TESIS
PROPORSIONALITAS PERJANJIAN PENERBIT DAN PENYELENGGARA SECURITIES CROWDFUNDING
TESIS
Oleh:
NAMA MHS. : Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx, S.H. NIM 20921001
PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM MAGISTER FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2022
PROPORSIONALITAS PERJANJIAN PENERBIT DAN PENYELENGGARA SECURITIES CROWDFUNDING
TESIS
Oleh:
NAMA MHS. : Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx, S.H. NIM 20921001
Telah diujikan dihadapan Xxx Xxxxuji dalam Ujian Akhir/Tesis dan dinyatakan LULUS pada hari Kamis, 21 Juli 2022
PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM MAGISTER FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2022
HALAMAN PENGESAHAN
MOTTO
“Be Fearful When Others are Greedy and Xxxxxx When Others are Fearful”
- Xxxxxx Xxxxxx
“Lex Semper Dabit Remidium”
PERSEMBAHAN
Tesis ini ku persembahkan kepada
Allah SWT, Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx XXX, Kedua Orang Tua ku Tercinta
Kedua Masku dan Keluarga Besarku
Kekasihku, Almamater dan Segenap Civitas Akademik FH UII,
Serta untuk diri sendiri yang telah berjuang hingga akhir,
Terimakasih.
SURAT PERNYATAAN
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuhu
Alhamdulillahirabil alamin, puji dan syukur atas rahmat, karunia dan rezeki yang telah dilimpahkan oleh Allah S.W.T yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada Xxxx Xxxxxxxx
X.X.X. Serta doa dan dukungan dari orang-orang tercinta hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Tugas akhir berupa Tesis yang berjudul “Implikasi Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Yang Masih Dalam Proses Pemecahan Sertifikat dan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Hambatan yang dialami penulis selama menulis tesis ini dapat dilalui berkat rahmat-Nya serta dukungan dari orang-orang terdekat penulis. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya dukungan tersebut penulis tidak akan sampai pada titik ini. Selain itu, tesis ini masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penulisannya.
Terselesaikannya tesis ini tentunya tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari beberapa pihak. Untuk itu, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang senantiasa melimpakan segala rahmat serta karunianya kepada penulis dan Xxxx Xxxxxxxx XXX.
2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Xx. Xxxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., MH.
3. Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Nurjihad, S.H., M.H.
4. Xx. Xxxx Xxxxxx, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan terbaiknya kepada penulis.
5. Xxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing kedua yang juga memberikan bimbingan terbaiknya kepada penulis.
6. Teruntuk kekasihku yang telah menemani penulis dalam menyelesaikan studi dan tesis ini.
7. Teruntuk para sahabatku Xxxxx, Xxxxx, Xxxx, Xxxxx, Xxxxx, Adinda yang telah memberikan dukungan terbaikan dalam penulisan tesis ini
8. Teruntuk keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan terbaiknya.
9. Teman teman Magister Xxxxxxxxxxan yang telah membantu penulis selama masa studi berjalan.
10. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis dalam penyusunan tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, dan juga pihak yang pernah membantu penulis selama penulis menempuh Pendidikan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
Semoga penulisan tesis ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan pihak lain. Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 01 Juli 2022
Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx, S.H.
DAFTAR ISI
KAJIAN TENTANG PERJANJIAN, NOTARIS, DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM 29
A. Kajian tentang Perjanjian 29
C. Kajian tentang Jual Beli Efek dalam Perspektif Hukum Islam 56
PROPORSIONALITAS PERJANJIAN PENERBIT DAN PENYELENGGARA SECURITIES CROWDFUNDING 63
A. Proporsionalitas Perjanjian Penerbit dan Penyelenggara Securities Crowdfunding 63
B. Peran Notaris dalam Pembuatan Perjanjian Penerbit dan Penyelenggara Securities Crowdfunding yang Klausulanya telah Diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 83
BAB IV 90
PENUTUP 90
A. Kesimpulan 90
B. Saran 91
Daftar Pustaka 92
ABSTRAK
Perjanjian antara penerbit dan penyelenggara securities crowdfunding dapat dibuat dalam bentuk akta Notaris. Namun, klausula yang dicantumkan didalamnya telah diatur melalui POJK No. 57/POJK.04/2020. Klausula yang diatur tersebut tidak menggambarkan adanya keseimbangan bagi kedua belah pihaknya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisi apakah asas proporsionalitas dibutuhkan dalam perjanjian antara penerbit dan penyelenggara securities crowdfunding dan : peran notaris yang seharusnya dalam pembuatan perjanjian penerbit dan penyelenggara securities crowdfunding.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan dengan menelusui data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisi data yang digunakan adalah analisi kualitatif serta menggunakan pendekatan perundang-undangan.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Asas Proporsionalitas dalam perjanjian penerbit dan penyelenggara securities crowdfunding perlu digunakan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pemodal. Selain itu, 2.
Notaris berperan untuk memberikan penyuluhan hukum kepada penerbit dan penyelenggara terhadap perjanjian yang akan dibuatnya. Walaupun klausula yang sudah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan tidak dapat disimpangi, notaris tetap memberikan penyuluhan hukum mengenai akibat hukum yang akan dihadapi para pihak dengan perjanjian tersebut. Hal ini menjadi salah satu bentuk perlindungan hukum preventif oleh notaris, agar para pihak dapat mengantisipasi akibat hukum yang akan terjadi di kemudian hari.
Dari hasil studi ini, penulis memberikan saran agar regulator harus selalu memperhatikan produk hukum yang dibentuk demi memenuhi kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak securities crowdfunding. Notaris juga haru memberikan penyuluhan hukum walaupun klausula telah diatur oleh Xxxxxxxx Xxxx Keuangan. Hal ini sebagai bentuk perlindungan hukum secara preventif yang diberikan kepada pemodal.
Kata Kunci : Proporsionalitas, Penerbit, Penyelenggara dan Securities Crowfunding
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi digital menimbulkan inovasi-inovasi baru di bidang keuangan. Salah satu inovasi baru berkaitan dengan jasa pelayanan keuangan yang memanfaatkan kecanggihan teknologi popular dengan istilah financial technology (fintech). Financial technology pada hakekatnya merupakan teknologi yang menjadi penghubung antara sektor finansial dengan pengguna atau masyarakat umum. Fintech menawarkan inovasi yang sangat luas dan dalam berbagai segmentasi, baik itu B2b (Business to Business) hingga B2C (Business to Consumer). Fintech memiliki potensi untuk mempengaruhi kebiasaan transaksi masyarakat menjadi lebih praktis dan efektif.1
Pengembangan teknologi memberikan dampak positif yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat saat ini. Namun disisi lain memiliki dampak negatif juga, karena dengan pemanfaatan teknologi akhirnya mendorong terjadinya era disruptive perlu adanya penyesuaian bagi masyarakat serta pelaku usaha. Para pelaku usaha mikro saat ini mendominasi kontribusi perekonomian dalam PDB mencapai angka 70%. Usaha mikro yang memiliki karakteristik usaha informal
1 Viodi, et. al, Problematika Perlindungan Hukum terhadap Para Pihak dalam Transaksi Layanan Urunan Dana melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity-Based Crowdfunding), Jurnal Privat Law, Vol. VIII, No. 2, 2020, hlm. 230.
yang mengalami keterbatasan dalam sektor pembiayaan dapat menggunakan
securities crowdfunding sebagai salah satu alternatif pembiayaan.2
Securities crowdfunding merupakan salah satu skema pembiayaan melalui pengumpulan dana (fund raising) jangka panjang yang dilakukan melalui platform digital crowdfunding di pasar modal. Skema pembiayaan tersebut dilakukan dengan cara mengumpulkan dana secara patungan untuk memulai atau mengembangkan usaha. Melalui skema tersebut, suatu usaha dapat memperoleh pembiayaan dari investor melalui mekanisme di pasar modal.3 Sebelum adanya securitites crowdfunding, penawaran saham dilakukan oleh fintech crowdfunding atau penyelenggara layanan urun dana untuk menjual saham secara langsung kepada investor melalui sistem elektronik secara online. Pengguna Fintech crowdfunding atau equity crowdfunding hanya dapat berinvestasi terhadap produk saham saja, tanpa bisa menikmati produk layanan investasi lainnya. Sedangkan, pengguna Securities Crowdfunding memungkinkan berinvestasi melalui produk saham dan produk lainnya seperti obligasi dan sukuk.4
Securities crowdfunding pada awalnya diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equiy Crowdfunding). Namun, ketentuan tersebut dicabut pada tanggal 11 Desember 2020 dengan Peraturan
2 Xxxxxxxx Xxxxx, Securities Crowdfunsing Sebagai Alternatif Pembiayaan Pada Pelaku Usaha Mikro Dalam Perspektif Teori Hukum Pembangunan, Res Nullius Law Journal, Vol. 4, No. 1, 2022, hlm. 33.
3 Suryanto, Securities Crowdfunding : Transformation of Financing of Small and Medium Enterprises in Indonesia, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan, Vol. 6, No. 2, 2021, hlm. 164.
4 Ibid, hlm. 168.
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (selanjutnya disebut sebagai POJK Securities Crowdfunding). POJK terdahulu dicabut dan diubah karena Layanan Urun Dana tersebut produk yang dijual diperluas tidak hanya sebatas pada saham namun juga obligasi dan sukuk. Sehingga tidak lagi menggunakan istilah equity yang berarti penyertaan, namun istilah securities yang berarti efek.
Kata crowdfunding bermakna practice of getting a large number of people to each small amounts of money in order to provide the finance for business project, typically using the internet. Crowdfunding didefinisikan sebagai praktik yang melibatkan banyak orang dalam penggalangan dana guna memenuhi kebutuhan finansial bisnis atau kegiatan tertentu dengan menggunakan teknologi internet. Dana yang terkumpul melalui crowdfunding dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti penyelesaian proyek tertentu, donasi maupun kegiatan kemanusiaan. Crowdfunding dalam hal ini memiliki beberapa macam yaitu donation based crowdfunding, reward based crowdfunding, lending based crowdfunding dan equity based crowdfunding.5 Sedangkan Securities Crowdfunding ditujukan untuk produk investasi berupa saham, obligasi dan sukuk. Kegiatan Securities Crowdfunding ini merupakan kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.6 Sehingga ketentuan dalam POJK Securities Crowdfunding sedikit banyak berkaca pada ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut sebagai Undang Undang Pasar Modal).
5 Xxxxx Xxxxxxxx, Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Tekonologi Informasi, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Faculty of Law, Vol. 27, No. 1, 2020, hlm. 154.
6 Ibid, hlm. 155.
Sebagaimana Undang Undang Pasar Modal mengatur mengenai penawaran umum atau initial public offering yang didefinisikan sebagai suatu kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang undang dan peraturan pelaksanaannya. Penawaran umum dilakukan oleh perusahaan dengan dilatarbelakangi oleh dua alasan utama yaitu, penawaran umum dilakukan sebagai sarana untuk memperoleh tambahan modal (dana) secara efektif dan efisien. Kemudian, penawaran umum sebagai salah satu cara untuk meningkatkan publistitas perusahaan.7
Skema layanan urun dana dengan penawaran umum memiliki kesamaan berkaitan dengan tujuannya yaitu pengumpulan dana melalui penawaran efek. Hanya saja penawaran umum dalam pasar modal skemanya lebih besar dan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan publik. Perusahaan publik dimaksud ialah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kuranganya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya tiga miliar rupiah atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah.8 Sedangkan dalam POJK Securities Crowdfunding diatur bahwa penawaran efek oleh setiap xxxxxxxx0 melalui layanan urun dana bukan
7 Xxxx Xxxxxxxxx, Pokok Pokok Hukum Pasar Modal di Indonesia, Yogyakarta, UII Press, 2017, hlm. 75.
8 Pasal 1 angka 22 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
9 Menurut Pasal 1 Angka 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi, Penerbit adalah badan usaha Indonesia baik berbentuk badan hukum maupun badan usaha lainnya yang menerbitkan efek melalui Layanan Urun Dana.
merupakan penawaran umum sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Pasar Modal dengan beberapa ketentuan.10
Penawaran umum dalam pasar modal membutuhkan peran profesi penunjang yang terdiri dari akuntan, konsultan hukum, penilai, notaris dan profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.11 Profesi penunjang pasa modal mempunyai tanggung jawab untuk membantu emiten12 dalam proses penawaran umum dan dalam rangka memenuhi persyaratan keterbukaan seperti menyiapkan prospectus, dokumen dan laporan-laporan yang diwajibkan. Profesi penunjang dalam pasar modal wajib bertanggung jawab atas pendapat atau keterangan yang diberikan. Namun, pertanggungjawaban ini hanya sebatas pada pendapat atau keterangan yang diberikan.13
Berbeda halnya dalam penyelenggaraan securities crowdfunding tidak diatur mengenai profesi penunjang dalam melakukan layanan urun dana. Padahal, dalam POJK Securities Crowdfunding ditemukan ketentuan yang mewajibkan penerbit menggunakan jasa profesi penunjang yaitu notaris untuk menyelenggarakan layanan urun dana tersebut. Hal tersebut ditemukan dalam beberapa pasal yaitu :
1. Pasal 41 ayat (3) POJK Securitites Crowdfunding menyebutkan bahwa layanan urun dana terhadap efek yang bersifat utang atau sukuk, penerbit wajib membuat akta pengakuan hutang yang dibuat secara notariil oleh notaris.
10 Pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
11 Pasal 64 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
12 Menurut Pasal 1 Angka 6 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum.
13 Mas Rahmah, Hukum Pasar Modal, Jakarta, Kencana, 2019, hlm. 103.
2. Pasal 62 ayat (1) dan (2) POJK Securities Crowdfunding menyebutkan bahwa perjanjian penyelenggaraan layanan urun dana antara penyelenggara dan penerbit harus dituangkan dalam sebuah akta dan dapat berupa akta notaris.
3. Pasal 63 ayat (1) dan (2) POJK Securities Crowdfunding menyebutkan bahwa perjanjian penerbitan efek bersifat utang atau sukuk antara penyelenggara selaku kuasa pemodal dengan penerbit harus dituangkan dalam akta dan dapat berupa akta notaris.
Ketentuan pasal tersebut diatas menunjukan bahwa penyelenggaraan layanan urun dana membutuhkan hadirnya seorang notaris. Lebih lanjut dalam Pasal 62 ayat
(6) POJK Securities Crowdfunding mengatur bahwa penerbit yang melalukan penerbitan efek bersifat utang atau sukuk, dalam perjanjian wajib memuat beberapa hal yaitu :
1. hak dan kewajiban penyelenggara selaku kuasa pemodal
2. jumlah pokok dan atau nilai pokok, jatuh tempo, dan bunga, besaran nisbah bagi hasil, margin, atau imbal jasa
3. jaminan, jika terdapat jaminan
4. kegagalan penerbit dalam memenuhi kewajiban terkait dengan aspek kesyariahan, jika menerbitkan sukuk
5. pembelian kembali efek bersifat utang atau sukuk
6. penggunaan dan
7. keadaan lalai penerbit
8. ketentuan mengenai penawaran bertahap jika penawaran efek bersifat utang atau sukuk dilakukan secara bertahap, dan
9. larangan bagi penerbit untuk melakukan penawaran efek bersifat utang atau sukuk baru sebelum penerbit memenuhi seluruh kewajibannya berdasarkan penghimpunan dana melalui layanan urun dana yang telah dilakukan sebelumnya, kecuali penawaran efek bersifat utang atau sukuk dilakukan secara bertahap.
Berdasarkan keseluruhan klausula yang harus termuat dalam perjanjian antara penerbit dan penyelenggara, terdapat kecenderungan untuk memberikan perlindungan yang lebih bagi penyelenggara dibandingkan penerbit. Klausula dimaksud ialah mengenai jaminan, kegagalan penerbit dalam memenuhi kewajiban, keadaan lalai penerbit, larangan bagi penerbit. Sedangkan dalam klausula yang ditentukan oleh POJK tersebut tidak menentukan hal yang sama terhadap penyelenggara. Jaminan ditujukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi penyelenggara apabila penerbit gagal dalam memenuhi kewajibannya.
Xxxxxxxx kegagalan penerbit dalam memenuhi kewajiban terkait dengan aspek kesyariahan jika berkaitan dengan penerbitan sukuk, hal ini juga memberikan perlindungan bagi penyelenggara apabila penerbit gagal memenuhi prestasinya. Sedangkan, dalam pengaturan tersebut tidak mewajibkan klausula yang sama bagi penyelenggara untuk melindungi penerbit apabila penyelenggara yang tidak memenuhi kewajibannya. Klausula lalai penerbit, hal ini menunjukkan bahwa POJK hanya mengatur mengenai perbuatan lalai oleh penerbit sedangkan pebuatan lalai oleh penyelenggara tidak diatur. Klausula tersebut hanya memberikan perlindungan hukum bagi penyelenggara saja, sedangkan penerbit tidak mendapatkan perlindungan hukum melalui klausula yang diatur OJK.
Perbedaan pengaturan klausula yang memberikan perlindungan antara penerbit dan penyelenggara tersebut memiliki keterkaitan dengan asas proporsionalitas. Proporsionalitas bermakna sesuai dengan proporsi (bagian), berimbang atau sebanding. Penggunaan asas proporsionalitas dalam wilayah hukum kontrak bertujuan memberikan kepada para pihak sesuai dengan bagian atau proporsinya. Yang diutamakan dalam proporsionalitas pertukaran hak tersebut adalah memberikan jaminan bahwa perbedaan kepentingan di antara para pihak akan diselesaikan secara proporsional.14 Asas proporsionalitas tidak mempermasalahkan keseimbangan (kesamaan) hasil secara matematis, namun lebih menekankan proporsi pembagian hak dan kewajiban di antara para pihak yang berlangsung secara layak dan patut (fair and reasonableness).15
Sedangkan, klausula yang diatur dalam POJK Securities Crowdfunding tidak menggambarkan adanya bagian yang seimbang bagi penerbit dan penyelenggara. Perlindungan hukum yang terbentuk dari klausula tersebut hanya menitikberatkan kepada penyelenggara saja. Pada permasalahan klausula yang tidak proporsionalitas, notaris dapat berperan aktif dalam pembuatannya mengingat bahwa perjanjian tersebut dapat dibuat dalam akta notaris. Namun, peran notaris sesuai dengan kewenangannya hanya sebatas memberikan penyuluhan hukum terkiat dengan akta yang akan dibuat oleh para penghadap sebagaimana dimaksud dalam hal ini penerbit dan penyelenggara.16 Penyuluhan hukum dimaksud agar akta
14 Xxxx Xxxxxxx, Asas Proporsionalitas Sebagai Moderasi Pandangan Hukum Diametral,
Jurnal Yudisial, Vol. 11, No.3, 2018, hlm. 313.
15 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta, Laksbang Mediatama Yogyakarta, 2008, hlm. 75.
16 Pasal 15 ayat (2) huruf e Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
yang dibuat oleh para penghadap menggambarkan asas proporsionalitas yang seharusnya.
Peran Notaris dalam pembuatan akta ini menimbulkan permasalahan baru. Permasalahan ini berkaitan dengan klausula yang telah ditetapkan oleh POJK tidak seharusnya diubah ataupun menyimpang dari ketentuannya. Mengingat bahwa penyelenggara wajib memuat pokok perjanjian tersebut dalam situs web penyelenggara paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum dimulainya masa penawaran.17 Oleh karena itu perjanjian yang dibuat oleh penyelenggara dan penerbit wajib untuk dipublikasikan dan dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga klausula yang telah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan tidak dapat diubah ataupun menyimpang dari yang seharusnya.
Padahal Otoritas Jasa Keuangan sebagai self regulatory organization memiliki kewenangan mengenai pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan. Salah satu wewenang OJK berkaitan dengan tugas pengaturan ialah menetapkan peraturan dan keputusan OJK pada sektor Lembaga Jasa Keuangan.18 Sedangkan pada tugas pengawasan salah satu wewenangnya berkaitan dengan melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku dan atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.19
17 Pasal 63 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
18 Pasal 8 angka c Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
19 Pasal 9 huruf c Undang Undang Nomor 21 Tahun 20011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Dengan begitu, permasahalan klausula ini memberikan pandangan yang berbeda dari setiap sisinya. Klausula dalam perjanjian penerbit dan penyelenggara membutuhkan sebuah proporsionalitas didalamnya agar penerbit mendapatkan perlindungan hukum melalui perjanjian tersebut. Namun, perjanjian ini telah diatur sedemikian rupa mengenai klausula yang wajib termuat sehingga para pihak tidak dapat mengubahnya berdasarkan yang dikehendaki para pihak. Di sisi lain, Xxxxxxx dapat memiliki peran dalam pembuatan perjanjian tersebut agar proporsional namun peran tersebut sulit untuk terwujud mengingat bahwa klausula yang sudah ada tidak dapat menyimpang dari ketentuan yang ada. Sedangkan, OJK sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi penyelenggaraan Lembaga Jasa Keuangan harus melaksanakan tugasnya yaitu memberikan perlindungan konsumen dengan melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan melakukan penelitian terkait dengan Proporsionalitas Perjanjian Penerbit dan Penyelenggaraan Securities Crowdfunding.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini ialah :
1. Apakah diperlukan asas proporsionalitas dalam perjanjian penerbit dan penyelenggara Securities Crowdfunding yang klausulanya telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan?
2. Bagaimana seharusnya peran Notaris dalam pembuatan perjanjian penerbit dan penyelenggaraan Securities Crowdfunding yang klausulanya telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian dalam penelitian ini ialah:
1. Untuk menganalisis diperlukannya asas proporsionalitas dalam perjanjian penerbitan dan penyelenggaraan Securities Crowdfunding yang klausulanya telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
2. Untuk menganalisis peran Notaris dalam pembuatan perjanjian penerbitan dan penyelenggaraan Securities Crowdfunding yang klausulanya telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
D. Orisinalitas Penulisan
Penulisan tesis ini yang bertemakan Proporsionalitas Perjanjian Penerbit dan Penyelenggara Securities Crowdfunding bukan merupakan plagiasi, tapi merupakan hasil karya asli penulis. Berikut beberapa penelitian dengan tema yang sama :
1. Xxxxxx Xxxxxxx, Universitas Gadjah Mada melakukan penelitian pada tahun 2019.
a. Judul : Perlindungan Hukum yang Berbasis Asas Proporsional terhadap Debitur dan Kreditur dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Finansial (Fintech)
b. Rumusan masalah
1) Bagaimana bentuk pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam berbasis teknologi finansial (Fintech)?
2) Bagaimana bentuk dan proses perlindungan hukum berbasis asas proporsional terhadap debitur dan kreditur dalam perjanjian pinjam meminjam berbasis teknologi finansial (Fintech)?
3) Bagaimana pengaturan pengawasan OJK terhadap pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam berbasis teknologi finansial (Fintech)?
c. Hasil Penelitian : fintech berbentuk aplikasi (platform) yang mana kreditur dan debitur dipertemukan oleh penyelenggara fintech sebagai market place secara online mencakup perjanjian antara kreditur dengan penyelenggara untuk mengelola dan menyalurkan dana. Bentuk dan proses perlindungan hukum yang adil atau proporsional terhadap debitur dan kreditur adalah bagi debitur pengenaan bunga tinggi apabila tidak diperjanjikan, dapat melaporkan penyelenggara kepada OJK untuk dikenakan sanksi administratif. Pengaturan pengawasan OJK terhadap fintech didasarkan pada UU ITE; UU OJK; PBI No. 19/12/PBI/2017; POJK No.77/POJK/01/2016; POJK No. 13/POJK.02/2018; dan Keputusan Dewan Komisioner OJK No. 01/KDK.01/2016. Bentuk pengawasan secara represif adalah pemberian sanksi denda dan pencabutan izin operasional penyelenggara. Secara preventif berupa permohonan pencatatan sebelum permohonan pendaftaran wajib bagi penyelenggara yang akan atau telah melakukan kegiatan fintech, penyelenggara diuji dalam regulatory sandbox, penyelenggara wajib menerapkan prinsip pemantauan mandiri,
pembentukan asosiasi penyelenggara oleh OJK dan pengawasan diatur dalam pasal-pasal tersendiri antara lain mengenai pengawasan mencakup prinsip pengawasan berbasis risiko, teknologi dan disiplin pasar. Penyelenggara terdaftar wajib menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan konsumen dan pembentukan Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi.20
2. Suryanto, Universitas Padjajaran, melakukan penelitian pada tahun 2021
a) Judul : Securities Crowdfunding : Transformasi Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia.
b) Rumusan Masalahnya adalah bagiamana transformasi pembiayaan yang dilakukan oleh pelaku UKM di Indonesia?
c) Hasil Penelitian : Pemerintah pusat maupun daerah telah melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan pembiayaan usaha kecil dan menengah (UKM) melalui beberapa lembaga/kementerian. Upaya pemerintah dilakukan melalui lembaga pembiayaan perbankan maupun non perbankan. Permasalahan yang baru muncul kembali karena UKM yang mendapatkan pembiayaan dari program pemerintah ternyata tidak merata. Selain karena keterbatasan akses baik dari lembaga pembiayaan maupun pelaku UKM, persyaratan administrative yang diminta lembaga pembiayaan tidak mampu
20 Xxxxxx Xxxxxxx, Perlindungan Hukum yang Berbasis Asas Proporsional terhadap Debitur dan Kreditur dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Finansial (Fintech), Universitas Gadjah Mada, Tesis, Tidak Dipublikasikan, 2019.
dipenuhi oleh pelaku UKM. Secutities crowdfunding merupakan transformasi lembaga pembiayaan baru bagi pelaku UKM. Pelaku UKM dapat memperoleh sumber pembiayaan dengan mengeluarkan instrument equity, obligasi maupun sukuk melalui platform digital fintech crowdfunding. Kemudahan mengeluatrkan instrument-instrumen tersebut selain karena UKM tidak harus berbadan hukum perseroan terbatas juga dapat dilakukan oleh perusahaan rintisan yang memiliki prospek bagus. Platform fintech crowdfunding akan mencari calon investor melalui mekanisme penawaran instrumen ke calon investor di Bursa Efek Indonesia.21
3. Xxxxxxxx Xxxxx, Universitas Bandar Lampung melakukan penelitian pada tahun 2022.
a) Judul : Securities Crowdfunding sebagai Alternatif Pembiayaan pada Pelaku Usaha Mikro dalam Perspektif Teori Hukum Pembangunan.
b) Rumusan Masalah
1) Apakah kebijakan securities crowdfunding dapat memberikan kepastian hukum dalam peningkatan kapasitas usaha mikro?
2) Bagaimana pengembangan usaha mikro melalui securities crowdfunding dalam perspektif hukum pembangunan?
c) Hasil penelitian : Kebijakan securities crowdfunding dapat memberikan kepastian hukum dalam peningkatan kapasitas usaha mikro karena dengan adanya pengaturan terbaru pada layanan urun dana yang semula adalah
21 Xxxxxxxx, Op.Cit, hlm. 169.
equity crowdfunding menjadi securities crowdfunding memberikan dampak yang sangat positif khususnya dalam hal memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha mikro serta memberikan perlindungan hukum terhadap investor juga tentunya. Mengingat securities crowdfunding sangat berbeda dengan pengaturan pada financial technology dan tentunya kebijakan securities crowdfunding ini memberikan keunggulan dan tidak menggunakan biaya yang relatif besar. Pengembangan usaha mikro melalui securities crowdfunding dalam perspektif hukum pembangunan ini dimaksudkan untuk Rekonstruksi pembangunan hukum dalam digitalisasi terutama dalam aspek pembiayaan seperti Securities crowdfunding dalam konteks pembentukan hukum dibidang usaha mikro yang senantiasa diarahkan kepada daya dukung daripada masyarakat (legal culture) untuk menciptakan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat dan pelaku usaha.22
E. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Asas Proporsionalitas
Pada dasarnya asas proporsionalitas merupakan perwujudan doktrin “keadilan berkontrak” yang mengkoreksi dominasi asas kebebasan berkontrak yang dalam beberapa hal justru menimbulkan ketidakadilan. Perwujudan keadilan berkontrak ditentukan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan prosedural, pendekatan ini menitikberatkan pada persoalan kebebasan berkehendak dalam suatu kontrak. Pendekatan kedua,
22 Xxxxxxxx, Op.Cit, hlm. 39.
yaitu pendekatan substantif yang menekankan kandungan atau subtansi serta pelaksanaan kontrak. Dalam pendekatan substantif perlu diperhatikan adanya kepentingan yang berbeda.23
Mengambil moralitas pertimbangan tersebut, maka asas proporsionalias bermakna sebagai asas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya. Asas proporsionalitas mengandaikan pembagian hak dan kewajiban diwujudkan dalm seluruh proses hubungan kontraktual, baik pada fase pra kontraktual, pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak. Asas ini sangat berorientasi pada konteks hubungan dan kepentingan para pihak.24 Daya kerja asas proporsionalitas meliputi proses pra kontrak, pembentukan maupun pelaksanaan kontrak.25 Fungsi asas proporsionalitas, baik dalam proses pembentukan maupun pelaksanaan kontrak komersial adalah :26
a. Dalam tahap pra kontrak, asas proporsionalitas membuka peluang negosiasi bagi para pihak untuk melakukan pertukaran hak dan kewajiban secara fair. Oleh karena ini adalah tidak proporsional dan harus ditplak proses negosiasi dengan itikad buruk.
b. Dalam pembentukan kontrak, asas proporsional menjamin kesetaraan hak serta kebebasan dalam menentukan/mengatur proporsi hak dan kewajiban para pihak berlangsung secara fair.
23 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Op.Cit, hlm. 73.
24 Ibid.
25 Ibid. hlm. 81.
26 Ibid, hlm. 87.
c. Dalam pelaksanaan kontrak, asas proprosional menjamin terwujudnya distriburi pertukaran hak dan kewajiban menurut proporsi yang disepakati atau dibebankan pada para pihak;
d. Dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kontrak, maka harus dinilai secara proporsional apakaha kegagalan tersebut bersifat fundamental (fundamental breach) sehingga mengganggu pelaksanaan sebagaian besar kontrak atau sekedar hal-hal yang sederhana/kesalahan kecil. Oleh karena itu pengujian melalui asas proporsionalitas sangat menentukan dalil kegagalan pelaksanaan kontrak, agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh salah satu pihak dalam memanfaatkan klausul kegagalan pelaksanaan kontrak, semata-mata demi keuntungan salah satu pihak dengan merugikan pihak lain.
e. Dalam hal terjadi sengketa kontrak, asas proporsionalitas menekankan bahwa proporsi beban pembuktian kepada para pihak harus dibagi menurut pertimbangan yang fair.
2. Tinjauan Umum Notaris
Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum yang tugasnya mempunyai kewenangan membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.27
Pasal 1868 KUH Perdata menjelaskan bahwa akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang bekuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Pada hakekatnya notaris selaku pejabat umum, hanyalah mengkonstatir atau merelateer atau merekam secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan. Notaris tidak berada didalamnya, ia adalah orang luar, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang membuat serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian. Oleh karena itu, akta Notaris atau akta otentuk tidak menjamin bahwa pihak-pihak berkata benar tetapi yang dijamin oleh akta adalah pihak- pihak benar berkata seperti yang termuat dalam akta perjanjian mereka.28
Selain kewenangannya membuat akta otentik atas perbuatan hukum tertentu, notaris juga berwenang sebagai profesi penunjang dalam pasar modal. Kewenangan Notaris Sebagai Profesi Penunjang Pasar Modal Notaris
27 Xxxxx, xx.xx, Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Ditinjau dari Konsep Equality Before The Law, Jurnal Hukum & Pembangunan 49, No. 1, 2019, hlm. 183.
28 R. Xxxxxxxxxxxxxx & X. Xxxxx Xxxxx, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Bandung, Mandar Maju, 2011, hlm. 65.
adalah bentuk wujud atau perwujudan dan merupakan personifikasi dari hukum keadilan, kebenaran, bahkan merupakan jaminan adanya kepastian hukum bagi masyarakat. Kedudukan seorang notaris sebagi suatu fungsionaris dalam masyarakat hingga sekarang masih disegani. Seorang notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat sesorang dapat memperoleh nasehat yang dapat diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan adalah benar. Ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.29
3. Tinjauan Umum Securities Crowdfunding
Perusahaan fintech financial and investment meliputi Crowdfunding dan peer-to-peer lending (P2P Lending). Perusahaan P2P Lending memberikan fasilitas pada pihak yang butuh dana pinjaman denagn cara memberikan pinjaman.30 Perusahaan fintech crowdfunding adalah perusahaan umumnya bergerak menghimpun dana dalam suatu proyek ataupun kegiatan penggalangan dana sosial.31 Caranya adalah perusahaan crowdfunding ini akan menampilkan suatu project atau event kegiatan sosial yang diusulkan oleh seseorang atau pihak melalui platform fintech crowdfunding. Terdapat beberapa jenis Crowdfunding yaitu:32
29 Xxx Xxxxx Xxx, Xxxxx Xxxxx Praktek Notaris, Jakarta : Ichtiar Baru, 2001, hlm. 33.
30 Ibid, hlm., 29.
31 Ibid.
32 Prananingtyas, Xxxxxxxx, Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx Pemanfaatan Crowdfunding (Penggalangan Dana) Bagi Pembiayaan Usaha Di Indonesia, dalam Jurnal Universitas Diponegoro, 2019, hlm. 40
a. Basis Pinjaman (Debt Based), perusahaan crowdfunding ini menawarkan pinjaman yaitu individu yang membutuhkan uang dapat meminjam pada suatu proyek dengan harapan adanya ngabentuk pengembalian berupa bunga.
b. Basis Donasi (Donation-based), pada jenis ini perusahaan crowdfunding berlandaskan donasi, sponsorship, filantropi, untuk mencari sumbangan. Sehingga pada proyek ini, donator yang berkontribusi tidak boleh memiliki keinginan pengembalian dana yang telah dikontibusikannya. Agar mampu menarik donator maka perusahaan crowdfunding dapat memberikan imbalan berupa ucapan ataupun plakat (sifatnya tidak wajib).
c. Basis Hadiah (Reward Based), Crowdfunding jenis ini dioperasikan dengan dua kombinasi yaitu antara donation-based dan reward- based. Investor berkontribusi pada suatu perusahaan dan akan mendapatkan pengembalian atau return non finasial. Biasanya oada kegiatan project creative dengan reward misalnya berupa free gift ataupun merchandise.
d. Basis Ekuitas (Equity Based), Pasal 1 angka 1 POJK No.
37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding) mendefinisikan Equity Crowdfunding atau Layanan Urun Dana adalah, penyelanggaraan layanan penawaran saham yang dilakukan
oleh penerbit untuk menjual saham secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka.
Namun, POJK No. 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Umum saat ini telah dicabut dan digantikan dengan POJK No. 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi. Sehingga bukan lagi sebagai equity crowdfunding melainkan securities crowdfunding. Securities Crowdfunding merupakan perluasan layanan skema pembiayaan alternatif penggalangan dana melalui pasar modal yang memungkinkan investor selain dapat berinvestasi melalui produk saham, mereka juga dapat berinvestasi pasa obligasi dan sukuk.33
Pasal 1 angka 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding) menentukan:
“Layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi (equity crowdfunding) yang selanjutnya disebut Layanan Urun Dana adalah penyelenggaraan layanan penawaran saham yang dilakukan oleh penerbit untuk menjual saham secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka”
Sedangkan, Pasal 1 angka 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi mengatur:
“Penawaran Efek melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya disebut Layanan Urun Dana adalah penyelenggaraan layanan penawaran efek yang dilakukan oleh penerbit
33 Xxxxxxxx, Op.Cit, hlm. 168.
untuk menjual efek secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka”
Menurut pengertian securities crowdfunding tersebut diatas secara jelas disebutkan penawaran yang dilakukan adalah penawaran efek. Sebagaimana dalam Pasal 1 Angka 2 POJK SCF menyebutkan bahwa efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Untuk itu, penggunaan istilah equity crowdfunding diubah menjadi securities crowdfunding.
Terdapat 3 pihak dalam securities crowdfunding yaitu penyelenggaran layanan urun dana, penerbit dan pemodal. Penyelenggara Layanan Urun Dana yang adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Urun Dana.34 Penerbit adalah badan usaha Indonesia baik yang berbentuk badan hukum maupun badan usaha lainnya yang menerbitkan Efek melalui Layanan Urun Dana.35 Penerbit adalah badan usaha Indonesia baik yang berbentuk badan hukum maupun badan usaha lainnya yang menerbitkan Efek melalui Layanan Urun Dana.36
Mekanisme penawaran saham, obligasi, dan sukuk dengan sistem securities crowdfunding hampir sama dengan penawaran investasi di pasar modal pada umumnya yaitu ada penerbit (perusahaan yang menawarkan
34 Pasal 1 angka 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
35 Pasal 1 angka 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
36 Pasal 1 angka 8 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
saham perusahaannya), penyelenggara layanan urun dana, dan pemodal (investor). Perbedaannya dalam sistem securities crowdfunding penerbit menjual saham secara langsung kepada pemodal melalui sistem elektronik (online) fintech crowdfunding. Dana yang telah terkumpul melalui fintech crowdfunding diserahkan kepada perusahaan penerbit (UKM). Sedangkan pada penawaran efek pada umumnya di pasar modal, emiten menjual efeknya tidak melalui penyelenggaran karena langsung diterbitkan oleh emiten tersebut.37
Terdapat beberapa keunggulan apabila melakukan penghimpunan dana melalui securities crowdfunding, antara lain :38
a. Prosedur penerbitan efek dipermudah. Lazimnya perusahaan yang go public, biasanya diwajibkan untuk menyampaikan pendaftaran sebelum listing. Namun, penawaran efek melalui platform securities crowdfunding tidak perlu melalui tahapan yang lazim apabila memiliki persyaratan yang telah ditetapkan OJK.
b. Perusahaan penerbit tidak harus berbentuk perseroan terbatas. Badan usaha yang dapat menerbitkan securities crowdfunding tidak harus berbentuk perseroan terbatas. Badan usaha lainnya, seperti Firma, CV atau pun persekutuan perdata diperbolehkan menerbitkan securities crowdfunding.
37 Ibid.
38 Ibid, hlm. 169.
c. Efek yang ditawarkan bervariasi. Penerbit dapat menawarkan efek berupa saham, obligasi dan sukuk kepada calon investor. Ketiga efek tersebut dapat digunakan oleh penerbit sebagai instrument untuk mencari sumber pembiayaan. Namun, hanya efek saham saja yang dapat diperjualbelikan, sedangkan obligasi dan tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
d. Dana dihimpun secara bertahap. ana yang dihimpun melalui securities crowdfunding khususnya sukuk dapat dilakukan secara bertahap sampai batasan tertentu.
e. Terdapat pengaturan dan pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan mengatur platform crowdfunding dan calon penerbit securities crowdfunding mengenai kelembagaan, perizinan, serta kewajiban yang harus dilakukan.
F. Metode Penelitian
Suatu penelitian ilmiah diperlukan metode atau prosedur dalam menganalisa data yang akan diteliti. Metode atau prosedur ini bertujuan memudahkan ketika merumuskan data untuk penelitian yang akan dilakukan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (legal research atau non doktriner). Xxxx mempermudah unutuk memahaminya, maka dalam metode penelitian ini penulis menjabarkan sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif. Penelitian normatif merupakan penelitian yang difokuskan
mengkaji penerapan norma hukum positif berupa penerapan asas proporsionalitas dalam perjanjian penerbit dan penyelenggara securities crowdfunding. Penelitian ini tidak mengenal penelitian lapangan, sebab yang dikaji berasal dari bahan-bahan hukum sehingga disebut library based focusing on reading and analysis of the primary and secondary materials.39
2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian yang akan dikaji oleh peneliti adalah Proporsionalitas Perjanjian Penerbit dan Penyelenggara Securities Crowdfunding.
3. Data Penelitian
Data penelitian atau bahan hukum adalah informasi atau keterangan yang benar mengenai fokus penelitian. Data dalam penelitain hukum empiris dapat berupa data primer dan sekunder. Bahan hukum dalam penelitian normative dapat berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pada penelitian ini, peneliti memilih jenis penelitian normatif, maka bahan hukum yang digunakan meliputi :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat seperti peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian, yaitu :
1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata
2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
39 Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxxx dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hlm, 46.
3) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
4) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
6) Kode Etik Notaris, hasil Kongres di Bandung pada tanggal 27 Januari 2005 dan Perubahan Kode Etik Notaris, hasil kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Banteng pada tanggal 29-30 Mei 2015.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang tidak mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis, seperti: rancangan peraturan perundang-undangan, literatur, buku-buku ilmu hukum, surat kabar, hasil karya dari kalangan hukum, penelusuran internet dan jurnal.40
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum pelengkap data primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedia.41
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah sehingga data-data yang didapat merupakan data yang akurat dan
40 Ibid, hlm 13.
41 Ibid.
terpercaya. Adapun teknik pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan dan studi dokumen atau arsip.42
5. Pendekatan Penelitian
Berkaitan dengan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, maka pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Pendekatan ini dilakukan untuk meneliti norma-norma atau aturan-aturan yang dirasa masih kabur pengaturannya. Dan juga untuk meneliti bagaimana penerapan peraturan tersebut dalam kasus yang terjadi sehari-harinya.
6. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dengan cara analisis data kualitatif. yaitu dengan cara menafsirkan, menginterprestasikan, dan mengklasifikasikan data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan hasil wawancara dengan menggunakan kerangka teori dan kerangka konsep yang hasilnya diuraikan dan dijelaskan kedalam bentuk kalimat yang jelas, teratur, logis dan efektif sehingga diperoleh gambaran yang jelas tepat, dan dapat ditarik kesimpulan sehingga dari beberapa kesimpulan tersebut dapat diajukan saran-saran. Meliputi kegiatan pengklasifikasi data, editing, penyajian hasil analisis dalam bentuk narasi, dan pengambilan keputusan.43
G. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan Tesis merupakan rencana isi tesis: Bab I adalah Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
42 Ibid.
43 Ibid.
penelitian, orisinalitas penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, analisis data, dan sistematika skripsi.
Bab II merupakan Tinjauan Pustaka. Bab ini akan menguraikan mengenai teori yang digunakan dalam melakukan penelitian yang akan dituangkan pada bab selanjutnya. Teori ini berkaitan dengan asas proporsionalitas perjanjian penerbit dan penyelenggara securities crowdfunding.
Bab III merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini akan menguraikan mengenai penggunaan asas proporsionalitas dalam perjanjian antara penerbit dan penyelenggara securities crowdfunding. Penggunaan asas proporsionalitas akan menjadi hasil penelitian dan juga pembahasan dalam bab ini.
Bab III adalah Penutup. Bab ini berisi mengenai kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah dan saran yang sekiranya bersangkutan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
BAB II
KAJIAN TENTANG PERJANJIAN, NOTARIS, DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Kajian tentang Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa perjanjian merupakan suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Namun, definisi tersebut dianggap tidak lengkap atau terlalu luas. Dikatakan tidak lengkap, karena definisi tersebut hanya mengacu kepada perjanjian sepihak saja. Sedangkan dikatakan terlalu luas karena rumusan “suatu perbuatan” dapat mencakup perbuatan hukum (zaakwaarneming) dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad).44
J. Satrio membedakan perjanjian dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, suatu perjanjian diartikan sebagai setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak, termasuk di dalamnya perkawinan, perjanjian kawin. Sedangkan dalam arti sempit, perjanjian hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hubungan harta kekayaan saja sebagaimana diatur dalam Buku III KUHPerdata.45 Banyak definisi tentang kontrak bergantung kepada bagian-bagian mana dari kontrak tersebut yang dianggap sangat penting, dan bagian tersebut yang ditonjolkan dalam definisi
44 Ibid, hlm. 59.
45 J. Satrio, Hukum Perikatan : Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, 1995, hlm. 27.
tersebut. Salah satu definisi kontrak adalah yang diberikan oleh salah satu kamus, bahwa kontrak adalah suatu kesepaktakan yang diperjanjikan (promissory agreement) di antara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi atau menghilangkan hubungan hukum.46
Objek dari sebuah perjanjian ialah prestasi. Kreditur berhak atas prestasi yang diperjanjikan, dan debitur wajib melaksanakan prestasi dimaksud. Oleh karena itu, intisari atau hakikat dari suatu perjanjian adalah prestasi. Undang undang telah menetapkan bahwa subjek perjanjian ialah pihak kreditur yang berhak atas prestasi dan pihak debitur yang wajib melaksanakan prestasi, maka intisari atau objek dari perjanjian ialah prestasi itu sendiri. Pasal 1234 KUHPerdata mengatur bahwa prestasi yang diperjanjian itu merupakan memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.47
Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri (agreement/consensus).48
Pada dasarnya kata sepakat adalah pertemuan atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. Persesuaian kehendak harus diikuti dengan pernyataan kehendak. Pernyataan kehendak tersebut harus merupakan bahwa yang bersangkutan menghendaki timbulnya hubungan hukum. Pernyataan kehendak dapat dibuat secara tegas dan dapat pula secara
46 Xxxxx Xxxxx, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, 1999, hlm. 4.
47 X. Xxxxx Xxxxxxx, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung, Penerbit Alumni, 1986, hlm.
10.
48 Hardjian Xxxxx, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan, 1993, hlm. 46.
diam-diam. Di dalam pernyataan secara tegas, pernyataan kehendak diberikan eksplisit dengan berbagai cara yakni tertulis, lisan atau dengan tanda.49
b. Kecakapan (capacity).
Kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah mampu melakukan perbuatan hukum, atau para pihak yang telah dinyatakan dewasa menurut hukum. Menurut Xxxxx 1313 KUH Perdata, orang-orang yang dinyatakan tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
1) Orang-orang yang belum dewasa.
Ketentuan lain yang secara tidak langsung mengatur mengenai kedewasaan seseorang terdapat dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Khusus berkaitan dengan perjanjian dibuat dihadapan notaris diatur dalam Pasal 39 ayat (1) bahwa para penghadap harus memenuhi syarat paling sedikit berumut 18 (delapanbelas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum.50
2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (Curatele)
Pasal 433 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang yang ditaruh dibawah pengampuan adalah orang yang Gila (sakit otak), dungu (xxxxxxxxxxxx), mata gelap (razernij), Lemah akal dan Orang yang Boros.51
3) Pada umumnya semua orang yang menurut Undang-Undang dilarang
49 Xxxxxx, Op.Cit, hlm. 171.
50 Ibid, hlm. 179.
51 J. Satrio, Op. Cit, hlm. 282.
membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Apabila orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampuan melakukan perbuatan hukum (termasuk membuat perjanjian), menurut hukum haruslah diwakili oleh orang tua atau walinya. Untuk mereka yang disebut dalam Pasal 433 KUH Perdata maka yang mewakili adalah pengampunya atau kuratornya.52
c. Hal tertentu (certainty of terms)
Hal tertentu yang dimaksud dalam pasal 1320 KUHPerdata ialah apa yang diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak. KUHPerdata menentukan bahwa barang yang dimaksud tidak harus disebutkan, selama objek tersebut dapat dihitung atau ditentukan.53
d. Sebab yang halal (consideration)
Halal dalam hal ini dimaksud ialah kausa hukum yang ada tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau ketertiban umum, atau kesusilaan. Jika objek dalam perjanjian itu illegal atau bertenyangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, maka perjanjian tersebut menjadi batal. Pasal 1335 jo 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kuasa dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang- undang, jika kausa didalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.54
52 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 64.
53 Xxxxxx, Op.Cit, hlm. 186.
54 Ibid, hlm. 190.
Keempat syarat tersebut merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian. Artinya, setiap perjanjian harus memenuhi keempat syarat ini bila ingin menjadi perjanjian yang sah. Keempat syarat pokok ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu syarat subjektif yang meliputi kesepakatan dan kecakapan. Sedangkan syarat objektif yang meliputi hal tertentu dan sebab yang halal. Syarat subjektif merupakan syarat yang apabila tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dimintakan pembatalannya. Syarat objektif merupakan syarat yang apabila tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.55
2. Asas Asas Pokok Kontrak
Pengkajian asas-asas perjanjian memiliki peranan penting untuk memahami berbagai undang-undang mengenai sahnya perjanjian. Perkembangan yang terjadi terhadap suatu ketentuan undang-undang akan lebih mudah dipahami setelah mengetahui asas-asas yang berkaitan dengan masalah tersebut. Asas-asas hukum berfungsi sebagai pembangun sistem. Suatu sistem tidak akan ada tanpa adanya asas-asas. Asas-asas itu membentuk satu dengan lainnya suatu sistem check and balance. Asas-asas itu sering menunjuk kea rah yang berlawanan, apa yang kiranya menjadi merupakan rintangan ketentuan- ketentuan hukun. Sehingga asas tersebut saling kekang mengekang, sehingga ada keseimbangan.56
Asas-asas kontrak yang termuat dalam Pasal 1338 KUHPerdata ialah meliputi:
55 Xxxxxxan, Op.Cit, hlm. 45.
56 Xxxxxx, Op.Cit, hlm. 83.
a. Asas Kebebasan Berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral didalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihaknya.57 Dengan asas kebebasan berkontrak orang dapat menciptakan jenis kontrak baru yang sebelumnya tidak dikenal didalam perjanjian bernama dan isinya menyimpang dari kontrak bernama yang diatur oleh undang undang yaitu Buku III KUHPerdata. Ruang lingkup asas kebebasan berkontrak ialah meliputi beberapa hal yaitu:58
1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
2) Kebebasan untuk memilih dengan pihak siapa ia ingin membuat perjanjian;
3) Kebebasan untuk memilih causa perjanjian yang akan dibuatnya;
4) Kebebasan untuk menentukan objek suatu perjanjian;
5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian; dan
6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional.
Asas kebebasan berkontrak ini bersifat universal, artinya berlaku juga dalam berbagai sistem hukum perjanjian di negara-negara lain dan memiliki ruang lingkup yang sama.59 Gagasan utama kebebasan berkontrak berkaitan dengan penekanan akan persetujuan dan maksud atau kehendak para pihak. Selain itu, gagasan kebebasan berkontrak juga berkaitan dengan pandangan bahwa kontrak adalah hasil dari pilihan bebas (free choice).
57 Xxxx Xxxxx, Op.Cit, hlm. 93.
58 Xxxxxx, Op.Cit, hlm. 87.
59 Ibid.
Dengan gagasan utama ini, kemudian dianut paham bahwa tidak seorang pun terkait kepada kontrak sepanjang tidak dilakukan atas dasar adanya pilihan bebas untuk melakukan sesuatu.60
b. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda berasal dari bahasa latin yang memiliki arti janji harus ditepati. Asas tersebut merupakan asas ketaatan agar menjalankan kontrak perjanjian sesuai dengan isi yang diperjanjikan oleh para pihak. Pada dasarnya asas pacta sunt servanda memiliki implikasi terhadap kontrak atau perjanjian yang dilakukan para pihak. Asas ini juga dapat dikatakan sebagai asas yang sakral dalam perjanjian dengan menitikberatkan pada kebebasan berkontrak atau dikenal dengan prinsip otonomi.61
Teori hukum kontrak yang berpengaruh dalam pacta sunt servanda adalah teori yang memandang kontrak sebagai suatu janji. Teori ini memfasilitasi nilai-nilai ajaran liberal klasik kebebasan berkontrak.62 Kontrak itu dibuat atas pilihan dan kemauan mereka sendiri, dan penyelesaian isi kontrak dilakukan dengan kesepkatan bersama (mutual agreement). Ketaatan untuk mematuhi isi perjanjian yang dibuat para pihak berkaitan dengan asas pacta sunt servanda. Asal mula maksim ini dapat ditelusuri melalui doktrin praetor Romawi, yaitu pacta conventa sevabo, yang berarti bahwa saya menghormati perjanjian. Konsep pacta sunt servanda menjadi suatu konsep
60 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Kebebasan Bekontrak & Pacta Sunt Servanda Versus Itikad Baik : Sikap Yang Harus diambil Pengadilan, Yogyakarta, FH UII Press, 2015, hlm. 26.
61 Xxxx Xxxxxxx Xxxxx & Xxxxxx, Implikasi Asas Pacta Sunt Servanda pada Keadaan Memaksa (Force Majeure) dalam Hukum Perjanjian Indonesia, Jurnal Kertha Semaya, Vol.8, No. 7, 2020, hlm. 1048 (1044-1054)
00 Xxxxxx, Xxbebasan Berkontrak, Op.Cit, hlm. 35.
dasar atau basis suci (hallowes basis) teori hukum kontrak klasik. Kegagalan untuk mematuhi perjanjian merupakan sebuah dosa san melanggar kontrak.63 Pasal 1338 KUHPerdata mengatur secara jelasa mengenai asas pacta
sunt servanda, sebagaimana pasal tersebut berbunyi : “semua perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi yang membuatnya”
Adagium (ungkapan) pacta sunt servanda diakui sebagai aturan bahwa semua persetujuan yang dibuat oleh manusia secara timbal balik pada hakikatnya bermaksud untuk dipenuhi dan jika perlu dapat dipaksakan, sehingga secara hukum mengikat. Perjanjian yang diperbuat secara sah berlaku seperti berlakunya undang undang bagi para pihak yang membuatnya sebagaimana dimaksud pasal 1338 ayat (1) dan ayat (2) KUH Perdata. Artinya, para pihak harus mentaati apa yang telah mereka sepakati bersama.64 Perlu diketahui, bahwa asas pacta sunt servanda berlaku secara internasional dan tidak hanya berlaku ruang lingkup nasional seperti yang diatur dalam KUH Perdata. Apabila tidak ada asas pacta sunt servanda, maka dalam penyelesaian sengketa atau perkara tentang perjanjian akan mengalami kesulitan bahkan sia-sia. Karena peristiwa hukum akan terjadi ketika para pihak melakukan kontrak perjanjian yang saling mengikatkan dirinya. Asas pacta sunt servanda memberikan perlindungan hukum secara otomatis pada saat perjanjian dilakukan dan disahkan oleh para pihak. Sehingga dapat tercapai rasa aman terhadap perjanjian yang dilakukan oleh para pihak.
63 Ibid, hlm. 37.
64 Xxxx Xxxxx Xxxxxx, Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian dalam Mewujudkan Tujuan Perjanjian, Binamulia Hukum, Vol. 7, No. 2, 2018, hlm. 116.
Kelengkapan perjanjian dalam klausula menentukan kekuatan perlindungan hukum bagi para pihak.65
Perlindungan hak serta kewajiban yang didapatkan dari asas pacta sunt servanda merupakan hak mutlak bagi para pihak pelaku perjanjian. Para pihak wajib mendapatkan haknya ketika apa yang diperjanjikan telah sampai pada ketentuan yang telah diperjanjikan. Kewajiban para pihak dalam melaksanakan sebuah prestasi bersifat wajib sebelum ada ketentuan yang membuat perjanjian antara para pihak berubah sesuai kesepakatan para pihak. Perubahan perjanjian karena suatu hal tertentu tidak dapat dilakukan sepihak oleh salah satu pembuat perjanjian. Perubahan perjanjian secara sepihak akan menimbulkan wanprestasi dan kerugian terhadap perjanjian yang disepakati bersama oleh para pihaknya, perjanjian tersebut wajib berlangsung sesuai apa yang disepakati oleh kedua belah pihak dan perubahan karna suatu hal tertentu harus sesuai dengan pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata.66
Asas pacta sunt servanda merupakan sebuah asas yang berkaitan dengan kekuatan mengikat kontrak. Terdapat empat tahap perkembangan pemikiran mengenai kekuatan mengikatnya kontrak, yaitu :67
1) Tahap pertama, disebut dengan contracts re. Tahapan ini didasarkan pada pendapat bahwa kekuatan mengikat kontrak ditekankan pada penyerahan barang bukan pada janji. Contracts re atau obligationees re meliputi :
65 Nury, Op.Cit, hlm. 1048.
66 Ibid, hlm. 1049.
67 Xxxx Xxxxx, Op.Cit, hlm. 108.
a) Mutuum, meminjamkan barang untuk dikonsumsi.
b) Commodatum, meminjamkan barang untuk dipakai.
c) Depositium, menyerahkan barang untuk dijaga tanpa imbalan dan dikembalikan sesuai permintaan pihak yang menyerahkan barang.
d) Pignus, menyerahkan barang sebagai jaminan untuk melaksanakan sebuah kewajiban.
2) Tahap kedua, disebut dengan contracts verbis. Tahapan ini didasarkan pada pendapat bahwa kekuatan mengikat kontrak digantungkan pada kata-kata (verbis) yang diucapkannya. Contracts verbis atau obligations verbis ini meliputi :
a) Stipulation, yaitu interaksi kata-kata dari dua orang atau lebih yang berupa pertanyaan dan jawaban.
b) Diction dotis (dotis dictio), yaitu pernyataan sungguh-sungguh (solemn declaration) yang melahirkan semacam tanda pengikat/mahar (dowry).
c) Votum, yaitu janji dibawah sumpah kepada Tuhan.
3) Tahap ketiga, disebut dengan contracts litteris. Tahapan ini didasarkan pada pendapat bahwa kekuatan mengikat kontrak terletak pada bentuknya yang tertulis. Contracts litteris atau obligations litteris litteris meliputi:
a) Expensilatio, yaitu suatu bentuk pemberitahuan yang dicatat dalam buku kreditor, atas dasar catatan tersebut debitor terikat untuk membayar.
b) Synographae atau Chiographae, yaitu kewajiban yang ditulis secara khusus yang dipinjam dari kebiasaan bangsa Yunani dan tidak dapat ditemukan dalam kebiasaan masyarakat Roma.
4) Tahap keempat, disebut dengan contracts consensus. Tahapan ini didasarkan pada pendapat bahwa kekuatan mengikat kontrak karena adanya kesepakatan atau konsensus oleh para pihak. Terdapat empat bentuk kontrak jenis ini, yaitu:
a) Emptio Venditio, yaitu kontrak jual beli;
b) Location Conductio, yaitu kontrak yang membolehkan penggunaan atau penyewaan barang atau jasa;
c) Societas, yaitu kontrak kerjasama atau partnership;
d) Mandatum, yaitu suatu mandate pelayanan yang dilakukan untuk orang lain.
c. Asas Konsensualisme
Kontrak atau perjanjian harus didasarkan pada konsensus atau kesepakatan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan asas konsensualisme, perjanjian dapat dikatakan telah lahir jika terdapat kata sepakat atau persesuaian kehendak diantara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Tidak ada kata sepakat, tidak ada kontrak (no consent no contract). Berdasarkan asas konsensualisme, dianut paham bahwa sumber kewajiban kontraktual adalah bertemunya kehendak (convergence of wills) atau consensus para pihak yang membuat kontrak.68
68 Ridwan, Hukum Kontrak, Op.Cit, hlm. 90.
Xxxx konsensualisme mempunyai arti yang terpenting, bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus. Untuk terjadinya sebuah persetujuan pada umumnya persesuaian kehendak yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu dalam sebuah kontrak yang sah menurut hukum. Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Sebagaimana dalam pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak.69
Xxxx konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan kebebasan bekontrak dan asas kekuatan mengikat sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan perjanjian tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang- undang. Perjanjian yang dibuat itu pada umumnya bukan secara formil tetapi konsensual, artinya perjanjian itu selera karena persesuaian kehendak atau konsensus semata-mata. Xxxx konsensualisme sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, menyatakan bahwa perxxxxxan telah lahir cukup dengan adanya kata sepakat.70
d. Asas Itikad Baik
Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menyebutkan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik dalam kontrak dibedakan antara
69 Xxxx, Op.Cit, hlm. 116.
70 Xxxx Xxxxx, Op.Cit, hlm. 106.
itikad baik pra kontrak (precontractual good faith) dan itikad baik pelaksanaan kontrak (good faith on contract performance). Itikad baik didalam fase prakontrak disebut sebagai itikad baik subjektif. Sedangkan itikad baik dalam fase pelaksanaan kontrak disebut itikad baik objektif. Itikad baik prakontrak adalah itikad yang harus ada pada saat para pihak melakukan negosiasi. Itikad baik prakontrak ini bermakna kejujuran (homesty). Itikad baik ini disebut itikad baik yang bersifat subjektif, karena didasarkan pada kejujuran para pihak yang melakukan negosiasi.71
Sedangkan itikad baik pelaksanaan kontrak yang disebut sebagai itikad baik objektif mengacu kepada isi perjanjian. Isi perjanjian harus rasional dan patut. Isi kontrak tersebut ialah kewajiban dan hak para pihak yang mengadakan kontrak, kewajiban dan hak tersebut harus rasional dan patut. Itikad baik pelaksanaan kontrak juga dapat bermakna melaksanakan secara rasional dan patut.72 Itikad baik memiliki fungsi utama, yaitu:73
1) Fungsi yang mengajarkan bahwa kontrak harus ditafsirkan menurut itikad baik, artinya kontrak harus ditafsirkan secara patut dan wajar (fair).
2) Fungsi menambah dan melengkapi (aanvullende werking van de goede trouw), artinya itikad baik dapat menambah isi atau kata-kata perjanjian apabila terdapat hak dan kewajiban yang timbul antara para pihak tidak secara tegas dinyatakan dalam kontrak.
71 Ridwan, Hukum Kontrak, Op.Cit, hlm. 92.
72 Ibid.
73 Xxxx Xxxxx, Op.Cit, hlm. 122.
3) Fungsi membatasi atau meniadakan (beperkende en derogerende weking van de geode trouw), artinya fungsi ini hanya dapat diterapkan apabila terdapat alasan-alasan yang sangat penting (alleen in spreekende gevallen).
Namun menurut Xxxxxx Xxxxxxxxx, itikad baik memiliki tiga fungsi yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Penafsiran kontrak harus didasarkan pada itikad baik. Asas itikad baik memegang peranan penting dalam penafsiran kontrak. Jika kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, maka setiap isi kontrak harus ditafsirkan secara fair atau patut.74
2) Fungsi itikad baik yang menambah. Itikad baik dapat menambah isi suatu perjanjian tertentu dan juga dapat menambah kata-kata ketentuan undang- undang mengenai isi perjanjian tersebut. fungsi ini dapat diterapkan apabila terdapat hak dan kewajiban yang timbul diantara para pihak secara tegas dinyatakan dalam kontrak.75
3) Fungsi itikad baik yang membatas dan meniadakan. Suatu perjanjian tertentu atau syarat tertentu dalam kontrak atau ketentuan undang-undang mengenai kontrak itu dapat dikesampingkan, jika sejak dibuatnya kontrak tersebut keadaan telah berubah, sehingga pelaksanaan kontrak itu menimbulkan ketidakadilan. Dengan keadaan yang demikian itu, kewajiban kontraktual dapat dibatasi bahwkan ditiadakan seluruhnya atas dasar itikad baik.76
74 Ridwan, Hukum Kontrak, Op.Cit, hlm. 144.
75 Ibid, hlm. 146.
76 Ibid, hlm. 147.
Pada dasarnya asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas itikad baik serta asas proporsionalitas mempunyai daya kerja menjangkau kontrak yang bersangkutan. Sebagai suatu sistem, pada prinsipnya para pihak bebas membuat kontrak, menentukan isi dan bentuknya, serta melangsungkan proses pertukaran hak dan kewajiban sesuai kesepakatan masing-masing secara proporsional. Dalam hubungan antara asas-asas hukum kontrak, kedudukan asas proporsionalitas adalah asas pokok yang mandiri dan berdiri setara dengan asas-asas pokok hukum kontrak yang lain.77
e. Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian ini diatur dalam Pasal 1340 KUH Perdata, sebagaimana berbunyi :
“Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak pihak ketiga; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya”
Pasal ini menyebutkan, overeenkonmsten zijn xxxxxx xxx xxxxxx tussclien de handelende partijen (perjanjian hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya). Dengan demikian asas personalitas bermakna bahwa kontrak atau perjanjian hanya berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya. Penyimpangan dari asas personalitas tergambar dari isi Pasal 1317 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, jika suatu perjanjian yang dibuat untuk diri
77 Ibid, hlm. 126.
sendiri atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat semacam itu. Berdasarkan ketentuan ini pihak-pihak yang membuat perjanjian dapat memperjanjikan bahwa perjanjian tersebut juga berlaku terhadap pihak ketiga. Kontrak semacam ini disebut sebagai derdenbeding.78
Xxxxx bagi kepentingan pihak ketiga merupakan suatu janji yang oleh para pihak dituangkan dalam satu perjanjian yang isinya menentukan bahwa pihak ketiga akan mendapatkan hak atas suatu prestasi. Di dalam perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga ini terdapat pihak-pihak. Pertama, seseorang yang meminta untuk diperjanjikan baik untuk sendiri maupun untuk pihak ketiga. Pihak ini disebut stipulator. Kedua, pihak yang menjanjikan sesuatu untuk pihak ketiga. Pihak ini disebut promisor. Selanjutnya ketiga, pihak ketiga yang mendapatkan hak dari stipulator terhadap promisor.79
f. Asas Proporsionalitas
Xxxx proporsionalitas saling bersinggungan dengan asas lain dalam menjalankan atau membuat sebuah kontrak. Pada prinsipnya kontrak terdiri dari satu atau serangkaian janji yang dibuat para pihak dalam kontrak. Esensi dari kontrak itu sendiri adalah kesepakatan (agreement). Bab II Buku III KUHPerdata Indonesia menyamakan kontrak dengan perjanjian. Hal terssebut secara jelas terlihat dalam judul Bab II Buku III KUHPerdata, yakni “Van
78 Ibid, hlm. 93.
79 Ibid, hlm. 94.
verbintenissen die uit contract of overeenkomst (Perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Perjanjian).80
Makna asas proporsionalitas dapat dirunut dari asal kata “proporsi” (proportion - Inggris; proportie - Belanda) yang berarti perbandingan, perimbangan, sedang “proporsional” (proportional - Inggris; proportioneel - Belanda) berarti sesuai dengan proporsi, sebanding, seimbang, berimbang. Untuk menemukan karakteristik serta makna ’keseimbangan’ dan ’proporsionalitas’ dilakukan eksplorasi dan elaborasi beberapa kamus yang relevan.81 Penggunaan asas proporsional dalam wilayah hukum kontrak bertujuan memberikan kepada para pihak sesuai bagian atau proporsinya. Proporsionalitas mengutamakan pertukaran hak tersebut adalah memberikan jaminan bahwa perbedaan kepentingan di antara para pihak akan diselesaikan secara proporsional.82
Mekanisme penyelesaian asas proporsionalitas telah diatur melalui pembagian beban kewajiban dan reward hak secara proporsional. Keadilan yang ingin diberikan proporsionalitas dalam berkontrak tersebut beranjak dari makna filosofis keadilan yang terkenal, justice consists in treating equals equally and unequals unequally, in proportion to their inequality (keadilan
80 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak Indonesia (Dalam Persepektif Perbandingan),
Yogyakarta, UII Press, 2014, hlm. 58.
81 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Asas Proporsionalitas Sebagai Landasan Pertukaran Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Komersial, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 5, No. 3, 2016, hlm. 454 (447-466)
82 Xxxx Xxxxxxx, Asas Proporsionalitas Sebagai Moderasi Pandangan Hukum Diametral Kajian Putusan Nomor 0156/Pdt.P/2013/PA.JS, Jurnal Yudisial Vol.11, No.3, 2018, hlm. 313. (307- 325)
merupakan tindakan yang memperlakukan hal yang sama secara sama dan hal yang tidak sama secara tidak sama berdasarkan proporsinya).83
Namun pengertian asas proporsionalitas masih belum utuh dan padu.
Hal tersebut dapat ditelusuri melalui:84
1) Makna leksikal yang menyamakan antara makna proporsionalitas dengan keseimbangan, sebaliknya ada juga yang membedakannya. Namun, pembedaan terhadap kedua istilah tersebut belum secara tegas;
2) Keseimbangan seringkali diartikan sebagai kesamaan, sebanding dalam jumlah, ukuran atau posisi. Dalam perspektif kontrak, asas keseimbangan diberikan penekanan pada posisi tawar para pihak yang mengakibatkan kontrak tersebut menjadi tidak seimbangdan membuka peluang intervensi penguasa untuk dapat menyeimbangkannya;
3) Proporsionalitas (asas proporsionalitas) seringkali sekedar dipahami dalam konteks hukum pembuktian, meskipun pada dasarnya asas proporsionalitas harus dimaknai sebagai pembagian hak dan kewajiban menurut proporsi yang meliputi segenap aspek kontraktual secara keseluruhan.
Pada dasarnya, asas proporsionalitas merupakan perwujudan doktrin “keadilan berkontrak” yang mengoreksi dominasi asas kebebasan berkontrak yang dalam beberapa hal justru menimbulkan ketidakadilan. Perwujudan keadilan berkontrak ditentukan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan
83 Ibid.
84 Agus, Hukum Perjanjian, Op.Cit, hlm. 65.
prosedural sebagaimana kontrak ini menitikberatkan pada sebuah persoalan kebebasan kehendak dalam suatu kontrak. Pendekatan kedua yaitu pendekatan substantif yang menekan kandungan atau substansi serta pelaksanaan kontrak. Dalam pendekatan substanstif perlu diperhatikan adanya kepentingan yang berbeda.85
Berdasarkan moralitas pertimbangan tersebut, maka asas proporsionalitas bermakna sebagai “asas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya”. Asas proprosionlaitas memberikan pengandaian bahwa pembagian hak dan kewajiban diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik dari fase pra kontraktual, pembentukan kontrak maupun pelaksanan kontrak. Asas proporsional sangat berorientasi pada konteks hubungan dan kepentingan para pihak (menjaga kelangsungan hubungan.86
Terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk menemukan asas proporsionalitas dalam suatu kontrak, sebagai berikut:87
1) Kontrak yang bersubstansi asas proporsionalitas merupakan kontrak yang memberikan pengakuan terhadap hak, peluang dan kesempatan yang sama kepada para kontraktan untuk menentukan pertukaran yang adil bagi para pihaknya. Kesamaan bukan dalam arti “kesamaan hasil” melainkan pada posisi para pihak yang mengandaikan “kesetaraan kedudukan dan hak (equitability)”;
85 Ibid, hlm. 73.
86 Ibid, hlm. 73.
87 Ibid, hlm. 74.
2) Berlandasarkan pada kesamaan/kesetaraan hak tersebut, maka kontrak yang bersubstansi asas proporsionalitas adalah kontrak yang mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara proporsional bagi para pihak.
Ukuran proporsionalitas pertukaran hak dan kewajiban didasarkan pada nilai-nilai kesetaraan (equitability), kebebasan, distribusi-proporsional, tentunya juga tidak dapat dilepaskan dari asas atau prinip kecermatan (zorgvuldigheid), kelayakan (redelijkheid; reasonableness) dan kepatutan (billijkheid; equity). Untuk menemukan asas proporsionalitas dalam kontrak dengan menggunakan kriteria atau ukuran nilai-nilai tersebut diatas, hendaknya tidak diartikan akan diperoleh hasil temuan berupa angka-angka matematis. Asas proporsionalitas tidak mempermasalahn keseimbangan (kesamaan) hasil secara matematis, namun lebih menekankan proporsi pembagian hak dan kewajiban di antara para pihak yang berlangsung secara layak dan patut (fair dan reasonableness).88
Terdapat beberapa fungsi kontrak komersial yang mempunyai karakteristik pertukaran kepentingan melibatkan pelaku bisnis (business people and companies), yaitu : 89
1) Kontrak menjamin harapan yang saling diperjanjikan di antara para pihak akan terpenuhi, atau akan tetap ada kompensasi yang dibayarkan apabila terjadi wanprestasi;
88 Ibid, hlm. 75.
89 Ibid, hlm. 85.
2) Kontrak mempermudahkan rencana transaksi bisnis masa depan dari berbagai kemungkinan yang merugikan;
3) Kontrak menetapkan standar pelaksanan dan tanggung jawab para pihak;
4) Kontrak memungkinkan pengalokasian risiko bisnis secara lebih tepat (meminimalisir risiko bisnis para pihak);
5) Kontrak menyediakan sarana penyelesaian sengketa bagi para pihak;
Sedangkan, fungsi asas proporsionalitas menunjukkan pada karakter kegunaan yang operasional dan implementatif dengan tujuan mewujudkan apa yang dibutuhkan para pihak. Dengan begitu fungsi asas proporsionalitas, baik dalam proses pembentukan maupun pelaksanakaan kontrak komersial adalah:90
1) Tahap pra kontrak, asas proporsionalitas membuka peluang negosiasi bagi para pihak untuk melakukan pertukaran hak dan kewajiban secara fair. Oleh karena itu, tidak proporsional dan harus ditolak proses negosiasi dengan itikad buruk.;
2) Pembentukan kontrak, asas proporsional menjamin kesetaraan hak serta kebebasan dalam menentukan/mengatur proporsi hak dan kewajiban para pihak berlangsung secara fair;
3) Pelaksanaan kontrak, asas proporsional menjamin terwujudnya distribusi hak dan kewajiban menurut proprosi yang disepakati/dibebankan pada para pihak;
90 Ibid. hlm. 87.
4) Apabila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kontrak, maka harus dinilai secara proporsional apakah kegagalan tersebut bersifat fundamental sehingga dapat menggangu pelaksanaan sebagian besar kontrak atau sekedar hal-hal yang sederhana/kesalahan kecil. Oleh karena itu pengujian melalui asas proporsionalitas sangat menentukan dalil kegagalan pelaksanaan kontrak , agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh salah satu pihak dalam memanfaatkan klausul kegagagaln pelaksanaan kontrak, semata-mata demi keuntungan salah satu pihak dengan merugikan pihak lain;
5) Bahkan apabila terjadi sengketa kontrak, asas proporsionalitas menekankan bahwa proporsi beban pembuktian kepada para pihak harus dibagi menurut perimbangan yang fair.
B. Kajian tentang Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau berdasarkan undang undang lainnya.91 Pejabat umum yang dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1 UUJN harus dimaknai sebagai pejabat public yang berwenang untuk membuat akta otentik dan untuk melayani kepentingan masyarakat. Notaris sebagai pejabat publik, dalam pengertiannya
91 Pasal 1 Angka 1 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
mempunyai kewenangan dengan pengecualian. Dengan mengkategorikan notaris sebagai pejabat publik dalam hal ini publik yang bermakna hukum, bukan public sebagai khalayak umum.92
Notaris sebagai perjabat publik tidak berarti sama dengan pejabat publik dalam bidang pemerintahan yang dikategorikan sebagai badan atau pejabat tata usaha negara. Hal ini dapat dibedakan dari produk masing-masing pejabat publik tersebut. Notaris sebagai pejabat publik, menciptakan sebuah produk yang disebut akta otentik yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian. Notaris merupakan suatu jabatan publik mempunyai karakteristik yaitu :93
1) Sebagai Jabatan
UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan jabatan notaris itu artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur jabatan notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan notaris di Indonesia harus mengacu pada UUJN. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Undang-Undang yang mengatur jabatan notaris merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat kesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerja tetap.
2) Notaris Mempunyai Kewenangan Tertentu.
92 Xxxxx Xxxxxxx, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan dalam Kontrak,
Yogyakarta, FH UII Press, 2010, hlm. 38.
93 Ibid, hlm. 40.
Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian, jika seorang pejabat (notaris) melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar wewenang.94 Kewenangan seorang notaris diatur dalam Pasal 15 UUJN, sebagaimana pasal 15 ayat (1) berbunyi :
“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.”
Selain dari kewenangan tersebut, notaris juga berwenangan untuk melakukan beberapa perbuatan hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN yaitu :
1) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2) membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
3) membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
4) melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
94 Ibid, hlm. 41.
6) membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
7) membuat Akta risalah lelang.
Produk hukum yang dibuat oleh Notaris berdasarkan kewenangannya berupa akta notaris. Akta notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN.95 Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan tentang penggolongan akta otentik yaitu akta otentik yang dibuat oleh pejabat umum dan akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat umum.96 Akta yang dibuat oleh notaris dalam praktik kenotariatan disebut akta relaas (relaas acten) atau akta berita acara yang berisi berupa uraian notaris yang dilihat dan disaksikan notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak dilakukan dan dituangkan ke dalam bentuk akta notaris. Akta yang dibuat atau yang diceritakan dihadapan notaris, para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan dalam bentuk akta notaris.97
Sedangkan, partij acte merupakan akta yang dibuat dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan. Ciri khas dari akta ini adanya komparisi atas keterangan yang menyebutkan kewenangan para pihak dalam melakukan perbuatan hukum yang dimuat dalam akta. Perbedaan antara relaas dan partij akta ialah dalam akta pejabat, akta ini masih sah sebagai suatu alat pembuktian apabila ada satu atau lebih diantara
95 Pasal 1 angka 7 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
96 Herry, Op.Cit, hlm. 43.
97 Ibid, hln. 44.
penghadapnya tidak menandatangani, sepanjang Notaris menyebutkan sebab-sebab atau alasan pihak tidak menandatangani.98
Dalam akta para pihak akan menimbulkan akibat yang lain, sebab apabila dalam partij akta salah satu pihak tidak menandatangani aktanya, misalnya dalam perjanjian kerjasama dan sewa menyewa, maka tidak menandatanganinya salah satu pihak dapat diartikan bahwa ia tidak menyetujui perjanjian tersebut. Kecuali apabila tidak menandatangani itu didasarkan atas alasan yang kuat, terutama dalam bidang fisik umpamanya ia tidak pandai menulis tetapi menaruh cap jempol, atau karena tangannya sakit alasan seperti ini harus dicantumkan dengan jelas oleh Notaris dalam akta yang bersangkutan.99
Akta otentik sekurang-kurangnya mempunyai tiga fungsi yaitu :100
1) Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;
2) Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;
3) Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali apabila ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.
Selain dari fungsi yang dimiliki dari akta otentik, akta otentik juga memiliki 3 macam kekuatan pembuktian yaitu :
98 Xxxxxxxxxxxxxx & Xxxxx Xxxxx, Aspek Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta,
Bandung, Penerbit Mandar Maju, 2011, hlm. 109.
99 Ibid, hlm. 110.
100 Ibid, hlm. 115.
1) Kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendige Bewijskracht). Kemampuan lahiriah akta otentik merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik acta publica probant sesse ipsa jika dilihat dari luar atau lahirnya sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik sampai terbukti sebaliknya artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.101
2) Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht). Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedut yang sudah ditentukan dalam pembuktian akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul atau waktu menghadap, dan identitas dari para pihak yang menghadap comparanten, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris, demikian juga tempat dimana akta itu dibuat, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris pada akta pejabat/berita acara dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap pada akta pihak.102
101 Ibid, hlm. 116.
102 Ibid, hlm. 117.
3) Kekuatan pembuktian Material (materiele bewijskracht). Kekuatan pembuktian ini merupakan kepastian tentang materi suatu akta, karena apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak- pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapatkan hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya tegen bewijs keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat atau akta berita acara atau keterangan atau para pihak yang diberikan/disampaikan dihadapan Notaris akta pihak dan para pihak harus dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap notaris yang kemudian/keterangan dituangkan dan akta harus dinilai telah benar berkata.103
C. Kajian tentang Jual Beli Efek dalam Perspektif Hukum Islam
Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivatif dari Efek.104 Pengertian efek ini juga berlaku dalam penyelenggaraan pasar modal syariah, hanya saja efek tersebut harus menganut prinsip syariah. Pasar modal syariah merupakan pasar modal yang merupak prinsip syariah dalam kegiatan transaksinya dan terbatas dari hal-hal yang dilarang seperti riba, perjudian, spekulasi dan lain sebagainya.105 Ada
103 Ibid, hlm. 118.
104 Pasal 1 Angka 5 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
105 Fadilla, Pasar Modal Syariah dan Konvensional, Islamic Banking, Vol. 3, No. 2, 2018, hlm. 50.
5 (lima) jenis efek syariah yang dapat diperdagangkan dalam Pasar Modal Syariah, yaitu : 106
1. Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria berdasarkan fatwa DSN-MUI, dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa.
2. Obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayarpendapatan kepadapemegang obligasi syariah.
3. Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Reksa Dana SyariahAdalah suatuukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portofolio investasi suatu KIK Reksa Dana sSyariah.
4. Efek Beragun Aset (KIK EBA) syaria adalah efek yang diterbitkan ole kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya terdiri atas aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial5)Surat Berharga Komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
5. Surat berharga syariah lainnya.
Penyelenggaraan pasar modal syariah dapat dipersamakan dengan jual beli pada umumnya. Jual beli dalam islam dikenal dengan istilah al bai’ yang berarti
106 Ibid.
tukar-menukar atau murabahah yang selanjutnya disebut dengan jual-beli.107 Secara luas Al-bai’ yaitu mengambil sesuatu dan memberikan sesuatu dengan tujuan untuk akad atau menyerahkan sesuatu yang telah disepakati harganya. Para pihak dalam. Para pihak dalam al bai’ yaitu penjual al-musthari dan pembeli al- bay’, serta barang yang ditransaksiskan yaitu al mabi’. Selanjtunya, perjanjian jual beli islam harus memuat 3 (tiga) rukun, yaitu pernyataan kehendak atau sighat yang diikuti ijab (penawaran) dan qobul (penerimaan), adanya para pihak yakni penjual dan pembeli (al-‘aqidan), serta peook perjanjiannya berupa barang dan harga yang disebutkan secara jelas dalam perjanjian tersebut.108
Efek merupakan objek objek jual-beli di sektor jasa keuangan pasar modal. Sama halnya dalam penyelenggaraan SCF. Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utangm surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyeertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif efek.109 Derivatif efek yaitu turunan dari efek, baik efek yang bersifat utang maupun yang bersifat ekuitas seperti waran dan opsi.110 Waran adalah efek yang diterbitkan oleh perusahaan yang memberi hak kepada pemegang efek untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada suatu harga tertentu setelah 6 (enam) bulan atau lebih terhitung sejak efek dimaksud diterbitkan.111 Sedangkan Opsi
107 xxxx://xxxxxxxxxx.xxxxxxxxxx.xx.xx/0000/0/XXX_XX.xxx diakses terakhir tanggal 4 Mei 2022, 23.51 WIB.
108 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Perjanjian Jual Beli, FH UII Press, Yogyakarta, 2016, hlm. 6.
109 Xxxxxxx Xxxx, Pasar Modal Syariah & Praktik Pasar Modal Syariah, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 42.
110 Ibid.
111 Ibid.
adalah hak yang dimiliki oleh pihak agar mampu membeli atau menjual kepada pihak lain atas sejumlah efek pada harga dan dalam waktu tertentu.112
Saham yang juga merupakan salah satu instrumen yang diperdagangkan selain obligasi, dan instrumen turunannya.113 Menurut literatur fiqh saham diambil dari isitilah musahamah berasal dari kata sahm (stock) yang berarti saling memberikan saham atau suatu bagian.114 Sehingga saham merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang merepresentasi wujud penyertaan modal dalam perusahaan, sementara prinsip syariah berupa penyertaan modal saham dilakukan pada perusahaan yang tidak melanggar prinsip Syariah, perjudian, riba, bahkan hal lain yang diharamkan.115
Hal ini diatur secara lebih lanjut dalam Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Efek Syariah, Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13. tentang Penerbitan Efek Syariah, Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-Akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah,116 dan pengaturan mengenai Pasar Modal Syariah ada dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI No.40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar modal.
112 Ibid.
113 Xxxxxxxx Xxxxx, Xxxxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxx, Marissal Xxxxxx Xxxxx Fawzi, Islamic Transtraction Law In Business Dari Teori Ke Praktik, Bumi Aksara, Jakarta, 2011, hlm. 368.
114 Rahmania Timorita Yuliati, Direct Financial Market: Islamic Equity Market (Bursa Saham dalam Islam), Jurnal Al-Mawarid, Vol.XI, No.1, 2010, hlm. 21.
115 Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Sekolah Tinggi Imu Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2011, hlm. 290.
116 xxxxx://xxx.xxx.xx.xx/xx/xxxxx/xxxxxxx/Xxxxx/Xxxxx-Xxxxx-Xxxxxxx.xxxx diakses terakhir pada 29 Maret 2022, pukul 23.59 WIB
Perdagangan efek berupa saham dan ekuitas selain saham ini, sebagai alternatif sumber pendanaan dalam kegiatan muamalah117 menurut kaidah fiqh hukum dari kegiatan muamalah adalah mubah (boleh), asalkan tidak ada dalil yang jelas melarangnya.118 Larangan dalam kegiatan investasi Syariah adalah diantaranya adanya riba’, perjudian, dan spekulasi,119 sebab kegiatan tersebut dilarang dalam syariah.
Hal tersebut sejalan dengan Surat Al Baqarah ayat 188, yang berbunyi :
ن م اًقي ر
َف اوُلُكْ أَ تِل
مِ اَّك ح
ْلا ىَلِإ ا َهِب اوُلْدُ ت و
ل طاَبْلاِب
ْمُكَنْيَب مْ ُكَلا و
مْ َ أ اوُلُكْ أَ ت
لَ و
نو مُ َلْعَ ت ْمُ تْنَ أ و
مِ ْث ِلْْ اِب
لا و
س
مْ َ أ
اَّنلا
Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
QS Ar-Rum: 39 juga menjelaskan mengenai jual-beli mengandung riba,
117 Xxxxxxx Xxxx, Op.Cit., hlm. 85.
118 xxxxx://xxxxxxx.xxx/xxxxx/xxx-xxx/xxxxxxx-0 diakses terakhir pada 29 Maret 2022, pukul
24.07 WIB
119 Mardani, Hukum Bisnis Syariah, Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, hlm. 179.
Artinya : Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia maka riba tidak menambah pada sisi Allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapau keridhoan Allah, maka (yang telah berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).120
Di Indonesia prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk syariah ataupun non syariah, melainkan berupa saham yang memenuhi prinsip syariah yang terdapat pada Jakarta Islamic Index (JII). Pada JII ini hanya mewadahi 30 (tiga puluh) saham terbaik yang telah sesuai syariat islam termasuk pada perkembangannya masih ada saham yang dapat dikategorikan sebagai saham yang sesuai syariat islam. 121 Maka saham-saham yang masuk pada penjualan indeks saham syariah adalah emiten yang usahanya tidak bertentangan dengan syariat islam seperti judi (maysir) dan permainan yang tergolong judi, usaha perbankan konvensional yang mengandung ribawi, usaha yang memperjual-belikan barang haram, dan usaha untuk memproduksi/mendistirbusi bahkan menyediakan barang atau jasa yang merusak moral (bersifat mudarat).122
Dewan Syariah Nasional (DSN) suatu lembaga di bawah MUI (Majelis Ulama Indonesia), telah menentukan kriteria produk-produk investasi sesuai ajaran Islam, antara lain : 123
WIB,
120 xxxxx://xxxxxxx.xxx/00-xx-xxx/xxxx-00 diakses terakhir tanggal 28 Maret 2022, pukul 13.34
121 Ibid.
122 xxxxx://xxxxxxx.xxx/00-xx-xxx/xxxx-00, Loc. Cit..
123 Fadilla, Op.Cit, hlm. 51.
1. Jenis usaha, produk barang dan jasa diberikan serta capa pengelolaan perusahaan emiten tidak bertentangan dengan prinsip syariah seperti usaha perjudian atau permaianan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
2. Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian tidak boleh mengandung unsur gharar, riba, naisir, risywah, maksiat dan kezaliman.
BAB III
PROPORSIONALITAS PERJANJIAN PENERBIT DAN PENYELENGGARA SECURITIES CROWDFUNDING
A. Proporsionalitas Perjanjian Penerbit dan Penyelenggara Securities Crowdfunding
Securities Crowdfunding pada mulanya diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding) (selanjutnya disebut sebagai POJK ECF). Namun, hadirnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (selanjutnya disebut sebagai POJK SCF) mengakibatkan POJK ECF dicabut dan tidak berlaku lagi. Hal ini disebabkan terjadinya perluasan objek dalam penawaran melalui crowdfunding tersebut. Sebagaimana dalam POJK ECF diatur mengenai layanan penawaran saham, sedangkan dalam POJK SCF mengatur mengenai penawaran efek melalui layanan urun dana.
POJK SCF juga mengatur mengenai pengertian efek sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1 Angka 5 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sebagaimana diatur dalam Pasal 28 POJK SCF bahwa efek yang dapat ditawarkan melalui Layanan Urun Dana meliputi efek bersifat ekuitas, efek bersifat utang atau sukuk. POJK SCF mengatur mengenai adanya sebuah proyek yang menjadi dasar penerbitan efek. Proyek adalah kegiatan atau pekerjaan yang
menghasilkan barang, jasa, dan/atau manfaat lain, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, termasuk kegiatan investasi yang telah ditentukan yang akan menjadi dasar penerbitan atas Efek bersifat utang atau sukuk.124 Berbeda dengan POJK ECF tidak mengatur hal tersebut, mengingat bahwa objek dalam layanan urun dana tersebut merupakan efek bersifat penyertaan bukan bersifat utang sehingga tidak dibutuhkan proyek bagi penerbit dalam menjual sahamnya dalam ECF. Proyek tersebut wajib ditelaah oleh penyelenggara terhadap legalitasnya yang menjadi dasar penerbitan efek bersifat utang atau sukuk melalui securities crowdfunding.125
Penawaran efek melalui layanan urun dana atau securities crowdfunding ini dapat didefinisikan sebagai suatu platform digital yang berfungsi sebagai wadah pengumpulan dan distribusi dana dari pemilik dana kepada mereka yang membutuhkan.126 Secara umum, crowdfunding diartikan sebagai suatu kegiatan menginformasikan sebuah proyek atau kegiatan usaha melalui teknologi informasi oleh pihak yang membutuhkan dana untuk mendapatkan dana dengan jumlah besar.127 Selain itu, crowdfunding digolongkan menjadi 2 berdasarkan tujuannya yaitu Community Crowdfunding dan Investment Crowdfunding or Financial Return Crowdfunding. Investment crowdfunding bertujuan untuk mendapatkan
124 Pasal 1 Angka 9 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
125 Pasal 18 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
126 Rafi, xx.xx, Optimalisasi Pengaturan Layanan Urun Dana (Crowdfunding) Berbasis Teknologi Informasi Sebagai Solusi Permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Masa Pendemi Covid-19, Lex Renaissan, Vol. 6, No. 4, 2021, hlm. 735.
127 Xxxxx & Nadhlotul, Legal Protection For Investors in Crowdfunding Services Through Information Technology Offers (Equity Crowdfunding), Syiah Kuala Law Journal, Vol. 4, No. 2, 2020, hlm. 158.
keuntungan. Salah satu unsur utama dalam investment crowdfunding ialah merupakan bagian dari financial technology. Sebagaiamana ketentuan mengenai financial techonolgy diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Finansial Teknologi.128
Pada dasarnya crowdfunding adalah sebuah platform yang mempertemukan dengan public yang akan menyediakan dana. Terdapat 3 komponan utama dalam crowdfunding yaitu inisiator atau pihak yang membutuhkan dana, situs web platform atau penyelenggara dan investor atau pemilik dana yang akan disalurkan kepada inisiator.129
Xxxxxxxxxxx crowdfunding dapat dikatakan salah satu alternatif permodalan yang sedang tumbuh berkembang di Indonesia, sehingga tidak heran jika masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang familiar dengan istilah tersebut, sehingga cenderung masih sulit untuk menarik penerbit bahkan pemodal kedalamnya.130 Penyelenggaraan layanan urun dana ini melibatkan 3 pihak utama didalamnya yaitu penyelenggara, penerbit dan pemodal. Penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Urun Dana.131 Penerbit adalah badan usaha Indonesia baik yang berbentuk badan hukum maupun badan usaha lainnya yang menerbitkan Efek melalui
128 Ibid, hlm. 162.
129 Ibid, hlm. 161.
130 Zenaya & Dona, Tantangan dan Hambatan Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan Equity Crowdfunding, Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS, Vol. 7, No. 2, 2019, hlm. 309.
131 Pasal 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
Layanan Urun Dana.132 Pemodal adalah pihak yang melakukan pembelian Efek Penerbit melalui Layanan Urun Dana.133
Crowdfunding secara sekilas memiliki beberapa persamaan dengan proses penawaran umum atau Initial Public Offering (IPO) di pasar modal. Namun, keduanya memiliki beberapa perbedaan yang cukup signifikan yang berpengaruh dengan permodalan UMKM. Perbedaan tersebut mencakup aspek persyaratan dan biaya pendaftaran (listing), orientasi pasar sekunder, serta orientasi dan kemudahan pemodal. Persyaratan dan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan IPO jauh melampaui kemampuan sebagian besar UMKM. Dalam proses IPO, pelaku usaha diharuskan mengeluarkan biaya-biaya seperti biaya jasa akuntan publik, penasihat hukum, notaris, underwriter, appraisal saham, penitipan saham, pencetakan prospektus, dan lain-lain.134
Partisipan pasar sekunder pasar modal cenderung berorientasi pada jual beli saham (trading) demi mendapatkan keuntungan (capital gain). Untuk itu, perusahaan seolah dipaksa untuk berusaha meningkatkan nilai perusahaannya untuk menarik pemodal. Hal tersebut didukung dengan banyaknya jumlah efek yang ditawarkan sehingga pasar sekunder dalam pasar modal lebih likuid. Sedangkan, efek yang ditawarkan dalam securities crowdfunding tidak sebanyak dalam pasar modal dan mengakibatkan pasar sekunder crowdfunding hanya dapat dilakukan maksimal 2 kali dalam 1 tahun. Hal ini sejalan dengan hakikat
132 Pasal 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
133 Pasal 8 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
134 Rafi, Op.Cit, hlm. 736.
crowdfunding, yaitu untuk membantu pelaku usaha berkembang dan berinovasi. Dengan demikian, UMKM dapat lebih fokus menjalankan usahanya dibanding harus fokus pada fluktuasi efek yang ditawarkan.135
Penyelenggara layanan urun dana harus berbentuk badan hukum Indonesia baik itu perseroan terbatas ataupun koperasi.136 Penyelenggara berbentuk badan hukum perseroan terbatas dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia maupun badan hukum Indonesia atau warga negara asing dan/atau badan hukum asing. Kepemilikan saham penyelenggara oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing baik secara langsung maupun tidak langsung paling banyak 49%.137 Sedangkan penyelenggara dengan badan hukum berbentuk koperasi hanya terbatas pada jenis koperasi jasa.138
Dalam menyelenggarakan layanan urun dana, penyelenggara wajib melakukan perjanjian paling sedikit :139
1. Perjanjian penyelenggaraan layanan urun dana dengan penerbit;
2. Selaku kuasa pemodal, perjanjian penerbitan efek bersifat utang atau sukuk dengan penerbit; dan
3. Perjanjian penyelenggaraan layanan urun dana dengan pemodal.
Perjanjian penyelenggaraan layanan urun dana yang dilakukan antara penyelenggara dan penerbit harus dituangkan dalam bentuk akta. Akta dimaksud
135 Ibid, hlm. 737.
136 Pasal 8 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
137 Pasal 9 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
138 Pasal 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
139 Pasal 61 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
dapat berbentuk akta notaris. Selain itu, akta tersebut dapat berbentuk dokumen elektronik.140 Ketentuan mengenai isi dari akta tersebut telah dituangkan dalam ketentuan POJK SCF. Sebagaimana disebutkan bahwa perjanjian tersebut wajib memuat paling sedikit :141
1. nomor perjanjian;
2. tanggal perjanjian;
3. identitas para pihak;
4. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak;
5. jangka waktu atau pengakhiran perjanjian;
6. jumlah dana yang akan dihimpun dan efek yang ditawarkan;
7. jumlah minimum dana yang akan dihimpun dan efek yang akan ditawarkan;
8. jumlah minimum dana, jika menetapkan jumlah minimum dana yang harus diperoleh;
9. besarnya komisi dan biaya;
10. ketentuan mengenai denda;
11. mekanisme penyelesaian sengketa; dan
12. mekanisme penyelesaian dalam hal penyelenggara tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya.
Apabila penerbit melakukan penerbitan efek bersifat ekuitas berupa saham, maka perjanjian sebagaimana dimaksud diatas harus membuat larangan bagi penerbit untuk menawarkan efek bersifat ekuitas berupa saham pada penyelenggara
140 Pasal 62 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
141 Pasal 62 ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
Layanan Urun Dana lain.142 Sedangkan untuk penerbitan efek bersifat utang atau sukuk, dalam perjanjian wajib memuat paling sedikit :143
1. hak dan kewajiban penyelenggara selaku kuasa pemodal;
2. jumlah pokok dan/atau nilai pokok, jatuh tempo, dan bunga, besaran nisbah bagi hasil, margin, atau imbal jasa;
3. jaminan, jika terdapat jaminan;
4. kegagalan penerbit dan memenuhi kewajiban terkait dengan aspek kesyariahan, jika menerbitkan sukuk;
5. pembelian kembali efek bersifat utang atau sukuk;
6. penggunaan dana;
7. keadaan lalai penerbit;
8. ketentuan mengenai penawaran bertahap jika penawaran efek bersifat utang atau sukuk dilakukan secara bertahap; dan
9. larangan bagi penerbit untuk melakukan penawaran efek bersifat utang atau sukuk baru sebelum penerbit memenuhi seluruh kewajibannya berdasarkan penghimpunan dana melalui layanan urun dana yang telah dilakukan sebelumnya, kecuali penawaran efek bersifat utang atau sukuk dilakukan secara bertahap.
Hak dan kewajiban penyelenggara selaku kuasa pemodal sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut diatas, antara lain adalah :144
142 Pasal 62 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
143 Pasal 62 ayat (6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
144 Penjelasan Pasal 62 ayat (6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
1. mengawaasi, melakukan inspeksi, dan mengadministrasikan harta yang menjadi jaminan bagi pembayaran kewajiban kepada pemegang efek bersifat utang atau sukuk, jika terdapat harta yang menjadi jaminan bagi pembayaran kewajiban kepada pemegang efek bersifat utang atau sukuk, dan
2. memantau pembayaran yang dilakukan oleh penerbit kepada pemegang efek bersifat utang atau sukuk.
Keseluruhan perjanjian yang harus dipenuhi penebit dan pemodal memiliki ketentuan tersendiri yang wajib dipenuhi. Terutama perjanjian bagi penerbit yang menerbitkan sukuk atau efek bersifat utang, terdapat beberapa ketentuan yang wajib termuat didalamnya. Namun ketentuan yang wajib termuat tersebut tidak menggambarkan adanya keseimbangan bagi penerbit dan penyelenggara dalam melaksanakan perjanjian tersebut. Walaupun tidak keseluruhan isi perjanjian tersebut menyudutkan salah satu pihak, namun ketidakseimbangan yang terbentuk dari isi perjanjian tersebut dapat menghadirkan beberapa implikasi.
Klausula perjanjian yang tidak menggambarkan adanya keseimbangan tersebut salah ialah :
Pertama, hak dan kewajiban penyelenggara selaku kuasa pemodal. Hak dan kewajiban penyelenggara selaku kuasa pemodal, antara lain adalah :145
1. mengawasi, melakukan inspeksi, dan mengadministrasikan harta yang menjadi jaminan bagi pembayaran kewajiban kepada pemegang efek bersifat
145 Penjelasan Pasal 62 ayat (6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
utang atau sukuk, jika terdapat harta yang menjadi jaminan bagi pembayaran kewajiban kepada pemegang efek bersifat utang atau sukuk, dan
2. memantau pembayaran yang dilakukan oleh penerbit kepada pemegang efek bersifat utang atau sukuk.
Kedua, keadaan lalai penerbit. Keadaan lalai penerbit sama halnya dengan wanprestasi yang dilakukan oleh penerbit. Wanprestasi dalam Bahasa Belanda “wanprestatie”, yang artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.146 Wanprestasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut :
“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”
Perlu untuk dipahami, bahwa ketentuan pasal 1238 KUH Perdata bersifat hukum yang menambah, sehingga para pihak dalam perjanjian dapat menetapkan bahwa tanpa pernyataan lalai, dengan lewatnya waktu tertentu saja debitur sudah dianggap lalai. Hal ini tampak dari kata-kata “atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menyatakan, bahwa si berutang aku harus dinyatakan lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.147 Sama halnya dengan keadaan lalai penerbit yang diatur dalam perjanjian antara penerbit dan penyelenggara, tidak diharuskan
146 Xxxxx Xxxxxxx, Wujud Ganti Rugi Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata,
Jurnal Sasi, Vol. 16, No. 4, 2010, hlm. 59.
147 J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Bandung, Penerbit Alumni, 1992, hlm. 121.
menggunakan penyataan lalai jika dalam perjanjian atau perikatan sudah diatur sedemikian rupa.
Apabila debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dapat dikatakan bahwa debitur wanprestasi. Terdapat 3 (tiga) wujud wanprestasi yaitu debitur sama sekali tidak berprestasi, debitur keliru berprestasi dan debitur terlambat berprestasi. Debitur sama sekali tidak berprestasi, dalam hal ini disebabkan karena memang debitur tidak mau berprestasi atau bisa juga disebabkan karena memang kreditur objektif tidak mungkin berprestasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi.148 Debitur keliru berprestasi suatu keadaan dimana debitur berfikir telah memberikan prestasinya, tetapi dalam kenyataannya yang diterima kreditur lain daripada diperjanjikan. Oleh karena itu dalam hal ini termasuk “penyerahan yang tidak sebagaimana mestinya”, dalam arti tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.149
Sedangkan debitur yang terlambat berprestasi merupakan sebuah keadaan debitur berprestasi, objek prestasinya betul tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Sebagaimana sudah disebutkan diatas, debitur digolongkan dalam kelompok terlambat berprestasi apabila objek prestasinya masih berguna bagi kreditur. Orang yang terlambat berprestasi dikatakan dalam keadaan lalai atau mora.150 Apabila debitur tidak memenuhi perikatannya (wanprestasi) ataupun pada perikatan-perikatan dimana pernyataan lalai tidak disampaikan kepada debitur,
148 Ibid, hlm.122.
149 Ibid, hlm. 128.
150 Ibid, hlm. 133.
tetapi tidak disampaikan kepada debitur, tetapi tidak diindahkannya maka debitur, maka debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan. Hak hak kreditur adalah sebagai berikut :151
1. Hak menuntut pemenuhan perikatan (nakomen);
2. Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila itu bersifat timbal balik, menuntut pembatalan perikatan (ontbinding);
3. Hak menuntut ganti rugi (schade vergoeding);
4. Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi;
5. Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.
Pada dasarnya dalam sebuah perikatan atau perjanjian para pihak memiliki kedudukan yang sama. Kedua belah pihak dapat menjadi debitur dan juga kreditur tergantung dari prestasi yang dimaksud dalam perikatan. Seperti halnya perjanjian penerbit dan penyelenggara, dalam hal penerbit melakukan penerbitan efek bersifat utang atau sukuk sebagaimana isi perjanjiannya telah disebutkan diatas. Klausula yang terdapat didalam perjanjian tersebut memuat prestasi yang harus dipenuhi oleh penerbit dan penyelenggara. Klausula hak dan kewajiban penyelenggara selaku kuasa pemodal, mengartikan bahwa penyelenggara berkedudukan sebagai debitur apabila berkaitan dengan kewajibannya tersebut. Sedangkan, hak yang harus diterima penyelenggara atau dalam hal ini kewajiban penerbit yang menjadi hak penyelenggara, mengartikan bahwa penyelenggara berkedudukan sebagai seorang kreditur.
151 Sedoyo Prayogo, Penerapan Batas-Batas Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Perjanjian, Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol. 3, No. 2, 2016, hlm. 284.
Hal tersebut juga berlaku sebagai penerbit berkaitan dengan kedudukan yang dimilikinya tergantung pada bentuk prestasi yang harus dipenuhinya. Dalam hal hak penyelenggara selaku kuasa pemodal, menjadikan kedudukan penerbit sebagai debitur yang harus memenuhi kewajibannya dan menjadi hak penyelenggara. Sedangkan, kewajiban yang dilakukan oleh penyelenggara merupakan hak seorang penerbit dan memposisikannya sebagai kreditur atas hak tersebut. Hal ini mengartikan bahwa kedua pihak dapat menjadi debitur sekaligus kreditur bergantung pada prestasi yang dipenuhinya.
Namun, pasal 63 ayat (6) POJK SCF juga memuat perihal keadaan lalai penerbit. Sebuah pertanyaan baru muncul jika klausula yang diatur hanya berkaitan dengan keadaan lalai penerbit, tidak dengan keadaan lalai penyelenggara. Padahal, keduanya memiliki kewajiban masing-masing sebagai debitur dan sangat memungkinkan untuk terjerumus dalam keadaan lalai ataupun wanprestasi. Untuk itu, perjanjian yang dibuat oleh penyelenggara dan penerbit harus berkaitan dengan keseimbangan dalam berkontrak (asas keseimbangan).
Secara umum asas keseimbangan memiliki makna sebagai keseimbangan posisi para pihak yang berkontrak. Dalam hal terjadi ketidakseimbangan posisi para pihak akan menimbulkan gangguan terhadap isi kontrak tersebut. Dalam konteks ini asas keseimbangan bermakna “equal-equilibrium” akan bekerja memberikan keseimbangan manakala posisi tawar para pihak dalam menentukan kehendak adalah seimbang. Tujuan dari asas keseimbangan ini ialah hasil akhir yang menempatkan posisi para pihak seimbang (equal) dalam menentukan hak dan
kewajibannya.152 Pada akhirnya dapat dipahami bahwa inti dari asas proporsionalitas adalah suatu perwujudan doktrin “keadilan berkontrak” yang mengoreksi dominasi asas kebebasan berkontrak yang dalam beberapa hal justru menimbulkan ketidakadilan.153
Asas proporsionalitas bermakna sebagai asas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya dalam seluruh proses kontraktual. Asas proporsionalitas mengandaikan pembagian hak dan kewajiban diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik pada fase pra kontraktual, pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak. Asas proporsional sangat berorientasi pada konteks hubungan dan kepentingan para pihak.154 Ruang lingkup dan daya kerja asas proporsionalitas tampak lebih dominan pada kontrak, dengan asumsi dasar bahwa karakteristik kontrak telah menjadikan posisi para pihak dalam suatu hubungan kontraktual berada pada fase kesetaraan.155 Asas proporsionalitas memiliki beberapa fungsi, baik dalam proses
pembentukan maupun pelaksanaan kontrak bisnis komersial, antara lain :156
1. Dalam tahap pra kontrak, asas proporsionalitas memberikan peluang negosiasi bagi para pihak untuk melakukan pertukaran hak dan kewajiban secara fair. Oleh karena itu adalah tidak proporsional dan harus ditolak proses negosiasi dengan itikad buruk;
152Agus Xxxxx Xxxxxxx, Asas Proporsionalitas Sebagai Landasan Pertukaran Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Komersial, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol.5, No.3, 2016, hlm. 454.
153 Xxxxx Xxxxxxx, Penerapan Asas Proporsionalitas Bagi Xxxxx dalam Mengadili Sengketa Kontrak, Airlangga Development Journal, Vol. 2, No.2, 2018, hlm. 87.
154 Agus, Op.Cit, hlm. 456.
155 Teguh, Op.Cit, hlm. 88.
156 Agus, op.Cit, hlm. 459.
2. Dalam pembentukan kontrak, asas proporsional menjamin kesetaraan hak serta kebebasan dalam menentukan/mengatur proporsi hak dan kewajiban para pihak berlangsung secara fair;
3. Dalam pelaksanaan kontrak, asas proporsional menjamin terwujudnya distribusi pertukaran hak dan kewajiban menurut proporsi yang disepakati/dibebankan pada para pihak;
4. Dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kontrak, maka harus dinilai secara proporsional apakah kegagalan tersebut bersifat fundamental (fundamental breach) sehingga mengganggu pelaksanaan sebagian besar kontrak atau sekedar hal-hal yang sederhana/kesalahan kecil (minor importanance).
5. Bahkan dalam hal terjadi sengketa kontrak, asas proporsionalitas menekankan bahwa proporsi beban pembuktian kepada para pihak harus dibagi menurut perimbangan yang fair.
Berkaitan dengan klausula ataupun perjanjian penerbit dan penyelenggara securities crowdfunding yang tidak proporsional ialah keadaan lalai penerbit. Asas proporsionalitas tidak mempermasalahkan keseimbangan (kesamaan) hasil secara matematis, namun lebih menekankan proporsi pembagian hak dan kewajiban di antara para pihak yang berlangsung secara layak dan patut (fair and reasonable).157 Apabila asas proporsionalitas tidak mengaharuskan pembagian yang sama, maka “keadaan lalai penerbit” ditempatkan dalam perjanjian securities crowdfunding dengan mempertimbangkan bahwa keadaan lalai hanya mungkin terjadi dari
157 Agus, Op.Cit, hlm. 460.
penerbit. Asas proporsionalitas tidak mengharuskan apa yang menjadi hak dan kewajiban satu pihak harus dimiliki juga oleh pihak lainnya. Apabila hal tersebut diimplementasikan dalam perjanjian penerbit dan penyelenggara securities crowdfunding maka keadaan lalai dimaksud hanya ditujukan kepada satu pihak saja yaitu penerbit. Sedangkan, asas proporpsionalitas sangat dibutuhkan dalam perjanjian tersebut untuk memberikan perlindungan hukum bagi pemodal.
Keadaan lalai tidak hanya datang dari penerbit saja. Penyelenggara pun berpotensi untuk berada dalam keadaan lalai ataupun lalai dalam memenuhi kewajibannya yang dapat disebut wanprestasi. Mengingat bahwa dalam perjanjian tersebut mencantumkan bahwa penyelenggara memiliki hak dan kewajiban sebagai kuasa pemodal. Sebagaimana hak dan kewajiban tersebut berkaitan dengan pengawasan terhadap harta yang menjadi jaminan bagi pembayaran kewajiban kepada pemegang sukuk dan juga melakukan pemantauan pembayaran yang dilakukan oleh penerbit kepada pemegang efek bersifat utang atau sukuk dalam hal ini pemodal ataupun investor.158
Hak dan kewajiban penyelenggara tersebut berkaitan erat dengan perlindungan hukum bagi investor atau pemodal. Mengingat bahwa bentuk efek yang ditekankan dalam Pasal 62 ayat (6) adalah efek bersifat utang atau sukuk. Efek bersifat utang memiliki karakteristik bahwa efek tersebut mempresentasikan utang oleh perusahaan yang mengeluarkan efek bersifat utang dari investor yang membeli efek tersebut. Sebagai suatu pinjaman, ada kewajiban perusahaan yang
158 Penjelasan Pasal 62 ayat (6) huruf a Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.
menerbitkannya untuk dapat melunasinya pada saat jatuh tempo (maturity date), sehingga efek bersifat utang selalu memiliki nilai pengembalian investasi (redemption value).159
Sedangkan, sukuk merupakan efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi, atas aset yang mendasarinya.160 Efek bersifat utang yang paling banyak ditransaksikan ialah obligasi. Efek bersifat utang umumnya memberikan pengembalian secara periodik berupa bunga yang biasa disebut kupon dan wajib mengembalikan investasi pokok dari investor pada saat obligasi tersebut jatuh tempo. Kewajiban untuk memberi bunga dan mengembalikan investasi/pokok utang investor merupakan kewajiban hukum penerbit efek bersifat utang/obligasi.161
Pada dasarnya efek bersifat utang dibutuhkan sebuah jaminan atas pengembalian dana yang dilakukan oleh perusahaan penerbitan efek bersifat utang atau obligasi. Untuk itu, obligasi memiliki beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan jaminan yang digunakanya, antara lain :162
1. Secure bond (obligasi dengan jaminan), yaitu obligasi yang dijamin dengan kekayaan atau penanggungan perorangan tertentu.
159 Mas Rahmah, Op.Cit, hlm. 127.
160 Pasal 1 Angka 3, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.04/2018 tentang Penawaran Umum Bersifat Utang dan/atau Sukuk Kepada Pemodal Profesional.
161 Mas Rahmah, Op.Cit, hlm. 128.
162 Ibid, hlm. 132.
2. Equipment bond, yaitu obligasi yang dijamin dengan agunan berupa fidusia barang bergerak atau peralatan yang dimiliki penerbit dan digunakan untuk kegiatan usahanya.
3. Collateral bond, yaitu obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki oleh penerbit, seperti saham.
4. Unsecured Bond (obligasi tanpa jaminan), yaitu obligasi yang tidak dijamin dengan kekayaan tertentu. Namun obligasi ini tidak berarti tidak dijamin sama sekali karena tetap dijamin secara umum dengan kekayaan penerbit. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1131 KUH Perdata mengenai jaminan umum yang berlaku asas bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan untuk segala perikatannya. Hanya saja dalam hal debitur wanprestasi atau pailit, pemegang obligasi menjadi kreditur konkuren.
Begitu juga dengan efek bersifat utang dalam securities crowdfunding yang diterbitkan oleh penerbit melalui penyelenggara dapat menggunakan jaminan maupun tidak. Apabila jaminan yang digunakan berupa harta dari penerbit, hal ini menjadi kewajiban bagi penyelenggara untuk mengadministrasikannya dengan baik. Selain itu penyelenggara bertanggung jawab untuk memantau pembayaran efek bersifat utang tersebut. Hal ini berkaitan dengan perlindungan hukum yang diberikan penyelenggara kepada investor atau pemodal, agar penerbit tidak lalai dalam memenuhi kewajibannya dalam hal ini pembayaran kembali efek bersifat utang atau sukuk.
Namun, apabila penyelenggara yang berkewajiban memberikan perlindungan hukum tersebut lalai dalam memenuhi kewajibannya maka akan sangat berpengaruh terhadap perlindungan investor atau pemodal. Sedangkan, perjanjian penerbit dan penyelenggara dalam pasal 62 ayat (6) hanya mengatur keadaan lalai penerbit, tidak diatur keadaan lalai bagi penyelenggara. Perjanjian yang tidak proporsi ini akan berdampak pada penyelenggaraan securities crowdfunding. Mengingat bahwa securities crowdfunding adalah kegiatan yang menghimpun dana dari para pemodal atau investor maka perlindungan investor merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Perlindungan hukum yang dimaksud dalam peraturan OJK adalah proteksi terhadap dana pemodal agar pelaku usaha sektor jasa keuangan tidak melakukan tindakan-tindakan curang ataupun tindakan lainnya yang merugikan pemodal untuk keuntungan pelaku usaha sehingga bentuk perlindungan tidak termasuk risiko bisnis yang dapat untung maupun rugi.163
Perlindungan hukum bagi investor terbagi menjadi 2 yaitu, preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan hukum yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran atau sebagai langkah untuk mencegah adanya pelanggaran. Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan hukum yang dilakukan setelah adanya pelanggaran guna mengurangi risiko yang dialami.164 Klausula pada pasal 62 ayat (6) POJK SCF terutama hak dan kewajiban penyelenggara serta keadaan lalai penerbit merupakan bentuk perlindungan secara preventif. Regulator menanggulangi kemungkinan terburuk yang akan terjadi
163 Xxxxxxx, xx.xx, Perlindungan Hukum Pengguna (Pemodal) dalam Layanan Urunan Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Jurnal Hukum Unsulbar, 2022.
164 Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxxx, Perlindungan Hukum Bagi Investor Pasar Modal, Jurnal Cita Hukum, Vol. 1 No. 2, 2014, hlm. 342.
dalam penyelenggaraan securities crowdfunding. Tetapi dengan perjanjian tersebut yang tidak proporsional mengenai klausula yang tercantum didalamnya akan menimbulkan akibat hukum lainnya.
Untuk itu, seharusnya klausula yang diatur dalam POJK SCF juga berkaitan dengan keadaan lalai penyelenggara. Sehingga, apabila penyelenggara lalai dalam memastikan pembayaran efek bersifat utang oleh penerbit hal ini telah diatur secara jelas. Penyelenggara dapat turut bertanggung jawab apabila pembayaran efek bersifat utang tidak berjalan dengan baik. Namun, tanggung jawab yang dimaksud dalam hal ini berkaitan dengan kewajiban penyelenggara untuk memantau pembayaran oleh penerbit, memantau serta mengadministrasikan harta penerbit yang menjadi objek jaminan pembayaran efek bersifat utang.
Sedangkan, perlindungan hukum represif berkaitan dengan pelaksanaan Pasal 62 ayat (6) telah diatur secara jelas dalam Pasal 85 POJK SCF. Sebagaimana disebutkan bahwa apabila setiap pihak melanggara ketentuan dalam Pasal 62 ayat (4),(5) dan (6) maka pihak tersebut dikenai sanksi administratif. Sanksi admnistratif ini berupa :165
1. Peringatan tertulis;
2. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
3. Pembatasan kegiatan usaha;
4. Pembekuan kegiatan usaha;
5. Pencabutan izin usaha;
165 Pasal 85 ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun dana Berbasis Teknologi Informasi.
6. Pembatalan persetujuan; dan/atau
7. Pembatalan pendaftaran
Walaupun perlindungan hukum secara represif telah diatur secara jelas apabila para pihak melanggar ketentuan yang sudah ada. Namun, akan lebih baik untuk dilakukan pencegahan terlebih dahulu melalui klausula yang harus tercantum dalam perjanjian penerbit dan penyelenggara sekaligus memperhatikan asas proporsionalitas didalamnya. Perlindungan hukum secara preventif dapat mencegah risiko yang akan dialami oleh investor dikemudian hari. Sedangkan, perlindungan represif hanya mengurangi risiko atau akibat hukum yang secara nyata telah dialami oleh para pihaknya terutama investor. Otoritas Jasa Keungan perlu untuk mengkaji kembali terkait perjanjian penerbit dan penyelenggara yang harus proporsional demi memberikan perlindungan hukum bagi penerbit, penyelenggara dan pemodal dalam securities crowdfunding.
Keseluruhan landasan pengaturan efek securities crowdfunding, perlindungan hukum terhadap investor seharusnya menjadi prioritas utama dalam penyelenggaraannya. Apabila investor tidak merasa aman, maka investor akan sulit untuk berpartisipasi di pasar untuk ikut serta dalam penghimpunan modal. Untuk itu, kepercayaan adalah bagian dari struktur inti dari crowdfunding yang harus diiringi melalui pengaturan dan penerapannya, karena penghimpunan dana dalam securities crowdfunding tidak membutuhkan jaminan yang dilakukan melalui perantara non-perbankan untuk mendanai inisiatif usaha atau proyek penerbit. Kepercayaan dan transparansi bukan hanya unsur utama dalam berbagai tahap
proyek, hal tersebut juga merupakan proses berkelanjutan terutama untuk penghimpunan dana yang berulang.166
B. Peran Notaris dalam Pembuatan Perjanjian Penerbit dan Penyelenggara Securities Crowdfunding yang Klausulanya telah Diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Perjanjian penerbit dan penyelenggara securities crowdfunding dapat berbentuk akta notaris.167 Akta notaris adalah akta autentuk yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh Undang Undang.168 Notaris dalam menjalankan jabatannya yaitu membuat akta perjanjian notariil harus jujur, cermat, teliti, tidak memihak salah satu pihak dan memahami semua peraturan yang berhubungan dengan akta yang akan dibuatnya. Adapun larangan-larangan dalam membuat perjanjian bagi notaris. Larangan bagi notaris dalam membuat perjanjian :169
1. Notaris dilarang membuat akta perjanjian yang memihak kepada salah satu pihak.
2. Notaris dilarang membuat akta perjanjian yang bertentangan dengan akta yang dibuat sebelumnya.
166 Xxxx Xxxxxx, Perlindungan Hukum Terhadap Pemodal Atas Risiko Securities Crowdfunding, Prosiding Hukum dan Prinsip Syariah “Problematika Hukum dan Penerapan Prinsip Syariah di Era Ekonomi Digital”, Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Univesitas Islam Indonesia, 2021, hlm. 51-52.
167 Pasal 62 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun dana Berbasis Teknologi Informasi.
168 Pasal 1 Angka 7 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
169 Xxxxxx & Xxxx Xxxxxxxx, Peran Notaris dalam Membuat Akta Perjanjian Notariil,
Jurnal Akta, Vol.4, No.4, 2017, hlm. 566.
3. Notaris dilarang membuat akta pencabutan perjanjian pemberian kuasa secara sepihak dimana akta pemberian kuasa tersebut telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak (pemberi kuasa dan penerima kuasa.
4. Notaris dilarang memberitahukan isi dan segala keterangan yang diperolehnya guna pembuatan akta.
5. Notaris dilarang untuk tidak membacakan isi akta kepada para pihak, kecuali para pihak sudah membacanya sendiri, mengerti dan menyetujui, hal demikian sebagaimana dinyatakan dalam penutup akta dan tiap halaman diparaf oleh para pihak/para penghadap, para saksi dan Notaris sedangkan halaman terakhir ditanda tangani para pihak, para saksi dan Notaris.
6. Notaris dilarang membuat akta perjanjian yang bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
7. Notaris dilarang membuat akta simulasi (bohongan) lebih-lebih dalam hal untuk tujuan yang bertentangan dengan UU.
Notaris memiliki kewenangannya untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh para pihak untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.170 Selain itu Notaris juga berwenang untuk :
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
3. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan ;
7. Membuat akta risalah lelang;
Terhadap perjanjian penerbit dan penyelenggara notaris berperan untuk membuat akta otentik dan juga memberikan penyuluhan hukum sebelum para pihak membuat perjanjian tersebut. Penyuluhan hukum adalah salah satu kegiatan penyebarluasan informasi dan pemahaman terhadap norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mewujudkan dan mengembangkan kesadaran hukum masyarakat sehingga tercipta budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat atau patuh terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum.171 Penyuluhan hukum merupakan bagian dari pembangunan hukum nasional. Kegiatan penyuluhan hukum merupakan salah satu sosialisasi untuk
170 Pasal 15 ayat (1) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
171 Laurensius Arliman S, Bolehkah Notaris Melakukan Penyuluhan Hukum Pasar Modal Melalui Media Internet, Selisik, Vol. 2, No. 3, 2016, hlm. 48.
menggambarkan bagaimana itu keadilan. Hukum nasional tidak dapat menjamin terwujudnya keadilan tersebut.172 Tujuan penyuluhan hukum adalah sebagai berikut:173
1. Menjadikan masyarakat paham hukum, dalam arti memahami ketentuan- ketentuan yang terkandung dalam peraturan-peraturan hukum yang mengatur kehidupannya sebagai perorangan;
2. Membina dan meningkatkan kesadaran hukum warga masyarakat sehingga setiap warga taat pada hukum dan secara sukarela tanpa dorongan dan paksaan dari siapapun melaksanakan hak dan kewajibannya sebagaimana ditentukan oleh hukum.
Pemberian penyuluhan hukum oleh seorang notaris kepada para pihak yang berkepentingan sehubungan dengan pembuatan akta otentik yang akan dibuat lebih mengarah kepada nasehat untuk memberikan pemahaman hukum terkait perbuatan huukum yang akan dituangkan dalam akta. Dengan adanya pemahaman hukum yang diberikan oleh notaris diharapkan dapat menciptkan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memberikan manfaat bagi para pihak. Meskipun pemahaman hukum yang diberikan oleh Notaris dapat diterima oleh para pihak, namun pada akhirnya pemahaman hukum yang didapat oleh para pihak dari Notaris tersebut tetap menjadi keterangan para pihak dan menjadi tanggung jawab para pihak sepenuhnya.174
172 Ferdiansyah & Ghansham, Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak yang Dirugikan Atas Penyuluhan Hukum Oleh Notaris, Jurnal Komunikasi Hukum, Vol. 4, No. 2, 2018, hlm. 29.
173 Xxxxxxxxxx, Op.Cit, hlm. 49.
174 Xxxxxxxxxxx, Op.Cit, hlm. 31.
Terhadap perjanjian penerbit dan penyelenggara securities crowdfunding, notaris berperan untuk memberikan penyuluhan hukum mengenai klausula yang akan dituangkan dalam perjanjian. Namun, klausula tersebut nyatanya telah ditentukan sedemikian rupa oleh Otoritas Jasa Keuangan. Padahal klausula tersebut tidak menggambarkan adanya asas proporsionalitas dan seharusnya notaris memberikan penyuluhan hukum terkait klausul yang tidak proporsi tersebut.
Penyuluhan hukum oleh Notaris juga dapat difungsikan agar para pihak memahami perjanjian yang akan dibuat dan memahami akibat hukum yang akan terjadi apabila klausula perjanjian yang diinginkan tidak memberikan perlindungan dan kepastian bagi para pihak. Tetapi penyuluhan hukum yang diberikan tidak harus selalu diterima oleh para pihak karena pada hakikatnya dalam perjanjian terdapat asas kebebasan berkontrak. Namun terhadap perjanjian penerbit dan penyelenggara penyuluhan hukum yang diberikan akan sulit diterima mengingat bahwa klausula tersebut telah ditentukan sedemikian rupa oleh Otoritas Jasa Keuangan sehingga tidak dapat disimpangi. Selain itu, perjanjian tersebut harus dimuat dalam situs web penyelenggara paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum dimulainya masa penawaran.175 Sehingga klausula yang sudah ada akan sulit disimpangi ataupun ditambah dikarenakan klausula tersebut telah diatur sedemikian rupa oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Namun, notaris harus tetap melakukan penyuluhan hukum walaupun klausula perjanjian sulit untuk disimpangi. Notaris dapat memberikan nasihat atau
175 Pasal 63 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui