PANGGILAN UNTUK HIDUP BERBEDA SEBAGAI MOTIF KESINAMBUNGAN ANTAR PERJANJIAN: TINJAUAN TERHADAP HUKUM PERBUDAKAN DI PERJANJIAN LAMA DAN KHOTBAH DI BUKIT DI PERJANJIAN BARU
PANGGILAN UNTUK HIDUP BERBEDA SEBAGAI MOTIF KESINAMBUNGAN ANTAR PERJANJIAN: TINJAUAN TERHADAP HUKUM PERBUDAKAN DI PERJANJIAN LAMA DAN KHOTBAH DI BUKIT DI PERJANJIAN BARU
XXXXXX XXXXXXXX XXXXXX XXXXXXX
Abstrak: Kesinambungan antara motif Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sering kali mengundang ketertarikan para ahli biblika untuk menyeledikinya. Beberapa usulan telah diberikan mengenai kesinambungan motif antar perjanjian ini. Xxxxxxx Xxxxxxx mengusulkan penciptaan xxxx, Xxxxxxx X. Scobie mengusulkan pendekatan multietnik, Martus A. Xxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxx mengusulkan tentang kehadiran Allah. Dalam makalah ini, Penulis melihat dan mengusulkan sebuah motif baru yaitu panggilan kepada umat Allah untuk hidup berbeda. Motif tersebut dapat dilihat dengan analisa teologis hukum secara khusus hukum perbudakan yang mewakili Perjanjian Lama dan membandingkannya dengan Khotbah Yesus di Bukit yang mewakili Perjanjian Baru. Dengan motif ini, setidaknya ada dua implikasi bagi orang percaya. Pertama, orang percaya juga punya panggilan untuk hidup berbeda dari dunia. Kedua, Motif ini semakin membuktikan kontinuitas, kesinambungan dan konsistensi Alkitab dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru.
Kata-kata Kunci: Hidup Berbeda, Hukum Perbudakan, Khotbah Yesus di Bukit, Motif Biblika, Kesinambungan Antar Perjanjian
PENDAHULUAN
Kesinambungan antara motif Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sering kali mengundang ketertarikan para ahli biblika untuk menyelidikinya. Keyakinan bahwa baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru adalah satu kesatuan Firman Allah membuat para teolog berupaya untuk menemukan motif-motif yang serupa dari dua bagian ini. Misalnya Xxxx Xxxx, ia mendapati bahwa meski Alkitab ditulis oleh lebih dari empat puluh penulis berbeda yang tampaknya kebanyakan dari mereka tidak saling mengenal atau mengetahui tulisan masing-masing, tetapi secara keseluruhan, Alkitab tidak memiliki kontradiksi atau inkonsistensi di antara bagian-bagiannya.1 Menurut penulis, konsistensi yang dikemukakan ini tentu harus didukung oleh motif-motif yang dimiliki baik oleh Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebagai dua bagian besar dari satu kesatuan Alkitab.
Beberapa ahli telah mengusulkan kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Seperti yang ditulis oleh Xxxxxx
A. Xxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxx mengusulkan penciptaan baru sebagai kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Xxxxxxxxan Baru; sementara Xxxxxxx X. Scobie lebih mengusulkan pendekatan yang multitematik terhadap Alkitab, yakni tema tentang tatanan ciptaan Allah – Hamba Allah – Umat Allah – jalan Allah atau etika. Xxxxxxxx dan Xxxxxxx selanjutnya mengusulkan bahwa kehadiran Allah merupakan tema yang juga dapat mempersatukan
1Xxxx Xxxx, The Moody Handbook of Theology ed. rev, terj. Xxxxxxxx Xxxxxxxxx, vol. 1 (Malang: Literatur SAAT, 2019), 165.
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. 2 Namun, yang menjadi pertanyaan lebih lanjut adalah, apakah ada motif lain yang juga dapat mempersatukan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru?
Motif yang penulis usulkan untuk menjadi tambahan dari motif-motif yang sudah ada adalah panggilan umat Allah untuk hidup berbeda. Dengan motif baru yang penulis usulkan ini, orang Kristen dapat semakin melihat keutuhan dan kesinambungan dari Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Motif panggilan hidup berbeda dapat dilihat dari hukum-hukum yang diberikan Allah kepada orang Israel dalam Perjanjian Lama dan Khotbah Yesus di bukit. Makalah ini secara khusus menyelidiki motif dari hukum di Perjanjian Lama dan Khotbah Xxxxx di bukit yang memiliki kesinambungan motif. Untuk mencapai tujuan itu, penulis akan melakukan analisa secara teologis baik pada hukum di Perjanjian Lama maupun Khotbah Yesus di bukit. Penulis akan terlebih dahulu memulai dengan melakukan penggalian terhadap hukum dalam Perjanjian Lama yang secara khusus akan membahas mengenai hukum perbudakan untuk menemukan motif panggilan hidup berbeda lalu dilanjutkan dengan penggalian Khotbah Xxxxx di bukit yang membahas pengajaran Xxxxx tentang garam dan terang dunia serta ajaran Xxxxx tentang hukum Taurat. Terakhir, penulis akan memberikan kesimpulan dan implikasi motif ini bagi orang Kristen masa kini.
2Martus Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxx, “Kehadiran Tuhan di tengah Umat-Nya: Dari Penciptaan ke Penciptaan yang Baru,” Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 19, no. 1 (Juni, 2020): 12, 21.
HUKUM DALAM PERJANJIAN LAMA
Setelah menjalin sebuah perjanjian dengan bangsa Israel, Allah memberikan Israel konstitusi atau hukum-Nya, yang terdapat dalam Keluaran, Imamat, dan Bilangan.3 Xxxxxx Xxx dan Xxxxxxx Xxxxxx membagi hukum Allah kepada bangsa Israel dalam Alkitab Perjanjian Lama menjadi dua bagian besar. Hukum yang pertama adalah hukum sipil yang berisikan hukuman secara spesifik bagi kejahatan yang beragam (mayor dan minor) yang atasnya seseorang dapat ditangkap dan diadili di Israel. Hukum-hukum inilah yang membentuk kehidupan bangsa Israel sebagai umat Allah dalam relasi dengan satu sama lain dalam budaya mereka. 4 Hukum sipil yang terdapat dalam Keluaran 21:1–24:18, Imamat dan Xxxxxan mencerminkan kepedulian sosial di mana orang Israel dituntut untuk hidup dengan kepedulian yang benar terhadap sesamanya.5 Hukum yang kedua adalah hukum ritual. Hukum ritual menjelaskan tentang bagaimana bangsa Israel menjalankan ibadah dalam Perjanjian Lama, menjelaskan secara detail tentang desain dari ibadah, tanggung jawab imam, kriteria hewan yang harus dikorbankan dan bagaimana persembahan korban menjadi poin inti cara umat Allah dalam Perjanjian Lama untuk beribadah kepada Allah.6 Hukum ritual ini juga dapat disebut sebagai hukum seremonial, tetapi dalam makalah ini akan disebut sebagai hukum ritual.
Selain kedua hukum ini, Xxxx Xxxx menambahkan kategori hukum yang ketiga yang disebut sebagai hukum moral. Hukum moral
3Xxxx, Xxxxx Handbook, 1:59.
4Gordon D. Fee dan Xxxxxxx X. Xxxxxx, How to Read the Bible for All Its Worth (Grand Rapids: Zondervan, 2014) 240.
5Xxxx, Xxxxx Handbook, 1:59.
6Fee xxx Xxxxxx, How to Read, 246.
ditemukan pada prinsipnya di sepuluh perintah Allah (Kel. 20:1–17; Ul. 5:6–21), meskipun tidak terbatas pada hukum-hukum itu saja. Kesepuluh hukum itu didaftarkan dalam dua kategori; hubungan manusia dengan Allah, meliputi empat hukum yang pertama (Kel. 20:1–11) dan hubungan manusia dengan manusia, meliputi enam hukum yang terakhir (Kel. 20:12–17).7 Pada prinsipnya, hukum moral inilah yang menjadi landasan bagi hukum sipil dan hukum ritual. Empat hukum pertama dalam hukum moral yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dijabarkan lebih lanjut dalam hukum ritual, sementara enam hukum berikutnya dalam hukum moral yang mengatur hubungan antar manusia dengan manusia lainnya dijabarkan lebih lanjut dalam hukum sipil.
Pembaca modern yang ingin mengerti tentang dinamika, motivasi, dan fondasi teologis dari hukum-hukum dalam Perjanjian Lama perlu melihat konteks kehidupan pada waktu itu, yakni hukum dipandang oleh orang Israel yang taat sebagai sebuah hadiah akan kebaikan dan cinta kasih Allah yang diberikan kepada mereka untuk kebaikan mereka (Ul. 4:1, 40; 6:1–3, 24, dsb).8 Hukum-hukum itu utamanya berbicara tentang kekudusan bangsa Israel yang secara khusus dipisahkan dari bangsa lain dan didasarkan pada kekudusan Allah orang Israel (Im. 19:2). Hukum-hukum bangsa Israel juga adalah hukum yang unik dalam keadilan dan kebijaksanaannya jika dibandingkan dengan hukum-hukum dari bangsa lain (Ul. 4:5–8).9 Melalui tema besar dari setiap hukum ini, dapat dilihat dengan jelas bahwa Allah telah memanggil bangsa Israel untuk hidup berbeda dari
7Xxxx, Xxxxx Handbook, 1:59.
8Xxxxxxxxxxx X. X. Xxxxxx, Old Testament Ethics for the People of God
(Downers Grove: InterVarsity, 2004), 282.
9Joel B. Xxxxx dan Xxxxxxxxxx X. Xxxxxxx, The Old Testament and Ethics: A Book-by-Book Survey (Grand Rapids: Baker Academic, 2013), 66.
bangsa yang ada di sekitar mereka. Kehadiran Allah kepada umat-Nya memanggil mereka untuk membedakan atau mengkhususkan diri dari bangsa-bangsa lain.10 Hukum-hukum yang ada juga menetapkan suatu batasan bagaimana mereka berhubungan dengan bangsa dan budaya lain di sekitar mereka.11
Ada banyak hukum yang dapat dibahas, tetapi penulis secara khusus membahas hukum perbudakan yang berlaku di Israel dan membandingkannya dengan hukum perbudakan dari bangsa lain sebagai sebuah sampel. Dari perbandingan ini, akan dapat dilihat kontras antara hukum perbudakan dalam bangsa Israel dan bangsa lain yang juga kembali mengindikasikan bahwa Allah memanggil bangsa Israel untuk hidup berbeda dari bangsa lain.
Hukum Perbudakan
Bagi pembaca modern, istilah perbudakan adalah istilah yang tabu. Kata “perbudakan” diartikan sebagai tindakan yang memperlakukan orang lain, yang adalah budak, dengan tidak layak dan kejam. Xxxxxxx Xxxxxxx Xxxxx mengatakan bahwa seorang tuan memiliki kendali penuh atas hidup dari budak mereka. Kekuatan penuh dari tuan atau majikan mengizinkan kesewenang-wenangan atas tubuh dan jiwa. Tidak ada perlindungan terhadap hidup dari seorang budak. 12 Kamus Oxford menerjemahkan seorang budak sebagai seseorang yang merupakan milik sah dari orang lain dan
10Xxx xxx Xxxxxx, How to Read, 239.
11Ibid., 240.
12Xxxx Xxxxx, Is God a Moral Monster?: Making Sense of the Old Testament God (Grand Rapids: Baker Books, 2011), 125.
terikat pada ketaatan mutlak kepada orang tersebut. 13 Ini artinya, seorang budak bukan hanya tidak diperlakukan sebagaimana layaknya manusia, melainkan juga dipandang hanya sebagai properti yang dapat digunakan sesuai keinginan tuan atau majikannya tanpa mempedulikan nasib sang budak.
Menariknya, terdapat hukum dalam Alkitab yang mengatur tentang perbudakan. Beberapa contoh hukum perbudakan yang ada dalam Alkitab terdapat dalam Keluaran 21:2–11 atau dalam Ulangan 15:12–18. Adanya catatan mengenai perbudakan semacam ini menimbulkan kebingungan bagi banyak orang Kristen. Banyak orang yang mengira bahwa karena adanya catatan hukum perbudakan ini maka Allah menyetujui perbudakan yang sama dengan definisi perbudakan yang dipahami oleh masyarakat modern—sebuah tindakan yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Pembaca Barat berinisiatif mengasumsikan pengetahuan mereka tentang perbudakan dan segala penghakimannya serta menggunakannya untuk menafsirkan aturan perbudakan dalam Perjanjian Lama.14
Penafsiran semacam ini jelas bukanlah penafsiran yang baik karena tidak melihat konteks dari dunia di mana Alkitab—secara khusus firman mengenai hukum perbudakan—ditulis. Hal ini juga menghasilkan penggambaran yang buruk mengenai perbudakan dalam Alkitab. Padahal, “perbudakan” dalam Alkitab bekerja di dalam konteks yang berbeda dengan masa kini. 15 Xxxx Xxxxxxxxx yang meneliti mengenai perbudakan ini melihat bahwa kata perbudakan yang digunakan di dalam Alkitab (‘ebed) tidak mempunyai maksud
13Xxxx Xxxxxxxxx, Israel’s Life, Old Testament Theology 3 (Downers Grove: InterVarsity, 2009), 488.
14Ibid. 15Ibid.
untuk merendahkan seseorang apalagi memperlakukannya dengan tidak manusiawi. Sebaliknya, kata ini adalah kata yang baik dan penuh harkat dan martabat.16 Ini artinya perbudakan di dalam Alkitab, secara khusus yang diperintahkan Allah untuk dilakukan orang Israel, sama sekali berbeda dengan definisi perbudakan yang dipahami oleh orang di masa kini. Seorang budak diperlakukan dengan layak dan manusiawi sebagaimana manusia pada umumnya.
Meski demikian, perbudakan—lebih tepat perhambaan—yang dilakukan oleh bangsa Israel pada waktu itu bahkan sudah sangat berbeda dengan cara bangsa-bangsa asing di sekitar mereka memperlakukan seorang budak. Sebagai perbandingan, dalam dunia kuno (dan bahkan hingga sekarang), seorang budak mempunyai tiga karakteristik: pertama, seorang budak adalah properti; kedua, hak kepemilikan dari seorang tuan atas pribadi dan pekerjaan seorang budak bersifat penuh dan absolut; ketiga, seorang budak dilucuti identitasnya dari ras, keluarga, dan sosial.17 Hal ini juga dapat terlihat dari salah satu hukum yang ada pada waktu itu, yaitu hukum Kode Hammurabi (The Law Code of Hammurabi) yang berbunyi demikian:
If a free nobleman hit another free nobleman's daughter and caused her to have a miscarriage, he must pay ten shekels of silver for her fetus. if that woman died, they must put his daughter to death. If by a violent blow he caused a commoner's daughter to have a miscarriage, he must pay five shekels of silver. If that woman died, he must pay 1/2 mina of silver. If he hit a free nobleman's female servant and caused her to have a miscarriage, he must pay two
16Xxx xxx Xxxxxx, How to Read, 140.
17Copan, Is God a Moral Monster?, 142.
shekels of silver. If that female servant died, he must pay 1/3 mina of silver.18
Seperti yang penulis telah sampaikan, perbudakan yang diatur dalam hukum Israel sangat berbeda dengan sistem perbudakan di Timur Dekat Kuno pada waktu itu. Salah satu hukum yang mengatur tentang perbudakan ditempatkan persis setelah Allah memberikan kesepuluh hukum Taurat dan menjadi permulaan dari regulasi- regulasi lainnya yang mengatur orang Israel (Kel. 21:2–11; bdk. Kel. 20). Menurut Xxxxx Xxxx, penempatan hukum mengenai perbudakan seperti ini dimaksudkan agar orang Israel mengingat bahwa mereka sebelumnya juga adalah budak di tanah Mesir. Hal yang harus menjadi pemikiran dan perhatian pertama orang Israel selanjutnya adalah tidak memperlakukan orang lain sebagaimana bangsa Mesir telah lakukan pada mereka.19 Hal ini kembali menunjukkan panggilan Allah bagi bangsa Israel untuk hidup berbeda dari bangsa-bangsa di sekitar mereka, secara khusus bangsa Mesir.
Hukum mengenai perbudakan dalam bangsa Israel tidak berarti mereka memperlakukan orang yang memiliki status budak dengan semena-mena. Para tuan tetap memperlakukan budak dengan penuh harkat dan martabat sebagai sesama manusia. Xxxx Xxxxx mengatakan bahwa untuk pertama kalinya dalam budaya Timur Dekat Kuno, ada sebuah hukum yang menuntut untuk memperlakukan budak sebagai seorang manusia dan bukan sebuah properti dan hal itu dapat dilihat dalam hukum perbudakan di bangsa Israel.20 Hal ini juga didasarkan pada teologi penciptaan di mana Allah menciptakan
18Xxx xxx Xxxxxx, How to Read, 259–260. Penekanan oleh penulis.
19Xxxxx Xxxx, Exodus, NIV Application Commentary (Grand Rapids: Zondervan, 2000), 486.
20Copan, Is God a Moral Monster?, 146.
manusia segambar dan serupa dengan Allah. Xxxxx Xxxxxx mengatakan bahwa selama seseorang itu adalah manusia, maka secara definisi dia adalah gambar dan rupa Allah.21 Hal ini berarti semua manusia baik yang statusnya sebagai orang merdeka maupun budak sama-sama menyandang gambar dan rupa Allah dan perlu diperlakukan dengan baik sebagaimana selayaknya seorang manusia. Sistem perbudakan di Israel sendiri dibuat bukan tanpa tujuan.
Tujuan utama dari adanya sistem yang mengatur perbudakan ini adalah agar tidak ada lagi kemiskinan. 22 Dalam Ulangan 15:1–18 menjelaskan tentang pengampunan dan penghapusan hutang bagi orang miskin yang dilanjutkan dengan penjelasan mengenai sistem perbudakan. Ayat ke-4 dengan jelas menjelaskan tujuan ini dengan mengatakan, “Maka tidak akan ada orang miskin di antaramu ….” Bahkan, seorang budak yang akhirnya dilepaskan oleh orang Israel pada tahun yang ketujuh harus disertai dengan bekal dan hal-hal yang dibutuhkan oleh mantan budak itu untuk bertahan hidup (Ul. 15:13– 14). Menurut Xxxxx, hal yang menjadi motivasi orang Israel untuk dapat melakukannya adalah dengan mengingat bahwa mereka dulu juga adalah budak di tanah Mesir dan telah ditebus Tuhan (Ul. 15:15).23
Meskipun hukum perbudakan ini mengindikasikan bahwa orang Israel dapat menjadi milik dari orang Israel lain, tetapi bukan hal itu yang menjadi tujuan dan fokus utamanya. Fokus utama dari sistem ini adalah tentang cara memperlakukan seorang budak dan menurut Xxxxx Xxxx, perlakuan orang Israel sangat baik dan dapat
21Xxxxx Xxxxxx, Genesis: An Introduction and Commentary, Tyndale Old Testament Commentaries 1 (Downers Grove: IVP Academic, 2008), 60.
22Copan, Is God a Moral Monster?, 143.
23Ibid., 144.
dikontraskan dengan bangsa-bangsa di sekitar mereka. 24 Bahkan, sekalipun ada kesan bahwa orang Israel dapat menjadi milik dari orang Israel lainnya, tetapi menurut Xxx dan Xxxxxx, tuan dari seorang budak dalam sistem Israel tidak memiliki budak itu dalam arti yang penuh. Seorang tuan hanya memiliki budak itu selama masa kontrak.25 Mereka juga perlu mengingat bahwa Allah adalah pemilik penuh dari baik tuan maupun budak tersebut.26 Lebih daripada itu, Israel juga punya peraturan untuk melepaskan seorang budak jika tuan dari budak itu memukul mata atau menumbuk sampai gigi budak itu lepas (Kel. 21:26–27). Sebagai kontras, Xxxx Xxxxxxxxx mengizinkan seorang tuan untuk memotong telinga seorang budak yang tidak taat.27 Hal ini kembali menunjukkan bahwa Allah memanggil bangsa Israel untuk hidup berbeda dari bangsa-bangsa lain di sekitar mereka dan untuk menunjukkan bahwa mereka adalah umat Allah.
KHOTBAH DI BUKIT
Khotbah di bukit merupakan bagian yang secara khusus terdapat di dalam Injil Matius, yaitu dalam Matius 5–7. Meskipun demikian, terdapat beberapa perkataan Xxxxx dalam bagian ini yang dapat ditemukan dalam bagian Injil Sinoptik yang lain. Khotbah di bukit dituliskan dengan maksud menunjukkan otoritas perkataan Xxxxx sebagai Xxxxxx yang menyatakan kerajaan Allah dan cara orang-orang percaya harus hidup sebagai warga kerajaan Allah. Xxxx Xxxxx Xxxxxx mengatakan bahwa fokus khotbah Yesus di bukit adalah
24Enns, Exodus, 487.
25Xxx xxx Xxxxxx, How to Read, 256.
26Ibid., 257.
27Copan, Is God a Moral Monster?, 146.
pemuridan, yaitu mengajarkan bagaimana gaya hidup yang seharusnya dimiliki warga kerajaan Allah.28 Dalam bagian ini, Xxxxx mengajarkan bagaimana seharusnya orang-orang percaya menjalani kehidupan di dunia atau dengan kata lain bagaimana hidup sebagai murid-Nya.
R.T. France mengatakan bahwa Xxxxx yang berbicara dengan sudut pandang orang pertama dalam bagian ini menunjukkan bahwa Xxxxxlah fokus utama dari pemuridan dan bahwa Dialah yang berhak menentukan gaya hidup orang percaya. 29 Matius 7:29 yang merupakan akhir dari khotbah di bukit menyatakan bahwa Xxxxx mengajar dengan otoritas. Dengan demikian, ada sebuah gaya hidup baru yang diperkenalkan Xxxxx kepada para pengikut-Nya. Gaya hidup yang Xxxxx ajarkan berkaitan langsung dengan hukum Taurat dan hukum dunia secara umum. Hal ini disebabkan para rasul dan murid-murid pertama berasal dari orang Yahudi. Selain itu, mereka juga tinggal di tengah-tengah Kekaisaran Romawi dan budaya helenistik.
Khotbah di bukit mencakup beberapa bagian yang menunjukkan motif panggilan untuk hidup berbeda yang diajarkan Xxxxx, tetapi dalam tulisan ini penulis secara khusus akan fokus pada dua bagian tertentu. Pertama, dalam Matius 5:13–16, Xxxxx mengajarkan murid-murid-Nya untuk menjadi garam dan terang dunia. Kedua, dalam Matius 5:21–48, Xxxxx mengajar dengan formula “Kamu telah mendengar ... tetapi Aku berkata kepadamu.” Hal ini mengindikasikan apa yang Xxxxx ajarkan tentang hukum
28Xxxx Xxxxx Xxxxxx, Introducing the New Testament: A Historical, Literary, and Theological Survey (Grand Rapids: Baker Academic, 2009), 105.
29R. T. France, The Gospel of Xxxxxxx, New International Commentary on the New Testament (Grand Rapids: Eerdmans, 2007), 156.
Taurat berbeda dengan apa yang biasa orang-orang Yahudi ajarkan. Dapat disimpulkan dari kedua hal tersebut bahwa Xxxxx sedang mengajarkan gaya hidup sebagai warga kerajaan Allah yang berbeda, baik dengan gaya hidup orang-orang Yahudi maupun dengan gaya hidup dunia secara umum. Selanjutnya, penulis akan menjelaskan lebih lanjut mengenai dua hal yang menunjukkan panggilan untuk hidup berbeda sebagai umat Allah dalam khotbah di bukit.
Menjadi Garam dan Terang Dunia
Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga (Mat. 5:13–16).
Menurut France, ketika mengajarkan bagian ini, ada perubahan sudut pandang dalam pengajaran Xxxxx dari bagian sebelumnya dalam Matius 5:3–10. Di bagian sebelumnya, Xxxxx mengajar tentang ucapan bahagia yang secara umum berbicara tentang menjalani kehidupan yang baik. Kemudian, Xxxxx mengubah objek pengajaran-Nya dari orang-orang secara umum menjadi secara khusus berbicara langsung kepada orang-orang yang sedang mendengar-Nya (Mat. 5:11–12). Orang-orang yang sedang mendengarkan pengajaran Xxxxx adalah mereka yang menyerahkan hidup mereka untuk
mengikut Yesus. Mereka telah menjadi warga kerajaan Allah dan kini harus hidup berbeda dari orang-orang yang bukan warga kerajaan Allah. Pengajaran Xxxxx tidak merujuk kepada orang Kristen secara individual sebab Matius mencatat objek pengajaran Xxxxx dengan menggunakan orang kedua jamak. Artinya, menjadi garam dan terang merupakan sebuah hal yang harus dilakukan dalam komunitas orang Kristen. France mengatakan bahwa individualisme dunia modern barat membuat orang Kristen berpikir terang yang dimaksud adalah terang dari lilin-lilin kecil yang bersinar di sudutnya masing-masing. Namun, yang Xxxxx maksudkan sebenarnya adalah cahaya seluruh komunitas orang Kristen yang menarik perhatian dunia.30
Garam merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Selain sebagai bumbu masakan, garam juga ditambahkan pada korban bakaran (Im. 2:13; Ezr. 6:9; Yeh. 43:23), berhubungan dengan penyucian (Kel. 30:35; 2Raj. 2:19–22), penanda kesetiaan (Bil. 18:19; Ezr. 4:14), dan juga sebagai penyubur tanah (Luk. 14:34– 35).31 Interpretasi terhadap penggunaan garam dapat memengaruhi penafsiran dari maksud dan tujuan Xxxxx supaya murid-murid menjadi garam dunia. Penulis sependapat dengan Xxxxxxx X. Xxxxxxx yang menyetujui pandangan yang menyatakan bahwa Xxxxx tidak secara spesifik merujuk kepada satu fungsi garam tertentu.32 Murid- murid dipanggil untuk menjadi warga kerajaan Allah yang mengalami transformasi hidup dan hidup berbeda di tengah-tengah dunia. Garam yang penting bagi kebutuhan manusia menunjukkan bahwa pengikut- pengikut Kristus juga penting dan harus hadir bagi dunia.
30Ibid., 171.
31Xxxxx X. Xxxxxx, Xxxxxxx, Xxxxx Exegetical Commentary on the New Testament (Grand Rapids: Baker Academic, 2008), 154.
32Xxxxxxx X. Xxxxxxx, Xxxxxxx, NIV Application Commentary (Grand Rapids: Zondervan, 2004), 212–213.
Garam yang tidak lagi asin secara esensi tidak lagi dapat disebut garam. Xxxxx X. Xxxxxx mengatakan garam di zaman Xxxxx hidup adalah garam campuran dengan mineral lain dan bukanlah garam murni seperti yang digunakan saat ini. 33 Mineral campuran tersebut dapat kehilangan unsur garamnya dan menjadi tawar. Sementara itu, France menerjemahkan kata “menjadi tawar” dengan “menjadi bodoh” sebab kata tawar dalam bahasa Ibrani dan Aram (tāpēl) juga dapat berarti menjadi bodoh.34 Maksudnya menjadi bodoh adalah murid-murid yang tidak lagi punya gaya hidup yang berbeda dengan gaya hidup dunia. Mereka tidak lagi berguna dan layak untuk dibuang sebab mereka kembali pada kehidupan dunia yang berdosa. Xxxxxxx mengutip pandangan menarik dari seorang Rabbi Xxxxxx xxx Xxxxxxx dan menyimpulkan bahwa garam seharusnya tidak dapat kehilangan rasa asinnya. Sama seperti garam yang seharusnya tidak dapat kehilangan rasa asinnya demikian juga murid-murid yang benar- benar pengikut Xxxxx seharusnya tidak kehilangan apa yang membuat mereka menjadi murid yang sejati. Terang merupakan tema yang penting di dalam Alkitab. 35
Tidak hanya erat kaitannya dengan Allah, terang sendiri sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Dengan menggunakan metafora terang yang dipancarkan kota di atas gunung dan terang dari sebuah pelita, Xxxxx mengajarkan bahwa murid-murid-Nya harus memiliki hidup yang berbeda dari dunia yang gelap. Terang yang dipancarkan komunitas orang percaya menjadi hal yang penting dan dibutuhkan oleh dunia. Xxxxx sendiri mengatakan bahwa Dia adalah terang dunia. Dengan demikian, para pengikut-Nya pun harus
33Xxxxxx, Xxxxxxx, 155.
34France, The Gospel of Xxxxxxx, 175.
35Xxxxxxx, Xxxxxxx, 214.
mengikuti teladan-Nya memancarkan terang di tengah-tengah kegelapan.
Menjadi garam dan terang dunia jelas menunjukkan panggilan bagi para murid untuk hidup berbeda. Xxxxx mengajarkan hal ini bukan sekadar supaya mereka memiliki kehidupan yang baik dan dilihat serta dipuji orang. Namun, tujuannya adalah agar ketika orang lain melihat gaya hidup yang dipancarkan orang-orang percaya, mereka memuliakan Bapa yang di sorga. France mengatakan bahwa tujuan dari pemuridan adalah menyadari bahwa yang membuat seorang murid dapat hidup berbeda dari dunia justru adalah Allah itu sendiri.36 Oleh sebab itu, pada akhirnya tujuan murid-murid menjadi garam dan terang dunia adalah untuk memuliakan Bapa yang telah memanggil mereka untuk menjadi warga kerajaan Allah.
Yesus dan Hukum Taurat
Pengikut Xxxxx sebagai warga kerajaan Allah dipanggil untuk memiliki gaya hidup yang berbeda dengan dunia. Namun, murid- murid Xxxxx adalah orang-orang Yahudi yang diajarkan untuk hidup menaati hukum Taurat. Apakah ketika Xxxxx memanggil mereka untuk hidup berbeda maka mereka juga harus meninggalkan hukum Taurat? Jawabannya adalah tidak. Xxxxx sendiri mengatakan di dalam Matius 5:17–18:
Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan
36France, The Gospel of Xxxxxxx, 177.
bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.
Panggilan yang Yesus beritakan untuk hidup berbeda sebagai warga kerajaan Allah tidak meniadakan hukum Taurat atau mengajarkan gaya hidup antinomianisme kepada murid-murid-Nya.37 Sebaliknya, bila kehidupan keagamaan murid-murid tidak jauh lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli Taurat dan orang Farisi, maka mereka tidak layak masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat. 5:20).
Jika Xxxxx tidak meniadakan hukum Taurat, apakah ini berarti murid-murid-Nya harus tetap menjalankan hukum Taurat di dalam Perjanjian Lama? Tidak. Perkataan Xxxxx tidak dapat langsung diartikan bahwa murid-murid-Nya harus melakukan hukum Taurat seperti dalam Perjanjian Lama atau seperti yang dipraktikkan ahli Taurat dan orang Farisi. Xxxxxx mengatakan bahwa ada kontinuitas antara pengajaran Xxxxx dengan hukum Taurat dalam Perjanjian Lama.38 Panggilan hidup berbeda yang Xxxxx ajarkan bukan berarti panggilan untuk menghidupi ajaran yang benar-benar baru tetapi gaya hidup yang masih ada kaitannya dengan hukum dalam Perjanjian Lama. Namun, pengajaran Xxxxx adalah sesuatu yang melampaui hukum yang diajarkan oleh pemimpin-pemimpin agama. Xxxxx sendiri yang mengajarkan gaya hidup sebagai warga kerajaan Allah, bukan Xxxx atau pemimpin agama yang lain.39 Lagi pula Xxxxx di dalam Injil Matius digambarkan sebagai Mesias yang dijanjikan Allah bagi orang Israel.
Oleh sebab itu, Xxxxx kemudian memberikan enam kontras menafsirkan hukum Taurat dalam Matius 5:21–47. Keenam kontras
37Xxxxxx, Xxxxxxx, 162.
38Ibid., 157.
39Ibid., 158.
ini menunjukkan bagaimana perbedaan penafsiran Xxxxx dengan penafsiran ahli Taurat atau orang Farisi pada zaman itu. Xxxxxxxx X. Viljoen mengelompokkan enam kontras tersebut ke dalam struktur berikut:
• Mat. 5:21: Larangan Xxxx (hukum Taurat) untuk membunuh (Kel. 20:13; Ul. 5:17).
Mat. 5:22: Larangan Xxxxx untuk marah.
• Mat. 5:27: Xxxx melarang perzinahan (Kel. 20:14; Ul. 5:18). Mat. 5:28: Xxxxx melarang pemikiran untuk berzinah.
• Mat. 5:31: Xxxx mengizinkan perceraian (Ul. 24:1–4). Mat. 5:32: Xxxxx membatasi izin yang diberikan Xxxx.
• Mat. 5:33: Xxxx memberikan aturan ketika bersumpah (Im. 19:12).
Mat. 5:34: Xxxxx memberikan aturan untuk tidak bersumpah sama sekali.
• Mat. 5:38: Xxxx mengajukan aturan: “Mata ganti mata, gigi ganti gigi” (Kel. 21:24; Im. 24:20; Ul. 19:21).
Mat. 5:39: Xxxxx menolak aturan tersebut diaplikasikan dalam perselisihan pribadi.
• Mat. 5:43: Xxxx mengharuskan untuk mengasihi sesama (Im. 19:18).
Mat. 5:44: Xxxxx mengharuskan untuk mengasihi musuh atau dengan kata lain mengasihi semua orang.40
Menurut Xxxxxx, ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam keenam kontras tersebut. Pertama, ada perbedaan objek
40Xxxxxxxx X. Xxxxxxx, “Jesus’ Teaching on the Torah in the Sermon on the Mount,” Neotestamentica 40, no. 1 (2006): 143.
pendengar antara apa yang dikatakan kepada “nenek moyang” (orang Israel) dan apa yang Xxxxx katakan kepada “kamu” (murid-murid Xxxxx). Hal ini menunjukkan bahwa murid-murid Xxxxx–bukan seluruh orang Yahudi–adalah pusat penyataan ajaran Yesus.41 Kedua, Matius 5:21–47 menekankan otoritas ajaran Xxxxx yang melampaui otoritas penyataan ilahi sebelumnya yang disampaikan melalui Xxxx.42 Hal ini bukan berarti bahwa apa yang Xxxx katakan atau tuliskan bukan berasal dari Allah, melainkan bahwa apa yang Xxxxx ajarkan melampaui, memperluas, dan bahkan memperdalam hukum Taurat itu sendiri.
Hukum dalam Perjanjian Lama menunjukkan motif panggilan Allah agar umat-Nya hidup berbeda dengan bangsa-bangsa asing di sekitar mereka. Menjadi warga kerajaan Allah bukan berarti membatalkan semua hukum Taurat. Sebaliknya, hukum Taurat tetap ada dan tetap mengajarkan manusia untuk hidup baik dan benar sesuai dengan kehendak Allah. 43 Sementara itu, pengajaran Xxxxx melampaui segala hukum Taurat di Perjanjian Lama. Xxxxx memanggil murid-murid-Nya untuk hidup berbeda sebagai warga kerajaan Allah yang sempurna seperti Bapa adalah sempurna (Mat. 5:48). Hal ini berarti Xxxxx memanggil murid-murid untuk lebih lagi hidup berbeda sebagai pengikut-pengikut-Nya di dalam melakukan perintah-perintah-Nya.
41Xxxxxx, Xxxxxxx, 165.
42Ibid., 165–166.
00Xxxxxxx, Xxxxxxx, 224.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Sebagaimana penulis telah sampaikan, Alkitab adalah firman Allah yang konsisten dan tidak bertentangan antara satu bagian dan bagian lainnya. Hal ini berarti akan ada kesamaan-kesamaan motif di dalamnya. Motif ini seharusnya dapat dilihat dalam bagian-bagian Alkitab secara khusus dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Setelah meneliti dari hukum yang terdapat dalam Perjanjian Lama secara umum dan melihat hukum perbudakan sabagai salah satu contoh dari hukum yang ada dan Khotbah di bukit yang ada pada Perjanjian Baru melalui perikop garam dan terang dunia serta perkataan Tuhan Yesus soal hukum Taurat, penulis mengusulkan sebuah kesamaan motif, yaitu sebuah panggilan untuk hidup berbeda sebagai motif yang terlihat jelas dalam kedua bagian tersebut.
Implikasi dari motif yang diusulkan penulis kepada orang percaya masa kini adalah untuk juga hidup dan tampil berbeda dari dunia. Ada pun dunia yang dimaksud adalah dunia yang sama dengan panggilan bagi orang Israel di Perjanjian Lama dan murid-murid Xxxxx di Perjanjian Baru, yaitu orang-orang di sekitar orang percaya yang tidak mengenal Allah. Orang percaya dipanggil bukan hanya hidup berbeda tetapi juga mempunyai hidup yang lebih baik dari mereka serta berdampak bagi dunia. Panggilan hidup berbeda yang diberikan bagi orang-orang percaya adalah sebuah panggilan yang diberikan langsung oleh Allah sebagai Pribadi yang memiliki otoritas penuh atas hidup segala ciptaan.
Implikasi berikutnya dari kesimpulan penulis adalah terbuktinya kontinuitas, kesinambungan dan kekonsistenan Alkitab dari PL hingga PB. Dengan motif-motif yang telah ditemukan oleh beberapa teolog-teolog sebelumnya ditambah dengan motif yang
diusulkan oleh penulis, yaitu suatu panggilan hidup berbeda menunjukkan bahwa Alkitab konsisten dari PL hingga PB. Hal ini membuat orang Kristen yang membaca Alkitab perlu membaca Alkitab sebagai satu kesatuan yang utuh dan konsisten.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Xxxxx, Xxxx. Is God a Moral Monster?: Making Sense of the Old Testament God. Grand Rapids: Baker Books, 2011.
Xxxx, Xxxx. The Moody Handbook of Theology: Revised and Expanded. Diterjemahkan oleh Xxxxxxxx Xxxxxxxxx. Vol. 1. Malang: Literatur SAAT, 2019.
Xxxx, Xxxxx. Exodus. NIV Application Commentary: From Biblical Text to Contemporary Life. Grand Rapids: Zondervan, 2000.
Xxx, Xxxxxx X., dan Xxxxxxx X. Xxxxxx. How to Read the Bible for All Its Worth. Grand Rapids: Zondervan, 2014.
France, R. T. The Gospel of Xxxxxxx. New International Commentary on the New Testament. Grand Rapids: Eerdmans, 2007.
Xxxxxxxxx, Xxxx. Israel’s Life. Old Testament Theology 3. Downers Grove: InterVarsity, 2009.
Xxxxx, Xxxx X., dan Xxxxxxxxxx X. Xxxxxxx. The Old Testament and Ethics: A Book-by-Book Survey. Grand Rapids: Baker Academic, 2013.
Xxxxxx, Xxxxx. Genesis: An Introduction and Commentary. Tyndale Old Testament Commentaries 1. Downers Grove: IVP Academic, 2008.
Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxxxx, dan Xxxxxx Xxxxxxx. “Kehadiran Tuhan di tengah Umat-Nya: Dari Penciptaan ke Penciptaan
Yang Baru.” Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 19, no. 1 (Mei 2020): 11–24.
Xxxxxx, Xxxx Xxxxx. Introducing the New Testament: A Historical, Literary, and Theological Survey. Grand Rapids: Baker Academic, 2009.
Xxxxxx, Xxxxx X. Xxxxxxx. Xxxxx Exegetical Commentary on the New Testament. Grand Rapids: Baker Academic, 2008.
Xxxxxxx, Xxxxxxxx X. “Jesus’ Teaching on the Torah in the Sermon on the Mount.” Neotestamentica 40, no. 1 (2006): 135–155.
Xxxxxxx, Xxxxxxx X. Xxxxxxx. NIV Application Commentary. Grand Rapids: Zondervan, 2004.
Xxxxxx, Xxxxxxxxxxx X. X. Old Testament Ethics for the People of God. Downers Grove: InterVarsity, 2004.