PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG
TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN
PERJANJIAN KERJA BERSAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/III/2006 sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan kebutuhan di lapangan sehingga perlu disempurnakan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 121, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Penganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
Memperhatikan : 1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU- VII/2009 tanggal 25 Oktober 2010;
2. Pokok-Pokok Pikiran Badan Pekerja Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional Nomor 03/PPKBP-Tripnas/ IV/2011 tanggal 15 April 2011;
3. Kesepakatan Bersama Sidang Pleno LKS Tripartit Nasional Nomor 01/KBPL-Tripnas/IV/2011 tanggal 25 April 2011;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Peraturan Perusahaan yang selanjutnya disingkat PP adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
2. Perjanjian Kerja Bersama yang selanjutnya disingkat PKB adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
3. Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
4. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
5. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
6. Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
7. Menteri adalah Menteri Xxxxxx Xxxxx dan Transmigrasi.
BAB II PERATURAN PERUSAHAAN
Bagian Kesatu
Tata Cara Pembuatan Peraturan Perusahaan
Pasal 2
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat PP.
(2) PP berisi syarat kerja yang belum diatur dalam peraturan perundang- undangan dan rincian pelaksanaan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal PP akan mengatur kembali materi dari peraturan perundang- undangan maka PP tersebut mengatur lebih baik atau minimal sama dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
(1) Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PP yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(2) Dalam hal perusahaan yang bersangkutan memiliki cabang, dibuat PP induk yang berlaku di semua cabang perusahaan serta dapat dibuat PP turunan yang berlaku di masing-masing cabang perusahaan.
(3) PP induk memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan dan PP turunan memuat pelaksanaan PP induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing-masing.
(4) Dalam hal PP induk telah berlaku di perusahaan namun dikehendaki adanya PP turunan di cabang perusahaan, maka selama PP turunan belum disahkan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat, tetap berlaku PP induk.
(5) Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup, maka PP dibuat oleh masing-masing perusahaan.
Pasal 4
(1) PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibuat dan disusun oleh pengusaha dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(2) Wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak memberikan saran dan pertimbangan terhadap PP yang diajukan oleh pengusaha.
(3) Wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih oleh pekerja/buruh secara demokratis mewakili dari setiap unit kerja yang ada di perusahaan.
(4) Apabila di perusahaan telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, maka wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengurus serikat pekerja/serikat buruh.
(5) Dalam hal di perusahaan sudah terbentuk serikat pekerja/serikat
buruh namun keanggotaannya tidak mewakili mayoritas pekerja/buruh di perusahaan tersebut, maka pengusaha selain memperhatikan saran dan pertimbangan dari pengurus serikat pekerja/serikat buruh harus juga memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(6) Saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperselisihkan.
Pasal 5
Pembuatan PP merupakan kewajiban dan tanggung jawab pengusaha.
Pasal 6
(1) Pengusaha harus menyampaikan naskah rancangan PP kepada wakil pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh untuk mendapatkan saran dan pertimbangan.
(2) Saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh terhadap naskah rancangan PP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima oleh pengusaha dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya naskah rancangan PP oleh wakil pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal wakil pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh telah menyampaikan saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka pengusaha memperhatikan saran dan pertimbangan wakil pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh tersebut.
(4) Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wakil pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh tidak memberikan saran dan pertimbangan, maka pengusaha dapat mengajukan pengesahan PP disertai bukti berupa surat permintaan saran dan pertimbangan dari pengusaha kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
Bagian Kedua Pengesahan Peraturan Perusahaan
Pasal 7
Pengesahan PP dilakukan oleh:
a. kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota;
b. kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu)
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
c. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) provinsi.
Pasal 8
(1) Pengusaha harus mengajukan permohonan pengesahan PP kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2) Permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. naskah PP yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan ditandatangani oleh pengusaha; dan
b. bukti telah dimintakan saran dan pertimbangan dari serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh apabila di perusahaan tidak ada serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Bentuk permohonan pengesahan, bukti telah dimintakan saran dan pertimbangan dari serikat pekerja/serikat buruh, dan bukti tidak ada serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan Menteri ini.
(4) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus meneliti kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan meneliti materi PP yang diajukan tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal pengajuan pengesahan PP tidak memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau terdapat materi PP yang lebih rendah dari peraturan perundang-undangan, maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 menolak secara tertulis permohonan pengesahan PP.
(6) Dalam hal pengajuan pengesahan PP telah memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan materi PP tidak lebih rendah dari peraturan perundang-undangan maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 wajib mengesahkan PP dengan menerbitkan surat keputusan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan.
Pasal 9
(1) Dalam hal di perusahaan sedang dilakukan perundingan pembuatan PKB dan masa berlaku PP telah berakhir, maka pengusaha dapat mengajukan permohonan perpanjangan masa berlaku PP.
(2) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 1 (satu) tahun.
Bagian Ketiga Perubahan
Pasal 10
(1) Dalam hal perusahaan akan mengadakan perubahan isi PP dalam tenggang waktu masa berlakunya PP, maka dalam hal perubahan tersebut menjadi lebih rendah dari PP sebelumnya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka perubahan tersebut harus disepakati oleh serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5).
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan kembali dari pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(3) Apabila perubahan PP tidak mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud Pasal 7, maka perubahan itu dianggap tidak ada.
Bagian Keempat Pembaharuan
Pasal 11
(1) Pengusaha wajib mengajukan pembaharuan PP paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhir masa berlakunya PP, kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 untuk mendapat pengesahan.
(2) Pengajuan pengesahan pembaharuan PP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai ketentuan dalam Pasal 8 ayat (2).
(3) Pembaharuan PP memperhatikan saran dan pertimbangan wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
BAB III PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Bagian Kesatu
Persyaratan Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
Pasal 12
(1) PKB dirundingkan oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
(2) Perundingan PKB harus didasari itikad baik dan kemauan bebas kedua belah pihak.
(3) Perundingan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.
(4) Lamanya perundingan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak dan dituangkan dalam tata tertib perundingan.
Pasal 13
(1) Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PKB yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(2) Dalam hal perusahaan yang bersangkutan memiliki cabang, dibuat PKB induk yang berlaku di semua cabang perusahaan serta dapat dibuat PKB turunan yang berlaku di masing-masing cabang perusahaan.
(3) PKB induk memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan dan PKB turunan memuat pelaksanaan PKB induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing-masing.
(4) Dalam hal PKB induk telah berlaku di perusahaan namun dikehendaki adanya PKB turunan di cabang perusahaan, maka selama PKB turunan belum disepakati tetap berlaku PKB induk.
Pasal 14
Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masing- masing perusahaan merupakan badan hukum sendiri-sendiri, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh masing-masing pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh masing-masing perusahaan.
Pasal 15
Pengusaha harus melayani serikat pekerja/serikat buruh yang mengajukan permintaan secara tertulis untuk merundingkan PKB dengan ketentuan apabila:
a. serikat pekerja/serikat buruh telah tercatat berdasarkan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; dan
b. memenuhi persyaratan pembuatan PKB sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 16
(1) Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha apabila serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara.
(2) Pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh panitia yang terdiri dari pengurus serikat pekerja/serikat buruh dan wakil-wakil dari pekerja/buruh yang bukan anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam waktu 30 hari setelah pembentukannya, panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah mengumumkan hasil pemungutan suara.
(4) Pemungutan suara dapat dilakukan paling cepat 7 (tujuh) hari setelah pemberitahuan pemungutan suara oleh panitia.
(5) Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberitahukan tanggal pelaksanaan pemungutan suara kepada pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan pengusaha, untuk menyaksikan pelaksanaan pemungutan suara.
(6) Panitia harus memberi kesempatan kepada serikat pekerja/serikat buruh untuk menjelaskan program kerjanya kepada pekerja/buruh di perusahaan untuk mendapatkan dukungan dalam pembuatan PKB.
(7) Penjelasan program kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan di luar jam kerja pada tempat-tempat yang disepakati oleh panitia pemungutan suara dan pengusaha.
(8) Tempat dan waktu pemungutan suara ditetapkan oleh panitia dengan mempertimbangkan jadwal kerja pekerja/buruh agar tidak mengganggu proses produksi.
(9) Penghitungan suara disaksikan oleh perwakilan dari pengusaha.
Pasal 17
(1) Dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili pekerja/buruh dalam melakukan perundingan dengan pengusaha adalah maksimal 3 (tiga) serikat pekerja/serikat buruh yang masing-masing anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan.
(2) Jumlah 3 (tiga) serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sesuai peringkat berdasarkan jumlah anggota yang terbanyak.
(3) Setelah ditetapkan 3 (tiga) serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ternyata masih terdapat serikat pekerja/serikat buruh yang anggotanya masing-masing minimal 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka serikat pekerja/serikat buruh tersebut dapat bergabung pada serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 18
(1) Dalam hal serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 mengajukan permintaan berunding dengan pengusaha, maka pengusaha dapat meminta verifikasi keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Verifikasi keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan bukti kartu tanda anggota.
Pasal 19
Perundingan pembuatan PKB dimulai dengan menyepakati tata tertib perundingan yang sekurang-kurangnya memuat:
a. tujuan pembuatan tata tertib;
b. susunan tim perunding;
c. lamanya masa perundingan;
d. materi perundingan;
e. tempat perundingan;
f. tata cara perundingan;
x. xxxx penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
h. sahnya perundingan; dan
i. biaya perundingan.
Pasal 20
(1) Dalam menentukan tim perunding pembuatan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b pihak pengusaha dan pihak serikat pekerja/serikat buruh menunjuk tim perunding sesuai kebutuhan dengan ketentuan masing-masing paling banyak 9 (sembilan) orang dengan kuasa penuh.
(2) Anggota tim perunding pembuatan PKB yang mewakili serikat pekerja/serikat buruh harus pekerja/buruh yang masih terikat dalam hubungan kerja di perusahaan tersebut.
Pasal 21
(1) Tempat perundingan pembuatan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e, dilakukan di kantor perusahaan yang bersangkutan atau kantor serikat pekerja/serikat buruh atau di tempat lain sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
(2) Biaya perundingan pembuatan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf i, menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.
Pasal 22 PKB sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh;
b. nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
c. nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota
x. xxx dan kewajiban pengusaha;
e. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
f. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan
g. tanda tangan para pihak pembuat PKB.
Pasal 23
(1) Dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 maka kedua belah pihak dapat menjadwal kembali perundingan dengan waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah perundingan gagal.
(2) Dalam hal perundingan pembuatan PKB masih belum selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib dan penjadwalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak harus membuat pernyataan secara tertulis bahwa perundingan tidak dapat diselesaikan pada waktunya, yang memuat:
a. materi PKB yang belum dicapai kesepakatan;
b. pendirian para pihak;
c. risalah perundingan; dan
d. tempat, tanggal, dan tanda tangan para pihak.
(3) Dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak mencapai kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk dilakukan penyelesaian.
(4) Instansi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah:
a. instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota apabila lingkup berlakunya PKB hanya mencakup satu kabupaten/kota;
b. instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di provinsi, apabila lingkup berlakunya PKB lebih dari satu kabupaten/kota di satu provinsi;
c. Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi apabila lingkup berlakunya PKB meliputi lebih dari satu provinsi.
(5) Penyelesaian oleh instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
(6) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c, menyelesaikan perselisihan PKB tersebut berdasarkan kesepakatan tertulis dari serikat pekerja/serikat buruh yang menjadi perunding dengan pengusaha.
(7) Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (6) memuat syarat:
a. pihak-pihak yang melakukan perundingan;
b. wilayah kerja perusahaan; dan
c. tempat, tanggal, dan tanda tangan para pihak.
Pasal 24
Apabila PKB ditandatangani oleh wakil, harus ada surat kuasa khusus yang dilampirkan pada PKB tersebut.
Pasal 25
(1) Apabila penyelesaian oleh instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) dilakukan melalui mediasi dan para pihak atau salah satu pihak tidak menerima anjuran mediator, maka salah satu pihak dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial di daerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja.
(2) Dalam hal daerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi 1 (satu) daerah hukum Pengadilan Hubungan Industrial, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial yang daerah hukumnya mencakup domisili perusahaan.
Pasal 26
(1) Dalam hal serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha akan melakukan perubahan PKB yang sedang berlaku, maka perubahan tersebut harus berdasarkan kesepakatan.
(2) Perubahan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PKB yang sedang berlaku.
Bagian Kedua Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
Pasal 27
(1) Pengusaha mendaftarkan PKB kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
(2) Pendaftaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan:
a. sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat-syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan; dan
b. sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan pelaksanaan PKB.
(3) Pengajuan pendaftaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan naskah PKB yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 28
(1) Pendaftaran PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dilakukan oleh:
a. kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota;
b. kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di provinsi untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
c. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) provinsi.
(2) Pengajuan pendaftaran PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dibuat dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini.
(3) Pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan harus
meneliti kelengkapan persyaratan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau materi naskah PKB.
(4) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menerbitkan surat keputusan pendaftaran PKB dalam waktu paling lama 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya permohonan pendaftaran.
(5) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi dan/atau terdapat materi PKB yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka pejabat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi catatan pada surat keputusan pendaftaran.
(6) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat mengenai pasal- pasal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Pasal 29
(1) Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam PKB.
(2) Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi PKB atau perubahannya kepada seluruh pekerja/buruh.
BAB IV SANKSI
Pasal 30
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 11 ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
BAB V KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
(1) PP yang ada berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/III/2006, masih berlaku sampai dengan berakhirnya PP yang bersangkutan.
(2) PKB yang ada berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/III/2006, masih berlaku sampai dengan berakhirnya PKB yang bersangkutan.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32 Pada saat Xxxaturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama; dan
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/III/2006 tentang Perubahan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
XXXX XXXXXXXXXX
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 November 2011
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
X. XXXXXXXX XXXXXXXX
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 710