PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN PORTOFOLIO PERIODE I TAHUN ANGGARAN 2022
PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN PORTOFOLIO PERIODE I TAHUN ANGGARAN 2022
NOMOR : 0662-Int-KLPPM/UNTAR/V/2022
Pada hari ini Rabu tanggal 25 bulan Mei tahun 2022 yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama : Xxx Xxx Xxxx, Ph.D.
Jabatan : Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Alamat : Letjen X. Xxxxxx Xx.0, Xxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxx, 00000 selanjutnya disebut Pihak Pertama
2. Nama : Xx. Xxxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.Hum., MPA. Jabatan : Dosen Tetap
Fakultas : Hukum
Alamat : Letjen X. Xxxxxx No. 0, Xxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxx, 00000
Bertindak untuk diri sendiri dan atas nama anggota pelaksana penelitian: Nama : Xxxx. Xx. Xxxx Xxxxxx, S.H., M.H., M.M., X.Xx.
Jabatan : Dosen Tetap
Serta atas nama asisten pelaksanaan penelitian :
1. Nama (NIM) : Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxx (205180089) Fakultas : Hukum
2. Nama (NIM) : Shrishti (205190263) Fakultas : Hukum
3. Nama (NIM) : Xxxxxxx Xxxx Xxxxxx (205200013)
Fakultas : Hukum selanjutnya disebut Pihak Kedua
Pasal 1
(1).Pihak Pertama menugaskan Pihak Kedua untuk melaksanakan Penelitian atas nama Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara dengan judul “Upaya Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin Dengan Penggunaan Pendekatan Sanksi Pidana (Studi Wilayah Pertambangan Tanpa Izin Di Kalimantan Selatan)”.
(2).Biaya pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas dibebankan kepada
Pihak Pertama melalui anggaran Universitas Tarumanagara.
(3).Besaran biaya pelaksanaan yang diberikan kepada Pihak Kedua sebesar
Rp. 9.000.000,- (Sembilan juta rupiah), diberikan dalam 2 (dua) tahap masing-masing sebesar 50%
(4).Pencairan biaya pelaksanaan Tahap I akan diberikan setelah penandatanganan Perjanjian Pelaksanaan Penelitian.
(5).Pencairan biaya pelaksanaan Tahap II akan diberikan setelah Pihak Kedua
melaksanakan penelitian, mengumpulkan :
a. Hard copy berupa laporan akhir sebanyak 5 (lima) eksemplar, logbook 1 (satu) eksemplar, laporan pertanggungjawaban keuangan sebanyak 1 (satu) eksemplar, luaran penelitian;dan
b. Softcopy laporan akhir, logbook, laporan pertanggungjawaban keuangan, dan luaran penelitian.
(6). Rincian biaya pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) terlampir dalam
Lampiran Rencana Penggunaan Biaya dan Rekapitulasi Penggunaan Biaya yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perjanjian ini.
(7). Penggunaan biaya penelitian oleh Pihak Kedua wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Tidak melampaui batas biaya tiap pos anggaran yang telah ditetapkan; dan
b. Peralatan yang dibeli dengan anggaran biaya penelitian menjadi milik Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
(8). Daftar peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) di atas wajib diserahkan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah penelitian selesai.
Pasal 2
(1). Pelaksanaan kegiatan Penelitian akan dilakukan oleh Pihak Kedua sesuai dengan proposal yang telah disetujui dan mendapatkan pembiayaan dari Pihak Pertama.
(2). Pelaksanaan kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sejak Februari 2022 – Juli 2022.
Pasal 3
(1). Pihak Pertama mengadakan monitoring dan evaluasi (MONEV) terhadap pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh Pihak Kedua.
(2). Pihak Kedua diwajibkan mengikuti kegiatan MONEV sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Pihak Pertama.
(3). Pihak Kedua menyerahkan laporan kemajuan, log book pelaksanaan penelitian serta wajib mengisi lembar MONEV dan draft artikel luaran wajib sebelum MONEV.
Pasal 4
(1). Pihak Kedua wajib mengumpulkan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan luaran.
(2). Laporan Akhir disusun sesuai Panduan Penelitian ditetapkan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
(3). Logbook yang dikumpulkan memuat secara rinci tahapan kegiatan yang telah dilakukan oleh Pihak Kedua dalam pelaksanaan Penelitian.
(4). Laporan Pertanggungjawaban yang dikumpulkan Pihak Kedua memuat secara rinci penggunaan biaya pelaksanaan Penelitian yang disertai dengan bukti-bukti.
(5). Batas waktu pengumpulan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan luaran wajib berupa Artikel Jurnal Nasional Terakreditasi .
(6). Apabila Pihak Kedua tidak mengumpulkan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan Luaran sebagaimana disebutkan dalam ayat (5), maka Pihak Pertama akan memberikan sanksi.
Pasal 5
(1). Dalam hal tertentu Pihak Kedua dapat meminta kepada Pihak Pertama untuk memperpanjang batas waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (5) di atas dengan disertai alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2). Pihak Pertama berwenang memutuskan menerima atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3). Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan 1 (satu) kali.
Pasal 6
(1). Pihak Pertama berhak mempublikasikan ringkasan laporan penelitian yang dibuat Pihak Kedua ke dalam salah satu jurnal ilmiah yang terbit di lingkungan Universitas Tarumanagara.
(2). Pihak Kedua memegang Hak Cipta dan mendapatkan Honorarium atas penerbitan ringkasan laporan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3). Pihak Kedua wajib membuat poster penelitian yang sudah/sedang dilaksanakan, untuk dipamerkan pada saat kegiatan Research Week tahun terkait.
(4). Pihak Kedua wajib membuat artikel penelitian yang sudah dilaksanakan untuk diikut sertakan dalam kegiatan International Conference yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
(5). Penggandaan dan publikasi dalam bentuk apapun atas hasil penelitian hanya dapat dilakukan oleh Pihak Kedua setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Pihak Pertama.
Pasal 7
(1). Apabila terjadi perselisihan menyangkut pelaksanaan penelitian ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah.
(2). Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan diserahkan kepada Pimpinan Universitas Tarumanagara.
(3). Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bersifat final dan mengikat.
Demikian Perjanjian Pelaksanaan Penelitian ini dibuat dengan sebenar-benarnya pada hari, tanggal dan bulan tersebut diatas dalam rangkap 2 (dua), yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Pihak Pertama Pihak Kedua
Xxx Xxx Xxxx, Ph.D. Xx. Xxxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.Hum., MPA.
RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
Rencana Penggunaan Biaya | Jumlah |
Honorarium | Rp. 0,- |
Pelaksanaan Penelitian | Rp. 9.000.000,- |
REKAPITULASI RENCANA PENGGUNAAN BIAYA
(Rp)
No. | Pos Anggaran | Tahap I | Tahap II | Jumlah |
1. | Honorarium | 0,- | 0,- | Rp. 0,- |
2. | Pelaksanaan Penelitian | 4.500.000,- | 4.500.000,- | Rp. 9.000.000,- |
Jumlah | 4.500.000,- | 4.500.000,- | Rp. 9.000.000,- |
Xxxxxxx, Xxx 2022 Peneliti,
(Xx. Xxxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.Hum., MPA.)
LAPORAN PENELITIAN SKEMA PORTOFOLIO YANG DIAJUKAN KE LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UPAYA PENANGGULANGAN PERTAMBANGAN TANPA IZIN DENGAN PENGGUNAAN PENDEKATAN SANKSI PIDANA (STUDI WILAYAH PERTAMBANGAN TANPA IZIN DI KALIMANTAN SELATAN)
Disusun oleh:
Ketua Tim
Xx. Xxxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.Hum., MPA (0018018403)
Anggota:
Xxxx. Xx. Xxxx Xxxxxx, S.H., M.H., M.M., X.Xx
Anggota Mahasiswa:
Xxxxxxx Xxxx Xxxxxx (205200013) Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxx (205200232)
Xxxxxxx Xxxxxx (205200269)
PROGRAM STUDI HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN
Periode 2 / Tahun 2021
1. Judul : Upaya Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin Dengan Penggunaan Pendekatan Sanksi Pidana (Studi Wilayah Pertambangan Tanpa Izin Di Kalimantan Selatan)
2. Ketua Tim
a. Nama dan Gelar : Xx. Xxxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.Hum., MPA
b. NIDN/NIK 0018018403
c. Jabatan/Gol : ………………………………………………………
d. Program Studi : Hukum
e. Fakultas : Hukum
x. Xxxxxx Keahlian : Hukum Pidana
g. Alamat Kantor : Jl. Letjen X. Xxxxxx, Xx. 1 Jakarta Barat 1140
h. Nomor HP/Tlp/Email : xxxxx@xx.xxxxx.xx.xx
3. Anggota Tim Penelitian
a. Jumlah Anggota : Dosen 1 orang
b. Nama Anggota/Keahlian : Xxxx. Xx. Xxxx Xxxxxx, S.H., M.H., M.M., X.Xx
c. Jumlah Mahasiswa : 3 orang
d. Nama Mahasiswa I/NIM : Xxxxxxx Xxxx Xxxxxx/205200013
e. Nama Mahasiswa II/NIM : Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxx/205200232
x. Xxxx Mahasiswa III/NIM : Xxxxxxx Xxxxxx/205200269
4. Lokasi Kegiatan Penelitian : Kalimantan Selatan
5. Luaran yang dihasilkan : Jurnal Internasional Scopus Q3
6. Jangka Waktu Pelaksanaan : Periode 2
7. Biaya yang disetujui LPPM : Rp 9.000.000
Jakarta, 28 Oktober 2021
Menyetujui,
Ketua LPPM Ketua Tim
Xx. Xxx Xxx Xxxx, MMSI., Ph.D. Xx. Xxxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.Hum., MPA
NIK: 10381047 NIK: 0018018403
RINGKASAN
Lahirnya Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan nuansa baru dalam dunia pertambangan. Namun Undang-Undang tersebut tidak dapat menutup celah adanya pertambangan tanpa izin (illegal mining) yang marak terjadi di Indonesia. Di balik reputasi sebagai negara produsen dan pengekspor bahan-bahan tambang terkemuka, Indonesia memiliki banyak kegiatan pertambangan rakyat skala kecil yang digolongkan sebagai PETI (pertambangan tanpa izin) apalagi di Kalimantan Selatan. Kebutuhan ekonomi yang makin meningkat dan hasil usaha tambang yang diperkirakan dapat memberikan harapan kehidupan lebih baik, membuat pelaku-pelaku penambangan mengalihkan usaha sekunder ini menjadi usaha utama. Pertambangan tanpa izin (PETI) dapat diartikan sebagai usaha pertambangan atas segala jenis bahan galian dengan pelaksanaan kegiatannya tanpa dilandasi aturan/ketentuan hukum pertambangan resmi Pemerintah Pusat atau Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai bentuk tindak pidana illegal mining yaitu Tindak pidana melakukan pertambangan tanpa izin baik IUP, IPR atau IUPK. Dan juga membahas mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap perusahaan maupun individu yang melakukan aktivitas tambang tanpa izin adalah dengan dipidana penjara atau dengan pidana denda dengan fokus pada PETI di Kalimantan Selatan.
Kata Kunci: Pertambangan, PETI, Xxxxxx Xxxxxx
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadrian Allah SWT, yang atas rahmat dan berkatnya-Nya kami dapat melakukan den menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema yang diusung dalam makalah ini adalah mengenai “Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin Dengan Penggunaan Pendekatan Sanksi Pidana (Studi Wilayah Pertambangan Tanpa Izin Di Kalimantan Selatan).” Adapun pada kesempatan kali ini kami mengucapkan besar terima kasih yang sebesar-besarnya kepada segala pihak yang terlibat di dalam penyusunan dan penulisan makalan ini yang turut membantu dalam pembuatannya. Penyusunan dan pembuatan makalah oleh tim penelitian kami juga sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang dapat membangun senantiasa kami harapkan. Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat berguna bagi kami semua, khususnya juga kepada pihak lainnya yang berkepentingan dengan tema yang diangkat dalam penulisan makalah ini.
Jakarta, 28 Oktober 2021
Tertanda,
Xxx Xxnulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................................... | i |
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................. | ii |
PRAKATA ……………………………………………………………………………. | iii |
RINGKASAN................................................................................................................. | iv |
DAFTAR ISI .................................................................................................................. | v |
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. | 6 |
X. Xxxxx Belakang ........................................................................................................ | 6 |
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... | 8 |
C. Manfaat Penelitian................................................................................................... | 8 |
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... | 10 |
A. Ruang Lingkup Pertambangan di Indonesia .......................................................... | 10 |
B. Pemidanaan Pertambangan Tanpa Izin................................................................... | 12 |
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. | 18 |
A. Sifat Penelitian ...................................................................................................... | 18 |
X. Xxxxx Penelitian................................................................................................... | 18 |
C. Jalannya Penelitian ............................................................................................... | 20 |
D. Analisis Data. ....................................................................................................... | 20 |
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... | 21 |
A. Permasalahan Pertambangan di Kalimantan Selatan ........................................... | 21 |
B. Upaya Penegakkan Hukum Pidana Bagi Pertambangan Tanpa Izin.................... | 25 |
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... | 29 |
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….. | 30 |
LAMPIRAN………………………………………………………………………… | 32 |
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia tentu memiliki berbagai keberagaman di daerahnya, salah satunya di wilayah Kalimantan Selatan. Provinsi dengan Ibu Kota yang dikenal juga dengan sebutan Banjarmasin. Dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur yang dijadikan sebuah landasan atas terbentuknya wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. 1 Sebagai sebuah negara yang kaya akan keberagaman, tentu kekayaan alam tersebut juga terdapat di setiap masing-masing daerah.
Provinsi Kalimantan Selatan sendiri merupakan salah satu daerah yang terkenal dengan kekayaan alamnya akan pertambangan. Pertambangan batu bara termasuk ke dalam komoditas utama yang ada di Indonesia. Kekayaan alam yang luar biasa ini termasuk batu bara yang dapat di ekspor dan disebut debagai tambang batu bara terbesar di Asia Tenggara, sehingga dengan kekayaan alam yang berlimpah maka menjadi pendapatan yang baik Negara kita sendiri. Adapun, sebagaimana yang tekandung di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 yang di dalamnya menyebutkan bahwa: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat, atas dasar tersebut semua warga Negara berhak untuk melakukan pertambangan batu bara sehingga tingkat kemakmuran warga Negara dapat terpenuhi dengan baik.”2
Di negara Indonesia terdapat tempat atau pulau yang memiliki tingkat kekayaan alam yaitu batubara terbesar di Indonesia antara lain Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan. Usaha Pertambangan merupakan kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan
1 BPS Kalimantan Selatan, Profil Kalimantan Selatan, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, xxxxx://xxxxxx.xxx.xx.xx/xxxxxx-xxxxxxxx-xxxxxxxxxx-xxxxxxx/ diakses pada 8 Juli 2022.
2 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 butir ke-3.
dan penjualan, serta pasca tambang.3 Dengan banyaknya potensi batubara yang ada di Indonesia tidak dapat dipungkiri banyak juga terdapat usaha pertambangan. Dengan maraknya kegiatan usahah tersebut, sehingga eksplorasi dan eksploitasi pertambangan batubara pada akhirnya dapat membawa dampak buruk dalam berbagai aspek. Berbagai dampak buruk itu sendiri juga cukup banyak dirasakan di wilayah Kalimantan Selatan.
Salah satu dampak buruk dari terjadinya fenomena tersebut, adalah banyak terjadi kerusakan lingkungan akibat pertambangan batubara. Padahal pada kenyataannya, seharusnya ketika berakhirnya eksploitasi tambang batubara perusahaan wajib melakukan reklamasi lahan akibat pertambangan batubaara. Reklamasi lahan akibat tambang batubara yang ada di Kalimantan Selatan telah dilindungi oleh undang-undang yaitu undang- undang peraturan daerah provinsi Kalimantan selatan Nomor 2 tahun 2009 tentang pengelolaan pertambangan umum pasal 31 ayat 4. Selain kerusakan tersebut dapat dapat pula banyak pelaku Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin. Dalam usaha pertambangan apapun, baik yang dikerjakan secara kecil kecilan maupun besar-besaran diperlukan izin dari Negara (pemerintah). Dengan demikian, semua penambangan yang dilakukan tanpa seizin pemerintah, adalah tidak sah atau liar. Kegiatan pertambangan liar biasanya dilakukan oleh sekelompok penduduk asli, dan juga bukan penduduk asli setempat di luar areal yang telah ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), tanpa izin Pemerintah Daerah bahkan pelaku penambang tidak jarang menggunakan peralatan yang cukup canggih seperti generator listrik, mesin diesel, pompa air bermesin, mesin tumbuk/giling dan sebagainya. Sehingga kegiatan pertambangan dilakukan dengan tidak terkendali.
Sumber: Kanal Kalimantan
3 Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Selain masalah lingkungan, keberadaan area tambang di sejumlah wilayah menunjukkan adanya ancaman kemiskinan dan potensi konflik. Perebutan sumber- sumber strategis seperti bahan tambang oleh industri dengan masyarakat sekitar dinilai menjadi potensi konflik yang paling banyak terjadi. Hal tersebut menyebabkan maraknya masalah penambang tanpa izin (PETI) yang lokasinya tersebar di hampir seluruh Indonesia. Masalah PETI ini sampai saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral dan perlu diperhatikan dan segera ditanggulangi. Muara akhir dari penelitian ini adalah, menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam, maka diperlukan sebuah urgensi dalam hal memproteksi kekayaan alam itu sendiri dengan melakukan penelitian yang membahas terkait pertambangan tanpa izin, sehingga peneliti dapat mengetahui bagaimana kemudian jika tidak ada tanggapan terhadap suatu aksi yang dilakukan secara ilegal tersebut. Berdasarkan hal inilah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: UPAYA PENANGGULANGAN PERTAMBANGAN TANPA IZIN DENGAN PENGGUNAAN PENDEKATAN SANKSI PIDANA (STUDI WILAYAH PERTAMBANGAN TANPA IZIN DI KALIMANTAN SELATAN).
B. Permasalahan
Berdasarkan dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang ingin diteliti, yaitu:
1. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap pertambangan emas tanpa izin di Kalimantan Selatan?
C. Tujuan dan kegunaan penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dibagi menjadi dua, sumbangan untuk perkembangan ilmu pengetahuan secara teoritik, dan kedua, sumbangan bagi pembangunan/masyarakat luas secara praktis. Penelitian tentang ini diharapkan dapat memiliki kegunaan bagi ilmu pengetahuan maupun bagi pembangunan/masyarakat luas. Dengan kata lain, penelitian ini diharapkan dapat mempunyai kegunaan akademik maupun kegunaan praktis.
a. Kegunaan akademik
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya. Berkaitan dengan pengembangan hukum pelaksanaan pidana. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan dan harmonisasi berbagai perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang pelaku, yang secara khusus mengenai tindak pidana Pertambangan, Mineral dan Batubara.
b. Kegunaan praktis
Penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi aparat penegak hukum, dari tingkat Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Advokat/Pengacara/Penasehat Hukum, serta aparat penegak hukum lainnya dalam sistem peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice System) dalam menangani perkara tindak pidana, yang terkait untuk menerapkan menerapkan perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan kepada pelaku khususnya badan hukum yang melakukan tindak pidana Pertambangan, Mineral dan Batubara berdasarkan asas hukum pidana. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam mengatasi tindak pidana kejahatan dalam bidang Pertambangan, Mineral dan Batubara.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Ruang lingkup pertambangan di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan bahan galian, terutama di dalam bidang pertambgangan. Bahan galian yang terkandung tersebut berupa emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batubara dan masih banyak lagi potensi potensi alam lainnya yang dapat menopang pembangunan negara ini.4 Dengan adanya Pasal
33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat”. Yang dimaksud oleh pasal tersebut adalah Negara memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi tata cara pengelolaan bahan galian dalam bentuk peraturan perundang-undangan 5 yang dijadikan sebagai suatu landasan dasar dalam pengaturan regulasi pengusahaan hasil kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh negara dengan manfaat yang diperuntukan untuk kemakmuran masyarakat. Sudah bukan merupakan suatu hal yang tidak diketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam di dalamnya, salah satunya yaitu galian tambang. Pengertian mengenai kegiatan pertambangan sendiri dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Mineral dan Batubara yang merupakan sebuah tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, serta sampai dengan kegiatan pasca tambang.6
Dalam bentuk rangka pembangunan di mana setiap bahan-bahan galian pertambagan tentu memiliki nilai kepentingan dan kegunaannya masing-masing di dalam pengelolaannya. Nilai ekonomis tersendiri yang dihasilkan oleh hasil pertambangan tersebut berdasarkan dengan aspek kebutuhan maupun pengembangannya, dalam praktiknya secara konkret hal tersebut diaplikasikan ke dalam beberapa rancangan program berupa:
a. Melakukan kegiatan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, saluran
4 Xxxxxx Xxxxxx, 2011, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 4.
5 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps.33 ayat (3): “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
6 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Mineral dan Batubara, Ps. 1 ayat (1): “Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang”
irigasi, dan lain-lain dalam menciptakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kesejahteraan kehidupan masyarakat;
b. Menyediakan kebutuhan bahan sandang, pangan, dan papan dengan biaya yang terjangkau;
c. Menciptakan dan membangun sistem pertahanan maupun pelayanan kesehatan yang berkualitas, kuat, efektif, dan manfaat lainnya dalam melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan dan keutuhan kedaulatan negara.
Berdasarkan dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, kegiatan tersebut dibagi berdasarkan 5 (lima) golongan, yaitu:7
1. Mineral radioaktif:
Berupa radium, thorium, uranium, dan bahan galian radioaktif lainnya;
2. Mineral logam:
Meliputi aluminium, antimoni, arsenik, basnasit, bauksit, berilium, bijih besi, bismut, cadmium, cesium, emas, galena, galium, germanium. hafnium, indium, iridium, khrom, kobal, kromit, litium, logam tanah jarang, magnesium, mangan, molibdenum, monasit, nikel, niobium, osmium, pasir besi, palladium, perak, platina, rhodium, ruthenium, selenium, seng, senom, sinabar, stroniurn, tantalum, telurium, tembaga, timah, titanium, vanadium, wolfram, dan zirkonium;
3. Mineral bukan logam:
Mineral bukan logam meliputi asbes, barit, belerang, bentonit, bromium, dolomit, feldspar, fluorit, fluorspar, fosfat, garam batu, gipsum, grafit, halit, ilmenit, kalsit, kaolin, kriolit, kapur padam, kuarsit, magnesit, mika, oker, perlit, pirofilit, rijang, rutil, talk,tawas, wolastonit, yarosit, yodium , zeolit, dan zirkon;
4. Batuan:
Batuan meliputi agar, andesit, basalt, batu apung, batu gamping, batu gunung kuari besar, batu kali, chert, diorit, gabro, garnet, giok, granit, granodiorit, jasper, kalsedon, kayu terkersikan, kerikil berpasir alami (sirtu), kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, kerikil sungai ayak tanpa pasir, krisoprase, kristal kuarsa, leusit, marmer, xxxxxxxx, xxxx, opal, pasir laut, pasir urug, pasir pasang, perlit, peridotit,
7 Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
pumice, tanah, tanah diatome, tanah liat, tanah merah, tanah serap (fullers earth), tanah urug, toseki, trakhit, tras, slate, dan pasir yang tidak mengandung unsur Mineral logam atau unsur Mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi Pertambangan; dan
5. Batubara:
Berupa bitumen padat, batuan aspal, batubara, dan gambut.
Namun, sangat disayangkan pada kenyataannya kekayaan tersebut tidak dapat dijadikan suatu tolak ukur dalam kesejahteraan hidup masyarakat. Apabila menilik lebih lanjut kepada bentuk sistematis dalam hal ini yang cenderung bersifat kompleks, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa terdapat kesalahan yang terjadi di dalamnya, salah satunya, yaitu mengenai kelemahan landasan maupun instrumen hukum dan sifat serakah dari para pelaku usaha. Setiap para pelaku usaha tentunya menginginkan keuntungan lebih dan kegiatan usaha yang lancar, sehingga berbagai upaya akan dilakukan dalam mewujudkan hal tersebut, salah satunya dengan melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI).
B. Pemidanaan pertambangan tanpa izin
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, diperlukan suatu pemberdayaan sumber daya alam di dalamnya, baik yang dikelola oleh pemerintahan pusat atau pemerintah daerah, maupun oleh masyarakat swasta. Pengelolaan sumberdaya alam adalah hak negara untuk mengelola dan menguasainya yang akan digunakan untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat banyak. Dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan diubah dengan Undang-undang No.32 tahun 2004 maka daerah diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya alam yang tersedia di wilayahnya, termasuk pengawasan dan pengendalian, secara bertanggungjawab. Kebijaksanaan ini merupakan paradigma baru yang memberikan kewenangan lebih luas kepadadaerah untuk secara mandiri melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahnya.
Semakin tinggi intensitas pembangunan, semakin banyak pula sumber daya alam yang akan digali dari berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini biasa disebut barang tambang atau mineral. Bahan tambang sebagai kekayaan alam yang bersifat tidak dapat diperbaharui dan memiliki jumlah terbatas tentu saja memiliki
nilai ekonomis yang sangat tinggi. Adanya nilai ekonomi yang tinggi tersebut menjadi faktor usaha bahan tambang ini menjadi sebuah industri baik oleh pemerintah maupun swasta. Keberadaan kegiatan tambang juga memiliki dampak negatif, dimana kegiatan pertambangan selalu identik dengan kerusakan lingkungan dan masalah lainnya. Pengerjaan yang tidak sesuai dengan standar operasional pertambangan, ketidakpedulian terhadap masalah lingkungan di sekitarnya, masalah dengan masyarakat sekitar wilayah, dan izin kegiatan pertambangan merupakan permasalahan yang hadir dalam kegiatan pertambangan di suatu daerah.
Sebagai bentuk pembuatan instrumen hukum, pemerintah menerbitkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1959 tentang Pembatalan Hak-Hak Pertambangan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1960 tentang Pertambangan selanjutnya digantikan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok- Pokok Pertambangan selanjutnya diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diubah dengan Undang- undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terakhir diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ketentuan pidana yang terdapat dalam undang-undang ini banyak mengatur tentang izin, yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Pada Pasal 1 Ayat (7) UU Minerba, Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan usaha pertambangan. Dalam hal memberikan IUP merupakan kewenangan pemerintah, hal ini jelas dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disebut PP 23/2010) yang mengatur bahwa IUP diberikan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
Berkaitan dengan hal tersebut, banyak pertambangan dilakukan secara ilegal yaitu tidak memperoleh izin dari pemerintah. Hal ini tentu menyebabkan kerugian bagi masyarakat maupun negara. Kerusakan alam dan pencemaran lingkungan banyak terjadi akibat pertambangan ilegal serta penambang yang tidak peduli atas kelestarian alam, maka negara banyak mengalami kerugian akibat penambang tidak membayar pajak. Izin berfungsi untuk mengatur operasi untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat lokal, dan menghasilkan pendapatan untuk
kegiatan pemerintah. Wilayah pertambangan dikategorikan dan ditetapkan menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Sebuah Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya dapat diberikan kepada perusahaan pertambangan untuk lokasi yang telah ditunjuk WIUPnya.
Dalam konteks penegakan hukum pertambangan apabila dilihat dari substansi Undang-undang Pertambangan yang meliputi subyek dan obyeknya termasuk kedalam pengertian hukum dalam arti luas. Oleh karenanya penegakan hukum pertambangan juga meliputi pengaruh hukum administrasi, penegakan hukum perdata, penegakan hukum pidana.
Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka kajian ditekankan pada penegakan hukum pidana, penegakan hukum di sini banyak ditekankan pada sanksi pidana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ketentuan pidana dalam Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah instrumen hukum terakhir yang diatur dalam Undang-undang, melainkan ketentuan yang disesuaikan dengan perkembangan dan tantangan dunia pertambangan, konsekuensi dari pengaturan ketentuan pidana dalam Undang-undang pertambangan tersebut maka hukum atau ketentuan itu harus ditegakkan.
Ketentuan sanksi pidana dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 diatur dalam Pasal 158 sampai dengan Pasal 164, yang memuat dua jenis sanksi pidana, yaitu sanksi hukuman penjara dan sanksi hukuman kurungan. Kedua jenis sanksi itu diikuti oleh sanksi denda. Ketentuan sanksi pidana dimaksud sebagaimana Pasal 158 berbunyi: "Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)”.
Pasal 35 (UU Minerba hasil perubahan) dalam hal ini mengatur tentang Perizinan Berusaha yang diberikan oleh pemerintah pusat. Selain sanksi administratif dan/atau sanksi pidana, pelaku tindak pidana bidang pertambangan juga dapat dikenai pidana tambahan berupa:
a) Perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana;
b) Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
c) kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.
Adapun, unsur-unsur pidana yang harus dipenuhi agar perbuatan dimaksud dapat dihukum dengan hukuman penjara dan denda adalah:
1. Setiap orang. Ditujukan kepada perorangan, kelompok, koperasi dan/atau badan usaha yang melakukan tindak pidana, yaitu melakukan usaha pertambangan tanpa memiliki IUP, IPR, atau IUPK;
2. Tidak mempunyai IUP atau IUPK (baru) untuk mineral selain mineral yang tercantum dalam IUP atau IUPK dimaksud. Pada prinsipnya UU Pertambangan Mineral dan Batubara menganut sistem legalitas tunggal, yaitu IUP, IPR, atau IUPK yang dikeluarkan hanya berlaku untuk satu jenis mineral atau batu bara. Apabila dalam pelaksanaannya pemegang IUP, IPR, atau IUPK menemukan mineral lain selain yang tercantum dalam IUP, IPR, atau IUPK, dan berminat untuk diusahakan maka diwajibkan membuat izin baru. Apabila ternyata kemudian memanfaatkan mineral lain selain yang tercantum dalam izin tanpa izin, maka mereka baru dapat dihukum;
3. Melakukan usaha mineral selain yang tercantum dalam izin tanpa izin baru. Pemegang IUP, IPR, IUPK yang melakukan usaha pertambangan atas mineral selain mineral yang tercantum dalam izin merupakan perbuatan ilegal.
Apabila unsur-unsur pidana di atas telah terpenuhi, maka pelaku yang melakukan perbuatan pidana dapat dihukum dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dikenakan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Sedangkan Pasal 161 berbunyi, “Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan danf atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).” Dalam pengaturan hukum terkait tindak pidana di bidang pertambangan serta variasi ancaman sanksinya, ternyata pelaksanaan penegakan hukumnya masih dirasakan belum efektif, bahkan masih dilihat lemah. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, seperti persoalan
pengawasan yang tidak maksimal dan lambatnya penindakan di lapangan, serta adanya indikasi dugaan permainan oknum mafia pertambangan.
Penegakan hukum UU Minerba yang harusnya menanggulangi kejahatan tersebut dan memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna, bagaikan tidak berdaya saat penerapannya. Namun sebagai suatu reaksi negara terhadap kejahatan maka penegakan hukum harus terus diupayakan. Penegakan hukum idealnya membutuhkan upaya rasional yang perlu diintegrasikan satu sama lain agar dapat memberantas Tindak Pidana tersebut. Upaya dalam konteks ini yaitu berupa upaya pidana/penal maupun upaya non pidana/non-penal.8 Dalam konteks Tindak Pidana penambangan tanpa izin, kedua upaya tersebut harus dilaksanakan oleh pemerintah secara paralel (bersamaan). Ini dikarenakan masifnya pelanggaran pertambangan yang terus- menerus terjadi.
Dalam konteks upaya non-penal maka upaya pencegahan kejahatan harus dilakukan sebelum kejahatan terjadi, sifatnya preventif. Saat penegakan upaya harusnya yang bersifat preventif lebih diutamakan daripada upaya yang bersifat represif. Upaya yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan pengawasan dan monitoring pertambangan dengan cara memperkuat kuantitas dan kualitas personil pengawasan pertambangan (inspektur tambang). Berdasarkan data-data, pengawasan dari kementerian ESDM hingga kini masih sangat minim. Target Kementerian ESDM sejak tahun 2014 untuk menambah sebanyak 1.000 aparatur inspektur tambang untuk mengawasi 6.500 hingga 10.000 perusahaan tambang di tanah air harus segera diwujudkan.
Aparat penegak hukum sesuai kewenangannya masing-masing wajib secara tegas melaksanakan proses penegakan hukum terhadap pelaku Tindak Pidana. Selain itu, aparat penegak hukum juga harus menindak oknum dari instansinya yang terbukti terlibat dalam tindak pidana penambangan ilegal. Penyidik tindak pidana penambangan ilegal harus diperkuat, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya, termasuk penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) bidang pertambangan. Besarnya perputaran uang dalam tindak pidana penambangan ilegal juga menimbulkan potensi pencucian uang (money laundering). Penyidik pertambangan oleh karenanya mutlak harus ditingkatkan kualitasnya agar mampu memberantas tindak pidana ini. Dengan
8 Xxxxxxx Xxxxxx, 2010, Kebijakan Kriminal, Jakarta: Total Media.
ini dibutuhkan upaya terintegrasi untuk memberantas illegal mining. Upaya preventif yang sangat penting untuk dilakukan oleh pemerintahan saat ini yaitu membenahi aspek pengawasan dan monitoring pertambangan, terutama penguatan kuantitas dan kualitas personil pengawasan pertambangan (inspektur tambang).
Upaya represif melalui penindakan oleh aparat penegak hukum harus secara serius dilakukan, termasuk terhadap aparat penegak hukum yang terlibat kegiatan tersebut. Selain itu, penegakan hukum illegal mining harus diupayakan dengan cara membenahi berbagai faktor, tidak hanya faktor hukumnya saja, melainkan juga faktor penegak hukumnya, sarana prasarananya, masyarakatnya, serta faktor kebudayaannya. DPR RI dalam hal ini perlu mendorong pemerintah untuk memiliki arah politik anggaran yang lebih mendukung sarana dan fasilitas aparat penegak hukum di bidang pertambangan. Hal itu diperlukan agar dapat menuntaskan berbagai persoalan terkait kebutuhan pengawasan dan monitoring kegiatan pertambangan.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Sifat penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif sendiri merupakan sebuah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dengan melihat dan menganalisis penelitian yang ada melalui kacamata perundang-undangan dan peraturan tertulis lainnya. Data yang dibutuhkan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Adapaun, pendekatan penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan pendekatan perundang-undangan, dan yuridis sosiologis, 9 dengan melihat hukum bukan dikonsepkan sebagai rules tetapi sebagai regulasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau dalam alam pengalaman.
B. Bahan Penelitian
Oleh karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka bahan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data-data primer yang diperoleh secara langsung dari subyek penelitian. Penelitian kepustakaan bertujuan untuk mencari kaidah atau norma dengan menggunakan metode penemuan hukum. Oleh karena itu, secara lebih lanjut terkait penelitian yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan, yaitu:
1. Penelitian Kepustakaan
a) Data
Data yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan adalah data sekunder yang merupakan bentuk kaidah atau norma dari berbagai asas dan kaidah hukum dalam bentuk sistematika hukum.
b) Bahan
Bahan hukum data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari bahan- bahan pustaka melalui perpustakaan, dokumen-dokumen, peraturan perundangan, putusan pengadilan dan tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan permasalahan, yang terdapat antara lain di dalam:
1) Bahan hukum primer
9 Xxxx. Xx. Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H., LL.M., 2005, Penelitian Hukum. Prenadamedia Group.
Jakarta. hlm. 111.
Penelitian kepustakaan yang berupa bahan hukum primer terdiri dari:
2) Bahan hukum sekunder
Merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari:
i. Berbagai bahan kepustakaan yang berkaitan dengan hukum pidana dan hukum acara pidana yang berkaitan dengan materi penelitian;
ii. Berbagai hasil penelitian, makalah-makalah, seminar/workshop, tulisan- tulisan dan komentar-komentar para pakar hukum atau pihak lain yang berkaitan dengan materi penelitian.
c) Cara pengumpulan data
Cara pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan ini adalah dengan merujuk kepada bahan-bahan yang didokumentasikan.10
d) Alat pengumpul data
Alat yang dipergunakan dalam penelitian kepustakaan adalah studi dokumen, yaitu studi dengan cara mempelajari data baik berupa buku, laporan hasil penelitian, makalah seminar, tulisan para ahli, putusan- putusan pengadilan dan semua peraturan yang berkaitan dengan materi penelitian.
1) Data
Data yang diperoleh dalam penelitian lapangan adalah data primer dan merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sampel/subjek penelitian.
2) Cara pengumpulan data
Cara pengumpulan data dalam penelitian lapangan ini yaitu dengan cara wawancara dengan sampel /subjek penelitian.
3) Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data-data ilmiah yang diambil dari sumber media, buku, kepustakaan.
10 Xxxxxx Xxxxx, 1999, Research methodology: a step-by-step guide for beginners. Xxxxxxx Xxxxxx Longman Australia Pty. Limited. Melbourne. hlm.104.
C. Jalannya penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahapan. Pertama, penelitian kepustakaan. Tahap ini dilaksanakan dengan pengumpulan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Selanjutnya dilakukan studi dokumen terhadap ketiga macam bahan hukum tersebut untuk mendapatkan gambaran secara garis besar mengenai objek penelitian. Kedua, penyusunan. Tahap ini dimulai dengan penyusunan materi. Materi tersebut disusun menjadi satu kesatuan yang rampung. Ketiga, pengolahan dan analisis data serta penyusunan laporan penelitian. Dalam tahap ini data penelitian diolah dan dianalisis yang kemudian dituangkan dalam hasil penelitian dan pembahasan. Selanjutnya, hasil penelitian dan pembahasan tersebut disusun dalam bentuk Laporan Penelitian setelah dilakukan proses perbaikan dan penyempurnaan melalui forum seminar hasil penelitian.
D. Analisis data
Analisis data dilakukan secara kualitatif, dengan pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Model analisis kualitatif yang digunakan adalah (dengan cara mengkaji objek penelitian kemudian diproyeksikan pada standar norma-norma hukum/peraturan perundang-undangan yang berlaku ideal yang diharapkan selanjutnya ditafsirkan (diinterpretasikan) berdasar teori (theoretical interpretation) dan untuk kemudian ditarik generalxxxxx sebagai rumusan yang bersifat ideal (ius constitutum). Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis dengan cara sebagai berikut:
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Permasalahan pertambangan di Kalimantan Selatan
Sebagai provinsi yang kaya akan sumber daya alam, terutama di dalam hasil tambang, Kalimantan Selatan tidak terlepas dari permasalahan dalam bidang pertambangannya. Dengan adanya sejumlah perusahaan pertambangan maupun skala besar baik kecil, tidak ada yang bertanggung jawab dalam hal perbaikan kawasan di perusahaan tersebut beroperasi. Bahkan, cukup banyak lokasi bekas tambang yang digali tidak ditutup oleh perusahaan. Dari sejumlah kabupaten dan kota di Provinsi Kalsel, setidaknya terdapat enam kabupaten yang menjadi episentrum penambangan batu bara, yaitu Tapin, Balangan, Tabalong, Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru. Meskipun provinsi ini dikenal sebagai lumbung sumber daya alam terutama batubara, namun Ketua Komisi VII DPR, Xxx Xxxxxx Xxxxxxxx mengatakan bahwa Kalsel merupakah salah satu provinsi yang menghadapi masalah lingkungan yang cukup berat sebagai akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.11
Sumber: Peta Lahan Kalimantan Selatan 2021 WALHI
Maraknya aktivitas pertambangan di provinsi ini menyebabkan kerusakan dan turunnya kualitas air. Hal itu terjadi karena 41 persen hutan meratus dan hutan lainnya di Kalimantan Selatan sudah dibebani izin tambang. Padahal di dalam area kawasan
11 Xxxxxxxxxxx.Xx.Xx., Kerusakan Alam Bisa Makin Parah, Xxxxxxxxxxxxxxxxx.Xxx, 2016, diakses pada 21 Oktober 2021, di tautan: xxxxx://xxxxxxxxxxx.xxxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxxxxxx-xxxx-xxxx- makinparah.
hutan yang tersebut terdapat ribuan kilometer sungai.12 Tidak hanya itu, Kalsel juga termasuk salah satu provinsi yang memiliki indeks gini rasio (ketimpangan) tertinggi di Pulau Kalimantan.13 Setidaknya, lebih dari 50 persen dari keseluruhan IUP yang dikeluarkan dan tercatat di Ditjen Minerba masuk kategori not clear and clean. Artinya, separuhnya merupakan IUP yang bermasalah. IUP yang bermasalah tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah daerah banyak melahirkan IUP-IUP “ilegal” dan melahirkan penguasa kecil di daerah. 14 Pemerintah pusat memperkirakan ada sekitar 8.000 tambang ilegal dan terbanyak ada di Kalimantan Timur. Sedangkan di Kalsel berdasarkan laporan yang diterima ada 50 titik aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang tersebar di sejumlah wilayah diantaranya Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Hulu Sungai Selatan. Masih maraknya praktek tambang batu bara illegal di wilayah Kalsel diduga kuat karena ada pelindung (backing) penguasa dan aparat. Pada tahun 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Dinas ESDM Kalsel dan Ombudsman melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan menemukan dengan mata telanjang penambangan ilegal yang terjadi di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.15Meski sudah menemukan kerugian yang nyata dari pertambangan tanpa izin (PETI) namun sampai hari ini belum ada penegakan hukum yang jelas atas kasus sidak tersebut.
Salah satu contoh kasus dan wilayah yang dapat diangkat di dalam penelitian ini adalah kasus maraknya terjadi pertambangan tanpa izin di wilayah Tabalong. Sebagaimana yang disampaikan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) wilayah Tabalong ditemukan maraknya kegiatan pertambangan illegal yang beroprasi terakhir pada akhir November 2019.16 Undang-Undang tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) merumuskan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
12 Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Penambangan di Kalsel Harus Bijak, XXX.Xx.Xx., 2019, diakses 21 Oktober 2021, di tautan: xxxx://xxx.xxx.xx.xx/xxxxxx/xxxxxx/xx/00000/x/XxxxxxxxxxxxxxxXxxxxxxXxxxxxXxxxx
13 Diananta, Ketimpangan Pendapatan Kalsel Terburuk di Kalimantan, Kumparan, disadur dari Banjarhits, 2018, diakses 21 Oktober 2021, di tautan: xxxxx://xxxxxxxx.xxx/xxxxxxxxxx/xxxxxxxxxxx- pendapatan-di- kalselterburuk-se-kalimantan/full
14 Xxx Xxxxx Xxxxxx, Inilah Provinsi dengan Ketimpangan Tertinggi, Xxxxxxxxx.Xxx., 2019, diakses
21 Oktober 2021, di tautan: xxxxx://xxxxxxxx.xxxxxxxx.xx.xx/xxxxxxxxxxx/0000/00/00/xxxxxx-xxxxxxxx- denganketimpangan-tertinggi
15 Xxxxxxxxxxxxxxx.xx.xx., KPK Sidak Aktivitas Penambangan Liar di Tanah Laut, Pihak Polda Kalsel Mengaku Tak Tahu, Xxxxxxxxxxxxxxx.Xxx, diakses 24 Oktober 2021, di tautan xxxxx://xxxxxxxxxxx.xxxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxx-xxxxx-xxxxxxx-xx-xxx-xxxxxxx-xxxxxxxxxxx-xxxx- ditanahlaut-pihak-polda-kalsel-mengaku-tak-tahu.
16 Sub Bagian Hukum, Pertambangan Tanpa Izin di Tabalong, BPK Provinsi Kalimantan Selatan, diakses melalui xxxxx://xxxxxx.xxx.xx.xx/xx-xxxxxxx/xxxxxxx/0000/00/00.-Xxxxxxxxxxxx-Xxxxx-Xxxx-xx- Tabalong-Dishut-Janji-Segera-Tertibkan.pdf 24 Oktober 2021
merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. 17 Dengan kata lain, rangkaian kegiatan tersebut merupakan sebuah satu kesatuan untuk mencapai tujuan dari pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup. Meski demikian, dalam konteks kewenangan negara mengelola pertambangan batubara, negara mempunyai hak dan kekuasaan untuk melakukan perencanaan, penataan, pemanfaatan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian terhadap kegiatan pertambangan batu bara. Kewenangan itu didistribusikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah dalam mengelola. Wewenang yang bersumber dari hak menguasai dari negara tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Prinpsip akan kegunaan tersebut berkaitan dengan adanya sebuah teori yang diungkapkan oleh Xxxxxx Xxxxxxx. Teori utilitarianisme yang dikemukakan oleh Xxxxxx Xxxxxxx menjelaskan bahwa hukum diciptakan dengan bertujuan untuk memberikan dan menciptakan suatu bentuk kemanfaatan serta kebahagiaan sebesar- besarnya kepada masyarakat. Dalam hal ini, fungsi hukum dilihat untuk meletakkan kebahagiaan masyarakat sebanyak-banyaknya sebagai tujuan utama hukum.18 Dengan semikian, suatu kemanfaatan yang dilaksanakan untuk masyarakat dianggap sebagai sebuah bentuk kebahagiaan (the greatest happiness of the greatest number.” Adapun, ketentuan dan unsur yang dianggap merupakan cara dalam pemenuhan kebahagiaan dan kemanfaatan tersebut, maka suatu perundang-undangan harus mengandung tujuan yang dapat memenuhi hal tersebut, yaitu:
1. To provide subsistence bertujuan dengan memberi sesuatu hal yang dapat memenuhi nafkah hidup suatu individu;
2. provide abundance yang bertujuan agar dapat memenuhi dan memberikan nafkah makanan secara berlimpah;
Lokal.
17 Xxxxxxx, X., Xxxxxxx, X., Xxxxx, X., Xxxxxxxxxxx, E.S. & Xxxxx, T.S., Xxxxxx dan Politik di Tingkat
18 Besar, Utilitariansisme Dan Tujuan Perkembangan Hukum Multimedia di Indonesia, Binus
University Business Law, diakses melalui xxxxx://xxxxxxxx-xxx.xxxxx.xx.xx/0000/00/00/xxxxxxxxxxxxxxx-xxx- tujuan-perkembangan-hukum-multimedia-di- indonesia/#:~:text=Menurut%20Bentham%2C%20tujuan%20hukum%20adalah,besarnya%20bagi%20sebanyak
%2Dbanyaknya%20orang pada 8 Juli 2022.
3. To provide security yang bertujuan agar dapat memberikan suatu bentuk perlindungan dalam pemenuhan bentuk keamanan;
4. To attain equity yang bertujuan agar dapat mencapai suatu persamaan yang adil dan merata di dalam suatu negara yang bermasyarakat.
Oleh karena itu, sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang 1945 Pasal 33 bahwasannya sumber daya alam harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, merupakan sebuah syarat mutlak yang harus dicacat sebelum membangun sebuah usaha pertambahan yang berkaitan dengan kelestarian dan kemanan lingkungan. Hal tersebut tentu dikarenakan terdapat banyaknya dampak yang dapat disebabkan oleh dilakukannya kegiatan pertambangan tanpa izin.
Sumber: Xxxxxxxxxxxxx Xxxxxxxx
Oleh karena itu, keberadaan izin lingkungan merupakan syarat mutlak dan sekaligus sebagai instrumen pengawasan yang harus dipenuhi penanggung jawab usaha untuk mendapatkan IUP. Dengan demikian, pada saat kegiatan pertambangan telah berlangsung, instansi sektoral di bidang lingkungan ini juga memiliki kewajiban melakukan pengawasan dalam pengelolaan lingkungan atas izin usaha pertambangan
yang sudah dikeluarkannya dan juga mempertahan pengeluaran izin karena sudah lebih dari 500 izin yang dikeluarkan oleh pemerintah di area pertambangan Kalimantan Selatan mengakibatkan terjadinya banjir di daerah sekitarnya.
B. Upaya penegakkan hukum pidana bagi pertambangan tanpa izin
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa dasar hukum mengenai praktik pertambangan di Indonesia termaktub di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3). Terjadinya suatu pelanggaran pertambangan tanpa izin juga merupakan sebuah tindakan melawan hukum, baik perbuatan melawan hukum khusus, hukum formil, maupun perbuatan melawan hukum materil.19 Hal ini tentu berkaitan erat dengan dampak yang dapat ditimbulkan dari tindakan tersebut. Dampak dari tindakan tersebut sendiri dapat dikategorikan sebagai sebuah kerusakan lingkungan yang dapat berpotensi menimbulkan bencana alam, sehingga dengan timbulnya tersebut, perbuatan pertambangan tanpa izin dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Ketentuan secara pidana mengenai setiap orang yang tidak memiliki izin dalam melakukan usaha pertambangan diatur dalam Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 Pasal 158 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara.20 Adapun ketentuan unsur pidana yang terdapat di dalam Pasal 158 sendiri memiliki istilah element dan bestandeel di dalamya.21 Adapun pengertian dari istilah element merupakan sebuah perbuatan yang tertuang dengan baik dan tertulis secara langsung di dalam ketentuan pasal yang ada maupun yang tidak tertulis; sedangkan, bestandeel hanya merupakan unsur perbuatan yang tertulis hanya sebagai gambaran saja.22
Eksistensi hukum pidana yang bersifat sebagai ultimum remedium tentu harus dapat ditegakkan dengan efektif di dalam praktiknya. Sehingga, apabila mekanisme dalam pembinaan PETI tersebut tidak diperhatikan dengan baik, maka penerapan instrument hukum dapat diberlakukan dalam penegakkannya.23 Oleh karena itu, di dalam kasus ini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Hoenagels bahwa terdapat
19 D Xxxxxxxxxxxxx, N Xxxxxxx, and E P H Xxxxxxxx, “Hukum Pidana,” Yogyakarta: Liberty, no. Revisi (2007). Hlm. 27-39.
20 Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, Ps. 158: “Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (serratus miliar rupiah).
21 Xxxx O S Xxxxxxx, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (Cahaya Atma Pustaka, 2016). Hal 129.
22 Xxxxxxx. (2020). Izin Pertambangan Rakyat Dalam Konteks Penerapan Sanksi Pidana, Xxxxx Xxxxxx Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2. Hal. 4.
23 Ibid.
beragam faktor yang harus dipertimbangkan agar dapat melakukan kriminalisasi agar dapat menjaga dalil ultimum remedium dapat terus berlaku dan tidak menjadi berpotensi over criminalization, ketentuan dalam penerapannya antara lain:24
a. Jangan menggunakan hukum pidana secara emosional;
b. Jangan menggunakan hukum pidana untuk memidana perbuatan yang tidak jelas korban atau kerugiannya;
x. Xxxxan menggunakan hukum pidana, apabila kerugian yang ditimbulkan dengan pemidanaan akan lebih besar daripada kerugian oleh tindak pidana yang akan dirumuskan;
d. Jangan menggunakan hukum pidana apabila tidak didukung oleh masyarakat secara kuat;
e. Jangan menggunakan hukum pidana apabila penggunaannya diperkirakan tidak akan efektif;
f. Hukum pidana di dalam hal-hal tertentu harus mempertimbangkan secara khusus dalam skala prioritas denbgan kepentingan pengaturan:
g. Hukum pidana sebagai sebuah sarana yang represif harus didayagunakan secara serentak dengan sarana pencegahan.
Apabila menilik kembali dan megacu kepada hukum positif yang berlaku di Indoesia, terdapat 2 (dua) macam hukuman yang dapat dikenakan bagi para pelaku yang melanggar ketentuan atas pengaturan pertambangan illegal. Kedua hukuman yang dimaksud adalah, dengan diberikan sanksi baik secara administratif maupun secara dijatuhkan hukuman pidana. Adapun klasifikasi yang telah ditentukan dalam masing-masing pemberian sanksi adalah sebagai berikut:25
1. Sanksi Administratif
a. Peringatan secara tertulis;
x. Xxxxx;
c. Dilakukan penghentian sementara, sebagian, atau seluruh kegiatan operasi;
d. Pencabutan surat terkait izin (IUP, IUPK, IPR, SIPB);
2. Sanksi Pidana
24 X. Xxxxxx Xxxxxxxxx, The Other Side of Criminology An Inversion od The Concept of Crime, (Holland: Kluwer, Deventer, 1963), hal. 231.
25 Xxxxxxxx Xxxx Xxxxx, Penegakan Hukum Tindak Pidana Illegal Mining¸ (Info Singkat: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2021), hal. 3.
a. Pasal 158 Perubahan Undang-Undang Minerba dengan memberikan sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun beserta denda paling banyak sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Namun sangat disayangkan, pada kenyataannya kedua sanksi tersebut belum dapat dilaksanakan secara konsisten dan efektif pada praktiknya, hal ini dibuktikan dengan masih maraknya kejadian pertambangan illegal di wilayah Kalimantan Selatan. Kejadian pertambangan tanpa izin tersebut tentu terjadi dikarenakan berbagai alasan para pelaku yang diantaranya:
1. Faktor ekonomi sebagai seorang pelaku usaha yang cenderung lebih ingin mendapatkan laba yang banyak dibandingkan pengeluarkan yang akan dikeluarkan;
2. Birokrasi pengurusan izin yang dianggap rumit oleh para pelaku dan ingin hasil yang cepat agar usaha yang dilaksanakan akan dapat langsung terlaksana;
3. Pengawasan baik secara administratif maupun dalam lapangan yang tidak terlaksanakan dengan maksimal;
4. Diduga indikasi terlibatnya oknum mafia tanah di dalam usaha pertambangan;
5. Faktor aparat penegak hukum yang kurang memadai;
6. Kurangnya sarana dan prasarana dalam memberikan penyuluhan kepada korporasi maupun dalam melakukan pengawasan.
Kendati demikian, sudah merupakan suatu kewajiban yang mutlak bagi seorang pelaku pertambangan tanpa izin untuk tetap bertanggungjawab atas kerusakan yang telah dilakukan. Dimana, hal ini berkaitan dengan adanya konsep strict liability di dalam hukum pidana. Menurut apa yang dikemukakan oleh Xxxxx Xxxxxx Xxxxx mengatakan bahwa suatu tanggungjawab tanpa kesalahan, pada dasarnya merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban yang mutlak. Sifat mutlak tersebut diartikan dengan tidak terkandungnya unsur kelalaian maupun kesalahan yang dilakukan di dalam pemidanaan.26
Di dalam kasus permasalahan pertambangan tanpa izin ini, permasalahan yang harus dilihat tidak hanya mengenai permasalahan atas perizinan usaha yang dilakukan oleh korporasi saja, melainkan dengan kerusakan lingkungan yang tentu di dalam
26 Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Perbandingan Hukum Pidana. (Bandung: Xxxxxx Xxxx, 2000). hal. 76.
pengaturannya harus berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Apabila para pelaku yang di dalam hal ini tersebukti secara sah telah melakukan kerusakkan dengan dampak yang cukup besar dan massif terhadap lingkungan hidup, maka para pelaku secara mutlak harus bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan sebagaimana dengan ketentuan yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, penerapan kebijakan di alam pemidanaan PETI harus mengedepannya aspek nonpenal di dalam penegakkannya dengan mengedepankan aspek pembinaan dan pengawasan. Sehingga penambangan PETI tersebut dapat terus melakukan usahanya atas pelanggaran hukumnya dengan dikenai pendekatan nonpenal yang pada akhirnya dapat berhenti dan digantikan dengan usaha yang sah dalam pemenuhan asas legalitas di dalam penerapannya.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adanya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat” yang dimaksud oleh pasal tersebut adalah Negara memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi tata cara pengelolaan bahan galian dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Terjadinya suatu pelanggaran pertambangan tanpa izin juga merupakan sebuah tindakan melawan hukum dalam berbagai aspek penegakkan hukum. Oleh karena itu, kehadiran dari element hukum tersebut sendiri harus dapat menjadi suatu penegakkan yang efektif dan konsisten dalam memberikan sanksi pidana dalam kasus permasalahan PETI di wilayah Kalimantan Selatan.
B. Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan di dalam penulisan makalah ini adalah pentingnya melakukan suatu pembinaan dan monitor terhadap para pelaku usaha pertambangan mengenai regulasi perundang-undangan yang berlaku mengenai izin lingkungan yang harus dilakukan sebelum membangun usaha tersebut. Hal tersebut dilakukan juga dengan bertujuan agar mencegah terjadinya berbagai dampak buruk apabila kegiatan illegal tersebut terjadi.
Buku
Daftar Pustaka
Bakhri. S. (2010). Kebijakan Kriminal. Jakarta: Total Media.
Hasiman. F. (2013). Monster Tambang: Gerus Ruang Hidup Masyarakat NTT, JPIC OFM. Jakarta.
Xxxxxxx, X., Xxxxxxx, X., Xxxxx, X., Xxxxxxxxxxx, E.S. & Xxxxx, T.S. (2006). Bisnis dan Politik di Tingkat Lokal: Pengusaha, Penguasa, dan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Pasca Pilkada. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Press. Jakarta.
Xxxxx. R (1999). Research methodology: a step-by-step guide for beginners. Xxxxxxx Xxxxxx Longman Australia Pty. Limited. Melbourne.
Noah.s. (2002) Reka Bentuk Penyelidikan: Falsafah, Teori dan Praktis, Sebuah Buku Mesra Pengguna, Universiti Putera Malaysia, Serdang.
Sutedi. A. (2011) Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta.
Xxxxxxxx. R. (1994). Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Xxxx. Xx. Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H., LL.M., 2005, Penelitian Hukum. Prenadamedia Group. Jakarta.
Jurnal
Nugroho. H. (2020). Pandemi Covid-19: Tinjau Ulang Kebijakan Mengenai PETI (Pertambangan Tanpa Izin) di Indonesia. The Indonesian Journal of Development Planning Vol. IV No. 2, doi: xxxxx://xxxxxxx.xxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxx/xxxxxxx/xxxx/000/00
Prianto. Y., Djaja. B., Rasji, Bunga Gazali. N. (2019). Penegakan Hukum Pertambangan Tanpa Izin Serta Dampaknya Terhadap Konservasi Lingkungan Hidup. Bina Hukum Lingkungan Vol. 4 No.1, doi: xxxx://xxxxxxxxxx.xxxxx.xx.xx/00000/0/xxxxxxxxxxxxxxx_00000000_0X000000.xxx
Xxxxxx Xxxxxxxx. B., Xxxxxx Xxxxxxxx. J., Setiabudi. O. D. (2021). Dilema Penegakan Hukum Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara Tanpa Izin, Amanna Gappa Vol. 29 No. 1. doi: xxxxx://xxxxxxx.xxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxx/xxxxxxx/xxxx/00000/0000
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Koran Online
(----). Xxxxxxxxxxx.Xx.Xx. (2016). Kerusakan Alam Bisa Makin Parah. Xxxxxxxxxxxxxxxxx.Xxx.
diakses pada 21 Oktober 2021, melalui xxxxx://xxxxxxxxxxx.xxxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxxxxxx-xxxx-xxxx-xxxxxxxxxx.
( ). Xxxxxxxxxxxxxxx.xx.xx. KPK Sidak Aktivitas Penambangan Liar di Tanah Laut, Pihak
Polda Kalsel Mengaku Tak Tahu, Xxxxxxxxxxxxxxx.Xxx. diakses 24 Oktober 2021, melalui xxxxx://xxxxxxxxxxx.xxxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxx-xxxxx-xxxxxxx-xx-xxx-
lakukan-penambangan-liar-ditanahlaut-pihak-polda-kalsel-mengaku-tak-tahu.
( ). Bank Indonesia. (2018). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Kalimantan Selatan: Agustus 2018, Bank Indonesia. Jakarta.
Diananta. (2018). Ketimpangan Pendapatan Kalsel Terburuk di Kalimantan, Kumparan, disadur dari Banjarhits, diakses 21 Oktober 2021, melalui: xxxxx://xxxxxxxx.xxx/xxxxxxxxxx/xxxxxxxxxxx-xxxxxxxxxx-xx-xxxxxxxxxxxxxx-xx- kalimantan/full
Xxxxxx, X. (2019). Inilah Provinsi dengan Ketimpangan Tertinggi, Xxxxxxxxx.Xxx. diakses
21 Oktober 2021. melalui: xxxxx://xxxxxxxx.xxxxxxxx.xx.xx/xxxxxxxxxxx/0000/00/00/xxxxxx-xxxxxxxx- denganketimpangan-tertinggi
Susanto. D. Kalsel Batasi Produksi Baru Bara, Xxxxxxxxxxxxxx.Xxx, diakses 21 Oktober 2021, diakses:
xxxxx://xxxxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxxx/000000/xxxxxx-xxxxxx-xxxxxxxx- batu-bara
LAMPIRAN
Lampiran I
Susunan Personalia Peneliti
No. | Nama | NIDN/NIK / NIM | Fakultas | Tugas |
1. | Xx. Xxxx Xxxxxxxxxx X.X., M.Hum., MPA | 0018018403 | Hukum | Ketua Tim |
2. | Xxxx. Xx. Xxxx Xxxxxx, S.H., M.H., M.M., X.Xx | 0307026701 | Hukum | Anggota Tim |
3. | Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxx | 205180089 | Hukum | Anggota Mahasiswa |
4. | Shrishti | 205190263 | Hukum | Anggota Mahasiswa |
5. | Xxxxxxx Xxxx Xxxxxx | 205200013 | Hukum | Anggota Mahasiswa |
Lampiran 2
Biodata Ketua Tim Peneliti
1. Nama Lengkap | Xx. Xxxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.Hum., MPA |
2. NIK / NIDN | 0018018403 |
3. Jabatan | Dosen Tetap |
4. Pangkat/golongan | Lektor |
5. Tempat, tanggal lahir | Pontianak, 18 Januari 1984 |
6. Jenis kelamin | Laki-laki |
7. Agama | Islam |
8. Institusi Asal | Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara |
9. Bidang Kehalian | Hukum Pidana |
10. Alamat Institusi | Jl. Letjen S. Xxxxxx No. 1 Jakarta Barat 11440 |
11. E-mail |
Lampiran 3
Biodata Anggota Tim Penelti
1. Nama Lengkap | Xxxx. Xx. Xxxx Xxxxxx, S.H., M.H., M.M., X.Xx. |
2. NIK / NIDN | 0307026701 |
3. Jabatan | Dekan Fakultas |
4. Pangkat/golongan | |
5. Tempat, tanggal lahir | |
6. Jenis kelamin | Laki-laki |
7. Agama | Islam |
8. Institusi Asal | Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara |
9. Bidang Kehalian | |
10. Alamat Institusi | Jl. Letjen S. Xxxxxx No. 1 Jakarta Barat 11440 |
11. E-mail |
Lampiran 4 Biodata Mahasiswa
No | Nama | NIM | Tempat Tanggal Lahir | Jenis Kelamin | |
1. | Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxx | 205180089 | Jakarta, 01 Desember 2000 | Perempuan | |
2. | Shrishti | 205190263 | Jakarta, 24 Maret 2001 | Perempuan | |
3. | Xxxxxxx Xxxx Xxxxxx | 205200013 | Jakarta,12 September 2001 | Perempuan |