EVANDER RAMLI RECANEO PURBA
PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMASOKAN BUAH KELAPA SAWIT ANTARA SUPPLIER DENGAN PT. LAMBANG BUMI PERKASA
(Skripsi)
Oleh
XXXXXXX XXXXX RECANEO PURBA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2023
ABSTRAK
PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMASOKAN BUAH KELAPA SAWIT ANTARA SUPPLIER DENGAN PT. LAMBANG BUMI PERKASA
Oleh
XXXXXXX XXXXX RECANEO PURBA
PT merupakan badan hukum persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian. Dalam pelaksanaanya PT membutukan Supplier. Apabila diperhatikan dalam proses perjanjian jual beli buah kelapa sawit antara Supplier sebagai penjual atau pihak pertama dengan PT. Lambang Bumi Perkasa sebagai pembeli atau pihak kedua, pihak mengajukan permohonan baik secara lisan maupun tulisan. Penelitian ini mengkaji mengenai pelaksanaan perjanjian pemasokan buah kelapa sawit antara supplier dengan PT Lambang Bumi Perkasa serta upaya hukum dalam penyelesaian wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pemasokan buah kelapa sawit.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang dilakukan dengan pendekatan normatif empiris. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh langsung dari lapangan dan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dengan studi kepustakaan, studi dokumen dan wawancara. Metode pengolahan data melalui pemeriksaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian jual beli yang diterapkan PT. Lambang Bumi Perkasa dengan cara Pabrik Kelapa Sawit (Supplier) mengajukan permohonan jual beli kepada PT. Lambang Bumi Perkasa untuk penjualan dan penyerahan buah kelapa sawit dengan melakukan kesepakatan. Upaya Hukum dalam penyelesaian wanprestasi dalam Pelaksanaan Perjanjian Pemasokan Buah Kelapa Sawit Antara Supllier dengan PT. Lambang Bumi Perkasa dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan perjanjian jual beli sebagaimana diatur dalam KUHP. Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Serta dapat menggunakan jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.
Kata Kunci: Perjanjian, Pemasok, Supplier, PT Lambang Bumi Perkasa.
PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMASOKAN BUAH KELAPA SAWIT ANTARA SUPPLIER DENGAN PT. LAMBANG BUMI PERKASA
Oleh
XXXXXXX XXXXX RECANEO PURBA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2023
Judul : PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMASOKAN BUAH KELAPA SAWIT ANTARA SUPPLIER DENGAN PT. LAMBANG BUMI PERKASA
Nama Mahasiswa : Xxxxxxx Xxxxx Recaneo Purba Nomor Pokok Mahasiswa 1652011173
Bagian : Keperdataan
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI,
1. Komisi Pembimbing
Xxxxxxxxx Xxxxx S, S.H., M.H. Xxxxxxxxx, S.H., M.Hum.
NIP. 197309291998021001 NIP. 197607052009122001
2. Ketua Bagian Hukum Keperdataan
Xx. Xxxxxxx, X.X., M.Hum.
NIP. 1960122819890310016
MENGESAHKAN
1. Xxx Xxxxuji | ||
Ketua | : Xxxxxxxxx Xxxxx S, S.H., M.H. | ……………… |
Sekretaris | : Xxxxxxxxx, S.H., M.Hum. | ……………… |
Penguji Bukan Pembimbing | : Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.Hum. | ……………… |
2. Dekan Fakultas Hukum
Xx. Xxxxxxxx Xxxxx, S.H., M.S.
NIP. 1964 12181988031002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 06 Februari 2023
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxxx NPM 1652011173
Bagian : Hukum Keperdataan
Fakultas : Hukum
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Pemasokan Buah Kelapa Sawit antara Supllier dengan PT. Lambang Bumi Perkasa” adalah benar-benar hasil karya bukan plagiat sebagaimana telah diatur dalam Pasal 39 Peraturan Rektor Universitas Lampung Nomor 19 Tahun 2020 Tentang Peraturan Akademik.
Bandar Lampung, Februari 2023
Xxxxxxx Xxxxx Recaneo Purba NPM. 1652011173
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxxx, dilahirkan di Tulang Bawang pada tanggal 02 Maret 1999, anak pertama dari empat bersaudara dari xxxxxxxx Xxxxx X. Purba dan Ibu H. Nainggolan.
Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Pembina Tulang Bawang pada tahun 2004, SD Lentera Harapan pada tahun 2010, SMP Lentera Harapan pada tahun 2013 dan SMA Xxx Xxxxxxx Metro pada tahun 2016. Selanjutnya, pada tahun 2017 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung program pendidikan Strata 1 (S1) melalui Jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan mengambil minat di bagian Hukum Perdata.
Penulis telah melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Periode I pada tahun 2019 selama 40 hari di desa Kembahang, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat. Penulis menyelesaian skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
MOTO
“Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimannya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.”
(XXXXXX 11 : 24)
“Percayalah kepasa Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”
(AMSAL 3 : 5-6)
“Putus? Beli lagi!”
(Layang-Layang)
Kedua orang tua tercinta,
Ayah terhebat Xxxx Xxxxx dan Mama tersayang Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx Xxxx telah membesarkan, mendidik, membimbing, mendoakan, mendukung bahkan selalu ada untuk segala impian dan cita-citaku sampai saat ini.
Xxxx-adikku xxxxxxxx,
Xxxxxx Xxxxx Xxxxx, Chicco Wandercan Purba, dan Chatrine Mayosi Rembulan Purba, yang selalu mendoakan dan mendukungku hingga saat ini.
Terimakasih atas kasih sayang dan cinta yang tulus dan luar biasa serta menjadi salah satu semangat dalam menjalani perkuliahan ini, sehingga aku dapat berdiri sampai sekarang dan semoga kelak dapat membanggakan kalian semua.
Almamater tercinta Universitas Lampung tempatku memperoleh ilmu dan mengantarkanku untuk menggapai cita citaku.
Puji syukur, penulis ucapkan kehadirat Tuhan Xxxxx Xxxxxxx atas berkat, kasih karunia dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Pemasokan Buah Kelapa Sawit antara Supllier dengan PT. Lambang Bumi Perkasa” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari terdapat kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Pada penulisan skripsi ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan, serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik. Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Xx. Xxxxxxxx Xxxxx, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
2. Bapak Xx. Xxxxxxx, S.H., M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung .
3. Xxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H. selaku Sekretaris Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.
4. Xxx Xxxxx Xxxxxx, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing 1 atas kesabaran
dan ketersediaannya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxx S, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I atas kesabaran dan ketesediaannya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Xxx Xxxxxxxxx, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II atas kesabaran dan ketersediaannya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
7. Xxx Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan ilmu, kritik dan saran serta masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
8. Xxxxx X. Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan ilmu, kritik dan saran serta masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
9. Xxxxx Xxxxx Xxxx Xxxxx, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas kesabaran dan kesediaannya untuk membimbing penulis selama ini dalam perkuliahan.
10. Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
11. Para staf dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung, terutama pada Bagian Hukum Perdata.
12. Sahabat-sahabat kuliahku, Xxxxxxx Xxxxx, Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxx, Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxx, yang selalu memberikan dukungan bagi penulis selama perkuliahan ini
13. Xxxxxx-Xxxxxx xxxx telah menjadi sahabat, keluarga dan juga teman selama di luar perkuliahan.
14. Keluarga Besar Formahkris Unila yang sudah menjadi wadah pelayanan selama di dalam perkuliahan dan juga telah menjadi keluaraga selama berkuliah di Universitas Lampung khususnya di Fakultas Hukum.
15. Seluruh teman-teman seperjuangan Minat Hukum Keperdataan yang sudah saling dukung dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
16. Seluruh teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Universitas Lampung Angkatan 2016.
17. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung; dan
18. Semua Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan kebaikan dan kemurahan hatinya membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan proses penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua kontribusi, dukungan, dan doa yang telah diberikan.
Akhir kata atas bantuan, dukungan, serta doa dan semangat dari kalian, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dan penulis sekali lagi mengucapkan terima kasih dan mendoakan yang terbaik buat kalian semuanya, semoga Tuhan Memberkati kita selalu dan kasih-Nya menyertai kita selalu.
Bandar Lampung, Februari 2023 Penulis,
Xxxxxxx Xxxxx Recaneo Purba
DAFTAR ISI
Halaman
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 7
3. Syarat-Syarat Perjanjian 17
2. Faktor-Faktor Penentu Harga Kelapa Sawit 24
2. Penyebab Terjadinya Wanprestasi 26
xiii
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Perjanjian Pemasokan Buah Kelapa Sawit antara Supplier
dengan PT Lambang Bumi Perkasa 42
B. Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Perjanjian Pemasokan Buah Kelapa Sawit Antara Supplier dengan PT. Lambang Bumi Perkasa 52
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian. Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sektor, yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Kelima sektor pertanian tersebut bila ditangani dengan serius sebenarnya akan mampu memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia mendatang telebih dalam sektor perkebunan, salah satunya dalam bidang kelapa sawit atau yang sering disebut Tandan Buah Segar (TBS), agar terciptanya kemandirian dalam melaksanakan pembangunan bangsa Indonesia.
Sifat peraturan hukum perjanjian memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengadakan perjanjian apa saja, sejauh itu tidak bertentangan dengan undang-undang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1337 KUHPerdata, yang menyebutkan “suatu sebab terlarang apabila dilarang oleh Undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”.
Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik
karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur.1 Namun pada prakteknya masih terdapat penyimpangan diluar prosedural mengenai perjanjian jual beli tersebut, dimana terjadinya penyimpangan pada bentuk cara pelaksanaannya, disebabkan adanya pihak tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara pihak penjual (kreditur) dengan pihak pembeli (debitur).2
Tidak terlaksananya sebuah perjanjian lebih dikenal dengan istilah wanprestasi. Terjadinya wanprestasi ini dapat berupa 4 (empat) macam, yaitu :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, akan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukanya.3
Kelapa sawit memiliki peranan penting dalam industri minyak yaitu dapat menggantikan kelapa sebagai sumber bahan bakunya. Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri yang digunakan sebagai bahan baku penghasil minyak masak, minyak industri maupun bahan bakar. Minyak kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, lilin, dan sebagainya. Selain itu minyak
1 Xxxxx X.X. Xxxxxxxxxx, 2013, Asas Itikad Baik Dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak Melalui Arbitrase, Bandung: Alumni, hlm. 86.
2 Xxxxx X.X, 2017, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 98.
3 Xxxxx, Loc.,Cit.
kelapa sawit juga dapat digunakan untuk berbagai variasi makanan, kosmetik, dan juga produk kebersihan.4
Pengertian perkebunan tertuang dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yaitu perkebunan adalah segala kegiatan yang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, xxxx xxxx, panen, pengelolaan, dan pemasaran terkait Tanaman Perkebunan, sedangkan tanaman perkebunan adalah tanaman semusim atau tanaman tahunan yang jenis dan tujuan pengelolaannya ditetapkan untuk usaha perkebunan.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, luas tutupan kelapa sawit Provinsi Lampung pada Tahun 2019 yakni 268.061 hektare atau sekitar 1,64 persen dari total luas lahan sawit Indonesia. Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan PDRB yang didominasi oleh pertanian termasuk kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit di Lampung sama halnya dengan perkebunan kelapa sawit di daerah lain yakni terdiri dari tiga bentuk pengusahaan yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan Perkebunan Besar Negara (PBN). Berdasarkan ketiga jenis pengusahaan tersebut, luas area perkebunan kelapa sawit di Lampung sebagian besar dimiliki petani rakyat dengan proporsinya mencapai 54 persen, sedangkan PBS dan PBN masing- masing dengan proporsi 41 persen dan 5 persen. Total produksi minyak kelapa
4 xxxxx://xxx.xxxxx-xxx.xxx/xxxxxx-xxxxx-xxxxxxxxx-xxxx-xxxxxxxx-xxxxx-xxxxxxxxxx/ diakses pada 2 Juni 2021 Pukul 17.48 WIB.
sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) Provinsi Lampung pada Tahun 2019 mencapai sekitar 508.772 ton.5
Salah satu perusahaan yang bergerak dibidang industri pengolahan kelapa sawit yang diolah menjadi CPO di Provinsi Lampung adalah PT Lambang Bumi Perkasa yang terletak di Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah. Dimana perusahaan tersebut membeli kelapa sawit dari pihak pertama atau supplier, yang merupakan perorangan dalam hal tersebut yaitu seorang yang menjadi tauke sawit dari para petani. Baik untuk diketahui bahwa dalam hal seorang Supplier kelapa sawit tidaklah diwajibkan memiliki badan hukum atau dalam bentuk perusahaan. Kehadiran seorang Supplier dirasakan perlu dan terus hadir disebabkan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan sawit tidak menerima pengiriman langsung dari petani. Supplier hadir sebagai jembatan antara perusahaan dan petani serta sebagai pemback-up dalam urusan pembayaran kepada petani. Karena, sebuah perusahaan pengolahan kelapa sawit biasanya melakukan pembayaran 2 (dua) kali dalam seminggu dengan rute pembayaran sebagai berikut:
WAKTU PENGIRIMAN | PEMBAYARAN OLEH PERUSAHAAN | |||
SENIN | SELASA | RABU | KAMIS | |
KAMIS | JUMAT | SABTU | MINGGU | SENIN |
Seorang tauke sawit biasanya melakukan prosedural perjanjian dengan para petani dengan mekanisme perjanjian bawah tangan, yang dinamakan dengan perjanjian
5 xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxx000000/xxxxx-xx-xxxxxx-xxxxx-xxxxxxx diakses pada 2 Juni 2021 Pukul 17.35 WIB.
jual beli, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, Pasal 1320 KUHPerdata, Pasal 1457 KHUPerdata, dan Pasal 1458 KUHPerdata.
Apabila diperhatikan dalam proses perjanjian jual beli buah kelapa sawit antara Supplier sebagai penjual atau pihak pertama dengan PT. Lambang Bumi Perkasa sebagai pembeli atau pihak kedua, pihak mengajukan permohonan baik secara lisan maupun tulisan. Kemudian PT. Lambang Bumi Perkasa sebagai pihak kedua menentukan atau menunjuk pihak Supplier sebagai pihak pertama, sebagai pemasok buah kelapa sawit kepada pihak kedua, dengan demikian, pihak supplier harus mengisi formulir yang diberikan oleh pihak PT. Lambang Bumi Perkasa dan pihak Supplier masing-masing mempunyai kewajiban, yang terdapat dalam Pasal perjanjian jual beli kelapa sawit.
Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan yang merupakan wadah bagi setiap manusia yang akan membuat, mengadakan, maupun melaksanakan perjanjian dalam kehidupan sehari-hari. Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. 6 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.
Pembahasan terkait wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian jual beli kelapa sawit menjadi perlu dikaji oleh karena kemajuan atas asas kebebasan berkontrak banyak mengalami beberapa kendala. Sebagai contoh harga yang diberikan oleh
6 Budiman N.P.D, 2005, Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 12.
PT Lambang Bumi Perkasa tidak sesuai dengan harga pasar pada umumnya atau tidak mengikuti harga pasar di wilayah setempat. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik mengangkat judul PELAKSANAAN PERANJIAN PEMASOKAN BUAH KELAPA SAWIT ANTARA SUPPLIER DENGAN PT LAMBANG BUMI PERKASA.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
a. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pemasokan buah kelapa sawit antara Supplier dengan PT Lambang Bumi Perkasa?
b. Bagaimanakah upaya hukum dalam penyelesaian wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pemasokan buah kelapa sawit antara Supplier dengan PT. Lambang Bumi Perkasa?
2. Ruang Lingkup Penelitian
a. Ruang Lingkup Keilmuan
Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Hukum Keperdataan, khususnya dalam bidang pelaksanaan perjanjian serta upaya hukum dalam penyelesaian wanprestasi dalam hal pemasokan kelapa sawit ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
b. Ruang lingkup objek kajian
Ruang lingkup objek kajian penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan perjanjian pemasokan kelapa sawit serta serta upaya hukum dalam penyelesaian wanprestasi dalam hal pemasokan kelapa sawit.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari rumusan permasalahan diatas, mengenai tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang ada tersebut, yaitu:
a. Mengetahui, memahami, dan menganalisis pelaksanaan perjanjian pemasokan buah kelapa sawit antara Supplier dengan PT Lambang Bumi Perkasa;
b. Mengetahui, memahami dan menganalisis upaya hukum dalam penyelesaian wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pemasokan buah kelapa sawit antara Supplier dengan PT. Lambang Bumi Perkasa.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperluas wacana pemikiran dan pengetahuan bagi pengembangan ilmu hukum keperdataan khususnya hukum dasar dalam pengklasifikasikan suatu perbuatan hukum dalam hal ini suatu perjanjian pemasokan buah kelapa sawit antara supplier dengan PT. Lambang Bumi Perkasa.
b. Kegunaan Praktis
Selain kegunaan teoritis, penelitian ini pun memberikan kegunaan praktis yaitu:
1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat luas tentang Hukum Perjanjian khususnya perjanjian pinjam perjanjian jual beli buah kelapa sawit antara supplier dengan PT. Lambang Bumi Perkasa.
2. Upaya perluasan pengetahuan bagi penulis untuk menganalisis tentang Hukum Perjanjian serta penyelesaiannya jika terjadi sengketa sesuai dengan yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
3. Sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis bagi penulis.
4. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Overeenkomst berasal dari Bahasa Belanda yang berarti perjanjian sedangkan verbintenis berarti perikatan. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUH Perdata), menyatakan “Suatu Perjanjian (persetujuan) adalah satu perbuatan dengan mana satu orang, atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Dalam Buku III KUH Perdata, perikatan memiliki arti yang lebih luas. Apabila dibandingkan perikatan dengan perjanjian maka selain perjanjian merupakan sumber perikatan selain undang-undang, perikatan juga merupakan pengertian yang masih abstrak karena pihak-pihak dikatakan melaksanakan sesuatu hal, sedangkan perjanjian sudah merupakan suatu pengertian yang konkret, karena pihak-pihak dikatakan melaksanakan suatu peristiwa tertentu.7 Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum (Rechtsfeiten) dan dapat berupa:
1. Perbuatan, misalnya jual beli, utang piutang, dan hibah.
2. Kejadian, misalnya kelahiran, kematian, pohon tumbang, kambing makan tanaman dikebun tetangga.
7 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, 2016, Hukum Perikatan, Jakarta, Sinar Grafika Offset, hlm. 42-
43
3. Keadaan, misalnya pekarangan berdampingan, rumah susun, kemiringan tanah pekarangan.8
Akibat adanya peristiwa hukum yang terjadi timbul hubungan hukum, yang setiap pihaknya memiliki hak dan kewajiban. Pihak yang memiliki hak untuk menuntut prestasi disebut kreditur, sedangkan pihak yang memiliki kewajiban untuk memenuhi prestasi disebut debitur. Prestasi dapat berupa uang, suatu benda tertentu atau melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati.
Beberapa Ahli Hukum memiliki pendapat mengenai pengertian dari perjanjian, diantaranya Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu hubungan yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan peristiwa atau keadaan.9 Berbeda dengan Wirjonoo Xxxxxxxxxxxx yang menyatakan bahwa perjanjian merupakan suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut janji itu. 10 Selain itu Subekti menjelaskan perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 11 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx juga menjelaskan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum dalam hal ini adalah
8 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm. 229
9 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 2004, Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni, hlm. 6
10 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, 1986, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung: Bale Bandung,
hlm. 9.
11 Subekti dan Xxxxxxxxxxxxx, 2001, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. Ketiga
Puluh Empat, Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx, hlm.. 1.
menimbulkan hak dan kewajiban dan kalau kesepakatan itu dilanggar maka ada akibat hukumnya.12
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, penulis menyetujui pendapat Subekti yang mengatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Pendapat Subekti lebih penulis setujui oleh sebab pendapat tersebut terasa ringkas terkait sebab dan akibatnya serta terasa cocok untuk segala macam bentuk perjanjian.
2. Jenis-Jenis Perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Perjanjian timbal balik
Perjanjian timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan oleh para pihak sehingga menimbulkan adanya hak dan kewajiban. Pihak kreditur maupun debitur sama-sama memiliki tanggungjawab untuk memenuhi kewajiban. Misalnya dalam perjanjian jual-beli, kreditur memiliki kewajiban untuk memberikan barang/jasa kepada debitur dan berhak mendapatkan bayaran, sedangkan debitur berkewajiban untuk membayarkan dan berhak menerima barang/jasa yang sudah diperjanjikan.
b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban
Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian yang keuntungan dari prestasi hanya diperuntukkan untuk salah satu pihak. Salah satu contoh perjanjian cuma-cuma yaitu pinjam pakai. Sedangkan perjanjian atas beban adalah
12 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1996, hlm. 95.
perjanjian yang dilakukan jika kedua pihak saling memberikan sesuatu atau berbuat sesuatu. Contohnya A dan B akan melakukan perjanjian atas beban, A akan memberikan sesuatu atau berbuat sesuatu jika B juga memberikan sesuatu atau berbuat sesuatu kepada A.
c. Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama merupakan perjanjian yang telah tercantum dan diatur dalam Buku ke-III Bab V sampai Bab XVIII KUH Perdata, sedangkan perjanjian tidak bernama merupakan perjanjian yang tidak diatur dalam undang-undang akan tetapi dalam kenyataannya perjanjian tanpa nama masih saja eksis hingga saat ini.
d. Perjanjian obligatoir dan kebendaan
Perjanjian obligatoir adalah perxxxxxxx yang melahirkan perikatan antara pihak-pihak untuk menyerahkan suatu benda. Perikatan terjadi sejak perjanjian disepakati. Perjanjian kebedaan adalah pelaksanaan dari perjanjian obligatoir, dimana salah satu pihak berkewajiban menyerahkan hak miliknya atas suatu benda kepada pihak lain.
e. Perjanjian konsensual dan riil
Perjanjian konsensual merupakan perjanjian perjanjian yang terjadi karena adanya kesepakatan (konsensus) antara pihak satu dan pihak yang lain, sedangkan perjanjian riil merupakan perjanjian yang tidak hanya didasarkan kesepakatan tapi juga harus menyerahkan benda yang diperjanjikan.
f. Perjanjian penitipan barang
Pengertian dari perjanjian penitipan barang yang diatur dalam Pasal 1694 KUH Perdata yang menyebutkan: ”penitipan adalah terjadi, apabila seorang
menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya.” Berdasarkan ketentuan Pasal 1694 KUH Perdata ini diketahui bahwa penitipan baru terjadi jika barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan, oleh karena itu perjanjian penitipan barang merupakan termasuk jenis perjanjian riil. Perjanjian riil adalah perjanjian yang baru terjadi kalau dilakukan suatu perbuatan yang nyata yaitu adanya penyerahan barang yang dititipkan tersebut,13 jadi perjanjian penitipan barang tidak seperti perjanjian-perjanjian lainnya pada umumnya yang lazimnya adalah konsensual, yaitu sudah dilahirkan pada saat tercapainya kata sepakat tentang hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.14
Berdasarkan Pasal 1695 KUH Perdata, ada dua jenis penitipan barang yaitu Penitipan yang sejati dan Penitipan Sekestrasi, adapun penjelasan daripada jenis penitipan barang adalah sebagai berikut:
a. Penitipan yang sejati
Penitipan barang yang sejati diatur dalam Buku III Bab Ke-sebelas Bagian Ke- dua, mulai dari Pasal 1696 sampai dengan Pasal 1729 KUH Perdata. Pasal 1696 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan bahwa penitipan barang yang sejati dianggap telah dibuat dengan cuma-cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya. Kemudian ayat (2) nya menyatakan bahwa penitipan barang yang sejati ini hanya dapat mengenai barang-barang yang bergerak. Selanjutnya Pasal 1697 KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidaklah telah terlaksana selainnya dengan penyerahan barangnya secara sungguh-sungguh atau secara
13 R. Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, hlm. 49.
14 R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm, 108.
dipersangkakan. Ketentuan ini mengambarkan lagi sifatnya rill dari perjanjian penitipan, yang berlainan dari sifat perjanjian-perjanjian lain yang pada umumnya adalah konsesual.
b. Penitipan Barang Sekestrasi
Penitipan barang sekestrasi diatur dalam Buku III Bab Ke-sebelas Bagian Ke- tiga, mulai dari Pasal 1730 KUH Perdata sampai dengan pasal 1739 KUH Perdata. Definisi dari sekestrasi disebutkan dalam Pasal 1730 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa ”sekestrasi ialah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, diatangannya seorang pihak ketiga yang mengikat diri untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasilhasilnya.”
Menurut Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx dalam bukunya menerangkan bahwa, perjanjian dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu15:
1. Menurut Sumbernya
Perjanjian menurut sumbernya dibedakan menjadi lima, yaitu:
a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;
b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;
c. Perjanjian oblihatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;
d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan
bewijsovereenkomst;
e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan
publiekrechtelijke overeenkomst.
15 Xxxxx X.X, Xxx,Cit, hlm. 27
2. Menurut Namanya
Perjanjian bernama adalah perjanjian-perjanjian yang diatur di dalam Buku III KUHPerdata, yaitu perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain. Sedangkan perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis perjanjian ini belum dikenal dalam KUHPerdata. Perjanjian tak bernama misalnya perxxxxxxx xxxxxxx, waralaba, beli sewa, kontrak karya, joint venture, keagenan, production sharing dan lain- lain.
3. Menurut Bentuknya
Di dalam KUHPerdata memang tidak disebutkan secara sistematis mengenai bentuk perjanjian, namun, apabila menelaah berbagai ketentuan yang tercantum di dalam KUHPerdata, maka perjanjian menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian tertulis dan perjanjian lisan, dari ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian lisan berarti perjanjian yang dibuat antara kedua belah pihaknya cukup dengan kesepakatan secara lisan saja, dengan adanya kesepakatan tersebut maka perjanjian telah terjadi. Sementara bentuk perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat para pihaknya dalam bentuk tulisan. Perjanjian tertulis ini juga dibagi lagi menjadi akta dibawah tangan yang hanya ditandatangani para pihaknya saja, dan akta otentik yang dibuat dan ditandatangani di hadapan notaris. Disamping itu, dikenal juga perjanjian dalam bentuk lain yaitu perjanjian standar misalnya perjanjian yang sudah dituangkan dalam bentuk formulir.
4. Timbal Balik
Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak.
a. Kontrak timbal balik tidak sempurna menibulkan hak dan kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi-prestasi yang seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundaknya oleh orang pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut telah mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus menggantinya.
b. Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalah pinjam mengganti.
5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani
Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian Cuma-Cuma merupakan perjanjian, yang menurut hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya, hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, disamping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontra) dari pihak lainnya, yang menurut hukum saling
berkaitan. Misalnya A menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika B menyerahkan sebuah benda tertentu pula kepada A.
3. Syarat-Syarat Perjanjian
Pasal 1320 KUH Perdata menerangkan bahwa perjanjian dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi empat syarat yaitu:
a. Adanya kesepakatan antar para pihak
Kesepakatan yang dimaksud merupakan persetujuan atas kehendak antara pihak satu dengan yang lain. Para pihak akan melakukan negosiasi sebelum akhirnya mencapai kesepakatan. Pertanyaannya kehendak yang menghasilkan kesepakatan dapat dibedakan antara pernyataan kehendak untuk menawarkan dan pernyataan kehendak untuk melakukan penerimaan.16 Kesepakatan yang dibuat harus atas kehendak masing-masing pihak tanpa adanya paksaan, kekeliruan maupun penipuan.
b. Kecakapan para pihak dalam membuat perjanjian
Kecakapan ini juga disebut dengan kecakapan dalam bertindak atau cakap hukum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur tentang kecakapan dalam bertindak. Disebutkan dalam undang- undang tersebut bahwa kecakapan dalam bertindak yaitu kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa.
16 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, 2009, Tinjauan Xxxxxxx Xxxsetujuan Tindakan Medis (Informend Consent) di RSUP. Dr. Kariadi Semarang, Tesis Mkn, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 37
Pasal 330 KUH Perdata menerangkan bahwa orang yang belum dewasa dalam artian ini sebagai orang yang belum cukup umur adalah mereka yang umurnya belum mencapai usia 21 tahun dan belum kawin. Orang yang telah menikah akan dianggap dewasa secara perdata walaupun belum mencapai usia 21 tahun.
c. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu dapat diartikan sebagai obyek perjanjian yang dapat berupa barang atau jasa yang akan diperjanjikan oleh para pihak.
d. Sesuatu hal yang halal.
Berdasarkan Pasal 1337 KUH Perdata, sesuatu hal yang halal diterangkan sebagai “suatu sebab adalah terlarang apabila, dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”. Dengan demikian, yang dimaksud sesuatu hal yang halal merupakan tujuan dari suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Keempat syarat dalam rumusan perjanjian tersebut harus dipenuhi, karena jika tidak dipenuhi maka perjanjian dianggap batal. Syarat pertama dan kedua berkaitan dengan subjek perjanjian, maka disebut sebagai syarat subjektif. Jika salah satu dari syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum. Batal demi hukum artinya perjanjian dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah ada suatu perikatan.
Syarat ketiga dan keempat berkaitan dengan objek perjanjian, maka disebut sebagai syarat objektif. Perjanjian dapat dibatalkan apabila syarat objektif tidak terpenuhi. Dapat dibatalkan artinya salah satu dari pihak dalam perjanjian dapat
meminta agar dilakukan pembatalan. Perikatan akan tetap ada selama perjanjian tidak dibatalkan oleh hakim.
4. Asas dalam Perjanjian
Dalam penyusunan perjanjian terdapat asas-asas perjanjian, yaitu:
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat BUKU III KUH Perdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap pasal- pasal tertentu yang sifatnya memaksa. 17 Asas ini membebaskan para pihak untuk menentukan isi dari perjanjian baik pelaksanaan maupun persyaratannya, menentukan pihak dalam perjanjian, dan bentuk perjanjian yang akan dibuat. Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menerangkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1) Membuat atau tidak membuat perjanjian,
2) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
4) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.18
17 Xxxxxx Xxxx, 2007, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, , hlm. 4
18 Xxxxx X.X., Op.,Cit, hlm. 9
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.19
c. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas Pacta Sunt Servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum, merupakan asas yang mengharuskan pihak-pihak dalam perjanjian untuk memenuhi perikatan yang sudah dibuat dalam perjanjian. Xxxx Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas Pacta Sunt Servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”.20 Asas ini disebut asas kepastian hukum dikarenakan suatu perjanjian telah terjamin pelaksanaannya sehingga pihak-pihak dalam perjanjian mendapat kepastian hukum.
19 Ibid, hlm. 10
20 Xxxxx X.X, 2017, Hukum Kontrak : Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 10
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.21
Mengenai itikad baik ( good faith, geode trouw ) itu sendiri hingga kini tidak mempunyai defenisi yang universal, namun secara dogmatis itikad baik ini dapat dipahami sebagai: 22
1) Bentuk kejujuran para pihak dalam sebuah kontrak ;
2) Patuh dan memegang teguh janji, serta
3) Tidak mengambil keuntungan dari tindakan yang menyesatkan.
5. Berakhirnya Perjanjian
Berakhirnya kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang dibuat antara dua pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur tentang sesuatu hal. Pihak kreditur adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, sedangkan debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Sesuatu hal di sini bisa berarti segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua pihak, bisa jual beli, utang piutang, sewa menyewa, dan lain-lain.23
21 Ibid., hlm. 11
22 Xxxxxx Xxxxxxxxx, 2004, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak Cetakan-2,
Jakarta, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 132
23 Xxxxx X.X. Xxx,Cit., hlm. 163.
Berakhirnya perjanjian diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata yang meliputi:
a. Pembayaran.
b. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan.
c. Pembaruan utang.
d. Perjumpaan utang atau kompensasi.
e. Percampuran utang.
f. Pembebasan utang.
g. Musnahnya barang yang terutang.
h. Kebatalan atau pembatalan.
i. Berlakunya suatu syarat pembatalan.
j. Daluwarsa.
Dalam hal berakhirnya perjanjian antara PT LBP dan Supplier TBS, berakhirnya perjanjian perjanjian apabila salah satu pihak mengakhiri degan memberi tahu maksud dan tujuan secara tertulis satu bulan sebelum perjanjian diakhiri disertai dengan alasan jelas sebagaimana yang tertera pada Pasal 11 Pada perjanjian kontrak antara PT LBP dan Supplier TBS.
B. Kelapa Sawit
1. Pengertian Kelapa Sawit
Kelapa sawit adalah tumbuhan industri/ perkebunan yang berguna sebagai penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Pohon Kelapa Sawit terdiri dari dua spesies yaitu elaeis guineensis dan elaeis oleifera yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Pohon Kelapa Sawit elaeis guineensis, berasal dari Afrika barat diantara Angola
dan Gambia, pohon kelapa sawit elaeis oleifera, berasal dari Amerika tengah dan Amerika selatan. Kelapa sawit menjadi populer setelah revolusi industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan tingginya permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun.24
Jenis kelapa sawit yang banyak ditanam guna selanjutnya diperjualbelikan antaralain Varietas Dura Deli Marihat, Dura Deli D Sinumbah, Dura Dumpy Pabalu, Dura Deli G Bayu, Pisifera D Sinumbah, Pisifera Marihat, Pisifera SP 540 T, Pisifera La Me, Pisifera Yangambi, DxP PPKS 540, DxP Simalungun, DxP Avros, DxP PPKS 718, DxP PPKS 239, DxP Yangambi , DxP Langkat, dan DX La Me. Kendati banyak sekali macam varietas dipasaran dan yang ditanam oleh para petani. Pihak PT LBP tidak melarang atau membatasi terkait varietas yang akan dikirimkan oleh para Supplier kepada PT LBP. Dalam perjanjiannya, pihak PT LBP dan Supplier hanya menyetujui terkait kualitas TBS sebagai berikut:
a. Fraksi 0 (mentah)
b. Fraksi 1 & 2 (TBS Mengkal) : <50%
c. Fraksi 3 & 4 :> 90%
d. Fraksi 5 <5% (Over Ripe)
e. Seluruh berondolan diserahkan dalam keadaan bersih dari kotoran
f. Tangkai TBS dipotong rapat, maksimal dua koma lima sentimeter
Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon, tingginya dapat mencapai 0 sampai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil, apabila masak berwarna merah kehitaman. Daging dan kulit buah kelapa sawit
24 Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Statistik perkebunan Indonesia 2006-2008: Kelapa Sawit (Oil Palm), Jakarta: Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, hlm. 1.
mengandung minyak. Minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Hampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Adapun ciri-ciri fisiologi kelapa sawit yaitu:
a. Daun kelapa sawit merupakan daun majemuk berwarna hijau tua, pelapah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam
b. Batang tanaman diselimuti bekas pelapah hingga umur ±12 tahun. Setelah umur ±12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa.
c. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
d. Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
e. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan.
2. Faktor-Faktor Penentu Harga Kelapa Sawit
Menurut Owolarafe O.K dan Xxxxxxxxx faktor-faktor yang mempengaruhi harga kelapa sawit ialah harga buah kelapa sawit, investasi, nilai tukar rupiah terhadap USD. Faktor-faktor kenaikan harga kelapa sawit menurut Xxxxx Xxxx Xxxxx, yaitu produksi kelapa sawit, ekspor kelapa sawit, harga minyak kelapa sawit (crude
palm oil (CPO)). Menurut May dan Amaran faktor-faktor yang mempengaruhi harga kelapa sawit yaitu warna kematangan kelapa sawit, umur kelapa sawit, harga minyak kelapa sawit (crude palm oil (CPO)), harga kelapa sawit.25
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat ditarik “benang merah” bahwa, faktor- faktor yang dipakai untuk penelitian prediksi harga kelapa sawit yaitu harga kelapa sawit, harga minyak kelapa sawit, produksi kelapa sawit.
C. Wanprestasi
1. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda “wanprestastie”, yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Menurut Kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian. 26 Menurut Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaaan suatu prestasi di dalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah “pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya jani untuk wanprestasi”.27
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan
25 xxxxx://xxxxxxx.xxx.xx.xx/00000/0/XXX%00XX.xxx diakses pada 14 September 2021 Pukul 18.44 WIB
26 Xxxxx Xxxxxxx, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hlm. 60.
27 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, 2012, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Pustaka, Bandung,
hlm. 17.
debitur. Dalam restatement of the law of contracts (Amerika Serikat), wanprestasi atau breach of contract dibedakan menjadi dua macam, yaitu total breachts dan partial breachts. Total breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan. Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau juru sita.28
Wanprestasi di dalam perjanjian mempunyai arti yang sangat penting bagi debitur. Oleh karena itu adalah penting untuk mengetahui atau menentukan kapan seorang debitur dikatakan dalam keadaan sengaja atau lalai. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah di dalam perikatan itu ditentukan tenggang pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Pasal 1243 KUH Perdata menyatakan bahwa: “penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.
2. Penyebab Terjadinya Wanprestasi
Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu :
a. Karena kesalahan debitur. Terjadi karena debitur baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian. Kelalaian yang dilakukan debitur disebabkan karena kewajiban memberikan sesuatu dalam perjanjian
28 Xxxxx X.X., Op.,Cit. hlm. 98.
atau kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan dalam perjanjian tidak dilaksanakan.
b. Karena keadaan memaksa (overmarcht) atau disebut force majeure. Suatu peristiwa tidak dapat diduga bisa terjadi dalam pelaksanaan perjanjian, sehingga dalam keadaan memaksa debitur tidak dapat disalahkan karena timbul diluar kemauan maupun kemampuan debitur.
3. Akibat Wanprestasi
Apabila seorang debitur wanprestasi, maka akibatnya adalah:
a. Kreditur tetap berhak atas pemenuhan perikatan, jika hal itu masih dimungkinkan;
b. Kreditur juga mempunyai hak atas ganti kerugian baik bersamaan dengan pemenuhan prestasi maupun sebagai gantinya pemenuhan prestasi;
c. Sesudah adanya wanprestasi, maka overmacht tidak mempunyai kekuatan untuk membebaskan debitur;
d. Pada perikatan yang lahir dari kontrak timbal balik, maka wanprestasi dari pihak pertama memberi hak kepada pihak lain untuk meminta pembatalan kontrak oleh Hakim, sehingga penggugat dibebaskan dari kewajibannya. Dalam gugatan pembatalan kontrak ini dapat juga dimintakan gati kerugian.29
Kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa lawannya (debitur) tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan keadaan memaksa (overmacht). Begitu pula dengan debitur, debitur harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan terletak
29 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, 2016, Hukum Perikatan, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 20
padanya dengan pembelaan seperti keadaan memaksa, menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya, dan kelalaian kreditur.
Terhadap kelalaian atau kealpaan si berutang (si berutang atau debitur sebagai pihak yang wajib melakukan sesuatu), diancamkan beberapa sanksi atau hukuman. Hukuman atau akibat-akibat yang diterima oleh debitur yang lalai ada empat macam, yaitu:
a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi.
b. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian.
c. Peralihan risiko.
d. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan didepan hakim.
4. Overmacht
Overmacht adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak dapat diduga-duga terjadinya, sehingga menghalangi seorang debitur untuk melakukan prestasinya sebelum ia lalai untuk apa dan keadaan mana tidak dapat dipersalahkan kepadanya. Menurut hukum Anglo Saxon, keadaan memaksa ini dilukiskan dengan istilah frustration, yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi diluar tanggung jawab para pihak, yang membuat perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan sama sekali.30
Pasal 1245 KUH Perdata memberikan ketentuan yang senada, dengan menetapkan bahwa debitur dibebaskan dari penggantian kerugian, bila mana ia karena overmacht atau keadaan yang tidak terduga berhalangan untuk memberikan
30 Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Op.,Cit, hlm. 27
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang ia wajib melakukannya atau membuat sesuatu yang terlarang.31 Keadaan memaksa atau overmacht mempunyai unsur- unsur sebagai berikut:32
a. Tidak dipenuhinya prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek perikatan, unsur ini selalu bersifat tetap;
b. Tidak dapat dipenuhinya prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, unsur ini dapat bersifat tetap atau sementara;
c. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur, jadi bukan karena kesalahan pihak-pihak khususnya debitur.
Overmacht di bagi dua yaitu overmacht mutlak adalah apabila prestasi sama sekali tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun, dan overmacht yang tidak mutlak adalah pelaksanaan prestasi masih dimungkinkan, hanya memerlukan pengorbanan dari debitur. Dalam hal perjajian antara PT LBP dan Supplier TBS, kedua belah pihak menyetujui bersama bahwa para pihak tidak bertanggungjawab atas tidak terlaksananya hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian yang diakibatkan oleh keadaan memaksa sebagai mana yang tertera pada kontrak kedua belah pihak.
31 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Op.,Cit, hlm. 23
32 Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Op.,Cit, hlm. 28
5. Somasi
Istilah pernyataan lalai atau somasi merupakan terjemahan dari ingebrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata dan Pasal 1243 KUH Perdata. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi timbul disebabkan debitur tidak memenuhi prestasinya, sesuai dengan yang diperjanjikan. Ada tiga cara terjadinya somasi, yaitu:
a. Debitur melaksanakan prestasi yang keliru, misalnya kreditur menerima sekeranjang jambu seharusnya sekeranjang apel;
b. Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah dijanjikan. tidak memenuhi prestasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelambatan melaksanakan prestasi dan sama sekali tidak memberikan prestasi. Penyebab tidak melaksanakan prestasi sama sekali karena prestasi tidak mungkin dilaksanakan atau karena debitur terang-terangan menolak memberikan prestasi;
c. Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur setelah lewat waktu yang diperjanjikan.33
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu. Somasi itu bermacam bentuk, seperti menurut Pasal 1238 KUH Perdata adalah:
33 Xxxxx X.X, Op.,Cit, hlm. 96
a. Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus prestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru sita”.
b. Akta sejenis
c. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri.
6. Unsur-Unsur Wanprestasi
Menurut Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx Sofwan, debitur dinyatakan wanprestasi apabila memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu:
a. Perbuatan yang dilakukan debitur tersebut dalam disesalkan.
b. Akibatnya dapat diduga lebih dahulu baik dalam arti yang objektif yaitu orang yang normal dapat menduga bahwa keadaan itu akan timbul. Maupun dalam arti yang subjektif, yaitu sebagai orang yang ahli dapat menduga keadaan demikian akan timbul.
c. Dapat diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, artinya bukan orang gila atau lemah ingatan.
7. Penyelesaian Sengketa
Hukum positif kita telah memberikan beberapa pilihan penyelesaian sengketa, Dalam sistem hukum Indonesia ada beberapa penyelesaian sengketa yaitu :
a. Non Litigasi
Dalam penyelesaian sengketa melalui non-litigasi, kita telah mengenal adanya penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative Dispute Resolutin (ADR),
yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan ADR, yang menyatakan sebagai berikut: “Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.”
Akhir-akhir ini pembahasan mengenai alternatif dalam penyelesaian sengketa semakin ramai dibicarakan, bahkan perlu dikembangkan untuk mengatasi kemacetan dan penumpukan perkara di pengadilan maupun di Mahkamah Agung. Penyelesaian sengketa melalui non-litigasi jauh lebih efektif dan efisien sebabnya pada masa belakangan ini, berkembangnya berbagai cara penyelesaian sengketa (settlement method) di luar pengadilan, yang dikenal dengan Alternatif Dispute Resolution disingkat menjadi (ADR) dalam berbagai bentuk, seperti:
1) Arbitrase Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No 30 Tahun 1999 menjelaskan bahwa, “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh paa pihak yang bersengketa”. Arbitrase digunakan untuk mengantisipasi perselisihan mungkin terjadi maupun yang sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara negosiasi/konsultasi maupun melalui pihak ketiga serta untuk menghindari penyelesaian sengketa melalui peradilan, dalam perkembangannya penyelesaian melalui Arbitrase terkenalnya didalamnya Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang disingkat menjadi (BANI) Bani
telah mempunyai mekanisme dalam penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang telah diakui oleh Mahkamah Agung (MA).
2) Negosiasi Menurut Ficher dan Ury, negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Xxxxxxx Xxx Xxxxxxx bahwa, negosiasi ialah proses tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh kedua belah pihak.
3) Mediasi Menurut Xxxaturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu mediator. Mediasi (mediation) melalui sistem kompromi (compromise) diantara para pihak, sedang pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator hanya sebagai penolong (helper) dan fasilitator.
4) Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi menjadi konsiliator. Dalam hal ini konsiliator menjalankan fungsi yang lebih aktif dalam mencari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dan menawarkannya kepada para pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator akan menjadi resolution.
5) Penilaian Ahli Penilaian ahli merupakan cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan meminta pendapat atau penilaian ahli terhadap perselisihan yang sedang terjadi. Selain dari cara penyelesaian sengketa
sebagaimana disebutkan di atas yang didasarkan kepada Undang-Undang No 30 Tahun 1999, dalam sistem hukum Indonesia tentang hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana disebutkan dalam Pasal 58 dan Pasal 60, yang pada pokoknya menentukan tentang penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui mediasi. Hasil akhir dari rangkaian proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dengan mengacu kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 7 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 yang berhasil maka akan menghasilkan kesepakatan atau perdamaian diantara para pihak. 34
b. Litigasi
Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan win- lose solution. Prosedur dalam jalur litigasi ini sifatnya lebih formal (very formalistic) dan sangat teknis (very technical). Seperti yang dikatakan X. Xxxxx Xxxxxxx “there is a long wait for litigants to get trial”, jangankan untuk mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap, untuk menyelesaikan pada satu instansi peradilan saja, harus antri menunggu.
34 Keputusan Ketua Mahkamah Xxxxx Xxxxxxxx Indonesia, Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI, 123/KMA/SK/VII/2013, hlm. 43
Menurut Xxxxx Xxxxxxx berpendapat bahwa: 35 “Litigasi adalah gugatan atas suatu konflik yang diritualisasikan untuk menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak memberikan kepada seorang pengambilan keputusan dua pilihan yang bertentangan .”
D. Kerangka Pikir
Pemasok (Supplier)
Pembeli (PT. LBP)
Pelaksanaan Perjanjian
Bagaimana pelaksanaan perjanjian pemasokan buah kelapa sawit antara Supplier dengan PT LBP?
Bagaimana upaya hukum dalam penyelesaian wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pemasokan buah kelapa sawit antara supplier dengan PT. Lambang Bumi Perkasa?
Gambar 1. Kerangka Pikir
Keterangan:
Berdasarkan ketentuan Pasal 1457 KUHPdt, Pemasok ditegaskan sebagai suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Perjanjian yang dibahas oleh peneliti adalah perjanjian kerjasama
35 Xxxxx Xxxxxxx, 2004, ADR dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Bogor, Ghalia Indonesia, hlm. 23
antara PT LBP dan Supplier. PT LBP dalam perjanjian ini sebagai pihak pembeli dan Supplier sebagai pihak yang memasok buah kelapa sawit.
Pihak pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak penjual dan pihak penjual mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang yang telah disepakati. Perjanjian yang dilakukan sekali mungkin tidak banyak menimbulkan masalah, tetapi jika dilakukan berulang kali biasanya akan menimbulkan masalah. Masalah yang biasa terjadi adalah salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanjian. Penyelesaian masalah untuk meyelesaikan kasus ini diselesaikan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, jika tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak jalan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan adalah diselesaikan di pengadilan.
Berdasarkan kasus di atas, dikarenakan adanya hak dan kewajiban yang tidak terpenuhi, sehingga atas dasar itu isu hukum yang menjadi permasalahan menarik yang dapat dikaji atau diteliti ada 2 (dua) rumusan masalah, yaitu :
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pemasokan buah kelapa sawit antara
Supplier dengan PT Lambang Bumi Perkasa?
2. Bagaimanakah upaya hukum dalam penyelesaian wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pemasokan buah kelapa sawit antara supplier dengan PT. Lambang Bumi Perkasa?
III. METODE PENELITIAN
Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan, dengan menggunakan metode maka akan menemukan jalan yang baik untuk memecahkan suatu masalah. Setelah masalah diketahui maka perlu diadakan pendekatan masalah dan langkah selanjutnya adalah menentukan metode yang akan diterapkan, dalam hal ini mencakup teknik mencari, mengumpulkan dan menelaah, serta mengolah data tersebut. Metode penelitian hukum adalah ilmu cara melakukan penelitian hukum secara teratur (sistematis).36
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian normatif empiris. Penelitian hukun empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang- undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Implementasi secara in action tersebut merupakan fakta empiris dan berguna untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan oleh negara atau oleh pihak-pihak dalam kontrak. Implementasi secara in action diharapkan
36 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm. 57
akan berlangsung sempurna apabila rumusan ketentuan hukum normatifnya jelas dan tegas serta lengkap.37
B. Tipe Penelitian
Berdasarkan permasalahan pada pokok bahasan dalam penelitian ini, maka tipe penelitian adalah tipe deskriptif, tipe penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan betujuan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu atau mengenai peristiwa yang terjadi di masyarakat. 38 Diharapkan penelitian ini dapat menggambarkan secara deksriptif mengenai secara jelas, lengkap, rinci, dan sistematis mengenai pelaksanaan perjanjian pemasokan buah kelapa sawit antara Supplier dengan PT Lambang Bumi Perkasa.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah pada penelitian ini menggunakan 2 pendekatan yaitu secara yuridis normatif dan secara yuridis empiris.
a. Pendekatan secara yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan- peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti pada penelitian ini.
b. Pendekatan secara yuridis empiris, yaitu dilakukan dengan meneliti secara langsung ke lapangan untuk melihat dan mengetahui apakah peraturan dan
37 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia (UIPRESS), 2008, hlm.134.
38 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm. 50
pelaksanaan yang dilakukan PT. Lambang Bumi Perkasa mengenai pemosakan buah kelapa sawit sudah berjalan sepenuhnya atau tidak.
D. Data dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh penelti secara langsung dari sumber datanya. Data diperoleh dengan wawancara dan informasi dari PT. Lambang Bumi Perkasa.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang berasal dari ketentuan perundang-undangan, yurisprudensi, dan buku literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya. 39
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang berasal dari ketentuan perundang-undangan atau perangkat hukum, seperti Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum tersebut didapat dari literatur- literatur, pendapat ahli hukum, dan hasil penelitian.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang berguna untuk memberikan penjelasan terhadap hukum primer maupun sekunder, seperti hasil penelitian, kamus besar bahasa Indonesia, artikel-artikel dari internet dan
39 Xxxxxxx Xxxxxxxx, 2001, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm. 152
bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui :
1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Kepustakaan sebagai suatu bahan yang berisi informasi yang diperlukan penelitian perlu mendapatkan seleksi secara ketat dan sistematis, prosedur penyeleksian didasarkan pada relevansi dan kemutakhiran. Studi ini dilakukan dengan mengadakan penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, literatur-literatur, dan karya ilmiah lainnya. Teknis yang digunakan adalah mengumpulkan, mengidentifikasikan, lalu membaca untuk mencari dan memahami data yang diperlukan kemudian dilakukan pencatatan atau pengutipan yang berkaitan dengan permasalahan yang dijadikan pokok bahasan.
2. Studi Lapangan (Field Research)
Studi lapangan dilakukan langsung di lapangan guna memperoleh informasi dan memperoleh data primer yang akurat, lengkap, dan valid dengan melakukan wawancara kepada PT. Lambang Bumi Perkasa.
F. Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul, maka data akan diproses melalui pengolahan data sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang akan diteliti. Metode pengolahan data diperoleh melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan data, yaitu penentuan data sesuai dengan pokok bahasan dan apabila ada kekurangan atau kekeliruan maka akan dilengkapi dengan diperbaiki.
2. Rekonstruksi data, yaitu menyusun ulang data secara teratur, beraturan, logis, sehingga mudah dipahami.
3. Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan pembahasan.40
G. Analisis Data
Analisis data adalah suatu proses penyelidikan terhadap suatu peristiwa perbuatan, karangan dan sebagainya yang dilakukan guna mendapatkan fakta yang tepat.41 Sedangkan Analis data dapat diartikan sebagai proses pengolahan data dengan tujuan untuk menemukan informasi yang berguna yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan untuk solusi suatu permasalahan. Dalam penulisan kali ini, analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu dengan menginterpretasi data yang dituangkan dalam kalimat yang sistematis dan ilmiah, yaitu dengan menguraikan data secara deskriptif analisis dan sistematika guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Analisis secara kualitatif juga menafsirkan data dalam bentuk kalimat secara teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan dalam menarik kesimpulan dan diperoleh gambaran yang jelas mengenai jawaban dari permasalahan yang dibahas.
40 Xxxxxxxx Xxxxxxxx & Xxx Xxxxxxx. 2015, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Cet. 17. Xxxxxxxi Person Jakarta, hlm. 22
41 xxxxx://xxxxxxx.xx.xx/0000/00/00/xxxxxxxx/ diakses pada 11 Desember 2021 Pukul 19.44
WIB.
V. PENUTUP
A. Simpulan
1. Pelaksanaan perjanjian jual beli yang diterapkan PT. Lambang Bumi Perkasa dengan cara Pabrik Kelapa Sawit (SupplierI) mengajukan permohonan jual beli kepada PT. Lambang Bumi Perkasa untuk penjualan dan penyerahan buah kelapa sawit dengan melakukan kesepakatan mengenai hal-hal seperti pemberian sejumlah uang dilaksanakan 2 (dua) kali seminggu oleh PT. Lambang Bumi Perkasa (Pihak Kedua) pada hari Senin dan Kamis melalui transfer dana/uang ke rekening bank resmi milik Supplier (Pihak Pertama). Waktu dan Tempat Lokasi penyerahan benda dilakukan oleh para pihak yang dimulai dari pukul 07.30 WIB dengan batas waktu penyerahan selambat- lambatnya pada pukul 18.00 WIB. Lokasi penerimaan pada lokasi PT. Lambang Bumi Perkasa. Apabila timbul perselisihan di antara Para Pihak sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian jual beli tersebut maka Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan kekeluargaan. Apabila penyelesaian secara musyawarah dan kekeluargaan tidak mencapai kata kesepakatan maka Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara hukum di Kantor Pengadilan Negeri Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.
2. Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Wanprestasi dalam Pelaksanaan Perjanjian Pemasokan Buah Kelapa Sawit Antara Supplier dengan PT.
65
Lambang Bumi Perkasa dapat dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. Namun, penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan perjanjian jual beli sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa perjanjian jual beli di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan perjanjian jual beli Tandan Buah Segar antara Supllier dengan PT. Lambang Bumi Perkasa, serta dalam hal terjadi wanprestasi. Serta dapat menggunakan jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.
B. Saran
1. Bagi setiap orang yang membuat perjanjian, perlu diingat bahwa subjek yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian harus mematuhi isi dalam perjanjian karena sesuai dengan Asas Pacta Sunt Servanda memiliki makna perjanjian yang dibuat secara sah mengikat seperti undang-undang.
2. Bagi para pihak baik dari pihak Supplier maupun pihak perisahaan, perjanjian harus dibuat dengan ketelitian sehingga meminimalkan terjadinya kesalahan dalam pelaksanaan perjanjian. Sebelum menyepakati perjanjian para pihak harus terlebih dahulu mempelajari dan mencermati ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yangtelah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Atiyah. 1983. “The Law of Contract,” London, Clarendon Press.
D.A. Xxxxx Xxxxxxxxxx. 2013. Asas Itikad Baik Dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak Melalui Arbitrase. Bandung, Alumni.
Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Statistik perkebunan Indonesia 2006-2008: Kelapa Sawit (Oil Palm), Jakarta: Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan.
Xxxxxxx, Xxxxxxx. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Xxxxx, Xxxxx. 2007. Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis Buku Kedua. Bandung, PT.Citra Xxxxxx Xxxxx.
X.X., Xxxxx. 2017. Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta, Sinar Grafika.
--------- 2006. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata. Jakarta, PT. Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxx.
----------. 2007. Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU). Jakarta, Sinar Grafika.
Xxxxxxx, Xxxxx. 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung, Alumni.
--------. 1997. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa. Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx.
Kancil, CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta, Balai Pustaka.
Xxxxxxxxx, Xxxxxx. 2004. Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Xxxxxxx, Xxxxx. 2004. ADR dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Bogor, Ghalia Indonesia..
Miru. Xxxxxx. 2007. Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak. Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxx. 1992. Hukum Perikatan. Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxxx.
----------. 2004. Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx.
----------. 2004. Hukum Perjanjian. Bandung, Alumni.
----------. 2010. Hukum Perdata Indonesia. Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxx, Xxxxxxx & Xxxxxxx, Xxxxxxx. 2004. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Xxxxxxxxxxxx, Xxxxxxx. 1986. Asas-asas Hukum Perjanjian. Bandung, Sumur Pustaka.
Setiawan, I Xxxxx Xxx. 2016. Hukum Perikatan. Jakarta, Sinar Grafika.
Xxxxxxxx, Xxxx. 2002. Problematika Hukum Internet Indonesia. Xxxxxxx, Xxxxxxxxxxx.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxx & Xxx Xxxxxxx. 2015. Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat. Cet. 17, Jakarta, Raja Grafindo.
Subekti, R. 2001. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta, PT. Intermasa.
---------2005. Hukum Perjanjian. Jakarta, Intermasa.
--------- xxx X. Xxxxxxxxxxxxx. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Xxxxxxx Xxxxxxxx.
Xxxxxxxxx. 2004. Hukum Perjanjian : Teori dan Xxxxxxx Xxxxx. Jakarta, Prenada Media.
Xxxxxxxx, Xxxxxxx. 2001. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Xxxxxx, Xxxx. 2011. Analisis Kebijakan Publik : Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Xxxxxx, Xxxx Media Publishing.
B. Jurnal
Bintoro. 2012. Budaya Musyawarah Untuk Menyelesaikan Sengketa. Jurnal Mahkamah Edisi Vol 4 No.2, Oktober 2012. Pekanbaru, UIR Pess.
Xxxxxxx, Xxxxx Sugeng. 2016. Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di Indonesia, Jurnal Untirta, Volume 19, Nomor 1.
Xxxxxxxx, Xxxxx. 2019. Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Perspektif Pancasila Pada Era Revolusi Industri 4.0, Jurnal Jurisprudence Volume 9, Nomor 1.
C. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
D. Lain-lain
Keputusan Ketua Mahkamah Xxxxx Xxxxxxxx Indonesia. Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI, 123/KMA/SK/VII/2013
xxxxx://xxxxxxx.xxx.xx.xx/00000/0/XXX%00XX.xxx
Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informend Consent) di RSUP. Dr. Kariadi Semarang, Tesis Mkn, Universitas Diponegoro, Semarang, 2009.