PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MOHAMMAD NATSIR
ANTARA
DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA BARAT
DENGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH XXXXXXXX XXXXXX
TENTANG
PEMANFAATAN ALAT TES CEPAT MOLEKULER DAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS DALAM MENDUKUNG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
NOMOR :
Pada hari ini Rabu tanggal dua bulan Januari tahun dua ribu sembilan belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini:
XXXXX XXXXXXXXX : selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Gubernur Provinsi Sumatera Barat berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 821/3655/BKD-2016 tanggal 23 Desember 2016 dan berdasarkan Surat Perjanjian Kerja Sama antara Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung selaku Authorized Principle Recipient Hibah Global Fund AIDS-TB dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat selaku Sub Recipient GF ATM Dinkes Provinsi Sumatera Barat Komponen Tuberkolosis, tanggal 05 Januari 2017, yang berkedudukan di Xx. Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxx Xx.00 X Xxxxxx 00000, yang selanjutnya disebut Pihak Pertama.
Drg XXXXXXXXX, M.KES : selaku Direktur RSUD M Xxxxxx dalam jabatannya bertindak untuk dan atas nama serta secara sah mewakili Rumah Sakit Umum Daerah Xxxxxxxx Xxxxxx yang berkedudukan dan berkantor di Jalan Simpang Rumbio Telepon.( 0755) 20826 β 20827 Fax 20003, selanjutnya di sebut sebagai yang selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.
Pihak Pertama dan Pihak Kedua dalam Perjanjian ini yang juga disebut sebagai Para Pihak jika disebut secara bersama-sama, bersepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerjasama dalam Penanggulangan Tuberkulosis (TBC), dengan ketentuan dan persyaratan sesuai yang dimuat di dalam pasal-pasal Perjanjian Kerjasama di bawah ini.
Pasal 1
Ketentuan Umum
Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat (Dinkes Sumbar) adalah unsur pelaksana otonomi daerah dalam bidang kesehatan dan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah Gubernur, bertangung langsung pada Gubernur melalui Sekretaris Daerah
Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular melalui pernafasan yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis (MTbc) terutama menyerang paru dan juga dapat organ tubuh lainnya. Penyakit TBC dapat berdasarkan sensitifitas terhadap obat yaitu TBC Sensitif Obat dan resisten Obat
TBC Sensitif Obat (SO) adalah penyakit TBC yang masih dapat diobati dengan obat anti TBC (OAT) lini pertama (Rifampisin, INH, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin)
TBC Resisten Obat (RO) pasien TBC yang sudah resisten dengan OAT lini pertama
TBC Multi Drug Resistants (MDR) adalah TBC yang resisten dengan Rifampisin dan INH disertai atau tidak resisten dengan OAT lini pertama lain. TBC MDR merupakan bagian dari TBC RO
Tes Cepat Molekuler (TCM) merupakan alat sebagai terobosan dalam peningkatan mutu dan percepatan diagnosis TBC baik TBC Sensitif Obat (TBC SO) maupun TBC Resisten Obat (TBC RO)
Penanggulangan TBC adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitative yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat, dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat TBC.
Global Fund (GF) Komponen TBC merupakan institusi pendanaan hbah global dalam Penanggulangan TBC, HIV dan Malaria di dunia termasuk di Indonesia.
Public Private Mix (PPM) TBC merupakan keterpaduan pelaksanaan program melalui kemitraan dengan lintas program atau sektor terkait dan layanan keterpaduan pemerintah, swasta dan masyarakat.
Pasal 2
Dasar Hukum
Bahwa untuk mengatur lebih lanjut tentang teknis pelaksanaan kegiatan, perjanjian kerja sama ini mengacu pada :
Xxxxxx-xxxxxx Xxxxx 0 Xxxxx 0000 xxxxxxx Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 00, Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxx Nomor 3273);
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 000, Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxx Nomor 4431);
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 000, Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxx Nomor 4437);
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial;
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 000, Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxx Nomor 5063);
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 000, Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxx Nomor 072);
Undang-undang nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 3437, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447);
Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 00, Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxx Nomor 3637);
Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 00, Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxx Nomor 4737);
Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan;
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 565/MENKES/Per/III/2011 tentang Strategi Nasional Pengendalian Tuberkolosis Tahun 2011-2014 (Berita Negara RI Tahun 2011 Nomor 169);
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkolosis Resisten Obat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 285);
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional;
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkolosis;
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/MENKES/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkolosis;
Peraturan Gubernur Provinsi Suamatera Barat No.6 Tahun 2012 tentang Regionalisasi Sistem Rujukan, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Xxxxxxxx Xxxxx 00 Xxxxx 0000;
Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik RI Nomor : HK.01.01.0.3.1946 tahun 1997 tentang Pedoman Kerja Sama Rumah Sakit Milik Departemen Kesehatan dengan Pihak Ketiga;
Surat Edaran Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tanggal 11 Februari 2014 Nomor 3441/429/UKM&RUJK/II/2014 Perihal Rujukan TB MDR
Pasal 3
MAKSUD dan TUJUAN
Maksud Perjanjian ini adalah sebagai pedoman Para Pihak dalam memberikan pelayanan pada pasien TBC yang dilayani RS Pihak Kedua
Tujuan Perjanjian ini untuk mewujudkan hubungan kerjasama bagi Para Pihak dalam upaya penanggulangan TBC melalui diagnosis cepat dengan menggunakan alat TCM TBC dan pengobatan serta pelayanan lainnya terhadap pasien TBC sebagai pelaksanaan dari terobosan Penanggulangan TBC menuju Indonesia Bebas Tuberkulosis.
Pasal 4
Ruang Lingkup
Ruang lingkup Perjanjian Kerjasama ini adalah:
Pemanfaatan alat TCM TBC untuk melakukan diagnosis cepat terhadapTBC SO dan TBC RO;
Pengobatan dan pelayanan lainnya terhadap kebutuhan pasien dan sesuai standar pelayanan rumah sakit yang berpedoman pada Penanggulangan TBC
Peningkatan sumber daya manusia dalam penggunaan dan pengelolaan alat TCM TBC serta dalam pengobatan dan pelayanan lainnya terhadap pasien TBC melalui pendidikan dan pelatihan;
Pencatatan dan pelaporan diagnosis TBC, berdasarkan hasil pemeriksaan, serta pengobatan dan pelayanan lainnya.
Pemantauan dan evaluasi pemanfaatan alat TCM TBC.
Pasal 5
Pelaksanaan
Pelaksanaan operasional alat TCM dan pengobatan pasien TBC dimulai setelah semua persiapan dan faktor pendukung terpenuhi oleh Pihak Kedua antara lain:
Secara umum memenuhi syarat berdasarkan penilaian terpadu Program TBC dari Para Pihak
Memiliki ruang laboratorium yang sesuai standar, tenaga laboratorium yang sudah terlatih dan sumber daya lain yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemeriksaan TCM TBC.
Memiliki laboratorium pemeriksaan TCM TBC, ruang rawat jalan maupun rawat inap, tenaga pengobatan dan pelayanan lainnya yang sudah terlatih dan sumber daya lain yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelayanan pasien TBC RO
Mempunyai jejaring dengan rumah sakit rujukan untuk menjamin pengobatan pasien TBC terutama TBC RO, sesuai dengan Penanggulangan TBC.
Ikut aktif dalam Jejaring PPM dan Mekanisme Transportasi Sputum yang dikoordinasikan oleh Dinkes Kabupaten Kota setempat.
Memiliki sistem rujukan spesimen ke laboratorium rujukan biakan dan uji kepekaan yang ditetapkan dan berjalan dengan baik.
Sudah tersedia sistem manajemen logistik untuk perencanaan dan pemakaian cartridge, OAT dan bahan pendukung lainnya.
Pasal 6
HAK dan KEWAJIBAN PARA PIHAK
Pihak Pertama, memiliki hak dan kewajiban:
Memfasilitasi pelatihan kepada Pihak Kedua untuk penggunaan alat TCM TBC dan pelayanan pasien TBC.
Melakukan penilaian terpadu bersama Pihak Kedua terhadap standar pelayanan rumah sakit Pihak Kedua
Menetapkan sistem rujukan spesimen dan pasien untuk terduga TBC.
Memantau pelaksanaan algoritme diagnosis dan pedoman pengobatan pasien TBC di RS Pihak Kedua
Memfasilitasi penyediaan cartridge, kalibrasi alat TCM TBC dan OAT serta bahan pendukung lainnya sesuai bahan pendukung yang tersedia pada Dinkes Provinsi Sumbar
Memfasilitasi proses perbaikan bila terjadi kerusakan atau gangguan teknis pada alat TCM TBC.
Melakukan pemantauan dan evaluasi terkait dengan pemanfaatan alat TCM TBC dan pengobatan pasien TBC
Mendapatkan laporan hasil pemeriksaan dan pengobatan pasien TBC serta laporan pemanfaatan alat TCM TBC termasuk penggunaan cartridge setiap bulan secara rutin.
Memfasilitasi pembayaran biaya pemeriksaan spesimen dengan menggunakan alat TCM TBC, dan biaya pengobatan pasien TBC RO melalui Dana Global Fund Komponen TBC di kantor Pihak Pertama
Pihak Kedua, memiliki hak dan kewajiban:
Mengirim tim yang relevan dan kompeten (petugas teknis lab, supervisor lab, klinisi, perawat, tenaga farmasi) untuk mengikuti pelatihan alat TCM TBC dan pelayanan pasien TBC melalui Pihak Pertama.
Menggunakan alat TCM TBC hanya untuk keperluan pemeriksaan diagnostik TBC atau untuk peruntukan lain sesuai kebijakan Program Nasional Penanggulangan TB serta tidak meminjamkan kepada pihak lain.
Mensosialisasikan keberadaan dan pemanfaatan atau fungsi alat TCM TBC pada semua tenaga dokter baik umum maupun spesialis dan tenaga terkait lain di rumah sakit Pihak Kedua
Mengembangkan jejaring internal rumah sakit Pihak Kedua sehingga semua terduga dan pasien TBC tercatat dan terpantau di Unit/Poli DOTS dan TBC RO
Menerima dan memeriksa rujukan spesimen dan pasien, termasuk pengobatan dan pelayanan lainnya bila diperlukan baik dari di dalam lingkungan maupun dari luar rumah sakit Pihak Kedua tanpa melihat batas wilayah dan status pasien
Menyediakan sarana prasarana, suberdaya manusia dan bahan pendukung lainnya sesuai standar untuk pelayanan TBC
Mengikuti algoritme diagnosis dan pedoman pengobatan pasien TBC.
Melaksanakan rujukan spesimen, dan pasien TBC sesuai yang ditetapkan oleh Pihak Pertama.
Melakukan pencatatan dan input data pada sistem informasi yang ada sesuai aturan dari Pihak Pertama
Mengupayakan agar data Unit/Poli DOTS dan TBC RO dapat dibandingkan dengan data dari SIMRS, rekam medis dan atau data lain meliputi semua pasien TBC dalam jangka waktu tertentu di rumah sakit Pihak Kedua
Mengikuti secara aktif Jejaring PPM dan Mekanisme Transportasi Sputum dibawah koordinasi Dinkes Kabupaten Kota setempat dalam proses pelayanan dan koordinasi dengan mitra PPM lain.
Memberikan laporan hasil pemeriksaan dan pengobatan TBC serta laporan pemanfaatan alat TCM TBC termasuk penggunaan cartridge, OAT dan bahan pendukung lainnya sepanjang disediakan oleh Pihak Pertama setiap bulan secara rutin kepada Pihak Pertama.
Mengajukan usulan kebutuhan cartridge, kalibrasi, OAT dan kebutuhan lainnya sesuai prosedur yang berlaku .
Melaporkan bila terjadi kerusakan dan/atau gangguan teknis alat TCM TBC ke Pihak Pertama
Mengajukan klaim pembayaran biaya kepada Pihak Pertama melalui Dana Global Fund Komponen TBC Provinsi Sumatera Barat.
Pasal 7
Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
Pasien atau spesimen wajib lengkap dengan surat pengantar sebagai terduga atau spesimen atau terdiagnosis TBC dari Fasilitas Layanan Kesehatan dibawahnya. Khusus pasien terdiagnosis TBC RO dapat langsung bila dari fasyankes beberapa tingkat dibawahnya (tidak berjenjang). Kelengkapan rujukan BPJS sesuai dengan standar BPJS merupakan jaminan Pihak Pertama
Spesimen terduga TBC diperiksa Pihak Kedua dengan memanfaatkan TCM TBC sesuai prosedur Penanggulangan TBC. Data semua pasien yang spesimennya mendapat pemeriksaan TCM diinputkan Pihak Kedua ke dalam sistem informasi Penanggulangan TBC.
Pasien yang dinyatakan terduga TBC, pasien TBC, termasuk pasien yang diputuskan Tim Ahli Klinis (TAK) terdiagnosis TBC RO akan mendapatkan pelayanan kesehatan dan jaminan penanganan secara cepat, tepat, aman, bermutu sesuai standar yang belaku di rumah sakit Pihak Kedua dan Program Nasional Pengendalian TBC; dan untuk selanjutnya pengobatan lanjutan dapat dilakukan di puskesmas atau fasyankes lainnya
Pembayaran biaya tatalaksana pemeriksaan dan pengobatan bagi pasien TBC peserta BPJS atau asuransi kesehatan lainnya dibebankan melalui sistem pembiayaan BPJS atau asuransi kesehatan lainnya;
Pasien terduga, spesimen atau terdiagnosis TBC peserta BPJS atau asuransi kesehatan lainnya mendapat pelayanan di rumah sakit dengan dukungan kemudahan sistem rujukan BPJS dan asuransi lainnya sesuai dengan surat Edaran Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat nomor 3441/429/UKM&RUJK/II/2014;
Khusus pelayanan pasien TB RO bila pasien merupakan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)/BPJS Kesehatan) maka biaya untuk pemeriksaan dan perawatan akan dibayar dengan ketentuan sebagai berikut:
Tarif yang dikenakan adalah tarif INA-CBGs yang berlaku pada Pihak Kedua.
Biaya tersebut akan di tagih kepada BPJS oleh Pihak Kedua.
Jika tagihan yang diajukan oleh Pihak Kedua kepada BPJS ditolak, maka Pihak Pertama menjamin dan/atau menanggung pembayaran atas biaya tersebut, dengan besaran sama dengan yang diajukan Pihak Kedua ke BPJS.
Bila pasien TBC RO bukan peserta BPJS maka Pihak Pertama menanggung biaya pasien tersebut sesuai dengan tarif INA-CBGs. Pihak Kedua mengajukan tagihan pasien bukan peserta BPJS tersebut dengan tarif sama bila pasien tersebut peserta BPJS
Dalam hal biaya pelayanan yang ditanggung oleh Pihak Pertama, maka Pihak Kedua menyampaikan kepada Pihak Pertama tagihan biaya pelayanan kesehatan yang telah diberikan kepada pasien, secara kumulatif per tiga bulan, sebelum tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan ketiga tagihan.
Tagihan biaya pemeriksaan TCM melampirkan
Kwitansi asli, bila perlu bermeterai sesuai ketentuan
Daftar rekap nama pasien yang diperiksa TCM dengan hasil sesuai tertera pada sistem informasi Penanggulangan TBC.
Tagihan pelayanan pasien TBC RO melampirkan :
Surat tagihan pembayaran rangkap dua;
Kwitansi asli bermeterai cukup;
Rekapitulasi biaya perawatan;
Lampiran surat pengantar/jaminan
Pasien yang tidak dibayarkan oleh BPJS dibuktikan dengan surat pernyataan dari pasien bahwa biaya perawatannya tidak dibayarkan oleh BPJS.
Pihak Pertama membayar setiap tagihan biaya pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Pihak Kedua paling lambat 14 (empat belas) hari setelah tanggal penerimaan surat tagihan oleh Pihak Pertama.
Tagihan dari Pihak Kedua pada Pihak Pertama adalah selambatnya 3 bulan setelah bulan pelayanan atau maksimal sebelum akhir bulan ke enam setelah bulan pelayanan pasien, Pihak Pertama sudah melakukan pembayaran biaya ke Pihak Kedua. Bila keterlambatan tagihan melebih 6 bulan setelah bulan pelayanan maka pembayaran baru dapat dilakukan bila Pihak Kedua melampirkan surat keterangan pengakuan dan penyebab keterlambatan tagihan. Bila keterlambatan melewati tahun kalender maka pembayaran oleh Pihak Pertama pada Pihak Kedua tidak lagi dapat dilakukan, kecuali ada ketentuan lain dari Pihak Pertama.
Pembayaran tagihan oleh Pihak Pertama pada Pihak Kedua melalui mekanisme transfer bank dengan bank dan nomor rekening ditetapkan oleh Pihak Kedua
Pihak Pertama wajib mengirimkan bukti transfer dengan keterangan nama pasien yang dibayarkan kepada Pihak Kedua segera setelah transaksi dilaksanakan.
Pihak Pertama tidak dibenarkan membayar kepada Pihak lain sebagian atau seluruhnya dengan cara apapun atas biaya pelayanan kesehatan pasien Pihak Pertama yang ditagihkan oleh Pihak Kedua.
Apabila Pihak Pertama ternyata menghadapi sesuatu yang sifatnya diluar kekuasaannya sehingga mengakibatkan pembayaran tagihan biaya pelayanan kesehatan yang diajukan Pihak Kedua mengalami hambatan/keterlambatan, Pihak Pertama wajib memberikan pemberitahuan dengan disertai alasan dan bukti-bukti yang cukup kuat kepada Pihak Kedua.
Apabila Pihak Pertama mengalami hal-hal sebagaimana tersebut dalam ayat satu nomor sebelum ini, maka Pihak Kedua dapat memberikan kelonggaran penyelesaian pembayaran selama jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan diterima oleh Pihak Kedua.
Pihak Kedua tidak diperbolehkan memungut biaya apapun (pembayaran dimuka dan lain-lain) kepada pasien sesuai yang diatur dalam surat perjanjian ini untuk setiap pemberian/tindakan pelayanan kesehatan.
Pihak Kedua juga mendapatkan bantuan logistik sesuai ketentuan Program Nasional Pengendalian TBC, biaya operasional pemeriksaan TCM, biaya pengiriman sampel untuk kultur dan resistensi obat TBC sebagaimana tertera pada daftar kegiatan MTPRO yang ada pada Dana Hibah Global Fund Komponen TBC Provinsi Sumatera Barat. Biaya OAT, cartridge TCM dan lain-lain yang merupakan bantuan dari Program Nasional Pengendalian TBC tidak dapat lagi dimasukkan dalam tagihan;
PIHAK KEDUA mengembangkan dan aktif dalam jejaring pelayanan dengan mitra terkait Penanggulangan TBC. Dinas Kesehatan Kabupaten Kota setempat akan mengkoordinasikan jejaring tersebut.
Pasal 8
Sumber Pembiayaan
Sumber pembiayaan dalam pelaksanaan Perjanjian Kerjasama ini berasal dari GF ATM Komponen TBC dan sumber dana lain yang sah sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
Pasal 9
Jangka Waktu Perjanjian
Perjanjian Kerjasama ini berlaku sejak 1 Januari 2019 sampai 31 Desember 2019.
Perjanjian Kerjasama ini dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan di antara Para Xxxxx.
Xxxxx 00
Xxxxxxx Xxxxxxx
Xxxxx hal salah satu pihak, karena hal-hal di luar kendalinya dan hal-hal yang tidak dapat diduga sebelumnya, tidak dapat melaksanakan kewajibannya sesuai Perjanjian Kerjasama ini, maka dengan persetujuan dari pihak yang lain, dan atas dasar Keadaan Memaksa pihak yang bersangkutan dapat dibebaskan dari tanggung jawab pelaksanaan kewajiban tersebut, atau dapat menunda pelaksanaan kewajiban tersebut sampai waktu yang ditentukan untuk melaksanakan kewajiban itu kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila kondisi Keadaan Memaksa berlangsung selama lebih dari 3 (tiga) bulan, maka Pihak Pertama dapat mengakhiri Perjanjian Kerjasama ini.
Pasal 11
Pengakhiran Perjanjian Kerjasama
Perjanjian Kerjasama ini akan berakhir karena alasan-alasan di bawah ini :
Terjadi Keadaan Memaksa sesuai ketentuan Pasal 7 Perjanjian Kerjasama ini yang mengakibatkan pihak yang mengajukan atas pertimbangan pihak lain tidak dapat lagi menjalankan kewajibannya sesuai yang diatur dalam Perjanjian Kerjasama ini;
Pengakhiran Perjanjian Kerjasama ini yang dilakukan atas dasar kesepakatan dari Para Pihak;
Pasal 12
Penyelesaian Perselisihan
Dalam hal terjadi perselisihan apapun di antara Para Pihak mengenai isi, penafsiran dan/atau pelaksanaan Perjanjian Kerjasama ini, maka Para Pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Apabila cara penyelesaian sebagaimana ayat (1) Pasal ini tidak berhasil mencapai kata sepakat, maka Para Pihak setuju untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan setiap keputusannya merupakan keputusan akhir dan mengikat.
Segala biaya yang timbul untuk penyelesaian perselisihan tersebut pada ayat (2) Pasal ini akan ditanggung oleh Para Pihak.
Pasal 13
Amandemen
Setiap perubahan yang menyangkut ketentuan yang telah ditetapkan dalam kesepahaman ini harus terlebih dahulu disepakati oleh Para Pihak dan dinyatakan dalam suatu amandemen yang menjadi lampiran dari Perjanjian Kerjasama ini dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
Pasal 14
Penutup
Perjanjian kerjasama ini ditandatangani oleh Para Pihak pada hari dan tanggal tersebut di atas, rangkap 3 (tiga), dan bermaterai cukup, serta mempunyai kekuatan hukum yang sama untuk kepentingan Para Pihak dan Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung.
Dalam hal Perjanjian Kerjasama ini berakhir sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8, maka segala sesuatu yang terkait dengan kelanjutan Perjanjian Kerjasama ini akan diatur kemudian oleh Para Pihak.
Demikian Perjanjian Kerjasama ini dibuat dan disetujui oleh Para Pihak untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya dengan itikad baik dan untuk memberikan upaya yang terbaik secara profesional demi tercapainya tujuan pembuatan Perjanjian Kerjasama ini.
Pihak Kedua |
Pihak Pertama
|
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Xxxxxxxx Xxxxxx
drg Xxxxxxxxx, M.Kes
|
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
xx Xx Xxxxx Xxxxxxxxx MARS |
NIP.19601118 198701 2 001 |
NIP. 19600715 198803 2 005
|
11