AMBOK ASSEK 10825002132
SISTEM PERJANJIAN KERJA TENAGA OUTSOURCING DI TINJAU MENURUT EKONOMI ISLAM
SKRIPSI
DI AJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI SYARIAH (XX.Xx)
DISUSUN OLEH :
AMBOK ASSEK 10825002132
PROGRAM S1 JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI XXXXXX XXXXXX XXXXX XXXX
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt berkah rahmat dan karuniaNyalah penulis bisa merampungkan tugas ini. Serta sholawat berserta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Xxxxxxxx Xxx yang telah membawa umatnya dari alam kesesatan menuju alam yang penuh ilmu pengetahuan.
Sesuai ketentuan yang berlaku setiap mahasiswa-mahasiswi yang akan menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxx Xxxxx Riau diwajibkan untuk membuat karangan ilmiah berupa Skripsi yang sesuai dengan disiplin Ilmu dan jurusan yang dipilih, Alhamdulillah akhirnya penulis bisa menyelesaikan amanat ini dengan baik yang berjudul “SISTEM PERJANJIAN KERJA TENAGA OUTSOURCING DI TINJAU MENURUT EKONOMI ISLAM”.
Dalam upaya untuk penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak, oleh sebab itu dengan sepenuh hati penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang setinggi- tingginya kepada:
iii
1. Ayahanda X. Xxxxx Xxxx dan Ibunda Xxxxxxxxx (Indok Ruga’) tercinta dan sangat mencintai ananda dengan sepenuh hati yang selalu mendo’akan dan telah bersusah payah untuk memenuhi segala kebutuhan ananda sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan di Universitas Islam Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxx Xxxxx Riau. Dan juga kepada Abang Xxxxxx Xxxxxxx Thariq serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan selama penulis menjalani perkuliahan.
2. Bapak Prof. Dr. H. M. Nazir selaku Rektor Universitas Islam Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxx Xxxxx Riau.
3. Bapak Dr. H. Xxxxxxxxx, X. Ag, M. Pd selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxx Xxxxx Riau.
4. Xxxxx Xxxxxxx, S. Ag. MS.i selaku Ketua Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxx Xxxxx Riau.
5. Xxxxx Xxxx Xxxxx, SE, M. Xx selaku Penasehat Akademik serta pembimbing yang telah banyak memberikan dan mengarahkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Kepala Perpustakaan beserta Stafnya, yang telah melayani penulis untuk mendapatkan buku-buku yang diperlukan selana kuliah, terutama dalam penulisan skripsi ini.
iv
7. Seluruh Bapak dan Ibu Xxxxx yang telah memberikan Ilmu Pengetahuan selama penulis menuntut Ilmu di Universitas Islam Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxx Xxxxx Riau.
8. Ucapan terima kasih kepada Saudara-saudariku Xxxxxxx, Xxx Xxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxxx, Xxxxxxxxx, Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, Indah Xxxxxxx, Xxxxx laili, Xxxx Xxxxxxxx serta saudara-saudariku seperjuangan mahasiswa-mahasiswi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, khususnya saudara-saudariku lokal EI-1 yang tidak bisa disebutkan semua satu persatu yang selalu memberikan bantuan yang diperlukan dan memberikan dorongan dan motivasi untuk tetap semangat dalam mengerjakan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak untuk penyempurnaan skripsi ini, dan semoga bermanfaat bagi diri penulis dan bagi yang membacanya. Xxxx …
Pekanbaru, 27 April 2012 Penulis
AMBOK ASSEK NIM : 10825002132
v
ABSTRAK
JUDUL : SISTEM PERJANJIAN KERJA TENAGA OUTSOURCING DI TINJAU MENURUT EKONOMI ISLAM.
Rumusan masalah Bagaimana Sistem Perjanjian Kerja Tenaga Outsourcing, Bagaimana Eksistensi hak-hak Pekerja/Buruh Dalam Sistem Outsourcing serta Bagaimana Analisis Ekonomi Islam terhadap Sistem Perjanjian Kerja Outsourcing.
Penulisan ini adalah studi kepustakaan (Library research). Adapun alasan penulis adalah karena penulis ingin melihat bagaimana teori-teori dari beberapa pengamat memandang sistem perjanjian kerja outsourcing baik secara teori maupun keadaan di lapangan dan bagaimana Ekonomi Islam menyikapi kegiatan outsourcing yang tengah marak-maraknya saat ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Sistem Perjanjian Kerja Tenaga Outsourcing, Bagaimana Eksistensi hak-hak Pekerja/Buruh dalam Sistem Outsourcing serta Bagaimana Analisis Ekonomi Islam terhadap sistem Perjanjian Kerja Tenaga Outsourcing.
Penelitian ini menggunakan metode teknik analisis isi (konten analisis) yaitu: setelah data-data yang di perlukan sudah terkumpul melalui tahapan-tahapan pengumpulan data, lalu mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan.
Hasil penelitian adalah dalam sistem perjanjian kerja tenaga outsourcing masih adanya pihak-pihak yang terlibat tidak menjalankan amanat yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 dan juga Putusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tahun 2004 mengenai criteria pekerjaan yang bias di outsourcing kan. UKK pasal
i
156 (2), (3), (4) maupun Jamsostek hanya menjadi hiasan tanpa bisa di dapatkan oleh pekerja outsourcing. Hal ini tentunya mengusik rasa keadilan yang mana Islam sangat menjunjung tinggi asas keadilan tanpa terkecuali. Firman Allah dalam al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 90 yang artinya “ Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan …”
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Batasan Masalah 8
C. Rumusan Masalah 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 8
E. Metode Penelitian 9
F. Sistematika Penulisan 11
BAB II SEJARAH OUTSOURCING DAN OUTSOURCING DALAM ISLAM
A. Awal Mula Outsourcing 13
B. Outsourcing dalam Islam 17
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING
A. Pengertian Outsourcing 25
B. Peranan Outsourcing 27
C. Tujuan Di Kembangkannya Sistem Outsourcing 29
D. Alasan Yang Mendasari Menggunakan atau Tidak Menggunakan
Outsourcing 31
vi
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Sistem Perjanjian Kerja Tenaga Outsourcing 37
B. Bagaimana Eksistensi Hak-hak Pekerja/Buruh Outsourcing 50
C. Analisis Sistem Perjanjian Kerja Tenaga Outsourcing Menurut Ekonomi Islam 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 67
B. Saran 69
DAFTAR KEPUATAKAAN 70
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi dan tuntutan persaingan dunia usaha yang ketat saat ini, maka perusahaan dituntut untuk berusaha meningkatkan kinerja usahanya melalui pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat memberi kontribusi maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan berupaya fokus menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan penunjang diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan ini dikenal dengan istilah “outsourcing”.1
Atau dengan kata lain outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk. Perusahaan diluar perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja pada proses pendukung (non--core business unit) atau secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing.2
Pada dasarnya keberadaan outsourcing mempunyai dampak positif, seperti ketersediaan lapangan pekerjaan. Perusahaan outsourcing merupakan salah satu lembaga untuk menyerap tenaga kerja dengan melihat kondisi sekarang ini sangat sulit mencari pekerjaan dan pilihan untuk menjadi pekerja
1Admin: xxxx://xxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxxxxxxxx-xxxxxxx-xxxxxx-xxxxx),
13. 00 wib, html
2 Admin: xxxx://xxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx), 15. 00 wib, html
di perusahaan outsourcing merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan pekerjaan. Secara umum outsourcing terbagi dua jenis pertama, outsourcing pekerjaan yang berkaitan dengan pemborongan pekerjaan pada pihak lain, kedua, outsourcing manusia. Outsourcing pertama telah di jelaskan pada paragraf sebelumnya dan tipe outsourcing yang kedua inilah merupakan praktek yang memberikan efisiensi pada tingkat tertentu dalam operasional bisnis suatu perusahaan, namun merugikan secara serius terhadap kepentingan buruh.
Dalam pelaksanaannya kegiatan outsourcing masih mengalami permasalahan, sebagian pihak sangat mendukung kegiatan outsourcing ini, di pihak lain sangat menentang praktek outsourcing. Oleh sebab itu terdapat pro dan kontra terhadap penggunaan outsourcing, Untuk mengantisipasi kontra yang terjadi dalam penggunaan outsourcing, maka dibuat Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Bab IX tentang Hubungan Kerja, yang didalamnya terdapat pasal-pasal yang terkait langsung dengan outsourcing. Berikut undang-undang yang mengatur tentang outsourcing.
1. Pasal 50 – 55, Perjanjian Kerja
2. Pasal 56 – 59, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
3. Pasal 60 – 63, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Terbatas (PKWTT)
4. Pasal 64 – 66, Outsourcing
Ketentuan Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan dan putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2004, menjadi legitimasi tersendiri bagi keberadaan outsourcing di Indonesia. Artinya, secara legal formal, sistem
kerja outsourcing memiliki dasar hukum yang kuat untuk diterapkan. Keadaan demikian yang membuat pengusaha menerapkan sistem ini.3
Dimuatnya ketentuan outsourcing pada Undang-Undang Tenaga Kerja dimaksudkan untuk mengundang para investor agar mau berinvestasi di Indonesia. Penggunaan outsourcing seringkali digunakan sebagai strategi kompetisi perusahaan untuk fokus pada core business-nya. Namun, pada prakteknya outsourcing didorong oleh keinginan perusahaan untuk menekan cost hingga serendah-rendahnya dan mendapatkan keuntungan berlipat ganda walaupun seringkali melanggar etika bisnis.4
Xxxxx ( 1993 : 53) menguraikan pandangannya tentang bisnis. Bisnis adalah kegiatan untuk memproduksi, menjual dan membeli barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi tujuan utama berbisnis bukanlah mencari keuntungan, melainkan melayani kepentingan masyarakat. Keuntungan adalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis yang di lakukan.5 Namun bisa dilihat dewasa ini di berbagai tempat kita mendengar dari media Televisi maupun media Cetak banyak pekerja/buruh outsourcing mengadakan demonstrasi untuk menuntut hak-hak mereka.
Pandangan Xxxxx juga dimotori oleh Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx. Menurut Xxxxxxxxxx, bisnis yang baik selalu mempunyai misi yang luhur dan tidak sekedar mencari keuntungan. Misi itu adalah meningkatkan standar hidup masyarakat, menyejahterahkan masyarakat, dan membuat hidup manusia
3 Hadang, Outsourcing dengan Framework Agreement”, xxx.xxxxxxxxxxx.xxx).
4 “Seputar Tentang Tenaga Outsourcing”, xxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx)
5Rindjin Ketut, Etika bisnis dan Implementasinya, ( jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama) 2004.h.64-65
menjadi lebih manusiawi melalui pemenuhan kebutuhannya dengan baik. Dengan kata lain, bisnis merupakan kegiatan menjual secara prima, baik, dan jujur melalui penawaran barang serta jasa yang bermutu dengan harga yang wajar. Prinsip ini bukan hanya berlaku untuk dunia bisnis, tetapi juga berlaku untuk dunia pendidikan sebagai salah satu bentuk usaha jasa untuk pengembangan sumber daya manusia.
Jika keuntungan dijadikan motif utama, sering kali perusahaan terjerumus dalam praktik menghalalkan segala cara demi keuntungan itu sendiri.6 Apabila hal itu terjadi maka hak-hak pekerja hanya akan menjadi angan-angan semata dan tidak mendapatkan kehidupan yang layak dan semestinya. Tentu ini mengusik rasa keadilan yang mana kita ketahui bahwa bangsa ini sangat menjunjunga tinggi nilai-nilai keadilan yang mana tertuang pada nilai-nilai pancasila pada sila ke-2 yang mana disebutkan bahwa “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” serta di perjelas lagi pada sila ke-5 yang menyebutkan bahwa “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Keadilan merupakan pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Misalnya, jika kita mengakui hak hidup maka kita juga berkewajiban untuk mempertahankan hak hidup itu dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain karena orang lain pun memiliki hak hidup sama dengan kita. Dengan demikian, keadilan pada dasarnya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara tuntutan hak dan pelaksanaan kewajiban.7
6Ibid , h.64-65
7Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Ekonomi Islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada). 2007.h.x
Penulis sadar betul bahwa keadilan hanya akan muncul apabila hak dan kewajiban di akui dan di perlakukan seimbang. Pekerja outsourcing di hadapkan terhadap dua pilihan di ibaratkan seperti makan buah simalaka. Makdusnya, tidak di pungkiri bahwa perusahan jasa outsourcing sebagai pihak ketiga sangat di butuhkan oleh masyarakat agar lebih mudah untuk mencari pekerjaan di bandingkan mencari pekerjaan sendiri. Hal ini di sebabkan perusahaan-perusahaan atau instansi lainnya sekarang ini trend menggunakan jasa outsourcing di karenkan ingin lebih fokus kepada kegiatan inti perusahaan dan kegiatan penunjang di serahkan kepada pihak ketiga yaitu perusahaan outsourcing. Ketika masyarakat (calon buruh) menggunakan jasa outsourcing maka kemungkinan mereka harus menerima sebagian hak-hak mereka tidak akan mereka dapatkan. Disisi lain tenaga mereka di eksploitasi oleh perusahaan.
Dalam pelaksanaan outsourcing ini penulis ingin fokuskan pada sistem perjanjian kerja tenaga outsourcing yang telah di atur dalam undang-undang. Menurut bahasa sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Sedangkan sistem dapat di defenisikan suatu atau beberapa elemen yang saling bekerja sama satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu, satu elemen dan elemen yang lainnya saling berkaitan dan membutuhkan. Jika salah satu elemen rusak atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka sistem tersebut pun akan terganggu fungsinya. Jadi dengan kata lain, jika suatu elemen
bermasalah maka elemen lain yang terhubung dengannya juga akan bermasalah dan juga sistemnya. Sedangkan perjanjian dapat di defeniskan yaitu kesepakatan yang bersifat mengikat antara pihak satu dengan yang lainnya tentang suatu hal dengan harapan untuk mendapatkan tujuan tertentu. Kerja dapat di defeniskan yaitu melakukan sesuatu tindakan yang berupa kegiatan yang nyata dengan harapan mendapatkan sesuatu yang di inginkan.
Jadi, sistem perjanjian kerja dapat di artikan yaitu satu atau beberapa elemen yang saling bekerja sama dengan cara melakukan kesepakatan yang bersifat mengikat antar pihak satu dengan yang lainnya dengan melakukan suatu tindakan nyata dengan tujuan tertentu yang mana setiap elemennya saling membutuhkan.
Agama islam ataupun Ekonomi islam mengajarkan bahwa bekerja atau melakukan perjanjian kerja tidak hanya untuk mendapatkan profit semata, tetapi juga untuk mendapatkan ridha Allah swt. Aspek-aspek akad/ kontrak dan kesejahteraan juga menjadi perhatian dalam sistem ekonomi islam. Hal ini juga tentunya sudah di atur dalam Agama Islam agar terciptanya rasa keadilan dan mendapatkan ridha-Nya.
Al-Qur’an telah menawarkan prinsip keadilan dan “kesucian” pada tiga aspek sekaligus. Ketiga aspek tersebut adalah pertama, melarang pemilikan atau pengelolaan harta yang terlarang haram (dzatiahnya). Kedua, terlarang dalam cara dan proses memperoleh atau mengelola dan mengembangkannya.
Ketiga, terlarang pada dampak pengelolaan dan pengembangannya jika merugikan pihak lain (ada pihak yang menganiaya atau teraniaya).8
Allah memberikan petunjuk melalui para rasul-Nya. Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik akidah, akhlak, maupun syariah. Akidah dan akhlak bersifat konstan. Keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan peradaban umat. Syariah bukan hanya bersifat komprehensif, tetapi juga universal.9
Komprehensif berarti ia merangkul seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Ibadah di perlukan dengan tujuan untuk menjaga ketaatan, dan harmonisnya hubungan antara manusia dan khaliknya di muka bumi ini.
Universal bermakna ia di terapkan dalam setiap waktu tempat sampai akhir nanti. Keuniversalan ini akan tampak jelas sekali terutama dalam bidang muamalah, ia bukan saja luas dan fleksibel bahkan tidak memberikan spesial treatment bagi muslim dan membedakannya dari nonmuslim.10
Dari penjelasan di atas penulis melihat ada hak-hak buruh yang masih di perjuangkan dan menjadi dilema tersendiri bagi pekerja/ buruh outsourcing. Islam sebagai mana ditetapkan al-Qur’an empat belas abad silam. Hak-hak
8Muhammad, Visi Al-qur’an tentang etika dan bisnis, (jakarta : Salemba Diniyah).2002 h.10
9Muhammad syafi’I xxxxxxx, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta :Gema Insani), 2001.h.4
10Ahmad Izzan, Referensi Ekonomi Syariah Ayat-ayat Al-qur’an dan Berdimensi
Ekonomi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya), 2006
tersebut adalah hak bekerja, hak memperoleh xxxx, hak memperoleh keringanan pekerjaan, dan hak memperoleh jaminan dan perlindungan.11
Oleh sebab itu penulis tertarik mengangkat permasalahan ini yang berjudul “Sistem Perjanjian Kerja Tenaga Outsourcing Di Tinjau Menurut Ekonomi Islam ”.
B. Batasan Masalah
Untuk mendapatkan keteranggan yang lebih valid dan mendalam tentang inti dari permasalahan, maka penulis akan membatasi pembahasan dalam tulisan ini yang terbatas pada, sistem perjanjian kerja tenaga outsourcing ditinjau menurut ekonomi islam
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut diatas. Maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem perjanjian kerja outsourcing ?
2. Bagaimana eksistensi hak-hak pekerja/buruh dalam sistem
outsourcing ?
3. Bagaimana analisis ekonomi islam terhadap sistem perjanjian kerja tenaga outsourcing?
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui perjanjian kerja outsourcing di Indonesia.
11Xxxxx Xxxxx Xxxxx, SDM yang Produktif Pendekatan Al-Qur’an dan Sains, ( Jakarta : Gema Insani Press ),1998 hal. 155
b. Untuk mengetahui eksistensi hak-hak buruh dalam sistem outsourcing.
c. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan ekonomi islam terhadap sistem perjanjian kerja tenaga outsourcing.
2. Manfaat penelitian
Dengan selesainya penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai :
a. Menambah wawasan khususnya bagi penulis dalam mengetahui dan menerapkan ilmu pengetahuan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan informasi dan pengetahuan bagi pihak-pihak lain yang ingin mengadakan penelitian terhadap masalah yang sama untuk masa yang akan datang.
c. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Jurusan Ekonomi Islam UIN Suska Riau.
E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan (library research) yaitu dengan menelaah buku-buku serta tulisan-tulisan yang berkaitan dengan outsourcing dari berbagai literatur yang ada.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian berasal dari bahan-bahan literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian ini, antara lain :
a. Bahan Primer, yaitu buku yang berkaitan langsung dengan pembahasan yang penulis ambil seperti UU No.13 Tahun 2003, buku-buku outsourcing.
b. Bahan Sekunder, yaitu buku-buku penunjang yang bisa memperkuat dan memperjelas permasalah yang diangkat penulis.
3. Metode pengumpulan data
a. Mengumpulkan buku-buku baik primer maupun sekunder yang ada hubungannya dengan masalah penelitian.
b. Setelah buku-buku terkumpul kemudian ditelaah serta mencatat materi- materi yang ada hubungannya dengan penelitian.
c. Catatan terhadap materi-materi tersebut selanjutnya diklasifikasikan kedalam bagian-bagian atau konsep-konsep yang sesuai dengan masalah dalam penelitian.
4. Metode Analisis Data
Data-data yang sudah terkumpul melalui tahapan-tahapan pengumpulan data diatas selanjutnya dianalisi dengan menggunakan teknik analisis isi (konten analisis) yaitu mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan.
5. Metode penulisan
Setelah memperoleh data melalui cara-cara di atas, dan untuk pembahasan selanjutnya penulis menggunakan metode analisa data sebagai berikut :
a. Metode Induktif, yaitu metode pengetahuan yang berangkat dari data bersifat umum, lalu di tarik kesimpulan yang bersifat khusus.
b. Metode Deskripsi, yaitu dengan mengemukakan atau menggambarkan data-data sebagaimana adanya sesuai keperluan yang mengacu kepada masalah penelitian.
c. Komparatif, yaitu dengan membandingkan suatu pendapat dengan pendapat lainnya secara objektif dan memilih salah satu pendapat yang kuat.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab diuraikan kepada beberapa unit dan sub unit, yang mana keseluruhan uraian tersebut mempunyai hubungan dan saling berkaitan satu sama lainnya, yaitu :
BAB I : Dalam bab ini akan diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, metode penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Dalam bab ini akan di jelaskan tentang awal mula outsourcing dan
outsourcing dalam ekonomi islam
BAB III: Dalam bab ini akan dijelaskan tentang teori yang ada hubungannya dengan permasalahan yang meliputi: pengertian outsourcing, peranan outsourcing, tujuan dikembangkannya sistem outsourcing, alasan yang mendasari penggunaan outsourcing,
BAB IV: Dalam bab ini dijelaskan tentang prinsip perjanjian kerja tenaga outsourcing di indonesia, bagaimana eksistensi hak-hak buruh dalam sistem outsourcing serta bagaimana tinjauan ekonomi islam terhadap perjanjian kertaj tenaga outsourcing.
BAB V: Kesimpulan dan saran
RENCANA OUT LINE
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Perumushan masalah
C. Batasan masalah
D. Tujuan dan manfaat penelitian
E. Metode penelitian
F. Sistematika penulisan
BAB II : GAMBARAN UMUM OUTSOURCING
A. Awal mula outsourcing
B. Outsourcing dalam ekonomi islam
BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING
A. Pengertian outsourcing
B. Peranan outsourcing
C. Tujuan dikembangkannya sistem outsourcing.
D. Alasan mendasari penggunaan outsourcing
BAB IV : PEMBAHASAN
A. Sistem perjanjian kerja tenaga outsourcing di indonesia.
B. Bagaimana eksistensi hak-hak pekerja/buruh dalam sistem
outsourcing.
C. Analisis ekonomi islam terhadap sistem perjanjian kerja tenaga outsourcing.
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR KEPUSTAKAAN
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Xxxxx Xxxxx, Xxxxx, Dr, SDM yang Produktif Pendekatan Al-Qur’an dan Sains,
Jakarta, Gema Insani Press, 1998
Xxxxx, Xxxxx dan Xxxxxxx, Xxxxxx, Referensi Ekonomi Syariah Ayat-ayat Al-
qur’an yang Berdimensi Ekonomi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya,2006
Xxxxxxxx dan Xxxxxxx, Xxxxxx R, Visi Al-qur’an Tentang Etika dan
Bisnis,Jakarta, Salemba Diniyah, 2002
Xxxxxxxxx, Xxxxxx, Ekonomi Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007 Xxxxxxx, Xxxxx, Etika Bisnis dan Implementasinya, Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama, 2004
Syafi’I, Xxxxxxx Xxxxxxxx, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, jakarta, Gema insani, 2001
Xxxxxxx, Xxxx, islam fungsional, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2008
13
BAB II
SEJARAH OUTSOURCING DAN OUTSOURCING DALAM EKONOMI ISLAM
A. Awal mula outsourcing
Sebelum Xxxx membahas mengenai outsourcing ada baiknya jika kita membahas mengenai awal mula munculnya pemikiran tentang outsourcing. Pada dasarnya outsourcing telah ada sejak jaman Yunani dan Romawi, dimana pada saat itu baik Yunani dan Romawi menyewa prajurit asing untuk bertempur pada peperangan mereka, tidak hanya itu mereka juga menyewa ahli bangunan asing untuk membangun kota beserta dan istana bagi kepentingan bangsa Yunani dan Romawi. Dengan adanya perkembangn sosial yang ada, membuat prinsip outsourcing mulai diterapkan juga dalam dunia usaha.1
Kemudian pada abad ke 16 sangat terkenal tentara bayaran Samurai di Jepang yang disebut dengan “Ronin”. Tentara bayaran ini disebut juga tentara tak bertuan, karena mereka akan bekerja untuk siapa saja yang membayar mereka melakukan peperangan dengan desa atau wilayah lain. Mereka loyal kepada siapa yang membayar mereka.2
Awal timbulnya pemikiran outsourcing pada dunia bisnis adalah adanya usaha untuk membagi resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk ketenagakerjaan hal – hal itu di sebabkan oleh adanya perkembangan yang terjadi
cet. 1 h. 2
1 Xxxxxxx, Outsourcing implementasinya di indonesia, ( Jakarta : PT Elex Media, 2003 )
2 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Outsourcing Versus Serikat Pekerja, ( Jakarta: Alih daya
Publishing, 2008) cet. 1 h. 21
13
pada keadaan sosial dan budaya serta peraturan di Negara barat pada awal abad 20, tidak sedikit dari para pemilik modal yang mengeluh bahwa mereka tidak lagi memiliki waktu untuk berkonsentrasi pada produk dan layanan, nasabah dan pasar, serta pada kualitas dan distribusi. Penyebab meraka tidak dapat berkonsentarsi dengan baik adalah karena konsentrasi mereka telah dihabiskan pada masalah- masalah ketenagakerjaan. Adanya perubahan paradigma dari pandangan kerja tradisional bahwa pekerja melayani sistem menjadi pandangan kerja modern bahwa sistem harus melayani pekerja. Dengan adanya outsourcing sistem yang terbentuk didalam sebuah organisasi perusahaan adalah sistem fungsi dan proses, yaitu yang dioutsourcing akan melayani pekerja dalam organisasi perusahaan tidak lagi diperlukan orang kusus untuk melayani dan mengendalikan fungsi dan proses yang dioutsourcing tersebut.3
Beranjak ke sejarah kita di masa penjajahan, Belanda menggunakan tentara “outsource” berupa samurai dari Jepang untuk memadamkan pemberontakan di Sumatera Barat. Dapat dikatakan tentara bayaran adalah bentuk outsource yang paling kuno. Bentuk-bentuk modern dari outsource model ini adalah tentara bayaran Amerika di Afganistan, detektif swasta, perusahaan jasa keamanan, dan yang paling mutakhir adalah langkah pemerintah Jepang yang meng-outsource- kan pengelolaan penjaranya kepada perusahaan jasa keamanan.4
3 Xxxxxxx, op.cit, h. 5-6
4 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Op.cit. h. 21
Bidang lain yang cukup awal bersentuhan dengan outsourcing adalah industri perminyakan. Tentu tidak banyak masyarakat yang sadar bahwa bahan bakar yang kita beli di SPBU mengalami proses yang sangat panjang dan melalui berbagai perusahaan outsourcing hingga akhirnya sampai di tangki mobil atau motor. Dimulai dari pemilik konsesi lahan, eksplorasi hingga produksi, dan sebagainya, refinasi yang bahkan dilakukan ke negara lain dan sebagainya, semua dilakukan oleh perusahaan yang berbeda. Dapat di bayangkan jika keseluruhan proses tersebut harus dilakukan oleh perusahaan yang sama, maka investasi yang harus dilakukan akan sangan besar nilainya. Panjangnya proses yang ada mengakibatkan hampir setiap penggal dari proses di industri perminyakan bisa di outsource ke perusahaan lain.
Industri lain yang sanga dekat dengan keseharian kita dan bisa kita bahas untuk outsourcing adalah otomotif. Di era sebelum tahun 70-an, hampir semua industri otomotif mengerjakan sendiri komponen produknya. Sebaliknya, kini hampir tidak ada pabrikan yang mengerjakan seluruh komponennya sendiri. Bahkan industri otomotif telah banyak melahirkan para pengusaha yang mensuplai komponen-komponen ke berbagai merek mobil ataupun sepeda motor. Honda, Yamaha, Suzuki, Toyota, sebagai sekedar contoh, telah sangat banyak menciptakan industri-industri pendukung yang menjadi outsource mereka dan menciptakan jalinan harmoni yang saling menguntungkan, berupa terciptanya lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di daerah masing-masing. Dulunya, perusahaan outsourcing ini dikenal dengan sebutan sub-kontraktor. Mereka
mengerjakan komponen-komponen otomotif ini di pabrik atau workshop mereka masing-masing, kemudian dikirimkan ke assembly point Toyota, misalnya yang kemudian merakit seluruh bagian menjadi mobil Toyota, termasuk tentunya mesin Toyota yang mungkin sekali didatangkan dari Jepang atau Thailand.
Sementara itu, dunia perbankan tidak ketinggalan meng-outsource-kan divisi teknologi informasinya ke perusahaan lain, karena dianggap bukan sebagai bisnis inti. Mulai dari desain sofwarre, pengelolaan sistem, dan lain-lain diserahkan kepada pihak ketiga. Namun di saat yang sama, pemanfaatan teknologi informasi justru cenderung meningkat. Di sini pelayanaan nasabah perbankan mulai banyak di “outsource”kan ke mesin ATM ( Anjungan Tunai Mandiri), Mesin Setor Tunai hingga Mesin Printer Buku Tabungan yang dioperasikan sendiri, hingga outsourcing yang dilakukan ke Internet Banking dan Mobile Banking. Jadi, sebagian proses bukan saja dialihkan kepada perusahaan lain namun sudah mulai dialihkan ke mesin. Walau demikian, proses-proses lain masih dikerjakan secara internal. Hingga akhirnya di era 90-an dunia industri secara keseluruhan mulai menggunakan jasa outsourcing, terutama dalam hal penyediaan sumber daya manusia. Outsourcing penyediaan tenaga kerja ini dimulai dari tenaga sales, kurir, keamanan, kebersihan, dan sebagainya. Semua bank asing di Jakarta bahkan memiliki karyawan permanen hanya sampai level senior officer. Di bawah level tersebut seluruh karyawannya adalah outsource.5
5 Ibid, 23
Menyimak penjelasan diatas jelaslah bahwa sistem outsourcing ini telah ada pada masa Yunana dan Romawi. Hanya saja outsourcing pada saat ini tentunya lebih banyak dan lebih kompleks. Dari posisi sederhana yang biasanya bergerak pada hal yang bukan bidang usaha utama ke posisi-posisi strategis dalam sebuah perusahaan. Dari, yang sifatnya hanya mendukung dan menunjang hingga pada posisi yang tidak lagi dapat disebut sederhana, seperti audit yang dialihdayakan kepada akuntan publik dan masih banyak contoh yang lainnya.
B. Outsourcing dalam Islam
Dalam Islam sendiri memang belum ditemukan teori yang menjelaskan secara komprehensif tentang outsourcing, tetapi jika kita telah lebih jauh tentang konsep dan unsur outsourcing tentu dapat kita xxxxxxxx0 kedalam konsep syirkah dan ijarah. Hubungan antara perusahaan outsourcing dengan pihak pengguna jasa outsourcing diqiyaskan dalam bentuk syirkah dan hubungan antara perusahaan outsourcing dengan para pekerjanya diqiyaskan dalam bentuk ijarah.
1. Ijarah
Ijarah secara etimologis adalah upah sewa yang diberikan kepada seseorang yang telah mengerjakan satu pekerjaan sebagai balasan atas
6 Qiyas menurut bahasa ialah pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan yang sejenisnya. Ulama ushul fiqih memberikan definisi yang berbeda-beda tergantung pada pandanga mereka terhadap kedudukan qiyas dan istinbath hokum. Rukun Qiyas terdiri atas empat unsure yang pertama adalah Ashl ( pokok) yaitu suatu peristiwa yang sudah ada naskh yang dijadikan tempat meng-qiyas-kan, yang kedua adalah Far’u (cabang) yaitu peristiwa yang tidak ada nash-nya. Far’u itulah yang dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan xxxx. Yang ketiga yaitu Hukum Ashl yaitu hokum syara’ yang ditetapkan oleh suatu nash. Yang keempat yaitu Illat yaitu suatu sifat yang terdapat pada ashl. Dengan adanya sifat itulah ashl mempunyai suatu hokum. Dan dengan sifat itu pula terdapat cabang sehingga hokum itu disamakan dengan hokum ashl. Xxxxxx xxxxx’i. Ilmu Ushul Fiqih, (Bandumg: Pustaka Setia,2007), cet ke-3 h.86-88
pekerjaannya. Istilah yang digunakan untuk definisi ini ajr, ujrah, dan ijarah. Kata ajara-hu digunakan apabila seseorang memberikan imbalan atas pekerjaan orang lain. Istilah ini hanya digunakan pada hal-hal yang positif, bukan hal-hal yang negatif. Kata ajr (pahala) biasanya digunakan untuk balasan akhirat, sedangkan kata ujrah (upah sewa) biasanya digunakan untuk balasan di dunia.
Secara terminologis, pengarang xxxxxx al-xxxxxx yang bermazhab syafi’I mendefinisikan ijarah sebagai transaksi atas manfaat dari suatu yang telah di ketahui, yang mungkin diserahkan dan dibolehkan, dengan imbalan yang juga diketahui. Sementara Al-Qaduri yang bermazhab Hanafiyah mendefinisikan sebagai transaksi atas berbagai manfaat (sesuatu) dengan memberikan imbalan.7
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri. 8
Ijarah dalam bahasa indonesia diartikan sewa menyewa. Menurut pengertian Hukum Islam, sewa menyewa diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian (Xxxxxx Xxxxx, 13, 1988:15)
Perjanjian kerja dalam syariah islam digolongkan kepada perjanjian sewa- menyewa, yaitu ijarah a’yan, sewa menyewa tenaga manusia untuk melakukan
7 Xxxxxxxx Xxx Al-Bugha, Buku Pintar Transaksi Syariah, (Jakarta: Hikmah)2010 h. 145
8 Xxxxxxxx xxxxx’I Xxxxxxx, Bank syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press) 2001 h.117
pekerjaan.9 Dalam istilah hukum islam, pihak yang melakukan pekerjaan disebut ajir, (ajir ini terdiri dari ajir khas yaitu seseorang atau beberapa orang yang bekerja pada seseorang tertentu dan ajir musytarak yaitu orang-orang yang bekerja untuk kepentingan orang banyak.
Ijarah dapat dijelaskan juga sebagai pemilikan jasa dari seorang Ajir (orang yang dikontrakan tenaganya) oleh musta’jir (orang yang mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari musta’jir oleh ajir.10 Hal ini sesuai dengan Firman Allah
SWT:
♌❒🕮
⬀🕱🙜✍➉◆➏❒🕮
⬃♌🙔✆◆❒
…🗏
⬀📭🡭📬⮹➈🕔🞟🖲⬃❒❒🕮 🕿✁🗹❑🡬🡺⮲⮷⬃➌♦🖐⬄⭘◼🖎
✁🞟➊🙔✆
⬀📭🡭🗏⬂🄌◼🖬♦🡮
⮹⮹👓◆☪🡬♉
•⌧🞟🢬
☹🡭🡻⬂🄌🞟✍✁◆🡭
🖉👓🞎🖏
🕱🡸☞⇳☺🟑🖬⮹🙣
🕿✁❑🡪✆🞎✍👓✁◆❒ 🗏 ⮲👓❒🡩➍⬃🡺🞐☼🢬✈👓👓🙔📭
🟁🖉👓✁
🞎♌❒🕮
🕿✁🗹❑🡨☺◼🖬⇳🡬👓✁◆❒
🟁🖉👓✁
⮴🙪🙫🙫⮵ ⮘➌➋⮲🕚♦📭 ♦♌❑🡺🖬◆😐⬃🡺🞟✍ 👓🞏ÿ🙗🗏
“… jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Baqarah : 233)11
⬀📭🡭🗏🞟🖲
⌘♊⬃🡺🏶⮷⬀➏❒🕮
⬃♌🙔🖂🞟🢬
🕿 🞈♊🡺♎◆➏❑🡬♉🡹🕮 🞈♊🡺♎❑🡺✍👓♦★🞟🢬
1 h. 152
9 Suhrawardi K Xxxxx, Hukum Ekonomi Islam,( Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2005) cet. Ke-
10 Xxxxx Xxxxx Xxxxxx, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, (Bandung: Mizan, 1996) cet.
Ke-3 h.191-192
11 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya. (Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2005), cet. Ke-1 h.37
📭🡭🗏◆☪⬃➍♦📭 🕿✁❒🡬➋🙗☺🞟✍🢬🕮◆❒
⬃☹🡭◼⬃➌🏶⬝👓⮹🡺🞟✍
♌🙔✆◆❒ 🕿
🖮👓❒🡬➋⬃🡺🞏ÿ🙗🗏
⮴🙗⮵ 🗏➑♦➋⬃⌘🡹🕮 ÿ🕕🡬🕮🞟🖉 🡨🡽⮲⮷⬃➌🡭🖐🏶⭘🞟🢬
“… kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu Maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) denga baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusuka (anak itu) untuknya”. (QS. Al-Thalaq : 6)12
🙗💣♦📭❒🕯🟑🕔♦➂
👓⮹☺🡨♑🗁⮹➈⬃◼🙔✆
⇳💣🞟🖲👓🞟🕭
⮴♊♦🖏
◆➌⬀➋⮹⌘
∙♍🙔✆ 🕿
🡸◼⬀➋⮵♐⬂★♦☝⬄🙣👓✁
➏➑⮵❑🞟✆⬂🖲👓✁
🏶🕱⬀➋⮹♐⬂★♦☝⬄🙣👓✁
⮴🙪🙗⮵ 🡨🗶✓🙗🖏☞🏵👓✁
“salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, wahai ayahku! Jadikanlah ia sebagai pekerja (pada kita), sesunggunya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.” (QS. Al-Qasas : 26)13
Hadist Xxxxxxxxxx Xxx yang artinya:
Diriwayatkan dari Xxxx Xxxxx bahwa Xxxxxxxxxx xxx. Bersabda,”Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” (HR Bukhari dan Muslim)14
12 Ibid h. 559
13 Ibid h. 388
14 Xxxxxxxx S Xxxxxxx, op. cit, h.118
Dalam ketiga ayat dan hadist Rasulullah di atas menjelaskan tentang di bolehkannya untuk melakukan Ijarah atau sewa menyewa, dalam hal ini adalah tenaga manusia. Yaitu memberikan upah terhadap orang yang telah menyusukan bayi atau pun tukang bekam dan pemilihan tenaga pekerja.
Dilihat dari konteks outsourcing, perusahaan menyewakan tenaga dari para pekerja kepada user atau pengguna jasa pekerja untuk bekerja ditempat user memberikan manfaat akan tetapi bagi yang telah menyewakan, hal ini tidak bertentangan denga hukum islam bahkan dianjurkan untuk tolong menolong dalam kebaikan asalkan hak dan kewajiban dari para pekerja dipenuhi.
Hanya saja dalam perjanjian kerja untuk pekerjaan yang bisa di outsourcing kan masih rancu dan butuh penjelasan yang lebih rinci. Di samping itu ada ketidak sinkronan dalam penjelasan perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh dan penjelasan tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).15
2. Syirkah
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilat yang berarti campur atau percampuran, demikian yang dinyatakan oleh Xxxxxxxxxx. Maksud percampuran di
15 Digital library XXXX xxxxx xxxxx, (Bandung: Digital Library, 2008), h. 42
sini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.16
Syrikah menurut Pasal 20 ayat 3 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nishbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.
Syirkah dapat diartikan dengan kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih dalam pandangan yang apabila akad syirkah tersebut disepakati maka semua berhak bertindak hukum dan mendapatkan keuntungan terhadap harta serikat tersebut. 17 Adapun Hadist Xxxxxxxxxx XXX yang membolehkannya kegiatan syirkah ini yang artinya yaitu:
“Dulu pada zaman Jahiliyah engkau menjadi mitraku. Engkau mitra yang paling baik, engkau tidak menghianatiku dan tidak membantahku.” HR Xxx Xxxxx, xx-Xxxx’X, dan al-Hakim, dan dia mensahihkannya)18
Syirkah sendiri terdiri menjadi beberapa macam, dan pelaksanaan outsourcing ini jika dipandang dari perjanjian antara perusahaan penyedia jasa tenaga kerja dan perusahaan pemberi pekerjaan adalah termasuk syirkah abdan.
Syirkah abdan artinya adalah syirkah antara dua orang atau lebih yang masing-masing hanya memberikan kontribusi kerja tanpa kontribusi modal yakni
125.
166
16 Xxxxx Xxxxxxx, Fiqh Muamalah,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2005), cet ke-1, h.
17 Xxxxxxx Xxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx,(Jakarta: Gaya Media Pratama,2000), cet. Ke 3, h.
18 Mardani, Ayat-Ayat dan Hadist Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada,2011), cet. 1 h.201
mengandalkan tenaga atau keahlian orang-orang yang melakukan akad syirkah.
Kontribusi tersebut dapat berupa fikiran atau fisik.
Syirkah abdan juga dapat berarti suatu akad kerjasama pekerjaan dapat dilakukan dengan syarat masing-masing pihak mempunyai keterampilan untuk bekerja. Pembagian tugas dalam akad kerjasama pekerjaan dilakukan berdasarkan kesepakantan.19
Dakam sistem outsourcing, perusahaan outsourcing (penyedia jasa pekerja) menyediakan para pekerja sedangkan perusahaan pemberi pekerjaan berkontribusi dalam hal memberikan lapangan pekerjaan kepada pekerja. Perusahaan pemberi pekerjaan memiliki lapangan pekerjaan tetapi tidak memiliki pekerja maka haruslah bekerja sama dengan perusahaan yang memiliki pekerja namun tidak memiliki lapangan pekerjaan.
Dalam pelaksanaan sistem outsourcing ini tentunya setiap pihak yang melakukan akad kerjasama tentunya harus di sebutkan berapa nilai kontrak, jangka waktu kontrak dan yang lainnya yang dirasa perlu agar di kemudian hari perjanjian pekerjaan tersebut tidak menimbulkan masalah baru dan tentunya tidak ada pihak yang merasa dirugikan dari perjanjian akad tersebut.
19 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masnyarakat Madani (XXXXXX), Katalog dalam
Terbitan (KDT) Komplikasi Hukum Ekonomi Syari’ah, (Jakarta, Kencana,2009), cet. Ke-1, h.54
24
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING
A. Pengertian Outsourcing
Outsourcing berasal dari kata out yang berarti keluar dan source yang berarti sumber. Outsourcing adalah penyerahan pekerjaan tertentu suatu perusahaan kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan tujuan untuk membagi resiko dan mengurangi beban perusahaan tersebut. Penyerahan pekerjaan dilakukan atas dasar perjanjian kerjasama operasional antara perusahaan pemberi jasa (principal) dengan perusahaan penerima pekerjaan ( perusahaan outsourcing).1
Outsourcing, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “alih daya”. Dalam praktek, pengertian dasar outsourcing adalah pengalihan sebagian atau seluruh pekerjaan dan atau wewenang kepada pihak lain guna mendukung strategi pemakai jasa outsourcing baik pribadi, perusahaan, divisi, atau pun sebuah unit dalam perusahan2.
Alih daya adalah penyerahan wewenang dari suatu perusahaan kepada perusahaan lain untuk menjalankan sebagian atau seluruh proses fungsi usaha dengan menetapkan suatu target atau tujuan tertentu. Penyerahan kegiatan, tugas
1 Xxxxxxxx Xxxxxx, Hak-Hak Karyawan Kontrak, (Jakarta: Forum Sahabat,2011), cet.2,
h.124
2 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Outsourcing versus serikat pekerja, ( Jakarta: Alihdaya Publishing,
2008 ), h. 12
24
ataupun pelayanan pada pihak lain, dengan tujuan untuk mendapatkan tenaga ahli serta meningkatkan efisiensi dan efektifitass perusahaan3.
Outsourcing adalah usaha untuk mendapatkan tenaga ahli serta mengurangi beban dan biaya perusahaan dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi global dengan menyerahkan kegiatan perusahaan pada pihak lain yang tertuang dalam kontrak.4
Ada juga yang berpendapat bahwa istilah outsourcing adalah untuk pekerjaan yang diborong, sedangkan pekerja kontrak merupakan pekerja yang di borong. 5 Outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborong pekerjaan dan penyedia jasa tenaga kerja.6 Pengaturan hukum outsourcing di Indonesia diatur dalam Undang-undang ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 (Pasal 64, 65, dan 66) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep. 101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh (Kepmen 101/2004).
Di dalam Undang-undang Ketenagakerjaan (UUK) Pasal 64 UUK disebutkan bahwa pengertian outsourcing adalah suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut dapat
2011), h. 5
ke-1 h. 11
3 Iftidar Xxxxx, Menjadi Karyawan Outsourcing, ( jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
4Xxxx Xxxxxxx Xxxxxxx, Outsourcing Konsep dan kasus (Jakarta: Harvindo, 2008) cet,
5Much. Xxxxxxxxx, Xxxxx Xxxxx Seputar Hak-hak Tenaga Xxxxx Xxxxxxx (Outsourcing),
(Jakarta: Visimedia, 2009) cet. Ke-1, h. 1
6Lembaga Negara, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia, 2003), pasal 64
menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.7
Dari pengertian di atas bisa kita lihat bahwa pengertian outsourcing untuk setiap pemakai jasanya akan berbeda-beda. Semua tergantung dari strategi masing- masing pemakai jasa outsourcing, baik individu, perusahaan atau divisi maupun unit tersebut.
Banyak sekali contoh yang bisa kita ambil untuk lebih memperjelas definisi tersebut; dari kebutuhan outsourcing untuk individu, seperti catering atau jasa boga, sebagai wujud dari pengalihdayaan kegiatan memasak yang tidak lagi dilakukan di rumah sendiri namun oleh spesialis dalam bidangnya, yaitu usaha catering. Hal yang sama terjadi untuk urusan binatu atau laundry, pengurusan cuci- mencuci dialihdayakan pada perusahaan laundry, pengiriman surat melalui kantor pos, pembuatan taman di belakang rumah, perbaikan atau renovasi rumah, hingga pembangunan rumah yang melibatkan designer dan kontraktor, serta berbagai hal lain dalam kehidupan kita sehari-hari. Inilah wujud dari outsourcing yang paling sederhana.8
B. Peranan Outsourcing
Di dalam dunia usaha saat ini peranan outsourcing sangat di butuhkan untuk kepentingan perusahaan baik segi financial maupun efektifitas perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan belum tentu bisa mencukupi segala bentuk kegiatan
7 Xxxxxxxxx xxx Xxxxxxxx dan Djokropranoto, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta: Grasindo,2003) Cet, h. 3
8 ibid
penunjang perusahaan seperti tenaga kerja secara keseluruhan sedangkan perusahaan di tuntut untuk lebih fokus kepada kegiatan inti perusahaan agar bisa bersaing dengan perusahaan lainnya. Atas dasar itulah di perlukan adanya tenaga outsourcing atau pun perusahaan outsourcing untuk dapat membantu dan mendukung kinerja perusahaan.
1. Sebagai fasilitator bahwa outsourcing tugas utamanya adalah sebagai jembatan bagi pencari tenaga kerja. Outsourcing sebagai penyedia tenaga kerja sedangkan perusahaan sebagai pencari tenaga kerja untuk memperlancar produktivitas kerjanya.
2. Sebagai dinamisator bahwa outsourcing dapat berperan bagi kemajuan perusahaan, karena perusahaan tidak selamanya akan bergantung kepada outsourcing. Dengan adanya outsourcing ini perusahaan akan berlatih untuk mempersiapkan tenaga kerjanya apabila sewaktu-waktu outsourcing tidak lagi dapat dipertahankan kerjasamanya. Dengan demikian outsourcing dapat dijadikan dinamisator perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya.
3. Sebagai katalisator yaitu outsourcing dapat menjadi penghubung antara perusahaan yang mencari tenaga kerja yang sesuai kebutuhan dengan tenaga kerja yang tersedia atau dimiliki oleh outsourcing sehingga tenaga yang disalurkan benar-benar dibutuhkan oleh perusahaan.
4. Sebagai motivator yaitu outsourcing dapat dijadikan perusahaan untuk membangunkan semangat serta kinerja organisasi. Dengan kelancaran
menjalankan produktifitas kerjanya maka perusahaan akan merasa puas demikian pula konsumennya.
5. Sebagai stabilisator, outsourcing mampu menstabilkan kinerja organisasi perusahaan karena menyediakan tenaga kerja yang belum dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat membawa kestabilan perusahaan dalam meningkatkan produktivitas pelayanan dan kinerjanya.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat di simpulkan bahwa outsourcing memiliki peranan yang sangat penting bagi perusahaan. Dengan adanya outsourcing dapat membantu kinerja perusahaan menjadi lebih baik dan bermutu sehingga dapat memberikan kepuasan baik untuk internal perusahaan maupun para penggunanya.
C. Tujuan Di Kembangkannya Sistem Outsourcing
Pada era globalisasi saat ini, persaingan dunia usaha semangkin ketat. Perusahaan di tuntut untuk lebih meningkatkan kinerja usahanya. Oleh karenanya perusahaan berupaya untuk lebih fokus kepada kegiatan inti perusahaan dan kegiatan penunjang di serahkan kepada pihak lain yaitu perusahaan outsourcing.
gunanya apalagi kalau bukan untuk membagi resiko usaha. Bagian-bagian tertentu (pokok) dari rankaian usaha perusahaan tetap dikerjakan oleh perusahaan tersebut, sedangkan bagian penunjang lainnya di outsource ke perusahaan lain.
Yang terjadi kemudian perusahaan fokus pada pengembangan serta penetrasi pasar.9
Diantara beberapa tujuan dikembangkannya sistem outsourcing antara lain:
1. Efisiensi kerja dimana perusahaan produksi dapat melimpahkan kerja-kerja operasional kepada perusahaan outsourcing
2. Resiko operasional perusahaan dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Sehingga pemanfaatan faktor produksi bisa dimaksimalkan dengan menekan resiko sekecil mungkin.
3. Sumber daya perusahaan yang ada dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain yang lebih fokus dalam meningkatkan produksi.
4. Mengurangi biaya pengeluaran (capital expenditure) karena dana yang sebelumnya untuk investasi dapat digunakan untuk biaya operasional.
5. Perusahaan dapat mempekerjakan tenaga kerja yang terampil dan murah.
6. Mekanisme kontrol terhadap buruh menjadi lebih baik.
Menurut Xxxxxxxxxxxx, keuntungan perusahaan menerapkan outsourcing pertama perusahaan principal dapat membagi beban atau resiko usaha. Kedua, akan tercapainya efesiensi karena segala sumber daya perusahaan tersebut diarahkan kepada pekerjaan-pekerjaan yang merupakan usaha inti. Jadi penyerahan pekerjaannya kepada pihak lain sesungguhnya tidak dilakukan dalam rangka menekan biaya produksi, namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan seperti terjadinya diskriminasi upah antara pekerja perusahaan
9 Xxxxx Xxxxxx, Tujuan Outsourcing, (jakarta, Gramedia,2010), cet.1, h.6
principal (pekerja tetap) dan pekerja outsourcing (pekerja kontrak). Dengan sistem kerja kontrak, kelangsungan kerja pekerja perusahaan perusahaan outsourcing tidak di jamin.10
D. Alasan Yang Mendasari Menggunakan atau Tidak Menggunakan
Outsourcing
Industri/Perusahaan yang menggunakan outsourcing melakukan dengan berbagai alasan. Demikian pula Industri/Perusahaan yang tidak melakukan outsourcing juga memiliki alasan-alasan tertentu. Disini penulis mencoba melihat apa saja alasan-alasan pihak-pihak yang menggunakan ataupun tidak menggunakan jasa outsourcing khususnya pekerja/buruh.
1. Alasan Industri/Perusahaan menggunakan outsourcing11
a. Alasan organisasi
Beberapa alasan yang termasuk dalam kategori ini, antara lain sebagai berikut.
1) Meningkatkan efektivitas perusahaan dengan memfokuskan diri pada apa yang dapat dilakukan paling baik, yaitu kompetensi utamanya. Dengan kata lain memfokuskan diri pada bisnis utamanya;
2) Meningkatkan fleksibilitas untuk mengantisipasi perubahan dalam bisnis, baik penggunaan teknologi atau proses, maupun perubahan volum bisnis;
10 Xxxxxxxxx Xxx Xxxxxxxx dan Xxxxxxxxxxxx, op.cit, h.2-3
11 Xxxx, x.93
3) Melakukan transformasi organisasi;
4) Meningkatkan nilai produk dan layanan;
5) Meningkatkan kepuasan pelanggan;
6) Meningkatkan nilai pemegang saham;
7) Menghindari pengendalian bagian yang sulit dikendalikan;
8) Mempercepat hasil reenineering;
b. Alasan perbaikan kinerja
1) Memperbaiki kinerja operasi perusahaan;
2) Memperoleh keterampilan ahli dan teknologi yang tidak mungkin diperoleh dengan cara lain;
3) Meningkatkan manajemen dan pengendalian;
4) Memperbaiki manajemen risiko;
5) Mendapatkan ide-ide yang inovatif;
6) Memperbaiki kredibilitas dan pamor tinggi dengan cara berasosiasi dengan pemberi jasa yang unggul;
c. Alasan keuangan12
1) Mengurangi investasi dalam pembelian atau penggantian aset;
2) Menggunakan dana yang ada untuk keperluan lain yang lebih mendesak dan penting;
3) Memperoleh arus kas dengan memindahkan aset kepada pemberi jasa;
4) Membagi resiko keuangan dengan pemberi jasa;
12 Ibid, h.94
5) Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi;
d. Alasan penghasilan
1) Mendapatkan akses pasar dan kesempatan bisnis lebih luas dengan melalui jaringan pemberi jasa;
2) Mempercepat perluasan bisnis dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, sistem dan proses pemberi jasa;
3) Menambah kapasitas produksi dan penghasilan pada saat perusahaan tidak mampu mendanai;
e. Alasan biaya
1) Mengurangi biaya dengan memanfaatkan kemampuan unggul pemberi jasa, baik kemampuan teknologi, spesialisasi, produktivitas, pengembangan, dan riset;
2) Mengubah biaya tetap menjadi biaya variabel;
3) Mengurangi kebutuhan arus kas;
4) Sering kali dapat mengurangi biaya gaji dan upah karyawan;
f. Alasan sumber daya manusia13
1) Memberikan pada karyawan kepastian lebih dalan hal jenjang karier;
2) Menghindari problema yang ditimbulkan oleh tuntutan sumber daya manusia, yang sering kali sulit diatasi sendiri;
3) Lebih memberikan fokus pada pembinaan sumber daya manusia di bidang kegiatan utama perusahaan;
13 Ibid, h.95
Selain itu ada juga beberapa alasan perusahaan/industri menggunakan pekerja/buruh outsourcing yaitu sebagai salah satu alternatif untuk menghindari masalah perusahaan yang berkaitan dengan bisnis inti sehingga perusahaan menyerahkan kegiatan penunjang perusahaan kepada perusahaan outsourcing seperti security, cleaning service, sistem informasi, distribusi serta beberapa kegiatan penunjang lainnya. Perusahaan hanya bertanggung jawab untuk menyediakan dana yang dibutuhkan.
Pilihan dilakukannya outsourcing oleh suatu perusahaan pada intinya disebabkan semakin meningkatnya kegiatan bisnis suatu perusahaan pada satu sisi dan adanya keterbatasan SDM internal dari segi kuantitas maupun knowledge untuk mengatasi secara baik (efektif dan efesien) meningkatkan kegiatan bisnis tersebut.
Berbagai Pertimbangan yang mendorong perusahaan untuk memilih outsourcing sebagai alternatif terbaik dalam mengembangkan bisnisnya adalah.14
1) Keterbatasan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk bidang- bidang tertentu;
2) Lebih efektif dan efisien dari segi waktu;
3) Pertimbangan biaya yang dimiliki oleh perusahaan;
4) Xxxxxx tidak kembalinya investasi yang dilakukan sangat tinggi.
00 X Xxxxx, outsourcing dan PKWT, (Jakarta, PT. Lembangtek,2003), cet.3, h.2
5) Ketidak pastian untuk mendapatkan sistem yang tepat sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh perusahaan.
6) Proses pembelajaran pelaksanaan untuk sistem tertentu seperti sistem informasi membutuhkan jangka waktu yang cukup lama.
7) Tidak adanya jaminan loyalitas pekerja setelah bekerja cukup lama dan terampil.
2. Alasan Industri/Perusahaan tidak menggunakan outsourcing
a. Ketidakpastian15
1) Ketidakpastian yang cukup besar memang ada.
2) Biaya yang ada sekarag kurang dimengerti besarnya.
3) Penghematan yang diharapkan tidak kunjung didapat.
4) Kinerja pemberi jasa ternyata tidak memuaskan.
5) Reputasi besar pemberi jasa ternyata tidak terbukti.
6) Tidak ada pemberi jasa yang memenuhi harapan dan persyaratan.
b. Kurang pengawasan
1) Kehilangan kendali terhadap pemberi jasa.
2) Kehilangan kendali kelancaran tersedianya jasa.
3) Ketergantungan pada pemberi jasa.
4) Potensi kehilangan keahlian.
c. Potensi konflik
1) Kehilangan kompetensi utama.
15 Xxxxxxxxx Xxx Xxxxxxxx dan Xxxxxxxxxxxx, op.cit, h.96
2) Kehilangan rasa percaya diri.
3) Ketidakmulusan jalannya operasi karena berbagai konflik kepentingan yang mungkin timbul.
4) Pemberi jasa dapat mengetahui rahasia perusahaan dan berpotensi membocorkan pada kompetitor.
5) Pemberi jasa dapat mengambil alih kegiatan perusahaan dan berubah menjadi kompetitor.
d. Ketidaksenangan karyawan
1) Perasaan gagal melaksanakan tanggung jawab atas preservasi kesempatan kerja.
2) Memberikan sinyal buruk pada karyawan lain yang terkena transfer atau pemutusan hubungan kerja.
3) Mengurangi komitmen pada masyarakat.
4) Khawatir dianggap tidak etis dalam menangani nasib karyawan.
5) Memperburuk moral dan semangat karyawan lain, meskipun tidak terkena transfer.
e. Alasan finansial16
1) Pemberi jasa tidak mampu melaksanakan kerja dengan biaya yang lebih efesian.
2) Ekonomis skala besar mungkin tidak dapat diperoleh.
16 Ibid, h.97
f. Lain-lain
1) Belum melakukan studi.
2) Merasa terlalu sibuk melakukan studi.
3) Tidak berani mengambil resiko walau kecil sekali pun.
4) Menganggap ide yang baik tetapi waktunya belum tepat.
5) Mempunyai pengalaman jelek dengan pemberi jasa terdahulu.
6) Menganggap pelanggan membenci ini.
7) Takut akan reaksi karyawan.
8) Takut akan reaksi serikat buruh.
9) Menunggu proyek percobaan sampai berhasil.
10) Terlalu banyak biaya tersembunyi yang tidak ketahui.
37
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Sistem Perjanjian Kerja Tenaga Outsourcing
Dalam suatu kerjasama antara perusahaan pengguna jasa outsourcing dengan perusahaan outsourcing (alih daya) tentunya harus di ikat dalam suatu perjanjian tertulis. Perjanjian dalam outsourcing dapat berbentuk perjanjian permborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja. Dan perjanjian yang di buat oleh para pihak harus memenuhi syarat-syarat yang telah tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:1
1. Sepakat, bagi para pihak
2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Sebab yang halal
Dari penjelasan Undang-undang ini tentang syarat sahnya suatu perjanjian maka dalam sistem outsourcing terdapat dua tahapan perjanjian, yaitu:
1. Perjanjian antar perusahaan pengguna jasa outsourcing dengan perusahaan
outsourcing (alih daya)
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep/MEN/VI/2004 apabila perusahaan penyedia jasa pekerja memperoleh
Ke-5, h.339
1 R. Subekti & R Xxxxxxxxxxxx, KUHPerdata, (Jakarta: PT Xxxxxxx Xxxxxxxxx, 1995) cet.
37
pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja dari perusahaan penyedia jasa.
b. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud di atas, hubungan kerja yang terjadi antara perusahaan penyedia jasa dengan pekerja yang dipekerjakan perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.
c. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja bersedia menerima pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja sebelumnya untuk jenis- jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja.
Selanjutnya perjanjian tersebut harus didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaaan Kabupaten / Kota tempat perusahaan penyedia jasa pekerja melaksanakan pekerjaan dengan melampirkan draft perjanjian kerja.
Apabila telah memenuhi ketentuan, maka diterbitkanlah bukti pendaftaran, namun apabila tidak sesuai dengan ketentuan, maka pejabat
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan memberikan catatan pada bukti pendaftaran hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan.2
Isi perjanjian kerja/perxxxxxx xxxx (penyediaan) jasa antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja untuk melakukan kerjasama outsourcing, yaitu:3
a. Bahwa status pekerja adalah pekerja di perusahaan penyedia jasa pekerja dan bukan bekerja di perusahaan pemberi pekerjaan.
b. Yang berhak memberikan Serikat Pekerja (SP) adalah perusahaan penyedia jasa pekerja.
c. Diperjanjikan bila PHK (Putusan Hubungan Kerja) siapa yang bertanggung jawab atas hak-hak pekerja.
d. Diperjanjikan apakah ditengah masa kontrak dapat dilakukan Replacement (pengganti) terhadap pekerja yang dikontrak oleh perusahaan pemberi pekerjaan.
e. Diperjanjikan apakah status pekerja tersebut Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
f. Diperjanjikan apakah perusahaan penyedia jasa pekerja mau menerima pengalihan pekerjaan yang disesuaikan dengan syarat-syarat kerja yang ada di perusahaan penyedia jasa pekerja.
2 Menteri Xxxxxx Xxxxx dan Transmigrasi no. 101, op.cit Pasal 4
3 Xxxx Xxxxxxx Xxxxxxx, op.cit h. 46
g. Diperjanjikan pihak mana yang bertanggung jawab atas pelatihan dan pembinaan terhadap pekerja.
h. Diperjanjikan untuk jangka waktu berapa lama kerjasama akan dilaksanakan.
i. Berisi tentang hak dan kewajiban perusahaan penyedia jasa pekerja dan perusahaan pemberi pekerjaan.
j. Berisi tentang standar kinerja yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan.
k. Berisi tentang tanggung jawab atas pelaksanaan biaya-biaya kompensasi pekerja seperti Asuransi, Jamsostek, dsb
l. Berisi tentang klausula yang mungkin terjadi dengan kesepakatan para pihak
Di dalam Keputusan Menteri No. KEP.220/MEN/X/2004 dijelaskan bahwa perusahaan pemberi pekerjaan yang akan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan pemborong pekerjaan wajib membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan serta menetapkan jenis- jenis pekerjaan yang utama dan penunjang berdasarkan undang-undang yang kemudian dilaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.4
4 Menteri Xxxxxx Xxxxx dan Transmigrasi no.220, op.cit Pasal 6
2. Perjanjian antara perusahaan outsourcing (alih daya) dengan pekerja
outsourcing.
Perjanjian kerja antar perusahan outsourcing dengan pekerja dapat di tentukan apakah berupa perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Undang-undang yang mengantur tentang kedua perjanjian ini adalah pasal 56 sampai dengan 60 yang secara jelasnya berisikan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Sedangakan perjanjian kerja waktu tidak tertentu di lakukan tanpa adanya batasan waktu yang pasti bagi pekerja atau di sebut juga pekerjaan yang bersifat tetap.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dan menggunakan Bahasa Indonesia serta huruf latin. Namun, jika perjanjian kerja tersebut di buat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, maka apabila di kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya maka yang berlaku adalah perjanjian kerja yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. Untuk perjanjian kerja yang tidak di buat secara tertulis , maka perjanjian tersebut dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. Jika itu tetap dijalankan, maka masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum. Disamping itu, perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis
dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan diselesaikan dalam waktu tertentu, yaitu:
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya.
b. Pekerjaan yang bersifat musiman
c. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak lama dan paling lama 3 tahun.
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap, dan perjanjiannya hanya dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang paling lama 1 (satu) tahun. Berikut akan diuraikan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
a. Perjanjian kerja didasarkan atas jangka waktu paling lama 2 tahun.
b. Hanya boleh di perpanjang 1 (satu) kali untuk paling lama dalam waktu sama, dengan ketentuan jujlah seluruhnya tidak lebih dari 3 tahun.
c. Untuk memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu perusahaan pengguna memberitahukan maksudnya selambat-lambatnya 7 hari sebelum perjanjian kerja berakhir.
d. Pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu hanya bisa dilaksanakan setelah melebihi masa tenggang 30 hari berakhirnya perjanjian kerja yang
lama, dan hanya boleh dilakukan 2 (dua) kali dalam maksimal 2 tahun. Berikut contoh kontrak pekerja waktu tertentu:
1) Kontrak pertama (1) 6 bulan, kontrak kedua (2) 1 tahun, selesai tidak boleh diperpanjang walau belum 3 tahun.
2) Kontrak pertama (1) 2 tahun, kontrak kedua (2) 1 tahun selesai,
3) Kedua contoh diatas dapat diperbaharui setelah tenggang 30 hari berakhirnya kontrak kerja.
Selain itu, undang-undang ini juga menjelaskan ketentuan-ketentuan yang apabila dalam perjanjian kerja waktu tertentu ini tidak di penuhi, maka perjanjian tersebut berubah demi hukum menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Perjanjian kerja waktu tertentu ini juga diatur dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI nomor KEP100/MEN/2004 tentang ketentuan pelaksanaan Perjanjian yaitu menjelaskan bahwa syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT tidak boleh lebih rendah daripada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya, adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu paling lama 3 tahun. Jika perjanjian tersebut dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan, maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat selesainya perjanjian.
Di jelaskan pula bahwa pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaanya tergantung pada musim atau cuaca. Dan hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerja musiman dan hanya diberlakukan untuk pekerja yang melakukan pekerjaan tambahan, serta pengguna yang memperkerjakan harus membuat daftar nama pekerja yang melakukan pekerjaan tambahan, untuk pekerjaan jenis ini tidak dapat dilakukan pembaharuan.
Menurut Keputusan Menterti Tenaga Kerja dan Transmigrasi PKWT dapat dilakukan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan, yang masih dalam percobaan atau penjajakan untuk jangka waktu paling lam 2 (dua) tahun dengan perpanjangan saru kali paling lama 1 (satu) tahun dan tidak dapat dilakukan pembaharuan.
PKWT hanya boleh diberlakukan bagai para pekerja yang melakukan pekerjaan diluar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan. Untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah waktu dan volume pekerjaannya maka upanya didasarkan pada kehadiran, maka dilakukan dengan perjanjian harian lepas dengan ketentuan pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan. Oleh karenanya diwajibkan untuk membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan pekerjaan para buruh, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama / alamat perusahaan pemberi pekerjaan
b. Nama / alamat pekerja
c. Jenis pekerjaan yang dilakukan
d. Besarnya upah atau imbalan lainnya.5
Dari penjelasan diatas penulis melihat Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dan juga Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tahun 2004 belum memberikan perlindungan yang kuat kepada pekerja/buruh outsourcing, hanya memberika arahan kepada para pihak yang ingin melakukan kegiatan outsourcing kepada perusahaan lain yang memberikan jasa pekerja profesional, hal ini bisa penulis lihat dari isi perjanjian kerja antara perusahaan pengguna jasa outsourcing dengan perousahaan outsourcing pada poin (a) di katakan bahwa pekerja adalah pekerja di perusahaan penyedia jasa pekerja, sehingga terlepaslah segala bentuk kewajiban perusahaan pengguna seperti tunjangan maupun jaminan kesehatan bagi pekerja/buruh, pada poin (c) tidak dijelaskan secara pasti siapa yang bertanggung jawab kepada pekerja apabila terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) serta pada poin (d) juga di perjanjikan adanya Replacement (Pengganti) terhadap pekerja lama dengan pekerja baru sehingga membuka peluang pengeksploitasian manusia.
Pada perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja/buruh ada ketidak sesuaian antara Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dengan keadaan di lapangan. Hal ini bias penulis liha dan rasakan dari media
5 Menteri Xxxxxx Xxxxx dan Transmigrasi no. 110, op.cit Pasal 6
elektronik seperti televisi, internet, media cetak seperti Koran maupun buku- buku yang menyangkut tentang tenaga outsourcing.
Di dalam undang-undang ini di katakan bahwa jenis-jenis pekerjaan yang hanya boleh digunakan oleh pihak pengguna jasa outsourcing hanyalah kegiatan diluar kegiatan rutinitas perusahaan atau bisa dikatakan kegiatan penunjang perusahaan seperti pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya, pekerjaan yang bersifat musiman, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak lama dan paling lama 3 tahun serta pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru perusahaan atau kegiatan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Namun, dari berbagai riteratur yang penulis temukan seperti pada buku karangan Xxxxxx Xxxxxxxxx dan Xxxx Xxx Xxxxxxx (2008:109) dalam buku ini menceritakan tentang seseorangan yang bekerja pada suatu bank nasional ternama dan di tempatkan pada bagian teller yang mana kita tahu bahwa xxxxxx bertugas memasukkan data-data transaksi nasabah setiap hari. Mungkin dilihat kerjanya sangat sederhana namun memiliki resiko yang sangat besar, salah memasukan trasnsaksi yang merugikan nasabah atau pun bank maka teller lah yang harus mengganti dan bertanggung jawab.
Tapi bukan itu permasalahan yang ingin penulis angkat, permasalahannya adalah kita sama-sama mengetahui bahwa bank adalah kegiatan / perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Teller adalah bagian dari kegiatan inti bank. Tanpa adanya teller bagaimana bisa memasukkan data-data
transksi nasabah setiap hari. Penulis melihat bahwa kasus diatas tidak masuk dalam kriteria yang diserukan oleh Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan putusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2004, alasan penulis yaitu antara lain:
a. Teller merupakan salah satu kegiatan inti perusahan (bank), karena bank adalah perusahaan jasa yang bergerak dibidang keuangan.
b. Xxxxxx tidak masuk 4 kriteria yang telah di tetapkan undang-undang karena pekerjaan teller tidak bersifat sementara, atau pun bersifat musiman, atau bersifat pekerjaan yang tidak lebih lama dari tidak 3 tahun bahkan tidak masuk dalam kriteria pekerjaan tambahan.
Dalam model kerja outsourcing adanya pergeseran ruang lingkup hubungan industrial. Awalnya yang terkenal dengan istilah triparti atau hubungan antara buruh , pengusaha dan pemerintah. 6 Dalam model outsourcing menjadi empat lingkaran hubungan yaitu buruh, perantara atau broker (perusahaan outsourcing), perusahaan pengguna (pemilik modal) dan pemerintah. Hal ini bisa penulis lihat adanya dua perjanjian yang telah di bahas pada paragraf sebelumnya.
6 Xxxxxxxxxx , Konflik Sosial, Kajian Hubungan Buruh Perusahaan dan Negara Di Indonesia, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 173
Kapitalisme7 mungkin itu yang bias di gambarkan dalam kegiatan ini, karena outsourcing sebagai sebuah model perburuhan baru, melalui beberapa tahapan dalam perekrutannya. Ketersediaan tenaga kerja yang tinggi di pasar mengakibatkan turunnya harga buruh. Tersedianya pekerja/buruh cadangan yang banyak mengakibatkan terjadinya penindasan terhadap hak-hak buruh. Eksploitasi, PHK dan lain sebagainya diputuskan secara sepihak oleh pemilik modal. Pekerja/buruh outsourcing bekerja dan dibentuk seolah-olah seperti mesin yang bekerja untuk pemilik mesin dalam hal ini adalah perusahaan pengguna. Apabila mesin tersebut dirasa sudah tidak lagi membantu pemilik mesin maka dengan mudah diganti dengan mesin (pekerja) yang baru yang
7 Secara sederhana Sistem Ekonomi Kapitalis, mengandung 3 (tiga) prinsip dasar yaitu:
1. Kebebasan memilih harta secara perorangan, dimana untuk memiliki harta perseorangan. Setiap individu dapat memiliki, membeli dan menjual hartanya menurut dikehendaki tanpa hambatan. Individu dapat memiliki kuasa penuh terhadap hartanya dan bebas menggunakan sumber-sumber ekonomi menurut cara yang dikehendaki. Setiap individu berhak menikmati manfaat yang di peroleh dari produksi dan distribusi serta bebas untuk melakukan pekerjaan.
2. Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas, setiap individu berhak untuk mendirikan, mengorganisasikan dan mengelolah perusahaan yan diinginkan, individu juga berhak terjun dalam sebuah bidang perniagaan dan memperoleh sebanyak-banyaknya keuntungan. Negara tidak boleh campur tangan dalam semua kegiatan ekonomi yang bertujungan untuk mencari keuntungan, selagi aktivitas yang dilakukan itu sah dan menurut peraturan negara tersebut. Berdasarkan prinsip ekonomi dan tuntunannya yaitu persaingan bebas, maka untuk tiap individu dapat menggunakan potensi fisiknya, mental dan sumber-sumber yang tersedia untuk dimanfaatkan bagi kepentingan individu tersebut.
3. Ketimpangan ekonomi, dalam sistem ekonomi kapitalisme, modal merupakan sumber produksi dan sumber kebebasan. Individu-individu yang memiliki modal lebih besar akan menikmati hak kebebasan yang lebih baik untuk mendapatkan hasi yang sempurna. Ketidaksamaan kesempatan mewujudkan jurang perbedaan antar golongan kaya bertambah kaya dan yang miskin semakin miskin. Xxxxxx Xxxxxxxxx, Buku Ajar Ekonomi Islam II, (Pekanbaru,2010), h. 17-18
Dengan menipisnya peran negara, maka giant corporation dengan modal milyaran mendominasi. Dalam konteks ini, pasar memainkan peran tanpa intervensi negara. Pasar berlaku efisien apabila sejumlah prasyarat yang ditetapkan terpenuhi, seperti; pasar itu harus bersaing, biaya total produksi harus tanggung produsen dan dimasukkan dalam harga jual produsen atau disebut juga internalisasi biaya. Xxxxxxxx, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2007), cet ke-1, h. 31
dirasa bisa lebih membantu kinerja perusahaan untuk mencapai apa yyang mereka inginkan.
Hubungan yang terjadi antara buruh dengan perusahaan outsourcing dan perusahaan pengguna adalah hubungan ketergantungan. Namun, tipe ketergantungan (dependensi) yang terjadi yaitu ketergantungan yang tidak seimbang.
Kekuasaan yang menumpuk di tangan kelompok pemberi upah atau borjuis dalam mengelola dan mengusai sumber-sumber daya yang terbatas. Sehingga dalam prakteknya hubungan ketergantungan ini berjalan dengan berat sebelah, karena prinsip para kapitalis yaitu memaksimalkan keuntungan yang menekankan pada efesiensi dan produktivitas, sehingga buruh sering dieksploitasi.8
Pekerja/buruh kehilangan kretivitas dan kemampuan dasarnya sebagai mahluk produktif untuk mencukupi kebutuhan sendiri. Mereka telah kehilangan hak-hak untuk menciptakan produk sesuai dengan keinginan dan untuk kebutuhan mereka sendiri. Outsourcing melanggengkan perangkap terhadap buruh yang sudah lama terbentuk. Kondisi ini juga didukung dengan kuatnya pengusaan broker dan perusahaan inti terhadap pekerja/buruh. Senada dengan gambaran diatas dalam kongres ICEM menyatakan bahwa kami
8 Xxxx Xxxxxxx, Buruh menggugat Persfektif Islam, (Yokyakarta: Pustakan Sinar Harapan), 2002, h. 27
memandang outsourcing sebagai bentuk dari perbudakan dan ketidakadilan bagi kemanusiaan.9
B. Bagaimana Eksitensi Hak-Hak Buruh Dalam Sistem Outsourcing
Sebelum melihat lebih jauh bagaimana eksitensi hak-hak buruh dalam sistem outsourcing baik secara teori maupun keadaan di lapangan, berikut akan diuraikan hak-hak buruh dalam sistem outsourcing.
1. Uang pesangon dan uang penghargaan
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha dapat diwajibkan dalam UU No. 2 tahun 2004 disebutkan pengadilan Hubungan Industri (PHI) untuk membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (PH) di tentukan dalam pasal 156 (2) UKK paling sedikit.10
a. Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah.
b. Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah
c. Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah
d. Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah
e. Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah
f. Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah
g. Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah
h. Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah
9 Xxxxx Xxxxxx, Menjinakkan Sang Kuda Troya, Perjuangan Serikat Buruh Menghadang Sistem Kontrak/Outsourcing, (Jakarta: TURC (Trade Union Right Centre ), 2008, h.39
10 Undang-Undang No.2 tahun 2004 mengenai Pengadilan Hubungan Industri, h.11
i. Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah
Sedangkan besarnya UPMK menurut pasal 156 (3) UKK sebagai berikut:11
a. Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah
b. Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah
c. Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah
d. Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah
e. Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah
f. Masa kerja 18 ahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah
g. Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah
h. Masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah
Untuk UPH dalam pasal 156 (4) UKK meliputi:12
a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja
c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan sebesar 15% daru UP dan UPMK bagi yang memenuhi syarat
d. Hal-hal lain ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan.
Dengan perjanjian kerja dalam bentuk outsourcing, maka pasal 156 (2) dan 156 (3) UKK, akan berkesan hanya menjadi hiasan dalam UKK. UP
11 Ibid, h. 13
12 Ibid, h.15
dalam pasal 156 (2) maksimum hanya untuk upah 2 bulan kerja. Sebab dalam praktek , sebagai berikut:13
a) UP dalam pasal 156 (2) maksimum hanya untuk upah 2 bulan kerja, sebab lama bekerja bervariasi 6 bulan, 1 tahun dan 2 tahun.
b) UPMK pasal 156 (3) tidak mungkin didapat oleh pekerja outsourcing, karena pekerja yang di PHK minimal telah bekerrja selama 3 tahun untuk mendapatkan UPMK 2 bulan upah.
c) UPH seperti biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat dimana pekerja diterima bekerja, sangat jarang untuk didapat oleh pekerja, sebab lamaran penerimaan dan seleksi dilakukan di kota tempat perusahaan. Apalagi jenis pekerjaannya tidak memerlukan keahlian khusus.
2. Hak jamsostek
Hak pekerja outsourcing pada PT. Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja) mencantumkan hak untuk mendapatkan jaminan dari 4 program jamsostek mencan terhadap jamsostek, tidak jelas disebutkan di dalam perjanjian kerja. Pekerja outsourcing pada PT. jamsostek mencantumkan hak untuk mendapatkan jaminan dari 4 program jamsostek, yaitu: 1. Program jaminan kecelakaan kerja, 2. Program jaminan kematian, 3. Program jaminan tabungan dari tua, 4. Program jaminan pemeliharaan kesehatan.14 Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi pekerja dalam bentuk santunan uang sebagai
13 Undang-undang No. 2 Tahun 2004, Loc. cit
14 Ibid, h.16
pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan layanan akibat peristiwa atau keadaan yang dialami seperi: 1. Kecelakaan, 2. Sakit, 3. Hamil, 4. Bersalin. 5. Hari tua, 6. Menginggal dunia.15
3. Hak upah yang layak dan hak tabungan pensiun
Upah yang diperoleh oleh pekerja outsourcing biasanya dalam bentuk upah Minimum Provinsi (UMP) yang besarnya untuk Ria berkisar sekitar Rp 1.260.000,- walaupun ada kenaikan upah setiap tahun, hal tersebut dikarenakan adanya perubahan peraturan Daerah tentang UMP untuk penyesuaian saja.
Kehendak untuk mendapatkan upah yang layak, jauh dari harapan para pekerja outsourcing. Untuk pekerja tetap saja belum tentu mendapatkan upah yang layak. Namun paling tidak ada kriteria dalam penentuan skala upah, misalnya melalui perjenjangan upah.
Dengan penjelasan diatas, penulis melihat bahwa hak-hak pekerja/buruh outsourcing, pada pasal 156 (2), (3), (4) UKK hanya terkesan menjadi hiasan dalam UKK. Hal ini disebabkan UP dalam pasal 156 (2) maksimum hanya upah 2 bulan kerja sebab dal praktek sebagai berikut.16
a. UP dalam pasal 156 (2) maksimum hanya upah 2 bulan kerja, sebab lam bekerja bervariasi 6 bulan, 1 tahun dan 2 tahun.
15 Xxxxxx Xxxxx, op cit, h. 109-110
16 Undang-undang No.2 Tahun 2004, loc. cit
b. UPMK pasal 156 (3) tidak mungkin didapat oleh pekerja outsourcing, karena pekerja yang di PHK minimal bekerja selam 3 tahun atau lebih untuk mendapatkan UPMK 2 bulan upah.
c. UPH seperti biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat dimana pekerja diterima bekerja sangat jarang untuk didapat oleh pekerja, sebab lamaran penerimaan dan seleksi dilakuan di kota tempat perusahaan. Apalagi jenis pekerjaannya tidak memerlukan keahlian khusus.
Oleh karenanya penulis melihat bahwa UKK yang telah ditetapkan hanya berupa kiasan semata tanpa bisa di dapatkan bagi pekerja/buruh outsourcing. walaupun mereka telah bekerja berpuluh-puluh tahun tetapi tetap saja hitungannya tetap kurang dari tiga tahun. Sedangkan tenaga mereka setiap hari dieksploitasi oleh perusahaan pemilik modal. Dalam hal memberikan Xxxxxxxxx juga di pertanyakan khususnya hak terhadap program jaminan tabungan hari tua dan pensiun sebab perjanjian kerja outsourcing tidak lebih dari 3 tahun. Walaupun mereka selalu memperpanjang perjanjian dari waktu ke waktu.
Selain itu tidak efektifnya Undang-undang yang mengatur tentang hak pekerja/buruh outsourcing ini, perlu ada ketegasan dalam peraturan perundang-undangan bahwa setelah kontrak pertama atau kedua berakhir, pekerja outsourcing harus diangkat menjadi pekerja tetap pada perusahaan tersebut.
Outsourcing mengakibatkan tiga masalah utama yaitu pertama, tersingkirnya buruh dari meja atau kesepakatan negosiasi; kedua, tidak adanya tanggung jawab hukum perusahaan terhadap buruh; ketiga berkurangnya buruh tetap sehingga semua buruh masuk kedalam outsourcing, kondisi buruh dalam ketidakpastian.17
Pendapat ini cukup beralasan dikarenakan memang dalam perjanjian kerja hanya melibatkan antara perusahaan pengguna jasa dengan perusahaan outsourcing. Perusahaan pengguna tidak bertanggung jawab terhadapt pekerja/buruh outsourcing karena yang mereka tahu hanya isi kontrak yang telah disepakati bersama dengan perusahaan outsourcing. Dan yang lebih mengkewatirkan apabila suatu saat nanti semua pekerja/buruh di outsourcingkan sungguh sangat ironi mengingat bahwa tenaga mereka di kuras sedangkan kehidupan yang layak hanya menjadi angan-angan semata.
C. Analisis sstem perjanjian kerja tenaga outsourcing menurut ekonomi islam
Pada bagian ini penulis mencoba menganalisa bagaimana system perjanjian kerja tenaga outsourcing menurut ekonomi islam yang tentunya pada bagian ini penulis hanya membatasi pada system perjanjian kerjannya. Dalam perjanjian kerja ada beberapa hal yang di perjanjikan antara lain mencangkup kontrak dan hubungan kerja, syarat-syarat dalam perjanjian kerja, jangka waktu kerja, besar upah dan cara pembayarannya, dan jenis pekerjaan yang di berikan.
17 Xxxxx Xxxxxx, op cit, h. 28
1. Kontrak dan Hubungan kerja
UU Ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 telah menyebutkan bahwa hubungan kerja harus dibuat secara tertulis atau lisan. Ini menjelaskan bahwa perxxxxxan kerja diawal kontrak/akad haruslah benar-benar jelas dan saling menguntungkan antara pihak perusahaan dan para pekerjanya.
Ada tiga tahapan yang dilalui dalam pembuatan perjanjian kontrak kerja antara lain:
a. Pra Contractual (negosiasi), yaitu proses awal untuk mencapai kesepakatan sebelum dituangkan kedalam kontrak tertulis dan haruslah saling menguntungkan (take and give). Pada tahap ini calon pekerja haruslah mengetahui dengan jelas bagaimana hubungan kerjanya dengan pihak perusahaan outsourcing. Hendaklah segala sesuatunya diperhatikan secara seksama apakah ada hal-hal yang merugikan pihak pekerja atau tidak.
b. Contractual, yaitu semua pihak sudah terikat kontrak secara tertulis dan berlaku sampai akhir kontrak.
c. Post Contractual, yaitu pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak tersebut.
Dari penjelasan diatas jelaslah sudah bahwa sebelum melakukan perjanjian kerja antara pekerja dengan perusahaan outsourcing harus memenuhi tiga tahapan tersebut. Seperti yang penulis pahami bahwa dalam
melakukan suatu kegiatan bisnis yang menjadi tujuan utama dalam berbisnis bukanlah mencari keuntungan semata, tetapi yang lebih penting adalah untuk melayani kepentingan masyarakat. Keuntungan hanyalah berupa simbol dari kepercayaan masyarakat terhadap bisnis yang dilakukan. Apabila bisnis yang dilakukan mendapatkan simpatik dari masyarakat maka secara otomatis masyarakat akan menggunakan produknya.
Allah Swt berfirman:
🏶💣◆☟⬃❑◆➏
♦♌❑🡨☺⮲⭘⬂✆♦➂
⬄🏳🡺♎❒🕮
👓🞏✡⇳☺🏶⭘🞟🕭
🡨♊⬂♦⬩🕆 🗐
⮹🖮🙔◼📭◆➏
➐🙔🗶
⬀🕱🡯🙵♦☺♦⌖➉🙗🡺🞎🖏
🕱🡮♒◆☪⬃➍♦📭
🗐 👓◆🄌⬃☼➏➈🖲👓✁ 🙕🞏🗐❑◆➉⮹🞟⬂🖲👓✁
🞟📫⬀❑🞟🢬
⬀🕱🡯🙵🏶⌧⬃🡺♦📭
👓◆☪⬃🡺🞟🢬◆➏◆❒
⌧🄌🙗➁🟏☝◆🄌🙗🙰🖲
🖴💣🕔⮹♉◆➏⮹➉
🖫⮙⬃🡺♦📭
🗏 👓⬩➂🙫➋⬃➁🡨🙣
👓✞🙑⬃🡺♦📭
🕱🡯🙵⮉⌧⬃🡺♦📭
⮘➌⬀➋⮹⌘
⮹🖮🙔◼📭◆➏
🡪💣◆☟⬃❑◆➏◆❒
⮴🙫🙪⮵ ♦♌❑🡬🡺⮹☺⬂♑🞟➅ 👓🞈☺🙗♓🖏 ” Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.(QS. Al-Zukhruf :32)
Dari pengertian ayat diatas jelas bahwa dari kehidupan bermasyarakat manusia saling membutuhkan, Allah meninggikan derajat
sebagian manusia dalam hal ini di ibaratkan adalah pengusaha (pelaku bisnis) untuk membantu sebagian yang lainnya yang penulis ibaratkan adalah pekerja (buruh). Dalam berbisnis apabila keuntungan yang menjadi tujuan utama, seringkali perusahaan ataupun pelaku bisnis menghalalkan segala cara dan apabila hal itu terjadi secara tidak langsung akan melanggar norma-norma keadilan.
Praktek outsourcing menurut analisa penulis memang banyak hal yang menguntungkan pelaku usaha ataupun perusahaan. Keuntungan yang di peroleh perusahaan dalam peraktek outsourcing seperti dalam segi ekonomi, perusahaan dapat mengurangi biaya pengeluaran, memperoleh Sumber daya Manusia (SDM) yang terampil karena sebelum terjun ke tempat kerja SDM tersebut telah dilatih oleh perusahaan outsourcing. Selain itu perusahaan pengguna jasa outsourcing tidak perlu lagi mengawasi kinerja pekerjanya karena telah di ambil alih oleh perusahaan outsourcing sehingga perusahaan pengguna jasa bisa lebih fokus pada kegiatan inti perusahaannya. Keuntungan lainnya adalah dalam hal upah/gaji pekerja juga telah diambil alih oleh perusahaan outsourcing sehinggga perusahaan dalam hal ini pengguna jasa outsourcing tidak perlu khawatir lagi dengan kewajiban yang timbul terhadap para pekerjanya seperti upah, jaminan sosial, dan lainnya seperti yang telah diatur oleh UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.
Disisi lain bagi pekerja/buruh praktek outsourcing sangat merugikan mereka, karena hubungan kerja mereka tidak jelas apabila mendekati masa
kontrak habis. Beruntung bagi mereka apabila mereka kembali di kontrak perusahaan. Namun nasib buruk bagi mereka yang apabila kontraknya telah habis mereka tidak lagi dikontrak perusahaan maka para pekerja pun akan kehilangan pekerjaannya dan pengangguran di Negara ini akan kembali bertambah. Padahal salah satu tujuan di legalkannya peraktek outsourcing adalah untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Tentu ini menjadi dilema tersendiri bagi pekerja outsourcing.
2. Syarat-syarat Kerja
Persyaratan kerja biasanya ditetapkan oleh perusahaan yang merekrut tenaga kerja. Dalam hal ini tentunya sah-sah saja perusahaan outsourcing menetapkan syarat-syarat kerja untuk calon pekerjanya sesuai spesifikasi yang dibutuhkan selama syarat-syarat tersebut tidak melanggar UU yang telah mengatur serta tidak melanggar norma yang ada. Syarat-syarat yang di terapkan oleh perusahaan biasanya pekerja harus menguasai bidang-bidang yang telah di tentukan oleh perusahaan. Dalam hak Cleaning Service tentunya tidak terlalu dipermasalahkan baik dari segi latarbelakang pendidikan maupun gender asalkan calon pekerja tersebut giat dan mau bekerja dengan bersungguh-sungguh. Namun, beda halnya untuk hal-hal yang memerlukan dan menuntut skill atau kemampuan tekhnis seperti maintenance peralatan/mesin tentunya harus memiliki latarbelakang pendidikan yang sesuai dengan bidannya. Dalam hal ini penulis menganalisa
tidak ada permasalahan selama tidak melanggar UU yang berlaku dan norma-norma yang ada terlebih lagi norma agama.
3. Jangka waktu (PKWT/PKWTT)
Dalam UU Ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 telah diatur tentang jangka waktu bekerja. Bagi pekerja kontrak / PKWT telah diatur bahwa bekerja tidak boleh lebih dari 3 tahun. Jadi, pekerja biasanya di kontrak kurang dari 3 tahun jika kontrak telah habis maka terputuslah hubungan kerja antara perusahaan dan para pekerjanya. Perusahaan outsourcing jarang sekali mengontrak pekerjanya di atas 2 tahun hal ini untuk menghindari aturan perundang-undangan yang menyebutkan pekerja yang telah bekerja lebih dari 3 tahun secara otomatis akan menjadi pekerja tetap/PKWTT. Apabila hal ini terjadi tentunya akan menjadi beban bagi perusahaan yang mengontrak tenaga pekerja dikarenakan perusahaan harus memenuhi hak- hak normatif pekerjanya seperti gaji yang terus mengalami peningkatan sesuai dengan golongan, tunjangan-tunjangan, dan pesangon apabila tidak lagi bekerja karena pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan.
Dalam hal pekerja kontrak ini penulis melihat bahwa terjadi ketimpangan dan mengusik rasa keadilan ketika pekerja bekerja bertahun- tahun tetapi mereka tidak mendapatkan hak-hak normative mereka dikarenakan pekerja hanya sebagai pekerja kontrak. Banyak pekerja kontrak yang telah bekerja bertahun-tahun menuntut agar hak-haknya di penuhi tetapi perusahaan tidak sanggup untuk memenuhi tuntutan pekerjanya
dikarenakan berbagai macam alasan sehingga tidak jarang terjadi perselisihan dan masuk kejalur hukum. Agama islam tentu tidak menginginkan hal ini, agama islam telah mengajarkan janganlah manusia menzhalimi manusia lainnya.
4. Besarnya upah dan cara pembayaran
Menyangkut penentuan upah kerja, dalam pandangan syariat islam memang tidak memberikan ketentuan yang rinci baik dalam Kitab Suci al- Qur’an maupun Hadist-Hadist Rasul. Namun, secara umum Al-Qur’an mengajarkan tentang bagaimana seharusnya manusia berlaku dalam penentuan upah kerja. Dalam Al-Quran surat An Nahl ayat 90 Allah
berfirman:
🡬➋🡬🖏🢬🕯♦➂
🟁🖉👓✁
🞎♌🙔✆ 🖂
⮴♊🕔🏶⭘⇳🔾💣🙶👓✁◆❒ ⮵✌⇳➈⮹🡺⬂🖲👓👓🙔📭
🗐➅◼🗁⬀➋🡪✆⬂🖲👓✁
➑🙗➊
⮴🙜🖉👓♦☝➂🙔✆◆❒
🙗🡭🖉👓♦⌖⬄🞟⌧ÿ⬂🖲👓✁
⮴♊♦🡬
🗐➏🞟🌢⬃☪♦➂◆❒
🗐 ⮱🙒⬂⬀♦🖮⬂🖲👓✁◆❒ 🙫➋⌧⌛✡🡨☺⬂🖲👓✁◆❒
⬀🕱🡪⌛🟑🖬⮹🡺🞟🖲
⬀🕱🡭🗏⮉🡪🙗🡺♦➂
⮴🙑⮵⮵ 🙞♍❒🡬➋🟁📬⌧🄌🞟✍
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl:90)18
18 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit h.277
Dari ayat tersebut diatas menjelaskan bagaimana manusia harus selalu berlaku adil. Apabila dikaitkan dengan perjanjian kerja, maka dapat di simpulkan bahwa Allah memerintahkan kepada pemberi pekerjaan/majikan untuk berbuat adil dalam memberikan upah kepada pekerjanya. Selain berlaku adil Allah juga menyuruhkan untuk berbuat baik, dan dermawan kepada para pekerjanya. Kata “kerabat” dalam ayat tersebut dapat diartikan “tenaga kerja”.19
Dalam memberikan pengupahan hendaklah yang memberikan pekerjaan memberikan upah para pekerjanya sesuai dengan tingkat kebutuhan rata-rata para pekerjanya dan disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat pada daerah tersebut. Karena Negara kita adalah Negara hukum yang memiliki aturan-aturan perundang-undangan maka hendaklah disesuaikan dengan aturan perundang-undangan tersebut apakah dengan sistem upah perhari atau perbulan. Penentuan upah minimum tenaga kerja hendaklah didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan yang rasional, tidak hanya mendahulukan kepentingan pengusaha. Dengan kata lain, penentuan kebutuhan pokok tenaga kerja haruslah berdasarkan kepada realitas (bukan berdasarkan perkiraan diatas meja). 20 Ini tentunya sesuai dengan ayat sebelumnya yang menyurukan untuk berlaku adil bagi para
19 Suhrawardi K Xxxxx, loc.cit.
20 Ibid h. 157
pemberi pekerjaan kepada para pekerjanya sehingga akan menimbulkan harmonisasi antara pekerja dan pemberi pekerjaan.
Namun tidak bisa di pungkiri realita saat ini bahwa sering kali masalah pengupahan menjadi tuntutan para pekerja kepada perusahaan tempat dimana mereka bekerja. Hal ini bisa penulis liat di media telivisi Koran ataupun media internet bagaimana sering kali terjadi demontrasi untuk menuntut upah yang layak serta tunjangan-tunjangan lainnya kepada pihak perusahaan. Dari pihak perusahaan memiliki berbagai macam alasan untuk menolak permintaan pekerjanya dengan alasan beratnya beban tenaga kerja yang harus di tanggung perusahan, belum lagi ditambah berbagai faktor-faktor eksternal seperti aturan UMP yang memberatkan sementara hasil produksi perusahaan tidak sanggup menutupi biaya para pekerja ataupun pihak pengguna jasa mereka tidak sanggup memberikan upah yang sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku dan tentu saja berimbas langsung terhadap struktur upa yang didapat para pekerjanya. Tentu ini menjadi dilema tersendiri dimana Undang-undang telah mengatur bahwa perusahaan outsourcing harus membayar upah pekerjanya sesuai UMP masing-masing daerah akan tetapi pihak-pihak yang menggunakan jasa outsourcing ini justru menginginkan nilai kontrak yang lebih tendah dari yang ditawarkan oleh pihak outsourcing.
Disinilah diharapkan peran pemerintah untuk bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang menggunakan jasa outsourcing tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini di perlukan agar setiap pekerja mendapatkan hak dan penghasilan yang layak. Pekerja/buruh juga merasa di beda-bedakan dengan pekerja tetap, bukan saja dari segi keberadaan mereka, tetapi dari segi gaji pun terdapat perbedaan antara pekerja/buruh outsourcing dengan pekerja tetap.
Perusahaan inti melalui kontraktor penyedia jasa memberikan upah yang jauh lebih rendah daripada buruh tetap, mereka terhindar dari penyediaan tunjangan-tunjangan seperti pensiun, asuransi kesehatan, kematian atau kecelakaan, sakit dibayar, tunjangan melahirkan. Hal ini dikarenakan pekerja/buruh outsourcing bukan merupakan bagian dari perusahaan pengguna (pemilik modal), mereka hanya pekerja dari perusahaan penyedian jasa (alih daya) sehingga mereka tidak bisa menuntut hak-hak mereka kepada perusahaan dimana mereka di pekerjakan.
Disini penulis mencoba membandingkan bagaimana perbedan antara karyawan outsourcing/ kontrak dengan karyawan tetap.
Gambaran Perbandingan Hak Buruh Tetap (Permanent)
dan Buruh Kontrak (Outsorcing)
Hak-hak Buruh | Buruh Tetap | Buruh Kontrak |
Upah Pokok (UP) | Minimal UMK Tunjangan Masa Kerja (TMK) UP=UMK+TMK | Hanya UMK |
Premi kehadiran | Dapat | Tidak dapat |
Tunjangan | Pada posisi tertentu ada | Tidak dapat |
Jabatan | ||
Jaminan Sosial Tenaga Kerja | Dapat | Tidak dapat |
Jaminan Kecelakaan Kerja | ||
Jaminan Kematian | ||
Jaminan Hari Tua | ||
Jaminan Kesehatan (Bagi buruh dan Keluarga) | ||
Uang Makan dan Transport | Dapat | Tidak dapat (Termasuk di dalam upah pokok) |
Hak Cuti: Tahunan, Haid, dan cuti hamil | Dapat, untuk buruh perempuan yang hamil mendapat cuti 3 bulan dengan dibayar upahnya | Tidak dapat, buruh perempuan ketika hamil diputus kontraknya. |
Tunjangan Hari Raya | Dapat | Tidak Dapat |
Pesangon | Dapat (dilindungi oleh Undang-Undang) | Tidak Dapat |
Kebebasan berserikat | Ada dan dapat dijalankan | Buruh takut berserikat karena langsung dapat diputus hubungan kerjanya |
Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja | Kolektif melalui PKB | Individu yang ditandatangani di awal |
Sumber : Position paper KBC (Komite Buruh Cisadane), April 2004, hasil pendataan terhadap 150 perusahaan di Tangerang 2003-2004.
5. Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan memang seharusnya disebutkan secara langsung di dalam kontrak outsourcing supaya para pekerja tahu apa pekerjaan mereka dan sebagai apa mereka dalam pekerjaan tersebut, ini tentunya untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan dikemudian hari. Mengenai jenis pekerjaan menurut undanga-undang untuk tenaga outsourcing adalah jenis pekerjaan yang bukan termasuk kegiatan ini perusahaan. Kegiatan pekerja outsourcing adalah seputar kegiatan penunjang perusahaan pengguna jasa outsourcing.
Islam mengajarkan bahwa hendaknya jenis pekerjaan haruslah memperhatikan unsur baik dan buruknya, halal haramnya, dan mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakatan bukan hanya memperhatikan aspek keuntungan semata. Selain itu islam juga mengajarkan bahwa hendaknya pekerjaan itu harus diberikan kepada orang yang betul-betul menguasai jenis pekerjaan tersebut baik dari skil maupun fisik agar tidak memberatkan bagi pekerjanya. Hal ini tentunya diharapkan agar setiap pekerja memang di tempatkan pada bidang yang memang sesuai dengan kemampuannya, ini sesuai dengan Firman Allah yang berbunyi :
🙗💣♦📭❒🕯🟑🕔♦➂ 👓⮹☺🡨♑🗁⮹➈⬃◼🙔✆ ⇳💣🞟🖲👓🞟🕭
⮴♊♦🖏 ◆➌⬀➋⮹⌘
➏➑⮵❑🞟✆⬂🖲👓✁
∙♍🙔✆
🕿 🡸◼⬀➋⮵♐⬂★♦☝⬄🙣👓✁
🏶🕱⬀➋⮹♐⬂★♦☝⬄🙣👓✁
⮴🙪🙗⮵ 🡨🗶✓🙗🖏☞🏵👓✁
”Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Al-Qasas :26)21
Dari penjelasan diatas jelas dikatakan bahwa hendaklah pekerja/buruh yang diberikan pekerjaan adalah yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
21 Depatemen Agama Republik Indonesia, op. cit h. 388
karena itu akan lebih baik dibandingkan apabila di bebankan pekerjaan diluar kemampuannya.
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari analisa yang telah penulis lakukan terhadap sistem perjanjian kerja outsourcing di tinjau menurut ekonomi islam, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa :
1. Dalam Perjanjian kerja outsourcing terdapat 2 tahapan yaitu perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing dan perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja/buruh. Outsourcing ini di atur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang kriteria pekerjaan yang bias di outsourcing kan. Namun, dalam realitanya masih ada perusahaan yang tidak menjalankan peraturan yang telah dibuat. Selain itu Undang-undang yang telah ada belum memberikan perlindungan yang kuat bagi pekerja/buruh outsourcing sehingga membuka peluang pengeksploitasian tenaga manusia yang tidak ada bedanya dengan sistem kapitalis.
2. Hak-hak pekerja/buruh yang diatur pada pasal (2), (3), dan (4) mengenai hak Upah Pesangon (UP), Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), dan Uang Penggantian Hak (UPH) hanya berkesan menjadi hiasan tanpa bias dinikmati oleh pekerja/buruh outsourcing karena jangka kontrak mereka tidak lebih dari 3 tahun. Hal ini juga terjadi pada Jamsostek dimana terdiri dari jaminan hari tua dan pensiun yang tentunya tidak akan di dapatkan oleh pekerja/buruh outsourcing.
67
3. Menurut Analisa Ekonomi Islam sistem outsourcing tidak sesuai dengan Syariat Islam karena sistem ini lebih menguntungkan bagi perusahaan yang lebih mengedepankan aspek ekonomi dan sangat merugikan dari sisi para pekerja/buruh outsourcing, hal ini disebabkan tidak sebandingnya antara kewajiban yang harus di penuhi pekerja/buruh dengan hak yang mereka dapatkan. Hal ini tentunya mengusik rasa keadilan dan Islam sangat menjunjung tinggi HAM dan asas keadilan bagi segenap umat manusia tanpa terkecuali, ini sesuai dengan Firman Allah dalam al-Qur'an Surat An-Nahl ayat 90 yang artinya "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan ...
B. SARAN
Dalam penulisan ini, ada beberapa langkah atau usulan penulis yang dapat dilakukan oleh pemerintah, perusahaan outsourcing maupun pihak-pihak pengguna jasa outsourcing serta pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan outsourcing ini.
1. Hendaknya dalam melakukan suatu perjanjian kerja pihak-pihak yang terlibat khususnya perusahaan pengguna maupun perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh outsourcing melakukannya sesuai dengan UU yang telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003. ,
2. Pemerintah selaku pembuat kebijakan hendaknya meninjau ulang UU yang telah mengarut sistem outsourcing ini dengan membuat aturan perundang-undangan yang jelas dan tegas terhadap penggunaan pekerja/buruh outsourcing agar tidak ada celah untuk
diselewengkan sehingga memberikan rasa nyaman bagi pekerja/buruh outsourcing. Jika tidak maka semakin banyak pekerja/buruh yang terampas hak-hak pokoknya dan tidak mendapatkan penghidupan yang layak. Peringatan hari buruh pada awal mei sudah cukup membuat kita sadar bahwa sistem outsourcing ini banyak kelemahan-kelemahannya.
3. Hendaknya penggunaan pekerja/buruh outsourcing ditiadakan karena memiliki kesan imperialism (menjajah) secara halus terhadap hak-hak pekerja/buruh sebagai warganegara yang merdeka dan tentunya hal ini tidak sesuai dengan syariat Islam.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Xxxxx Xxxxx, 2006, Referensi Ekonomi Syariah Ayat-ayat Al-qur’an dan
Berdimensi Ekonomi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya
Xxxx Xxxxxxx Xxxxxxx, 2008, Outsourcing Konsep dan Xxxxx. Cet. 1, Jakarta, Harvido
Departemen Agama Republik Indonesia, 2005, al-Qur’an dan Terjemahannya,
Jakarta, PT Syamil Cipta Media
Xxxxxxx, 2006, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada,
Xxxxx Xxxxxxx, 2005, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Iftidar Xxxxx, 2011, Menjadi Karyawan Outsourcing, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Xxxxxx Xxxxxxxxx, 2008, Outsourcing versus serikat pekerja, Jakarta: Alihdaya Publishing
Lembaga Negara, 2003, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Jakarta, Sekretaris Negara Republik Indonesia
Xxxxxxxx Xxxxxx, 2011, Hak-Hak Karyawan Kontrak, Jakarta: Forum Sahabat
Much. Nurachmad, 2009, Tanya Jawab Seputar Hak-hak Tenaga Xxxxx Xxxxxxx (Outsourcing), cet ke-1, Jakarta, Visimedia
Xxxxxxxx, 2002, Visi Al-qur’an tentang etika dan bisnis, Jakarta : Salemba Diniyah
Xxxxxxxx Xxxxx’i Xxxxxxx, 2001, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta
: Gema Insani
Xxxxxxxx Xxx Al-Bugha, 2010, Buku Pintar Transaksi Syariah, Jakarta: Hikmah
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masnyarakat Madani (XXXXXX), 2009, Katalog dalam Terbitan (KDT) Komplikasi Hukum Ekonomi Syari’ah, Jakarta: Kencana
Xxxxxx Xxxxx’i, 2007, Ilmu Ushul Fiqih, Bandumg: Pustaka Setia
Xxxxxxxxx xxx Xxxxxxxx dan Djokropranoto, 2003, Proses Bisnis Outsourcing, cet ke-1, Jakarta, Grasindo
Xxxxxxx Xxxxx, 2004, Etika bisnis dan Implementasinya, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Xxxxxxx, 2003, Outsourcing implementasinya di Indonesia, Jakarta : PT Elex Media