NOTARIS RESPONSIBILITY FOR THE MAKING OF NOMINEE AGREEMENT IN RELATION TO LAND OWNERSHIP BY ALIEN
SKRIPSI
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS ATAS PEMBUATAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE
) DALAM KAITANNYA DENGAN KEPEMILIKAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING
NOTARIS RESPONSIBILITY FOR THE MAKING OF NOMINEE AGREEMENT IN RELATION TO LAND OWNERSHIP BY ALIEN
XXXX XXXXXXXX
NIM. 150710101465
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
SKRIPSI
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS ATAS PEMBUATAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE
) DALAM KAITANNYA DENGAN KEPEMILIKAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING
NOTARIS RESPONSIBILITY FOR THE MAKING OF NOMINEE AGREEMENT IN RELATION TO LAND OWNERSHIP BY ALIEN
XXXX XXXXXXXX
NIM. 150710101465
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM 2019
MOTTO
“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.”
1
1 Xxx Xxxx Xxxxxxx, 90+ Contoh Motto Hidup yang Membuat Semangat Membara, xxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/xxxxxx-xxxxx-xxxxx/, 12 Maret 2019 pukul 11.42 WIB.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada :
1. Kedua orang tua tercinta yaitu Xxxxxxxx Xxxx Xxxxxxx dan Ibunda Suparmi.
2. Almamater Universitas Jember.
PERSYARATAN GELAR
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS ATAS PEMBUATAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE
) DALAM KAITANNYA DENGAN KEPEMILIKAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING
NOTARIS RESPONSIBILITY FOR THE MAKING OF NOMINEE AGREEMENT IN RELATION TO LAND OWNERSHIP BY ALIEN
SKRIPSI
XXXX XXXXXXXX
NIM. 150710101465
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM 2019
PERSETUJUAN
TANGGAL 12 MARET 2019
Oleh :
Pembimbing Utama,
NIP. 197303252001122002
Pembantu Pembimbing,
Dr. X’xx Xxxxxx, S.H., M.H. NIP. 198302032008121004
PENGESAHAN
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS ATAS PEMBUATAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE
) DALAM KAITANNYA DENGAN KEPEMILIKAN TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING
XXXX XXXXXXXX
NIM. 150710101465
Pembantu Pembimbing,
Xxxxx Xxxxxx, S.H., M.Hum. Dr. X’xx Xxxxxx, S.H., M.H.
NIP. 198302032008121004
Mengesahkan :
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
Dekan,
Xx. Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H. NIP. 197409221999031003
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji pada : Hari : Kamis
Diterima oleh Panitia Penguji Fakultas Hukum Universitas Jember.
Panitia Penguji :
Sekretaris,
Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.Hum. Xx Khonif, S.H., LL.M., Ph.D.
NIP. 197907282009121003
Anggota Penguji :
: .............................................
NIP. 197303252001122002
Dr. X’xx Xxxxxx, S.H., M.H. : .............................................
NIP. 198302032008121004
PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Xxxx Xxxxxxxx NIM : 150710101465
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS ATAS PEMBUATAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE) DALAM KAITANNYA DENGAN KEPEMILIKAN TANAH OLEH WARGA NEGARA
ASING”
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi manapun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggungjawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Xxxxxxxx pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 21 Maret 2019 Yang menyatakan,
Xxxx Xxxxxxxx NIM. 150710101465
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kepada kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Hanya karena rahmat dan kuasa-Nya, penulis diberi kemampuan serta hikmah yang terbaik dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pertanggungjawaban Notaris atas Pembuatan Perjanjian Pinjam Nama (Nominee) dalam Kaitannya dengan Kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing”.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat Bapak dan Ibu :
1. Xxxxx Xxxxxx, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukan untuk memberikan pengetahuan, pengarahan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini;
2. Dr. X’xx Xxxxxx, S.H., M.H. selaku Dosen Pembantu Pembimbing yang telah memberikan waktu di sela kesibukan untuk memberikan pengetahuan, pengarahan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini;
3. Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.Hum. selaku Ketua Penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan mengevaluasi skripsi ini menjadi lebih baik;
4. Al Khonif, S.H., LL.M., Ph.D. selaku Sekretaris Penguji yang juga telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan mengevaluasi skripsi ini menjadi lebih baik;
5. Xx. Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember;
6. Xx. Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx., S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Jember;
7. Xxxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Jember,
8. Xx. Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Jember;
9. Dr. Xxxxxxx Xxxxxxxxx, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan waktu, nasehat dan motivasi yang telah diberikan selama ini;
10. Dosen dan seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Jember atas segala ilmu dan pengetahuan untuk bekal hidup;
11. Adik penulis Xxx Xxxxx Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxxx, dan Xxxxxx Xxxxxx Xxxxx yang telah memberikan canda tawa, kasih sayang, do’a, dan dukungannya;
12. X. Xxxxxx Xxxxxxx, S.H., yang telah memberikan semangat, motivasi, dan kasih sayangnya;
13. Xxxx Xxxxxx, Xxxxx Xxx, dan saudara-saudara di UKMF Kesenian Jantung Teater yang tidak bisa disebutkan satu-satu, yang telah memberikan canda tawa, saling bertukar ilmu dan hiburan ketika masa kuliah ini.
Penulis menyadari bahwa pada skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan akibat keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis. Oleh karena itu, perlu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat menambah wawasan referensi serta bermanfaat bagi pembaca sekalian.
RINGKASAN
Adanya asas nasionalitas dalam UUPA memunculkan larangan bagi WNA atas kepemilikan hak milik atas tanah di Indonesia. Namun hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi WNA untuk berinvestasi dengan cara di luar ketentuan undang-undang. Dalam hal ini WNA memanfaatkan WNI yang mempunyai hak milik atas tanah untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian pinjam nama. Perjanjian pinjam nama tidak dikenal dalam sistem hukum di Indonesia. Perjanjian pinjam nama merupakan salah satu bentuk penyelundupan hukum yang tentunya isi dari perjanjian tersebut bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Dalam pelaksanaannya tidak jarang WNI melakukan wanprestasi sehingga merugikan WNA. Tentunya ini menjadi permasalahan bagi semua pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, tidak terkecuali Notaris dalam mempertanggungjawabkan perjanjian tersebut apabila terjadi sengketa.
Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini mengenai: Pertama, keabsahan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing. Kedua, tanggung jawab Notaris atas pembuatan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing. Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengkaji, menganalisis, mengetahui dan menjelaskan keabsahan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing serta tanggung jawab Notaris atas pembuatan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan perundang- undangan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani dan pendekatan konseptual yang beranjak dari pandangan-pandangan sarjana dan doktrin-doktrin hukum. Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku, literatur-literatur hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum yang relevan.
Xxxxxxxxxx xxxxxx nama lahir dari adanya asas kebebasan berkontrak. Dalam membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian agar perjanjian tersebut dapat memaksa, mengikat dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Salah satu syarat sahnya perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Asas kebebasan berkontrak dan syarat suatu sebab yang halal menjadi dasar tolak ukur dalam mengkaji keabsahan perjanjian pinjam nama sebagai bentuk kepemilikan tanah oleh WNA. Perjanjian pinjam nama mempunyai tujuan agar WNA dapat menguasai secara tidak langsung hak milik atas tanah di Indonesia, yang sebenarnya hal tersebut dilarang oleh UUPA. Perjanjian yang demikian menunjukkan bahwa perjanjian tersebut mengandung sebab yang tidak halal. Oleh karena syarat suatu
sebab yang halal tidak dipenuhi dalam pembuatan perjanjian pinjam nama, dapat dikatakan dalam keabsahannya perjanjian tersebut jelas tidak dibenarkan karena melanggar undang-undang dan asas perjanjian maka dengan sendirinya menjadi batal atau dianggap tidak ada sejak perjanjian itu dibuat.
Notaris dalam membuat perjanjian pinjam nama sebagai bentuk kepemilikan tanah oleh WNA yang bertentangan dengan UUPA tersebut, maka perbuatannya harus dipertanggungjawabkan baik secara perdata, pidana, administratif, atau berdasarkan Kode Etik Notaris. Notaris dapat dikenakan pertanggungjawaban secara perdata berdasarkan Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata berupa penggantian biaya, ganti rugi ataupun bunga. Pertanggungjawaban secara pidana dapat dituntut berdasarkan Pasal 266 ayat (1) KUHP dengan sanksi pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pertanggungjawaban secara administratif dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 16 ayat (11) UUJN berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat. Sedangkan pertanggungjawaban berdasarkan Kode Etik Notaris dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 6 Kode Etik Notaris berupa teguran, peringatan, pemberhentian sementara dari keanggotaan perkumpulan, pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan perkumpulan, atau pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.
Saran dari penulis yaitu bagi pemerintah agar merombak UUPA terkait dengan pembatasan hak atas tanah yang dapat diberikan kepada WNA untuk lebih dipertegas dan dipersempit kembali. Selain itu pemerintah perlu membuat peraturan yang baru mengenai perjanjian pinjam nama karena perjanjian tersebut selain merugikan WNA, juga merugikan WNI bahkan negara. Pemerintah dapat bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk selalu memeriksa segala transaksi yang mengatasnamakan orang lain. Sedangkan bagi Notaris agar lebih berhati-hati dalam membuat akta. Apabila akta yang diminta oleh para penghadap berindikasikan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan undang-undang maka Notaris harus secara tegas menolak permintaan tersebut, karena dapat merugian para pihak, negara, dan Notaris itu sendiri. Notaris diharapkan selalu menjaga kehormatan profesinya serta memegang teguh amanah sumpah/janji berdasarkan UUJN, peraturan perundang-undangan terkait, dan Kode Etik Notaris.
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Depan i
Halaman Penetapan Panitia Penguji viii
1.5.2 Pendekatan Masalah 7
1.5.3 Sumber Bahan Hukum 8
1.5.3.1 Bahan Hukum Primer 8
1.5.3.2 Bahan Hukum Sekunder 9
1.5.4 Analisis Bahan Hukum 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11
2.1 Tanggung Jawab 11
2.1.1 Pengertian Tanggung Jawab 11
2.1.2 Teori Pertanggungjawaban 12
2.3.1 Pengertian Perjanjian Pinjam Nama 19
2.3.2 Perjanjian Xxxxxx Xxxx sebagai Bentuk Kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang luasnya tidak tak terbatas. Terbatasnya luas tanah dan meningkatnya jumlah penduduk kerap menimbulkan adanya masalah pertanahan. Xxxxx Xxxxxxxxxx berpendapat bahwa tanah sebagai sumber kehidupan sering menjadi objek sengketa dengan berbagai kepentingan di dalamnya. Masalah pertanahan yang dihadapi tidak semakin berkurang, namun justru bertambah dalam kompleksitasnya, diantaranya terjadi kesenjangan antara persediaan dan kebutuhan akan tanah, tumpang tindih peruntukkan tanah yang berkepanjangan dan kegiatan spekulasi tanah dalam masyarakat.2
Tanah dapat dijadikan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup bangsa Indonesia sehingga para pendiri negara dalam merancang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) memberi perhatian khusus pada tanah. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, yang menjelaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dimaksudkan agar dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan kelompok atau golongan tertentu dari rakyat Indonesia, terlebih halnya pada elit tertentu yang membutuhkan tanah tersebut.3 Ini berarti bahwa negara wajib menyelenggarakan kesejahteraan umum bagi seluruh warganya serta melindungi hak warga negara atas tanah.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) merupakan implementasi dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 tersebut di atas. Dalam tatanan
2 Xxxxx X. X. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta, 2001, hlm 7. (selanjutnya disebut Xxxxx S. W. Sumardjono - I)
3 Xxxxxx Xxxxxx, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia Publishing, Malang, 2007, hlm 2.
2
keagrariaan, tanah yang dimaksud bukan tanah dalam segala aspeknya, melainkan tanah yang merupakan bagian dari permukaan bumi yaitu dalam pengertian yuridis kaitannya dengan hak. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat
(1) UUPA yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.4
Salah satu prinsip yang dianut oleh UUPA adalah prinsip nasionalitas. Hanya warga negara Indonesia (WNI) yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan tanah sebagai bagian dari bumi. Hubungan yang dimaksud adalah dalam wujud hak milik. Sedangkan bagi warga negara asing (WNA) dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia dapat diberikan hak pakai.5 Prinsip nasionalitas ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (1) UUPA. Jadi, dengan adanya asas nasionalitas tersebut berlaku larangan bagi WNA atas kepemilikan hak milik atas tanah dan berlaku pula bagi setiap badan hukum yang berkedudukan di Indonesia kecuali telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun apabila WNA sesudah berlakunya UUPA ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan dengan WNI, demikian WNI pada saat tersebut kehilangan kewarganegaraannya, dalam jangka waktu satu tahun harus melepaskan hak miliknya seperti yang diatur pada Pasal 21 ayat (3) UUPA. Pelanggaran terhadap ketentuan ini maka akibatnya dapat batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara.
Hal ini merupakan cara agar tanah di Indonesia yang dikuasai negara atau milik perorangan tidak habis dikuasai oleh WNA. Apabila tidak ada ketentuan yang mengatur larangan ini, maka dikemudian hari sebagian besar tanah
4 Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm 32. (untuk selanjutnya disebut Xxxxx Xxxxxxx - I)
5 Xxxxx X. X. Sumardjono, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2007, hlm 1-2. (selanjutnya disebut Maria S. W. Sumardjono - II)
3
Indonesia akan dikuasai oleh WNA baik untuk tempat tinggal atau membangun usaha seperti restoran, hotel, industri, dan sebagainya. Selain itu, WNI akan menjadi pekerja pada usaha-usaha yang dimiliki oleh WNA. Dengan demikian masyarakat Indonesia akan merasakan kembali adanya penjajah yang menguasai dan memiliki lahan yang bernilai ekonomi tinggi. Akibatnya kesejahteraan masyarakat akan berkurang bahkan bukan tidak mungkin lagi negara Indonesia akan berakhir. Oleh karena itu hak milik oleh orang asing di Indonesia dengan tegas dilarang oleh undang-undang.6
Hal tersebut tidak menjadi suatu penghalang bagi WNA untuk berinvestasi dengan cara di luar ketentuan undang-undang. Bahkan akta notariil dapat menjadi alat bagi WNA dalam menguasai tanah di Indonesia. Dalam hal ini WNA memanfaatkan WNI yang mempunyai hak milik atas tanah untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian pinjam nama (nominee). Perjanjian pinjam nama dapat dipersamakan sebagai perjanjian simulasi atau perjanjian pura-pura yang dilakukan oleh beberapa pihak dalam hal ini WNI dan WNA, bahwa WNI dan WNA menunjukkan seolah-olah terjadi perjanjian antara para pihak, namun sebenarnya secara terselubung.7
Perjanjian pinjam nama merupakan jenis perjanjian innominat (tidak bernama) yaitu perjanjian yang tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) namun timbul, tumbuh dan berkembang di masyarakat. Berdasarkan KUHPerdata, perjanjian pinjam nama harus tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum perjanjian dalam Buku III KUHPerdata dan harus sesuai dengan syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Perjanjian pinjam nama merupakan perjanjian yang dibuat antara seseorang yang menurut hukum tidak dapat menjadi subjek hak atas tanah tertentu (hak milik), dalam hal ini yakni orang asing dengan WNI, dengan maksud agar orang asing tersebut dapat menguasai (memiliki) tanah hak milik secara de facto, namun secara legal-formal (de jure) tanah hak milik tersebut diatasnamakan WNI.
hlm 22.
6 Xxxxxxx Xxxxxxx, Hukum Agraria dalam Perspektif, Remadja Karya, Bandung, 1998,
7 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Bandung, 2002, hlm 1.
4
Dengan kata lain, WNI dipinjam namanya oleh orang asing.8 Lebih lanjut Xxxxx
S. W. Sumardjono berpendapat bahwa perjanjian pinjam nama lebih mementingkan pertimbangan praktis daripada kepentingan yuridis, dan penyelundupan hukum dalam bentuk perjanjian pinjam nama tersebut dibuat dengan akta autentik di hadapan Notaris yang tentunya isi dari perjanjian tersebut bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, walaupun ada kesepakatan antara kedua belah pihak.9
Namun tidak jarang pihak WNI wanprestasi dengan tetap mengakui bahwa tanah tersebut adalah miliknya. Timbul permasalahan antara kedua pihak dimana WNA merasa rugi dan menuntut hak milik atas tanah tersebut karena telah dibeli dengan kekayaan yang dimilikinya. Dalam peralihan hak atas tanah tidak lepas dari peran Notaris. Seluruh pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut sadar dan mengerti bahwasannya hal tersebut bertentangan dengan undang-undang namun tetap dilakukan. Hal ini dapat berdampak pada sulitnya dalam penertiban status penguasaan tanah. Tentunya ini menjadi permasalahan bagi semua pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, tidak terkecuali Notaris dalam mempertanggungjawabkan perjanjian tersebut apabila terjadi sengketa.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka menarik untuk diteliti dan dibahas dalam suatu karya tulis ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS ATAS PEMBUATAN PERJANJIAN PINJAM NAMA (NOMINEE) DALAM KAITANNYA DENGAN KEPEMILIKAN TANAH OLEH
WARGA NEGARA ASING”.
8 Xxxxx X. X. Sumardjono, Penguasaan Tanah oleh Warga Negara Asing Melalui Perjanjian Nominee, Rapat Kerja Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengurus Wilayah Bali dan NTT, Denpasar, 2012, hlm 2. (selanjutnya disebut Maria S. W. Sumardjono - III)
9 Xxxxx X. X. Sumardjono - II, Op.Cit., hlm 17.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah keabsahan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing?
2. Bagaimanakah tanggung jawab Notaris atas pembuatan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai adalah :
1. Memenuhi serta melengkapi salah satu pokok persyaratan akademis gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember.
2. Sebagai upaya untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang penulis peroleh selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Jember.
3. Sebagai sumbangan pemikiran ilmiah di bidang ilmu hukum yang diharapkan dapat berguna bagi almamater, mahasiswa Fakultas Hukum, dan masyarakat umum.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk mengkaji, menganalisis, mengetahui dan menjelaskan keabsahan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing.
2. Untuk mengkaji, menganalisis, mengetahui dan menjelaskan tanggung jawab Notaris atas pembuatan perjanjian pinjam nama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing.
6
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis.
Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum dalam bidang kenotariatan khususnya yang terkait dengan pertanggungjawaban notaris atas pembuatan perjanjian pinjam nama (nominee) dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing serta dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan untuk menerapkan ilmu dan teori yang diperoleh di bangku kuliah dalam kehidupan yang sesungguhnya, serta sebagai salah satu syarat untuk lulus di Fakultas Hukum Universitas Jember;
2. Bagi lembaga, hasil penelitian ini akan menambah kepustakaan dan wawasan pada studi tentang pertanggungjawaban notaris atas pembuatan perjanjian pinjam nama (nominee) dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing;
3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menambah pengetahuan mengenai pertanggungjawaban notaris atas pembuatan perjanjian pinjam nama (nominee) dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan faktor penting untuk penulisan yang bersifat ilmiah, metodologi merupakan cara kerja bagaimana menemukan atau memperoleh suatu kegiatan untuk memperoleh hasil yang konkrit dan cara utama untuk mencapai tujuan. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan
7
aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.10
Penggunaan metode di dalam melakukan suatu penulisan karya ilmiah dapat digunakan untuk menggali, mengolah, dan merumuskan bahan-bahan hukum yang diperoleh sehingga mendapatkan kesimpulan yang sesuai dengan kebenaran ilmiah untuk menjawab isu yang dihadapi. Sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Oleh karena itu suatu metode digunakan agar dalam skripsi ini dapat mendekati suatu kesempurnaan yang bersifat sistematik dalam penulisannya. Berikut metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini.
Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma- norma dalam hukum positif. Tipe penelitian yuridis normatif dilakukan dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti undang- undang, literatur-literatur yang bersifat konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan.11
Pendekatan Masalah
Dalam penyusunan skripsi ini, digunakan pendekatan yang meliputi 2 (dua) macam pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi.12 Pendekatan undang-undang digunakan dalam penyusunan skripsi ini karena
10 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana, Jakarta, 2013, hlm
35.
11 Ibid., hlm 194.
12 Ibid., hlm. 93.
8
perjanjian pinjam nama (nominee) merupakan jenis perjanjian innominat (tidak bernama) yaitu perjanjian yang tidak dikenal dalam KUHPerdata namun timbul, tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Pendekatan konseptual yaitu suatu metode penelitian melalui pendekatan dengan merujuk pada prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip ini dapat diketemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum.13 Melalui pendekatan tersebut akan dianalisa tentang suatu permasalahan hukum yang muncul dari pertanggungjawaban Notaris atas pembuatan perjanjian pinjam nama (nominee) kaitannya dengan kepemilikan tanah oleh warga negara asing dan akan memecahkan permasalahan tersebut.
Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum merupakan sarana dari suatu penulisan yang digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya. Adapun sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi :
1.5.3.1 Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat auturatif yang artinya mengikat dan mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
13 Ibid., hlm. 138.
9
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
8. Kode Etik Notaris
1.5.3.2 Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.14 Bahan hukum sekunder yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah buku literatur, tulisan hukum, maupun jurnal-jurnal yang relevan dengan permasalahan yang dibahas.
Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum merupakan suatu metode atau cara untuk memperoleh jawaban atas permasalahan yang diteliti dalam penulisan skripsi ini. Adapun penulisan dalam melakukan analisis terhadap permasalahan ini adalah menggunakan metode deduktif. Metode deduktif yaitu berpangkal pada prinsip dasar. Kemudian peneliti tersebut menghadirkan objek yeng hendak diteliti.15 Proses analisis bahan hukum merupakan proses menemukan jawaban dari pokok permasalahan proses ini dilakukan dengan cara16 :
1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan;
2. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan non hukum;
3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan;
4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum;
5. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.
14 Ibid., hlm. 196.
15 Ibid., hlm. 41.
16 Ibid., hlm. 171.
10
Langkah-langkah yang telah dikemukakan oleh Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx di atas sesuai dengan karakter yang dimiliki oleh ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Berdasarkan hal-hal tersebut maka akan dapat dicapai suatu tujuan untuk menjawab atas suatu permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini sehingga nantinya menghasilkan kesimpulan berdasarkan analisis yang dapat dipertanggungjawabkan dalam skripsi ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tanggung Jawab
Pengertian Tanggung Jawab
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Bertanggung jawab adalah berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya (kepada).17 Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia menanggung atas segala sesuatu yang telah diperbuat baik sengaja maupun tidak sengaja.
Tanggung jawab dalam bahasa Inggris dikenal dengan “responsibility”, sedangkan dalam bahasa Belanda, yaitu “vereentwoodelijk” atau “aansparrkelijkeid”. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.
Tanggung jawab juga berarti perbuatan sebagai wujud dari kesadaran akan kewajibannya. Tanggung jawab berkaitan dengan kewajiban. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang. Maka tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kewajibannya. Xxxxxx Xxxx dalam Xxxxxxxx, menyebutkan dalam teori hukum dikenal 2 (dua) macam pengertian tanggung jawab. Pertama ialah tanggung jawab dalam arti sempit yaitu tanggung jawab tanpa sanksi dan yang kedua ialah tanggung jawab dalam arti luas yaitu tanggung jawab dengan sanksi.
17 Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, xxxxx://xxxx.xxx.xx/xxxxxxxx%00xxxxx, 17 Oktober 2018 pukul 12.08 WIB.
11
12
Menurut hukum perdata dasar pertanggungjawaban dibagi menjadi dua macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian dikenal dengan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (liability without based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault) atau disebut dengan tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlak (strick liabiliy).18 Pertanggungjawaban atas dasar kesalahan berarti bahwa seseorang harus bertanggungjawab atas kesalahan yang diperbuat dan telah merugikan orang lain. Sedangkan tanggung jawab risiko adalah produsen (tergugat) harus bertanggungjawab atas risiko usahanya tanpa harus konsumen menggugatnya. Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya.19
Teori Pertanggungjawaban
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu20 :
a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.
b. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort liability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).
c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan kesalahannya tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatannya.
18 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2010, hlm 503. (selanjutnya disebut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx - X)
19 Titik Triwulan dan Xxxxxx Xxxxxxx, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hlm 48.
20 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx - X, Op.Cit.
13
Sedangkan secara umum tanggung jawab dalam hukum dibedakan menjadi 5 (lima) yaitu sebagai berikut21 :
1. Tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
Teori ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang diberlakukannya. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPerdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh.
2. Praduga untuk selalu bertanggungjawab
Teori ini menyatakan bahwa tergugat selalu dapat dianggap bertanggungjawab (presumption of liability principle) sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Kata “dianggap” pada prinsip “presumption of liability” adalah penting, karena ada kemungkinan tergugat membebaskan diri dari tanggung jawab, yaitu dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia telah “mengambil” semua tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan terjadinya kerugian.22
3. Praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
Teori ini adalah kebalikan dari prinsip yang kedua, dimana pelaku usaha tidak dapat diminta pertanggungjawabannya dan konsumenlah yang menanggung segala risiko. Teori praduga untuk tidak bertanggungjawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas.
Teori tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk meminta pertanggungjawaban pelaku usaha yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. Asas tanggung jawab ini lebih dikenal dengan nama product liability. Prinsip tanggung jawab mutlak
21 Xxxxxxxx, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, hlm 73-79.
22 E. Xxxxxxxx, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara Xxx Xxxxxxxx Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan (Kumpulan Karangan), Cet. II, Alumni, Bandung, 1979, hlm 21.
14
(strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas.
5. Tanggung jawab dengan pembatas
Teori ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatas mutlak harus berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Notaris
Notaris berasal dari kata "nota literaria" yaitu tanda tulisan atau karakter yang dipergunakan untuk menuliskan atau menggambarkan ungkapan kalimat yang disampaikan narasumber. Tanda atau karakter yang dimaksud merupakan tanda yang dipakai dalam penulisan cepat (stenografie). Awalnya jabatan Notaris hakikatnya ialah sebagai pejabat umum (private notary) yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk melayani kebutuhan masyarakat akan alat bukti autentik yang memberikan kepastian hubungan Hukum Perdata, jadi sepanjang alat bukti autentik tetap diperlukan oleh sistem hukum negara maka jabatan Notaris akan tetap diperlukan eksistensinya di tengah masyarakat.23 Notaris seperti yang dikenal di zaman Belanda sebagai Republik der Verenigde Nederlanden mulai masuk di Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya Oost Ind. Compagnie di Indonesia.24
Pengertian Notaris dalam Pasal 1 Instructie voor De Notarissen in Indonesia, menyebutkan bahwa25 :
“Notaris adalah pejabat umum yang harus mengetahui seluruh perundang-undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan
23 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris = Notary Reglement, Erlangga, Jakarta, 1999, hlm 41. (selanjutnya disebut G.H.S. Lumban Tobing - I)
24 Ibid., hlm 15.
25 Ibid., hlm 20.
15
memastikan tanggalnya, menyimpan asli dan minutanya atau mengeluarkan grossenya, demikian juga salinannya yang sah dan benar”.
Pengertian Notaris menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) menentukan “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Sementara dalam penjelasan atas UUJN menyatakan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta autentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya”. Dalam Peraturan Jabatan Notaris (PJN) 1860 ditegaskan bahwa pekerjaan “Notaris adalah pekerjaan resmi (ambtelijke verrichtingen) dan satu-satunya pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik, sepanjang tidak ada peraturan yang memberi wewenang serupa kepada pejabat lain”.26
Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga sumber yaitu atribusi, delegasi dan mandat.27 Berdasarkan UUJN tersebut ternyata Notaris sebagai pejabat umum memperoleh kewenangan secara atribusi, karena wewenang tersebut diciptakan dan diberikan oleh XXXX sendiri. Jadi, wewenang yang diperoleh Notaris bukan berasal dari lembaga lain, misalnya dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.28 Jadi Notaris memiliki legalitas untuk melakukan tindakan hukum dalam membuat akta autentik.
Berkaitan dengan tugas seorang Notaris dalam pembuatan akta, A.W. Voors membagi pekerjaan Notaris menjadi 2 (dua) macam, yaitu29 :
a. Pekerjaan yang diperintahkan oleh undang-undang yang juga disebut pekerjaan legal, maksudnya bahwa tugas Notaris sebagai
26 X.X.X Xxxxxx dan Xxxxxxxxx X.X. Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Xxxxxxx Xxxxxxxx, Jakarta, 2003, hlm 87.
27 Xxxxxxxx X. Xxxxxx dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, hlm 139-140.
28 Xxxxx Xxxxx, Hukum Notaris Indonesia : Tafsiran Tematik terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Cetakan ke IV, PT Xxxxxx Xxxxxxx, Bandung, 2014, hlm 78. (selanjutnya disebut Xxxxx Xxxxx - X)
29 Tan Thong Kie, Buku I Studi Notariat dan Xxxxx Xxxxx Praktek Notaris, Xxxxxxx Xxxx Xxx Xxxxx, Jakarta, 2000, hlm 452.
16
pejabat untuk melaksanakan sebagian kekuasaan pemerintah, antara lain memberi kepastian tanggal, membuat grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, memberi suatu keterangan dalam suatu akta yang menggantikan tanda tangan, dan memberi kepastian mengenai tanda tangan seseorang.
b. Pekerjaan ekstralegal, yaitu pekerjaan yang dipercayakan padanya dalam jabatan itu yaitu menjamin dan menjaga perlindungan kepastian hukum bahwa setiap warga mempunyai hak dan kewajiban yang tidak diperbolehkan secara sembrono dikurangi atau disingkirkan begitu saja, baik karena yang berkepentingan masih di bawah umur ataupun mengidap penyakit ingatan.
Kewenangan Notaris dalam pembuatan akta, tecantum dalam ketentuan Pasal 15 UUJN, dimana kewenangan Notaris dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
Kewenangan umum Notaris tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN yang menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris adalah membuat akta secara umum, namun dengan batasan sepanjang tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang, menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan.
Kewenangan khusus Notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu tercantum dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN, seperti :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
17
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau
g. Membuat akta risalah lelang.
3. Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian
Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian tercantum dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN. Dimana kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian merupakan kewenangan yang akan muncul dan akan ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam arti bahwa, jika Notaris melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, maka Notaris telah melakukan tindakan di luar wewenang, maka produk atau akta Notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan (non-executable), dan pihak atau mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan Notaris di luar wewenang tersebut, maka Notaris dapat digugat secara perdata ke Pengadilan Negeri.30
Dalam menjalakan tugas ataupun jabatannya seorang Notaris itu harus berpegang teguh pada Kode Etik Notaris, dalam Kode Etik Notaris sendiri ditetapkan beberapa kaidah yang harus dipegang oleh Notaris diantaranya adalah:
1. Kepribadian Notaris, hal ini dijabarkan kepada31 :
a. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan Notaris, sumpah jabatan, kode etik Notaris dan berbahasa Indonesia yang baik;
b. Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan nasional terutama di bidang hukum;
c. Berkepribadian baik dan menjujung tinggi martabat dan kehormatan Notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.
2. Dalam menjalankan tugas, Notaris harus32 :
a. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab;
30 Xxxxx Xxxxx - I, Op.Cit., hlm 82.
31 Xxxxxxxxx, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 31.
32 Ibid., hlm 52.
18
b. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang- undang dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan perantara;
c. Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi.
3. Hubungan Notaris dengan klien harus berlandaskan33 :
a. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya;
b. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya;
c. Notaris memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang kurang mampu.
Pada prinsipnya wujud pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibatalkan oleh pengadilan adalah :
1. Pertanggungjawaban secara administratif
Dalam Pasal 85 UUJN menyatakan apabila Notaris melanggar ketentuan dalam UUJN maka dapat dikenakan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat.
2. Pertanggungjawaban menurut Hukum Perdata
Menurut Xxxxx 1365 KUHPerdata, “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Pasal 84 UUJN mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan akta, apabila dilanggar oleh Notaris yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Notaris tidak bertanggungjawab atas kelalaian dan kesalahan isi akta yang dibuat di hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggungjawab bentuk formal
33 Ibid.
19
akta autentik sesuai yang diisyaratkan oleh undang-undang. Mengenai tanggung jawab Xxxxxxx selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu34 :
1. Tanggung jawab Notaris terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;
2. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;
3. Tanggung jawab Notaris berdasarkan PJN terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;
4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan Kode Etik Notaris.
Perjanjian Pinjam Nama
Pengertian Perjanjian Pinjam Nama
Perjanjian nominee diartikan secara beranekaragam. Dalam kamus hukum
Black’s Law Dictionary dijelaskan bahwasannya arti dari nominee adalah35 :
“one designated to act for another as his respresentative in a rather limited sense. It is used sometimes to signify an agent or trustee. It has no connotation, however, other than that of acting for another, in representation of another, or as the grantee of another.”
Berdasarkan definisi nominee menurut kamus hukum Black’s Law Dictionary tersebut, dapat diketahui bahwa nominee merupakan seseorang yang ditunjuk bertindak atas pihak lain sebagai suatu perwakilan dalam pengertian yang terbatas, yang digunakan sewaktu-waktu untuk ditandatangani oleh agen atau orang kepercayaan. Nominee hanya bertindak sebagai perwakilan pihak lain atau sebagai penjamin pihak lain.
Pengertian pinjam nama (nominee) secara harfiah mempunyai dua arti yang berbeda. Defenisi pertama, nominee merujuk pada suatu usulan atau
34 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009, hlm 14.
35 Pratanya Xxxxx Xxxxxx, Analisis Xxxxxxx Xxxxxxxx Perjanjian Pinjam Nama Sebagai Bentuk Kepemilikan Tanah Oleh Warga Negara Asing, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2018, hlm 42.
20
nominasi kandidat atau calon untuk menduduki suatu jabatan tertentu, untuk memperoleh suatu penghargaan tertentu, atau untuk jenis-jenis pencalonan lainnya.36 Definisi kedua, mendefinisikan nominee sebagai seseorang yang mewakili kepentingan pihak lain. Seorang nominee tersebut dibedakan dari seorang pemberi kuasa dalam keadaan, dimana seorang nominee menjadi pemilik dari suatu benda (termasuk kepentingan atau hak yang lahir dari suatu perikatan) yang berada dalam pengurusannya, sedangkan penerima kuasa tidak pernah menjadi pemilik dari benda (termasuk kepentingannya) yang diurus oleh nominee tersebut.37
Perjanjian nominee dapat diartikan sebagai perjanjian simulasi atau perjanjian pura-pura yang dilakukan oleh beberapa pihak, yakni antara WNI dan WNA bahwa nominee keluar menunjukkan seolah-olah terjadi perjanjian antara mereka, namun sebenarnya secara terselubung38 atau secara rahasia saling setuju bahwa perjanjian nominee tersebut tidak berlaku.39 Para pihak secara sadar dan secara diam-diam melakukan suatu tindakan hukum yang menyimpang dari apa yang seharusnya terjadi.40 Para pihak dalam perjanjian pinjam nama memberi kesan bahwa telah terjadi suatu tindakan hukum tertentu, padahal secara diam- diam disepakati bahwa diantara mereka tidak akan terbentuk perjanjian atau akibat hukum apapun dari simulasi yang dilakukan.41
Pada suatu perjanjian pinjam nama terdapat dua pihak, yaitu pihak nominee yang tercatat secara hukum dan pihak beneficiary (penerima) yang menikmati setiap keuntungan dan kemanfaatan dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pihak yang tercatat secara hukum. Pihak nominee merupakan pihak yang ditunjuk beneficiary untuk mewakili perbuatan atau kepentingan yang dikehendaki beneficiary. Perbuatan hukum yang dapat dilakukan nominee terbatas
36 Xxxxxx Xxxxxx, Tanggungjawab Notaris Terkait Dengan Praktek Nominee Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2010, hlm 10.
37 Ibid.
38 R. Subekti, Op.Cit.
39 Xxxxx Xxxxx, Kompilasi I Persoalan Hukum dalam Praktik Notaris dan PPAT, Indonesia Notary Community, Surabaya, 2016, hlm 54. (untuk selanjutnya disebut Xxxxx Xxxxx - XX)
40 Xxxxxxx Xxxxxxx, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya, Bandung, 2010, hlm 86.
41 Ibid., hlm 87.
21
pada perbuatan hukum tertentu sesuai dengan kesepakatan para pihak yang telah diperjanjikan sebelumnya dengan beneficiary. Berdasarkan uraian pengertian perjanjian pinjam nama di atas, maka dapat diketahui bahwa perjanjian pinjam nama (nominee agreement) memiliki ciri-ciri terdapatnya 2 jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan secara hukum (de jure) dan kepemilikan secara tidak langsung (de facto).
Perjanjian nominee lahir dari adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian, dan karenanya termasuk perjanjian yang tidak diatur di dalam undang-undang karena belum terdapat pengaturan secara khusus mengenai konsep nominee. Secara implisit, perjanjian nominee memiliki unsur-unsur sebagai berikut42 :
1. Adanya perjanjian pemberi kuasa antara dua pihak, yaitu Beneficial Owner sebagai pemberi kuasa dan Xxxxxxx sebagai penerima kuasa yang didasarkan pada adanya kepercayaan dari Beneficial Owner kepada Xxxxxxx.
2. Kuasa yang diberikan bersifat khusus dengan jenis tindakan hukum yang terbatas.
3. Nominee bertindak seakan-akan (as if) sebagai perwakilan dari Beneficial Owner di depan hukum.
2.3.2 Perjanjian Xxxxxx Xxxx sebagai Bentuk Kepemilikan Tanah
oleh Warga Negara Asing
Dalam sistem hukum Indonesia, perjanjian pinjam nama atau nominee merupakan salah satu bentuk perjanjian innominaat atau perjanjian tidak bernama yang tidak diatur secara tegas dan khusus dalam KUHPerdata. Namun banyak pihak yang menggunakan perjanjian nominee untuk membeli properti atau berinvestasi di Indonesia. Perjanjian nominee kerap kali digunakan dalam hal penguasaan tanah di Indonesia oleh WNA.
Di dalam praktik ditemukan perjanjian nominee, yakni dalam hal pemilikan tanah hak oleh WNA yang dilarang undang-undang untuk memiliki hak
42 Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxx, Keabsahan Perjanjian Innominat Dalam Bentuk Nominee Agreement (Analisis Kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, hlm 45.
22
milik atas tanah (Pasal 21 UUPA). Pada perjanjian tersebut diperjanjikan bahwa tanah hak menggunakan nama dari WNI, tetapi keuangan adalah dari pihak WNA dan adanya pernyataan dari pihak WNI bahwa sebenarnya tanah hak tersebut adalah milik WNA tersebut. Perjanjian beserta kuasa semacam ini bertentangan dengan undang-undang dan berakibat batal demi hukum. Perjanjian nominee tersebut selain merupakan perjanjian pura-pura, juga mengandung kausa yang terlarang (Pasal 1335 KUHPerdata).43
Kepemilikan tanah hak milik oleh pihak asing yang menggunakan konsep nominee, yaitu pemilik yang tercatat dan diakui secara hukum (legal owner) dan pemilik yang sebenarnya menikmati keuntungan berikut kerugian yang timbul dari benda yang dimiliki oleh legal owner. Berdasarkan hukum legal owner adalah pemegang hak yang sah atas benda tersebut, yang tentunya memiliki hak untuk mengalihkan, menjual, membebani, menjaminkan serta melakukan tindakan apapun atas benda yang bersangkutan, sedangkan beneficiary tidak diakui sebagai pemilik atas benda secara hukum. Dalam kepemilikan tanah oleh WNA melalui perjanjian nominee, pada umumnya nama dan identitas pihak WNI tercatat sebagai pemilik sah dalam sertipikat tanah, sedangkan nama dan identitas diri dari pihak beneficiary tidak muncul dalam bentuk apapun juga. Dengan digunakannya nama serta identitas dari nominee sebagai pihak yang tercatat secara hukum, maka pihak beneficiary memberikan kompensasi dalam bentuk nominee fee. Jumlah dari nominee fee tersebut berdasarkan kesepakatan bersama antara nominee dan beneficiary.
Perwujudan nominee ini ada pada surat perjanjian yang dibuat oleh para pihak, yaitu antara WNA dan WNI sebagai pemberi kuasa (nominee) yang diciptakan melalui satu paket perjanjian itu pada hakikatnya bermaksud untuk memberikan segala kewenangan yang mungkin timbul dalam hubungan hukum antara seseorang dengan tanahnya kepada WNA selaku penerima kuasa untuk bertindak layaknya seorang pemilik yang sebenarnya dari sebidang tanah yang menurut hukum di Indonesia tidak dapat dimilikinya yaitu hak milik. Pemberian kuasa tersebut merupakan perjanjian dengan mana seorang memberikan
43 Xxxxxxx Xxxxxxx, Op.Cit., hlm 270.
23
kekuasaan (wewenang) kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.44
Walaupun terdapat berbagai varian dalam perjanjian berkenaan dengan penguasaan tanah oleh WNA, tetapi secara garis besar perjanjian yang ditempuh pada umumnya terdiri dari45 :
1. Perjanjian Induk yang terdiri dari Perjanjian Pemilikan Tanah (Land Agreement) dan Surat Kuasa;
3. Perjanjian Sewa-Menyewa (Lease Agreement);
4. Kuasa Menjual (Power of Attorney to Sell);
5. Hibah Wasiat; dan Surat Pernyataan Ahli Waris.
Bila dilihat sepintas lalu, perjanjian (notariil) tersebut di atas seolah-olah tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tidak dalam bentuk pemindahan hak secara langsung. Namun, bila isi perjanjian diperiksa dengan seksama maka semua perjanjian tersebut secara tidak langsung dimaksudkan untuk memindahkan tanah hak milik atau hak guna bangunan kepada WNA.46
1. Perjanjian Pemilikan Tanah (PPT) dan Pemberian Kuasa
Dalam PPT pihak WNI mengakui bahwa tanah hak milik yang terdaftar atas namanya bukanlah miliknya, tetapi milik WNA yang telah menyediakan dana untuk pembelian tanah hak milik beserta bangunan. Selanjutnya pihak WNI memberi kuasa yang tidak dapat ditarik kembali kepada pihak WNA untuk melakukan segala tindakan hukum terhadap tanah hak milik dan bangunan.
Pihak WNI memberikan opsi untuk membeli tanah hak milik dan bangunan kepada pihak WNA karena dana untuk pembelian tanah hak milik dan bangunan itu disediakan oleh pihak WNA.
44 Subekti, Aneka Perjanjian Cetakan ke X, PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 1995, hlm
140.
45 Xxxxx X. X. Sumardjono - II, Op.Cit., hlm 14.
46 Ibid., hlm 14-15.
24
3. Perjanjian Sewa Menyewa
Pada prinsipnya dalam perjanjian ini diatur tentang jangka waktu sewa berikut opsi untuk perpanjangannya beserta hak dan kewajiban pihak yang menyewakan (WNI) dan penyewa (WNA).
4. Kuasa untuk menjual, berisi pemberian kuasa dengan hak substitusi dari pihak WNI (pemberi kuasa) kepada pihak WNA (penerima kuasa) untuk melakukan perbuatan hukum menjual atau memindahkan tanah hak milik atau bangunan.
Pihak WNI menghibahkan tanah hak milik dan bangunan atas namanya kepada pihak WNA.
6. Surat pernyataan ahli waris
Istri pihak WNI dan anaknya menyatakan bahwa walaupun tanah hak milik dan bangunan terdaftar atas nama suaminya, tetapi suaminya bukanlah pemilik sebenarnya atas tanah hak milik dan bangunan tersebut.
Hak Milik Atas Tanah
Perlu kita ketahui salah satu hak atas tanah yang termasuk dalam kategori bersifat primer adalah hak milik. Sebab hak milik adalah hak yang paling terkuat, tersempurna dan terpenuhi daripada hak-hak primer lainnya.47 Hak ini sesuai dengan apa yang telah tertuang dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa :48 Hak milik adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah tersebut, dan hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.49 Akan tetapi pasal tersebut dibatasi dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA.
Pasal 6 UUPA menegaskan, semua hak atas tanah mempunyai fungi sosial, artinya bahwa semua hak atas tanah pemilik tidak boleh menggunakan semua hak atas tanahnya secara bebas dan sesuka hatinya, namun di sini pemilik tanah harus
47 Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm 65.
48 Ibid., hlm 64.
00 Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxx-Xxx Xxxx Tanah, Prenada Media Group, Jakarta, 2004, hlm 29.
25
melihat aspek sosial dalam penggunaan tanahnya sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar khususnya dan bermanfaat bagi negara secara umum.50
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya hak milik bersifat turun- temurun maksudnya bahwa hak milik atas tanah tersebut tidak hanya berlangsung selama hidup pemegang hak milik atas tanah, tetapi dapat juga dilanjutkan oleh ahli warisnya ketika pemegang hak milik meninggal dunia, oleh karena itu hak milik jangka waktunya tidak terbatas.51 Hak milik bersifat terkuat maksudnya bahwa hak milik merupakan induk dari macam hak atas tanah lainnya dan dapat dibebani oleh hak atas tanah lainnya, seperti hak guna bangunan dan hak pakai.52 Hak milik bersifat terpenuh maksudnya hak milik menunjuk luas wewenang yang diberikan kepada pemegang hak milik dalam menggunakan tanahnya baik untuk usaha pertanian maupun untuk mendirikan bangunan.
Subjek yang dapat mempunyai hak milik atas tanah menurut UUPA dan peraturan pelaksanaannya adalah53 :
Dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA, hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik.54 Ketentuan ini menentukan perseorangan yang hanya berkewarganegaraan Indonesia yang dapat memiliki tanah dengan hak milik.
Dalam Pasal 21 ayat (2) UUPA, pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.55 Badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah dengan hak milik menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan- Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, yaitu bank-
50 Penjelasan Umum angka II (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
51 Xxxxxxx, Xxxxxxxxxxx, Prosedur Pendaftaran Tanah, PT Asdi Mahasatya, Jakarta, 2003, hlm 4.
52 Xxxxxxxxx Xxxxx, Soimin, Pengantar Hukum Indonesia, Setara Press, Malang, 2012, hlm 235.
53 Xxxx Xxxxxxxx, Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi, PT Alumni, Bandung, 2006, hlm 53.
54 Xxx Xxxxxx Xxxxxxx, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia Jilid I, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2004, hlm 6.
55 Ibid., hlm 7.
26
bank yang didirikan oleh negara (bank negara), koperasi pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial. Menurut Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah dengan hak milik adalah bank pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial yang ditunjuk oleh pemerintah.
Peralihan hak milik atas tanah diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUPA, yaitu hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Dua bentuk peralihan hak milik atas tanah dapat dijelaskan sebagai berikut :
Beralih artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. Dengan meninggalnya pemilik tanah, maka hak miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subjek hak milik.56
2. Dialihkan atau pemindahan hak
Dialihkan atau pemindahan hak artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum. Contoh perbuatan hukum yaitu jual beli, tukar-menukar, hibah, penyertaan (pemasukan) dalam modal perusahaan, lelang.57
Pasal 27 UUPA menetapkan bahwa faktor-faktor penyebab hapusnya hak milik atas tanah dan berakibat tanahnya jatuh kepada negara, yaitu58 :
1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;
Maksudnya, pengambilan tanah kepunyaan subjek hak pemegang hak milik oleh negara secara paksa, yang mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi hapus dikarenakan untuk kepentingan umum, hal tersebut berdasarkan pada Pasal 18 UUPA. Pencabutan hak atas tanah ini dengan memberikan ganti
56 Ibid., hlm 64.
57 Xxxxxxxx, Op.Cit., hlm 52.
58 Xxxx Xxxxxxxx, Op.Cit.
27
kerugian yang layak dan berdasarkan tata cara yang diatur dengan perundang- undangan.59
2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
Penyerahan dengan sukarela maksudnya bahwa subjek hak melepaskan hak atas tanah yang dimilikinya kepada negara dengan tanpa adanya ganti kerugian yang diterimanya. Hak atas tanah yang dilepaskan tersebut akan menjadi tanah negara.60
Hak atas tanah menjadi hapus karena pemiliknya menelantarkan tanah yang bersangkutan. Menurut penjelasan UUPA tanah yang ditelantarkan jika dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan daripada haknya. Menurut AP. Parlindungan yang berhak menyatakan tanah tersebut dalam keadaan terlantar adalah Menteri Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal Agraria Provinsi dan tanahnya kembali menjadi tanah yang dikuasai oleh negara.
4. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2);
Ketentuan mengenai hal ini dicantumkan dalam Pasal 21 ayat (3) dan Pasal
26 ayat (2) UUPA, karena haknya tersebut akan menjadi hapus dengan berlakunya kedua pasal tersebut. Kedua ketentuan ini adalah suatu hal yang wajar untuk mencegah adanya orang asing yang mempunyai hak terkuat dan terpenuhnya di Indonesia, sehingga mempersulit penyelesaian kalau timbul suatu hal yang diinginkan.
Musnahnya tanah yang menjadi hak milik, maka hak milik menjadi hapus. Menurut Xxxxx Xxxxxxx, hak milik sebagai hubungan hukum yang konkrit antara sesuatu subjek sebidang tanah tertentu menjadi hapus bila tanahnya tidak musnah kiranya sudah sewajarnya, karena objeknya tidak lagi ada. Kemusnahan tanah itu misalnya dapat disebabkan longsor atau berubahnya
59 Xxxx Xxxxxxx, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana Prenamedia, Jakarta, 2012, hlm 362.
60 Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2008, hlm 343. (selanjutnya disebut Xxxxx Xxxxxxx - II)
28
aliran sungai. Kalau yang musnah itu hanya sebagian, maka hak miliknya tetap berlangsung atas tanah sisanya.
2.5 Warga Negara Asing
Globalisasi membuat negara meningkatkan kerjasama antar negara termasuk di dalamnya kerjasama ekonomi, sosial, budaya, pendidikan. Banyak orang asing dengan mudah masuk ke Indonesia untuk bekerja, penelitian, wisata maupun kuliah. Keberadaan orang asing tersebut memerlukan pengawasan yang bukan berhubungan dengan pemalsuan secara ilegal saja, tetapi juga berhubungan dengan tindakan-tindakannya agar tidak mengganggu ketentraman, kenyamanan, kesusilaan atau kesejahteraan umum. Oleh karena itu, orang asing yang berada di Indonesia harus menaati dan menghargai peraturan-peraturan yang diadakan untuk mereka.
Secara umum warga negara adalah seseorang yang bertempat tinggal di sebuah wilayah negara tertentu yang memiliki status warga negara maka timbulah sebuah hubungan negara dengan hak dan kewajiban. Dan WNI mempunyai sebuah pengertian yaitu orang-orang asli bangsa Indonesia maupun bangsa lain seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (selanjutnya disebut UU No. 12 Tahun 2006), warga negara merupakan warga yang berasal dari negara yang ditentukan berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan.
Pengertian terhadap WNA adalah seseorang yang tinggal dan menetap di sebuah negara tertentu namun bukan berasal dari negara tersebut yang juga tidak secara resmi terdaftar sebagai warga negara, yang mempunyai tujuan yang beragam, contohnya dalam rangka menempuh pendidikan, bisnis maupun hal lainnya. Meskipun status seseorang tersebut adalah WNA di Indonesia, seseorang tersebut tetap memiliki hak dan juga kewajiban untuk negara yang ditinggalinya.
Orang asing adalah WNA yang bertempat tinggal pada suatu negara tertentu. Bahwa orang asing tersebut adalah semua orang-orang yang bertempat tinggal pada suatu negara tertentu tetapi ia bukan warga negara dari negara
29
tersebut.61 WNA berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan “Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”. WNA berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2006 menyatakan “Warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan”. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian mengartikan orang asing sebagai orang yang bukan WNI. Mereka merupakan WNA yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia dan hanya mempunyai ijin tertentu untuk tinggal di wilayah Indonesia.
Di dalam hukum internasional, orang asing di dalam suatu negara itu dilindungi sekedarnya. Perlindungan sebagaimana yang dimaksudkan ini ada 2 (dua) macam62 :
1. secara positif, artinya negara tempat dimana orang asing itu berada harus memberikan kepadanya beberapa hak-hak tertentu. Jadi suatu hak minimum itu harus dijamin; dan
2. secara negatif, artinya suatu negara itu tidak dapat mewajibkan sesuatu kepada orang asing yang berada di negaranya tersebut, misalnya kewajiban militer.
Ada persamaan perlakuan ketika orang asing tersebut berstatus menjadi penduduk Indonesia. Namun, dari sekian banyak perlakuan tersebut banyak yang berbeda. Terutama hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban. Dalam UUD NRI Tahun 1945 dijelaskan bahwa ada hak-hak khusus yang diperoleh oleh warga negara yang itu tidak diperoleh oleh orang asing seperti hak pendidikan, hak pekerjaan, hak persamaan dalam hukum dan pemerintahan.
Penyelundupan Hukum
Menurut Xxxxxxx Xxxxxxx, penyelundupan hukum merupakan suatu bagian ajaran tersendiri dari teori umum Hukum Perdata Internasional, yang dikenal dalam bahasa Inggris dengan istilah “evasion of law” dan bahasa Belanda
61 Titik Triwulan Tutik, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Cerdas Pustaka Publisher, Jakarta, 2008, hlm 348.
62 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993,
hlm 48.
30
dengan istilah “wetsonduiking”, yang mendefinisikan penyelundupan hukum sebagai suatu bentuk tindakan yang bersifat menghindarkan pemakaian hukum nasional. Hal itu dapat diketahui dari kutipan pendapat Xxxxxxx Gautama63 :
“…sedangkan dalam penyelundupan hukum kita saksikan hukum nasional tetap berlaku itu dan dianggap tepat pada suatu peristiwa tertentu saja, yakni karena kini ada seseorang yang untuk mendapatkan berlakunya hukum asing telah melakukan suatu tindakan yang bersifat menghindarkan pemakaian hukum nasional itu.”
Dalam konteks Hukum Perdata Internasional, penyelundupan hukum merupakan64 :
“suatu perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu, akan dapat dibatalkan oleh forum atau tidak diakui oleh forum jika perbuatan itu dilaksanakan di negara asing yang bersangkutan dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari aturan- aturan lex fori (hukum pengajuan perkara) yang akan melarang perbuatan semacam itu dilaksanakan di wilayah forum.”
Menurut Xxxxxxx Xxxxxxx penyelundupan hukum bertujuan untuk menghindarkan berlakunya hukum nasional dan mendapatkan berlakunya hukum asing dengan suatu cara yang tidak dapat dibenarkan, sehingga yang bersangkutan memperoleh suatu keuntungan-keuntungan tertentu sesuai dengan keinginannya.65 Menurut Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx dan Xxxx Xxxxxxxxxxx, penyelundupan hukum dapat dikatakan terjadi apabila seseorang atau suatu pihak yang telah melakukan cara yang tidak diperkenankan dengan tujuan untuk menghindarkan berlakunya hukum nasional dan mendapatkan berlakunya hukum asing.66
Adapun 2 (dua) pandangan mengenai penyelundupan hukum, yaitu67 :
a. Pandangan Objektif yang mengemukakan bahwa maksud dan tujuan dari orang yang melakukan penyelundupan hukum tidak penting dan tidak selalu dianggap sebagai faktor penentu, sebab di satu sisi orang yang bersangkutan secara muslihat hendak
63 Xxxxxxx Xxxxxxx, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Putra A Bardin, Jakarta, 1999, hlm 148.
64 Xxxx Xxxx Hardjowaho, Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional, PT.Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2006, hlm 128.
65 Xxxxxxx Xxxxxxx, Op.Cit., hlm 209.
66 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx dan Xxxx Xxxxxxxxxxx, Sendi-sendi Hukum Perdata Internasional Suatu Orientasi, Rajawali, Jakarta, 1983, hlm 62.
67 Xxxxxxx Xxxxxxx, Op.Cit.
31
menyelundupkan undang-undang, namun di sisi yang lain sebaliknya hendak menundukkan diri di bawah undang-undang yang lain.
b. Pandangan Subjektif yang menekankan pada niat buruk dari seseorang yang melakukan penyelundupan hukum harus bertentangan dengan jiwa dan makna dari undang-undang, dimana orang tersebut harus mempunyai niat, siasat dan muslihat dengan berdasarkan teks dari Undang-undang, hendak meloloskan diri dari ikatan dengan suatu Undang-undang tertentu dengan cara melakukan penyelundupan hukum.
Penyelundupan hukum terjadi apabila seseorang dengan berdasarkan dan menggunakan kata-kata dari undang-undang, tetapi melawan jiwa dan tujuannya, secara tipu muslihat melakukan perbuatan-perbuatan yang ternyata diadakan dengan maksud agar dapat mengelakan kaidah-kaidah hukum yang tertulis atau yang tidak tertulis.68 Hubungan kausal antara niat dan perbuatan dari pihak yang bersangkutan penting dalam menentukan suatu perbuatan merupakan penyelundupan hukum atau tidak. Niat tersebut harus berupa iktikad tidak baik yaitu hendak meloloskan atau menghindarkan diri daripada ikatan undang-undang tersebut.
68 Ibid., hlm 166.
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan
1. Dalam keabsahannya, perjanjian pinjam nama sebagai bentuk kepemilikan tanah oleh WNA jelas tidak dibenarkan karena isi dari perjanjian tersebut melanggar undang-undang. Perjanjian pinjam nama dalam pembuatannya tidak memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu suatu sebab atau kausa yang halal. Perjanjian pinjam nama mempunyai tujuan agar WNA dapat menguasai secara tidak langsung hak milik atas tanah di Indonesia, yang sebenarnya hal tersebut dilarang oleh UUPA. Maka dengan sendirinya perjanjian pinjam nama menjadi batal atau dianggap tidak ada sejak perjanjian itu dibuat.
2. Tanggung jawab Notaris dalam membuat perjanjian pinjam nama sebagai bentuk kepemilikan tanah oleh WNA yang bertentangan dengan UUPA meliputi tanggung jawab secara perdata, pidana, administratif, atau berdasarkan Kode Etik Notaris. Notaris dapat dikenakan pertanggungjawaban secara perdata berdasarkan Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata berupa penggantian biaya, ganti rugi ataupun bunga. Pertanggungjawaban secara pidana dapat dituntut berdasarkan Pasal 266 ayat (1) KUHP dengan sanksi pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pertanggungjawaban secara administratif dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 16 ayat (11) UUJN berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat. Sedangkan pertanggungjawaban berdasarkan Kode Etik Notaris dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 6 Kode Etik Notaris berupa teguran, peringatan, pemberhentian sementara dari keanggotaan perkumpulan, pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan perkumpulan, atau pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.
67
68
4.2 Saran
1. Pemerintah agar merombak UUPA terkait dengan pembatasan hak atas tanah yang dapat diberikan kepada WNA untuk lebih dipertegas dan dipersempit kembali. Selain itu pemerintah perlu membuat peraturan yang baru mengenai perjanjian pinjam nama karena perjanjian tersebut selain merugikan WNA, juga merugikan WNI bahkan negara. Pemerintah dapat bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk selalu memeriksa segala transaksi yang mengatasnamakan orang lain.
2. Notaris agar lebih berhati-hati dalam membuat akta. Apabila akta yang diminta oleh para penghadap berindikasikan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan undang-undang maka Notaris harus secara tegas menolak permintaan tersebut, karena dapat merugian para pihak, negara, dan Notaris itu sendiri. Notaris diharapkan selalu menjaga kehormatan profesinya serta memegang teguh amanah sumpah/janji berdasarkan UUJN, peraturan perundang-undangan terkait, dan Kode Etik Notaris.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
A. A. Xxxx Xxxxxxxx. 2010. Pengetahuan Praktis tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia. Cet I. Surabaya: Putra Media Nusantara.
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika. Cet I. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Press.
Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx. 2006. Etika Profesi Hukum. Cet III. Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx.
. 2011. Hukum Perdata Indonesia. Cet III. Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxx Xxxxxx. 2007. Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Cet
I. Malang: Bayumedia Publishing.
Xxxxxx Xxxx. 2007. Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak. Cet I. Jakarta: Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxx.
Xxx Xxxxxx Xxxxxxx. 2004. Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia Jilid I. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Xxxxxxx Xxxxxxx. 1998. Hukum Agraria dalam Perspektif. Cet III. Bandung: Remadja Karya.
Xxxx Xxxx Xxxxxxxxxxxx. 2006. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional.
Jilid I Edisi 4. Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxx Xxxxxxx. 2005. Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah. Cet XVII. Jakarta: Djambatan.
. 2008. Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah. Cet XVIII. Jakarta: Djambatan.
X.X.X Xxxxxx dan Xxxxxxxxx X.X. Kansil. 2003. Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum. Cet II. Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx.
Xxxx Xxxxxxxx. 2006. Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi. Cet
III. Bandung: PT Alumni.
G.H.S Lumban Tobing. 1999. Peraturan Jabatan Notaris = Notaris Reglement. Cet II. Jakarta: Erlangga.
X. Xxxxx XX, H. Xxxxxxxx, dan Xxxxxx Xxxxxxxxxxxx. 2011. Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU). Cet III. Jakarta: Sinar Grafika.
Xxxxx Xxxxx. 2008. Hukum Notaris Indonesia. Cet I. Bandung: PT. Xxxxxx Xxxxxxx.
. 2009. Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik. Cet II. Bandung: PT. Xxxxxx Xxxxxxx.
. 2011. Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Cet III. Bandung: PT Xxxxxx Xxxxxxx.
. 2014. Hukum Notaris Indonesia: Tafsiran Tematik terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Cet IV. Bandung: PT Xxxxxx Xxxxxxx.
. 2016. Kompilasi I Persoalan Hukum dalam Praktik Notaris dan PPAT. Cet I. Surabaya: Indonesia Notary Community.
Xxxxxx Xxxxxxxx. 2009. Hukum Perjanjian di Indonesia. Cet I. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Xxxxxx Xxxxxx. 2010. Tanggungjawab Notaris Terkait Dengan Praktek Nominee Di Indonesia. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Xxxxxxx Xxxxxxx. 2010. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan. Cet I. Bandung: Citra Aditya.
Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxxxx. 1994. Hukum Profesi tentang Profesi Hukum.
Edisi Kedua. Semarang: Ananta.
J. Satrio. 1995. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Cet I. Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx. 2004. Hak-Hak Atas Tanah. Cet I. Jakarta: Prenada Media Group.
Xxxxx X. X. Sumardjono. 2001. Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi dan Implementasi. Cet I. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
. 2007. Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing. Cet I. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
. 2012. Penguasaan Tanah oleh Warga Negara Asing Melalui Perjanjian Nominee. Denpasar: Rapat Kerja Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengurus Wilayah Bali dan NTT.
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx. 2006. KUHPerdata Buku III. Cet II. Bandung: PT. Alumni.
Xxxxx Xxxxx. 2005. Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Xxxxx, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan Pengurus). Cet I. Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxx. 2006. Keabsahan Perjanjian Innominaat Dalam Bentuk Nominee Agreement (Analisis Kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing). Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx. 2013. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Cet VIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Pratanya Xxxxx Xxxxxx. 2018. Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Xxxxxx Xxxx Sebagai Bentuk Kepemilikan Tanah Oleh Warga Negara Asing. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
R. Subekti. 2002. Hukum Perjanjian. Cet XIX. Bandung: Intermasa. Xxxxxxxxxxxxxx. 2011. Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan
Akta. Cet I. Bandung: Mandar Maju.
Xxxxxxx, Xxxxxxxxxxx. 2003. Prosedur Pendaftaran Tanah. Cet I. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Subekti. 1995. Aneka Perjanjian. Cet X. Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx. Xxxxxxx Xxxxxxx. 1999. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia.
Supriadi. 2012. Hukum Agraria. Cet V. Jakarta: Sinar Grafika.
Supriyadi. 2010. Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia. Cet III. Jakarta: Sinar Grafika.
Tan Thong Kie. 2000. Studi Notariat dan Xxxxx Xxxxx Praktek Notaris. Cet I. Jakarta: Xxxxxxx Xxxx Xxx Xxxxx.
Universitas Jember. 2016. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jember: UPT Penerbitan Universitas Jember.
Xxxx Xxxxxxx. 2012. Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Cet I. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696)
Internet
Dipa Haryandanu. 2016. Properti Pinjam Nama Xxxx Xxxxx. xxxx://xxx.xx.xx/xxxxxx/xxxxxx-xxxxxxxx-xxxxxx-xxxx-xxxx-xxxxx.xxxx. diakses pada 28 Januari 2019 pukul 18.35 WIB.
Xxx Xxxx Xxxxxxx. 2018. 90+ Contoh Motto Hidup yang Membuat Semangat Membara. xxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/xxxxxx-xxxxx-xxxxx/. diakses pada 12 Maret 2019 pukul 11.42 WIB.
Ebta Setiawan. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). xxxxx://xxxx.xxx.xx/xxxxxxxx%00xxxxx. diakses pada 17 Oktober 2018
Xxxx Xxxxxxxx. 2015. 50 Ribu Warga Asing Miliki Properti di Bali Senilai Rp 109 Triliun. xxxxx://xxxxxxxxxx.xxx/xxxx/0000/00/00/000000000000/00-Xxxx- Warga-Asing-Miliki-Properti-di-Bali-Senilai-Rp-109-Triliun.html. diakses pada 29 Januari 2019 pukul 10.43 WIB.