LAPORAN AKSI PERUBAHAN KINERJA ORGANISASI
LAPORAN AKSI PERUBAHAN KINERJA ORGANISASI
SISTEM PERSETUJUAN ELEKTRONIK PENYADAPAN (SPEEDAP) PADA LINGKUNGAN KPK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PERANGKAT PENYADAPAN DAN PENINGKATAN KINERJA KEDEPUTIAN BIDANG PENINDAKAN DAN EKSEKUSI
Oleh: Nama : Xxxxxxxx
NIP : 198003142021061001
PELATIHAN KEPEMIMPINAN ADMINISTRATOR ANGKATAN V
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN PUSAT PELATIHAN MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PERTANIAN
CIAWI-BOGOR TAHUN 2022
Nama : Xxxxxxxx
XXXXXXX
Unit Kerja : Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi
Komisi Pemberantasan Korupsi
Judul : Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan (Speedap) Pada Lingkungan Kpk Dalam Rangka Optimalisasi Perangkat Penyadapan Dan Peningkatan Kinerja Kedeputian Bidang Penindakan Dan Eksekusi
Coach : Drh. Xxxxxxx, X.X.
Mentor : Irjen.Pol. Xxxxxxx, X.X.X
Peningkatan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan agregat dari kinerja 5 (lima) kedeputian, inspektorat dan sekretariat jenderal. Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi merupakan penyumbang capaian kinerja terutama pada Indikator Kinerja Utama (IKU) Jumlah Perkara yang Ditangani. Penurunan kinerja pada IKU ini telah menjadi perhatian Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK sehingga perlu dicari langkah-langkah quick-win terhadap permasalahan kinerja tersebut. Quick-win inilah yang menjadi ide utama gagasan aksi perubahan sebagai bentuk pengejawantahan agenda-agenda pembelajaran dalam Diklat Kepemimpinan Administrator yaitu membangun Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan (SpeeDap). SpeeDap diharapkan mampu mempercepat alur proses birokrasi penyadapan sehingga semakin banyak perkara yang dapat ditangani oleh Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi. Pada proses persiapan, pembangunan dan implementasi ditemukan berbagai pelajaran menarik diantaranya adalah komitmen yang kuat dari pemimpin transformasional dan kolaborasi antar unit kerja menjadi faktor-faktor utama untuk terwujudnya aksi perubahan dan keberlanjutannya pada jangka panjang. Manfaat SpeeDap secara langsung juga telah dirasakan dengan menurunnya waktu antrian persetujuan penyadapan dan minimalnya jumlah nomor dalam mesin dalam posisi idle.
Kata Kunci:
Elektronik, Kinerja, Penyadapan, Sistem, Komitmen
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN AKSI PERUBAHAN KINERJA ORGANISASI
JUDUL : Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan (Speedap)
Pada Lingkungan Kpk Dalam Rangka Optimalisasi Perangkat Penyadapan Dan Peningkatan Kinerja Kedeputian Bidang Penindakan Dan Eksekusi
NAMA : Xxxxxxxx
NIP 198003142021061001
UNIT KERJA : Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi
Telah diuji didepan penguji pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2022 Coach Mentor
Drh. Xxxxxxx, X.X. Irjen.Pol. Xxxxxxx, X.X.X.
NIP. 195804121986031001 NRP. 68100292
PENGUJI 1
Xxxxx Xxxx, S.P., M.M NIP. 196504201991031003
PENGUJI 2
Xxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx I.S, S.TP, M.AP, X.Xxx.Xx NIP.198206102006042001
PENGANTAR
Segala puji syukur saya haturkan kepada Rabb semesta alam, Alloh SWT, Dzat yang hanya kepada-Nya memohon pertolongan. Alhamdulillah atas segala pertolongan, rahmat, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Aksi Perubahan Organisasi yang berjudul "Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan (SpeeDap) pada Lingkungan KPK dalam Rangka Optimalisasi Perangkat Penyadapan dan Peningkatan Kinerja Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi". Shalawat dan salam kepada Xxxxxxxxxx Xxxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx yang senantiasa menjadi sumber inspirasi dan teladan terbaik untuk umat manusia.
Penulis menyadari banyak pihak yang memberikan dukungan dan bantuan selama menyelesaikan aksi perubahan kinerja organisasi ini. Oleh karena itu, menjadi sebuah kepantasan bagi penulis dengan penuh takzim mengucapkan terimakasih dan mendoakan semoga Allah memberikan balasan terbaik kepada:
1. Bapak Irjen.Pol. Karyoto, S.IK., selaku Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi yang telah memberikan kepercayaan dan dukungan kepada penulis dalam melaksanakan aksi perubahan yang bermanfaat bagi Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi.
2. Bapak Drh. Xxxxxxx, M.M, selaku coach yang telah banyak memberikan dukungan dan kepercayaan selama penyusunan Rancangan Aksi Perubahan.
3. Xxx Xxxxuji Xxxxx Xxxxx Xxxx, S.P., M.M. dan Xxx Xxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx I.S, S.TP, M.AP, X.Xxx.Xx selaku Penguji yang secara detail memberikan kritik dari berbagai perspektif sehingga menjadi masukan yang, konstruktif terhadap Rancangan Aksi Perubahan
4. Widyaiswara pada Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan 5 Tahun 2022 Non-Kementan yang mencurahkan ilmunya sehingga penulis mampu menyusun Rancangan Aksi Perubahan ini.
5. Panitia Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan 5 Tahun 2022 Non- Kementan beserta tenaga administrasi, staff dan setiap pihak terlibat yang mendedikasikan daya upayanya untuk terlaksananya pelatihan dengan sangat baik.
6. Teman-teman Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan 5 Tahun 2022 Non- Kementan yang memberikan suasana pelatihan yang kondusif dan kekeluargaan.
7. Pimpinan KPK, Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Struktural Penindakan dan Eksekusi, dan segenap insan KPK yang berkontribusi dan mendukung penulis dalam penyelesaian Aksi Perubahan Kinerja Organisasi;
8. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan cinta, kasih, mental, material dan spiritual sehingga Aksi Perubahan ini memiliki nilai ibadah dan penuh harap pada ridho Alloh SWT;
9. Seluruh pihak lain yang mendukung namun tidak dapat disebutkan satu persatu dengan tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasih.
Sebagai penutup, penulis menyadari tidak ada kesempurnaan karena pemilik kesempurnaan hanyalah Alloh. Oleh karena itu, penulis meminta maaf yang sedalam-dalamnya atas salah, khilaf dan alpa yang dilakukan penulis.
Penulis berharap semoga laporan aksi perubahan kinerja organisasi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat dijadikan referensi demi pengembangan ke arah yang lebih baik. Kebenaran datangnya dari Allah dan kesalahan datangnya dari diri penulis. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan Ridho-Nya kepada kita semua.
Xxxxxxx, Xxxxxxx 2022
Xxxxxxxx
DAFTAR ISI
ABSTRAK 2
LEMBAR PERSETUJUAN 3
PENGANTAR 4
DAFTAR ISI 6
DAFTAR TABEL 8
DAFTAR GAMBAR 9
BAB I. PENDAHULUAN 10
A. Latar Belakang 10
B. Tujuan Aksi Perubahan 13
C. Manfaat Aksi Perubahan 13
D. Adopsi dan Adaptasi Hasil Studi Lapangan 14
BAB II. PROFIL KINERJA PELAYANAN 16
A. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi 16
1) Gambaran Umum 16
2) Visi KPK 19
3) Misi KPK 19
4) Wewenang KPK 19
5) Rencana Strategi KPK 19
6) PROFIL KINERJA PELAYANAN 20
B. Kinerja Organisasi Sekarang 23
C. Kinerja Organisasi yang Diharapkan 24
BAB III. ANALISIS MASALAH 25
A. Identifikasi Permasalahan 25
B. Penyebab Masalah 32
C. Alternatif Solusi Masalah 37
D. Solusi Mengatasi Masalah 40
BAB IV. STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH 41
A. Terobosan/Inovasi 41
B. Tahapan Kegiatan/Milestone 42
C. Sumberdaya (Peta dan Pemanfaatan) 46
1) Model Kanvas Bisnis 46
2) Tim Efektif dan Jejaring Kerja 46
3) Identifikasi Stakeholders 47
4) Strategi Komunikasi 48
D. Manajemen Risiko 50
1) Identifikasi Risiko 50
2) Analisis Risiko 52
3) Evaluasi Risiko 53
4) Mitigasi Risiko 54
E. Pengendalian Mutu Aksi Perubahan 57
BAB V. PELAKSANAAN AKSI PERUBAHAN 61
A. Deskripsi Proses Kepemimpinan 61
1) Membangun Integritas dan Akuntabilitas Kinerja Organisasi 61
2) Pengelolaan Budaya Kerja 63
3) Membangun Jejaring dan Xxxxxxxxxx 64
B. Deskripsi Hasil Kepemimpinan 67
1) Capaian Perbaikan Sistem Persetujuan Penyadapan 67
2) Manfaat Aksi Perubahan 79
3) Dukungan dan Peta Stakeholders setelah Aksi Perubahan 80
C. Keberlanjutan Aksi Perubahan 82
BAB VI. PENUTUP 84
DAFTAR PUSTAKA 85
LAMPIRAN 87
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standar Kinerja Pelayanan Kaset Penindakan dan Eksekusi 23
Tabel 2. Data Penanganan Perkara 2019 - 2021 24
Tabel 3. APKL Daftar Masalah 26
Tabel 4. Matrix USG 4 Masalah Utama 29
Tabel 5. Matrix USG Masalah Pokok 34
Tabel 6. Matrix USG Masalah Spesifik 36
Tabel 7. Tapisan Mc.Namara Alternatif Solusi 38
Tabel 8. Tahapan Kegiatan 42
Tabel 9. Model Kanvas Bisnis SpeeDap 46
Tabel 10. Strategi Komunikasi Aksi Perubahan 49
Tabel 11. Identifikasi Risiko Aksi Perubahan 51
Tabel 12. Analisis Risiko Aksi Perubahan 52
Tabel 13. Mitigasi Risiko Aksi Perubahan 55
Tabel 14. Pengendalian Mutu Aksi Perubahan 57
Tabel 15 Integritas dan Implementasi pada Aksi Perubahan 61
Tabel 16 Evaluasi dan Koreksi SpeeDap 71
Tabel 17 Uji Vulnerability 72
Tabel 18 Manual Book SpeeDap 74
Tabel 19 Strategi Komunikasi pada SpeeDap 81
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Trend Perkara KPK 11
Gambar 2. Peta Pemikiran Aksi Perubahan 12
Gambar 3. Struktur Organisasi KPK 16
Gambar 4. Bagan Organisasi Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi 18
Gambar 5. Rencana Strategis KPK 2020 – 2024 20
Gambar 6. Pohon Masalah Kinerja 33
Gambar 7. Peta Identifikasi Stakeholders 48
Gambar 8. Peta Evaluasi Risiko 54
Gambar 9 Pendekatan Kirsch 64
Gambar 10 SK Tim Efektif SpeeDap 65
Gambar 11 Struktur Tim Efektif 66
Gambar 12 ND Akselerasi Persetujuan Perintah Penyadapan 68
Gambar 13 Rapat Penyusunan Dokumen Spesifikasi Pengguna 69
Gambar 14 Halaman Selamat Datang SpeeDap 69
Gambar 15 Halaman Persetujuan 70
Gambar 16 Halaman Profil Pengguna 70
Gambar 17 Uji Akses Publik 72
Gambar 18 Lulus Uji Vulnerability 73
Gambar 19 Sosialisasi dan Training SpeeDap 78
Gambar 20 Launching SpeeDap pada RTK Bidang Penindakan dan Eksekusi 79
Gambar 21 Strategi Komunikasi dengan Stakeholders Apathetics 80
Gambar 22 Peta Stakeholders setelah Strategi Komunikasi 82
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan publik telah bergeser dari model administrasi publik tradisional (old public administration) ke model manajemen publik baru (new public management) dan sekarang menuju model pelayanan publik baru (new public service) telah membawa nilai dasar pelayanan berpusat kepada manusia (Xxxxxxxx & Xxxxxxxx, 2002). Konsekuensi dari hal ini adalah tuntutan terhadap perubahan dan peningkatan pelayanan publik yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat (Xxxxxxxx & Prasojo, 2021). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku salah satu lembaga penegak hukum di bidang pemberantasan korupsi tanpa terkecuali merupakan institusi yang memberikan layanan publik terkait pemberantasan tindak pidana korupsi.
KPK sebagai anak kandung reformasi (Natalia, 2019) sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan rumpun eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dilaksanakan KPK dimaknai sebagai serangkaian kegiatan untuk mencegah dan memberantas terjadinya tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan (vide pasal 1).
Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai institusi pelayan publik dalam pemberantasan korupsi senantiasa menjadi sorotan publik. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang antikorupsi, dalam hal ini Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) menilai kinerja KPK dari tiga bidang kinerja, yakni kinerja sektor penindakan, kinerja sektor pencegahan, dan kinerja sektor organisasi (Husodo et al., 2020). Pada Aksi Perubahan ini penulis fokus kepada kinerja terkait dengan sektor penindakan dimana tugas pokok dan fungsi satuan kerja penulis berada di dalamnya yaitu sebagai Kepala Sekretariat Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi. Tugas penindakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi termaktub dalam pasal 6 huruf e dan f yaitu melaksanakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; dan melakukan tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pelaksanaan tugas penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan melakukan tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dibebankan kepada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi. Kemudian Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya berpegang kepada Rencana Strategis KPK yang mana menitikberatkan kepada pemulihan aset (asset recovery) dan efektifitas penindakan. Salah satu indikator efektifitas penindakan adalah jumlah perkara yang ditangani selama periode tertentu (tahunan). Data penanganan perkara pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi selama 3 (tiga) tahun terakhir terlihat fluktuatif yaitu terkait output pada masing-masing direktorat pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi. Fluktuasi tersebut dapat dilihat pada berbagai perspektif mulai dari jumlah tindak pidana korupsi yang ditangani, modus tindak perkara korupsi, sektor tindak pidana korupsi, pelaku tindak pidana korupsi, instansi dan wilayah tempat terjadinya tindak pidana korupsi. Berikut ditampilkan tren penanganan perkara pada kedeputian bidang penindakan selama 3 (tiga) tahun atau masa pandemi Covid-19.
Perkara TPK 2019 - 2021
153
142
145
111
119
109
91
88
75
PENYELIDIKAN
PENYIDIKAN
PENUNTUTAN
2019 2020 2021
Gambar 1. Trend Perkara KPK
Sumber : xxx.xx.xx, 2020
Merujuk pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa tren jumlah penanganan perkara mengalami penurunan selama 3 (tiga) tahun terakhir terutama pada masa pandemi. Penurunan kinerja ini ditengarai juga disebabkan oleh penurunan jumlah perkara penyelidikan tertutup yang dapat dicerminkan oleh jumlah tangkap tangan pada periode terkait. Hal ini sejalan dengan penelitian Xxxxxxxxxx terkait kinerja aparat penegak hukum yang menyatakan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang berpengaruh terhadap kinerja aparat penegak hukum yaitu faktor institusi, faktor legal dan faktor operasional. Faktor institusi dalam konteks kurangnya pemahaman yang
komprehensif, berkelanjutan, dan kebijakan terpadu atau strategi untuk mengidentifikasi pemulihan aset sebagai prioritas dan untuk memastikan keselarasan dari tujuan, alat, dan sumber daya untuk tujuan ini. Faktor legal biasanya terkait dengan mutual legal assistance, kerahasiaan bank yang berlebihan, kurangnya prosedur, hukum acara dan pembuktian yang terlalu memberatkan. Kemudian faktor operasional berkutat pada masalah koordinasi lembaga, kesulitan melakukan identifikasi dan penjagaan nilai aset yang disita (Xxxxxxxxxx & Power, 2011). Aksi perubahan ini akan memfokuskan diri kepada faktor operasional yaitu koordinasi internal kelembagaan dalam konteks percepatan birokrasi penegakan hukum dengan pertimbangan bahwa bagian operasional merupakan ranah kewenangan penulis sebagai Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi dalam perannya sebagai manajer kinerja kedeputian.
Permasalahan kinerja terkait penurunan jumlah perkara ditangani tentu menjadi perhatian Pimpinan, Dewan Pengawas, Struktural dan pegawai pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi sehingga perlu dicari langkah-langkah quick-win terhadap permasalahan kinerja tersebut. Quick-win inilah yang menjadi ide utama gagasan aksi perubahan sebagai bentuk pengejawantahan agenda-agenda pembelajaran dalam Diklat Kepemimpinan Administrator sehingga secara ringkas latar belakang ini dapat digambarkan dalam bentuk peta pemikiran (mind map) sebagaimana Gambar 1 berikut:
Gambar 2. Peta Pemikiran Aksi Perubahan
B. Tujuan Aksi Perubahan
Tujuan aksi perubahan organisasi ini secara umum adalah memberikan dukungan layanan kepada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi dalam rangka peningkatan kinerja Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi. Secara spesifik maka tujuan aksi perubahan organisasi dapat dibagi menjadi tiga sebagai berikut:
(1) Jangka Pendek, memberikan solusi terhadap percepatan alur birokrasi penegakan hukum yang secara hukum tidak dapat dipangkas karena telah diatur secara kokoh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
(2) Jangka Menengah, meningkatkan kinerja Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi dalam konteks peningkatan jumlah perkara sebagai salah satu sasaran strategis kedeputian.
(3) Jangka Panjang, meningkatkan kinerja lembaga di sektor penindakan sehingga diharapkan meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga.
C. Manfaat Aksi Perubahan
Penyelenggaran aksi perubahan ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
C.1. Internal Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi
1) Mengurangi beban pekerjaan legalisasi terhadap produk administrasi penyidikan yang dilaksanakan oleh pejabat eselon I, eselon II di Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi serta Pimpinan;
2) Makin cepatnya proses birokrasi dalam penegakan hukum pada lingkup Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi;
3) Makin meningkatnya kinerja serta akuntabilitas Kedeputian Penindakan dan Eksekusi sebagai organisasi yang Adaptif dan Agile
C.2. Eksternal Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi
1) Meningkatnya kinerja lembaga sebagai dampak dari proses birokrasi yang semakin ringkas, cepat dan tidak terkendala faktor geografis
2) Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap proses penyelidikan tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi;
3) Pada jangka panjang akan dapat berpengaruh pada skor Indeks Persepsi Korupsi.
D. Adopsi dan Adaptasi Hasil Studi Lapangan
Pelaksanaan studi lapangan secara offline di Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang (Polbangtan Yoma) memberikan lesson learnt untuk dapat diadopsi dan diadaptasi dalam aksi perubahan sebagaimana berikut:
1) Organisasi Digital
Polbangtan Yoma dalam upaya peningkatan kinerja organisasi menggunakan dukungan teknologi yaitu SIATO, tracer study dan sijurutani untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan kerja, membantu mengatasi kekurangan sdm meminimalisir kesalahan, memperluas jangkauan informasi dan mengurangi human error, serta pemanfaatan teknologi pendukung lainnya sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Adopsi terhadap aksi perubahan adalah penggunaan teknologi berbasiskan web dan mobile dalam rangka peningkatan kinerja organisasi. Terhadap adopsi tersebut maka diperoleh adaptasi yaitu Proses penegakan hukum yang urgent dapat dipercepat sesuai dengan sifat urgensinya dengan bantuan sarana teknologi Informasi dengan tanpa melupakan sisi keamanan data.
2) Manajemen Perubahan Sektor Publik
Polbangtan Yoma pada proses perubahan tidak selalu berjalan mulus namun juga mengalami kendala yaitu dalam melakukan implementasi inovasi mengalami adanya kendala adaptasi teknologi kepada kelompok umur tertentu. Hal ini berarti bahwa tidak semua inovasi akan diterima oleh stakeholder terkait, perlu usaha lebih untuk pengenalan dan pengembangan inovasi yang dilakukan.
Adopsi yang dapat dilakukan adalah Proses pengenalan teknologi hal baru kepada organisasi perlu dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi organisasi. Adapun adaptasinya adalah perlu dilakukan sosialisasi dan pengembangan teknologi secara bertahap menyesuaikan dengan tingkat jabatan, urgensi dan keamanan data.
3) Manajemen Risiko
Penggunaan teknologi informasi telah disadari oleh Polbangtan Yoma memiliki risiko, pada kasus ini adalah adanya kemungkinan overload database mengingat setiap dosen dan mahasiswa akan mengupload materi Kuliah dan tugas Kuliah ke dalam sistem. Terhadap risiko ini maka Polbangtan Yoma melakukan mitigasi risiko dengan melakukan download datasetiap akhir masa perkuliahan untuk mengurangi beban database.
Mengadopsi dari Polbangtan Yoma bahwa penggunaan teknologi digital memiliki risiko terkait teknologi yang dipergunakan, sebagai misal adalah terkait system database yangdipergunakan. Adaptasi yang kemudian dilakukan adalah Aksi perubahan menggunakan teknologi digital harus mempertimbangkan risiko risiko terkait teknologi dalam hal ini adalah keamanan data digital.
4) Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan pada Polbangtan Xxxx memberikan ruang kreatifitas kepada para pegawai dan anak didiknya. Dengan kepemimpinan model transformasional seperti ini maka inovasi akan tumbuh dan berkembang begitu tampak ada peluang.
Adopsi yang dapat dilakukan adalah pemimpin pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi harus memberikan ruang untuk tumbuhnya kreatifitas para pegawai. Adaptasi yang dilakukan adalah Deputi sebagai nahkoda kedeputian memberikan
kesempatan kepada Kepala Sekretariat untuk berkreasi dalam memberikan layanan kedeputian
BAB II. PROFIL KINERJA PELAYANAN
A. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
1) Gambaran Umum
KPK sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan rumpun eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dilaksanakan KPK dimaknai sebagai serangkaian kegiatan untuk mencegah dan memberantas terjadinya tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (vide pasal 1). Tugas-tugas tersebut diemban oleh Kedeputian Bidang Pendidikan dan Masyarakat, Kedeputian Bidang Pencegahan, Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi, dan Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi. Empat kedeputian tersebut didukung oleh Sekretaris Jenderal dan Kedeputian Bidang Informasi dan Data.
Gambar 3. Struktur Organisasi KPK
Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai institusi pelayan publik dalam pemberantasan korupsi senantiasa menjadi sorotan publik. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang antikorupsi, dalam hal ini Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) menilai kinerja KPK dari tiga bidang kinerja, yakni kinerja sektor penindakan, kinerja sektor pencegahan, dan kinerja sektor organisasi. Pada Laporan Studi Lapangan ini penulis fokus kepada kinerja terkait dengan sektor penindakan dimana tugas pokok dan fungsi satuan kerja penulis berada di dalamnya yaitu sebagai Kepala Sekretariat Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi. Kinerja penindakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi termaktub dalam pasal 6 huruf e dan f yaitu melaksanakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; dan melakukan tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pelaksanaan tugas penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan melakukan tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dibebankan kepada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi. Kedeputian ini sesuai dengan Peraturan Komisi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai berikut:
a. perumusan kebijakan teknis pada bidang penindakan dan eksekusi yang meliputi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pelacakan aset, pengelolaan barang bukti, dan eksekusipenanganan perkara tindak pidana korupsi dan/atau tindak pidana pencucian uang;
b. pelaksanaan kajian, telaahan dan/atau riset dalam rangka dukungan pelaksanaan tugas di Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
c. pelaksanaan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dan bekerja sama dalam kegiatan penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum lain;
d. pelaksanaan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dan/atau tindak pidana pencucian uang dan bekerja sama dalam kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum lain;
e. pelaksanaan penuntutan, pengajuan upaya hukum, pelaksanaan penetapan hakim dan putusan pengadilan, pelaksanaan tindakan hukum lainnya dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi dan/atau tindak pidana pencucian uang sesuai peraturan perundang-undangan;
f. pelacakan aset, pengelolaan barang bukti dan pelaksanaan eksekusi barang rampasan;
g. pelaksanaan kegiatan kesekretariatan, pembinaan sumber daya dan dukungan operasional pada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
h. pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan hubungan kerja antar unit pada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi; dan
i. pelaksanaan tugas-tugas lain dalam lingkup bidang tugasnya atas perintah Pimpinan
Adapun bagan organisasi Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi sebagaimana Peraturan Komisi Nomor 7 Tahun 2020 adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Bagan Organisasi Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi
Merujuk pada Gambar 3 maka organisasi Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi dipimpin oleh seorang Deputi dengan pangkat Eselon I dan membawahkan:
a) Direktorat Penyelidikan
b) Direktorat Penyidikan
c) Direktorat Penuntutan
d) Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi
e) Sekretariat Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi
2) Visi KPK
Visi KPK adalah Bersama masyarakat menurunkan tingkat korupsi untuk mewujudkan Indonesia maju. Visi ini memiliki 3 (tiga) kata kunci yaitu:
a) Bersama Masyarakat, artinya KPK dalam mencapai visinya dilakukan secara bersama- sama berbagai kementerian, lembaga, organisasi dan elemen-elemen masyarakat yang ada dalam satu buah langkah padu. KPK tidak dapat bekerja sendiri dalam melakukan pemberantasan korupsi sehingga keterlibatan masyarakat merupakan sebuah keharusan karena korupsi adalah musuh bersama bangsa Indonesia.
b) Menurunkan Tingkat Korupsi, artinya korupsi akan selalu ada namun bukan berarti kita membiarkannya. Korupsi harus ditekan semaksimal mungkin sehingga pada titik yang sangat kecil sehingga tidak terlalu mengganggu pencapaian tujuan negara.
c) Indonesia Maju, ini merupakan pengejawantahan visi presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. KPK sebagai rumpun eksekutif tentu tidak lepas dari visi presiden.
3) Misi KPK
KPK memiliki 4 (empat) misi sebagai berikut:
a) Meningkatkan upaya pencegahan melalui perbaikan sistem pengelolaan administrasi lembaga Negara dan pemerintah yang antikorupsi
b) Meningkatkan upaya pencegahan melalui pendidikan antikorupsi yang komprehensif
c) Pemberantasan tindak pidana korupsi yang efektif, akuntabel, profesional, dan sesuai dengan hukum
d) Meningkatkan akuntabilitas, profesionalitas dan integritas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pelaksanaan tugas dan wewenang
4) Wewenang KPK
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya KPK memiliki kewenangan sebagai berikut:
a) mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi
b) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c) Meminta informasi terkait kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait.
d) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang dalam melaksanakan pemberantasan korupsi.
e) Meminta laporan instansi yang berhubungan dengan pencegahan tindak pidana korupsi.
5) Rencana Strategi KPK
Dalam upaya mewujudkan visi, misi, dan tugas KPK diperlukan penjabaran lebih lanjut dalam perumusan arah kebijakan dan rencana strategis KPK serta sinergi dengan pemangku kepentingan lainnya untuk pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien. Rencana strategis KPK dibuat dalam
upaya penguatan sistem anti korupsi yang komprehensif; melakukan perubahan nyata dengan memfokuskan pada sasaran utama; serta meningkatkan upaya pendidikan dan pencegahan korupsi.
Secara ringkas Renstra KPK tahun 2020 – 2024 dapat digambarkan sebagaimana diagram dibawah
ini:
Gambar 5. Rencana Strategis KPK 2020 – 2024
6) PROFIL KINERJA PELAYANAN
KPK dalam menerapkan manajemen kinerja mengadopsi konsep Balance Score Card (BSC) sejak tahun 2010 yang diatur dalam Peraturan Komisi Nomor 07 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2010 – 2014. Pada Perkom tersebut secara eksplisit disebutkan dalam halaman 18 (delapan belas) bahwa Peta Strategi KPK digambarkan dengan metode Balance Score Card. Pada awalnya konsep BSC diterapkan pada level lembaga (KPK Wide) dan kemudian diturunkan (cascade) kepada pejabat Eselon I yaitu para Deputi dan Sekjen. Pada tahun yang sama BSC tersebut diturunkan kepada pejabat Xxxxxx XX yaitu para Direktur dan Kepala Biro. Turunan dari pejabat Xxxxxx XX kemudian menjadi BSC pada level Kepala Satuan Tugas/Kepala Group Head atau Kepala Tim pada masing-masing direktorat atau biro. Untuk menjamin bahwa proses implementasi BSC pada setiap unit berjalan dengan standar yang sama maka KPK menugaskan Biro Perencanaan dan Keuangan untuk melakukan koordinasi implementasi antar unit kerja. Proses adaptasi BSC pada KPK berjalan relatif cepat meski dirasakan masih adanya kendala dalam penyelarasan antar unit kerja lintas kedeputian. Untuk mengatasi kendala tersebut maka pada tahun 2019 dibentuklah Kelompok Kerja Strategis Pimpinan (KKSP) yang bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan, unit ini bertugas melakukan koordinasi secara lebih intens antar kedeputian sehingga tercapai keselarasan dalam pencapaian tujuan lembaga. Pada tahun 2020, pasca penerapan Undang Undang nomor 19 tahun 2019, melalui penetapan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi
Nomor 7 tahun 2020 maka KKSP menjelma menjadi Biro Pusat Perencanaan Strategis. Dengan penguatan dalam struktur kelembagaan ini diharapkan penerapan manajemen kinerja di KPK dapat berjalan lebih sistematis, efektif dan efisien dalam rangka mencapai visi KPK
Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi sebagai unit kerja dibawah Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi melaksanakan tugas Kepala Sekretariat Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi sesuai dengan Peraturan Komisi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai berikut :
a. pengumpulan dan penyiapan bahan dalam rangka perumusan kebijakan, perencanaan, pengendalian, evaluasi, pengadministrasian, pengamanan kegiatan, pengembangan sistem, proses bisnis/prosedur operasi baku dan metode kerja dalam pelaksanaan tugas kesekretariatan pada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
b. pengumpulan dan penyiapan bahan dalam rangka koordinasi penyusunan rencana/program dan usulan Rencana Kerja dan Anggaran di lingkungan Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
c. pengumpulan bahan dalam rangka koordinasi, integrasi dan sinkronisasi pengembangan sistem, metode dan prosedur kerja pada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
d. pengumpulan, analisis, pemantauan, evaluasi, serta penyajian bahan/data kepada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi dalam rangka perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penyerapan anggaran dan pencapaian kinerja pada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
e. pengelolaan administrasi Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
f. pengelolaan keuangan, sumber daya manusia, barang inventaris dan kerumahtanggaan pada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
g. pelaksanaan koordinasi kegiatan kesekretariatan di lingkungan direktorat pada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
h. pengumpulan bahan dalam rangka pelaporan dan evaluasi kinerja pada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
i. pelaksanaan kerja sama dengan unit-unit lain di Komisi Pemberantasan Korupsi maupun institusi lain diluar Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan lingkup tugasnya dalam rangka pelaksanaan kegiatan kesekretariatan pada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
j. pengelolaan data dan informasi pada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi;
k. pelaksanaan tugas-tugas lain dalam lingkup bidang tugasnya atas perintah Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi; dan
l. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan tugas secara periodik dan/atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi dalam melaksanakan fungsi pada huruf d Peraturan Komisi Nomor 07 Tahun 2020 dipertajam dengan Peraturan Pimpinan Nomor 11 Tahun 2021 mengenai Sistem Akuntabilitas Kinerja KPK. Pada Perpim ini Kepala Sekretariat berperan sebagai Xxxxxxx Xxxxxxx Organisasi (vide pasal 25 ayat (1)) yang memiliki tugas sebagaimana diatur dalam pasal 25 ayat (2) sebagai berikut:
a. melakukan analisis dan menyusun rancangan Perjanjian Kinerja Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Inspektorat;
b. melakukan analisis, menyusun, dan memutakhirkan Manual IKU Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Inpektorat;
c. memvalidasi ketepatan penyelarasan rancangan Perjanjian Kinerja Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama pada aspek SS, IKU, dan target IKU dengan Peta Strategi Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Inpektorat;
d. memastikan terdapat keselarasan dan kausalitas antar-Sasaran Strategis pada rancangan Perjanjian Kinerja Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama;
e. memastikan terlaksananya Rapat Tinjauan Kinerja Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Inspektorat setiap periode pemantauan dan evaluasi interim;
f. melakukan analisis dan menyusun rancangan LCK dan LNKO Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Inspektorat setiap periode pemantauan dan evaluasi interim;
g. melakukan analisis dan menyusun kebijakan operasional dalam Arah Kebijakan;
h. membantu MKK dalam memantau penyelarasan strategi Komisi pada aspek anggaran, sumber daya manusia, teknologi informasi, dan organisasi pada lingkup Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Inspektorat; dan
i. menyusun rancangan LAK Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Inspektorat setelah masa pelaksanaan Perjanjian Kinerja berakhir dan menyampaikannya kepada MKK secara tepat waktu.
Berdasarkan pada Peraturan Komisi Nomor 07 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi dan Peraturan Pimpinan Nomor 11 Tahun 2021 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja KPK diatas maka Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi memetakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana tabel berikut:
Tabel 1. Standar Kinerja Pelayanan Kaset Penindakan dan Eksekusi
PEGAWAI YANG DINILAI | PEJABAT PENILAI KINERJA | ||
Nama | : Xxxxxxxx | Xxxx | Xxxxxxx |
NIP | : 198003142021061001 | NRP | |
Pangkat/Gol | : Pembina Tingkat I / IV.a | Pangkat/Gol | Inspektur Jendral Polisi |
Jabatan | : Kepala Sekretariat Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi | Jabatan | Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi |
Unit Kerja | : Sekretariat Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi | Unit Kerja | Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi |
Perspektif | Rencana Kinerja Atasan Lansung | Rencana Kinerja | Indikator Kinerja Individu (IKI) | Perkom 07 Tahun 2020 Psl 59 | Perpim 11 Tahun 2021 Psl 25 ayat 2 | |||
(1) | (2) | (3) | (2) | (3) | (4) | (5) | (6) | (7) |
A. Kinerja Utama | ||||||||
Akuntabilitas | AK.1. | Meningkatnya tingkat efektifitas akuntabilitas dan kelembagaan | AK.1.1 | Mengelola kepatuhan dan kualitas laporan keuangan kedeputian PENINDAKAN | IKI.1 | Opini BPK atas Laporan Keuangan KPK | huruf b dan d | huruf h |
AK.2.1 | Mengelola kepatuhan dan kualitas laporan kinerja kedeputian PENINDAKAN | IKI.2 | Nilai Sistem Akuntabilitas Kinerja KPK | huruf b, d, dan f | Psl 25 Ayat 2 | |||
AK.3.1. | Mengelola Kontribusi kedeputian PENINDAKAN dalam Peningkatan Indeks Maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) KPK | IKI.3 | Indeks Maturitas Sistem Pengendalian Instansi Pemerintah (SPIP) KPK | huruf a, b, c, d, e dan f | huruf d, e, h | |||
Kapabilitas Organisasi | KO.1 | Meningkatkan Efektivitas Regulasi Pemberantasan Korupsi dan Penataan Kelembagaan | KO.1.1. | Mengelola SDM yang optimal, diukur dengan menggunakan kesesuaian kompetensi pegawai dan struktural dalam jabatannya. | IKI.4 | % Penyusunan Kebijakan dan harmonisasi Produk Hukum Eksternal dan Internal untuk Penguatan KPK | huruff a, e, g dan i | huruf g dan h |
KO.2 | %Pengelolaan Keuangan Unit Kerja | KO.2.1. | Mengelola anggaran secara tepat sasaran dan proses penguatan pengendalian internal yang terukur | IKI.5 | %Pengelolaan Keuangan Unit Kerja | huruf b, d, dan f | huruf g dan h | |
KO.3 | Membangun Sistem Informasi dan Data Terintegrasi | KO.3.1. | melaksanakan kegiatan reviu dan penyempurnaan proses bisnis (termasuk SOP) dan data dalam pemenuhan kebutuhan perbaikan dan penyempurnaan proses bisnis sesuai MANUAL IKU | IKI.6 | Indeks Maturitas Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) KPK | huruf a, b, c, d, e, f dan j | huruf h | |
Internal Proses | - | TUPOKSI KASET | - | Melaksanakan pengelolaan Persuratan Dinas dan Kearsipan dinamis sesuai SOP dan peraturan yang berlaku | IKI.7 | % Pelaksanaan pengelolaan Persuratan Dinas dan Kearsipan dinamis sesuai SOP dan peraturan yang berlaku | huruf e | huruf h |
- | TUPOKSI KASET | - | Melakukan pengelolaan Barang Milik Negara dan Barang Persediaan, serta menyusun laporan pelaksanaan kegiatan, pengelolaaln rumah tangga | IKI.8 | % Pengelolaan Barang Milik Negara dan Barang Persediaan, serta menyusun laporan pelaksanaan kegiatan | huruf f dan i | huruf h | |
B. Kinerja Strategis | ||||||||
Kategori | No | Rencana Kinerja | ||||||
- | 1 | Tindak lanjut RDP, Temuan BPK dan Rakorwas | - | Melaksanakan percepatan manajemen perkara berbasiskan teknologi digital | IKI.9 | % implementasi SINERGI dan aplikasi pendukung lainnya | huruf d, e, h, I, j dan k | huruf, g dan h |
Merujuk pada tabel diatas, Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Xxxxxxxx tidak memiliki sasaran kinerja perspektif Pemangku Kepentingan namun digantikan dengan Kinerja Strategis. Hal ini mengingat fungsi Kepala Sekretariat merupakan fungsi dukung kepada tusi utama Deputi dan perspektif Pemangku Kepentingan hanya dimiliki oleh unit Eselon II ke atas.
B. Kinerja Organisasi Sekarang
Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya diukur dengan perangkat Sistem Akuntabilitas Kerja KPK yang mana peran Kepala Sekretariat adalah sebagai Manajer Kinerja Organisasi. Peran ini berpadu dengan dukungan terhadap Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi sehingga kinerja kedeputian menjadi salah satu fokus kerja kepala sekretariat.
Pada saat ini kinerja Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi menjadi sorotan publik dengan persepsi terjadi penurunan kinerja. Ada 2 (dua) hal yang menjadi perhatian adalah
jumlah perkara yang ditangani dan kualitas perkara yang ditangani. Tren jumlah perkara dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Data Penanganan Perkara 2019 - 2021
2019 | 2020 | 2021 | |
Penyelidikan | 142 | 111 | 119 |
Penyidikan | 145 | 91 | 109 |
Penuntutan | 153 | 75 | 88 |
Inkracht | 142 | 92 | 87 |
Eksekusi | 136 | 108 | 89 |
Adapun terkait kualitas maka dapat dilihat dari target 20 perkara TPPU dan/atau Tindak Pidana Korporasi hanya tercapai 5 perkara pada tahun 2019, 3 perkara pada tahun 2020 dan 4 perkara pada tahun 2021. Penurunan kinerja ini salah satunya ditengarai oleh menurunnya jumlah penyelidikan.
Penurunan ini telah menjadi perhatian Pimpinan dan Dewan Pengawas dalam forum Rapat Koordinasi Dewan Pengawas Triwulan IV Tahun 2021. Menjadi titik fokus salah satunya adalah dukungan penyadapan yang dianggap kurang optimal. Kurang optimalnya dukungan penyadapan ini dapat diakibatkan oleh kendala mesin dan juga alur birokrasi yang panjang dalam persetujuannya. Data secara umum memperlihatkan proses persetujuan yang lebih dari 1 x 24 jam.
C. Kinerja Organisasi yang Diharapkan
Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi masih menjadi tumpuan masyarakat dalam melakukan pemberantasan korupsi, hal ini terbukti dengan banyak pemberitaan terkait penindakan dibandingkan pemberitaan terkait pencegahan dan pendidikan masyarakat. Menjawab tuntutan publik maka diharapkan kinerja penindakan pada konteks jumlah perkara dapat naik minimal 10% di tahun 2022 dibandingkan dengan kinerja tahun 2021.
Terkait jumlah perkara diatas maka jumlah penyelidikan harus meningkat terlebih dahulu. Hal ini salah satunya dapat dicapai apabila tingkat keberhasilan penyelidikan tertutup naik. Penyelidikan tertutup berhasil apabila proses penyadapan berjalan cepat, tepat dan akurat. Terkait aksi perubahan ini maka diharapkan proses persetujuan penyadapan dilakukan kurang dari 1 x 24 jam.
BAB III. ANALISIS MASALAH
A. Identifikasi Permasalahan
Perumusan masalah kinerja pelayanan dikaitkan dengan dokumen Standar Kinerja Pelayanan (SKP) pada bagian Kinerja Strategis didasarkan setidaknya kepada 4 (empat) hal yaitu:
(1) Temuan Badan Pengawas Keuangan (BPK) yang termaktub dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
(2) Temuan Dewan Pengawas yang termaktub dalam Rapat Koordinasi Dewan Pengawas
(3) Notulensi dalam Rapat Tinjauan Kinerja tingkat Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi yang mana rapat ini dipimpin oeh Pimpinan KPK.
(4) Tindak lanjut strategis yang dituangkan dalam Standar Kinerja Strategis
Berdasarkan dokumen-dokumen diatas maka ada beberapa masalah kinerja yang menjadi isu dan disampaikan oleh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi dalam pembukaan Rapat Kerja Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi tahun 2022. Adapun masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1) Masih banyak data blokir yang belum masuk ke dalam Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi (SINERGI)
2) Permasalahan penggabungan atau pemisahan perkara Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang
3) Prosedur Operasional Baku (POB) yang masih perlu berbagai penyempurnaan
4) Data di Penindakan masih bersifat silo-silo berada di laptop satgas, data ini harusnya sudah mulai dimasukkan ke dalam SINERGI (sistem penanganan perkara terintegrasi)
5) Pengelolaan data blokir, titipan dan sita yang masih kurang baik, ini merupakan pekerjaan rumah bersama yang harus menjadi prioritas.
6) Tunggakan Perkara yang berlarut-larut, perkara tunggakan/carry over menunjukkan inefisiensi dan inefektifitas dalam proses penanganan perkara kita.
7) Perkara case building, TPPU dan TPK Korporasi yang masih jauh dari target. Ini tentu berdampak pada besaran aset recovery sebagai capaian kinerja kedeputian dan lembaga
8) Proses penyadapan yang tidak berjalan dengan cepat dan optimal karena dukungan teknologi penyadapan yang sudah mulai tertinggal (out of date) sehingga sehingga
berdampak pada menurunnya jumlah perkara tangkap tangan, hal ini perlu segera disiasati untuk mendapatkan quick-win.
9) Kompetensi SDM kita yang cenderung hanya “nguping” dan kurang memberdayakan penanganan perkara dengan metoda Case Building dalam menangani perkara PBJ, TPPU dan Korporasi.
10) Proses eksekusi atas barang dan uang rampasan yang dianggap belum memadai, dan lambat.
Terhadap 10 (sepuluh) permasalahan diatas maka penulis coba uji dengan metode APKL (aktual, problematik, khalayak dan layak) sebagaimana tabel berikut:
Tabel 3. APKL Daftar Masalah
No ISU | FAKTOR | Y/T | ||||
A | P | K | L | |||
1 | Masih banyak data blokir yang belum masuk ke dalam Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi (SINERGI) | √ | √ | √ | √ | Y |
2 | Permasalahan penggabungan atau pemisahan perkara Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang | √ | √ | √ | Χ | T |
3 | Prosedur Operasional Baku (POB) yang masih perlu berbagai penyempurnaan | √ | √ | √ | √ | Y |
4 | Data di Penindakan masih bersifat silo-silo berada di laptop satgas, data ini harusnya sudah mulai dimasukkan ke dalam SINERGI | √ | √ | √ | √ | Y |
5 | Pengeloaan data blokir, titipan dan sita, ini merupakan pekerjaan rumah bersama yang harus menjadi prioritas | √ | Χ | √ | Χ | T |
6 | Tunggakan Perkara yang berlarut-larut, perkara tunggakan/carry over menunjukkan inefisiensi dan inefektifitas dalam proses penanganan perkara kita | √ | √ | √ | Χ | T |
7 | Perkara case building, TPPU dan TPK Korporasi yang masih jauh dari target. Ini | √ | √ | √ | Χ | T |
tentu berdampak pada besaran asset recovery sebagai capaian kinerja kedeputian dan lembaga | ||||||
8 | Proses penyadapan yang tidak berjalan dengan cepat dan optimal karena dukungan teknologi penyadapan yang sudah mulai tertinggal ( out of date ) sehingga berdampak pada menurunnya jumlah perkara tangkap tangan, hal ini perlu segera disiasati untuk mendapatkan quick-win | √ | √ | √ | √ | Y |
9 | Kompetensi SDM kita yang cenderung hanya “nguping” dan kurang memberdayakan penanganan perkara dengan metoda , “Case Building “, dalam menangani perkara PBJ, TPPU dan Korporasi | √ | Χ | √ | Χ | T |
10 | Proses eksekusi atas barang dan uang rampasan yang dianggap belum memadai, dan lambat | √ | Χ | Χ | Χ | T |
Merujuk pada metode APKL maka ada 4 (empat) masalah yang memenuhi kriteria APKL dengan penjelasan sebagai berikut:
(1) Masih banyak data blokir yang belum masuk ke dalam Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi (SINERGI), penjelasan masalah ini dengan kriteria APKL adalah sebagai berikut:
Aktual, merupakan isu yang menjadi temuan oleh BPK dan Dewan Pengawas KPK.
Problematik, dampak dari permasalahan ini adalah carut-marut data blokir sehingga banyak aduan yang disampaikan masyarakat melalui Dewan Pengawas.
Khalayak, permasalahan ini menyangkut reputasi lembaga, finansial dan risiko gugatan hukum.
Layak, permasalahan ini layak untuk segera diselesaikan dan kepala sekretariat telah menjadi fasilitator antara Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi dan Dewan Pengawas.
(2) Prosedur Operasional Baku (POB) yang masih perlu berbagai penyempurnaan
Aktual, isu ini telah lama terjadi semenjak peralihan UU 30/2002 ke UU 19/2019. Proses transisi telah sedang berlangsung sehingga POB ini menjadi aktual untuk diselesaikan.
Problematik, dampak dari permasalahan dapat menyebabkan gugatan hukum oleh tersangka karena penegakan hukum dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Khalayak, permasalahan ini menyangkut seluruh penegakan hukum yang berjalan di KPK.
Layak, permasalahan ini layak untuk segera diselesaikan dan kepala sekretariat telah menjadi anggota tim transisi UU 30/2002 ke UU 19/2019.
(3) Data di Penindakan masih bersifat silo-silo berada di laptop satgas, data ini harusnya sudah mulai dimasukkan ke dalam SINERGI
Aktual, isu ini telah menjadi keluhan Pimpinan, Dewan Pengawas dan Struktural Penindakan dan Eksekusi.
Problematik, isu ini merupakan hal yang kompleks mengingat sifat alami proses bisnis yang sering dilakukan di lapangan dan adaptasi teknologi yang rendah..
Khalayak, permasalahan ini menyangkut seluruh Satuan Tugas (Satgas) di Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi.
Layak, permasalahan ini layak dan realistis untuk segera diselesaikan dan merupakan tugas Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi huruf d, e, h, l, j, dan k. pada Pasal 59 Perkom 7 tahun 2020.
(4) Proses penyadapan yang tidak berjalan dengan cepat dan optimal karena dukungan teknologi penyadapan yang sudah mulai tertinggal (out of date) sehingga sehingga berdampak pada menurunnya jumlah perkara tangkap tangan, hal ini perlu segera disiasati untuk mendapatkan quick-win
Aktual, isu ini telah menjadi temuan Dewan Pengawas KPK.
Problematik, dampak dari permasalahan telah menurunkan capaian jumlah perkara yang ditangani oleh Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi.
Khalayak, permasalahan ini menyangkut target kinerja lembaga sehingga berdampak pada nilai kinerja lembaga secara keseluruhan.
Layak, permasalahan ini layak dan realistis untuk segera diselesaikan dan kepala sekretariat telah memasukkan ke dalam Kinerja Strategis tahun 2022.
Terhadap 4 (empat) masalah yang terpilih menggunakan metode APKL maka dilakukan pengukuran skala prioritas penyelesaian dengan metode USG (Urgency, Seriousness, Growth). Analisis USG merupakan suatu alat ukur untuk menyusun urutan prioritas masalah yang harus diselesaikan (Santoso, 2017). Metode ini dilakukan dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dengan menggunakan skala likert 1-5. skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2011). Isu yang memiliki total skor tertinggi merupakan isu prioritas untuk segera diselesaikan.
Pengertian tentang USG untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:
(1) Urgency, seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk memecahkan masalah yang menyebabkan isu terjadi;
(2) Seriousness, seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-masalah lain apabila masalah penyebab isu tidak dipecahkan;
(3) Growth, seberapa kemungkinannya isu-isu tersebut menjadi berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin menjadi buruk kalau tidak segera diselesaikan.
Dibawah ini adalah matrik perhitungan USG atas 4 (empat) isu diatas
Tabel 4. Matrix USG 4 Masalah Utama
Masalah/Isu | U | S | G | Prioritas (Skor) |
Masih banyak data blokir yang belum masuk ke dalam Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi (SINERGI) | 4 | 3 | 3 | III (10) |
Prosedur Operasional Baku (POB) yang masih perlu berbagai penyempurnaan | 4 | 4 | 4 | II (12) |
Data di Penindakan masih bersifat silo- silo berada di laptop satgas, data ini harusnya sudah mulai dimasukkan ke dalam SINERGI | 3 | 3 | 4 | IV (10) |
Proses penyadapan yang tidak berjalan dengan cepat dan optimal karena dukungan teknologi penyadapan yang sudah mulai tertinggal (out of date) sehingga sehingga berdampak pada menurunnya jumlah perkara tangkap tangan, hal ini perlu segera disiasati untuk mendapatkan quick-win | 5 | 5 | 5 | I (15) |
Keterangan bobot penilaian:
5: Sangat Penting,
4: Penting,
3: Netral,
2: Tidak Penting,
1: Sangat Tidak Penting
Analisis terhadap 4 (empat) isu diatas sehingga mendapatkan nilai/skor sebagaimana ditunjukkan dalam tabel diatas adalah sebagai berikut:
(1) Masih banyak data blokir yang belum masuk ke dalam Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi (SINERGI), penjelasan masalah ini dengan kriteria APKL adalah sebagai berikut:
Urgency, memperoleh skor 5 karena masalah ini menjadi temuan BPK dan Dewan Pengawas sehingga urgent untuk segera dilakukan tindak lanjut.
Seriousness, memperoleh skor 3 karena permasalahan ini masih terlokalisir pada dua direktorat saja.
Growth, memperoleh skor 3 karena data blokir yang bermasalah adalah data blokir yang lama saja sehingga kemungkinan berkembang menjadi lebih besar adalah tidak terlalu signifikan.
(2) Prosedur Operasional Baku (POB) yang masih perlu berbagai penyempurnaan
Urgency, memperoleh skor 4 merupakan isu yang menjadi temuan oleh BPK dan Dewan Pengawas KPK, kemudian pada saat ini telah selesai revisi POB
tahap pertama. Hal ini menyebabkan level urgency nya tidak pada posisi tertinggi.
Seriousness, memperoleh skor 4 karena penegakan hukum harus dilakukan dengan patuh pada peraturan perundangan. Saat ini telah ada POB revisi tahap pertama sehingga tingkat keseriusan masalah ini tidak pada tingkat tertinggi.
Growth, permasalahan ini menyangkut reputasi lembaga dan dapat menimbulkan gugatan hukum di masa depan. POB revisi tahap pertama dianggap sementara cukup sehingga tingkat growth tidak pada posisi puncak.
(3) Data di Penindakan masih bersifat silo-silo berada di laptop satgas, data ini harusnya sudah mulai dimasukkan ke dalam SINERGI
Urgency, memperoleh skor 3 karena merupakan isu yang menjadi perhatian Pimpinan, Dewan Pengawas dan Struktural Penindakan dan Eksekusi. Namun demikian hal ini masih dapat ditangani dengan data manual.
Seriousness, memperoleh skor 3 karena masalah ini bersifat sektoral saja.
Growth, memperoleh skor 4 karena apabila tidak ditangani maka akan menjadi budaya yang buruk di masa depan.
(4) Proses penyadapan yang tidak berjalan dengan cepat dan optimal karena dukungan teknologi penyadapan yang sudah mulai tertinggal (out of date) sehingga sehingga berdampak pada menurunnya jumlah perkara tangkap tangan, hal ini perlu segera disiasati untuk mendapatkan quick-win
Urgency, memperoleh skor 5 karena merupakan isu yang menjadi temuan oleh Dewan Pengawas KPK dan direkomendasikan untuk segera mencari solusinya.
Seriousness, memperoleh skor 5 karena teknologi berperan vital dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Growth, memperoleh skor 5 karena permasalahan ini menyangkut reputasi lembaga, kinerja, finansial dan risiko gugatan hukum.
Terhadap 4 (empat) permasalahan diatas maka Deputi Bidang Penindakan dan Xxxxxxxx memberikan perintah kepada Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi untuk mendukung penyelesaian terkait tindak lanjut temuan-temuan diatas sesuai dengan pertimbangan ilmiah yang telah dilakukan. Sebagai bentuk pelaksanaan tugas dan melihat sisi urgensi dengan mempertimbangkan hasil metode USG maka Deputi Bidang Penindakan dan
Eksekusi menyetujui untuk lebih memfokuskan kepada penyelesaian yang terkait dengan teknologi digital yaitu “permasalahan proses penyadapan yang tidak berjalan dengan cepat dan optimal pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi” karena dukungan teknologi penyadapan yang sudah mulai tertinggal (out of date) sehingga sehingga berdampak pada menurunnya jumlah perkara tangkap tangan, permasalahan ini perlu segera disiasati untuk mendapatkan quick-win. Hal ini kemudian dituangkan ke dalam dokumen Standar Kinerja Pelayanan Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi perubahan pertama yang diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) prosentase implementasi SINERGI dan aplikasi pendukung lainnya.
IKU ini dipilih dengan pertimbangan cukup luas untuk menampung aktifitas kerja aksi perubahan dan juga aktifitas kerja diluar aksi perubahan terutama yang terkait dengan pengembangan sistem informasi digital di lingkup Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi. Dengan memasukkan kegiatan ini ke dalam IKU maka keberlangsungan proses dapat berjalan dengan lebih baik.
B. Penyebab Masalah
proses penyadapan yang tidak berjalan dengan cepat dan optimal pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi karena dukungan teknologi penyadapan yang sudah mulai tertinggal (out of date) sehingga sehingga berdampak pada menurunnya jumlah perkara tangkap tangan telah menjadi prioritas utama yang dipilih untuk diselesaikan. Permasalahan ini masih dianggap terlalu generik sehingga perlu dicari akar penyebab masalahnya. Proses mencari penyebab masalah ini dapat dilakukan analis dengan metode Pohon Masalah (Problem Tree) untuk mencari solusi dengan cara memetakan anatomi sebab dan akibat di sekitar masalah. Analisis pohon masalah dilakukan dengan membentuk pola pikir yang lebih terstruktur mengenai komponen sebab akibat yang berkaitan dengan masalah yang telah diprioritaskan (Widyaiswara PPMKP Kementan, 2022). Metode ini dapat diterapkan apabila sudah dilakukan identifikasi dan penentuan prioritas masalah. Analisa penyebab masalah berdasarkan pohon masalah dapat dilihat pada Gambar berikut
Gambar 6. Pohon Masalah Kinerja
Proses penyadapan yang tidak berjalan cepat dan optimal pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi kemudian menjadi tema dalam rapat lintas kedeputian yaitu antara Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi dengan Kedeputian Bidang Informasi dan Data. Hasil dari rapat tersebut setidaknya ada 5 (lima) yang menjadi penyebab yaitu:
(1) Kecepatan respon dari pejabat struktural pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi yang dianggap masih kurang, hal ini lebih disebabkan karena tingkat mobilitas dan frekuensi kegiatan yang tinggi.
(2) Proses persetujuan berjalan lambat.
(3) Kemampuan mesin penyadapan terbatas sedangkan jumlah target penyadapan terus meningkat
(4) Kurangnya kompetensi penyelidik baru dalam menyusun rencana penyelidikan sehingga penyadapan menjadi kurang terarah
(5) Lambatnya sistem yang berbasiskan web pada saat ini karena kendala database
Lima penyebab diatas kemudian dilakukan analisa dengan metode USG sehingga diperoleh data sebagaimana tabel dibawah ini
Tabel 5. Matrix USG Masalah Pokok
Masalah/Isu | U | S | G | Prioritas (Skor) |
Kecepatan respon dari pejabat struktural pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi yang dianggap masih kurang, hal ini lebih disebabkan karena tingkat mobilitas dan frekuensi kegiatan yang tinggi. | 4 | 4 | 3 | III (11) |
Proses persetujuan berxxxxx xxxxxx | 0 | 0 | 4 | I (14) |
Kemampuan mesin penyadapan terbatas sedangkan jumlah target penyadapan terus meningkat | 4 | 3 | 5 | II (12) |
Kurangnya kompetensi penyelidik yang baru dalam menyusun rencana penyelidikan sehingga penyadapan menjadi kurang terarah | 4 | 3 | 4 | IV(11) |
Lambatnya sistem yang berbasiskan web pada saat ini karena kendala database | 3 | 4 | 4 | V (11) |
Analisis terhadap 5 (lima) isu diatas sehingga mendapatkan nilai/skor sebagaimana ditunjukkan dalam tabel diatas adalah sebagai berikut:
(1) Kecepatan respon dari pejabat struktural pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi yang dianggap masih kurang, hal ini lebih disebabkan karena tingkat mobilitas dan frekuensi kegiatan yang tinggi.
Urgency, memperoleh skor 4 karena hal ini berperan penting dalam keberhasilan sebuah operasi penyelidikan tertutup.
Seriousness, memperoleh skor 4 karena persetujuan pada titik ini merupakan hal yang krusial dalam keseluruhan proses.
Growth, memperoleh skor 3 karena permasalahan ini telah berlangsung lama dan tidak melebar kepada permasalahan yang lain.
(2) Proses persetujuan berjalan lambat.
Urgency, memperoleh skor 5 karena hal ini telah menjadi sesuatu yang harus segera dipecahkan sehingga dapat dilakukan tanpa batasan ruang dan waktu.
Seriousness, memperoleh skor 5 karena persetujuan pada titik ini merupakan hal yang krusial atas keberhasilan penyelidikan tertutup.
Growth, memperoleh skor 4 karena permasalahan ini semakin penting mengingat keterbatasan sistem dan panjangnya antrian penyadapan.
(3) Kemampuan mesin penyadapan terbatas sedangkan jumlah target penyadapan terus meningkat
Urgency, memperoleh skor 4 karena hal ini telah menjadi atensi Pimpinan dan Dewan Pengawas.
Seriousness, memperoleh skor 3 karena dari sisi kedeputian maka hal ini lebih menjadi kewenangan Kedeputian Bidang Informasi dan Data.
Growth, memperoleh skor 5 karena permasalahan ini semakin penting mengingat perkembangan iklim politik yang semakin panas menuju tahun 2024.
(4) Kurangnya kompetensi penyelidik yang baru dalam menyusun rencana penyelidikan sehingga penyadapan menjadi kurang terarah
Xxxxxxx, memperoleh skor 4 karena hal ini telah menjadi atensi bahasan dalam rapat tinjauan kinerja sebagai salah satu penyebab penurunan kinerja.
Seriousness, memperoleh skor 3 karena dari sisi kedeputian maka hal ini lebih menjadi kewenangan Sekretaris Jenderal.
Growth, memperoleh skor 4 karena permasalahan ini pada jangka panjang akan berdampak signifikan kepada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi.
(5) Lambatnya sistem yang berbasiskan web pada saat ini karena kendala database.
Urgency, memperoleh skor 3 karena hal ini menjadi atensi di tingkat kedeputian terutama pada Direktorat Penyelidikan.
Seriousness, memperoleh skor 4 karena kendala database ini berpengaruh pada proses adaptasi terhadap teknologi baru.
Growth, memperoleh skor 4 karena permasalahan ini pada jangka panjang akan berdampak signifikan kepada manajemen perubahan yang sedang berlangsung di kedeputian.
Proses persetujuan yang berjalan lambat terpilih menjadi penyebab di tingkat pertama. Namun demikian dirasa masih belum menyentuh kepada akar permasalahan sehingga dibahas lebih lanjut pada tingkat satuan kerja yang lebih teknis yaitu satuan kerja Direktorat Manajemen Informasi dan Data. Hasil bahasan tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Proses persetujuan harus dilakukan di dalam intranet KPK.
(2) Masalah rendahnya keamanan data apabila dibuka pada level internet
(3) Belum adanya device khusus (teregister secara hardware di sistem KPK) untuk melakukan persetujuan
(4) Kurangnya SDM operator mesin penyadapan.
Terhadap 4 (empat) permasalahan diatas maka dilakukan analisa lebih lanjut dengan metode USG sehingga diperoleh tabel analisis sebagaimana berikut.
Tabel 6. Matrix USG Masalah Spesifik
Masalah/Isu | U | S | G | Prioritas (Skor) | |
Proses persetujuan harus dilakukan dalam intranet KPK (tidak dapat dilakukan dimana saja) | 5 | 5 | 4 | I (14) | |
Adanya bug pada database migrasi system lama dan pada sistem SINERGI sebagai sistem operasi utama penanganan perkara terintegrasi KPK | 3 | 4 | 3 | III (10) | |
Belum semua data termigrasi system lama (CMAS) ke SINERGI | dari | 3 | 3 | 3 | IV (9) |
Kurangnya SDM operator mesin penyadapan | 4 | 4 | 4 | II (12) |
Merujuk pada tabel diatas maka dipilih masalah utama yang menjadi prioritas adalah proses persetujuan harus dilakukan dalam intranet KPK. Penjelasan USG terhadap 4 (isu) diatas sebagaimana analisis dibawah ini:
(1) Proses persetujuan harus dilakukan dalam intranet KPK (tidak dapat dilakukan dimana saja)
Urgency, memperoleh skor 5 karena hal ini berperan penting dalam keberhasilan sebuah operasi penyelidikan tertutup.
Seriousness, memperoleh skor 5 karena perkembangan teknologi yang demikian cepat dan tingginya frekuensi luar kantor struktural penindakan.
Growth, memperoleh skor 4 karena permasalahan ini telah berlangsung lama dan tidak melebar kepada permasalahan yang lain.
(2) Adanya bug pada database migrasi system lama dan pada sistem SINERGI sebagai sistem operasi utama penanganan perkara terintegrasi KPK
Urgency, memperoleh skor 3 karena database masih dapat berjalan meskipun lambat memberikan respon.
Seriousness, memperoleh skor 4 karena database menjadi hal yang mendasar pada penyelidikan tertutup.
Growth, memperoleh skor 3 karena permasalahan ini belum berdampak kepada berbagai aspek dalam penyelidikan tertutup.
(3) Belum semua data termigrasi dari system lama (CMAS) ke SINERGI
Urgency, memperoleh skor 3 karena migrasi data telah sedang berjalan.
Seriousness, memperoleh skor 3 karena dari sisi kedeputian maka hal ini lebih menjadi kewenangan Kedeputian Bidang Informasi dan Data.
Growth, memperoleh skor 3 karena permasalahan ini tidak berkembang ke aspek krusial penyelidikan tertutup.
(4) Kurangnya SDM operator mesin penyadapan
Xxxxxxx, memperoleh skor 4 karena hal ini telah menjadi atensi bahasan dalam rapat tinjauan kinerja sebagai salah satu penyebab penurunan kinerja.
Seriousness, memperoleh skor 4 karena dari sisi kedeputian maka hal ini lebih menjadi kewenangan Sekretaris Jenderal sebagai Pejabat Pengelola Kepegawaian dan menjadi perhatian Kedeputian Bidang Informasi dan Data.
Growth, memperoleh skor 4 karena permasalahan ini pada jangka panjang akan berdampak signifikan kepada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi.
C. Alternatif Solusi Masalah
Merujuk pada Gambar 6. Pohon Masalah Kinerja maka diperoleh 4 (empat) akar masalah dari masalah utama proses penyadapan yang tidak berjalan cepat dan optimal pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi sebagaimana daftar berikut:
(1) Tidak tersedianya persetujuan berbasiskan mobile application
(2) Tidak tersedianya VPN untuk melakukan akses terhadap sistem penyadapan
(3) Kurangnya staff untuk melaksanakan persetujuan di kantor apabila pejabat berhalangan
(4) Tidak tersedianya device khusus yang teregister secara hardware di sistem internal KPK.
Berdasarkan masalah spesifik yaitu Proses persetujuan harus dilakukan dalam intranet KPK tentu harus segera dicari berbagai alternatif solusinya dengan merujuk pada akar masalah spesifik tersebut. Alternatif solusi tersebut tentu harus melihat kapasitas dan kapabilitas organisasi sehingga proses ini dilakukan dengan melibatkan Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi dengan Kedeputian Informasi dan Data. Adapun hasil diskusi tersebut itu adalah sebagaimana tabel berikut
Merujuk pada hasil diskusi yang telah dilakukan maka alternatif-alternatif solusi masalah tersebut adalah:
(1) Penyediaan aplikasi berbasiskan mobile Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan (SpeeDap)
(2) Penyediaan Virtual Private Network (VPN) untuk melakukan akses terhadap sistem dari luar kantor
(3) Penambahan staff khusus sebagai pelaksana approval apabila struktural sedang berada di lapangan.
(4) Penyediaan device khusus yang teregister secara hardware di sistem internal KPK.
Dalam menentukan prioritas solusi maka perlu dipertimbangkan data apa yang tersedia di lapangan. Menimbang bahwa data yang tersedia bersifat kualitatif maka digunakan teori tapisan Mc.Xxxxxx (Dunn, 2003; Widyaiswara PPMKP Kementan, 2022).
Tabel 7. Tapisan Mc.Namara Alternatif Solusi
Solusi | K | B | L | Prioritas (Skor) |
Penyediaan aplikasi berbasiskan mobile Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan (SpeeDap) | 5 | 3 | 5 | I (13) |
Penyediaan VPN untuk melakukan akses terhadap sistem dari luar kantor | 3 | 5 | 3 | II (11) |
Penambahan staff khusus sebagai pelaksana approval apabila struktural sedang berada di lapangan. | 3 | 1 | 2 | IV (6) |
Penyediaan device khusus yang teregister secara hardware di sistem internal KPK | 3 | 3 | 4 | III (10) |
Keterangan:
1: Tidak kontribusi, biaya sangat tinggi, dan tidak layak 2: Kurang kontribusi, biaya tinggi, dan kurang layak
3: Cukup kontribusi, biaya cukup, dan cukup layak 4: Kontribusi, biaya rendah, dan layak
5: Sangat kontribusi, biaya sangat rendah, dan sangat layak
Dari 4 (empat) alternatif solusi yang dilakukan analisis dengan metode Mc.Namara maka solusi penyediaan aplikasi berbasiskan mobile menjadi solusi prioritas dengan skor 13. Adapun penjabaran analisis tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Penyediaan aplikasi berbasiskan mobile Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan (SpeeDap)
Kontribusi, memperoleh skor 5 karena penyediaan aplikasi mobile adalah sesuai dengan perkembangan alami proses bisnis penindakan dan membuat sistem penanganan perkara menjadi aksesibel, efektif dan agile.
Biaya, memperoleh skor 3 karena biaya yang dibutuhkan pada kategori cukup terutama untuk kompensasi profesional pengembang aplikasi.
Layak, memperoleh skor 5 karena sangat layak sebuah lembaga sebesar KPK memiliki aplikasi yang canggih dalam merespon tuntutan pekerjaan. Hal ini juga menjadi bagian dari lesson learnt terkait organisasi digital.
(2) Penyediaan VPN untuk melakukan akses terhadap sistem dari luar kantor
Kontribusi, memperoleh skor 3 karena penyediaan VPN memecahkan masalah geografis namun masih menyisakan permasalahan keamanan.
Biaya, memperoleh skor 5 karena biaya yang dibutuhkan pada kategori sangat murah dengan menambah fitur minimal.
Layak, memperoleh skor 3 karena cukup layak untuk dipertimbangkan untuk fitur-fitur yang belum dikembangkan secara mobile.
(3) Penambahan staff khusus sebagai pelaksana approval apabila struktural sedang berada di lapangan.
Kontribusi, memperoleh skor 3 karena staff khusus cukup berkontribusi dalam memberikan persetujuan.
Biaya, memperoleh skor 1 karena biaya yang dibutuhkan pada kategori sangat tinggi dibandingkan utilitasnya.
Layak, memperoleh skor 2 karena kurang layak sebuah lembaga sebesar KPK namun melakukan praktek kerja yang kurang efisien.
(4) Penyediaan device khusus yang teregister secara hardware di sistem internal KPK.
Kontribusi, memperoleh skor 3 karena penyediaan device khusus cukup berkontribusi dalam menjawab permasalahan namun kontribusi ini juga masih menyisakan masalah pengadaan.
Biaya, memperoleh skor 3 karena biaya yang dibutuhkan pada kategori cukup dalam kaitan pengadaan hardware dan software.
Layak, memperoleh skor 4 karena sangat layak sebuah lembaga sebesar KPK memiliki device khusus dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
D. Solusi Mengatasi Masalah
Penyediaan aplikasi berbasiskan mobile telah menjadi solusi yang dipilih setelah melalui serangkaian analisis terhadap permasalahan proses penyadapan yang tidak berjalan dengan cepat dan optimal. Adapun nama aplikasi yang dipilih adalah Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan atau SpeeDap. Nama ini dipilih dengan pertimbangan mudah diingat sehingga lebih mudah dalam proses internalisasi. Nama Speedap juga membawa ruh perubahan yaitu speed atau kecepatan dalam berproses dan up atau naik yang artinya naik kinerjanya.
Pembangunan aplikasi SpeeDap dikerjakan dengan berkolaborasi dengan Kedeputian Bidang Informasi dan Data. Hal ini juga menjadi bagian lesson learnt terkait organisasi digital dan memanfaatkan jejaring kinerja yang dimiliki sehingga pembangunan solusi dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
BAB IV. STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH
A. Terobosan/Inovasi
Aksi perubahan yang dilakukan oleh Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi dalam rangka memberikan dukungan manajemen kinerja kepada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi adalah untuk mencapai target kinerja terutama terkait peningkatan jumlah penanganan perkara.
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di Lingkungan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah maka unsur-unsur inovasi dari penyediaan aplikasi berbasis mobile SpeeDap adalah sebagai berikut:
(1) Memiliki kebaruan
Aplikasi SpeeDap berbasiskan mobile pada sistem penanganan perkara merupakan hal baru di KPK
(2) Efektif
Memberikan capaian yang nyata yaitu kecepatan persetujuan dalam penyadapan dan demarking terhadap nomor yang menjadi target penyelidikan tertutup.
(3) Bermanfaat
Menyelesaikan permasalahan penyelidikan tertutup yang berdampak pada pemberian efek jera dan efek takut korupsi kepada masyarakat.
(4) Replikasi
Dapat direplikasi oleh kedeputian lain atau lembaga penegak hukum lainnya
(5) Berkelanjutan
Aplikasi SpeeDap akan terus dikembangkan ke berbagai tingkat jabatan dan tingkat penanganan perkara sehingga terintegrasi seluruhnya dengan SINERGI (Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi).
Solusi aplikasi SpeeDap harus mendapatkan pondasi pola pikir yang adaptif, solutif dan inovatif. Pola pikir adaptif dapat dimaknai sebagai cara pandang yang terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. Pola pikir solutif merupakan cerminan dari kerangka berfikir yang mampu memberikan solusi untuk mengatasi berbagai kendala dan
tantangan guna menyelenggarakan pemerintahan yang efisien dan efektif. Sedangkan pola pikir inovatif adalah pola pikir yang selalu memberikan gambaran gagasan/ide demi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan kinerja organisasi.
B. Tahapan Kegiatan/Milestone
Tahapan kegiatan/milestone yang akan dilakukan dalam aksi perubahan ini dapat dijabarkan ke dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 8. Tahapan Kegiatan
NO | TAHAPAN UTAMA | WAKTU | OUTPUT | EVIDENCE |
Tahapan Jangka Pendek | 2 Bulan | |||
1 | Persiapan aksi perubahan | |||
Konsultasi dengan Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi sebagai atasan langsung | 10 Mei 2022 | Penyelarasan tujuan Perubahan SKP Kaset | Dokumentasi Kegiatan SKP Kaset revisi 1 | |
Tindak lanjut terhadap tujuan yang ingin dicapai secara lebih detail dalam bentuk inisiatif strategis | 12 Mei 2022 | Aksi perubahan yang lebih detail | Dokumentasi Kegiatan Dokumen Inisiatif Strategis | |
Koordinasi lintas kedeputian | 12 Mei 2022 | Permintaan kepada Deputi Bidang Informasi dan Data terkait dukungan terhadap aksi perubahan | Nota Dinas Deputi | |
Pembentukan tim efektif | Minggu II Juni 2022 | ST Tim Efektif | ST Deputi | |
Sosialisasi rencana aksi perubahan kepada tim efektif | Minggu II Juni 2022 | Penyelarasan tujuan | Dokumentasi kegiatan | |
Rapat persiapan dengan tim efektif | Minggu II Juni 2022 | Xxxxxx Xxxxx | Xxxxxxx Rapat |
2 | Persiapan Pembuatan aplikasi SpeeDap | |||
Rapat Persiapan pembuatan aplikasi dengan tim teknis | Minggu II Juni 2022 | Daftar kebutuhan pengguna aplikasi | Dokumentasi Kegiatan Dokumen Kebutuhan Pengguna | |
Pembuatan design aplikasi | Minggu III Juni 2022 | Design mock-up aplikasi | Dokumentasi Kegiatan Mock-up alur aplikasi SpeeDap | |
3 | Proses pembuatan aplikasi SpeeDap | Minggu III Juni – Minggu II Juli 2022 | Aplikasi SpeeDap versi developer | Dokumentasi Aplikasi |
4 | Uji coba aplikasi SpeeDap oleh tim teknis | Xxxxxx XX Juli 2022 | Laporan Uji Coba | Dokumentasi Kegiatan (2 penguji) Email dari tim security data |
5 | Evaluasi dan perbaikan hasil uji coba implementasi sistem bersama tim teknis | Minggu II Juli 2022 | Laporan Evaluasi | Dokumentasi Kegiatan |
6 | Bimbingan Teknis kepada calon pengguna aplikasi | Minggu III Juli 2022 | Laporan Bimtek | Dokumentasi Kegiatan |
7 | Pembuatan manual book dan SOP/alur proses untuk penggunaan SpeeDap | Minggu III Juli 2022 | Panduan Penggunaan Aplikasi | Dokumentasi Kegiatan |
8 | Melakukan sosialisasi dan training kepada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi | Minggu IV Juli 2022 | Laporan Sosialisasi | Dokumentasi Kegiatan |
9 | Soft launching SpeeDap dan implementasi terbatas | Minggu V Juli 2022 | Aplikasi SpeeDap versi 1 | Dokumentasi Aplikasi |
Tahapan Jangka Menengah | 6 bulan | |||
10 | Penyempurnaan aplikasi SpeeDap dari hasil evaluasi penggunaan oleh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi | November – Desember 2022 | Laporan penyempurnaan (jika ada) | Dokumentasi Aplikasi |
11 | Penambahan fitur detail persetujuan sehingga user dapat melakukan review singkat | |||
12 | Sosialisasi kepada Pimpinan dan Strukural Bidang Penindakan dan Eksekusi | Desember 2022 | Laporan Sosialisasi | Dokumentasi Aplikasi |
13 | Launching SpeeDap | Desember 2022 | Dokumentasi Aplikasi | |
Tahapan Jangka Panjang | ||||
14 | Transformasi SpeeDap menjadi fitur terintegrasi dengan SINERGI (Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi) sehingga dapat dipergunakan oleh seluruh satuan tugas. | Januari 2023 – Mei 2023 | Integrasi SpeeDap dengan SINERGI | Dokumentasi Aplikasi |
15 | Evaluasi dan merencanakan untuk pengembangan fitur lebih lanjut | Juni 2023 | Laporan Evaluasi | Dokumentasi Kegiatan |
Merujuk pada tabel diatas maka dapat disarikan tujuan aksi perubahan ini dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yang memiliki prinsip bertahap, bertingkat dan berlanjut sebagaimana berikut:
B.1. Xxxxxx Xxxxxx
Tujuan jangka pendek aksi perubahan ini berada dalam periode kurang lebih 2 (dua) bulan yaitu:
1) Perubahan dokumen Standar Kinerja Pelayanan (SKP) Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi sesuai dengan tema aksi perubahan.
2) Pembuatan Nota Dinas dari Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi terkait permasalahan utama
3) Terbentuknya kelompok kerja untuk melakukan tindak lanjut atas Nota Dinas Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi
4) Tersedianya model mock-up alikasi persetujuan penyadapan berbasiskan mobile.
5) Tersedianya aplikasi persetujuan penyadapan versi beta.
6) Soft launching aplikasi persetujuan penyadapan versi beta.
B.2. Jangka Menengah
Tujuan jangka menengah aksi perubahan berada dalam periode kurang lebih 6 (enam) bulan yaitu dengan tersedianya aplikasi persetujuan penyadapan berbasiskan mobile untuk Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi.
B.3. Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang aksi perubahan berada dalam periode 12 (dua belas) bulan yaitu aplikasi persetujuan penyadapan telah dipergunakan oleh Pimpinan dan Struktural Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi sehingga terjadi akselerasi penanganan perkara pada lembaga.
C. Sumberdaya (Peta dan Pemanfaatan)
1) Model Kanvas Bisnis
Dukungan sumberdaya adalah hal yang vital dalam mencapai tujuan aksi perubahan ini, oleh karena itu sumberdaya yang ada harus dapat diidentifikasi dan dipetakan dengan baik. Pada aksi perubahan ini akan disusun dalam bentuk model kanvas bisnis (business model canvas). Business Model Canvas adalah template manajemen strategis yang digunakan untuk mengembangkan model bisnis baru dan mendokumentasikan model bisnis yang sudah ada. Kanvas ini menawarkan bagan visual dengan elemen yang menggambarkan proposisi nilai perusahaan atau produk, infrastruktur, pelanggan, dan keuangan, membantu bisnis menyelaraskan aktivitas mereka dengan mengilustrasikan pertukaran potensial (Osterwalder et al., 2010). Adapun model kanvas bisnis aksi perubahan ini adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Model Kanvas Bisnis SpeeDap
8. Key Partners | 7. Key Activities | 2. Value Proposition | 4. Customer Relationships | 1. Customer Segments |
• Kedeputian Bidang Informasi dan Data • Biro Hukum • Direktorat Manajemen Informasi dan Data • Kepala Satuan Tugas INDA • Pegawai INDA | • Revisi SKP Kaset • ND Deputi Penindakan ke Deputi Informasi dan Data • Pembentukan Tim Efektif • Rapat Xxx Efektif • Pembuatan SpeeDap • Uji Coba SpeeDap • Uji Penetrasi SpeeDap • Launching SpeeDap • Monitoring dan Evaluasi | • Optimalisasi perangkat penyadapan yang memiliki kapasitas terbatas sehingga lebih agile • Meningkatkan jumlah perkara yang ditangani oleh Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi | • Pimpinan KPK • Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi • Direktur Penyelidikan • Direktur Penyidikan •Kepala Satuan Tugas Penyelidikan • Kepala Satuan Tugas Penyidikan | |
• Layanan persetujuan berbasiskan mobile application • push notification • Menu SpeeDap | ||||
6. Key Resources | 3. Channels | |||
• Database SINERGI • SDM Developer • DIPA KPK • Komputer dan laptop | • Website • Jaringan Internet • Aplikasi Mobile | |||
9. Cost Structure | 5. Revenue Streams | |||
• Gaji Pegawai • Biaya Konsumsi Rapat | • Jumlah nomor yang disadap • Jumlah surat perintah penyelidikan • Peningkatan capaian jumlah perkara |
2) Tim Efektif dan Jejaring Kerja
Aksi perubahan perlu menjadi aksi bersama sehingga diperlukan kerjasama tim yang solid dan jejaring kerja yang kuat sehingga proses pelaksanaan perubahan berjalan dengan baik. Secara rinci hal tersebut adalah sebagai berikut:
a) Tim Efektif
(1) Mentor : Xxxxx Xxx. Xxxxxxx, X.X.X.
(2) Coach : Drh. Xxxxxxx, X.X.
(3) Leader : Xxxxxxxx, S.T., M.A.
(4) Developer : Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxx
(5) Anggota : Yoga Ariestya
Xxxxx Xxxxx Xxxx Xxxx Xxxxxxxxx
Xxxxx Fajri
b) Jejaring Kerja
(1) Pimpinan KPK
(2) Sekertaris Jenderal KPK
(3) Deputi Bidang Informasi dan Data
(4) Direktur Manajemen Informasi dan Data
(5) Direktur Penyelidikan
(6) Direktur Penyidikan
(7) Direktur Penuntutan
(8) Kepala Biro Hukum
(9) Kepala Satuan Tugas Penyelidikan
(10) Kepala Satuan Tugas Penyidikan
(11) Kepala Satuan Tugas Manajemen Informasi dan Data
3) Identifikasi Stakeholders
Dalam pelaksanaan aksi perubahan ini sangat penting untuk mengindentifikasi siapa saja stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh terhadap aksi perubahan yang dilakukan. Sikap stakeholders apakah mendukung, menolak atau apatis perlu dilakukan pemetaan dengan harapan:
a) Memunculkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap aksi perubahan yang dilakukan.
b) Memperoleh gambaran yang jelas terkait kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam membangun dan mengimplementasi aksi perubahan.
c) Memperoleh gagasan, ide dan potensi pengembangan dan implementasi aksi perubahan.
d) Memberikan penguatan atau dukungan terhadap aksi perubahan jika ternyata terjadi penolakan di lapangan.
Adapun peta identifikasi stakeholders pada aksi perubahan ini adalah sebagai berikut:
Pimpinan KPK
Deputi Bidang Informasi dan Data Direktur Manajemen Informasi dan Data
□ Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi
□ Direktur Penyelidikan
□ Direktur Penyidikan
□ Kaset Penindakan dan Eksekusi
□ Tim Efektif
BPK
BPKP ICW
TII Indonesia Akademisi
□ Sekretaris Jenderal KPK
□ Kepala Biro Hukum
□ Kepala Satuan Tugas Penindakan
□ Kepala Satuan Tugas Informasi dan Data
PROMOTERS
LATENTS
PENGARUH
DEFENDERS
APATHETICS
□
□
□
KEPENTINGAN
□
□
□
□
□
Gambar 7. Peta Identifikasi Stakeholders
4) Strategi Komunikasi
Merujuk pada peta stakeholders diatas maka leader harus membangun strategi komunikasi yang baik kepada stakeholders pada masing-masing kuadran sehingga proses perancangan, pembangunan dan implementasi aksi perubahan berjalan dengan lancar. Strategi tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Strategi Komunikasi Aksi Perubahan
No | Kelompok Stakeholders | Strategi Komunikasi |
1 | Promoters | Stakeholders pada kelompok promoters memiliki kepentingan dan pengaruh besar terhadap keberhasilan aksi perubahan. Oleh karena itu yang perlu dilakukan adalah menjaga hubungan, dukungan dan minat terhadap aksi perubahan dengan cara: Konsultasi dan permohonan arahan secara teratur Pelaporan progress secara terjadwal Diskusi apabila ada perkembangan yang membutuhkan bantuan promoters untuk menyelesaikannya. |
2 | Latents | Stakeholders kelompok ini tidak memiliki kepentingan khusus terhadap SpeeDap namun berpengaruh besar pada keberhasilan aksi perubahan SpeeDap. Strategi yang dapat dilakukan adalah: Memanfaatkan dukungan promoters untuk menarik latents menjadi memiliki kepentingan terhadap SpeeDap. Hal ini dapat dilakukan dengan mengirimkan nota dinas resmi. Melakukan pendekatan informal setelah pendekatan formal melalui nota dinas dilakukan. Mengajak tim dari latents untuk diskusi untuk memberikan masukan dan menumbuhkan sense of belonging terhadap SpeeDap |
3 | Defenders | Stakeholders ini memiliki kepentingan terhadap SpeeDap yang tidak terlalu besar dan tidak banyak memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pembangunan SpeeDap. Strategi yang dilakukan adalah melakukan pendekatan informal dan menyisipkan agenda SpeeDap dalam rapat- rapat yang melibatkan defenders. |
4 | Apathetics | Stakeholders ini kurang memiliki kepentingan dan kekuatan, bahkan mungkin tidak mengetahui adanya SpeeDap. Langkah yang dilakukan adalah menyisipkan agenda tentang SpeeDap dalam rapat bersama apathetics, setelah itu dilanjutkan dengan pendekatan informal. Hal ini diharapkan dapat meningkatan minat mereka kepada SpeeDap. |
D. Manajemen Risiko
Sebuah perubahan adalah menjadi keniscayaan mengandung berbagai risiko yang muncul, hal ini tentu menjadi penting untuk melakukan identifikasi atas berbagai risiko yang muncul. Pada aksi perubahan ini maka demikian pula sehingga diperlukan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah identifikasi, evaluasi, dan prioritas risiko (didefinisikan dalam ISO 31000 sebagai efek ketidakpastian pada tujuan) diikuti dengan penerapan sumber daya yang terkoordinasi dan ekonomis untuk meminimalkan, memantau, dan mengendalikan kemungkinan atau dampak dari peristiwa yang tidak menguntungkan atau untuk memaksimalkan realisasi peluang (Hubbard, 2009). Merujuk pada definisi tersebut maka fungsi manajemen risiko adalah sebagai alat pertahanan dari berbagai serangan permasalahan dan ketidakpastian. Penerapan manajemen risiko dapat menyiapkan organisasi dalam melakukan langkah-langkah strategis, tepat dan terukur untuk mengantisipasi segala bentuk risiko yang mungkin timbul dan dapat memberikan dampak buruk, sehingga permassalahan dan ketidakpastian yang terjadi dapat ditangani dengan baik.
Adapun tahapan-tahapan manajemen risiko pada aksi perubahan pembangunan aplikasi SpeeDap ini dilakukan dengan merujuk pada tahapan pelaksanaan aksi perubahan. Proses tersebut dapat dilihat sebagaimana berikut:
1) Identifikasi Risiko
Organisasi perlu melakukan identifikasi risiko dalam membangun dan menerapkan aksi perubahan. Terkait aksi perubahan pembangunan dan implementasi SpeeDap maka risiko- risiko tersebut dapat diidentifikasi sebagaimana berikut:
Tabel 11. Identifikasi Risiko Aksi Perubahan
NO | TAHAPAN UTAMA | RISIKO |
Tahapan Jangka Pendek | ||
1 | Persiapan aksi perubahan | ▪ Dukungan mentor kurang ▪ Resistansi pegawai ▪ Agenda tim IT padat ▪ Tidak ada kesepakatan jadwal antar unit kerja |
2 | Pembuatan aplikasi SpeeDap | ▪ Gangguan internet ▪ Gangguan pada database SINERGI ▪ Peralatan PC/Laptop bermasalah |
3 | Uji coba aplikasi SpeeDap oleh tim teknis | ▪ Gangguan internet ▪ Ujicoba gagal |
4 | Evaluasi dan perbaikan hasil uji coba implementasi sistem bersama tim teknis | ▪ Resistansi pegawai |
5 | Uji Penetrasi Keamanan SpeeDap | ▪ Gangguan internet ▪ Ujicoba gagal |
6 | Pembuatan manual book dan SOP/alur proses untuk penggunaan SpeeDap | Ada agenda kerja yang lebih mendesak |
7 | Melakukan sosialisasi dan training kepada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi | Ada agenda kerja deputi yang lebih mendesak |
8 | Soft launching SpeeDap | ▪ Adanya bug aplikasi ▪ Gangguan internet ▪ Device IOS tidak support |
Tahapan Jangka Menengah | ||
9 | Penyempurnaan aplikasi SpeeDap dari hasil evaluasi penggunaan oleh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi | ▪ Adanya bug aplikasi ▪ Gangguan internet ▪ Agenda tim IT berubah karena ada penugasan lain |
10 | Sosialisasi kepada Pimpinan dan Strukural Bidang Penindakan dan Eksekusi | Resistansi pegawai |
11 | Launching SpeeDap | ▪ Adanya bug aplikasi ▪ Gangguan internet |
Tahapan Jangka Panjang |
12 | Transformasi SpeeDap menjadi fitur terintegrasi dengan SINERGI (Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi) sehingga dapat dipergunakan oleh seluruh satuan tugas. | ▪ Adanya bug aplikasi ▪ Gangguan internet ▪ Agenda tim IT berubah karena ada penugasan lain |
13 | Evaluasi dan merencanakan untuk pengembangan lebih lanjut | Ada agenda kerja deputi yang lebih mendesak |
2) Analisis Risiko
Merujuk pada identifikasi risiko yang telah dilakukan maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis risiko. Metode analisis yang dilakukan adalah metode common list checking (Xxxxxxxx et al., 2018)(Xxxxxxxxx-Xxxxxx et al., 2014) sebagaimana tabel berikut:
Tabel 12. Analisis Risiko Aksi Perubahan
NO | RISIKO | PENYEBAB | LIKELI HOOD | IMPACT | ||
1 | Dukungan kurang | mentor | ▪ Pemahaman terhadap perubahan kurang ▪ Kesibukan mentor tinggi | aksi | 1 | 5 |
2 | Resistansi pegawai | ▪ Pemahaman terhadap aksi perubahan kurang ▪ Belum menganggap menjadi prioritas ▪ Kesibukan pegawai | 1 | 3 | ||
3 | Tidak ada kesepakatan jadwal antar unit kerja | ▪ Kesibukan pegawai yang terlibat ▪ Belum menjadi prioritas kerja pegawai | 2 | 3 | ||
4 | Agenda tim IT padat | ▪ Kesibukan pegawai yang terlibat ▪ Belum menjadi prioritas kerja pegawai | 3 | 5 | ||
5 | Gangguan internet | ▪ Sinyal tidak stabil ▪ Gangguan cuaca ▪ Gangguan listrik pada SINERGI | server | 2 | 4 | |
6 | Gangguan pada database SINERGI | ▪ Gangguan listrik pada database | server | 2 | 4 |
▪ Database overload | |||||
7 | Peralatan PC/Laptop bermasalah | ▪ Sarana dan prasarana kurang update | yang | 2 | 3 |
8 | Ujicoba gagal | ▪ Proses development kurang baik | yang | 2 | 4 |
9 | Ada agenda kerja yang lebih mendesak | ▪ Kesibukan pegawai yang terlibat ▪ Belum menjadi prioritas kerja pegawai | 2 | 2 | |
10 | Ada agenda kerja deputi yang lebih mendesak | ▪ Banyak agenda perkara yang mendesak ▪ Kesibukan mentor tinggi | 1 | 4 | |
11 | Adanya bug aplikasi | ▪ Proses development kurang baik | yang | 4 | 2 |
12 | Device IOS tidak support | ▪ Proses development kurang baik | yang | 1 | 4 |
13 | Agenda tim IT berubah karena ada penugasan lain | ▪ Kesibukan pegawai yang terlibat ▪ Belum menjadi prioritas kerja pegawai | 3 | 4 |
3) Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko pada aksi perubahan ini didasarkan pada Peraturan Pimpinan Nomor 9 Tahun 2019 tentang Manajemen Risiko Komisi Pemberantasan Korupsi dimana risiko pada tingkat tinggi dan ekstrim yang mendapatkan prioritas untuk dilakukan mitigasi. Merujuk nomor pada identifikasi risiko maka diperoleh peta evaluasi risiko sebagai berikut:
DAMPAK
LIKELIHOOD | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
1 | LOW | LOW | LOW 2 | MEDIUM 4, 12 | MEDIUM 1 |
2 | LOW | MEDIUM 9 | MEDIUM 3, 7 | HIGH 5, 6, 8 | HIGH |
3 | LOW | MEDIUM | HIGH | HIGH 13 | EXTREME 4 |
4 | MEDIUM | HIGH 11 | HIGH | HIGH | EXTREME |
5 | MEDIUM | HIGH | EXTREME | EXTREME | EXTREME |
Gambar 8. Peta Evaluasi Risiko
Berdasarkan evaluasi risiko diatas maka prioritas penanganan risiko adalah sebagai berikut:
(1) Risiko nomor 4 yaitu Agenda tim IT padat
(2) Risiko nomor 13 yaitu Agenda tim IT berubah karena ada penugasan lain
(3) Risiko nomor 5, 6, 8 dan 11 yaitu:
▪ Gangguan internet
▪ Gangguan pada database SINERGI
▪ Ujicoba gagal
▪ Adanya bug aplikasi
4) Mitigasi Risiko
Evaluasi risiko telah memberikan gambaran risiko mana saja yang mendapatkan prioritas penanganan, hal ini bukan berarti risiko yang lain diabaikan. Prioritas ini hanya menggambarkan urgensi penanganan risiko dan bukan pengabaian risiko. Adapun mitigasi yang dilakukan adalah sebagaimana tabel berikut:
Tabel 13. Mitigasi Risiko Aksi Perubahan
NO | PRIORITAS RISIKO | MITIGASI |
1 | Agenda tim IT padat | ▪ Melakukan lobi formal dan informal kepada Deputi Bidang Informasi dan Data dan Direktur Manajemen Informasi dan Data sehingga mendapatkan kepastian slot agenda. ▪ Melakukan sounding kepada Pimpinan mengenai aksi perubahan untuk mendapatkan dukungan yang kuat. Hal ini akan menjadikan aksi perubahan menjadi hal penting bagi seluruh kedeputian yang terlibat. |
2 | Agenda tim IT berubah karena ada penugasan lain | ▪ Melakukan lobi formal dan informal kepada Deputi Bidang Informasi dan Data dan Direktur Manajemen Informasi dan Data sehingga mendapatkan kepastian slot agenda. ▪ Melakukan sounding kepada Pimpinan mengenai aksi perubahan untuk mendapatkan dukungan yang kuat. Hal ini akan menjadikan keberlangsungan aksi perubahan menjadi hal yang sangat berdampak pada kinerja lembaga. |
3 | Gangguan internet | Pemeliharaan jaringan secara rutin |
4 | Gangguan pada database SINERGI | ▪ Pemeliharaan database sesuai jadwal ▪ Database tuning sebelum dilakukan koneksi dengan SpeeDap |
5 | Ujicoba gagal | Pemilihan tim IT yang kompeten sehingga aplikasi SpeeDap dapat lolos uji penetrasi |
6 | Adanya bug aplikasi | ▪ Pembangunan SpeeDap dilakukan dengan software yang terpercaya |
penyempurnaan
hanya
saat
SpeeDap
fixing
aplikasi
minor
IT yang kompeten
tim
▪ Pemilihan
sehingga mengalami
Mitigasi Risiko ini bukanlah harga mati sehingga jika terjadi risiko baru, maka perlu dibuat mitigasi risiko baru. Ini berarti mitigasi risiko harus dilakukan terus menerus dan berkesinambungan. Dengan menerapkan manajemen risiko ini, maka pembuatan aplikasi SpeeDap untuk peningkatan kinerja Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi dapat terwujud.
E. Pengendalian Mutu Aksi Perubahan
Pengendalian mutu pekerjaan atau pengawasan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen dan secara substansial sangat dipengaruhi oleh konsep-konsep manajemen secara keseluruhan. Pada pokoknya pengendalian mutu adalah mengharuskan manajer proyek dan/atau tim proyek untuk memeriksa pekerjaan yang diselesaikan untuk memastikan keselarasannya dengan ruang lingkup proyek (Levin, 2014).
Adapun tahapan manajemen pengawasan didasarkan kepada tahapan-tahapan dalam proses manajemen yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen yaitu: perencanaan (plan), pelaksanaan (do), pengawasan (check) dan tindak lanjut (action). Adapun pengendalian mutu yang dilakukan dalam aksi perubahan ini disampaikan dalam bentuk matrik sebagai berikut:
Tabel 14. Pengendalian Mutu Aksi Perubahan
NO | TAHAPAN UTAMA | BENTUK KENDALI | MATERI KENDALI | BOBOT KENDALI |
Tahapan Jangka Pendek | 60% | |||
1 | Persiapan aksi perubahan | Lembar Checklist | ▪ Perubahan SKP Kepala Sekretariat ▪ Format SKP sesuai dengan aturan komisi ▪ Nota Dinas Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi ▪ Surat Tugas (ST) ditandatangani oleh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi | 10% |
2 | Pembuatan aplikasi SpeeDap | Lembar Checklist | ▪ Alur SpeeDap sesuai dengan POB yang diatur dalam UU 19/2019 dan SK Pimpinan ▪ Ada fitur push notification ▪ Ada fitur pesan ▪ Ada fitur riwayat | 40% |
▪ Ada fitur profile ▪ Beroperasi di IOS. | ||||
3 | Uji coba aplikasi SpeeDap oleh tim teknis | Lembar Checklist | Daftar bug aplikasi (jika ada) | 10% |
4 | Evaluasi dan perbaikan hasil uji coba implementasi sistem bersama tim teknis | Lembar Checklist | Daftar perbaikan dan tambahan fitur (jika ada) | 5% |
5 | Uji Penetrasi Keamanan SpeeDap | Lembar Checklist | Lolos uji penetrasi oleh tim security informasi dan data | 10% |
6 | Pembuatan manual book dan SOP/alur proses untuk penggunaan SpeeDap | Draft manual penggunaan SpeeDap | ▪ Memastikan bahwa setiap langkah pengoperasian SpeeDap telah termaktub dalam manual ▪ Memastikan proses bisnis selaras dengan POB Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi | 10% |
7 | Melakukan sosialisasi dan training kepada Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi | Lembar Checklist | ▪ Peserta yang diundang adalah yang terlibat langsung dalam operasionalisasi aplikasi ▪ Undangan disampaikan minimal 3 (tiga) hari sebelum kegiatan ▪ Setiap peserta membawa handphone untuk uji coba ▪ Adanya daftar hadir/absensi peserta ▪ Peserta yang tidak hadir untuk dicatat dan diberikan sosialisasi terpisah | 5% |
8 | Soft launching SpeeDap | Lembar Checklist | ▪ Peserta yang diundang adalah stakeholders promoters, latents dan sebagian defenders | 10% |
▪ Undangan disampaikan minimal 3 (tiga) hari sebelum kegiatan ▪ Booking ruang rapat minimal 5 (lima) hari sebelum kegiatan ▪ Adanya daftar hadir/absensi peserta | ||||
Tahapan Jangka Menengah | 20% | |||
9 | Penyempurnaan aplikasi SpeeDap dari hasil evaluasi penggunaan oleh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi | Lembar Checklist | Daftar perbaikan dan tambahan fitur (jika ada) | 50% |
10 | Sosialisasi kepada Pimpinan dan Strukural Bidang Penindakan dan Eksekusi | Lembar Checklist | ▪ Peserta yang diundang adalah stakeholders promoters ▪ Undangan disampaikan minimal 3 (tiga) hari sebelum kegiatan ▪ Booking ruang rapat minimal 5 (lima) hari sebelum kegiatan ▪ Adanya daftar hadir/absensi peserta | 20% |
11 | Launching SpeeDap | Lembar Checklist | ▪ Peserta yang diundang adalah stakeholders promoters ▪ Undangan disampaikan minimal 3 (tiga) hari sebelum kegiatan ▪ Booking ruang rapat minimal 5 (lima) hari sebelum kegiatan Adanya daftar hadir/absensi peserta | 30% |
Tahapan Jangka Panjang | 20% | |||
12 | Transformasi SpeeDap menjadi fitur terintegrasi dengan SINERGI (Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi) sehingga | Observasi | Seluruh direktorat mengajukan usulan penambahan fitur SpeeDap (jika ada) | 30% |
dapat dipergunakan oleh seluruh satuan tugas. | ||||
13 | Evaluasi dan merencanakan untuk pengembangan lebih lanjut | Lembar Checklist | Tersedianya berita acara/notulensi evaluasi sebagai dasar pengembangan SpeeDap ke dalam SINERGI | 70% |
BAB V. PELAKSANAAN AKSI PERUBAHAN
A. Deskripsi Proses Kepemimpinan
1) Membangun Integritas dan Akuntabilitas Kinerja Organisasi
Integritas adalah pilihan pribadi, komitmen yang konsisten tanpa kompromi dan dapat diprediksi untuk menghormati nilai dan prinsip moral, etika, spiritual, dan artistik (Xxxxxxxxx, 2007). KPK mendefinisikan integritas sebagai tindakan secara konsisten antara apa yang dikatakan dengan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut (nilai dapat berasal dari kode etik tempat dia bekerja, nilai masyarakat atau nilai moral pribadi). Merujuk pada dua definisi diatas maka aksi perubahan pada Diklat Kepemimpinan Administrator salah satunya memiliki tujuan membentuk pemimpin yang memiliki integritas dan akuntabilitas melalui berbagai tahapan kerja. Proses kepemimpinan ini akan menghasilkan inovasi yang mampu berkontribusi dalam perbaikan kinerja dan tata kelola organisasi.
Integritas sebagai salah satu kompetensi manajerial dan sosial kultural perlu dibangun dalam langkah-langkah strategis kegiatan-kegiatan pokok sehingga apa yang dikerjakan bersama tim akan memberikan perubahan organisasi ke arah yang lebih baik. Langkah-langkah strategis ini dapat kita adopsi ke dalam 7 (tujuh) Prinsip Manajemen Mutu ISO 9001 sebagaimana berikut:
Tabel 15 Integritas dan Implementasi pada Aksi Perubahan
NO | FAKTOR KUNCI SUKSES | NILAI INTEGRITAS | IMPLEMENTASI |
1 | Kepemimpinan | Mampu memastikan, menanamkan keyakinan bersama agar anggota yang dipimpin bertindak sesuai nilai, norma, dan etika organisasi, dalam lingkup formal | Menumbuhkan kepercayaan atasan langsung bahwa aksi perubahan bermanfaat untuk peningkatan kinerja kedeputian |
Mendengarkan, menerima dan mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders dalam aksi perubahan |
Masukan dari berbagai pihak menjadi bahan perbaikan kualitas aksi perubahan | |||
Mengambil kesempatan pada kondisi keterbatasan pandemi untuk membuat terobosan untuk meningkatkan kinerja kedeputian. | |||
2 | Pendekatan Proses | Mampu menciptakan situasi kerja yang mendorong kepatuhan pada nilai, norma, dan etika organisasi | Melaksanakan implementasi aksi perubahan sesuai dengan prosedur yang berlaku serta terencana sesuai dengan milestones aksi perubahan |
aksi perubahan dijalankan sesuai dengan pentahapan jangka pendek, menengah, dan panjang. Meskipun dengan waktu yang terbatas, proses pengerjaan dilakukan sesuai dengan proses dan perencanaan dalam rancangan aksi perubahan | |||
3 | Keterlibatan Pegawai | Mampu menciptakan situasi kerja yang mendorong kepatuhan pada nilai, norma, dan etika organisasi | Melibatkan dan menggerakkan tim efektif dalam rangka menyukseskan implementasi aksi perubahan |
Keterlibatan pegawai dalam mewujudkan aksi perubahan terlihat dari koordinasi yang dilakukan antar pegawai dalam mengerjakan aksi perubahan | |||
4 | Relationship | Mampu mengingatkan, mengajak rekan kerja bertindak sesuai nilai, norma, dan etika organisasi | Melakukan komunikasi yang baik kepada tim efektif untuk mendapatkan progress atas implementasi perubahan. |
Komunikasi yang baik perlu dilakukan dengan tim agar maksud dan tujuan |
dalam mewujudkan Aksi Perubahan tercapai | |||
5 | Pengambilan Keputusan berbasiskan Bukti | Mampu bertindak sesuai nilai, norma, etika organisasi dalam kapasitas pribadi | Dalam melaksanakan tahapan kegiatan tim efektif selalu didukung oleh bukti otentik, baik itu photo, video, maupun surat-surat |
6 | Perbaikan terus menerus | Mampu memastikan, menanamkan keyakinan bersama agar anggota yang dipimpin bertindak sesuai nilai, norma, dan etika organisasi, dalam lingkup formal | Dalam melaksanakan implementasi aksi perubahan selalu meminta saran dan masukan dari stakeholders agar implementasi aksi perubahan dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dari kekurangan yang ada. |
7 | Fokus Pelanggan | Mampu menciptakan situasi kerja yang mendorong kepatuhan pada nilai, norma, dan etika organisasi | Implementasi aksi perubahan dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada para stakeholders internal dan eksternal dalam rangka meningkatkan kinerja Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi |
2) Pengelolaan Budaya Kerja
Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terkait dengan masalah-masalah tersebut (Schein, 1992). Xxxxx X. Schein meletakkan budaya organisasi mengacu kepada suatu sistem makna yang diikuti oleh anggota-anggotanya sehingga organisasi tersebut berbeda dengan organisasi lainnya (Xxxxx et al., 2008). Kemudian budaya tersebut dikontrol oleh institusi dalam mencapai tujuannya (Xxxxxxxx et al., 1993).
Kirsch menyampaikan 2 (dua) pendekatan dalam kontrol organisasi terhadap budaya yaitu
Top-Down dan Bottom-Up.
Gambar 9 Pendekatan Kirsch
Pendekatan top-down dimulai dengan mendefinisikan kembali misi dan nilai-nilai organisasi, kemudian berusaha untuk mengubah perubahan pada organisasi pada umumnya. Model bottom-up, di sisi lain, mendekati masalah dari arah yang berlawanan. Mulai dari orang, proses dan cara kerja informal, mengidentifikasi hambatan untuk inovasi dan memperbaiki mereka satu per satu (Kirsch et al., 2010).
Pada Aksi Perubahan Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan menggunakan pendekatan bottom-up model Kirsch yaitu dengan mendekati permasalahan dari aspek orang, proses, cara kerja dan kemudian melakukan identifikasi hambatan untuk melakukan inovasi. Pendekatan diatas dapat dilihat pada fokusnya yaitu top-down berfokus pada instruksi dari manajemen, sementara bottom-up berfokus pada proses yang diprakarsai oleh pegawai dalam melaksanakan proses bisnis
Aspek lain yang penting dalam Aksi Perubahan ini adalah peran kepemimpinan dalam membangun budaya kerja. Ada keyakinan kuat bahwa budaya organisasi dapat dirancang dan dimanipulasi secara sadar dan bahwa kepemimpinan merupakan faktor penting dalam proses ini (Senge, 1997). Peran Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi dalam memimpin budaya organisasi pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi menjadi faktor sangat penting, hal ini terealisasi dalam bentuk nyata berupa dukungan sebagai mentor, menerbitkan surat tugas lintas kedeputian, mengawal proses dalam aksi perubahan dan mendorong percepatan implementasi SpeeDap.
3) Membangun Jejaring dan Xxxxxxxxxx
Jejaring yang dibangun melalui aksi perubahan ini yaitu jejaring kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) internal dan eksternal. Pembangunan jejaring ini dalam rangka membangun komunikasi dan bekerja sama, hal ini mengingat adanya pelibatan pihak lain dengan peran masing-masing. Kolaborasi yang dialaksanakan tercapai dengan terbitnya Surat Perintah Nomor 559A/KP.00/20-21/06/2022 8 Juni 2022 untuk melakukan percepatan proses persetujuan penyadapan elektronik yang terpadu dalam aplikasi SpeeDap (Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan).
Gambar 10 SK Tim Efektif SpeeDap
Penulis didalam surat perintah tersebut sebagai Project Leader yang memiliki tugas mengkoordinir dan memimpin Xxx Xxxxx untuk memastikan tercapainya tahapan kegiatan yang telah direncanakan dalam Aksi Perubahan Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan (SpeeDap). Adapun struktur tim efektif sebagaimana berikut:
MENTOR Xxxxxxx, S.Ik. | ||
COACH Xxxxxxx | ||
XXXXXXX LEADER Xxxxxxxx, S.T., M.A. | ||
Tim Administrasi
1. Xxxxx Xxxxx SD
2. Rismayati
Tim IT dan Data Entry
1. Xxxxx Xxxxx
2. Taufik
3. Xxxxxxxx Xxxxxx
Xxx Business Process
1. Yoga Ariestya
2. Xxxxxx Xxxxxxxx
3. Xxxxx Xxxxxxxxx
Gambar 11 Struktur Tim Efektif
Pembagian tim efektif kedalam 3 (tiga) kelompok ini menggambarkan peta peran kerja masing-masing anggota dalam tim efektif:
a) Tim Business Process
- Memberikan suppy informasi dan data terkait alur proses persetujuan penyadapan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Prosedur Operasional Baku sesuai dengan Keputusan Pimpinan Nomor 281.1 Tahun 2021.
- Memastikan alur penyadapan memenuhi kriteria dan kaidah dalam tata naskah penanganan perkara
- Memberikan koreksi apabila ditemukan perbedaan dalam alur bisnis persetujuan elektronik penyadapan dengan praktek yang telah dilaksanakan sebelumnya.
b) Tim IT dan Data Entry
- Membangun Business Requirement Document SpeeDap sesuai kaidah yang biasa dilakukan pihak internal dalam membangun aplikasi
- Membangun aplikasi SpeeDap sesuai permintaan pengguna
- Bekerjasama dengan satgas terkait untuk melakukan uji penetrasi
c) Tim Administrasi
- Melakukan koordinasi dan persiapan administratif dalam pelaksanaan meeting dan diskusi dalam rangka pembangunan SpeeDap
- Mengumpulkan dokumentasi pelaksanaan aksi perubahan.
B. Deskripsi Hasil Kepemimpinan
1) Capaian Perbaikan Sistem Persetujuan Penyadapan
Capaian aksi perubahan dalam jangka pendek secara umum adalah memberikan solusi terhadap percepatan alur birokrasi penegakan hukum yaitu alur penyadapan yang secara hukum tidak dapat dipangkas karena telah diatur secara kokoh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Secara spesifik capaian jangka pendek dalam aksi perubahan setidaknya ada 6 (enam) yaitu :
a) Perubahan dokumen Standar Kinerja Pelayanan (SKP) Kepala Sekretariat Bidang Penindakan dan Eksekusi sesuai dengan tema aksi perubahan.
b) Pembuatan Nota Dinas dari Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi terkait permasalahan utama
c) Terbentuknya kelompok kerja untuk melakukan tindak lanjut atas Nota Dinas Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi
d) Tersedianya model mock-up alikasi persetujuan penyadapan berbasiskan mobile.
e) Tersedianya aplikasi persetujuan penyadapan versi beta.
f) Soft launching aplikasi persetujuan penyadapan versi beta.
1.1 Persiapan Aksi Perubahan
Persiapan aksi perubahan merupakan titik krusial dalam aksi perubahan ini, persiapan yang tidak dilakukan dengan matang akan berdampak pada ketidaktepatan delivery SpeeDap kepada penggunanya. Merujuk pada tabel xx Pengendalian Mutu Aksi Perubahan maka pada tahap Persiapan Aksi Perubahan ada 4 (empat) yang menjadi sasaran yaitu:
▪Perubahan SKP Kepala Sekretariat
▪Format SKP sesuai dengan aturan komisi
▪Nota Dinas Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi
▪Surat Tugas (ST) ditandatangani oleh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi Empat sasaran tersebut diatas telah dicapai sebagaimana pada bukti-bukti capaian sasaran dibawah ini.
Gambar 12 ND Akselerasi Persetujuan Perintah Penyadapan
1.2 Deskripsi Pembuatan aplikasi SpeeDap
Aplikasi SpeeDap merupakan aplikasi yang berorientasi kepada user (user oriented application) sehingga ada fitur-fitur mandatory (wajib) yang harus tersedia sebagaimana dalam tabel xx Pengendalian Mutu Aksi Perubahan yaitu:
▪ Alur SpeeDap sesuai dengan POB yang diatur dalam UU 19/2019 dan SK Pimpinan
▪ Ada fitur push notification
▪ Ada fitur pesan
▪ Ada fitur riwayat
▪ Ada fitur profile
▪ Beroperasi di IOS.
Gambar 13 Rapat Penyusunan Dokumen Spesifikasi Pengguna
Secara detail fitur yang diharapkan ada pada dokumen Spefisikasi Kebututan Pengguna sebagaimana pada lampiran 4. Adapun fitur-fitur diatas telah dapat dicapai sebagaimana gambar-gambar berikut:
PESAN
PUSH NOTIFICATION
Gambar 14 Halaman Selamat Datang SpeeDap
DETAIL APPROVAL
RIWAYAT
Gambar 15 Halaman Persetujuan
Gambar 16 Halaman Profil Pengguna
1.3 Uji coba dan Evaluasi aplikasi SpeeDap oleh tim teknis
Uji dan Evaluasi dilakukan secara simultan sehingga arahan Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi untuk percepatan proses implementasi SpeeDap dapat segera dicapai. Adapun daftar masukan dan evaluasi pada aplikasi SpeeDap adalah sebagai berikut:
Tabel 16 Evaluasi dan Koreksi SpeeDap
NO | EVALUASI | KOREKSI | |
1 | Halaman Login | Perbaikan judul aplikasi dari Sistem Persetujuan Penyadapan menjadi Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan Warna merah adalah RGB (173, 28, 37) | |
2 | Halaman Datang | Selamat | Re-layout menjadi lebih sederhana dengan hanya menampilkan dua item utama Tambahkan gambar terkait KPK sebagai distinctive picture Hapus fitur pencarian, dapat menjadi celah keamanan Hapus gambar sehingga menjadi lebih ringan Re-size huruf sehingga lebih nyaman di layar hp |
3 | Halaman Approval | Tampilkan berdasarkan urutan terbaru diatas, pengguna scroll untuk melihat permintaan terbawah, ini lebih intuitif bagi user | |
4 | Halaman Detail | Tampilkan yang penting saja, persingkat resume nya Hilangkan tampilan nomor target meskipun terenkripsi, cukup informasi utama saja |
1.4 Uji Penetrasi Keamanan SpeeDap
Uji penetrasi merupakan uji yang harus lolos sebelum aplikasi SpeeDap diberikan kepada pengguna, hal ini mengingat bahwa data penyadapan merupakan data yang sangat rahasia, sensitif dan informasi yang dikecualikan dari publik. Uji penetrasi tersebut telah selesai dilaksanakan pada tanggal 19 Juli 2022
(1) Xxx Xxxxx Publik
Gambar 17 Uji Akses Publik
(2) Uji Vulnerability
Tabel 17 Uji Vulnerability
Kode SpeeDap yang connect dg SINERGI
Gambar 18 Lulus Uji Vulnerability
1.5 Pembuatan Manual Book SpeeDap dan SOP/alur proses untuk penggunaan SpeeDap
Tabel 18 Manual Book SpeeDap
NO | NAMA TAMPILAN | KETERANGAN | |
1 | Halaman Login | Tampilan login SpeeDap dirancang sederhana dan ringan sehingga transaksi data berjalan minimal namun aman. Disini user akan memasukkan nama dan password untuk menuju halaman yang berhak user akses | |
2 | Halaman Role | Pilih | Setelah login disetujui oleh sistem maka user akan memilih role/peran yang tersedia untuk user tersebut. Halaman ini dipersiapkan untuk antisipasi ketika SpeeDap berkembang di masa depan dengan berbagai peran user yang tersedia. |
3 | Halaman Selamat Datang | Halaman Selamat Datang dengan desain simple dan lite akan memberikan 2 (dua) pilihan utama yaitu APPROVAL dengan jumlah persetujuan yang menunggu disetujui dan PESAN dengan jumlah pesan yang belum dibaca. | |
4 | Bottom Menu | Banner | Bottom Bar Menu menampilkan semua menu yang tersedia dan dapat diakses kapan saja. Menu tersebut adalah : Icon Home, untuk kembali ke Halaman Selamat Datang |
5 Halaman Approval
6 Halaman Detail Persetujuan
Icon Centang, untuk menuju halaman approval dan riwayat
Icon Surat, untuk menuju halaman pesan
Icon Notes, untuk menuju halaman catatan pribadi
Icon User, untuk menuju halaman profil pengguna
Halaman Approval akan menampilkan
2 (dua) pilihan utama yaitu PERSETUJUAN BARU dengan dilengkapi jumlah persetujuan yang belum disetujui dan RIWAYAT yang akan menampilkan seluruh riwayat persetujuan
User kemudian dapat memproses salah satu surat perintah yang akan disetujui dengan menyentuh tombol DETAIL. Halaman Detail Persetujuan akan memberikan pilihan kepada user untuk melakukan review terlebih dahulu dengan menyentuh tombol DETAIL.
Setelah user merasa cukup mendapatkan informasi tentang surat perintah yang akan disetujui maka user pilih TERIMA untuk menyetujui atau PERLU PERBAIKAN untuk
mengembalikan kepada pejabat satu tingkat dibawahnya.
7 Halaman Riwayat
User juga dapat memilih untuk tidak melakukan tindakan apapun dan kembali ke daftar dengan menyentuh tombol KEMBALI KE DAFTAR
8 Halaman Pesan
Menampilkan pesan yang di generate secara otomatis oleh sistem. User dapat melihat detail dengan menyentuh tombol LIHAT DETAIL.
9 Halaman Pesan Detail
Halaman Pesan Detail akan menampilkan detail pesan untuk kemudian dapat dicetak user dengan menyentuh tombol CETAK. User dapat kembali ke menu sebelumnya dengan memilih tombol CLOSE.
10 11 | Halaman | Notes | Halaman ini dipergunakan untuk menyimpan catatan personal terkait dengan persetujuan yang telah dilakukan. User memilih BUAT BARU untuk membuat catatan. |
Halaman | Profil | Menampilkan profil pengguna dan role pengguna. | |
12 | Halaman Menu | Side | Halaman ini akan menampilkan seluruh fitur. User dapat melakukan update aplikasi melalui menu PERBARUI APLIKASI dan keluar dari aplikasi dengan menu LOGOUT APLIKASI |
1.6 Melakukan sosialisasi dan training kepada Deputi Bidang Penindakan dan Xxxxxxxx beserta Jajaran
Sosialisasi dan training SpeeDap dilakukan dengan dua cara yaitu secara personal dan melalui rapat formal. Metode personal diharapkan proses engagement berjalan lebih efektif dan segala kendala dalam pengoperasian dapat segera ditindaklanjuti. Adapun metode rapat formal dilakukan dengan tujuan membangun awareness kepada Struktural Bidang Penindakan dan Eksekusi, kasatgas dan fungsional.
Gambar 19 Sosialisasi dan Training SpeeDap
1.7 Launching SpeeDap
Launching SpeeDap direncanakan dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap yaitu soft launching pada tahap jangka pendek dan launching pada tahap jangka menengah. Menimbang bahwa KPK menjadi host dalam event G20 pada topik pemberantasan korupsi maka diarahkan untuk dapat dilakukan launching pada saat event G20 di Bali. Atas arahan tersebut maka dilakukan percepatan pembuatan aplikasi SpeeDap sehingga dapat diluncurkan pada saat G20 di Bali tanggal 4 – 7 Juli 2022.
Gambar 20 Launching SpeeDap pada RTK Bidang Penindakan dan Eksekusi
Pada rencana ini terdapat kendala space yang tersedia sehingga diperlukan prioritasisasi yang akan ditampilkan di booth KPK dan SpeeDap dipertimbangkan untuk diluncurkan secara internal saja. Merujuk pada perkembangan terkini maka peluncuran SpeeDap dilakukan di kegiatan Rapat Tinjauan Kinerja Bidang Penindakan dan Eksekusi, agenda ini dipilih dengan pertimbangan pada Rapat Tinjauan Kinerja tersebut hadir para pimpinan dan pejabat struktural terkait dengan Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi.
2) Manfaat Aksi Perubahan
Aksi Perubahan SpeeDap dalam rangka meningkatkan kinerja Bidang Penindakan dan Eksekusi memberikan manfaat secara khusus adalah peningkatan efektifitas persetujuan penyadapan, hal ini dapat dilihat dari sampling kecepatan persetujuan di waktu akhir minggu yang mana sering terjadi lamanya proses persetujuan karena diajukan waktu akhir minggu sedangkan pejabat yang menyetujui berada di luar kantor. Secara terperinci manfaat aksi perubahan adalah sebagai berikut:
a) Pemangkasan waktu persetujuan yang semula membutuhkan waktu rata-rata kurang lebih 22.8 jam menjadi rata-rata kurang lebih 12.4 jam. Data ini merupakan sampling atas surat permintaan persetujuan penyadapan pada akhir minggu dimana memerlukan persetujuan pada waktu diluar jam kantor dan posisi geografis di luar kantor.
b) Memudahkan Direktur, Deputi dan Pimpinan untuk melakukan review dan menyetujui/menolak permintaan penyadapan.
c) Terjadi peningkatan jumlah penyadapan aktif, hal ini karena proses persetujuan demarking juga menjadi lebih cepat sehingga load mesin penyadapan yang idle dapat segera diisi.
d) Aplikasi SpeeDap diharapkan menjadi instrumen strategis dalam meningkatkan jumlah perkara yang ditangani oleh Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi.
e) Aplikasi SpeeDap dapat menaikkan kinerja SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) Komisi Pemberantasan Korupsi.
f) Pada jangka panjang maka SpeeDap memberikan kontribusi dalam meningkatkan kepercayaan publik terhadap KPK melalui peningkatan jumlah perkara dan berkontribusi dalam peningkatan kualitas perkara.
3) Dukungan dan Peta Stakeholders setelah Aksi Perubahan
Perubahan dukungan Peta Stakeholders merupakan langkah krusial untuk menjamin keberlangsungan aksi perubahan pada jangka menengah dan panjang. Pada masa yang singkat (2 bulan), penulis fokus pada stakeholders latent dengan pertimbangan stakeholders ini memegang peranan kunci dalam proses pembangunan dan juga memberikan dorongan dalam percepatan implementasi. Adapun pada apathetics maka penulis fokuskan untuk lembaga BPK dan BPKP melalui pihak internal KPK yaitu Inspektorat. Hal ini mengingat inspektorat adalah pihak yang banyak berinteraksi dengan BPK dan BPKP terkait dalam kineja kelembagaan. Dukungan inspektorat akan menjamin kepentingan BPK dan BPKP terkait dengan aksi perubahan SpeeDap yaitu kepatuhan dan kinerja.
Gambar 21 Strategi Komunikasi dengan Stakeholders Apathetics
Secara detail upaya mendapatkan dukungan tersebut dijelaskan sebagaimana tabel berikut:
Tabel 19 Strategi Komunikasi pada SpeeDap
NO | STAKEHOLDERS | STRATEGI KOMUNIKASI |
1 | Promoters | Strategi yang dilakukan adalah yang dapat meningkatkan dukungan dan minat promoters terhadap rencana aksi perubahan, antara lain dengan cara: • Konsultasi berkala • Pelaporan secara berkala • Diskusi secara regular |
2 | Latents | Strategi yang dilakukan adalah yang dapat meningkatkan minat terhadap aksi perubahan yaitu dengan diskusi dan pendekatan (menyelipkan dalam agenda rapat dan mengadakan pertemuan informal) agar mendukung/memberikan masukan terhadap rencana aksi perubahan |
3 | Defenders | Strategi yang dilakukan adalah yang dapat meningkatkan diskusi informal dan menyelipkan dalam agenda rapat |
4 | Apathetics | Strategi komunikasi yang dilakukan adalah yang dapat meningkatkan minat stakeholders agar mendukung proyek perubahan, yaitu dengan cara pendekatan informal |
Adapun peta stakeholders setelah dilakukan komunikasi terkait aksi perubahan adalah sebagaimana berikut:
□ Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi
□ Direktur Penyelidikan
□ Direktur Penyidikan
□ Kaset Penindakan dan Eksekusi
□ Tim Efektif
□ Pimpinan KPK
□ Deputi Bidang Informasi dan Data
□ Direktur Manajemen Informasi dan Data
ICW
TII Indonesia
□ Sekretaris Jenderal KPK
□ Kepala Biro Hukum
□ Kepala Satuan Tugas Penindakan
□ Kepala Satuan Tugas Informasi dan Data
□ Akademisi
□ BPK
□ BPKP
PROMOTERS
LATENTS
PENGARUH
DEFENDERS
APATHETICS
KEPENTINGAN
□
□
Gambar 22 Peta Stakeholders setelah Strategi Komunikasi
C. Keberlanjutan Aksi Perubahan
Hadirnya SpeeDap dalam proses penanganan perkara tindak pidana korupsi di lingkup Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi memberikan dampak peningkatan efektifitas persetujuan penyadapan, demarking, perpanjangan, rencana panggilan dan surat pemanggilan. Keberlanjutan Aksi Perubahan SpeeDap telah lebih maju dari Rencana Aksi Perubahan yaitu progress jangka menengah dapat dilakukan akselerasi untuk dapat diterapkan pada jangka pendek.
1) Capaian Jangka Pendek
Target capaian jangka pendek selama kurang lebih 2 (dua) bulan yang penulis susun dan rencanakan dapat dilaksanakan 100%, dari awal tahapan persiapan sampai dengan launching SpeeDap di tingkat pimpinan komisi. Bahkan dengan dukungan kuat dari Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi maka SpeeDap telah tersedia untuk tingkat Deputi pada versi mobile, hal ini artinya capaian jangka menengah telah dapat dicapai pada jangka pendek.
2) Capaian Jangka Menengah
Capaian jangka menengah telah tercapai pada jangka pendek yaitu tersedianya aplikasi SpeeDap berbasiskan mobile untuk tingkat Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi.
3) Capaian Jangka Panjang
Transformasi SpeeDap menjadi fitur terintegrasi dengan SINERGI (Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi) sehingga dapat dipergunakan oleh seluruh satuan tugas masih harus menunggu fatwa dari Mahkamah Agung (MA) terkait penggunaan tanda tangan elektronik pada berkas perkara pro-justitia. Apabila fatwa MA sudah terbit maka integrasi SpeeDap dalam SINERGI akan segera menjadi hal yang masif.
Faktor penting yang menjamin keberlangsungan SpeeDap adalah komitmen Deputi dan Pimpinan untuk terus monitor pelaksanaan SpeeDap, hal ini terutama ketika stakeholders tersebut merasakan manfaat SpeeDap yaitu kemudahan dan kecepatan dalam melakukan persetujuan. Komitmen ini disampaikan dalam bentuk testimoni sebagaimana terlampir dalam laporan ini.
BAB VI. PENUTUP
Aksi Perubahan Sistem Persetujuan Elektronik Penyadapan (SpeeDap) dalam rangka peningkatan kinerja Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi telah mencapai milestone jangka pendek selama kurang lebih 2 (dua) bulan. Menjadi catatan penting adalah telah tercapainya tujuan jangka menengah pada tahapan jangka pendek, hal ini merupakan kolaborasi optimal tim lintas kedeputian (Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi dan Kedeputian Bidang Informasi dan Data) yang mendapatkan dukungan penuh dari masing- masing pucuk pimpinan kedeputian. Pada aksi perubahan ini diperoleh pembelajaran yaitu selain kemampuan manajerial kepemimpinan serta strategi komunikasi yang baik, diperlukan juga keputusan yang terarah dan terukur dalam pelaksanaan aksi perubahan. Pencapaian target jangka pendek yang telah ditetapkan diperlukan strategi komunikasi khusus yang melibatkan mentor, coach tim efektif dan project leader baik secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai sarana komunikasi. Hal-hal tersebut dilaksanakan secara konsisten sehingga tujuan dari perbaikan dapat tercapai baik jangka pendek maupun jangka menengah.
Secara umum aksi perubahan ini telah memberikan dampak kepada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi terutama pada sasaran strategis efisiensi penanganan perkara tindak pidana korupsi, peningkatan ini diperoleh karena SpeeDap telah memangkas waktu birokrasi persetujuan penyadapan. Peningkatan efisiensi penanganan perkara tindak pidana korupsi ini juga berdampak terhadap kinerja lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi pada perspektif internal.
Demikian aksi perubahan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan V tahun 2022. Atas keterbatasan penulis sehingga banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis banyak mengharapkan masukan/kritik konstruktif dari mentor, coach dan penguji. Semoga aksi perubahan ini mampu mendorong peningkatan kinerja Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi pada lingkup jangka yang lebih panjang dan luas.
DAFTAR PUSTAKA
Xxxxxxxx, X. V, & Xxxxxxxx, R. B. (2002). The New Public Service: Serving, Not Steering. Xxxx, X. X. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. In Gadjah Mada University Press.
Xxxxxxx, X. X. (2009). The Failure of Risk Management: Why It’s Broken and How to Fix It. In
Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
Xxxxxx, A. T., Indonesia, K., Watch, C., Xxxxxxxx, X. X., Jenderal, S., International, T., Xxxxxxxxx, X., & Xxxx, A. K. (2020). Pemantauan Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi Desember 2019-Juni 2020.
Xxxxxxxx, B. J., Xxxxxxxxxxxxxx, X., & Xxxxxxxx, H. S. (1993). Control Combinations in Marketing: Conceptual Framework and Empirical Evidence. Journal of Marketing, 57(1). xxxxx://xxx.xxx/00.0000/000000000000000000
Xxxxxxxxx, X. (2007). Integrity: Doing the right thing for the right reason. In Integrity: Doing the Right Thing for the Right Reason. xxxxx://xxx.xxx/00.0000/xxxxxx.00-0000
Xxxxxx, X. X., Xx, D. G., & Xxxxx, M. H. (2010). Investigating the antecedents of team-based clan control: Adding social capital as a predictor. Organization Science, 21(2). xxxxx://xxx.xxx/00.0000/xxxx.0000.0000
Xxxxxxxx, X., Xxxxx, X., Xxxxxx, X., Xxxxxxx, X., Xxxxxxxxx, X., Xxxxx, X., Xxxxxxx, G., Xxxxxxxx, X., Xxxxxxxxxx L, X., & Xxxxxxxxxx, X. (2018). Handbook on Effective Asset Recovery in Compliance with European and International Standards (E. Mujanovic & D. Xxxxx (eds.)).
Regional Anti-Corruption Initiative.
Xxxxx, X. (2014). Project Quality Management: Why, What and How, Second Edition. Project Management Journal, 45(5). xxxxx://xxx.xxx/00.0000/xxx.00000
Xxxxxxxxx-Xxxxxx, S., Xxxxx-Xxxxxxxx, X., Xxxxxxxxxx Xxxxxxx, A. M., & Xxxxxxxxxx, P. (2014).
Project risk management methodology for small firms. International Journal of Project Management, 32(2). xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x.xxxxxxxx.0000.00.000
Xxxxxxx, D. L. (2019). Media Massa dan Pemberitaan Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Jurnal Antikorupsi Integritas, 05(2), 57–73. xxxxx://xxxxxx.xxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxxxxxxx/xxxxxxx/xxxx/000
Osterwalder, A., Pigneur, Y., & Clark, T. (2010). Business model generation: A handbook for visionaries, game changers, and challengers. Hoboken. Communications of the Association for Information Systems, 16(1), 1., 75(4).
Riduwan, S. (2011). Pengantar Statistika Untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Cetakan Ke-4, Bandung : Alfabeta. In Bandung : Alfabeta.
Xxxxxxx, X. X. (2017). Strategi Pemasaran dengan Mengurangi Komplain Konsumen pada UKM SKD. Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu Unisbank.
Xxxxxx, X. (1992). Organizational Culture and Xxxxxxxxxx, Xxxxx X. Schein 1992. Bulletin of Science, Technology & Society, 14(2).
Xxxxx, X. x. (1997). The fifth discipline. In Measuring Business Excellence (Vol. 1, Issue 3). xxxxx://xxx.xxx/00.0000/xx000000
Xxxxx, X., Xxxxxx, X., & Xxxxxxxx, X. X. (2008). Learning Organisations and Organisational Learning: What Have We Learned ? The International Journal of Knowledge, Culture, and Change Management: Annual Review, 8(5). xxxxx://xxx.xxx/00.00000/0000-0000/xxx/x00x00/00000
Xxxxxxxxxx, X. X., & Xxxxx, R. (2011). Barriers to Asset Recovery An Analysis of the Key Barriers and Recommendations for Action.
Xxxxxxxx, X., & Xxxxxxx, X. (2021). Performance Management Concept Framework of The Corruption Eradication Commission (KPK) in Optimizing State Loss Recovery. Journal of Governance, 6(2). xxxxx://xxx.xxx/00.00000/xxx.x0x0.00000
Widyaiswara PPMKP Kementan. (2022). Alat Xxxxxxx Xxxxxxxx PKA 5. PPMKP Ciawi.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Arahan Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi terkait masalah pada kedeputian 88
Lampiran 2. Dokumentasi Rapat Xxxxxx Xxxxxxxxan 89
Lampiran 3. Formulir Kegiatan Peserta Pelatihan dan Kendali Mutu Tahap Aktualisasi Aksi Perubahan Kinerja Organisasi 90
Lampiran 4. Dokumen Spesifikasi Pengguna 92
Lampiran 5. Dokumentasi Mentoring dengan Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi 94
Lampiran 6. Dokumentasi Rapat Lintas Unit Kerja dan Sekretariat Dewan Pengawas dengan Salah Satu Agenda adalah Percepatan Implementasi SINERGI dan SpeeDap 95
Lampiran 7. Dokumentasi Rapat Tim Efektif 96
Lampiran 8. Testimoni Pimpinan Xxxxxxxxx Xxxxxxx 97
Lampiran 9. Surat Pernyataan Dokumen Latent (Deputi Informasi dan Data) 98
Lampiran 10. Surat Pernyataan Dokumen Latent (Direktur Manajemen Informasi dan Data)
.............................................................................................................................................................. 99
Lampiran 11. Surat Pernyataan Dukungan Inspektorat sebagai Jembatan dengan Stakeholder Apathetics 100
Lampiran 12. Surat Dukungan Stakeholders Apathetics (Akademisi dan Lembaga Donor) 101
Lampiran 13. Surat Dukungan Kepala Sekretariat Dewan Pengawas KPK 102
Lampiran 14. Dokumentasi Peluncuran SpeeDap 103
Lampiran 1. Dokumentasi Arahan Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi terkait masalah pada kedeputian
Lampiran 2. Dokumentasi Rapat Xxxxxx Xxxxxxxxan
Lampiran 3. Formulir Kegiatan Peserta Pelatihan dan Kendali Mutu Tahap Aktualisasi Aksi Perubahan Kinerja Organisasi
Lampiran 4. Dokumen Spesifikasi Pengguna