pihak yang terlibat dalam penyusunan RKP tahun 2023.
Perekonomian Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kapasitas produktif perekonomian pada tahun 2023. Konsumsi masyarakat diperkirakan akan meningkat seiring aktivitas perekonomian domestik dan stabilnya perekonomian global yang pulih berkelanjutan. Investasi sendiri juga diperkirakan tumbuh tinggi pada tahun 2023 untuk meningkatkan kapasitas produktif perekonomian seiring dengan keberlanjutan peningkatan investasi publik dan swasta. Ekspor akan berperan dalam peningkatan kapasitas produktif perekonomian melalui perbaikan rantai nilai global.
Gambar 3.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2023
Sumber : Kementerian PPN/Bappenas
Sektor industri diperkirakan akan menjadi penggerak pertumbuhan dengan kebijakan yang mengarah ke industry 4.0 dan transisi ke industri yang ramah lingkungan (green industry). Sektor Pertanian akan tumbuh positif seiring dengan kebijakan hilirisasi pertanian dan peningkatan produktivitas. Sektor Perdagangan diharapkan pulih seiring dengan pulihnya perdagangan dunia serta penguatan peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum diharapkan pulih seiring dengan pulihnya pariwisata. Sektor Informasi dan Komunikasi diperkirakan terus tumbuh seiring dengan tren digitalisasi.
Gambar 3.4
Pengembangan Sektor-sektor Bernilai Tambah Tinggi
Sumber : Kementerian PPN/Bappenas
3.2 Asumsi dasar yang digunakan dalam APBK
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Pendapatan Kota Lhokseumawe terdiri dari PAD (meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah), Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah.
Berdasarkan Prioritas pembangunan pada RKPK tahun 2023 disusun juga dengan mendasarkan pada tema dan prioritas pembangunan nasional yang tertuang di dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2023. Sasaran dan prioritas penyusunan RKPK tahun 2023 diselaraskan untuk mendukung pencapaian Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden melalui 5 (lima) arahan utama Presiden, sebagai berikut:
1. pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), membangun SDM pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan talenta global;
2. pembangunan infrastruktur, melanjutkan pembangunan infrastruktur untuk menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi,
mempermudah akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, dan mempercepat peningkatan nilai tambah perekonomian rakyat;
3. penyederhanaan regulasi, menyederhanakan segala bentuk regulasi dengan pendekatan omnibus law, terutama menerbitkan 2 undang- undang. Pertama, undang-undang Cipta Lapangan Kerja, dan undang- undang Pemberdayaan UMKM;
4. penyederhanaan birokrasi, memprioritaskan investasi untuk penciptaan lapangan kerja, memangkas prosedur dan birokrasi yang panjang, dan menyederhanakan eselonisasi; dan
5. transformasi ekonomi, melakukan transformasi ekonomi dari ketergantungan Sumber Daya Alam menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam rangka mendukung 5 (lima) arahan Presiden tersebut, maka diterjemahkan ke dalam 4 (empat) agenda prioritas pembangunan Aceh pada RKPA tahun 2023 adalah:
1. memperkuat Infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar yang terintegrasi dan berwawasan lingkungan;
2. memperkuat kemandirian pangan, ketahanan ekonomi yang produktif dan kompetitif;
3. meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing;
4. penguatan tata kelola pemerintahan dan keistimewaan Aceh.
Berdasarkan kebijakan pada RKPK Lhokseumawe tahun 2023 memperhatikan tema pembangunan daerah yang telah tercantum pada Rencana Pembangunan Kota (RPK) Lhokseumawe tahun 2023-2026 yang mana pada tahun 2023 telah ditetapkan yaitu: “Memacu Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Kota Lhokseumawe Untuk Penurunan Tingkat Kemiskinan Dan Pengangguran Dalam Rangka Mengatasi Dampak Sosial Ekonomi Dari Covid-19”. Tema pembangunan daerah untuk RKPK tahun
2023 telah memperhatikan dan mempertimbangkan tema pembangunan Aceh yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Aceh (RPA) 2023-2026 yaitu: “Meningkatkan Kemandirian Pangan dan Kesejahteraan Masyarakat untuk Penurunan Angka Pengangguran dan Kemiskinan dalam rangka Mengatasi Dampak Sosial Ekonomi dari Covid-19”. Tema Pembangunan ini juga sejalan dengan Tema RKP tahun 2023 yang mengusung Tema “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”.
Peningkatan kualitas hidup masyarakat merupakan hal yang sangat penting semenjak mewabahnya pandemi Covid-19 seluruh tatanan sosial ekonomi masyarakat mengalami imbas yang luar biasa. Berbagai kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melindungi masyarakat dan memutus rantai penyebaran Covid-19 juga sangat berpengaruh terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Forum konsultasi publik yang dilaksanakan bertujuan untuk menjaring saran dan masukan dalam penyempurnaan rencana awal RKPK Lhokseumawe tahun 2023.
Dalam rangka mewujudkan sinergitas program dan kegiatan prioritas pembangunan Kota Lhokseumawe, maka kebijakan belanja pemerintah Kota Lhokseumawe diarahkan untuk:
1. pemenuhan pembiayaan belanja yang bersifat wajib dan mengikat untuk menjamin pelayanan dasar masyarakat;
2. pemenuhan dana bagi hasil kepada desa, serta pemenuhan belanja bantuan keuangan kepada desa;
3. mengusahakan alokasi belanja fungsi pendidikan sebesar 20 persen dan fungsi kesehatan 10 persen;
4. mendukung program/kegiatan strategis yang terkait dengan agenda provinsi dan nasional, dengan tetap memproritaskan pembangunan daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam kerangka sinergi dan penyelarasan, alokasi anggaran untuk setiap
perangkat daerah ditentukan berdasarkan target kinerja pelayanan publik masing-masing urusan pemerintahan yang difokuskan pada prioritas pembangunan yang telah ditetapkan dalam RKPK serta tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan pemerataan antar perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran pada tahun anggaran sebelumnya.
Berkaitan hal tersebut, Pemerintah Daerah harus memfokuskan pencapaian target pelayanan publik perangkat daerah tanpa harus menganggarkan seluruh program dan kegiatan yang menjadi kewenangan daerah. Untuk itu, dalam PPAS Tahun Anggaran 2023 pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mencantumkan:
1. sinergitas dan penyelarasan program pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota terhadap prioritas pembangunan nasional;
2. sinkronisasi kebijakan pemerintah kabupaten/kota dengan prioritas pembangunan provinsi; dan
3. prioritas masing-masing daerah yang tercantum pada RKPD tahun 2023.
Dalam rangka menyusun perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) Lhokseumawe Tahun Anggaran 2023, terdapat beberapa kebijakan Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kota Lhokseumawe yang berkaitan langsung dengan jumlah anggaran pendapatan maupun anggaran belanja. Berdasarkan kondisi seperti tersebut, maka penyesuaian yang dilakukan pada alokasi anggaran belanja daerah hanya merupakan implikasi dari adanya penambahan penerimaan pendapatan, sehingga penyesuaian yang dilakukan tidak mengakibatkan terjadinya defisit anggaran belanja. Rincian perhitungan yang dilakukan pada Penjabaran APBK Lhokseumawe Tahun Anggaran 2023 disajikan secara ringkas pada Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1
Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota Lhokseumawe Tahun Anggaran 2023
Kode | Uraian | R-APBK 2023 |
1 | 2 | 3 |
4 | Pendapatan Daerah | 735,337,627,192.00 |
4.1 | Pendapatan Asli Daerah (PAD) | 70,314,867,843.00 |
4.2 | Pendapatan Transfer | 665,022,759,349.00 |
4.3 | Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah | 0.00 |
5 | Belanja | 733,337,627,192.00 |
Surplus/(Defisit) | 2,000,000,000.00 | |
6 | Pembiayaan | |
6.1 | Penerimaan Pembiayaan Daerah | 0.00 |
6.1.01 | Xxxx Xxxxx Perhitungan Anggaran tahun Sebelumnya | 0.00 |
6.2 | Pengeluaran Pembiayaan Daerah | 2,000,000,000.00 |
6.2.02 | Penyertaan Modal | 2,000,000,000.00 |
Pembiayaan Netto | (2,000,000,000.00) |
Sumber: BPKD Kota Lhokseumawe, data diolah.
Uraian penjelasan tentang asumsi yang mendasari dalam perhitungan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) Kota Lhokseumawe Tahun Anggaran 2023, yang mencakup asumsi dasar penetapan kebijakan penyusunan anggaran, asumsi penerimaan pendapatan daerah, asumsi belanja daerah, dan asumsi penerimaan/pengeluaran pembiayaan daerah. Selanjutnya, berdasarkan asumsi tersebut, akan diuraikan pula mengenai beberapa kebijakan anggaran pendapatan, kebijakan anggaran belanja, dan kebijakan anggaran pembiayaan daerah, yang menjadi acuan dalam pelaksanaan APBK Lhokseumawe Tahun Anggaran 2023.
BAB IV
KEBIJAKAN PENDAPATAN DAERAH
4.1 Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah yang Diproyeksikan
Pemerintah daerah memiliki sumber pendapatan daerah yang meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer, dan Lain lain Pendapatan Yang Sah. Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran. Pendapatan daerah yang dianggarankan dalam APBD Tahun Anggaran 2023 meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah dan penerimaan lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai penambah ekuitas yang merupakan hak daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran. Adapun kebijakan perencanaan pendapatan daerah yang di maksud sesuai dengan Permendagri Nomor 77 Tahun tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan kebijakan meliputi:
a. Penganggaran pajak daerah dan retribusi daerah:
i. Peraturan Daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
ii. Penetapan target pajak daerah dan retribusi daerah harus didasarkan pada data potensi pajak daerah dan retribusi daerah di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota serta
memperhatikan perkiraan asumsi makro, seperti pertumbuhan rasio perpajakan daerah, pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi tahun 2023 yang dapat mempengaruhi target pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah.
iii. Dalam rangka mengoptimalkan pajak daerah dan retribusi daerah, Pemerintah Daerah harus melakukan kegiatan pemungutan. Kegiatan pemungutan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada wajib pajak atau wajib retribusi serta pengawasan penyetorannya dengan berbasis teknologi.
iv. Pendapatan pajak daerah yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor paling sedikit 10 persen termasuk yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dialokasikan untuk mendanai pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum.
v. Pendapatan pajak daerah yang bersumber dari Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50 persen untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
vi. Dalam rangka mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Pemerintah Daerah menggunakan pendapatan yang bersumber dari pajak rokok yang merupakan bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, sebesar 75 persen dari 50 persen realisasi penerimaan pajak rokok bagian hak masing-masing daerah provinsi/kabupaten/kota untuk pendanaan program jaminan kesehatan nasional.
vii. Pendapatan pajak daerah yang bersumber dari Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan.
viii. Pendapatan retribusi daerah yang bersumber dari Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing dialokasikan untuk mendanai penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, biaya dampak negatif dari perpanjangan izin mempekerjakan tenaga kerja asing, kegiatan pengembangan keahlian, keterampilan tenaga kerja lokal dan diatur dalam Peraturan Daerah.
ix. Pendapatan retribusi daerah yang bersumber dari Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dialokasikan untuk mendanai peningkatan kinerja lalu lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum.
x. Pendapatan retribusi daerah yang bersumber dari Retribusi Pelayanan Kesehatan yang merupakan hasil klaim kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diterima oleh perangkat daerah atau unit kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang belum menerapkan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan retribusi daerah, objek pendapatan retribusi jasa umum, rincian objek pendapatan retribusi pelayanan kesehatan dan sub rincian objek pendapatan sesuai dengan kode rekening berkenaan.
xi. Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan peningkatan pelayanan sesuai dengan sumber penerimaan masing-masing jenis retribusi yang bersangkutan.
xii. Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif berupa pengurangan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
untuk mendukung operasional penggunaan Alat Peralatan Pertahanan/Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) Tentara Nasional Indonesia.
xiii. Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif berupa pengurangan Pajak Reklame bagi koperasi dan UMKM untuk mendukung pengembangan usaha koperasi dan pemberdayaan UMKM.
xiv. Larangan Pemerintah Daerah melakukan pungutan atau yang disebut nama lainnya yang dipersamakan dengan pungutan di luar yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.
xv. Larangan Pemerintah Daerah melakukan pungutan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah dan kegiatan impor/ekspor yang merupakan program strategis nasional.
xvi. Hasil pungutan atau sebutan lainnya sebagaimana tercantum pada poin 14 dan 15 wajib disetorkan seluruhnya ke kas negara.
xvii. Pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek, rincian objek dan sub rincian objek.
b. Penganggaran Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah atas hasil penyertaan modal daerah dan dirinci menurut objek, rincian objek dan sub rincian objek. Kebijakan penganggaran hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Tahun Anggaran 2023 memperhatikan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan dan perolehan manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu, meliputi:
i. Keuntungan sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai Perusahaan Daerah yang mendapatkan investasi Pemerintah Daerah.
ii. Peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu.
iii. Peningkatan penerimaan daerah dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan.
iv. Peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan; dan/atau
v. Peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari investasi Pemerintah Daerah.
x. Xxxxanggaran Lain-lain PAD Yang Sah
Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah selain pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta dirinci berdasarkan objek, rincian objek dan sub rincian objek, yang terdiri atas:
i. Hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan.
ii. Hasil pemanfaatan BMD yang tidak dipisahkan.
iii. Hasil kerja sama daerah.
iv. Jasa giro.
v. Hasil pengelolaan dana bergulir.
vi. Pendapatan bunga.
vii. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian keuangan daerah.
viii. Penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi, dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atau dari kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah.
ix. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
x. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
xi. Pendapatan denda pajak daerah.
xii. Pendapatan denda retribusi daerah.
xiii. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan.
xiv. Pendapatan dari pengembalian.
xv. Pendapatan dari BLUD.
xvi. Pendapatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka meningkatkan lain-lain PAD yang sah, Pemerintah Daerah dapat mengoptimalisasikan pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk sewa, Bangun Guna Serah (BGS)/Bangun Serah Guna (BSG), Kerjasama Pemanfaatan (KSP) dan Kerjasama Penyediaan infrastruktur (KSPI) sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai barang milik daerah.
2. Pendapatan Transfer
Pendapatan transfer adalah dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah lainnya serta dirinci menurut objek, rincian objek dan sub rincian objek. Penganggaran pendapatan transfer memperhatikan kebijakan sebagai berikut:
a. Transfer Pemerintah Pusat
Transfer Pemerintah Pusat terdiri atas objek:
i. Dana Perimbangan
Pendapatan dana perimbangan terdiri atas rincian objek.
(a) Dana Transfer Umum
Pendapatan dana transfer umum, terdiri atas:
(i) Xxxx Xxxx Xxxxx (DBH)
(i.a) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Pajak Pendapatan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Pajak terdiri atas DBH-Pajak Bumi dan
Bangunan (DBH-PBB) selain PBB Perkotaan dan Perdesaan, dan DBH-Pajak Penghasilan (DBH- PPh) yang terdiri dari DBH-PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21 dianggarkan paling tinggi sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan, dengan memperhatikan kemungkinan realisasi penerimaan negara yang dinamis, diantaranya dengan mempertimbangkan penerimaan DBH 3 (tiga) tahun terakhir didasarkan pada realisasi rata- rata pendapatan DBH-Pajak 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2022, Tahun Anggaran 2021 dan Tahun Anggaran 2020. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2023 ditetapkan dan/atau terdapat perubahan atau informasi resmi mengenai alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan yang dipublikasikan setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-Pajak dimaksud pada Peraturan Daerah
tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023.
Pendapatan dari DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) dianggarkan sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH-CHT menurut provinsi/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2023. Apabila Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH-CHT menurut provinsi/ kabupaten/kota Tahun Anggaran 2023 belum ditetapkan, penganggaran pendapatan DBH- CHT didasarkan pada realisasi rata-rata pendapatan DBH-CHT 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2022, Tahun Anggaran 2021 dan Tahun Anggaran 2020.
Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH-CHT menurut provinsi
/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2023 telah ditetapkan dan/atau terdapat setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-CHT dimaksud dengan melakukan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah
Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023.
(i.b) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Sumber Daya Alam
Pendapatan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Sumber Daya Alam (DBH-SDA) terdiri dari DBH-Kehutanan, DBH-Pertambangan Mineral dan Batubara, DBH-Pertambangan Minyak Bumi, DBH-Pertambangan Gas Bumi, DBH- Pengusahaan Panas Bumi dan DBH-Perikanan. Dianggarkan paling tinggi sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-SDA Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi DBH-SDA Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan dengan memperhatikan kemungkinan realisasi penerimaan negara yang dinamis, diantaranya dengan mempertimbangkan penerimaan DBH 3 (tiga) tahun terakhir didasarkan pada realisasi rata- rata pendapatan DBH-Pajak 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2022, Tahun Anggaran 2021 dan Tahun Anggaran 2020. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 mengenai Alokasi DBH-SDA atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-SDA telah ditetapkan dan/atau terdapat alokasi DBH-SDA atau informasi resmi mengenai alokasi DBH-SDA
Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan yang dipublikasikan setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menganggarkan alokasi DBH-SDA dimaksud pada Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023.
Apabila terdapat pendapatan lebih DBH-SDA Tahun Anggaran 2023 seperti pendapatan kurang salur tahun-tahun sebelumnya atau selisih pendapatan Tahun Anggaran 2022, pendapatan lebih tersebut dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023.
Xxxx Xxxxxxan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2023 dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan.
Apabila Xxxaturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana
Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2023 belum ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Tambahan DBH- Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan belum dipublikasikan, penganggaran Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi tersebut didasarkan pada realisasi rata-rata pendapatan Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2022, Tahun Anggaran 2021 dan
Tahun Anggaran 2020.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2023 tersebut ditetapkan, atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan, setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi dimaksud dengan melakukan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung
dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023.
(ii) Xxxx Xxxxxxx Umum (DAU)
DAU bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendapatan DAU dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi DAU Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan.
Dalam hal Peraturan Presiden dimaksud belum ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi DAU Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan belum dipublikasikan, penganggaran pendapatan DAU didasarkan pada alokasi DAU Tahun Anggaran 2023.
Apabila Peraturan Presiden ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi DAU Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan, setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DAU dimaksud pada Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023.
(b) Dana Transfer Khusus
Dana Transfer Khusus bersumber dari APBN dialokasikan pada Pemerintah Daerah untuk mendanai kegiatan/sub
kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dan ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendapatan dana transfer khusus tersebut, diuraikan DAK Fisik dan DAK Non Fisik.
Pendapatan Dana Transfer Khusus dimaksud dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Transfer Khusus Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan.
Dalam hal Rancangan KUA dan Rancangan PPAS disepakati Kepala Daerah bersama DPRD sebelum Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2023 ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Transfer Khusus Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan belum dipublikasikan, Dana Transfer Khusus dimaksud langsung dianggarkan dalam rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023.
Apabila Xxxaturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2023 ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Transfer Khusus Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menganggarkan Dana Transfer Khusus dimaksud dengan melakukan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023.
ii. Dana Insentif Daerah
Dana Insentif Daerah bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Pemerintah Daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu.
Penganggaran Dana Insentif Daerah dialokasikan sesuai dengan Xxxaturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengalokasian Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengalokasian Dana Insentif Daerah ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan dan/atau terdapat setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah menganggarkan alokasi Dana Insentif Daerah dimaksud dengan melakukan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023.
Pendapatan pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersumber dari Dana Insentif Daerah, penggunaannya harus berpedoman pada pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pengelolaan Dana Insentif Daerah.
iii. Dana Otonomi Khusus
Dana Otonomi Khusus dialokasikan kepada Pemerintah Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undangan.
Xxxx Xxxxxxx Xxxxxx dianggarkan sesuai dengan Xxxaturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan. Apabila Xxxaturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 belum ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan belum dipublikasikan, penganggaran Dana Otonomi Khusus tersebut didasarkan pada alokasi Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2023.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan Dana Otonomi Khusus dimaksud dengan melakukan eraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023.
Penyaluran Dana Otonomi Khusus Pemerintah Aceh, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dilakukan oleh Menteri Keuangan setelah mendapatkan pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
iv. Xxxx Xxxx
Dana Desa bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer langsung ke rekening kas Desa dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Desa dianggarkan sesuai dengan Xxxaturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan.
Apabila Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 belum ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan belum dipublikasikan, penganggaran Dana Desa tersebut didasarkan pada penganggaran Dana Desa Tahun Anggaran 2021 Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan dana desa dimaksud dengan melakukan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023.
b. Transfer Antar Daerah
Pendapatan transfer antar-daerah terdiri atas:
i. Pendapatan Bagi Hasil
Pendapatan bagi hasil merupakan dana yang bersumber dari pendapatan daerah yang dialokasikan kepada Pemerintah Daerah lain berdasarkan angka persentase tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pendapatan kabupaten/kota yang bersumber dari Bagi Hasil Pajak Daerah Pemerintah Provinsi didasarkan pada penganggaran belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dalam APBD Pemerintah Provinsi Tahun Anggaran 2023.
Dalam hal penetapan APBD kabupaten/kota Tahun Anggaran 2023 mendahului penetapan APBD Provinsi Tahun Anggaran 2023, penganggarannya didasarkan pada penganggaran Bagi Hasil Pajak Daerah Tahun Anggaran 2022 dengan memperhatikan realisasi Bagi Hasil Pajak Daerah Tahun Anggaran 2021.
Dalam hal terdapat bagian pemerintah kabupaten/kota yang belum direalisasikan oleh pemerintah provinsi akibat pelampauan target Tahun Anggaran 2022, dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA. Bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023.
ii. Pendapatan Bantuan Keuangan
Pendapatan bantuan keuangan merupakan dana yang diterima dari Pemerintah Daerah lainnya baik dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya dari Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya.
Pendapatan bantuan keuangan tersebut dapat bersifat umum maupun bersifat khusus dan dianggarkan dalam APBD
penerima bantuan keuangan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu:
(a) bantuan keuangan umum dari daerah provinsi;
(b) bantuan keuangan khusus dari daerah provinsi;
(c) bantuan keuangan umum dari daerah kabupaten/kota;
(d) bantuan keuangan khusus dari daerah kabupaten/kota. Apabila pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan bersifat umum dimaksud diterima setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menganggarkan bantuan keuangan dimaksud pada Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023. Apabila pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan bersifat khusus tersebut diterima setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah menyesuaikan bantuan keuangan bersifat khusus dimaksud dengan melakukan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah selain pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer. Lain-lain pendapatan daerah yang sah dirinci berdasarkan objek, rincian objek dan sub rincian objek.
Kebijakan penganggaran Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan kebijakan sebagai berikut:
a. Pendapatan Hibah
Pendapatan hibah merupakan bantuan yang berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lain, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerimaan hibah termasuk sumbangan dari pihak ketiga/sejenis yang tidak mengikat, tidak berdasarkan perhitungan tertentu, dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban kepada penerima maupun pemberi serta tidak menyebabkan biaya ekonomi tinggi.
Hibah dari badan usaha luar negeri merupakan penerusan hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendapatan hibah dimaksud dapat didasarkan pada dokumen pernyataan kesediaan untuk memberikan hibah.
x. Xxxx Xxxxxxx
Dana darurat merupakan dana yang berasal dari APBN yang diberikan kepada Pemerintah Daerah pada tahap pasca bencana untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana yang tidak mampu ditanggulangi oleh Pemerintah Daerah dengan menggunakan sumber APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana darurat diberikan pada tahap pasca bencana untuk mendanai perbaikan fasilitas umum untuk melayani masyarakat sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pendapatan dana darurat dianggarkan sepanjang sudah diterbitkannya Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun
Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Darurat Tahun Anggaran 2023.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai alokasi Dana Darurat Tahun Anggaran 2023 ditetapkan setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah menganggarkan dana darurat dimaksud dengan melakukan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan APBD Tahun Anggaran 2023.
c. Lain-Lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Penganggaran lain-Lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain meliputi
a) Pendapatan Hibah Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk Satuan Pendidikan Negeri yang diselenggarakan kabupaten/kota pada APBD Tahun Anggaran 2023 dengan mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah pada Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa pendapatan daerah adalah hak-hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan, yang didapat dari sumber penerimaan internal maupun eksternal Pemerintahan daerah tersebut. Selanjutnya pada pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-lain Sumber Pendapatan Daerah Yang Sah.
Pendapatan asli Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 meliputi Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b pada pasal 31 meliputi pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.
4.2 Target pendapatan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Berdasarkan perkembangan realisasi pendapatan daerah pada tahun 2021 dan target pendapatan pada tahun 2022, pendapatan Kota Lhokseumawe tahun 2023 direncanakan sebesar Rp735.337.627.192,-. Pendapatan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp70,314,867,843,-; Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat sebesar Rp606,577,943,000.00,-; dan Pendapatan Transfer Antar Daerah sebesar Rp58.444.816.349,-. Jumlah pendapatan yang direncanakan pada tahun 2023 lebih rendah dibandingkan dengan jumlah pendapatan tahun berjalan (2022). Perbedaan target pendapatan tersebut terutama berasal dari Pendapatan Transfer Antar Daerah yaitu pendapatan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA). Dimana pendapatan yang bersumber dari DOKA mengalami penurunan sebesar 50 persen jika dibandingkan dengan tahun 2022. Secara umum Pendapatan Daerah Kota Lhokseumawe mengalami penurunan sebesar 4,44 persen pada tahun 2023 dibandingkan 2022.
Pendapatan daerah yang telah ditargetkan harus dioptimalkan untuk menghasilkan kapasitas keuangan daerah yang makin tinggi guna mendukung pendanaan pembangunan daerah. Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah sesuai ketentuan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan penerimaan daerah, maka perlu adanya usaha meningkatkan penerimaan daerah yang berasal dari
Pendapatan Asli Daerah melalui pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atau laba atas penyertaan modal pada BUMD serta lain-lain PAD yang sah, serta penerimaan dari sector Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang merupakan penopang bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
Pendapatan daerah pada APBK Lhokseumawe Tahun Anggaran 2023 diproyeksikan sebesar Rp735.337.627.192,00. Berikut Tabel 4.1 Proyeksi Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2023:
Tabel 4.1
Proyeksi Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2023
Kode | Uraian Akun | R-APBK 2023 |
1 | 2 | 3 |
4 | Pendapatan Daerah | 735,337,627,192.00 |
4.1 | Pendapatan Asli Daerah (PAD) | 70,314,867,843.00 |
4.2 | Pendapatan Transfer | 665,022,759,349.00 |
4.3 | Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah | 0.00 |
Sumber: BPKD Kota Lhokseumawe, data diolah.
PAD Kota Lhokseumawe terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, Lain–Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Hal ini berdasarkan pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Qanun Kota Lhokseumawe yang mengatur Pendapatan Asli Daerah Kota Lhokseumawe. Berikut Tabel 4.2 Proyeksi Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2023.
Tabel 4.2
Proyeksi Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2023
Kode | Uraian Akun | R-APBK 2023 |
1 | 2 | 3 |
4.1 | Pendapatan Asli Daerah (PAD) | 70,314,867,843.00 |
4.1.01 | Pajak Daerah | 34,060,750,000.00 |
4.1.02 | Retribusi Daerah | 4,087,500,000.00 |
4.1.03 | Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan | 5,200,000,000.00 |
4.1.04 | Lain-lain PAD yang Sah | 26,966,617,843.00 |
Sumber: BPKD Kota Lhokseumawe, data diolah.
Pendapatan transfer adalah dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah lainnya serta dirinci menurut objek, rincian objek dan sub rincian objek. Transfer Pemerintah Pusat meliputi Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Desa. Transfer Antar Daerah meliputi Pendapatan Bagi Hasil Bantuan Keuangan. Berikut Tabel 4.3 Proyeksi Pendapatan Transfer Tahun Anggaran 2023.
Tabel 4.3
Proyeksi Pendapatan Transfer Tahun Anggaran 2023.
Kode | Uraian Akun | R-APBK 2023 |
1 | 2 | 3 |
4.2 | PENDAPATAN TRANSFER | 665,022,759,349.00 |
4.2.01 | Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat | 606,577,943,000.00 |
4.2.01.01 | Dana Perimbangan | 549,142,773,000.00 |
4.2.01.01.01 | Dana Transfer Umum-Xxxx Xxxx Xxxxx (DBH) | 21,458,731,000.00 |
4.2.01.01.02 | Dana Transfer Umum-Dana Alokasi Umum (DAU) | 418,626,656,000.00 |
4.2.01.01.03 | Dana Transfer Khusus-Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik | 35,772,994,000.00 |
4.2.01.01.04 | Dana Transfer Khusus-Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik | 73,284,392,000.00 |
4.2.01.02 | Dana Insentif Daerah (DID) | 3,506,837,000.00 |
4.2.01.05 | Dana Desa | 53,928,333,000.00 |
4.2.02 | Pendapatan Transfer Antar Daerah | 58,444,816,349.00 |
4.2.02.01 | Pendapatan Bagi Hasil | 31,220,106,455.00 |
4.2.02.02 | Bantuan Keuangan Khusus Dari Pemerintah Daerah Provinsi | 27,224,709,894.00 |
Sumber: BPKD Kota Lhokseumawe, data diolah.
BAB V KEBIJAKAN BELANJA DAERAH
5.1. Kebijakan Terkait Dengan Perencanaan Belanja
Arah kebijakan keuangan daerah secara garis besar akan tercermin pada kebijakan pendapatan, belanja, serta pembiayaan yang terus dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab serta taat pada peraturan perundang yang berlaku. Arah Kebijakan belanja daerah digunakan untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kota, juga digunakan untuk mendanai pelaksanaan unsur pendukung, unsur penunjang, unsur pengawas, unsur kewilayahan, unsur pemerintahan umum dan unsur kekhususan yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Belanja daerah bertujuan untuk memajukan daerah dan menyejahterakan masyarakatnya, semakin banyak pendapatan daerah yang mampu diperoleh maka daerah akan semakin mampu dan mandiri membiayai belanja daerahnya. Agar semakin mandiri suatu daerah diperlukan kesadaran dari masyarakatnya untuk ikut serta menyumbang pendapatan asli daerah melalui membayar pajak daerah hingga membayar retribusi daerah.
Belanja daerah adalah semua pengeluaran dari Rekening Umum Kas Daerah (RKUD) yang tidak perlu diterima kembali oleh daerah dan pengeluaran lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan diakui sebagai pengurang ekuitas yang merupakan kewajiban daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Belanja daerah tersebut diprioritaskan untuk mendanai urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar yang ditetapkan dengan
standar pelayanan minimal serta berpedoman pada standar teknis dan harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pengelolaan belanja daerah dialokasikan untuk mendukung tujuan pembangunan daerah melalui efektifitas dan efisiensi belanja untuk mencapai target program dan kegiatan sebagaimana tercantum dalam rancangan awal RPJMD Kota Lhokseumawe serta rancangan awal rencana strategis perangkat daerah tahun 2021-2026. Belanja daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, bidang urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, sub kegiatan, kelompok, jenis, objek, rincian objek, dan sub rincian objek belanja daerah. Belanja daerah harus mendukung target capaian prioritas pembangunan nasional tahun 2023 sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkatan pemerintah daerah, mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan daerah, dan kemampuan pendapatan daerah serta dalam rangka penerapan tatanan normal baru, produktif dan aman Covid-19 di berbagai aspek kehidupan, baik aspek pemerintahan, kesehatan, sosial dan ekonomi.
Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang telah disesuaikan dengan ketentuan mengenai klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklatur perencanaan pembangunan dan keuangan daerah. Penambahan Program, Kegiatan dan Sub Kegiatan dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Walikota dan Pimpinan DPRK. Kebijakan Umum APBD Kota Lhokseumawe Tahun 2023, menggunakan klasifikasi, kodefikasi sub kegiatan, kegiatan dan program sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-5889 Tahun 2021 tentang Validasi Pemutakhiran Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.
Penyusunan struktur belanja daerah memedomani Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, terdiri atas:
1. Urusan pemerintahan wajib
Urusan pemerintahan wajib terdiri atas:
a. Urusan pemerintahan wajib yang terkait pelayanan dasar
Urusan pemerintahan wajib yang terkait pelayanan dasar dalam rangka pemenuhan standar pelayanan minimal, meliputi:
i. Pendidikan;
ii. Kesehatan;
iii. Pekerjaan umum dan penataan ruang;
iv. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
v. Ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat;
vi. Sosial.
b. Urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait pelayanan dasar urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait pelayanan dasar dialokasikan sesuai dengan kebutuhan daerah, meliputi:
i. Tenaga kerja;
ii. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
iii. Pangan;
iv. Pertanahan;
v. Lingkungan hidup;
vi. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
vii. Pemberdayaan masyarakat dan Desa;
viii. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
ix. Perhubungan;
x. Komunikasi dan informatika;
xi. Koperasi, usaha kecil, dan menengah;
xii. Penanaman modal;
xiii. Kepemudaan dan olah raga;
xiv. Statistik;
xv. Persandian;
xvi. Kebudayaan;
xvii. Perpustakaan; dan
xviii. Kearsipan.
2. Urusan pemerintahan pilihan
Urusan pemerintahan pilihan yang dialokasikan sesuai dengan prioritas daerah dan potensi yang dimiliki daerah, meliputi:
a. Kelautan dan Perikanan;
b. Pariwisata;
c. Pertanian;
d. Perdagangan;
e. Perindustrian; dan
3. Unsur pendukung, meliputi:
a. Sekretariat Daerah; dan
b. Sekretariat DPRD.
4. Unsur penunjang, meliputi:
a. Perencanaan;
b. Keuangan;
c. Kepegawaian;
d. Pendidikan dan pelatihan;
e. Penelitian dan pengembangan;
5. Unsur pengawas yaitu inspektorat daerah
6. Unsur kewilayahan, meliputi:
a. Kecamatan.
7. Unsur pemerintahan umum yaitu kesatuan bangsa dan politik;
8. Unsur kekhususan.
Pemerintah Kota Lhokseumawe menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan
efisiensi penggunaan anggaran. Program dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan dimaksud ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya.
Pemerintah Kota Lhokseumawe memfokuskan penggunaan belanja dalam APBK Lhokseumawe tahun anggaran 2023 pada kegiatan yang berorientasi produktif dan memiliki manfaat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah Kota Lhokseumawe wajib mengalokasikan belanja untuk mendanai urusan pemerintahan daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti alokasi pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pengawasan, peningkatan kompetensi serta belanja transfer kepada Pemerintah Gampong.
Disamping itu, setiap alokasi belanja program dan kegiatan memiliki target capaian kinerja yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Penetapan besaran alokasi belanja daerah, berpedoman pada standar harga satuan regional, analisis standar belanja, standar belanja, rencana kebutuhan barang milik daerah dan/atau standar teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota Lhokseumawe sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang selanjutnya digunakan untuk menyusun RKA-SKPD dalam penyusunan Rancangan Qanun Lhokseumawe tentang APBK Lhokseumawe Tahun Anggaran 2023. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Struktur belanja daerah diuraikan sebagai
berikut:
1. Belanja Operasi
Belanja operasi merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi dirinci atas jenis:
a. Belanja Pegawai
Belanja pegawai digunakan untuk menganggarkan kompensasi yang diberikan kepada Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD, serta Pegawai ASN dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penganggaran belanja pegawai antara lain berupa gaji/uang representasi dan tunjangan, tambahan penghasilan pegawai ASN, belanja penerimaan lainnya pimpinan dan anggota DPRD serta Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah, insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah/jasa layanan lainnya yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.
b. Belanja Barang dan Jasa
Belanja barang dan jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang/jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan, termasuk barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan Pemerintahan Daerah guna pencapaian sasaran prioritas daerah yang tercantum dalam RPJMD pada SKPD terkait serta diuraikan menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek.
Belanja barang dan jasa dimaksud antara lain berupa belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, jasa asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/ gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas, pemulangan pegawai, pemeliharaan, jasa konsultansi, jasa ketersediaan pelayanan (availability payment), lain-lain pengadaan barang/jasa, belanja lainnya yang sejenis, belanja barang dan/atau jasa yang diserahkan kepada
masyarakat/pihak ketiga/pihak lain, belanja barang dan/atau jasa yang dijual kepada masyarakat atau pihak ketiga/pihak lain, belanja beasiswa pendidikan ASN, belanja kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis PNS, dan belanja pemberian uang yang diberikan kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat.
c. Belanja Bunga
Belanja bunga digunakan pemerintah daerah untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang berdasarkan perjanjian pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja bunga antara lain berupa belanja bunga utang pinjaman dan belanja bunga utang obligasi.
d. Belanja Subsidi
Pemerintah Daerah dapat menganggarkan belanja subsidi dalam APBD Tahun Anggaran 2023 agar harga jual produksi atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik swasta, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menghasilkan produk atau jasa pelayanan dasar masyarakat.
e. Belanja Hibah
Belanja hibah berupa uang, barang, atau jasa dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Bantuan Sosial
Belanja bantuan sosial berupa uang dan/atau barang dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali
ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
2. Belanja Modal
Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset lainnya. Pengadaan aset tetap tersebut memenuhi kriteria mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, digunakan dalam kegiatan Pemerintahan Daerah dan batas minimal kapitalisasi aset tetap. Belanja modal dirinci menurut objek belanja yang terdiri atas:
a. Belanja modal tanah
Belanja modal tanah digunakan untuk menganggarkan tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
b. Belanja modal peralatan dan mesin
Belanja modal peralatan dan mesin digunakan untuk menganggarkan peralatan dan mesin mencakup mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
c. Belanja modal bangunan dan gedung
Belanja modal gedung dan bangunan digunakan untuk menganggarkan gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
d. Belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi
Belanja modal jalan, jaringan dan irigasi digunakan untuk menganggarkan jalan, jaringan dan irigasi mencakup jalan, jaringan dan irigasi yang dibangun oleh pemerintah daerah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
e. Belanja modal aset tetap lainnya
Belanja modal aset tetap lainnya digunakan untuk menganggarkan aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
f. Belanja modal aset tidak berwujud
Belanja modal aset tidak berwujud digunakan untuk menganggarkan aset tetap yang tidak memenuhi kriteria aset tetap, dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
3. Belanja Tidak Terduga
Belanja Tidak Terduga (BTT) merupakan pengeluaran untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya serta pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya. Belanja tidak terduga tahun anggaran 2023 dianggarkan secara memadai dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya kebutuhan yang antara lain sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, diluar kendali Pemerintah Daerah, pengeluaran daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi pemerintah daerah dan/atau masyarakat serta amanat peraturan perundang-undangan. Penambahan Belanja Tidak Terduga (BTT) tahun anggaran selanjutnya maksimal 10% dari alokasi BTT tahun sebelumnya. Pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya meliputi pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah yang bersifat tidak berulang yang terjadi pada tahun sebelumnya. Pengeluaran untuk keadaan darurat, meliputi bencana alam, bencana non alam, bencana sosial dan/atau kejadian luar biasa, pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan, kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik.
Sementara, pengeluaran untuk keperluan mendesak, meliputi kebutuhan daerah dalam rangka pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan, belanja daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib, pengeluaran daerah yang berada diluar kendali Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta amanat peraturan perundang-undangan, pengeluaran daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
4. Belanja Transfer
Belanja transfer merupakan pengeluaran uang dari pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya dan/atau dari pemerintah daerah kepada pemerintah desa. Belanja transfer dirinci atas jenis:
a. Belanja Bagi Hasil
Pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota kepada pemerintahan desa/gampong Pemerintah kabupaten/kota menganggarkan belanja bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kepada pemerintah desa/gampong paling sedikit 10 persen dari rencana pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota pada Tahun Anggaran 2023 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Besaran alokasi bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dianggarkan secara bruto, yaitu jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Penyaluran bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah dimaksud dilakukan setiap bulan berikutnya sesuai dengan hasil pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam hal terdapat pelampauan
realisasi penerimaan target pajak daerah dan retribusi daerah pemerintah kabupaten/kota pada akhir Tahun Anggaran 2022, disalurkan kepada pemerintah desa/gampong pada Tahun Anggaran 2023.
Belanja bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota dianggarkan dalam APBK Tahun Anggaran 2023 dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek pada SKPD selaku SKPKD.
b. Belanja Bantuan Keuangan
Belanja bantuan keuangan dapat dianggarkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan serta alokasi belanja yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja bantuan keuangan diberikan kepada daerah lain dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya. Tujuan tertentu lainnya tersebut, yaitu dalam rangka memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau penerima bantuan keuangan.
Belanja bantuan keuangan terdiri atas:
i. bantuan keuangan antar-daerah provinsi;
ii. bantuan keuangan antar-daerah kabupaten/kota;
iii. bantuan keuangan daerah provinsi ke daerah kabupaten/kota di wilayahnya dan/atau daerah kabupaten/kota di luar wilayahnya;
iv. bantuan keuangan daerah kabupaten/kota ke daerah provinsinya dan/atau daerah provinsi lainnya; dan/atau
v. bantuan keuangan daerah provinsi atau kabupaten/kota kepada desa/gampong.
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota Lhokseumawe Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp735.337.627.192,00 yang dilaksanakan oleh 34 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
BAB VI
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DAERAH
6.1 Kebijakan Penerimaan Pembiayaan
Penerimaan pembiayaan Daerah merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutupi defisit anggaran yang disebabkan oleh lebih besarnya belanja daerah dibanding dengan pendapatan yang diperoleh daerah. Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Ketentuan Terkait Penerimaan Pembiayaan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 tahun 2021 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2022, Penerimaan Pembiayaan Daerah bersumber dari:
1. SiLPA
a. Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) harus didasarkan pada penghitungan yang cermat dan rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran Tahun Anggaran 2022 dalam rangka menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada Tahun Anggaran 2023 yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya SiLPA yang direncanakan.
b. SiLPA tersebut bersumber dari pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan pendapatan transfer, pelampauan penerimaan lain lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan Pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan/atau sisa dana akibat tidak tercapainya capaian target kinerja dan sisa dana pengeluaran pembiayaan.
c. Dalam hal terdapat SiLPA yang telah ditentukan penggunaannya berdasarkan peraturan perundang-undangan pada tahun anggaran
sebelumnya, pemerintah daerah wajib menganggarkan SiLPA dimaksud sesuai penggunaannya.
d. Dalam hal SiLPA daerah tinggi dan kinerja layanan tinggi, SiLPA dapat diinvestasikan dan/atau digunakan untuk pembentukan dana abadi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dengan memperhatikan kebutuhan yang menjadi prioritas daerah yang harus dipenuhi.
e. Dalam hal SiLPA daerah tinggi dan kinerja layanan rendah, Pemerintah Daerah dapat mengarahkan penggunaan SiLPA dimaksud untuk belanja infrastruktur pelayanan publik daerah yang berorientasi pada pembangunan ekonomi daerah.
2. Pencairan Dana Cadangan, penganggaran atas pencairan dana cadangan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Penerimaan Pinjaman Daerah
a. Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan diterima dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman bersangkutan.
b. Penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan diterima pada tahun anggaran berkenaan.
c. Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan dibidang pinjaman daerah.
d. Bagi Pemerintah Daerah yang berencana untuk melakukan pinjaman daerah harus dianggarkan terlebih dahulu dalam rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun anggaran berkenaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Pemerintah Daerah yang akan melakukan pinjaman bersumber dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lain, Lembaga Keuangan
Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank, dan Masyarakat (obligasi daerah).
x. Xxxxajukan dan mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri, dengan paling sedikit melampirkan:
i. Persetujuan DPRD yang dilengkapi dengan risalah sidang, kecuali lain yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan; Ssalinan berita acara pelantikan Kepala Daerah;
ii. Kerangka acuan kegiatan;
iii. RPJMD;
iv. RKPD;
v. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir;
vi. APBD tahun anggaran berjalan;
vii. Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun anggaran berkenaan;
viii.Rencana keuangan pinjaman daerah yang menginformasikan besaran pagu pinjaman, tenor waktu pinjaman, prakiraan penarikan pinjaman serta prakiraan pengembalian pokok dan bunga pinjaman;
ix. Pernyataan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang ditandatangani oleh Kepala Daerah;
x. Perhitungan tentang rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman/DSCR; dan
xi. Perbandingan sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75 persen dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
g. Untuk pinjaman jangka pendek digunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Untuk pinjaman jangka menengah digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan.
h. Untuk pinjaman jangka panjang yang bersumber dari pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank digunakan untuk membiayai infrastruktur dan/atau kegiatan investasi berupa kegiatan pembangunan prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menjadi urusan Pemerintahan Daerah, dengan tujuan:
i. menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan/atau sarana daerah;
ii. menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan belanja APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau
iii. memberikan manfaat ekonomi dan sosial.
i. Pinjaman jangka panjang diperkenankan melewati masa jabatan Kepala Daerah, kecuali diatur lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan serta dalam rangka mendukung prioritas nasional dan/atau kepentingan strategis nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
j. Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai infrastruktur dan/atau investasi yang menghasilkan penerimaan daerah setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri dan persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
k. Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman utang luar negeri dan/atau dalam negeri.
x. Xxxxxxan yang berasal dari penerusan pinjaman utang luar negeri dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Perjanjian penerusan pinjaman dilakukan antara menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan Kepala Daerah.
m. Penerimaan pinjaman daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Penerimaan pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6.2 Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan
Ketentuan Terkait Pengeluaran Pembiayaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2021 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2022, Pengeluaran Pembiayaan dapat digunakan untuk:
1. Dalam hal APBD diperkirakan surplus, APBD dapat digunakan untuk pengeluaran pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
2. Pengeluaran Pembiayaan daerah dapat digunakan untuk:
a. Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo
i. pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban Pemerintah Daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran berkenaan berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
ii. pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo merupakan pembayaran pokok pinjaman yang menjadi beban Pemerintah Daerah harus dianggarkan pada APBD setiap tahun sampai dengan selesainya kewajiban dimaksud.
iii. dalam hal alokasi anggaran dalam APBD tidak mencukupi untuk pembayaran cicilan pokok utang, Kepala Daerah dapat
melakukan pelampauan pembayaran mendahului perubahan APBD, dengan melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dan dilaporkan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
b. Penyertaan Modal Daerah
i. Penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran 2022 telah ditetapkan dalam peraturan daerah mengenai penyertaan modal daerah bersangkutan dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ii. Peraturan Daerah dimaksud ditetapkan sebelum persetujuan Kepala Daerah bersama DPRD atas rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
iii. Pemerintah Daerah dalam melakukan penyertaan modal daerah memperhatikan ketentuan:
(a) Dalam hal akan melaksanakan penyertaan modal, Pemerintah Daerah terlebih dahulu menyusun perencanaan investasi Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam dokumen rencana kegiatan investasi yang disiapkan oleh PPKD selaku pengelola investasi untuk disetujui oleh Kepala Daerah. Berdasarkan dokumen rencana kegiatan penyertaan modal daerah tersebut, Pemerintah Daerah menyusun analisis penyertaan modal daerah Pemerintah Daerah sebelum melakukan penyertaan modal daerah.
(b) Analisis penyertaan modal daerah dilakukan oleh penasehat investasi yang independen dan profesional, dan ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagaimana
diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.
(c) Penyertaan modal daerah bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah, pertumbuhan perkembangan perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
(d) Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban yang telah tercantum dalam peraturan daerah mengenai penyertaan modal pada tahun sebelumnya, tidak diterbitkan peraturan daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut belum melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada peraturan daerah mengenai penyertaan modal.
(e) Dalam hal pemerintah daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah mengenai penyertaan modal, pemerintah daerah melakukan perubahan peraturan daerah mengenai penyertaan modal yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
iv. Dalam rangka memperkuat struktur permodalan pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Pemerintah Daerah dapat menambah modal yang disetor dan/atau melakukan penambahan penyertaan modal pada BUMD, sehingga BUMD tersebut dapat lebih berkompetisi, tumbuh dan berkembang. Untuk BUMD sektor perbankan, Pemerintah Daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal dimaksud guna menambah modal inti sebagaimana dipersyaratkan Otoritas Jasa Keuangan dan untuk memenuhi Capital Adequacy Ratio (CAR). Khusus untuk Bank Pembangunan Daerah modal inti minimum
sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah) pada 31 desember 2024 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
v. Pemerintah Daerah yang merupakan pemegang saham pengendali, melakukan penyertaan modal kepada BUMD Perseroda guna memenuhi kepemilikan saham menjadi 51 persen atau lebih.
vi. Pemenuhan kepemilikan saham minimal 51 persen oleh 1 (satu) daerah tersebut, dilakukan paling lama 5 (lima) tahun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
vii. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Daerah dapat menganggarkan investasi jangka panjang non permanen dalam bentuk dana bergulir. Dana bergulir dalam APBD dianggarkan pada akun pembiayaan, kelompok pengeluaran pembiayaan daerah.
viii. Dalam penyaluran dana bergulir, pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama dengan BUMD Lembaga Keuangan Perbankan, Lembaga Keuangan Non Perbankan atau Lembaga Keuangan lainnya.
ix. Dalam rangka mendukung pencapaian target Sustainable Development Goal’s (SDG’s) Tahun 2025 yaitu cakupan pelayanan air minum perpipaan di wilayah perkotaan sebanyak
80 persen dan di wilayah perdesaan sebanyak 60 persen, Pemerintah Daerah perlu memperkuat struktur permodalan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penguatan struktur permodalan tersebut dilakukan dengan menambah penyertaan modal pemerintah daerah yang antara lain bersumber dari pemanfaatan laba bersih PDAM.
x. Penyertaan modal dimaksud dilakukan untuk penambahan, peningkatan, perluasan prasarana dan sarana sistem penyediaan air minum, serta peningkatan kualitas dan pengembangan
cakupan pelayanan. Selain itu, Pemerintah Daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal guna peningkatan kuantitas, dan kapasitas pelayanan air minum kepada masyarakat untuk mencapai SDGs dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
xi. PDAM akan menjadi penyedia air minum di daerah sebagai implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU XI/2013 yang membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Untuk itu Pemerintah Daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal kepada PDAM dalam rangka memperbesar skala usaha PDAM. Bagi PDAM yang skala usahanya belum sesuai dengan fungsi PDAM sebagai penyedia air minum di daerah, agar dipertimbangkan untuk melakukan penggabungan PDAM dimaksud.
c. Pembentukan Dana Cadangan
i. Pembentukan dana cadangan ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan. Peraturan Daerah tersebut paling sedikit memuat penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program, kegiatan dan sub kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.
ii. Peraturan Daerah tentang pembentukan dana cadangan dimaksud ditetapkan sebelum persetujuan Kepala Daerah bersama DPRD atas rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
iii. Dalam hal pemerintah daerah akan melaksanakan pilkada serentak tahun 2024, dapat membentuk dana cadangan dengan peraturan kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Pemberian Pinjaman Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Pengeluaran pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengeluaran pembiayaan lainnya digunakan untuk menganggarkan pengeluaran pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rencana pengeluaran pembiayaan pada tahun 2023 dianggarkan dalam bentuk Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah tetap sebesar Rp2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
BAB VII STRATEGI PENCAPAIAN
7.1. Strategi Pencapaian Target Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi yang besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membiayai penyelenggaraan proses administrasi dan layanan pemerintahan dan pembangunan daerah. Peningkatan kapasitas fiskal daerah pada dasarnya adalah optimalisasi sumber–sumber penerimaan daerah yang salah satunya adalah peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Langkah penting yang harus dilakukan Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk meningkatkan penerimaan daerah adalah menghitung potensi pendapatan asli daerah yang riil dimiliki daerah Kota Lhokseumawe. Untuk itu diperlukan metode penghitungan potensi PAD yang sistematis dan rasional. PAD Kota Lhokseumawe merupakan indikator bagi pengukuran tingkat kemampuan keuangan daerah dan tingkat kemandirian daerah.
Sumber pendapatan daerah Kota Lhokseumawe sebagian besar masih tergantung pada dana perimbangan. Untuk mengurangi ketergantungan akan dana perimbangan, Pemerintah Kota Lhokseumawe berusaha meningkatkan pendapatan dari Pendapatan Asli Daerah. Jumlah Pendapatan Asli Daerah yang ditargetkan masih relatif kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan pengeluaran belanja daerah. Target pendapatan yang telah ditetapkan pada tahun 2023 tersebut secara totalitas harus tercapai 100 persen atau lebih karena jika target yang ditetapkan tidak tercapai, maka berakibat terjadinya kekurangan penerimaan pendapatan yang berimplikasi pada tidak dapat dilaksanakannya sebagian kegiatan yang telah direncanakan, sehingga diperlukan upaya dan kerja keras aparatur pengelola pendapatan daerah.
Salah satu kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Pemda) yaitu kewenangan atas pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebagai salah satu sumber pendanaan di
daerah sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kewenangan ini diberikan untuk memperkuat esensi dan posisi otonomi dalam menopang kapasitas fiskal daerah.
Berdasarkan Data APBD Tahun 2020 dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) sebelum adanya penyesuaian akibat pandemi Covid-19, kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) seluruh provinsi, kabupaten, dan kota terhadap pendapatan daerah hanya sekitar 26,49 persen. Kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah paling kecil dimiliki oleh kabupaten dengan rata-rata sebesar 12,81 persen. Sumber PAD terbesar di daerah berasal dari pajak daerah yang berkontribusi sebesar 71,64 persen. Masih kecilnya kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah serta masih tergantungnya daerah terhadap Dana Transfer dari pemerintah pusat menjadi pekerjaan rumah yang sulit bagi mayoritas daerah. Oleh sebab itu, diperlukan langkah-langkah untuk penguatan kapasitas fiskal di daerah.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut ada 3 (tiga) hal yang perlu dilakukan oleh daerah untuk meningkatkan PAD menuju kemandirian daerah, yaitu:
1. Ekstensifikasi Pendapatan
Ekstensifikasi pendapatan daerah dapat dilakukan dengan pengelolaan sumber penerimaan baru serta penjaringan Wajib Pajak (WP)/Wajib Retribusi baru. Pengelolaan sumber penerimaan baru terutama untuk lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah karena untuk Penerimaan dari PDRD sudah close list. Close list artinya sudah dibatasi atas pemungutan pajak tertentu atau tidak memiliki keleluasaan memungut pajak lain di luar pajak tersebut, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Penjaringan Wajib Pajak baru dapat dilakukan melalui kerjasama dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat untuk tukar menukar data pajak. Selain itu, untuk menarik minat yang mendaftar
menjadi Wajib Pajak daerah diperlukan kemudahan dalam pendaftaran salah satunya bisa melalui sistem daring.
2. Intensifikasi Pendapatan
Intensifikasi pendapatan daerah dapat dilakukan dengan optimalisasi penerimaan sesuai potensi daerah serta optimalisasi penerimaan dari piutang. Salah satu kunci untuk mencapai potensi pajak daerah yaitu melalui pemutakhiran atau validasi data pajak daerah. Validasi data pajak daerah dapat dilakukan dengan pengecekan di lapangan secara bertahap apakah data wajib pajak masih sama atau sudah berubah. Jika terdapat perubahan perlu penyesuaian pada basis data. Untuk Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) perlu dilakukan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) agar tidak terlalu jauh dari nilai pasar yang ada.
Piutang Pajak Daerah merupakan salah satu permasalahan yang harus dapat diselesaikan dan akan menjadi salah satu sumber penerimaan daerah. Oleh sebab itu, perlu dilakukan verifikasi piutang pajak kepada seluruh objek pajak daerah untuk memastikan kebenaran data piutang yang dapat ditagih, khususnya data piutang PBB-P2 yang selalu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam setiap pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Oleh karena itu, untuk piutang pajak daerah yang sudah kadaluarsa dapat dilakukan penghapusan sesuai peraturan perundang-undangan melalui ketetapan kepala daerah.
3. Penguatan Kelembagaan
Penguatan kelembagaan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam optimalisasi penerimaan daerah. Penguatan kelembagaan dapat dilakukan melalui restrukturisasi organisasi sesuai kebutuhan daerah, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), modernisasi administrasi perpajakan daerah serta penyederhanaan proses bisnis.
Kendala yang dihadapi oleh banyak daerah saat ini yaitu kurangnya SDM yang memiliki keahlian di bidang perpajakan khususnya penilai pajak dan juru sita. Peningkatan wawasan SDM melalui penyertaan aparat dalam
setiap Diklat, Workshop, Focus Group Discussion (FGD) dan forum-forum lainnya. Modernisasi administrasi perpajakan daerah melalui penguatan mekanisme pemungutan pajak daerah yang dimulai dari pendataan, pendaftaran, pembayaran, pengawasan, penagihan hingga pemeriksaan. Selain itu pemungutan perpajakan dilakukan melalui pendekatan teknologi informasi dalam pengelolaan pajak daerah dan kerjasama dengan instansi terkait antara lain Badan Pertanahan Nasional dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk sinergi pengelolaan PBB P2 dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Kejaksaan Negeri untuk pendampingan dalam penagihan pajak daerah, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) untuk sinergi perizinan dan integrasi sistem informasi.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan tersebut diatas, diharapkan mampu meningkatkan PAD sehingga ketergantungan daerah akan dana transfer dari pemerintah pusat dapat berkurang. Inovasi yang dilakukan oleh daerah dalam upaya peningkatan pendapatan daerah akan menjadi salah satu kunci keberhasilan. Optimalisasi potensi yang ada di daerah diperlukan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Strategi dan rencana aksi tersebut merupakan rencana organisasi perangkat daerah yang dilaksanakan secara terpadu serta terkoordinasi untuk mencapai sasaran peningkatan PAD. Formulasi strategi dan rencana aksi dilakukan dengan mengintegrasikan faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi agar tercipta sinergi pencapaian tujuan dan sasaran.
7.2. Strategi Pencapaian Realisasi Belanja
Pemerintah Kota Lhokseumawe kedepan akan terus melakukan berbagai upaya untuk percepatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Lhokseumawe tahun anggaran 2023. Hal ini penting dalam upaya percepatan pembangunan daerah dan penanganan pandemi Covid-19 di daerah ini. Kinerja anggaran yang baik diharapkan dapat terus dijaga dan ditingkatkan melalui peningkatan kualitas belanja secara
konsisten dan pola realisasi belanja yang merata, sehingga menjadi daerah yang mampu menjadi pengungkit yang efektif bagi perekonomian daerah/masyarakat.
Anggaran Belanja Pemerintah Kota Lhokseumawe disusun secara efisien, efektif dan akuntabel yang berorientasi pada pencapaian target kinerja terukur yang ditetapkan pada masing–masing SKPD pencapaian visi misi Kota Lhokseumawe dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Anggaran berbasis kinerja disusun sesuai tugas pokok, fungsi dan kewenangan yang dimiliki masing–masing SKPD. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Lhokseumawe yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Saat ini pemerintah telah menerapkan sistem penganggarannya dengan sistem anggaran berbasis kinerja. Sebelum sistem anggaran berbasis kinerja diberlakukan, pemerintah menggunakan sistem anggaran tradisional yang mana sistem ini lebih menekankan pada biaya bukan pada hasil/kinerja. Sistem anggaran tradisional ini dominan dengan penyusunan anggaran yang bersifat line item budget yang mana proses penyusunan anggarannya berdasarkan pada realisasi anggaran tahun sebelumnya, dengan demikian tidak ada perubahan yang signifikan atas anggaran tahun berikutnya.
Dalam membuat anggaran berbasis kinerja pemerintah daerah terlebih dulu harus memiliki renstra (perencanaan strategis) yang disusun dengan objektif dan juga melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan. Dengan adanya sistem tersebut pemerintah daerah diyakini akan dapat mengukur kinerja keuangannya yang tergambar dalam anggaran pendapatan dan belanja daerahnya. Aspek yang diukur dalam
penilaian kinerja pemerintah daerah salah satunya adalah aspek keuangan yang berupa ABK (Anggaran Berbasis Kinerja).
Dengan disusunnya RKA-SKPD berarti telah terpenuhi kebutuhan tentang anggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja menuntut adanya output yang optimal atau pengeluaran yang dialokasikan sehingga nantinya pada setiap pengeluaran harus berorientasi atau bersifat ekonomis, efektif dan efisien pada saat pelaksanaan dan pencapaian suatu outcome (hasil). Melalui penerapan anggaran berbasis kinerja tersebut, instansi dituntut untuk membuat standar kinerja pada setiap anggaran kegiatan sehingga jelas tindakan apa yang akan dilakukan dan berapa biaya yang dibutuhkan, serta hasil yang akan diperoleh kedepannya. Indikator kinerja SKPD yang dimuat di dalam renja (rencana kerja) SKPD haruslah mendukung pencapaian indikator kinerja yang dimuat di dalam renstra SKPD.
Selanjutnya indikator kinerja renja SKPD harus didukung oleh indikator kinerja yang dimuat di dalam RKA-SKPD. Adanya kesesuaian indikator kinerja ini secara logis akan dapat mengaitkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai yang dicantumkan dalam dokumen renstra SKPD dengan kegiatan- kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh SKPD.
Belanja daerah untuk setiap program dan kegiatan yang telah disusun digunakan untuk pencapaian visi misi dan kinerja setiap SKPK. Karakteristik anggaran belanja berbasis kinerja antara lain:
1. Pengeluaran anggaran didasarkan pada outcome yang ingin dicapai.
2. Adanya hubungan antara masukan dengan keluaran yang ingin dicapai.
3. Adanya peranan indikator efisiensi dalam proses penyusunan anggaran berbasis kinerja.
4. Adanya penyusunan target kinerja dalam anggaran berbasis kinerja.
Berdasarkan karakteristik anggaran belanja berbasis kinerja tersebut disusun strategi sebagai berikut:
1. Menentukan target yang ingin dicapai, target merupakan turunan dari sasaran strategis Walikota. Target berupa output/outcome yang sudah ditentukan indikator-indikator sebagai tolak ukur pencapaiannya.
2. Melakukan evaluasi pencapaian outcome-nya. Evaluasi capaian output biasanya dilakukan dalam tahun yang bersangkutan, sedangkan evaluasi outcome dilakukan tahun yang akan datang.
3. Menyusun dan melaksanakan rencana sesuai detail jadwal perencanaan, mulai dari menentukan sumber daya yang belum dimiliki, tahapan pelaksanaan program sampai penatausahaan program tersebut.
4. Evaluasi output secara berkala.
5. Optimalkan SPM yang menggunakan aplikasi melalui bimbingan teknis dan sosialisasi perundang-undangan.
Langkah–langkah strategis yang dilakukan Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk pencapaian belanja program dan kegiatan adalah antara lain :
1. Mendorong SKPD dalam menyusun anggaran belanja lebih terukur pencapaiannya agar diperoleh efektifitas dan kualitas belanja yang bermanfaat pada masyarakat,
2. Menyusun rencana jadwal pelaksanaan program kegiatan sesuai target kinerja pada masing–masing SKPD yang dituangkan dalam perencanaan anggaran kas sebagai salah satu acuan pelaksanaan program kegiatan.
3. Mendorong SKPD untuk mempercepat proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa sesuai ketentuan yang berlaku yang dilakukan secara efisien, efektif, ekonomis dan akuntabel.
4. Mendorong peningkatan kinerja SKPD dengan melakukan evaluasi pelaksanaan program kegiatan SKPD.
5. Meningkatkan kualitas SDM pelaksana program kegiatan melalui sosialisasi, pelatihan dan workshop, sehingga diharapkan dapat memahami proses pelaksanaan kegiatan.