PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL POHON AREN TERHADAP PETANI DAN PEMILIK DI DESA JUHAR GINTING SADA NIOGA
PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL POHON AREN TERHADAP PETANI DAN PEMILIK DI DESA JUHAR GINTING SADA NIOGA
TESIS
OLEH :
JAYA PRANA PINEM NPM : 201803007
PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL POHON AREN TERHADAP PETANI DAN PEMILIK DI DESA JUHAR GINTING SADA NIOGA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Magister Ilmu Hukum
Universitas Medan Area
O L E H
JAYA PRANA PINEM NPM. 201803007
UNIVERSITAS MEDAN AREA MAGISTER ILMU HUKUM
HALAMAN PERSETUJUAN
JUDUL : PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL POHON AREN TERHADAP PETANI DAN PEMILIK DI DESA XXXXX XXXXXXX SADA NIOGA
N A M A : JAYA PRANA PINEM
N P M 201803007
PROGRAM STUDI : MAGISTER ILMU HUKUM
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Xx. Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxx, SH, M.Hum. Xx. Xxxxxxx, SH, M.Hum.
Ketua Program Studi Direktur
Magister Ilmu Hukum
Dr. Wenggedes Xxxxxx, S.H., M.H. Prof. Xx. Xx. Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxxx, M.S.
Telah Diuji pada Tanggal 06 Mei 2023
N a m a : JAYA PRANA PINEM N P M : 201803007
Panitia Penguji Tesis
Ketua Sidang : Xx. Xxxxxx Xxxxxxx, SH, M.Hum. Sekretaris : Xx. X. Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., MH. Pembimbing I : Xx. Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxx, SH, M.Hum. Pembimbing II : Xx. Xxxxxxx, SH, M.Hum.
Penguji Tamu : Xx. Xxxxxxxx, SH, M.Hum.
Materai 10000
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
N a m a : JAYA PRANA PINEM N P M : 201803007
Judul : PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL POHON AREN TERHADAP PETANI DAN PEMILIK DI DESA XXXXX XXXXXXX SADA NIOGA
Dengan ini menyatakan hal-hal berikut :
1. Bahwa tesis yang saya tulis ini bukan merupakan jiplakan dari tesis karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari ternyata tesis ini adalah jiplakan maka segala akibat hukum yang timbul akan menjadi tanggungjawab saya sepenuhnya.
Dengan pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya secara sehat tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Xxxxx, Xxx 2023 Yang menyatakan,
JAYA PRANA PINEM
NPM. 201803007
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR/SKRIPSI/TESIS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Medan Area, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : XXXX XXXXX XXXXX
NPM 201803007
Program Studi : Magister Ilmu Hukum Fakultas : Pascasarjana
Jenis karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Medan Area Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yangxberjudul :
PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL POHON AREN TERHADAP PETANI DAN PEMILIK DI DESA JUHAR GINTING SADA NIOGA
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini Universitas Medan Area berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan mengelola dalam bentuk pangkalan data (database) xmerawat, dan mempublikasikan tugas akhir/skripsi/tesis saya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Medan Pada tanggal :
Yang menyatakan
JAYA PRANA PINEM
PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL POHON AREN TERHADAP PETANI DAN PEMILIK DI DESA JUHAR GINTING SADA NIOGA
ABSTRAK
Nama : Xxxx Xxxxx Xxxxx
NPM 201803007
Program : Magister Hukum
Pembimbing I : Xx. Xxxxx Xxxxxxxx Br. Xxxxx, S.H, M.Hum Pembimbing II : Xx. Xxxxxxx, X.X, M.Hum, Phd
Penelitian ini membahas mengenai pelaksanaan perjanjian bagi hasil pohon aren yang terdapat di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx. Adapun permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian
ini yaitu (1) Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian bagi hasil pohon aren terhadap petani dan pemilikdi Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx? (2) Bagaimanakah akibat hukum jika salah satu pihak wanprestasi atas perjanjian bagi hasi pohon aren yang terjadi di Desa JuhariGinting Xxxx Xxxxx?
(3) Bagaimanakah asas kepastian hukumpad perjanjian bag hasil pohon aren di Desa Juhar Ginting Sada Nioga berdasarkan hukum adat dan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil? Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode pendekatan yuridis empiris. Penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) Pelaksanaan Perjanjian bagi hasil di Desa Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga dilakukan dengan cara perjanjian tidak tertulis atau lisan namun pelaksanaannya dilakukan menurut adat kebiasaan yang ada di masyarakat tersebut. pembagian hasil yang dilakukan masyarakat di Desa Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga tidak bertentangan dengan UU No.2 Tahun 1960, tetapi dalam hal bentuk dan jangka waktu perjanjian bagi hasil tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tersebut. (2)Akibat hukum yang ditimbulkan dari wanprestasi yag terjadi
dalam pelaksaan perjanjian bagi hasil pohon aren di Desa Xxxxx Xxxxxx Sada Nioga biasanya hanya menurut hukum adat setempat yaitu ganti rugi dan pembatalan perjanjian bagi hasil. (3) Asas kepastian hukum terhadap perjanjian bagi hasil di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx belum diterapkan. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuanmasyarakat mengenai hukum perjanjian
bagi hasil sehingga para pelaksaan perjanjian hanya melakukan perjanjian berdasarkan adat dan kebiasaan setempat.
Kata Kunci: Bagi Hasil, Undang-Undang No. 2 Tahun 1960, Perjanjian Bagi Hasil
THE EXECUTION OF SHARE-CROP AGREEMENTS LAW ABOUT PALM TREE BETWEEN OWNERS AND CULTIVATORS IN THE XXXXX XXXXXXX SADA NIOGA VILLAGE
ABSTRACT
Name :Xxxx Xxxxx Xxxxx
NPM 201803007
Program : Magister Hukum
Advisor I : Xx. Xxxxx Xxxxxxxx Br. Xxxxx, X.X, M.Hum
Advisor II : Xx. Xxxxxxx, X.X, M.Hum, Phd
This research discusses the implementation of the agreementiof sharecropping for the production of palm trees in Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga Village. The main questions of this research:
(1) How is the implementation ofithe agreement ofisharecropping for the production of palm trees
to farmers and owners in Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga Village? (2) What were the legal consequences if one ofthe parties defaults on the palm tree sharecropping agreement that occurs in Juhar Ginting Sada Nioga Village? (3) There was legal certainty on the implementation of the
sharecropping agreement for palm trees in Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga Village based on “Hukum
Adat” and “Undang-Undang No. 6 Tahun 1960” about Share Crop Agreements? This research is descriptiveanalytical. The data collected were analyzed using an empirical juridical method.This research found (1) The implementation of the share-crop agreement in Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx
Village iscarried out by way of an unwritten or oral agreement, but the implementation is carried out according to the customs that exist in the community. The share-cropping carried out by the community in Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga Village does not conflict with Undang-Undang No. 2
Tahun 1960, but in terms of the form and term of the profit sharingiagreement it does not comply
with the provisions stipulated in the law. (2) The legal consequences arising from defaults that occur in the implementation of the palm tree share cropping agreement in Juhar Gintig Sada Nioga Village are usually only according to local customary law, namely compensation and cancellation of sharecropping agreements. (3) The principle of legal certainty regarding the sharecrooping agreement in Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga Village has not been applied. This is due tothe lack of public
knowledge about the law of sharecropping agreements so that the implementersof the agreement
only make agreements based on local customs and habits.
Keywords: Share Crop, the Act No. 2 of 1960, Share-Crop Agreement
DAFTAR ISI
Abstrak | |
Kata Pengantar .............................................................................................. | i |
Daftar Isi ........................................................................................................ | ii |
Daftar Tabel.................................................................................................... | v |
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. | 1 |
A. Latar Belakang Masalah............................................................... | 1 |
B. Rumusan Masalah ........................................................................ | 12 |
C. Tujuan Penelitian.......................................................................... | 13 |
D. Manfaat Penelitian........................................................................ | 14 |
E. Keaslian Penelitian ....................................................................... | 15 |
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep......................................... | 21 |
a. Kerangka Teori........................................................................ | 21 |
1. Teori Perjanjian ...................................................................... | 23 |
2. Teori Keadilan ........................................................................ | 24 |
3. Teori Kepastian Hukum.......................................................... | 27 |
b. Kerangka Konseptual .............................................................. | 28 |
G. Metode Penelitian......................................................................... | 31 |
a. Jenis dan Sifat Penelitian......................................................... | 31 |
b. Spesifikasi Penelitian ............................................................. | 32 |
c. Subyek dan Obyek Penelitian ................................................. | 33 |
d. Teknik Pengumpulan Data 35
d. Sumber Data 36
e. Metode Analisis Data 38
BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN DI DESA JUHARiGINTING SADA NIOGA 41
2.1. Gambaran Umum Kabupaten Karo 41
2. 1. 2 Susunan Pemerintahan Daerah 45
2. 1. 4 Sejarah Singkat Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx 54
2. 1. 5 Keadaan Geografis Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx 67
2. 1. 6 Wilayah Pertanian Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx 70
2.2. Pengaturan Perjanjian Bagi Hasil Xxxx Xxxxxxxxx 75
2. 2. 2 Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 1960 88
2.3. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Xxxxx Xx Xxxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx . 103
2.3.1. Latar Belakang Timbulnya Perjanjian Bagi Xxxxx Xx Xxxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx 103
2.3.2. Asas -Asas Yang Di Pergunakan Dalam Perjanjian BagiHasil 106 2.3.3. Bentuk Perjanjian Bagi Hasil 109
2.3.4. Isi Perjanjian Bagi Hasil 111
BAB III AKIBAT HUKUM PERJANJIAN BAGI HASIL POHON AREN DIDESA XXXXX XXXXXXX SADA NIOGA 119
3.1. Pelanggaran Perjanjian Bagi Xxxxx Xxxxx Xxxx Xx Xxxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx 119
3.2. Akibat Hukum Dalam Perjanjian Bagi Hasil Di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx 121
BAB IV ASAS KEPASTIAN HUKUM PADA PERJANJIAN BAGI HASIL
POHON AREN DI DESA JUHARiGINTING SADA NIOGA BERDASARKAN HUKUM ADAT DAN UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL 128
4. 1. Asas Kepastian Hukum Pada Perjanjian Bagi Xxxxx Xxxxx Xxxx di Desa Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga 128
BAB V PENUTUP 138
5.1. Kesimpulan 138
5.2. Saran 139
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Tabel
Tabel 2.1. 67
Tabel 2.2 71
Tabel 2.3. 73
Tabel 2.4. 74
Tabel 2.5 105
Tabel 2.6 113
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan bantuan dan dukungan orang lain untuk melakukan segala aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi dan komersial. Dengan kata lain, agar suatu usaha yang dikelola dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, dalam menjalankan suatu kegiatan usaha diperlukan pihak ketiga. atau seorang ahli. Ketika melakukan perikatan untuk kepentingan orang yang melakukan pekerjaan dan pembagian keuntungan yang perlu diutamakan dalam kegiatan itu, banyak sekali persoalan yang timbul dalam kehidupan masyarakat antara satu orang dengan orang lain. Pemilik dan orang atau badan hukum yang disebut penggarap mengadakan perjanjian bagi hasil, disebut dengan nama apapun, di mana penggarap diberi izin oleh pemiliknya untuk menjalankan usahanya.. 1
Karena mayoritas penduduk Indonesia adalah petani dan menggantungkan mata pencaharian dan pendapatannya dari usaha pertanian, maka lahan pertanian merupakan sumber daya yang sangat vital dan berperan penting dalam kehidupan masyarakat yang tinggal di sana."bumi, air, dan sumber daya alam 1 Chairumani Pasaribu , Perjanjian Hukum dalam Islam,” bunyi pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 alinea 3. yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (iSinar Grafik, 1994, hal. 61).
Menurut hukum adat, manusia dengan tanahnya memiliki hubungan kosmik- magis-religius selain hubungan hukum, baik yang sakral maupun tidak. Hubungan ini tidak hanya antara individu dengan tanah, tetapi juga dapat antara
kumpulan orang-orang daerah dalam suatu kesatuan peraturan baku (Rechtsgemeenstschap) sesuai dengan hak-hak istimewa yang baku. Suatu hak, yaitu hak menguasai tanah, ada antara warga negara Indonesia dengan tanah. hubungan antara tanah dan penduduk Indonesia, dan ini berubah menjadi hubungan yang sangat sakral, sehingga terjadi hubungan misterius antara tanah dan pemiliknya di mata publik.
Fakta bahwa kehidupan manusia terkait erat dengan tanah adalah alasan mengapa tanah sangat penting bagi kehidupan manusia. Mereka makan dari tanah, tempat mereka tinggal dan hidup.. 2
Bahkan, pertumbuhan penduduk Indonesia melebihi lahan yang tersedia. Menyusutnya lahan pertanian dan kelangkaan perumahan adalah dua persoalan yang muncul akibat bertambahnya jumlah penduduk. Ada orang atau pihak yang sama sekali tidak memiliki tanah karena akibat dari dampak ketidakseimbangan antara jumlah lahan yang tersedia dengan kebutuhan manusia akan lahan.
2 Xxxxxxxxxxxxx X. X.,Teknologi Konservasi Tanah dan Air. (Jakarta: RinekaiCiptai1991) hal. 1
Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan pertanahan dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan rakyat dan petani pada khususnya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Pokok Agraria (UUPA) mengatur tentang pertanahan. Berdasarkan isi dan tujuannya, Pokok Agraria Hukum memberikan kepada masyarakat, khususnya kaum tani, suatu ukuran kepastian hukum tentang hak atas tanah.
Sebagian besar praktik masyarakat dalam mengolah tanah dengan sistem bagi hasil didasarkan pada hukum adat atau kebiasaan setempat, terutama di masyarakat pedesaan, yang kadang-kadang termasuk pungutan liar dan tidak menjamin kepastian hukum karena diadakan secara tidak tertulis. Pemerintah memberlakukan Bagi Hasil Perjanjian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960, mengutip Pasal 33 UUD 1945. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 memungkinkan ketentuan yang mengatur tentang perbandingan bagi hasil milik pemilik tanah dan penggarap berbeda-beda atau tidak seragam, sehingga mengakibatkan ketentuan yang berbeda di berbagai daerah di Indonesia.
Lahan pedesaan yang lebih kecil telah mendorong banyak peternak dengan lahan sempit dan pekerja wisma (tanpa lahan hortikultura) untuk menggerogoti wilayah orang lain dengan kerangka pembagian keuntungan sebagai pekerjaan mereka. Seperti sewa, bagi hasil, hipotek, dan pengaturan serupa lainnya. perjanjian bagi hasil penggarapan lahan pertanian sudah ada sejak lama bahkan telah diwariskan secara turun temurun. Perjanjian bagi hasil dilakukan oleh pemilik tanah yang tidak memiliki waktu atau tidak mampu menggarap tanahnya. Mereka kemudian bekerja sama dengan petani yang memiliki atau tidak memiliki tanah dan mata pencaharian utamanya adalah petani yang mengolah tanah untuk pertanian.. 3
Perjanjian bagi hasil adalah perjanjian dengan nama apapun juga
yangberdasarkan perjanjian dimana penggarap diizinkan oleh pemilik untuk
melakukan usaha pertanian di tanah pemilik, dengan hasil dibagi antara kedua belah pihak, diadakan antara pemilik dan orang atau badan hukum, yang disebut dalam undang-undang ini sebagai "penggarap"..4
Sementara itu, Xxxx Xxxxxxx menjelaskan bahwa perjanjian bagi hasil merupakan suatu bentuk perjanjian antara penggarap dengan seseorang yang berhak atas sebidang tanah pertanian. Berdasarkan kesepakatan bahwa penggarap diperbolehkan menggarap tanah yang bersangkutan dan membagi keuntungan antara penggarap dengan orang yang berhak atas tanah berdasarkan perimbangan yang telah disepakati oleh anggota masyarakat.
Undang-undang tentang Perjanjian Bagi Hasil disahkan dan diumumkan dalam Lembaran Negara Tahun Ini pada tanggal 7 Januari 1960 di Indonesia.
3 Muhardi. Sistem Bagi Hasil dan Bagi Hasil Pengelolaan Pertanian Komoditas Padi.
Jurnal Manajemen Bisnis Performa, 7(1) 2010, hal 1–11.
4 Pasal 1 (c) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang PerjanjianiBagi Hasil
5 Xxxxx Xxxxxxx. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaan. (Jakarta : Djambatan. , 2006) hal. 118
1960 No.2, dengan catatan penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara. Pelaksanaan perjanjian bagi hasil tanah oleh para pihak harus didasarkan pada pembagian yang adil, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. kebebasan dan komitmen kedua pelaku juga terekam dalam Demonstrasi. Khususnya berkaitan dengan memastikan para penggarap memiliki kedudukan hukum yang memadai. Hal ini berdampak tidak hanya pada peningkatan hasil produksi tetapi juga pada pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang masyarakat.
Namun dalam prakteknya, para pihak dalam perjanjian bagi hasil tanah pertanian menggunakan adat atau hukum adat daripada melaksanakan sepenuhnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil. Hal ini berbanding terbalik dengan praktek karena dalam kebanyakan kasus perjanjian tersebut dilakukan dalam tidak tertulis dan hanya merupakan kesepakatan antara kedua belah pihak. Sebagai gambaran bentuk kesepakatan yang seharusnya ada dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil dibuat secara tertulis dihadapan Kepala Desa.6 Penggarapan tanah dengan sistem bagi hasil banyak dilakukan dalam masyarakat berdasarkan adat atau kebiasaan. cara hidup masyarakat di sana, terutama di daerah pedesaan yang terkadang terdapat unsur 6 A.P. iParprotection. Analisis Komparatif Hukum Bagi Hasil IndonesiaBandungi:Pemerasan, Mandari Maju, 1991, hlm. 2, tidak menjamin kepastian hukum karena dianggap tidak tertulis.
Selain itu, mengolah lahan pertanian tidak hanya sekedar menanam dan memelihara tanaman. Namun, pemilik dan penggarap juga harus memperhitungkan harga jual produk tanaman dan harga modal, seperti benih dan pupuk, dalam
perjanjian bagi hasil. Karena harga jual hasil pertanian yang tidak pasti, tidak jarang terjadi wanprestasi antara pemilik dan penggarap yang mengakibatkan kerugian salah satu pihak. bahwa akan ada keseimbangan bagi hasil yang baik bagi kedua belah pihak.
Pemerintah memberlakukan Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil Nomor 2 Tahun 1960 dengan mengutip Pasal 33 UUD 1945. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 memungkinkan ketentuan yang mengatur tentang perbandingan bagi hasil milik pemilik tanah dan penggarap berbeda-beda atau tidak. seragam, sehingga menimbulkan perbedaan ketentuan di berbagai daerah di Indonesia. Secara khusus, berikut adalah teks ayat 1 Pasal 7 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil:
Bupati atau Kepala Daerah Otonom Tingkat II yang bersangkutan menetapkan proporsi hasil tanah yang menjadi hak penggarap dan pemilik untuk setiap Daerah Otonom Tingkat II, dengan memperhatikan jenis tanaman, keadaan tanah, kepadatan penduduk, jumlah zakat yang disisihkan sebelum disalurkan faktor ekonomi, dan dat istiadat setempat.
Dalam hal ini, kalimat terakhir yang berbunyi sebagai berikut: "Setelah memperhatikan kata-kata pasal 7: memperhatikan dengan seksama apa yang dikatakan oleh adat setempat."
Fakta adanya beberapa perbedaan antara hukum adat yang berlaku saat ini dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagihasil menunjukkan bahwa Undang-Undang ini tidak begitu efektif. Undang-undang ini tidak berjalan karena prosedurnya sulit dan rumit. .Para pihak dalam perjanjian bagi hasil mengalami kesulitan akibat prosedur yang berbelit-belit tersebut. Salah satu penyebab tidak berjalannya undang-undang ini adalah
karena pemerintah tidak memberitahukan kepada masyarakat tentang Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1960 dan aturan tentang bagi hasil ini. kesepakatan. Selain itu, tidak adanya keterlibatan resmi dalam perjanjian bagi hasil menjadi penyebab hal ini.
Subyek perjanjian bagi hasil adalah pemilik tanah dan penggarap, sedangkan tujuan perjanjian bukanlah tanah melainkan pekerjaan dan hasil dari tanah, khususnya beras, serta para pekerja yang menggarapnya masyarakat biasanya melaksanakan perjanjian bagi hasil secara lisan dan berdasarkan kepercayaan di antara mereka sendiri.7 Tidak hanya bagi hasil tanaman lain yang diusahakan atau dibudidayakan oleh orang lain berlaku hukum terhadap hasil yang telah ditentukan, tetapi berlaku juga terhadap lahan pertanian. .Demikian pula yang terjadi pada masyarakat Karo di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx Kecamatan Xxxxx yang pengaturan bagi hasil tetap berdasarkan adat setempat?
Namun, dengan pertumbuhan penduduk yang cukup maju, lahan pertanian bersedia. Tekanan yang terus-menerus ini telah menyebabkan orang- orang di Kota Xxxxx yang tidak memiliki lahan pertanian terpaksa melakukan bisnis pedesaan di darat dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan berbagi hasil karya. kesepakatan yang telah disepakati antara pemilik dan penggarap tanah.
Mayoritas orang tinggal di Xxxxx Xxxx Ginting Xxxx Xxxxx adalah petani, dan Xxxx merupakan salah satu sumber utama kebutuhan primer dan sekunder mereka. Hanya saja tidak semua orang yang tinggal di sini memiliki tanah atau pohon Aren. perkebunan atau lahan sawit. Hasil kegiatan ekonomi kedua belah pihak akan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan mekanisme pengelolaan. Di Desa Juhar terdapat tiga cara untuk menjalankan perkebunan Aren yaitu sistem jual beli,
sistem gotong royong, sistem bantuan, dan sistem bagi hasil..
7 A.P. Xxxxxxxxxxxx Xxxxxx-Undang Bagi Hasil Di Indonesia (Suatu Studi Komparatif).
(Bandung Mandar Maju, 1991) hal. 2
Pada umumnya masyarakat Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx memiliki perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian yang dibuat secara lisan atau tertulis dan tanpa saksi. Asas kekeluargaan, kesepakatan dan saling percaya antara para pihak menjadi landasan kesepakatan, yang tidak diatur secara ketat.
Sistem bagi hasil ini dikenal dengan istilah “perembelken” atau “melahi ” di desa Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga, maupun di masyarakat adat Karo secara keseluruhan. Ini adalah kesepakatan tidak tertulis antara pemilik dan penggarap berdasarkan kepercayaan.8 Tradisi yang awalnya sosial dan memasukkan unsur pemerataan ekonomi telah berkembang menjadi kerjasama antara bisnis dan ekonomi.
Meskipun telah menimbulkan kepentingan ekonomi, mayoritas anggota masyarakat yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil tetap menggunakan cara lama yaitu tetap berpegang pada adat dan kebiasaan desa. Karena tidak ada bukti atau dokumentasi tertulis yang membuktikan keberadaan yang dimaksud perjanjian bagi hasil, sangat sulit untuk menemukan individu yang masuk ke dalam perjanjian bagi hasil atau melanggar hukum. Tenaga kerja dan tanaman pangan adalah subjek dari perjanjian bagi hasil, bukan lahan pertanian.
8 Menurut penuturan informan bernama Xxxxxxx Xxxxxxxx, salah satu pemilik Xxxx di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx. Seperti yang terjadi di Desa Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga, masyarakat pada umumnya menggunakan sistem bagi hasil yang bersumber dari sistem hukum adat setempat. Dalam salah satu sistem tersebut digunakan suatu metode untuk menghitung jumlah tangan pohon enau pada
setiap batang. Tangan pohon kurma akan dihargai Rp oleh penyadap.200.000, dan akan disadap9 sampai pohon kurma tidak lagi menghasilkan air.
Ketika pemilik sawit menerima pembayaran dari penyadap tapi tangan sawit tidak berproduksi, sistem ini menimbulkan masalah. Tentu saja, ini adalah berita buruk bagi penyadap karena mereka membayar di muka untuk pohon sawit dengan harga yang ditetapkan pemilik. .Selain itu, tidak semua pohon sawit menghasilkan air nira secara bersamaan. Jangka waktu setiap tangan pohon sawit mengirimkan nira berkisar antara tujuh hari hingga 90 hari. berita untuk penyadap.
Sistem bagi hasil sukarela merupakan sistem bagi hasil lain yang digunakan oleh warga Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx. Dalam sistem bagi hasil ini, para penyadap sawit akan secara sukarela membayar pemilik pohon sawit dan pemilik lahan atas hasil panen yang mereka hasilkan.).
9 sadap sa·dap/ v, menyadap/me·nya·dap/ v 1 mengambil air (getah) dari pohon
dengan menoreh kulit atau memangkas mayang atau akar:petani itu - enau untuk mendapatkanniranya ;( xxxxx://xxxx.xxx.xx/xxxxx)
Pemilik pohon sawit—juga dikenal sebagai pemilik lahan—tidak mengetahui secara pasti berapa rupiah yang harus diperolehnya dari penyadap, yang berujung pada persoalan selanjutnya. Sistem ini telah mengakibatkan kerugian bagi banyak pemilik pohon sawit.
Kasus pemilik lahan dan petani sawit yang menandatangani perjanjian bagi hasil secara lisan tanpa saksi dan semata-mata berdasarkan asas kekeluargaan dan kepercayaan merupakan salah satu contoh kasus yang terjadi di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx. Pemilik xxxxx mengalami kerugian. akibat wanprestasi karena salah satu pihak melanggar kesepakatan dengan tidak membayar harga yang telah disepakati kepada petani penyadap sawit.
Masyarakat desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx juga akan menggunakan hukum adat untuk menyelesaikan setiap perselisihan yang timbul dari kesepakatan bagi hasil yang tidak sesuai dengan kesepakatan. Melibatkan anak beru adalah solusi dari masalah ini di masyarakat Karo..10
Dalam masyarakat Karo, Anak Beru terbagi menjadi dua kelompok yaitu Anak Beru Jabu dan Anak Beru Darat. Anak beru Darat bertugas menyelesaikan persoalan yang muncul di luar peradaban, sedangkan anak beru Xxxx bertugas menyelesaikan persoalan yang muncul dalam peradaban. Anak-anak baru dilibatkan dalam penyelesaian masalah seperti perbedaan pendapat tentang kesepakatan bagi hasil di masyarakat Karo desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx sejak lama. tanah dan anak luar. Anak tanah menyediakan dalam contoh ini.
10 Anak beru adalah pihak pengambil perempuan atau penerima perempuan untuk diperistri. Anak beru disebut pula hakim moral, karena bila terjadi perselisihan dalam keluarga kalimbubunya, tugasnyalah mendamaikan perselisihan tersebut
kesepahaman agar para pihak dapat melihat permasalahan atau mencari solusi dengan menggunakan nilai-nilai toleransi dan kekeluargaan. Namun, seiring berjalannya waktu, pekerjaan anak muda tanah dan peraturan standar kabur dan lambat laun menimbulkan masalah sehingga masalah pemahaman tidak memiliki pandangan bersama. Dalam beberapa kasus, bahkan menyebabkan masalah yang berkepanjangan dan pelaksanaan pelanggaran yang tidak tercakup dalam perjanjian.
Secara umum dapat dilihat bahwa sistem bagi hasil pohon sawit di Desa Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga yang berlaku selama ini bermasalah dengan bagi hasil antara pemilik dan penggarap (penyadap). memakan waktu lebih lama karena tidak adanya kepastian hukum seputar penyelesaiannya. Selain itu, ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum adat sendiri merupakan akibat dari memudarnya hukum adat secara bertahap, sehingga secara alami sulit untuk menyelesaikan masalah perjanjian bagi hasil.
Dalam sebuah penelitian berjudul, penulis tertarik untuk meneliti masalah ini karena fenomena tersebut di atas. “Pelaksanaan Perjanjian Bagi Xxxxx Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx Petani dan Pemilik di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka pokok masalah yang menjadi fokus penulis adalah
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian bagi hasil pohon aren terhadap petani dan pemilik di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx?
2. Bagaimanakah akibat hukum jika salah satu pihak wanprestasi atas perjanjian bagi hasil pohon aren yang terjadi di Desa
xxxx Xxxxxxx Sada Nioga?
3. Bagaimanakah asas kepastian hukum pada perjanjian bagi hasil pohon aren di Desa Juhar Ginting Sada Nioga berdasarkan hukum adat dan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memaparkan dan menganalisis pelaksanaan perjanjian bagi hasil pohon aren terhadap petani dan pemilik di Desa Xxxxx Xxxxxxx XxxxXxxxx.
2. Untuk mengetahui akibat hukum jika salah satu pihak wanprestasi atas perjanjian bagi hasil pohon aren yang terjadi di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan asas kepastian hukum pada perjanjian bagi hasil pohon aren di Desa Juhar Ginting Sada Nioga berdasarkan hukum adat dan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1960Tentang Perjanjian Bagi Hasil.
1.4. Manfaat Penelitian
Beberapa keuntungan teoritis dan praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teori, kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi konsep bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya hukum, dalam bidang kajian Hukum Perjanjian Bagi Hasil, khususnya bagi hasil pohon sawit, guna memberikan kontribusi terhadap hukum bagi hasil di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan hukum adat di daerah tertentu.
2. Praktis
a. Bagi Pemerintah Dokumen ini dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada pemerintah untuk penyusunan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960, khususnya tentang Perjanjian Bagi Hasil, agar pemerintah daerah kabupaten Karo dapat melaksanakan undang-undang ini dengan baik. diantisipasi akan dapat menjawab setiap pertanyaan, seperti bagaimana tata cara penanaman sawit di Desa Juhar Ginting Sada Nioga, Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo. Selain itu, di Desa Juhar Ginting Sada Nioga, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 ditetapkan Akad Bagi Hasil sebagai bentuk alternatif perlindungan hukum bagi pemilik dan pembudidaya kelapa sawit. Pembagian hasil yang adil dan saling menguntungkan merupakan tujuan dari undang-undang ini.
b. Penulisan ini diharapkan dapat mengedukasi para petani atau pemilik properti tentang bagaimana menerapkan kesepakatan bagi hasil di lahan pertanian agar mendapatkan keuntungan yang adil, khususnya untuk perkebunan kelapa sawit, untuk kepentingan masyarakat..
1.5. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran literatur yang dilakukan di berbagai perguruan tinggi maupun di internet, belum pernah ada penelitian dengan judul tersebut. berkaitan dengan pokok bahasan tugas akhir ini:
Skripsi ditulis atas nama Xxxxxxx XXX. Program Magister Hukum Universitas Diponegoro mendapatkan penghargaan B4B 003 086 dengan judul Implementasi Perjanjian Bagi Hasil Lahan Pertanian di Kabupaten Xxxx Komering Xxxx Xxxxxxxx Sumatera Selatan Tahun 2005.11 Pertanyaan yang diajukan adalah bagaimana pelaksanaan perjanjian bagi hasil lahan pertanian di Kabupaten Xxxx Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Apa tujuan dari perjanjian bagi
hasil pertanian ditinjau dari bagaimana kehidupan masyarakat?
11 Erviana, “Pelaksanaan erjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian Di Kabupaten Xxxx Komering IlirProvinsi Sumatera Selatan”, Magister Hukum, Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 20
perubahan, dan bagaimana penyelesaian sengketa berdasarkan kesepakatan pembagian lahan pertanian di Kabupaten Xxxx Komering Xxxx Xxxxxxxx Sumatera Selatan.
Melihat akibat dari penjajakan dan penelaahan dalam dalil ini, maka beralasan bahwa orang-orang di Kawasan Xxxx Komering Ilir tidak mengetahui atau membutuhkan informasi tentang Peraturan No. tentang perjanjian bagi hasil dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960. judul penelitian, lokasi penelitian, dan rumusan masalah semuanya berbeda antara penelitian ini dengan penelitian penulis.
Tesis ini ditulis untuk Iko's Life, NIM.B4B006135,“ Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Lahan Pertanian di Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes ” ditulis oleh seorang Mahasiswa Magister Kenotariatan yang terdaftar pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro pada tahun 2008.12 Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana sistem pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Lahan Pertanian yang berlaku di Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes; faktor apa yang mempengaruhi pemilihan sistem; kendala apa yang dihadapi dan bagaimana mengatasinya; dan bagaimana pelaksanaan Kesepakatan Bagi Hasil Lahan Pertanian di Kabupaten Bulakamba.
Kehidupan Iko, “Pelaksanaan Perjanjian Bagi Xxxxx Xxxxx Pertanian di Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes,” Magister Kenotariatan, Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2008 Perjanjian Bagi Hasil sesuai UU No. 12 Kehidupan Iko, “Pelaksanaan Tanah Pertanian Perjanjian Bagi Hasil di Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes,” Magister Kenotariatan, Pascasarjana Universitas Diponegoro, mereka mengadakan perjanjian Bagi Hasil berdasarkan hukum adat adat yang telah diwariska secara turun temurun, UU No.2 Tahun 1960, tentang
perjanjian untuk bagi hasil di lahan pertanian. Kehidupan yang monoton menyebabkan kepasifan dan tidak berlakunya hukum di daerah ini. Rendahnya tingkat pendidikan masih ada, sehingga sangat sulit bagi orang untuk maju. Itu sebabnya UU No. 2 Tahun 1960 tidak dilaksanakan. Selain itu, nilai-nilai budaya yang tertanam kuat di setiap masyarakat sangat mengutamakan tradisi gotong- royong berupa kesepakatan penggarapan sawah melalui bagi hasil secara adat. Kontrasnya antara judul eksplorasi ini dan pemeriksaan pencipta adalah perbedaan dalam rencana masalah, perbedaan dalam bidang eksplorasi dan di mana contoh diambil.
Penelitian selanjutnya adalah tesis yang ditulis oleh Xxx Xxx Xxxxxx dengan judul“Perjanjian Bagi Hasil Lahan Pertanian Dalam Pemanfaatan Tanah Pusako Di Nagari Sungai Durian Kabupaten Padang Pariaman” (NIM 1720122012 Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Universitas Andalas Tahun 2019).13 Xxx Xxx Xxxxxx, “Perjanjian Bagi Hasil Lahan Pertanian Dalam Pemanfaatan Tanah Pusako di Nagari Sungai Durian Kabupaten Padang Pariaman,” Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Andalas, 2019, pertanian dilakukan secara lisan di Nagari Sungai Durian Kabupaten Padang Pariaman. Bagaimana keabsahan perjanjian pembagian tanah pertanian?
Temuan penelitian menunjukkan bahwa bentuk pemahaman Peraturan Nagari Sungai Durian Padang Pariaman bersifat lisan karena telah dipraktikkan sepanjang masa dan telah menjadi tradisi Nagari. menerima bagian dari hasil tanah ditentukan oleh kesepakatan para pihak. Menurut kesepakatan para pihak, pemilik tanah berhak atas bagian dari hasil tanah. Namun, pemilik tanah wajib mengalihkan tanahnya kepada penggarap. Di Nagari Sungai Kabupaten Padang Pariaman, perjanjian bagi hasil secara lisan batal demi hukum karena melanggar baik sifat
hukum adat yang konkrit maupun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang
perjanjian bagi hasil.
Dengan demikian, ternyata eksplorasi ini tidak sama dengan pengujian pencipta. Perbedaannya antara lain rumusan masalah, lokasi penelitian, dan judul penelitian.
Pada tahun 2006, mahasiswa Magister Hukum Malem Ginting, NIM 047005007, melakukan penelitian yang diuraikan di bawah ini untuk tesisnya. Dengan judul penelitian, “Penerapan UU No.2 Tahun 1960, yang mengatur tentang perjanjian pembagian tanah pertanian dilakukan di Kecamatan Payung Kabupaten Karo).14 Di sisi lain, beberapa rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini salah satunya adalah pertanyaan ada atau tidaknya kesepakatan bagi hasil masyarakat atas tanah pertanian. di Kecamatan Payung Kabupaten Karo sudah sesuai dengan UU No.2 Tahun 1960, perjanjian bagi hasil perlindungan hak dan kewajiban para pihak, dan kendala yang menghalangi UU No.2 Tahun 1960 di Kabupaten Karo Kabupaten Payung?
Penelitian ini menemukan bahwa perjanjian bagi hasil berdasarkan hukum adat dan adat daerah sudah diketahui oleh masyarakat Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Sebagian besar masyarakat Kecamatan Payung menandatangani perjanjian bagi hasil secara lisan tanpa saksi. mencegah penerapan UU No. Dalam lingkup penelitian ini, UU tersebut belum banyak disukai oleh banyak orang.
Judul, cara masalah dirumuskan, lokasi pengambilan sampel, dan fakta bahwa penulis tidak secara khusus menyebutkan hasil lahan pertanian yang diteliti hanyalah beberapa hal yang membuat penelitian penulis menonjol dari yang lain.
Xxxxx Xxxx, Mahasiswa Magister Kenotariatan yang terdaftar di Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara tahun 2016, melakukan evaluasi terbaru
(NIM 147011007). “Efektifitas Implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1960 Tentang Tanah Perjanjian Bagi Hasil Pertanian di Desa Ujung Teran , Kecamatan Salapia, Kabupaten Langkat” demikian judul tesisnya. Di bawah arahan Xxxxx Xxxx, penelitian ini dilakukan.15 Pertanyaan yang diajukan oleh postulat ini adalah bagaimana berlakunya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 di Kota Ujung Teran, Daerah Salapia. , Perda Langkat tentang Pengaturan Hak Cipta Tanah Partisipasi Agraria, bagaimana pembagian Hasil Tanah Hortikultura oleh daerah setempat di Kota Ujung Teran, Daerah Salapian, Rezim Langkat, dan apa saja variabel penghambat dalam implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 di Ujung
Berdasarkan temuan, masyarakat di Kota Ujung Teran, Daerah Salapian, dan Rezim Langkat sama sekali tidak mengetahui bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 telah mengatur tentang Pengertian Bagi Hasil. Masyarakat Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat masih menganut dan mengikuti hukum adat yang telah ada sejak lama dan berkembang bersama masyarakat, sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Bagi Hasil.
15 Xxxxx Xxxx, Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, “Efektifitas Implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Lahan Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat,” 2016. Karena Kedekatan dari mayoritas instansi pemerintah kepada masyarakat diharapkan kepala desa segera mengkomunikasikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 kepada masyarakat.peraturan perundang- undangan yang berlaku. Rumusan masalah dan judul penelitian merupakan dua perbedaan antara penelitian ini dengan milik penulis.
Terbukti dari pengujian sebelumnya bahwa pencipta melakukan penelitian yang berbeda. Dua contoh adalah kekhususan produk pertanian yang akan dipelajari
dan perbedaan formulasi masing-masing masalah.
14 Malem Ginting, “Pelaksanaan Undang-Undang No.2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian (Studi Di KecamataniPayung Kabupaten Karo)”, Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2006
1.6. Kerangka Teori dan Konsep
1.6.1. Kerangka Teori
Istilah "kerangka teori" mengacu pada konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka, dan referensi yang tujuan utamanya adalah untuk menarik kesimpulan tentang dimensi. Karena hubungan proporsional dekat antara hipotesis dan bermacam-macam, penanganan, penyelidikan, dan latihan pengembangan, setiap ujian selalu digabungkan dengan penalaran hipotetis.
Kerangka teori pada hakekatnya adalah cara berpikir, teori, atau tesis tentang suatu peristiwa atau masalah yang menjadi bahan pembanding dan pedoman teori. Kelangsungan perkembangan suatu ilmu pengetahuan selalu ditentukan oleh imajinasi.
Selain itu, teori dapat dilihat sebagai seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis—yaitu, mereka mematuhi seperangkat aturan yang dapat dihubungkan secara logis atau dengan yang lain melalui data dasar yang dapat diamati—dan berfungsi sebagai kendaraan untuk mengantisipasi dan menjelaskan fenomena yang diamati.
Sebuah teori pada dasarnya adalah penegasan yang dikonfirmasi mengenai hubungan yang ada antara dua variabel atau lebih. Pernyataan tentang hubungan memberikan penjelasan tentang bagaimana dua atau lebih variabel atau faktor berinteraksi satu sama lain.
Di sisi lain, fungsi teori dalam penelitian kualitatif adalah untuk memperkuat penelitian sebagai instrumen manusia dengan memungkinkan peneliti
menyelidiki data sepenuhnya dan mengatur temuan mereka ke dalam tema dan
hipotesis. Selain itu, dalam pemeriksaan subyektif, spesialis mencari hipotesis untuk menjelaskan data eksplorasi.
Pisau analitik dalam penelitian ini didasarkan pada teori berikut:::
a. Teori Perjanjian
Kata Belanda untuk persetujuan, overeenkomst, sering digunakan secara bergantian dengan persetujuan. “Bisa dikatakan bahwa kedua kata itu (persetujuan dan kesepakatan) memiliki arti yang sama,” kata Subekti. “Perjanjian disebut juga perjanjian karena kedua belah pihak bersepakat untuk melakukan suatu tugas.”
Ketika satu pihak mengikat pihak lain, maka terciptalah hukum perjanjian yang sah. Istilah “hukum perjanjian” juga dapat diterjemahkan sebagai “seperangkat aturan yang dibuat ketika seseorang berjanji untuk melakukan sesuatu kepada orang lain”. untuk kesepakatan tanpa berada di bawah tekanan atau harus memilih satu sisi atau yang lain.
Buku III KUH Perdata mengatur tentang Verbintenissenrecht atau disebut juga Overeenkomst. Verbentenis memiliki tiga terjemahan: perikatan, kontrak, dan perjanjian, sedangkan Overeenkomst memiliki dua terjemahan: persetujuan dan kesepakatan. Makna perjanjian dijelaskan dalam Buku III dan Bab II KUHPerdata Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: Perjanjian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain atau lebih.19 Karena itu Buku III juga mengatur hubungan antara Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta, Intermassa, 1994), halaman 11 19 Xxxxxx Xxxxxxx, Hukum Kontrak di Indonesia (Yogyakarta:Halaman 41 buku Yustitia Pustaka tahun 2009.
bahwa tidak semua undang-undang didasarkan pada perjanjian, seperti perjanjian yang timbul karena melanggar hukum (onrechmatige daad) dan mengurus
kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan perjanjian (zaakwaarneming).
Sebaliknya, sebagian besar buku III berfokus pada perikatan yang timbul dari suatu perikatan atau perikatan. Selanjutnya termaktub dalam pengertian yang sah. Perikatan menurut Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx adalah hubungan hukum yang timbul antara dua orang sebagai akibat suatu perbuatan, peristiwa, atau keadaan.21 Apa kegiatan harus dilakukan dengan hukum properti-tentang hukum keluarga;dalam konteks hukum privat.Definisi yang luas dari keterlibatan adalah salah satu yang mencakup berbagai bidang hukum.
b. Teori Keadilan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “keadilan” berasal dari kata “adil” yang berarti tidak sewenang-wenang, tidak memihak, atau berat sebelah. standar. Karena tidak ada dua orang yang sama dan apa yang adil bagi satu orang mungkin tidak adil bagi orang lain, keadilan pada dasarnya merupakan konsep yang relatif. Secara alami, dalam pengaturan di mana skala keadilan diakui, klaim keadilan harus relevan dengan ketertiban umum .Setiap salah satu dari 20 Xxxxxxx xxxxx keadilan, atau Prinsip Hukum Perdata, sangat berbeda dari satu tempat ke tempat.Jakarta:PT.Intermasa, 1998).p.122.
21 Hukum Perjanjian Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx (Bandung: Sila keadilan ini dilandasi dan dijiwai oleh hakikat keadilan manusia, yaitu keadilan dalam hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, dengan masyarakat, dengan negara, dan dengan Tuhan Di Indonesia keadilan yang dimaksud dalam Pancasila sebagai dasar negara, khususnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sepenuhnya ditentukan dan ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan masyarakat masyarakat, tujuan hidup bersama yang dituangkan dalam lima nilai.23 Dalam apa yang disebut sebagai perspektif “keadilan sosial liberal-egaliter”, Xxxx Xxxxx menegaskan bahwa manfaat utama lembaga sosial adalah kemampuannya untuk menjamin keadilan. Namun, rasa keadilan setiap
individu yang memiliki dicapai tidak dapat dikesampingkan atau ditentang oleh
kebajikan terhadap seluruh masyarakat. Dengan memanfaatkan sepenuhnya konsep ciptaannya, yang ia sebut sebagai "posisi asli" (original position ) dan “tabir kebodohan”, Xxxxx, khususnya, mengembangkan gagasan tentang prinsip-prinsip keadilan. Khususnya individu-individu lemah yang mencari keadilan. Menurut Hukum, Moral, dan Keadilan X. Xxxx Xxxxxxx: Sebuah Studi dalam Filsafat Hukum, Ctk. ,Harus ada hipotesis untuk setiap teori kontrak. Selain itu, Indonesia:85) (Kencana 2014).
23 Ibid., hal. 86.
24 Dish Xxxxxxx Xxxx, "Hipotesis Xxxx Xxxxx tentang Ekuitas," Buku Harian Konstitusi, Vol. 6, No.1, 2009, hal. 140, dikonsultasikan pada 3 November 2021.
perjanjian kesetaraanDia mencoba untuk menunjukkan bahwa setiap orang dalam masyarakat diperlakukan sama dan bahwa tidak ada pihak yang memegang posisi lebih tinggi dari yang lain dalam hal posisi, status sosial, kecerdasan, kemampuan, kekuatan, dll. Mereka mampu menegosiasikan penyelesaian yang adil dengan yang lain partai sebagai akibatnya. Negara ini, yang menurut Xxxxx, mengatur struktur fundamental masyarakat melalui konsep keseimbangan reflektif berdasarkan rasionalitas, kebebasan, dan kesetaraan, disebut sebagai "posisi asli".
Hipotesis Xxxxx hampir identik dengan apa yang disebut Xxxxxx Xxxxx sebagai "adegan entah dari mana", terlepas dari kenyataan bahwa tidak ada bukti sejarah yang mendukungnya. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa Xxxxx menekankan versi "State of Nature "Itu sangat abstrak.
Xxxx Xxxxx mengidentifikasi kebebasan yang sama sebagai dua prinsip maksimalisasi. Kemampuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik (hak untuk memilih dan mencalonkan diri) adalah salah satunya. b. kebebasan berekspresi, yang meliputi kebebasan pers; c.
..
b. Teori Kepastian Hukum
XxxxxxxXxxxxxxxx Xxxxx HS tentang jaminan yang sah, keyakinan yang sah adalah salah satu tujuan pengaturan. Hukum membagi kewenangan atas cara penyelesaian masalah hukum, membagi hak dan tanggung jawab di antara anggota masyarakat, dan menjamin kepastian hukum untuk mencapai hal tersebut.
Menurut Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, teori kepastian hukum memiliki dua pengertian:
1) Ada pedoman umum yang membantu individu dalam memahami apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak;
27 Xxxxx, Jakarta: “Perkembangan Teori Hukum,”2) Individu memiliki kepastian hukum terhadap kesewenang-wenangan pemerintah karena aturan hukum yang umum membuat mereka mengetahui apa yang dapat dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap mereka.
Sebagaimana dapat dilihat dari uraian sebelumnya, kepastian hukum dapat dimaknai dengan berbagai cara, antara lain jelas, tidak memungkinkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiksi, dapat dilaksanakan, dan menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara.
Karena adanya kepastian hukum, para pencari keadilan memiliki
kesempatan untuk melawan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum yang
terkadang selalu arogan dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai penegak hukum.
. Masyarakat akan dapat memahami dengan jelas hak dan kewajiban hukumnya jika ada kepastian hukum. Orang tidak akan tahu apa yang harus dilakukan atau apa yang dikatakan undang-undang boleh atau tidak boleh jika tidak ada kepastian hukum. Norma hukum yang baik dan jelas dapat mewujudkan kepastian hukum ini, dan penerapannya juga akan jelas. Dengan kata lain, kepastian hukum mengacu pada ketepatan hukum dalam hal subjek, objek, dan ancamannya. Kepastian hukum, sebaliknya, tidak boleh dianggap remeh; melainkan harus digunakan sesuai dengan keadaan dan prinsip manfaat dan efisiensi..
1.6.2. Kerangka Konseptual
Dalam arti sempit/sederhana, konsep adalah pengertian yang diwujudkan dalam suatu istilah, lambang, bunyi, atau bentuk lainnya. Konsep adalah bahan mentah ilmu pengetahuan.29
Ada istilah yang tidak bisa disebutkan begitu saja; sebaliknya, kita harus melihat gejalanya, fenomena yang tercermin, seperti demokasi;keadilan;persetujuan;perbuatan melawan hukum;kegagalan;dll.Konstruk, yang lebih luas didefinisikan sebagai abstraksi dari
teori, adalah konsep abstrak seperti ini.Beberapa di antaranya ide-ide ini adalah:
asumsi, proposisi, konstruksi, keyakinan dasar, dan konsep sederhana.30
Diperlukan beberapa definisi dan konsep agar tidak terjadi kerancuan dalam pemahaman. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang penulis maksudkan dengan konsep tersebut:
a. Konsep Perjanjian Perjanjian diartikan sebagai “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih” dalam Pasal 1313 KUH Perdata.
Rencana pada umumnya bermacam-macam peluang dan tanggung jawab.karena perjanjian merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum dengan akibat hukum.Perjanjian itu tidak terjadi tanpa bantuan orang lain,melainkan karena adanya orang-orang yang mendukung hak dan mengambil tindakan hukum terhadap
kewajiban. Harus ada kesepakatan antara para pihak setiap kali undang-undang dibuat. R. Subekti berpendapat bahwa para pihak yang membuat kesepakatan harus menyepakati pokok-pokoknya, danJika kesepakatan tidak tercapai, maka apa yang diinginkan oleh satu pihak pasti juga diinginkan oleh pihak lainnya.
sebuah. Konsep Bagi Xxxxx Menurut Xxxxxxxx yang dikutip dalam jurnal Xxxx Xxxxx Xxxxxxxxx, bagi hasil adalah pengertian bagi hasil dalam bahasa Inggris. Menurut pengertian bagi hasil dalam kamus ekonomi, 32b, berikut adalah gagasan dibalik Undang- Undang Perjanjian Bagi Hasil Nomor 2 Tahun 1960:
“Dalam perjanjian bagi hasil, pemilik dan orang atau badan hukum yang disebut
penggarap dalam undang-undang ini sepakat bahwa penggarap diperbolehkan melakukan
usaha pertanian di atas tanah pemiliknya dengan imbalan bagi hasil.
c. 31 R. Subekti hukum kontrak “JakartaDampak Bagi Hasil Perbankan Syariah Terhadap Dana Pihak Ketiga di Indonesia,” Jurnal Akuntansi, Vol.32, Xxxx Xxxxx Xxxxxxxxx, Intermasa, 1994, halaman 17. No. 1. Halaman 42
Pohon kurma adalah sejenis tanaman palem yang tumbuh di batang dan menghasilkan tepung atau pati, getah, buah, dan produk lainnya. Semua kurma ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Namun, banyak orang menanam getah untuk produksi gula aren yang diolah menjadi gula aren dan memiliki pasar yang sangat besar.
29 Gunardi , Kerangk Konsep Dan Kerangka Teori Dalam Penelitian Ilmu Hukum, Jurnal EraHukum No. 1 Th. 13, 2015, hal. 87
30 Ibid, hal. 88
33
1.7. Metode Penelitiaan
Istilah teknik berasal dari kata strategi yang berarti cara, namun menurut kebiasaan strategi direncanakan dengan kemungkinan hasil yang digunakan dalam pemeriksaan dan evaluasi.34
1.7.1. Jenis Dan Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris karena dalam penelitian ini fokusnya adalah aspek hukum sebagai sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum sebagai contoh nilai, gagasan, kepercayaan, atau harapan. Pada akhirnya kekuatan sosial akan dapat menentukan bagaimana hukum itu dipatuhi, dilanggar, atau diselewengkan, atau menurut yuridis sosiologis, hukum tidak hanya dipandang sebagai peraturan atau kaidah tetapi juga termasuk bekerjanya hukum dalam masyarakat. Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, Sederhananya, ini perhatian
.
33 ModyiLempang,2012. Pohon Aren da Manfaat Produksinya. Info Teknis EBONI Vol.9 No.1,Oktober 2012 hal. 39 xxxx://xxxxxxxx.xxxxx-xxx.xxx/xxxxxxxx-
litbang/index.php/buleboni/article/view/4993/4413 diakses pada 2 Novemver 2021
34 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Penganta Penelitia Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2012) hal. 5
Penelitian hukum sosiologis, juga dikenal sebagai penelitian lapangan, melihat bagaimana hukum bekerja dan apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat.. 35
Alternatifnya, kajian yang dilakukan dengan maksud untuk memperoleh informasi dan fakta yang diperlukan tentang situasi atau kondisi aktual yang ada di masyarakat. Masalah tersebut kemudian diidentifikasi, yang pada akhirnya mengarah pada penyelesaiannya setelah data yang diperlukan telah dikumpulkan.36 Ia memasukkan penelitian ini ke dalam penelitian empiris karena ingin mengetahui bagaimana hukum tersebut mempengaruhi hasil panen sawit masyarakat Desa Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga.
Pendekatan perundang-undangan atau disebut juga dengan “pendekatan hukum” digunakan dalam penelitian tentang hukum bagi hasil berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil dan hukum adat yang berlaku di Desa Juhar Ginting Sada Nioga.”..
1.7.2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian Deskriptif Analitik digunakan untuk menggambarkan kondisi objek dan sejumlah faktor.
35 Xxxxxxx Xxxxxx, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002) hal. 15
36 Ibid. hal. 16
mempengaruhi informasi yang dikumpulkan, disusun, dijelaskan, dan dianalisis..37
Gambaran yang komprehensif dan sistematis tentang implementasi perjanjian bagi hasil pohon sawit dan perjanjian berdasarkan hukum adat dan hukum yang dibuat oleh pemilik dan penggarap pohon sawit diharapkan dapat diberikan oleh temuan penelitian ini, yang dianggap deskriptif.
Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis hukum dan sosial ekonomi untuk menentukan akar penyebab masalah hukum yang disebabkan oleh ketidaksepakatan dalam bagi hasil atau pelanggaran kesepakatan antara pemilik dan penggarap..
1.7.3. Subyek dan Obyek Penelitian
Studi kasus memanfaatkan subjek dan objek penelitian yang terkenal. Subjek adalah orang atau benda yang akan menjadi subjek penyelidikan. Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, sebaliknya, mendefinisikan subjek penelitian sebagai benda, orang, atau hal lain yang merupakan subjek xxxxxxxxxx.xxxx untuk variabel penelitian yang dilampirkan dan menjadi fokus penelitian.
Responden adalah istilah lain untuk orang yang berpartisipasi dalam penelitian, terutama mereka yang menanggapi perlakuan tertentu..
37 Xxxxxxxx Xxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Press,1998) hal. 35
38 Xxxxxxxx Xxxxx. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif da Kuantitatif).
(Yogyakarta :UII Press Yogyakarta, 2007). hal. 121
39 Ibid. 122
kepadanya. Purposive sampling, di mana karakteristik spesifik responden dari kelompoknya dimasukkan, digunakan untuk memilih responden.
Istilah "populasi" mengacu pada sekelompok besar orang dan hal-hal dengan kualitas dan karakteristik tertentu yang telah dipilih peneliti untuk diselidiki dan ditarik kesimpulannya.40 Menurut pengertian ini, populasi penelitian ini adalah peserta perjanjian bagi hasil dari Xxxxx Xxxxxxx Desa Sada Nioga. Sebaliknya, partisipan dalam penelitian ini adalah sepuluh orang di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx yang telah menandatangani perjanjian bagi hasil dan termasuk lima pemilik pohon aren dan lima pembudidaya pohon aren.
Penelitian ini akan menggunakan responden sebagai berikut:
1) Xxxxxxx Xxxx Xxxxx, Kecamatan Xxxxx, Kepala Desa Juhar.
2) Lima orang pemilik tanaman aren di desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx.
3) Petani Aren di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx (lima orang).
Obyek eksplorasi merupakan tujuan penelitian terhadap permasalahan yang sedang direnungkan. Penulis dalam penelitian ini menetapkan obyek penelitian berdasarkan hal tersebut yaitu undang-undang perjanjian bagi hasil Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx.
.
40 Xxxxxxxx. Metode Penelitian. (Bandung : Alfabeta, 2012). hal. 12
1.7.4. Teknik Pengumpulan Data
Berikut adalah metodedigunakan untuk mengumpulkan data sekunder dan primer untuk penelitian ini:
1. Wawancara langsung adalah situasi interpersonal tatap muka di mana pewawancara mengajukan pertanyaan kepada responden dengan maksud untuk memperoleh tanggapan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Untuk mencapai tujuan mendapatkan data yang tepat dari sumber yang mampu, wawancara diarahkan ke memperoleh data secara lisan. Pemrosesan data dilacak melalui wawancara langsung ke:
a. .Kepala Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxx Xxxxxx Xxxxxxx;
b. perorangan di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx yang memiliki tanah atau pohon aren.
c. Desa Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga memiliki penyadap. Nama-nama yang merespon tercantum di bawah ini.
a. ::
No. | Pemilik | Penggarap |
1. | Xxxxxx Xxxxxxx | Sempurna Ginting |
2. | Ngalo Ginting | Xxxxxxxx Xxxxxxx |
41 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Penganta Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia: 2012), hal. 12
3. | Xxxxxx Xxxxxxx | Sori Ginting |
4. | Lipat Br. Ginting | Xxxxx Xxxxxxx |
5. | Penoh Br. Ginting | Alatta Pinem |
1.Observasi Langsung Di Desa Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga lokasi penelitian dilakukan observasi langsung.
2. Metode pengumpulan data dari sumber tertulis atau visual dikenal dengan teknik Dokumentasi Studi Dokumen. Sumber tertulis atau gambar yang berkaitan dengan masalah penelitian berupa dokumen resmi, buku, majalah, arsip, dokumen pribadi, dan foto, khususnya yang berkaitan dengan Hukum No.2 Tahun 1960.
1.7.5. Sumber Data
1. Data Primer Data primer adalah informasi yang dikumpulkan langsung dari penelitian lapangan. Studi lapangan ini menggunakan wawancara, yaitu cara untuk mendapatkan informasi dari orang secara langsung dengan mengajukan pertanyaan. Wawancara mengalir secara alami. Untuk penelitian, pertanyaan tertulis dalam bentuk kuesioner dapat digunakan, tetapi pertanyaan juga dapat dibuat selama tidak mengubah masalah.
0.Xxxx Sekunder Data sekunder adalah informasi yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Data ini diperoleh dari informasi yang telah didokumentasikan dalam dokumen hukum primer dan sekunder, tidak langsung dari sumber primer.
1.Materi Hukum Utama, atau materi yang mengikat secara hukum, meliputi:
a) Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil Tahun 1960;b) Hak Sipil;c) Peraturan Menteri Agraria Nomor 4 Tahun 1964 yang Mengatur Penerapan Perjanjian Bagi Hasil;dan d) Instruksi Nomor 13 Tahun 1980 yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia tentang Pedoman Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960. Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan-bahan sah yang esensial disebut juga bahan halal pilihan, antara lain:
a) Nasihat para ahli; b) buku-buku tentang subjek penyelidikan; c) bahan hukum tersier yang ditemukan di internet, khususnya yang menyajikan informasi bahan hukum primer dan sekunder dengan format sebagai berikut:
a) Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia
1.7.6. Metode Analisis Data
Metode pengolahan data harus sesuai dengan keabsahan data. Menurut metode kualitatif, data harus diuraikan dalam kalimat yang efektif, teratur, runtut, logis, dan bebas dari tumpang tindih agar lebih mudah untuk memahami dan menginterpretasikan data. .
Berikut adalah tahapan analisis data:
1.Proses penyuntingan dan penyuntingan dilakukan setelah pengumpulan data di lapangan. Prosedur ini sangat penting karena terkadang data yang terkumpul tidak sesuai dengan harapan peneliti, bahkan ada yang hilang atau terabaikan. Khususnya bagi hasil telah telah digunakan pada perkebunan aren di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx, Kecamatan Xxxxx..
.
42 Xxxx Xxxxxxxx. MetodePenelitian Kualitatif Dalam PerspektifxRancangan Penelitian (Jogjakarta : Ar-ruzzmedia: 2012) hal. 236
43 S, Arikunto Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: PT. Rineka Cipta:2002) Hal. 182
1. Klasifikasi Untuk memastikan bahwa data yang diperoleh mengandung informasi yang diperlukan untuk penelitian ini, pertanyaan yang diajukan dalam masalah digunakan untuk mengelompokkan data wawancara ke dalam kategori tertentu.
2. Proses pengecekan kembali data yang telah terkumpul untuk melihat apakah benar-benar valid dan sesuai dengan harapan peneliti dikenal dengan verifikasi data. Oleh karena itu, untuk menjamin keabsahan data, tahap verifikasi ini bertujuan untuk menunjukkan keakuratan data. Untuk menentukan apakah data sesuai dengan apa yang subjek ketahui, verifikasi ini melibatkan terlebih dahulu bertemu dengan sumber data subjek dan memberikan hasil wawancara kepadanya. Peneliti kemudian bertemu dengan sumber data subjek dan memeriksa versi tertulis dari hasil wawancara lagi.
3. Analisis data adalah proses memilah dan mengatur data ke dalam pola, kategori, dan unit deskriptif dasar untuk menemukan tema dan hipotesis kerja. Oleh karena itu, organisasi data adalah tujuan analisis data. Menggunakan metode pengumpulan data tersebut di atas , penulis akan mengelola dan melakukan analisis deskriptif kualitatif terhadap data lapangan.
Analisis data kualitatif melibatkan bekerja dengan data, mengaturnya menjadi unit-unit yang dapat dikelola, mensintesisnya, mencari pola, menentukan apa yang penting, apa yang dipelajari, dan apa yang diceritakan kepada orang lain.
Suatu metode untuk menggambarkan dan menggambarkan informasi yang telah dikumpulkan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif dan umum tentang situasi aktual disebut pemeriksaan informasi subjektif
44 Xxxx Xxxxxxx. Metodologi Penelitian Kualitatif. ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2002) Hal.248
BAB II
PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN DIDESA XXXXX XXXXXXX SADA NIOGA
2.1. Gambaran Umum Kabupaten Karo
2.1.1. Sosial Budaya
Kata “Karo” berasal dari bahasa Karo lama “Haro atau “ Haru” yang masih ada dalam bahasa Karo dan Pakpak dan berarti “khawatir” atau perasaan ragu dan takut. Orang Melayu) yang tinggal di dataran rendah sepanjang pesisir timur Sumatera Utara, khawatir dan takut terhadap para pendatang Melayu Deutro (Melayu Muda), sebagian sudah mengungsi ke pedalaman, ke kawasan Bukit Barisan, yang kini menjadi wilayah orang Karo.
Pegunungan KaroMasyarakat Melayu Tua mengalami “Haru” atau “aru” atau ketakutan akan perang dan pembunuhan, akibatnya mereka mengungsi ke pedalaman menuju daerah pegunungan sendirian dan mulai menetap dan membentuk kelompoknya. jumlah masyarakat yang membentuk anggota masyarakat semakin meningkat, sehingga secara bertahap membutuhkan pengaturan individu sesuai dengan pedoman adat. Suku Karo merupakan suku yang mendiami dataran tinggi Sumatera Utara tepatnya di Kabupaten Karo.
Hasilnya, mereka mengembangkan aturan dan praktik, serta rasa kebersamaan yang didukung oleh kerja kelompok yang kuat. "Mejuah-Juah," yang secara harfiah diterjemahkan menjadi "salam perdamaian dan salam kesehatan yang baik untuk orang Karo yang temu,” adalah sapaan khas yang digunakan oleh masyarakat Karo. Secara umum, masyarakat Karo Tanah Karo tetap menjalankan tradisi dan budaya yang menurut mereka memberikan kekuatan untuk melangsungkan kehidupannya.
Masyarakat Karo kemudian disatukan menjadi satu kesatuan keluarga yang kuat melalui praktik dan budaya tersebut. Budaya dan adat istiadat Karo kemudian menyadarkan masyarakat Karo betapa pentingnya menjaga kerukunan masyarakat Karo. dengan dan sangat membatasi untuk individu ini. Lima Merga, Tutur Siwaluh dan Rakut Sitelu, membentuk suku Karo. Merga Silima khususnya: Ginting, Sembiring, Tarigan, Pengin-angin, dan Karo-karo
Sistem kekerabatan Karo yang dikenal dengan Rakut Si Telu, yang secara harfiah berarti "mengikat", "yang", dan "tiga", yang berarti "ikatan tiga", menggabungkan budaya dan adat istiadat. Rakut Si Telu menggabungkan: Kalimbubu, juga dikenal sebagai "pesta perawan" atau "tuhan",
1 Xxxxx , Xxxxxx, Karo dari Jaman ke Jaman, Xxxxx X ( Medan :Yayasan Masa, 1981) hal. 53.
terlihat, kalimbubu sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkah. Kalimbubu berkewajiban untuk memberikan saran atau saran kepada orang Karo atau kerabat terdekatnya. Ketika pesta adat diadakan, jelas bahwa kalimbubu, orang yang dihormati di Karo sistem kekerabatan masyarakat, memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Karo dan menurut adat, mereka harus dihormati. Kalimbubu memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Karo, oleh karena itu dia sering disebut sebagai "Mama (Paman).2Kalimbubu adalah kelompok sosial yang tugasnya menyelesaikan adat perkawinan dan kematian suku Karo, khususnya dalam upacara suku Karo. Peradaban suku Karo berjalan sempurna tanpa kalimbubu.
Selain itu, ada Sembuyak atau biasa disebut Mondaya. Karena “se” berarti satu dan “mbuyak” berarti perut atau rahim, maka sembuyak berarti suatu merga atau marga yang berasal dari satu rahim. Sedangkan senina berarti satu pandangan. .Ketika pesta adat berlangsung, sembuyak dan senina berfungsi sebagai corong atau perantara anggota keluarga dan teman. Kehidupan orang Karo juga sangat dipengaruhi oleh Senina dan Sembuyak.2 Cetakan, Xxxxxx, Adat Karo, tentang kehidupan orang Karo orang (Medan:51-55, Kongres Kebudayaan Karo, Penerbit Bina Media Perintis, 2012.
Pada dasarnya, Senina dan Xxxxxxxx adalah keturunan dari anggota terdekat keluarga Karo, yang secara alami termasuk dalam marga yang sama dengan kepala keluarga.
Ketika seorang Karo ingin mengadakan pesta adat, biasanya Senina dan sembuyak yang dekat dengan keluargalah yang diminta untuk memulai percakapan tentang acara tersebut. .Intinya, orang Karo memiliki anak yang berasal dari merga yang sama dengan kepala keluarga. Sebagai kelompok sosial yang memenuhi syarat untuk setiap persiapan adat suku Karo, anak beru memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Karo.Anak Beru yang mengatur makanan dan minuman, mengatur lokasi, dan menyiapkan jadwal agar ide acara bisa berjalan lancar.
Anak Beru memainkan peran yang cukup signifikan meskipun tampil sebagai peserta yang tidak signifikan di latar belakang. Anak-anak pasti banyak dalam budaya suku Karo. Pastinya tidak sedikit. Karena anak Xxxx tidak ingin mengecewakan keluarga dan Xxxxxxxxx, sangkep nggeluh3 bekerja sama dalam kehidupan suku Karo karena sangat jarang keluarga memasak untuk penyedia jasa makanan. Pasti mereka akan menyuruh anak Beru mereka untuk memasak.
Penduduk Kabupaten Karo energik, patriotik, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adat 3 Sangkep ngegeluh adalah struktur kekerabatan yang dimiliki oleh setiap individu Karo, yang sangat dianut oleh masyarakat Karo. Garis keturunan merga (ayah) dan beru (ibu) dari ayah dan ibu mencontohkannya.
adat-istiadat berlalu di suatu tempat di sekitar pendahulu, dan dapat digunakan sebagai modal dalam siklus perbaikan. Orang Karo hidup dengan semboyan yang dikenal sebagai "sura-sura pusuh peraten," yang berarti "cita- cita dan harapan". Pencapaian tiga tujuan utama— Tuah, Sangap, dan
Mejuah-juah—itu yang ingin mereka capai.
a. Contoh keberuntungan antara lain menerima berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, memiliki banyak teman dan anak, cerdas, gigih, dan disiplin, serta menjaga lingkungan dan sumber daya alam untuk generasi mendatang.
b. Sangap adalah praktik mencapai kekayaan dan kesuksesan untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan generasi mendatang.
c. Istilah "mejuah-juah" dan "keselamatan", serta "kedamaian", "semangat", dan "keseimbangan", semuanya digunakan untuk menggambarkan keadaan harmoni yang ada antara manusia, alam, dan Tuhan sendiri.
Karena merupakan satu hal, maka ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan.
..
4 xxxxx://xxxxxxx.xx.xx/xx/xxxxxx/xxxxxx-xxxxxxxxxxxx/0000-xxxxxx-xxxxxxxxxxxx-0000
2.1.2. Susunan Pemerintah Daerah
Kerangka pemerintahan yang paling mapan yang ditemukan dalam Peraturan Karo adalah Penghulu, menjalankan pemerintahan di Kampung (Kuta) sesuai adat
a Kuta harus memenuhi kebutuhan standar, yang meliputi: Ada Merga, disebut juga Merga taneh/simantek Kuta, pendiri desa; Xxx Xxxxxxx, saudara pendiri desa. Ada Anak Xxxx Xxxxx, atau Anak Beru Simantek Kuta ;dan Kalimbubu Simantek Kuta, juga dikenal sebagai tanah Kalimbubu, adalah lokasi lainnya.
Pada masa penjajahan Belanda yang dimulai sekitar tahun 1906, struktur pemerintahan di wilayah Kabupaten Karo terbagi menjadi dua bagian:
sebuah. Onderafdeling Karo Landen, yang diawasi dan dijalankan oleh warga negara Belanda.
b. Longsor, khususnya pemerintahan Bumi Putra. Pemerintahan Landschaap dibentuk setelah adanya kesepakatan singkat dengan pemerintahan Onderafdeling. Ada lima Landschaap di Tanah Karo yang dipimpin oleh Xxxxxxx, yang juga membawahi beberapa Urung yang dipimpin oleh Raja Xxxxx, sesuai kesepakatan singkat yang dibuat pada tahun 1907 (Korte Verklaring).
1) Landschaap Lingga, yang membawahi enam burung:
a) Kabanjahe Sepuluh Dua Kuta;b) Teluk Lingga Kuta;c) Lokasi Tigapancur;d) Empat Tengah Namane) Batukarang ada lima hari Senin;dan f) Tiganderket di Tiganderket, Namo Xxxx Xxxxxxxxx, dan Liang Melas Samperaya. 3) Sarinembah Landschaap, yang membawahi empat burung:
a) Tenpitu Kuta Sarinembah;b) Perbesi di Perbesic) Xxxxx di dalam Juharand d) kota
Kuta Bangun.4) Landschaap Suka, yang diasuh empat burung:
a) Klik "Suka";b) Sukapiring di dalam Seberaya atau Seberaya itu sendiri;c) Di dalam Ajinembah, Ajinembah;serta d) Tongging di dalam Tongging.5) Dua burung diawasi oleh Xxxxxxxxxx Xxxxxxxxx:
a) Sipitu Kuta di Barusjahe dan b) Sinaman Kuta di Sukanalu Pada masa pendudukan Jepang, saat tentara Jepang masuk ke Tanah Karo sekitar bulan Maret 1942, struktur pemerintahan di Tanah Karo tetap tidak berubah dari zaman penjajahan Belanda. pemimpin yang telah diganti patuh pada penjajah Jepang. Pada awal kemerdekaan Indonesia, susunan pemerintahan Tanah Karo adalah sebagai berikut:
sebuah. Pemerintahan Tanah Karo sebagai alat Pemerintah Pusat yang saat itu dipimpin oleh seorang Sibayak bernama Ngerajai Meliala.
b. Pemerintah Landschaap, atau Swapraja:
1) Lingga, dengan enam Urung;
2) Xxxxxxxxx, yang berkerabat dengan dua Urung
3) Suka, yang dapat dibatalkan empat kali;
4) Sarinembah, yang merupakan keturunan dari empat Urunglima) Kutabuluh, dengan dua Urungnya. Pada pertemuan Panel Publik Indonesia di Jalan 13 Tahun 1946, wilayah Rezim Karo diperluas menjadi wilayah Simpanan Hulu, Cingkes; kemudian, pada saat itu, dipisahkan menjadi tiga Kewedanaan, masing-masing sebuah. Kewedanaan Kabanjahe mengelola lima wilayah:
Lima kecamatan diawasi oleh Kewedanaan Tigabinanga: Lima kecamatan di bawah kendali Payung b. Kewedanaan Deli Hulu: Kabanjahe, Tiga Panah, Barusjahe, dan Simpang Empat.Tigabinanga, Xxxxx, Xxxxx, Xxxx Xxxxx, dan
Mardinding c. 1) Air Mancur 2) Sibolangit 3) Kutalimbaru 4) Biru-biru 5) Namo Rambe Susunan pemerintahan daerah dituangkan dalam UU No. 22 Tahun 1999. Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah membentuk Dewan Pimpinan Daerah dan DPRD berfungsi sebagai Badan Legislatif Daerah. Wakil Bupati membantu Xxxxxx dalam menjalankan tanggung jawab dan wewenangnya sebagai Kepala Daerah, yang disebut sebagai Kepala Kabupaten. Tugas pembantuan dan otonomi dimanfaatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah .Sejak tanggal 29 Desember 2006, wilayah administrasi resmi Kabupaten Karo terbagi menjadi 17 kecamatan dan 269 desa/kelurahan:
1. Terdapat 8 desa di Kecamatan Kabanjahe dan 5 desa di Kecamatan Berastagi.
2. Terdapat 26 desa di Kecamatan Tigapanah dan tujuh di Kecamatan Dolat Rayat. Desa.
1. Kecamatan Merdeka sebanyak 9 Desa 2 Kecamatan Payung, sebanyak 8 Desa 3 Kecamatan Tiganderket sebanyak 17 Desa 4 Kecamatan Kutabuluh, sebanyak 16 Desa 5 Kecamatan Munte, sebanyak 22 Desa 6 Kecamatan Juhar, sebanyak 25 Desa
7 Kecamatan Tigabinanga, sebanyak 19 Desa dan 1 Kelurahan 8 Kecamatan Laubaleng, sebanyak 15 Desa
9 Kecamatan Mardingding, sebanyak 12 Desa
Enam belas Desa di Kecamatan Merek Di Kecamatan Barusjahe ada 19 desa. Di Kecamatan Simpang Empat ada 17 desa. Kecamatan Nama n Teran dengan 14 desa
5 xxxxx://xxxxxxx.xx.xx/xx/xxxxxx/xxxxxx-xxxxxxxxxxxx/0000-xxxxxx-xxxxxxxxxxxx-0000
2.1.3. Keadaan Daerah
Kabupaten Karo terletak antara 97°55' dan 98°38' Bujur Timur dan 2°50' dan 3°19' Lintang Utara. Luas wilayahnya adalah 2.127,25 km2, yaitu 2,97 persen dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Mayoritas wilayah Kabupaten Karo adalah dataran tinggi dan terletak di pegunungan Bukit Barisan. Karena merupakan rumah bagi dua gunung berapi aktif, kawasan ini rawan gempa vulkanik.
Wilayah Kabupaten Karo dapat ditemukan di mana saja dari 200 hingga
1.500 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Langkat dan Deli Serdang berbatasan di utara, Kabupaten Dairi dan Xxxx Xxxxxxx berbatasan di selatan, Kabupaten Deli Serdang dan Simalungun berbatasan di timur, dan Kabupaten Karo berbatasan dengannya di sebelah timur. Di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.6 Kabupaten Karo berada antara
1.200 dan 1.600 meter di atas permukaan laut. Populasinya dibagi menjadi rasio berikut:
wilayah dengan luas wilayah 28.606 ha dan ketinggian antara 120 sampai dengan 200 meter di atas permukaan laut; b. 17.856 ha atau 8,39 persen dari luas wilayah yang terletak antara 200 sampai 500 meter di atas permukaan laut; c. luas 84.892 ha (39,91 persen) yaitu antara 500 sampai dengan 1.000 meter di atas permukaan laut; d. Area seluas 70,77 kilometer persegi yang terletak antara 1.000 dan 1.400 meter di atas permukaan laut
a. Tingkat 2% = 23.900 Ha = 11,24%
b. Lereng 2 - 15% = 74.919 Ha = 35 22%
b. Miring 15 - 40% = 41.169 Ha = 19,35%
6 https: //web . karokab. go. id/profil/gambaran -
umum #:~:text= LOKASI%20DAN%20KEADAAN % 20GEOGRAFIS&text= Kabupaten%20 Karo%20terle tak%20pada%20jajaran,M%20di%20atas%20permukaan%20laut.
d. Curam 40% = 72.737 Ha = 34,19%
Di Kabupaten Karo terdapat dua musim dan iklim tropis yaitu musim kemarau di samping musim hujan. Musim kemarau biasanya berlangsung dari Februari hingga Juli, sedangkan musim hujan pertama biasanya berlangsung dari Agustus hingga Januari. Musim hujan kedua biasanya berlangsung dari Maret hingga Mei.
Kabupaten Karo mengalami curah hujan terbanyak pada tahun 2014, dengan 348 milimeter pada bulan April dan 17 milimeter pada bulan Juli. Ada 23 hari hujan pada bulan November, sementara hanya ada empat hari hujan pada bulan Januari dan Juni.
Suhu berkisar antara 15,6°C hingga 23,0°C, dengan kelembaban rata-rata 89,12 persen. Di Kabupaten Karo terdapat dua musim dan iklim tropis: musim kemarau di samping musim hujan. Musim hujan pertama biasanya berlangsung dari bulan Agustus hingga Januari, dan musim hujan kedua biasanya berlangsung dari Maret hingga Mei.kemarau biasanya berlangsung dari Februari hingga Juli.
Pada tahun 2014, April memiliki curah hujan terbanyak di Kabupaten Karo, dengan curah hujan 348 milimeter, sedangkan Juli curah hujan 17 milimeter. November mengalami hari hujan terbanyak, dengan 23 hari, sedangkan Januari dan Juni hanya mengalami empat hari hujan. Kelembaban rata-rata 89,12 persen, dan suhu udara berkisar antara 15,6°C hingga 23,0°C.
Kabupaten Karo dianggap sebagai tempat peristirahatan sejak zaman Belanda setelah Indonesia merdeka, dan tumbuh menjadi tujuan wisata populer di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo merupakan tujuan wisata yang populer
karena keunikan budaya, air terjun, dan pemandangan gunung yang menakjubkan.
Kabupaten Karo terkenal dengan produksi bunga dan buahnya. Pertanian pangan, produk hortikultura, dan perkebunan rakyat menyediakan makanan bagi sebagian besar masyarakat di sana. Luas hutannya mencapai 29.749,50 hektar atau 60,99 persen dari luas daratan Kabupaten Karo. dalam kondisi sangat baik.
Kabupaten Karo berada di Daerah Hulu Sungai (DHS), subDAS sungai Laubiang, dan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu/Ular. bisnis.dan penggalian bahan
dianggap memiliki banyak potensi, tetapi diperlukan lebih banyak penelitian di lapangan..
2.1.4. Sejarah Singkat Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx (Lokasi Penelitian)
Migrasi kelompok xxxxx Xxxxxxx merga dari desa Lingga menjadi landasan berdirinya desa Xxxxx. Mencari rumah dan tanah baru adalah tujuan dari perpindahan ini. Xxxxx Xxxxxxx pertama kali datang secara bergelombang, hanya dengan beberapa anggota keluarga pada gelombang pertama. Kemudian, beberapa tahun kemudian, sejumlah keluarga tambahan berdatangan.
Xxxxx Xxxxxxx menemukan daerah subur di dasar perbukitan dengan hutan dan sungai yang cukup luas untuk mengairi seluruh wilayah. Setelah munculMarga Tarigan mulai merambah hutan dan membangun tempat tinggal di tengahnya ketika mereka pertama kali tiba di daerah dataran rendah. Setelah itu, jalan dibuat terbuka lebar ke segala arah untuk memudahkan bergerak dan mencari lahan pertanian yang cocok.. Xxxxx Xxxxxxx pertama kali tinggal di daerah tersebut, namun lokasi baru tersebut belum diberi nama. karena belum dikelola dan berpenduduk sedikit. Namun, begitu kawasan ini ditempati, secara tidak langsung terhubung dengan kawasan lain, bahkan berfungsi sebagai jalan lintas.
Mirip dengan daerah lain, merga Tarigan mengelola daerah yang kaya akan sumber daya alam, termasuk hutannya yang lebat, yang jarang ada di daerah lain. Seringkali, pohon yang sangat besar mengambil alih hutan. Pohon itu dulu dikenal sebagai Xxxxx Xxxxx karena besarnya masyarakat Dikenal sebagai Xxxxx Xxxxx karena ukuran, tebal, batang lurus, dan kurangnya buah, semua yang memberikan namanya. Masyarakat menggunakan Xxxxx Xxxxx sebagai tempat berteduh ketika mereka menyerbu hutan, dan batang Pohon Juhar dapat digunakan untuk membuat papan yang tahan lama.
Klan Tarigan menemukan pohon Xxxxx yang sangat lebat dan berbatang lebih besar dari pohon Xxxxx lainnya saat mereka masuk lebih dalam ke dalam hutan. Diperkirakan lokasi pohon tersebut adalah pusat dataran rendah yang akan mereka tinggali. Dengan maksud untuk mempermudah mengarungi hutan, Merga Tarigan terlebih dahulu mendirikan pemukiman kemudian membangun tempat tinggal yang menghadap ke pohon tersebut.
Kelompok xxxxx Xxxxxxx yang mendiami kawasan tersebut perlahan mulai berinteraksi dengan kawasan lain setelah kawasan tersebut mulai terbuka guna memenuhi kebutuhan. Saat itu, masyarakat masih memperdagangkan sumber daya alam antar berbagai kelompoknya melalui sistem barter.
Situasi ini semakin memburuk dari waktu ke waktu. Di bawah pohon Juhar yang sangat besar, banyak kelompok masyarakat secara teratur mengadakan pertemuan dan persinggahan. Seiring waktu, istilah "Juhar" mulai digunakan untuk menggambarkan wilayah tempat tinggal xxxxx Xxxxxxx oleh orang-orang yang melakukan perjalanan ke tempat lain. daerah dan selalu mencari perlindungan di bawah pohon Xxxxx.
Masyarakat di sekitar pohon tersebut berkembang biak dan berkembang menjadi perkampungan akibat kedatangan kelompok merga Tarigan dari daerah lain untuk bermukim di daerah Juhar. Meskipun desa tersebut masih relatif sepi, masyarakat dari daerah lain mulai untuk mengetahuinya.baik melalui interaksi dengan orang lain maupun dari kisah-kisah penduduk masa lalu di daerah tersebut.
Sesuai denganMerga Xxxxxxx membangun rumah-rumah komunal ketika mereka pertama kali menetap di kawasan tersebut, mengikuti adat dan tradisi Merga Karo yang telah lama mereka warisi dari tempat asal dan nenek moyang mereka. Rumah yang akan dikunjungi dikenal dengan nama rumah Siwaluh Jabu. Langkah selanjutnya adalah mengambil peran sebagai "dukun" untuk melaksanakan ritual tradisional dan mencari "situs", atau lokasi, untuk membangun rumah.
Ritual ini dilakukan untuk menentukan lokasi yang tepat untuk memberikan kenyamanan bagi mereka yang akan tinggal di rumah. Selain itu, secara tidak langsung menentukan gaya tata ruang desa di masa depan. Setelah menemukan bangunan, dukun memilih seorang gadis dari keluarga yang dianggap berpengaruh bagi xxxxx Xxxxxxx merga saat itu. Setelah memilih gadis tersebut, dukun menyuruhnya untuk memilih pohon juhar yang ada untuk ditebang. Hal ini dilakukan agar dukun dapat mendengar dan menyaksikan pohon tumbang di waktu yang sama. Tujuannya adalah agar penghuni alam semesta memberkati pohon juhar yang dipilih untuk memberkati rumah jabu siwaluh yang akan dibangun darinya.
Setelah dilakukan musyawarah di antara keluarga yang akan menempati rumah jabu siwaluh, maka dipilihlah hari yang tepat untuk melanjutkan penebangan kayu sesuai dengan petunjuk dukun. Dalam bahasa adat Karo, percakapan ini disebut Ngempak, dan mencari kayu disebut kayu Ngerntak. Makan dengan orang-
orang yang tinggal di daerah tersebut.
Selain itu, xxxxx Xxxxxxx membawa sangkep telu dari keluarga mereka dan terlibat dalam perdagangan kompleks dengan pemahat kayu dan tukang yang terampil untuk menempati Jabu Siwaluh. Setelah kesepakatan tercapai, rumah waluh dimulai. Setelah itu, dukun bekerja dengan sepotong dari kayu untuk membuat lubang.Juga dilakukan oleh semua anggota keluarga,dan para pengrajin membangun rumah jabu siwaluh dengan cara yang disepakati semua orang.Setelah rumah jabu siwaluh,yang dibangun searah dengan siwaluh pertama jabu, dibangun, jumlah penduduk desa Xxxxx bertambah. Para sesepuh Tarigan Merga memberikan penjelasan bahwa rumah jabu siwaluh pertama dibangun pada tahun 1870, ketika Desa Xxxxx sudah ramai.
Pembentukan kampung Xxxxx sebaliknya membutuhkan kedatangan marga yang berbeda dengan xxxxx Xxxxxxx. disusul xxxxx Xxxxxxx yang datang hampir bersamaan. Kelompok merga ini sebenarnya sudah ada pada masa pendudukan desa Juhar. Keluarga Xxxxxxx membawa Ginting dan Xxxxxxxxxxxxxxxxx, putra barunya, sebagai kepala desa. merga yang datang dan memanfaatkan marga-marga di wilayah desa Xxxxx untuk membangun merga.
Setiap kubu telah bersepakat untuk berbagi tanah di kota Juhar dengan alasan penduduk di sana semakin banyak yang menempati. Mereka membutuhkan tempat tinggal. Desa Juhar memiliki keunikan dalam hal ini karena xxxxx Xxxxxxx, Ginting, dan Perjuangan membentuk suku mayoritas penduduk. Khusus pemukiman bersama, masing-masing marga ini memiliki tatanan adatnya masing- masing. Hanya akan bermukim di Desa Xxxxx untuk mengikuti marganya dan berintegrasi dengan masyarakat. Di Kota Juhar, individu Xxxxxxx, Xxxxxxxxxxxxxxxxx, dan Ginting masing-masing memilih cara menyerahkan tanah,
termasuk menjual tanah sesuai dengan wilayah yang diperjanjikan.
Penduduk Desa Juhar mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini dikarenakan adanya pendatang yang menetap di Desa Xxxxx dan faktor kelahiran. Desa Juhar seperti yang telah disebutkan sebelumnya memiliki budaya yang masih berkembang berdasarkan tradisi yang diturunkan dari nenek moyang penduduk desa tersebut. Desa Juhar dibagi menjadi tiga wilayah dengan persetujuan para pemimpin marga yang mendirikannya. Pembagian ini dibuat untuk menghindari perselisihan yang dapat mengakibatkan perang klan di desa Juhar. Masalah yang dihadapi adalah mencari lahan yang bisa dikerjakan; Dengan membagi lahan yang ada sesuai dengan kesepakatan yang ada dan adat yang berlaku, masalah ini dapat diselesaikan. Kesepakatan ini mengikat generasi mendatang warga desa Juhar.
Kelurahan Desa Xxxxx adalah sebagai berikut: Xxxxx Xxxxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxx, dan Xxxxx XxxxxxxXx Xxxxx Xxxxxxx, mayoritas penduduk tinggal bersama keluarga Xxxxxxx dan anak-anaknya. Setelah itu, keluarga Xxxxxxxxx pindah ke desa Juhar, dimana keluarga Xxxxxxx juga mendapat tempat tinggal.
Desa Juhar merupakan wilayah yang terbagi menjadi sub-sub wilayah berdasarkan sistem adat yang ada karena kondisi tersebut. Setelah Republik Indonesia merdeka, pemimpin adat atau yang disebut kepala desa atau desa diangkat langsung oleh marga-marga tersebut.
1. Xxxxx Xxxxxxx merupakan cikal bakal Desa Juhar secara keseluruhan, dimana anggota xxxxx Xxxxxxx merupakan mayoritas penduduknya. Xxxxx Xxxxxxx diperkirakan sudah ada pada tahun 1700-an, namun perkembangannya masih sangat lamban mengingat perkembangan zaman. fakta bahwa itu sulit untuk dijangkau saat itu karena masih adadiselimuti hutan lebat. Namun, saat masyarakat dari daerah lain mengetahui keberadaan Desa Juhar pada tahun 1800-an, mulai
ramai.
Xxxxx Xxxxxxx yang luasnya mencapai 962 hektar telah tumbuh di bagian utara Desa Juhar. Juhar Warinangin18, di sebelah barat dan selatan, dan Xxxxx Xxxxxxx, di sebelah utara, menjadi batasnya. Kawasan ini berkembang menjadi tempat berkumpulnya merga Tarigan pemukiman sebagai hasil tanah yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga dapat digunakan sebagai tempat hidup dan bercocok tanam.
Saat ini diyakini bahwa xxxxx Xxxxxxx di wilayah Xxxxx Xxxxxxx telah memasuki generasi ketiga. Wilayah kota Xxxxx Xxxxxxx, sebaliknya, umumnya terbuka untuk pasangan yang pindah ke berbagai daerah dan tinggal di wilayah Juhar Tarigan, sehingga mayoritas wilayah tersebut sebenarnya memiliki keterikatan yang erat satu sama lain. Mengenai individu-individu yang keluar dari wilayahnya karena faktor pendidikan yang sudah dikenal sejak kemerdekaan, Xxxxx Xxxxxxx juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan wilayah Xxxxx Xxxxxxx selama ini. waktu yang cukup lama.Masyarakat Xxxxx Xxxxxxx secara bertahap memperoleh kemampuan untuk mengembangkan wilayahnya, dari pertanian hingga perekonomian.Tanda lain dari perkembangan masyarakat adalah pembangunan balai yang menjadi simbol masyarakat Xxxxx Xxxxxxx.
Pada tahun 1960, komunitas Xxxxx Xxxxxxx berkumpul untuk membangun balai unik bagi komunitas Xxxxx Xxxxxxx. Balai lebih dari sekadar tempat menyimpan kayu bakar dan menyimpan beras; itu juga berfungsi sebagai tempat pertemuan. Di jantung Xxxxx Xxxxxxx, aula menghadap ke jalan umum desa.
Sebuah pendopo dibangun oleh Xxxxxx Xxxxxxx saat memimpin desa Xxxxx Xxxxxxx. Pohon Juhar, lambang desa, dibangun tepat di sebelah pendopo. Pohon
Xxxxx yang berada di tengah desa diberi bahan bangunan untuk pendopo setelah
berdiskusi dengan seluruh warga Xxxxx Xxxxxxx. Ditebang juga karena sudah terlalu tua dan jika pohon Xxxxx tumbang, akan menimpa rumah-rumah di sekitarnya.
Karena berada di wilayah Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxx bertugas mengelola Xxxxx Xxxxx yang sangat besar. Setelah semua masyarakat setuju bahwa kayu dari pohon Xxxxx akan digunakan untuk membangun struktur, masyarakat Xxxxx Xxxxxxx mulai menebang semua jalan menuju Balai yang sedang dibangun. Keluarga Tarigan bekerja sama dalam segala hal.
Ada tiga lantai dalam struktur yang diusulkan, yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Berikut ini adalah tujuan dari setiap lantai:
Kayu bakar disimpan di tempat penyimpanan di lantai satu. Komunitas Xxxxx Xxxxxxx bertemu di sebuah tempat di lantai tiga.
Lantai satu: digunakan sebagai lumbung padi.
Daerah Xxxxx Xxxxxxx memiliki keunikan dibandingkan dengan daerah Xxxxx lainnya dilihat dari konstruksi sosial yang diatur oleh adat yang terbingkai dalam struktur ini. Mulai dari orang-orang yang menjabat sebagai Raja Xxxxx hingga kepala desa dan kota, beberapa nama tercatat sebagai orang-orang dari pemerintah provinsi sejak berdirinya Xxxxx Xxxxxxx. Orang-orang yang memegang tiga jabatan tadi adalah sebagai berikut:
sebuah. Xxxxx Xxxxxxx, Raja Xxxxx dari desa Juhar pada era kolonial tahun 1920-an.
b. Xxxxxx Xxxxxxx, presiden desa dari tahun 1945 sampai 1969; c. Pa Xxxxx Xxx Xxxxxxx, kepala desa dari tahun 1960 sampai 1970
d. Desa ini dipimpin oleh Kapalen Tarigan dari tahun 1970 hingga 1978.
Perluasan Xxxxx Xxxxxxx juga dapat dibagi menjadi tiga fase berbeda: Xxxxx
Tarigan Rumah Jahe, Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxx Xxxxxx, dan XxxxxxxXxxxx Xxxxxxx memiliki sedikit toleransi pemrograman terhadap pemerintah;Sejak kemerdekaan, komunitas Xxxxx Xxxxxxx diatur sepenuhnya oleh pemerintahan baru. karena masih sesuai adat suku Xxxxx Xxxxxxx.
1.Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxxxxxxx adalah nama yang diberikan untuk kawasan adat marjinanginangin di Desa Juhar. Berikut adalah batas-batas areal seluas 952 hektar ini:
Utara dari sini: dekat dengan Desa Mbetung
Selatan:Xxxxx Xxxxxxx berbatasan dengan Desa Jandi.Barat:melampaui
Ginting.
Sebelah timur: mengangkangi Desa Kidupen dan Desa Jandi. Xxxxx Xxxxxxxxxxx terbentuk sebagai akibat kehadiran lama marga merga di wilayah Juhar. Termasuk merga dan merga yang membuka wilayah Juhar, xxxxx Xxxxxxx. Xxxxx Xxxxxxxxxxx telah tiba di wilayah Juhar pada tahun 1800-an dan telah ada selama beberapa generasi.
Bersama putranya, Xxxxx Xxxxxxxxxxx datang dan mendirikan pemukiman. sar di atas bumi. Suku Xxxxx Xxxxxxxxxxx memiliki sistem adat sendiri yang didasarkan pada tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Xxxxx Xxxxxxxxxxxxx, seperti warga Juhar lainnya, sehari-hari berprofesi sebagai petani.
Pemerintah Kolonial Belanda tidak mencatat apakah Raja Xxxxx, anggota marga Xxxxx Xxxxxxxxxxxxx, pernah memerintah kampung Juhar dalam kaitannya dengan pemerintahan Xxxxx Xxxxxxxxxxxxxxxxx. Juharjuanginangin sebenarnya memiliki struktur kota yang sebanding dengan kota lainnya. Kota Juhar sejak Indonesia merdeka. Hal ini terlihat dari nama-nama yang pernah menjabat sebagai
Lurah atau Kampung, khususnya: Xxxxx Xxxxx menjabat sebagai Kepala Desa dari tahun 1969 hingga 1978. Kepala Subbid Pinem sebagai Kepala Desa dari tahun 1978 hingga 1980.
2 Xxxxx Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx merupakan wilayah adat ketiga di Desa Juhar. Luasnya mencapai 1352 hektar. Batas wilayah Xxxxx Xxxxxxx adalah sebagai berikut:
Utara dari sini: berbatasan dengan Gunung Juhar, sebuah desa. Dari sini, ke selatan: berdekatan dengan Xxxxx Xxxxxxx.
Sebelah Timur : Sebelah Barat Batas Sigenderang : Batas Juharjuanginangin.
Di Desa Juhar, Xxxxx Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxxxxxxxxxxx yang telah ada secara turun-temurun dibangun pada tahun 1800-an. Xxxxx Xxxxxxx merupakan kawasan standar terakhir di kota Juhar, yang merupakan tempat tinggal masyarakat yang nenek moyangnya menjadikan Xxxxx sebagai kota. Masyarakat Xxxxx Xxxxxxx tidak hanya bercocok tanam, tetapi mereka juga memiliki sawah yang cukup luas untuk dijadikan sebagai lumbung padi Xxxxx. Masyarakat Xxxxx Xxxxxxx menggunakan sungai pegunungan kecil yang airnya mengalir sebagai sumber irigasi pertanian. Ya sejak Indonesia memperoleh kemerdekaan, orang-orang yang menjabat sebagai kepala desa atau kepala desa di Xxxxx Xxxxxxx telah disebut dengan beberapa nama berbeda:Xxxxxxxxxx Xxxxxxx:Xxxxxxx Xxxxxx:1945-691969-1991.
Selain itu, Xxxxx Xxxxxxx memiliki sistem adat unik yang diwariskan secara turun-temurun. Dengan kehadirannya di kota Xxxxx, Xxxxx Xxxxxxx juga menjadi salah satu sosok yang mampu membangun kota Xxxxx. berubah, Xxxxx Xxxxxxx menjadi beberapa daerah antara lain.:
2.1.Rumah 2.2 Rumah Juhar Ginting Berneh Rumah Tanduk Xxxxx Xxxxxxx 2.3Rumah Gungung 2.4 Xxxxx Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxxxxxxxxxxxx, dan Xxxxx Xxxxxxx semuanya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan desa Juhar secara keseluruhan, yang tidak lepas dari kontribusi ketiga wilayah adat tersebut. Xxxxx Xxxxxxx Sigerat Lembu
Desa Xxxxx Xxxxxxx berpenduduk kurang lebih 2000 jiwa pada tahun 2010 sehingga menyulitkan kepala desa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Akhirnya pada tahun 2010 dibentuk panitia pemekaran desa Juhar. pembentukan desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx pada tahun 2012.Xxxxxxx Xxxxxxx juga terpilih untuk memimpin desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx pada saat itu.
Desa Xxxxx Xxxxxxx saat itu memiliki lima desain, antara lain:
1) Desain Rumah Gungung; 2) Desain Rumah Tanduk; 3) Desain Rumah Bata; 4) Desain Rumah Juli/Sigerat Lembu; dan 5) Desain Rumah Berneh. Setelah pemekaran, kawasan Xxxxx Xxxxxxx menjadi tiga kesain, yang artinya:
1) Rumah Gungung, 2) Rumah Bata, 3) Rumah Tanduk, dan 4) Kawasan Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga, antara lain:
1) Rumah Juli (Lembu Kesain) 2) Desain Rumah Berneh
2.1.5. Keadaan Geografis Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx
Desa Juhar terletak kurang lebih 130 kilometer dari Medan, ibu kota Wilayah Sumatera Utara, dan 46 kilometer dari Kabanjahe, ibu kota Kabupaten Karo Rule. Wilayah desa ini dikelilingi dan dibatasi oleh banyak desa dan pegunungan. Dengan batas-batas wilayah:
• Gunung Juhar, Kota Pasar Baru dan Kota Mbetung membentuk batas utara.
• Kota Ketawaren, Buluh Pancar, dan Lau Kidupen berjejer di batas selatannya.
• Di sisi barat, Desa Sigenderang berjejer.
• Desa Juhar berada pada ketinggian 710-800 M/DPL, dan desa Jandi dan Kidupen berbatasan di sebelah timur. Dengan kelembaban rata-rata 28% dan suhu 22 derajat Celcius, Desa Juhar memiliki dua musim: musim musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama berlangsung pada bulan Agustus hingga Januari, sedangkan musim kemarau berlangsung pada bulan Maret hingga Oktober. Hal ini dikarenakan angin bertiup dari dua arah yang berbeda di Desa Juhar: Pada musim hujan, angin bertiup dari barat, sedangkan pada musim kemarau berhembus dari timur ke selatan. Sebelum menjelaskan luas wilayah ini, ada baiknya terlebih dahulu membicarakan pemerintahan Xxxxx.
Desa Juhar terbagi menjadi tiga wilayah hukum adat karena terkait dengan perkembangan desa Juhar dan tidak dapat dipisahkan dari pimpinan desa Juhar. Desa Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxxxxxxxxxxx, dan Xxxxx Xxxxxxx adalah tiga wilayah hukum adat tersebut. Urung memimpin pemerintah Republik Indonesia sebelum merdeka pada tahun 1945;sejak saat itu, Urung diangkat sebagai lurah dan selanjutnya dipilih menjadi lurah.
Tabel 2.1.Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kota Kepadatan Penduduk per Kota, 2018
.
8 Berdasarkan pemaparan narasumber Kepala Desa Xxxxx Xxxxxxx (Xxxxxx Xxxxxxx, 23 september 2022)
No. | Desa | Luas (Km²) | Jumlah Penduduk (Orang) | Kepadatan Penduduk Tiap Km² |
1. | Namosuro | 9,50 | 95 | 10 |
2. | Jandi | 7,72 | 466 | 60 |
3. | Naga | 9,95 | 216 | 22 |
4. | Ketawaren | 9,66 | 171 | 17 |
5. | Lau Kidupen | 9,62 | 129 | 19 |
6. | Xxx Xxxxxx | 9,52 | 369 | 30 |
7. | Pemantin | 13,90 | 1559 | 110 |
8. | Bekilang | 6,02 | 57 | 6 |
9. | Buluh Pancur | 8,61 | 196 | 20 |
10. | Xxxxx Xxxxxxx | 5,70 | 680 | 69 |
11. | Xxxxx Xxxxxxxxxxxx | 6,76 | 1336 | 140 |
12. | Kidupen | 6,72 | 1319 | 95 |
13. | Pasar Baru | 7,27 | 393 | 65 |
14. | Mbetung | 9,60 | 415 | 48 |
15. | Gunung Juhar | 9,75 | 65 | 11 |
16. | Xxxxx Xxxxxxx | 8,80 | 822 | 121 |
17. | Segenderang | 7,70 | 272 | 40 |
18. | Batu Mamak | 8,80 | 270 | 37 |
19. | Nageri | 7,70 | 671 | 70 |
20. | Sugihen | 8,70 | 850 | 85 |
21. | Sukababo | 5,57 | 771 | 87 |
22. | Kuta Gugung | 6,76 | 915 | 118 |
23. | Keriahen | 8,70 | 1061 | 121 |
24. | Kuta Mbelin | 5,57 | 237 | 42 |
25. | Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx | 6,76 | 1049 | 152 |
Total Juhar | 218,56 | 14384 | 1595 |
Sumber: Kecamatan Juhar Dalam Angka 2019
2.1.6. Wilayah Pertanian Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx
Warga Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga memanfaatkan lahan tersebut sebagai lahan hortikultura untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perekonomian keluarga dapat ditopang oleh padi dan tanaman pangan lainnya. Selain itu, kebutuhan awal untuk perumahan dan penghidupan warga adalah tanah.
Ginting Sada Nioga masih menggunakan cara bercocok tanam tradisional yang telah dilakukan masyarakat desa Juhar secara turun temurun untuk mengolah lahan. Namun Kebutuhan masyarakat desa Juhar semakin meningkat, terutama dalam hal mencapai kesejahteraan. Karena kandungan humusnya yang tinggi, lahan pertanian masyarakat desa tergolong produktif. vegetasi yang dirambah ketika penduduk pertama desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx menetap di sana. Selain itu, bukit-bukit memiliki cadangan air,
sehingga desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx mendapatkan air dari sungai-sungai ini, yang kecil tapi cukup. 50% dari pendapatan Desa Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga, diikuti oleh jagung dan jagung. petani kakao (30%), petani aren dan lainnya (20%), dan seterusnya.
Tabel 2.2.2018 (Ha) Luas Menurut Jenis Penggunaan Lahan dan Desa)
No . | Desa | Lahan Pertanian | Lahan Bukan Pertanian | Jumlah | |
Lahan Sawah | Lahan Bukan Sawah | ||||
1. | Namosuro | 5 | 848 | 23 | 876 |
2. | Jandi | 52 | 518 | 22 | 592 |
3. | Naga | 0 | 970 | 19 | 989 |
4. | Ketawaren | 0 | 1028 | 18 | 1046 |
5. | Lau Kidupen | 0 | 573 | 16 | 589 |
6. | Xxx Xxxxxx | 0 | 1502 | 15 | 1517 |
7. | Pemantin | 301 | 1165 | 19 | 1485 |
8. | Bekilang | 24 | 684 | 24 | 732 |
9. | Buluh Pancur | 0 | 810 | 25 | 853 |
10. | Xxxxx Xxxxxxx | 88 | 949 | 15 | 1052 |
11. | Xxxxx Xxxxxxxxxxxx | 88 | 1052 | 11 | 1151 |
12. | Kidupen | 126 | 1300 | 24 | 1450 |
13. | Pasar Baru | 58 | 466 | 14 | 638 |
14. | Mbetung | 11 | 760 | 20 | 791 |
15. | Gunung Juhar | 45 | 262 | 20 | 327 |
16. | Xxxxx Xxxxxxx | 62 | 870 | 3 | 935 |
17. | Segenderang | 62 | 529 | 15 | 606 |
18. | Batu Mamak | 52 | 842 | 8 | 902 |
19. | Nageri | 130 | 711 | 21 | 862 |
20. | Sugihen | 154 | 000 | 00 | 0000 |
21. | Sukababo | 166 | 531 | 21 | 718 |
22. | Kuta Gugung | 98 | 744 | 11 | 853 |
23. | Keriahen | 31 | 780 | 19 | 830 |
24. | Kuta Mbelin | 5 | 286 | 20 | 311 |
25. | Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx | 108 | 744 | 5 | 875 |
Total Juhar | 1630 | 19802 | 424 | 21856 |
Sumber: Kecamatan Juhar Dalam Angka 2019
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx memiliki jumlah luas lahan pertanian sebanyak 875 Ha dengan perbandingan
lahan sawah sebanyak 13,4%, lahan pertanian bukan sawah 85% dan 1,6% merupakan lahan yang bukan pertanian.
Tabel 2.3. Luas Tanaman Bukan Pertanian Sawah Menurut Jenis Tanaman dan Desa (Ha)
No. | Desa | Luas Tanaman | |||||
Kelapa | Aren | Kopi | Coklat | Kemiri | Tembakau | ||
1. | Namosuro | 2,00 | 3,88 | 8,68 | 26,00 | 7,09 | 0 |
2. | Jandi | 14,00 | 4,99 | 6,72 | 37,00 | 0,00 | 0 |
3. | Naga | 2,00 | 3,88 | 6,72 | 22,00 | 7,09 | 0 |
4. | Ketawaren | 1,00 | 4,99 | 8,68 | 7,00 | 2,36 | 0 |
5. | Lau Kidupen | 2,00 | 7,21 | 22,12 | 7,00 | 4,76 | 0 |
6. | Xxx Xxxxxx | 3,00 | 7,21 | 58,68 | 28,00 | 5,91 | 10 |
7. | Pemantin | 10,00 | 13,31 | 255,9 | 61,00 | 1,18 | 0 |
8. | Bekilang | 0,00 | 2,77 | 0,00 | 5,00 | 2,36 | 0 |
9. | Buluh Pancur | 0,00 | 3,88 | 0,00 | 16,00 | 0,00 | 9 |
10. | Xxxxx Xxxxxxx | 13,00 | 21,07 | 1,91 | 63,00 | 5,91 | 0 |
11. | Xxxxx Xxxxxxxxxxxx | 17,00 | 19,96 | 0,00 | 252,00 | 4,73 | 0 |
12. | Kidupen | 2,00 | 18,29 | 3,86 | 100,00 | 1,18 | 0 |
13. | Pasar Baru | 6,00 | 4,99 | 0,00 | 50,00 | 4,73 | 0 |
14. | Mbetung | 2,00 | 4,99 | 0,00 | 15,00 | 1,18 | 0 |
15. | Gunung Juhar | 2,00 | 2,77 | 0,00 | 26,00 | 1,18 | 0 |
16. | Xxxxx Xxxxxxx | 3,00 | 4,99 | 0,00 | 113,00 | 1,18 | 0 |
17. | Segenderang | 11,00 | 6,10 | 0,00 | 50,00 | 1,18 | 0 |
18. | Batu Mamak | 11,00 | 3,88 | 0,00 | 30,00 | 2,36 | 0 |
19. | Nageri | 35,00 | 3,88 | 3,86 | 30,00 | 1,18 | 0 |
20. | Sugihen | 35,00 | 6,10 | 0,00 | 10,00 | 1,18 | 0 |
21. | Sukababo | 18,00 | 14,97 | 0,00 | 26,00 | 1,18 | 0 |
22. | Kuta Gugung | 17,00 | 14,97 | 3,86 | 61,00 | 1,18 | 0 |
23. | Keriahen | 5,00 | 9,98 | 0,00 | 41,00 | 1,18 | 0 |
24. | Kuta Mbelin | 3,00 | 9,98 | 0,00 | 26,00 | 1,18 | 0 |
25. | Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx | 6,00 | 9,98 | 0,00 | 56,00 | 2,36 | 0 |
Total Juhar | 220,00 | 209 | 381,0 | 1158,0 0 | 91,00 | 19 |
Sumber: Kecamatan Juhar Dalam Angka 2019
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa luas pertanian aren yang terdapat di desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx adalah 9,98 Ha.
Adapun rincian dari luas pertanian aren tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4. Xxxx Xxxxx Xxxx
No. | Nama | Status | Banyak Aren/Xxxx Xxxxx (Ha) |
1. | Sempurna Ginting | Penggarap | 20 batang/ Ha |
2. | Xxxxxxxx Xxxxxxx | Penggarap | 10 batang/0,5 Ha |
3. | Sori Ginting | Penggarap | 15 batang/Ha |
4. | Xxxxx Xxxxxxx | Penggarap | 20 batang/Ha |
5. | Alatta Pinem | Penggarap | 15 batang/Ha |
6. | Xxxxxx Xxxxxxx | Pemilik | 15 batang/Ha |
7. | Ngalo Ginting | Pemilik | 10 batang/Ha |
8. | Xxxxxx Xxxxxxx | Pemilik | 15 batang/Ha |
9. | Lipat Br. Ginting | Pemilik | 10 batang/Ha |
10. | Penoh Br. Ginting | Pemilik | 20 batang/Ha |
2.2. Pengaturan Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian
2.2.1. Menurut Hukum Adat
A. Pengertian Perjanjian Bagi Hasil
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx menggunakan lahan ini sebagai lahan hortikultura. Perekonomian secara keseluruhan dapat ditopang oleh padi dan pangan yang ada. Selain itu, kebutuhan awal warga perumahan dan penghidupan adalah tanah .
Cara tradisional memasak tanam yang digunakan masyarakat Juhar untuk mengisi lahan mereka dikenal dengan istilah Ginting Sada Nioga. Namun kebutuhan masyarakat desa Juhar sama dengan kebutuhan kesejahteraan. Humus yang ada membentuk lapisan yang digunakan oleh orang-orang yang menginginkan pertanian produktif. Hal ini tidak didukung oleh fakta bahwa Desa Juhar berasal dari perbukitan dan bekas tumbuhan lapuk, yang terjadi ketika lahir satu generasi di Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx. Selain itu, ruangan-ruangan tersebut mengandung udara yang mirip dengan Desa Xxxxx Xxxxxxx Sada Nioga dan digunakan oleh Meskipun sungai-sungainya relatif kecil, kamar ini mencukupi Saat ini, pendapatan petani padi mencapai 50% dari Desa Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx, diikuti oleh jagung dan jagung.petani aren
di antara masyarakat adat, di mana pemilik tanah atau penerima tanah berjanji menyerahkan tanah kepada penduduk asli lainnya dengan imbalan bagian yang sama dari hasil panen.12 Ensiklopedia Indonesia mendefinisikan perjanjian bagi hasil sebagai satu di mana satu petani mengundang petani lain untuk menggarap seluruh atau sebagian tanahnya dengan imbalan penggarap menyerahkan bagian yang telah ditentukan. Inilah pengertian perjanjian bagi hasil. Pada masyarakat petani kecil di seluruh dunia, misalnya, setengah dari hasil panen dibagikan kepada pemilik tanah sesuai dengan undang-undang, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 huruf c Undang-undang. perjanjian dengan nama apa pun yang dipegang antara pemilik dan orang atau badan hukum di pihak lain. Ditetapkan dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1960. Oleh karena perjanjian itu memperbolehkan para penggarap untuk melakukan usaha garam di atas tanah pemiliknya dan membagi keuntungan di antara para pihak, maka dalam undang-undang ini orang atau badan tersebut disebut sebagai penggarap. .
Ketentuan hukum adat yang dikenal dengan hak pakai hasil menjadi landasan dan mengatur pembagian keuntungan yang sebenarnya. pemilik dan penggarap, hak ini memberi seseorang hak untuk mengusahakan pertanian di atas tanah orang lain..
12 AMPA Xxxxxxxxx, Xxxx, hal. 5
13 Xxxxx, Xxx, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta; Ichtiar Baru, 1980) hal. 354.
dilakukan secara adil untuk menjamin kedudukan hukum para penggarap yang benar dengan menegaskan hak dan kewajiban pemilik dan penggarap.
Kesanggupan seseorang atau badan hukum (“penggarap”) untuk melakukan usaha pertanian di atas tanah milik orang lain (“pemilik”) dengan pengertian bahwa keuntungan akan dibagi rata berdasarkan suatu perimbangan yang telah ditentukan merupakan penafsiran lain tentang hak. untuk berbagi keuntungan.
Sesuai dengan UU No. 53(1), Salah satu hak sementara yang terkait dengan Peraturan Pokok Agraria adalah hak usaha bagi hasil, yang meliputi hak- hak berikut:
“Hak gadai, hak bagi hasil, hak sewa, dan hak sewa tanah pertanian adalah hak sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf h.” Hak ini dikuasai untuk membatasi harta benda orang yang melanggar hukum dan berusaha untuk singkirkan mereka dengan cepat.
Penggarap dan pemilik tanah membuat perjanjian bagi hasil ini. Dalam hal itu, ada orang yang setuju untuk menerima tawaran tanah untuk ditanami.
menyerahkannya dengan imbalan jumlah yang telah ditentukan. Kalimat Xxxxxx memberikan dasar yang analog untuk pendapat ini.
:
14 Xxxxx, X. Xxxxxxx, Hak Anda Atas Tanah ( Jakarta; Ghalia Indonesia, 1987) hal 51
15 Xxxxxxx ,Xxxxx dalam Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hak Gadai Atas Tanah Sesudah Berlakunya Hukum AgrariaNasional (Jakarta ; Usaha Nasional, 1982) hal. 137.
“Share cropping occurs when a person who needs land for cultivation agrees to give the landowner a portion of the crop in exchange for a predetermined share.The following is a summary The shares vary fro region t region and may also be affected by the type of crop grown and harvest yield.”.16
B. Latar Belakang Timbulnya Perjanjian Bagi Hasil
Pengaturan yang terkenal dan lazim dalam semua konteks hukum adalah perjanjian bagi hasil bagian hasil. Berikut ini merupakan dasar perjanjian: Saya memilik sebidang tanah, tetapi tidak ada insentifxatau kesempatan bagi saya untuk mengerjakannya sampai berhasil; Namun demikian, saya telah membuat kesepakatan dengan orang lain untuk meminta dia mengumpulkan hasil tanah.17 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx mengatakan bahwa alasan kesepakatan bagi hasil ini adalah bahwa pemilik tanah ingin menggunakan atau mengumpulkan hasil dari tanahnya, tetapi dia tidak mau atau tidak bisa menggarap lahan.
Selain itu, diklaim bahwa tiga pertimbangan utama dapat digunakan untuk menyelidiki sifat transaksi semacam ini..19:
16 Xxxxxx , X.X., Adat Law In Modern Indonesia (USA Oxford University, 1978) hal. 122. 17 TeriHaar Bzn, B., Asas-asas dan Susuna Hukum Adat, Terjemaha (Jakarta; Xxxxxxx Xxxxxxxx 1983) hal. 125
18 Wignjod xxxxx, Xxxxxxx, Sejarah Serta Perkembangan Huku Adat Setelah Kemerdekaan
(Jakarta; Gunung Agun , 1985) hal. 211
19 Xxxxxxx, Xxxx, Hukum Adat Sketsa Asas (Yogyakarta; Liberty, 1981) hal. 37.
a. Secara umum:Ada tanah dengan saya;Namun, tidak ada kesempatan atau motivasi untuk mengerjakannya sendiri sampai berhasil;Akibatnya, saya membuat kontrak dengan orang lain agar dia mengerjakannya, menanamnya, dan berikanlah kepadaku sebagian dari hasil panennya.
b. Tujuannya: untuk menghasilkan tenaga kerja tanpa memiliki properti tanah dan properti tanah tanpa wirausaha.
c. Tujuannya: tenaga kerja dan tumbuh-tumbuhan, bukan tanah. Di antara kemungkinan perjanjian bagi hasil adalah:20
a. Bagi Pemilik Tanah:
1) Mereka yang memiliki tanah tetapi tidak mampu atau mau menggarapnya.
2) Keinginan untuk mendapatkan hasil dengan mudah dengan menawarkan kesempatan kepada orang lain untuk menggerogoti propertinya.
b. Penggarap:
1) Belum memiliki lahan garapan atau tidak memiliki pekerjaan tetap.
2) Jam kerja yang berlebihan akibat keterbatasan lahan dan ruang properti.
3) Keinginan untuk memperoleh lebih banyak tanaman.
20 Xxxxxxxxxx, Xxxxxx, Hukum Perjanjian Adat ( Bandung; Citra Xxxxxx Xxxxxx, 1990) hal. 141
C. Syarat -Syarat Perjanjian Bagi Hasil
Sedangkan ketentuan KUH Perdata tidak dikenal oleh hukum adat, tetapi sah tidaknya suatu perjanjian tergantung pada syarat subjektifdan syarat obyektif, seperti apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak, apa yang ada dalam perxxxxxxx, dan apa yang diinginkan oleh para pihak.
(1) Orang yang menandatangani perjanjian harus memiliki kuasa hukum untuk melakukan tindakan hukum; (2) Suatu mufakat yang harus dicapai atas dasar kebebasan masing-masing pihak untuk menentukan kehendaknya sendiri tanpa paksaan, kekhilafan, atau penipuan. pihak harus cukup jelas untuk menunjukkan apa yang menjadi tanggung jawab masing- masing pihak. 4) Karena tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, atau kesusilaan, maka setiap janji harus sah.
Cara terwujudnya kesepakatan dan berdasarkan kesepakatan (mufakat) yang sering disebut dengan konsensualisme, bagi masyarakat adat merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan kesepakatan. Ini bukan sesuatu yang subjektif atau objektif.
Komponen perjanjian merupakan pertimbangan penting dalam menentukan keabsahannya. Suatu perjanjian yang tidak memuat perjanjian tidak dapat dilaksanakan secara hukum. Menurut Pasal 1321 KUHPerdata (BW), “tidak ada perjanjian yang mempunyai kekuatan apapun, jika diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan kekerasan atau penipuan.”
Akibatnya, persyaratan perjanjian menentukan kapan itu menjadi mengikat secara hukum. Biasanya, atau beberapa rencana permainan menghasilkan hasil/seri sejak saat pemahaman dibuat, dan tindakan semacam itu disebut tindakan konsensual. Persyaratan dari kata “mengikat” dalam kesepakatan kontemporer adalah asas kesepakatan konsensual.
Xxxxxan bahwa konsensualisme adalah puncak dari peningkatan martabat manusia terangkum dalam ungkapan "een man een man, een woord een woord". Pada akhirnya, individu ini mencapai tingkat tertinggi martabat manusia dengan menepati janjinya. seseorang dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya. Selain itu, memang benar menjaga kata-kata itu perlu untuk menghormati manusia. Budaya kita memiliki pepatah seperti "kata-kata mereka". Menurut Xxxxx Xxxxxxx, persyaratan berikut harus dipenuhi untuk pengurusan izin untuk dianggap mengikat secara hukum:22
a. Pengaturan lisensi ada sebagai kesepakatan sukarela yang dibuat oleh kedua belah pihak (toestemming);
b. Perkembangan atau kemampuan individu mengejar pemahaman (bekwaamheid);
c. (bapaalde onderwerp) Pokok bahasan harus spesifik;
d. Hukum dasar sebab-sebab (goorloofdeoorzaak).
Istilah tambahan adanya kesepakatan para pihak dalam hukum adat adalah kecakapan (dewasa) dalam melakukan perbuatan hukum. transisi dari ketidakmampuan menjadi kecakapan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya. Seseorang dianggap selesai melakukan kegiatan hukum sesuai
dengan aturan adat Jawa jika dia telah hidup bebas dan memiliki keluarga sendiri (telah berkembang atau sedang mencari).
Menurut Ter Haar23, sifat perjanjian bagi hasil ini terkait dengan berbagai karakteristik tersebut.
Keaslian tidak pernah tunduk pada individu; Karena perjanjian hanya dibuat oleh kedua belah pihak, tidak diperlukan pertukaran yang jelas (vershuiving). Selain itu, proses hukum jarang menghasilkan tindakan; Selain itu, hasil perjanjian berlaku selama satu tahun , dari musim tanam ke musim panen. Namun, selama tidak ada lagi yang diputuskan karena alasan tertentu, perjanjian semacam ini dapat dibuat oleh siapa saja yang menginginkan tanah. Orang yang menggunakan tanah kerabatnya dan penggarap tanah berdasarkan tahunan perjanjian jual beli semuanya mendapat keuntungan dari kedudukannya (ambtelijk profijt gerechtige); Memang benar ia tidak mempunyai tanah; bagaimanapun juga ia menjalankan usaha nyata dalam rangka mengembangkan dan menciptakan tanah.
Akibatnya, mengizinkan orang lain untuk memasuki lahan pertanian menyelesaikan kesepakatan atas sebagian dari tanaman. Dia hanya berhasil dengan menyetujui bahwa peserta sebelumnya akan menanam tanaman dan memberikan sebagian dari mereka kepada pemilik tanah. Persyaratan lain dari perjanjian, seperti berapa banyak hasil panen akan pergi ke pemilik tanah,
, biasanya dijabarkan dalam kontrak..
B. Objek Perjanjian Bagi Hasil
Tenaga kerja dan tanaman adalah subjek dari perjanjian bagi hasil, bukan tanah. Kepala persekutuan tidak wajib meratifikasi perjanjian ini karena objeknya bukan tanah. Selain itu, perjanjian semacam itu jarang mendapat pernyataan.24 Berikut ini dijelaskan lebih lanjut :
Harta kekayaan yang diolah atau dijadikan agunan menjadi fokus transaksi tanah, bukan bidang tanah yang diperjanjikan. Akibatnya, bidang tanah tampak macet, dan bidang tanah tampak melekat pada prinsipal, misalnya; tanah sebagai lampiran atau sebagai faktor perjanjian produksi, perjanjian bagi hasil, perjanjian sewa, perjanjian gabungan, dan perjanjian semu25 Penjelasan huruf a Pasal 1 UU No.2 Tahun 1960, bahwa terlepas dari jenis tanahnya, tanah yang biasanya digunakan untuk "menanam bahan makanan" tunduk pada ketentuannya. Oleh karena itu, mungkin tanah milik, tanah agraris eigendom, tanah gogolan, hibah, atau jenis tanah lainnya. Namun, apa yang ditanam di atas tanah tidak harus menjadi makanan setiap tahun; xxxxx, xxxxxxx, dan tanaman berumur pendek lainnya merupakan alternatif yang dapat diterima.
Di pulau Jawa, perusahaan perkebunan milik negara berpartisipasi dalam skema bagi hasil yang berkembang untuk perkebunan goni. Ini merupakan perkembangan baru dari lembaga bagi hasil yang membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia.26
2.2.2. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1960
A. Pengertian Perjanjian Bagi Hasil
Perjanjian perikatan umum dan khusus (BW) yang terdapat dalam buku III KUH Perdata adalah perjanjian yang sedang dibahas di sini.
Sementara Judul V sampai XVIII buku ketiga KUHPerdata juga mengatur perjanjian khusus, Xxxxx XX berisi aturan perjanjian umum.
Istilah komitmen (Verbintenis) memiliki kepentingan yang lebih luas daripada komitmen karena Buku III juga mengatur hubungan yang sah yang sama sekali tidak berbentuk atau bentuk dalam pandangan komitmen atau komitmen, terutama komitmen yang muncul dari demonstrasi yang melanggar hukum (onrechtmatigedaad). )) dan mengenai perikatan nonconsenting yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain. Hukum perjanjian, sebaliknya, dimasukkan dalam Buku III karena menitikberatkan terutama pada perjanjian yang dihasilkan dari perjanjian atau kesepakatan.
26 Parlindungan, A.P., ibid. hal. 15
27 Subekti, R. Pokok-PokokiHukum Perdat (Jakarta; Intermasa, 1998) hal. 101.
Dalam Buku III KUH Perdata, perikatan diartikan sebagai berikut: Suatu hubungan hukum yang menyangkut kekayaan harta benda antara dua orang yang memungkinkan satu orang menuntut sesuatu dari pihak lain sedangkan pihak lain memerlukannya untuk memenuhi tuntutan itu.28 Ada yang dinamakan perjanjian yang diatur oleh ketentuan umum dan ketentuan khusus. Fakta bahwa undang- undang mengatur dan memberi nama perjanjian adalah sumber dari istilah "bernama." Perjanjian sewa dan pengaturan serupa lainnya adalah contoh perjanjian anonim yang tidak diatur oleh undang-undang.
Menurut Wikipedia, “Perjanjian atau verbinten mengandung arti hubungan hukum/kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan pada hak satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pihak lain untuk melakukan prestasi.”
Sering kali, sebuah acara di mana dua orang atau lebih membuat janji satu sama lain biasanya mengarah pada pertunangan. Kesepakatan sangat disukai oleh masyarakat umum..”.30
28 Ibid, hal. 101
29 Xxxxxxx , M. Xxxxx Xxxx-segi Hukum Perjanjian, (Bandung ;Alumni, 1986) hal. 6
30 Subekti , R. Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, (Bandung; Citra Xxxxxx Xxxxxx, 1992) hal.12
Sebagaimana dapat dilihat dari pengertian perjanjian di atas, perjanjian selalu menimbulkan hak dan kewajiban. karena perjanjian merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum dengan akibat hukum yang timbul dengan sendirinya. tindakan hukum yang dilakukan oleh orang-orang yang memperjuangkan hak dan tanggung jawabnya.
Ketika undang-undang dibuat, para pihak harus mencapai kesepakatan.R. Subekti berpendapat, dalam hal tidak tercapai kesepakatan, para pihak yang bersepakat harus mencapai mufakat tentang pokok-pokoknya, dan apa yang dikehendaki oleh salah satu pihak juga harus dikehendaki oleh pihak yang lain.
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih lainnya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Demikian pengertian perjanjian.
Suatu perjanjian dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat yang digariskan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa ada empat faktor yang menentukan sahnya perjanjian itu:
1. Setuju dengan mereka yang membuat komitmen pribadi. Kemampuan untuk mencapai kesepakatan tentang masalah tertentu Pernyataan persetujuan dari mereka yang terikat dan mampu membuat kesepakatan diklasifikasikan sebagai kondisi subyektif karena berhubungan dengan kemampuan orang yang mengadakan persetujuan. Alasan halal tergolong syarat obyektif karena menyangkut objek perjanjian.
Syarat liminatif suatu perjanjian adalah empat hal tersebut di atas;Agar perjanjian dianggap mengikat secara hukum, maka harus dipenuhi;Perjanjian dapat dibatalkan atau diakhiri jika salah satu dari syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi.
R. Subekti menyatakan bahwa hakim berwenang mencabut perjanjian jika syarat pertama dan kedua tidak dipenuhi; Namun, perjanjian batal demi hukum jika syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi.
Kontrak antara penggarap dan orang yang berhak atas sebidang tanah pertanian disebut perjanjian bagi hasil (disebut juga tanah pertanian). Dengan membagi hasil antara penggarap dan pemilik tanah sesuai dengan neraca yang telah ditentukan, perjanjian itu kondisi di mana penggarap diizinkan untuk bekerja di tanah yang disengketakan..
disepakati bersama, seperti masing-masing pihak menerima setengah ("maro").32 Kata "beakan", yang berarti membagi jumlah pendapatan atau produksi dengan 50% untuk pemilik tanah dan 50% untuk petani dan buruh tani, adalah akar dari kata "paroan".
Sementara itu, Pasal 1 huruf c Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pengaturan Bagi Hasil (Wilayah Pertanian) menyatakan bahwa:
“Perjanjian Bagi Hasil adalah perjanjian antara pemilik dengan orang atau badan hukum lain, tanpa memandang namanya. Dalam undang-undang ini, orang atau badan hukum tersebut disebut “penggarap”. usaha pertanian di atas tanahnya dan membagi keuntungan di antara para pihak.
Perjanjian bagi hasil biasanya dibuat di Indonesia antara pemilik hak khusus dan mereka yang bersedia mengelola tanah atau menggunakan hak istimewa untuk menjalankan bisnis, dengan pemilik dan mereka yang mempertahankannya berbagi keuntungan.
Meskipun tidak disinggung dengan nama yang mirip, persetujuan penguasaan tanah dengan bagi hasil biasanya ditemukan di 32 Xxxxxxx, Xxxxx, di halaman yang sama.,Indonesia, sesuai dengan perkembangan undang-undang tentang perjanjian bagi hasil, halaman 118 Masyarakat menggunakan adat tidak tertulis hukum untuk membuat perjanjian tentang pembagian produksi. Oleh karena itu, jika seseorang
memiliki sebidang tanah tetapi tidak dapat mengolahnya sendiri tetapi tetap ingin
mengamati hasilnya, mereka akan mendelegasikan pengelolaan pertanian kepada orang lain, dan hasil panen akan dibagikan sesuai dengan kesepakatan.
Lembaga bagi hasil, yang lazim dalam masyarakat agraris kita dan memiliki aspek sosial ekonomi yang tidak dapat diganti atau dihilangkan segera, terus ada karena pengaruhnya yang signifikan terhadap kehidupan individu. Pengesahan Moh adalah Hal ini diperkuat dengan penjelasannya. “Hukum adat adalah hukum yang mewujudkan perasaan hukum yang nyata dari masyarakat,” tegas Koesnoe, “dan sebagai hukum rakyat, hukum adat selalu tumbuh dan berkembang seperti kehidupan masyarakat.”
Bidang pengaturan lain yang dimasukkan ke dalam perjanjian bagi hasil dalam hukum adat adalah hak seseorang untuk mengusahakan pertanian di atas tanah milik orang lain dengan persetujuan, asalkan pembagian hasil tanah itu adil dan penggarapnya terjamin haknya secara hukum. status. Hak pakai hasil33 adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan ketentuan ini. Pasal 53 (1) UU No.33, hak usaha bagi hasil ini hanya berlaku untuk waktu yang singkat. Peraturan Pokok Agraria Tahun 1960 antara lain sebagai berikut: Menurut Pasal 16 ayat (1) huruf h, hak gadai, hak bagi hasil , dan hak untuk menyewa dan mengontrak tanah pertanian yang tunduk pada pembatasan aset adalah hak sementara yang melanggar hukum dan berusaha untuk segera dihapuskan..”.
B. Bentuk Perjanjian Bagi Hasil
Susunan perjanjian bagi hasil ini dituangkan dalam Pasal 3 UU No.2 yang berbunyi sebagai berikut:
Semua perjanjian bagi hasil harus disaksikan oleh dua orang, satu dari
masing-masing pemilik dan penggarap, di hadapan Kepala Desa atau orang lain
yang memiliki kewenangan yang sama atas tanah yang bersangkutan, dan ditandatangani oleh pemilik dan penggarap itu sendiri.
Selain itu harus diumumkan oleh Kepala Desa dalam musyawarah desa dan disetujui oleh Camat/Camat. Setelah itu harus dilaporkan kepada Bupati atau Kepala Daerah Tingkat II yang luas tanahnya telah disepakati dan diadakan buku register.
Pengaturan pembagian hasil ciptaan antara pemilik tanah dan penggarap harus disimpan dalam buku register kepala kota sesuai dengan Peraturan Nomor 4 Tahun 1964 tentang Tata Tertib Pelaksanaan Pengaturan Bagi Hasil. pemahaman. Kepala Desa memberikan buku register kepada Camat setiap bulan. Setiap akhir triwulan, Panitia Landreform Kabupaten membantu Camat masing-masing dalam menyampaikan laporan kepada Panitia Landreform Tingkat Daerah II. Kesepakatan tertulis dimaksudkan untuk menghindari keraguan sebagai langkah pencegahan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan perselisihan mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak, jangka waktu perjanjian, dan aspek-aspek lain yang telah diatur dalam perjanjian bagi hasil.
Dalam rapat desa yang dihadiri oleh kepala desa, perjanjian bagi hasil harus disahkan dan diumumkan. Untuk memastikan semuanya jelas, kepala desa harus menginformasikan rapat adat/desa tentang perjanjian bagi hasil.
UU no.13 ayat 1 dan 2 Pasal 13 Menurut Pasal 2 Tahun 1960, Camat atau Kepala Desa harus menanggapi pengaduan dari salah satu pejabat yang memerintahkan pemilik atau penggarap untuk mematuhi ketentuan perjanjian bagi hasil. camat memiliki kekuatan untuk pergi dengan pilihan yang secara hukum
membatasi pada dua pemain dengan asumsi permintaan diabaikan.
C. Hak dan Kewajiban Pemilik Xxx Xxxxxxxxx
a. 1) Hak Pemilik (a) Jumlah saldo yang ditentukan sebelumnya menentukan proporsi hasil yang masuk ke pemilik tanah dan penggarap. Sesuai dengan Pasal 1 huruf C Undang-Undang Nomor. Instruksi Presiden Pasal 4 huruf
a.b. UU No. 13 Tahun 1980 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU Bagi Hasil, serta Pasal 2 Tahun 1960:2) Kewajiban pemilik untuk menyerahkan tanah produksi yang dibagi-bagi di antara para penghuni untuk digarap atau dikerjakan pada, selain pembayaran pajak bumi sesuai Pasal 9 UU No.2 Tahun 1960.
b. Keistimewaan Penggarap dan Komitmen Penggarap 1 Hak Penggarap Menurut Pasal 1, penggarap mempunyai hak eksklusif untuk mengembangkan tanah yang bersangkutan dan menerima bagian hasil dari tanah yang masih mengudara selama berlakunya pengertian ini. No. Inpresc dan Surat Penyerahan Penggarap Kewajiban atas bagian perjanjian yang menjadi milik pemilik tanah, serta pengembalian tanahnya kepada pemilik apabila jangka waktu perjanjian bagi hasil berhasil, merupakan ketentuan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980, yang berkaitan dengan Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 10 UU No.2 Tahun 1960
.
D. Jangka Waktu Perjanjian Bagi Hasil
Kesepakatan bagi hasil berdasarkan UU No.Pasal 4 Tahun 1960 menetapkan sekurang-kurangnya tiga tahun untuk sawah dan lima tahun untuk tanah kering. Istilah "tahun tanam" yang digunakan dalam pasal ini, bukan "tahun penanggalan".
hingga minimum ini.Jika digunakan, pupuk hijau dapat menyuburkan sawah hingga
tahun ketiga.Karena kondisi yang buruk, tanah kering biasanya membutuhkan waktu minimum yang lebih lama daripada tanah sawah.Terkadang masih perlu dikosongkan sebelum dapat digunakan .Durasi minimum lebih lama daripada di sawah.
Jangka waktu, dalam keadaan luar biasa, dapat lebih pendek dari ketentuan jika tanah biasanya diusahakan oleh pemilik dengan izin Camat. Seorang pemilik, misalnya, yang biasanya mengelola dirinya sendiri dan ingin mengadakan perjanjian bagi hasil, adalah pihak yang subjek ilustrasi khusus ini. Namun, dia terpaksa membuat perjanjian bagi hasil di tanahnya yang memiliki ketentuan lebih sedikit dari minimum karena saya ingin bekerja sendiri lagi tahun depan. Dia memiliki kebutuhan yang direncanakan, seperti ibadah haji yang akan dilakukan tahun depan, atau kebutuhan yang mendesak, seperti sakit.
Apabila perjanjian bagi hasil berakhir dan masih ada tanaman yang belum dipanen, maka perjanjian dilanjutkan sampai tanaman dipanen, sepanjang perpanjangan tidak berlangsung lebih dari satu tahun dan dilaporkan kepada Kepala Balai Desa yang bersangkutan Jika ada pertanyaan Kepala Desa yang memutuskan apakah tanah yang dijanjikan itu sawah atau tanah kering. Hal ini berkaitan dengan perlu tidaknya irigasi untuk pengolahan tanah.
No. 1 Instruksi BersamaKesepakatan bagi hasil yang telah berakhir dibahas dalam publikasi 64 yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agraria. Lahan tetap harus dibagi di antara penyewa asli, per DD/18/3/11 -SK 49/Depag/64, kecuali:
sebuah. Pemilik tanah, yang ternyata memiliki kemampuan, sebenarnya akan melakukannya sendiri;
b. Ternyata pembudidaya asli tidak menjalankan tanggung jawabnya dengan baik sesuai ketentuan perjanjian bagi hasil sebelumnya;
c. Para pembudidaya awal tidak lagi ingin mengerjakannya secara mandiri.
Karena para penggarap tidak mau mengembalikan hasil panennya kepada pemilik setelah perjanjian berakhir, dikeluarkanlah surat perintah ini untuk mencoba menyelesaikan perselisihan yang timbul pada saat itu. Surat perintah ini berkurang sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur tentang perjanjian bagi hasil, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 10 UU No. hak untuk merebut kembali tanah berdasarkan UU 2 Tahun 1960. Namun, perlu diingat bahwa banyak penggarap kemungkinan akan kehilangan tanah garapannya sebagai akibat berlakunya Pasal 10, sehingga menimbulkan ketegangan masyarakat...
E. Besarnya Bagian Dalam Perjanjian Bagi Hasil
Instruksi No. dikeluarkan oleh presiden RI. Tata cara pembagian saldo bagi hasil dituangkan dalam ayat (1) Pasal 4 Undang-Undang No.13 Tahun 1980, yang menjadi Tata Tertib Pelaksanaan atas Peraturan No.2 Tahun 1960, berkaitan dengan Pengaturan Bagi Hasil Ciptaan. Berikut adalah persentase hasil panen yang harus disertakan dalam polis ini:
sebuah. Penggarap dan pemilik masing-masing menerima satu bagian tanaman padi yang ditanam di sawah.
b. Penggarap menerima dua pertiga bagian untuk beras yang ditanam di lahan kering dan sawah, sedangkan pemilik menerima sepertiga. Sebaliknya, pasal 2 menentukan bagi hasil bruto atau neto, setelah
dikurangi biaya-biaya yang harus ditanggung bersama. , seperti bibit,
pupuk, tenaga ternak, biaya tanam, panen, dan zakat.
UU No. Keseimbangan tidak ditentukan dalam perjanjian bagi hasil antara pemilik dan penggarap. Hal ini didasarkan pada berbagai faktor ekonomi, termasuk kepadatan penduduk, pertimbangan kondisional (khususnya kesuburan tanah), dan secara konkret menentukan besarnya bagian pemilik dan penggarap di setiap daerah. Berdasarkan hal tersebut di atas, Pasal 7 UU No. Dilihat dari keadaan lingkungan dan unsur keuangan, hendaknya Pejabat/Petinggi Daerah Tingkat II menetapkan porsi pemilik dan penggarap untuk setiap daerah. .
Selain itu, proses pembinaan hubungan sosial dan masyarakat desa masih berlangsung. Namun undang-undang mengatakan tidak ada Pedoman untuk mencapai rasio 1:1 untuk padi yang ditanam di sawah, 1 untuk 1,2/3 untuk penggarap, dan 1/3 untuk pemilik. tanaman palawijo di sawah diatur dalam bagian penjelasan Pasal 2 Tahun 1960.
Dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri No. Bagian Dua UU 211 Tahun 1980, besarnya saldo bagi hasil dalam perjanjian produksi sawah (beras) adalah sebagai berikut:34 Berdasarkan keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Pertanian No. 34 Berdasarkan saran dan pertimbangan Bupati/Bupati Daerah, instansi yang pekerjaannya terkait dengan kegiatan usaha produksi pangan, dan Pengurus Organisasi Tani di Daerahnya kepada Bupati
/Walikota dengan terlebih dahulu mendengarkan saran221 Tahun 1980 dan negatif.tentang Instruksi Presiden Republik Indonesia untuk
pelaksanaan No.Menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun