|
|
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
|
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
|
|
|
DEWAN
KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
|
DEWAN
KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
|
|
|
Menimbang:
|
UMUM
|
bahwa
untuk
mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional secara
optimal dan berkelanjutan, diperlukan kebijakan yang
mendorong peningkatan daya saing dan
kontribusi industri bank pembiayaan
rakyat syariah terhadap
perekonomian daerah;
|
Untuk
mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional secara
berkelanjutan, diperlukan penyusunan ketentuan dan kebijakan yang
meningkatkan terciptanya industri perbankan nasional, termasuk
bank pembiayaan
rakyat syariah, yang kuat, sehat, dan
memiliki daya saing agar mampu melayani masyarakat, terutama
usaha mikro dan kecil.
|
bahwa
untuk meningkatkan peran industri bank
pembiayaan
rakyat syariah,
diperlukan upaya memperkuat kelembagaan melalui penguatan
permodalan sejak awal pendirian agar selaras dengan kebijakan
untuk mendorong konsolidasi, penataan kelembagaan dan
peningkatan komitmen pemilik, peningkatan kualitas dan fungsi
pengurus, penguatan fungsi jaringan kantor, penyempurnaan
mekanisme pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham,
serta penyempurnaan prosedur dan mekanisme perizinan kelembagaan
agar lebih efektif dan efisien;
|
Sejalan
dengan tujuan meningkatkan peran dan fungsi perbankan nasional
secara menyeluruh agar tercipta kestabilan sistem keuangan,
kelembagaan industri BPRS perlu diperkuat, antara lain melalui
penguatan permodalan sejak awal pendirian yang sejalan dengan
upaya menciptakan konsolidasi industri. Peningkatan peran pemilik
BPRS melalui penataan kelembagaan dan komitmen juga dibutuhkan
untuk menjaga kesinambungan bisnis BPRS. Peningkatan peran
pengurus dan penguatan jaringan kantor di tengah tingginya
pemanfaatan teknologi diharapkan dapat memberikan layanan dengan
pendekatan secara langsung kepada masyarakat. Selain itu,
penyempurnaan mekanisme pencabutan izin usaha BPRS atas
permintaan pemegang saham diperlukan untuk memberikan kepastian
bagi penyelesaian kewajiban kepada nasabah dan masyarakat terkait
dengan upaya perlindungan konsumen. Keseluruhan upaya tersebut
akan dapat terwujud dengan baik melalui penyempurnaan persyaratan
dan prosedur serta perbaikan pada mekanisme dan tahapan perizinan
kelembagaan BPRS.
|
bahwa
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.03/2016 tentang
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dipandang sudah tidak sesuai
dengan perkembangan dinamika perbankan sehingga diperlukan
pembaruan pada sejumlah aspek ketentuan untuk dapat
mengakomodasi
peningkatan
daya saing dan kontribusi bank pembiayaan rakyat syariah;
|
Implementasi
dari peraturan yang perlaku saat ini perlu disempurnakan untuk
mewujudkan peningkatan daya saing dan kontribusi BPRS, bagi
perekonomian di daerah dan bagi industri perbankan nasional.
|
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf
c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah;
|
Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas, diperlukan pembaruan terhadap Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.03/2016 tentang Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
|
Mengingat:
|
|
Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4867);
|
|
Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253).
|
|
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
|
II.
PASAL DEMI PASAL
|
-
|
|
Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
|
|
Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disingkat BPRS adalah
bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
|
|
Bank
Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah bank syariah
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
|
|
Bank
Umum Konvensional yang selanjutnya disingkat BUK adalah bank
konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
|
|
Bank
Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR adalah bank
konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
|
|
Unit
Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah unit kerja
dari kantor pusat BUK yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
|
|
Jaringan
Kantor adalah kantor BPRS yang meliputi kantor cabang, kantor
kas, kegiatan pelayanan kas, dan perangkat perbankan elektronis.
|
|
Kantor
Cabang adalah kantor BPRS yang secara langsung bertanggung jawab
kepada kantor pusat BPRS, dengan alamat tempat usaha yang jelas
di mana Kantor Cabang tersebut melakukan usahanya.
|
|
Kantor
Kas adalah kantor BPRS yang melakukan pelayanan kas, tidak
termasuk pemberian pembiayaan dalam rangka membantu kantor
induknya, dengan alamat tempat usaha yang jelas di mana Kantor
Kas tersebut melakukan usahanya.
|
|
Kegiatan
Pelayanan Kas adalah kegiatan yang meliputi kas keliling, titik
pembayaran, dan kegiatan layanan dengan menggunakan perangkat
perbankan elektronis.
|
|
Kas
Keliling adalah Kegiatan Pelayanan Kas dalam rangka melayani
masyarakat secara berpindah-pindah dengan menggunakan alat
transportasi atau pada lokasi tertentu secara tidak permanen.
|
|
Titik
Pembayaran adalah Kegiatan Pelayanan Kas untuk melayani
masyarakat dalam bentuk pelayanan pembayaran atau penerimaan
pembayaran melalui perjanjian antara BPRS dengan pihak lain pada
suatu lokasi tertentu.
|
|
Perangkat
Perbankan Elektronis yang selanjutnya disingkat PPE adalah
kegiatan pelayanan perbankan untuk melayani masyarakat yang
dilakukan dengan menggunakan sarana mesin elektronis namun tidak
termasuk penyediaan instrumen giral, yang berlokasi baik di
dalam maupun di luar kantor BPRS.
|
|
Prinsip
Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan
syariah berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional – Majelis Ulama Indonesia
|
|
Rapat
Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat dengan RUPS
adalah rapat umum pemegang saham bagi BPRS berbentuk badan hukum
perseroan terbatas.
|
|
Pemegang
Saham Pengendali yang selanjutnya disingkat PSP adalah badan
hukum, orang perseorangan, dan/atau kelompok usaha yang memiliki
saham perusahaan atau BPRS sebesar 25% (dua puluh lima persen)
atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak
suara, atau memiliki saham perusahaan atau BPRS kurang dari 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan
mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat dibuktikan
telah melakukan pengendalian perusahaan atau BPRS, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
|
|
Direksi
adalah Direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
|
|
Dewan
Komisaris adalah Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
|
|
Dewan
Pengawas Syariah yang selanjutnya disingkat DPS adalah dewan
yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta
mengawasi kegiatan BPRS agar sesuai dengan Prinsip Xxxxxxx.
|
|
Pejabat
Eksekutif adalah pejabat BPRS yang bertanggung jawab langsung
kepada anggota Direksi atau mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kebijakan dan/atau operasional BPRS.
|
|
Hari
Kerja adalah hari kerja Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
BAB
II
PENDIRIAN
BPRS
|
|
|
|
Pendirian
BPRS dapat berasal dari:
|
|
permohonan
oleh calon PSP;
|
|
perubahan
izin usaha BUS menjadi izin usaha BPRS;
|
|
perubahan
izin usaha BUK menjadi izin usaha BPRS;
|
|
pendirian
BPRS hasil perubahan izin usaha UUS;
|
|
perubahan
izin usaha BPR menjadi izin usaha BPRS dilaksanakan sesuai
dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perubahan
Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah; atau
|
|
perubahan
izin usaha lembaga keuangan mikro syariah menjadi izin usaha
BPRS dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
tentang transformasi lembaga keuangan mikro konvensional menjadi
bank perkreditan rakyat dan lembaga keuangan mikro syariah
menjadi bank pembiayaan rakyat syariah.
|
|
BPRS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kegiatan usaha
setelah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
|
|
BPRS
hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
|
|
warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh
pemiliknya warga negara Indonesia;
|
Yang
dimaksud dengan “badan hukum Indonesia” adalah badan hukum
Indonesia yang dicatat di kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia
dan/atau diatur berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagai badan hukum.
|
pemerintah
daerah; atau
|
Yang
dimaksud dengan “pemerintah daerah” adalah pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten dan/atau pemerintah daerah
kota sesuai dengan undang-undang mengenai pemerintah daerah.
|
dua
pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
|
|
Dalam
hal badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diajukan sebagai calon PSP, badan hukum dimaksud harus
telah beroperasi dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kemampuan
dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
|
Sebagai
salah satu dokumen persyaratan, calon PSP berbadan hukum
menyampaikan laporan keuangan terkini dalam jangka waktu sesuai
dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan,
sebelum tanggal surat permohonan.
|
Berdasarkan
pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan dapat menetapkan
jangka waktu operasional badan hukum yang berbeda sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
|
Yang
dimaksud dengan “pertimbangan tertentu” antara lain
didasarkan pada faktor ekonomi dan sosiologis wilayah tertentu
serta kelangsungan bisnis BPRS.
|
|
|
|
|
BPRS
harus berbadan hukum Perseroan Terbatas.
|
|
|
|
|
|
BPRS
harus memiliki anggaran dasar yang memenuhi:
|
|
persyaratan
anggaran dasar sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan; dan
|
|
memuat
pernyataan untuk:
|
|
penambahan
modal disetor yang mengakibatkan perubahan PSP;
|
Perubahan
PSP termasuk:
Penggantian
PSP; dan/atau
Penambahan
PSP.
|
perubahan
kepemilikan saham yang mengakibatkan perubahan PSP; dan
|
|
pengangkatan
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris,
|
|
berlaku
setelah mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
BPRS
yang belum memenuhi ketentuan mengenai muatan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyesuaikan cakupan
anggaran dasar pada saat RUPS yang dilaksanakan pertama kali
setelah berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
|
|
|
|
|
|
Modal
disetor dalam rangka pendirian BPRS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf a ditetapkan paling sedikit:
|
Pembagian
zona sebagaimana dimaksud ditentukan berdasarkan potensi ekonomi
wilayah dan tingkat persaingan lembaga keuangan di wilayah yang
bersangkutan.
|
Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah), bagi BPRS yang didirikan di zona 1;
|
|
Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah), bagi BPRS yang didirikan di zona 2;
dan
|
|
Rp25.000.000.000,00
(dua puluh lima miliar), bagi BPRS yang didirikan di zona 3.
|
|
Dengan
pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang
menetapkan jumlah modal disetor BPRS yang lebih tinggi dari pada
jumlah modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
Penetapan
jumlah modal disetor yang lebih tinggi didasarkan pada
pertimbangan, antara lain:
perkembangan
perekonomian daerah yang berbeda dalam kelompok zona yang sama;
perubahan
jumlah dan kinerja lembaga jasa keuangan;
kelangsungan
pengembangan kegiatan usaha BPRS ke depan yang berdampak pada
perubahan kebutuhan biaya operasional; dan/atau
penyelarasan
dengan kebijakan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
|
Modal
disetor pendirian BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
digunakan untuk modal kerja paling sedikit 50% (lima puluh
persen).
|
Yang
dimaksud dengan “modal kerja” adalah seluruh aset lancar
antara lain kas, pembiayaan yang diberikan, penempatan dana antar
bank, dan surat berharga, namun tidak termasuk biaya pendirian
dan praoperasional BPRS. Pemenuhan persentase penggunaan modal
kerja sebesar 50% (lima puluh persen) ditujukan pada awal
pendirian BPRS.
|
Pembagian
zona pendirian BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan berdasarkan potensi ekonomi dan tingkat persaingan
lembaga keuangan di wilayah provinsi yang bersangkutan,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Bagian A yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
ini.
|
Zona
1 menunjukkan zona dengan potensi ekonomi yang paling tinggi dan
tingkat persaingan lembaga jasa keuangan yang paling ketat,
sedangkan zona 3 menunjukkan zona dengan potensi ekonomi yang
paling rendah dan tingkat persaingan lembaga jasa keuangan yang
paling longgar.
|
|
|
|
|
Modal
disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) atau ayat
(2) harus ditempatkan dalam bentuk deposito pada BUS dan/atau
UUS di Indonesia atau BPRS lain
atas nama “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. nama
calon pemegang saham dan/atau PSP
BPRS” dengan keterangan untuk pendirian BPRS dan pencairannya
hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan.
|
Contoh
penulisan keterangan atas setoran modal pada bilyet deposito
adalah “Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. Sdr. ‘A’
dengan keterangan untuk pendirian PT BPRS ‘XZY’’ dan
pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan.
Bilyet
deposito yang tidak dapat memuat keterangan mengenai tujuan
pembukaan deposito dan persetujuan pencairan deposito, dilengkapi
dengan surat terpisah yang memuat keterangan mengenai tujuan
pembukaan deposito dan tujuan pencairan deposito yang
ditandatangani oleh pejabat bank umum atau BPRS lain yang
berwenang di bank tempat deposito tersebut disetorkan.
|
Penempatan
modal disetor dalam bentuk deposito sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara penuh sebesar jumlah modal disetor
yang dipersyaratkan sesuai zona pada saat pengajuan permohonan
persetujuan prinsip pendirian BPRS.
|
Contoh:
Calon
PSP yang akan mendirikan BPRS pada zona 3 dengan persyaratan
modal disetor Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah)
harus menempatkan modal disetor dalam bentuk deposito sebesar
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) pada saat
pengajuan permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS.
|
|
|
|
|
BPRS
yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 5 ayat
(2) dan/atau
Pasal 6 ayat (3)
dikenai sanksi administratif berupa
teguran tertulis.
|
|
Dalam
hal BPRS yang tidak memenuhi
ketentuan dan telah dikenai sanksi
administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPRS dapat dikenai sanksi administratif berupa
penurunan
tingkat kesehatan BPRS.
|
|
|
|
BAB
III
PERIZINAN
PENDIRIAN BPRS
|
|
Bagian
Kesatu
Permohonan
Pendirian BPRS
|
|
|
|
Pendirian
BPRS oleh calon PSP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) huruf a dilakukan dalam 2 (dua) tahap:
|
|
Persetujuan
prinsip; dan
|
Yang
dimaksud dengan “persetujuan prinsip” adalah persetujuan
untuk melakukan persiapan pendirian.
|
Izin
usaha.
|
Yang
dimaksud dengan “izin usaha” adalah izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan usaha BPRS setelah persiapan persiapan
pendirian telah selesai dilakukan.
|
Paragraf
1
Persetujuan
Prinsip
|
|
|
|
Permohonan
untuk memperoleh persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a diajukan paling sedikit oleh 1 (satu) orang
calon PSP kepada Otoritas Jasa Keuangan.
|
Penyampaian
kepada Otoritas Jasa Keuangan ditujukan kepada Kepala Eksekutif
Pengawas Perbankan u.p. Direktur Direktorat Pengaturan dan
Perizinan Perbankan Syariah dengan tembusan kepada Kepala
Otoritas Jasa Keuangan Regional atau Kepala Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan lokasi tempat kedudukan BPRS.
|
Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Bagian B yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini.
|
|
Dalam
hal Pemerintah Daerah merupakan calon pemegang saham BPRS, surat
pernyataan dari calon pemegang saham dapat digantikan dengan
surat keputusan kepala daerah yang memuat pernyataan bahwa
sumber dana setoran modal telah dianggarkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dan telah disahkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
|
|
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan persetujuan prinsip paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen
yang dipersyaratkan diterima secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak termasuk waktu yang
diberikan kepada pemohon untuk melengkapi,
memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang
dipersyaratkan dalam pengajuan
persetujuan prinsip.
|
|
Dalam
memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap
pemenuhan persyaratan, meliputi:
|
|
penilaian
terhadap analisis potensi dan kelayakan;
|
|
penilaian
kemampuan dan kepatutan;
|
Penilaian
kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP, calon anggota
Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan wawancara terhadap
calon anggota DPS.
|
penelitian
sumber dana setoran modal; dan
|
|
penelitian
terhadap kinerja keuangan dan pemenuhan ketentuan pada BPRS
dan/atau lembaga jasa keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP
BPRS.
|
Yang
dimaksud dengan “penelitian terhadap kinerja keuangan dan
pemenuhan ketentuan pada BPRS dan/atau lembaga jasa keuangan lain
yang dimiliki oleh calon PSP” antara lain:
tidak
dalam keadaan rugi yaitu tidak dalam kondisi yang mencerminkan
kecenderungan meningkatnya kerugian yang dialami perusahaan baik
pada tahun berjalan maupun kumulatif tahun-tahun sebelumnya yang
disebabkan oleh permasalahan struktural atau
kegiatan
usaha utama perusahaan;
memiliki
rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang sehat
mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi masing-masing
lembaga jasa keuangan; dan
tidak
memiliki pelanggaran ketentuan yang mengakibatkan BPRS dan/atau
lembaga jasa keuangan lain berpotensi mengalami kerugian
berdasarkan ketentuan yang mengatur bagi masing-masing Lembaga
jasa keuangan.
|
Selain
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pihak yang
mengajukan permohonan pendirian BPRS harus melakukan presentasi
atau pemaparan kepada Otoritas Jasa Keuangan mengenai rencana
dan strategi pengembangan BPRS.
|
Rencana
dan strategi pengembangan BPRS yang dijelaskan dalam presentasi
atau pemaparan, antara lain:
tujuan
dan alasan pendirian BPRS;
analisis
potensi dan kelayakan; dan
sumber
dana dan kemampuan keuangan untuk memelihara solvabilitas dan
pertumbuhan BPRS.
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan berdasarkan permohonan yang disampaikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
|
Yang
dimaksud “penelitian terhadap kelengkapan dokumen persyaratan”
adalah melakukan penelitian sesuai daftar periksa, termasuk
informasi terkini dari daftar tidak lulus, daftar terduga teroris
dan organisasi teroris, daftar pendanaan proliferasi senjata
pemusnah massal, dan daftar pembiayaan macet dari pemegang saham,
PSP, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris serta anggota
DPS.
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada calon PSP untuk melengkapi
kekurangan dokumen dan menyampaikan kembali kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan
|
Pemberitahuan
dapat dilakukan secara elektronik atau tertulis.
|
Dalam
hal calon PSP tidak melengkapi, memperbaiki, dan/atau
memperbarui kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), calon PSP dianggap membatalkan
permohonan persetujuan prinsip.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan persetujuan prinsip yang disampaikan
dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan
kepada calon PSP bahwa dokumen telah lengkap dan proses
persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) mulai berjalan
terhitung sejak tanggal pemberitahuan.
|
|
|
|
Dalam
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan atau perbaikan dokumen kepada calon PSP.
|
|
Tambahan
dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 30 (tiga
puluh) Hari Kerja sejak tanggal pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
|
|
Dalam
hal calon PSP tidak menyampaikan tambahan dan/atau perbaikan
dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS ditolak.
|
|
|
|
Persetujuan
prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) berlaku
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal
persetujuan prinsip diberikan dan tidak dapat diperpanjang.
|
Contoh:
Jika
persetujuan prinsip diberikan pada tanggal 1 Desember 2022 maka
jangka waktu persetujuan prinsip berakhir pada tanggal 30
November 2023.
|
Calon
PSP yang telah memperoleh persetujuan prinsip dilarang melakukan
kegiatan usaha sebagai BPRS sebelum mendapatkan izin usaha.
|
|
Apabila
sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
calon PSP yang telah mendapat persetujuan prinsip tidak
mengajukan permohonan izin usaha kepada Otoritas Jasa Keuangan,
persetujuan prinsip yang telah diberikan batal dan tidak
berlaku.
|
|
Paragraf
2
Izin
Usaha
|
|
|
|
Permohonan
untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf b diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan disertai dengan
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Bagian E
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini.
|
Penyampaian
kepada Otoritas Jasa Keuangan ditujukan kepada Kepala Eksekutif
Pengawas Perbankan u.p. Direktur Direktorat Pengaturan dan
Perizinan Perbankan Syariah dengan tembusan kepada Kantor
Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan lokasi
tempat kedudukan BPRS.
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memproses permohonan dan memberikan persetujuan
atau penolakan atas permohonan izin usaha paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BPRS untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
izin usaha.
|
|
Dalam
memberikan persetujuan
atau penolakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan
penelitian terhadap pemenuhan
persyaratan, meliputi:
|
|
penilaian
kemampuan dan kepatutan, jika terjadi perubahan;
|
Penilaian
kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP, calon anggota
Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan wawancara terhadap
calon anggota DPS, hal terdapat penggantian atas calon yang
diajukan sebelumnya.
|
kesiapan
operasional; dan
|
|
penelitian
terhadap kinerja keuangan dan pemenuhan ketentuan pada BPRS
dan/atau lembaga jasa keuangan lain yang dimiliki oleh calon
PSP.
|
Yang
dimaksud dengan “penelitian terhadap kinerja keuangan dan
pemenuhan ketentuan pada BPRS dan/atau lembaga jasa keuangan lain
yang dimiliki oleh calon PSP” antara lain mencakup:
tidak
dalam keadaan rugi yaitu tidak dalam kondisi yang mencerminkan
kecenderungan meningkatnya kerugian yang dialami perusahaan baik
pada tahun berjalan maupun kumulatif tahun-tahun sebelumnya yang
disebabkan oleh permasalahan struktural atau kegiatan usaha
utama perusahaan;
memiliki
rasio permodalan, likuiditas, dan rentabilitas yang sehat
mengacu pada standar penilaian yang berlaku bagi masing-masing
lembaga jasa keuangan; dan
tidak
memiliki pelanggaran ketentuan yang mengakibatkan BPRS dan/atau
lembaga jasa keuangan lain berpotensi mengalami kerugian
berdasarkan ketentuan yang mengatur bagi masing-masing Lembaga
jasa keuangan.
|
|
|
OJK
melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen persyaratan
berdasarkan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15.
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap
kelengkapan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan dokumen
dan menyampaikan kembali kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan
dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak dapat melengkapi,
memperbaiki, dan/atau memperbarui kekurangan
dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), permohonan izin
usaha dinyatakan ditolak
dan persetujuan prinsip yang telah diberikan oleh Otoritas Jasa
Keuangan batal dan tidak berlaku.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan izin usaha yang disampaikan dinilai telah
lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS bahwa
dokumen telah lengkap dan proses pemberian persetujuan atau
penolakan atas permohonan izin usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) mulai
berjalan terhitung sejak tanggal pemberitahuan.
|
|
|
|
Dalam
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan dan/atau perbaikan dokumen yang disampaikan
melalui pemberitahuan kepada BPRS.
|
|
Tambahan
dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak menyampaikan tambahan dan/atau perbaikan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan
izin usaha dinyatakan ditolak dan persetujuan prinsip yang telah
diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan batal dan dinyatakan tidak
berlaku.
|
|
|
|
BPRS
yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas
Jasa Keuangan wajib melakukan kegiatan usaha paling lambat 40
(empat puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal izin usaha
diterbitkan.
|
|
Kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan
dalam menjalankan fungsi intermediasi bank berupa penghimpunan
dana dan penyaluran dana.
|
Yang
dimaksud dengan “penghimpunan dan penyaluran dana”
adalah
melakukan:
penghimpunan
dana yang berasal dari masyarakat dan/atau pemilik BPRS atau
pihak terkait; dan
penyaluran
dana kepada masyarakat selain pemilik BPRS dan/atau pihak
terkait.
|
BPRS
wajib melaporkan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh)
hari kerja sejak tanggal pelaksanaan kegiatan usaha
dengan menggunakan contoh surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran Bagian F
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak
melakukan kegiatan usaha dalam batas waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), izin usaha BPRS yang
telah diberikan batal
dan tidak berlaku.
|
|
Dalam
hal BPRS memenuhi
kriteria:
|
|
tidak
aktif melakukan
kegiatan usaha berupa penghimpunan dan penyaluran dana; dan
|
Pemenuhan
kriteria tidak aktif melakukan kegiatan usaha antara lain
ditunjukkan pada laporan keuangan BPRS sesuai dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai pelaporan bank perkreditan rakyat
dan bank pembiayaan rakyat syariah melalui sistem pelaporan
otoritas jasa keuangan.
|
tidak
memberikan layanan perbankan pada
hari dan jam
kerja operasional
BPRS
|
|
dinyatakan
tidak melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(4).
|
|
|
|
BPRS
yang telah mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan wajib
mencantumkan secara jelas frasa “Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah” atau “BPR Syariah” atau “BPRS” pada penulisan
namanya.
|
Contoh:
PT
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah “ABC”;
PT
BPR Syariah “ABC”;
PT
BPRS “ABC”;
Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah “ABC”;
BPR
Syariah “ABC”;
BPRS
“ABC
|
Bagian
Kedua
Perubahan
Izin Usaha BUS Menjadi Izin Usaha BPRS
|
|
|
|
Pendirian
BPRS yang berasal dari perubahan izin usaha BUS menjadi izin
usaha BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b
dapat dilakukan berdasarkan:
|
|
inisiatif
dari BUS; atau
|
|
keputusan
Otoritas Jasa Keuangan
|
|
Pemberian
izin usaha BPRS yang berasal dari perubahan izin usaha BUS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan
izin usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan
|
Yang
dimaksud dengan “bersamaan” adalah pencabutan izin usaha BUS
dilakukan pada tanggal yang sama dengan pemberian
izin
usaha BPRS.
|
BUS
yang telah memperoleh izin usaha sebagai BPRS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menyesuaikan seluruh bentuk dan
kegiatan usaha menjadi BPRS dalam batas waktu paling lambat 1
(satu) tahun terhitung sejak tanggal izin usaha BPRS diterbitkan
|
Contoh:
BUS
yang memperoleh izin usaha sebagai BPRS pada tanggal 2 Januari
2023 wajib menyesuaikan bentuk dan kegiatan usaha menjadi BPRS
paling lambat tanggal 1 Januari 2024.
Selama
masa transisi, BPRS hasil perubahan izin usaha mencantumkan nama
BUS sebelum perubahan izin usaha setelah penulisan nama BPRS.
Contoh:
PT
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Xxx Xxxxxxxxx Sentosa
(d.h.
PT Bank Syariah Xxx Xxxxxxxxx Sentosa)
|
Dalam
hal berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan penyesuaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan dalam
batas waktu 1 (satu) tahun, Otoritas Jasa Keuangan dapat
menetapkan batas waktu yang berbeda berdasarkan pertimbangan
tertentu.
|
Dalam
menetapkan jangka waktu yang berbeda tersebut Otoritas Jasa
Keuangan akan mempertimbangkan antara lain tingkat kompleksitas
dari proses penghentian kegiatan usaha BUS yang tidak
diperkenankan bagi BPRS dan/atau penyesuaian jenis dan wilayah
jaringan kantor, serta realisasi dari pelaksanaan rencana tindak
yang dilakukan dan disampaikan oleh BUS kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
|
Paragraf
1
Perubahan
Izin Usaha Berdasarkan Inisiatif dari BUS
|
|
|
|
Permohonan
untuk memperoleh izin usaha sebagai BPRS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a diajukan oleh BUS kepada Otoritas
Jasa Keuangan, disertai dengan dokumen persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran Bagian G yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
Penyampaian
kepada Otoritas Jasa Keuangan ditujukan kepada Kepala Eksekutif
Pengawas Perbankan u.p. Direktur Direktorat Pengaturan dan
Perizinan Perbankan Syariah dengan tembusan kepada Departemen
Pengawasan Bank, Kantor Regional, atau Kantor Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan lokasi tempat kedudukan BUS.
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan perubahan izin usaha BUS menjadi izin usaha BPRS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BUS untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
perubahan izin usaha BUS menjadi izin usaha BPRS.
|
|
Dalam
rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian
terhadap kebenaran pemenuhan persyaratan yang meliputi:
penilaian
terhadap dokumen persiapan dan rencana tindak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22; dan
penilaian
kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi dan calon
anggota Dewan Komisaris sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak
utama lembaga jasa keuangan.
wawancara
calon DPS.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, BUS wajib
melengkapi dan menyampaikan kekurangan dokumen dimaksud paling
lambat 20 (dua puluh) Hari Kerja sejak tanggal pemberitahuan
dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan perubahan izin usaha BUS menjadi izin
usaha BPRS yang disampaikan dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BUS bahwa dokumen telah lengkap
dan proses persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan
izin usaha BUS menjadi izin usaha BPRS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1) mulai berjalan terhitung sejak tanggal
pemberitahuan.
|
|
|
|
Dalam
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan dan/atau perbaikan dokumen yang disampaikan
melalui pemberitahuan kepada BUS.
|
|
Tambahan
dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk perbaikan rencana tindak berdasarkan penilaian Otoritas
Jasa Keuangan terhadap penyusunan langkah, tahapan, dan/atau
batas waktu penyesuaian bentuk dan kegiatan usaha yang tidak
dapat diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.
|
|
BUS
harus menyampaikan tambahan dan/atau perbaikan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 20 (dua puluh) Hari Kerja sejak tanggal
pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
|
|
Dalam
hal BUS memenuhi seluruh kelengkapan dokumen persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan pemenuhan persyaratan
berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,
Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha BUS dan memberikan
izin usaha sebagai BPRS.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUS wajib melaksanakan rencana
tindak yang telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dalam batas waktu paling
lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal izin usaha BPRS
diterbitkan, berupa:
|
Rencana
tindak mengenai perubahan status perusahaan terbuka menjadi
perseroan yang tertutup dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di sektor pasar modal.
|
perubahan
anggaran dasar dan status kepemilikan termasuk perubahan status
perseroan terbuka menjadi perseroan yang tertutup;
|
|
penghentian
kegiatan usaha BUS yang tidak diperkenankan bagi BPRS, kecuali
untuk penyelesaian hak dan kewajiban; dan
|
|
penyesuaian
jenis dan wilayah jaringan kantor BUS yang tidak diperkenankan
bagi BPRS.
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUS wajib menyampaikan laporan
realisasi rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Otoritas Jasa Keuangan setiap bulan paling lambat pada
tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya.
|
|
Dalam
hal berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap
laporan realisasi pelaksanaan rencana tindak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Otoritas Jasa Keuangan dapat menetapkan
batas waktu yang berbeda berdasarkan pertimbangan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4).
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUS
wajib menyelenggarakan
rapat umum pemegang saham untuk
mengubah anggaran dasar terkait
penyesuaian bentuk dan kegiatan
usaha BUS
menjadi BPRS
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) huruf a paling lambat 2 (dua) bulan
sejak tanggal izin usaha dari Otoritas
Jasa Keuangan diterbitkan.
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUS
wajib menyampaikan
dokumen kepada Otoritas
Jasa Keuangan:
|
|
perubahan
anggaran dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
|
|
persetujuan
perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada huruf a
kepada instansi yang berwenang,
|
|
paling
lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal surat persetujuan
perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang.
|
|
Pencabutan
izin usaha sebagai BUS
dan pemberian izin usaha
sebagai BPRS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
berlaku sejak tanggal persetujuan
instansi yang berwenang
atau tanggal yang ditetapkan dalam
persetujuan instansi yang berwenang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUS
wajib mengumumkan
kepada masyarakat dan seluruh nasabah
mengenai perubahan izin usaha paling
lambat 10 (sepuluh) Hari
Kerja sejak tanggal izin usaha sebagai BPRS
berlaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3).
|
Pengumuman
perubahan izin usaha dilakukan melalui:
pengumuman
tertulis di seluruh jaringan kantor pada tempat yang strategis;
media
surat kabar yang memiliki peredaran nasional dan daerah provinsi
lokasi jaringan kantor BPRS hasil perubahan izin usaha dari BUS
berada; dan
media
daring antara lain situs web dan/atau media social BPRs hasil
perubahan izin usaha dari BUS.
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUS wajib menyampaikan bukti
pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak
tanggal pengumuman.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUS
wajib menghentikan kegiatan usaha sebagai BUS
dan menyesuaikan jenis dan wilayah jaringan kantor BUS yang
tidak diperkenankan bagi BPRS sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Bagian G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
|
|
Pelaksanaan
penyesuaian kegiatan usaha dan jaringan kantor BPRS diuraikan
lebih lanjut sebagaimana tercantum dalam Lampiran Bagian J yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUS wajib menyampaikan laporan
seluruh realisasi pelaksanaan rencana tindak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) paling lambat 1 (satu) bulan
sejak berakhirnya batas waktu penyesuaian seluruh bentuk dan
kegiatan usaha menjadi BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (3).
|
|
Dalam
hal jangka waktu penyesuaian bentuk dan kegiatan usaha menjadi
BPRS ditetapkan berbeda, BPRS hasil perubahan izin usaha dari
BUS wajib menyampaikan laporan seluruh realisasi pelaksanaan
rencana tindak paling lambat 1 (satu) bulan sejak berakhirnya
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3).
|
|
Paragraf
2
Perubahan
Izin Usaha Berdasarkan
Keputusan
Otoritas Jasa Keuangan
|
|
|
|
Perubahan
izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b
ditetapkan dalam keputusan Otoritas Jasa Keuangan yang
diberitahukan kepada BUS.
|
Salinan
keputusan Otoritas Jasa Keuangan ditembuskan kepada pihak yang
berkepentingan, antara lain:
Bank
Indonesia; dan
Lembaga
Penjamin Simpanan.
|
Keputusan
perubahan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah Otoritas Jasa Keuangan mengenakan sanksi
administratif dan penetapan kewajiban untuk menyesuaikan bentuk
dan kegiatan usaha sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai konsolidasi bank umum dan/atau Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai perintah tertulis untuk
penanganan permasalahan bank.
|
|
|
|
BUS
yang ditetapkan menjadi BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (1) wajib menyampaikan rencana tindak penyesuaian seluruh
bentuk dan kegiatan usaha menjadi BPRS kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak
diterbitkannya keputusan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
pencabutan izin usaha BUS dan pemberian izin usaha sebagai BPRS.
|
|
|
|
Ketentuan
mengenai pelaksanaan rencana tindak dan tindak lanjut perubahan
izin usaha dari BUS menjadi izin usaha BPRS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 31 berlaku secara mutatis
mutandis terhadap BUS yang ditetapkan menjadi BPRS berdasarkan
keputusan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Bagian
Ketiga
Perubahan
Izin Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Izin Usaha BPRS
|
|
|
|
Pendirian
BPRS yang berasal dari perubahan izin usaha BUK menjadi izin
usaha BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c
dapat dilakukan berdasarkan atas inisiatif dari BUK.
|
|
Pemberian
izin usaha BPRS yang berasal dari perubahan izin usaha BUK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan
pencabutan izin usaha BUK oleh Otoritas Jasa Keuangan
|
Yang
dimaksud dengan “bersamaan” adalah pencabutan izin usaha BUK
dilakukan pada tanggal yang sama dengan pemberian izin usaha
BPRS.
Hal
ini termasuk perubahan izin usaha BUK menjadi izin usaha BPRS
dilakukan dalam satu kesatuan proses yang termasuk proses
konversi.
|
BUK
yang telah memperoleh izin usaha sebagai BPRS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menyesuaikan seluruh bentuk dan
kegiatan usaha menjadi BPRS dalam batas waktu paling lambat 1
(satu) tahun terhitung sejak tanggal izin usaha BPRS
diterbitkan.
|
|
Dalam
hal berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan penyesuaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan dalam
batas waktu 1 (satu) tahun, Otoritas Jasa Keuangan dapat
menetapkan batas waktu yang berbeda berdasarkan pertimbangan
tertentu.
|
|
|
|
Permohonan
untuk memperoleh izin usaha sebagai BPRS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 diajukan oleh BUK kepada Otoritas Jasa Keuangan,
disertai dengan dokumen persyaratan yang termasuk dokumen
persyaratan konversi dan rencana tindak sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran Bagian G yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
|
Penyampaian
kepada Otoritas Jasa Keuangan ditujukan kepada Kepala Eksekutif
Pengawas Perbankan u.p. Direktur Direktorat Pengaturan dan
Perizinan Perbankan Syariah dengan tembusan kepada Kepala
Departemen Pengawasan Bank, Kepala Otoritas Jasa Keuangan
Regional, atau Kepala Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan lokasi
tempat kedudukan BUK.
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan perubahan izin usaha BUK menjadi izin usaha BPRS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BUK untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
perubahan izin usaha BUK menjadi izin usaha BPRS.
|
|
Dalam
rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan
penelitian terhadap kebenaran pemenuhan persyaratan yang
meliputi:
penilaian
terhadap dokumen persiapan dan rencana tindak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36; dan
penilaian
kemampuan dan kepatutan bagi calon anggota Direksi, calon
anggota Dewan Komisaris, sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak
utama lembaga jasa keuangan; dan
hasil
wawancara DPS.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, BUK wajib
melengkapi dan menyampaikan kekurangan dokumen dimaksud paling
lambat 20 (dua puluh) Hari Kerja sejak tanggal pemberitahuan
dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan perubahan izin usaha BUK menjadi izin
usaha BPRS yang disampaikan dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BUK bahwa dokumen telah lengkap
dan proses persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan
izin usaha BUK menjadi izin usaha BPRS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) mulai berjalan terhitung sejak tanggal
pemberitahuan.
|
|
|
|
Dalam
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3), Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan dan/atau perbaikan dokumen yang disampaikan
melalui pemberitahuan kepada BUK.
|
|
Tambahan
dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk perbaikan rencana tindak berdasarkan penilaian Otoritas
Jasa Keuangan terhadap penyusunan langkah, tahapan, dan/atau
batas waktu penyesuaian bentuk dan kegiatan usaha yang tidak
dapat diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.
|
|
BUK
wajib menyampaikan tambahan dan/atau perbaikan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 20 (dua puluh) Hari Kerja sejak tanggal
pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
|
|
Dalam
hal BUK memenuhi seluruh kelengkapan dokumen persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan pemenuhan persyaratan
berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39,
Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha BUK dan memberikan
izin usaha sebagai BPRS.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUK wajib melaksanakan rencana
tindak yang telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dalam batas waktu paling
lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal izin usaha BPRS
diterbitkan, berupa:
perubahan
anggaran dasar dan status kepemilikan termasuk perubahan status
perseroan terbuka menjadi perseroan yang tertutup;
penghentian
kegiatan usaha BUK
yang tidak diperkenankan bagi BPRS,
kecuali untuk penyelesaian hak dan
kewajiban; dan
penyesuaian
jenis dan wilayah jaringan kantor BUK
yang tidak diperkenankan bagi BPRS.
|
Huruf
a
Perubahan
status perusahaan terbuka menjadi perseroan yang tertutup
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
sektor pasar modal.
Huruf
b
BUK
yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menjadi BPRS
dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional, kecuali
dalam rangka penyelesaian hak dan kewajiban dari kegiatan usaha
secara konvensional.
Huruf
c
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUK wajib menyampaikan laporan
realisasi rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Otoritas Jasa Keuangan setiap bulan paling lambat pada
tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya.
|
|
Dalam
hal berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan terhadap
laporan realisasi pelaksanaan rencana tindak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Otoritas Jasa Keuangan dapat menetapkan
batas waktu yang berbeda berdasarkan pertimbangan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4).
|
|
Batas
waktu rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang dalam hal penyelesaian hak dan kewajiban dari
kegiatan usaha secara konvensional belum dapat diselesaikan yang
disebabkan oleh hal-hal yang tidak dapat dihindari (force
majeur) atau pertimbangan lain yang dapat diterima.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUK
wajib menyelenggarakan rapat umum pemegang saham untuk mengubah
anggaran dasar terkait penyesuaian bentuk dan kegiatan usaha BUK
menjadi BPRS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (1) huruf a paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal izin
usaha dari Otoritas Jasa Keuangan diterbitkan.
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUK
wajib menyampaikan
dokumen kepada Otoritas
Jasa Keuangan
perubahan
anggaran dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
persetujuan
perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada huruf a
kepada instansi yang berwenang,
paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan
perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang
|
|
Pencabutan
izin usaha sebagai BUK
dan pemberian izin usaha sebagai BPRS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
berlaku sejak tanggal persetujuan
instansi yang berwenang atau tanggal yang ditetapkan dalam
persetujuan instansi yang berwenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUK
wajib mengumumkan kepada masyarakat
dan seluruh nasabah mengenai perubahan izin usaha paling lambat
10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal izin usaha sebagai BPRS
berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (3).
|
Pengumuman
perubahan izin usaha dilakukan melalui:
pengumuman
tertulis di seluruh jaringan kantor pada tempat yang strategis;
media
surat kabar yang memiliki peredaran nasional dan daerah provinsi
lokasi jaringan kantor BPRS hasil perubahan izin usaha dari BUK
berada; dan
media
daring antara lain situs web dan/atau media sosial BPRS hasil
perubahan izin usaha dari BUK.
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUK
wajib menyampaikan bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10
(sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal pengumuman.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUK
wajib menghentikan kegiatan usaha sebagai BUK
dan menyesuaikan jenis dan wilayah jaringan kantor BUK yang
tidak diperkenankan bagi BPRS sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Bagian G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
Pelaksanaan
penyesuaian kegiatan usaha dan jaringan kantor BPRS diuraikan
lebih lanjut sebagaimana tercantum dalam Lampiran Bagian J yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUK wajib menyampaikan laporan
seluruh realisasi pelaksanaan rencana tindak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 paling lambat 1 (satu) bulan sejak
berakhirnya batas waktu penyesuaian seluruh bentuk dan kegiatan
usaha menjadi BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
|
|
Dalam
hal jangka waktu penyesuaian bentuk dan kegiatan usaha menjadi
BPRS ditetapkan berbeda, BPRS hasil perubahan izin usaha dari
BUK wajib menyampaikan laporan seluruh realisasi pelaksanaan
rencana tindak paling lambat 1 (satu) bulan sejak berakhirnya
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3).
|
|
Bagian
Keempat
Pendirian
BPRS Hasil Perubahan Izin Usaha UUS
|
|
|
|
Pendirian
BPRS yang berasal hasil perubahan izin
usaha UUS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d dapat
dilakukan berdasarkan inisiatif dari UUS.
|
Perubahan
izin usaha UUS menjadi izin usaha BPRS ialah pemisahan UUS dari
satu BUK menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
Pemberian
izin pendirian BPRS hasil perubahan
izin usaha UUS
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam 2 (dua)
tahap:
|
|
persetujuan
prinsip; dan
|
|
izin
usaha
|
|
Pemberian
izin usaha BPRS yang berasal dari pemisahan UUS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal pelaksanaan
kegiatan usaha BPRS hasil pemisahan UUS.
|
|
|
|
Permohonan
persetujuan prinsip pendirian BPRS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (2) huruf a disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS
dilaksanakan sesuai dengan persetujuan prinsip sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
Permohonan
persetujuan prinsip pendirian BPRS sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS kepada Otoritas
Jasa Keuangan dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran Bagian H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
Penyampaian
kepada Otoritas Jasa Keuangan ditujukan kepada Kepala Eksekutif
Pengawas Perbankan u.p. Direktur Direktorat Pengaturan dan
Perizinan Perbankan Syariah dengan tembusan kepada Kepala
Departemen Pengawasan Bank, Kepala Otoritas Jasa Regional, atau
Kepala Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan lokasi tempat
kedudukan UUS.
|
Dalam
hal diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta dokumen
dan/atau informasi tambahan dari BUK yang memiliki UUS.
|
|
|
|
Dokumen
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2)
disertai dengan rancangan pemisahan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Bagian H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
|
|
Persetujuan
atau penolakan Otoritas Jasa Keuangan atas permohonan
persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
|
|
BUK
yang memiliki UUS dan melakukan Pemisahan mengajukan permohonan
izin usaha BPRS hasil Pemisahan paling lambat 6 (enam) bulan
terhitung sejak tanggal persetujuan prinsip diberikan.
|
|
Apabila
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BUK yang
memiliki UUS dan telah mendapat persetujuan prinsip belum
mengajukan izin usaha BPRS hasil Pemisahan, persetujuan prinsip
yang telah diberikan batal dan menjadi tidak berlaku.
|
|
|
|
Permohonan
izin usaha BPRS hasil Pemisahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 huruf b diajukan oleh BUK yang memiliki UUS dilaksanakan
sesuai dengan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
|
|
Permohonan
izin usaha BPRS hasil Pemisahan sebagaimana pada ayat (1)
diajukan oleh BUK yang memiliki UUS dilampiri dokumen
sebagaimana terlampir di Lampiran bagian H bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
Dalam
hal diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta dokumen
dan/atau informasi tambahan dari BUK yang memiliki UUS
|
|
|
|
BPRS
hasil pemisahan UUS dapat sekaligus mengajukan untuk melakukan
sinergi perbankan dengan mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini.
|
Rencana
BPRS hasil pemisahan UUS untuk melakukan sinergi disampaikan
dalam cakupan rancangan pemisahan UUS.
|
|
|
Dalam
hal BUK yang memiliki UUS memenuhi seluruh kelengkapan dokumen
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Otoritas Jasa
Keuangan memberikan izin usaha sebagai BPRS.
|
|
Izin
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal
pelaksanaan kegiatan usaha BPRS hasil perubahan
izin usaha.
|
|
|
|
BPRS
hasil Pemisahan harus melaksanakan kegiatan usaha paling lambat
20 (dua puluh) Hari Kerja terhitung sejak tanggal diperolehnya
izin usaha BPRS hasil Pemisahan.
|
|
Apabila
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BPRS hasil
Pemisahan yang telah mendapat izin usaha belum melaksanakan
kegiatan usaha, izin usaha yang telah diberikan batal dan
menjadi tidak berlaku.
|
|
BPRS
hasil Pemisahan wajib melaporkan pelaksanaan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 7 (tujuh) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan
dengan melampirkan laporan keuangan BUS hasil Pemisahan
|
|
|
|
BUK
wajib mengajukan permohonan pencabutan izin usaha UUS kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 7 (tujuh) Hari Kerja
setelah hak dan kewajiban UUS dialihkan kepada BPRS.
|
Proses
pencabutan izin usaha UUS dilakukan bersamaan dengan proses
permohonan persetujuan perubahan izin usaha menjadi BPRS.
|
Permohonan
pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilampiri
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam lampiran bagian H
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pada Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari UUS
wajib menyampaikan
dokumen kepada Otoritas
Jasa Keuangan, meliputi persetujuan
perubahan
anggaran dasar kepada instansi yang berwenang paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan
perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang.
|
Yang
dimaksud dengan perubahan anggaran
dasar yaitu anggaran dasar pendirian
BPRS.
|
Pencabutan
izin usaha sebagai UUS dan
pemberian izin usaha sebagai BPRS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54
berlaku sejak tanggal persetujuan instansi yang berwenang atau
tanggal yang ditetapkan dalam persetujuan instansi yang
berwenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari UUS
wajib mengumumkan kepada masyarakat
dan seluruh nasabah mengenai perubahan izin usaha paling lambat
10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal izin usaha sebagai BPRS
berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
ayat (2).
|
Pengumuman
perubahan izin usaha dilakukan melalui:
pengumuman
tertulis di seluruh jaringan kantor pada tempat yang strategis;
media
surat kabar yang memiliki peredaran nasional dan daerah provinsi
lokasi jaringan kantor BPRS hasil perubahan izin usaha dari UUS
berada; dan
media
daring antara lain situs web dan/atau media sosial BPRS hasil
perubahan izin usaha dari UUS.
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari UUS
wajib menyampaikan bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10
(sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal pengumuman.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari UUS
wajib menghentikan kegiatan usaha sebagai UUS
dan menyesuaikan jenis dan wilayah jaringan kantor UUS yang
tidak diperkenankan bagi BPRS sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Bagian G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
Pelaksanaan
penyesuaian kegiatan usaha dan jaringan kantor BPRS diuraikan
lebih lanjut sebagaimana tercantum dalam Lampiran Bagian J yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini.
|
|
|
|
BPRS
hasil perubahan izin usaha dari BUS, BUK, atau hasil pemisahan
UUS dapat mencantumkan kata “Bank” di depan nama BPRS dan
wajib diikuti dengan bentuk badan hukum dan frasa “Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah” atau disingkat “BPRS”.
|
Kata
“Bank” di depan nama BPRS hasil perubahan izin usaha, bentuk
badan hukum, dan frasa “Bank Pembiayaan Rakyat Syariah” atau
disingkat “BPRS dicantumkan secara jelas, antara lain pada
papan nama, kop surat, sarana publikasi yang digunakan, buku
tabungan, bilyet deposito, dan warkat pembukuan.
Contoh:
Bank
Xxx Xxxxxxxxx Sentosa
PT
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Xxx Xxxxxxxxx Sentosa
|
|
|
BPRS
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (1),
Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal
41 ayat (1), Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (1), Pasal 42 ayat
(2), Pasal 43 ayat (1), Pasal 44 ayat (1), Pasal 55 ayat (1),
Pasal 56 ayat (1), Pasal 57 ayat (1), dan/atau Pasal 58 dikenai
sanksi administratif berupa teguran tertulis.
|
|
Dalam
hal BPRS telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPRS tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1),
Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), Pasal
31 ayat (2), Pasal 41 ayat (1), Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat
(1), Pasal 42 ayat (2), Pasal 43 ayat (1), Pasal 44 ayat (1),
Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 57 ayat (1),
dan/atau Pasal 58, dapat dikenai sanksi administratif berupa:
penurunan
tingkat kesehatan BPRS;
larangan
melakukan ekspansi kegiatan usaha dan/atau jaringan kantor;
penghentian
sementara sebagian kegiatan operasional BPRS; dan/atau
penundaan
hak menerima dividen bagi pemegang saham.
|
|
BUS
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (3), dan/atau Pasal 24 ayat (2), dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
|
|
Dalam
hal BUS telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), BUS yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), dan/atau Pasal 24 ayat (2),
dapat dikenai sanksi administratif berupa:
penurunan
tingkat kesehatan;
larangan
melakukan ekspansi kegiatan usaha
dan/atau
jaringan kantor; dan/atau
penghentian
sementara sebagian kegiatan operasional.
|
|
BUK
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (3), dan/atau
Pasal 54 ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa teguran
tertulis.
|
|
Dalam
hal BUK telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), BUS yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39
ayat (3), dan/atau Pasal 54 ayat (1) dapat dikenai sanksi
administratif berupa:
penurunan
tingkat kesehatan;
larangan
melakukan ekspansi kegiatan usaha
dan/atau
jaringan kantor; dan/atau
penghentian
sementara sebagian kegiatan operasional.
|
|
|
|
BPRS
yang terlambat menyampaikan laporan atau bukti pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), Pasal 27 ayat (2),
Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (2), Pasal 31 ayat (1), Pasal
33, Pasal 41 ayat (2), Pasal 43 ayat (1), pasal 45, Pasal 53
ayat (3), dan/atau Pasal 56 ayat (2) dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) per Hari Kerja dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah).
|
|
BPRS
yang telah dikenai sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tetap menyampaikan laporan atau
bukti pengumuman.
|
|
BUS
yang terlambat menyampaikan laporan atau bukti pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah) per Hari Kerja dan paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah).
|
|
BUS
yang telah dikenai sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tetap menyampaikan laporan atau
bukti pengumuman.
|
|
BAB
IV
KEPEMILIKAN
DAN PERUBAHAN MODAL BPRS
|
|
Bagian
Kesatu
Umum
|
|
|
|
Setiap
BPRS wajib memiliki paling sedikit 1 (satu) pemegang saham dengan
persentase kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua puluh lima
persen) sesuai dengan kriteria mengenai PSP sesuai dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan
kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
|
|
|
|
Pemilik
BPRS yang berbentuk badan
hukum Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b harus memenuhi persyaratan:
dinyatakan
sebagai badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan;
dan
memiliki
anggaran dasar yang mengatur mengenai
kepengurusan, permodalan atau
pendanaan, serta maksud dan tujuan
pendirian badan hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan mengenai badan hukum.
|
|
|
|
Kepemilikan
BPRS oleh
badan hukum wajib memenuhi:
bagi
badan hukum perseroan terbatas, perusahaan umum daerah,
perusahaan perseroan daerah, atau koperasi paling tinggi
sebesar modal sendiri bersih dan tidak melebihi jumlah yang
diperkenankan bagi badan hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan
bagi
badan hukum Indonesia lainnya paling tinggi sebesar jumlah yang
diperkenankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
Huruf
a
Yang
dimaksud dengan “modal sendiri bersih” bagi:
badan
hukum Perseroan Terbatas, Perumda, atau Perseroda adalah
penjumlahan dari modal disetor, cadangan dan laba, dikurangi
penyertaan dan kerugian;
badan
hukum koperasi adalah penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan
wajib, dana cadangan dan hibah dikurangi penyertaan dan
kerugian.
Penyertaan
yang dilakukan oleh badan hukum pemilik BPRS yaitu penanaman dana
dalam bentuk saham atau bentuk lain yang membuktikan kepemilikan
baik dalam rupiah maupun valuta asing pada suatu badan usaha
untuk tujuan
investasi
jangka panjang dan tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan.
Penyertaan
tersebut dapat dilakukan secara langsung atau melalui pasar
modal.
|
Perhitungan
kepemilikan dilakukan pada awal pendirian BPRS
dan pada saat dilakukan penambahan modal disetor oleh badan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
Dalam
melakukan perhitungan kepemilikan BPRS
sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
BPRS harus
menyampaikan laporan keuangan yang disusun oleh badan hukum
pemilik BPRS
pada saat melakukan penambahan modal disetor dengan posisi
laporan pada akhir bulan sebelumnya.
|
|
Dalam
hal badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
saham BPRS paling sedikit 25% (dua puluh lima persen), BPRS
wajib menyampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan laporan keuangan tahunan
yang disusun oleh badan hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
|
|
Kewajiban
penyampaian laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dilakukan BPRS
paling lambat akhir bulan Juni setelah tahun posisi laporan.
|
|
|
|
Sumber
dana untuk kepemilikan BPRS dilarang:
berasal
dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari
bank dan/atau pihak lain, kecuali berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau
berasal
dari dan untuk tujuan pencucian uang dan/atau pendanaan
terorisme maupun proliferasi senjata pemusnah massal.
|
|
|
|
Pemilik
BPRS dilarang menarik kembali modal yang telah disetor.
|
|
Dalam
hal pemilik bermaksud mengundurkan diri sebagai pemilik BPRS,
pemilik wajib:
mengalihkan
kepemilikan sahamnya kepada pihak lain sebagaimana diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini; atau
memenuhi
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama
lembaga jasa keuangan.
|
|
|
|
Pihak
yang menjadi Pemilik harus memenuhi persyaratan sebagai dimaksud
pada Lampiran bagian I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
Yang
dimaksud dengan “pemilik” adalah pemegang saham, PSP,
dan
PSP terakhir badan hukum pemilik BPRS.
|
Dalam
hal Otoritas Jasa Keuangan mendapatkan informasi bahwa pemegang
saham BPRS tidak memenuhi persyaratan:
Berakhlak
dan moral yang baik;
Tidak
termasuk dalam daftar tidak lulus, daftar terduga teroris dan
organisasi teroris, dan daftar pendanaan proliferasi senjata
pemusnah massal; dan/atau
Tidak
pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pemegang
saham, anggota Direksi, atau anggota Dewan Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan
pailit berdasarkan ketetapan pengadilan dalam waktu 5 (lima)
tahun terakhir sebelum dicalonkan,
pemegang
saham wajib mengalihkan seluruh kepemilikan saham dalam batas
waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal keputusan
Otoritas Jasa Keuangan yang menetapkan pemegang saham tidak
memenuhi persyaratan sebagai pemegang saham BPRS.
|
Informasi
terkait pemegang saham didapatkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
dari berbagai sumber, antara lain:
penelitian
atau pemeriksaan;
putusan
pengadilan; dan/atau
sumber
lain yang dapat diverifikasi kebenarannya
|
Pemegang
saham BPRS yang ditetapkan berdasarkan keputusan Otoritas Jasa
Keuangan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) maka:
tidak
diakui kepemilikan sahamnya; dan
tidak
diperhitungkan hak suaranya dalam kuorum RUPS,
sejak
tanggal keputusan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal pemegang saham BPRS tidak mengalihkan kepemilikan saham
sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pembayaran dividen ditangguhkan sampai dengan
pemegang saham BPRS mengalihkan kepemilikan saham.
|
|
Pihak
yang dapat menjadi PSP BPRS harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persyaratan kelayakan
keuangan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa
keuangan.
|
|
Dalam
hal pemilik BPRS berbentuk badan hukum, persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi pemilik, anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan pengurus dari badan hukum.
|
Yang
dimaksud dengan pemilik adalah PSP yang berlaku bagi badan hukum
berupa Perseroan Terbatas dan Perusahaan Daerah.
Yang
dimaksud dengan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris bagi
badan hukum selain perseroan terbatas adalah:
bagi
badan hukum koperasi, direksi adalah pengurus dan dewan
komisaris adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perkoperasian;
bagi
badan hukum perusahaan daerah, direksi adalah direksi dan dewan
komisaris adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perusahaan daerah;
bagi
badan hukum yayasan, direksi adalah pengurus dan dewan komisaris
adalah pembina sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai yayasan.
|
Persyaratan
bagi pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak berlaku
dalam hal pemilik
BPRS berbentuk badan hukum berupa Koperasi dan Yayasan.
|
|
|
|
Dalam
hal terdapat perubahan pemilik, anggota direksi, anggota dewan
komisaris, atau pengurus dari badan hukum pemilik BPRS, BPRS
wajib melaporkan perubahan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Laporan
mengenai perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan oleh BPRS paling lambat 1 (satu) bulan setelah
terjadinya perubahan.
|
|
Bagian
Kedua
Penambahan
Modal Disetor yang Mengakibatkan
Perubahan
PSP
|
|
|
|
BPRS
wajib mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan untuk
melakukan penambahan modal disetor yang mengakibatkan perubahan
PSP.
|
|
BPRS
yang melakukan penambahan modal disetor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus menempatkan modal disetor dalam bentuk
deposito pada bank umum Syariah di Indonesia, BPRS lain, atau
BPRS yang bersangkutan, kecuali yang bersumber dari dividen BPRS
yang bersangkutan.
|
|
Penambahan
modal disetor yang ditempatkan dalam bentuk deposito pada BPRS
yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
berlaku bagi BPRS yang tidak dalam status pengawasan khusus.
|
|
Tata
cara penambahan
modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
bentuk:
deposito
pada bank umum Syariah atau BPRS lain di Indonesia; dan/atau
deposito
pada BPRS yang bersangkutan,
sebagaimana
mengacu pada Lampiran Bagian I yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
|
|
BPRS
menyampaikan permohonan persetujuan penambahan
modal disetor yang mengakibatkan perubahan PSP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) disertai dengan bukti setoran
modal dan dokumen persyaratan tercantum dalam Lampiran Bagian K
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini.
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memproses permohonan dan memberikan persetujuan
atau penolakan atas permohonan
penambahan modal disetor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
paling lama 20 (dua puluh) Hari Kerja sejak permohonan berikut
dokumen yang dipersyaratkan diterima
secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BPRS untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
permohonan penambahan modal disetor yang mengakibatkan perubahan
PSP.
|
|
Dalam
memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap
pemenuhan persyaratan, meliputi:
penelitian
terhadap sumber setoran modal;
penilaian
kemampuan dan kepatutan bagi calon PSP,
sesuai
dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan;
dan
penelitian
terhadap kinerja keuangan dan pemenuhan ketentuan pada BPRS
dan/atau lembaga jasa keuangan lain yang dimiliki oleh calon
PSP.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan
dokumen dan menyampaikan kembali
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal pemberitahuan dari
Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak melengkapi, memperbaiki, dan/atau memperbarui
kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), BPRS dianggap membatalkan permohonan penambahan modal
disetor yang mengakibatkan perubahan PSP.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan penambahan modal disetor yang disampaikan
dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan
kepada BPRS bahwa dokumen penambahan modal disetor telah lengkap
dan proses pemberian persetujuan atau penolakan atas penambahan
modal disetor yang mengakibatkan perubahan PSP mulai berjalan
terhitung sejak tanggal pemberitahuan dari Otoritas Jasa
Keuangan.
|
|
|
|
Dalam
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (4), Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan dan/atau perbaikan dokumen kepada BPRS.
|
|
Tambahan
dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10
(sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal pemberitahuan dari Otoritas
Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak menyampaikan tambahan atau perbaikan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), BPRS
dianggap membatalkan permohonan penambahan modal disetor yang
mengakibatkan perubahan PSP.
|
|
Penambahan
modal disetor oleh BPRS diakui dalam perhitungan modal inti
sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti
minimum bank pembiayaan rakyat syariah setelah persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan atas permohonan penambahan modal disetor
yang mengakibatkan perubahan PSP.
|
|
|
|
BPRS
harus menyelenggarakan RUPS untuk menyetujui penambahan modal
disetor yang mengakibatkan perubahan PSP, paling lambat 60 (enam
puluh) Hari Kerja sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2).
|
Jangka
waktu 60 (enam) puluh Hari Kerja sudah termasuk dalam hal RUPS
harus diselenggarakan dengan RUPS kedua atau ketiga.
|
Dalam
hal RUPS tidak dapat diselenggarakan dalam batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan dinyatakan batal dan tidak berlaku.
|
|
Dalam
hal BPRS telah menyelenggarakan RUPS sebelum mendapatkan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, BPRS dapat tidak
menyelenggarakan RUPS kembali untuk menyetujui penambahan modal
disetor yang mengakibatkan perubahan PSP.
|
|
BPRS
wajib melaporkan pelaksanaan penambahan modal disetor yang
mengakibatkan perubahan PSP kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja setelah penambahan modal disetor
disetujui dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
Dalam
hal RUPS telah dilaksanakan sebelum penambahan modal disetor
mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), BPRS wajib melaporkan pelaksanaan
penambahan modal disetor yang mengakibatkan perubahan PSP kepada
Otoritas Jasa Keuangan yang disertai dengan risalah RUPS paling
lama 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan atas penambahan modal disetor yang disampaikan
oleh BPRS.
|
|
BPRS
wajib melaporkan perubahan modal disetor sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan ayat (5) kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal persetujuan
perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang, dilampiri
dokumen sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Bagian K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
Pelaporan
sebagaimana pada ayat (6) disertai dengan permohonan persetujuan
pencairan deposito kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk dicatat
sebagai modal disetor.
|
|
Bagian
Ketiga
Perubahan
Kepemilikan Saham yang Mengakibatkan
Perubahan
PSP
|
|
|
|
BPRS
wajib mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan untuk
melakukan perubahan kepemilikan saham yang mengakibatkan
perubahan PSP.
|
|
Dalam
hal perubahan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) atau penambahan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 ayat (1) mengakibatkan terjadinya pengambilalihan, tata
cara perubahan kepemilikan saham dilaksanakan sesuai dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan bank perkreditan rakyat dan bank
pembiayaan rakyat syariah, serta Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak
utama lembaga jasa keuangan.
|
|
Perubahan
kepemilikan BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
akibat adanya pewarisan tidak diperlakukan sebagai akuisisi
namun tetap wajib memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
|
Yang
dimaksud dengan “tidak diperlakukan sebagai pengambilalihan
(akuisisi)” adalah penggantian PSP yang tidak melalui
persyaratan dan tata cara pengambilalihan sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
|
Perubahan
kepemilikan BPRS yang tidak mengakibatkan perubahan PSP dan/atau
terjadinya PSP baru wajib dilaporkan oleh Direksi BPRS kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
setelah perubahan.
|
Perubahan
kepemilikan BPRS mencakup:
penggantian
pemegang saham;
penambahan
pemegang saham baru; dan/atau
perubahan
komposisi jumlah kepemilikan saham diantara para pemegang saham
lama tanpa penggantian maupun penambahan pemegang saham baru;
dengan
atau tanpa disertai dengan penambahan modal disetor.
|
Dalam
hal perubahan kepemilikan saham atau penambahan modal disetor
mengakibatkan terjadinya pengambilalihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dan pihak yang melakukan pengambilalihan
merupakan orang perseorangan, BPRS yang diambil alih bersama
dengan pihak yang melakukan pengambilalihan BPRS menyusun
rancangan pengambilalihan paling sedikit berupa analisis
kemampuan keuangan calon PSP terkini beserta proyeksi 3 (tiga)
tahun ke depan yang disusun oleh konsultan independen, sesuai
dengan Xxxaturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan bank perkreditan rakyat dan bank
pembiayaan rakyat syariah.
|
|
Analisis
kemampuan keuangan calon PSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat berupa rencana pertumbuhan aset atau kesiapan pendanaan
calon PSP orang perseorangan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun
ke depan yang disusun oleh pihak yang memiliki kemampuan untuk
menyusun analisis keuangan.
|
|
Analisis
kemampuan keuangan calon PSP sebagaimana dmaksud pada ayat (4)
harus menunjukkan kemampuan keuangan calon PSP untuk memberikan
dukungan permodalan terhadap BPRS dalam rangka menjaga
kelangsungan usaha BPRSS.
|
|
|
|
BPRS
menyampaikan permohonan persetujuan perubahan kepemilikan saham
yang mengakibatkan perubahan PSP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat (1) disertai dengan
dokumen persyaratan
sebagaimana dalam Lampiran Bagian L
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini.
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memproses permohonan dan memberikan persetujuan
atau penolakan atas permohonan perubahan kepemilikan saham
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 20 (dua puluh)
Hari Kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BPRS untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
permohonan persetujuan perubahan kepemilikan saham yang
mengakibatkan perubahan PSP.
|
|
Dalam
memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap
pemenuhan persyaratan, meliputi:
penelitian
terhadap sumber dana pengalihan saham;
penilaian
kemampuan dan kepatutan bagi calon PSP, sesuai dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan
kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan; dan
penelitian
terhadap kinerja keuangan dan pemenuhan ketentuan BPRS dan/atau
lembaga jasa keuangan lain yang dimiliki oleh calon PSP.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat
(1).
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan
dokumen dan menyampaikan kembali kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal
pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak melengkapi, memperbaiki, dan/atau memperbarui
kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), BPRS dianggap membatalkan permohonan persetujuan
perubahan kepemilikan saham yang mengakibatkan perubahan PSP.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan persetujuan perubahan kepemilikan saham
yang disampaikan dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada BPRS bahwa dokumen telah lengkap dan
proses pemberian persetujuan atau penolakan atas permohonan
persetujuan perubahan kepemilikan saham yang mengakibatkan
perubahan PSP mulai berjalan terhitung sejak tanggal
pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
|
|
Dalam
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74 ayat (4), Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan dan/atau perbaikan dokumen kepada BPRS.
|
|
Tambahan
dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10
(sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal pemberitahuan dari Otoritas
Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak menyampaikan tambahan dan/atau perbaikan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), BPRS
dianggap membatalkan permohonan persetujuan perubahan
kepemilikan saham yang mengakibatkan perubahan PSP.
|
|
|
|
BPRS
harus menyelenggarakan RUPS untuk menyetujui perubahan
kepemilikan saham yang mengakibatkan perubahan PSP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74 ayat
(2) paling lambat
60 (enam puluh) Hari Kerja sejak tanggal persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal RUPS tidak dapat diselenggarakan dalam batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), persetujuan Otoritas Jasa
Keuangan dinyatakan batal dan tidak berlaku.
|
|
Dalam
hal BPRS telah menyelenggarakan RUPS sebelum mendapatkan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, BPRS dapat tidak
menyelenggarakan RUPS kembali untuk menyetujui perubahan
kepemilikan saham yang mengakibatkan perubahan PSP.
|
|
BPRS
wajib melaporkan pelaksanaan perubahan kepemilikan saham yang
mengakibatkan perubahan PSP kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja setelah perubahan kepemilikan
saham disetujui dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
Dalam
hal RUPS telah dilaksanakan sebelum perubahan kepemilikan saham
mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), BPRS wajib melaporkan pelaksanaan
perubahan kepemilikan saham yang mengakibatkan perubahan PSP
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) Hari
Kerja sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas
perubahan kepemilikan saham yang disampaikan oleh BPRS.
|
|
BPRS
wajib melaporkan pelaksanaan perubahan kepemilikan saham yang
mengakibatkan perubahan PSP kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja setelah perubahan kepemilikan
saham disetujui dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
Dalam
hal RUPS telah dilaksanakan sebelum perubahan kepemilikan saham
mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), BPRS wajib melaporkan pelaksanaan
perubahan kepemilikan saham yang mengakibatkan perubahan PSP
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) Hari
Kerja sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan atas
perubahan kepemilikan saham yang disampaikan oleh BPRS.
|
|
Bagian
Keempat
Penambahan
Modal Disetor dan Perubahan Kepemilikan Saham yang Tidak
Mengakibatkan Perubahan PSP
|
|
|
|
BPRS
wajib manyampaikan laporan penambahan modal disetor dan/atau
perubahan komposisi kepemilikan saham yang tidak mengakibatkan
perubahan PSP kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat
10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal surat penerimaan
pemberitahuan perubahan data dan/atau persetujuan perubahan
anggaran dasar dari instansi yang berwenang.
|
Termasuk
perubahan kepemilikan saham yang tidak mengakibatkan perubahan
PSP adalah perubahan kepemilikan saham baik yang mengakibatkan
maupun tidak mengakibatkan penggantian dan/atau penambahan
pemegang saham.
|
Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Bagian M yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
ini.
|
|
Bagian
Kelima
Perubahan
Modal Dasar
|
|
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan perubahan modal dasar kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak BPRS
menerima surat persetujuan perubahan anggaran dasar dari
instansi yang berwenang.
|
|
Laporan
perubahan modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampiri:
risalah
RUPS yang dibuat dalam
akta notariil; dan
persetujuan
perubahan
anggaran
dasar dari instansi
yang berwenang
|
|
BPRS
wajib mengadministrasikan daftar
pemegang saham dan perubahannya, bagi BPRS yang berbadan hukum
perseroan terbatas.
|
|
|
|
BPRS
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
61, Pasal 63 ayat (1), Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 ayat (2),
Pasal 68 ayat (1), Pasal 73 ayat (1), Pasal 73 ayat (3),
dan/atau Pasal 79 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa
teguran tertulis.
|
|
Dalam
hal BPRS telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPRS tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61, Pasal 63 ayat (1), Pasal 64, Pasal 65,
Pasal 66 ayat (2), Pasal 68 ayat (1), Pasal 73 ayat (1), Pasal
73 ayat (3), dan/atau Pasal 79 ayat (3) dapat dikenai sanksi
administratif berupa:
penurunan
tingkat kesehatan BPRS;
larangan
melakukan ekspansi kegiatan usaha dan/atau jaringan kantor;
penghentian
sementara sebagian kegiatan operasional BPRS; dan/atau
penundaan
hak menerima dividen bagi pemegang saham.
|
|
BPRS
yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 63 ayat (4), Pasal 67 ayat (1), Pasal 72 ayat (4), Pasal
72 ayat (5), Pasal 72 ayat (6), Pasal 73 ayat (4), Pasal 77 ayat
(4), Pasal 77 ayat (5), Pasal 77 ayat (6), Pasal 77 ayat (7),
Pasal 78 ayat (1), dan/atau Pasal 79 ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) per Hari Kerja dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah).
|
|
BPRS
yang telah dikenai sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tetap menyampaikan laporan.
|
|
|
|
PSP,
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau
Pejabat Eksekutif BPRS
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
65, Pasal 66 ayat (2),
dapat dikenai sanksi administratif berupa larangan sebagai pihak
utama sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penilaian kembali
bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
|
|
BAB
V
ANGGOTA
DIREKSI, ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DEWAN
PENGAWAS SYARIAH, DAN
PEJABAT
EKSEKUTIF
Bagian
Kesatu
Umum
|
|
|
|
Anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris harus memenuhi persyaratan:
integritas;
reputasi
keuangan; dan
kompetensi
|
|
Pemenuhan
persyaratan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai penilaian
kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
|
|
|
|
BPRS
wajib memiliki paling sedikit 2 (dua) orang anggota direksi dan
salah satu di antaranya menjabat sebagai Direktur Utama.
|
|
Anggota
Direksi harus memiliki pendidikan formal paling rendah setingkat
diploma tiga.
|
|
Paling
sedikit 50% (lima puluh persen) dari anggota Direksi termasuk
Direktur Utama harus berpengalaman operasional paling singkat:
2
(dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau
pembiayaan di perbankan syariah;
2
(dua) tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan/atau
perkreditan di perbankan konvensional dan memiliki pengetahuan
di bidang perbankan syariah; atau
3
(tiga) tahun sebagai direksi atau setingkat dengan direksi di
lembaga keuangan mikro syariah.
|
|
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan anggota direksi sesuai
dengan Xxxaturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian
kemampuan dan kepatutan pada lembaga jasa keuangan.
|
|
|
|
Anggota
Direksi wajib memiliki sertifikat kompetensi
kerja yang masih berlaku yang
dikeluarkan oleh lembaga
sertifikasi profesi.
|
Yang
dimaksud dengan “lembaga sertifikasi profesi” adalah Lembaga
pelaksana sertifikasi kompetensi kerja yang mendapatkan lisensi
dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
Pelaksanaan
program sertifikasi sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai sertifikasi kompetensi kerja bagi anggota
direksi dan anggota dewan komisaris bank perkreditan rakyat dan
bank pembiayaan rakyat syariah.
|
Selain
memenuhi ketentuan di atas, anggota Direksi BPRS harus memenuhi
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola
bagi bank pembiayaan rakyat syariah.
|
|
Bagian
Ketiga
Anggota
Dewan Komisaris
|
|
|
|
Anggota
Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki:
pengetahuan
di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya;
dan/atau
pengalaman
di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan.
|
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan “pengalaman di bidang perbankan dan/atau bidang
keuangan” antara lain pengalaman di bidang pemasaran,
akuntansi, audit, pendanaan, perkreditan dan/atau pembiayaan,
teknologi informasi dan digital, hukum ekonomi atau perbankan,
atau pengawasan lembaga jasa keuangan.
|
Anggota
Dewan Komisaris wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja yang
masih berlaku dari lembaga sertifikasi profesi.
|
Pelaksanaan
program sertifikasi mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai sertifikasi kompetensi kerja bagi anggota direksi dan
anggota dewan komisaris bank perkreditan rakyat dan bank
pembiayaan rakyat syariah.
|
Calon
anggota Dewan Komisaris harus memiliki sertifikat kompetensi
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada saat diajukan
sebagai calon anggota Dewan Komisaris.
|
|
Sertifikat
kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dapat
digunakan sebagai dokumen sertifikasi bagi calon anggota Dewan
Komisaris termasuk sertifikat kompetensi kerja anggota Direksi
yang masih berlaku.
|
|
Dalam
hal Otoritas Jasa Keuangan membutuhkan penjelasan atas hasil
pengawasan terhadap BPRS, Dewan Komisaris wajib mempresentasikan
hasil pengawasan terhadap BPRS.
|
|
Dewan
Komisaris melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Direksi, serta memberikan nasihat kepada Direksi.
|
|
Dewan
Komisaris wajib mendorong Direksi BPRS untuk memenuhi prinsip
kehati-hatian dan Prinsip Xxxxxxx.
|
|
Ketentuan
lebih lanjut mengenai rangkap jabatan anggota
dewan komisaris dan rapat dewan
komisaris sesuai dengan Xxxaturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai penerapan tata kelola bagi bank pembiayaan rakyat
syariah.
|
|
Bagian
Keempat
Tindak
Lanjut terhadap Jabatan Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan
Komisaris
|
|
|
|
Calon
anggota Direksi dan calon anggota
Dewan Komisaris wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan sebelum menjalankan tindakan,
tugas, dan
fungsi dalam jabatannya.
|
|
Dalam
rangka memberikan persetujuan atas permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian kemampuan dan
kepatutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak
utama lembaga jasa keuangan.
|
|
|
|
BPRS
harus menyelenggarakan RUPS untuk mengangkat anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris paling lambat
60 (enam
puluh) hari
kerja sejak tanggal persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai
penetapan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan.
|
|
Dalam
hal RUPS pengangkatan tidak dapat diselenggarakan dalam batas
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), persetujuan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai penetapan hasil penilaian kemampuan dan
kepatutan dinyatakan batal dan tidak berlaku.
|
|
Anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris menjabat sejak tanggal
yang ditetapkan dalam RUPS.
|
|
Pengangkatan
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris wajib
dilaporkan secara daring melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan, pada periode pelaporan terdepat dari tanggal
pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
yang ditetapkan dalam RUPS, disertai dengan risalah RUPS dan
bukti surat penerimaan pemberitahuan dari instansi yang
berwenang.
|
Penyampaian
laporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan dilakukan
dalam laporan bulanan BPRS sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai pelaporan bank perkreditan rakyat dan bank
pembiayaan rakyat syariah melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan.
|
|
|
Dalam
hal BPRS telah menyelenggarakan RUPS sebelum mendapatkan
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, BPRS dapat tidak
menyelenggarakan RUPS kembali untuk menyetujui pengangkatan
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan menerbitkan penetapan hasil penilaian kemampuan
dan kepatutan yang berlaku sebagai tanggal pertama kali anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris menjabat.
|
Yang
dimaksud dengan “menjabat” adalah melakukan tindakan, tugas
dan fungsi sebagai anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris, antara lain mewakili BPRS dalam membuat keputusan yang
secara hukum mengikat BPRS dan/atau mengambil keputusan penting
yang memengaruhi kondisi keuangan BPRS.
|
BPRS
wajib melaporkan pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara daring
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada periode
laporan terdekat dari tanggal penetapan hasil penilaian
kemampuan dan kepatutan, disertai dengan risalah RUPS dan bukti
surat penerimaan pemberitahuan dari instansi yang berwenang.
|
|
Dalam
hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan secara daring belum
tersedia, BPRS wajib menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) secara luring.
|
|
Kewajiban
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja terhitung sejak tanggal
penetapan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan, disertai
dengan risalah RUPS dan bukti surat penerimaan pemberitahuan
dari instansi yang berwenang.
|
|
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pengunduran diri anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris secara daring melalui sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada periode laporan terdekat
dari tanggal pengunduran diri yang ditetapkan dalam RUPS atau
berakhirnya jangka waktu yang diatur dalam anggaran dasar BPRS
dalam hal RUPS tidak dapat diselenggarakan, disertai dengan
alasan pengunduran diri dan/atau risalah RUPS.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pemberhentian anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris secara daring melalui sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada periode laporan terdekat
terhitung sejak tanggal pemberhentian yang ditetapkan dalam RUPS
disertai dengan alasan pemberhentian dan risalah RUPS.
|
|
Dalam
hal anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris meninggal
dunia, BPRS wajib melaporkan secara daring melalui sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan, pada periode laporan terdekat
dari tanggal anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
meninggal dunia disertai dengan surat keterangan kematian dari
instansi yang berwenang.
|
|
Dalam
hal anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris memenuhi
ketentuan larangan terhadap anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris, larangan berlaku sejak tanggal pemberitahuan
atau keputusan Otoritas Jasa Keuangan.
|
Larangan
menjadi anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris antara
lain disebabkan oleh:
pelanggaran
ketentuan tentang anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris antara lain atas rangkap jabatan, hubungan keluarga
atau semenda, persyaratan kepemilikan sertifikat kompetensi
kerja; atau
penetapan
predikat tidak lulus sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama
lembaga jasa keuangan
|
|
|
Dalam
hal anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
diberhentikan oleh RUPS sehingga mengakibatkan tidak
terpenuhinya jumlah minimum anggota Direksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 ayat
(1) dan ayat (2) BPRS wajib melakukan penggantian anggota
Direksi paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak
tanggal anggota Direksi diberhentikan berdasarkan keputusan
RUPS.
|
|
Dalam
hal anggota Direksi mengundurkan diri sehingga mengakibatkan
tidak terpenuhinya jumlah minimum anggota Direksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat
(1) dan ayat (2) BPRS wajib melakukan penggantian
anggota Direksi paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja
sejak pengunduran diri anggota Direksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90 ayat (1).
|
|
Dalam
hal anggota Direksi meninggal dunia sehingga mengakibatkan tidak
terpenuhinya jumlah minimum anggota Direksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84
ayat (1) dan ayat (2) BPRS wajib melakukan penggantian anggota
Direksi paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak
dinyatakan meninggal sesuai dengan surat keterangan kematian
dari instansi yang berwenang.
|
|
Dalam
hal anggota Direksi dilarang menjadi anggota Direksi oleh
Otoritas Jasa Keuangan sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya
jumlah minimum anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
84 ayat (1)
dan ayat (2) BPRS wajib melakukan penggantian anggota Direksi
paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak tanggal
surat pemberitahuan atau keputusan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Jangka
waktu selama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sebagaimana pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) termasuk dalam cakupan
proses pengajuan calon anggota Direksi oleh BPRS, penilaian
kemampuan dan kepatutan hingga pengangkatan anggota Direksi
tersebut oleh RUPS.
|
|
BPRS
wajib menyelenggarakan RUPS untuk melakukan penggantian anggota
Direksi dan/atau Dewan Komisaris karena masa jabatannya berakhir
yang mengakibatkan batas minimal jumlah anggota Direksi tidak
terpenuhi paling lambat pada tanggal berakhirnya masa jabatan
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.
|
Batas
minimal yaitu batas paling sedikit sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang mengenai perseroan terbatas dan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola bagi bank pembiayaan
rakyat
|
|
|
Dalam
hal terdapat perubahan jabatan anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris,
BPRS wajib menyampaikan laporan
perubahan jabatan secara
daring melalui sistem pelaporan Otoritas Otoritas Jasa Keuangan
periode laporan terdekat dari tanggal perubahan jabatan anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, disertai dengan alasan
perubahan jabatan dan dokumen yang menjelaskan mengenai
keputusan perubahan jabatan sebagaimana diatur dalam anggaran
dasar BPRS.
|
Perubahan
jabatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris yaitu
perubahan jabatan yang tidak memenuhi kriteria pelaksanaan
penilaian kemampuan dan kepatutan.
|
Dalam
hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan secara daring belum
tersedia, BPRS wajib menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) secara luring.
|
Termasuk
penyampaian secara luring adalah penyampaian dalam bentuk salinan
cetak (hardcopy) dan salinan elektronik (softcopy)
melalui surat elektronik resmi.
|
Kewajiban
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja terhitung sejak tanggal
perubahan jabatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris.
|
|
|
|
Pengangkatan
kembali anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris oleh
RUPS harus dilakukan paling lambat pada tanggal berakhirnya masa
jabatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pengangkatan kembali anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) secara daring melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan pada periode laporan terdekat dari tanggal yang
ditetapkan dalam RUPS, disertai dengan risalah RUPS.
|
|
Selain
menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), BPRS memberitahukan pengangkatan kembali
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada instansi
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
|
|
Masa
jabatan anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dimaksud berakhir jika:
BPRS
tidak dapat menyelenggarakan RUPS pengangkatan
kembali dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1); atau
RUPS
dilaksanakan namun tidak menyetujui untuk mengangkat kembali
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.
|
|
Bagian
Kelima
Dewan
Pengawas Syariah
|
|
|
|
BPRS
wajib membentuk DPS yang berkedudukan di kantor pusat BPRS.
|
|
DPS
dipimpin oleh seorang ketua yang berasal dari salah satu anggota
DPS.
|
|
|
|
Anggota
DPS wajib memenuhi persyaratan integritas, kompetensi, dan
reputasi keuangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Bagian U
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan
Otoritas jasa keuangan ini.
|
|
|
|
Tugas
dan tanggung jawab DPS mengacu pada ketentuan yang mengatur
mengenai pedoman pelaksanaan tugas DPS yang berlaku.
|
Pedoman
pelaksanaan tugas DPS sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan tentang pedoman pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab dewan pengawas syariah bank pembiayaan rakyat
syariah.
|
Ketentuan
lebih lanjut mengenai rangkap jabatan anggota
dewan pengawas syariah sesuai dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata kelola
bagi bank pembiayaan rakyat syariah.
|
|
|
|
Anggota
DPS diangkat oleh RUPS.
|
|
Pengangkatan
anggota DPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
mendapat rekomendasi Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia.
|
|
Pengangkatan
anggota DPS berlaku efektif setelah mendapat persetujuan dari
Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan paling sedikit
berdasarkan:
hasil
penilaian terhadap komitmen calon anggota DPS dalam pengawasan
BPRS dan ketersediaan waktu; dan
hasil
wawancara terhadap calon anggota DPS.
|
|
Pengangkatan
anggota anggota DPS wajib dilaporkan secara daring melalui
sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan, pada periode pelaporan
terdepat dari tanggal pengangkatan anggota anggota DPS yang
ditetapkan dalam RUPS, disertai dengan risalah RUPS.
|
|
|
|
Pemberhentian
dan/atau pengunduran diri anggota DPS diputuskan oleh RUPS
dan/atau mekanisme lainnya sebagaimana diatur dalam anggaran
dasar.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pemberhentian dan/atau pengunduran
diri anggota DPS secara daring melalui sistem pelaporan Otoritas
Jasa Keuangan pada periode laporan terdekat dari tanggal
pemberhentian dan/atau pengunduran diri yang ditetapkan dalam
RUPS atau berakhirnya jangka waktu yang diatur dalam anggaran
dasar BPRS dalam hal RUPS tidak dapat diselenggarakan, disertai
dengan alasan pengunduran diri dan/atau risalah RUPS.
|
|
Dalam
hal anggota DPS meninggal dunia, BPRS wajib melaporkan secara
daring melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan, pada
periode laporan terdekat dari tanggal anggota DPS meninggal
dunia.
|
|
|
|
Pengangkatan
kembali anggota DPS oleh RUPS harus dilakukan paling lambat pada
tanggal berakhirnya masa jabatan anggota DPS.
|
|
Dalam
hal anggota DPS diangkat oleh RUPS setelah tanggal berakhirnya
masa jabatan, OJK dapat melakukan wawancara dengan pertimbangan
tertentu.
|
Pertimbangan
tertentu antara lain pengangkatan oleh RUPS telah melebihi 1
(satu) tahun sejak masa jabatan anggota DPS berakhir.
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pengangkatan kembali anggota DPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara daring melalui sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada periode laporan terdekat
dari tanggal yang ditetapkan dalam RUPS, disertai dengan risalah
RUPS.
|
|
|
|
Bagian
Keenam
Pejabat
Eksekutif
|
|
|
|
BPRS
wajib melaporkan setiap pengangkatan, perubahan,
dan/atau pemberhentian Pejabat Eksekutif secara daring melalui
sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada periode laporan
terdekat dari tanggal pengangkatan, perubahan, dan/atau
pemberhentian Pejabat Eksekutif, disertai dengan dokumen
pendukung.
|
Pejabat
Eksekutif antara lain pemimpin kantor cabang, kepala divisi,
kepala bagian, manajer, pejabat yang ditunjuk dan bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan fungsi manajemen risiko, kepatuhan,
atau audit intern, dan/atau pejabat lain yang setara.
Yang
wajib dilaporkan adalah pejabat yang masuk dalam struktur
organisasi BPRS baik yang telah diangkat atau belum diangkat
sebagai Pejabat Eksekutif oleh BPRS namun telah menjalankan tugas
dan fungsi sebagai Pejabat Eksekutif.
Yang
dimaksud dengan “perubahan” antara lain adalah berupa mutasi
jabatan.
Yang
dimaksud dengan “pemberhentian” meliputi pengunduran diri
Pejabat Eksekutif, pemberhentian oleh BPRS, maupun pemberhentian
sebagai akibat penetapan predikat tidak lulus oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
|
Dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran Bagian U yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
Dalam
hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan secara daring belum
tersedia, BPRS wajib menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) secara luring.
|
|
Kewajiban
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja terhitung sejak tanggal
pengangkatan, perubahan, dan/atau pemberhentian Pejabat
Eksekutif.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap laporan mengenai
Pejabat Eksekutif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 99.
|
Penelitian
meliputi pencarian informasi terhadap Pejabat Eksekutif antara
lain:
termasuk
dalam Daftar Tidak Lulus mengacu pada peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai penilaian kembali bagi pihak utama lembaga
jasa keuangan;
memiliki
kredit macet dan/atau pembiayaan macet; dan/atau
tercatat
pada data dan informasi negatif yang dimiliki oleh Otoritas Jasa
Keuangan yang berasal dari hasil pengawasaan Otoritas Jasa
Keuangan atau sumber lainnya.
|
Dalam
hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pejabat Eksekutif tercantum di dalam daftar tidak lulus,
BPRS wajib mengakhiri masa jabatan Pejabat Eksekutif tersebut
sejak tanggal pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pejabat Eksekutif memiliki kredit
macet dan/atau pembiayaan macet,
Pejabat Eksekutif yang bersangkutan
harus menyelesaikan kredit macet
dan/atau pembiayaan macet
dimaksud dengan mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai penilaian kembali bagi pihak utama lembaga jasa
keuangan.
|
|
|
|
BPRS
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
83 ayat (1), Pasal 84 ayat (1), Pasal 85 ayat (2), Pasal 85 ayat
(5), Pasal 85 ayat (7), Pasal 86 ayat (1), Pasal 90 ayat (1),
Pasal 90 ayat (2), Pasal 90 ayat (3), Pasal 90 ayat (4), Pasal
90 ayat (6), Pasal 93 ayat (1), Pasal 94, dan/atau Pasal 100
ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
|
|
Dalam
hal BPRS telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPRS tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1),
Pasal 84 ayat (1), Pasal 85 ayat (2), Pasal 85 ayat (5), Pasal
85 ayat (7), Pasal 86 ayat (1), Pasal 90 ayat (1), Pasal 90 ayat
(2), Pasal 90 ayat (3), Pasal 90 ayat (4), Pasal 90 ayat (6),
Pasal 93 ayat (1), Pasal 94, dan/atau Pasal 100 ayat (2)dapat
dikenai sanksi administratif berupa:
penurunan
tingkat kesehatan BPRS;
larangan
melakukan ekspansi kegiatan usaha dan/atau jaringan kantor;
penghentian
sementara sebagian kegiatan operasional BPRS; dan/atau
penundaan
hak menerima dividen bagi pemegang saham.
|
|
BPRS
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87 ayat (4), Pasal 88 ayat (3), Pasal 88 ayat (4), Pasal 89 ayat
(1), Pasal 89 ayat (2), Pasal 89 ayat (3), Pasal 91 ayat (1),
Pasal 91 ayat (2), Pasal 92 ayat (2), Pasal 96 ayat (5), Pasal
97 ayat (2), Pasal 97 ayat (3), Pasal 98 ayat (3), Pasal 99 ayat
(1), dan/atau Pasal 99 ayat (3), dikenai sanksi administratif
sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
pelaporan bank perkreditan rakyat dan bank pembiayaan rakyat
syariah melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Pengenaan
sanksi teguran tertulis dan denda uang karena tidak menyampaikan
laporan dan/atau melaksanakan pengumuman sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tidak menghapus kewajiban BPRS untuk menyampaikan
laporan dan/atau melaksanakan pengumuman.
|
|
|
|
Dalam
hal anggota atau calon anggota Direksi, anggota atau
calon anggota Dewan Komisaris, dan/atau
Pejabat Eksekutif BPRS
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 84 ayat (1), Pasal 85 ayat (2),
Pasal 85 ayat (5), dan/atau Pasal 85 ayat (7) dapat
dikenai sanksi administratif berupa larangan sebagai
pihak utama sesuai dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai
penilaian kembali bagi pihak utama lembaga jasa
keuangan.
|
|
BAB
VI
KEGIATAN
USAHA
|
|
|
|
Dalam
melaksanakan kegiatan usaha BPRS wajib menerapkan Prinsip
Syariah dan prinsip kehati-hatian.
|
|
BPRS
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
|
|
Dalam
hal BPRS telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), BPRS tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif
berupa:
penurunan
tingkat kesehatan BPRS;
larangan
melakukan ekspansi kegiatan usaha dan/atau jaringan kantor;
penghentian
sementara sebagian kegiatan operasional BPRS; dan/atau
penundaan
hak menerima dividen bagi pemegang saham.
|
|
BAB
VII
JARINGAN
KANTOR BANK PEMBIAYAAN RAKYAT
SYARIAH
Bagian
Kesatu
Umum
|
|
|
|
BPRS
dapat melakukan pembukaan Jaringan Kantor dalam
wilayah
provinsi yang sama dengan provinsi kantor pusat
BPRS,
sepanjang memenuhi modal inti minimum BPRS
sesuai
dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum dan
pemenuhan modal inti minimum
bank pembiayaan
rakyat
syariah.
|
Pembukaan
Jaringan Kantor adalah pembukaan Jaringan Kantor BPRS termasuk
pembukaan kantor yang berasal dari pemindahan alamat atau
perubahan status kantor BPRS.
Yang
dimaksud dengan “memenuhi modal inti minimum BPRS” termasuk
bagi BPRS yang memenuhi tahapan pemenuhan modal inti minimum
sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti
minimum bank pembiayaan rakyat syariah.
|
BPRS
dapat melakukan pembukaan Jaringan Kantor dalam wilayah provinsi
yang sama dengan provinsi kantor pusat BPRS dan/atau pada
kabupaten atau kota di provinsi lain yang berbatasan langsung
dengan provinsi lokasi kantor pusat BPRS sepanjang memiliki:
modal
inti minimum paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah); atau
pertimbangan
tertentu yang didukung dengan analisis yang kuat.
|
Yang
dimaksud “pertimbangan tertentu” antara lain:
kantor
pusat BPRS berlokasi di perbatasan provinsi lain sehingga
memiliki kedekatan jarak dengan provinsi lain tersebut yang
antara lain didasarkan pada kemampuan rentang kendali dan
tipologi wilayah; atau
memiliki
pasar yang didukung oleh nasabah potensial.
|
BPRS
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat membuka Kantor Cabang
dalam jumlah yang sesuai dengan kemampuan permodalan dan
kebutuhan bisnis BPRS.
|
Kemampuan
permodalan BPRS diukur berdasarkan rasio KPMM yang dinilai dapat
menyerap kemungkinan timbulnya kerugian atau tidak membahayakan
kinerja keuangan BPRS.
Kebutuhan
bisnis diukur berdasarkan kelayakan dan potensi pasar dan nasabah
yang dapat dilayani.
|
|
|
Wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten atau
Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten
atau Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten atau Kota
Bekasi, dan Kabupaten Karawang dinyatakan sebagai satu wilayah
provinsi untuk keperluan perizinan pembukaan Jaringan Kantor
BPRS.
|
|
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi pembukaan
Jaringan Kantor BPRS sebagai akibat penggabungan atau peleburan
|
|
|
|
Dalam
hal terjadi pemekaran wilayah yang menyebabkan Kantor Kas, Kantor
Cabang dan kantor pusat BPRS berada di wilayah provinsi yang
berbeda, BPRS dapat tetap beroperasi di wilayah tersebut
|
|
Bagian
Kedua
Pembukaan
Jaringan Kantor
|
|
|
|
BPRS
wajib memperoleh izin Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan
pembukaan Kantor Cabang.
|
|
BPRS
yang mengajukan permohonan izin pembukaan Kantor Cabang
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
rencana
pembukaan Kantor Cabang telah dicantumkan dalam rencana bisnis
BPRS;
memiliki
kondisi keuangan dan tingkat kesehatan yang mampu mendukung
pengembangan kegiatan usaha BPRS dan menyerap kemungkinan
timbulnya kerugian usaha;
tidak
terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan BPRS;
memiliki
teknologi informasi yang memadai;
memenuhi
kelengkapan struktur organisasi, susunan sumber daya manusia,
uraian tugas dan jabatan, serta standar prosedur operasional;
dan
memiliki
infrastruktur dan sarana penunjang kegiatan operasional.
|
Huruf
a
Dalam
rencana bisnis disebutkan jumlah Kantor Cabang yang akan dibuka.
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan “kondisi keuangan” antara lain rasio atau
indikator keuangan utama yang terkait dengan:
permodalan;
kualitas
aset produktif;
likuiditas;
rentabilitas
Huruf
c
Yang
dimaksud pelanggaran ketentuan terkait dengan BPRS adalah terkait
dengan sanksi yang terdapat dalam peraturan Otoritas Jasa
Keuangan bagi BPRS berupa larangan pembukaan jaringan kantor dan
penghentian sementara sebagian kegiatan usaha BPRS.
Huruf
d
Teknologi
informasi yang memadai paling sedikit berupa sistem core banking
khususnya pada aspek keandalan jaringan dan keamanan serta
keragaman menu atau fitur yang dapat mendukung proses transaksi
atau layanan perbankan sehari-hari, termasuk pengkinian transaksi
ke catatan keuangan secara elektronis dan terintegrasi atau
terkonsolidasi untuk seluruh Jaringan Kantor BPRS.
Teknologi
informasi yang memadai sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai standar penyelenggaraan teknologi informasi
bagi bank perkreditan rakyat dan bank pembiayaan rakyat syariah.
|
|
|
Permohonan
untuk memperoleh izin pembukaan Kantor Cabang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108
ayat (2) diajukan kepada Otoritas
Jasa Keuangan, disertai dengan dokumen
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran Bagian N
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memproses permohonan dan memberikan persetujuan
atau penolakan atas permohonan izin pembukaan Kantor Cabang
paling lama 30
(tiga puluh)
hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan
diterima secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BPRS untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
permohonan izin pembukaan Kantor Cabang.
|
|
Dalam
memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap:
pemenuhan
persyaratan, meliputi:
analisis
potensi dan kelayakan pembukaan Kantor Cabang; dan
analisis
bukti kesiapan operasional pembukaan Kantor Cabang,
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82; dan
pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2)
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108.
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan
dokumen dan menyampaikan kembali kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tangga pemberitahuan
Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak dapat melengkapi, memperbaiki, dan/atau
memperbarui kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), BPRS dianggap membatalkan permohonan
izin pembukaan Kantor Cabang.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan izin pembukaan Kantor Cabang yang
disampaikan dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada BPRS bahwa dokumen telah lengkap dan
proses persetujuan atau penolakan izin pembukaan Kantor Cabang
mulai berjalan terhitung sejak tanggal pemberitahuan tersebut.
|
|
|
|
Dalam
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 115 ayat (3) huruf a, Otoritas Jasa
Keuangan dapat meminta tambahan dan/atau perbaikan dokumen yang
disampaikan melalui pemberitahuan kepada BPRS.
|
|
Tambahan
dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak menyampaikan tambahan dan/atau perbaikan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan
izin pembukaan Kantor Cabang dinyatakan ditolak.
|
|
Dalam
hal berdasarkan hasil penelitian terhadap pemenuhan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (3) huruf b terdapat:
rasio
atau indikator keuangan utama yang berpotensi menurunkan kinerja
keuangan; dan/atau
pelanggaran
ketentuan terkait BPRS,
permohonan
izin pembukaan Kantor Cabang ditolak.
|
|
|
|
BPRS
yang memperoleh izin pembukaan Kantor Cabang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 110
ayat (1) wajib melakukan pembukaan Kantor Cabang paling lambat
20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal izin dari Otoritas Jasa
Keuangan.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang
sebagaimana secara daring melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa
Keuangan pada periode laporan terdekat dari tanggal pelaksanaan
pembukaan Kantor Cabang.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak melaksanakan pembukaan Kantor Cabang dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), izin pembukaan Kantor Cabang yang telah diberikan
batal dan tidak berlaku.
|
|
|
|
BPRS
dapat melakukan pembukaan Kantor Kas di wilayah kabupaten atau
kota yang:
sama
dengan kabupaten atau kota kantor induk dari Kantor Kas;
dan/atau
berbatasan
langsung dengan kabupaten atau kota kantor induk dari Kantor Kas
terdekat.
|
|
BPRS
dapat melakukan pembukaan Kantor Kas pada lokasi selain yang
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan tertentu,
sepanjang berlokasi dalam batas wilayah pembukaan Jaringan
Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) dan ayat
(2)
|
|
|
|
Kantor
Kas BPRS dapat melakukan Kegiatan meliputi:
melayani
nasabah penyimpan seperti penerimaan setoran simpanan, penarikan
tabungan, pencairan deposito termasuk menerima permohonan
pembukaan rekening simpanan baru;
membantu
pelayanan kegiatan pembiayaan, seperti menerima permohonan
pembiayaan, melakukan pencairan pembiayaan yang telah disetujui
kantor induk, dan menerima pembayaran angsuran pembiayaan;
menerima
titipan dana untuk jasa pembayaran tagihan;
menyimpan
uang kas sepanjang memiliki infrastruktur penyimpanan dan
pengamanan yang memadai; dan/atau
kegiatan
lain untuk mendukung fungsi Kantor Kas, melalui mekanisme
pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
|
Huruf
e
Kegiatan
lain untuk mendukung fungsi Kantor Kas antara lain berupa
aktivitas dengan muatan dukungan teknologi untuk kegiatan
pelayanan nasabah.
|
Kantor
Kas dilarang melakukan kegiatan pelayanan kas
selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk
melakukan
analisis dan membuat keputusan dalam proses
penyediaan dana
atau pemberian kredit kepada nasabah
|
|
|
|
BPRS
harus mencantumkan rencana pembukaan Kantor Kas dalam rencana
bisnis BPRS.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pembukaan Kantor Kas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara daring melalui sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada periode laporan terdekat
dari tanggal pelaksanaan pembukaan Kantor Kas.
|
|
|
|
BPRS
wajib mencantumkan secara jelas nama dan jenis status kantor pada
masing-masing kantornya.
|
Yang
dimaksud kantor meliputi kantor pusat, Kantor Cabang dan Kantor
Kas.
Pencantuman
nama dan jenis kantor BPRS dapat dilakukan antara lain melalui
papan nama dan/atau pada dinding atau kaca depan kantor BPRS agar
mudah terlihat oleh nasabah.
Contoh:
Penulisan
Kantor Cabang
PT BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH/ BANK
PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH/ PT BPR SYARIAH/BPR SYARIAH/ PT
BPRS/BPRS/“XXX” Kantor Cabang “YYY”.
Penulisan
Kantor Kas
PT
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH/ BANK
PEMBIAYAAN
RAKYAT SYARIAH/ PT BPR SYARIAH/BPR SYARIAH/ PT BPRS/BPRS/“XXX”
Kantor
Kas “YYY”.
|
|
|
|
|
Kas
Keliling dan Titik Pembayaran dapat dilakukan dalam wilayah
kabupaten atau kota yang:
sama
dengan
kantor induk dari Kas Keliling dan Titik
Pembayaran; dan/atau
berbatasan
langsung dengan kabupaten
atau kota kantor induk dari Kas
Keliling dan Titik Pembayaran.
|
|
Kas
Keliling dilarang melakukan kegiatan usaha selain dari:
menerima
angsuran pembiayaan;
menerima
permohonan pembukaan rekening simpanan baru termasuk setoran
tabungan nasabah;
melayani
penarikan tabungan bagi nasabah sesuai dengan kewenangan yang
diberikan oleh kantor induknya; dan
menerima
titipan dana untuk pelayanan jasa pembayaran tagihan.
|
Pelaksanaan
Kas Keliling antara lain dilakukan dengan menggunakan kas mobil,
kas terapung atau konter BPRS nonpermanen, tidak termasuk
kegiatan promosi.
|
Titik
Pembayaran dilarang melakukan kegiatan usaha selain pelayanan
pembayaran atau penerimaan pembayaran melalui perjanjian dengan
pihak lain pada suatu lokasi tertentu
|
Perjanjian
dengan pihak lain dapat berupa perjanjian mengenai pembayaran
tagihan listrik, telepon, dan/atau air.
|
|
|
|
|
Kegiatan
pameran yang dilakukan untuk promosi dan tidak bersifat permanen
merupakan kegiatan yang tidak termasuk ke dalam Kas Keliling dan
Titik Pembayaran.
|
Kegiatan
pameran dapat dilakukan secara individu oleh BPRS dan/atau
dilakukan secara bersama-sama dengan lembaga jasa keuangan atau
pihak lainnya
|
BPRS
yang melakukan kegiatan pameran harus memenuhi persyaratan:
dilakukan
dalam jangka waktu kurang dari 30 (tiga
puluh) hari;
kegiatan
pameran dimaksud dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat
3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan kegiatan;
terdapat
pegawai kantor pusat atau Kantor Cabang BPRS yang menjadi
penanggung jawab dari pelayanan pembukaan rekening simpanan
yang dilakukan selama kegiatan pameran; dan
tersedianya
kebijakan dan prosedur internal termasuk mekanisme pelayanan
pembukaan rekening simpanan yang dilakukan selama kegiatan
pameran.
|
|
BPRS
dalam kegiatan pameran dilarang melakukan layanan selain:
mempromosikan
produk BPRS yang bersangkutan;
melayani
pembukaan rekening baru; dan
melayani
permohonan pembiayaan.
|
|
|
|
BPRS
yang membuka Kas Keliling dan Titik
Pembayaran harus
mencantumkan rencana Kas
Keliling dan Titik Pembayaran dalam
rencana bisnis BPRS.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan Kas Keliling dan Titik Pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara daring melalui sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada periode laporan terdekat
dari tanggal pelaksanan Kas Keliling dan Titik Pembayaran.
|
|
|
|
BPRS
wajib menggabungkan laporan keuangan Kantor Kas, Kas Keliling,
dan Titik Pembayaran dengan laporan keuangan kantor pusat atau
Kantor Cabang yang menjadi kantor induknya pada hari
yang sama.
|
Yang
dimaksud “laporan keuangan” adalah laporan terkait transaksi
yang dilakukan oleh Kantor Kas, Kas Keliling, dan Titik
Pembayaran (Payment Point) sesuai dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan penggunaan PPE dan setiap penambahan
PPE yang dikelola sendiri oleh BPRS secara daring melalui sistem
pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada periode laporan terdekat
dari tanggal pelaksanan penggunaan PPE.
|
|
Bagian
Ketiga
Pemindahan
Alamat Jaringan Kantor
|
|
|
|
BPRS
wajib memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan untuk
melakukan pemindahan alamat kantor pusat dan/atau Kantor Cabang.
|
|
BPRS
yang mengajukan permohonan persetujuan pemindahan alamat kantor
pusat dan/atau Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Bagian O
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
Perubahan
lantai pada alamat kantor pusat dan/atau kantor cabang. pada BPRS
tidak termasuk dalam kategori pindah alamat kantor pusat dan/atau
kantor cabang.
|
|
|
Permohonan
untuk memperoleh persetujuan pemindahan alamat kantor pusat
dan/atau Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122
ayat (2) diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan, disertai dengan
dokumen persyaratan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Bagian O
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memproses permohonan dan memberikan persetujuan
atau penolakan atas permohonan pemindahan alamat kantor pusat
dan/atau Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123
paling lama 20 (dua puluh) Hari Kerja sejak permohonan berikut
dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BPRS untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
permohonan pemindahan alamat kantor pusat dan/atau Kantor
Cabang.
|
|
Dalam
memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian
terhadap kelengkapan dokumen persyaratan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Bagian O yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
ini.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123.
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan
dokumen dan menyampaikan kembali kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal
pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak melengkapi, memperbaiki, dan/atau memperbarui
kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), BPRS dianggap membatalkan permohonan pemindahan alamat
kantor pusat dan/atau Kantor Cabang.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan pemindahan alamat kantor pusat dan/atau
Kantor Cabang yang disampaikan dinilai telah lengkap, Otoritas
Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS bahwa dokumen telah
lengkap dan proses persetujuan atau penolakan pemindahan alamat
kantor pusat dan/atau Kantor Cabang mulai berjalan terhitung
sejak tanggal pemberitahuan.
|
|
|
|
Dalam
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 124 ayat (3), Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan dan/atau perbaikan dokumen yang disampaikan
melalui pemberitahuan kepada BPRS.
|
|
Tambahan
dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua
puluh) Hari Kerja sejak tanggal pemberitahuan dari Otoritas Jasa
Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak menyampaikan tambahan dan/atau perbaikan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan
persetujuan pemindahan alamat kantor pusat dan/atau Kantor
Cabang ditolak.
|
|
|
|
BPRS
yang memperoleh persetujuan pemindahan alamat kantor pusat
dan/atau Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat
(1) wajib melakukan pemindahan alamat paling lambat:
30
(tiga puluh) Hari Kerja untuk pemindahan alamat kantor pusat;
atau
20
(dua puluh) Hari Kerja untuk pemindahan alamat Kantor Cabang,
sejak tanggal persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pemindahan alamat kantor pusat
dan/atau Kantor Cabang secara daring melalui sistem pelaporan
Otoritas Jasa Keuangan pada periode laporan terdekat dari
tanggal pelaksanaan pemindahan alamat kantor pusat dan/atau
Kantor Cabang.
|
|
Selain
menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), BPRS mengajukan persetujuan perubahan
anggaran dasar mengenai pemindahan alamat kantor pusat kepada
instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
|
|
Dalam
hal BPRS tidak melaksanakan pemindahan alamat kantor pusat
dan/atau Kantor Cabang dalam batas waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), persetujuan pemindahan alamat kantor pusat
dan/atau Kantor Cabang yang telah diberikan dinyatakan batal dan
tidak berlaku.
|
|
|
|
BPRS
harus mencantumkan rencana pemindahan alamat Kantor Kas dalam
rencana bisnis BPRS.
|
|
BPRS
wajib mengumumkan pelaksanaan pemindahan alamat Kantor Kas pada
papan pengumuman di seluruh kantor BPRS yang bersangkutan dan
surat kabar harian lokal, media massa elektronik, dan/atau situs
web BPRS paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sebelum tanggal
pelaksanaan pemindahan alamat Kantor Kas
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pemindahan alamat Kantor Kas secara
daring melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada
periode laporan terdekat dari tanggal pelaksanaan pemindahan
alamat Kantor Kas, disertai bukti pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
|
|
|
|
BPRS
yang melakukan pemindahan Titik Pembayaran dan lokasi PPE harus
sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai rencana
bisnis bank perkreditan rakyat dan bank pembiayaan rakyat
syariah.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pemindahan Titik Pembayaran dan
lokasi PPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara daring
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada periode
laporan terdekat dari tanggal pelaksanan pemindahan Titik
Pembayaran dan lokasi PPE.
|
|
Bagian
Keempat
Kegiatan
Operasional dan Penutupan Sementara Jaringan Kantor
|
|
|
|
BPRS
harus menetapkan hari dan jam kerja operasional kantor BPRS.
|
Hari
kerja dan jam kerja operasional
adalah hari dan jam kerja yang
ditetapkan oleh BPRS untuk melakukan kegiatan usaha dan
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
|
Kantor
BPRS dapat melakukan kegiatan operasional pada hari dan waktu
tertentu di luar hari dan jam kerja operasional, serta pada hari
libur nasional.
|
Hari
libur nasional adalah hari libur yang mengacu pada keputusan
pemerintah mengenai hari libur nasional dan cuti bersama
|
Dalam
hal BPRS melakukan kegiatan operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), BPRS wajib menyampaikan laporan rencana BPR
dan/atau Sebagian kantor BPRS untuk melakukan kegiatan
operasional di luar hari dan jam kerja operasional, serta pada
hari libur nasional kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat
10 (sepuluh) Hari Kerja sebelum pelaksanaan kegiatan
operasional.
|
|
Dalam
hal BPRS melakukan kegiatan operasional di luar hari dan jam
kerja operasional, serta pada hari libur nasional berdasarkan
keputusan pemerintah yang menyebabkan tidak terpenuhinya batas
waktu laporan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BPRS
wajib menyampaikan laporan kegiatan operasional di luar haridan
jam kerja operasional, serta pada hari libur nasional kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja
setelah pelaksanaan kegiatan operasional.
|
|
|
|
BPRS
dapat melakukan penutupan sementara kantor BPRS di luar hari
libur resmi dengan alasan tertentu.
|
Penutupan
sementara adalah penghentian sementara kegiatan pelayanan di
kantor BPRS.
Alasan
tertentu antara lain libur kedaerahan yang bersifat fakultatif
atau kegiatan kantor BPRS yang mengharuskan penutupan sementara.
|
Penutupan
kantor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling banyak 5 (lima) hari kerja dalam kurun waktu 1 (satu)
tahun takwim.
|
Yang
dimaksud “tahun takwim” adalah tahun berdasarkan kalender
(berawal dari 1 Januari dan berakhir pada 31 Desember).
|
BPRS
wajib mengumumkan tanggal penutupan kantor sementara di luar
hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan
pengumuman di seluruh kantor BPRS yang bersangkutan paling lama
5 (lima) hari kerja sebelum tanggal penutupan.
|
Untuk
memperluas jangkauan pengumuman, selain melakukan pengumuman
melalui papan pengumuman, BPRS dapat mengumumkan tanggal
penutupan kantor sementara di luar hari libur resmi antara lain
dalam surat kabar harian lokal, media massa elektronik, dan/atau
situs web BPRS.
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan rencana penutupan sementara kantor
BPRS di luar hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 5 (lima) hari kerja
sebelum pelaksanaan penutupan sementara, disertai bukti
pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
Bukti
pengumuman antara lain berupa fotokopi pengumuman yang ditempel
di kantor BPRS atau guntingan surat kabar yang memuat pengumuman.
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pembukaan kembali kantor paling lama
3 (tiga) hari kerja sejak tanggal pembukaan.
|
|
Bagian
Kelima
Perubahan
Status Jaringan Kantor
|
|
|
|
BPRS
harus mencantumkan rencana perubahan status Jaringan Kantor
dalam rencana bisnis BPRS.
|
|
Perubahan
status Jaringan Kantor BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
peningkatan
status Kantor Kas menjadi Kantor Cabang; atau
penurunan
status Kantor Cabang menjadi Kantor Kas.
|
|
|
|
Peningkatan
status Kantor Kas menjadi Kantor Cabang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 132 ayat (2) huruf a wajib memperoleh izin Otoritas
Jasa Keuangan.
|
|
BPRS
yang mengajukan permohonan izin peningkatan status Kantor
Kas menjadi Kantor Cabang harus
memenuhi persyaratan sebagai Lampiran
Bagian P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
BPRS
mengajukan permohonan izin peningkatan status Kantor Kas menjadi
Kantor Cabang kepada Otoritas Jasa Keuangan disertai dengan
dokumen persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Bagian
P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memproses permohonan dan memberikan persetujuan
atau penolakan atas permohonan izin peningkatan status Kantor
Kas menjadi Kantor Cabang paling lama 30 (tiga puluh) Hari Kerja
sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima
secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BPRS untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
permohonan izin peningkatan status Kantor Kas menjadi Kantor
Cabang.
|
|
Dalam
rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan
penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran Bagian P
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat
(3).
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS
untuk melengkapi kekurangan dokumen dan menyampaikan kembali
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja sejak tanggal pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak dapat melengkapi, memperbaiki, dan/atau
memperbarui kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), BPRS dianggap membatalkan permohonan
izin peningkatan status Kantor Kas menjadi Kantor Cabang.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan izin peningkatan status Kantor Kas
menjadi Kantor Cabang yang disampaikan dinilai telah lengkap,
Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS bahwa dokumen
telah lengkap dan proses persetujuan atau penolakan izin
peningkatan status Kantor Kas menjadi Kantor Cabang mulai
berjalan terhitung sejak tanggal pemberitahuan.
|
|
|
|
Dalam
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 134 ayat 3, Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan dan/atau perbaikan dokumen yang disampaikan
melalui pemberitahuan kepada BPRS.
|
|
Tambahan
dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua
puluh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan Otoritas Jasa
Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak menyampaikan tambahan dan/atau perbaikan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan
izin peningkatan status Kantor Kas menjadi Kantor Cabang
dinyatakan ditolak.
|
|
|
|
BPRS
yang memperoleh izin peningkatan
status Kantor
Kas menjadi
Kantor Cabang wajib melakukan
pembukaan Kantor Cabang paling lambat
20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal izin dari Otoritas Jasa
Keuangan.
|
|
BPRS
wajib mengumumkan pelaksanaan
peningkatan status
Kantor Kas
menjadi Kantor Cabang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat paling
sedikit pada papan pengumuman di kantor BPRS yang statusnya
meningkat paling lambat 5 (lima) Hari Kerja sejak BPRS
memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
Untuk
memperluas jangkauan, selain melakukan pengumuman melalui papan
pengumuman, BPRS dapat mengumumkan peningkatan status Kantor Kas
menjadi Kantor Cabang antara lain dalam surat kabar harian lokal,
media massa elektronik, dan/atau situs web BPRS.
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan peningkatan status Kantor
Kas menjadi Kantor Cabang secara daring melalui sistem pelaporan
Otoritas Jasa Keuangan pada periode laporan terdekat dari
tanggal pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang, disertai dengan
bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|
Dalam
hal BPRS tidak melakukan peningkatan status Kantor Kas menjadi
Kantor Cabang dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), izin peningkatan status Kantor Kas menjadi Kantor Cabang
yang telah diberikan batal dan tidak berlaku.
|
|
Dalam
hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan secara daring belum
tersedia, BPRS wajib menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) secara luring.
|
|
Kewajiban
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja terhitung sejak tanggal
pelaksanaan pembukaan Kantor Cabang disertai dengan bukti
pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|
|
|
BPRS
mengajukan permohonan rencana
penurunan status Kantor
Cabang menjadi Kantor Kas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 132
ayat (2)
huruf b kepada Otoritas Jasa Keuangan disertai
dengan dokumen persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Bagian Q
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini.
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memproses permohonan dan memberikan penegasan atas
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 20
(dua puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BPRS untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
permohonan penurunan status Kantor Cabang menjadi Kantor Kas.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat
(1).
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapandokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan
dokumen dan menyampaikan kembali kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal
pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan
dokumen dan menyampaikan kembali kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal
pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
|
|
BPRS
yang memperoleh penegasan penurunan status Kantor Cabang menjadi
Kantor Kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (2) wajib
melakukan pembukaan Kantor Kas paling lambat 20 (dua puluh) Hari
Kerja sejak tanggal penegasan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
BPRS
wajib mengumumkan pelaksanaan penurunan status Kantor Cabang
menjadi Kantor Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
masyarakat paling sedikit pada papan pengumuman di kantor BPRS
yang melakukan penurunan status Kantor paling lambat 5 (lima)
hari kerja sejak BPRS memperoleh penegasan dari Otoritas Jasa
Keuangan.
|
Untuk
memperluas jangkauan, selain melakukan pengumuman melalui papan
pengumuman, BPRS dapat mengumumkan penurunan status Kantor Cabang
menjadi Kantor Kas antara lain dalam surat kabar harian lokal,
media massa elektronik, dan/atau situs web BPRS.
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penurunan status Kantor
Cabang menjadi Kantor Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara daring melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan
pada periode laporan terdekat dari tanggal pelaksanaan pembukaan
Kantor Kas, disertai dengan bukti pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
|
|
Dalam
hal BPRS tidak melakukan pembukaan Kantor Kas dalam batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penegasan dari Otoritas Jasa
Keuangan menjadi batal dan tidak berlaku.
|
|
Dalam
hal sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan secara daring belum
tersedia, BPRS wajib menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) secara luring.
|
|
Kewajiban
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja terhitung sejak tanggal
pelaksanaan
pembukaan Kantor Kas disertai dengan bukti pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|
Bagian
Keenam
Penutupan
Jaringan Kantor
|
|
|
|
BPRS
wajib
memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan
penutupan Kantor Cabang.
|
|
BPRS
harus mencantumkan rencana penutupan Kantor Cabang dalam rencana
bisnis BPRS.
|
|
Permohonan
untuk memperoleh persetujuan penutupan Kantor Cabang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan,
disertai dengan dokumen persyaratan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Bagian R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memproses permohonan dan memberikan persetujuan
atau penolakan atas permohonan penutupan Kantor Cabang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (3) paling lama 10
(sepuluh) hari kerja setelah permohonan beserta dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BPRS untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
permohonan penutupan Kantor Cabang.
|
|
Dalam
memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap
kelengkapan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 141 ayat (2) dan ayat (3).
|
Dalam
rangka melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan
penutupan Kantor Cabang, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan
pemeriksaan.
|
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud dimaksud pada Pasal 142 ayat (3) belum
lengkap, Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk
melengkapi kekurangan dokumen dan menyampaikan kembali kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
sejak tanggal pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak melengkapi, memperbaiki, dan/atau memperbarui
kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), BPRS dianggap membatalkan permohonan persetujuan
penutupan Kantor Cabang.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan persetujuan penutupan Kantor Cabang yang
disampaikan dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan
memberitahukan kepada BPRS bahwa dokumen permohonan telah
lengkap dan proses persetujuan atau penolakan penutupan Kantor
Cabang mulai berjalan terhitung sejak tanggal pemberitahuan.
|
|
|
|
Dalam
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 142 ayat (3), Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan dan/atau perbaikan dokumen yang disampaikan
melalui pemberitahuan kepada BPRS.
|
|
Tambahan
dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10
(sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal pemberitahuan dari Otoritas
Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak menyampaikan tambahan dan/atau perbaikan dokumen
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan
persetujuan penutupan Kantor Cabang ditolak.
|
|
|
|
BPRS
wajib mengumumkan penutupan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada masyarakat paling sedikit pada papan
pengumuman di seluruh kantor BPRS, paling lambat 10 (sepuluh)
Hari Kerja sejak tanggal persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan.
|
Untuk
memperluas jangkauan, selain melakukan pengumuman melalui papan
pengumuman, BPRS dapat mengumumkan penutupan Kantor Cabang antara
lain dalam surat kabar harian lokal, media massa elektronik,
dan/atau situs web BPRS.
|
BPRS
wajib melaksanakan penutupan Kantor Cabang paling lambat 20 (dua
puluh) Hari Kerja sejak tanggal persetujuan dari Otoritas Jasa
Keuangan.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penutupan Kantor Cabang
secara daring melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan
pada periode laporan terdekat dari tanggal pelaksanaan penutupan
Kantor Cabang, disertai dengan bukti pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
|
|
|
|
BPRS
harus mencantumkan rencana penutupan Kantor Kas dan Kegiatan
Pelayanan Kas dalam rencana bisnis BPRS.
|
|
BPRS
wajib mengumumkan rencana penutupan Kantor Kas dan
Kegiatan Pelayanan
Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat paling sedikit pada papan pengumuman di di
Kantor Kas yang bersangkutan dan kantor BPRS yang menjadi induk
dari Kantor Kas paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sebelum
tanggal penutupan.
|
Untuk
memperluas jangkauan, selain melakukan pengumuman melalui papan
pengumuman, BPRS dapat mengumumkan penutupan Kantor Cabang antara
lain dalam surat kabar harian lokal, media massa elektronik,
dan/atau situs web BPRS.
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penutupan Kantor Kas dan
Kegiatan Pelayanan Kas secara daring
melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada periode
laporan terdekat dari tanggal pelaksanaan penutupan Kantor Kas
dan Kegiatan Pelayanan Kas, disertai dengan bukti pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|
Bagian
Ketujuh
Jaringan
Kantor pada saat Keadaan Kahar
|
|
Paragraf
1
Pemindahan
Sementara Alamat Jaringan Kantor
|
|
|
|
BPRS
dapat melakukan pemindahan
sementara alamat Jaringan Kantor
dengan alasan keadaan kahar.
|
Keadaan
kahar yaitu keadaan yang tidak dapat dihindari terdri atas:
bencana
alam
bencana
non-alam; dan/atau
bencana
sosial,
yang
dibenarkan oleh pejabat instansi yang berwenang dari daerah
setempat.
|
BPRS
wajib mengumumkan pemindahan sementara
alamat Jaringan Kantor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat pada papan
pengumuman di seluruh kantor BPRS yang bersangkutan, surat kabar
harian lokal, media massa elektronik, dan/atau situs web BPRS
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja setelah terjadi keadaan
kahar.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pemindahan sementara
alamat Jaringan Kantor BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling xxxxxx 00 (xxxxxxx) hari
kerja setelah dilakukan pemindahan alamat Jaringan Kantor
disertai dengan bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
|
|
BPRS
wajib mengumumkan pemindahan kembali Jaringan Kantor ke lokasi
semula kepada masyarakat pada papan pengumuman di seluruh kantor
BPRS yang bersangkutan, surat kabar harian lokal, media massa
elektronik, dan/atau situs web BPRS paling lambat 10 (sepuluh)
Hari Kerja sebelum tanggal pemindahan.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pemindahan
kembali Jaringan Kantor BPRS ke lokasi
semula kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh)
hari kerja sejak tanggal pemindahan
disertai dengan bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(4).
|
|
Paragraf
2
Pemindahan
Alamat Jaringan Kantor
|
|
|
|
BPRS
dapat melakukan pemindahan alamat Jaringan Kantor dengan alasan
keadaan kahar.
|
|
BPRS
wajib mengumumkan pemindahan alamat Jaringan Kantor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat paling sedikit pada
papan pengumuman di seluruh kantor BPRS yang bersangkutan, surat
kabar harian lokal, media massa elektronik, dan/atau situs web
BPRS paling lambat 5 (lima) Hari Kerja sebelum pemindahan alamat
Jaringan Kantor.
|
Untuk
memperluas jangkauan, selain melakukan
pengumuman
melalui papan pengumuman, BPRS dapat mengumumkan penutupan Kantor
Cabang antara lain dalam surat kabar harian lokal, media massa
elektronik, dan/atau situs web BPRS.
|
BPRS
harus menyampaikan laporan pemindahan alamat Jaringan Kantor
karena keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Otoritas Jasa Keuangan, disertai dengan dokumen persyaratan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Bagian S yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
ini.
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pemindahan alamat Jaringan Kantor
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 20 (dua puluh)
Hari Kerja setelah pelaksanaan pemindahan alamat Jaringan
Kantor.
|
|
Paragraf
3
Penutupan
Sementara Jaringan Kantor
|
|
|
|
BPRS
dapat melakukan penutupan sementara Jaringan
Kantor dengan alasan keadaan kahar.
|
|
BPRS
wajib mengumumkan tanggal penutupan Jaringan
Kantor sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada masyarakat paling sedikit pada papan
pengumuman di seluruh kantor BPRS yang bersangkutan, surat kabar
harian lokal, media massa elektronik, dan/atau situs web BPRS
paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah terjadi keadaan kahar.
|
Untuk
memperluas jangkauan, selain melakukan
pengumuman
melalui papan pengumuman, BPRS dapat mengumumkan penutupan Kantor
Cabang antara lain dalam surat kabar harian lokal, media massa
elektronik, dan/atau situs web BPRS.
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penutupan sementara
Jaringan Kantor BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
setelah pelaksanaan penutupan sementara Jaringan Kantor,
disertai dengan bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
|
|
BPRS
wajib menyampaikan laporan pembukaan kembali kantor kepada
Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal pembukaan Jaringan Kantor.
|
|
|
|
BPRS
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
107 ayat (1), Pasal 112 ayat (1), Pasal 114 ayat (2), Pasal 116,
Pasal 117 ayat (2), Pasal 117 ayat (3), Pasal 118 ayat (3),
Pasal 120, Pasal 122 ayat (1), Pasal 127 ayat (1), Pasal 128
ayat (2), Pasal 131 ayat (3), Pasal 133 ayat (1), Pasal 137 ayat
(1), Pasal 137 ayat (2), Pasal 140 ayat (1), Pasal 140 ayat (2),
Pasal 141 ayat (1), Pasal 145 ayat (1), Pasal 145 ayat (2),
Pasal 146 ayat (2), Pasal 147 ayat (2), Pasal 147 ayat (4),
Pasal 148 ayat (2), dan/atau Pasal 149 ayat (2), dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
|
|
Dalam
hal BPRS telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPRS tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1), Pasal 112 ayat (1), Pasal 114
ayat (2), Pasal 116, Pasal 117 ayat (2), Pasal 117 ayat (3),
Pasal 118 ayat (3), Pasal 120, Pasal 122 ayat (1), Pasal 127
ayat (1), Pasal 128 ayat (2), Pasal 131 ayat (3), Pasal 133 ayat
(1), Pasal 137 ayat (1), Pasal 137 ayat (2), Pasal 140 ayat (1),
Pasal 140 ayat (2), Pasal 141 ayat (1), Pasal 145 ayat (1),
Pasal 145 ayat (2), Pasal 146 ayat (2), Pasal 147 ayat (2),
Pasal 147 ayat (4), Pasal 148 ayat (2), dan/atau Pasal 149 ayat
(2), dapat dikenai sanksi administratif berupa penurunan tingkat
kesehatan BPRS.
|
|
BPRS
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
112 ayat (2), Pasal 115 ayat (2),
Pasal 119 ayat (2), Pasal 121, Pasal 127 ayat (2), Pasal 128
ayat (3), Pasal 129 ayat (2), Pasal 130 ayat (3), Pasal 130 ayat
(4), Pasal 131 ayat (4), Pasal 131 ayat (5), Pasal 137 ayat (3),
Pasal 137 ayat (5), Pasal 140 ayat (3), Pasal 140 ayat (5),
Pasal 145 ayat (3), dan/atau Pasal 146 ayat (3), Pasal 147 ayat
(3), Pasal 147 ayat (5), Pasal 148 ayat (4), Pasal 149 ayat (3),
Pasal 149 ayat (4) dikenai sanksi administratif sesuai dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai pelaporan bank
perkreditan rakyat dan bank pembiayaan rakyat syariah melalui
sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
BPRS
yang telah dikenai sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tetap menyampaikan laporan atau bukti
pengumuman.
|
|
BAB
VIII
SINERGI
BPRS
|
|
|
|
BPRS
dapat melakukan sinergi perbankan.
|
Sinergi
Perbankan antara lain pemanfaatan infrastruktur yaitu jaringan
kantor, TPE, pengarsipan dan sebagainya, pemanfaatan teknologi
yaitu pusat data (data center), pusat pemulihan bencana (disaster
recovery center), keamanan informasi, ketahanan siber, aplikasi
dan sebagainya, layanan perbankan bagi nasabah termasuk pusat
layanan nasabah (call center), dukungan terkait sumber daya
manusia, atau kegiatan lain sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
Sinergi
Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sinergi:
Bank
Umum, BPRS dan/atau BPR yang memiliki PSP yang sama dengan
BPRS; atau
Bank
Umum sebagai PSP BPRS.
|
|
|
|
Dalam
melaksanakan Sinergi Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
151, kedua belah pihak harus membuat perjanjian kerja sama
secara tertulis.
|
Kerja
sama kedua belah pihak tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian
dan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan memberikan nilai
tambah secara konsolidasi
|
Perjanjian
kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
mencakup:
pihak
yang melakukan kerja sama;
tujuan
dan ruang lingkup kerja sama;
jangka
waktu perjanjian kerja sama; dan
hak
dan kewajiban setiap pihak paling sedikit
mengenai:
kewajiban
kedua belah pihak untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan
informasi (nondisclosure agreement), termasuk kerahasiaan dan
keamanan informasi untuk keperluan perlindungan data nasabah;
tanggung
jawab atas kerugian, dalam hal terjadi
kegagalan
sistem, fraud, dan/atau kegagalan dari faktor internal dan
eksternal lain;
mitigasi
risiko termasuk dalam hal terjadi penghentian kerja sama sebelum
jatuh tempo;
penanganan
pengaduan nasabah, dalam hal sinergi berhubungan dengan nasabah
secara langsung;
aspek
alih pengetahuan, dalam hal sinergi melibatkan sumber daya
manusia dari pihak yang melakukan sinergi; dan
pengelolaan
dan pemeliharaan dokumentasi dari aktivitas atau ruang lingkup
yang dilakukan kerjasama.
|
Huruf
c
Jangka
waktu perjanjian kerja sama mencantumkan periode kerja sama
dimulai dan berakhir. Dalam hal kerja sama masih diperlukan,
setiap pihak dapat memperpanjang jangka waktu kerja sama dengan
melakukan penginian perjanjian kerja sama.
Huruf
d
Angka
1
Kerahasiaan
dan keamanan informasi (non disclosure agreement), termasuk
kerahasiaan dan keamanan informasi untuk keperluan perlindungan
data nasabah yaitu tindakan yang memberikan perlindungan, menjaga
kerahasiaan dan keamanan informasi kedua belah pihak yang
melaksanakan sinergi, serta hanya menggunakan informasi tersebut
sesuai dengan kepentingan dan tujuan yang disetujui oleh nasabah,
kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan. Kewajiban menjaga kerahasiaan dan keamanan
informasi nasabah antara lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai rahasia bank dalam Undang-Undang
mengenai perbankan, Undang-Undang mengenai perbankan syariah, dan
Peraturan OJK mengenai perlindungan konsumen sektor jasa
keuangan.
Angka
3
Mitigasi
risiko diperlukan sebagai upaya untuk memastikan keberlangsungan
operasional dalam hal terjadi penghentian perjanjian kerja sama
yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi antara lain
peningkatan eksposur risiko sehubungan perubahan status
pengawasan (menjadi pengawasan intensif atau khusus), diambil
alih, yang melibatkan sedikitnya salah satu pihak.
Angka
4
Penanganan
pengaduan nasabah sesuai dengan Peraturan OJK mengenai layanan
pengaduan konsumen di sektor jasa keuangan.
Angka
6
Termasuk
dokumentasi antara lain bukti transaksi, termasuk untuk tujuan
dan kepentingan audit.
|
Perjanjian
kerja sama disusun oleh kedua belah pihak disertai dengan
dokumen dari pejabat satuan kerja kepatuhan yang berwenang yang
menyatakan bahwa Sinergi Perbankan telah memenuhi aspek
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
Pejabat
satuan kerja yang melaksanakan fungsi kepatuhan bagi lembaga jasa
keuangan nonbank dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kelembagaan
masing-masing lembaga jasa keuangan.
|
Sinergi
Perbankan yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama secara
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
hubungan kerja sama secara wajar.
|
|
Pihak
yang menerima manfaat bertanggung jawab atas risiko yang timbul
atas keputusan bisnis, layanan, dan/atau operasional dari
pelaksanaan Sinergi Perbankan.
|
|
Kedua
belah pihak wajib memastikan bahwa pelaksanaan Sinergi Perbankan
sesuai dengan perjanjian kerja sama
|
|
Sinergi
terkait dengan penyediaan jasa teknologi informasi sebagaimana
dalam Pasal 151 ayat (2) dikecualikan dari persetujuan OJK
sesuai dengan ketentuan OJK mengenai penyelenggaraan teknologi
informasi oleh bank umum.
|
|
|
|
Pelaksanaan
Sinergi Perbankan BPRS wajib disertai dengan opini DPS.
|
Opini
DPS bertujuan untuk memastikan
pelaksanaan Sinergi Perbankan tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
|
Pihak
yang bersinergi wajib menyampaikan kepada OJK:
salinan
perjanjian kerja sama; dan
opini
DPS,
paling
lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal perjanjian kerja sama.
|
|
Dalam
hal terdapat perubahan dari perjanjian kerja sama, BPRS wajib
melaporkan kepada OJK paling lama 5 (lima) hari kerja sejak
tanggal perubahan perjanjian kerja sama disertai dengan salinan
perubahan perjanjian kerja sama.
|
Perubahan
perjanjian kerja sama yaitu perubahan atau perluasan dari jenis
cakupan sebagaimana perjanjian kerja sama awal.
Sebagai
contoh, dukungan kerja sama sebelumnya terkait dengan
pusat layanan nasabah dan diubah
menjadi layanan pemasaran melalui
elektronik (telemarketing).
|
Dalam
hal akan terdapat penghentian kerja sama sebelum jangka waktu
perjanjian kerja sama selesai, Bank BHI wajib melaporkan kepada
OJK paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum tanggal
efektif penghentian perjanjian kerja sama.
|
|
|
|
BPRS
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152
ayat (6) dan/atau Pasal 153 ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
|
|
Dalam
hal BPRS telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPRS tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 152 ayat (6)
dan/atau Pasal 153 ayat (1), BPRS
dikenai sanksi administratif
berupa:
larangan
melakukan ekspansi kegiatan usaha;
dan/atau
pembekuan
kegiatan usaha tertentu.
|
|
BPRS
yang terlambat memenuhi kewajiban penyampaian dokumen atau
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (2), Pasal 152
ayat (3), dan/atau Pasal 152 ayat (4), dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) per Hari Kerja dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah).
|
|
BPRS
yang telah dikenai sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tetap menyampaikan laporan atau bukti
pengumuman.
|
|
BAB
IX
PERUBAHAN
NAMA DAN BENTUK BADAN HUKUM
|
|
Bagian
Kesatu
Perubahan
Nama BPRS
|
|
|
|
Perubahan
nama BPRS harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
Ketentuan
peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang mengenai
perseroan terbatas.
|
BPRS
yang melakukan perubahan nama wajib mempersiapkan:
penyesuaian
penulisan nama pada papan nama,
dokumen,
formulir, dan warkat sesuai dengan nama baru BPRS; dan
persediaan
bilyet deposito, buku tabungan, formular dan warkat sesuai
dengan nama baru BPRS.
|
|
BPRS
yang telah memperoleh persetujuan perubahan anggaran dasar
terkait penggunaan nama baru dari instansi yang berwenang wajib:
mengumumkan
perubahan nama kepada masyarakat pada papan pengumuman di
seluruh kantor BPRS dan surat kabar harian lokal, media massa
elektronik, dan/atau situs web BPRS, paling lambat 10 (sepuluh)
Hari Kerja sejak tanggal persetujuan perubahan anggaran dasar
dari instansi yang berwenang; dan
mengajukan
permohonan penegasan penggunaan izin usaha BPRS dengan nama baru
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 5 (lima) Hari Kerja
sejak pengumuman perubahan nama sebagaimana dimaksud dalam huruf
a.
|
|
BPRS
mengajukan permohonan penegasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b disertai dengan dokumen persyaratan sebagaimana
tercantum dalam lampiran Bagian T yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memproses permohonan dan memberikan penegasan
penetapan penggunaan izin usaha BPRS dengan nama baru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (4) paling lama 20
(dua puluh) Hari Kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BPRS untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
permohonan penegasan penetapan penggunaan izin usaha BPRS dengan
nama baru.
|
|
Dalam
memberikan penegasan atas permohonan penetapan izin usaha BPRS
dengan nama baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap pemenuhan
persyaratan.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat
(4).
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan
dokumen dan menyampaikan kembali kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal
pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak melengkapi kekurangan dokumen dalam batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Otoritas Jasa Keuangan dapat
mengeluarkan surat keberatan atas penggunaan nama baru BPRS.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan penetapan izin usaha BPRS dengan nama
baru yang disampaikan dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPRS bahwa dokumen telah lengkap
dan proses penegasan penetapan izin usaha BPRS dengan nama baru
mulai berjalan terhitung sejak tanggal pemberitahuan.
|
|
|
|
BPRS
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
155 ayat (2) dan/atau Pasal 155 ayat (3) huruf a dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
|
|
Dalam
hal BPRS telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPRS tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2) dan/atau Pasal 155 ayat (3)
huruf a dapat dikenai sanksi administratif berupa penurunan
tingkat Kesehatan BPRS.
|
|
BPRS
yang terlambat memenuhi kewajiban penyampaian dokumen atau
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
155 ayat (3) huruf b, dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) per Hari Kerja dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah).
|
|
BAB
X
PENCABUTAN
IZIN USAHA ATAS PERMINTAAN PEMEGANG SAHAM
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan berwenang mencabut izin usaha BPRS atas permintaan
pemegang saham.
|
|
|
|
BPRS
dapat mengajukan pencabutan izin usaha atas
permintaan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159
sepanjang BPRS tidak sedang ditetapkan dalam pengawasan khusus
oleh Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan mengenai penetapan status dan tindak lanjut
pengawasan bank perkreditan rakyat dan bank pembiayaan rakyat
syariah.
|
|
Dalam
hal BPRS yang ditetapkan dalam pengawasan intensif mengajukan
pencabutan izin usaha atas permintaan
pemegang saham, pengajuan
disampaikan paling lama
6 (enam) bulan sebelum jangka waktu atau
perpanjangan jangka waktu pengawasan
intensif berakhir.
|
|
|
|
|
|
Pencabutan
izin usaha atas permintaan pemegang saham BPRS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 159
dilakukan dalam 2 (dua) tahap:
persetujuan
persiapan pencabutan izin usaha; dan
keputusan
pencabutan izin usaha.
|
|
|
|
BPRS
mengajukan permohonan persetujuan persiapan pencabutan izin
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
161 huruf a
dilampiri
dengan dokumen persyaratan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Bagian V
yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
Dengan
pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang
menetapkan jumlah dana escrow
lebih tinggi dari pada jumlah dana
escrow
yang diajukan BPRS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
Penetapan
jumlah dana escrow yang lebih tinggi dilakukan berdasarkan hasil
analisis Otoritas Jasa Keuangan atas proyeksi arus kas masuk aset
BPRS dengan total kewajiban, untuk memastikan penyelesaian
kewajiban oleh BPR.
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan memproses permohonan dan memberikan persetujuan
atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf a paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
|
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk waktu
yang diberikan kepada BPRS untuk melengkapi, memperbaiki,
dan/atau memperbarui dokumen yang dipersyaratkan dalam pengajuan
permohonan persetujuan pencabutan izin usaha.
|
|
Dalam
memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap
pemenuhan persyaratan, yang meliputi:
analisis
terhadap rencana penyelesaian seluruh
kewajiban BPRS; dan
analisis
terhadap proyeksi arus kas serta jumlah kewajiban dan asset
BPRS.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat
(1).
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan
dokumen dan menyampaikan kembali kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak dapat melengkapi, memperbaiki, dan/atau
memperbarui kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), BPRS dianggap membatalkan permohonan
persetujuan persiapan pencabutan izin usaha.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan persetujuan persiapan pencabutan izin
usaha yang disampaikan dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPRS bahwa dokumen telah lengkap
dan perizinan persiapan pencabutan izin usaha mulai berjalan
terhitung sejak tanggal pemberitahuan.
|
|
|
|
Dalam
melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 163 ayat (3), Otoritas Jasa Keuangan dapat
meminta tambahan dan/atau perbaikan dokumen kepada BPRS.
|
|
Tambahan
dan/atau perbaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 20 (dua puluh) hari
kerja sejak tanggal pemberitahuan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak dapat menyampaikan tambahan dan/atau perbaikan
dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
permohonan persetujuan persiapan pencabutan izin usaha ditolak.
|
|
|
|
BPRS
yang telah memperoleh persetujuan persiapan pencabutan izin
usaha BPRS, wajib:
menghentikan
seluruh kegiatan usaha BPRS, kecuali
dalam penyelesaian kewajiban dan asset
BPRS;
mengumumkan
rencana pembubaran badan hukum BPRS dan rencana penyelesaian
kewajiban BPRS kepada masyarakat pada papan pengumuman di
seluruh kantor BPRS yang bersangkutan, surat kabar harian lokal,
media massa elektronik, dan/atau situs web BPRS paling lambat 10
(sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal persetujuan persiapan
pencabutan izin usaha BPRS;
menyelesaikan
seluruh kewajiban BPRS dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam)
bulan sejak tanggal surat persetujuan persiapan pencabutan izin
usaha BPRS; dan
menunjuk
kantor akuntan publik untuk melakukan verifikasi atas neraca
akhir, termasuk memastikan penyelesaian seluruh kewajiban BPRS.
|
Huruf
c
Termasuk
dalam penyelesaian seluruh kewajiban BPRS antara lain
penyelesaian kewajiban kepada nasabah pembiayaan, pembayaran gaji
terhutang, pembayaran biaya kantor, pajak terhutang, dan biaya
lain yang relevan.
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan “kantor akuntan publik” adalah kantor akuntan
publik yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
mengenai
penggunaan jasa akuntan publik dan kantor akuntan publik dalam
kegiatan jasa keuangan.
|
Dalam
hal:
BPRS
tidak dapat menyelesaikan seluruh kewajiban dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c; dan/atau
BPRS
mengalami penurunan kondisi
keuangan dan memenuhi kriteria ditetapkan
dalam pengawasan khusus,
persetujuan
persiapan pencabutan izin usaha yang telah
diberikan dinyatakan batal dan tidak
berlaku.
|
|
|
|
BPRS
mengajukan permohonan keputusan
pencabutan izin usaha BPRS kepada
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161
huruf b setelah
seluruh kewajiban BPRS diselesaikan, disertai dengan dokumen
persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Bagian W
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
|
|
Otoritas
Jasa Keuangan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167.
|
|
Dalam
hal berdasarkan penelitian terhadap kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap, Otoritas Jasa
Keuangan memberitahukan kepada BPRS untuk melengkapi kekurangan
dokumen dan menyampaikan kembali kepada Otoritas Jasa Keuangan
paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal
pemberitahuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak dapat melengkapi, memperbaiki, dan/atau
memperbarui kekurangan dokumen dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), BPRS dianggap membatalkan permohonana
keputusan pencabutan izin usaha.
|
|
Dalam
hal dokumen permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167
dinilai telah lengkap, Otoritas Jasa Keuangan;
memberitahukan
kepada BPRS bahwa dokumen telah lengkap;
menerbitkan
Keputusan Pencabutan Izin Usaha BPRS;
memerintahkan
BPRS untuk melakukan pembubaran badan hukum sesuai dengan
ketentuan peraaturan perundang-undangan; dan
memerintahkan
BPRS untuk mengumumkan berakhirnya atau bubarnya badan hukum
sesuai ketentuan perundang-undangan.
|
|
Pemegang
saham BPRS tetap bertanggung jawab atas segala kewajiban BPRS
yang belum diselesaikan sejak tanggal
pencabutan izin usaha diterbitkan.
|
|
|
|
Status
badan hukum BPRS berakhir atau bubar sejak tanggal pengumuman
berakhirnya atau bubarnya badan hukum BPRS dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
|
|
|
|
BPRS
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
166 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran
tertulis.
|
|
Dalam
hal BPRS tidak memenuhi ketentuan dan telah dikenai sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPRS dapat
dikenai sanksi administratif berupa:
penurunan
tingkat kesehatan BPRS;
larangan
melakukan ekspansi kegiatan usaha dan/atau jaringan kantor;
penghentian
sementara sebagian kegiatan operasional BPRS; dan/atau
penundaan
hak menerima dividen bagi pemegang saham.
|
|
|
|
BAB
XI
KETENTUAN
LAIN-LAIN
|
|
|
|
Pelaksanaan:
presentasi
atau pemaparan oleh calon PSP;
klarifikasi
oleh calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan
Komisaris; dan/atau
wawancara
calon anggota DPS,
pada
saat penilaian kemampuan dan kepatutan dapat dilakukan melalui
tatap muka secara langsung atau melalui sarana teknologi
informasi.
|
Yang
dimaksud dengan “melalui sarana teknologi informasi” antara
lain melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana
media elektronik lain.
|
|
|
Dalam
pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan dapat menetapkan
kebijakan lain terkait pengaturan yang sudah ada dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai administrasi pemerintahan.
|
Penetapan
kebijakan yang berbeda antara lain:
jumlah
modal disetor pendirian BPRS; dan
jangka
waktu penyesuaian bentuk dan kegiatan usaha dari BU menjadi
BPRS.
Dalam
menetapkan kebijakan yang berbeda tersebut, Otoritas Jasa
Keuangan melakukan analisis dan penilaian terhadap faktor
eksternal dan internal berupa data dan/atau informasi yang
diperoleh.
|
BAB
XII
KETENTUAN
PERALIHAN
|
|
|
|
Persetujuan
prinsip pendirian BPRS yang telah diberikan oleh Otoritas Jasa
Keuangan sebelum berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
ini, dinyatakan tetap berlaku.
|
|
Calon
PSP yang telah memperoleh persetujuan
prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan izin
usaha pendirian BPRS disertai dokumen
persyaratan sesuai dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 03/POJK.03/2016 tentang Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
|
|
BPRS
yang telah memperoleh persetujuan prinsip pembukaan
Kantor Cabang, pemindahan
alamat kantor
pusat dan/atau Kantor Cabang, atau perubahan bentuk badan hukum
dapat menindaklanjuti
permohonan izin dengan mengacu pada
ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
03/POJK.03/2016 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
|
|
Rencana
pembukaan atau pemindahan Kantor Kas, perubahan nama, dan
penutupan Jaringan Kantor yang telah diajukan kepada Otoritas
Jasa Keuangan sebelum berlakunya Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini, namun belum memperoleh penegasan dan/atau
tanggapan dari Otoritas Jasa Keuangan, harus memenuhi ketentuan
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
|
|
BPRS
yang telah memperoleh persetujuan persiapan pencabutan izin
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 huruf a, dapat
menindaklanjuti permohonan dengan mengacu pada ketentuan dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 03/POJK.03/2016 tentang
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
|
|
BAB
XIII
KETENTUAN
PENUTUP
|
|
|
|
Pada
saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku:
Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor
03/POJK.03/2016 tentang Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 15,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5839;
Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
46/SEOJK.03/2016
tentang Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah; dan
Jangka
waktu penyampaian laporan laporan pengangkatan atau
pemberhentian Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan fungsi audit intern pada Pasal 88 ayat (1) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor
24/POJK.03/2018 tentang Penerapan Tata
Kelola Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah,
dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|
|
|
Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini berlaku sejak tanggal diundangkan.
|
|
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
|
|
|
|
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal
KETUA
DEWAN KOMISIONER
OTORITAS
JASA KEUANGAN
REPUBLIK
INDONESIA,
XXXXXXXX
XXXXXXX
|
|