DAFTAR ISI
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.I.
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS
Jln. Xxxxx Xxxxxxx Kav. 51 Telp. 00000000 Fax. 52960456 JAKARTA SELATAN
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... | i | |
DAFTAR ISI ................................................................................................... | ii | |
BAB. I. PENDAHULUAN .............................................................................. | 1 | |
A. Latar Belakang ..................................................................................... | 1 | |
B. Acuan Normatif ..................................................................................... | 2 | |
C. Tujuan dan Sasaran ............................................................................. | 3 | |
D. Ruang Lingkup ..................................................................................... | 3 | |
E. Pengertian ............................................................................................ | 3 | |
BAB. II. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS | ||
KOMPETENSI ................................................................................. | 7 | |
BAB. III. PELAKSANAAN PEMAGANGAN .................................................. | 9 | |
A. Pra Pemagangan .................................................................................. | 9 | |
B. Proses Pemagangan .......................................................................... | 11 | |
C. Pasca Pemagangan ........................................................................... | 12 | |
X Xxx dan Kewajiban Dalam Pemagangan ......................................... | 13 | |
BAB IV. PROGRAM PEMAGANGAN ......................................................... | 14 | |
A. Standar Kompetensi Pemagangan Kualifikasi .................................. | 14 | |
B. Kualifikasi/Jenjang Pelatihan Pemagangan ...................................... | 14 | |
C. Dimensi Waktu ................................................................................... | 15 | |
BAB V. SERTIFIKASI PEMAGANGAN ...................................................... | 17 | |
A. Jenis Skema Sertifikasi ...................................................................... | 17 | |
B. Jenis Lembaga Sertifikasi .................................................................. | 18 | |
C. Proses Sertifikasi Kompetensi ........................................................... | 19 | |
D. Tempat Uji Kompetensi (TUK) ........................................................... | 20 | |
E. Xxxxxxx Xxxxxx Xxx Xxxxxxxxxx (PTUK) .............................................. | 21 | |
F. Tugas Panitia Teknis Uji Kompetensi BNSP ..................................... | 21 | |
BAB VI. PENGENDALIAN .......................................................................... | 23 | |
A. Monitoring dan evaluasi ..................................................................... | 23 | |
B. Mekanisme pengawasan ................................................................... | 23 | |
C. Mekanisme pelaporan ........................................................................ | 23 | |
BAB VII. PENUTUP ..................................................................................... | 25 | |
ii |
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemagangan secara philosofis sudah lama di kenal di Indonesia dan merupakan salah satu model pelatihan. Pemagangan pada hakikatnya adalah proses alih pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja (kompetensi) tertentu dari seseorang kepada orang lain melalui suatu proses pembelajaran dan pelatihan sekaligus sebagai media untuk memastikan bahwa suatu keterampilan atau keahlian dapat terus berlanjut secara turun menurun.
Pemagangan menurut Pasal 1 angka 11 Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah bagian dari sistempelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung dibawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/atau jasa diperusahaan dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
Dalam pelaksanaanya dilapangan terdapat dua model pemagangan yaitu On The Job Training (OJT) dan Apprentice yang keduanya bila diterjemahkan kedalam bahasa indonesia artinya pemagangan. Pemagangan yang merupakan OJT atau praktek kerja, biasanya digunakan oleh lembaga pelatihan atau lembaga pendidikan dalam memagangkan peserta pelatihan atau anak didik lembaga tersebut diperusahaan. Artinya peserta latih atau peserta didik melaksanakan pemagangan diperusahaan sebagai bagian dari program lembaga diklat atau owner/pemilik. Sedangkan Apprentice adalah model pemagangan dimana Owner atau pemilik programnya adalah perusahaan. Program pemagangannya mengacu pada jabatan atau kompetensi yang ada diperusahaan.
Masalah substantif dan mendasar yang perlu dipahami oleh berbagai pihak yang terkait dengan masalah ketenagakerjaan adalah bahwa pemagangan berbeda dengan Outsourcing yang orientasinya hanya mendapatkan upah. Pemagangan dinilai mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menambah wawasan dan meningkatkan kompetensi, sehinnga alumni pemagangan lebih siap untuk berkompetisi di pasar kerja.
Pemagangan merupakan media untuk terjadinya link and match antara dunia pendidikan dan pelatihan dengan dunia kerja, upaya ini perlu terus dilakukan sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam rangka membangun sumber daya
manusia yang kompeten dan berdaya saing guna menyongsong era globalisasi dan Revolusi indutri tahap ke empat.
Pemagangan pada awal tahun 1990-an telah banyak dilakukan dan dikembangkan berorientasi pada pola yang telah ada, namun demikian karena terjadi perubahan lingkungan strategis dan peraturan perundangan, maka perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian dari pola yang pemagangan telah ada kepada pola pemagangan yang baru yang akan digunakan sebagai pedoman umum dalam pelaksanaan pemagangan saat ini dan pada masa yang akan datang.
Dengan disusunnya pola pemagangan ini diharapkan penyelenggaraan program pemagangan di perusahaan di dalam negeri dapat diselenggarakan secara sistematis, terintegrasi, terencana dan sinergi antara berbagai pihak yang terkait, sehingga seluruh penyelenggara pemagangan dapat menghasilkan luaran yang kompeten sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
B. Acuan Normatif
1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat (2);
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279 );
3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2018, tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6189);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006, tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 4637);
5. Peraturan Presiden Nomor : 8 Tahun 2012, tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia;
6. Peraturan Menteri Xxxxxx Xxxxx dan Transmigrasi R.I. Nomor PER. 21/MEN/IX/2007, tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia;
7. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan R.I. Nomor 36 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri.
C. Tujuan dan Sasaran
Tujuan disusunnya Pola pemagangan dalam negeri, adalah dalam rangka menyediakan pedoman umum bagi pembina, penyelenggara, dan stakeholder lainnya dalam penyelenggaraan program pemagangan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna terwujudnya tenaga kerja yang berdaya saing dan produktif dengan meningkatkan peran serta dunia usaha/industri dalam pelaksanaan dan pengembangan pelatihan, sehingga dicapai :
1. Peningkatan kualitas angkatan kerja untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar kerja sektoral, nasional, regional dan internasional;
2. Peningkatan partisipasi dunia usaha/industri dalam pelaksanaan dan pengembangan program pelatihan;
3. Peningkatan peluang penciptaan kesempatan kerja;
4. Peningkatan efesiensi dan efektivitas penyiapan dan pengadaan tenaga kerja kompeten dan berdaya saing.
Sejalan dengan tujuan dan pencapaian sasaran pemagangan, maka akan diperoleh manfaat dan keuntungan bagi beberapa pihak antara lain perusahaan/industri, peserta pemagangan dan pemerintah yang bertanggung jawab sebagai pembina di sektor ketenagakerjaan.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pola pemagangan dalam negeri ini, meliputi strategi pembangunan sumber daya manusia melalui pemagangan, program pemagangan, pelaksanaan pemagangan, dan sertifikasi pemagangan.
E. Pengertian
Dalam pola pemagangan di perusahaan di dalam negeri ini, disampaikan beberapa pengertian sebagai berikut :
1. Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/ buruh yang lebih berpengalaman, dalan proses produksi barang dan /atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
2. Perusahaan/Industri adalah
- setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang memperkerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; atau
- usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
3. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan / atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
4. Lembaga Sertifikasi Profesi adalah lembaga yang memiliki tugas dan bertanggung jawab dalam mengembangkan standar kompetensi kerja nasional indonesia, melaksanakan penilaian/uji kompetensi, melaksanakan sertifikasi kompetensi profesi terhadap personil serta melaksanakan akreditasi tempat uji kompetensi.
5. Peserta Pemagangan adalah Peserta pendaftar program pelatihan pemagangan yang telah lulus seleksi program pelatihan pemagangan yang diselenggarakan oleh managemen LPK dan / atau Perusahaan penyelenggara Program Pelatihan Pemagangan di dalam negeri.
6. Perjanjian Pemagangan (PP) adalah Perjanjian antara peserta pemagangan dengan penyelenggara pemagangan yang dibuat secara tertulis yang memuat hak dan kewajiban serta jangka waktu pemagangan.
7. Perjanjian Kerja Sama Penyelenggara Pemagangan adalah Perjanjian antara lembaga pelatihan kerja dengan perusahaan yang dibuat secara tertulis yang memuat teknis pelaksanaan penyelenggaraan program pemagangan.
8. Program Pemagangan adalah rancangan yang berisi nama program, kode program, jenjang program, tujuan, unit kompetensi yang ditempuh
/atau mata latihan, lama pelatihan, persyaratan peserta magang, prospek jabatan/ pekerjaan, kurikulum, silabus, daftar peralatan dan bahan yang disepakati bersama antara lembaga pelatihan kerja dengan perusahaan / industri.
9. Workshop Laboratory adalah, Kegiatan yang dilakukan dalam kurun waktu magang di industri yang mengambil waktu minggu terakhir atau hari lain yang disepakati untuk membahas kendala, permasalahan / kesulitan yang dijumpai dan diambil solusinya selama peserta magang di perusahaan /industri.
10. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), adalah Rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan / atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
11. Standar kompetensi Kerja Khusus adalah Standar kompetensi kerja yang dikembangkan dan digunakan oleh organisasi untuk memenuhi tujuan organisasinya sendiri dan/atau untuk memenuhi kebutuhan organisasi lain yang memiliki ikatan kerjasama dengan organisasi yang bersangkutan atau organisasi lain yang memerlukan;
12. Standar Kompetensi Kerja Internasional adalah Standar kompetensi kerja yang dikembangkan dan ditetapkan oleh suatu organisasi multinasional dan digunakan secara internasional;
13. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pegalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor.
14. Pelatih Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di LPK dengan bekerja secara langsung di perusahaan / industri dibawah bimbingan dan pengawasan pelatih dan pekerja / buruh yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan jasa dalam rangka untuk mencapai kompetensi tertentu.
15. Pembimbing Teknis adalah Supervisor atau pekerja / buruh yang lebih berpengalaman yang ditunjuk oleh penyelenggara program pelatihan pemagangan untuk bertindak sebagai tenaga pembimbing dan pengawas peserta program pemagangan di perusahaan.
16. Sertifikat Pemagangan adalah bukti tertulis yang diterbitkan oleh lembaga penyelenggara pemagangan yang menerangkan bahwa seseorang telah dinyatakan berhasil menguasai kompetensi pada suatu kualifikasi/ jabatan / pekerjaan tertentu yang ditempuhnya.
17. Sertifikat Kompetensi Kerja adalah bukti tertulis yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) terakreditasi dan terlisensi BNSP yang menerangkan bahwa seseorang telah menguasai kompetensi kerja tertentu sesuai dengan SKKNI, Standar Internaional dan / atau Standar Khusus.
18. Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) adalah instansi pemerintah, badan hukum atau peseorangan yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan pelatihan kerja.
BAB II
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS KOMPETENSI
Rencana pembangunan jangka menengah nasional pada sektor ketenagakerjaan, menempatkan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas menjadi isu besar dalam pembangunan nasional. Kebijakan ini terkait erat dengan beberapa aspek antara lain transformasi struktur tenaga kerja, termasuk melakukan akselerasi tenaga kerja ke sektor yang mempunyai nilai tambah dan produktivitas tinggi dan mengubah low skilled industries ke skills based industries.
Selanjutnya beberapa kebijakan operasional untuk mengimplementasikan kebijakan – kebijakan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah melalui Peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Sislatkernas) sebagai pelaksana ketentuan pada pasal
20 ayat 2 Undang – undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, mengamanatkan bahwa pelatihan kerja dapat diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah atau lembaga pelatihan kerja swasta dan metoda pelatihan yang saat ini berjalan dapat berupa pelatihan di tempat kerja atau pemagangan baik di dalam negeri maupun diluar negeri dan pelatihan di lembaga pelatihan kerja.
Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/ buruh yang lebih berpengalaman, dalan proses produksi barang dan /atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu. Berkaitan dengan itu karena pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan, maka dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kerja melalui pemagangan dikembangkan melaui tiga pendekatan pilar pembangunan sumber daya manusia.
Pilar pertama adalah disusunnya Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan di tetapkannya Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, disusunya Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah dalam rangka untuk menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor dan bidang. Sedangkan ditetapkannya Standar Kopetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bertujuan selain memberikan gambaran tentang pengetahuan, keterampilan maupun sikap kerja yang di syaratkan dalam pekerjaan sekaligus merupakan pedoman dasar dalam pelatihan untuk menentukan kualifikasi maupun penilaian
kompetensi juga merupakan pedoman bagi pelatih maupun evaluator terhadap penyelenggaraan dan penilaian pelatihan.
Pilar kedua, tersedianya lembaga pelatihan berbasis kompetensi, pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja mecakup keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi kompetensi/jabatan/ pekerjaan serta spesifik pekerjaan, jadi pelatihan berbasis kompetensi orientasinya bukan pada lama nya waktu pelatihan, tetapi berfokus pada pencapaian kompetensi berdasarkan kualifikasi atau okupasi yang mengacu pada standar kompetensi
Pilar ketiga, terbentuknya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang independen dan terpercaya, setiap tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja peemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta atau pelatihan di iempat kerja/magang. Pengakuan kompetensi tersebut dilakukan melalui sertifikasi kompetensi yang dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) terlisensi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), independen dan terpercaya.
Sejalan dengan adanya peningkatan kompetensi tenaga kerja yang dikembangkan melalui tiga pilar strategi pembangunan sumber daya manusia diharapkan akan tercipta employbility dan productivity. Employbility yang tinggi akan dapat menekan tingkat pengangguran, sedangkan productivity yang tinggi akan mendorong peningkatan produktivitas tenaaga kerja yang merupakan sumber terciptanya pekerjaan layak bagi tenaga kerja dan peningkatan produktivitas ternaga kerja ini berkorelasi terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan kesejahteraan tenaga kerja itu sendiri.
BAB III PELAKSANAAN PEMAGANGAN
Program pemagangan secara umum dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahapan yaitu tahap pra pemagangan, pelaksanaan pemagangan, dan tahap pasca pemagangan. Proses setiap tahapan program pemagangan dapat digambarkan dalam skema pemagangan berikut ini:
A. Pra Pemagangan
Kegiatan yang terkait dengan tahap pra pemagangan antara lain terdiri atas bebrapa unsur-unsur yaitu :
1. Penyiapan calon peserta pemagangan (rekrutmen dan seleksi)
Pemagangan dalam negeri dapat diikuti oleh pencari kerja dan pekerja yang akan ditingkatkan dan/ atau alih kompetensi dengan persyaratan umum peserta:
a. Usia minimal 17 tahun;
b. Memiliki bakat, minat dan memenuhi persyaratan sesuai dengan program pemagangan yang akan diikuti;
c. Menandatangani perjanjian pemagangan
Tata cara rekruitmen dan seleksi peserta pemagangan adalah sebagai berikut :
a. Pendaftaran calon peserta dilaksanakan oleh panitia daerah (Dinas yang membidangi ketenagakerjaan dan perusahaan/industri pelaksana pemagangan) melalui seleksi secaara obyektif;
b. Penyiapan materi dan mekanisme seleksi dilakukan oleh panitia daerah;
c. Penetapan kelulusan calon peserta berdasarkan rangking.
2. Penyiapan perjanjian pemagangan
Penyelenggaraan pemagangan dalam negeri dilaksanakan atas dasar perjanjian tertulis antara peserta pemagangan dengan perusahaan/ industri. Perjanjian pemagangan wajib dibuat dan sekurang – kurangnya memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak yaitu peserta dan perusahaan/industri, jangka waktu pelaksanaan magang, standar kompetensi, kualifikasi/jenjang pelatihan dan skema sertifikasi.
Perjanjian pemagangan harus diketahui dan disahkan oleh dinas yang membidangi ketenagakerjaan setempat, peserta pemagangan yang tidak dilengkapi dengan perjanjian pemagangan akan dianggap sebagai karyawan.
3. Penyiapan kurikulum dan Silabus (program pemagangan)
Program pemagangan (kurikulum dan silabus) disusun sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas perusahaan, mengacu pada standar kompetensi dan berorientasi pada kualifikasi/jenjang, okupasi, cluster atau unit kompetensi. Tata cara penyusunan program pemagangan (kurikulum dan silabus) akan disusun dalam bentuk petunjuk teknis (Juknis)
4. Penetapan penyelenggara Pemagangan (perusahaan dan LPK)
Penyelenggara Pemagangan adalah perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan pemagangan diantaranya adalah memiliki unit pelatihan. Apabila perusahaan tidak memiliki unit pelatihan, perusahaan dapat melakukan kerjasama dengan LPK yang terakreditasi dan mempunyai skema program yang sama.
5. Peyiapan modul/Materi Pemagangan
Modul atau materi pemagangan merupakan bahan/sumber pelatihan yang disusun berdasarkan standar kompetensi kerja. Kerangka modul
pemagangan setidaknya terdiri tentang informasi dan langkah kerja.
6. Penandatanganan Perjanjian Pemagangan
Kedua belah pihak, peserta dan penyelenggara pemagangan (perusaha- an/industri) menandatangi perjanjian pemagangan sebagai ikatan keduanya dan tanda dimulainya penyelenggaraan pemagangan.
B. Proses Pemagangan
Kegiatan yang terkait dengan tahap pelaksanaan pemagangan antara lain terdiri atas bebrapa unsur-unsur yaitu :
1. Pelaksanaan penyampaian teori
Pelatihan atau pembelajaran teori di unit pelatihan perusahaan/industri atau Lembaga Pelatihan Kerja dilaksanakan maksimal 25% (dua puluh lima persen) dari komposisi program pemagangan (kurikulum dan silabus), sedangkan praktek kerja secara langsung di lini produksi tempat kerja perusahaan/industri dan dilaksanakan minimal 75% (tujuh puluh lima persen) dari komposisi program pemagangan (kurikulum dan silabus).
Teori dan praktek di dalam program pemagangan, diberikan secara bergantian, yaitu pelaksanaan teori di lanjutkan praktek kerja di lini produksi perusahaan, kemudian kembali pelajaran teori dan dilanjutkan praktek kerja di lini produksi disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas perusahaan.
2. Pelaksanaan Praktek di Perusahaan
Praktek kerja diperusahaan merupakan implementasi pelatihan/ pembelajaran teori di unit pelatihan perusahaan atau Lembaga Pelatihan Kerja. Oleh karena itu tempat praktek kerja peserta pemagangan harus sudah disiapkan sejak awal kegiatan. Selama peserta melaksanakan praktek kerja di perusahaan sangat dibutuhkan konstribusi dari perusahaan untuk keberhasilan dari pelaksanaan pemagangan yaitu alat perlengkapan kerja bagi peserta.
3. Pengendalian dan evaluasi (penyelenggaraan dan peserta)
Penyelenggara pemagangan agar melakukan evaluasi terhadap peserta pemagangan secara berkala, sehingga dapat di ketahui perkembangan dan pencapaian kompetensi dari masing – masing peserta pemagangan, kesesuaian program dengan sarana dan fasilitas, peranan dan fungsi tenaga pendamping/mentor.
4. Pemberian sertifikat (sertifikat pemagangan dan sertifikat kompeten- si)
Pada tahap akhir pelaksanaan pemagangan bagi peserta yang telah selesai mengikuti pemagangan akan diberikan sertifikat pemagangan oleh perusahaan. Sedangkan bagi peserta pemagangan yang mengikuti uji kompetensi yang dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi atau melalu Panitia Teknis Uji Kompetensi, apabila yang bersangkutan dinyatakan kompeten, maka akan diberi sertifikat kompetensi oleh LSP yang terlisensi BNSP.
5. Asuransi
Penyelenggara pemagangan wajib memberikan perlindungan dalam bentuk asuransi kepada peserta pemagangan. Asuransi yang diberikan adalah asuransi kecelakaan kerja dan kematian akibat kerja dan premi asuransi dibayarkan sebelum pelaksanaan pemagangan sebagai bentuk perlindungan kepada peserta pemagangan selama mengikuti program pemagangan.
6. Instruktur dan Pembimbing Pemagangan.
Dalam penyelenggaraan pemagangan, materi pembelajaran disampaikan oleh instruktur/pengajar/fasilitator yang kompeten dibidangnya dari perusahaan atau lembaga pelatihan kerja. Selama peserta menjalani praktek kerja diperusahaan harus dibimbing oleh penyelia/pembimbing pemagangan yang ditunjuk yaitu karyawan dari lingkungan perusahaan yang bersangkutan yang berpengalam dan kompeten dibidangnya.
C. Pasca Pemagangan
Kegiatan yang terkait dengan tahap pasca pemagangan antara lain terdiri atas beberapa unsur-unsur yaitu :
1. Fasilitasi penempatan
Setelah selesai mengikuti pemagangan di perusahaan/industri, terutama bagi peserta yang memperoleh sertifikat kompetensi diupayakan agar dapat ditempatkan, baik di perusahaan tempat peserta melaksanakan pemagangan, anak perusahaan atau perusahaan lain yang membutuhkan.
2. Fasilitasi berwirausaha/usaha mandiri
Bagi peserta yang mempunyai potensi wirausaha/usaha mandiri, diharapkan perusahaan tempat peserta mengikuti pemagangan dapat
membantu untuk menjadikan mitra usahanya atau usaha – usaha lain yang sejenis. Bagi peserta pemagangan yang belum dapat ditempatkan agar didaftarkan ke bursa kerja oleh dinas yang membidangi ketenagakerjaan dan penempatan tenaga kerja.
D. Hak dan Kewajiban Dalam Pemagangan
Dalam pelaksanaan pemagangan ada hak atau kewajiban yang melekat pada para pihak, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan disepakati :
1. Hak Peserta
a. memperoleh fasilitas K3;
b. memperoleh uang saku;
c. memperoleh perlindungan dalam bentuk jaminan kecelakaan kerja dan kematian;
d. memperoleh sertifikat pemagangan dan sertifikat kompetensi (apabila selesai mengikuti program pemagangan dan uji kompetensi)
2. Kewajiban peserta
a. mentaati Perjanjian Pemagangan;
b. mengikuti program pemagangan sampai selesai;
c. mentaati tata tertib yang berlaku di Perusahaan;
d. menjaga nama baik Perusahaan Penyelenggara Pemagangan.
3. Kewajiban Penyelenggara
a. membimbing peserta pemagangan;
b. memenuhi hak peserta pemagangan;
c. menyediakan alat pelindung diri;
d. memberikan perlindungan dalam bentuk asuransi kecelakaan kerja dan kematian;
e. memberikan uang saku;
f. mengevaluasi peserta pemagangan;
g. memberikan sertifikat.
4. Hak Penyelenggara
a. memanfaatkan hasil kerja peserta pemagangan;
b. memberlakukan tata tertib dan Perjanjian Pemagangan.
BAB IV
STANDAR DAN PROGRAM PEMAGANGAN
Untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta pemagangan diperlukan standar kompetensi, yang merupakan kumpulan ukuran – ukuran hasil kesepakatan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja yang ingin mendapat pengakuan tentang kompetensi kerja. Standar pelatihan pemagangan yang digunakan mengacu pada model standar kompetensi yang pengembangannya menggunakan pendekatan fungsi dari proses kerja untuk menghasilkan barang dan/atau jasa. Sedangkan program pelatihannya disusun berdasarkan jenjang kualifikasi, okupasi/jabatan, cluster dan unit kompetensi
A. Standar Kompetensi Pemagangan
Standar pelatihan pemagangan disusun mengacu pada salah satu jenis standar kompetensi sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas industri/ perusahaan antara lain :
1. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah, rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku;
2. Standar internasional merupakan standar yang dikembangkan oleh organisasi standardisasi internasional. Standar Internasional dapat diperoleh untuk dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan berlaku di seluruh dunia.
3. Standar Khusus (Spesifik) merupakan standar yang dikembangkan oleh organisasi otoritas /mempunyai tugas di bidang standardisasi untuk dipergunakan secara khusus (spesifik) dan dipublikasikan secara formal bagi komunitas spesifik atau dalam bentuk jurnal
B. Kualifikasi/Jenjang Pelatihan Pemagangan
Program/kurikulum pemagangan dapat disusun secara berjenjang atau tidak berjenjang sesuai dengan kebutuhan. Program pelatihan berjenjang atau tidak berjenjang dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Kualifikasi/ Leveling
Merupakan kemasan program/kurikulum Pemagangan berjenjang, dan /
atau tertentu yang mengacu pada KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) sektor, sub sektor dan bidang pekerjaan tertentu, sesuai dengan jenis dan kerangka dasar standar struktur kurikulum dan silabus pemagangan berbasis kompetensi, sehingga pencapaian kualifikasi kompetensinya jelas pada suatu kualifikasi / atau level tertentu
2. Okupasi /Jabatan
Merupakan kemasan program/kurikulum pemagangan berdasarkan analisis jabatan/pekerjaan digunakan sebagai dasar penyusunan prgram pemagangan berbasis kompetensi. Analisis jabatan merupakan proses menguraikan jabatan, sehingga menghasilkan deskripsi jabatan. Analisis ini bersumber dari kklasifikasi Baku Jabatan Indonesia (KBJI) atau sumber – sumber jabatan lainya yang berlaku pada lembaga.
3. Cluster
Merupakan kemasan program/kurikulum pemagangan yang dilakukan melalui analisis kompetensi kerja yang dibutuhkan industri atau organisasi. Analisis kompetensi kerja dilakukan dengan cara menghimpun data dari hasil, analisis kerja, analisis persyaratan kerja dan analisis acuan penilaian.
C. Dimensi Waktu
Program pelatihan pemagangan berorientasi kepada batasan dimensi waktu tertentu yang tidak melebihi dari jangka waktu satu tahun dalam kemasan program serta prosentase jumlah komposisi jam teori yaitu sebanyak- banyaknya 25% dan sekurang-kurangnya 75% praktek kerja di perusahaan dari jumlah jam yang ditetapkan dalam kurikulum program pemagangan.
Waktu penyelenggaraan pemagangan disesuaikan dengan jam kerja di perusahaan. Peserta pemagangan tidak diperbolehkan untuk magang pada jam kerja lembur, hari libur resmi.
Selain ketentuan tersebut di atas, dalam penyelenggaraan program pemagangan khususnya untuk praktek kerja harus dilakukan rotasi sesuai dengan tahapan urutan kerja sebagaimana dituangkan dalam kurikulum guna mencapai kompetensi peserta yang telah ditetapkan sesuai kurikulum pemagangan pada bidang kerja/kejuruan tertentu.
Ciri khas lain yang menjadi kekhususan dalam penyelenggaraan program pemagangan adalah penerapan workshop laboratory sebagai sarana untuk menguji/pembuktian apabila dalam pelaksanaan praktek kerja menemui kendala/hambatan yang dialami oleh peserta pemagangan yang pada saat itu
tidak bisa diatasi/ditemukan jalan keluar penyelesaiannya. Workshop laboratory dapat dilaksanakan di lembaga pelatihan atau di tempat kerja dengan muatan teori atau praktek yang menggunakan sarana dan fasilitas sesuai bidang kerja/kejuruannya.
BAB V SERTIFIKASI PEMAGANGAN
Sertifikasi kompetensi kerja merupakan bagian integral dari pembangunan ketenagakerjaan secara menyeluruh melalui peningkatan kemampuan kompetensi tenaga kerja, sehingga mampu mendorong kearah perluasan kesempatan kerja, penanggulangan penganguran, peningkatan kesejahteraan pekerja, perlindungan kerja dan peningkatan daya saing.
Sertifikasi kompetensi kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui Uji Kompetensi yang mengacu pada skema sertifikasi sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Standar Internasional dan /atau Standar Khusus.
Skema sertifikasi yaitu paket atau pemaketan kompetensi (pengetahuan, skill dan sikap kerja) dan persyaratan spesifik ( kriteria sertifikasi, metoda penilaian sertifikasi dan/atau survailen, dan kriteria untuk pembekuan dan pencabutan sertifikat) yang berkaitan dengan kategori kualifikasi leveling atau jabatan (okupasi) atau keterampilan tertentu dari seseorang.
A. Jenis Skema Sertifikasi
Skema sertifikasi pemagangan berorientasi pada 3 (tiga) jenis skema sertifikasi kompetensi yaitu :
1. Skema Sertifikasi Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia (KKNI), yaitu pola sertifikasi kompetensi yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja yang terdiri dari sejumlah atau sekumpulan unit kompetensi yang bersumber dari standar kompetensi kerja serta persyaratan lain yang berkaitan dengan pengakuan kompetensi pada jenis pekerjaan dan/atau kompetensi pada jenjang kualifikasi KKNI. Skema KKNI bersifat nasional dengan jenjang kualifikasi terdiri dari 9 (sembilan) level dan di tetapkan oleh otoritas kompeten.
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah, kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintergasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
2. Skema Sertifikasi Okupasi atau Jabatan Nasional, yaitu pola sertifikasi kompetensi yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan sertifikasi
kompetensi kerja yang terdiri dari sejumlah atau sekumpulan unit kompetensi yang bersumber dari standar kompetensi kerja dan persyaratan lain yang berkaitan dengan pengakuan kompetensi pada okupasi nasiona.Skema sertifikasi okupasi bersifat nasional dan ditetapkan oleh otoritas kompeten.
Okupasi adalah, kedudukan yang menyatakan tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab yang melekat pada seorang pekerja dalam suatu satuan organisasi.
Okupasi nasional adalah, kedudukan yang menyatakan tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab yang melekat pada seorang pekerja dalam suatu satuan organisasi/bidang pekerjaan dan diakui secara nasional pada sektor tertentu.
3. Skema Sertifikasi Cluster, yaitu pola sertifikasi kompetensi yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja yang terdiri dari sejumlah atau sekumpulan unit kompetensi yang bersumber dari standar kompetensi kerja dan persyaratan lain yang berkaitan dengan pengakuan kompetensi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dari industri/pengguna. skema sertifikasi cluster ditetapkan oleh komite skema Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bersama industri pengguna. Nama skema untuk cluster tidak boleh sama dengan okupasi nasional.
B. Jenis Lembaga Sertifikasi
Lembaga sertifikasi profesi yang selanjutnya disingkat LSP, adalah lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi kompetensi profesi yang mendapatkan lisensi dari BNSP setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) harus merupakan badan hukum, bagian dari suatu badan hukum, atau badan usaha yang legal, sehingga dapat secara legal mempertanggungjawabkan kegiatan-kegiatan sertifikasinya. Badan atau lembaga sertifikasi yang dibentuk oleh suatu lembaga pemerintah dengan sendirinya merupakan badan hukum sesuai status lembaga pemerintah tersebut.
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) terlisensi beroperasi hanya dalam skema sertifikasi sesuai ruang lingkup lisensi yang diberikan oleh BNSP :
1. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pihak 3: LSP yang didirikan oleh asosiasi, industri dan asosiasi profesi, dengan dukungan lembaga teknis pemerintah.
2. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pihak 2: LSP yang didirikan oleh industri untuk melakukan sertifikasi kepada pemasoknya, atau otoritas kompeten mewajibkan kepada jejaringnya.
3. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pihak 1:
a. Industri: didirikan oleh industri untuk sertifikasi karyawannya sendiri.
b. Lembaga Pendidikan Vokasi: didirikan oleh lembaga pendidikan vokasi untuk siswanya selama dalam proses pembelajaran.
4. Panitia Teknis Uji Kompetensi: dibentuk oleh BNSP bekerjasama dengan lembaga pemerintah atau otoritas kompeten yang memerlukan penerapan sertifikasi.
C. Proses Sertifikasi Kompetensi
Proses sertifikasi kompetensi peserta pemagangan mengikuti alur skema sebagaimaana di ilustrasikan dibawah ini :
Keterangan :
1. Peserta pemagangan yang akan mengikuti Uji Kompetensi (sertifikasi Kompetensi) mengajukan permohonan kepada Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSP) atau PTUK (Panitia Teknis Uji Kompetensi), apabila belum ada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP);
2. Bersamaan dengan pengajuan permohonan untuk mengikuti Uji Kompetensi peserta pemagangan dapat memilih TUK (Tempat Uji Kompetensi) sesuai dengan keinginannya;
3. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) menunjuk Tim assesor kompetensi
minimal terdiri atas seorang Lead assesor dan seorang assesor sebagai anggota;
4. Xxx assesor melaksanakan assesment pada assesi di Tempat Uji Kompetensi (TUK);
5. Tim assesor melaporkan hasil assesment kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) atau PTUK (Panitia Teknis Uji Kompetensi);
6. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) membentuk Komite Teknik;
7. Komite Teknik membuat rekomendasi keapada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) tentang keputusan hasil assesment;
8. Bagi peserta pemagangan yang dinyatakan kompeten akan mendapatkan sertifikat kompetensi dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) sesuai dengan skema sertifikasi yang diikuti;
9. Lembaga Sertifikasi akan melakukan survalen secara periodik kepada assesi atau peserta pemagangan yang mendapatkan sertifikat kompetensi.
D. Tempat Uji Kompetensi (TUK)
Tempat Uji Kompetensi adalah tempat kerja atau tempat lainya yang memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai tempat pelaksanaan uji kompetensi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
Untuk pelaksanaan sertifikasi kompetensi pemagangan dapat dilakukan di 3 (tiga) jenis Tempat Uji Kompetensi (TUK) yaitu :
1. Tempat Uji Kompetensi (TUK) di Tempat kerja
Tempat Uji Kompetensi (TUK) ditempat kerja adalah tempat uji yang merupakan bagian dari industri dimana proses produksi di lakukan. Pelaksanaan uji kompetensi di tempat kerja dilakukan pada saat peserta sertifikasi bekerja dalam proses produksi.
2. Tempat Uji Kompetensi (TUK) Sewaktu
Tempat uji kompetensi sewaktu dilakukan bukan di tempat kerja yang digunakan sebagai tempat uji secara insidentil. Tempat uji kompetensi sewaktu tidak terbatas pada ruang pertemuan yang dilengkapi dan di tata sesuai persyaratan tempat uji, fasilitas pendidikan dan pelatihan yang memenuhi persyaratan tempat uji atau fasilitas produksi yang sedang tidak digunakan untuk proses produksi.
3. Tempat Uji Kompetensi (TUK) Mandiri
Tempat uji bukan di tempat kerja yang bermitra dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) untuk digunakan sebagai tempat uji secara berkelanjutan. Kemitraan tersebut utamnya menyangkut kesediaan untuk memelihara peralatan teknis dan kondisi uji di Tempat Uji Kompetensi (TUK) terhadap persyaratan yang telah ditetapkan.
4. Persyaratan Teknis Tempat Uji Kompetensi (TUK)
Persyaratan terkait kondisi uji dan peralatan yang diperlukan dalam proses pengujian berdasarkan kepada dan kosistensi dengan skema sertifikasi yang diacu. Apabila ada peralatan teknis yang digunakan dalam proses pengujian, maka peralatan teknis harus diverifikasi atau dikalibrasi secara tepat,
E. Panitia Teknis Uji Kompetensi (PTUK)
Pembentukan Panitia Teknis Uji Kompetensi (PTUK) BNSP harus ditetapkan oleh pleno BNSP untuk melaksanakan pendelegasian tugas uji kompetensi pada sektor/sub sektor atau bidang profesi yang belum memiliki LSP, dimana tuntutan masyarakat/industri/pemerintah telah mendesak untuk dipenuhi. Bagi para penyelenggara pemagangan, apabila pemagangan yang dilaksanakan di perusahaan/industrinya untuk keperluan sertifikasi kompetensi belum ada Lembaga Sertifikasi Profesinya (LSP) , maka untuk keperluan itu dapat mengajukan pembentukan PTUK kepada BNSP dengan justifikasi yang mencakupi :
1. Identifikasi tuntutan mendesak sertifikasi
2. Identifikasi sumber daya
3. Identifikasi skema sertifikasi
Operasionalisasi PTUK harus terkait dengan kriteria sertifikasi, harus jujur dan wajar tewrhadap seluruh calon dan harus memenuhi semua persyaratan dan peraturan perundang – undangan yang berlaku. PTUK harus menerapkan kebijakan prosedur untuk pemberian, pemeliharaanb, perpanjangan, penundaan atau pencabutan sertifikat serta perluasan/pengurangan ruang lingkup sertifikasi yang diajukan yang ditetapkan oleh BNSP. Masa berlakunya Panitia Teknis Uji Kompetensi (PTUK) adalah 2 (dua) tahun, dan dapat diperpanjang sesuai hasil pleno BNSP.
F. Tugas Panitia Teknis Uji Kompetensi BNSP
Panitian Teknis Uji Kompetensi (PTUK) melaksanakan tugas yang mencakupi
:
1. Mengidentifikasi dan mengembangkan skema sertifikasi;
2. Menetapkan unit – unit kompetensi yang akan diujikan dalam skema sertifikasi;
3. Mempersiapakan dan menetapkan tim asesor sesuai dengan unit – unit kompetensi yang akan diases;
4. Menyiapkan perangkat asesmen (Materi Uji Kompetensi);
5. Menetapkan biaya uji kompetensi dan sertifikasi;
6. Menetapkan jadwal uji kompetensi;
7. Merekrut(mengumumkan, menerima pendaftaran, menyeleksi dan menetapkan) peserta uji;
8. Memverifikasi dan menetapkan tempat pelaksanaan uji kompetensi;
9. Melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan uji kompetensi;
10. Mengusulkan penerbitan sertifikat kompetensi kepada BNSP;
11. Melaksanakan dokumentasi dan administrasi kegiatan uji kompetensi;
12. Menyampaikan laporan pelaksanaan uji kompetensi kepada BNSP.
PTUK sebagai pelaksana tugas penyelenggara uji kompetensi harus melakukan proses verifikasi dan penetapan tempat uji kompetensi berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan oleh BNSP
BAB VI PENGENDALIAN
A. Monitoring dan evaluasi
Untuk mengetahui setiap perkembangan ataupun kemajuan yang telah dicapai sesuai dengan rencana berdasarkan tahapan kegiatan baik pada tahap pra pemagangan, pelaksanaan pemagangan dan pasca pemagangan perlu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi oleh para pihak yang terkait dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemagangan yaitu :
1. Kementerian, Dinas Provinsi, dan Dinas kabupaten/kota melakukan monitoring dan evaluasi secara periodik terhadap penyelenggaraan pemagangan di wilayah kerjanya.
2. Hasil monitoring dan evaluasi oleh dinas provinsi dan kabupaten/kota ditembuskan ke Dirjen Binalattas.
B. Mekanisme pengawasan
Sebagai bagian dari pengendalian pelaksanaan pemagangan, perlu ditetapkan mekanisme pengawasan bagi para pihak yang yang berwenang.
1. Pembinaan dan pengawasan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, dinas provinsi dan kabupaten/kota sesuai kewenangannya.
2. Pembinaan/pengawasan meliputi :
a. Program;
b. Tenaga pelatihan dan pembimbing pemagangan;
c. Fasilitas;
d. Sistem dan metode penyelenggaraan
3. Pengawasan oleh petugas yang membidangi pelatihan,berkoordinasi dengan pegawai pengawas KementerianKetenagakerjaan dan dinas provinsi.
C. Mekanisme pelaporan
Sebagai bagian akhir dari pelaksanaan kegiatan pemagangan, perlu dibuat pelaporan secara hirakis oleh penanggung jawab kegiatan dengan mekanisme sebagai berikut :
1. Penyelenggara pemagangan memberitahukan secara tertulis kepada
dinas provinis/kabupaten/kota
a. diawal program magang;
b. secara periodik (paling tidak 1 tahun sekali).
2. Laporan tertulis setidaknya memuat :
a. jumlah peserta magang;
b. program magang;
c. perjanjian pemagangan.
3. Selanjutnya kepala dinas Provinsi, kabupaten/kota melaporkan penyelenggaraan pemagangangan di wilayahnya kepada Dirjen Binalattas.
BAB VII PENUTUP
Pola pemagangan di perusahaan di dalam negeri yang merupakan pedoman umum untuk penyelenggaraan program pemagangan perlu disosialisasikan dan diinformasikan secara terus-menerus kepada masyarakat luas, dengan maksud agar penyelenggaraan program pemagangan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam mendukung program pembangunan sumber daya manusia (SDM). Pola ini masih perlu dijabarkan ke dalam pedoman petunjuk teknis yang lebih rinci sebagai bagian dari penjabaran penyelenggaraan program pemagangan di perusahaan.
Dengan adanya pola pemagangan ini diharapkan semua pihak dapat memahami dan mengimplementasikan sesuai dengan kriteria dan aturan yang telah ditetapkan, sehingga dapat membentuk kompetensi tenaga kerja yang kompeten, produktif dan profesional. Pola ini diharapkan juga dapat dijadikan sebagai acuan pembinaan bagi pemerintah, propinsi dan kabupaten/kota serta stakeholder terkait terhadap penyelenggaraan program pemagangan di perusahaan di dalam negeri.