ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN YANG BERKAITAN DENGAN HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM ISLAM
ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN YANG BERKAITAN DENGAN HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM ISLAM
(Skripsi)
Oleh:
SALSABILA HANINGRAHARJO 1912011257
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2023
ABSTRAK
ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN YANG BERKAITAN DENGAN HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM ISLAM
Oleh:
SALSABILA HANINGRAHARJO
Perkawinan yang terjadi antara suami dan istri sah secara hukum dan terdapat hak kewajiban suami istri. Dalam menjalani perkawinan, suami istri mempunyai hak dan kewajiban salah satunya adalah terkait dengan harta yang didapat keduanya, tetapi harta dapat menjadi penyebab konflik dalam rumah tangga. Menghindari hal tersebut, maka dibuatlah perjanjian perkawinan yang mengatur harta bersama. Perjanjian mengenai harta bersama diatur secara rinci oleh hukum Islam yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam. Permasalahan dalam penelitian ini mengkaji bagaimana konsep dan aturan perjanjian perkawinan terkait dengan harta bersama menurut hukum Islam dan bagaimana bentuk perlindungan hukum yang didapat bagi para pihak yang membuat perjanian perkawinan terkait harta bersama menurut hukum Islam.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan teori-teori dan asas-asas hukum serta pendekatan perundang-undangan. Data yang digunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan dan studi dokumen, diolah dengan metode pengolahan data, yaitu evaluasi data, klasifikasi data dan sistematisasi data, serta analisis data yang dilakukan secara kualitatif.
Hasil pembahasan menjelaskan bahwa hukum Islam memperbolehkan adanya penggabungan harta milik pribadi menjadi harta bersama dengan perjanjian perkawinan yang dibuat sebelum atau sesudah perkawinan dilangsungkan. Perjanjian perkawinan yang dibuat tidak boleh menghilangkan kewajiban suami sebagai kepala keluarga atau merugikan salah satu pihak. Pengaturan terkait harta bersama dalam hukum Islam terdapat dalam Pasal 47-50 KHI dan diatur lebih lanjut mengenai perjanjian harta bersama Pasal 86-97 KHI. Perlindungan Hukum preventif dari dibuatnya perjanjian perkawinan akan melindungi harta masing- masing pihak, dan jika terjadi pelanggaran perjanjian maka suami, istri, atau pihak
i
Salsabila Haningraharjo
dapat melakukan pengajuan gugatan ke pengadilan sebagai perlindungan hukum represif perjanjian perkawinan.
Saran dalam penelitian ialah suami isteri yang akan membuat perxxxxxan perkawinan perlu membuat klausul perjanjian yang jelas terkait kepemilikan harta yang dibuat dihadapan notaris dan didaftarkan ke KUA agar mendapatkan kepastian dan perlidungan hukum yang mengikat baik bagi suami istri atau pun pihak ketiga yang bersangkutan dengan perjanjian tersebut. Notaris perlu memastikan akta yang dibuatnya tidak akan merugikan pihak siapapun dan perlu melakukan penyuluhan ukum kepada masyarakat akan manfaat dibuat perjanjian perkawinan khsuusnya menurut hukum Islam. Pemerintah juga perlu membuat aturan hukum yang jelas bagi perkara pembagian harta bersama terutama terkait Hukum Islam, agar hukum Islam dapat menguraikan dengan jelas mengenai harta bersama dan pembagiannya.
Kata Kunci : Perjanjian Perkawinan, Harta Bersama, Hukum Islam
ii
ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN YANG BERKAITAN DENGAN HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM ISLAM
Oleh:
SALSABILA HANINGRAHARJO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2023
RIWAYAT HIDUP
Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx dilahirkan di Depok, Jawa Barat pada tanggal 30 Oktober 2001 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Xxxxx Xxxxxx dan Ibu Xxxxxxxxxxxxxx. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Islam Terpadu Miftahul Ulum pada tahun 2013, SMPN 4 Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014, dan SMAN 2 Kota Tangerang Selatan pada tahun 2019.
Penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN pada tahun 2019.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kampus UKM-F Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH). Penulis menjadi pengurus bidang Alumni dan Kerjasama pada tahun 2021 dan menjadi Kepala Bidang Alumni dan Kerjasama pada tahun 2022. Penulis juga menjadi panitia dalam acara National Mootcourt Competition Anti Human Trafficking Piala Xxxx. Xxxxxx Xxxxxxxxxx (NMCC AHT) bidang registrasi. Penulis mengikuti perlombaan Mediasi tingkat Nasional di Universitas Tarumanagara Law Fair pada tahun 2021 dan Bussiness Law Competition tingkat Nasional di Universitas Indonesia pada tahun 2022. Penulis melakukan magang di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2021 dan mengikuti program Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung pada Tahun 2021 dan Kantor Hukum Xxxxxx Xxxxxx and Partners pada tahun 2022. Penulistelah mengikuti program pengabdian langsung kepada masyarakat yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) di daerah Tanjung Karang, Bandar Lampung pada bulan Januari sampai februari 2022.
vii
MOTTO
"Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah selalu bersama kita." (Q.S. At-Taubah : 40)
" Orang yang paling sempurna bukanlah orang dengan otak sempurna, melainkan orang yang dapat memeprgunakan sebaik-baiknya dari bagian otaknya yang kurang sempurna."
(Xxxxxxxxxx)
“ Waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memanfaatkanya dengan baik, maka ia akan memanfaatkanmu.”
(HR. Muslim)
viii
PERSEMBAHAN
Dengan segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT. Atas rahmat hidayah-Nya dan dengan segala kerendahan hati, Ku persembahkan Skripsi ini kepada:
Kedua Orang Tua Tercinta,
Ayah Xx. Xxxxxx,S.Hum.,MA. dan Ibu Karyatiningsih, M.Pd.
Yang senantiasa membesarkan, mendidik, membimbing, mendoakan, berkorban dan mendukungku, terimakasih untuk semua kasih sayang dan cinta sehingga aku bisa menjadi seseorang yang kuat dan konsisten kepada cita-cita.
Semoga ALLAH subhanna wata’ala. selalu memberikan Karunia dan nikmat yang tiada henti-hentinya untuk kita semua.
Aamiin Allahumma aamiin.
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil a’lamin, puji syukur kehadirat Allah subhannau wata’ ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Analisis Hukum Perjanjian Perkawinan Yang Berhubungan Dengan Harta Bersama Menurut Hukum Islam” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas lampung.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Pada penulisan skripsi ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih setulus hati yang sebesar-besarnya terhadap:
1. Bapak Dr. M. Xxxxx, X.X., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
2. Bapak Xx. Xxxxxxx, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Xxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
x
4. Xxx Xxxx Xxxxx Xxx, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I dan Pembimbing Akademik yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini;
5. Xxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini;
6. Ibu Xx. Xxxxxx Xxxxxxxx, M.A., selaku Dosen Pembahas I yang telah memotivasi, mengevaluasi serta memberikan kritik saran yang membangun untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
7. Xxx Xxxxxxxxx, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas II yang telah memotivasi, mengevaluasi, dan memberikan kritik saran yang membangun untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
8. Seluruh Dosen Pengajar Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung serta seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Lampung berdikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis;
9. Para Staf Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung. Terutama Mba Yanti dan Mba Sri yang membantu dalam pemberkasan seminar sampai ujian;
10. Xxxxxxxxxxx untuk adik-adikku Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxxxxx Xxxxxxx yang sudah memberikan canda tawa dan dukungan untuk penulis;
11. Terimakasih untuk sahabat SD Xxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxxxx, yang selalu memberikan motivasi dan dukungan untuk penulis dalam penyelesaian skripsi;
12. Untuk SMP Xxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxxx, Siska Pratiwi, dan Augtafani atas kebersamaan dan kekompakan yang sangat luar biasa;
xi
13. Untuk teman SMA Xxxxx, Xxxxxxxx, Xxxx, Xxxx, Xxxxx, Xxxxx, Xxxx, dan Abiyyi terimakasih atas kebersamaan dan dukungan hingga saat ini.
14. Untuk Delegasi Mediasi 2021 dan 2022, Xxxxx Xxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Xxx Xxxx, Xxxx Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxx, Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx Terima kasih untuk kebersamaan dan dukungannya, semangat meneruskan perjuangan untuk membanggakan Universitas Lampung di kancah Nasional.
15. Untuk teman belajar, Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxx, Xxxx Xxxxx, Xxxxx Harva, terimakasih atas dukungan dan canda tawa yang diberikan dari jarak jauh;
16. Untuk teman bangku kuliah, Xxxxxxx, Xxxxx, Xxxxxx Xxxxx, Xxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxx, Xxxxx, Suci Indahsari, Xxxxx, Xxxxxx, Xxxxxx Xxxxxx, dan Dwi Syahna terimakasih atas kebersamaan dan bantuan selama masa kuliah;
17. Keluarga besar UKM-F Pusat Studi Bantuan Hukum Fakultas Hukum yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, Terima kasih atas doa dan dukungan kalian selama perkuliahan, sukses untuk kedepannya.
18. Teruntuk Formatur Mediasi 2021, Kak Midi, Kak Tutu, Kak Rastra, Kak Safa, Kak Nandya. Terimakasih sudah memberikan ilmu tambahan untuk penulis
Semoga Allah SWT. Membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Bandar lampung, Maret 2023 Penulis
Salsabila Haningraharjo
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN v
HALAMAN PERNYATAAN v
RIWAYAT HIDUP vii
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 6
2. Rukun dan Syarat Sah Perjanjian 9
4. Unsur – Unsur Perjanjian 14
B. Konsep Perkawinan menurut Hukum Islam 15
2. Prinsip dan Asas Perkawinan 16
C. Perjanjian Perkawinan berdasarkan Hukum Islam 17
D. Harta Bersama dalam Perkawinan 19
1. Pengertian Harta Bersama 19
E. Tinjauan Umum Hukum Islam 22
xiii
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 29
A. Konsep dan Aturan Perjanjian Perkawinan terkait Harta Bersama menurut Hukum Islam 29
1. Konsep Dan Aturan Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Islam 29
2. Konsep Dan Aturan Harta Bersama Yang Terdapat Dalam Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Islam 40
B. Perlindungan Hukum Perjanjian Perkawinan Terkait Harta Bersama Menurut Hukum Islam 63
1. Hubungan Hukum Pihak-Pihak yang Membuat Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Islam 63
2. Akibat Hukum adanya Pengaturan Harta Bersama dalam Perjanjian Perkawinan menurut Hukum Islam 68
3. Perlindungan Hukum Perjanjian Perkawinan terkait Harta Bersama Menurut Hukum Islam 70
xiv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia mengalami tiga peristiwa hukum yang penting semasa hidupnya, yaitu kelahiran, perkawinan, dan kematian. Proses dalam menjalani kehidupan yang terkait dengan kelahiran, perkawinan, dan kematian melibatkan relasi sosial, salah satunya dimana manusia sebagai makhluk sosial mempunyai naluri untuk ingin hidup bersama dan saling berinteraksi dengan sesamanya. Ahi psikologi sosial, Xxxxx Xxxxx, menyebutkan ciri ingin hidup bersama tersebut sebagai kebutuhan terhadap keterhubungan selain kebutuhan terhadap hal yang bersifat identitas dan orientasi hidup.1 Oleh karena itu, pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kebutuhan manusia terhadap keterhubungan antara laki-laki dan perempuan.
Perkawinan antara laki-laki dan perempuan diikat oleh suatu komitmen atau janji suci yang terkait dengan hak dan kewajiban sebagai suami atau istri. Komitmen atau janji suci dalam suatu perkawinan mengikat secara lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berlandaskan Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut merupakan salah satu dasar perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1 tentang Dasar Perkawinan.2 Undnag-Undang Dasar Perkawinan dibuat oleh negara sebagai produk hukum positif yang melindungi hak dan kewajiban suami isteri. Dalam perspektif Islam, Allah telah
1 Xxxxxx X.Xxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxx, Penerj. Xxxxxxxx, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis), Yogyakarta: Kanisius, 1993, hlm.237.
2 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Edisi Lengkap, Bandung: CV Nuansa Aulia, 2020, hlm.74
menjadikan manusia untuk hidup berpasangan sebagaimana firman Allah dalam Al- Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21 :
م„ وْ َقِّل ت
يٰ لَٰ
كل¸ ذ ي
ن¸اۗ ˝ةمَ ح
رَ و
˝ة دوَ م
مْ ُكَنيْ
لَ عَ جو
اهَ يْ َل
اوْْٓ ُنُكس
َتِّل
اجاوَ زْ َا مْ ُكس
ُفنْ َا نْ مِّ
مْ ُك
قَلخ
نْ َا هْٓ , ت¸ يٰ ا
نْ م¸ و
نَ وْ رُ ك َفَت ي.
Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih dan saying, sesunguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”
Menurut hukum Islam3 perkawinan adalah suatu akad yang menghalalkan hubungan suami istri dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang keduanya bukan muhrim, hal tersebut berarti bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan bersepakat diantara mereka untuk membentuk suatu rumah tangga, maka hendaknya kedua calon suami isteri tersebut terlebih dahulu melakukan akad nikah. Dalam agama Islam perkawinan diartikan pernikahan atau akad yang sangat kuat atau mitsaqah galidzan (perjanjian suci dengan Allah) untuk mentaati perintah Allah. Oleh karena itu, melaksanakan perkawinan merupakan ibadah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Dengan adanya perkawinan yang sah maka pasangan suami istri diikat secara hukum yang disaksikan masyarakat. Dalam kondisi apapun keduanya harus menaga dan mempertahankan perkawinan agar tidak sampai terjadi perceraian.
Dalam proses menjalani ikatan perkawinan sepasang suami istri mempunyai dak dan kewajiban yang terikat oleh hukum yang mengatur segala aspek kehidupan suami istri, salah satunya adalah yang terkait dengan harta yang didapat keduanya. Salah satu faktor terpenting yang dibutuhkan oleh suami dan isteri di dalam berumah tangga adalah adanya harta. Oelh karena itu, harta dapat menjadi penyebab yang dapat melahirkan konflik rumah tangga. Konflik yang terjadi dalam rumah tangga terkait pembagian harta diantara suami dan istri terhadap yang digolongkan
3 Bakri A. Xxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam, Undang-undang Perkawinan dan Hukum Perdata/BW, Hidakarya Agung, Jakarta, 1981, hlm.11.
sebagai harta bersama (harta gono gini).4 Setiap perkawinan pasti membutuhkan sesuatu untuk menjamin dan menunjang kehidupan mereka selama berlangsunnya perkawinan. Harta juga merupakan hal yang sangat sensitif yang diinginkan oleh setiap orang untuk memenuhi kehidupan masing-masing untuk terciptanya kesejahteraan. Sebagai mahkluk ekonomi (Homo Economicus), manusia cenderung tidak pernah puas dengan apa yang sudah diperoleh dan selalu berusaha secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya5.
Konflik atas harta bersama dapat dipicu ketika salah satu pihak suami atau istri lebih banyak berkontribusi secara ekonomi dalam keluarga. Selain itu, dalam budaya masyarakat patriarki kehidupan rumah tangga cenderung didominasi oleh suami. Dalam suatu perkawinan, suami memiliki peran penting dalam mencari nafkah, dimana seorang suami berkewajiban memberikan nafkah demi berlangsungnya kehidupan rumah tangga. Sementara seorang istri berperan sebagai ibu rumah tangga. Namun, dalam keadaan modern saat ini, aktifnya gerakan emansipasi wanita maka turut berubahlah pola pikir perempuan menjadi lebih aktif dan dinamis perannya setara dengan laki-laki. Oleh karena itu, kaum perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk mencari nafkah dan mengumpulkan harta. Oleh karena itu, hak individual perempuan termasuk istri harus dilindungi oleh negara termasuk kepemilikan harta kekayaan.6
Jaminan terhadap kepastian hukum dalam suatu perkawinan dibutuhkan untuk mencegah timbulnya berbagai konflik yang ditimbulkan akibat pembagian harta- benda atau kekayaan dalam perkawinan terutama yang terkait dengan harta bersama. Apalagi jika kontribusi suami atau istri tidak seimbang dalam menghasilkan harta bersama, maka potensi konflik lebih tajam sebagaimana yang dialami dalam kasus perceraian antara artis Xxxx Xxxxxx dan suaminya.7 Oleh
4 Ah. Xxxxxxxxxx Xxxxx, “Problematikan Tuntutan Harta Bersama Suami “Pengangguran” dalam Mimbar Vol.24 No.4 2007, hlm.516-528
5 Xxxxx Xx Xxxxxx, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan (Studi Komparatif Fiqih, KHI, Hukum Adat dan KUHPerdata), Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2014, hlm 5
6 Xxxxxx Xxxxxxxx, Feminisme dan Fundamentalisme Islam, Penerj. M. Xxxxxx. Yogyakarta: LkiS 2004, hlm.105.
7 Ah. Xxxxxxxxxx Xxxxxx, Loc.cit., hlm. 523-524.
karena itu, di sebagian kalangan masyarakat dikenal pembuatan perjanjian perkawinan yang mengatur akibat hukum perkawinan terhadap harta kekayaan selama perkawinan tersebut. Dalam perjanjian perkawinan tersebut, seorang calon suami dan calon istri yang bekerja dan memiliki harta membuat perjanjian untuk menjaga harta masing-masing pasangan atau harta bersama kedua belah pihak.
Secara formal, perjanjian perkawinan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh suami-istri untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta mereka. Perjanjian perkawinan dapat memperjelas status harta antara suami dan istri yang dimiliki. Perjanjian Perkawinan sendiri masih dianggap hal yang tidak lazim oleh sebagian orang, sebagian orang berpendapat jika pernikahan dilandasi pada cinta dan kasih sayang, tidak harus terjadi pembagian harta karena harta itu sudah menjadi milik berdua, pernyataan negatif lain juga mengungkapkan dibuatnya perjanjian nikah sama saja menyiapkan sebuah perceraian dalam suatu ikatan pernikahan. Namun, dibalik pendapat masing-masing orang, perjanjian perkawinan menekankan kepastian hukum untuk menjaga pasangan dari kemungkinan tuntutan yang muncul jika terjadi perceraian atau perpisahan pasangan akibat kematian.
Secara substantif, Xxxxxxxx menyebutkan bahwa isi perjanjian perkawinan itu bebas asal tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Selanjutnya, perjanjian tidak boleh dibuat karena causa palsu dan terlarang. Dalam perjanjian tersebut tidak dibuat xxxxx-xxxxx yang menyimpang dari hak-hak yang timbul dari kekuasaan suami sebagai kepala keluarga, hak-hak yang timbul dari kekuasaan orang tua (ouder-lijkemacht), hak-hak yang ditentukan oleh undang-undang bagi mempelai yang hidup terlama (langstlevende echtgenoot) dan tidak dibuat perjanjian yang mengandung pelepasan hak atas harta peninggalan orang-orang yang menurunkannya. Perjanjian pranikah dibuat dan disahkan dihadapan pengacara ataunotaris kemudian dicatatkan di Kantor Urusan Agama atau Catatan Sipil8.
Perspektif hukum Islam yang ada di Indonesia ditemukan dalam Pasal 85 sampai dengan 97 Bab XIII Kompilasi Hukum Islam yang merupakan produk fikih
8 Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, Islam Tentang Relasi Suami dan Istri (Hukum Perkawinan I), (Yogyakarta: Academica dan Tazzafa, 2004), hlm. 42.
Indonesia. Pasal tersebut mngatur kemungkinan bagi para pihak suami istri membentuk harta bersama dalam keluarga. Pasal 65 Kompilasi Hukum Islam juga menyatakan adanya harta bersama dalam keluarga yang tidak. menutup kemungkinan adanya harta milik pribadi masing-masing suami danisteri. Kompilasi Hukum Islam tersebut secara tegas menyatakan bahwa suami bertanggungjawab menjaga harta bersama, harta pribadi isteri dan harta pribadi suami sendiri. Isteri ikut bertanggungiawab menjaga harta bersama maupun harta pribadi suami yang ada padanya. Tanpa persetujuan pihak lain, suami atau isteri tidak boleh menjual atau memindahtangankan harta bersama
Produk fikih Indonesia mengatur kemungkinan bagi para pihak suami isteri untuk membentuk harta bersama dalam keluarga. Pasal 65 Kompilasi menyatakan pula bahwa adanya harta bersama dalam keluarga itu tidak. menutup kemungkinan adanya harta milik pribadi masing-masing suami dan isteri. Kompilasi Hukum Islam secara tegas menyatakan bahwa suami bertanggungjawab menjaga harta bersama, harta pribadi isteri dan harta pribadi suami sendiri. isteri ikut bertanggungiawab meniaga harta bersama maupun harta pribadi suami yang ada padanya. Tanpa persetujuan pihak, lain, suami atau isteri tidak boleh menjual atau memindahtangankan harta bersama.
Pembagian harta bersama menurut hukum Islam dalam Pasal 96-97 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa pembagian harta bersama baik cerai hidup maupun cerai mati ini, masing-masing mendapat setengah dari harta bersama tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa keberadaan harta bersama dalam suatu keluarga sangat diperlukan, baik itu selama masih dalam ikatan perkawinan maupun setelah putusnya hubungan perkawinan. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 85, disebutkan bahwa “Adanya harta bersama di dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri”.9 Pasal ini menjelaskan adanya harta bersama dalam perkawinan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri.
9 Kompilasi Hukum Islam (KHI), Op.cit., hlm. 26.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana kedudukan harta bersama dalam perkawinan menurut hukum Islam serta bagaimana perlindungan atas perjanjan perkawinan dalam bentuk skripsi yang berjudul “ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN YANG BERKAITAN DENGAN HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM ISLAM”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Permasalahan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat diidentifikasikan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini yaitu:
a. Bagaimana konsep dan aturan perjanjian perkawinan terkait dengan harta bersama dalam hukum Islam?
b. Bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian perkawinan terkait harta bersama menurut hukum Islam?
2. Raung Lingkup Penelitian
Adapun yang menjad ruang lingkup penelitian ini meliputi:
a. Konsep dan aturan perjanjian perkawinan terkait harta bersama menurut hukum Islam.
b. Pelrindungan hukum bagi para pihak pembuat perjanjian perkawinan terkait harta bersama menurut hukum Islam.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan keselarasan dan mengidentifikasi permasalahan yang telah disusun di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
B. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap harta bersama dalam perjanjian perkawinan
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dilaksanakannya penelitian ini sebagai berikut:
a. Kegunaan teoritis, diharapakan hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai literatir bacaan dan menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi kemajuan informasi dan pengembangan ilmu hukum terutama di bidang ilmu hukum keperdataan yang berkenaan dengan perjanjian berdasarkan hukum Islam.
b. Kegunaan praktis
1) Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi penulis dalam ilmu tentang perspektif hukum Islam melihat perjanjian perkawinan terkait dengan harta bersama
2) Salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauam Umum Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak menjadi sebuah perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan Undang– Undang. Perjanjian dalam KUHPerdata dimana satu orang membuat kesepakatan dengan orang lainnya dan mengikat bagi kedua belah pihak. Sedangkan menurut hukum Islam perjanjian berasal dari kata aqad )دقع) yang secara etimologi berarti “menyimpulkan”.10 Sebagaimana menurut etimologi Xxxxxx xx-zuhaili, akad berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun secara maknawi, dari satu segi maupun dua segi11. Selanjutnya, senada dengan pengertian akad tersebut, beberapa definisi perlu disebutkan untuk mempertegas pengertian akad.
Subekti mendefinisikan perjanjian sebagai satu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana kedua belah pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan hal tertentu. Definisi yang sama juga disebutkan oleh Xxxxxxxxxx yang mengatakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengertai harta kekayaan.12 Sementara itu, dengan menekankan pada aspek hukum, Xxxxxxxxxxxxxx memberikan definisi perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum berdasarkan kata
10 Xxxxx Xxxxxxx, Fiqh Mumalah: Membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta, Hak Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis dan lain-lain, cet. V (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.44.
11 Xxxxxxx Xxxxx, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hlm. 68
12 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Hukum perdata Indonesia, andung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 1990), hlm. 224 – 225
sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat hukum yang dipaksakan oleh undang-undang.13 Senada dengan Xxxxxxxxxxxxxx, Xxxxx X.X mendefinisikan perjanjian sebagai hubungan antara satu subjek hukum dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan subjek hukum yang lain memiliki kewajiban untuk menjalankan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati bersama.14
Berdasarkan hal diatas, maka perjanjanjian merupakan ikatan kedua belah pihak dalam hal kekayaan yang dimana perjanjian tersebut memiliki kekuatan hukum tetap layaknya udang-undang, perikatan yang tercipta atas disepakatinya perjanjian mengakibatkan adanya hak dan kewajiban yang mewajibkan pihak yang satu memenuhi kewajiban prestasi dan pihak yang lain mendapatkan haknya.
2. Rukun dan Syarat Sah Perjanjian
Syarat-syarat sahnya perjanjian tedapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat:
1) Adanya kesepakatan para pihak untuk saling mengikatkan diri membuat suatu perjanjian sesuai ke[hendak dengan pihak lainnya;
2) Kecapakaran para pihak dalam membuat perikatan. Dimana disini kecapakan yang dimaksud adalah dalam melakukan perbuatan hukum berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Dalam Pasal 1330 KUH Perdata dijelaskan orang yang tidak cakap membuat perjanjian antara lain:
a) Orang yang belum dewasa;
b) Orang di bawah pengampuan.
3) Suatu hal tertentu atau objek perjanjian yang diatur dalam Pasal Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata;
4) Causa yang halal yang artinya perjanjian yang dibuat harus memenuhi
13 Xxxxx Xxxxxxx, Perlindungan hukum pemegang polis asuransi dalam perjanjian pertanggungan dengan cara by phone (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2009), hlm. 84.
14 Xxxxx X.X, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 26
syarat subjektif dan objektif. Syarat subjektif berupa kesepakatan dan kecapakan, syarat objektif berupa objek perjanjian.
Untuk dapat terealisasinya tujuan akad, maka diperlukan unsur pembentuk akad. Menurut jumhur fuqaha, rukun akad berdasarkan hukum Islam terdiri atas:
1) Al- Āqidāni, yakni para pihak yang terlibat langsung dengan akad.
Aqid merupakan orang yang melakukan akad. Dalam proses akad bisa dilakukan sendiri atau bersama orang lain.Ulama fiqh memberikan persyaratan atau kriteria yang harus dipenuhi oleh aqid15.
a) Ahliyah, keduanya memiliki kecakapn dan kepatutan untuk melakukan transaksi. Biasanya mereka akan memiliki ahliyah jika telah baligh atau mumayyiz dan berakal. Berakal disini adalah tidak gila sehingga mampu memahami ucapan orang-orang normal.
b) Wilayah, hak dan kewenangan seseorang untuk mendapatkan keabsahan suatu perjanjian dan merupakan pemilik asli atau wali dari perjanjian tersebut
2) Mahallul aqad, yakni obyek akad yang disebut juga dengan sesuatu yang hendak diakadkan.
3) Maudhu aqad ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad, berbeda akad, maka berbedalah tujuan pokok akad.
4) Shighatul aqad, pernyataan kalimat akad yang lazimnya dilaksanakan melalui pernyataan ijab dan qabul.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka jika duhubungkan dengan pembahasan rukun akad, dapat dijelaskan bahwa rukun akad adalah kesepakatan dua kehendak, yakni ijab dan qabul. Masing-masing rukun yang membentuk akad diatas, memerlukan adanya syaratsyarat agar rukun tersebut dapat berfungsi dan dapat membentuk suatu akad. Tanpa adanya syarat-syarat yang dimaksud, rukun akad tidak dapat membentuk suatu tujuan dari pada akad. Dalam hukum Islam, syarat-
15 Xxxxx Xxxxxxx, Op.cit., hlm.54
syarat tersebut dinamakan “syarat-syarat terbentuknya akad, antara lain
1) Para Pihak yang harus memenuhi syarat terbentuknya akad yaitu Xxxxxx dan Xxxbilang
2) Pernyataan Kehendak yang harus memenuhi syarat adanya persesuaian ijab
dan qabul yaitu tercapainya kata sepakat dan kesatuan majelis akad
3) Obyek akad yaitu dapat diserahkan, dapat ditentukan dan dapat ditransaksikan
4) Tidak bertentangan dengan syariat Islam
3. Asas-Asas Perjanjian
Hukum Islam memiliki beberapa asas-asas dari suatu perjanjian.Asas-asas akad ini tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan antara satu dan lainnya.
Adapun asas-asas itu adalah sebagai xxxxxxx00
1) Asas Ibahah (Mabda’ Ibahah)
Asas ibahah adalah asas umum hukum Islam dalam bidang muamalat secara umum. Asas ini merupakan kebalikan dari asas yang berlaku dalam masalah ibadah. Dalam hukum Islam, Bentuk-bentuk ibadah yang sah adalah bentuk- bentuk yang disebutkan dalam dalil-dalil syari’ah
2) Asas kebebasan beraqad (mabda’ huriyyah at-ta’aqud)
Hukum Islam mengakui kebebasan beraqad, yaitu suatu prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat aqad atau jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam undang- undang syari’ah dan memasukan klausula apa saja ke dalam aqad yang dibuatnya sesuai dengan kepentinganya sejauh tidak berakibat makan harta sesame dengan batil asas ini merupakan konkritisasi lebih jauh dari sepesifikasi yang lebih tegas lagi terhadap asas ibadah dalam mumalat17.
16 Xxxxxxxxxxxx Xxxxxx, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) Hlm. 15
17 Xxxxxxxxxxx Xxxxxx, “Hukum Perjanjian Syariah” dalam kompilasi Hukum Perikatan oleh Xxxxxx Xxxxx et.al.ctk. pertama, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2001, hlm. 249
Asas ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat perjanjian baik dari segi yang diperjanjikan dan bebas menentukan dengan siapa ia akan membuat perjanjian maupun menentukan persyaratan- persyaratan lain termasuk menentukan cara-cara penyelesaian bila terjadi sengketa di kemudian hari.
3) Asas Konsensualisme (mabda’ ar-radhaiyyah)
Asas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak harus didasarkan pada kesepakatan bebas dari para pihak ndan tidak boleh ada unsur paksaan, tekanan, dan penipuan. Jika hal ini tidak dipenuhi maka transaksi terebut dilakukan secara batil. Xxxx konsensualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya suatu perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara pihak tanpa perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu.
4) Asas Keseimbangan (mabda’ at-tawazun fi al-mu’awadhah)
Secara factual jarang terjadi keseimbangan antara para pihak dalam bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam tetap menekankan perlunya keseimbangan itu, baik keseimbangan antara apa yang diberikan dan apa yang diterima maupun keseimbangan dalam memikul risiko. Asas keseimbangan dalam transasksi (antara apa yang diberikan apa yang diterima) tercermin pada dibatalkanya suatu aqad yang mengalami ketidakseimbangan prestasi yang mencolok. Asas keseimbangan dalam memikul risiko tercermin dalam larangan terhadap transaksi riba, di mana dalam konsep riba hanya debitur yang memikul segala risiko atas kerugian usaha, sementara krditor bebas sama sekali dan harus mendapat prosentase tertentu sekalipun pada saat dananya mengalami kembalian negative.
Dalam melakukan kontrak para pihak menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan pada asas persamaan dan kesetaraan. Bahwa para pihak dalam perjanjian mempunyai kedudukan yang sama yaitu mempunyai kesetaraan atau kedudukan yang seimbang dalam menentukan term of condition dari suatu akad. Kedudukan hak dan kewajiban suami istri seimbang, baik didalam masyarakat atau di dalam rumah tangga. Maka,
segala sesuatu dalam keluarga akan diputuskan bersama. Perjanjian yang dilakukan dengan cara kesepakatan berdasarkan keseimbangan sudah ditegaskan dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Perkawinan pada waktu atau sebelum perkawinan.
5) Asas Kemaslahatan atau Tidak Memberatkan
Asas kemaslahatan dimaksudkan bahwa aqad yang akan dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian atau keadaan yang memberatkan. Apabila dalam pelaksanaan aqad terjadi suatu perubahan keadaan yang tidak dapat diketahui sebelumnya serta membawa kerugian yang fatal bagi pihak yang bersangkutan sehingga memberatkanya, maka kewajibanya dapat diubah dan disesuaikan kepada batas yang masuk akal. maksudnya adalah bahwa akad yang dilakukan oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian (mudharrat) atau keadaan memberatkan (musyaqqah).
6) Asas Amanah
Asas Amanah dimaksudkan bahwa masing-masing pihak haruslah beritiqad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainya dan tidak dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya. Dalam kehidupan masa kini banyak sekali objek transaksi yang dihasilkan oleh satu pihak melalui suatu keahlian yang amat sepesialis dan profesionalisme yang tinggi sehingga ketika ditansaksikan, pihak lain menjadi mitra tarnsaksi tidak banyak mengetahui seluk beluknya. Oleh karena itu, ia sangat bergantung kepada pihak yang menguasainya.
7) Asas Keadilan
Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua hukum. Keadilan merupakan sendi setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sering kali dizaman modern aqad ditutup oleh satu pihak dengan pihak lain tanpa ia memiliki kesempatan untuk melakukan negosiasi mengenai klausula aqad tersebut, karena klausula aqad itu telah dibakukan oleh pihak lain. Tidak mustahil bahwa dalam pelaksanaanya akan timbul kerugian
kepada pihak yang menerima syarat baku itu karena didorong kebutuhan. Dalam hukum Islam kontemporer telah diterima suatu asas bahwa demi keadilan syarat baku itu dapat diubah oleh pengadilan berdasarkan alasan18
4. Unsur – Unsur Perjanjian
Unsur Perjanjian Perjanjian lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau unsur esensial dalam suatu kontrak. Penekanan tentang unsur yang esensial tersebut karena selain unsur yang esensial masih dikenal unsur lain dalam suatu perjanjian. Dalam suatu perjanjian dikenal tiga unsur, yaitu sebagai berikut19:
1) Unsur Esensialia
Unsur Esensialia merupakan unsur yang harus ada dalam suatu perjanjian karena tanpa adanaya kesepakatan tentang unsur esensial ini maka tidak ada perjanjian. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, perjanjian tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.
2) Unsur Naturalia
Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undangundang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, maka mengikuti ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut, sehingga unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi.
3) Unsur Aksidentalia
Unsur Aksidentalia merupakan unsur yang akan ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikanya. Sebagai contoh, kontrak jual beli
18 Xxxxxxx Xxxxx, Hukum Perjanjian Syariah : Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.92
19 Xxxxxx Xxxx, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 31-32
dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar hutangnya, dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula klausul lain yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur essensial dalam kontrak tersebut.
B. Perkawinan Menurut Hukum Islam
Dalam sub-bab ini penulis memberikan pemaparan tinjauan terhadap perkawinan. Namun perlu penulis informasikan terlebih dahulu,bahwa perspektif yang penulis gunakan dalam memberikan pemaparan adalah menggunakan perspektif undang- undang yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan berdasarkan hukum Islam. Adapun hal-hal yang penulis tinjau adalah substansi terkakit perkawinan diantaranya yaitu tentang pengertian perkawinan, tujuan perkawinan, dasar hukum, dan asas-asas perkawinan.
1. Pengertian Perkawinan
Istilah perkawinan memiliki beberapa sudut pandang baik menurut aturan hukum maupun para ahli hukum. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri. Definisi perkawinan menurut Pasal 1 UU Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri untuk membentuk rumah tangga dan keluarga yang bahagia serta kekal Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa20 membentuk keluarga artinya membentuk kesatuan masyarakat kecil yang terdiri dari suami,isteri dan anak-anak. Membentuk keluarga yang bahagia dengan
20 Xxx Xxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxxxxx. ”Eksistensi Perkawinan Dan Tujuannya”. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016
keturunan yang merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban kedua orang tua. Kebahagiaan yang dicapai bukanlah yang sifatnya sementara, tetapi kebahagiaan yang kekal dan tidak boleh diputuskan atau dibubarkan menurut kehendak pihak-pihak. Dalam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam disebutkan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah. Beberapa pengertian perkawinan menurut para ahli antara lain :
1) Menurut Ter Haar, perkawinan merupakan urusan kerabat,urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat dan urusan pribadi21
2) Menurut Xxxxxx Xxxxxx perkawinan adalah Perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang laki -laki dengan seorang perempuan22
3) Menurut X.Xxxxxxxx memberikan definisi perkawinan yaitu pertalian yang satu antara seorang laki-laki dan perempuan untuk waktu yang lama23
Perkawinan merupakan suatu konsep yang mengandung tujuan luhur dan tidak boleh dipandang hanya sebatas hubungan keperdataan semata. Maksud dan tujuan daripada perkawinan sebagai suatu hubungan yang mengandung bagaimana implementasi manusia dalam melaksanakan setiap kewajiban sebagai makhluk tuhan menurut kepercayaan yang dianutnya24.
2. Prinsip dan Asas Perkawinan
Sebuah perkawinan dilaksanakan berdasarkan beberapa asas. Dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Bab 2 dijelaskan mengenai asas-asas perkawinan yaitu :
21 Ter Haar, 1960, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat (terjemahan Soebakti Poesponoto
K. Ng.), Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx, hlm. 158.
22 Xxxxxx Xxxxxx, 1974, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, hlm. 47
23 R. Soebakti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet.XIX, Pt. Internusa Jakarta. 1974. Hlm.20
24 Xxxxxxx xxxxxxxx, hak bagi warga negara asing dalam perkawinan campuran ditinjau dari pasal 35 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan”program studi magister kenotariatan fakultas hukum universitas Brawijaya malang,2016, hlm.23
1) Kesepakatan calon suami dan istri (Pasal 6 ayat 1)
2) Asas monogami dimana pria dan wanita hanya boleh memiliki satu istri/suami namun ada perkecualian syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 4- 5 (Pasal 3 ayat 1)
3) Perkawinan menimbulkan bagi suami, istri, serta anak atau keturunan
4) Harta suami dan istri akan berpengaruh karena terjadinya perkawinan Ajaran Islam menjelaskan beberapa prinsip dalam perkawinan sebagai berikut:25
1) Peminangan sebagai niat awal dalam sebuah perkawinan yang sudah mendapat persetujuan dari kedua belah pihak
2) Terdapat beberapa wanita tidak dapat dikawini yang tidak sesuai dengan ketentuan perkawinan anara seorang pria dan wanita
3) Kedua belah pihak yang melaksanakan perkawinan harus menyelenggarakan perkawinan dengan syarat yang sudah disepakati.
4) Tujuan perkawinan dimana membentuk keluarga yang damai dan kekal
5) Suami menjadi pemimpin keluarga tetapi tetap terjadi keseimbangan hak dan kewajiban suami istri
C. Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Islam
Pengaturan terkait perjanjian perkawinan dijelaskan dalam Pasal 29 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tetapi tidak memberikan pengertian yang jelas dan tegas terkait isi detail dari perjanjian perkawinan.pada umumnya perjanjian perkawinan (Prenuptial Agreement) mengatur mengenai harta kekayaan. Perjanjian perkawinan merupakan perjanjian antara calon suami dan isteri yang didalamnya mengatur mengenai harta kekayaan yang dibuat dihadapan notaris dan disahkan oleh pegawai pencatat pernikahan. Pada Pasal 29 ayat (2) UU Perkawinan dijelaskan mengenai batasan dalam membuat perjanjian perkawinan tidak boleh melanggar peraturan hukum, agama, dan kesusilaan.
00 Xxxx Xxxxx Xxx, Xxxxx Keluarga Islam, (Bandar Lampung: Zam-zam Tower, 2017) hlm. 25-26
Soebakti menjelaskan perjanjian perkawinan adalah perjanjian harta benda antara suami dan isteri selama masa perkawinan yang perjanjian tersebut bisa saja menyimpang dari asas atau pola yang ditetapkan oleh undnag-undang.26 Selain itu, Xxxxxxx Xxxxxxx memberikan pandangan perjanjian perkawinan merupakan perjanjian diantara suami isteri dengan tujuan yang berakibat terhadap harta benda dari perkawinan yang akan dilakukan dan untuk sahnya perjanjian tersebut harus memenuhi ketentuan perundang-undangan serta ketentuan mengenai kapan berlakunya terhadap pihak ketiga27. Perjanjian dalam pelakasanaan perkawinan diatur dalam Pasal 29 UU No 1 Tahun 1974. Sedangkan dalam Hukum Islam pada Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Bab VII Pasal 45 sampai dengan 52 terkait dengan perjanjian perkawinan, para mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk :
a. Taklik Talak
Taklik talak adalah suatu perjanjian nikah yang diucapkan calon mempelai pria sesudah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa xxxxx xxxxx yang digantungkan dalam suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang (pasal 1 huruf e KHI). Isi perjanjian taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam. Perjanjian taklik talak adalah perjanjian tidak wajib diadakan dalam suatu perkawinan, tetapi perjanjian taklik talak yang sudah ada tidak dapat dicabut kembali.
b. Perjanjian lain
Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan Hukum Islam diatur dalam Pasal 47-50 KHI, antara lain adalah mengenai harta benda, misalnya pencampuran atau pemisahan harta pencaharian masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Apabila perjanjian tersebut mengenai pemisahan harta bersama, maka tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga Pasal 48 ayat
(1) KHI).
26 Subekti. Op.cit., 000, hlm. 8-9
27 Xxxxxxx Xxxxxxx, 2010, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan Buku Kedua, Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm. 4
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa “perjanjian perkawinan” menurut KHI bukan hanya terbatas pada harta yang di dapat selama perkawinan, akan tetapi mencakup harta bawaan masing-masing suami isteri. Sedangkan yang dimaksud perjanjian perkawinan terhadap harta bersama yaitu perjanjian tertulis yang disahkan pegawai pencatatan perkawinan.
D. Harta Bersama dalam Perkawinan
1. Pengertian Harta Bersama
Harta bersama menurut KBBI berarti harta yang diperoleh bersama dalam perkawinan. Dalam mendefinisikan harta bersama, R. Vandijk yaitu segala milik yang diperoleh selama perkawinan adalah harta pencaharian bersama dan dengan sendirinya menjadi lembaga harta bersama yang lazim disebut harta syarikat. Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Xxx Xxxx, yang mengatakan bahwa dalam arti umum harta bersama adalah barang-barang yang diperoleh suami isteri selama perkawinan. Bentuk harta bersama seperti itu, telah dibenarkan eksistensinya dalam kehidupan masyarakat dan oleh berbagai yurisprudensi tanpa mempersoalkan lingkungan adat dan stelsel kekeluargaan28 Pengertian harta bersama dijabarkan lebih jelas dan lebih luas di dalam aturan perundang-undangan baik dalam KUH Perdata, Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Secara yuridis formal, telah dijelaskan dalam aturan perundang- undangan bahwa yang dimaksud dengan harta bersama adalah harta yang diperoleh selama suami isteri terikat dalam suatu ikatan perkawinan.
Pasal-pasal dalam Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia memberikan keseimbangan kedudukan suami dan isteri yang mana masing-masing memiliki fungsi dan tanggungjawab yang berbeda, tetapi dengan satu tujuan yang sama yaitu tercapainya kebahagiaan rumah tangga atau terwujudnya rumah tangga dan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
28 X. Xxxxx Xxxxxxx, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 271.
Keseimbangan kedudukan suami dan isteri tidak terbatas dalam kehidupan rumah tangga saja, akan tetapi juga dalam kehidupan sosial kemasyarakatan29
Harta bersama secara etimologis adalah barang-barang yang menjadi kekayaan yang diperoleh suami istri dalam perkawinan30 Dalam yurisprudensi Peradilan Agama juga dijelaskan bahwa harta bersama yaitu harta yang diperoleh dalam masa perkawinan dalam kaitan dengan hukum perkawinan, baik penerimaan itu lewat perantara istri maupun lewat perantara suami. Harta ini diperoleh sebagai hasil karyakarya dari suami istri dalam kaitannya dengan perkawinan31. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No. 02 K/Ag/1979 yang menyebutkan bahwa harta yang diperoleh secara perkawinan adalah merupakan harta bersama (harta syarekat) antara suami isteri. Definisinya terdapat dalam Pasal 1 huruf f sebagai berikut:
“Harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiir-sendiri atau bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut sebagai harta bersama tanpa empersolakan atas nama siapapun”
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami isteri selama dalam ikatan perkawinan. Harta bersama diartikan sebagai harta kekayaan yang dihasilkan oleh suami isteri selama mereka diikat oleh tali perkawinan, atau dengan perkataan lain disebutkan bahwa harta bersama itu adalah harta yang dihasilkan dengan jalan syirkah antara suami isteri sehingga terjadi percampuran harta yang satu dengan yang lain dan tidak dapat dibeda-bedakan lagi. Dasar hukumnya adalah Al-Qurán surat an-Nissa’ ayat 32, bahwa bagi semua laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan semua wanita ada bagian dari apa yang mereka usahakan32
Para ahli Hukum Islam mengartikan harta bersama sebagai harta yang dimiliki oleh masing-masing suami istri dan digabungkan menjadi satu berdasarkan kesepakatan
29 Xxxxxxxxx Xxxxxx, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Sejarah, Hambatan dan Propskenya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 121
30 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. IX, Jakarta; Balai Pustaka, 1997), hlm. 28
00 Xxxxx Xxxxx, Xxxxx Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 108
32 Xxxxx xxxxx, Ibid. hlm. 109
yang disepakati oleh kedua belah pihak. Kompilasi Hukum Islam secara tegas menyatakan bahwa suami bertanggungjawab menjaga harta bersama, harta pribadi isteri dan harta pribadi suami sendiri. isteri ikut bertanggungiawab meniaga harta bersama maupun harta pribadi suami yang ada padanya. Dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 mengenai harta bersama juga disebutkan harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri sepenuhnya menjadi hak dari masing- masing untuk mempergunakannya. Di dalam Al-Qur’an maupun hadits tidak memberi ketentuan dengan tegas bahwa harta benda yang diperoleh suami selama perkawinan berlangsung sepenuhnya menjadi hak suami, dan hak istri, hanya terbatas atas nafkah yang diberikan suami. Pada dasarnya tidak ada percampuran harta kekayaan dalam perkawinan antara suami dan istri. Dalam waktu yang sama Al-Qur’an dan hadits juga tidak menegaskan bahwa harta benda yang diperoleh suami dalam perkawinan, secara langsung istri juga ikut berhak atasnya33
2. Jenis Harta Bersama
Hukum Perdata berdasarkan Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974, mengenal dua jenis harta dalam perkawinan, antara lain :
1) Harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi “harta bersama”
2) Harta bawaan masing-masing suami istri dan harta yang diperoleh masing- masing sebagai hadiah atau warisan yang disebut dengan “harta pribadi” yang sepenuhnya berada dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Dalam Kompilasi Hukum Islam telah diatur mengenai harta bersama atau harta gono-gini dalam Bab XIII tentang Harta Kekayaan Dalam Perkawinan, dari Pasal
85 hingga 97. Berdasarkan Pasal 91 Kompilasi Hukum Islam harta bersama merupakan benda milik suami istri yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai hukum
33 Xxxxx Xxxxx Xxxxxx, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2000, hlm. 66
serta memiliki nilai guna berdasarkan aturan hukum yang mengatur. Berdasarkan Pasal 85 sampai dengan Pasal 97 KHI membagi harta perkawinan, antara lain :
1) Harta bersama berupa benda berwujud dan tidak berwujud
2) Harta bersama berupa benda bergerak dan tidak bergerak
3) Harta bersama yang tidak berujud berupa hak dan kewajiba
4) Harta bersama yang dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak selama pihak lainnya setuju
E. Tinjauan Umum Hukum Islam
Hukum Islam aturannya merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam. Kata kompilasi merupakan serapan dari bahasa latin compilare yang artinya mengumpulkan bersama dan dalam bahasa Belanda yaitu compilatie. Definisi Kompilasi Hukum Islam menurut Xxxxx X. Xxxxxxxx, adalah seperangkat ketentuan hukum Islam yang ditulis dan diatur secara teratur. Kompilasi Hukum Islam dapat kita artikan sebagai kumpulan atau ringkasan berbagai pendapat hukum islam yang dimbil dari berbagai sumber kitab hukum yang dijadikan sebagai sumber rujukan atau untuk dikembangkan di Peradilan Agama yang terdiri dari bab nikah, waris, dan wakaf. Latar belakang penyusunan Kompilasi Hukum islam sebagai aturan Hukum Islam didasarkan pada pertimbangan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama tanggal 21 Maret 1985 No. 07 / KMA / 1985 dan No. 25 tahun 1985 tentang Penunjukan Proyek untuk Pengembangan Hukum Islam melalui yurisprudensi atau lebih dikenal dengan Kompilasi proyek-proyek Hukum Islam. Proses pembentukan KHI memiliki hubungan yang erat dengan kondisi hukum Islam di Indonesia sejauh ini.
Hukum Islam
Harta bersama dalam Perjanjian Perkawinan
Konsep dan aturan Terkait harta
bersama dalam perjanjian perkawinan dalam hukum Islam
Perlindungan hukum perjanjian
perkawinan terakit harta bersama menurut hukum islam
F. Kerangka Pikir
Keterangan:
Berdasarkan kerangka pikir diatas, Perjanjian Perkawinan merupakan salah satu proses yang dilakukan oleh suami dan istri yang berisi terkait dengan harta bersama dan pengaturan lainnya yang bertujuan untuk melindungi hak suami dan istri terutama terkait dengan harta benda dari perkawinan yang akan dilakukan. Perjanjian perkawinan dalam hukum islam mengacu pada Kompilasi Hukum Islam mengatur pengaturan terkait dengan harta suami istri, dimana dalam hukum islam dijelaskan yang termasuk harta bersama. Hukum Islam mengartikan harta bersama sebagai harta yang dimiliki oleh masing-masing suami istri dan digabungkan menjadi satu berdasarkan kesepakatan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Perjanjian perkawinan yang dibuat harus dihadapan notaris dan dicatatkan ke kantor urusan agama untuk mendapatkan kepastian hukum hal tersebut merupakan salah satu upaya perlindungan hukum kepada perjanjian perkawinan yang dijelaskan lebih lanjut dalam dalam hukum islam
III. METODE PENELITIAN
Dalam melakukan suatu penelitian, tidak akan terlepas dari penggunaan metode. Karena metode penelitian merupakan cara atau jalan yang digunakan dalam sebuah penelitian atau bagaimana seseorang harus bertindak. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu34 Metode penelitian merupakan tahapan yang harus dipahami dalam melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, karena penelitian merupakan kegiatan untuk mengungkap kebenaran yang menjadi salah satu dasar dari ilmu pengetahuan. Dan ilmu pengetahuan pada umumnya diperoleh dari sumber-sumber tertentu, antara lain observasi, generalisasi, dan teorisasi35 Maka untuk penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yakni merupakan suatu strategi inquiry yang menekankan pencarian makna, pengertian, konsep, karakteristik, gejala, simbol, maupun deskripsi tentang suatu fenomena serta disajikan secara naratif.
A. Jenis Penelitian
Menurut Xxxx Xxxxx Xxxxxxx jenis penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Pertama, penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif biasanya yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Kedua, penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer lapangan, atau
hlm. 13
34 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Metode Penelitian, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008, hlm. 43
35 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 1984,
terhadap masyarakat. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yang maksudnya pendekatan berdasarkan peraturan perundang- undangan serta hukum yang berkaitan erat dengan masalah yang akan diteliti yang berdasarkan atas kenyataan yang ada di dalam masyarakat, dan berdasar pada bahan pustaka atau data sekunder.
Jenis penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan meneiliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Pedekatan normatif hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, maka dalam pengelolan dan menganalisi bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum. penelitian hukum normatif ini mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum. Pendekatan yang penulis lakukan ini berdasarkan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah pembagian harta waris berdasarkan hukum Islam dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang di atur dalam Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Selain metode yuridis normatif dalam penelitian ini juga menggunakan comparative method yakni metode perbandingan, perbandingan hukum (comparative law) dalam penelitian ini adalah suatu pengetahuan dan metode mempelajari ilmu hukum dengan meninjau lebih dari satu sistem hukum, dengan meninjau kaidah dan atau aturan hukum dan atau yurisprudensi serta pendapat para ahli yang kompeten, untuk menemukan persamaan-persamaan dan perbedaanperbedaan sehingga dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan dan konsep tertentu
B. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang ditentukan sehingga mencapai tujuan penelitian. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis-Normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan
berdasarkan bahan huum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan masalah ini dilakukan dengan menelaah norma-norma tertulis sehingga merupakan data sekunder, yang bersumber dari bahan hukum primer dan sekunder36 antara lain Undang-Undang, Hukum Islam, dan Kompilasi Hukum Islam.
C. Sumber Hukum dan Data
Pada penelitian hukum yuridis normatif sumber data yang diperlukan bersifat data skunder. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang tidak diperoleh langsung dari sumbernya, tetapi diperoleh dari bahan pustaka, antara lain buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian terdahulu, artikel, internet dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Bahannya sendiri dapat berupa sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari kesatuan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan ditulis dalam proposal skripsi.
1) Al-Quran
2) Hadits Rasulullah
3) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
4) Kompilasi Hukum Islam
5) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum. Bahan hukum sekunder ini bersifat menjelaskan bahan hukum primer berupa buku literatur, hasil penelitian
36 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, hlm.13-14
para pakar hukum dan jurnal hukum untuk memperluas wawasan penulis dalam penulisan proposal skripsi ini. Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri atas :buku- buku teks yang ditulis oleh ahli hukum dan ahli fiqih, dokumen resmi, karya ilmiah, artikel, koran, majalah dan internet.
c. Bahan hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum atau kamus lain yang berkaitan dengan permasalahan yang ditulis dalam proposal skripsi ini.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library Research), yaitu pengumpulan data sekunder dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen, artikel, dan pengumpulan data yang diambil melalui internet, yang digunakan sebagai data penunjang dalam penulisan penelitian hukum. Dalam hal ini mempelajari bahan-bahan yang merupakan data sekunder, pertama mempelajari peraturan hukum yang menjadi obyek penelitian, dipilih dan dihimpun kemudian dari bahan-bahan itu dipilih mana yang berkaitan erat dengan obyek penelitian
E. Teknik Analisis Data
Pengolahan data yaitu bagaimana cara mengelola data yang berhasil dikumpulkan untuk memungkinkan penelitian bersangkutan melakukan analisis yang sebaik- baikya. Analisa data yaitu bentuk analisa yang bagaimana dalam menafsirkan data yang diperoleh sesuai dengan apa yang direncanakan dalam penelitian. Pengelolaan dan analisa data pada dasarnya tergantung pada jenis datanya, karena jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, maka dalam mengelola dan menganalisis data bahan hukum tersebut tidak bisa lepas dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum. Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu
F. Sistematika Penulisan
Pada penulisan skripsi ini akan menjelaskan secara lengkap tentang Urgensi Perjanjian Pranikah ditinjau dari sudut pandang hukum perdata dan kompilasi hukum islam. Judul tersebut merupakan perbandingan hukum antara hukum perdata dan hukum islam. Agar lebih mudah memahami materi Skripsi ini dibagi menjadi 4 (empat) bab, yang dilengkapi daftar pustaka sebagai sumber penulisan skripsi ini.
Bab I Pendahuluan, berisikan tentang latar belakang yang mendasari pelaksanaan penulisan Skripsi ini, perumusan masalah yang diangkat, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Berisikan tentang uraian mengenai pejelasan tentang teori-teori baik perbandingan hukum dan perjanjian pranikah menurut hukum perdata dan hukum islam khususnya melalui kompilasi hukum islam. Bab III Berisikan tentang penjelasan lebih lanjut mengenai perbandingan antara hukum perdata dan hukum islam melihat adanya perjanjian pranikah, urgensi dan kepastian hukum berdasarkan perjanjian pra nikah sesuai hukum perdata dan hukum islam sert akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya perjanjian pra nikah. Bab IV penutup, yang berisikan hasil yang diperoleh dari penulisan Skripsi ini, mencakup kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian. Dan juga terdapat saran yang membangun untuk pengembangan dalam pembelajaran mengenai hukum selanjutnya. Daftar pustaka yakni lembar sebagai tempat untuk mencantumkan berbagai sumber apa saja yang dipakai oleh penulis sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini.
78
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan konsep pembagian harta bersama dalam Kompilasi Hukum Islam dan perlindungan hukum terhadap harta bersama dalam perjanjian perkawinan sebagai berikut:
1. Perjanjian perkawinan berisi tentang pengaturan harta kekayaan termasuk harta bersama calon suami isteri. Harta bersama menurut Kompilasi Hukum Islam merupakan harta yang diperoleh selama suami isteri terikat dalam suatu ikatan perkawinan. Perjanjian perkawinan yang awalnya hanya bisa dilangsungkan sebelum dan ketika perkawinan, tetapi berdasarkan Putusan MK No.69 Tahun 2015 dapat dilaksanakan setelah perkawinan berlangsung selama masih dalam ikatan perkawinan. Penyelenggaraan perjanjian perkawinan berdasarkan hukum Islam syaratnya berdasarkan rukun akad hukum Islam. Perjanjian Perkawinan dalam hukum islam masuk kedalam perjanjian lain-lain yang diatur dalam Pasal 47-50 Kompilasi Hukum Islam. Pengaturan Perjanjian Perkawinan terkait Harta Bersama sendiri diatur lebih lanjut dalam Pasal 86- 97 Kompilasi Hukum Islam. Hukum Islam tidak melihat percampuran harta dalam suami istri, tetapi diperbolehkan penggabungan harta milik pribadi menjadi harta bersama dengan perjanjian perkawinan
2. Perjanjian kawin menurut hukum Islam harus dibuat dalam bentuk tertulis dihadapan notaris yang dibuat atas persetujuan atau kehendak bersama dan dicatatkan ke KUA dan perjanjian tersebut mengikat tidak hanya bagi suami istri tetapi juga pihak ektiga yang terkait dalam perjanjian. Perlindungan hukum menurut hukum Islam yang mengatur terkait harta bersama terdapat dalam Pasal 4 dan 86 Kompilasi Hukum Islam dimana diperbolehkan mencantumkan pengaturan harta bersama dalam peranjian perkawinan asalkan
79
tidak menghilangkan kewajiban suami. Dibuatnya perjanjian perkawinan merupakan upaya perlindungan hukum preventif untuk melindungi harta kekayaan dan hak kewajiban suami istri. Jika terjadi pelanggaran terhadap isi perjanjian maka dapar melakukan perlindungan hukum represif dengan pengajuan pembataln nikah atau perceraian ke pengadilan agama.
B. Saran
1. Suami dan Isteri yang akan membuat perjanjian perkawinan perlu mencantumkan degan jelas terkait pembagian harta bersama agar terdapat kejelasan mengenai kepemilikan harta dan dibuat dihadapan notaris yang kemudian didaftarkan ke KUA.
2. Pemerintah perlu membuat aturan yang lebih khusus beserta sanksi yang tegas bagi para pihak yang melanggar perjanjian perkawinan untuk meminimalisir adanya ingkar janji para pihak, pemisahan harta pasca perkawinan dan peraturan hukum mana yang akan digunakan untuk pembagian harta bersama bila terjadi perceraian.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Xxxxxxxxxx, Xxxxxxxx. 1990. Hukum perdata Indonesia. Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx.
1994. Hukum Harta Kekayaan. Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx
A Xxxxxxxxx H.R. 2012. Segi-segi hukum Perjanjian Perkawinan harta bersama.
Palembang: CV Xxxxxx Xxxx.
Xxxxxx, Xxxxxxxxx. 1996. Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Sejarah, Hambatan dan Propskenya. Jakarta: Gema Insani Press.
A, Xxx Xxxxxxxxx Xxxxx. 1971. Pedoman Rumah Tangga. Medan: Pustaka Maju Xxxxxx, Xxxxx Xxxxx. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Pres
Xxxxxxx, Xxxxxxx. 2006. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia. Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxxx.
2010. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan Buku Kedua.
Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxx, Xxxxxxxxxxxx. 2001. Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika
1999. Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam Dalam KHI dan Peradilan Agama Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Xxxxxx, Xxxxxx. 2017. Pembaharuan Hukum Perdata Islam. Yogyakarta: UII Press
Xxxxxxx, X. Xxxxx Xxxxxxx. 2005. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta: Sinar Grafika.
Xxxxxxxx, Xxxxxxx xxxxxxxx. 2016. Hak bagi warga negara asing dalam perkawinan campuran ditinjau dari pasal 35 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Malang: magister kenotariatan fakultas hukum universitas Brawijaya.
Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxx. 2019. Harta Benda Perkawinan. Bandung: PT Xxxxxx Xxxxxxx.
Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx. 1994. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Bina Utama
Xxxxx, Xxxxx. 2006. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxxxxxxx. 2002. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Indonesia Legal Centre Publishing, Jakarta.
Xxxx, Xxxxxx. 2014. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Xxxxxxx, Xxxxx. 1974. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang.
Xxxxxxxx Xxx Xxxxx. 2007. Usul Fikh. Jakarta: Pustaka Firdaus
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxxx. 1997. Filasafat Hukum Islam Dan Pemikiran Oreintalis Study Perbandingan Sistem Hukum Islam. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxx. 2004, Islam Tentang Relasi Suami dan Istri. Yogyakarta, Academica dan Tazzafa.
Xxxxxxxx Xxxxx., dan Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxx. 2004. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Prawirohamidjojo, R. Xxxxxxx & Xxxxx, Xxxxxxxxxx. 2008. Hukum Orang dan Keluarga, (Personen En Familie Recht). Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.
R. Soebakti. 1974. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Pt. Internusa Jakarta.
1957. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa
Xxxxxxx, Xxxxx. 1995. Hukum Perkawinan Kewarisan Hukum Acara Peradilan
Agama. Jakarta: Sinar Grafika
2000. Hukum Perkawinan, Hukum Kawarisan, Hukum Acara Pengadilan Agama dan Zakat Menurut Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Xxxxxxx, Xxxx Xxxxx. 2008. Metode Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setia.
Xxxxx X.X. 2003. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika.
2002. Pengantar Hukum Perdata Tertulis. Jakarta: Sinar Grafika. Xxxxxx, X. (1991). Hukum Harta Perkawinan. Bandung: Citra Xxxxxx
Xxxxxxxx, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.
Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxxxxx, 2002. Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan Indonesia. Surabaya: Airlangga Pres
Xxxxxxx, Xxxxx. 2007. Fiqh Mumalah: Membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta, Hak Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis dan lain-lain. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Xxxxxxxx, Xxxxxx. 2004. Kedudukan Suami Isteri Dalam Hukum Perkawinan.
Yogyakarta: Wonderful Publishing Company
Xxxxxxx, Xxxx. 2011. Kupas Tuntas Harta Gana Gini. Yogyakarta: Pustaka Yustisia Xxxxxxx, Xxxxx. 2010. Hukum Perjanjian Syariah. Jakarta: Rajawali Pers Xxxxxxxxxxx, Xxxx. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Xxxxxx, Xxxxxx. 1974. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Penerbit
Universitas Indonesia.
1993. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Ter Haar. 1960. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx. Ria, Xxxx Xxxxx. 2017. Hukum Keluarga islam. Bandar Lampung: Zam-zam Tower.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Kompilasi Hukum Islam
Putusan Mahkamah Agung RI, tanggal 21 Mei 1977 No. 217K/S.I.P/1976
C. Jurnal
Ah. Xxxxxxxxxx Xxxxx. (2007). Problematika Tuntutan Hara Bersama Suami Pengangguran. Mimbar. Vol.24 No.4.
Xxx Xxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxxxxx. (2006). Eksistensi Perkawinan Dan Tujuannya.
Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1.
Xxxxxxxxx, Xxxx. (2018). Pembagian Harta Bersama Ditinjau dari Besaran Kontribusi Suami Istri Dalam Perkawinan. Jurnal Yudisial Vol.11 No.1,
Xxxxxx, Xxxxx X. (2014). Prematiral Agreement and The Migratory Same Couple.
Family Law Quarterly. Vol.48 No.3
Revi Inayatillah,dkk. (2018). Petanggungjawaban Suami Istri dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Harta Bersama pada Perkawinan dengan Perjanjian Kawin. Acta Diurnal. Vol.1 No.2
D. Skripsi dan Thesis
Xxxxx Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx. (2020). Skripsi: “Perjanjian Pra-Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia”. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Xxxxxx Xxx. (2008). Skripsi: “Studi Tentang Perjanjian Perkawinan dan Akibat Hukumnya”. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Xxxxx Xxxxxxxx. (1996). Skripsi: “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pasal 1467 BW Mengenai Jual Beli Antara Suami Istri”. Surabaya: Universitas Islam Negeri Surabaya
Xxxxxxx Xxxxxx. (2013). Skripsi: “Status Hukum Perjanjian Perkawinan berdasarkan KUHPerdata dan UU Perkawinan (Anlisis Putusan No.69/Pdt.G/2010/ Pn.Dps”. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxx. (2016). Skripsi: “Perjanjian Pra Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Perkawinan Di Indonesia”. Salatiga: Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Xxxxx Xxxxxxx. (2009). “Perlindungan hukum ffpemegang polis asuransi dalam perjanjian pertanggungan dengan cara by phone”. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.