ALYA FAUZIYAH NIM
KAPASITAS KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA PEKERJA PENYORTIR EDAMAME DI PT. MITRATANI
DUA TUJUH KABUPATEN JEMBER
SKRIPSI
152110101141
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER
2019
KAPASITAS KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA PEKERJA PENYORTIR EDAMAME DI PT. MITRATANI
DUA TUJUH KABUPATEN JEMBER
SKRIPSI
dan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
XXXXXXXX NIM 152110101141
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER
2019
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibu saya, Alm. Xxxx Xxxxxxx dan Xxx Xxxx Xxxxxx yang telah mendidik, menyayangi, selalu mendukung dan mendoakan saya sehingga saya dapat berjuang hingga saat ini
2. Bapak dan Ibu guru/dosen di TK IT Baiturrahman, SDIT Asy Syamil, SMP Yayasan Pupuk Kaltim, SMA Yayasan Pupuk Kaltim dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
3. Sahabat – sahabat saya, yang telah membersamai saya disaat susah maupun senang.
4. Almamaterku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
“Dan hanya kepada Tuhanmu lah hendaknya kamu berharap” (Q.S: Al-Insyirah Ayat 8)1
1 Departemen Agama Republik Indonesia. 1998. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Al Hidayah Surabaya
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Xxxx Xxxxxxxx NIM : 152110101141
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: ”Kapasitas Kerja dengan Produktivitas Kerja pada Pekerja Penyortir Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember” adalah benar – benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawa atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapatkan sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 4 November 2019 Xxxx menyatakan,
SKRIPSI
KAPASITAS KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA PEKERJA PENYORTIR EDAMAME DI PT. MITRATANI
DUA TUJUH KABUPATEN JEMBER
XXXX XXXXXXXX NIM 152110101141
Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama : Xxxx Xxxxxxxxx, X.XX., X.XXX
Dosen Pembimbing Anggota : xx. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx, X.Xx
Skripsi berjudul Kapasitas Kerja dengan produktivitas Kerja pada Pekerja Penyortir Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember pada:
Tempat : Ruang Sidang 1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
Xxxx Xxxxxxxxxxxx, X.XX., M.Kes.
NIP. 198005162003122002
Kapasitas Kerja dengan Produktivitas Kerja pada Pekerja Penyortir Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember; Xxxx Xxxxxxxx; 152110101141; 2019; 76 halaman; Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Produktivitas kerja merupakan perbandingan antara hasil yang dapat dicapai (output) dengan sumber daya yang dipergunakanan (input). Produktivitas kerja yang tinggi hanya bisa dicapai saat beban kerja dan kapasitas kerja seimbang. Kapasitas kerja merupakan kemampuan dasar sebagai faktor penentu yang mencakup karakteristik individu seperti usia, pendidikan, masa kerja, motivasi, keterampilan, status gizi dan kondisi kesehatan. Status gizi berlebih atau kurang dapat berdampak pada timbulnya penyakit dan kurangnya kemampuan untuk bekerja. Selain itu, kondisi kesehatan yang tidak optimal karena anemia dapat mengurangi kapasitas untuk bekerja. Menurut data Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, rentang usia wanita usia subur menjadi kelompok umur kedua yang paling banyak menderita anemia. Berdasarkan jenis kelamin, persentase kejadian anemia pada perempuan lebih besar yaitu 23,9%. Hal ini dikarenakan wanita mengalami siklus reproduksi seperti menstruasi, hamil dan menyusui. Buruh wanita menjadi pekerjaan yang paling beresiko menderita anemia. PT. Mitratani Dua Tujuh adalah perusahaan terbesar di Kabupaten Jember yang mempekerjakan pekerja wanita dalam rentang usia subur (20-45) dalam proses sortir edamame. Mayoritas pekerja hanya menempuh pendidikan tingkat rendah dan memiliki pendapatan menengah kebawah sehingga daya beli konsumsi makanan bergizi rendah dan ketidaktahuan pemilihan menu makanan yang bergizi, sehingga pekerja penyortir edamame lebih berisiko mengalami masalah gizi dan dapat berdampak pada produktivitas kerja.
Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis hubungan antara kapasitas kerja (usia, pendidikan, masa kerja, status gizi dan kadar hemoglobin) dengan produktivitas kerja pekerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan kuantitatif dan rancangan cross sectioanal. Populasi penelitian
ini sebanyak 400 pekerja dan sampel yang diambil berjumlah 60 pekerja. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan berupa wawancara untuk mengetahui karakteristik individu, pengukuran tinggi badan menggunakan alat microtoice, pengukuran berat badan menggunakan alat bathroomscale, pengukuran kadar hemoglobin menggunakan alat GcHb merk Easy Touch dan pengukuran produktivitas kerja dengan menimbang hasil sortasi edamame. Data diolah dengan uji statistik chi square.
Hasil pada penelitian ini diketahui sebagian besar responden berusia 34-49 tahun (78,3%), sebagian besar hanya menempuh pendidikan tingkat dasar (65%), lebih dari setengah responden memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun (56,7%), paling banyak responden memiliki status gizi gemuk (48,3%), paling banyak responden menderita anemia (31,7%) dan paling banyak responden memiliki produktivitas kerja rendah (41,7%). Berdasarkan uji chi square diketahui seluruh variabel bebas dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan dengan produktivitas kerja. Faktor yang tidak berhubungan dengan produktivitas kerja yaitu faktor usia (ρ=0,560), faktor pendidikan (ρ=0,337), faktor masa kerja (ρ=0,378) faktor status gizi (ρ=0,495) dan faktor kadar hemoglobin (ρ=0,373).
Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan perusahaan dapat memberikan penyuuluhan gizi seimbang, memberikan tablet tambah darah bagi pekerja yang menderita anemia dan mengadakan senam rutin. Bagi para pekerja diharapkan dapat membiasakan mengkonsumsi makanan bergizi dan mengandung zat besi tinggi, mengkonsumsi tablet tambah darah Fe dan melakukan aktivitas fisik secara rutin. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan metode survey konsumsi untuk penentuan status gizi, meneliti variabel motivasi kerja, keterampilan kerja, beban kerja dan beban tambahan akibat lingkungan kerja serta menambah jumlah sampel responden.
Work Capacity with Work Productivity on Edamame Sorting Workers at PT. Mitratani Dua Tujuh Jember Regency; Xxxx Xxxxxxxx; 152110101141; 2019; 76 pages; Undergraduate Programme of Public Health, Faculty of Public Health, University of Jember.
Work productivity is a comparison between the results that can be achieved (output) and the resources used (input). High productivity can only be achieved when the workload and work capacity are balanced. Work capacity is a basic ability as a determining factor that emphasizes individual characteristics such as age, education, years of service, motivation, skills, nutritional status, and health conditions. Excessive or poor nutritional status can have an impact on the onset of disease and lack of ability to work. In addition, health conditions that are not optimal because of anemia can reduce the capacity to work. According to data from the 2013 Basic Health Research Report, the age of women of childbearing age is the second age group with the most anemia. Based on gender, the percentage of anemia incidence in women is greater at 23.9%, because women experience reproductive cycles such as menstruation, pregnancy, and breastfeeding. Female workers are the jobs most at risk of suffering from anemia. PT. Mitratani Dua Tujuh is the largest company in Jember Regency that employs female workers of childbearing age (20-45) in the edamame sorting process. The majority of workers only low-level education and have lower middle income so that the purchasing power of consumption of nutritious foods is low and ignorance of selecting nutritious food menus, so that edamame sorter workers are more at risk of experiencing nutritional problems and can impact on work productivity.
The purpose of this study was to analyze the relationship between work capacity (age, education, years of service, nutritional status and hemoglobin levels) and the work productivity of edamame sorting workers at PT. Mitratani Dua Tujuh Jember Regency. This type of research was an observational analytic study with a quantitative approach and cross-sectional design. The population of this study was 400 workers and the sample taken was 60 workers. Sampling using
a simple random sampling technique. The instrument used in the form of interviews to determine individual characteristics, height measurements using a Microtoice, weight measurements using a bathroom scale tool, measurement of hemoglobin levels using the Easytouch GcHb tool and measurement of work productivity by weighing the results of sorting edamame. Data were processed by chi square statistical test.
The results of this study showed that the majority respondents are aged 34-49 years old (78.3%), the majority of respondents only took elementary education (65%), more than half of respondents had a working period of fewer than 5 years (56.7%), most respondents have an obesity nutritional status (48.3%). most respondents suffer from anemia (31.7%) and most respondents have low work productivity (41.7%). Based on the chi square test, known to all the independent variables in this study there is no relationship with work productivity. Factors not related to work productivity are age (ρ = 0.560), education factors (ρ = 0.337), work period (ρ = 0.378), nutritional status factors (ρ= 0.495) and hemoglobin concentration factor (ρ = 0.373).
Based on the results of this study, the researcher suggested the company to provide balanced nutrition counseling, providing blood-red tablets for workers who have anemia, and hold regular exercise. Workers are expected to get used to consuming nutritious and iron-containing foods, consume tablets Fe and carry out regular physical exercise.. The next researcher is expected to use the consumption survey method to determine nutritional status, examine the variables of work motivation, work skills, workload and additional burden due to the work environment and increase the number of respondents.
Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkah dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Kapasitas Kerja dan Produktivitas kerja pada Pekerja Penyortir Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember untuk menyelesaikan program studi sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebanyak – banyaknya kepada pihak yang telah membantu, membimbing dan memberi petunjuk dari awal penyusunan skripsi sampai terselesaikannya skripsi ini. Saya ucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan kepada pihak berikut:
1. Xxx Xxxx Xxxxxxxxxxxx X.XX., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
2. Xxx Xxxxxxxxxx Xxxxxx, X.XX., M.Kes. selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
3. Xxx Xxxx Xxxxxxxxx X.XX., X.XXX. selaku Dosen Pembimbing Utama (DPU) yang telah membimbing, memberikan saran, masukan, ilmu, motivasi dan meluangkan waktunya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Ibu xx. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx, X.Xx. selaku Dosen Pembimbing Anggota (DPA) yang telah membimbing, memberikan saran, masukan, ilmu, motivasi dan meluangkan waktunya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Bapak Xx. Xxx Xx’xxxx., X.XX., M.Kes. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan selaku ketua penguji dalam skripsi ini.
6. Ibu Xxxxx Xxxxxxxxx, S.Gz., M.Kes. selaku sekertaris penguji dalam skripsi ini.
7. Ibu xx. Xxxxx Xxxxxxxx, M.kes selaku anggota penguji dalam skripsi ini.
8. Direktur Utama PT Mitratani Dua Tujuh, Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Kepala Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) Xxx xxxxxxx dan jajaran staff yang telah memberikan ijin dan membantu terlaksananya penelitian.
9. Kedua orang tua saya, Alm. Xxxx Xxxxxxx dan Xxx Xxxx Xxxxxx. Kakak saya, Anggilut Winastika dan Santri Nabilah yang telah memberikan dukungan, doa dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
10. Sahabat – sahabat terbaik saya Munaya F., Xxxxx Z. S., Xxxxxxx X. X., Xxxxxx Z., Xxxxx M. K., Xxxx X., Xxxxx X. X., Xxxxxx I. F., Xxxxxxx S. F., Xxxxxxx
11. Sahabat-sahabat saya yang membersamai saya selama masa perkuliahan, memberikan motivasi, kebahagiaan dan dukungan Maghfira A. P., Xxxxx N. U., Xxxxx S. A., Puspita I. P., Xxxx N. M., dan Teo L. H.
12. Keluarga Kos Izzati Baity N. J., Xxxxx G. P. P., Xxxxxx F., Xxxxx X. X., Xxxxxxx M., Xxxxx S. S. M., Xxxxx X. X., Xxxxxxx X., dan Xxxxxxxx S.
13. Keluarga tercinta di BEM FKM UNEJ, UKMS PH-9, UKM PSM Gita pusaka dan ketua ORMAWA FKM UNEJ 2018.
14. Keluarga Angkatan 2015 FKM UNEJ, Peminatan K3, PBL Kelompok 6, Kelompok Magang di PT. Pamapersada Nusantasa Jobsite Kideco yang telah membersamai saya selama masa perkuliahan.
15. Teman-teman terbaik saya yang telah memberikan motivasi dan semangat selama proses perkuliahan dan proses menyelesaikan xxxxxxx, Xxxxx X., Xxxxx W., Xxxxx A., Xxxx M., Xxxxxx N., Xxxxxxxxx, Xxxxxxx N., Xxxxx W., Xxxxxxx X., Xxxxxx M., Xxxxx X., Xxxx W.,
16. Para Pekerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh atas kesediaannya menjadi responden dalam penelitian saya.
17. Semua pihak yang telah membantu, terimakasih atas kerjasama yang baik, semoga Allah membalas kebaikan dan memberikan pahala yang berlipat.
Skripsi ini telah penulis susun dengan optimal namun tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan, oleh sebab itu penulis dengan tangan terbuka menerima masukan yang membangun. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Jember, November 2019 Penulis
Halaman
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xii
xiv
xvii
xviii
xix
xx
xxi
1
1
6
6
7
8
8
2.1.1 Definisi Produktivitas 8
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja 9
2.1.3 Pengukuran Produktivitas 10
11
13
2.3.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah gizi 14 2.3.3 Penilaian Status Gizi 19
2.3.4 Indeks Masa Tubuh (IMT) 20
2.3.5 Klasifikasi Status Gizi 22
2.3.6 Keterkaitan status gizi dengan produktivitas kerja 23
24
2.4.3 Faktor yang mempengaruhi Anemia 25
2.4.6 Pengukuran Status Anemia 29
2.4.7 Keterkaitan Anemia dengan Produktivitas Kerja 30
2.5. Gambaran Umum Pekerjaan Bagian Sortir di PT. Mitratani Dua Tujuh
31
33
34
35
36
36
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
36
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
37
3.3.3 Metode Pengambilan Sampel 39
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
39
42
3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
42
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data 42
3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data 43
3.7 Teknik Pengolahan dan Penyajian Data
45
3.7.1 Teknik Pengolahan Data 45
3.7.2 Teknik Penyajian Data 45
46
47
48
48
4.1.3 Hubungan Usia dengan Produktivitas Kerja 50
4.1.4 Hubungan Pendidikan dengan Produktivitas Kerja 51
4.1.5 Hubungan Masa Kerja dengan Produktivitas Kerja 52
4.1.6 Hubungan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja 52
4.1.7 Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Produktivitas Kerja . 53
53
3.5.3 Hubungan Usia dengan Produktivitas Kerja 58
3.5.4 Hubungan Pendidikan dengan Produktivitas Kerja 59
3.5.5 Hubungan Masa Kerja dengan Produktivitas Kerja 61
3.5.6 Hubungan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja 62
3.5.7 Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Produktivitas Kerja . 64
67
67
68
70
77
Halaman 2.1 Faktor penyebab terjadinya masalah gizi 15
Halaman 2.1 Kategori ambang batas IMT 22
2.2 Kadar hemoglobin berdasarkan kelompok umur 25
4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kapasitas Kerja Pekerja Penyortir Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh… 48
4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Produktivitas Pekerja Penyortir Edamame PT. Mitratani Dua Tujuh 50
4.3 Tabulasi Silang Variabel Usia dengan Produktivitas Pekerja Penyortir Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh 50
4.4 Tabulasi Silang Variabel Pendidikan dengan Produktivitas Pekerja Penyortir Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh 51
4.5 Tabulasi Silang Variabel Masa Kerja dengan Produktivitas Pekerja Penyortir Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh 52
4.6 Tabulasi Silang Variabel Status Gizi dengan Produktivitas Pekerja Penyortir Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh 52
4.7 Tabulasi Silang Variabel Kadar Hemoglobin dengan Produktivitas Pekerja Penyortir Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh 53
Halaman A. Lembar Persetujuan 77
= = | Asian Productivity Organization Association of Shoutheast Asian Nations World Health Organization | |
% | = | Persen |
Produktivitas kerja merupakan perbandingan antara hasil yang dapat dicapai (output) dengan sumber daya yang dipergunakanan (input). Peningkatan efisiensi waktu, bahan, sistem kerja, tenaga, teknik produksi dan peningkatan kualitas pekerja dapat meningkatkan produktivitas kerja (Xxxxxxxx, 2003:94). Produktivitas kerja yang tinggi merupakan faktor penting bagi sebuah perusahaan unggul dalam persaingan perekonomian. Saat perusahaan mampu melakukan pengelolaan sumber daya manusia dengan baik maka hasil yang dapat dicapai akan semakin baik pula. Hal ini disebabkan karena sumber daya manusia menjadi pelaku utama dalam kegiatan operasional suatu perusahaan (Budiartha, 2015:2).
Berdasarkan data Asian Productivity Organization (APO), produktivitas pekerja Indonesia pada tahun 2015 mencapai US$24.340, masih tertinggal dari Singapura (US$127.810), Malaysia (US$55.700), dan Thailand (US$26.480) hal ini sangat disayangkan karena dilihat dari kuantitas penduduk, Indonesia memiliki jumlah penduduk terbanyak di ASEAN tetapi peluang ini kurang dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas kerja. Global Human Capital Report (2017) menjelaskan bahwa Human Capital Index Indonesia masih berada di posisi ketujuh dari 10 negara ASEAN. Hal ini dapat terjadi karena kuranya kapasitas kerja pada pekerja di Indonesia. Kapasitas kerja merupakan kemampuan dasar sebagai faktor penentu yang mencakup karakteristik individu (Xxxxxxx, 2017:221). Menurut Suma,mur (22014:123) kapasitas kerja terdiri dari usia, tingkat pendidikan, masa kerja, jenis kelamin, motivasi kerja, keterampilan, status gizi dan kondisi kesehatan.
Pemenuhan kebutuhan gizi pekerja adalah salah satu upaya untuk menciptakan kesehatan kerja yang berperan penting dalam peningkatan produktivitas kerja. Menurut Xxxxxxx dan Xxxxxxxxx (2016:78) status gizi pekerja dengan produktivitas kerja memiliki hubungan yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja dengan status gizi (IMT) normal dapat meningkatkan
1
produktivitas > 142 box/hari atau diatas rata-rata. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxxx (2014: 6) bahwa pekerja dengan status gizi normal memiliki produktivitas tinggi sebanyak 41 responden atau 78,8% dan produktivitas kerja rendah sebanyak 11 responden atau 21,2%.
Status gizi merupakan kondisi tubuh sebagai akibat dari penyerapan, penggunaan dan pemakaian makanan (Xxxxxxxx, 2003:256). Status gizi dapat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan pendidikan. Apabila pendapatan meningkat, pola konsumsi pangan akan lebih bervariasi dan pada umumnya akan meningkatkan konsumsi pangan yang lebih bergizi (Yudaningrum, 2011:73). Status gizi berlebih atau kurang dapat berdampak pada timbulnya penyakit dan kurangnya kemampuan untuk bekerja (Suma’mur: 2014:436). Menurut Xxxxxx (2005:3) status gizi kurang maupun lebih, memiliki keterkaitan dengan terjadinya kemangkiran kerja, timbulnya penyakit, rendahnya rasa percaya diri dan meningkatnya angka kecelakaan kerja. Kekurangan zat gizi berupa zat gizi besi dapat mengakibatkan timbulnya gejala anemia. Anemia adalah suatu keadaan ketika jumlah hemoglobin dalam darah kurang dari rata-rata. Keadaan ini disebabkan oleh rendahnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel yang terlalu sedikit (Xxxxxx, 2006:447). Menurut WHO seorang wanita subur (usia 15-49 tahun) dapat dikategorikan menderita anemia ketika kadar hemoglobin < 12,0 g/dl (WHO, 2011).
Anemia merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian terbanyak di dunia. Menurut World Health Organization (2008), prevalensi anemia di dunia sebesar 24,8% yang berarti sekitar 1,62 miliar orang di seluruh dunia menderita anemia. Menurut data Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, persentase kelompok umur yang paling banyak menderita anemia terdapat pada kelompok umur > 75 tahun yaitu 46,0% dan presentase kejadian anemia pada wanita usia subur (umur 15-44 tahun) sebesar 35,3%. Berdasarkan jenis kelamin, persentase kejadian anemia pada laki-laki sebesar 18,4% sedangkan persentase kejadian anemia pada perempuan lebih besar yaitu 23,9 %.
Berbeda dengan laki-laki, seorang wanita memiliki siklus reproduksi seperti menstruasi, hamil dan melahirkan. Darah yang dikeluarkan wanita saat menstruasi
sebanyak 30-50 cc perbulan. Hal ini menyebabkan wanita kehilangan zat besi sebanyak 12-15 mg perbulan atau 0,4-0,5 mg perhari. Saat wanita hamil kebutuhan zat besi digunakan untuk dirinya dan kandungannya, sehingga kebutuhan akan zat besi meningkat 200-300% (Xxxxxxx, 2008:13). Oleh sebab itu, wanita lebih rawan menderita anemia dibandingkan dengan laki-laki.
Penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxxxxx (2011:25) tentang faktor determinan produktivitas kerja pada pekerja wanita diketahui bahwa kadar hemoglobin merupakan variabel yang paling berhubungan dengan produktivitas kerja dibandingkan dengan variabel lain seperti asupan energi, persentase lemak tubuh dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Menurut Xxx et al. (2010:784) anemia dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan dapat mengurangi kapasitas untuk bekerja. Kadar hemoglobin digunakan untuk membawa oksigen dan mengedarkannya ke jaringan-jaringan sehingga proses metaboliseme dapat terjadi (Xxxxxx, 2006:445), saat kadar hemoglobin rendah dan proses metabolisme terganggu akan mengakibatkan penumpukan asam laktat yang dapat menimbulkan gejala lemah, lesu dan cepat lelah ketika melakukan aktivitas jasmani sehingga berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Xxx (2010:786) mengungkapkan anemia berhubungan dengan jenis pekerjaan. Buruh wanita berada pada risiko tertinggi menderita anemia, diikuti pekerja perempuan di perkantoran dan pekerja perempuan dalam bidang pendidikan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada angkatan kerja nasional (Sakernas) 2018, tenaga kerja perempuan lebih banyak diserap pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebanyak 14,5 juta jiwa. Salah satu komoditas dari sektor pertanian adalah jenis tanaman polong-polongan, seperti kedelai, kacang polong, buncis, kacang merah, kacang panjang dan kacang hijau. Kabupaten Jember merupakan kabupaten di Provinsi Jawa timur yang paling banyak menghasilkan kedelai dengan produktivitas 20,47 ton/ha pada tahun 2016 (BPS Provinsi Jatim, 2017). Kedelai yang dihasilkan oleh Kabupaten Jember berupa kedelai edamame yang telah berhasil menembus pasar internasional. Setiap tahun sekitar USD 10 juta dihasilkan dari hasil devisa ekspor kedelai sebesar 4.500 – 5.000 ton (BPS Kabupaten Jember, 2018).
PT Mitratani Dua Tujuh adalah perusahaan terbesar di Kabupaten Jember yang fokus pada bidang agroindustri dengan produk unggulannya berupa kedelai edamame. Pada tahun 2016, PT Mitratani Xxx Xxxxx berhasil memproduksi edamame sebanyak 7.100 ton dan 70,42% atau sebanyak 5.000 ton diekspor keluar negeri. Proses produksi PT. Mitratani Dua Tujuh dimulai dengan tahapan penerimaan bahan baku, sortir, blanching, cooling, vibrating, IQF, cold storage, final sorting, dan packing.
Pada proses sortir manual, PT Mitratani Dua Tujuh mempekerjakan sekitar 400 orang dengan jenis kelamin perempuan, hal ini dikarnakan dalam proses sortir manual dibutuhkan ketelitian dan ketekunan untuk memilah edamame berdasarkan klasifikasi mutunya dimana perempuan dirasa memiliki tingkat ketelitian lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Jam kerja yang diterapkan PT Mitratani Dua Tujuh tidak menentu, tergantung jam kedatangan bahan baku, umumnya para pekerja mulai bekerja antara pukul 10.00 dan 14.00 WIB. Jam kerja pekerja penyortir edamame terbagi menjadi 7 jam kerja dan 1 jam istirahat dengan target pencapaian hasil sortasi sekitar 10 kg perhari perorang tergantung bahan baku yang datang pada hari tersebut.
Para pekerja penyortir edamame adalah pekerja kontrak, sehingga produktivitas pekerja menjadi hal terpenting untuk perusahaan mempertimbangkan masa kontrak akan diperpanjang atau tidak. Hal tersebut menjadi motivasi tersendiri bagi pekerja untuk terus bekerja dengan optimal. Tetapi disisi lain, PT. Mitratani Dua Tujuh memiliki kebijakan untuk selalu memberikan upah tetap kepada pekerja kontraknya sehingga jika pekerja penyortir memiliki produktivitas yang rendah sedangkan upah yang diberikan dalam jumlah yang sama akan menimbulkan kerugian dimasa mendatang, oleh sebab itu perlu adanya usaha lebih untuk menjaga produktivitas pekerja tetap tinggi. Pekerja harus selalu dalam kondisi kesehatan yang baik agar dapat bekerja secara optimal. Karakteristik pekerja penyortir adalah tenaga kerja perempuan dalam rentang umur produktif (20-45 tahun) yang memiliki risiko anemia. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan pada bulan Mei tahun 2019 diketahui 7 dari 10 pekerja penyortir yang diwawancarai pernah mengalami gejala anemia seperti
perasaan kurang bersemangat saat bekerja, mudah lelah saat melakukan aktivitas, konstentrasi terganggu, pusing, memiliki keseimbangan yang tidak stabil saat perpindahan posisi tubuh, mengalami sedikit kepucatan di kelopak mata bawah dan kurang mengkonsumsi zat besi dari pangan hewani. Pekerja mengaku adanya keluhan terkadang mempengaruhi proses kerja sortasi sehingga jumlah hasil edamame yang disortir tidak sesuai dengan target. Mayoritas pekerja hanya menempuh pendidikan tingkat rendah dan memiliki pendapatan menengah kebawah. Hal ini berpengaruh terhadap daya beli konsumsi makanan bergizi dan pemilihan menu makanan yang bergizi sehingga pekerja wanita lebih berisiko mengalami masalah gizi dan dapat berdampak pada produktivitas kerja.
Tuntutan perusahaan yang menargetkan produksi yang tinggi menuntut pekerja harus memiliki produktivitas yang tinggi pula. Sedangkan produktivitas yang tinggi baru bisa dicapai jika beban kerja dan kapasitas kerja seimbang. Beban kerja penyortir yang bekerja 6 hari dalam seminggu dengan jam kerja kurang lebih 7 jam serta peran ganda sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab untuk mendidik anak dan mengatur keperluan rumah tangga harus diimbangi dengan kapasitas kerja yang baik. Status gizi dan kadar Hb menjadi faktor penting terciptanya kapasitas kerja yang baik sehingga menghasilkan produktivitas kerja yang maksimal. Kondisi inilah yang mendorong perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana hubungan kapasitas kerja dengan produktivitas kerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terdapat pada faktor – faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja. Dalam penelitian terdahulu faktor karakteristik individu berupa usia, masa kerja dan tingkat pendidikan tidak ikut serta diteliti dengan faktor status gizi dan kadar hemoglobin. Dalam penelitian ini karakteristik individu, status gizi dan kadar hemoglobin dianalisis untuk dicari hubungan yang paling signifikan dengan produktivitas kerja.
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat diambil adalah apakah terdapat hubungan antara kapasitas kerja dengan produktivitas kerja pada pekerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember?
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kapasitas kerja dengan produktivitas kerja pada pekerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember.
Tujuan khusus pada penelitian ini antara lain:
a. Mengkaji kapasitas kerja (usia, pendidikan, masa kerja, status gizi dan kadar hemoglobin) pekerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember.
b. Mengkaji produktivitas kerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember.
c. Menganalisis hubungan antara usia dengan produktivitas kerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember.
d. Menganalisis hubungan antara pendidikan dengan produktivitas kerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember.
e. Menganalisis hubungan antara masa kerja dengan produktivitas kerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember.
f. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan produktivitas kerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember.
g. Menganalisis hubungan antara kadar hemoglobin dengan produktivitas kerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh Kabupaten Jember.
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan dan keselamatan kerja khususnya mengenai hubungan kapasitas kerja terhadap produktivitas kerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh.
Mengasah kemampuan penulis dalam bidang penelitian dan penyusunan karya tulis serta dapat menambah pengetahuan penulis tentang hubungan kapasitas kerja dengan produktivitas kerja.
b. Bagi PT. Mitratani Dua Tujuh
Dapat dijadikan sebagai masukan kepada perusahaan untuk meningkatkan fasilitas pemenuhan gizi pada pekerja yang kaya dengan zat besi dan untuk pekerja dapat menjadi tambahan informasi pentingnya menjaga pola komsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang khususnya yang mengandung zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
c. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan referensi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember dan dapat dijadikan daftar rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut terkait produktivitas kerja.
Menurut Xxxxxxxx (2003:94) produktivitas kerja ialah perbandingan antara keseluruhan sumber daya (input) yang dipergunakanan dengan hasil yang dicapai (output). Meningkatnya produktivitas dapat terjadi karena adanya peningkatan efisiensi waktu, bahan, tenaga, sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan kualitas dari para pekerja. Menurut Siagian (2008:24) produktivitas kerja merupakan kemampuan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada sehingga dapat menghasilkan keluaran yang maksimal.
Produktivitas ialah usaha (effort) dan keinginan (the will) dalam diri manusia untuk terus-menerus memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri dan hidupnya. Menurut Dewan Produktivitas Nasioanl (dalam Xxxxxxxxxxxx, 2009:57) Produktivitas merupakan sikap mental dengan anggapan bahwasanya kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan kehidupan esok hari harus lebih baik dari hari ini. Xxxxxxxxxxxx (2009:58) membagi produktivitas menjadi dua arti yaitu efisiensi dan efektivitas. Efisiensi berkaitan dengan perbandingan antara masukan dengan kenyataan atau proses pekerjaan tersebut dilaksanakan. Sedangkan, efektivitas berkaitan dengan pencapaian target maksimal yang berkaitan dengan kuantitas, kualitas dan waktu.
8
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja
Dalam mencapai produktivitas kerja ada beberapa faktor yang mendukung dan menghambat terjadinya produktivitas. Menurut Suma’mur (2014:121), produktivitas kerja dapat dicapai jika terdapat keseimbangan antara beban kerja, kapasitas kerja dan beban tambahan akibat dari pekerjaan dan lingkungan kerja.
Setiap pekerjaan memiliki beban kerja yang berbeda-beda tergantung jenis pekerjaannya. Beban kerja dapat berupa beban mental, fisik dan sosial. Seorang pekerja kasar, seperti pekerja angkut barang di pelabuhan, memiliki beban fisik lebih banyak daripada beban mental atau sosial. Sebaliknya seorang pengusaha, dengan tanggung jawab lebih besar akan menanggung lebih besar beban mental daripada beban fisik. Adapun pekerja sosial, akan lebih banyak mengalami beban sosial dibandingkan beban fisik atau mental (Suma’mur, 2014:121).
Seorang tenaga kerja memiliki kapasitas kerja yang berbeda-beda dalam hal menanggung beban kerjanyaa. Namun demikian, terdapat kesamaan yang berlaku yaitu mereka dapat memikul beban kerja sampai suatu batas tertentu. Prinsip ini yang mendasari bahwa penempatan pekerja perlu memperhatikan pengetahuan, pengalaman, keterampilan, motivasi, keahlian dan lain sebagainya (Suma’mur, 2014:122).
Kapasitas kerja merupakan kemampuan dasar sebagai faktor penentu yang mencakup karakteristik individu (Xxxxxxx, 2017:221). Menurut Xxxx,mur (2014:123) kapasitas kerja terdiri dari usia, tingkat pendidikan, masa kerja, jenis kelamin, motivasi kerja, keterampilan, status gizi dan kondisi kesehatan.
c. Beban Tambahan Akibat Lingkungan Kerja
Terdapat 5 faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja, yaitu:
1) Faktor fisis yaitu tekanan udara, radiasi, kelembapan, pencahayaan, suara, getaran, suhu udara.
2) Faktor biologis, gangguan yang disebabkan karna keberadaan hewan dan tumbuhan.
3) Faktor kimiawi yaitu semua zat kimia organis dan anorganis yang dapat berwujud cairan, asap, fume, uap, gas, kabut, awan, dan benda badat.
4) Faktor mental dan psikologis merupakan kondisi mental atau kejiwaan seseorang terhadap hubungan antara rekan kerja, hubungan antara pekerja dengan atasan, pemilihan kerja dan suasana kerja.
5) Faktor fisiologis/ ergonomis, hubungan antara faal kerja manusia dengan pekerjaannya seperti konstruski mesin, posisi saat bekerja dan prosedur kerja.
2.1.3 Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas kerja digunakan sebagai alat manajemen dalam perusahaan untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi. Selain itu, pengukuran produktivitas digunakan sebagai dasar dalam menentukan target atau tujuan yang nyata, pertukaran informasi antara pekerja dan manajemen secara berkala terhadap masalah yang saling berhubungan (Xxxxxxxxx, 2003: 21).
Pengukuran produktivitas kerja dilakukan dengan membandingkan waktu yang dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan hasil kerja. Menurut Xxxxxxxxx (2003:25) rumus untuk mengukur produktivitas kerja adalah :
Produktivitas = Hasil kerja pada waktu yang digunakan
Pengukuran produktivitas dengan menggunakan standar waktu merupakan cara yang efektif. Standar waktu memberikan hasil yang jelas tentang berapa pengeluaran yang dapat dihasilkan pada jam kerja tersebut. Secara garis besar, setiap variabel dapat dinyatakan dalam satuan fisik (panjang, berat, hari, volum, jam) atau nilai produksi. Kemudian konsep produktivitas dalam satuan fisik dapat dinyatakan dalam konsep kali ton per jam.
P = 𝑄
𝐼
Menurut Xxxxxxx (2003: 263) produktivitas kerja dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana: P = Produktivitas
Q = Keluaran (Output)
I = Masukan (Input)
Masukan dapat berupa modal, sumber daya manusia, bahan baku produksi, atau teknologi (pabrik, mesin, peralatan kerja). Produktivitas dapat digunakan untuk mengetahui kualitas, efisiensi, efektivitas setiap sumber daya yang digunakan pada saat proses produksi. Hasil bagi antara keluaran dan masukan akan menghasilkan suatu besaran angka mutlak.
Kapasitas Kerja
Kapasitas kerja merupakan kemampuan dasar sebagai faktor penentu yang mencakup karakteristik individu (Xxxxxxx, 2017:221). Menurut Xxxx,mur (2014:123) kapasitas kerja terdiri dari usia, tingkat pendidikan, masa kerja, jenis kelamin, motivasi kerja, keterampilan, status gizi dan kondisi kesehatan.
Usia sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Seseorang dengan usia yang semakin tua akan mengalami kemampuan fisik yang semakin menurun. Pekerja dalam rentang usia produktif umumnya memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan pekerja usia nonproduktif sehingga kecenderungan produktivitas pekerja dengan usia nonproduktif lebih rendah dibandingkan dengan pekerja usia produktif. Menurut Xxxxxxx et al., (2004:87) pada usia 25 tahun seseorang akan mencapai puncak kapasitas kerjanya tetapi pada rentang usia 50-60 tahun, seseorang akan mengalami penurunan kekuatan otot sebesar 25% dan menurunnya kemampuan sensoris-motoris sebesar 60%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ukkas (2017:1) yang menjelaskan bahwa variabel usia menjadi variabel yang memiliki pengaruh dominan terhadap produktivitas kerja.
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang menjadi salah satu indikator dari tingkat pengetahuan seseorang. Pekerja dengan pengetahuan yang luas terhadap
pekerjaannya akan berusaha mengurangi bahaya dalam pekerjaanya yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatannya sehingga ia dapat bekerja maksimal. Menurut Xxxxxxxx (2005:72) diketahui bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan produktivitas kerja. Hal ini ditunjukkan dengan persentase faktor pendidikan mempengaruhi produktivitas sebesar 51,1% sedangkan 48,9% dipengaruhi oleh faktor yang lain.
Masa kerja adalah rentang waktu seseorang telah melakukan pekerjaan tersebut. Semakin lama seseorang dalam pekerjaan yang ia tekuni kemungkinan besar produktivitas yang dihasilkan akan semakin baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2016:93) bahwa dari variabel pendidikan, jenis kelamin dan pengamalan kerja, variabel pengalaman kerja paling mempengaruhi produktivitas kerja sebesar 11,29%.
Jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dari segi fisik, psikis dan anatominya. Pada dasarnya jenis kelamin laki-laki memiliki kekuatan otot lebih besar daripada perempuan tetapi dalam hal ketelitian dan ketekunan jenis kelamin perempuan lebih unggul daripada laki-laki, sehingga kesesuaian kebutuhan pekerjaan dengan jenis kelamin dapat berpengaruh pada produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2016: 95) bahwa dalam pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik, pekerja laki-laki dirasa lebih produktif dibandingkan dengan pekerja perempuam.
Motivasi kerja merupakan serangkaian nilai dan sikap yang memberi kekuatan untuk mendorong seseorang berperilaku dalam mencapai tujuan yang ia inginkan. Saat seseorang memiliki motivasi yang tinggi untuk bekerja maka produktivitas kerja juga akan meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxxxx (2016:308) bahwa ditemukan responden dengan motivasi kerja yang baik juga memiliki produktivitas kerja yang baik sebanyak 39 responden atau 82,98%.
f. Keterampilan
Semakin tinggi keterampilan kerja seseorang, semakin tinggi pula efisiensi yang dilakukan dalam bekerja. Mereka yang memiliki keterampilan tinggi lebih sedikit menyumbang angka sakit dan mangkir dari pekerjaan. Menurut Xxxxxxx (2017:8) dari hasil penelitian yang ia lakukan, diketahui bahwa keterampilan kerja memiliki hubungan yang positif dengan produktivitas kerja. Hasil ini dapat disimpulkan dari hasil uji statistik chi square rank sebesar 0,658 dengan signifikasni 0,000. Jadi, semakin tinggi keterampilan pekerja semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dialami oleh pekerja.
Status gizi adalah ekspresi dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Xxxxxxxx, 2002:18). Sedangkan menurut Par’i (2017:2) status gizi adalah keadaaan akibat adanya keseimbangan antara kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dengan asupan zat gizi dari makanan. Tingkat status gizi seseorang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, menurut hasil penelitian Utami (2012:78) diketahui bahwa antara status gizi dan produktivitas kerja terdapat hubungan yang berarti. Dimana pekerja yang memiliki status gizi baik lebih produktif dibandingkan dengan pekerja yang memiliki status gizi rendah.
Kesehatan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas. Kondisi kesehatan yang baik dapat meningkatkan produktivitas kerja. Pekerjaan yang menuntut produktivitas kerja tinggi hanya akan dicapai dengan kondisi kesehatan kerja yang baik. Sebaliknya, keadaan sakit akan mempengaruhi tenaga kerja mengalami penurunan dalam kemampuan bekerja fisik, berfikir, sehingga hasil kerjanya menjadi tidak maksimal.
Menurut Xxxxxxxxx et al (2002:17) gizi merupakan suatu proses saat organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi melalui proses pencernaan,
penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak dibutuhkan untuk menghasilkan energi, mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ.
Status gizi ialah keseimbangan antara zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dengan zat gizi yang masuk kedalam tubuh melalui makanan (intake) (Par’i, 2017:2). Menurut Xxxxxxxxx (2009:1) status gizi merupakan kondisi tubuh akibat dari makanan yang dikonsumsi dan zat-zat gizi dalam tubuh yang digunakan. Status gizi dapat dibedakan menjadi status gizi lebih, baik dan kurang. Penentuan status gizi dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu yang membutuhkan bantuan gizi, mengidentifikasi kejadian kurang gizi dan dapat digunakan untuk mengevaluasi status gizi seseorang (Xxxxx, 1997 dalam Ningtyias, 2010:4) Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi pemeriksaan antopometri, biofisik, biokimia dan klinis.
2.3.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah gizi
United Nation Children’s Fund dalam (Par’i, 2017:8) menjelaskan bahwa timbulnya masalah gizi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung yaitu kurangnya konsumsi makanan dan penyakit infeksi yang memiliki hubungan timbal balik. Seseorang yang sedang sakit, umumnya akan kehilangan nafsu makan sehingga status gizinya menurun. Sebaliknya, seseorang dengan konsumsi makanan kurang dapat berdampak pada daya tahan tubuh rendah dan akhirnya mudah terserang penyakit. Kurangnya konsumsi makanan dapat disebabkan karena tidak tersedianya simpanan makanan di rumah dan pola asuh orang tua yang kurang baik. Penyakit infeksi disebabkan karena kurangnya fasilitas layanan kesehatan, kondisi lingkungan yang tidak sehat, dan pola asuh yang kurang baik. Faktor penyebab timbulnya masalah gizi dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini.
Konsumsi Makanan
Penyakit Infeksi
Status Gizi
layanan kesehatan
Penyebab Langsung
Pendidikan rendah, Keterampilan kurang dan Kemiskinan
Gambar 2.1 Faktor penyebab terjadinya masalah gizi
Teori lain menjelaskan bahwa timbulnya masalah gizi disebebkan karena ketidakseimbangan antara faktor pejamu (host), agen dan lingkungan. Seseorang yang memiliki status gizi baik merupakan sesorang yang memiliki keseimbangan antara pejamu, agens dan lingkungan (Par’i, 2017:9).
Pejamu (host) merupakan faktor yang ada pada diri manusia dan dapat mempengaruhi keadaan gizi.
Faktor genetik atau keturunan dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Menurut Xxxxxxx (2014:5) mahasiswa yang memiliki orang tua dengan gizi lebih memiliki risiko 2 kali lebih besar memiliki gizi lebih juga. Hal ini dapat disebabkan saat ibu mengandung dan mengkonsumsi makanan yang kurang sehat secara berlebihan mengakibatkan janin ikut meyerap makanan yang yang dimakan ibu sehingga menimbulkan risiko obesitas pada bayi, selain itu faktor lingkungan sosial anak yang sama dengan orang tua obesitas akan mempengaruhi anak untuk mengikuti kebiasaan hidup orang tuanya.
2) Usia
Pertambahan usia pada seorang manusia dapat mempengaruhi perubahan komposisi tubuh. Proses penuaan dapat mengakibatkan penyusutan massa otot dan menyuburkan massa lemak. Pada usia antara 25 dan 70 tahun, terjadi penyusutan massa otot mencapai 5kg (untuk perempuan) dan 12 kg (untuk laki- laki) dan terjadi pertumbuhan lemak total sebesar 10-15% (Xxxxxxx, 2008:108).
Jenis kelamin laki laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam kondisi fisik seperti kekuatan tubuh dan ukuran tubuh, dengan kondisi tersebut kalori yang dibutuhkan laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Pada tenaga kerja laki laki dengan rata-rata tinggi badan 161,3 cm dan berat badan 52,2 kg membutuhkan kalori untuk pekerjaan ringan, sedang, dan berat sebesar 2350, 2610, dan 3130 kilokalori. Berbeda dengan perempuan dengan tinggi rata-rata pekerja perempuan 151,6 cm dan berat 45,4 kg membutuhkan 2040, 2270, 2720 kilokalori untuk pekerjaan ringan, sedang, dan berat (Suma’mur, 2014:431).
Masyarakat dalm satu golongan etnik tertentu akan memiliki kecenderungan mempunyai pola hidup yang homogen. Sehingga umumnya masalah gizi yang dialami antar penduduk tergolong sama.
Seorang wanita yang sedang hamil membutuhkan kecukupan gizi akan bertambah dua kali lipat, hal ini disebabkan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi dirinya dan janin yang ia kandung. Dibandingkan wanita yang tidak hamil, wanita hamil membutuhkan protein 68%, asam folat 100%, zat besi 200-300% dan kalsium 50% lebih banyak dari biasanya (Xxxxxxx, 2008:13).
b) Menyusui
Seorang ibu yang menyusui membutuhkan kecukupan gizi lebih untuk memenuhi kebutuhan gizi anaknya. Menurut Xxxxxxx (2008: 46) seorang ibu yang sedang menyusui membutuhkan tambahan zat gizi protein sebanyak 20 gr/
xxxx dan penambahan energi sebanyak 500 kkal sepanjang 3 bulan pertama setelah melahirkan.
6) Imunologik
Orang yang memiliki imun lemah memiliki resiko lebih mudah terkena penyakit. Imun seseorang akan terbentuk apabila tubuh memiliki status gizi yang baik
Kebiasaan masyarakat kota yang lebih banyak melakukan aktivitas diluar ruangan membuatnya membutuhkan waktu lebih banyak untuk mengerjakan hal- hal tertentu. Sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat kota lebih menyukai sesuatu yang efisien, mudah dan cepat. Makanan cepat saji sering menjadi solusi masyarakat kota untuk memenuhi kebutuhan gizinya, tetapi pada umumnya kandungan gizi dari makanan cepat saji lebih banyak mengandung lemak jenuh yang dapat berisiko menimbulkan obesitas.
1) Agen yang karena ketidakberadaannya dapat mengakibatkan masalah gizi
Masalah gizi terjadi saat tubuh kekurangan suatu zat gizi tertentu seperti halnya saat seseorang mengalami kekurangan vitamin C, maka akan menimbulkan sariawan.
Metabolisme dalam tubuh membutuhkan hormon dan lemak. Jika tubuh kekurangan hormon dan lemak maka akan menimbulkan berbagai masalah.
2) Agen yang keberadaanya dapat mengakibatkan masalah gizi
Ketika zat kimia masuk kedalam tubuh akan menimbulkan keracunan dan dapat mengakibatkan gangguan absorpsi zat gizi.
b) Faktor psikis
Keadaan kejiwaan dapat mempengaruhi asupan gizi yang masuk kedalam tubuh. Contohnya, seorang yang mengalami tekanan mental akan melampiaskan emosinya untuk mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang berlebihan.
c) Biologis
Seseorang yang sedang sakit biasanya akan mengalami kekurangan nafsu makan sehingga berat badan akan menurun dan status gizi menurun. Menurut Handayani (2017:220) diketahui responden dengan status gizi kurang sebanyak 39 orang (76,59%) lebih banyak ditemukan pada responden yang memiliki riwayat penyakit.
Lingkungan fisik seperti musim, kondisi tanah dan air dapat mempengaruhi subur tidaknya tanaman yang menjadi sumber makanan. Jika lingkungan fisik dalam kondisi gersang, pertumbuhan tanaman akan terhambat sehingga produksi makanan dari tanaman berkurang. Demikian juga pada hewan yang tidak dapat tumbuh dengan baik jika persediaan tumbuhan terbatas.
Lingkungan biologis dapat mempengaruhi ketersediaan pangan pada masyarakat. Kondisi tanaman yang tumbuh subur dan hewan yang dapat berkembang biak dengan baik akan memberikan cukup persediaan pangan bagi kebutuhan pangan masyarakat.
Lingkungan sosial ekonomi secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi seseorang seperti pekerjaan, tingkat perpindahan penduduk, perkembangan ekonomi dan bencana alam. Dengan penghasilan kerja menengah ke bawah, sebuah keluarga tidak memiliki daya beli untuk membeli makanan yang bergizi sehingga kebutuhan gizi dalam keluarga tidak terpenuhi. Menurut Yudaningrum (2011:65) apabila pendapatan keluarga rendah maka kebutuhan yang lebih diprioritaskan adalah memenuhi kebutuhan rasa lapar sehingga kualitas makanan kurang menjadi perhatian, sama halnya dengan kejadian bencana alam yang akan mengakibatkan kekurangan persediaan makanan dan dapat menurunkan status gizi masyarakat.
Penilaian status gizi dilakukan untuk mengetahui gizi seseorag. Menurut Xxxxxxxxx et al. (2002:19), penilaian status gizi dibagi sebagai berikut:
a. Penilaian Status Gizi Langsung
Antopometri ialah ukuran tubuh manusia. Antopometri gizi mengukur status gizi dengan mengukur komposisi dan dimensi tubuh dari berbagai keadaan gizi dan tingkatan usia. Antopometri digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan konsumsi energi dan protein.
Pemeriksaan klinis merupakan pemeriksaan menyeluruh yang melingkupi pemeriksaan riwayat kesehatan. Metode ini dilakukan dengan melihat perbedaan yang muncul dan selanjutnya dikorelasikan dengan status gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti rambut, mukosa oral, kulit, mata dan organ- organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Pemeriksaan klinis secara umum terdiri dari dua bagian, yaitu riwayat medis dan pemeriksaan fisik.
Penilaian status gizi menggunakan metode biokimia dilakukan menggunakan spesimen jaringan tubuh seperti seperti darah, urine, tinja dan beberapa jaringan tubuh seperti otot dan hati untuk kemudian diuji secara laboratorium.
Penilaian status gizi menggunakan metode biofisik, dilakukan dengan melihat kemampuan fungsi dan perubahan struktur dari jaringan. Umumnya metode ini dapat digunakan dalam kondisi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang dilakukan dengan tes adaptasi gelap.
b. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
1) Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makan adalah penilaian status gizi secara tidak langsung untuk mengetahui jumlah jenis serta jumlah makanan yang dimakan. Hasil survey
konsumsi makanan dapat menentukan tingkat kecukupan gizi kurang atau lebih dan dapat memberikan gambaran mengenai status gizi individu, keluarga serta masyarakat.
2) Statistik Vital
Pengukuran status gizi menggunakan metode ini dilakukan dengan menganalisis data statistik kesehatan berupa data angka kesakitan dan angka kematian, angka kematian akibat penyakit tertentu, angka kematian berdasarkan umur dan data-data yang berkaitan dengan tingkat status gizi.
Kekurangan zat gizi adalah masalah ekologi yang terjadi karena interaksi beberapa faktor biologis, budaya dan fisik. Keadaan ekologi seperti kondisi tanah, irigasi dan iklim sangat mempengaruhi jumlah makanan yang tersedia.
Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa Body Mass Index (BMI) digunakan untuk menentukan indikator berat badan normal orang dewasa. Di Indonesia istilah Body Mass Index diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat untuk mengukur status gizi seseorang khususnya yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan berat badan. Pengukuran Indeks Massa Tubuh hanya dapat dilakukan pada orang dewasa berusia lebih dari 18 tahun dan tidak dapat dipergunakan untuk mengukur status gizi olahragawan, ibu hamil, orang dengan penyakit seperti asitesis, edema dan hepatomegali.
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut (Xxxxxxxxx et al, 2002: 60):
IMT = Berat badan (kg) (𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛)2 (𝑚)
a. Parameter Indeks Massa Tubuh
1) Berat Badan
Berat badan dapet menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Berat badan merupakan parameter yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan parameter lainnya, seperti (Xxxxxxxxx et al, 2002: 45):
a) Parameter yang dapat melihat perubahan-perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat.
b) Dapat menggambarkan status gizi seseorang terkini dan jika dilakukan rutin akan menggambarkan proses pertumbuhan dengan baik.
c) Parameter yang sudah sering dipergunakan dalam masyarakat sehingga lebih mudah untuk dilakukan.
d) Keterampilan pengukur tidak banyak mempengaruhi ketelitian dari hasil pengukuran.
e) Alat pengukur berat badan seperti dacin dapat diperoleh dipedesaan dan sudah banyak digunakan masyarakat pedesaan.
Pengukuran berat badan dapat diukur dengan berbagai alat sesuai dengan kebutuhannya. Berikut langkah pengukuran berat badan menggunakan bathroomscale (Ningtyias, 2010:49):
a) Pastikan jarum petunjuk berat badan berada pada titik nol.
b) Pastikan pakaian yang digunakan tidak terlalu tebal dan penggunaan alas kaki harus dilepas.
c) Responden berdiri diatas bathroomescale dengan posisi badan tegak.
d) Catat angka yang ditunjuk oleh jarum petunjuk saat responden berada di atas bathroomescale.
Tinggi badan merupakan parameter yang dapat mengetahui keadaan dimasa lalu dan dimasa sekarang saat parameter umur tidak dapat diketahui. Dengan membandingkan parameter tinggi badan dan berat badan, parameter umur dapat diabaikan. Dalam mengetahui tinggi badan seseorang, alat yang dipergunakan bermacam-macam sesuai dengan kebutuhannya. Microtoice merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui tinggi badan responden dengan ketelitian 0,1 cm. Berikut langkah-langkah pengukuran tinggi badan menggunakan Microtoice (Ningtyias, 2010:49):
a) Microtoice diletakkan menempel pada dinding yang datar dan lurus dengan tinggi 2 meter dari permukaan lantai yang rata.
b) Alas kaki dilepas. Responden berada pada posisi berdiri tegak dengan sikap sempurna. Kepala bagian belakang, tumit, punggung, pantat menempel pada dinding dan badan menghadap kedepan.
c) Microtoice diturunkan hingga membentuk sudut siku-siku antar dinding dan kepala bagian atas. Baca dan catat angka yang muncul pada skala saat Microtoice diturunkan. Angka tersebut adalah tinggi badan responden yang sedang diukur.
(Sumber: Xxxxxxxxxxxxx xxx, 1988/1989 dalam Xxxxxxxxx et al, 2002:47)
Status gizi dapat diklasifikasikan berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kategori ambang batas IMT
Sumber: (Depkes, 1994: 4 dalam Xxxxxxxxx et al, 2002: 61)
a. Berat badan kurang/ Kurus (Underweight) dapat terjadi karena rendahnya konsumsi energi dan protein yang terjadi dalam kurun waktu yang lama.
b. Berat badan normal/ Gizi baik dapat dicapai ketika jumlah makanan yang dimakan dan yang dibutuhkan oleh tubuh seimbang.
c. Berat badan lebih/ Gemuk (Overweight), terjadi karena ketidakseimbangan antara pengeluaran energi dengan konsumsi energi.
d. Obesitas, kondisi kronis karena banyaknya lemak yang menumpuk dalam tubuh.
2.3.6 Keterkaitan status gizi dengan produktivitas kerja
Status gizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Status gizi baik dapat menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan serta mengupayakan kemampuan kerja sehingga produktivitas kerja meningkat. Makanan yang dikonsumsi kemudian akan diolah dan menghasilkan energi untuk digunakan seseorang dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kemampuan untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Selain itu zat gizi yang masuk ke dalam tubuh digunakan dalam proses tumbuh kembang manusia, perbaikan sel dan jaringan yang rusak.
Zat gizi karboohidrat berperan sebagai sumber bahan bakar utama yang dapat menjadi sumber tenaga untuk bekerja. Zat gizi protein diperlukan tubuh dalam proses perbaikan sel dan jaringan yang rusak serta berperan dalam proses pertumbuhan. Zat gizi vitamin dan mineral berperan dalam proses oksidasi memelihara fungsi saraf, otot dan bagian tubuh yang lain, menjaga vitalitas jaringan dan memelihara kelangsungan fungsi organ tertentu. Zat gizi lemak dibutuhkan dalam proses penyimpanan energi dan dalam proses metabolisme serta proses biokimia, tubuh membutuhkan air dari minuman dan oksigen dari udara (Suma’mur, 2014:421).
Kondisi gizi yang kurang dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja. Seperti halnya saat konsumsi zat gizi protein dan kalori rendah, dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas dan buruknya kondisi kesehatan sehingga menjadi faktor risiko munculnya penyakit. Selain itu kurangnya asupan vitamin, seperti vitamin B dapat mengurangi kemampuan kerja otot dan kurangnya asupan vitamin A dapat menyebabkan terganggunya adaptasi mata saat bekerja (Suma’mur, 2014:421).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2007:52), berdasarkan hasil penelitian pada kategori status gizi kurang diketahui 3 pekerja (8,3%) memiliki tingkat produktivitas rendah dan 1 pekerja (2,8%) memiliki produktivitas tinggi. Pada kategori status gizi normal, 21 dari 36 pekerja (58,3%) memiliki produktivitas tinggi dan 2 pekerja (5,6%) memiliki produktivitas rendah. Pada kategori status gizi lebih, terdapat 7 pekerja (19,4%) dengan produktivitas rendah dan 2 pekerja (5,6%) dengan produktivitas tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin baik status gizi seseorang dapat meningkatkan produktivitasnya.
Anemia
Anemia adalah kondisi ketika jumlah eritrosit, kuantitas hemoglobin dan volume hemotokrit berada di bawah nilai normal. Karena jumlah eritrosit berkurang, maka oksigen yang dikirim ke jaringan juga menurun (Price, S.A. et al, 2014:256). Anemia dapat disebabkan karena penurunan laju eritropoiesis, hilangnya sel darah merah dalam jumlah besar atau kurangnya kandungan hemoglobin dalam sel darah merah (Sherwood, 2016:422).
Hemoglobin merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan seseorang menderita anemia atau tidak. Hemoglobin hanya ditemukan pada sel darah merah. Molekul hemoglobin terdiri dari bagian globin yaitu empat rantai polipeptida dan empat gugus hem yang mengandung besi. Karena kandungan besinya, maka setiap molekul hemoglobin dapat membawa empat molekul O2 di paru-paru. Hemoglobin merupakan suatu pigmen yang berwana secara alami, saat berikatan dengan O2, hemoglobin berwarna kemerahan dan saat kehilangan kandungan O2, hemoglobin berwarna keunguan (Sherwood, 2016:418).
Hemoglobin merupakan suatu molekul alosterik yang terdiri dari empat subunit polipeptida yang berfungsi untuk menyalurkan O2 dan CO2. Hemoglobin memilki kemampuan daya gabung untuk meningkatkan oksigen ketika setiap molekul diikat, akibatnya kurva disosiasi berbelok yang memungkinkan hemoglobin menjadi jenuh dengan O2 dalam paru dan secara efektif akan melepaskan O2 ke dalam jaringan (Gunawijaya, 2013:10).
Jumlah maksimal sel darah merah dapat mengonsentrasikan hemoglobin dalam cairan sebanyak 34 gram per 100 mililiter sel. Pada umumnya orang normal memiliki persentase hemoglobin hampir mendekati nilai maksimum. Tetapi bila produksi hemoglobin dalam sumsum tulang belakang rendah, persentase hemoglobin menurun. Hal ini menyebabkan volume sel darah merah ikut menurun, karena jumlah hemoglobin yang ada didalam sel berkurang (Xxxxxx, 2006:440).
Pada orang normal, setiap 100 ml darah terdapat jumlah Hb berkisar 15 gr dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen” (Evelyn, 2009). Menurut WHO cut- off points anemia setiap golongan individu dan kelompok usia memiliki perbedaan (WHO, 2011), batas nilai kadar hemoglobin dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Kadar hemoglobin berdasarkan kelompok umur
2.4.3 Faktor yang mempengaruhi Anemia
Kadar hemoglobin merupakan indikator seseorang menderita anemia defisiensi besi. Beberapa faktor yang mempengaruhi anemia defisiensi besi disebabkan karena rendahnya konsumsi zat gizi besi, kebutuhan zat gizi yang meningkat, gangguan penyerapan akibat infeksi, dan perdarahan menahun (Setiati et al, 2014:2594):
a. Rendahnya konsumsi zat gizi besi
Rendahnya konsumsi zat gizi karena makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat besi gizi, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging) dapat berisiko menyebabkan anemia defisiensi besi.
b. Peningkatan kebutuhan zat gizi besi
Peningkatan kebutuhan zat gizi besi dapat terjadi seiring dengan berubahnya kondisi fisik seseorang seperti kondisi saat ibu hamil, anak dalam proses pertumbuhan dan kejadian bayi lahir prematur. Kebutuhan zat gizi besi selama kehamilan digunakan untuk menyediakan asupan gizi besi bagi janin dan plasenta, untuk memenuhi kebutuhan zat gizi besi akibat peningkatan volume darah, dan untuk menggantikan kehilangan darah karena proses melahirkan.
c. Gangguan penyerapan zat gizi besi dapat terjadi akibat gastrektomi, tropical sprue atau kolotis kronik.
Perdarahan menahun dapat terjadi karena tindakan operasi, penyakit, donor darah, menstruasi dan perdarahaan saat atau setelah melahirkan. Umumnya dalam siklus menstruasi selama 28 hari, wanita dapat mengeluarkan darah sebanyak 27 ml dan diduga 10% wanita kehilangan darah lebih dari 80 ml perbulan. Banyaknya darah yang keluar dengan tidak diimbangi simpanan zat besi yang cukup dapat berperan pada kejadian anemia (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2014:220).
Perdarahan yang terjadi saat dan setelah melahirkan karena komplikasi kehamilan dapat menimbulkan risiko anemia. Plasenta abrupsi dan plasenta previa berisiko menyebabkan anemia. Biasanya dalam proses persalinan normal, wanita dapat kehilangan darah sekitar 500 ml atau sebanding dengan 200 mg zat besi. Pada proses melahirkan secara caesar atau operasi, risiko perdarahan juga akan meningkat (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2014:221).
Perdarahan yang disebabkan karena faktor patologis akibat infeksi parasit seperti cacingan dan perdarahan gastrointestinal karena luka di tukak lambung, kanker kolon, dan polip pada kolon dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia.
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam kategori, pola, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Xxxxxxx, 2009:180). Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, yaitu:
Analisis univariat ialah analisis yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik setiap variabel dalam penelitian dengan hasil berupa presentase dan distribusi frekuensi. Pada penelitian ini yang termasuk dalam variabel terikat adalah produktivitas kerja, sedangkan kapasitas kerja (usia, masa kerja, pendidikan, status gizi dan kadar hemoglobin) termasuk kedalam variabel bebas.
Analisis bivariat ialah analisa dengan uji statistik yang menyesuaikan dengan skala data yang ada kemudian dicari hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas (Xxxxxxxxxxx, 2010:183). Pada penelitian ini, analisis bivariat yang digunakan adalah uji chi square. Uji chi square digunakan untuk mencari tau hubungan antara kapasitas kerja (usia, pendidikan, masa kerja, status gizi dan kadar hemoglobin) dengan produktivitas kerja. Interval kepercayaan yang digunakan 95% atau level signifikan 5% (α=0,05). Ho diterima jika p > α , maka hubungan antar variabel tidak signifikan. Sebaliknya, Ho ditolak jika p < α , maka variabel yang diteliti dinyatakan memiliki hubungan yang signifikan.
Berikut alur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini: Langkah Hasil
Menentukan masalah, tujuan dan manfaat Penelitian
Menentukan jumlah populasi dan sampel penelitian
Penyajian data, hasil, dan pembahasan
Kesimpulan dan saran
Topik penelitian tentang status gizi dan kadar hb dengan produktivitas pekerja
Menentukan jumlah responden, survei status gizi dan keluhan anemia pada pekerja
Merumuskan masalah, tujuan dan manfaat penelitian
Desain penelitian menggunakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional
Jumlah sampel menggunakan metode simple random sampling dan rumus populasi data finit
Pengumpulan data melalui kuisioner dan pengukuran IMT, kadar hemoglobin dan produktivitas kerja
Analisis data univariat dan bivariat
Interpretasi hasil dan perhitungan statistika
Hasil dan pembahasan dirangkum
menjadi kesimpulan dan saran
Kapasitas kerja merupakan kemampuan yang dimiliki seorang pekerja untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu. Dalam penelitian ini kapasitas kerja yang diteliti terdiri dari usia, pendidikan, masa kerja, status gizi dan kadar hemoglobin. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 60 orang pekerja penyortir edamame yang telah melalui seleksi kriteria inklusi dan eksklusi. Berikut distribusi frekuensi kapasitas kerja yang dapat dilihat pada tabel 4.1
Tidak anemia | 41 | 68,3 |
Jumlah | 60 | 100 |
48
a. Usia
Pengelompokan usia pada pekerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh berdasarkan rentang usia Wanita Usia Subur (WUS) yaitu 18 – 49 tahun yang disesuaikan dengan rentang usia pekerja penyortir yang ada sehingga dalam penelitian ini kategori usia dibagi menjadi 2 rentang usia. Berdasarkan tabel 4.1 diketahui sebagian besar responden berada pada usia antara 34 – 49 tahun yaitu sebanyak 47 orang dengan persentase 78,3%.
Pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh responden hingga penelitian ini dilakukan. Dalam penelitian ini pengelompokan tingkat pendidikan dibagi menjadi 3 kategori yaitu tingkat pendidikan dasar, tingkat pendidikan menengah dan tingkat pendidikan tinggi. Berdasarkan tabel 4.1 diketahui sebagian besar responden menempuh tingkat pendidikan dasar sebanyak 39 orang dengan persentase 65% dan tidak ditemukan responden yang menempuh pendidikan tingkat tinggi.
Masa kerja merupakan rentang waktu dari awal pekerja mulai bekerja hingga dilakukannya penelitian ini. Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa responden paling banyak telah bekerja selama kurang dari 5 tahun sebanyak 34 orang dengan persentase 56,7%.
Penentuan status gizi responden diketahui dengan membandingkan hasil pengukuran tinggi badan dengan berat badan responden dalam perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). Pengukuran berat badan dilakukan menggunakan alat bathroom scale dan pengukuran tinggi badan menggunakan alat microtoice. Berdasarkan tabel 4.1 diketahui responden paling banyak memiliki status gizi gemuk sebanyak 29 orang dengan persentase 48,3%.
e. Kadar Hemoglobin
Pengukuran kadar hemoglobin digunakan untuk menentukan status anemia seseorang. Pada penelitian ini pengukuran dilakukan menggunakan alat EasyTouch GCHb dan pengambilan sampel darah dilakukan pukul 10 pagi
sebelum pekerja mulai menyortir edamame. Berdasarkan tabel 4.1 paling banyak responden tidak menderita anemia (kadar hemoglobin >12 g/dl) sebanyak 41 orang dengan persentase 68,3% dan responden dengan anemia (kadar hemoglobin
<12 g/dl) sebanyak 19 orang dengan persentase 31,7%.
Pengukuran produktivitas pekerja penyortir edamame diperoleh dengan mengambil rata-rata hasil sortasi semua responden selama satu minggu kerja atau
6 hari. Produktivitas kerja dibedakan menjadi 2 kategori, produktivitas kerja rendah saat hasil sortasi kurang dari 8,4 kg/hari dan produktivitas kerja tinggi saat hasil sortasi lebih dari 8,4 kg/hari. Data hasil produktivitas pekerja penyortir edamame dapat dilihat pada Tabel 4.2
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui lebih dari setengah responden memiliki produktivitas kerja tinggi yaitu sebanyak 35 orang dengan persentase 58,3% dan responden dengan produktivitas rendah sebanyak 25 orang (41,7%).
4.1.3 Hubungan Usia dengan Produktivitas Kerja
Hasil analisis hubungan usia dengan produktivitas kerja dapat dilihat pada tabel 4.3
Produktivitas Kerja | Total | Chi square | |||||
Usia | Rendah | Tinggi | |||||
n | % | n | % | N | % | p-value | |
18 – 33 tahun | 4 | 30,8 | 9 | 69,2 | 13 | 100 | 0,560 |
34 – 49 tahun | 21 | 44,7 | 26 | 55,3 | 47 | 100 | |
Total | 25 | 41,7 | 35 | 58,3 | 60 | 100 |
Pada tabel 4.3 hasil analisis hubungan variabel usia dan produktivitas kerja diketahui paling banyak responden berusia 18 – 33 tahun dengan produktivitas kerja tinggi sebanyak 9 orang (69,2%). Hasil analisis uji chi square diketahui p- value sebesar 0,560 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel usia dan variabel produktivitas kerja.
4.1.4 Hubungan Pendidikan dengan Produktivitas Kerja
Hasil analisis hubungan pendidikan dengan produktivitas kerja dapat dilihat pada tabel 4.4
Pada tabel 4.4 hasil analisis korelasi variabel pendidikan dan produktivitas kerja diketahui paling banyak pekerja yang menempuh pendidikan tingkat dasar dengan produktivitas tinggi sebanyak 25 orang (64,1%) dan tidak ditemukan responden yang menempuh pendidikan tingkat tinggi. Hasil analisis uji chi square didapatkan hasil p-value 0,337 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan dan produktivitas kerja.
4.1.5 Hubungan Masa Kerja dengan Produktivitas Kerja
Hasil analisis hubungan masa kerja dengan produktivitas kerja dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Tabulasi Silang Variabel Masa Kerja dengan Produktivitas Pekerja Penyortir Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh
Pada tabel 4.5 hasil analisis hubungan variabel masa kerja dengan variabel produktivitas kerja diketahui, pekerja penyortir edamame paling banyak telah bekerja selama kurang dari 5 tahun dengan produktivitas tinggi sebanyak 22 orang (64,7%). Hasil uji chi square diketahui bahwa p-value 0,378 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan produktivitas kerja.
4.1.6 Hubungan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja
Hasil analisis hubungan status gizi dengan produktivitas kerja dapat dilihat pada tabel 4.6
Normal | 9 | 33,3 | 18 | 66,7 | 27 | 100 | 0,495 |
Gemuk | 14 | 48,3 | 15 | 51,7 | 29 | 100 | |
Total | 25 | 41,7 | 35 | 58,3 | 60 | 100 |
Pada tabel 4.10 diketahui paling banyak pekerja memiliki status gizi normal dengan produktivitas tinggi sebanyak 18 orang (66,7%). Hasil uji chi
square diketahui p-value 0,495 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara variabel status gizi dengan variabel produktivitas kerja.
4.1.7 Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Produktivitas Kerja
Hasil analisis hubungan kadar hemoglobin dengan produktivitas kerja dapat dilihat pada tabel 4.7
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui paling banyak pekerja tidak menderita anemia (kadar hemoglobin ≥12 gr/dl) dan memiliki produktivitas yang tinggi sebanyak 26 orang (63,4%). Hasil uji chi square diketahui p-value 0,373 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara variabel kadar hemoglobin dengan produktivitas kerja.
Pembahasan
Pembagian kelompok usia pada penelitian ini didasarkan pada kelompok Wanita Usia Subur (18-49 tahun) dan dibagi menjadi 2 kategori. Pada penelitian ini diketahui usia termuda responden berumur 21 tahun. Dalam proses penerimaan karyawan baru, PT. Mitratani Xxx Xxxxx mensyaratkan minimal usia calon pekerja yaitu lebih dari 18 tahun, hal ini disesuaikan dengan Undang- Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang melarang mempekerjakan anak di bawah usia 18 tahun. Pada penelitian ini diketahui responden sebagian besar tersebar dalam rentang usia produktif 34-49 tahun. Menurut Xxxx’xxx (2014:
125) seiring dengan bertambahnya usia, seseorang akan mengalami penurunan kemampuan kerja akibat adanya perubahan yang terjadi pada organ tubuh, sistem kardiovaskular dan hormonal. Oleh sebab itu pihak perusahaan lebih mengutamakan mempekerjakan pekerja dengan rentang usia produktif.
Tingkat pendidikan merupakan jenjang studi formal yang pernah ditempuh oleh responden hingga penelitian dilakukan., Pendidikan formal terdiri dari 3 kategori yaitu tingkat pendidikan dasar, tingkat pendidikan menengah dan tingkat pendidikan tinggi. Pada penelitian ini diketahui sebagian besar responden menempuh tingkat pendidikan dasar (tamat SD/MI).
PT. Mitratani Dua Tujuh sebenarnya telah memberlakukan kebijakan syarat penerimaan pekerja penyortir dengan kualifikasi minimal pendidikan yaitu SMP, tetapi kebijakan tersebut baru diterapkan sekitar 3 tahun lalu sehingga masih banyak ditemukan pekerja dengan masa kerja lebih dari 3 tahun yang memiliki tingkat pendidikan SD. Latar belakang perusahaan hanya mensyaratkan kualifikasi pendidikan tingkat rendah didasarkan pada proses kerja penyortir edamame yang hanya membutuhkan ketelitian dan ketekunan dalam melakukan penyortiran edamame sesuai dengan kelasnya. Menurut penelitian Arisandra (2016:114) variabel keterampilan kerja paling berpengaruh terhadap produktivitas kerja sebesar 76%, sikap kerja berpengaruh 63% dan tingkat pendidikan memiliki pengaruh paling rendah sebesar 35%. Hal ini membuktikan bahwa dalam pekerjaan tertentu, seperti buruh kasar keterampilan bekerja lebih dibutuhkan dari pada tingkat pendidikan tinggi.
Masa kerja merupakan rentang waktu responden mulai bekerja pertama kali hingga penelitian ini dilakukan. Pembagian rentang waktu masa kerja, dikelompokkan menjadi 2 yaitu masa kerja kurang dari 5 tahun dan masa kerja lebih dari 5 tahun. Pada penelitian ini lebih dari setengah responden memiliki masa kerja selama kurang dari 5 tahun (56,7%) namun responden dengan masa kerja lebih dari 5 tahun juga cukup banyak sebesar 43,3%.
Menurut Xxxx’xxx (2014: 455) semakin lama seseorang bekerja akan menimbulkan kelelahan dan rasa bosan sehingga memberikan pengaruh negatif pada hasil kerjanya. PT. Mitratani Dua Tujuh yang menerapkan sistem kontrak bagi pekerja penyortir edamame memiliki kebijakan untuk tidak memperpanjang masa kontrak pekerja jika diketahui riwayat produktivitas pekerja semakin lama semakin menurun. Hal tersebut yang menjadi salah satu faktor lebih banyak pekerja memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun.
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam variabel bentuk tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Suapariasa et al., 2002:18). Salah satu cara untuk menentukan status gizi dengan mengetahui indeks masa tubuh (IMT) seseorang (Xxxxxxxxx et al., 2002: 60). Menurut Departemen Kesehatan (1994: 4) dalam Xxxxxxxxx et al. (2002:60) kategori status gizi dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu kurus, normal dan gemuk lalu dijabarkan menjadi kekurangan berat badan tingkat berat, kekurangan berat badan tingkat normal, normal, kelebihan berat badan tingkat ringan dan kelebihan berat badan tingkat berat.
Pada penelitian ini paling banyak responden memiliki status gizi gemuk (48,3%). Faktor yang mempengaruhi status gizi salah satunya adalah aktivitas fisik. Menurut penelitian Sorongan (2012:3) diketahui p = 0,000 dan arah koefisien korelasi bernilai negatif sehingga dapat disimpulkan semakin ringan aktivitas fisik yang dilakukan akan berpengaruh terhadap status gizi lebih. Makanan yang dikonsumsi akan diserap kedalam tubuh, jika kondisi tersebut tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang seimbang maka akan terjadi penumpukan lemak pada tubuh. Saat bekerja, para penyortir edamame tidak dituntut untuk menghabiskan energi yang terlalu banyak karena selama bekerja penyortir edamame hanya duduk dan memilah edamame sesuai dengan kualitasnya. Selain itu kepadatan jam kerja yang mengharuskan responden bekerja selama 6 hari kerja dan 8 jam kerja ditambah peran ganda sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurus keperluan keluarga membuat responden kesulitan
menyisihkan waktu untuk berolah raga sehingga kondisi tersebut yang menjadi salah satu faktor banyaknya pekerja dengan status gizi gemuk.
e. Kadar Hemoglobin
Kadar Hemoglobin merupakan salah satu indikator untuk menentukan seseorang menderita anemia atau tidak. Menurut WHO (2001) cut-off points anemia dibedakan menjadi 5 kategori yaitu normal, anemia ringan, anemia sedang, anemia berat dan anemia sangat berat. Dalam penelitian ini diketahui sebagian besar responden memilki kadar hemoglobin >12 g/dl sehingga dapat dikategorikan tidak mengalami anemia. Walaupun begitu, masih terdapat 31,7% responden dengan anemia ringan dan anemia sedang. Kejadian anemia tersebut dapat terjadi karena anemia defisiensi besi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti rendahnya masukan zat gizi besi, kebutuhan zat gizi yang meningkat, gangguan penyerapan, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun (Setiati et al, 2014:2594).
Rendahnya masukan zat gizi besi dapat disebabkan karena kurangnya konsumsi bahan pangan yang banyak mengandung zat besi. Mayorias pekerja penyortir edamame lebih sering mengkonsumsi makanan dari sumber nabati daripada sumber pangan hewani dikarnakan harga bahan pangan dari pada sumber hewani lebih mahal dibandingkan harga bahan pangan dari sumber nabati.
Bentuk besi didalam makanan dapat mempengaruhi proses penyerapaanya. Besi dengan bentuk heme pada daging hewan dua kali lebih cepat diserap dibandingkan dengan besi non heme. Zat besi heme dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat besi yang dikonsumsi. Sedangkan zat besi pada makanan seperti bayam, jagung, beras, gandum dan kacang kedelai berada dalam bentuk senyawa ferri, sehingga sebelum diserap oleh usus harus diubah dulu menjadi ferro oleh HCL yang ada di lambung (Abdulsalam dan Xxxxxx, 2002:76)
Defisiensi besi juga dapat disebabkan karena kehilangan darah yang berlebihan. Pada rentang usia wanita usia subur (18-49 tahun), wanita mengalami siklus reproduksi berupa menstruasi. Darah yang keluar setiap menstruasi sekitar
27 ml dan diduga 10% wanita kehilangan darah lebih dari 80 ml perbulan, hilangnya darah dengan tidak diimbanginya simpanan zat besi yang cukup dapat beresiko menyebabkan anemia (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2014:220). Para pekerja penyortir edamame seluruhnya berjenis kelamin perempuan dan berada pada rentang usia subur sehingga dapat beresiko terjadinya anemia.
Faktor lain yang dapat menyebabkan defisiensi besi adalah meningkatkanya kebutuhan akan zat besi seperti saat seorang ibu hamil dan menyusui. Menurut Xxxxxxx (2008:13) dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil, kebutuhan ibu hamil akan zat gizi besi meningkat 200-300% dan saat ibu menyusui kebutuhan akan zat besi dan asam folat sekitar 300 kkal atau 30 cc setiap harinya dalam satu porsi mengandung 60 gram (Xxxxxxx, 2008:46) Pada penelitian ini tidak ditemukan responden dalam kondisi hamil dan sedang menyusui, hal ini dikarenakan responden yang sedang hamil dan menyusui akan diberikan waktu untuk cuti. Defisiensi besi juga dapat terjadi karena terdapat penyakit yang menggangu proses penyerapan zat besi didalam tubuh. Pada penelitian ini tidak ditemukan responden yang sedang sakit, hal ini disebabkan karena responden yang sedang sakit akan diberikan ijin untuk proses penyembuhan.
Pengukuran produktivitas kerja dilakukan dengan membandingkan hasil sortasi setiap pekerja dalam satuan kilogram per satuan waktu harian (kg/hari) dengan rata-rata produktivitas kerja semua responden selama 6 hari kerja yaitu sebesar 8,4 kg/hari. Data hasil produktivitas kerja diperoleh dengan menimbang hasil sortasi edamame setiap hari. Kategori tingkat produktivitas kerja dibagi menjadi 2 yaitu tingkat produktivitas rendah dan tingkat produktivitas tinggi. Dimana dalam hasil penelitian ini, lebih dari setengah pekerja penyortir edamame dapat mencapai produktivitas tinggi.
Produktivitas kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor alam dan kapasitas kerja pekerja. Ketika hasil budidaya edamame berlebih, maka
produksi PT. Mitratani Dua Tujuh juga ikut meningkat, sehingga target yang diberikan pada pekerja juga akan meningkat dan mengakibatkan pekerja harus bekerja lebih optimal agar pekerjaan dapat terselesaikan. Selain itu tinggi rendahnya hasil budidaya edamame akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan setiap masa panen. PT. Mitratani Dua akan memprioritaskan pekerja dengan riwayat produktivitas tinggi dari pada mempekerjakan pekerja dengan produktivitas rendah. Hal tersebut dapat menjadi motivasi pekerja untuk mencapai produktivitas yang tinggi.
Dari hasil penelitian diketahui 25 responden masih memiliki produktivitas rendah atau dibawah rata-rata hal ini dapat dimungkinkan terjadi karena produktivitas kerja juga dipengaruhi oleh kapasitas kerja yang dimilikinya seperti status gizi, usia, tingkat pendidikan, masa kerja, jenis kelamin, motivasi kerja, keterampilan dan kondisi kesehatan (Suma’mur, 2014:123).
3.5.3 Hubungan Usia dengan Produktivitas Kerja
Usia merupakan rentang waktu seseorang hidup di dunia, dalam penelitian ini usia diketahui sejak seseorang lahir kedunia hingga penelitian ini dilakukan. Suma’mur (2014: 125) kemampuan bekerja seseorang akan menurun seiring dengan bertambahnya usia, hal itu diakibatkan karena kondisi organ-organ di dalam tubuh, sistem hormonal dan lainnnya berbeda saat seseorang masih muda. Pada usia pertengahan dua puluhan seseorang dapat mencapai puncak kinerjanya dan akan mengalami penurunan kinerja saat usianya semakin bertambah. Xxxxxxxxx kerja berbanding terbalik dengan usia dan pada usia 25 tahun akan mencapai puncaknya. Pada rentang usia 50-60 tahun, seseorang akan mengalami penurunan kekuatan otot sebesar 25% dan menurunnya kemampuan sensoris- motoris sebesar 60% (Xxxxxxx et al., 2004: 87). Penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxx dan Xxxxxxxxx (2016:78) membuktikan bahwa mayoritas pekerja yang berusia dalam rentang umur produktif memiliki produktivitas kerja yang tinggi dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Hal ini juga dikuatkan oleh
penelitian Herawati (2013: 64) bahwa variabel umur memiliki pengaruh yang positif terhdap variabel produktivitas kerja.
Pada penelitian ini, hasil uji statistik menggunakan uji chi square didapatkan nilai p-value sebesar 0,560 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel usia dengan variabel produktivitas kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxx (2016: 6) bahwa hasil analisis usia dengan produktivitas didapatkan nilai p 0,492 (p-value > 0,05) yang berarti tidak ditemukan hubungan antara rentang usia pekerja dengan produktivitas yang dihasilkan. Meskipun hasil analisis data mengungkapkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dengan produktivitas kerja, tetapi jika dilihat dari persentase tertinggi, diketahui pekerja dengan rentang usia 18-33 tahun memiliki produktivitas tinggi sebanyak 9 orang (69,2%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pekerja dengan usia lebih muda memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibanding pekerja dengan usia tua.
3.5.4 Hubungan Pendidikan dengan Produktivitas Kerja
Pendidikan merupakan usaha untuk menyiapkan bekal peserta didik agar mampu mengembangkan kecerdasan dan keterampilannya sehingga ia akan siap menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Menurut Xxxxxan (2008) intelektual dan jenis keterampilan seseorang dapat diketahui dari tingkat pendidikan yang ditempuh. Tingginya tingkat pendidikan formal yang ditempuh seseorang menjadi tolak ukur luasnya pengetahuan yang ia miliki. Saat pekerja lebih paham tentang ilmu atau pekerjaan yang ia kerjakan, ia akan lebih terampil menyelesaikan pekerjaanya dengan efektif sehingga dalam bekerja ia lebih produktif dibandingkan pekerja yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Menurut penelitian yang dilakukan Xxxxxxxx (2005:76) diketahui nilai koefisien korelasi R sebesar 0,715 dan taraf signifikan pada F yaitu sebesar 0,000 (<0,05) yang berarti variabel tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja.
Hal ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian ini, diketahui hasil analisis uji chi square pada variabel pendidikan dan produktivitas kerja pekerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh didapatkan p-value 0,337 > α (0,005) sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara variabel pendidikan dan variabel produktivitas kerja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxx dan Ardayanto (2016:77) variabel pendidikan ternyata juga tidak memiliki hubungan dengan variabel produktivitas kerja. Diketahui mayoritas responden sebanyak 8 orang (66,7%) dengan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki produktivitas sortasi lebih banyak sebesar > 142 box/hari dibandingkan dengan kelompok pendidikan perguruan tinggi.
Distribusi frekuensi tingkat pendidikan dalam penelitian ini tersebar dalam tingkat pendidikan dasar dan tingkat pendidikan menengah, hal ini dapat terjadi dikarenakan saat proses penerimaan pekerja penyortir baru, PT. Mitratani Dua Tujuh hanya mensyaratkan minimal pendidikan tingkat rendah kepada calon pekerja. Pada proses kerja sortasi, pekerja dituntut untuk melakukan pemilahan edamame dari hasil panen dan selanjutnya digolongkan sesuai dengan kualitasnya, sehingga kemampuan yang dibutuhkan dalam proses kerja sortasi lebih mengandalkan kemampuan ketelitian bukan kemampuan yang hanya bisa di dapatkan pada pendidikan formal.
Dalam penelitian ini diketahui pekerja yang menempuh pendidikan dasar dan memiliki produktivitas tinggi sebanyak 25 orang (64,1%) dan yang memiliki produktivitas rendah sebanyak 14 orang (35,9%). Sedangkan pekerja yang menempuh pendidikan menengah dan memiliki produktivitas tinggi sebanyak 10 orang (47,6%) dan yang memiliki produktivitas rendah sebanyak 11 orang (52,4%). Hasil distribusi tingkat pendidikan dan produktivitas pekerja penyortir membuktikan bahwa tinggi rendahnya produktivitas tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang ditempuh oleh para pekerja. Menurut OECD (2013: 142) pekerja dengan kualifikasi tertentu akan menghasilkan kinerja yang lebih baik jika ia bekerja pada bidang yang sesuai dengan kualifikasinya, hal ini tidak menutup kemugkinan bahwa kinerja yang baik tidak bisa dihasilkan oleh pekerja yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
Dalam menanggulangi perbedaan pendidikan yang ditempuh dan memberikan keterampilan yang sama pada pekerja penyortir edamame, pihak PT. Mitratani Dua Tujuh selalu melakukan training awal kepada pekerja baru yang akan mulai bekerja. Training ini dilakukan selama 1 bulan pertama bekerja dan diadakan untuk mengenalkan proses kerja sortasi dari tahap pengelompokan edamame berdasarkan kualitasnya hingga cara efektif agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan maksimal. Sehingga faktor tersebut yang mungkin dapat menyebabkan variabel pendidikan dalam penelitian ini tidak memiliki hubungan dengan produktivitas kerja.
3.5.5 Hubungan Masa Kerja dengan Produktivitas Kerja
Masa kerja merupakan rentang waktu seseorang mulai bekerja pertama kali hingga saat ini (Melati, 2013:47). Menurut Xxxxxan (2008: 89) kebiasaan yang muncul dalam pekerjaan dapat diakibatkan karena lama masa kerja yang dimiliki oleh pekerja. Pekerja dengan masa kerja lebih lama, biasanya memiliki pengalaman yang lebih banyak sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Teori ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxx (2017: 58) bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara masa kerja dengan produktivitas kerja.
Hal ini berbanding terbalik dengan hasil uji chi square pada penelitian ini, diketahui bahwa p-value 0,378 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan produktivitas kerja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxxxxx (2017:5) variabel masa kerja juga tidak berpengaruh terhadap produktivitas kerja karena selisih rentang masa kerja antar karyawan hanya berbeda satu tahun sehingga pengalaman kerja yang diperoleh hampir sama. Sama halnya dengan hasil penelitian oleh Xxxxxxx (2018: 247) yang menyebutkan bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan dengan produktivitas kerja, diketahui pekerja tidak terikat kontrak dengan perusahaan sehingga pekerja dapat bersikap semena-mena dalam bekerja dan rata-rata pekerja hanya menjadikan pekerjaan di perusahaan ini sebagai pekerjaan sampingan saja.
Berbeda dengan penelitian ini, pada penelitian ini masa kerja dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu masa kerja kurang dari 5 tahun dan masa kerja lebih dari 5 tahun, sehingga terdapat perbedaan pengalaman kerja yang cukup besar antara pekerja baru dengan pekerja lama. Selain itu pekerja penyortir edamame terikat kontrak selama 3 - 6 bulan dan pemutusan atau perpanjangan kontraknya tergantung dari hasil produktivitas yang dihasilkan sehingga perbedaan rentang dan status pekerja kontrak bukan menjadi faktor penyebab tidak berhubungannya variabel masa kerja dengan produktivitas kerja.
Hasil distribusi frekuensi variabel masa kerja pada penelitian ini, diketahui bahwa responden paling banyak berada pada rentang masa kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 34 orang dengan rincian 22 orang (64,7%) dengan produktivitas tinggi dan 12 orang (35,3%) dengan produktivitas rendah. Hal ini dapat disebabkan karena pekerja yang belum lama bekerja masih semangat untuk bekerja dan belum merasakan kejenuhan dalam melakukan aktivitas kerja. Menurut Suma’mur (2014: 45) faktor masa kerja dapat berpengaruh positif dan negatif dengan produktivitas kerja. Semakin lama masa kerja seseorang maka makin berpengalaman ia dalam pekerjaanya tetapi hal ini dapat membawa dampak negatif karena risiko munculnya kebosanan dan kelelahan lebih besar pada rentang masa kerja yang lama. Selain itu jika kebiasaan yang ditimbulkan karena masa kerja yang lama adalah kebiasaan yang buruk, akan berimbas pada pekerjaan yang diselesaikan tidak berdasarkan standar operasional prosedur perusahaan dan hanya akan menghasilkan produktivitas kerja yang tidak maksimal.
3.5.6 Hubungan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja
Status gizi merupakan kondisi tubuh akibat dari penggunaan dan penyerapan zat gizi makanan (Xxxxxxxxx, 2009:1). Menurut Xxxxxxxxx et al (2002:18) keadaan gizi merupakan keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut. Status gizi dapat dibedakan menjadi status gizi lebih, status gizi normal dan status gizi
kurang. Status gizi yang baik dapat meningkatkan kapasitas kerja sehingga produktivitas kerja dapat meningkat. Menurut Xxxxxx (2003:11) tulis nama belakang dan kalau bisa diganti karna terlalu lama zat gizi dibutuhkan oleh tubuh dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh, selain itu zat gizi dibutuhkan sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas seperti bekerja. Kekurangan zat gizi dapat mengganggu kesehatan dan mempengaruhi kapasitas kerja sehingga menurunkan kemampuan bekerja secara optimal. Teori tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Adityana (2014:6) bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan produktivitas kerja dengan nilai signifikansi p-value = 0,003 < (0,05). Sama halnya dengan penelitian oleh Xxxxxxx dan Xxxxxxxxx (2016: 77) bahwa status gizi berpengaruh pada produktivitas pekerja, hal ini dibuktikan dengan mayoritas pekerja yang memiliki status gizi normal memiliki produktivitas lebih dari rata-rata jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki status gizi lainnya.
Hasil uji chi square dalam penelitian ini diketahui p-value 0,495 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel status gizi dengan produktivitas kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxxx (2016: 23) bahwa nilai signifikansi p = 0,842 yang berarti tidak ditemukan hubungan antara status gizi dengan produktivitas kerja.
Menurut Xxxx’xxx (2014: 124) keadaan gizi dapat mempengaruhi produktivitas pekerja terutama bagi pekerja kasar. Hal ini dikarenakan fungsi makanan sebagai sumber energi utama bagi pekerja kasar. Beban kerja yang terlalu berat dan tidak diimbangi dengan konsumsi gizi yang cukup akan mempengaruhi kemampuan kerja seseorang. Sedangkan pada proses kerja sortasi edamame, pekerja hanya diharuskan menyortir edamame sesuai dengan kelasnya dengan posisi duduk. Beban kerja yang ringan dengan olah fisik yang sedikit tidak membutuhkan energi terlalu banyak sehingga status gizi kurang maupun lebih tidak terlalu mempengaruhi produktivitas kerja yang dihasilkan pekerja sortasi edamame.
Dalam penelitian ini pekerja penyortir edamame paling banyak memiliki status gizi normal dengan produktivitas tinggi sebanyak 18 orang (66,7%) dan dengan produktivitas rendah sebanyak 9 orang (33,3%). Walaupun hasil uji statistik membuktikan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel status gizi dan produktivitas kerja tetapi dari hasil distribusi frekuensi, paling banyak pekerja dengan status gizi normal dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi.
3.5.7 Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Produktivitas Kerja
Kadar Hemoglobin merupakan salah satu indikator penentuan status anemia seseorang (Briawan, 2014: 55). Saat seseorang mengalami anemia, jumlah kadar hemoglobin, sel darah merah dan volume hematokrit berada di bawah ambang batas (Price, S.A. et al, 2014:256). Anemia dapat terjadi akibat satu atau lebih kombinasi dari tiga mekanisme dasar, yaitu kehilangan darah, penurunan produksi eritrosit, atau peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis) (Xxxxxxx, 2014:160).
Fungsi kadar hemoglobin dalam darah digunakan untuk mengikat oksigen yang nantinya akan disebarkan ke seluruh tubuh. Saat kadar hemoglobin dalam darah rendah maka kemampuannya dalam menganggkut oksigen ke otot juga akan berkurang. Dalam proses pembakaran zat-zat gizi, oksigen dibutuhkan untuk menghasilkan energi. Saat kadar hemoglobin rendah, oksigen yang dapat disebarkan keseluruh tubuh juga ikut menurun. Ketika tubuh kekurangan oksigen, metabolisme yang terjadi dalam tubuh adalah metabolisme anaerob, dimana proses metabolisme ini menghasilkan lebih sedikit ATP dari pada metabolisme aerob dan menghasilkan produk sampingan berupa asam laktat. Ketika asam laktat tertumpuk dalam tubuh akan menyebabkan rasa lelah dan letih pada otot sehingga dapat mempengaruhi performa dalam bekerja.
Menurut Xxxxxxxxxx (2011:25) hasil penelitiannya membuktikan bahwa semakin rendah kadar hemoglobin seseorang maka semakin rendah pula produktivitas yang dihasilkan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ningrum (2016:7) bahwa status anemia memiliki hubungan dengan produktivitas
kerja dikarenakan pekerja yang tidak menderita anemia memiliki produktivitas yang lebih tinggi daripada pekerja yang menderita anemia.
Pada penelitian ini, hasil yang diperoleh tidak sejalan dengan teori yang ada. Hasil uji chi square dalam penelitian ini diketahui p-value 0,373 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara variabel kadar hemoglobin dengan produktivitas kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Khasanah (2018: 83) diketahui pekerja yang menderita anemia sebagian besar berada pada tingkat anemia ringan (11,8 mg/dl) sehingga gejala klinis yang timbul hanya gejala ringan dan tidak mengganggu proses kerja pekerja, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kadar hemoglobin tidak memiliki hubungan dengan produktivitas (p=0,836).
Dalam penelitian ini pekerja penyortir edamame yang menderita anemia sebanyak 19 orang dan tersebar pada kategori anemia ringan (11 – 11,9 g/dL) sebanyak 15 orang dengan rincian 8 orang (53,3%) memiliki produktivitas kerja rendah dan 7 orang lainnya (46,7%) memiliki produktivitas kerja yang tinggi. Kurangnya kadar hemoglobin yang dialami pekerja tidak secara langsung mempengaruhi produktivitas kerja tetapi akan menimbulkan gejala anemia terlebih dahulu. Gejala yang ditimbulkan saat anemia ringan belum menggangu aktivitas bekerja sehingga pekerja dengan anemia ringan masih dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Menurut Xxxxxxx (2014:24) saat sel darah merah dan kadar hemoglobin dalam darah berkurang, masih terdapat sel-sel lain yang berperan untuk memberikan oksigen ke jaringan. Mekanisme kompensasi dapat terjadi saat kadar hemoglobin masih berada pada rentang 8 – 12 gr/dl. Hanya ketika tingkat hemoglobin berada di bawah 8 gr/dl, maka akan mulai muncul gejala anemia.
Selain itu, distribusi frekuensi pekerja dengan anemia ditemukan 4 orang menderita anemia sedang (kadar hemoglobin antara 8 – 10,9 g/dL) dengan rincian 2 orang (50%) memiliki produktivitas kerja tinggi dan 2 orang lainnya (50%) memiliki produktivitas kerja yang rendah. Timbulnya gejala klinis pada penderita anemia juga dipengaruhi oleh tingkat kecepatan proses terjadinya anemia. Pada penderita dengan kasus kronik atau kehilangan darah dengan waktu yang lama dan secara bertahap, penderita cenderung dapat menyesuaikan diri pada
konsentrasi kadar hemoglobin yang rendah, sehingga kemunculan gejala klinis seperti lemah, lesu, lelah, letih dan lalai tidak disadari oleh penderita dan penderita tetap bisa beraktivitas seperti biasanya (Briawan, 2014:53).
Dalam penelitian ini pekerja penyortir edamame paling banyak memiliki kadar hemoglobin normal (>12 gr/dL) dengan produktivitas tinggi sebanyak 26 orang (63,4%) dan dengan produktivitas rendah sebanyak 15 orang (36,6%). Walaupun hasil uji statistik membuktikan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel kadar hemoglobin dan produktivitas kerja tetapi dari hasil distribusi frekuensi, paling banyak pekerja dengan kadar hemoglobin normal (> 12 gr/dL) dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Usia pada pekerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh sebagian besar berusia 34 – 49 tahun (78,3%). Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah pendidikan tingkat dasar (65%). Lebih dari setengah responden telah bekerja selama kurang dari 5 tahun (56,7%). Status gizi pekerja penyortir paling banyak memiliki status gizi gemuk (48,3%) dan paling banyak responden menderita anemia (31,7%).
b. Produktivitas kerja pekerja penyortir edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh, paling banyak mencapai produktivitas rendah (41,7%).
c. Tidak terdapat hubungan antara usia dengan produktivitas kerja namun dari hasil tabulasi silang diketahui pekerja penyortir edamame dengan usia 18-33 tahun lebih banyak mencapai produktivitas tinggi dibandingkan dengan pekerja dengan usia 34-49 tahun.
d. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan produktivitas kerja. Diketahui dari hasil tabulasi silang pekerja penyortir edamame dengan pendidikan dasar sebagian besar memiliki produktivitas tinggi.
e. Tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan produktivitas kerja. Diketahui dari hasil tabulasi silang pekerja penyortir edamame dengan masa kerja kurang dari 5 tahun sebagian besar memiliki produktivitas tinggi.
f. Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan produktivitas kerja, namun dari hasil tabulasi silang diketahui pekerja penyortir edamame dengan status gizi normal lebih banyak mencapai produktivitas tinggi dibandingkan dengan status gizi kurus dan status gizi gemuk.
67
g. Tidak terdapat hubungan antara kadar hemoglobin dengan produktivitas kerja, namun dari hasil tabulasi silang diketahui pekerja penyortir edamame dengan kadar hemoglobin normal (>12 gr/dL) lebih banyak mencapai produktivitas tinggi dibandingkan dengan pekerja yang memiliki kadar hemoglobin < 12 gr/dL.
5.2 Saran
Perusahaan diharapkan dapat melakukan sosialisasi terkait pemenuhan gizi seimbang, sehingga para pekerja dapat memiliki ilmu untuk menerapkan pemenuhan gizi yang seimbang.
2) Pemberian tablet tambah darah (Fe)
Perusahaan diharapkan dapat memberikan tablet tambah darah (Fe) bagi seluruh pekerja wanita dalam rentang usia subur, hal ini diharapkan dapat menjadi tindakan pencegahan untuk mengurangi kejadian anemia dan mencegah terjadinya kejadian anemia yang lebih buruk.
Perusahaan diharapkan dapat menyelenggarakan aktivitas fisik berupa senam rutin satu minggu sekali untuk menjaga kebugaran para pekerja.
1) Konsumsi makanan yang mengandung zat besi
2) Pekerja diharapkan dapat membiasakan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi bukan hanya dari sumber pangan nabati saja tetapi ada baiknya diimbangi dengan zat besi yang terkandung pada sumber pangan hewani seperti daging, ikan, hati, telur, dan unggas.
3) Konsumsi tablet tambah darah (Fe)
Diharapkan pekerja dapat mengkonsumsi tablet tambah darah (Fe) satu minggu sebelum dan sesudah menstruasi untuk mencegah resiko terjadinya anemia.
4) Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang
Pekerja diharapkan dapat mengkonsumsi makanan dengan kandungan gizi seimbang, yang mencakup zat gizi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air dengan porsi yang tidak berlebihan.
5) Melakukan aktivitas fisik secara rutin
Pekerja dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik setiap hari minimal 30 menit dalam sehari. Aktivitas fisik yang dapat dilakukan dapat berupa workout atau zumba yang dapat dikerjakan didalam rumah sehingga dapat dilakukan kapan saja. Hal ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan berat badan tubuh guna mencegah terjadinya obesitas yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja.
1) Peneliti selanjutnya disarankan untuk lebih memilih menggunakan metode pengambilan data status gizi menggunakan metode survey konsumsi agar hasil penelitian yang didapatkan lebih spesifik.
2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variabel yang berbeda seperti motivasi kerja, keterampilan kerja, beban kerja dan beban tambahan akibat lingkungan kerja.
3) Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah sampel responden sehingga hasil penelitian dapat lebih mewakili populasi.
Xxxxxxxxxx X, Xxxxxx X. Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. Sari Pediatri. 2002;4(2):74-7.
Xxxxxxxx, X. X. 2005. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi pada Maharani Handicraft di Kabupaten Bantul. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Adityana, F. C. 2014. Hubungan antara Status Gizi dan Motivasi Kerja dengan Produktivitas Tenaga Kerja Wanita Bagian Giling Rokok di PT Nojorono Kudus. Unnes Journal of Public Health. Vol 3(2) : 1-8
Xxxxxxxxx, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Xxxxxxxx, X. X. xxx Xxxxxxxxx, D.R. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen (Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aprilyanti, S. 2017. Pengaruh Usia dan Masa Kerja terhadap Produktivitas (Studi Kasus: PT. OASIS Water International Cabang Palembang). Jurnal Sistem dan Manajemen Industri. Vol 1 No 2: 68-72
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Xxxxxxxxx, M. L. 2016. Pengaruh tingkat Pendidikan, Keterampilan Kerja dan Sikap Kerja Karyawan terhadap Prestasi Kerja Karyawan PT. BPR Nusamba Brondong Lamongan. Jurnal Ekonomi Universitas Kadiri. Vol 1(2) : 103 - 116
Xxxxxxx. 2008. Gizi dalam Daur Kehidupan. Palembang: EGC.
70
Asian Productivity Organization. 2015. APO Productivity Databook 2015. Tokyo: Keio University Press Inc.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember. 2018. Kabupaten Jember Dalam Angka 2018. Jember: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2017. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2017. Surabaya: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2018. Survei Angkatan Kerja Nasional. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
Briawan, D. 2014.Anemia Masalah Gizi pada Remaja Wanita. Jakarta: EGC
Xxxxxxxxx, I.G.N., Xxxxx,I.W.,dan Xxxxxxxx, I.W. 2015. Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan. E-Jurnal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha 3(1):1-10
Xxxxxxx. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Xxxxxxx, X. X. 2014. Faktor Xxxxxx yang menyebabkan Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Tahun 2014. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2014. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Edisi revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Dey, S., S. Gosmawi, dan M. Goswami. 2010. Prevalence of anaemia in women of reproductive age in Meghalaya: a logistic regression analysis. Turk J Med Sci. 40(5): 783-789.
Xxxxxx CP, 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia
Xxxxxxx, X. X. X. xxx D. Ardayanto. 2016. Hubungan status gizi, kapasitas kerja dengan produktivitas pekerja sorting dan packing. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Vol 5(1) : 71-80.
Florence. A. G. 2017. Hubungan Pengetauan Gizi dan Pola Konsumsi dengan Status Gizi pada Mahasiswa TPB Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung. Skripsi. Bandung: Universitas Pasundan.
Xxxxxxxxxx, F. A., A. Xxxxxxx, dan D. Djuantoro. 2013. Sinopsis Organ System Hematologi dan Onkologi. Tanggerang: Karisma Publishing Group.
Xxxxxx, X. X. xxx J. E. Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. Eleventh Edition. Terjemahan oleh Xxxxxxx, Xxxxxxxx D., dan Indriyani F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Handayani, R. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi pada Anak Balita. Skripsi. Padang: STIKES YPAK Padang.
Xxxxx, X. 2010. Marketing dari Mulut ke Mulut. Yogyakarta: Meida Pressindo.
Xxxxxxxx, M. S. P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi revisi.
Xxxxxxxx, N. 2013. Analisis Pengaruh Pendidikan, Upah, Pengalaman Kerja, Jenis Kelamin dan Umur terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Industri Shutllecock Kota Tegal. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Karima A. N. 2017. Pengaruh Masa Kerja, Pelatihan dan Motivasi terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Bank Sulselbar Cabang Utama Makassar. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin
Kemenkes. 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta
Khasanah, U. 2018. Hubungan antara Kadar Hemoglobin dan Status Gizi dengan Produktivitas Pekerja Wanita di Bagian Percetakan dan Pengemasan di UD X Sidoarjo. Amerta Nutrition (2018) 83-89
Xxxxxxx, X. 2014. Hematologi dan Transfusi. Jakarta: Erlangga.
Xxxxxxx, X. X. 2017. Ergonomi dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Laminia. D. 2018. Hubungan Motivasi dan Masa Kerja dengan Produktivitas Pekerja di Home Industry. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Vol. 7 No. 2: 241-248
Xxxxxxxx, X. X. 2016. Tingkat Kecukupan Gizi, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Produktivitas Kerja pada Karyawan Industri PT Bunyamin Inovasi Teknik. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Melati. 2013. Manajemen, Edisi Sepuluh. Jakarta: Erlangga.
Xxxxxxx, X. X. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Xxxxx, X. 2013. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ningrum, D. 2016. Hubungan antara Pola Konsumsi dan Status Anemia dengan Produktivitas pada Pekerja Wanita pada Bagian Produksi di CV Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Ningtyias, F. A. 2010. Penentuan Status Gizi secara Langsung. Jember: Jember University Press.
Xxxxxxxxxxx, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. OECD. 2013. OECD Skills Outlook 2013: First Results from The Survey of Adult
Skills. Paris: Organisatin for Economic Co-operation and Development.
Par’i, H. M. 2017. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, S. A dan L. M. Xxxxxx. 2014. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes. Sixth Edition. Terjemahan oleh Xxxxxx, X. X., Xxxxxxxx,
H. Wulansari, P. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Keenam. Jakarta: EGC.
Putri, H. R. 2016. Pengaruh Pendidikan, Pengalaman Kerja, dan Jenis Kelamin terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi CV. Xxxxxxx Xxxxx Wonosobo. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Jakarta : Republik Indonesia
Xxxxxxxxx, X., X. X. X. Xxxxxx dan N. S. H. Malonda. 2016. Hubungan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja pada tenaga harian lepas di Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 5(2): 304-312.
Xxxxxxxxxxxx. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Setiati, S., Xxxx, I., Xxxxxx, A. W., Xxxxxxxxxx, B., Xxxx, A. F. 2014. Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed keenam Xxxxx XX. Jakarta: InternaPublishing.
Xxxxxxxx, X. 2016. Introduction to Human Physiology. Eighth Edition. Terjemahan oleh Xxxxxx, B. U. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi Kedelapan. Jakarta: EGC.
Xxxxxan, S.P 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Xxxxxxxxx, M. 2003. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta: Bumi Aksara. Xxxxxx, X. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Papas Xxxxx Xxxxxxx.
Sorongan, C. I. 2012. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Pelajar SMP Frater Xxx Xxxxx Manado. Skripsi. Manado: Universitas Xxx Xxxxxxxxx
Xxxxxxxx. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Xxxxxxxx. 2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Suma’mur. 2014. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV. Sagung
Xxxxxxxxx, I D. N., Xxxxx, B., Xxxxx, I.. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Xxxxxxx, X. 2016. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Status Pernikahan, Status
Gizi dan Kejadian Anemia terhadap Produktivitas Kerja Buruh Pabrik
Perempuan. Skripsi. Karawang: Universitas Singaperbangsa Karawang.
Syahdan, F. 2017. Hubungan antara Keterampilan Kerja dengan Produktivitas Kerja: pada Karyawan PT. Bara Dinamika Muda Sukses Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara. Skripsi. Samarinda: Universitas Mulawarman.
Xxxxxxx, Xxxxxxxxx, Xxxxxxxxx, L. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press
Ukkas, I. 2017. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Industri Kecil Kota Palopo. Skripsi. Palopo: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah Palopo.
Utami, S. R. 2012. Status Gizi, Kebugaran Jasmani dan Produktivitas Kerja pada Tenaga Kerja Wanita. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 8(1): 74-80.
Xxxxxx, X. 2005. Food at work: workplace solutions for malnutrition, obesity an chronic disease. Jenewa (CH): International Labour Office.
WHO. 2001. Iron Deficiency Anemia. Assessment, Prevention and Control. A Guide for Programe Managers. Geneva: World Health Organization.
WHO. 2008. Worldwide Prevalence on Anaemia 1993-2005 (WHO Global Database on Anaemia). Geneva: World Health Organization.
WHO. 2011. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of severity. Vitamin and Mineral Nutrition Information System. Geneva: World Health Organization.
Xxxxxxxxxi, S. 2011. Faktor Determinan Produktivitas Kerja pada Pekerja Wanita.
Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
World Economic Forum. 2017. The Global Human Capital Report 2017. Davos: World Economic Forum.
Yudaningrum, A. 2011. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan Dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Lampiran A. Lembar Persetujuan
(INFORMED CONSENT) PERNYATAAN PERSETUJUAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Dengan ini saya menyatakan bersedia untuk ikut sebagai subjek dalam penelitian
77
Lampiran B. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
A. IDENTITAS RESPONDEN Nomor :
Apakah anda sedang mengalami menstruasi ? Apakah anda sedang hamil atau menyusui ?
Apakah anda sedang mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) ? Apakah anda memiliki riwayat penyakit ?
C. STATUS GIZI Berat badan :……kg Tinggi badan :…… m
D. HASIL PENGUKURAN KADAR HEMOGLOBIN Kadar Hb : ……. g/dl
E. PRODUKTIVITAS KERJA Hari 1 kg/ hari
Hari 4 kg/ hari
Hari 5 kg/ hari
Hari 6 kg/ hari
Rata – rata kg/ hari
Lampiran C. Dokumentasi Penelitian
Gambar 3 Pengukuran Kadar Hemoglobin Pekerja | Gambar 4 Wawancara Responden |
Hemoglobin (Alat GCHB, lancet, strip Hb, kapas alkohol) |
Lampiran D. Surat Ijin Penelitian
Lampiran E. Hasil Analisis Data
DISTRIBUSI FREKUENSI
Masa Kerja
Status Gizi | |||||
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Kurus | 4 | 6.7 | 6.7 | 6.7 |
Kadar Hb
Produktivitas
TABULASI SILANG
Usia * Produktivitas Crosstabulation
Count
Produktivitas | Total | |||
Rendah | Tinggi | |||
Pendidikan * Produktivitas Crosstabulation
* Produktivitas Crosstabulation
Status Gizi * Produktivitas Crosstabulation
Count
Produktivitas | Total | |||
Rendah | Tinggi | |||
Status Gizi | Kurus | 2 | 2 | 4 |
Normal | 9 | 18 | 27 | |
Kadar Hb * Produktivitas Crosstabulation
ANALISIS DATA
Usia dengan Produktivitas
Value | Df | Asymp. Sig. (2- sided) | Exact Sig. (2- sided) | Exact Sig. (1- sided) | |
Xxxxxxx Chi-Square | .811a | 1 | .368 | ||
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,42.
b. Computed only for a 2x2 table
Pendidikan dengan Produktivitas
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,75.
b. Computed only for a 2x2 table
Masa kerja dengan Produktivitas
Value | Df | Asymp. Sig. (2- sided) | Exact Sig. (2- sided) | Exact Sig. (1- sided) | |
Xxxxxxx Chi-Square | 1.311a | 1 | .252 | .298 | .189 |
Continuity Correctionb | .776 | 1 | .378 | ||
Likelihood Ratio | 1.311 | 1 | .252 | ||
Xxxxxx'x Exact Test | |||||
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,83.
b. Computed only for a 2x2 table
Status Gizi dengan Produktivitas
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,67.
Kadar hemoglobin dengan Produktivitas
.272 | .186 | ||||
Likelihood Ratio | 1.366 | 1 | .243 | ||
Xxxxxx'x Exact Test | |||||
Linear-by-Linear Association | 1.352 | 1 | .245 | ||
N of Valid Cases | 60 |
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,92.
b. Computed only for a 2x2 table
DDiiggiittaall RReeppoossiittoorryy UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr
89