Surat Kontrak Penelitian
Surat Kontrak Penelitian
Pendanaan dan Pelaksanaan Hibah Riset Muhammadiyah Batch VI Tahun 2023 Nomor: 1687.020/PP/I.3/D/2023
Pada hari ini Sabtu tanggal Lima bulan November tahun Dua Ribu Dua Puluh Dua Kami yang bertandatangan dibawah ini:
1. | X Xxxxx Xxxxxxxx, X.Xx., M.A., Ph.D. | : | Direktur Riset Muhammadiyah (RisetMu) Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA |
2. | Xx. Xxxxxxxx Xxxxxxx, S.IP, X.Xx | : | Dosen UM Makassar yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA |
untuk bersepakat dalam pendanaan dan pelaksanaan penelitian:
Judul Penelitian : Jejaring Kebijakan Pengentasan Kemiskinan; Analisis Pengembangan Model Multipartner Governance dalam Pengelolaan Fundraising Dana Zakat di Kabupaten Jeneponto
Anggota : Dr. Xxxxxxxxx, X.Xx Xxxxxxxx
Xxxxxx Xxxxxx
Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx S
X. Xxxxx.B
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. PIHAK PERTAMA menyetujui pendanaan dan memberikan tugas kepada PIHAK KEDUA untuk melaksanakan penelitian Hibah RisetMu Batch VI Tahun 2022/2023.
2. PIHAK KEDUA menjamin keaslian penelitian yang diajukan dan tidak pernah mendapatkan pendanaan dari pihak lain sebelumnya.
3. PIHAK KEDUA bertanggungjawab secara penuh pada seluruh tahapan pelaksanaan penelitian dan penggunaan dana hibah serta melaporkannya secara berkala kepada PIHAK PERTAMA
4. PIHAK KEDUA berwajiban memberikan laporan kegiatan penelitian dari awal sampai akhir pelaksanaan penelitian kepada pihak LPPM setempat.
5. PIHAK KEDUA berkewajiban menyelesaikan urusan pajak sesuai kebijakan kampus masing-masing.
6. PIHAK PERTAMA akan mengirimkan dana hibah penelitian ke rekening peneliti atas nama Xxxxxxxx Xxxxxxx Bank Syariah Indonesia (BSI) Nomor rekening 7016059875
7. PIHAK PERTAMA mengirimkan dana hibah penelitian tahap pertama sebesar 60% (enam puluh persen) dari total dana penelitian kepada PIHAK KEDUA setelah dilakukan verifikasi oleh Xxx XxxxxXx.
8. PIHAK PERTAMA mengirimkan sisa dana hibah penelitian tahap kedua sebesar 40% (empat puluh persen) kepada PIHAK KEDUA; setelah PIHAK KEDUA menyelesaikan semua tahapan penelitian meliputi:
a. menyerahkan Laporan Hasil Penelitian dan naskah publikasi lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebelum 10 Juni 2023.
b. merevisi laporan dan naskah publikasi yang telah dikaji oleh reviewer dan Xxx XxxxxXx.
9. PIHAK KEDUA berkewajiban menerbitkan hasil penelitiannya atau sekurang-kurangnya telah mendapatkan LoA dari pengelola jurnal tujuan dalam jangka waktu maksimal bulan Desember 2023.
10. Luaran Skema Penelitian Pengembangan adalah minimal satu artikel di jurnal internasional terindeks.
11. Jika dikemudian hari terjadi perselisihan yang bersumber dari perjanjian ini, maka PIHAK PERTAMA berhak mengambil sikap secara musyawarah yang diwakilkan oleh Xxx XxxxxXx.
Surat Kontrak Penelitian ini dibuat rangkap 2 (dua) bermaterai cukup, dan ditandatangani dengan nilai dan kekuatan yang sama.
PIHAK PERTAMA X. Xxxxx Xxxxxxxx, X.Xx., M.A., Ph.D. | PIHAK KEDUA Xx. Xxxxxxxx Xxxxxxx, S.IP, X.Xx |
Hibah RisetMu Batch VI Tahun 2022/2023
Jejaring Kebijakan Pengentasan Kemiskinan; Analisis Pengembangan Model Multipartner Governance dalamPengelolaan Fundraising Dana Zakat di Kabupaten Jeneponto
HIBAH RISETMU BATCH VI 2022/2023
DISUSUN OLEH:
Xx. Xxxxxxxx Xxxxxxx, S.IP, M,SI (Universitas Muhammadiyah Makassar)Dr. Xxxxxxxxx, X.Xx (Universitas Muhammadiyah Makassar)
MAJELIS PENDIDIKAN TINGGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
2022/2023
Jejaring Kebijakan Pengentasan Kemiskinan; Analisis Pengembangan Model Multipartner Governance dalam Pengelolaan Fundraising Dana Zakat di Kabupaten Jeneponto
Nuryanti Mustari1, Fatmawati Mappasere2, Ulfiah Syukri3 Ismawati4, Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx S5, M Pajri B6
123456Social Science and Politic Science Faculty, University of Muhammadiyah Makassar, Indonesia
Abstract
Poverty is a crucial problem that has been highlighted by various regions including Jeneponto. Poverty can be overcome by fiscal policy, namely zakat. However, zakat funding in the district. Jeneponto hasn't been good. Therefore, this study wants to examine the relationship between actors in the governance of fundraising zakat funds, the constraints of implementing poverty alleviation programs and the multipartner governance model in fundraising zakat funds. The method used is based on a qualitative approach that is descriptive. Specifically, the data was analyzed with interactive models from Miles and Xxxxxxxx and through nvivo 12 plus software using crosstab query and word frequency features. The results showed that the relationship between actors in fundraising zakat funds has not been maximized because the relationship is only established between baznas and the Ministry of Religion which does have authority related to zakat. Second, obstacles to the implementation of poverty alleviation programs include the lack of collaboration between actors, lack of socialization and lack of budget. Third, the multipartner governance model has also not been maximized because the actor's approach, actor perspective, actor accessibility and action determination are only dominated by xxxxxx and the ministry of religion. Jeneponto, meaning that other institutions have no role in that approach. Therefore, the local government of the district. Jeneponto is expected to increase the fundraising of zakat funds by carrying out several strategies, namely conducting comparative studies, inviting them to sit together and work together to alleviate poverty in terms of fundraising zakat funds in Jeneponto regency.
Keywords : Poverty, Fundraising zakat funds, Multipartner Governance Model
Abstrak
Kemiskinan merupakan masalah krusial yang menjadi sorotan berbagai daerah termasuk Jeneponto. Kemiskinan dapat diatasi dengan kebijakan fiskal yakni zakat. Namun, pendanaan zakat di kabupaten Jeneponto belum baik. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengkaji relasi antar aktor dalam tata kelola fundraising dana zakat, kendala implementasi program pengentasan kemiskinan dan model multipartner governance dalam fundraising xxxx xxxxx. Metode yang digunakan berdasarkan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Secara spesifik data dianalisis dengan model interaktif dari Miles dan Huberman serta melalui software nvivo 12 plus menggunakan fitur crosstab query dan word frequency. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi antar aktor dalam fundraising dana zakat belum maksimal karena relasi hanya terjalin antara baznas dan kementerian agama yang memang memiliki kewenangan terkait zakat. Kedua, kendala implementasi program pengentasan kemiskinan antara lain adalah minimnya kolaborasi antar aktor, kurangnya sosialisasi dan kurangnya anggaran. Ketiga, model multipartner governance juga belum maksimal karena pendekatan aktor, perspektif aktor, aksebilitas aktor dan penentuan tindakan hanya didominasi dengan baznas dan kementerian agama kabupaten Jeneponto, artinya lembaga lainnya tidak ada peran dikeempat pendekatan tersebut. Oleh karena itu, pemerintah daerah kabupaten Jeneponto diharapkan dapat meningkatkan fundraising dana zakat dengan melakukan beberapa strategi yakni melakukan studi banding, mengajak duduk bersama dan saling bekerja sama untuk mengentaskan kemiskinan dalam hal fundraising dana zakat di kabupaten Jeneponto.
Kata kunci : Kemiskinan, Fundraising xxxx xxxxx, Model Multipartner Governance
LATAR BELAKANG
Kemiskinan merupakan permasalahan utama yang harus dipecahkan. Penanggulangan kemiskinan secara sinergis dan sistematis harus dilakukan agar seluruh warganegara mampu menikmati kehidupan yang bermartabat. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang [1]. Oleh sebab itu keseimbangan antara pertumbuhan dengan pemerataan dan seberapa besar peningkatan kesejahteraan masyarakat selalu dipertanyakan bila ingin mengetahui keberhasilan pembangunan. Berbagai program penanggulangan kemiskinan dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Permasalahan kemiskinan bukan hanya menjadi permasalahan utama di kota-kota besar, tetapi juga semua kabupaten/kota di Indonesia [2].
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia telah menikmati pertumbuhan ekonomi positif selama satu dekade terakhir, namun jumlah penduduk miskin dan ketimpangan pendapatan belum berkurang secara signifikan. Data Bank Dunia dalam laporan Word Bank Country Classifications by income level 2021-2022 menempatkan Indonesia dalam kategori Negara berpendapatan menengah rendah (lower middle income) pada Tahun 2021 [3]. Data versi BPS menyebutkan, jumlah penduduk miskin Indonesia per September 2021 adalah 26,50 juta orang atau 9,71 persen [4]. Propinsi Sulawesi Selatan termasuk peringkat 19 angka kemiskinan terbanyak Nasional. Jeneponto adalah salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan dengan jumlah penduduk miskin tertinggi. Berdasarkan hasil survei BPS 2022, Kabupaten Jeneponto menjadi kabupaten dengan persentase penduduk miskin tertinggi pertama sebanyak 14,58 persen. Bahkan, persentase penduduk miskin di Jeneponto lebih tinggi dari rata-rata persentase penduduk miskin di Sulawesi Selatan, yakni sebesar 8,69 persen [5].
Gambar 1.
Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Selatan (%)
Sumber : Internet
Beberapa program penegntasan kemiskinan telah dilakukan diantaranya melalui implementasi Program Keluarga Harapan [6] dan program pemberdayaan Rumah Tangga Miskin [7]. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya tersebut tidak berdampak signifikan pada pengentasan kemiskinan di daerah tersebut. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Xxxxxx Xxxxxxx (2000) bahwa Idealnya kesejahteraan ekonomi dicapai ketika pertumbuhan ekonomi maupun tingkat pendapatan perkapita masyarakat tinggi
dan terdistribusi secara merata [8]. Secara normative, pendapatan nasional yang sempurna adalah ketika setiap orang menerima pendapatan yang sama besarnya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa masalah utama dalam pembangunan ekonomi daerah secara umum adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak sebanding dengan penurunan angka kemiskinan, distribusi pendapatan yang belum merata, dan ketersediaan modal yang masih mengalami hambatan untuk sampai ke masyarakat miskin dengan alasan kendala akses. Masalah tersebut akan membentuk lingkaran masalah yang saling terkait satu sama lain yang membutuhkan penanganan lebih komprehensif.
Menyadari penting dan eratnya hubungan pemerataan distribusi pendapatan dengan pengentasan kemiskinan, Islam telah memiliki instrumen tersendiri untuk menyelesaikan masalah tersebut, yaitu zakat [9]. Zakat merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang dianggap mampu menurut kriteria Islam untuk mengeluarkan antara 2,5%-20% dari proporsi hartanya untuk disalurkan kepada yang berkekurangan secara finansial. Xxxx xxx Xxxxx Xxxx dan Xxxxx Xx Xxxxxx merupakan contoh dari pemimpin Islam yang telah berhasil membuktikan betapa efektifnya instrumen ini dalam memeratakan dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pada masa kini di Indonesia, kesadaran masyarakat untuk membayar zakat cenderung meningkat, namun potensi zakat yang begitu besar belum tergali/terealisasi dan terkoordinir secara optimal. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat untuk menyalurkan zakat melalui lembaga pengelola zakat masih terasa kurang. Hal ini juga didukung oleh Xxxxx (2014) yang menyatakan bahwa salah satu faktor keengganan masyarakat membayar zakat pada Badan Amil Zakat adalah kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap BAZIS/LAZ [10]. Seiring dengan realisasi pengumpulan zakat yang masih kecil, pendayagunaan zakat selama ini juga lebih bersifat konsumtif ketimbang produktif, maka dampak zakat terhadap pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan belum begitu signifikan. Akibatnya, zakat hanya memberikan “ikan” kepada kaum miskin, bukan kail dan hanya akan memberikan efek yang bersifat jangka pendek. Sehingga pengembangan model fundrising dana Zakat diasumsikan akan berdampak signifikan dalam mengentaskan kemiskinan [11]. Melibatkan semua pihak baik pemerintah, swasta dan masyarakat dalam satu kesatuan tugas dan fungsi pengelolaan fundraising zakat. Dalam perspektif jaringan (policy network), pemerintah tidak lagi bertindak sebagai aktor tunggal (single actor), akan tetapi pemerintah harus mampu membangun jaringan dengan aktor-aktor lainnya (outside of government) untuk meminimalisir angka kemiskinan di Kabupaten Jeneponto.
Xxxxxx dalam Zhou (2014), mendefinisikan jaringan kebijakan sebagai sekelompok aktor atau organisasi yang terhubung satu sama lain karena ketergantungan sumber daya melalui tindakan kolektif. Teori jaringan didasari pada asumsi bahwa relasi para aktor itu bersifat saling tergantung satu sama lain (interdependence) [12]. Dalam makna yang lebih operasionat dapat dimengerti para aktor tidak bakal mampu mencapai tujuan-tujuannya tanpa menggunakan sumber daya-sumber daya yang dimiliki oleh aktor lain [13]. Para pemangku kepentingan harus saling bekerjasama dan berkoordinasi dalam mengimplementasikan program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Jeneponto. Hjren dan Xxxxxx dalam Parson (2011) mengatakan bahwa implementasi seharusnya dianalisis dalam konteks “struktur institusional” yang tersusun dari serangkaian aktor dan organisasi [14]. Wellman dalam Xxxxxx (2014) juga mengatakan bahwa terdapat prinsip dari teori jaringan, salah satu prinsip tersebut
adalah bahwa ikatan antara individu harus dianalisis dalam konteks struktur jaringan lebih luas [15].
Merujuk pada penjelasan teoritis tersebut di atas, diperlukan sebuah kajian yang mendalam melalui penelitian tentang bagaimana jejaring pengembangan model Multipartner Governance dalam perspektif jejaring kebijakan dalam pengelolaan Fundraising Dana Zakat di Kabupaten Jeneponto. Sehingga rumusan masalah yang akan diteliti antara lain:
1. Bagaimana relasi antar aktor dalam pengetasan kemiskinan di Kabupaten Jeneponto melalui tata kelola fundrising dana zakat
2. Bagaimana kendala implementasi program pengentasa kemiskinan dalam membangun sinergitas antar aktor kebijakan
3. Bagaimana rumusan pengembangan Model Multipartner Governance dalam pengelolaan Fundrising dana Zakat di Kabupaten Jeneponto.
Tujuan Khusus Penelitian:
1. Mengidentifikasi relasi antar aktor dalam pengetasan kemiskinan di Kabupaten Jeneponto melalui tata kelola fundrising dana zakat
2. Menganalisis kendala implementasi program pengentasan kemiskinan dalam membangun sinergitas antar aktor kebijakan
3. Merumuskan Pengembangan Model Multipartner Governance dalam pengelolaan Fundrising dana Zakat di Kabupaten Jeneponto.
Urgensi Penelitian:
1. Pemerataan distribusi pendapatan berkaitan erat dengan pengentasan kemiskinan, Islam telah memiliki instrumen tersendiri untuk menyelesaikan masalah tersebut, yaitu zakat. Selama ini dampak zakat terhadap pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan belum begitu signifikan sehingga pengembangan model fundrising dana Zakat diasumsikan akan berdampak signifikan dalam mengentaskan kemiskinan.
2. Masalah kemiskinan tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah sehingga perlu merumuskan model jaringan kebijakan berbasis multipartner governance yang melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat.
3. Policy Network yang terbagun dari pilar jaringan antar aktor kebijakan dalam pengelolaan fundraising xxxx Xxxxx merupakan faktor yang menetukan keberhasilan ketercapaian program pengentasan kemiskinan.
Penelitian tentang jaringan kebijakan yang membahas relasi aktor kebijakan belum banyak diteliti oleh peneliti sebelumnya. Topik Penelitian sebelumnya lebih banyak terkait program pengentasan kemiskinan. Hal ini dapat dilihat pada visualisasi data vosviewer berikut ini :
Gambar 2.
Literature Review
Sumber : Vosviewer Analysis
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian ini, peneliti mengelaborasi teori Rhodes Adanya berbagai aktor yang terlibat di dalamnya baik inside government maupun outside government. Dalam pendekatan jaringan ini menunjukkan tidak adanya pemerintah sebagai aktor tunggal dalam pembuatan sebuah kebijakan. pendekatan Multipartner Governance digunakan untuk menganalisis bagaimana relasi outside government dan inside government dalam perespektif jaringan kebijakan publik dalam implementasi program pengentasan kemiskinan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang hanya mengkaji efektifitas model kebijakan publik pada tahap formulasi dan implementasi program dengan pendekatan Top Down dan Bottom up dimana pemerintah menjadi aktor tunggal, penelitian ini mengeksplorasi implementasi program berbasis jaringan yang masih terbilang belum banyak diteliti. Penelitian ini menganalisis jaringan kebijakan publik (policy network) dengan melihat relasi aktor dalam implementasi
Program pengentasan kemiskinan melaui fundrising dana zakat yang diadopsi dari teori Xxxxxx dan teori Xxxx dengan menggunakan indikator interaksi, komunikasi dan koordinasi. Disamping itu, relasi aktor akan dilihat melalui empat pendekatan yaitu partisipasi, perspektif, aksesibilitas dan penentuan tindakan. a) Partisipasi aktor, yaitu dengan menilai bagaimana peran aktor-aktor terkait dalam pelaksanaan suatu kebijakan; b) Perspektif aktor, yaitu dengan menilai bagaimana aktor-aktor memahami program; c) Aksesibilitas aktor, yaitu dengan menilai bagaimana akses aktor-aktor dalam pelaksanaan program; dan d) Penentuan tindakan, yaitu dengan menilai bagaimana peran aktor dalam menentukan tindakan.
1. Jaringan Kebijakan (Policy Network)
Istilah "jaringan" (network) telah dipakai sejak abad ke 19, yang berarti meliputi atau menutupi dengan jaringan atau dengan sepotong jaring. Xxxxxan jaringan kebijakan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari ilmu politik di Amerika dan berkembang juga di Inggris dalam beberapa dekade. Sepanjang tahun 1950-an dan 1960-an, studi di Amerika dari proses kebijakan membahas pentingnya interaksi antara kelompok-kelompok kepentingan, lembaga birokrasi dan pemerintah dalam proses kebijakan public. Kemudian bagi Xxxxxx dalam Taufik (2017) pada tahun 1930-an dan 1940-an, jaringan kebijakan relatif kecil. Akan tetapi, dengan perkembangan aktivitas pemerintah dan pembuatan kebijakan, partisipannya juga berkembang lebih luas dan lebih rumit [16]. Diversitas yang semakin besar dalam masyarakat. Xxx Xxxxxxx (1992) dalam Luzi dan Hamouda (2008) menjelaskan dimensi yang berbeda antara konsep jaringan dengan pendekatan lain dapat dilihat, misalnya jumlah dan jenis aktor, fungsi jaringan, struktur, pelembagaan, aturan perilaku, hubungan kekuasaan dan strategi aktor [17].
Xxxxxx (2015) mendefinisikan jaringan kebijakan sebagai satu dari kumpulan konsep yang berfokus pada hubungan dengan pemerintah dan ketergantungan pada aktor-aktor negara maupun aktor masyarakat lainnya. Oleh karena itu, Xxxxxx menekankan bahwa hubungan struktural antara lembaga-lembaga politik sebagai elemen penting dalam jaringan kebijakan dari pada hubungan interpersonal antar individu dalam lembaga-lembaga tersebut [18]. Kenis dan Xxxxxxxxx (1991) berpendapat bahwa jaringan kebijakan merupakan bentuk baru dari pemerintahan ditandai dengan dominasi hubungan informal, desentralisasi, dan horizontal [19]. Jaringan kebijakan memberikan kemungkinan komunikasi antara aktor yang berbeda secara berkelanjutan. Jaringan dapat terdiri dari organisasi formal, berbagai instansi pemerintah, aktivis lokal dan kelompok-kelompok dukungan internasional [20].
Berkaitan dengan hal itu, Xxxx (1995) mencoba menciptakan model jaringan kesehatan kota Perrow's. Dalam model tersebut, juga terdapat beragam jenis aktor yang saling interaksi satu dengan yang lainnya.
Gambar 3.
Perrow’s Imaginary City Health Network
Sumber: Xxxx Xxxxxxxxx (1995: 109)
Model jaringan yang dikembang kan oleh Xxxx menunjukkan tidak adanya pemerintah sebagai aktor tunggal dalam pembuatan sebuah kebijakan. publik.
2. Perspektif Jaringan Antar-Organisasi
Dalarn perspektif jaringan antar-organisasi, terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai jaringan antar-organisasi, teori yang dimaksud, antara lain:
a. Teori Jaringan
Teori jaringan relatif masih baru dan belum berkembang. Seperti dikatakan oleh Xxxx (1982) dalarn Xxxxxx (2014) mengatakan bahwa “kini ada semacam federasi longgar dari berbagai pendekatan yang dapat digolongkan sebagai analisis jaringan”.
b. Teori Ketergantungan Sumber Daya
Teori ketergantungan sumber daya adalah teori yang menyatakan bahwa tujuan suatu organisasi adalah untuk mengurangi ketergantungan pada organisasi lain yang mengsuplai sumber-sumber daya dilingkungannya dan berusaha menemukan cara atau strategi untuk memperoleh sumber daya tersebut.
c. Teari Institusi
Dalam kajian sosiologis, pengertian institusi mencakup aspek yang luas. Luasnya cakupan tersebut dapat dilihat dari definisi sebagaimana yang dikemukakan oleh Xxxxx (2008) dalam bukunya berjudul Institutions and Organizations: [21]
1) Institusi adalah struktur sosial yang memiliki tingkat ketahanan yang tinggi.
2) Institusi terdiri dari kultur-kognitif, normatif, dan elemen regulatif yang berhubungan dengan sumberdaya, memberikan stabilitas dan makna kehidupan sosial.
3) Institusi ditransmisikan oleh berbagai jenis operator, termasuk sistem simbol, system relasional, rutuinitas, dan artifak.
4) Institusi beroperasi pada berbagai tingkat yurisdiksi, dari system dunia ke hubungan interpersonal lokal.
5) Institusi menurut definisinya berarti kestabilan, tetapi dapat berubah proses, baik yang selalu bertambah maupun yang tersendat.
Teori institusi merupakan suatu teori yang mempelajari bagaimana organisasi- organisasi dapat meningkatkan kemampuannya untuk tumbuh dan bertahan hidup dalam suatu lingkungan yang serba kompetitif dengan menjadi terpercaya (legitimate) di mata para stakeholdersnya [22].
Dalam penelitian ini, peneliti mengelaborasi teori Rhodes Adanya berbagai aktor yang terlibat di dalamnya baik inside government maupun outside government. Dalam pendekatan jaringan ini menunjukkan tidak adanya pemerintah sebagai aktor tunggal dalam pembuatan sebuah kebijakan. Adanya distribusi kekuasaan dan relasi antar-aktor yang saling tergantung sama lainnya. Sehingga pada pendekatan ini kekuasaan tidak dipusatkan pada kelompok aktor negara saja, melainkan distribusi kekuasaan antar-aktor dalam jaringan kebijakan publik. Pada Penelitian ini, pendekatan Multipartner Governance digunakan untuk menganalisis bagaimana relasi outside government dan inside government dalam perespektif jaringan kebijakan publik dalam implementasi program pengentasan kemiskinan. Indikator yang akan digunakan untuk menjelaskan relasi aktor adalah partisipasi aktor, perspektif aktor, aksesibilitas aktor dan penentuan tindakan. Sedangkan untuk menggambarkan dan menganilisis model jaringan kebijakan maka indikator yang digunakan adalah interaksi, komunikasi dan koordinasi antar aktor.
3. Aktor dalam Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan kebijakan baik yang berupa undang-undang ataupun peraturan. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan. Xxxxxxxxx dalam Iqbal (2007) mendeskripsikan aktor implementasi atas siapa yang memberi dampak dan/ atau siapa yang terkena dampak kebijakan, program, dan aktivitas pembangunan [23]. Menurut Xxxxx (2013) ada empat unsur yang perlu diperhatikan untuk menganalisis keberhasilan peran para aktor dalam implementasi suatu kebijakan, yaitu sebagai berikut: a) Partisipasi aktor, yaitu dengan menilai bagaimana peran aktor-aktor terkait dalam pelaksanaan suatu kebijakan; b) Perspektif aktor, yaitu dengan menilai bagaimana aktor-aktor memahami program; c) Aksesibilitas aktor, yaitu dengan menilai bagaimana akses aktor-aktor dalam pelaksanaan program; dan d) Penentuan tindakan, yaitu dengan menilai bagaimana peran aktor dalam menentukan tindakan [24].
4. Fundraising Xxxx Xxxxx
Penggalangan dana (fundraising) bisa diartikan sebagai sebuah kegiatan dalam rangka penghimpunan dana dan sumber daya lainnya, baik dari individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau pemerintah yang akan digunakan dalam membiayai program dan kegiatan operasional lembaga sehingga tercapainya tujuan dari lembaga tersebut. Dengan kata lain, fundraising atau penggalangan dana dapat disebut juga sebagai sebuah proses dalam mempengaruhi masyarakat, baik perorangan, kelompok, organisasi, perusahaan atau pemerintah agar dapat menyalurkan dana atau sumber daya lain kepada sebuah organisasi tersebut [25].
Fundraising (penghimpunan dana) diadakan atas keyakinan akan sifat kedermawanan manusia. Kedermawanan atau sering disebut dengan filantropi (philantrophy) yang dapat diartikan sebagai kemurahan hati, membantu seseorang.
Pengelolaan menyangkut proses suatu aktivitas. Kaitannya dengan zakat, proses tersebut meliputi sosialisasi zakat, pengumpulan zakat, pendistribusian dan pendayagunaan dan pengawasan. Menurut istilah syara’, zakat adalah kadar harta tertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan berbagai syarat yang semata-mata mencari ridha Allah [26]. Secara sosial, dana zakat berfungsi sebagai lembaga jaminan sosial, dengan eksistensinya lembaga zakat maka kelompok lemah dan kekurangan tidak merasa khawatir atas keberlangsungan hidup mereka. Ini dikarenakan substansi zakat memang merupakan mekanisme yang menjamin kelangsungan hidup para masyarakat miskin sehingga merasa hidup di tengah manusia yang beradab memiliki nurani dan bersifat tolong menolong serta kepedulian yang tinggi [27].
5. State of the Art
Dari hasil penelusuran akademik, diketahui bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang terkait kebijakan publik. Beberapa penelitian sebelumnya hanya mengkaji efektifitas model kebijakan publik pada tahap formulasi dan implementasi program dengan pendekatan Top Down dan Bottom up, sedangkan penelitian yang mengeksplorasi implementasi program berbasis jaringan masih terbilang belum banyak diteliti. Penelitian ini menganalisis jaringan kebijakan publik (policy network) dengan
melihat relasi aktor dalam implementasi program pengentasan kemiskinan melaui fundrising dana zakat yang diadopsi dari teori Xxxxxx dan teori Xxxx dengan menggunakan indikator interaksi, komunikasi dan koordinasi. Disamping itu, relasi aktor akan dilihat melalui empat pendekatan yaitu partisipasi, perspektif, aksesibilitas dan penentuan tindakan. a) Partisipasi aktor, yaitu dengan menilai bagaimana peran aktor-aktor terkait dalam pelaksanaan suatu kebijakan; b) Perspektif aktor, yaitu dengan menilai bagaimana aktor-aktor memahami program; c) Aksesibilitas aktor, yaitu dengan menilai bagaimana akses aktor-aktor dalam pelaksanaan program; dan d) Penentuan tindakan, yaitu dengan menilai bagaimana peran aktor dalam menentukan tindakan.
Penelitian Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxxxx (2017) yang meneliti tentang jaringan kebijakan publik implementasi kebijakan transportasi di Kota Makassar menggunakan perspektif teori institusi untuk menganalisis fenomena jaringan implementasi kebijakan publik yang menekankan pada pengaruh biaya transaksi, aturan formal, aturan-aturan informal serta proses penegakan hokum [28]. Pendekatan ini bersifat normative (yaitu sesuai dengan ideal atau standar tertentu) dengan mengasumsikan norma-norma konstitusional yang formal. Interkasi yang terjadi hanya antar intitusi atau pemerintah saja. Demikian juga penelitian Sri Suwitri (2008) yang mengkaji jejaring kebijakan dalam perumusan kebijakan penanggulangan banjir dan rob di Kota Semarang menujukkan bahwa jenis jejaring kebijakan yang terbangun adalah bureaucratic network, tidak terdapat interaksi antar aktor pemerintah, swasta dan masyarakat yang mengakibatkan terjadinya refraksi tujuan [29]. Sehingga berdasarkan hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa perlu pengembangan model jejaring kolaborasi untuk mengatasi masalah publik yang tidak dapat dengan mudah ditangani oleh satu aktor publik saja (inside Government), tetapi harus melibatkan semua aktor kebijakan baik sektor publik/pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat (outside Government). Hal inilah yang disebut sebagai model Multipartner Governance. Pengembangan model ini akan diteliti dalam upaya memecahkan masalah kemiskinan melalui fundraising dana zakat di Kabupaten Jeneponto.
METODE PENELITIAN
Penelitian akan dilaksanakan di Kabupaten Jeneponto. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif untuk menggambarkan fakta-fakta yang terjadi dilapangan terkait relasi para aktor, kendala dan pengembangan model policy network dalam implementasi program pengentasan kemiskinan. Peneliti menentukan lokasi penelitian secara purposive (sengaja) didasarkan pada pertimbangan bahwa Jeneponto menjadi kabupaten dengan persentase penduduk miskin tertinggi pertama di Sulawesi Selatan sebasar 14,58%. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada beberapa aktor kebijakan publik yang merupakan Informan dalam penelitian ini terdiri dari a) Aktor Pemerintah: Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemerintah Desa, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Kominfo, dan Badan Pusat Statistik. b) Aktor Masyarakat: Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Tim PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga); dan c) Aktor Swasta: Baznas, Lazismu dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka. Observasi dilakukan dengan kegiatan-kegiatan seperti rapat, dan FGD. Dokumentasi dilakukan dengan cara mencatat atau meng-copy dokumen-dokumen, arsip- arsip maupun data lain yang terkait dengan masalah yang diteliti. Teknik analisis data yang dipergunakan adalah model interaktif dari Miles, Huberman [30].
Adapun penelitian ini akan memecahkan 3 rumusan masalah yaitu menganalisis relasi antar aktor, kendala/hambatan implementasi program pengentasan kemiskinan dan pengembangan model multiparner governance. Relasi antar aktor diadopsi dari teori Xxxxxx dan teori Xxxx dilihat dari 3 indikator yaitu koordinasi, komunikasi dan interaksi. Koordinasi terbatas pada proses penyelerasan kepentingan bersama terkait fundraising dana zakat. Komunikasi yaitu pengiriman dan penerimaan pesan antar pihak, sementara interaksi yaitu proses mempengaruhi antara satu sama lainnya. Rumusan masalah kedua adalah hambatan implementasi program pengentasan kemiskinan akan dinarasikan sesuai hasil analisis data primer (wawancara) dan sekunder (publikasi ilmiah). Terakhir, adalah pengembangan model multipartner governance terdiri dari partisipasi, perspektif, aksesibilitas dan penentuan tindakan. Partisipasi aktor, yaitu dengan menilai bagaimana peran aktor-aktor terkait dalam pelaksanaan suatu kebijakan. Perspektif aktor, yaitu dengan menilai bagaimana aktor-aktor memahami program. Aksesibilitas aktor, yaitu dengan menilai bagaimana akses aktor-aktor dalam pelaksanaan program; dan penentuan tindakan, yaitu dengan menilai bagaimana peran aktor dalam menentukan tindakan.
Selain itu, penelitian ini dianalisis menggunakan software di PC/laptop bernama nvivo 12 plus. Adapun metode yang digunakan untuk mendapatkan analisis diperoleh dengan 3 cara yaitu pertama pengimputan data. File wawancara berbentuk word/pdf, audio ataupun video dimasukkan kedalam software. Setelah itu, kedua adalah melakukan coding data. Coding dilakukan dengan membuat node dan cases. Node sesuai indikator, kemudian cases yaitu semua informan penelitian terkait. Setelah itu, blok kalimat-kalimat dianggap relevan dengan indikator penelitian lalu coding. Ketiga yaitu visualisasi data, 2 fitur explore yaitu crosstab query digunakan untuk melihat persentase nilai keterhubungan antar lembaga dan fitur word frequency digunakan untuk menjawab kendala relasi antar aktor dalam fundraising dana zakat karena fitur tersebut menampilkan analisis kata-kata yang sering muncul berdasarkan item/node yang sudah dicoding dari hasil wawancara peneliti.
3.TEMUAN SEMENTARA
3.1 Relasi antar aktor dalam pengetasan kemiskinan di Kabupaten Jeneponto melalui tata kelola fundrising dana zakat
Penelitian ini menganalisis kebijakan publik dengan melihat relasi tiga aktor triangle (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam implementasi program pengentasan kemiskinan melalui fundraising dana zakat. Relasi antar aktor akan dilihat dari adopsi teori Xxxxxx dan teori Xxxx menggunakan indikator interaksi, komunikasi dan koordinasi. Hasil penelitian didapatkan dari analisis menggunakan software nvivo 12 plus dengan 3 metode yaitu pengimputan data, coding dan visualisasi data. Data primer berupa wawancara dimasukkan ke dalam software, format file bisa berbentuk word, pdf, audio dan video. Kemudian, tentukan node dan cases nya. Node terdiri dari indikator interaksi, komunikasi dan koordinasi. Sementara cases yaitu Baznas kabupaten Jeneponto, Desa Palajau, Dinas PMD, Dinas Sosial, kementerian agama, bidang Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) kabupaten Jeneponto, KSM Jeneponto, Lazismu Jeneponto dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka. Setelah itu, lakukan coding yaitu dengan memblok kalimat dianggap relevan dengan penelitian. Terakhir, adalah visualisasi data untuk melihat hasil akhir analisis, ini dapat dilakukan dengan menggunakan fitur explore crosstab query pada software nvivo 12 plus.
Hasil analisis menunjukkan bahwa indikator koordinasi mendominasi dibanding lainnya interaksi dan komunikasi yaitu koordinasi mendapat nilai total sebanyak 35, komunikasi dengan nilai 33 dan interaksi sebanyak 30. Pada indikator koordinasi, kementerian Agama kabupaten Jeneponto mendapat nilai tertinggi yaitu 7 dari skala 20, kemudian disusul Baznas Kabupaten Jeneponto diurutan kedua yaitu 6 dari skala 20. Artinya bahwa kedua lembaga tersebut memiliki peran besar terhadap zakat di kabupaten Jeneponto. Baznas dalam hal ini bertindak sebagai pengelola zakat sedangkan kementerian agama berperan untuk mengawasi jalannya zakat termasuk Baznas. Hal ini sebagaimana pendapat ketua penyelenggara zakat kementerian agama kabupaten Jeneponto :
“Kalau penggalangan dana kan itu wewenangnya Baznas. Untuk kementerian agama perannya disini cuman pengawasan. Disamping pengawasan terus membantu mensosialisasikan mengajak kemasyarakat melalui KUA. Lebih kerucut lagi penyuluhnya, tetapi di Kementerian Agama juga itu dibentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Semua KUA itu ada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) nya. Unit Pengumpul Zakat (UPZ) inilah yang mengumpulkan dana zakat, infaq dan sedekah” (Wawancara bersama Dra. Xx. Xxxxxxxx, 20 Januari 2023).
Dari wawancara diatas dapat diketahui bahwa kementerian agama secara intensif berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lainnya untuk meningkatkan kualitas zakat melalui kegiatan sosialisasi. Sementara itu, peran Xxxxxx sebagai pengelola zakat sebagaimana dikatakan ketua Baznas kabupaten Jeneponto :
“Penggalangan dana zakat, tidak terlepas dari rapat pimpinan. Pimpinan itu ada 5, ketua 1 dan wakil 4 orang. Wakil 1 itu bagian pengumpulan, Wakil 2 bertugas untuk pendistribusian dan pemberdayaan zis, Wakil 3 bagian keuangan dan laporan dan wakil 4 bertugas administrasi pengembangan SDA dan umum. Ini kita rembuk
bersama tentang bagaimana pengumpulannya, strategi dalam pengumpulannya, kemudian kalau sudah terkumpul terus bagaimana untuk disalurkan. Itu secara khusus kita bicarakan bersama. Kita lakukan rapat secara rutin setiap jumat Sore” (Wawancara bersama Xxxxxxx Xxxxxx, X.Xx, 17 Januari 2023).
Data wawancara diatas menyatakan bahwa di Baznas ada pembagian kerja yang bidang-bidangnya secara khusus mengurus pengelolaan zakat, yaitu wakil 1 bekerja untuk pengumpulan dana zakat, wakil 3 soal keuangan dan laporan dana zakat dan seterusnya. Artinya bahwa Baznas memiliki kewenangan mengelola zakat di Jeneponto. Hal ini relevan dengan pernyataan ketua penyelenggara zakat kementerian agama kabupaten Jeneponto. Fundraising dana zakat sangat membutuhkan relasi antar aktor dalam hal ini menyorot hubungan kementerian agama dan Baznas, berdasarkan hasil penelitian bahwa relasi antar kedua lembaga tersebut terkait fundraising dana zakat sudah terpenuhi. Hal ini sebagaimana pendapat ketua penyelenggara zakat kementerian agama kabupaten Jeneponto :
“Saya lihat di Baznas itu ketika ada musibah, kami dilibatkan, kami dipanggil untuk menyaksikan langsung pemberian bantuan seperti kebakaran, banjir. Pokoknya bencana alam. Itu yang baru dilakukan Baznas kabupaten. Karena ini kan pengurus baru di Baznas, kami sudah sampaikan bersama dengan pihak Pak Ketua Kem kementerian agama kalau bisa kedepannya kita sudah terbangun kepercayaan dari masyarakat dan sudah meningkat kesadaran untuk membayar. Tentunya dana yang masuk juga akan meningkat. Kita mau Baznas bisa membuat program yang bisa dilihat masyarakat, kalau cuman bantuan-bantuan itu belum tetapi kalau misalnya pihak baznas sudah mampu merangkul ini pebisnis atau perusahaan-perusahaan besar kan bisa membuatkan pendidikan atau yang lainnya. Kan ini berdampak besar bagi masyarakat, supaya terbangun kepercayaan kan bahwa Baznas itu ada. Memang ini pekerjaan berat, karena kan selama ini pembayaran cuman di masjid saja, dari keluarga sehingga yang kurang keluarganya terus dia miskin siapa yang bisa bantu” (Wawancara bersama Dra. Xx. Xxxxxxxx, 20 Januari 2023).
Dari data diatas diketahui bahwa antara Baznas dan kementerian agama sudah ada pola koordinasi terkait zakat. Dibuktikan dengan adanya undangan terbuka untuk menggugurkan kewajiban masing-masing, Baznas rutin mengikutkan kementerian agama ketika ada pemberian bantuan, sebagaimana kewajiban kementerian agama bidang penyelenggara zakat sebagai pengawas pengelolaan zakat. Namun, faktor penyebab relasi antar aktor dalam indikator kordinasi tidak sepenuhnya berjalan baik adalah kurangnya sosialisasi. Oleh karena itu, masih banyak masyarakat yang paham zakat hanya sebatas zakat fitrah. Hal ini relevan dengan pernyataan ketua Baznas kabupaten Jeneponto :
“Terkait keluhan, ini sebenarnya yang terjadi kemarin karena ada beberapa masalah yang memang terjadi. Pertama, kurang sosialisasi. Kalau Baznas turun langsung itu tidak efektif karena anggotanya juga sedikit untuk menjangkau keseluruhan. Kedua, tidak mampu menjangkau seluruh lapisan. Maka, melalui perjanjangan tantangan dengan instansi-instansi terkait melalui SKPD, dari Camat, kades, lurah sampai ulama-ulama dan juga melalui media”, (Wawancara bersama Xxxxxxx Xxxxxx, X.Xx, 17 Januari 2023).
Kendala mengenai kurangnya sosialisasi terkait pentingnya berzakat dibenarkan juga oleh Xxxxxx selaku pengelola zakat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar
Baznas sudah memenuhi kewajiban begitupun dengan kementerian agama kabupaten Jeneponto, termasuk dalam hal koordinasi antar keduanya. Namun, kendalanya adalah membangun trust masyarakat. Oleh karena itu, diharapkan kedua lembaga ini membangun kerja sama lebih lagi untuk mengatasi kendala terjadi. Untuk memperjelas hasil penelitian relasi antar aktor, berikut adalah visualisasi dari relasi antar aktor dari semua lembaga :
Gambar 4.
Hasil chart relasi antar aktor
Sumber : Olah data software nvivo 12 plus
Analisis penelitian menggunakan software nvivo 12 plus dengan fitur crosstab query untuk menemukan nilai masing-masing indikator, sebagaimana digambarkan pada gambar diatas. Relasi antar aktor dilihat dari 3 indikator yaitu koordinasi, komunikasi dan interaksi. Analisis relasi antar aktor dilakukan disemua institusi pemerintahan dan non pemerintahan, mulai dari Baznas kabupaten Jeneponto sampai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka. Kementerian agama kabupaten Jeneponto mendapat nilai tertinggi diangka 7 disusul baznas kabupaten Jeneponto dengan nilai 6, kemudian dinas sosial diposisi ketiga yaitu 5, Lazismu dan desa Palajau mendapat nilai yang sama yaitu 4, bidang kesejahteraan masyarakat berninai 3, terakhir instansi dengan nilai terendah diperoleh institusi dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) kabupaten Jeneponto, Kelompok Swadaya Masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka. Indikator kedua adalah komunikasi, dengan nilai tertinggi diperoleh lembaga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka, disusul bidang kesejahteraan masyarakat dan desa Palajau dengan nilai 5, Lazismu, Baznas dan dinas sosial kabupaten Jeneponto mendapat nilai rerata yang sama yakni 4, Kementerian Agama dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) desa Palajau mendapat nilai 2, terakhir nilai 1 terendah diperoleh dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) kabupaten Jeneponto. Indikator berikutnya yaitu interaksi, institusi dinas sosial kabupaten Jeneponto mendapat nilai tertinggi sebanyak 5, Lazismu, bidang kesejahteraan masyarakat dan Baznas kabupaten Jeneponto mendapat nilai rerata 4, kementerian agama
kabupaten Jeneponto dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka mendapat nilai 3, desa Palajau dengan nilai 2 dan terakhir Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Desa Palajau terendah diangka 1. Total keseluruhan per indikator, koordinasi mendominasi dengan total nilai 35, komunikasi mendapat 33 dan interaksi sebanyak 30.
Artinya bahwa masing-masing lembaga sebahagian sudah menjalankan fungsi koordinasi dengan baik meskipun belum masif dalam fundraising dana zakat. Perolehan nilai dari masing-masing lembaga didasarkan pada indikator yang sama. Semua lembaga diberikan pertanyaan yang sama untuk menguji ketahanan pernyataan yang dikeluarkan, hal ini juga untuk menguji keakuratan sebuah penelitian.
a. Koordinasi
Relasi antar aktor, salah satunya dilihat dari indikator koordinasi, untuk memperoleh hasil analisis penelitian sama halnya dengan 3 metode yang dijelaskan sebelumnya. Secara singkat hasil penelitian menunjukkan bahwa kementerian agama kabupaten Jeneponto mendominasi diangka 7 dari skala 20, kemudian diurutan kedua ada Baznas kabupaten Jeneponto dengan nilai 6 dari skala 20. Selanjutnya, ada dinas sosial kabupaten Jeneponto 5, desa Palajau dan Lazismu kabupaten Jeneponto rata-rata nilai 4, Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) mendapat nilai 3, dan nilai rata-rata 2 untuk dinas PMD, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) desa Palajau.
Sebelumnya telah dijelaskan relasi antar Kemeng dan Baznas sebagai lembaga dengan nilai mendominasi perihal zakat. Secara spesifik dibagian ini, akan menyoroti hubungan dinas sosial dengan lazismu dan desa Palajau. Hal ini dilakukan agar analisis semakin akurat dengan melihat hubungan antar lembaga dilihat dari nilai yang diperoleh. Dinas sosial mendapat nilai 5, sementara Lazismu dan desa Palajau mendapat nilai 4. Pertanyaan “bagaimana ketentuan pengambilan kebijakan?”, digunakan untuk menjawab koordinasi antar lembaga. Adapun pendapat ketua Lazismu kabupaten Jeneponto :
“Kalau ketentuan kebijakan itu pastinya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Kalau memang untuk berzakat itu, masih terkendala karena kurangnya kesadaran masyarakat. Dan sosialisasinya masih harus diperkuat lagi. Karena sampai sekarang masyarakat itu belum banyak mau berzakat, itu saja kemarin Baznas menandatangani MoU dengan Bupati. Cuman yang agak rancu juga, karena semuanya yang potong 2.5 persen dari gaji pegawai/aparatur sipil negara tidak tahu apakah itu zakat atau infak”,
Dari pernyataan diatas diketahui bahwa kendala pengelolaan zakat dari Lazismu adalah kurangnya sosialisasi. Maka peran relasi antar lembaga dibutukan, namun keterkaitan dengan dinas sosial belum terlihat. Hal ini dibuktikan dari pernyataan kepala bidang pengentasan kemiskinan dinas sosial kabupaten Jeneponto terkait pembagian kerja :
“Kalau pengambilan kebijakan di dinas sosial sendiri, terkhusus soal bantuan sosial sesuai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Tidak bisa keluar dari data itu yang diberikan bantuan. Kecuali sifatnya darurat seperti korban bencana”, (Wawancara bersama Xxxx Xxxxx, 17 Januari 2023).
Dinas sosial memiliki kebijakan sendiri terkait pemberian bantuan sosial untuk mengentaskan kemiskinan dengan berpedoman pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Memang semua lembaga memiliki kebijakan tersendiri terkait bidang kerjanya, namun dinas sosial sebagai lembaga yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat melalui kegiatan pengentasan kemiskinan harusnya bersinergi dengan lembaga lain seperti Lazismu sebagai anak dari induk pengelola zakat. Namun, berdasar dari hasil penelitian diatas belum ada komunikasi sama sekali antara dinas sosial dan Lasizmu perihal pengentasan kemiskinan. Hal ini relevan dengan yang disampaikan sekretaris desa Palajau kabupaten Jeneponto terkait cara menghadapi keluhan :
“Bisa dikatakan sumber kompleksitas masalahnya itu masyarakat ada. Namun, ketika ada masalah yang timbul di masyarakat, ada beberapa lembaga yang diutus oleh pemerintah desa dibawah koordinasi kepala dusun. Jadi kepala dusun itu ada lembaga yang namanya Hansip, kemudian diatas Hansip ada namanya RK (Rukun Keluarga). Kita ada buat kerja sama dengan lembaga bantuan hukum (LBH) kabupaten/provinsi khususnya penanganan konflik di desa.” (Wawancara bersama Xxxxxxxxxxx, S.Pd.I, 19 Januari 2023).
Dari data wawancara diatas diketahui bahwa dari pemerintahan desa Palajau tidak ada kerja sama secara khusus terkait zakat dengan Lazismu ataupun dinas sosial kabupaten Jeneponto. Pada dasarnya kendala-kendala yang terjadi dimasing-masing instansi diselesaikan secara pribadi, adapun jika mengajak lembaga lain antara ketiganya tidak ada koordinasi untuk menyelesaikan masalah tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa indikator koordinasi belum tercapai sepenuhnya.
Gambar 5.
Hasil chart indikator koordinasi
Sumber : Olah data software nvivo 12 plus
Software nvivo 12 plus digunakan untuk memvisualisasikan hasil penelitian dan sebagai pendukung analisis berbentuk narasi. Fungsi koordinasi antar aktor di kabupaten Jeneponto, ditunjukkan oleh institusi kementerian agama dengan nilai tertinggi yaitu 7 karena institusi lainnya mendapat nilai lebih rendah dari nilai tersebut. Baznas kabupaten Jeneponto diurutan kedua dengan nilai 6, dinas sosial 5, desa Palajau dan Lazismu kabupaten Jeneponto mendapat nilai rerata 4, bidang kesejahteraan masyarakat dengan nilai 3, terakhir Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) desa Palajau dan dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) mendapat nilai terendah rata-rata 2. Secara keseluruhan nilai koordinasi yakni 35. Pada bagian ini, masing-masing lembaga diuji dengan pertanyaan yang sama berkaitan dengan fungsi koordinasi.
b. Komunikasi
Selain koordinasi, aspek komunikasi juga menjadi penentu relasi antar aktor. Hasil analisis menunjukkan bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pattiro jeka mendapat nilai tertinggi yaitu 6 dari skala 6. Sementara diposisi kedua ada lembaga Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) dan desa Palajau memperoleh nilai 5 dari skala 6. Untuk itu, pada bagian ini akan melihat relasi antara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pattiro jeka, lembaga Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) dan desa palajau secara umum dan spesifik perihal fundraising dana zakat. Sebagaimana pendapat sekretaris desa Palajau :
“Jadi selain dari LBH itu sendiri dalam hal penanganan masalah hukum didesa, kita juga bekerja sama dengan lembaga yang namanya Pattiro Jeka kabupaten. Mungkin kerja sama nya lebih kepada pelayanan publik di desa, tentang bagaimana mengawal masyarakat yang butuh data misalnya ke disdukcapil. Kita bekerja sama dengan Xxxxxxx Xxxx untuk keterbukaan publik tentang bagaimana data publik yang sebenar-benarnya. Sehingga masyarakat itu kalau mau mengurus administrasi kependudukan tidak bingung lagi, karena sudah ada pemberian pemahaman terkait itu. Jadi teman-teman dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka mengadakan sosialisasi kepada masyarakat desa. Sehingga ketika ada masyarakat yang butuh informasi terkait dengan pelayanan publik, masyarakat sudah tahu” (Wawancara bersama Xxxxxxxxxxx, S.Pd.i, 19 Januari 2023).
Dari data wawancara diatas diketahui bahwa antara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dengan pemerintahan sudah ada hubungan kerja sama kelembagaan yaitu dalam hal pengaduan pelayanan publik untuk masyarakat umum. Hal ini sejalan dengan pendapat direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka :
“Saking pedulinya kami dengan pelayanan publik, tahun 2019 kemarin Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka mendorong lahirnya pelayanan publik yang berpihak kepada masyarakat umum. Posko pengaduan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka ini bersifat melayani seluruh aspek pengaduan masyarakat, termasuk aspek pendidikan, kesehatan dan administrasi kependudukan. Juga termasuk aspek pembangunan fisik di desa”(Wawancara bersama Xxxxxxx Xxxxx, 19 Januari 2023).
Meskipun kerja sama antara kedua lembaga tersebut telah ada, namun terkait zakat ataupun fundraising zakat belum ada. Karena kerja sama yang ada berfokus terhadap pengurusan administrasi kependudukan. Meskipun begitu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pattiro jeka memiliki komunikasi internal/personal dengan Baznas kabupaten Jeneponto, sebagai berikut :
“Kalau hubungannya Baznas dengan pattiro itu sekarang lagi hubungan kerja sama tapi bukan di zakatnya, maksudnya saya juga tidak tahu karena mereka kan ini pengurus baru. Tapi sejujurnya kemarin itu, saya senang sekali mereka punya kebijakan kalau dipotong 2,5 persen, itu kan riyak karena tidak ada sosialisasi sebelumnya langsung main potong gaji. Kalau hubungan kelembagaan belum ada, mungkin nanti kedepan karena saya rasa respon Jeneponto kemarin ini soal banjir, kebakaran dan lainnya Baznas yang paling cepat tanggap untuk menanganinya. Meskipun kelembagaan belum ada koordinasi, tapi secara personal kita sudah membangun kerja sama itu kalau Baznas ini memang sebagai lembaga independen yang bisa membackup nanti masalah kemiskinan. Tidak lembaga lain yang sekuat Baznas yang bisa melakukan fundraising. Sebenarnya kita kemarin fundraising, pakai aplikasi kemudian uangnya nanti itu bisa kita pakai untuk bantu. Cuman itu memang untuk membangun trust masyarakat. Soalnya ini kan uang masyarakat, jadi sekiranya itu gaya manajemennya seperti manajemen masjid harus memang dihubungkan”, (Wawancara bersama Suryani Hajar, 19 Januari 2023).
Hasil wawancara diatas menyiratkan bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka berupaya semaksimal mungkin mendukung pengelolaan zakat yang dilakukan Baznas. Salah satunya dengan cara komunikasi personal. Sementara untuk, Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) kabupaten Jeneponto terkait komunikasi kelembagaan, sebagaimana pendapat ketua kesra sebagai berikut :
“Kalau Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) ini banyak sekali koordinasi dengan Kementerian Agama. Karena kegiatan kami disini banyak terlibat terkait keagamaan. Kalau ada kegiatan di Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) selalu kami libatkan orang-orang dari Kementerian Agama. Selain itu ada juga kerja sama dengan lembaga-lembaga keagamaan/lembaga islam lainnya seperti PMM, lembaga dakwah dan sebagainya” (Wawancara bersama Siradj SL, 18 Januari 2023).
Dari wawancara diatas diketahui bahwa bidang Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) belum ada komunikasi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka ataupun desa palajau. Meskipun begitu Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) menjalin kerja sama kelembagaan dengan kementerian agama kabupaten Jeneponto. Hal ini membuktikan bahwa relasi antar aktor sudah terpenuhi meskipun belum sepenuhnya maksimal dalam fundraising dana zakat. Selain itu, bagian ini juga menyoroti relasi antara Baznas, Lazismu dan dinas sosial kabupaten Jeneponto. Berikut pendapat ketua baznas kabupaten Jeneponto terkait kerja sama dengan lembaga lainnya :
“Kami bangun kerja sama dengan aparat dibawah kecamatan, desa. Kemudian kami juga meminta bantuan dari komunitas-komunitas dakwah. Di komunitas
dakwah itu kan banyak sekali yang bergabung, bahkan ratusan penceramah- penceramah. Penceramah ini biasa turun bertabligh, apakah hari jumat atau melaluo pengajian-pengajian. Kami juga meminta tolong agar masalah zakat ini disampaikan/dikomunikasikan” (Wawancara bersama Xxxxxxx Xxxxxx, X.Xx, 17 Januari 2023).
Dari wawancara diatas diketahui bahwa Baznas kabupaten Jeneponto secara aktif mensosialisasikan pentingnya berzakat kepada masyarakat melalui metode perpanjangan tangan, artinya bahwa membutuhkan kerja sama dengan lembaga/organisasi ataupun personal seperti ulama/kiai. Namun, kerja sama dengan lembaga pemerintahan secara spesifik tidak dikatakan artinya bahwa belum ada relasi dengan dinas sosial kabupaten Jeneponto. Hal ini sebagaimana pendapat ketua bidang pengentasan kemiskinan kabupaten Jeneponto :
“Kalau terkait penggalangan zakat itu belum ada, kalau tidak salah pernah ada bantuan sapi. Tapi kami tidak tau, karena badan zakatnya sendiri yang langsung mengelola itu. Untuk kami di dinas sosial ini belum ada. Baznas jalan sendiri dan kami juga jalan sendiri. Selanjutnya, kalau saya secara pribadi atau bidang saya ini belum pernah ada komunikasi dengan Baznas sendiri, hal ini sudah pernah ditanyakan oleh kepolisian, kemudian saya jawab tidak pernah. Tapi mungkin, kalau dengan bu kadis mungkin ada, cuman saya tidak tahu” (Wawancara bersama Xxxx Xxxxx, 17 Januari 2023).
Sebagaimana dijelaskan dalam penelitian ini bahwa salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan adalah melalui zakat (berpedoman ajaran Islam). Namun, antara dinas sosial dan Baznas sebagai lembaga yang secara intens dekat dengan masyarakat dan sama-sama bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat, belum menjalin kerja sama/komunikasi secara personal. Salah satu faktornya karena dari pihak Baznas belum ada sosialisasi terkait zakat ke dinas-dinas. Hal ini sama dirasakan Lazismu sebagai cabang dari induk zakat Baznas, sebagaimana pendapat ketua Lazismu kabupaten Jeneponto :
“Sejauh ini untuk kerja sama terkait penggalangan dana zakat itu, belum sempat tapi hanya satu saja ini yang kita selalu tunggu. Baznahlah induk dari segala lembaga zakat. Tapi belum berjalan maksimal juga, karena sampai saat ini semuanya berjalan sendiri-sendiri. Yang mestinya Baznas itu sebagai pembina, membina lembaga dibawahnya seperti Lazismu, Lazismu, Wahda dan lainnya” (Wawancara bersama Xxxxxxxx Xxxxx, 17 Januari 2023).
Secara spesifik kendala fundraising berdasarkan hasil penelitian adalah kurangnya komunikasi dengan lembaga lainnya. Baznas dalam hal ini belum mengajak Lazismu sebagai cabang lembaga zakat untuk berbicara mengenai zakat dan juga dinas sosial sebagai lembaga pemerintahan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa indikator komunikasi dalam relasi antar aktor belum terpenuhi secara maksimal. Adapun untuk melihat gambaran jelas dari uraian tersebut dapat divisualisasikan sebagai berikut :
Gambar 6.
Hasil chart indikator komunikasi
Sumber : Olah data software nvivo 12 plus
Selanjutnya adalah fungsi komunikasi, dapat dilihat dari nilai masing-masing lembaga. Hasil analisis nvivo 12 plus diperoleh dari data hasil wawancara ketika lembaga dihadapkan dengan pertanyaan yang sama. Maka hasil yang didapatkan yakni, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka telah aktif menjalin komunikasi dengan lembaga lainnya meskipun bukan terkait fundraising tapi ini telah menunjukkan kemajuan signifikan untuk program lain dalam pengentasan kemiskinan, sementara desa Palajau dan bidang kesejahteraan masyarakat mendapat nilai 5. Selanjutnya, Baznas, dinas sosial dan Lazismu kabupaten Jeneponto mendapat nilai 4, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) desa Palajau dan kementerian agama kabupaten Jeneponto mendapat nilai yang sama yaitu 2, terakhir nilai terendah diperoleh institusi dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD). Total nilai keseluruhan dari fungsi komunikasi adalah 33. Jadi, fungsi komunikasi antar lembaga satu dengan lainnya sebagaimana lembaga yang terlihat digambar belum terlihat dengan jelas.
c. Interaksi
Indikator terakhir untuk menilai relasi antar aktor dalam fundraising xxxx xxxxx adalah interaksi. Hasil analisis diperoleh dengan 3 metode yaitu pengimputan data, coding data dan explore/visualisasi data, diperoleh dinas sosial kabupaten Jeneponto mendapat nilai tertinggi yaitu 5 dari skala 5, diurutan selanjutnya ada Baznas, dinas PMD, Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) dan Lazismu yang rata-rata mendapat nilai 4 dari skala 5. Nilai tertinggi menyiratkan bahwa lembaga tersebut secara umum dan khusus perihal fundraising memiliki kekuatan yang kuat. Oleh karena itu, bagian ini akan
melihat relasi antara Baznas, dinas PMD, Kesejahteraan Masyarakat (KESRA), dinas sosial dan Lazismu. Sebagaimana pendapat ketua Baznas kabupaten Jeneponto :
“Sekali lagi ini berhubungan dengan pengadaan perpanjangan tangan oleh Baznas, kalau secara internal kami ada rapat evaluasi rutin tiap jumat sore. Kalau Eskternal, bisa melalui perpanjangan tangan dengan lembaga dibawahnya. Jadi, setiap program itu kami selalu sosialisasikan/komunikasikan. Pertama dari pembicaraan antar anggota Baznas baru diteruskan informasi programnya ke lembaga bawahnya” (Wawancara bersama Xxxxxxx Xxxxxx, X.Xx, 17 Januari 2023).
Dari wawancara diatas diketahui bahwa Baznas dalam hal mensosialisasikan sebuah program kerja dilakukan secara internal yaitu antar anggota dan lalu ke eksternal yaitu kelembaga dibawahnya. Namun, hal ini berbeda dengan yang dikatakan sekretaris dinas pemberdayaan masyarakat dan desa (PMD) kabupaten Jeneponto, sebagai berikut
:
“Komunikasi yang dibangun secara khusus dengan Baznas, saya pikir itu hanya sebatas pemotongan 2,5 persen hal ini juga disampaikan oleh Pak Bupati sewaktu rapat bersama OPD kabupaten Jeneponto. Saya rasa juga pemotongan ini sudah baik, karena artinya kan gaji kita sudah bersih. Walau bagaimanapun harta kita ada milik orang membutuhkan disana” (Wawancara bersama Xxxxxxx. AS. Xxxxxxxxxxxx, SE.,MM, 17 Januari 2023).
Dari data diatas diketahui bahwa dari dinas PMD tidak ada kerja sama dengan Baznas kabupaten Jeneponto, artinya yang dikatakan Baznas bahwa setiap program disosialisasikan belum tercapai maksimal. PMD sebagai lembaga pemerintahan, apalagi secara khusus bergerak dibidang pemberdayaan masyarakat desa harusnya sudah tidak asing dengan koordinasi dengan Baznas. Karena salah satu cara pengentasan kemiskinan adalah melalui zakat. Pendapat sekretaris dinas PMD ini sejalan dengan pendapat ketua Lazismu kabupaten Jeneponto :
“Yang mau saya tekankan ini, saya harapkan Baznas bisa semakin memperkuat koordinasi dengan lembaga dibawahnya. Mestinya Baznas itu hanya menerima laporan dari semua lembaga bawah Baznas yang bekerja termasuk Lazismu ini. Cuman, mungkin dari pusat aturan mainnya seperti itu. Padahal kalau mau baca undang-undang zakat, Baznas itu hanyalah induk dari semua lembaga zakat. Mestinya, Baznas itu sebatas menerima laporannya, bukan yang mengelola sama terjun langsung ke lapangan. Tapi ternyata disemua daerah seperti itu, pola kerjanya. Bahkan semua gaji atau zakat aparatur sipil negara daerah yang mengumpulkan dan mengelola nya itu cuman Baznas. Semuanya lari kesana. Akhirnya, lembaga-lembaga lainnya tidak ada. Mungkin kalau di Lazismu itu, hanya dari warga-warga Muhammadiyah yang diharapkan” (Wawancara bersama Xxxxxxxx Xxxxx, 17 Januari 2023).
Kurang maksimalnya interaksi antar lembaga, sebagaimana dinyatakan juga oleh dinas sosial kabupaten Jeneponto, dinas sosial mempunyai kebijakan tersendiri perihal
bantuan sosial. Hal ini sebagaimana dikatakan ketua bidang pengentasan kemiskinan dinas sosial kabupaten Jeneponto yaitu :
“Selain, kita punya grup dinas sosial dengan aparat desa dengan setiap kepala desa dan camat untuk kita sosialisasi. Kita juga turun ke lapangan kecamatan dan desa, bahwa ada kegiatan seperti ini sebelum bantuan turun. Harus berhubungan langsung dengan masyarakat dengan survei langsung” (Wawancara bersama Xxxx Xxxxx, 17 Januari 2023).
Jadi dapat disimpulkan bahwa antara satu lembaga dengan lembaga lainnya dalam hal interaksi belum terpenuhi secara maksimal. Meskipun koordinasi disatu lembaga dengan lembaga terkait ada, namun perihal fundraising dana zakat sebagaimana diharapkan dalam penelitian ini belum tercapai. Adapun untuk memperjelas uraian diatas, dapat divisualisasikan sebagai berikut :
Gambar 7.
Hasil chart indikator interaksi
Sumber : Olah data software nvivo 12 plus
Indikator terakhir ini adalah fungsi interaksi. Interaksi mendominasi di dinas sosial kabupaten Jeneponto dengan nilai 5, artinya bahwa dinas sosial memiliki banyak program yang mengharuskan untuk bertemu dengan masyarakat. Hal ini jelas karena secara khusus mereka menangani persoalan sosial-kemasyarakatan. Tidak hanya itu, interaksi juga ditunjukkan dengan keaktifan lembaga untuk bekerja sama dengan lembaga lainnya diluar lembaga yang diambil sebagaimana digambar. Diposisi kedua ada Baznas, dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), bidang kesejahteraan masyarakat dan lazismu kabupaten Jeneponto dengan rata-rata nilai 4, kementerian agama kabupaten Jeneponto dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka
mendapat nilai 3, desa Palajau mendapat nilai 2 dan terakhir Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) kabupaten Jeneponto mendapat nilai 1. Adapun total nilai indikator interaksi diperoleh 30. Artinya bahwa antar lembaga satu dengan lainnya diatas belum menjalin interaksi terkait fundraising dana zakat.
1. Kendala implementasi program pengentasan kemiskinan dalam membangun sinergitas antar aktor kebijakan
Kendala implementasi program pengentasan kemiskinan dipenelitian ini diperoleh dari rangkuman data hasil wawancara setiap informan terkait. Adapun metode yang dilalui yaitu membaca setiap data wawancara, kemudian analisis variabel yang menjadi kendala disetiap lembaga. Terakhir adalah tentukan variabel mendominasi atau indikator yang paling sering muncul. Selain metode diatas, analisis kendala akan menggunakan software nvivo 12 plus dengan fitur word frequency, gunanya untuk melihat kata-kata yang sering muncul dari data wawancara. Berikut adalah variabel kendala implementasi program pengentasan kemiskinan dalam membangun sinergitas antar aktor kebijakan berdasarkan hasil analisis :
a. Minimnya kolaborasi antar lembaga
Kolaborasi antar lembaga menjadi penting untuk direalisasikan dalam mengimplementasikan sebuah program kerja. Namun, berdasarkan hasil penelitian beberapa lembaga baik pemerintahan maupun non pemerintahan sangat minim mengadakan pertemuan atau kerja sama. Hal ini terjadi dibeberapa lembaga yaitu Baznas kabupaten Jeneponto, Lazismu kabupaten Jeneponto, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dan kementerian agama kabupaten Jeneponto. Sebagaimana pendapat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka :
“Tidak ada kendala sih sejauh ini, karena kita kan lembaga independen. Baik secara anggaran kita cari sendiri. Kalau kendala terkait ini kemiskinan, ada masalahnya karena harus melibatkan segenap stakeholders. Sekarang pemerintah ini saya lihat jalan sendiri. Harusnya kan kita duduk bersama, membahas soal isu pengentasan kemiskinan seperti apa modelnya, bagaimana strateginya, buat road mapnya. Kemudian pemerintah, kalau pemerintahanya bupati sekarang kan sudah 10 tahun. 10 tahun ini harus punya road map, kecamatan mana yang sudah tuntas , kecamatan mana yang belum tuntas. Itu semua harus terlihat jelas dimana jelasnya. Jadi 10 tahun berakhir kita sudah bisa lihat bahwa kita berhasil mengatasi kemiskinan sekian persen. Tapi sekarang ini tidak jelas, kan mestinya harus dilihat after dan before nya. Jadi memang kemiskinan itu tidak bisa dilihat secara kasat mata karena kemiskinan harus dilihat dari angka/data. Karena sekarang orang juga tiba-tiba langsung berstatus miskin, jadi pas pembagian ada bantuan didapat. Misalnya pembagian beras, ini juga kemarin saya perhatikan sakit sedikit sudah langsung jadi miskin” (Wawancara bersama Suryani Hajar, 19 Januari 2023).
Dari data wawancara diatas diketahui bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka tidak aktif diikutkan untuk perundingan program kebijakan didaerah. Sebagaimana program pengentasan kemiskinan, dalam hal ini hanya diikutkan untuk menggugurkan kewajiban namun tidak dilibatkan kembali pada saat pelaksanaan. Hal ini relevan dengan pendapat ketua penyelenggara zakat kementerian agama kabupaten Jeneponto :
“Harusnya memang ada koordinasi, apalagi soal zakat ini. Baznas sendiri melibatkan kami untuk kegiatan-kegiatan seperti pemberian bantuan begitu. Tapi, pembicaraan rutin itu belum ada, apalagi dengan Lazismu. Lazismu sendiri tidak pernah melapor ke saya juga. Jadi harus diperkuat lagi koordinasi disini” (Wawancara bersama Dra. Xx. Xxxxxxxx, 20 Januari 2023).
Dari data diatas diketahui bahwa kementerian agama sebagai pengawas penyelenggaraan zakat belum secara masif berkoordinasi dengan lembaga zakat lainnya baik baznas maupun lazismu di kabupaten Jeneponto. Keterlibatan tersebut hanya sebatas untuk memenuhi kewajiban sebagai penyelenggara dan dominan menjalankan fungsi sera perannya masing-masing. Hal ini sebagaimana pendapat ketua Lazismu kabupaten Jeneponto :
“Sejauh ini untuk kerja sama terkait penggalangan dana zakat itu, belum sempat tapi hanya satu saja ini yang kita selalu tunggu. Baznahlah induk dari segala lembaga zakat. Tapi belum berjalan maksimal juga, karena sampai saat ini semuanya berjalan sendiri-sendiri. Yang mestinya Baznas itu sebagai pembina, membina lembaga dibawahnya seperti Lazismu, Lazismu, Wahda dan lainnya” (Wawancara bersama Xxxxxxxx Xxxxx, 17 Januari 2023).
Dari data wawancara diatas diketahui bahwa antara Xxxxxmu dengan Baznas belum ada koordinasi sama sekali karena dari perspektif lazismu bahwa Baznas sebagai induk lembaga zakat tidak melibatkan lazismu untuk kegiatan pengelolaan zakat. Hal ini menyebabkan, lazismu tidak mendapat donatur zakat. Jadi, dapat disimpulkan kolaborasi antar aktor belum terpenuhi secara maksimal baik oleh kementerian agama, lazismu dan baznas maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dengan pemerintah daerah kabupaten Jeneponto.
b. Kurangnya sosialisasi program
Sosialisasi program menjadi salah satu kendala dalam implementasi program pengentasan kemiskinan. Salah satu contohnya adalah masalah zakat profesi. Adapun bentuk dari zakat profesi dengan memotong 2,5%, ini menjadi riyak karena banyak masyarakat tidak tahu dengan konsep zakat profesi tersebut. Hal ini sebagaimana pendapat ketua penyelenggara kabupaten Jeneponto :
“Kendalanya itu banyak diantaranya itu kan kita rata-rata khususnya di kementerian agama itu sudah ambil kredit. Otomatis, umumnya orang yang memang belum paham betul sepertinya yah. Maunya dia potong semua dulu semua kreditnya dibank, kemudian dia keluarkan dulu semua pengeluarannya, sehingga tersisa misalnya 200 rb. Karena boleh dikata 90 persen aparatur sipil negara sudah ambil kredit di kementerian agama. Jadi, ini yang berat kendalanya bagaimana untuk memahamkan kepada masyarakat bahwa zakat itu, zakat profesi itu dikeluarkan setelah bayar banyak. Tapi umumnya aparatur sipil negara itu berat. Jadi, akhirnya lebih banyak yang mau bayar infaq, yang tadi untuk golongnan IV 20 rb per bulan dan seterusnya. Untuk zakat profesi masih sangat berat, jadi ini tugas berat juga bagi penyuluh yang ada di kementerian agama untuk tetap bersabar mensosialisasikan supaya masyarakat bisa paham. Karena kan ini juga merujuk
pada surah Al-Baqarah ayat 128 bahwa keluarkanlah zakatmu dari hasil usahamu yang baik-baik” (Wawancara bersama 20 Januari 2023).
Dari data wawancara diatas diketahui bahwa zakat profesi masih menghadapi rintangan yang berat dikalangan beberapa orang khususnya dilembaga pemerintahan. Kredit diambil aparatur sipil negara jelas memperberat zakat profesi, sebab sebagian besar gajinya sudah terpotong untuk pembayaran kredit ditambah pemotongan zakat profesi. Dampaknya kebijakan tersebut ditunda oleh pemda untuk dikaji ulang, seharusnya terkait hal ini, pemda dapat melibatkan stakeholders terkhusus ahli fiqih untuk menjelaskan terkait konsep zakat profesi yang sebenarnya. Karena zakat profesi ini masih terdengar asing dimasyarakat Jeneponto, hal ini relevan dengan pendapat anggota bidang kesehatan KSM desa Palajau :
Hal ini sejalan dengan pendapat anggota bidang kesehatan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) desa Palajau :
“Kalau masalah zakatnya, biasanya pak sekdes sendiri yang tangani soal itu. Disini itu soal zakat sejauh ini yang dilakukan saat bulan ramadhan itu adanya namanya zakat fitrah. Kalau zakat-zakat lainnya saya tidak tahu. Kalau soal zakat fitrah, kan biasanya itu masuk remaja-remaja masjid pengurusnya di desa. Kita data nanti disitu berapa Xxxxx, yatim piatu, begitu kemudian yang dibagikan. Cuman kalau terkait Baznas sendiri disini, belum ada pernah sosialisasi kesini dari Baznas. Memang perlu penguat disitu, supaya masyarakat disini juga paham terkait zakat apa saja yang harus dikeluarkan” (Wawancara bersama Ibu Xxxxxxx, 19 Januari 2023).
Dari pendapat diatas diketahui bahwa sosialisasi dari baznas sebagai pengelola zakat belum menyentuh masyarakat desa karena mereka hanya tahu sebatas zakat fitrah. Padahal jenis zakat itu tidak hanya zakat fitrah, ada zakat mal dan zakat lainnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kendala implementasi kebijakan program belum masif disosialisasikan ke masyarakat.
c. Minimnya ketersediaan anggaran
Salah satu kendala implementasi program kemiskinan adalah ketersediaan anggaran. Analisis kendala ini diperoleh dari lembaga Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) sebagai lembaga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan keagamaan di kabupaten Jeneponto. Hal ini sebagaimana pendapat dari ketua bidang Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) kabupaten Jeneponto :
“Itu kan setiap tahunnya kita membuat program kerja, kita laksanakan sesuai dengan kemampuan anggaran. Jadi kalaupun kita sudah program kan tapi kita tidak punya anggarannya maka kita korbankan sebagian pada saat penyusunan. Intinya dilihat dari kondisi keuangan. Kita membuat program sedemikian rupa, sebanyak mungkin dengan syarat melihat anggaran yang tersedia, apakah sudah bisa dilaksanakan atau belum. Kalau keuangan atau anggarannya terbatas kita juga akan selektif untuk menentukan program di bidang Kesejahteraan Rakyat” (Wawancara bersama Siradj SL, 18 Januari 2023).
Dari wawancara diatas diketahui bahwa pelaksanaan program disesuaikan dengan kemampuan anggaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa anggara menjadi kendala dalam implementasi program dilembaga kesejahteraan masyarakat kabupaten Jeneponto.
Selain yang disebutkan diatas, metode analisis lain yang digunakan peneliti untuk mendapatkan kendala implementasi kebijakan program pengentasan kemiskinan adalah melalui software nvivo 12 plus dengan fitur explore word frequency. Adapun langkah- langkah yang dilalui yaitu pengimputan datang, coding data dan visualisasi data. Pertama, semua data dimasukkan kedalam software. Kedua, buat node sesuai variabel penelitian dan cases sesuai informan penelitian. Ketiga, explorasi data, dilakukan dengan menggunakan fitur word frequency. Lalu, klik selected item yaitu menyeleksi kata-kata yang dianggap penting untuk analisis dan kata tidak penting seperti kata penghubung bisa dihilangkan dengan fitur stop words. Langkah terakhir adalah run query, untuk melihat hasil visualisasi data. Hasil analisis menunjukkan bahwa dipenelitian ini kata-kata yang sering muncul adalah zakat, aparatur, kebijakan, masyarakat, dana, baznas, sosialisasi dan lembaga. Artinya variabel-variabel tersebut merupakan kendala yang menjadi penghambat implementasi kebijakan program.
Adapun visualisasi data digambarkan sebagai berikut :
Gambar 8.
Hasil analisis word frequency
Sumber : Olah data analisis word frequency
Gambar diatas menampilkan hasil analisis menggunakan fitur word frequency melalui software nvivo 12 plus, gunanya untuk menguji kata-kata yang sering muncul dalam penelitian. Hal ini nantinya relevan dengan keinginan peneliti untuk mengetahui kendala- kendala dalam program pengentasan kemiskinan. Diperoleh ada 6 kata-kata yang sering muncul yaitu zakat, aparatur, Baznas, kebijakan, dana dan masyarakat desa.
3.2 Pengembangan Model Multipartner Governance dalam pengelolaan Fundrising dana Zakat di Kabupaten Jeneponto.
Model multipartner governance sudah marak digunakan oleh aktor-aktor pemerintahan dalam pengadaan sebuah program atau menjalankan tindakan. Tujuannya agar memudahkan pencapaian program. Pengembangan multipartner governance dalam penelitian ini dilihat dari 4 pendekatan yaitu partisipasi aktor, perspektif aktor, aksebilitas aktor dan penentuan tindakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator perspektif aktor mendominasi dengan total nilai 36 dibanding indikator lainnya yaitu aksebilitas aktor mendapat nilai 23, partisipasi aktor 30 dan penentuan tindakan 23. Pada indikator perspektif aktor, Xxxxxx mendapat nilai tertinggi yaitu 9 dari skala 30. Untuk melihat pemahaman program oleh lembaga, peneliti mengfokuskan terhadap pertanyaan terkait proses penyaluran dana zakat, sebagaimana pendapat ketua Baznas kabupaten Jeneponto yaitu :
“Kalau proses penyalurannya itu, kalau ada calon Muzakki, kita proses dulu, kita minta datanya. Terus kita periksa langsung, kondisinya, apakah benar-benar berhak untuk mendapatkan bantuan. Kemudian kita ambil datanya termasuk foto kondisi rumahnya. Terus kita musyawarahkan bagaimana kita untuk memberikan bantuannya kepada yang berhak menerima zakat. Setelah di musyawarahkan, baru kita tentukan bagaimana bentuk bantuan yang bisa disalurkan bentuk tunai atau berbentuk bahan- bahan makanan” (Wawancara bersama Xxxxxxx Xxxxxx, X.Xx, 17 Januari 2023).
Hal ini sejalan dengan pendapat ketua penyelenggara zakat kementerian agama kabupaten Jeneponto, sebagai berikut :
“Ini kan program-program nasional, independen kan Baznas, tentunya perlu pengawasan. Yang namanya kementerian Agama kan pasti terkait dengan itu. Apalagi penyuluh kita kan banyak. Pihak Baznas harus diawasi atau ada pengawasan, supaya ada transparansi, kemudian masyarakat percaya pada Baznas untuk mengelola itu dana zakatnya.Karena kapan kita tidak awasi, yang namanya manusia biasa, mungkin ada kekeliruan atau kesalahan yang tidak terpantau . Tapi kalau kita ingatkan pasti in syaa Xxxxx berusaha memberikan yang sesuai 8 itu” (Wawancara bersama Dra. Xx. Xxxxxxxx, 20 Januari 2023).
Pemahaman aktor terkait program salah satunya dilihat dari keterlibatannya dari perencanaan sampai pelaksanaan sebuah program. Kementerian agama menunjukkan keterlibatan sebagai pengawas penyelenggaraan zakat yang dilakukan oleh Baznas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa indikator perspektif aktor telah terimplementasi dengan baik dilembaga Baznas dan kementerian agama. Uraian diatas dapat divisualisasikan dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara jelas, sebagai berikut :
Gambar 9.
Hasil chart multipartner governance
Sumber : Olah data software nvivo 12 plus
Gambar diatas menunjukkan hasil analisis dari masing-masing indikator mulai dari partisipasi aktor, perspektif aktor, aksebilitas aktor dan penentuan tindakan. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perspektif aktor mendominasi, relevan dengan nilai sebanyak 36 yang diperoleh dibanding indikator perspektif aktor dengan nilai 30, aksebilitas aktor sebanyak 23 dan penentuan tindakan mendapat nilai 23. Baznas kabupaten Jeneponto untuk keseluruhan indikator mendapat nilai 20, desa Palajau 9, dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) 6, dinas sosial kabupaten Jeneponto 15, kementerian agama 15, bidang kesejahteraan masyarakat 14, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) desa Palajau 4, Lazismu kabupaten Jeneponto 15 dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka mendapat nilai 9. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Baznas kabupaten Jeneponto menunjukkan perannya dalam model multipartner governance dalam fundraising dana zakat dengan baik.
a. Partisipasi aktor
Partisipasi aktor membahas mengenai peran aktor dalam implementasi suatu kebijakan, keterkaitannya dalam pengelolaan fundraising dana zakat di Kabupaten Jeneponto. Hasil analisis diperoleh dari software analisis kualitatif bernama nvivo 12 plus menggunakan 3 metode yaitu pengimputan data, coding data dan visualisasi data. Pertama, input data hasil wawancara masuk ke dalam software nvivo 12 plus. Data wawancara berupa file berformat word. Kedua, buat node dan cases dimana node disesuaikan dengan indikator pengembangan multipartner governance yaitu partisipasi aktor, perspektif aktor, aksebilitas aktor dan penentuan tindakan. Sedangkan cases, yaitu baznas, lazismu, ksm desa palajau, desa palajau, kementerian agama, dinas PMD, dinas
sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dan Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) kabupaten Jeneponto. Lalu, coding data dengan cara memblok kalimat-kalimat yang dianggap relevan dengan node. Terakhir adalah visualisasi data, menggunakan fitur explore crosstab query.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Baznas kabupaten Jeneponto memperoleh nilai 7 dari skala 7 mendominasi dibanding lembaga lainnya, setelah Baznas kemudian ada Lazismu kabupaten Jeneponto mendapat nilai 5 dari skala 7, dinas sosial mendapat nilai 4. Sementara Kesejahteraan Masyarakat (KESRA), kementerian agama dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka mendapat nilai rata-rata 3. Baznas sebagai lembaga pengelola zakat berperan aktif, hal ini sebagaimana pendapat ketua Baznas kabupaten Jeneponto terkait strategi fundraising dana zakat :
“Untuk sementara ini Pemda membantu untuk mensosialisasikan pentingnya berzakat. In syaa Alloh dalam waktu dekat ini kami akan melaksanakan seminar untuk memberikan pemahaman pentingnya berzakat dan infak. Kemudian setelah itu, setelah itu kami akan lanjutkan sosialisasi ke lembaga atau instansi baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Kemudian kami juga akan memasuki universitas atau perguruan tinggi, kecamatan, desa-desa, pedagang- pedagang dan pengusaha. Disana banyak potensi yang bisa kita dapatkan untuk memberikan pemahaman pentingnya berzakat ini. Sebenarnya potensinya ini sangat banyak, tapi hanya kurang kesadaran untuk berzakat” (Wawancara bersama Xxxxxxx Xxxxxx, X.Xx, 17 Januari 2023).
Dari datas diatas dapat diketahui bahwa salah satu kendala fundraising dana zakat adalah kurangnya sosialisasi ke lembaga pemerintah maupun non pemerintah serta perorangan. Oleh karena itu, Xxxxxx mempunyai strategi fundraising dengan metode multipartner governance. artinya mengajak pihak-pihak lainnya agar menunaikan zakatnya serta membantu untuk mensosialisasikan pentingnya berzakat. Meskipun masih berbentuk rencana, akan tetapi tahap-tahap sosialisasi dengan menyusuri semua kalangan pihak merupakan niat baik yang harus didukung. Strategi ini sama halnya dilakukan Lazismu sebagai cabang lembaga zakat dari Baznas, sebagaimana pendapat ketua Lazismu kabupaten Jeneponto :
“Kalau untuk metode/strateginya sampai saat ini masih itu yang bisa kita lakukan, kita sampaikan atau sosialisasikan mengenai pentingnya zakat di acara-acara keislaman seperti taksiyah, sunatan, khutbah jumat dan lainnya. Karena kalau dari kementerian Agama ada memang instruksi untuk sosialisasikan itu zakat, tapi sejauh ini hanya sekadar instruksi belum ada yang berjalan” (Wawancara bersama Xxxxxxxx Xxxxx, 17 Januari 2023).
Bazna mendorong rencana kegiatan sosialisasi dengan menyusuri berbagai pihak, sama halnya dengan Lazismu. Akan tetapi bedanya, Xxxxxmu telah melakukan sosialisasi akan tetapi tidak menggandeng Baznas. Selain itu, lembaga yang berperan dalam fundraising dana zakat adalah kementerian agama kabupaten Jeneponto. Sebagaimana pendapat ketua penyelenggara zakat kementerian agama kabupaten Jeneponto :
“Strateginya setiap bulannya itu kita bersilaturahmi memantau perkembangan apa yang ada di Baznas karena kita ini kementerian agama itu hanya pengawasan bukan terjun langsung ke masyarakat tetapi Baznas lah yang terjun. Karena 2 tahun yang lalu itu, monev nya itu tentang penggunaan syariah Baznas itu yah kami dari kabupaten. Tapi tahun kemarin diambil alih oleh kanwil untuk monev semua laporan-laporan penggunaan dana Baznas. Itu pengawasannya, jadi strateginya itulah harus ada silahturahmi, banyak-banyak komunikasi untuk memantau perkembangan. Karena jangan sampai ada kekeliruan tanpa dia sadari” (Wawancara bersama Dra. Xx. Xxxxxxxx, 20 Januari 2023).
Peran kementerian agama dalam hal fundraising dana zakat yaitu mengawasi lembaga pengelola zakat termasuk Baznas, Lazismu, Lazisnu dan lembaga lainnya. Proses mentoring ini dilakukan dengan pendekatan personal terlebih dahulu dan kemudian pendekatan lembaga. Komunikasi dilakukan dapat dilakukan via sms, telfon maupun WA. Namun peran ketiga lembaga tersebut, berbeda dengan peran dinas sosial terkait fundraising xxxx xxxxx selaku lembaga pemerintahan di kabupaten Jeneponto. Hal ini sesuai pendapat ketua bidang pengentasan kemiskinan dinas sosial kabupaten Jeneponto terkait strategi penyampaian program yaitu :
“Yang bantuan kemarin 2021 kemarin, ada bantuan perbengkelan dan pertukangan, nelayan, UMKM untuk peningkatan ekonomi. Bantuan seperti musibah banjir, kebakaran dan lainnya ada juga. Selain itu, ada juga bedah rumah. Dari kementerian ada seperti PKH, bantuan sembako, BLT, BBM” (Wawancara bersama Xxxx Xxxxx, 17 Januari 2023).
Dari data wawancara diatas diketahui bahwa dinas sosial tidak memiliki andil terhadap zakat baik perihal pengawasan, penggalangan maupun hal lainnya, ada hubungan namun sebatas pemotongan dari gaji 2.5%. Dinas sosial memiliki kebijakan tersendiri soal pengentasan kemiskinan melalui bantuan-bantuan sosial dari kementerian sosial, pemda dan lembaga lainnya. Artinya bahwa baik Xxxxxx selaku pengelola zakat dan dinas sosial jalan sendiri-sendiri, belum ada komunikasi intens. Hal yang sama juga dirasakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka, sebagaimana pendapat direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka sebagai berikut :
“Kalau sekarang kami di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka itu banyak anggota namanya xxxxxx xxxx Xxxxxxx. Isinya itu anak-anak fresh graduate semua yang baru-baru selesai terekrut. Kita bangun jaringan, ini sekarang kita lagi konsen ke isu kemiskinan, isu anak, literasi dan lainnya. Masih kecil-kecil dulu karena mereka kan ini di Laskar Muda Xxxxxxx masih muda-muda, masih freshgraduate kan. Kita kasih projek-projek yang standar dulu” (Wawancara bersama Suryani Hajar, 19 Januari 2023).
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dalam hal ini sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bertujuan menyejahterakan masyarakat termasuk
mengentas isu kemiskinan, dilakukan dengan adanya bantuan-bantuan yang diberikan. Namun, peran dalam fundraising ini belum tercapai sepenuhnya karena kerja sama kelembagaan belum ada hanya sebatas komunikasi personal. Hal ini relevan dengan pendapat Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) kabupaten Jeneponto yang tidak memiliki peran terkait fundraising dana zakat ataupun persoalan zakat secara umum :
“Kalau terkait zakat itu, kan sudah ada Mou antara pemerintah kabupaten dengan Baznas sendiri, terkait dengan penyalurannya sendiri ada aturan-aturannya tersendiri disana. Jadi, penyalurannya itu bukan dikami. Tapi dikelola sendiri oleh Baznas. Jadi, ini yang baru-baru kita lakukan ini, itu zakat 2,5 persen yang baru berlangsung 1 bulan. Tapi banyak sekali rintangan disitu sehingga ditunda dulu. Namun sebelum-sebelumnya itu sudah berjalan Baznas nya. Dan sudah seringkali dia memberikan bantuan. Cuman saya belum tahu seperti apa. Kalau spesifik terkait kerja sama lembaga kami dengan Baznas yah ada. Cuman itu sarannya pemerintah daerah agar membantu membiayai yang betul-betul membutuhkan, yang sangat kekurangan. Kita hanya mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah selebihnya itu Baznas yang kelola terkait zakat sendiri. Lebih lanjut, untuk perencanaan sampai pelaksanaan terkait zakat Baznas tidak melibatkan kami dbaik itu dalam pengawasan, pokok nya tidak ada peran Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) disitu dalam pengelolaan zakat dari Baznas. Karena juga saya secara pribadi tidak pernah dilibatkan” (Wawancara bersama Siradj SL, 18 Januari 2023).
Terkait fundraising dana zakat, Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) kabupaten Jeneponto tidak memiliki peran intens. Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) sejauh ini berperan untuk kegiatan-kegiatan keislaman mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan. Jadi, dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga-lembaga yang memiliki peran dominan dalam fundraising dana zakat ataupun perihal zakat secara umum yaitu kementerian agama, Lasizmu dan Baznas kabupaten Jeneponto. Sedangkan lembaga lainnya hanya sekadar mendukung namun tidak memiliki peran tersebut. Adapun uraian diatas dapat divisualisasikan, tujuannya untuk memberikan gambaran jelas mengenai peran aktor dalam fundraising dana zakat, sebagai berikut :
Gambar 10.
Hasil chart indikator partisipasi antar aktor
Sumber : Olah data software nvivo 12 plus
Gambar diatas menunjukkan hasil analisis melalui software nvivo 12 plus, kali ini menguji indikator koordinasi disetiap lembaga. Baznas kabupaten Jeneponto menunjukkan perannya dalam pengelolaan zakat dengan perolehan nilai 7 terbilang mendominasi dibanding lembaga lainnya, kemudian ada Lazismu kabupaten Jeneponto sebagai salah satu pengelola zakat mendapat nilai 5, dinas sosial 4, kementerian agama, bidang kesejahteraan masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka mendapat rata-rata nilai 3, desa Palajau dan dinas Pemberdayaan Masyarakat mendapat nilai sama yakni 2, nilai terendah didapat oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) desa Palajau. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terkait fundraising dana zakat di kabupaten Jeneponto, sejumlah lembaga pemerintahan dan/atau non pemerintahan belum masif diikutkan. Karena yang berperan hanya lembaga-lembaga yang memiliki otoritas persoalan zakat.
b. Perspektif aktor
Perspektif aktor membahas mengenai pemahaman aktor terkait program yaitu fundraising xxxx xxxxx ataupun zakat secara general. Metode analisis menggunakan software nvivo 12 plus, sama dengan yang dijelaskan pada bagian sebelumnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa Baznas kabupaten Jeneponto mendominasi dengan nilai 9 dari skala 9, kemudian disusul kementerian agama mendapat nilai 6 dari skala 9, desa Palajau, dinas sosial dan Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) masing-masing mendapat nilai 5. Sementara Lazismu mendapat nilai 3, terakhir Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dan KSM desa Palajau mendapat nilai terendah yaitu 1 dari skala 9. Sudah jelas bahwa Baznas memiliki pemahaman terkait zakat lebih mendominasi karena merupakan badan resmi yang dibentuk pemerintah gunanya untuk mengelola zakat nasional. Hal ini sebagaimana pendapat wakil ketua 1 pendistribusian dana zakat Baznas kabupaten Jeneponto :
“Jadi untuk saat ini kita memberikan bantuan kepada orang tua jompo yang tidak punya penghasilan. Alhamdulillah, dengan adanya Baznas, mereka bisa menikmati makannya. Kemudian, yang kedua adalah kalau misalnya ada bencana, Baznas secara sigap memberikan bantuan. Termasuk juga dibidang pendidikan, yaitu memberikan bantuan-bantuan kepada siswa miskin untuk penyelesaian studi. Dan untuk dibidang kesehatan juga, yang bermasalah juga dikesehatan misalnya masyarakat yang tidak mampu yang tidak punya BPJS. Baznas yang bantu untuk biaya-biaya perawatannya. Saya kira sudah banyak bukti yang bisa memperlihatkan bahwa dengan adanya baznas ini sendiri bisa membantu” (Wawancara bersama Xxxxxxxx, X.X.X, 17 Januari 2022)
Untuk menilai pemahaman program peneliti berusaha mengkaji dari segi pandangan informan terkait keberhasilan program yang telah terlaksana dilembaga. Baznas sendiri sebagaimana dijelaskan wakil ketua 1 diatas, sudah jelas bahwa informan terkait memahami dengan baik perencanaan sampai pelaksanaan program zakat. Secara spesifik dijelaskan bahwa Baznas sudah menjalankan program dibidang kesehatan, pendidikan dan lainnya. Sejalan dengan Lazismu, sebagaimana pendapat ketua Lazismu kabupaten Jeneponto :
“Itu hasil celengan yang kita dapatkan, dari sekian musibah yang terjadi di Indonesia ini seperti kejadian kemarin di Majene, di Palu juga kemarin, Alhamdulillah kami bantu dari celengan itu. Jadi dimana-mana ada musiba seperti puting beliung, banjir, kebakaran dan lainnya kita bantu. Dan ini juga dari celengan tersebut, kita membiayai ada anak dari Unismuh yang lanjut kuliah S2 di Jawa tapi yang diberikan cuman biaya kuliah beda lagi dengan biaya hidupnya, diberikan bantuan pendidikan dari Lazismu. Ada juga anak-anak yang kemarin mendaftar di Jeneponto dia kekurangan dana untuk kuliah, kemudian kami bantu. Ini juga termasuk bantuan dana untuk pengadaan kegiatan misalnya dari IMM atau IPM. Ini kemarin ada kegiatan dari IPM di Bulukumba. Tapi tetap harus ada pengajuan proposalnya, banyak atau tidaknya kami berikan. Kalau ada dananya kita berikan, kalau tidak ada, yah tidak diberikan karena bagaimana kita berikan kalau dana nya tidak ada” (Wawancara bersama Xxxxxxxx Xxxxx, 17 Januari 2023).
Di Lazismu terkait zakat belum berjalan dengan maksimal karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk berzakat dan juga komunikasi dengan baznas masih kurang intensif sehingga pemberi zakat tidak memberi dana nya ke lazismu melainkan langsung ke baznas. Meskipun begitu, dari wawancara diatas diketahui bahwa Xxxxxmu secara aktif berkontribusi terhadap kegiatan pengentasan kemiskinan berbentuk infaq. Hal ini membuktikan bahwa Xxxxxmu memiliki kekuatan/peluang untuk membantu dalam fundraising dana zakat di kabupaten Jeneponto. Selain itu, kementerian agama juga menunjukkan pemahaman terkait zakat, sebagaimana pendapat ketua penyelenggara zakat kementerian agama kabupaten Jeneponto :
“Kami melihat data yang ada, kalau misalnya ditahun kemarin kan ada muzakki dan xxxxxxxx. Kalau meningkatkan muzakki nya berarti itu bagus, kemudian diusahakan ada pemerataan disetiap kecamatan. Itu barangkali bisa dilihat dari peningkatan grafiknya muzakki dan mustahiknya. Kalau lebih banyak muzakki nya berarti memang perlu ada kepedulian yang tinggi supaya berhasil. Alhamdulillah ini tahun kita fokus untuk memprogramkan, mudah-mudahan kita dapat di Jeneponto itu kampung zakat. Kemarin itu sudah survei lapangan di kecamatan Rumbia, ada program nanti itu membentuk kampung zakat. Kampung zakat itu memang sudah ada dalam juknis pusat terkait dengan tinggi mustahiknya, pendidikan rendah, kesehatan rendah. Dan inilah yang akan dibina, semaksimal mungkin mustahik meningkat menjadi muzakki. Pendidikan tinggi dan semuanya” (Wawancara bersama Dra. Xx. Xxxxxxxx, 20 Januari 2023).
Dari data diatas diketahui bahwa informan terkait telah merealisasikan kewajiban sebagai pengawas dari penyelenggaraan zakat di kabupaten Jeneponto. Strategi yang
dibangun seperti observasi/survei dan tolak ukur keberhasilan program yang dijelaskan menandakan bahwa informan memahami dengan jelas program terlaksana. Hal ini sejalan dengan pendapat sekretaris desa Palajau, sebagai berikut :
“Kalau sejauh ini untuk pengelolaan zakat di lingkup pemerintahan desa, masing- masing masih dikelola oleh masjid atau tokoh agama. Saya anggap sejauh ini lembaga zakat dalam hal ini Baznas di lingkup kabupaten ini belum masuk sosialisasinya ditingkat desa. Sehingga masih banyak desa yang belum melek tentang zakat. Yang dia pahami itu nanti berzakat menxxxxxx xxxxxxxx yang namanya xxxxx xxxxxx. Padahal kan zakat itu banyak jenisnya. Selain dari zakat itu, ada namanya zakat mal, zakat pertanian, perdagangan. Dan masyarakat belum paham apalagi ketentuan Mazhabnya seperti apa. Yang masyarakat paham itu cuman sebatas zakat fitrah saja. Padahal kalau sebenarnya orang paham, di desa itu sebenarnya bisa digerakkan roda ekonominya melalui dari kesadaran masyarakat itu sendiri untuk berzakat karena bahkan saya sendiri punya keinginan /cita-cita, didesa itu punya Baitul Mall sebenarnya kalau bagi saya. Karena saya pribadi pernah berkecimpung didunia zakat PIZ (Publik Inspirasi Zakat). Cuman karena belakangan ini aktif didesa, jadi tidak sempat jadi pelaksana harian. Cuman masalahnya dalam hal ini atasan tidak ada visi kesitu dan memang tidak punya pemahaman sehingga berbeda memang pemerintah yang tidak ada kesitu. Sehingga kita juga tidak ada tindakan terkait itu” (Wawancara bersama Xxxxxxxxxxx, S.Pd.i, 17 Januari 2023).
Pemerintahan desa Palajau dalam hal ini informan terkait sebagaimana wawancara diatas, secara general sudah memahami mengenai zakat dibuktikan dengan pengalaman personal sekretaris desa. Meskipun begitu, belum ada tindakan dari desa Palajau terkait fundraising dana zakat tersebut. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa indikator perspektif aktor telah terpenuhi dilembaga Baznas, Lazismu dan kementerian agama sedangkan yang belum adalah desa Palajau, dinas sosial, Kesejahteraan Masyarakat (KESRA), PMD, ksm dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka.
Gambar 11.
Hasil chart indikator perspektif aktor
Sumber : Olah data software nvivo 12 plus
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa indikator perspektif aktor mendominasi, hal ini didasarkan karena analisis peneliti dan hasil yang ditunjukkan oleh software nvivo 12 plus seperti digambarkan diatas. Baznas kabupaten Jeneponto mendapat nilai tertinggi untuk indikator ini yaitu 9 karena kewenangan untuk mengelola zakat telah tertera dalam Undang-Undang, nantinya berdampak pada pemahaman mereka mengenai zakat. Kementerian agama kabupaten Jeneponto mendapat nilai 6, disusul dinas sosial, desa Palajau dan bidang kesejahteraan masyarakat mendapat rata-rata nilai sebesar 5, Lazismu kabupaten Jeneponto 3, terakhir untuk dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) desa Palajau dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka sama-sama mendapat nilai 1.
x. Xxxxbilitas aktor
Aksebilitas aktor membahas mengenai akses aktor-aktor terhadap pelaksanaan program. Hasil menunjukkan bahwa Baznas kabupaten Jeneponto mendapat nilai tertinggi yaitu 6 dari skala 6, Lazismu kabupaten Jeneponto 4, dinas sosial dan Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) rata-rata mendapat nilai 3, kementerian agama dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mendapat nilai 2, serta KSM, desa palajau dan dinas PMD mendapat nilai 1. Baznas kabupaten Jeneponto menunjukkan kemudahan dari pencapaian program dari segi kewenangan yang dimiliki untuk menjalankan program, sebagaimana pendapat ketua Baznas kabupaten Jeneponto, sebagai berikut :
“Kemudian untuk pendistribusiannya, pendistribusiannya juga kan kita punya. Kalau data Mustahik biasa banyak. Tapi untuk assessment itu biasa lama. Ini juga jadi keluhan Mustahik, karena kita memiliki prosedur yang harus diikuti. Jadi, kita tidak langsung berikan, ada ketentuan yang harus kita penuhi” (Wawancara bersama Xxxxxxx Xxxxxx, X.Xx, 17 Januari 2023).
Akses Baznas terkait fundraising sebagaimana wawancara diatas dibuktikan dengan data administrasi berupa data mustahik (penerima zakat) yang dipegang oleh Baznas sebagai pengelola zakat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Baznas memiliki akses terhadap fundraising dana zakat. Hal ini berbeda dengan pendapat ketua bidang pengentasan kemiskinan dinas sosial kabupaten Jeneponto :
“Optimal, artinya karena semuanya ada aturannya” (Wawancara bersama Xxxx Xxxxx, 17 Januari 2023).
Dari wawancara diatas diketahui bahwa dinas sosial sebagaimana bidang kerjanya sudah terpenuhi dalam aksebilitas, namun secara spesifik terkait fundraising dana zakat,
dinas sosial tidak memiliki akses tersebut. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya wewenang atau peran dinas sosial untuk fundraising dana zakat tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa indikator aksebilitas aktor telah terpenuhi dilembaga Baznas dan Lazismu dan kementerian agama, sementara lembaga lainnya berperan sebagai pendukung. Uraian diatas dapat digambarkan melalui software nvivo 12 plus dengan fitur crosstab query :
Gambar 12.
Hasil chart indikator aksebilitas aktor
Sumber : Olah data software nvivo 12 plus
Aksebilitas aktor dilihat dari kemudahan akses ruang, waktu dan lainnya dari sebuah lembaga terhadap fundraising dana zakat. Sebagai lembaga dengan otoritas tinggi untuk mengelola dana zakat, tentunya ini menjadi peluang besar untuk Baznas mendapat nilai tertinggi diindikator aksebilitas aktor yaitu 6, disusul Lazismu diposisi kedua dengan nilai 4, dinas sosial dan kementerian agama kabupaten Jeneponto konsisten diangka 3, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka mendapat nilai 2 dan terakhir untuk desa Palajau, dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) desa Palajau mendapat nilai terendah yakni 1. Indikator koordinasi memperoleh nilai total sebanyak 23, angka ini lebih rendah dibanding kedua indikator sebelumnya. Artinya bahwa hanya Baznas, Kementerian Agama (KEMENAG) dan Lazismu yang mempunyai akses karena dipengaruhi oleh kewenangan yang dimiliki.
d. Penentuan tindakan
Penentuan tindakan membahas tentang peran aktor dalam mengambil suatu tindakan. Untuk mendapat hasil analisis dalam penelitian menggunakan software nvivo 12 plus dengan fitur crosstab query. Hasil analisis menunjukkan bahwa kementerian agama mendapat nilai tertinggi dengan nilai 4 dari skala 4, kemudian lazismu, dinas sosial, Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka rata-rata mendapat nilai 3 dari skala 4. Sementara, dinas PMD mendapat nilai 2 dari skala 4, terakhir desa Palajau dan ksm desa Palajau mendapat nilai terendah yaitu 1. Kementerian agama merupakan lembaga pemerintahan yang membidangi urusan agama, secara langsung membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Ini juga berdampak terhadap wewenang untuk mengambil keputusan terkait keagamaan termasuk zakat. Sebagaimana pendapat ketua penyelenggara zakat kementerian agama kabupaten Jeneponto, sebagai berikut :
“Lebih kerucut lagi penyulunya, tetapi di Kementerian Agama juga itu dibentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Semua KUA itu ada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) nya. Unit Pengumpul Zakat (UPZ) inilah yang mengumpulkan dana zakat, infaq dan sekedah. Alhamdulillah di kementerian agama itu sudah berjalan, walaupun belum sesuai harapan” (Wawancara bersama Dra. Xx. Xxxxxxxx, 20 Januari 2023).
Data wawancara diatas diketahui bahwa kementerian agama sudah mengambil beberapa keputusan terkait penyelenggaraan zakat, salah satu keputusannya yaitu membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) berperan untuk mengumpulkan dana zakat. Hal ini berbeda dengan pendapat direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka :
“Itu tadi salah satunya dengan bedah rumah yang seperti saya sampaikan sebelumnya, pemetaan warga miskin. Jadi Pattiro Jeka ini secara kelembagaan masukin TPKTD di BAPPEDA. TPKTD itu Tim Penanggulangan Kemiskinan Terpadu Daerah” (Wawancara bersama Suryani Hajar, 19 Januari 2023).
Dari data diatas diketahui bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka memiliki keputusan sendiri dikelembagaan. Keputusan-keputusan diambil sesuai dengan proporsi nya dan kebutuhan lembaganya. Namun, terkait dengan fundraising zakat ataupun zakat secara umum tidak ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa indikator penentuan tindakan telah direalisasikan dengan baik dilembaga Kementerian Agama (KEMENAG), Baznas dan Lazismu. Sedangkan lembaga lainnya mengambil tindakan sesuai proporsinya lembaga. Adapun uraian diatas dapat digambarkan melalui software nvivo 12 plus dengan fitur crosstab query, sebagai berikut :
Gambar 13.
Hasil chart indikator penentuan tindakan
Sumber : Olah data software nvivo 12 plus
Gambar diatas menunjukkan visualisasi dari analisis untuk indikator penentuan tindakan. Secara keseluruhan penentuan tindakan mendapat nilai 23, sama halnya dengan nilai yang diperoleh indikator aksebilitas aktor. Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa semua lembaga mendapat nilai dibawah angka 5, sebagaimana ditunjukkan oleh kementerian agama kabupaten Jeneponto mendapat nilai tertinggi yakni 4, Baznas, dinas sosial, bidang kesejahteraan masyarakat, lazismu kabupaten Jeneponto, dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka mendapat nilai yang sama yakni 3, nilai terendah diperoleh desa Palajau dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) desa Palajau yaitu 1. Perolehan nilai tersebut dipengaruhi karena rata-rata lembaga lainnya selain Baznas, Lazismu dan Kementerian Agama (KEMENAG) nyatanya tidak memiliki kewenangan untuk pengelolaan zakat begitupun dalam peran fundraising dana zakat. Oleh karena itu, lembaga lainnya tidak memiliki otoritas ataupun peran untuk menentukan tindakan dalam fundraising dana zakat.
3.3 PEMBAHASAN
1. Relasi antar aktor dalam pengetasan kemiskinan di Kabupaten Jeneponto melalui tata kelola fundrising dana zakat
Sebagaimana diadopsi dari teori Xxxxxx dan Xxxx bahwa relasi antar aktor menggunakan 3 pendekatan yaitu koordinasi, komunikasi dan interaksi. Berdasarkan hasil analisis penelitian, pendekatan koordinasi mendominasi dibanding komunikasi dan interaksi. Menurut Xxxxxxxxxx, dkk (2013) koordinasi dimaksudkan untuk menyerasikan
dan menyatukan kegiatan yang sedang dilakukan [33]. Koordinasi yang berhasil akan mengarah pada hasil yang lebih baik bagi penerima manfaat [34]. Pendekatan koordinasi dalam penelitian ini dilihat berhasil dengan adanya kerja sama antara kemenag dan Baznas perihal fundraising dana zakat. Kementerian Agama (KEMENAG) berperan sebagai pengawas zakat secara khusus ini ditugaskan kepada bidang penyelenggara zakat Kementerian Agama (KEMENAG) kabupaten Jeneponto. Adapun fungsi pengawasan tersebut dilakukan Kementerian Agama (KEMENAG) dengan 2 cara. Yaitu pertama, ikut mengawasi pemberian bantuan sosial dari dana zakat yang dilakukan oleh Baznas. Kedua, membantu mensosialisasikan/menyampaikan perihal zakat. Kementerian agama dalam pengawasan lembaga zakat, dijelaskan bahwa Kementerian Agama (KEMENAG) bertugas mendata dan menyampaikan himbauan kepada semua organisasi kemasyarakatan, perkumpulan dan yayasan yang melakukan kegiatan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya agar mengurus legalitas sebagai Lembaga Amil Zakat (LAZ) dengan melengkapi persyaratan yang ditentukan dalam perundang-undangan [35].
Sementara Xxxxxx berdasarkan UU no.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat bahwa dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang berkedudukan di ibu kota negara, Baznas provinsi dan Baznas kabupaten/kota. Eksistensi Baznas sebagai lembaga pengelola zakat perlu mendapat dukungan dari instansi terkait yang bersentuhan langsung dengan permasalahan pengelolaan dana zakat. Dukungan instansi yang dimaksud salah satunya adalah kantor wilayah kementerian agama yang ada disetiap provinsi [36]. Pada dasarnya Kementerian Agama dan Baznas memiliki akar yang sama. Lebih lanjut, relasi antara Kementerian Agama dan Baznas di kabupaten Jeneponto adalah pertama saling melibatkan diberbagai kegiatan pengelolaan zakat. Baznas secara aktif melibatkan Kementerian Agama ketika memberikan bantuan sosial untuk korban bencana alam. Sejalan dengan misi Baznas kabupaten Jeneponto pada poin ke-5 yaitu “meningkatkan sinergi dan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan terkait untuk pembangunan zakat. Ini juga berlaku untuk Kementerian Agama (KEMENAG), Kementerian Agama kabupaten Jeneponto mengajak baznas berunding via whatsapp, telefon ataupun chat. Hal ini dilakukan secara rutin karena adanya grup whatsapp khusus yang dibuat. Jadi, semua informasi dibagikan ke group tersebut.
Kedua, pembentukan Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Pasalnya unit ini tidak hanya dibentuk oleh Baznas kabupaten Jeneponto, tetapi Kementerian Agama juga membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) guna untuk membantu Baznas untuk fundraising dana zakat. Pembentukan UPZ ini sebagai langkah mengoptimalkan tugas Baznas dalam pengumpulkan zakat di lingkungan masyarakat mulai dari tingkat kota, kecamatan hingga tingkat desa/kelurahan [37]. UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pada pasal 16 ayat 1 mempunyai tugas dan fungsi BAZNAS Provinsi dan Kab/Kota dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, milik daerah, perusahaan swasta dan perwakilan RI di LN serta dapat membentuk UPZ pada tingkat Kecamatan, Kelurahan, ayat 2 tentang organisasi dan tata kerja BAZNAS Provinsi Kabupaten/Kota yang diatur dalam peraturan pemerintah [38]. Relasi antara Baznas dan Kementerian Agama juga telah dikaji oleh Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx dalam penelitiannya berjudul “Kontribusi Pemangku Kepentingan Dana Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf dalam
Penanggulangan Covid-19”, dimana penelitian ini bertujuan menganalisis kontribusi pemangku kepentingan dalam Ziswaf dilakukan oleh Kementerian Agama, Baznas, LAZ, BWI dan Nazir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terkumpul dana penanggulangan Covid-19, dari sumber dana zakat, infak, sedekah maupun dana sosial keagamaan lainnya mencapai 392,5 Miliar [39]. Dari penelitian itu diketahui bahwa kontribusi dari lembaga lainnya termasuk Kementerian Agama selain Baznas sangat penting untuk meningkatkan dana zakat yang masuk.
Selanjutnya komunikasi, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pendekatan komunikasi tidak terealisasi baik. Komunikasi mempunyai pengaruh terhadap tipe, sasaran, tugas pemerintahan termasuk didalamnya pemeliharaan hubungan, tanpa adanya komunikasi ke segala arah dalam suatu kegiatan maka sulit diketahui apa yang sudah dicapai, yang akan diraih dan bagaimana kendala dalam pelaksanaan kegiatan [40]. Komunikasi yang dimaksud disini adalah komunikasi antara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dengan desa Palajau dan Baznas kabupaten Jeneponto, Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) dan Kementerian Agama, Baznas dengan lazismu dan dinas sosial kabupaten Jeneponto. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dan desa Palajau secara kelembagaan telah menjalin kerja sama. Pemerintahan desa Palajau menggandeng Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka untuk membantu cara mengisi administrasi kependudukan seperti form bantuan sosial sehingga masyarakat desa Palajau tidak bingung. Hal ini sejalan dengan adanya program pengaduan pelayanan administrasi yang terbuka untuk masyarakat untuk diusung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sendiri. Meskipun begitu, terkait fundraising dana zakat, belum ada komunikasi antara keduanya. Ini juga sama dengan hubungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dan Baznas, komunikasi secara personal sudah ada namun belum membawa kerja sama antara keduanya untuk fundraising dana zakat karena sepenuhnya pengelolaan zakat dipegang kendali oleh Xxxxxx. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka hanya dilibatkan perihal bantuan-bantuan sosial seperti kepada korban bencana alam.
Selain itu, komunikasi Baznas juga tidak terjalin dengan lazismu. Dari perspektif lazimu bahwa baznas tidak melibatkan lazismu dalam rapat formal terkait pengelolaan zakat, hal ini dibuktikan dengan kurangnya donatur zakat di Lazismu karena kebanyakan donatur langsung membayarkan zakatnya di Baznas. Alhasil lazismu hanya memanfaatkan dana dari celengan infaq yang telah disebar ke toko/kios/perorangan. Padahal seharusnya pengelolaan zakat oleh Baznas harus melibatkan jejaring sosial termasuk Lazismu dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Jaringan baznas dijelaskan pula oleh Xxxxx Xxxxxx (2016) dipenelitannya berjudul “Networking Badan Amil Zakat Nasional Jawa Barat dalam Meningkatkan Pelayanan Zakat”, umumnya jaringan Baznas terdiri dari pihak-pihak seperti berikut :
Gambar 14.
Membangun Jaringan Baznas
Sumber : journal.unisgd
Gambar diatas menjelaskan ruang lingkup hubungan dalam kelompok resmi/kerja diantaranya (a) pemerintah berkepentingan terhadap terlaksananya program-program Baznas yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pemerintah harus membina dan memonitor terhadap mutu Baznas, (b) industri sangat berkepentingan terhadap penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan oleh industri untuk mendukung operasinya, (c) Lembaga Amil Zakat (LAZ), Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berkepentingan untuk menjalin kerjasama dengan Baznas agar program- program sosialnya dapat terlaksana dengan baik, (d) masyarakat memiliki kepentingan agar nilai-nilai moral dapat tersebar dengan baik terhadap seluruh anggotanya [41]. Selain Lembaga Swadaya Masyarakat dan lazismu, Baznas juga tidak terlihat menjalin komunikasi baik personal maupun kelembagaan dengan dinas sosial kabupaten Jeneponto. Berdasarkan hasil penelitian, dinas sosial menjalankan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui bantuan sosial secara independen begitupun Baznas dalam hal pengelolaan zakat. Artinya, bahwa pesan dari masing-masing lembaga tidak tersampaikan dengan baik Dari perspektif dinas sosial sebagai lembaga pemerintahan, penyebab tidak adanya komunikasi karena Baznas belum melakukan sosialisasi secara intensif ke dinas-dinas di kabupaten Jeneponto. Peran para amil zakat selaku pengemban amanah dalam pengelolaan dana zakat khususnya dalam pengumpulan tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa dukungan dari penguasa, dalam hal ini pemerintah. Hal ini disebabkan karena para amil pada hakikatnya adalah wakil penguasa dalam hal pemungutan zakat tersebut [42]. Sementara Xxxxxx sendiri barusaja resafel pengurus baru, oleh karena itu membutuhkan waktu untuk menjangkau lembaga pemerintahan, non pemerintahan dan lainnya.
Pendekatan terakhir adalah interaksi. Interaksi adalah jenis tindakan yang terjadi karena dua atau lebih objek memiliki efek satu sama lain [43]. Pendekatan interaksi dalam penelitian ini dikatakan belum terealisasi dengan baik, karena belum adanya proses interaksi antar aktor lembaga. Penelitian secara khusus menyorot interaksi antara dinas PMD dengan baznas. Penentuan ini didasarkan karena nilai yang diperoleh antara kedua lembaga tersebut. Baznas sebagai lembaga pengelola zakat harusnya menjalin kerja sama dengan lembaga pemerintahan, namun fakta membuktikan bahwa hubungan baznas dengan dinas PMD hanya sebatas zakat profesi. Konsep zakat profesi sendiri yaitu pemotongan 2,5% dari gaji setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) di kabupaten Jeneponto. Sebagaimana yang disampaikan Xxxxx Xxxxxx dan X. Xxxxxx Xxxxxxxx (2022) dalam penelitiannya berjudul
“Kerjasama Pemerintah Kota Yogyakarta dengan Baznas Kota Yogyakarta”, kerjasama yang dibangun oleh Pemerintah Kota Yogyakarta bersama lembaga sosial keagamaan seperti BAZNAS merupakan modal keberhasilan pembangunan daerah [44].
2. Kendala implementasi program pengentasan kemiskinan dalam membangun sinergitas antar aktor kebijakan
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan mencatat bahwa Jeneponto masih menjadi daerah termiskin, pasalnya total kemiskinan di Jeneponto mencapai 14,28 persen [45]. Selain itu, untuk memperkuat bukti ini maka peneliti melakukan observasi di BPS kabupaten
Jeneponto, kemudian diperoleh data jumlah penduduk miskin dari tahun 2020 hingga 2022. Data tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 15.
Grafik persentase penduduk miskin kabupaten Jeneponto
Persentase Penduduk Miskin Kabupaten
Jeneponto 2020 - 2022
15
14.5
14
Series 1
13.5
13
2020
2021
2022
Sumber : Data BPS kabupaten Jeneponto
Grafik diatas menunjukkan persentase penduduk miskin yang diperoleh dari data BPS kabupaten Jeneponto kemudian divisualisasikan dalam bentuk grafik. Pada tahun 2020 persentase penduduk miskin sebanyak 14,58 persen jika diakumulasikan menjadi 53,24 jumlah penduduk miskin di kabupaten Jeneponto ditahun tersebut. Tahun 2021 persentase penduduk miskin sebanyak 14,28 persen dengan jumlahnya 52,35 penduduk miskin. Selanjutnya, tahun 2022 persentase penduduk miskin mengalami penurunan sebanyak 13,73 persen dengan jumlah penduduk miskin 50,59. Meskipun persentase penurunannya sedikit tiap tahunnya (2020-2022), tapi angka tersebut telah menunjukkan perubahan lebih baik untuk kabupaten Jeneponto karena berangkat dari peringkat termiskin terbawah untuk naik keatas bukan merupakan hal mudah. Oleh karena itu, pemerintah harus memasang strategi yang mampu menjawab tantangan kemiskinan. Hal terpenting bahwa pemda kabupaten Jeneponto juga harus mengevaluasi tantangan/kendala yang terjadi selama kurung waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 3 indikator mendominasi yang menjadi ke dalam dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Jeneponto, antara lain minimnya kolaborasi antar lembaga, kurangnya sosialisasi program dan minimnya ketersediaan anggaran.
Kolaborasi antar lembaga atau akrab dikenal collaborative governance sangat penting. Untuk mengoptimalkan peran pemerintah dalam implementasi kebijakan publik, menurut paradigma new public governance bahwa keterlibatan semua pihak (government, civil society, private sector) [46]. Namun, kolaborasi antar aktor yang diharapkan belum berjalan maksimal. Berdasarkan hasil analisis penelitian, ada beberapa lembaga yang belum menjalin kolaborasi, terlihat dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dengan Pemda kabupaten Jeneponto dan Baznas dengan Lazismu kabupaten Jeneponto. LSM Pattiro Jeka merupakan salah satu lembaga independen yang bergerak dibidang sosial, tujuannya untuk menyejahterakan masyarakat umum. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai penyeimbang pemerintah diekspresikan dalam bentuk masukan-masukan dan pengingat terkait hak dan manfaat pembangunan bagi masyarakat terutama kelompok marjinal [47].
Namun, fakta dilapangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka belum terlalu dilibatkan dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hanya diikutkan pada tahap perencanaan, sementara untuk tahap selanjutnya pemda sudah tidak melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lagi. Hal ini perlu ditinjau kembali, karena Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan wakil rakyat yang berhak untuk mengikuti proses perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan. Xxxx Xxxxxxxxxxxx (2017) mengkaji pentingnya kolaborasi pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam penelitiannya berjudul “Kerjasama Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro dalam Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta”, hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama yang dijalankan antara pemerintah kota Surakarta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro berjalan dengan baik, dibuktikan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia kota Surakarta, kesehatan masyarakat Surakarta dan angka kepuasan terhadap pelayanan kesehatan yang cukup baik [48]
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka mengatakan ada 2 faktor yang melatarbelakangi terkendalanya program kemiskinan dari pemda kabupaten Jeneponto, yaitu road map dan pendataan warga miskin belum tepat sasaran. Road map adalah sebuah dokumen berisi petunjuk atau gambar dalam pelaksanaan suatu program kegiatan secara jelas dan rinci. Panduan tersebut digunakan untuk mempermudah rencana atau strategi mencapai sesuatu serta untuk melihat perubahan yaitu antara after dan before sebuah program. Road map yang dibuat pemda belum menampilkan kegiatan kerja dari beberapa tahun belakangan, artinya baik pemda maupun stakeholders terlibat, tidak bisa menganalisis secara rinci kendala-kendala dan/atau hal yang dicapai dari program tersebut. Kedua adalah masalah pendataan warga miskin belum tepat sasaran. Berdasarkan survei dari dinas sosial kabupaten Jeneponto, pemberian bantuan sosial dalam rangka pengentasan kemiskinan disesuaikan dengan data yang tersedia di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Namun, tantangannya adalah data Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) cenderung tidak diupdate. Sebagai contoh, warga yang sudah meninggal masih terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Kendala lainnya adalah kurangnya sosialisasi program oleh lembaga. Permasalahan dimasyarakat Jeneponto sekarang ini adalah zakat profesi. Zakat profesi adalah zakat yang
dikeluarkan dari hasil yang di peroleh dari pekerjaan dan profesinya. Misalnya pekerjaan yang menghasilkan uang baik itu pekerjaan yang dikerjakan sendiri tampa tergantung dengan orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak (professional)[49]. Kebijakan pemerintah ini dinilai tidak mementingkan banyak pihak dan masyarakat masih asing dengan istilah zakat profesi tersebut. Pada dasarnya kebijakan pemda ini diimplementasikan secara sepihak yaitu dengan langsung memotong gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) sebanyak 2,5 persen sesuai juknis bupati terkait kebijakan zakat profesi. Penguatan regulasi zakat itu salah satunya rancangan regulasi yang mendorong dan mewajibkan pimpinan Kementerian/lembaga pusat dan daerah untuk memfasilitasi pembayaran zakat penghasilan bagi pegawai yang beragama Islam melalui mekanisme penyisihan sebesar 2,5 persen dari gaji dan tunjangan lainnya yang diterima setiap bulan [50].
Beberapa Aparatur Sipil Negara (ASN) menolak pemotongan 2,5 persen itu karena rata-rata mereka sudah mengambil kredit dibank yang tiap bulannya dikenai bunga sekian persen. Perumpamaan gajinya rerata UMR 3,5 juta, kemudian mereka membayar kredit 2 jt. Jadi tersisa 1,5 juta, dan dipotong lagi 2,5 persen. Gaji yang diterima sisanya tidak cukup untuk biaya kehidupan sehari-sehari mereka. Tanggapan ini berbeda dengan aparatur sipil negara yang tidak merasa keberatan dengan pemotongan gaji tersebut dengan alasan bahwa pemotongan langsung itu efektif artinya gajinya sudah dibersihkan jadi tidak perlu membayar lagi setelah mendapat gaji bulanan. Selain itu, mereka juga beranggapan bahwa zakat wajib dibayarkan dan harta tersebut merupakan hak dari mustahik (penerima zakat/yang membutuhkan). Dari perspektif islam, menyumbangkan dan memberikan zakat bukan hanya tindakan keagamaan, tetapi fungsinya juga untuk melayani solidaritas sosial diantara umat islam [51]. Alhasil kebijakan ini, dipending dan dievaluasi kembali oleh Pemda. Padahal rencana zakat profesi di kabupaten Jeneponto oleh Pemda sudah ada sejak 2020, tahun 2023 adalah tahap pelaksanaan zakat profesi, namun ternyata belum bisa diterima oleh semua masyarakat.
Membangun trust masyarakat memang sulit, Xxxxxxx Xxxxx (2018) dalam penelitiannya berjudul “Pengelolaan Zakat Profesi Aparat Sipil Negara”, hasil penelitian menemukan bahwa zakat profesi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Baznas kabupaten Maros belum efektif, disebabkan karena minimnya kesadaran dan pengetahuan para aparatur sipil negara tentang sistem pengeluaran zakat profesi [52]. Disisi lain zakat profesi justru telah berhasil diimplementasikan di kota Cirebon, BAZNAS Kabupaten Cirebon telah melaksanakan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan dengan standar dan sasaran yang telah dibuat. Salah satu standar yang berbeda dari tahun sebelumnya yaitu adanya instruksi Bupati Cirebon Nomor 328 Tahun 2020 yang berisi setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) wajib membayar zakat profesi di BAZNAS Kabupaten Cirebon sebesar Rp.100.000 dari gaji bersih dipotong langsung oleh Unit Pengumpul Zakat (UPZ) [53]. Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini perlu untuk melibatkan segenap stakeholders untuk mencari solusi terbaik agar tidak ada pihak yang dirugikan dari kebijakan itu.
Sosialisasi zakat dilakukan oleh BAZNAS Jawa Barat dengan menyampaikan dan melakukan pendekatan kepada masyarakat terkait pengumpulan dana zakat. Sosialisasi tersebut dilakukan baik dengan penyampaian informasi secara tatap mukamaupun dengan menggunakan media (media massa dan media sosial). Sosialisasi penerimaan zakat kemudian diperkuat dengan melakukan edukasi zakat kepada masyarakat. Tujuan
edukasi ini adalah untuk menanamkan kesadaran kepada masyarakat terkait kewajiban dan manfaat zakat bagi kemaslahatan umat.Xxxx Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxxx (2018) dalam penelitiannya berjudul “Manajemen Komunikasi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi Jawa Barat” menunjukkan pentingnya sosialisasi dalam fundraising dana zakat. Sosialisasi zakat dilakukan oleh BAZNAS Jawa Barat dengan menyampaikan dan melakukan pendekatan kepada masyarakat terkait pengumpulan dana zakat, sosialisasi dilakukan baik dengan penyampaian informasi secara tatap muka maupun dengan media sosial. Tujuannya adalah untuk menanamkan kesadaran kepada masyarakat terkait kewajiban dan manfaat zakat bagi kemashlahatan umat [54]. Selain itu, kurangnya sosialisasi program zakat juga dipahami masyarakat Jeneponto hanya sebatas zakat fitrah yang dikeluarkan saat bulan romadhon. Dampaknya jumlah muzakki (pedonor zakat) sangat kurang di Baznas kabupaten Jeneponto. Kurangnya sosialisasi ini berdampak pada dana yang terkumpul oleh Xxxxxx (dan lainnya), berdasarkan data pengumpulan zakat, infaq dan sedekah tahun 2022 dari bulan juli hingga desember digambarkan sebagai berikut :
Gambar 16.
Total pengumpulan zakat, infaq dan sedekah (Juli – Desember 2022)
Sumber : Data Baznas kabupaten Jeneponto
Data diatas menunjukkan total pengumpulan zakat, infaq dan sedekah oleh Baznas kabupaten Jeneponto. Baznas kabupaten Jeneponto baru berjalan maksimal ditahun 2022 setelah pergantian pengurus diawal tahun, oleh karena itu data dikumpulkan ditahun tersebut. Ditahun sebelumnya 2021, pengurus lama meninggalkan data-data pengumpulan dan penyaluran zakat, infaq dan sedekah. Data diambil dari bulan juli hingga desember karena dibulan tersebut, pengumpulan berjalan. Sebagaimana ditunjukkan bahwa bulan juli pengumpulan zakat 0% atau tidak ada berbeda dengan infaq dan sedekah justru mendapat pendanaan sebanyak 16.225.000. Hal ini sama terjadi dibulan berikutnya agustus untuk zakat sebanyak 0% sementara jumlah dana infaq bertambah menjadi Rp18.784.500. Bulan berikutnya september, dana zakat mulai ada sebanyak 711.548 dan infaq mengalami peningkatan lagi Rp20.195.412. Bulan oktober dana zakat meningkat secara signifikan
menjadi Rp2.144.048, sedangkan infaq justru menurun dari bulan sebelumnya yaitu Rp19.721.412. Selanjutnya, dibulan november dana zakat di kabupaten Jeneponto meningkat 2 kali lipat Rp4.806.587 dan infaq sedikit naik Rp19.795.912. Terakhir dibulan desember 2022 dana zakat terkumpul mengalami penurunan dibanding bulan november yaitu Rp4.176.188, hal ini sama halnya dengan infaq dan sedekah menurun diangka Rp19.7210930.
Jadi total pengumpulan sebanyak Rp11.838.371 untuk zakat, sementara untuk infak dan sedekah sebanyak Rp114.444.37. Total dana tersebut terbilang lebih rendah dibanding dana yang terkumpul oleh Baznas didaerah lain. Sebagai contoh, dalam kurun waktu enam bulan ini, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Barru berhasil menghimpun dana umat sebanyak Rp 7 miliar dari target Rp 12,8 Miliar, dana Rp 7 M yang terkumpul tersebut bersumber dari dana Zakat Infak dan Sedekah (ZIS) Masyarakat Barru [55]. Dana zakat kabupaten Jeneponto dibanding kabupaten Barru sangat berbeda jauh, oleh karena itu Baznas kabupaten Jeneponto dapat melakukan studi banding sebagai solusi untuk meningkatkan dana muzakki ditahun 2023 ini. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa total dana zakat dan infaq serta sedekah yang terkumpul per bulannya tidak stabil artinya kadang naik dan turun. Untuk lebih memahami uraian diatas, maka total pengumpulan juli hingga desember 2022 dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 17.
Grafik total pengumpulan juli – desember 2022
25000000
20000000
15000000
10000000
5000000
Zakat
Infaq dan Sedekah
0
Sumber : Olah data peneliti
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa total pengumpulan dana infaq dan sedekah lebih besar dibanding zakat di kabupaten Jeneponto. Hal ini juga menjawab persoalan sulitnya membangun trust masyarakat didaerah tersebut. Dana terkumpul dapat berasal dari muzakki-muzakki yang mengumpulkan hartanya ke Baznas, sebagaimana data Baznas kabupaten Jeneponto berikut :
Gambar 18.
Tabel daftar muzakki tahun 2022
No | Bulan | Jumlah | Keterangan |
1 | Agustus | 12 | |
2 | September | 203 |
3 | Oktober | 206 | |
4 | November | 207 | |
5 | Desember | 243 |
Sumber : Data Baznas kabupaten Jeneponto
Total pengumpulan dengan daftar muzakki seperti digambarkan diatas sangat berhubungan, apabila jumlah muzakki (donatur zakat) banyak per bulannya (meningkat) maka jumlah dana zakat yang terkumpul tentu juga meningkat. Namun, tabel daftar muzakki bulan juli hingga desember tahun 2022 tersebut menyimpulkan bahwa jumlah muzakki di kabupaten Jeneponto hanya bertambah sedikit per bulannya atau jika dipersentasekan hanya 5 – 10%.
Kendala pelaksanaan program pengentasan kemiskinan adalah minimnya ketersediaan anggaran. Anggaran (Budget) secara umum diartikan sebagai suatu rencana kerja untuk suatu periode yang akan datang yang telah dinilai dengan uang. Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang [56]. Xxxxx (2003) mengatakan anggaran sangat penting dipahami karena (1) anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial ekonomi, (2) sebagai instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga pemerintah daerah; (3) anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja pemerintah (government performance measurement tool). Dinas PMD sebagai perpanjang tangan bupati bertugas melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dibidang pemberdayaan masyarakat, selain itu PMD juga berperan untuk mengelola kegiatan keagamaan seperti pelaksanaan lomba mengaji, dakwah dan lainnya. Sebagai lembaga pemerintahan, dinas PMD mengalami kendala anggaran. Berdasarkan laporan hasil penelitian menyatakan bahwa salah satu kendala dalam pelaksanaan program kesejahteraan masyarakat adalah kurangnya dana. Jadi, untuk menyesuaikan program dengan anggaran harus selektif untuk memilih program yang benar-benar prioritas untuk direalisasikan [57].
3. Pengembangan Model Multipartner Governance dalam pengelolaan Fundrising dana Zakat di Kabupaten Jeneponto.
Model multipartner governance ditentukan dengan 4 variabel yaitu partisipasi aktor, perspektif aktor, aksebilitas aktor dan penentuan tindakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perspektif aktor mendapat nilai tertinggi atau mendominasi dibanding variabel lainnya. Artinya pemahaman aktor terkait fundraising dana zakat sudah diketahui yaitu dari Kementerian Agama, Baznas, Lazismu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dan Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) kabupaten Jeneponto.
Partisipasi aktor, mengkaji bagaimana peran aktor dalam fundraising xxxx xxxxx. Fundraising atau penggalangan dana zakat, artinya bagian ini ingin melihat peran lembaga- lembaga pemerintah atau non pemerintah atau masyarakat untuk ikut terlibat menggalangkan dana zakat. Lembaga-lembaga yang memiliki peran tersebut sebagaimana diutarakan dalam undang-undang yaitu Baznas, Kementerian Agama dan Lazismu. Oleh karena itu, lembaga tersebut harus berperan kuat untuk fundraising dana zakat. Sementara lembaga lainnya, berperan untuk mendukung lembaga pokok tersebut seperti menunaikan dana zakatnya ke Baznas dan/atau membantu menyuluhkan pentingnya berzakat. Pada dasarnya dengan berzakat berzakat sama artinya kita memberdayakan mustahik, menurut
Xxxxxxx (2020) tujuan memberdayakan mustahik yaitu untuk menciptakan kemandirian ekonomi secara langsung juga mampu mengentaskan kemiskinan [58].
Badan Amil Zakat daerah adalah badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk pemerintah berdasarkan Kepres RI No.8 tahun 2011 berperan melaksanakan tugas atau fungsi untuk menghimpun dan menyalurkan dana ZIS pada tingkat nasional [59]. Artinya eksistensi Baznas sudah diakui oleh undang-undang, oleh karena itu perannya diharapkan dalam pengelolaan zakat. Di kabupaten Jeneponto sudah direalisasikn oleh Baznas meskipun maksimal. Sejauh ini ada beberapa kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh Baznas adalah pertama transparansi kerja, dibuktikan dengan terbukanya pelaporan dana yang masuk dan diterima, setiap bantuan yang disalurkan didokumentasi agar tidak sekadar data tapi juga menunjukkan realisasi. Kedua, evaluasi rutin, Baznas melakukan rapat rutin tiap jum’at sore untuk merembukkan program yang berhasil dan hal yang masih perlu dibenahi. Setiap masalah yang terjadi dimusyawarahkan bersama, kemudian diambil solusi terbaik dari keputusan bersama. Ketiga, program-program yang terlaksana terbukti manfaat/dampaknya untuk masyarakat.
Adapun programnya adalah Jeneponto Sehat, Baznas memberikan bantuan berupa biaya pengobatan rumah sakit untuk masyarakat membutuhkan. Selain itu, ada jeneponto cerdas bergerak dibidang pendidikan seperti beasiswa untuk melanjutkan sekolah atau kuliah. Konsep beasiswanya diberikan sekali atau langsung, bukan bertahap seperti program KIP atau bidikmisi. Jeneponto mandiri bergerak untuk membantu kemandirian ekonomi masyarakat berupa pengembangan usaha kecil atau disebut UMKM, diberikan modal usaha. Terakhir adalah jeneponto peduli, ini disalurkan ketika ada bantuan mendadak seperti bencana alam seperti banjir, kebakaran, dan lainnya. Usaha Baznas kabupaten Jeneponto sendiri dibenarkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka, yang mengatakan bahwa Baznas merupakan lembaga terkuat terkait bantuan sosial dan sangat cepat tanggap ketika ada musibah yang menimpa masyarakat. Karena Baznas menjadi wadah di suatu daerah yang mampu memecahkan permasalahan sosial dan ekonomi. Selain itu juga mampu meminimalisir kemiskinan, kesenjangan sosial, pengangguran, dan kesenjangan pendapatan ekonomi [60]. Keempat, membentuk Liz untuk mempermudah menjangkau berbagai kalangan sampai pelosok daerah di kabupaten Jeneponto. Selain itu, Xxx dibentuk gunanya membantu Baznas mengumpulkan dana zakat. Karena anggota Baznas jumlahnya sendiri, oleh karena itu sangat sulit jika mengandalkan anggota yang tidak lebih dari 20 orang untuk terjun ke lapangan. Selain Xxx, sebenarnya Baznas harus dapat lebih kreatif untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Xxxxx berjudul “Baznas Strategy for Capital Market”, penelitian menunjukkan bahwa Baznas dapat meningkatkan aktivitas mereka melalui aplikasi digital seperti Gopay atau Shopee untuk menjangkau filantropis, hal ini merupakan terobosan yang diapresiasi umat Islam di Indonesia [61]. Realisasi dari program-program baznas dibuktikan dengan laporan dana penyaluran yang diperoleh peneliti dari baznas kabupaten Jeneponto, kemudian digambarkan sebagai berikut :
Gambar 19.
Data penyaluran dana zakat, infaq dan sedekah kabupaten Jeneponto
Sumber : Data penyaluran baznas kabupaten Jeneponto
Adanya laporan pengumpulan dan penyaluran sebagaimana yang telah diterakan oleh peneliti menunjukkan transparansi dari banzas kabupaten Jeneponto. Adapun jumlah dana yang dikeluarkan untuk asnaf (sesuai 8 golongan mustahik) yaitu sebanyak Rp284.219.800 dan dan bidang program sebanyak Rp215.219.800 dengan total dana zakat Rp215.819.000 dan infaq sebanyak Rp68.400.000. Kemudian yang menjadi persoalan dana yang disalurkan lebih banyak dibanding dana yang terkumpul, hal ini karena oleh pengurus baru memanfaatkan dana dibulan sebelumnya (januari – juni 2022), sehingga dilaporan penyaluran bulan juli – desember 2022 lebih banyak.
Hanya saja, kendalanya selain sosialisasi adalah banyak muzakki yang langsung menyerahkan dananya ke mustahik. Biasanya disebabkan karena distribusi dan penyalurannya tidak maksimal, sehingga masyarakat lebih memilih untuk memberikannya sendiri. Masyarakat terbiasa membayar zakat langsung ke mustahik atau amil di desa-desa, seperti membayar zakat kepada kyai [62]. Sebenarnya diperbolehkan dalam Islam, akan tetapi ada baiknya pengelolaan zakat diserahkan ke Lembaga Amil Zakat (LAZ) (undirect zakat system) dalam rangka menghimpun dana zakat (infak dan shadaqah) agar lebih luas dirasakan manfaatnya oleh masyarakat [63]. Meskipun sudah memasang strategi perpanjangan tangan yaitu memanfaatkan individu/lembaga, namun itu belum menjawab tantangan yang dihadapi. Buktinya masih banyak masyarakat yang belum berzakat, dan juga harusnya Baznas bisa bekerja sama dengan lembaga lainnya dalam fundraising. Ini agak rancu, karena dinas lainnya merasa tidak dilibatkan dalam hal fundraising padahal Baznas sendiri mengatakan bahwa mereka sudah melakukan sosialisasi ke lembaga-lembaga bahkan dibantu oleh Pemda untuk mensosialisasikan zakat. Selain itu, masih ada masyarakat berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belum tahu zakat profesi tersebut. Masalah tersebut juga terjadi di Lazismu sebagai lembaga yang mempunyai hak soal zakat. Lazismu
berpendapat bahwa mereka tidak diikutkan untuk pengurusan zakat. Meskipun begitu, lazismu tetap aktif memainkan perannya.
Lazismu sendiri dibentuk untuk mampu bersumbangsih dalam mendorong keadilan sosial, pembangunan manusia dan mampu mengentaskan kemiskinan [64]. Xxxxx Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxxx (2022) berjudul Peran LAZISMU (Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Sadaqah Muhammadiyah) dalam Mengentaskan Kemiskinan Masyarakat kota Medan, dimana disimpulkan bahwa pertama, Lazismu menghimpun dana dalam bentuk zakat, infaq, sedekah dan waqaf melalui sistem menjemput kerumah-rumah, transfer bank dan call center. Kedua dana dihimpun Xxxxxmu akan disalurkan dalam beberapa program yang terstruktur antara lain 1) pendidikan 2) ekonomi 3) kesehatan 4) sosial kemasyarakatan 5) dakwah dan kegiatan lainnya [65]. Dibuktikan dengan penggalangan dana infaq dimasyarakat berupa celengan infaq yang telah disebar ke toko-toko. Hasil dari dana infaq nya tersebut dikumpulkan tiap bulan bagaimanapun jumlahnya diambil oleh eksekutif lazismu. Dana infaq itu terbukti memberikan dampak yang signifikan kepada masyarakat, beberapa dampak dirasakan oleh masyarakat yaitu program 1000 gerobak oleh Baznas.
Dikutip dari berita suara Muhammadiyah, launching 1000 Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan penyerahan gerobak dari ketua Lazismu kabupaten Jeneponto dirangkaikan dengan dilaksanakannya milad ke-109 Muhammadiyah tingkat daerah [66]. Konsep 1000 gerobak ini, dengan memberikan gerobak-gerobak sebagai modal usaha. Lazismu tidak ingin memberikan uang tunai sebagai modal usaha karena uang tersebut bisa digunakan membeli barang yang tidak dibutuhkan, jadi lazismu ingin masyarakat benar- benar memanfaatkan bantuan tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Makanya, diberikannya gerobak untuk masyarakat berjualan. Salah satu yang telah merasakan dampak tersebut adalah tukang bengkel yang mendapat bantuan gerobak untuk usaha bengkelnya. Selain itu, ada juga mahasiswi mendapat bantuan biaya pendidikan untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, tidak hanya itu Lazismu juga membantu organisasi kemuhammadiyahan ketika melaksanakan kegiatan dengan syarat mengajukan proposal kegiatan terlebih dahulu. Baznas dan Lazismu perlu menjalin kerja sama dengan maksimal, agar bisa meningkatkan jumlah muzakki dan juga kualitas pengelolaan zakat.
Bukti dari kerja sama ini dapat dilihat dari kerja sama yang dijalin Baznas RI dan Lazismu dengan membuat program kolaborasi kebajikan zakat dititik lokasi kabupaten Serang, Banten. Melalui program Kolaborasi Kebajikan Zakat yang dijalin antara BAZNAS dan Lazismu, berbagai permasalahan kemiskinan diharapkan dapat teratasi dengan baik [67]. Selain itu, secara nasional Lazismu menandatangani program kerjasama kemitraan jangka panjang dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas RI), Ketua umum PP Muhammadiyah RI Xxxxxx Xxxxxx berharap Baznas memperluas kerjasama serupa dengan berbagai lembaga amil zakat lain agar tujuan Baznas optimalisasi kemanfaatan zakat semakin ringan dan mudah diwujudkan [68]. Disamping Baznas dan Lazismu, Kementerian Agama juga berperan penting perihal zakat karena perannya sebagai pengawas penyelenggaraan zakat di kabupaten Jeneponto. Menurut X. Xxxxxxxxxx selaku kepala kantor Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Selatan mengatakan Kementerian Agama dalam pengelolaan zakat peranannya sebagai fasilator, coordinator, motivator dan regulator, untuk memudahkan dan memajukan pengolaan zakat [69].
Penelitian Fatmawati, dkk (2016) membuktikan peran Kementerian Agama sebagai pengawas zakat, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kementerian Agama Kabupaten Wajo telah melakukan pengawasan dalam pembagian zakat, namun dalam kenyataannya pengawasan yang dilakukan Kementerian Agama Kabupaten Wajo masih belum efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan pemantauan Kementerian Agama Kabupaten Wajo hanya pada laporanlaporan tertulis saja, dan hal tersebut dapat dinilai dari hasil wawancara dan para informan dan observasi yang dilakukan peneliti dilapangan [70]. Artinya bahwa Kementerian Agama memiliki fungsi monitoring/mengawasi jalannya zakat yang dilakukan oleh pihak Baznas. Kementerian Agama di Kabupaten Jeneponto sudah merealisasikan perannya dengan baik dibuktikan dengan keterlibatannya sebagai pengawas ketika ada kegiatan pemberian bantuan sosial kepada korban bencana alam oleh Baznas. Selain itu, perannya direalisasikan melalui komunikasi dan informasi yang disebarkan via grup media sosial bersama pihak Baznas, namun kerja sama ini belum maksimal karena koordinasi belum terlalu rutin dilakukan dan harusnya selalu ada diskusi bersama antara Baznas, Kementerian Agama dan Lazismu untuk membahas pengelolaan zakat. Kerjasama yang dilakukan oleh lembaga zakat kepada instansi penerintah dan swasta sangat membantu lembaga zakat dalam pengumpulan zakat. Karena upaya ini memudahkan muzakki dalam menyalurkan zakatnya melalui pemotongan gaji mereka pada setiap bulan dan meringankan tugas pengelola zakat dalampengumpulan zakat [71].
Selanjutnya, menguraikan peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dalam fundraising dana zakat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa LSM Pattiro tidak terlibat dalam fundraising dana zakat, meskipun begitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka memiliki komunikasi personal. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah organisasi/lembaga yang anggotanya adalah masyarakat warga negara republik Indonesia yang secara sukarela atau kehendak sendiri berniat serta bergerak dbidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya [72]. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka kabupaten Jeneponto belum intens diikutkan oleh Baznas dalam pengelolaan dana zakat, meskipun begitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka sangat aktif melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Beberapa kegiatan sosial yang sudah dilaksanakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka adalah pertama membuat 3 group arisan bedah rumah. Dari dana arisan tersebut sebagian akan disalurkan untuk membedah rumah masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka membantu bedah rumah masyarakat dari nol, artinya dari perencanaan sampai pembangunan rumahnya, tidak hanya sekadar bantuan materil/bahan atau uang yang diberikan.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengatakan ini juga sebagai bentuk sindiran untuk pemerintah yang selama ini gaya membantunya dinilai kurang efektif karena membantu hanya sekadar bahan-bahan bangunannya tidak selesai sampai tahap membangun rumahnya. Kedua, adalah bantuan sosial yang diberikan ketika musibah bencana alam seperti bantuan beras, pakaian, minyak, alat mandi dan lainnya. Ketiga adalah program pengadaan pelayanan masyarakat. Program ini dilakukan untuk membantu masyarakat yang masih bingung untuk mengisi form data kependudukan. Jadi, ketika didinas sosial/ataupun
mengisi form bantuan sosial sudah tidak bingung lagi. Karena kesalahan pengimputan data dapat menyebabkan kesalahan penyalurannya juga.
Terakhir menyorot bagian Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) dalam program pengentasan kemiskinan. Bagian Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) adalah organisasi supporting staff penyelenggara kesejahteraan sosial menurut Peraturan Walikota Malang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Sekretariat Daerah [73]. Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) di kabupaten Jeneponto juga berperan penting sebagai penyelenggara kegiatan-kegiatan islam. Hal ini dibuktikan dengan beberapa program yang telah terlaksana yaitu Xxxxxxxxx Xxxxx untuk melahirkan insan yang cerdas dan religius. Ini juga sebagaimana misi Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) untuk mewujudkan seribu hafidz di Jeneponto kurang dari 2018 sampai 2023. Secara utuh “Jeneponto SMART” dapat dimaknai sebagai suatu konsep dan strategi pembangunan kekinian yang dikenal dengan istilah “SMART CITY/SMART REGENCY”. Strategi tersebut akan ditransformasikan menjadi konsep pembangunan Kabupaten Jeneponto sesuai dengan kondisi dan lingkungan strategis daerah [70]. Program lainnya ada pusat studi islam dari Kesejahteraan Masyarakat (KESRA). Pusat Studi Islam dan Sains (PSIS) merupakan pusat studi yang didirikan untuk mengkaji dan mengembangkan kajian terintegrasi antara islam dan sains. Dalam sains islam, referensi utama atau data primer sains islam diperoleh dari teks-teks Al-Quran dan hadits nabi [74]. Pusat Studi Islam dihadirkan oleh Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) dengan tujuan untuk menghadirkan kiai-kiai muda ditengah gejolak kompleksitas masyarakat sekarang ini. Melihat upaya Kesra untuk meningkatkan kualitas keagamaan di kabupaten Jeneponto, maka hendaknya Baznas/ Kementerian Agama ataupun Lazismu mengajak Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) terkait pengelolaan zakat.
Perspektif aktor mengkaji bagaimana pemahaman aktor terkait fundraising xxxx xxxxx. Setiap aktor memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai program, terdapat beberapa aktor yang sudah tahu kriteria dan tujuan dari program, namun ada juga beberapa yang belum tahu mengenai adanya program [75]. Berdasarkan hasil penelitian pada variabel perspektif aktor menyoroti lembaga Baznas, Lazismu, Kementerian Agama dan Desa Palajau. Variabel ini juga menunjukkan dominasi dibanding variabel lainnya. Baznas sebagai badan pengelola zakat sudah sepatutnya mempunyai pemahaman mengenai program zakat termasuk fundraising dana zakat. Hal ini dibuktikan dengan beberapa hal yaitu pertama pembagian struktur organisasi di Baznas kabupaten Jeneponto. Baznas kabupaten Jeneponto memiliki 9 pengurus terdiri dari ketua, wakil ketua I bertugas untuk pengumpulan ZIS , wakil ketua II bertugas dibidang pendistribusian dan pendayagunaan, wakil ketua III bertugas dibidang pelaporan dan keuangan dan wakil ketua IV bertugas dibidang Sumber Daya Manusia (SDM) Administrasi dan umum. Kemudian, masing- masing bidang memiliki 1 staf yang bertugas didalamnya mulai dibidang pengumpulan ZIS sampai bidang Sumber Daya Manusia (SDM) administrasi dan umum. Setiap pengurus bekerja sesuai tupoksinya masing-masing, oleh karena itu dikatakan Baznas memiliki pemahaman terkait zakat. Efektifitas dan efesiensi suatu organisasi ditentukan oleh tiga elemen penting yaitu misi dan strategi organisasi, struktur organisasi, dan sumber daya manusia [76].
Kedua, perspektif aktor oleh Xxxxxx dilihat dari pemahaman terkait tolak ukur keberhasilan. Bahwa tolak ukur dinilai dari santunan yang diberikan Baznas setiap bulan dari dana zakat yang diterima oleh Muzakki. Selain itu, program dikatakan berhasil apabila dana zakat sudah diterima oleh 8 golongan yang berhak sebagaimana dikatakan ketua Baznas kabupaten Jeneponto. Penerima zakat sudah sangat jelas, ada dalam 8 Asnaf yaitu Fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Riqab, Gharimin, Fisabilillah dan Xxxx Xxxxx. Tidak boleh di luar dari delapan kategori tersebut [77]. Ketiga, dilihat dari pengetahuan Baznas perihal tujuan keberadaannya. Tujuan Baznas kabupaten Jeneponto adalah menunaikan kewajiban kepedulian sosial dan menyejahterakan masyarakat secara spesifik untuk mengentaskan masalah kemiskinan. Terakhir, dinilai dari pengetahuan tentang proses penyaluran dana zakat. Dijelaskan bahwa semua mustahik (penerima zakat) didata dengan baik yaitu observasi langsung dilapangan dan mendokumentasikan setiap kegiatan sebagai bentuk transparansi Baznas. Setelah itu, putusan bersama dihasilkan dari musyawarah bersama anggota internal untuk menentukan skala prioritas mustahik, bantuan layak diberikan dan strategi untuk menyalurkannya.
Selain Baznas, Kementerian Agama kabupaten Jeneponto juga memahami program zakat dengan baik. Secara spesifik peran Kementerian Agama terkait fundraising dilihat dari peran untuk mensosialisasikan pentingnya berzakat diskala madrasah, lembaga pemerintahan karena kewenangan Kementerian Agama hanya sampai situ, untuk terjun ke lapangan secara langsung menjadi wewenang Baznas sendiri sebagai pengelola. Selain itu, perihal zakat ada hal yang bisa dilihat dari fundraising dana zakat oleh Kementerian Agama yaitu tolak ukur keberhasilan program. Tolak ukur keberhasilan program, terkait ini Kementerian Agama kabupaten Jeneponto dalam rangka membantu program Baznas berupaya untuk memprogramkan kampung zakat. Kampung zakat merupakan terobosan dari pemerintah dalam rangka memberdayakan ekonomi umat, yakni dengan program “Kampung Zakat” yang dibawah naungan Kementerian Agama khususnya Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan BAZNAS serta Forum Zakat [78]. Sementara, desa Palajau merupakan salah satu desa di kabupaten Jeneponto. Analisis penelitian membuktikan bahwa desa Palajau tidak memiliki peran dalam fundraising dana zakat ataupun tahap pengelolaan zakat lainnya. Pasalnya Baznas tidak pernah masuk melakukan sosialisasi didesa tersebut dan juga tidak ada komunikasi personal antara pemerintah desa dengan Baznas ataupun secara kelembagaan. Padahal kolaborasi ini sangat diharapkan, sebagaimana salah satu penelitian yang pernah mengkaji peran Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dipemerintahan desa terbukti dapat meningkatkan dana zakatnya. Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Desa Wonoketingal sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada. Unit Pengumpul Zakat (UPZ) telah mengumpulkan zakat mal disetiap panen dan mengumpulkan zakat fitrah disetiap tahun. Unit Pengumpul Zakat (UPZ) juga telah mengumpulkan dana infak sedekah berupa santunan anak yatim dan kurban. Ditahun 2015 dana zakat dan infak sedekah yang terkumpul cukup besar (Rp632.989.200) untuk kategori Unit Pengumpul Zakat (UPZ) desa [79].
Multipartner governance juga dinilai dari variabel aksebilitas aktor. Aksebilitas dimaksudkan untuk mengetahuai bagaimana akses aktor terhadap fundraising dana zakat di kabupaten Jeneponto. Hasil penelitian menunjukkan pendekatan ini dilihat dari 2 lembaga yaitu dinas sosial kabupaten Jeneponto dan Baznas kabupaten Jeneponto. Meskipun, ada
lembaga-lembaga lainnya, namun kedua lembaga ini paling menyorot menyorot dari data hasil wawancara. Dinas sosial adalah satuan kerja perangkat daerah yang melaksanakan kegiatan pada bidang kesejahteraan masyarakat dan sosial [80], tentu ini harusnya ada kaitan dengan fundraising dana zakat. Sebagaimana zakat merupakan salah satu upaya mengentaskan kemiskinan masyarakat. Namun, fakta dilapangan membuktikan bahwa dinas sosial tidak memiliki akses untuk fundraising dana zakat ataupun tahap pengelolaan zakat lainnya. Salah satu tugas dan fungsi dinas sosial adalah menyelenggarakan program kesejahteraan sosial, dan salah satunya adalah panggulangan kemiskinan [81].
Beberapa program Dinas Sosial yaitu (a) Program penataan administrasi kependudukan, (b) Program pemberdayaan fakir miskin komunitas adat terpencil (KAT) dan para penyandang masalah kessos (PMKS) lainya, (c) Program peningkatan pelayanan kepada penduduk miskin dan penyandang masalah kesejahteraan social, (d) Program penanganan masalahmasalah strategis yang menyangkut tangkap cepat darurat dan LBK,
(e) pembinaan penyandang cacat dan exs trauma, (f) program pemberdayaan fakir miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, (g) program peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) kesejahteran sosial, (h) program pengembangan dan pembinaan sosial masyarakat [82]. Adapun kegiatan yang dilakukan Dinas sosial kabupaten Jeneponto misalnya pemberian bantuan sosial, mengupdate Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), mengurus administrasi sosial kependudukan, mengatur strategi pendataan masyarakat dan lainnya. Tidak ada komunikasi/koordinasi antara Baznas dengan dinas sosial baik secara personal maupun kelembagaan. Hal ini menjadi faktor dinas sosial tidak dilibatkan untuk fundraising. Padahal dinas sosial berpotensi untuk membantu Baznas, karena kedua lembaga tersebut memiliki akar yang sama yaitu dibidang sosial.
Berbeda dengan Baznas kabupaten Jeneponto yang memiliki kewenangan dalam fundraising dana zakat. UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mengatur bahwa zakat dapat disalurkan melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Undang-undang tersebut memperkuat posisi BAZNAS sebagai pengumpul dana zakat [83]. Meskipun memiliki akses terkait pengelolaan dana zakat, namun Baznas kabupaten Jeneponto menghadapi banyak masalah, salah satunya adalah minimnya muzakki yang membayarkan zakatnya ke Baznas. Aksebilitas Baznas kabupaten Jeneponto sebagaimana dilihat dari kekuatan dan kelemahan dihadapi. Kurangnya kepercayaan masyarakat akibat sosialisasi tidak diperluas oleh Baznas. Membangun trust masyarakat pada dasarnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Menurut Xxxxxxx (1993) Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang- orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai [84]. Ini menjadi tantangan besar Baznas kabupaten Jeneponto. Masyarakat Jeneponto belum banyak mengetahui cara menghitung zakat dan kepada siapa zakat itu disalurkan. Disertai faktor lainnya, bahwa mereka meyakini tidak ada sanksi apapun bagi yang tidak mengeluarkan zakat karena pemahaman mereka masih belum mengerti tentang zakat sesuai syari’at [85].
Terakhir, pendekatan penentuan tindakan menjadi variabel penentu model multipartner governance. Penentuan tindakan mengkaji mengenai bagaimana cara aktor untuk mengambil suatu tindakan/keputusan perihal fundraising dana zakat di kabupaten Jeneponto. Sebuah organisasi akan dapat menjalankan fungsinya apabila pemimpinya
mampu mengkoordinasi anggota organisasi sesuai dengan tangung jawab dan tugas masing- masing serta mampu mengambil keputusan yang tepat [86]. Namun dalam pengambilan keputusan yang memiliki kewenangan untuk mengesahkan keputusan itu terletak pada pimpinan organisasi tersebut [87]. Fundraising dana zakat dalam penelitian ini ditunjukan dengan pengambilan tindakan oleh Kemenag. Sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan zakat, Kementerian Agama memiliki kewenangan untuk menentukan tindakan lembaga. Kementerian Agama kabupaten Jeneponto terdapat satu bidang yang khusus mengelola zakat yaitu bidang penyelenggara zakat diketuai oleh ibu Dra. Xx. Xxxxxxxx. Adapun keputusan diambil dengan membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dalam rangka membantu Baznas untuk mengumpulkan dana zakat. Unit Pengumpul Zakat (UPZ) memiliki peran penting dalam hal pengelolaan zakat di tingkat terendah sehingga Unit Pengumpul Zakat (UPZ) ini menjadi salah satu faktor penentu berjalan atau tidaknya pengelolaan zakat oleh BAZNAS [88]. Pasalnya Unit Pengumpul Zakat (UPZ) ini tidak hanya ada di kementerian agama saja, tapi sejumlah dinas-dinas pemerintahan sudah membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ), meskipun ada yang belum berjalan maksimal. Muzakki di Unit Pengumpul Zakat (UPZ) merupakan para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki golongan yang bervariasi [89]. Disisi lain kementerian agama kabupaten Paser justru menunjukkan peran besarnya tidak hanya dalam fundraising tetapi juga penyaluran dana zakat kepada mustahik, penyerahan kepada tiga orang mustahik diberikan langsung oleh Penyuluh Xxxxxx Xxxxxx Kementerian Agama Paser Ibu Xx.Xxxxxxxx [90]. Selain membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ), kementerian agama kabupaten Jeneponto bersinergitas untuk mensosialisasikan pentingnya berzakat diskala madrasah dan lembaga pemerintahan. Namun, belum berjalan maksimal karena harapannya bahwa ada ahli fiqih benar-benar paham perihal zakat.
Berbeda dengan kementerian agama kabupaten Jeneponto, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka belum mengambil tindakan untuk fundraising dana zakat karena memang perannya tidak ada disana. Meskipun begitu, dari perspektif lembaga sendiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sudah mengambil beberapa tindakan untuk bantuan sosial. Salah satunya adalah pembentukan TPKTD (Tim Penanggulangan Kemiskinan Terpadu Daerah (TPKTD). TPKTD telah disahkan sebagaimana pada peraturan daerah kabupaten Jeneponto no.16 tahun 2018 bab V tim koordinasi penanggulangan kemiskinan pasal 21 ayat (3) berbunyi pembentukan, struktur dan susunan keanggotaan organisasi, fungsi dan tugas masing-masing unsur dalam struktur TKPK diatur dalam peraturan bupati. TPKTD dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dikoordinasikan dengan Bappeda kabupaten Jeneponto yang bergerak untuk mendata atau memetakan warga miskin di kabupaten Jeneponto.
KESIMPULAN
Kemiskinan menjadi masalah mendasar dan menjadi pusat perhatian pemerintah diberbagai negara. Islam memiliki perspektif tersendiri perihal pengentasan kemiskinan yaitu melalui zakat. Zakat dimaknai menyisakan sebagian harta dari orang yang mampu (golongan muzakki) kepada golongan asnaf atau penerima zakat (mustahik). Penelitian ini berusaha mengkaji gerakan fundraising atau penggalangan dana zakat untuk pengentasan kemiskinan. Namun, satu hal masih menjadi masalah adalah kesadaran masyarakat berzakat itu kurang. Oleh karena itu, strategi kolaborasi antar aktor-aktor kelembagaan sangat dibutuhkan terkhusus di kabupaten Jeneponto sebagai lokasi utama penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa hal menjadi kesimpulan :
1. Relasi antar aktor dalam pengentasan kemiskinan di kabupaten Jeneponto melalui tata kelola fundraising dana zakat, diperoleh bahwa variabel koordinasi mendominasi dibanding komunikasi dan interaksi. Xxxxxxxxxx telah berjalan baik, diketahui dari kerja sama Baznas dan kementerian agama, Baznas melibatkan kementerian agama ketika ada pemberian bantuan sosial dan/atau untuk mengawasi jalannya penyaluran zakat. Selain itu, juga kedua lembaga tersebut membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) untuk meningkatkan fundraising dana zakat. Sementara variabel komunikasi, belum berjalan baik karena ditunjukkan dengan tidak adanya komunikasi Baznas dengan Lazismu kabupaten Jeneponto dan juga hubungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka dengan desa Palajau yang hanya sebatas pengurusan administrasi kependudukan bukan fundraising dana zakat. Terakhir variabel interaksi, ini juga belum baik karena ditunjukkan dengan tidak adanya interaksi antara dinas PMD dengan Baznas. Interaksi ini hanya berupa pemotongan gaji untuk zakat profesi.
2. Kendala implementasi program pengentasan kemiskinan dalam membangun sinergitas antar aktor kebijakan, adapun kendala implementasi berdasarkan hasil penelitian antara lain pertama minimnya kolaborasi antar lembaga. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka sebagai lembaga sosial tidak dilibatkan terkait zakat ataupun fundraising dana zakat. Meskipun begitu, komunikasi personal tetap terjalin misalnya ketika penyaluran bantuan sosial (bukan zakat) untuk korban banjir/kebakaran. Selain itu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro juga sebatas dilibatkan dalam perencanaan (tidak sampai pada pelaksanaan) program pengentasan kemiskinan oleh Pemda kabupaten Jeneponto. Kedua, kurangnya sosialisasi program. Ini terkait zakat profesi, dimana masyarakat menolak kebijakan tersebut salah satunya karena mereka belum paham zakat profesi tersebut. Ketiga, kendala kurangnya anggaran/dana. Hal ini dirasakan oleh Baznas dan Kesejahteraan Masyarakat (KESRA). Dana zakat yang terkumpul relatif lebih sedikit sehingga dalam penyaluran juga tidak bisa banyak dan tidak terpenuhi maksmial, sementara Kesejahteraan Masyarakat (KESRA) juga menghentikan/meniadakan beberapa program karena dana tidak mencukupi ketika pelaksanaan.
3. Pengembangan model multipartner governance dalam pengelolaan fundraising dana zakat di kabupaten Jeneponto, diperoleh dengan 3 variabel yaitu partisipasi aktor, perspektif aktor, aksebilitas aktor dan penentuan tindakan. Partisipasi aktor ditunjukkan dengan peran Xxxxxx yang telah tertera diundang-undang untuk mengelola zakat, kementerian agama sebagai pengawas zakat dan membantu dengan pembentukan Unit
Pengumpul Zakat (UPZ), serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro Jeka belum menunjukkan peran dalam fundraising, namun sudah ada komunikasi personal dengan baznas terkait bantuan sosial. Perspektif aktor dilihat dari Baznas sudah tentu memahami konsep pengelolaan zakat karena mempunyai kewenangan tersebut sama halnya dengan kementerian agama, sementara desa Palajau belum dilibatkan terkait fundraising karena belum adanya sosialisasi dari baznas kabupaten Jeneponto ke desa tersebut. Aksebilitas aktor terkait dalam hal ini dinas sosial, namun belum berjalan baik karena dinas sosial bergerak independen perihal urusan sosial dan tidak memiliki keterlibatan dalam fundraising dana zakat. Berbeda dengan Baznas yang sudah memiliki aksebilitas terhadap hal tersebut. Terakhir penentuan tindakan, ditunjukkan oleh kementerian agama yang telah mengambil tindakan untuk melakukan survei pembentukan kampung zakat sebagaimana keputusan-keputusan diambil berpedoman kejuknis bupati.
SARAN
Dari kesimpulan diatas sudah diketahui betapa urgent nya fundraising dana zakat untuk mengentaskan kemiskinan di kabupaten Jeneponto, apalagi sejauh ini data dari BPS menunjukkan bahwa kabupaten Jeneponto masih berkategori daerah termiskin di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, diharapkan kepada instansi pemerintah-non pemerintah atau aktor lainnya dapat mempertimbangkan saran-saran berikut ini :
1. Selalu mengedepankan komunikasi, dapat dilakukan dengan rapat atau duduk bersama dengan para pemangku kepenting yang berpotensi untuk fundraising dana zakat. Komunikasi sangat penting agar informasi yang didapatkan valid atau akurat, bukan informasi dari mulut ke mulut sehingga memicu munculnya kesalahpahaman antar anggota. Ini juga terkait zakat profesi yang menuai pro dan kontra di kabupaten Jeneponto. Semuanya dapat diselesaikan dengan komunikasi antar satu sama lainnya dengan kondisi tubuh fit dan kepala dingin.
2. Melakukan kolaborasi secara menyeluruh antar aktor lembaga baik pemerintahan maupun non pemerintahan, karena dengan kolaborasi dapat meningkatkan pendapatan dana zakat dan dapat menyalurkan dana zakat secara tepat (8 golongan penerima zakat/mustahik) serta transparan artinya terbuka kepada masyarakat. Wujud kolaborasi ini dapat dilakukan, sebagai contoh berbentuk sosialisasi. Aparat-aparat dapat bekerja sama mensosialisasikan pentingnya berzakat dimasing-masing OPD nya dan/atau dapat menyusuri kampus-kampus, lembaga independen, komunitas dan lainnya.
Melakukan studi banding terhadap daerah-daerah (dari Sulawesi Selatan ataupun pulau lainnya) yang terbukti berhasil mengentaskan kemiskinan dan secara spesifik daerah yang menghasilkan dana zakat tinggi. Studi banding ini dapat dilakukan dengan mensurvei langsung dilapangan ataupun melakukan kajian referensi dengan mencari publikasi-publikasi berupa berita internet. Hal ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah dan Baznas serta LIZ lainnya untuk meningkatkan dana pengentasan kemiskinan di kabupaten Jeneponto.
3. Jeneponto.
4. RENCANA KE DEPAN
Penelitian ini sudah tuntas dilaksanakan, demikian juga olah datanya dengan menggunakan Nvivo12+. Saat ini akan di submit pada jurnal internasional bereputasi sebagai luaran wajib penelitian ini. Sedangkan untuk luaran tambahan adalah “Buku” saat ini sementara disusun dengan persentase 60%. Target perampungan penyusunan buku pada Bulan April 2023.
5. DAFTAR LUARAN WAJIB DAN TAMBAHAN Luaran wajib : Publikasi Artikel pada jurnal internasional Luaran Tambahan : Buku Ber ISBN
6. KENDALA
1. Secara umum penelitian ini berjalan lancer. Karena semua target informan kunci penelitian dapat ditemui. Hanya memang pemahaman beberapa lembaga terkait bagaiman interaksi dengan lembaga lain dalam pengelolaan Fundraising dan Zakat masih minim.hal ini disebebkan karena selama ini memang belum ada kerjasama,komunikasi dan koordinasi secara formal antar lembaga yang menjadi penanggung jawab dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat. Sehingga peneliti melakukan studi literature membandingkannnya dengan penelitian sebelumnya yang juga meneliti tema yang sama.
2. Kendala berikutnya adalah data sekunder yang diminta pada beberapa lembaga terkait penyaluran zakat tidak ditemukan. Baznas belum memiliki Sistem Informasi Manajemen sehingga data yang dibutuhkan tidak bias ditemukan
3. Menentukan target jurnal internasional bereputasi yang cepat proses review dan publikasinya serta tepat sesuai kepakaran dan subtansi penelitian.
7. DAFTAR PUSTAKA
[1] X. X. Xxxxx, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kecamatan Jekulo dan Mejobo Kabupaten Kudus Tahun 2013,” Econ. Dev. Anal. J., vol. 2, no. 4, pp. 409–426, 2013.
[2] P. W. Zahra, “Implementasi Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) di Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo,” Universitas Sebelas Maret, 2015.
[3] X. Xxxxxxx, X. Xxx Xxxxxxx, and X. Xxxxxxx, “New World Bank Country Classifications by Income Level: 2021-2022,” World Bank Blogs, 2021. xxxxx://xxxxx.xxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxx/xxx-xxxxx-xxxx-xxxxxxx-xxxxxxxxxxxxxxx- income-level-2021-2022 (accessed Jan. 31, 2023).
[4] BPS, “Persentase Penduduk Miskin Maret 2022 Turun Menjadi 9,54 Persen,” xxx.xx.xx, 2022. xxxxx://xxx.xxx.xx.xx/xxxxxxxxxxxx/0000/00/00/0000/xxxxxxxxxx- penduduk-miskin-maret-2022-turun-menjadi-9-54-persen.html (accessed Jan. 31, 2023).
[5] BPS, “Penduduk Miskin Kabupaten Jeneponto,” xxx.xx.xx, 2022. xxxxx://xxxxxxxxxxxx.xxx.xx.xx/xxxxxxx/00/xxxxxxxxxx.xxxx (accessed Jan. 31, 2023).
[6] Sugiyanto, “Implementasi Program Keluarga Harapan di Jeneponto, Sulawesi Selatan,” SOSIO Konsepsia, vol. 4, no. 03, pp. 160–176, 2015, [Online]. Available:
xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxxx/00000-XX-xxxxxxxxxxxx-xxxxxxx- keluarga-harapan-di.pdf.
[7] B. I. Xxxxxi and X. Xxxxxxxxx, “Pengentasan Kemiskinan Melalui Social Preneur Bagi Ibu-Ibu PKK,” X. Xxxxxxx Xxxx Bangsa, vol. 2, no. 2, pp. 1–8, Dec. 2020, doi: 10.46306/jabb.v2i2.101.
[8] N. G. Mankiw, “Teori Makro Ekonomi,” Erlangga, 2000. xxxxx://xxxxxxx.xxxxxxx.xx.xx/xxxx/xxxxxx-xxxx?xxx0000 (accessed Jan. 31, 2023).
[9] Firmansyah, “Zakat sebagai Instrumen Pengentasan Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan,” X. Xxxx. dan Pembang., vol. 21, no. 2, p. 180, 2013, [Online]. Available: xxxxxxxxxxxxx.xxxx.xx.xx.
[10] X. X. Xxx Xxxxx, “A Zakat Accounting Standard (ZAS) for Malaysian Companies,”
Am. J. Islam. Soc. Sci., vol. 24, no. 4, pp. 74–92, 2007, doi: 10.35632/ajiss.v24i4.430.
[11] R. H. Xxxxx, “Determinant Factors to Pay Zakat in Baznas,” xx Xxxxx J. Islam. Econ. Bus., vol. 4, no. 1, pp. 81–108, 2021, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxx.xxxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxxxx/xxxxxxx/xxxx/0000/0000.
[12] N. Xxxxx, A. U. A. Xx Xxxx, X. Xxxxxxxx, X. Xxxxxxx, and M. T. L. Xxxxxxx, “Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi terhadap Minat Muzakki Membayar Zakat di BAZNAS Sragen,” X. Xxx. Ekon. Islam, vol. 7, no. 1, p. 341, 2021, doi: 10.29040/jiei.v7i1.2156.
[13] R. A. Setiawan, X. Xxxxxxxx, and X. Xxxxxxx, “Strategi Optimalisasi Fundraising Dana Zakat di Lembaga Amil Zakat OPSEZI (tahun 2011-2015),” IJIEB Indones. J. Islam. Econ. Bus., vol. 3, no. 1, pp. 43–61, 2018, [Online]. Available: xxxx://x- xxxxxxx.xx0x.xxxxxxxx.xx.xx/xxx/xxxxx.xxx/xxxxxx.
[14] X. Xxxx, X. Xxxx, and X. Xxxx, “Citizen Participation in the Public Policy Process in China: Based on Policy Network Theory,” Public Adm. Res., vol. 3, no. 2, pp. 91– 106, Oct. 2014, doi: 10.5539/par.v3n2p91.
[15] Pratikno, Peningkatan Kapasitas Berjejaring dalam Tata Pemerintahan yang Demokratis. Yogyakarta: Gaya Media, 2010.
[16] X. Xxxxx, Public Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
[17] Xxxxxx Xxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxxx Modern, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014.
[18] Taufik, “Studi Jaringan Aktor dalam Perumusan Kebijakan Publik,” AL-Ijtima’i Int.
J. Governemtn Soc. Sci., vol. 2, no. 2, pp. 219–234, 2017, [Online]. Available: xxxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/xxxxxxxx/xxx-xx-xxx-xxxxxx-xxx-xxxxxxx.
[19] X. Xxxx, X. Xxxxxxxxxxx Xxxxxxx, X. Xxxxxxx, and X. Xxxxxxxxx, “Water Policy Networks in Egypt and Ethiopia,” X. Xxxxxxx. Dev., vol. 17, no. 3, pp. 238–268, Sep. 2008, doi: 10.1177/1070496508320205.
[20] R. A. W. Xxxxxx, Analisis Jaringan Kebijakan dalam Xxxxxxx Xxxxx, et al, Handbook Kebiiakan Publik (Xxxxx Xxxxxxxxan). Bandung: Nusa Media, 2015.
[21] X. Xxxxx and X. Xxxxxxxxx, “Policy Networks and Policy Analysis: Scrutinizing A New Analytical Toolbox,” xxxxxxxxxxx.xxx. .
[22] X. Xxxxxxxxx, “Public Policy: A Critical Approach,” 1995. .
[23] W. R. Xxxxx, Institutions and Organization: Ideas and Interest. USA: Sage Publication.
[24] Alwi, “Network Implementation Analysis on Democratic Public Service,” Int. J. Adm. Sci. Organ., vol. 19, no. 2, p. 16, 2012, doi: 10.20476/jbb.v19i2.1883.
[25] X. Xxxxx, “Analisis Peran Pemangku Kepentingan dan Implementasinya dalam Pembangunan Pertanian,” X. Xxxxxxx Pertan, vol. 26, no. 3, 2007.
[26] X. Xxxxx, X. Xxxxxxxxx, and X. Xxxxxxxx, “Analisis Peran Aktor dalam Formulasi
Kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di Kelurahan Kemijen, Kota Semarang,” Indones. J. Public Policy Manag. Rev., vol. 2, no. 2, pp. 91–100, 2013, [Online]. Available: xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxxx/000000-XX-xxxxxxxx-xxxxx-xxxxx-xxxxx- formulasi-keb.pdf.
[27] X. Xxxxxxx, Social Enterprise; Transformasi Dompet Dhuafa menjadi world class organization. Jakarta: Expose (Mizan Group), 2011.
[28] Wahardjani, Fiqh Islam. Yogyakarta: PT Citra Karsa mandiri, 2003.
[29] X. Xxxx and X. Xxxxxx, Lembaga keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
[30] A. R. Mediansyah, “Jaringan Kebijakan Publik Implementasi Kebijakan Transportasi di Kota Makassar,” X. Xxxx. dan Kebijak. Publik, vol. 3, no. 1, pp. 1–13, 2017.
[31] X. Xxxxxxx, “Policy networks,” X. Xxxxx. J. Ilmu Adm. STIA Banjarmasin, vol. vi, no. 3, 2008.
[32] X. X. Xxxxx, X. X. Xxxxxxxx, and X. Xxxxxxx, Qualitative Data Analysis, Fourth Edi. USA: CA : University of British Columbia, 2014.
[33] X. Xxxxxx, Xxxxxxx, and Xxxxxxxxxx, “Koordinasi Pemerintahan dalam Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) Karang Mumus di Kota Samarinda,” ejournal Iimu Pemerintah., vol. 7, no. 2, pp. 545–558, 2019, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxxxx.xx.xxxxx-xxxxx.xx.xx/.
[34] X. X. Xxxxxxxxxx, “Humanitarism and Disaster Governance in Indonesia: Case Study: Merapi Eruption in 2010,” J. Ilmu Sos. dan Ilmu Polit., vol. 15, no. 3, pp. 256–266, 2012, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxx.xxx.xx.xx/xxx/xxxxxxx/xxxx/00000/0000.
[35] Kemenag Wonogiri, “Penghimpunan, Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat harus Merujuk Undang-Undang,” xxxxxx.xxxxxxx.xx.xx. xxxxx://xxxxxx.xxxxxxx.xx.xx/0000/00/xxxxxxxxxxxx-xxxxxxxxxxxxxxx-xxx- pendayagunaan-zakat-harus-merujuk-undang-undang/ (accessed Feb. 03, 2023).
[36] W. Anggraini, “Sinergitas Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Bengkulu dan Badan Amil Zakat Nasional Provinsi Bengkulu dalam Pengelolaan Zakat,” Qiyas
X. Xxx. Islam dan Peradil., vol. 3, no. 1, pp. 105–114, 2018.
[37] X. Xxxxxx, “Pembentukan UPZ Guna Optimalisasi Pengelolaan Zakat Tingkat Desa,” xxxxxxxxxx.xx.xx, 2021. xxxxx://xxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxxx-xxxxxx/xxxxxxxxxxx-xxx- guna-optimalisasi-pengelolaan-zakat-tingkat-desa/ (accessed Feb. 03, 2023).
[38] X. Xxxxxxxx, “Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat,” ntb.kemenag, 2020. xxxxx://xxx.xxxxxxx.xx.xx/xxxx/0000000000/xxxxxx-xxxxxx-xxxxxxx-xxxxxxxxxxx- zakat (accessed Feb. 05, 2023).
[39] X. xxxxx Xxxxxxxx, “Kontribusi Pemangku Kepentingan Dana Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf Dalam Penanggulangan COVID-19,” X. Xxxxx Islam, vol. 14, no. 2, pp. 367–393, Dec. 2021, doi: 10.37302/jbi.v14i2.463.
[40] Iswahyudi, “Peranan Komunikasi Pemerintahan dalam Meningkatkan Pembangunan pada Kampung Insumbrei Distrik Kepulauan Aruri Kabupaten Supiori,” J. “Gema Kampus,” vol. 12, no. 1, pp. 25–30, 2017.
[41] I. Xxxxxx, “Networking Badan Amil Zakat Nasional Jawa Barat dalam Meningkatkan Pelayanan Zakat,” Ilmu Dakwah Acad. X. Xxxxxxx. Stud., vol. 10, no. 1, pp. 79–96, 2016.
[42] Sarmos, “Strategi dan Manajerial Fundraising Xxxx Xxxxx (Studi Analisis pada Baznas Kabupaten Banyumas),” An-Nidzam, vol. 5, no. 1, pp. 21–38, 2018, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxxxx.xxxxx-xxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/Xx- Nidzam/article/view/162/136.
[43] X. X. Xxxdari, “Interaksi adalah Saling Bertindak, Kenali Pengertian di Tiap Bidang,”
xxxxxxx0.xxx, 2021. xxxxx://xxx.xxxxxxx0.xxx/xxx/xxxx/0000000/xxxxxxxxx-xxxxxx-
saling-bertindak-kenali-pengertian-di-tiap-bidang (accessed Feb. 03, 2023).
[44] X. Xxxxxx and R. W. Triputro, “Kerjasama Pemerintah Kota Yogyakarta dengan Baznas Kota Yogyakarta,” X. Xxx. Multi Disiplin Indones., vol. 2, no. 2, pp. 461–473, 2022, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxxx.xxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxxxxxx/xxxxxxx/xxxx/0000/000.
[45] X. Xxxx, “BPS: Jeneponto Masih Jadi Daerah Termiskin di Sulsel,” xxxxxx.xxxxxxxx.xxx, 2022. xxxxx://xxxxxx.xxxxxxxx.xxx/xxxx/xxxxxx/xxxxxxx- muin/bps-jeneponto-masih-jadi-daerah-termiskin-di-sulsel.
[46] A. A. A. D. Xxxxxxxxx and I. K. Jika, “Kolaborasi sebagai Strategi Menghadapi,” in Seminar Nasional Lembaga Penelitian Universitas Warmadewa, 2020, pp. 360–365, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xx.xx/xxxxx/xxxxxxxxxx/xxxx- paper/0338.pdf.
[47] Xxxxxxxxxx, “Kontruksi Kerjasama LSM dan Pemerintah dalam Pembangunan Daerah Perspektif Undang-Undang Keormasan,” Fiat Justitia J. Ilmu Huk., vol. 6, no. 2, 2012, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxx.xx.xxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxx/xxxxxxx/xxxx/000/000.
[48] Xxxx Xxxxxxxxxxxx, “Kerjasama Pemerintah dan LSM Pattiro dalam Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta,” Surakarta, 2017. [Online]. Available: xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxxx/000000-XX-xxxxxxxxx- pemerintah-dan-lsm-pattiro-dal.pdf.
[49] X. XxxXxxxxx, “Zakat Profesi (Zakat Penghasilan) Menurut Hukum Islam,” X. Xxx. Ekon. Islam, vol. 01, no. 01, pp. 50–60, 2015.
[50] X. XX, “Kemenag akan Perkuat Regulasi Zakat,” xxxxxxx.xx.xx, 2019. xxxxx://xxxxxxx.xx.xx/xxxx/xxxxxxx-xxxx-xxxxxxx-xxxxxxxx-xxxxx-0xxx0 (accessed Feb. 05, 2023).
[51] X. Xxxxxxxx and X. Xxxxxxxxx, “Umma and the Nation-State: Dilemmas in Refuge Ethics,” J. Int. Humanit. Action, vol. 7, no. 1–25, 2022, doi: 10.1186/s41018-022- 00124-z.
[52] X. Xxxxx, “Pengelolaan Zakat Profesi Aparat Sipil Negara,” X. Xxx. Ekon. Xxxxxxx, vol. 2, no. 2, 2018, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxxx.xxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxx/xxxxxxx/xxxx/0000/0000.
[53] X. Xxxxxx, X. X. Prayuda, and S. Kafah, “Implementasi Zakat Profesi di Baznas Kabupaten Cirebon pada Tahun 2020 dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat,” Al-Mustashfa J. Penelit. Huk. Ekon. Islam, vol. 07, no. 01, pp. 108–119, 2022, [Online]. Available: xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxxx/xxxxx.xxx/xx- mustashfa/article/view/10120/4409.
[54] X. Xxxxxx and X. Xxxxxxx, “Manajemen Komunikasi Badan Amil Zakat Nasional ( BAZNAS ) Provinsi Jawa Barat,” Nalar J. Perad. dan Pemikir. Islam, vol. 2, no. 1, pp. 12–21, 2018, doi: 10.23971/njppi.v2i1.923.
[55] Darullah, “Dalam Kurun Waktu Enam Bulan, BAZNAS Barru Kumpulkan Rp 7 Miliar dari Dana Umat,” xxxxxxxx.xxxxxxxxxx.xxx, 2022.
xxxxx://xxxxxxxx.xxxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxx-xxxxx-xxxxx-xxxx-xxxxx- baznas-barru-kumpulkan-rp-7-miliar-dari-dana-umat (accessed Feb. 13, 2023).
[56] X. Xxxx, “Faktor-Xxxxxx Xxxxhambat Pengelolaan Anggaran Belanja Modal pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Makassar II,” 2016. .
[57] X. Xxxxxxx, “Kebijakan Penganggaran Daerah dimasa Pandemi Covid-19 (Study Kasus pada Pemerintah Daerah Provinsi Banten),” J. Ilmu Adm. Media Pengemb. Ilmu dan Prakt. Adm., vol. 17, no. 2, pp. 273–290, 2020, doi: 10.31113/jia.v17i2.608.
[58] X. Xxxxxxx, E. H. Xxxxxxx, X. Xxxxxxx, X. Xxxxxxxx, and X. X. Xxxxx, “Organizational Support, Mustahiq Micro-Business Development and Poverty Alleviation: A Comparison Analysis Between BAZNAS and LAZNAS,” Int. J. Islam. Bus. Econ., vol. 5, no. 2, pp. 116–128, 2021, doi: 10.28918/ijibec.v5i2.3731.
[59] Mashur, X. Xxxxxxxx, and X. Xxxxxxxx, “Peran Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Lombok Barat (Analisis Pengembangan Ekonomi Islam),” Econetica, vol. 4, no. 2, pp. 12–20, 2022, [Online]. Available: xxxxx://xxx-xxx.x-xxxxxxx.xx/xxxxxxxxx/xxxxxxx/xxxx/000/000.
[60] N. Xxxxxxxx, X. Xxxxxxxx, and R. Z. Ningrum, “Peran Baznas dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat,” IqtisaidyaJurna Ilmu Ekon. Islam, vol. VII, no. 14, pp. 103–112, 2020, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxxx.xxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxxxxxxx/xxxxxxx/xxxx/00000/0000.
[61] Xxxxx, “Baznas Strategy for Capital Market,” Islam. X. Xxxx. Islam, vol. 10, no. 2, pp. 153–164, 2019, doi: 10.32678/ijei.v10i2.180.
[62] X. X. Xxxxx, X. Xxxxx, X. Xxxxxxxx, X. Xxxxxxx, and X. Xxxxxxx, “Strengthening the Function of BAZNAS as Zakat Regulator: Legal Draft Proposal and Its Public Perceptions,” X. Xxxx Huk. (Indonesian Law Journal), vol. 10, no. 1, pp. 117–138, 2022, doi: 10.15408/jch.v10i1.24448.
[63] X. X. Xxxxxxx, “Pendistribusian Zakat melalui Program Kampung Zakat Terpadu dan Tb-Care Oleh Lazismu Jember,” At-Tasharruf; X. Xxxx. Ekon. dan Bisnis Syariah, vol. 1, no. 2, pp. 96–104, 2019.
[64] X. X. Xxxxxxxx, “Peranan LAZISMU dalam Mengentaskan Kemiskinan Masyarakat
D.I. Yogyakarta,” X. Xxxxx. Econ. Lariba, vol. 2, no. 2, pp. 49–56, 2016, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxxx.xxx.xx.xx/XXXXxxxxx/xxxxxxx/xxxxxxxx/0000/0000/00000.
[65] X. Xxxxxxx and X. Xxxxx, “Peran LAZISMU ( Lembaga Amil Zakat , Infaq dan Sadaqah Muhammadiyah ) dalam Mengentaskan Kemiskinan Masyarakat Kota Medan,” Manag. zakat waqf J., vol. 3, no. 2, pp. 15–30, 2022, [Online]. Available: xxxx://xxxxxxxxxx.xxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/XXXXXX/xxxxxxx/xxxx/000.
[66] Suara Muhammadiyah, “Semarak Resepsi Milad 109 Muhammadiyah Kabupaten Jeneponto,” xxxxxxxxxxxxxxxxx.xx, 2021.
xxxxx://xxxxxxxxxxxxxxxxx.xx/0000/00/00/xxxxxxx-xxxxxxx-xxxxx-000- muhammadiyah-kabupaten-jeneponto/ (accessed Feb. 05, 2023).
[67] Doddy, “Jawab Permasalahan Kemiskinan, Baznas dan Lazismu Gelar Soft Launching Program Kolaborasi Kebajikan Zakat,” xxxxxxx.xxx, 2022.
xxxxx://xxxxxxx.xxx/xxxx/xxxxx-xxxxxxxxxxxx-xxxxxxxxxx-xxxxxx-xxx-xxxxxxx- gelar-soft-launching-program-kolaborasi-kebajikan-zakat (accessed Feb. 05, 2023).
[68] Berita, “Lazismu Teken Kerjasama Kemitraan dengan Baznas RI,” xxxxxxx.xxx, 2021. xxxxx://xxxxxxx.xxx/xxxx/xxxxxxx-xxxxx-xxxxx-xxxx-xxxxxxxxx-xxxxxx-xxxxxx-xx (accessed Feb. 05, 2023).
[69] kalselkemenag, “Ka.Kankemenag: Peranan Kemenag dalam Pengelolaan Zakat Sangat Sentral,” xxxxxx.xxxxxxx.xx.xx, 2018.
xxxxx://xxxxxx.xxxxxxx.xx.xx/xxxxxx/000000/XxXxxxxxxxxx-Xxxxxxx-Xxxxxxx- Dalam-Pengelolaan-Zakat-Sangat-Sentral (accessed Feb. 05, 2023).
[70] Xxxxxxxxx, A. N. Xxxx, and A. R. Xxxxx, “Pengawasan Kementerian Agama dalam Pembagian Zakat Di Baznas Kabupaten Wajo,” J. Adm. Publik, vol. 2, no. 2, pp. 165– 179, 2016.
[71] X. Xxxxxxxxxx, “Analisis Model Fundraising Zakat, Indak dan Sedekah di Lembaga Zakat,” Al-Intaj, vol. 4, no. 1, pp. 105–124, 2018, [Online]. Available: xxxx://xxxxxxxxxxxxxxx.xx/xxx/xxxxxxxxx_0_0_xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx.xxx%0Xxxxx s://xxx.xxxx.xx/xxxxxxxxx/xxxx_xxxxxx/xxxxxx/0000_000000-XX-Xxxxxxxxxxxx-
online.pdf%0Ahttps://xxx.xxxxxx.xxx/ sites/default/files/ pdf/Presse/Anhaenge-an- PIs/ 2018/180607 -Bitkom.
[72] X. Xxxxxxx, “Peran Lembaga Swadaya Masyarakat terhadap Pemberdayaan Perempuan melalui Pelatihan Life Skill (Studi Kasus di Lembaga Advokasi Pendidikan Yogyakarta),” Dimens. X. Xxxx. Xxxxxx., vol. 3, no. 1, pp. 19–51, 2015, doi: 10.21831/dimensia.v3i1.3407.
[73] X. X. Xxxxxxxx, “Bagian Kesra sebagai Organisasi Supporting Staff Penyelenggara Kesejahteraan Sosial,” X. Xxxxxxxxx, vol. 2, no. 2, pp. 54–58, 2012, [Online]. Available: xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxxx/000000-xxxxxx-xxxxx- sebagai-organisasi-supporti-df9fcbc1.pdf.
[74] LP2M, “Pusat Studi Islam dan Sains,” lp2m.uinmalang, 2021. xxxxx://xx0x.xxx- xxxxxx.xx.xx/xxxxx-xxxxx-xxxxx-xxx-xxxxx/#:x:xxxxxXxxxx Studi Islam dan Sains (PSIS) merupakan pusat studi yang,dalam islam adalah informasi yang (accessed Feb. 05, 2023).
[75] X. X. Xxxxxxxxx, Xxxxxxxxxx, and X. X. Xxxxxxx, “Analisis Peran dalam Implementasi Program Kelurahan Ramah Lingkungan di Kecamatan Banyumanik,” media.neliti, 2021. xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxxx/000000-XX-xxxxxxxx-xxxxx-xxxxx- dalam-implementasi.pdf (accessed Feb. 05, 2023).
[76] Nurlia, “Pengaruh Struktur Organisasi terhadap Pengukuran Kualitas Pelayanan (Perbandingan Antara Ekspektasi/Harapan dengan Hasil Kerja),” Meraja J., vol. 2, no. 2, pp. 53–58, 2019, [Online]. Available: xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxxx/000000-xxxxxxxx-xxxxxxxx-xxxxxxxxxx- terhadap-pe-1ea03fb3.pdf.
[77] Baitul Mal Aceh, “Bolehkah Zakat Diberikan kepada Anak Yatim?,” baitulmal.acehprov, 2016. xxxx://xxxxxxxxx.xxxxxxxx.xx.xx/xxxx/xxxxxxxx-xxxxx- diberikan-kepada-anak-yatim# (accessed Feb. 05, 2023).
[78] Hasiah and Xxxxxxxx, “Kerjasama Pemerintah Desa dan Kampung Zakat untuk Mendorong Kesejahteraan Masyarakat di Indonesia,” J. Ilmu Syariah, Hukum, Polit., vol. 1, no. 1, pp. 1–12, 2021, [Online]. Available: xxxx://xxxxxxx.xxxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xx-xxxxxxxxxxx/xxxxxxx/xxxx/000.
[79] X. Xxxxxx, “Analisis Implementasi Regulasi Zakat: (Kajian di UPZ Desa Wonoketingal Karanganyar Demak),” YUDISIA, vol. 7, no. 2, pp. 470–497, 2016.
[80] X. Xxxxxxxxx and D. P. Arantika, “Peran Dinas Sosial dalam menanggulangi Pengemis di Kota Banda Aceh,” Al-Ijtima`i Int. X. Xxx. Soc. Sci., vol. 4, no. 1, pp. 115–128, 2018, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxx.xx- xxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxx/xxxxx.
[81] X. Xxxxxxxxxx, “Peran Dinas Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kota Sukabumi,” SOSIO Konsepsia, vol. 4, no. 3, pp. 194–205, 2015, doi: 10.33007/ska.v4i3.151.
[82] R. N. Xxxxxxx, X. Xxxxxx, and X. Xxxxxxxxxxx, “Peran Dinas Sosial terhadap Penyaluran Bantuan Sosial sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Kota Banjarmasin,” media.neliti, 2021. xxxx://xxxxxxx.xxxxxx-xxx.xx.xx/0000/0/Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx.pdf (accessed Feb. 06, 2023).
[83] X. Xxxx, “Strategi Fundraising Dana Zakat dengan Sistem Qris di Baznas Kabupaten Banyumas,” AT-TIJARAH J. Penelit. Keuang. dan Perbank. Syariah, vol. 4, no. 1, pp. 37–53, 2021.
[84] X. X. Xxxxx, “Pengaruh Kepercayaan terhadap Baznas, Pendapatan dan Pengetahuan terhada Minat Masyarakat Membayar Zakat Mal di Kabupaten Bojonegoro,” X. Xxx. Mhs. FEB, vol. 8, no. 1, p. 5, 2019.
[85] Istiqomah and X. Xxxxx, “Strategi Fundraising Dana Zakat pada Lembaga Amil Zakat
Xxxxx Xxxxx Kota Kediri,” At- Tamwil Kaji. Ekon. Xxxxxxx, vol. 3, no. 1, pp. 99–124, 2021, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxxxx.xxx- xxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxxxxxx/xxxxxxx/xxxx/0000/000.
[86] X. Xxxxxx, X. Xxxxxxx, and X. Xxxxxxxxxx, “Lembaga Pendidikan: Kebijakan dan Pengambilan Keputusan,” JRTI (Jurnal Ris. Tindakan Indones., vol. 6, no. 1, pp. 100– 104, 2021, doi: 10.29210/3003911000.
[87] I. Xxxxxxxx, “Proses Pengambilan Keputusan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kantor Camat Pamona Selatan Kabupaten Poso,” J. Adm., vol. 1, no. 1, pp. 7–14, 2013.
[88] X. Xxxxxxxx and X. Xxxxx, “Study tentang Pemungutan Zakat Penghasilan Pegawai pada Unit Pengumpul Zakat Kantor Kementerian Agama Kota Salatiga,” X. Xxx. Khaira Ummah, vol. 12, no. 1, pp. 27–38, 2017, [Online]. Available: xxxx://xxxxxx.xxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxx/xxxxxxx/xxxxXxxx/0000/0000.
[89] X. Xxxxxxxx, “Motivasi Muzakki dalam Membayar Zakat di UPZ Kementerian Agama,” LIKUID X. Xxxx. Ind. Halal, vol. 2, no. 2, pp. 30–45, 2022, [Online]. Available: xxxxx://xxxxxxx.xxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxxx/xxxxxxx/xxxx/00000/xxx.
[90] Kemenagkaltim, “Penyaluran Zakat UPZ Kemenag Kab. Paser,” xxxxxx.xxxxxxx.xx.xx, 2018. xxxxx://xxxxxx.xxxxxxx.xx.xx/xxxxxx/xxxx/000000 (accessed Feb. 08, 2023).
8. Anggaran Terpakai (60%)
Silakan tuliskan anggaran yang telah terpakai sebanyak 60% di logbook akun masing-masing tanpa perlu menyadurnya ke laporan ini.
No | Jenis Pembelanjaan | Item | Satuan | Vol | Biaya Satuan | Total |
1 | Penyusunan Instrumen penelitian | Honor Output Kegiatan | Paket | 9 | 100000 | 900000 |
2 | Honor Ketua Peneliti | Honor Output Kegiatan | jam | 60 | 25000 | 1500000 |
3 | Honor Anggota Peneliti | Honor Output Kegiatan | jam | 30 | 25000 | 750000 |
4 | Honor Pengumpul Data 1 | Honor Output Kegiatan | jam | 60 | 25000 | 1500000 |
5 | Honor Pengumpul Data 2 | Honor Output Kegiatan | jam | 60 | 25000 | 1500000 |
6 | Honor Pengiolah data | Honor Output Kegiatan | jam | 30 | 25000 | 750000 |
7 | Insentif Informan Penelitian | Belanja barang non | lokasi | 9 | 100000 | 900000 |
operasional lainnya | ||||||
8 | Transport Mks- Jeneponto | Belanja barang non operasional lainnya | paket | 1 | 150000 | 150000 |
9 | Transport Jeneponto-Mks | Belanja barang non operasional lainnya | paket | 1 | 150000 | 150000 |
10 | Transport Pengurusan surat Izin Penelitian di PTSP | Belanja barang non operasional lainnya | Hari | 1 | 100000 | 100000 |
11 | Penginapan | Belanja barang non operasional lainnya | Hari | 5 | 000000 | 0000000 |
12 | Kertas | Belanja Bahan | Rim | 3 | 50000 | 150000 |
13 | ATK | Belanja Bahan | Paket | 1 | 150000 | 150000 |
14 | Toner hp laser jet | Belanja Bahan | Buah | 1 | 900000 | 900000 |
15 | Lay out Buku dan pengurusan ISBN | Belanja barang non operasional lainnya | Paket | 1 | 2500000 | 2500000 |
16 | Cetak Buku | Belanja barang non operasional lainnya | Buah | 22 | 100000 | 2200000 |