TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMBIAYAAN PEMBELIAN KENDARAAN MOBIL
TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMBIAYAAN PEMBELIAN KENDARAAN MOBIL
( STUDI PUTUSAN NOMOR : 160/Pdt. G/2017/PN.PTK )
SKRIPSI
Oleh : XXXXXX XXXXXX
168400165
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN
AREA MEDAN 2021
TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMBIAYAAN PEMBELIAN KENDARAAN MOBIL
( STUDI PUTUSAN NOMOR : 160/Pdt. G/2017/PN.PTK )
SKRIPSI
Diajukan Guna Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada
Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Medan Area
Disusun Oleh :
XXXXXX XXXXXX 168400165
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN
AREA MEDAN 2021
ABSTRACK
TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMBIAYAAN PEMBELIAN KENDARAAN MOBIL
( STUDI PUTUSAN NOMOR : 160/Pdt. G/2017/PN.PTK )
Oleh :
XXXXXX XXXXXX NPM 168400165
Hukum Perdata
Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Jaminan fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti misalnya menyangkut kedudukan para pihak. Sehubungan dengan penjaminan ini, apa yang harus dilakukan oleh kreditur apabila debitur melalaikan kewajibannya atau cidera janji (wanprestasi). Dan jika kreditur memenuhi semua kewajibannya pada saat pelunasan utang, maka dalam peristiwa seperti itu kreditur bisa melaksanakan eksekusinya atas benda jaminan fidusia.
Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi telah memberikan penafsiran hukum bahwa kekuatan eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia tidak dapat diberlakukan secara langsung, namun digantungkan pada suatu keadaan tertentu, yaitu kesepakatan cidera janji atau wanprestasi antar kreditur dan debitur, dan juga kesediaan debitur untuk menyerahkan objek jaminan fidusia dengan sukarela. Dan oleh karena itu keputusan ini memberikan dampak kepada kreditur karena seharusnya Jaminan Xxxxxxx mempunyai sifat mudah dalam eksekusi apabila debitur wanprestasi (Penjelasan Pasal 15 Ayat (3) UU No. 42/1999), akan tetapi pada saat ini apabila debitur menolak bekerjasama, maka kreditur harus memperoleh putusan pengadilan lebih dahulu sebelum melakukan eksekusi jaminan fidusia.
Ketentuan ini didasarkan pada PUTUSAN Nomor 18/PUU-XVII/2019. Oleh karena itu Penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dengan judul: “Tinjauan Xxxxxxx Xxnyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Pembiayaan Pembelian Kendaraan Mobil” (Studi Putusan nomor: 160/Pdt. G/2017/PN.PTK). Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, permasalahan tersebut merupakan Bagaimana bentuk wanprestasi yang dilakukan debitur pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia, Bagaimana tanggung jawab debitur wanprestasi pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dan Bagaimana cara penyelesaian wanprestasi pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis-normatif (legal research) dengan pendekatan masalah melalui pendekatan undang-undang (statue approach), dengan bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, serta bahan non hukum kemudian dilanjutkan dengan analisa bahan hukum.
Berdasarkan kesimpulan, bentuk wanprestasi yang dilakukan debitur pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia adalah kredit bermasalah atau kredit macet dimana debitur tidak mau atau tidak mampu memenuhi janji-janji yang telah dibuatnya dalam Perjanjian Kredit dengan jaminan fidusia tersebut, dan debitur wajib mengganti kerugian atas tindakan yang menimbulkan kerugian bagi pihak kreditur tersebut, dengan membayar denda dan jumlah angsuran pokok dan dikaitkan dengan suku bunga tiap bulannya. dan cara penyelesaian wanprestasi pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia adalah dengan cara penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan sengketa yang diperiksa melalui jalur litigasi dan akan diputus oleh hakim.
Kata kunci: Penyelesaian, wanprestasi, Kredit Pembiayaan
ABSTRACK JURIDICAL REVIEW OF THE COMPLETION OF WANPRESTATION IN THE PURCHASE FINANCING CREDIT AGREEMENT CAR VEHICLES
(DECISION STUDY NUMBER: 160 / Pdt. G / 2017 / PN.PTK)
By:
XXXXXX XXXXXX NPM 168400165
Civil law
Fiduciary security has been used in Indonesia since the Dutch colonial era
as a form of xxxxxxxxx that was born from jurisprudence. Fiduciary security has
undergone significant developments, for example regarding the position of the parties. In connection with this guarantee, what should be done by the creditor if the debtor defaults on his obligations or in default (default). And if the creditor fulfills all of his obligations at the time of repayment of the debt, then in such an
Therefore the Constitutional Court has provided a legal interpretation that
event the creditor can carry out his execution on fiduciary collateral objects.
the executorial power of the Fiduciary Guarantee Certificate cannot be enforced
directly, but depends on certain circumstances, namely agreement of default or default between creditors and debtors, as well as the willingness of the debtor to submit the object of the fiduciary guarantee voluntarily. And therefore this decision has an impact on creditors because the Fiduciary Guarantee should have an easy character in execution if the debtor is in default (Explanation of Article 15 Paragraph (3) of Law No. 42/1999), but at this time if the debtor refuses to cooperate, then the creditor must obtain a court decision before executing the
where the debtor is unwilling or unable to fulfill the promises made in the Credit
credit agreement with fiduciary guarantees is non-performing loans or bad credit
Based on the conclusion, the form of default made by the debtor in the
materials.
materials, as well as non-legal materials, then continued with the analysis of legal
through the statute approach (statue approach), with primary and secondary legal
thesis is the juridical-normative method (legal research) with a problem approach
credit agreement with fiduciary guarantees. The method used in the writing of this
in the credit agreement with fiduciary guarantees and how to resolve default on the
agreement with fiduciary guarantees, how is the responsibility of the default debtor
these problems are how the form of default carried out by the debtor on a credit
160 / Pdt. G / 2017 / PN.PTK). The problems that will be discussed in this thesis,
Settlements in Car Purchase Loan Financing Agreements" (Study Verdict number:
agreements with fiduciary guarantees with the title: "Judicial Review of Default
Therefore the author is interested in conducting research related to credit
This provision is based on DECISION Number 18 / PUU-XVII / 2019.
fiduciary guarantee.
Agreement with the fiduciary guarantee, and the debtor is obliged to compensate for the actions taken. cause losses to the creditor, by paying a fine and the amount of principal installments linked to the interest rate each month. and the method of settlement of defaults on credit agreements with fiduciary guarantees is by way of dispute resolution through a dispute court institution that is examined through litigation and will be decided by a judge.
Keywords: Settlement, Default, Financing credit
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kesehatan dan kesempatan, dan didorong dengan cita-cita, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi tugas-tugas yang diwajibkan kepada Mahasiswa Universitas Medan Area pada Fakultas Ilmu Hukum untuk memperoleh gelar kesarjanaan. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengalami banyak kesulitan seperti keterbatasan waktu, kurangnya literatur yang diperlukan, keterbatasan kemampuan menulis sendiri dan sebagainya, namun demikian dengan kemauan keras yang didorong oleh rasa tanggung-jawab dan dilandasi itikad baik, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi. Adapun judul yang diajukan sehubungan dengan penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMBIAYAAN PEMBELIAN KENDARAAN MOBIL ( STUDI PUTUSAN NOMOR : 160/Pdt. G/2017/PN.PTK )
Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang tel ah membantu penulis, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima-kasih kepada pihak-pihak tersebut, terutama kepada :
1. Bapak Xxxx. Xx. Xxxxx Xxxxxx, M.Eng, X.Xx, selaku Rektor Universitas Medan Area.
2. Bapak Xx. Xxxxxx Xxxxxxx Xxxx, SH, M.H, selaku Dekan di Fakultas Ilmu Hukum Universitas Medan Area.
3. Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx XX. M.Hum Wakil Dekan bagian Akademik
4. Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx, SH, MH, Wakil Dekan bagian Kemahasiswaan
5. Ibu Marssella, SH. X.Xx. sebagai Pembimbing I saya
6. Xxxxx Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx, SH. MH. Sebagai Pembimbing II saya
7. Xxxxx Xxxx Xxxxxx xxxxx, SH. X.Xx. selaku Sekretaris Pembimbing saya
8. Xxx Xxx Xxxxxxxxxxx Xxxxxxxxxxx XX. MH. selaku Kepala Program Studi Hukum Perdata
9. Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Ilmu Hukum serta semua unsur staff administrasi Universitas Medan Area.
10. Teman dan sahabat-sahabat di Universitas Medan Area.
Penulis juga mengucapkan rasa terima-kasih yang sedalam- dalamnya kepada Kedua orang tua yang tercinta, yang banyak mendukung serta kepada seluruh keluarga atas doa dan dukungannya. Juga kepada teman-teman khususnya stambuk 16 yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis sehingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Demikianlah penulis sampaikan, dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………….………......…………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………...……… 7
C. Tujuan Penelitia…………………………………….................. 7
1. Tujuan Umum…………………………….…….….……… 8
2. Tujuan Khusus……………..……………….……..……… 8
D. Manfaat Penelitian…………………………………..….…….. 8
1. Manfaat Praktis………………………..…………..……… 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 9
A. Wanprestasi……………………………………….………....... 9
1. Pengertian Wanprestasi………………..……..…………… 9
2. Bentuk-Xxxxxx Xxxprestasi…………...…………….…… 12
B. Penyelesaian Sengketa………………………………………... 13
1. Pengertian Penyelesaian Sengketa…………..……..……... 13
2. Bentuk Penyelesaian Sengketa………………...….…......... 16
C. Kreditur Xxx Xxxxxxx…………………………………….……. 23
1. Pengertian Kreditur………..……………………………... 23
2. Pengertian Debitur…...………………………………….... 24
D. Jaminan Fidusia……………………………………………….. 25
1. Pengertian Jaminan Fidusia…………………...…….…..... 25
2. Subjek dan objek Jaminan Fidusia..…………….….…….. 26
3. Hak Dan Kewajiban Para Pihak……..…………..……….. 29
4. Eksekusi Jaminan Fidusia………...…………….………… 32
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………….. 34
A. Waktu Penelitian.………………………………....................... 34
1. Jenis Penelitian……………………………………………. 34
B. Sumber Data…………………………………….…………….. 35
1. Bahan Hukum Primer........................................................... 35
2. Bahan Hukum Sekunder....................................................... 35
3. Bahan Hukum Tersier……………………………………... 36 C. Xxxxxx Xxxxxxxxxan Data.……...........………….…………... 36
D. Met\ode Analisis Data….…………………...…………............ 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………...……………… 38
A. Hasil Penelitian……………………………………………….. 38
1. Bentuk wanprestasi Yang Terjadi Pada Perjanjian Kredit
Dengan Jaminan Fidusia……………………………......... 38
2. Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Pada Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia………………………………….. 39
B. Hasil Pembahasan……………………………………………… 42
1. Bagaimana Xxxxxx Xxxprestai Yang Dilakukan Debitur
Pada Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia…............. 42
2. Bagaimana Tanggung Jawab Debitur Wanprestasi Pada
Kredit Perjanjian Dengan Jaminan Fidusi………………… 52
3. Bagaimana Cara Penyelesaian Wanprestasi Pada Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Menurut Putusan Nomor : 160/Pdt /2017/PN.PTK?....................................................... 59
BAB V PENUTUP……………………………………………….…........ 66
A. Kesimpulan………..…………………………………………… 66
B. Saran………………….…………………………………........... 67
Daftar Pustaka…………………………………………………………… 68
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam era modern seperti sekarang ini masyarakat semakin membutuhkan mobil untuk membantu aktifitas sehari-hari Sebagian masyarakat merasa memiliki mobil bukan lah hal yang mudah mengingat harga mobil tersebut tidaklah murah, Diasinilah kemudian muncul lembaga yang memberi pinjaman dana kepada masyarakat sebagai solusi untuk pembelian mobil yaitu lembaga keuangan, di indonesia Lembaga keuangan dapat dibedakan menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank.
Bank merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan untuk melayani kebutuhhan pembiayaan dan melancarkan mekanisme sistem pembiayaan bagi banyak sektor perekonomian, Namun fakta nya fungsi bank dirasakan tidak maksimal oleh masyarakat karena proses penyeluruhan dananya dianggap rumit Menyikapi kelemahan bank tersebut maka muncul lembaga keuangan bukan bank yang juga bertujuan untuk melayani kebutuhan pembiayaan, lembaga keuangan bukan bank tersebut adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannyaa ke masyarakat guna membiayai investasi perusahaan- perusahaan.1
Salah satu jenis lembaga keuangan bukan bank yang dapat menjadi solusi bagi masyarakat dalam hal pembiayaan adalah lembaga pembiayaan, karena lembaga pembiayaan mampu meyediakan dana atau modal kepada masyarakat untuk pembelian barang yang pembayaraan nya di lakukan dengan berkala atau angsuran, Berdasarkan Peraturan Xxxxxxxxx Xxxxxxxx Indonesia No 9 Tahun 2009 tenntang lembaga pembiayaan pasal 1 angkat (1) Dijelaskan lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.
1 xxxxx fuardy, 2002.hukum tentang pembiayaan dalam teori dan praktek citra xxxxxx xxxxx bandung hal. 200
Salah satu jenis kegiatan lembaga pembiayaan yang di butuhkan masyarakat dalam hal pembiayaan adalah pembiayaan konsummen (consumer finance) Menurut Putusan, Mentri Keuangan Nomor 84 (PMK.012/2000) tentang perusahaan pembiayaan konsumen pasal 1 dijelaskan bahwa pembiayaan konsumen sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayaraan nya dilakukan secara berkala atau angsuran oleh konsumen.2
Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam buku ke III KUHperdata dengan judul perikatan Kata peringatan mempunyai pengertian yang lebih luas dari pada kata “perjanjian”, Perikatan yaitu suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan pihak mana yang berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lainnya, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhinya oleh karena itu perikatan bersifat abstrak.
Sedang perjanjian dapat diartikan sebagai suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain nya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal karena itu, perjanjian sering juga di kata bersifat kongkrit.3 Menurut pasal 1313 kitab undang-undang hukum perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri nya terhadap satu orang lain nya atau lebih.
Dari pengertian perxxxxxxxx yang telah dikemukakan agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sah nya perjanjian, sebagai yang telah di tetapkan dalam pasal 1320 kitab undang-unndang hukum perdata, yaitu:4
a. sepakat mereka mengikatkan diri
b. kecakapan membuat suatu perikatan
c. suatu hal tertentu yang di perjanjikan
d. suatu sebab yang halal.
Dari ke empat syarat sah nya perikatan dalam pasal 1320 dapat dibagi menjadi dua kelompok yaiatu: kelompok 1 syarat a dan b disebut syarat subjektif sedangkan syarat c san d dinamakan syarat objektif.
2 xxxxx xxxxx Xxxxxxxx,1999,hukim perusahaan Indonesia,citra xxxxxx xxxxx bandung, hlm. 315
3 Subekti,Hukum Perjanjian,( Jakarta : Intermasa, 1992 ), hlm. 1
4 Ibid,hlm. 134
Kemudian jika debitur lalai dengan lewat nya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Debitur perlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu Debitur tidak memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau wanprestasi. Walaupun demikian menurut pasal 1238 KUHperdata, masih memerlukan teguran dari pengadian (somasi) baru dapat dikatakan debitur dalam keadaan wanprestasi.
Adapun bentuk wanprestasi menurut R Subekti dalam Xxxxxxx Xxxxxxx terdapat ada 4 macam yaitu.5
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Maka dari itu lahirlah Jaminan fidusia merupakan jaminan kepercayaan yang berasal dari adanya suatu hubungan perasaan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya, yang mana mereka merasa aman sehingga tumbuh rasa percaya terhadap teman interaksinya tersebut untuk selanjutnya memberikan harta benda mereka sebagai jaminan kepada tempat mereka berhutang.6 Mengenai pengaturan jamina fidusia ialah sebagai salah satu sarana untuk membentuk kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan.
Sebelum undang undang fidusia ini di keluarkan pada umum nya benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda yang terdiri dari benda dalam persediaan ( INVENTORI ) ialah benda dagangan, piutang, peralatan mesin. oleh karena itu guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, Maka menurut undang-undang objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu
5 Xxxxxxx Xxxxxxx “ cross collateral sebagai upaya penyelesaian kredit bermasalah”,(catatan ke 1 , penerbit xxxxxx xxxxxx, bandung, 2004). Hlm. 55-56
6 J. Satrio, 2002,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia,(Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx),hlm. 64
benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang tidak dapat di bebani dengan hak tanggungan sebagai mana di tentutakan dalam undang-undang no 4 tahun 1996 tentang hak tanggungang.
Berdasarkan hal hal tersebut di atas maka dapat dinyatakan bahwa dalam membicarakan masalah kredit maka tidak akan terlepas dari pembicaraan mengenai jaminan, demikian pula sebalik nya apabila ditinjau dari segi perjanjian jaminan fidusia bersifat tambahan atau pelengkap yang adanya tergantung dari perjanjian pokok yaitu perjanjian pemberian kredit oleh debitur oleh para pihak kreditur, Untuk mengadakan jaminan fidusia penyerahan di lakukan secara constitutum possessorium yang merupakan suatu bentuk penyerahan dimana barang yang di serahkan di biarkan tetap berada dalam penguasaan pihak yang menyerahkan sehingga yang di serahkan hanya hak miliknya saja.
Penyerahan demikian tidak dikenal dalam kitab undang-undang hukum perdata akan tetapi penyerahan secara constitutum possessorium itu tetap dapat dilakukan secara sah karena pada dasarnya para pihak bebas memperjanjikan apa yang mereka kehendaki.7 sesuai dengan ketentuan pasal 1338 KUHperdata dan sifat buku ke III KUHperdata (OPEN BAAR SISTEM) atau sifat terbuka.
jaminan fidusia menurut xxxxxxxxx seolah-olah pihak debitur menyerahkan barang jaminan itu kepada kreditur dan seolah-olah hak milik barang itu dipegang oleh kreditur, maka oleh kreditur barang itu diserahkan kembali kepada debitur sehingga Hal inilah yang menimbulkan pengertian fiduciair eigendom overdracht ( penyerahan hak milik atas kepercayaan ).8
Mengenai pengertian jaminan fidusia dijelaskan juga adalah pasal 1 ayat ( 1 dan 2) UUJF No. 42 Th. 1999.9
(1) Menyatakan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
(2) Menyatakan bahwa jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda
7 Xxxxxxx xxxxxxx dan Xxxxx Xxxx ,Jaminan Fidusia , (Jakarta PT :Grafindo Persada , 2000) hlm 7
8 xxxxxxxxx Xxxxx Xxx, hukum perdata,( jakarta badan penerbit yayasan pembinaan keluarga UPN veteran),hlm 185.
9 undang undang jaminan xxxxxxx.Xx 42 tahun 1999,(Surabaya:srikandi,2006).
bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya, bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai anggunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
Beberapa dasar hukum yang menjadi landasan terselenggaranya pemberian jaminan fidusia antara lain sebagai berikut:
(1) Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan biaya pembuatan akta jaminan fidusia
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2000 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 26 Tahun 1999 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Hukum dan HAM.
Sehubungan dengan penjaminan ini apa yang harus dilakukan oleh PT. TOYOTA ASTRA FINANCIAL SERVICES apabila pemberi fidusia (debitur) malalaikan kewajibannya atau cidera janji yang berupa lalainya pemberi fidusia (debitur) memenuhi kewajibannya pada saat pelunasan utangnya sudah matang untuk ditagih, maka dalam peristiwa ini PT. TOYOTA ASTRA FINANCIAL SERVICES dapat menyita benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dengan meminta hak untuk melakukan eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia dengan memperoleh putusan pengadilan oleh karena itu menurut Putusan Mahkamah Konstitusi telah memberikan penafsiran hukum bahwa kekuatan eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia tidak dapat diberlakukan secara langsung, namun digantungkan pada suatu keadaan tertentu, yaitu kesepakatan cidera janji atau wanprestasi antar kreditur dan debitur, dan juga kesediaan debitur untuk menyerahkan objek jaminan fidusia dengan sukarela. Keputusan ini memberikan dampak kepada kreditur karena seharusnya Jaminan Fidusia mempunyai sifat mudah dalam eksekusi apabila debitur wanprestasi (Penjelasan Pasal 15 Ayat (3)
UU No. 42/1999), akan tetapi pada saat ini apabila debitur menolak bekerjasama, maka kreditur harus memperoleh putusan pengadilan lebih dahulu sebelum melakukan eksekusi jaminan fidusia. Ketentuan ini didasarkan pada PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI tahun 2019 yang berbunyi: 10
1. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;
2. Menyatakan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”.
3. Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik
10 PUTUSAN MK Nomor (18/PUU-XVII/2019)
Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penulisan terkait perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dengan judul :“TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMBIAYAAN PEMBELIAN KENDARAAN MOBIL ( STUDI PUTUSAN NOMOR : 160/Pdt. G/2017/PN.PTK ) ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang masalah yang penulis kemukakan diatas penulis dapat mmerumuskan beberapa permasalahan yang akan di bahas penulis di skripsi ini, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk wanprestasi yang dilakukan debitur pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia?
2. Bagaimana tanggung jawab debitur wanprestasi pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia?
3. Bagaimana cara penyelesaian wanprestasi pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia menurut Putusan Nomor : 160/Pdt. G/2017/PN.PTK?
1.3 Tujuan Penelitian
skripsi ini mempunyai 2 (dua) macem tujuan penelitiann yang hendak dicapai, yaitu tujuan umun dan tujuan khusus, meliputi:
8
1.3.1 Tujuan Umum
1. untuk melengkapi dan memenuhi tugas sebagai persyaratan pokok yang besifat akademis guna meraih gelar sarjana hukium pada fakultas hukum universitas medan area.
2. sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan hukum yang di proleh dari perkuliahan yang bersifat teoritis dengan praktik yang terjadi dalam masyarkat.
3. untuk menambah pengalaman dan memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi kalangan umum, bagi para mahasiswa fakultas hukum dan almamater.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. untuk mengetahui mengenai bentuk wanprestasi yang dilakukan debitur pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia.
2. untuk mmengetahui tanggung jawab debitur wanprestasi pada perjanjian kredit dengan jamina fidusia.
3. untuk mnegetahui cara penyelesaian wanprestasi pada perjanjian kredit dengan jaminnan fidusia.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis.
a. Diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengambil keputusan untuk menghadapi persoalan yang muncul dalam perjanjian kredit pembiayaan kendaraan mobil dan penegakan hokum Kredit Pembiayaan Pembelian kendaraan mobil
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wanprestasi
2.1 Pengertian Wanprestasi
Menurut subekti dalam Djaja S. Meliala Wanprestasi, artinya tidak memenuhi kewajiban sebagai mana di tetapkan dalam perikatan atau perjanjian, tidak dipenuhinya kewajiban, dapat disebabkan, yaitu:.11
1. Karena kesalahan debitur baik sengaja maupun karena kelalaian.
2. karena keadaan memaksa (overmacht/forcemajeur).
Menurut Xxxxx S. Meliala ada empat keadaan wanprestasi yaitu sebagai berikut:12
1. Tidak memenuhi prestasi.
2. Terlambat memenuhi prestasi.
3. Memenuhi prestasi secara tidak baik.
4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Dalam hal wanprestasi karena kesalahan debitur baik sengaja maupun karena kelalaian, timbul pertanyaan, sejak kapan seorang debitur dianggap wanprestasi, jika dalam suatu perjanjian tenggang waktu pelaksanaan prestasi dilakukann ditentukan, maka debitur berada dalam keadaan wanrestasi setelah lewat tenggang waktu yang ditentukan. Walaupun demikia menurut pasal 1238 KUHperdata, masih memerlukan teguran dari pengadian (somasi) baru dapat dikatakan debitur dalam keadaan wanprestasi.
Teguran secara tertulis melalui pengadilan ini sebagai mana dinyatakan dalam pasal 1238 KUHperdata sudah tidak berlaku lagi karena ketentuan ini telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh surat edaran oleh Edaran Mahkamah Agung Nomor 3/1963. Oleh karena itu, menurut subekti, cukup ditegur saja secara pribadi baik lisan maupun secara tulisan.13
11 Djaja S. Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, (Bandung: Nuansa Aulia,2012), hal.175
12 Ibid.
13 Ibid,
Adapun akibat Hukum wanprestasi sebagai berikut:14
1. Debitur harus membayar ganti rugi (pasal 1243 KUHperdata)
2. kreditur dapat meminta pembatalan perjanian melalui pengadilan (Pasal 1266 KUHperdata)
3. Kreditur dapat meminta pemenuhan perjanjian, arau pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi dan pembbatalan perjanjian dengan ganti rugi (Pasal 1267 KUHperdata).
Pada pasal 1243 sampai dengan pasal-pasal 1252 KUHperdata mengatur ketentuan tentang ganti rugi yang dapat dituntut oleh kreditur dalam hal debitur wanprestasi. Ketentuan tersebut harus di tafsirkan secara luas, yaitu:15
1) Perkataan “tetap lalai” tidak hanya menncangkup tidak memenuhi prestasi sama sekali, tetapi juga terlambat atau tidak baik dalam memenuhi prestasi.
2) Pasal-Pasal tersebut berlaku bagi tuntunan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum.
Menurut Pasal 1243 KUHperdata. ganti rugi terdiri dari:
a) Biaya
b) Rugi
c) Bunga.
Menurut pasal 1246 KUHperdata, ganti rugi terdiri dari:
1. Kerugian yang senyata–nyatanya diderita
2. Bunga atau keuntungan yang diharapkan.
Dua macam kerugian ini harus sebagai “akibat langsung” dari wanprestasi (Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUHperdata).
Persyaratan sebagai “akibat langsung” berkaitan dengan teori kausalotas
yaitu:
1. Teori condition sine quo non (Xxx Xxxx).
2. Teori adequate veroorzaking (Xxx Xxxxx).
14 Ibid, 15 Ibid.
Menurut teori condition sine quo non, Setiap peristiwa adalah penting dan menyebabkan terjadinya akibat. Teori ini terlalu luas, sehingga sulit untuk dipakai menentukan terjadinya akibat. Teori adequate lebih teratas lagi titik Menurut teori ini yang dimaksud dengan akibat langsung ialah akibat yang menurut pengalaman manusia yang normal dapat diharapkan atau dapat diduga akan terjadi. Dalam hubungan ini, debitur Berdasarkan pengalaman yang normal dapat menduga bahwa dengan adanya wanprestasi itu akan timbul kerugian bagi pihak kreditur.16
Wanprestasi atau cidera janji itu ada kalau seorang debitur itu tidak dapat membuktikan bahwa tidak dapatnya melakukan prestasi adalah diluar kesalahannya atau dengan kata lain Debitur tidak dapat membuktikan adanya overmacht, dalam praktek dianggap bahwa wanprestasi itu tidak secara otomatis, kecuali kalau memang sudah disepakati oleh para pihak bahwa wanprestasi itu ada sejak tanggal yang disebutkan dalam perjanjian dilewatkan.
Dalam hal ini ditentukan tenggang waktunya, debitur dianggap lalai dengan lewat nya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan. Debitur perlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu Debitur tidak memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.
Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak resmi. Peringatan Tertulis secara resmi yang disebut somasi, somasi dilakukan melalui pengadilan negeri yang berwenang. Kemudian pengadilan negeri dengan perantaraan jurusita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitur, yang berita acara penyampaiannya. Peringatan tertulis tidak resmi misalnya melalui surat tercatat, telegram, atau disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur sebagai peringatan bahwa tenggang waktu atas perjanjian yang disepakati telah berakhir.
16 ibid
2.1.2 Bentuk–bentuk Wanprestasi
Adapun bentuk wanprestasi menurut R Subekti dalam Xxxxxxx Xxxxxxx terdapat ada 4 macam yaitu.17
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan Sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak boleh diperbolehkan dalam perjanjian. Adapun bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian Maka menurut pasal 1238 KUHperdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut akan diberikan surat peringantan. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi. Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi atau dalam jangka waktu seperti yang ditunjukkan dalam pemberiantahuan itu dengan kata lain somasi adalah peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan teguran kelalaian yang telah disampaikan kreditur kepadanya.18 Dalam peringatan itu kreditur meminta kepada debitur agar melaksanakan kewajibannya pada suatu waktu tertentu yang telah ditentukan oleh kreditur sendiri dalam surat peringatan nya. Dengan lewatnya jangka waktu seperti yang dimaksud dalam surat peringatan,
17 Xxxxxxx Xxxxxxx, Op, Cit, Hlm. 55-56.
18 xxxxx://xxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxxxxxxxx-xxxxxx-xxxxx-xxxxxxxx-xxx-xxxxxxx-xxxxxxx/ di akses pada tanggal 10 agustus 2020/ jam 22: 35 WIB
sementara Debitur belum melaksanakan kewajibannya, maka pada saat itulah dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi.
Debitur yang wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan risiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan. Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan.
2.2 Penyelesaian sengketa
2.2.1 Pengertian penyelesaian sengketa
Didalam Kamus Bahasa Indoneisa, sengketa berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti ada nya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi terhadap suatu objek permasalahan. dispute resolution bisa disebut “Alternative Dispute Resolution” adalah serangkaian proses yang bertujuaan untuk menyeleaaikan sengketa antara pihak- pihak. Pada mula nya penyelesaian sengketa dilihat sebagai suatu alternatif dari keputusan hakim atas suatu keputusan mengenai sengketa menurut Hukum. “ADR (Alternative Dispute Resolution) adalah suatu ungkapan yang digunakan oleh banyak penukis untuk menguraikan pertumbuhan yang menunjukkan Teknik- teknik yang dapat di pergunakan menyelesaikan sengketa tanpa keputusan formal, yang diperoleh melalui arbitrase dan pengadilan. Mekanisme) ADR (Alternative Dispute Resolution) biasanya melibatkan penegak yang adil (tidak memihak ) yang bertindak sebagai pihak ketiga atau pihak yang netral,”19
Adapun ahli hukum mendefenisikan pengertian alternatif penyelesaian sengketa adalah sebagai berikut;
a. Menurut Xxxx Xxxxxxxxxx pengertian alternatif penyelesaian sengketa yaitu :”Tijauan terhadap penyelesaian sengketa dalam buku arbitrase di
19 I Made Widnyana alternatif penyelesaian sengketa dan Arbitrase,2014,hlm.56
Indonesia, setiap masyarakat memiliki berbagai macem cara untuk memperoleh kesempatan dalam proses perkara atau untuk menyelesaikan sengketa dan konflik”.20
b. Takdir Rahmadi mengatakan, alternatif penyelesaian sengketa yaitu; “Sebuah konsep yang mencakup berbagai bentuk penyelesaian sengketa alternatif penyelesaian sengketa hanya mencakup bentuk-bentuk penyelesaian sengketa berdasarkan pendekatan konsensus seperti negoisasi , media , dan konsiliasi, Arbitraasi tidak dimasukan ke dalam bentuk alternatif, karena arbitrase berlangsung atas dasar pendekatan adversarial. Pertikaian yang menyerupai proses pradilan sehingga menghasilkan adanya pihak yang menang dan kalah. 21
c. Xxxxxxxxx X , Xxxxxxxx dalam buku nya The Mosh Importat Legal Terms You’II Ever Need To Know (1994) mendefenisikan APS(Alternatif penyelesaian sengketa) yaitu : “Sebagai suatu pemeriksaan sengketa oleh majelis swasta yang di sepakati oleh para pihak dengan tujuan meghemat biaya perkara, meniadakan publisitas dan meniadakan pemeriksaan yang bertele-tele a rial of a case before a private tribunal agreed to by like parties so as to save legal cost, avoid publicity and avoid lengthy trial delays”22.
d. Xxxxxxx X. Bostwick dalam Going Private With the Judicial system (1995) mengartikan ADR (Alternative Dispute Resolution) yaitu;”sebagai sebuah prangkat pengalaman dan teknik hukum yang bertujuan (a set of practices and legal techniques that aims):23
a) Menyelesaikan sengketa hukum diluar pengadilan demi keuntungan para pihak (to permit legal disputes to beresolved outside the courts for he benefit off all disputants).
b) Mengurangi biaya litigasi konvensional dan pengunduran waktu yang bias terjadi (to reduce the cost of conventional litigation and the delay to which it is ordinarily subjected).
c) Mencegah terjadinya sengketa hokum yang bisa di ajukan ke pengadilan (to prevent legal dispute that would otherwise likely
20 Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxx, Hukum Arbitrase,(Jakarta;rajawali Pers,2003),hlm,15.
21 I Made widnyana, Op.Cit,hlm.56..
22 ibid hlm 57
23 Ibid.
be brought to the courts).”
Ciri utama dari proses penyelesaian sengketa adalah para pihak yang memutuskan hasil dari yang disengketakan, yaitu yang terjadi putusan finalnya. Proses nya adalah melalui bentuk–bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa itu sendiri, seperti negosisasi yaitu penyelesaian langsung oleh para pihak yang bersengketa atau mediasi yaitu dengan bantuan pihak ketiga, dan pihak ketiga (penengah/intervener) yang tidak menetapkan suatu keputusan, tetapi menggunakan suatu proses terstruktur untuk membantu para pihak menyelesaikan apa yang mereka sengketakan, pengadilan terhadap bentuk-bentuk penyelesaian akhir tetap berada di tangan pihak–pihak yang bersegketa.
Di dalam sistem pengambilan petususan tradisional (keputusan melalui pradilan dan arbitrase), pihak pemenang akan mengambil segala nya (Winner takes all), Didalam ADR (Alternative Dispute Resolution). Penyelesaian nya di usahakan sebisa mungkin dilakukan secara kooperatif. (co-operative solutions). Penyelesaian nya kooperatif bisa di istilahkan sebagai “Win-Win solutions” yaitu suatu penyelesaian dimana semua pihak merasa sama-sama menang.24
Sampai saat ini, masyarakat dan juga para professional hukum belum banyak memanfaatkan jalur non-litigasi untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapinya. Kebanyakan dari mereka masih terpesona pada penyelesaian memlalui jalur litigasi. Hal ini disebabkann oleh system hukum yang berlaku selama ini yang terlalu menitik beratkan pada penyelsaian sengketa melalui jalur litigasi. Demikian juga karena mata pelajaran ADR (Alternative Dispute Resolution) dengan segala bentuk nya baru mulai dimasukan ke dalam kurikulum pendidikan tinggi hokum kita, lagi pula belum semua fakultas hukum menawarkan nya sebagai mata pelajaran wajib.25
2.2.2 Bentuk penyelesaian sengketa
Hukum indoneisa pada dasar nya meganit dua cara dalam penyelesaina sengketa yaitu;
24 ibid ,hlm. 58
25 ibid,hlm. 60
penyelesaian sengketa lewat pengadilan (Litigasi)
Menurut Xxxxx Xxxxxxx pengertian penyelesaian sengketa lewat pengadilan (Litigasi) yaitu:
“proses suatu gugatan atau konflik yang diritualisasikan menggantikan konflik sensungguh nya, dimana para pihak memberikan kepada seorang pengambil keputusan dua pilihan yang bertentangan. Litigasi merupakan proses yang sangat dikenal (Familiar) bagi para Lowyer dengan Karakteristik adanya pihak ketiga yang mempunyai kekuatan nntuk memutuskan (To impose) solusi di antara para pihak yang bersengketa.”26
Litigasi diartikan sebagai proses administrasi dan pradilan (court and administrative proceedings). Xxxxxxxxx mengartiakn litigasi yaitu: “sebagai court and administrative proceeding, the most familiar process to lowyer, features a thirt party with power to imposed a solution upon the disputans. It usually Prodces a “win/lose”result.”27
Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, dalam batas tertentu Litigasi sekurang–kurangnya menjamin bahwa kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan dapat menjamin ketentuan social, Litigasi juga memberikan suatu standar prosedur yang adil dan memberikan peluang yang luasa kepada para pihak untuk didengar keterangan nya sebelum diambil keputusan.
Selain menjamin perlakuan yang adil kepada para pihak, kesempatan untuk didengar, menyelesaikan sengketa dan menjaga ketertiban umun, adjudikasi publik juga memiliki kebaikan atau keuntungan dalam membawa nilai-nilai masyarakat yang tekantung dalam hokum untuk menyelesaikan sengketa.
Adapaun asas–asas penyelesaian sengket di pengadilan (Ligasi) yaitu:28
a. Asas pradilan cepat adalah menyakngkut masalah jalannya peradilan dengan ukuran waktu atau masa acara persidangan berlangsung. hal ini berkaitan dengan masalah kesederhanaan prosedur atau proses
hlm 24
26 Xxxxx Xxxxxxx, ADR dan Arbitrase-proses Pelembagaan dan Aspek Hukum ( Bogor, Ghalia Indonesia,2000),
27ibid
28 Dwi rezki Xxx Xxxxxxxx ,mediasi pengadilan salah satu bentuk penyelesaian sengketa berdasarkan asas pradilan
cepat, sederhana, Biaya ringan, (ALUMNI),Bandung2013,hlm 80
persidangan diatas, apabila prosedur nya terlalu rumit akan berakibat memakan waktu yang lebih lama.
b. Asas sederhana adalah pemeriksaan dan penyelsaian perkara dilakukan mudah dimengerti, dipahami dan tidak rumit atau tidak berbelit–belit. Banyak nya formalitas maupun tahapan-tahapan yang harus ditempuh yang sulit untuk dipahami akan menimbulkan berbagai penafsiran atau pendapat yang tidak seragam, sehingga tidak akan menjamin keragaman atau kepastian hokum yang pada gilirannya akan menyebabkan keengganan atau ketakutan untuk beracara di muka pengadilan.
c. Asas biaya ringan adalah biaya perkara yang serendah mungkin, sehinga dapat dipikul oleh masyarakat meskipun demikian, dalam pemeriksaan penyelsaian perkara tidak menggunakan ketilitian dalam
mencuri kebenran dan keadilan. Biaya ringan, maksudnya biaya yang serendah mungkin sehingga dapat dipikul oleh masayarakat. Biaya perkara yang tinggi akan membuat orang enggan untuk berperkara di pengadian, mengenai biaya ringan dalam perkara, dapat dikemukakan bahwa memang merupakan suatu hal yang di idam–idamkan.
Adapun beberapa keunggulan dari penyelsaian sengketa dipengadilan meliputidari:29
a. penyelesaian sengketa memaksa salah satu pihak untukmenyelesaikan sengketanya dengan perantaraan pengadilan.
b. Memiliki sifak eksekutor dalam arti pelaksanaan terhadap putusan dapat dipaksakan oleh lembaga yang berwenang.
Kelemahan dari penyelesaian sengketa di pengadilan.
a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan pada umum nya dilalukan dengan menyewa jasa Advokat/Pengacara sehingga biaya yang harus dikeluarkan tentunya besar.
b. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan tentunya harus mengikuti
.
29 Ibid, hal 83
persyaratan–persyaratan dan prosedur–prosedur formal di pengadilan dan sebagai akibat jangka waktu untuk menyelesaikan sengketa menjadi lebih lama.
2. Penyeleaian sengketa di luar pengadilan (Non-Litigasi). Alternatif penyelsaian sengketa (APS) / Alternatif Dispute Resolution (ADR) merupakan salah satu prose untuk menyelesaiakan suatu sengketa diluar pengdialan yang dapat dilakuan oleh para pihak untuk dapat menyelesaikan sengketa. Tekait dengan peyelesaian sengketa melalui APS (Alternatif penyelsaian sengketa) akhir–akhir ini banyak diminati oleh masyarakat.
Definisi atau perngertian yang jelas dan komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan Lembaga APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) bukan lah hal yang mudah. Beberapa ahli telah mencoba melakukannya tetapi hingga saat ini belum ada kesamaan.
Menurut standart M. Altschul, mengatakan bahhwa APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) yaitu ;“Suatu pemeriksaan segketa oleh majelis swasta yang disepakati oleh para pihak dengan tujuan menghemat biaya perkara, meniadakan publisitas, dan meniadakan pemeriksaan berlarut - larut”.30
Dalam pasal 1 angka 10 Undang – undang nomorr 30 Tahun 1999 dirumuska bahwa “Alternatif Penyelesaian Sengketa” adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui proedur yang disepakati para pihak, yaitu penyelesaian diluar pengadilan dengan cara negoisasi, mediasi, arbitrasi, konsiliasi.
Asas-asas yang berlaku pada alternatif penyelesaian sengketa sebagi
berikut:
a) Asas iktikad baik, yakni keinginan dari para pihak untuk menentukan penyelesaian sengketa yang akan maupun yang sedang mereka hadapi.
30 I Made Widnyana, Op.Cit, hlm.57
b) Asas kontraktual, yakni adanya kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk tulisan mengenai cara pnyelesaian sengketa.
c) Asas mengikat, yakni para pihak wajib untuk mematuhi apa yang telah disepakati.
d) Asas kebebasan, untuk berkontrak yakni para pihak dapat degan bebas menentukan apa saja yang hendak diatur oleh para pihak dalam perjanjian tersebut selama tidak bertentangan dengan undang - undang dan kesusilaan.Hal ini berarti pula kesepakatan mengenai tempat dan jenis penyelesaian sengketa yang akan dipilih.
e) Xxxx kerahasiaan, Xxxxx penyelesaian atas suatu sengketa tidak dapat disaksikan oleh orang lain karena hanya para pihak yang bersengketa yang dapat menghadiri jalannya pemeriksaan atas suatu sengketa.
Adapun kelebihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan meliputi:
a) Dilakukan berdasarkan pada kehendak dan iktikad baik dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa nya.
b) Tidak dapat melaksanakan pelaksanaan nya sebab bergantung pada kehendak dan iktikad baik dari para pihak.
Kelemahan penyelesainan sengketa diluar pengadilan;
a) Tidak mempunyai prosedur–prosedur atau persyaratan–persyaratan formal sebab bentuk dan tata cara penyelesaian sengketa diserahkan sepenuhnya kepada para pihak.
A. Negoisasi
Negoisasi adalah proses konsensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan diantara mereka.
Negoisiasi menurut Xxxxxx dan Ury di kutip oleh Xxxxx Xxxxxxx yaitu;
“Komunikasi dua arah yang direncanakan untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda. Negoisasi merupakan sarana bagi piahk-pihak yang mengalami sengketa untuk mendiskusikan penyelesaian tanpa melibatkan
pihak ketiga, penengah yang tidak berwenang megambil keputusan (Mediasi) dan pihhak ketiga pengambil keputusan (Arbitrase Xxx Xxxxxxxx)”.31
Negoisasi merupakan perundingan antara dua pihak yang didalam nya yang terdapat prosesmemberi, menerima, dan juga tawat menawar selain itu, Negoisasi juga merupakan suatu klimaks dari proses interaksi yang dilakukan dua pihak untuk saling memberi dan menerima dengan kesepakatan bersama.
B. Mediasi
Pengaturan mengenai Mediasi di Indonesia, diatur dalam ketentuan pasal 6 ayat (3) (4) dan (5) Undang–undanng nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Aternatif penyelesaian sengketa. ketentuan mengenai mediasi tersebut merupakann proses kegiatan lanjutan dari gagalnya negoisasi yang di lakukan oleh para pihak.
Menurut Priyatna Adurrasyid definisi mediasi yaitu:
“Mediasi merupakan suatu proses damai dimana para pihak yang berengketa menyerahkan penyelesaian kepada seorang mediator (seseorang yang menngatur pertemuan antara dua belah pihak atau lebih yang bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa membuang biaya yang terlalu besar, akan tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnhya oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara sukarela.”32
Menurut Xxx Xxxxx Xxx Xxxxxxxx Mediasi yaitu:
“Proses penyelesaian sengketa alternatif bahwa para pihak yang bersengketa dengan iktikad baik berusaha mendamaikan sengketa diantara mereka, dengan di bantu oleh mediator netral , untuk mencapai hasil akhir yang adil dan dapat diterima oleh kedua belah pihak untuk dilakukan dengan sukarela.”33
Mediasi terdiri dari dua macem yaitu mediasi yang dilakukan diluar pengadilan dan mediasi yang di lakukan di dalam pengadilan yang
31 Xxxxx Xxxxxxx, Op. Cit, hal 28
32 I Made Widnyana, Op. Cit ,hlm. 116.
33 Xxx Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, OP. Cit, hlm, 89
terkenal dengan Court connected Mediation.
1. Mediasi di luar pegadilan
Mediasi di luar pengadilan di atur dalam Undang–undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, Pegaturan mediasi secara formal memang baru dilakukan beberapa tahun lalu, tetapi bukkan berarti pola penerapan semacam mediasi tiak di kenal dalam penyelesaian senngketa masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia sebenarnya telah memperaktikkan penyelesaian sengketa melalui mediasi.
Mediator nya adalah para tokoh adat, ulama dan tokoh masyarakat yang berwibawa dan dipercaya, sehingga mereka dapat menyelesaikan sengketa dikalangan masyarakat,
2. Mediasi pengadilan
Mediasi pengadilan di banyak negara merupakan bagian dari proses Litigasi, Hakim meminta para pihak untuk mengusahakan penyelesaian sengketa mereka dengan menggunakan proses mediasi sebelum proses pengadilla dilanjutkan, Inilah yang disebut dengan mediasi di pengadilan. Dalam mediasi ini, seorang hakim atau seorang ahli yang ditunjuk oleh para pihak untuk bertindk sebagai mediator. Di Amerika Serikat, telah lama berkembang sesuatu mekanisme bahwa pengadilan mmeminta para pihak untuk mencoba penyelesaian sengketa mereka melalui cara mediasi sebelum diadakan pemeriksaan perkara.
Didalam mediasi terdapat dua asas penting yaitu sebagai berikut:
1. Menghindari menang “kalah” (win lose) melainkan sama–sama menang” (win–win solution). Sama–sama menang bukan saja dalam arti ekonomi atau keuangan, melainkan termasuk juga kemenangan moril reputasi (nama baik atau kepercayaan).
2. putusan tidak menguitamakan pertimbangan dan alas dan hukum, melainkan atas dasar kesejajaran, keputusan dan rasa keadilan.
C. Arbitrase
Pengertian arbitrase dapat diketahui dari ketentuan pasal 1 angka 1 undang–undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternative penyeleaian sengketa dan doktrin (pandangan ahli), Pasal 1 angka 1 Undang– Undang no 30 Tahun 1999 merumuskan Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadialan umum yang di dasar kan pada perjanjian arbitrase yang di buat secara tertulis oleh para pihak yang bersangkutan. Ini berarti arbitrase yang diatur dalam Undang–Undang nomor 30 Tahuhn 1999 tentang arbitrase dan Alternatif penyelsaian sengketa merupakan cara penyelesaian suatu sengketa di luar pengadilan umum yang didasarkan atas peranjian tertulis dari pihak yang bersengketa, tetapi tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase melainkan hanya sengketa mengenai hak yang menurut hukum dikuasi sepenuhnya oleh para pihah yang bersengketa atas dasar sepakat mereka.
Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternative penyelesaian sengketa yang merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang–undang dimana salah satu pihak atau lebih menyerahkan sengketanya, ketidak sepahaman ketidak sepahamannya dengan satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (arbiter) atau lebih (arbiter arbiter majelis) atau ahli profesional, yang bertindak sebagai hakim atau peradilan swasta yang akan meneraapkan tata cara hokum Negara yang berlaku atau menerapkan tata cara hokum perdamain yang telah disepakati bersama oleh para pihak tersebut terdahulu unntuk mencapai epada putusan yang filan dan mengikat. Oleh karena itu bahwa arbitrese adalah hukum prosedur dan hokum para pihak (Law of procedure dan law of the parties).34
D. Konsiliasi
Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa kontrak pengadaan di luar pengadilan melalui proses perundingan kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan yang dibantu oleh Konsiliator dengan memberikan pemecahan
34 I Made Widnyana, Op.Cit, hal.196
permasalahan kepada Para Xxxxx yang bersengketa. Lama proses penyelesaian sengketa selama 30 hari kerja.35
Apabila pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan usula jalan keluar dari sengketa, proses ini disebut konsiliasi. Hal ini yang menyebab kan konsilisasi kadang sering diartikan dengan mediasi. Bagaimana pun penyelesaian sengketa model konsiliasi mengacu pada pola proses penyelesaain sengekta secara konsensus antar pihak, dimana pihak netral dapat berperan secara aktif (neutral act) maupun tidak aktif.Pihak–pihak yang bersengketa hanya harus persetujuan atas usulan pihak ketiga tersebut dan menjadikan nya sebagai kesepakatan penyelesaian sengketa.36
Konsoliator dapat menyarankan syarat–syarat penyelesaian dan mendorong para pihak untuk mencapai kesepakatan. Berbeda dengan negoisasi dan mediasi, dalam proses konsiliasi konnsiliator mempunyai peran luas, Ia dapat memberi saran berkaitan dengan materi sengketa, maupun terhadapat hasil perundingan Dalam menjalankan peran ini konsiliator dituntut untuk berperan aktif.
2.3 Kreditur Xxx Xxxxxxx
2.3.1 Pengertian Kreditur
Kreditur adalah pihak yang berhak atas suatu prestasi atau pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah) yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau layanan jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian) yang mana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan properti yang nilainya sama atau jasa. Pihak kedua ini disebut sebagai peminjam atau yang berhutang. Pengertian kreditur juga dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang menjelaskan bahwa: “Kreditur adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.”
35 xxxxx://xxxxxx.xxxx.xx.xx/xxx/00/xxx-xxxx-xxxxxxxx-xxxxxx-xxxxxxxxxx di akses pada tanggal 18 agustus 2020/ jam 23 : 00 WIB
36 SuyudMargono,Op.Cit,hal.29
Pihak pemberi biaya atau kreditur memberikan pinjaman kepada pihak kedua yang selanjutnya disebut debitur berupa kredit. Kata kredit secara etimologis berasal dari bahasa Yunani "credere" yang berarti kepercayaan. Seseorang atau badan yang mcmberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) di masa yang akan datang dapat memenuhi apa yang telah diperjanjikan, yang dapat berupa uang, barang, atau jasa.37
2.3.2 Pengertian Debitur
Dalam Pasal 1 angak 9 Undang–Undang Nomor 42 tentang jaminan fidusia, Debitur mempunyai pengertian yaitu pihak yang mempunyai hutang karena perjanjian atau Undang–Undang. Debitur disini berarti perorangan yang memperoleh fasilitas penyediaan dana, Dimana penyediaan dana adalah kredit atau dapat dipersamakan seperti itu berdasarkan persetujuan atau kesepakan pinjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga ( Peraturan Bank Indonesia Nomor : 9/14/PBI/2007).38
Adapun pengertian lain tentang debitur ialah pihak yang berhutang ke pihak lain, biasanya dengan menerima sesuatu dari kreditur yang di janjikan debitur untuk di bayar kembali pada masa yang akan datang. pemberian pinjaman kadang memerlukan juga jaminan atau anggunan dari pihak debitur, dan jika seorang debitur gagal membayar pada tenggang waktu yang dijanjikan maka kreditur dapat melakukan penyitaan harta milik debitur untuk memaksa pembayarannya.
Terkait dengan uraian di atas tersebut, Debitur merupakan pihak atau orang yang memiliki kewajiban berupa hutang kepada kreditur di mana pelunasan hutang tersebut memiliki jangka waktu dalam pelaksanaannya. Ada pun kewajiban debitur tersebut berupa pembayaran yang harus dilaksanakannya dalam jangka
37 xxxxx://Xxxx Xxxxxxx Xxxxx xxxxx,jurnal; perlindungan hukum terhadap kreditur atas wanprestasi debitur pada perjanjian dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dihubungkan dengan undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia,(bandung;program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas komputer Indonesia, 2013), hlm. 13 di akses pada tanggal 20 agustus 2020/ jam 19 : 00 WIB
38 pembangunan database terpadu berbasis web untuk menyediakan informasi debitur bagi PD. BPR/PK sekabupaten indramayu jurnal online ICTSTMIK IKMI vol 1-no.1 edisi juli 2011, hlm.19. di akses pada tanggal 20 agustus 2020/
jam 20 : 00 WIB
waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan para pihak dalam perjnjian timbul suatu hubungan hukum antara dua pihak antara debitur dan kreditur yang dinamakan prikatan. Hubungan Hukum yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang dijamin oleh hukum dan Undang-Undang, Apabila salah satu pihak tidak memenuhi hak dan kewajiban secara sukarela maka salah satu pihak dapat menuntup melalui pengadilan.
2.4 Jaminan Fidusia
2.4.1 Pengerian Jaminan Fidusia
Istilah kata fidusia sendiri berasal dari bahasa Belanda yaitu Fiducie. Sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan (Fiduciary Fransfer of Ownership), yang artinya adalah kepercayaan. Di dalam berbagai literatur yang ada, fidusia lazim disebut dengan istilah Fidusia Eigendong Overdract (FEO), yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas rasa kepercayaan. Indonesia merupakan istilah yang telah lama dikenal di dalam bahasa Indonesia. Undang-undang nomor
42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia menggunakan istilah fidusia, sehingga istilah tersebut telah menjadi yang resmi dalam hukum Indonesia.
Di dalam pasal 1 angka 1 undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia kita jumpai pengertian fidusia. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.39 Selain itu dalam pasal 1 angka 2 undang-undang jaminan fidusia di Sebutkan pengertian jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia bagai anggunan bagi pelunasan utang tertentu,
39 Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxx jaminan fidusia (Jakarta:raja grafindo persada) 2005, hlm. 123
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Pasal 1 undang-undang fidusia memberikan batasan dan pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Pranata jaminan fidusia yang diatur dalam undang-undang nomor 42 tahun 1999 adalah Pranata jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Fiducia Cum Creditore Contracta.40
Prinsip utama dari jaminan fidusia adalah sebagai berikut:
1. Bahwa secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya.
2. Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitur.
3. Apabila hutang sudah dilunasi, maka objek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia.
4. Jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah hutangnya, maka sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia.41
Penerima fidusia memiliki hak prevensi yaitu hak untuk mengambil pelunasan piutang nya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek fidusia. Hak frekuensi baru diperoleh pada saat daftarkan nya fidusia di kantor pendaftaran fidusia dan hak dimaksud tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia.
2.4.2 Subjek dan objek jaminan fidusia
Adapun yang menjadi subyek dari jaminan fidusia adalah mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian jaminan fidusia, yang dalam hal ini terdiri atas pemberian dan penerima fidusia. Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Jaminan yang menyatakan bahwa
40 xxxxx xxxxx,jaminan fidusia, (Bndung:pt Citra Xxxxxx Xxxxx,2000), hlm.3
41 ibid hlm 4
“Pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia” Dan berdasarkan Pasal 1 angka (6) “Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia”.
Sehubungan dengan penyebutan “ Perseorangan” sebagai pemberi fidusia dan penerima fidusia, maka hal ini sama dengan pemberi fidusia sebagai debitur perseorangan atau individu dan penerima fidusia sebagai debitur perseorangan atau individu dalam suatu pengikatan jaminan fidusia. Namun demikian, yang bertindak sebagai pemberi jaminan fidusia adalah baik debitur sendiri maupun pihak ketiga. Dalam hal pemberi jaminan adalah debitur sendiri, maka disebut debitur pemberi fidusia, sedangkan dalam hal yang memberikan jaminan adalah pihak ketiga, maka disebut pihak ketiga pemberi fidusia.
Antara obyek jaminan fidusia dengan subyek jaminan fidusia mempunyai kaitan yang erat. Berdasarkan Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, obyek jaminan fidusia dibagi dua macam :
a. Benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud
b. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak di bebani dengan hak tanggungan dan harus bisa di miliki dan di alihkan
Menurut undang-undang fidusia Pasal 1 huruf (2 dan 3) serta Pasal 3, adapun benda-benda yang dapat dijadikan objek jaminan fidusia adalah:
a. Benda tersebut harus di miliki dan di alihkan secara hukum
b. Dapat atas benda berwujud
c. Dapat juga atas benda tidak berwujud termasuk piutang
d. Benda bergerak dan tidak bergerak (tidak dapat di ikat dengan hak tanggungg) Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan di proleh dikemudian hari. Dalam hal benda yang akan diproleh kemudian tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia.
Pasal 2 undang-undang fidusia memberikan batas ruang lingkup berlaku- nya fidusia yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia. Pihak pemberi fidusia adalah pemilik benda yang di bebani jaminan fidusia sehingga berwenang mengalihkan hak kepemilikan benda tersebut, akan tetapi apabila benda yang menjadi objek jaminan fidusia itu benda bergerak yang tidak tedaftar menurut undang-undang seperti barang perhiasan sangat sulit bagi penerima fidusia untuk meyelidiki apakah pemberi fidusia bener-benar sebagai pemilik atas benda itu, karena pasal 1977 KUHPerdata menentukan barang siapa yang menguasai suatu kebendaan bergerak, ia di anggap pemilik.42
Undang-undang pokok agraria menganut asas horizontale scheiding ( asas pemisahan horizontale), sehingga dapat terjadi bahwa pemilik Tanah belum tentu (bukan) menjadi pemilik bangunan yang ada di atasnya. Seorang pemilik tanah yang bukan pemilik bangunan yang ada di atasnya, dapat menggunakan tanah tersebut dengan hak tanggungan. Tentu saja supaya tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari, dengan seijin pemilik bangunan yang ada di atasnya.43
Menurut undang-undang nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, yang menyatakan bahwa benda tidak bergerak secara yuridis dapat dijadikan objek jaminan fidusia dengan cara pemilik benda tidak bergerak sebut bukanlah pemilik sah atas benda tersebut.
Terkait dengan uraian di atas, pasal 1 ayat (2) undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang berbunyi; “kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam satu hubungan utang piutang tertentu”
Di dalam Pasal 3 undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang berbunyi;
1. Utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan dapat berupa
42 Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Xxxxxxx Xxxxxxxx, 1999), h. 495
43 djaja . Xxxxxxx, Op.cit.hlm,142
utang yang telah ada atau yang telah dijanjikan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan.
2. Hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu bunga hukum atau untuk suatu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
Dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 3 undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan menegaskan bahwa yang dapat dijadikan jaminan fidusia adalah benda bergerak maupun benda tidak bergerak serta benda berwujud maupun yang tidak berwujud yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia. Apabila objek jaminan fidusia didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia sesuai dengan yang diatur dalam pasal 5 ayat (1) undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia bahwa pembebanan objek jaminan Fifusia dibuat dengan akta notaris, yang kemudian didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia.
Atas pendaftaran objek jaminan fidusia maka penerima fidusia akan menerima sertifikat jaminan fidusia, dalam pasal 15 ayat (2) undang-undang jaminan fidusia bahwa sertifikat jaminan fidusia tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan. Apabila debitur cidera janji kreditor mempunyai hak untuk melakukan eksekusi sendiri atas objek jaminan fidusia yaitu dengan melakukan pengambilan dan menjual objek jaminan fidusia atas kekuatan sendiri.
2.4.3 Hak Dan Kewajiban Para Pihak
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak lain. Sedangkan Kewajiban adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak lain.
2.4.3.1 Hak Dan Kewajiban Penerima Fidusia.
1. hak penerima fidusia terdiri
a) Mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri apabila debitur wanprestasi
b) Apabila benda jaminan fidusia berupa benda persediaan dan benda tersebut dialirkan oleh pemberi jaminan, maka apabila pemberi fidusia wanprestasi, hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan demi hukum menjadi objek fidusia pengganti dari objek jaminan fidusia yang dialihkan.
c) Mempunyai hak didahulukan pelunasan piutang nya dari hasil penjualan benda jaminan fidusia, terhadap kreditur lainnya. Jadi penerima fidusia menjadi kreditur preferen. Hal ini tidak hapus karena adanya kepailitan dan likuidasi pemberi fidusia.
d) Mendapat klaim asuransi bila benda jaminan fidusia yang diasuransikan musnah.
2. Kewajiban penerima fidusia
a) Wajib mendaftarkan jaminan fidusia ke kantor pendaftaran fidusia
b) Bila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia, wajib mengajukan permohonan pendaftaran Perubahan tersebut ke kantor pendaftaran fidusia.
c) Memberitahukan hapusnya jaminan fidusia dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak atau musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
d) Wajib mengembalikan kelebihan uang kepada pemberi fidusia apabila hasil eksekusi benda jaminan fidusia melebihi nilai pinjaman.
2.4.3.2 Hak Dan Kewajiban Pemberi Fidusia
1. Hak pemberi fidusia:
a) Pemberi fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek
jaminan fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.
2. Kewajiban pemberi fidusia;
a. Dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
b. Wajib mengganti benda persediaan yang telah dialihkan dengan objek yang setara.
c. Dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis dari penerima fidusia.
d. Wajib menyerahkan benda objek jaminan fidusia dalam rangka melaksanaan eksekusi.
e. Bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar apabila hasil eksekusi benda jaminan fidusia tidak mencukupi untuk pelunasan utang.44
Berdasarkan Penjelasan diatas pemberi fidusia memiliki empat kewajiban yang harus dilaksanakannya kepada penerima fidusia pada pasal 17 undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia menegaskan kepada pemberi fidusia agar melaksanakan kewajibannya, Adapun pasal 17 undang-undang nomor 42 tahun 1959 tentang jaminan fidusia menyatakan bahwa pemerintah Indonesia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda jaminan fidusia yang sudah terdaftar. Keuntungan atau kelebihan lain yang diperoleh kreditur Menurut ketentuan pasal 27 undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia yaitu:
Bahwa kreditur atau penerima fidusia memiliki kelebihan yaitu
44 xxxx xxxxxxxxx xxxxxxx dan A’an xxxxxxx, penelitian hukum (legal research),(jakarta;sinar grafika,2014),hlm.63-64
mempunyai hak yang didahulukan (PREFERENT), adanya kedudukan sebagai kreditur preferen dimaksudkan agar penerima fidusia mempunyai hak didahulukan untuk mengambil pelunasan piutang nya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi debitur atau pemberi fidusia.45
Berdasarkan ketentuan di atas, pemberi dan penerima fidusia diberikan perlindungan terhadap hak dan kewajibannya berdasarkan objek jaminan fidusia yang terdapat di dalam perjanjian kredit dan diadakan antara kreditur dan debitur terhadap kemungkinan terjadinya wanprestasi oleh debitur.
Menurut pasal 27 undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia menjelaskan bahwa kreditur memiliki kelebihan yaitu memiliki hak yang didahulukan. Jadi pihak kreditur akan mengambil pelunasan piutang nya terlebih dahulu atas hasil eksekusi dan apabila hasilnya melebihi piutangnya maka pihak kreditur harus mengembalikan kepada debitur.
2.4.4 Eksekusi Jaminan Fidusia
Eksekusi dalam bahasa Belanda disebut executie atau Uitvoering dalam kamus hukum diartikan sebagai pelaksanaan putusan pengadilan, Dalam pasal 29 undang-undang nomor 42 tahun 1999 eksekusi adalah pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia berarti eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan.
Menurut X. Subekti Sisi eksekusi adalah upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan bantuan kekuatan hukum memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan putusan.46
lebih lanjut dikemukakannya bahwa pengertian eksekusi atau pelaksanaan putusan mengandung arti bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan padanya
45 Xxxx Xxxxxxx Xxxxx xxxxx,jurnal, Op.Cit,hlm.7
46 Subekti, hukum acara perdata, ( PT. Bina Cipta 1989 ). Hlm 128
33
dengan bantuan dengan kekuatan hukum, Dengan kekuatan hukum ini dimaksudkan pada polisi kalau perlu Polisi Militer (Angkatan bersenjata).47
Sejalan dengan pendapat tersebut di atas dapat dilihat pendapat dari xxxxxxx xxxxxxxxxxx yang menyatakan pelaksanaan/ eksekusi adalah realisasi dari kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.48 Dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, pemerintah Indonesia diwajibkan untuk menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Sebaliknya apabila pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.
Terhadap larangan janji berkaitan dengan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia Yaitu;
1. Janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dan pasal 31 undang-undang jaminan fidusia dan
2. Xxxxx yang memberi kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila Debitur tidak janji Bilamana terdapat janji yang demikian, maka setiap ganti tersebut diancam dengan batal demi hukum.49
47 Ibid, hlm 130
48 Xxxxxxx xxxxxxxxxxx, hukum acara perdata Indonesia, ( jogjakarta : Liberty 1989),hlm 206_
49 Xxxxxxxx Xxxxx, hukum kebendaan, (Sinar Grafika , Jakarta, 2011 hlm 296
34
BAB III
Metode Penelitian
3.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah seminar proposal penelitian skripsi
dilakukan, dalam uraian waktu maka penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
NO | Kegiatan | Bulan | |||||||||||||||||||||||||||
Jul 2020 | Okt 2020 | Nov 2020 | Des 2020 | Jan 2021 | Feb 2021 | Mei 2021 | |||||||||||||||||||||||
Minggu | 1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | |
1 | Pengajuan judul | ||||||||||||||||||||||||||||
2 | Seminar proposal | ||||||||||||||||||||||||||||
3 | Penelitian | ||||||||||||||||||||||||||||
4 | Bimbingan skripsi | ||||||||||||||||||||||||||||
5Hhhj hh5 5 | Seminar hasil | ||||||||||||||||||||||||||||
6 | Sidang meja hijau |
3.1.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder.50
Pada penelitian hukum normatif, sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangn atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.51
50 Xxxxxxx dan Xxxxxxxxxxx, Metode Penelitian, Cetakan Kedua, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, h. 56
51 Xxxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxx, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, h. 118
34
Metode penelitian hukum normatif ini digunakan, mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berlandaskan pada Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan peraturan perundang-undangan lain yang relevan dengan obyek penelitian.
3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data dari hasil penelitian kepustakaan yang berupa, buku-buku, surat kabar, makalah, arsip dan dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan dengan jaminan fidusia. Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai berikut :
3.2.1 Bahan hukum primer
Bahan hukum primer yaitu hokum yang mempunyai kekuatan mengikat seprti peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim.52 Adapun peraturan perundang–undangan yang berkaitan dengan penelitian ini terdiri atas:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
3. undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa. Lembaga negara republik Indonesia tahun 1999 nomor 138; tambahan lembaga negara Republik Indoneisa Nomor 3872
4. Undang–undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang jaminan fidusia, Lembaga Negara Republik Indonesia tahun 1999 nomor 168 : tambahan Lembaa Negara Republik Indonesia Nomor 3889
1.2.2 Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian atau pendapat pakar hukum. buku karangan sarjana
52 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx,Op.Cit,hlm.141
sarjana serta makalah-makalah dari seminar terutama yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia. 53
3.2.3 Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder Adapun petunjuk yang dipakai terdiri dari:
a. Kamus Hukum
b. Kamus Bahasa Indonesia
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ini menggunakan metode penelitian.
a. Penelitian kepustakaan (Library research). Data diproleh melalui literature berupa buku-buku ilmiah, peraturan perundang-undanngan dan dokumentasi lain nya seperti majalah, internet serta sumber-sumber teoritis lain nya yang berhubungan dengan penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit pembiayaan pembelian kendaraan mobil.
b. Penelitian lapangang (field research). Adalah data pendukung yang diproleh melalui penelitian lapangan yaitu di Pengadilan Negeri Medan dengan cara menggunakan antara lain membahas kasus yang berkaitan dengan pembahasan penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit pembiayaan pembelian kendaraan mobil.
3.4 Metode Analisis Data
Berdasarkan bahan hukum yang diperoleh, maka penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu data yang dipergunakan adalah Pendekatan Kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut
53 Xxxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxx, hlm. 118
37
penulis untuk menentukan isi aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam penyelesaian permasalahan hukum yang menjadi obyek kajian.54
54 Xxxxxxxxx Xxx, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 107.
66
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis marik kesimpulan sebagai berikut.
1. Bentuk wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kredit tersebut yaitu kredit bermasalah atau kredit macet dimana debitur tidak mau atau tidak mampu memenuhi janji-janji yang telah dibuatnya dalam Perjanjian Kredit. Wanprestasi dianggap sebagai seuatu kegagalan untuk melaksanakan janji yang telah disepakati disebabkan debitur tidak melaksanakan kewajiban tanpa alasan yang dapat diterima oleh hukum. Menurut PUTUSAN MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 kreditur dapat melakukan Eksekusi obyek jaminan fidusia, dengan memperoleh putusan pengadilan.
2. Bahwa debitur telah melakukan wanprestasi dan merugikan pihak kreditur, dan debitur wajib mengganti kerugian atas tindakan yang menimbulkan kerugian bagi pihak kreditur tersebut, dan membayar denda dan jumlah angsuran pokok dan dikaitkan dengan suku bunga tiap bulannya. dan berkewajiban untuk melaksanakan janji yang telah dibuat atau sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
3. Apabila debitur tidak melakukan prestasi nya, maka penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dilakukan dengan menyita benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dengan meminta hak untuk melakukan eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia dengan memperoleh putusan pengadilan. Ketentuan ini didasarkan pada PUTUSAN Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan jika eksekusi objek jaminan fidusia dapat dilakukan, dan objek jaminan fidusia tersebut akan di lelang oleh kreditur untung mengambil pelunasan hutang tersebut, dan sisa dari lelang tersebut akan di kembalikan kepada debitur PERATURAN OJK pasal 52 NO 35 Tahun 2018.
5.2 Saran
1. Pihak perusahaan pembiayaan dalam hal ini PT. TOYOTA ASTRA FINANCIAL SERVICES lebih hati-hati dan analisis terhadap karakter yang akan jadi debitur di perusahaan tersebut sehingga terhindar dari masalah wanprestasi. Pihak debitur juga harus memperhatikan dan memahami isi perjanjian tersebut.
2. Debitur harus menyadari kewajibannya untuk melakukan pembayaran dengan tepat waktu serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang dilarang oleh pihak perusahaan pembiayaan sehingga dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen dapat berjalan dengan lancar serta tidak merugikan pihak perusahaan pembiayaan, karena dalam praktek pelaksanaannya pihak perusahaan pembiayaan sering dirugikan oleh ulah pihak debitur
3. Sebaiknya para pihak dalam hal ini kreditur dan debitur agar dapat menyelesaikan wanprestasi yang dilakukan debitur pada kreditur sebaiknya diselesaikan dengan cara itikat baik yaitu melalui cara di luar pengadilan atau non litigasi agar kedua belah tidak saling dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 1999, hukim perusahaan Indonesia,xxxxx xxxxxx xxxxx. bandung.
Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum dan Penelitian Hukum, (PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2004).
Xxxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxx, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Rajawali Pers, Jakarta, 2010).
Dwi rezki Xxx Xxxxxxxx, mediasi pengadilan salah satu bentuk penyelesaian sengketa berdasarkan asas pradilan cepat, sederhana, Biaya ringan, (ALUMNI), Bandung 2013.
Xxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Penyelesaian Sengketa dalam Praktik Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Parama Publishing, 2012).
Djaja S. Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, (Bandung: Nuansa Aulia, 2012.
Xxxx xxxxxxxxx xxxxxxx dan A’an xxxxxxx, penelitian hukum (legal research), (jakarta; sinar grafika, 2014).
Xxxxxxx xxxxxxx dan Xxxxx Xxxx, Jaminan Fidusia, (Jakarta PT
:Grafindo Persada, 2000).
Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxx, Hukum Arbitrase, (Jakarta;rajawali Pers, 2003).
Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxx, jaminan fidusia (Jakarta:raja grafindo persada) 2005.
Xxxxx xxxxxxxxx, perbankan dan masalah kredit suatu tinjauan di bidang yuridis, (Rineka Cipta, Jakarta, 2009).
X. Xxxxx XX, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta, Rajawali Pers, 2011).
I Made Widnyana, alternatif penyelesaian sengketa dan Arbitrase, 2014.
Xxxx Xxxxxxxx, dan R. Serfianto D.P, Bebas Jeratan Utang Piutang, (Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010).
J. Satrio, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia,(Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx).
Xxxxxxx Xxxxxxx “cross collateral sebagai upaya penyelesaian kredit bermasalah”,(catatan ke 1, penerbit xxxxxx xxxxxx, bandung, 2004.
Xxxxx fuardy, 2002. hukum tentang pembiayaan dalam teori dan praktek citra aditia bakt.i bandung.
Xxxxxxxxx Xxxxx Xxx, hukum perdata, (jakarta badan penerbit yayasan pembinaan keluarga UPN veteran).
Xxxxx xxxxx, jaminan fidusia, (Bndung:pt Citra Xxxxxx Xxxxx, 2000). Xxxxxxxx Xxxxx, hukum kebendaan, (Sinar Grafika , Jakarta, 2011). Subekti, Hukum Perjanjian, ( Jakarta : Intermasa, 1992 )
Xxxxx Xxxxxxx, ADR dan Arbitrase-proses Pelembagaan dan Aspek Hukum (Bogor, Ghalia Indonesia, 2000).
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Xxxxxxx Xxxxxxxx, 1999).
Subekti, hukum acara perdata, (PT. Bina Cipta 1989).
Xxxxxxx xxxxxxxxxxx, hukum acara perdata Indonesia, ( jogjakarta : Liberty 1989).
Xxxxxxx dan Xxxxxxxxxxx, Metode Penelitian, Cetakan Kedua, (Rineka Cipta, Jakarta, 2005).
Xxxxxxx, Xxxxxxxxxxxxx, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT Pradnya Paramit, 2007).
Xxx xxx Xxxxxx, Buku Tentang Perikatan dalam Teori dan Yurisprudensi, (Bandung: Mandar Maju, 2012).
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxx, Hukum Perikatan, (Bandung: Pustaka Setia,
2011).
Yahman, Karakteristik Wanprestasi & Tindak Pidana Penipuan, (Jakarta: Kencana, 2014).
. .Xxxxxxxxx Xxx, Metode Penelitian Hukum, (Sinar Grafika, Jakarta, 2009).
B. PRATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Undang-undang jaminan fidusia. No 42 tahun 1999, (Surabaya:srikandi,2006).
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35 Tahun 2018.
C. LAIN NYA
xxxxx://xxx.Xxxx Xxxxxxx Xxxxx xxxxx,jurnal; perlindungan hukum terhadap kreditur atas wanprestasi debitur pada perjanjian dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dihubungkan dengan undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia,(bandung;program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas komputer Indonesia, 2013). di akses pada tanggal 20 agustus 2020.
xxxxx://xxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxxxxxxxx-xxxxxx-xxxxx- kerugian-dan-keadaan-memaksa. di akses pada tanggal 10 agustus 2020
xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxx database terpadu berbasis web untuk menyediakan informasi debitur bagi PD. BPR/PK sekabupaten indramayu jurnal online ICTSTMIK IKMI vol 1-no.1 edisi juli 2011. di akses pada tanggal 20 agustus 2020.
xxxxx://xxx.xxxxxx.xxxx.xx.xx/xxx/00/xxx-xxxx-xxxxxxxx-xxxxxx- konsiliasi. di akses pada tanggal 18 agustus 2020.