RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 63/PUU-XIX/2021
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 63/PUU-XIX/2021
“Perlindungan terhadap Hak Cipta (Hak Ekonomi) Produser atas Fonogramnya”
I. PEMOHON
PT Musica Studios (dalam hal ini diwakili oleh Xxxxxxxx Xxxxxxxx selaku Direktur)
Kuasa Pemohon:
Xxxx. Xx. Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.M., dkk. Selanjutnya disebut Pemohon.
II. OBJEK PERMOHONAN
Pengujian materiil Pasal 18, Pasal 30, Pasal 63 ayat (1) huruf b, dan Pasal 122 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU 28/2014) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang- Undang adalah:
1. Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, ... dst”.
2. Bahwa Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;”.
3. Bahwa lebih lanjut, Pasal 29 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi sebagai berikut:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;”
4. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, oleh karena permohonan Pemohon a quo adalah permohonan pengujian konstitusionalitas UU Hak Cipta terhadap UUD 1945, dengan demikian Pemohon berpandangan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus Permohonan a quo.
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON
1. Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU MK menyatakan, “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewajiban konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.”
2. Bahwa Pemohon adalah badan hukum sebuah badan hukum berbentuk perseroan terbatas dengan nama PT Metropolitan Studios. Berdasarkan Anggaran Dasar Pemohon, Direktur Perseroan berwenang dan berhak mewakili serta bertindak untuk dan atas nama Pemohon untuk mengajukan Permohonan a quo.
3. Bahwa sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007, serta putusan-putusan selanjutnya, Mahkamah Konstitusi berpendirian bahwa terkait kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu sebagai berikut:
a. danya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
4. Bahwa Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 18, Pasal 30, Pasal 63 ayat (1) huruf b, dan Pasal 122 UU 28/2014. Pemohon sebagai Produser/Produser Rekaman. Pemohon dalam melaksanakan bisnis usahanya membuat/memproduksi Fonogram, selalu didahului dengan membuat perjanjian terlebih dahulu dengan Pencipta, dimana perjanjian tersebut berisi tentang pengalihan Hak Cipta atas suatu Ciptaan “lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks” dari Pencipta kepada Pemohon yang umumnya dilakukan dengan sistem flat pay sempurna atau jual putus, yaitu Pemohon membayar di muka berupa sejumlah uang kepada Pencipta sesuai dengan nilai yang disepakati bersama, dan Pencipta mengalihkan Hak Cipta atas suatu Ciptaan “lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks” kepada Pemohon untuk selama-lamanya.
5. Bahwa sebelum berlakunya UU 28/2014, jika Pemohon dengan Pencipta mengikatkan diri dalam suatu “perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu” atau di dalam praktik dikenal sebagai ‘sistem flat pay sempurna atau jual putus’, maka Hak Cipta atas suatu Ciptaan ‘lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks’ yang diperjanjikan oleh para pihak tersebut, dialihkan kepemilikannya dari Pencipta kepada Pemohon, sehingga dengan demikian Hak Cipta tersebut menjadi Hak Milik Pemohon untuk selama-lamanya (tanpa batas waktu).
6. Bahwa setelah terbit UU 28/2014, dimana Pasal 18 dari undang-undang tersebut berbunyi “Ciptaan buku, dan/atau semua hasil Karya tulis lainnya, lagu
dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, Hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.”, Pemohon telah kehilangan hak konstitusionalnya hingga mengakibatkan kerugian, karena keberlakuan pasal tersebut merampas hak konstitusional Pemohon untuk bisa mempunyai Hak Milik (yaitu berupa Hak Cipta atas suatu Ciptaan ‘lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks’).
7. Dengan berlakunya Pasal 30 UU 28/2014, Pemohon telah kehilangan hak konstitusionalnya hingga mengakibatkan kerugian, karena keberlakuan pasal tersebut merampas hak konstitusional Pemohon untuk bisa mempunyai Hak Milik (yaitu berupa Hak Ekonomi atas suatu ‘Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik’) sebagaimana dilindungi oleh Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945;
8. Dari ketentuan Pasal 63 ayat (1) huruf (b) UU 28/2014 tersebut dapat dipahami bahwa Pemohon mempunyai hak untuk mengeksploitasi Fonogramnya tanpa batas waktu; dan selama 50 (lima puluh) tahun sejak Fonogramnya lahir, UU 28/2014 melarang pihak-pihak lain untuk mengeksploitasi Fonogram tersebut tanpa seizin dari Pemohon;
9. Keberlakuan ketentuan Pasal 122 UU 28/2014 mengakibatkan Hak Milik Pemohon (yaitu berupa Hak Cipta atas suatu Ciptaan ‘lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks’) yang telah dimiliki oleh Pemohon berdasarkan perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu yang dibuat sebelum UU 28/2014 ini berlaku, dipaksa untuk dikembalikan kepada Pencipta, sehingga jaminan bagi Pemohon untuk dapat mempertahankan Hak Miliknya sebagaimana dilindungi oleh Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945 menjadi terampas;
10. Bahwa adanya ketentuan untuk mengembalikan Hak Cipta kepada Pencipta pada saat perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun, mengakibatkan Pemohon hanya diposisikan seakan-akan sebagai penyewa, dimana sebagai penyewa, Pemohon diwajibkan untuk mengembalikan barang yang disewanya setelah jangka waktu yang ditentukan oleh undang-undang terpenuhi. Padahal senyatanya Pemohon memperoleh Hak Cipta tersebut melalui cara yang sah
dengan membuat perjanjian pengalihan hak dengan Pencipta, dan berdasarkan perjanjian tersebut Pencipta sendiri sudah bersepakat untuk mengalihkan Hak Ciptanya kepada Pemohon untuk selama-lamanya, dimana dalam Hukum Perikatan terdapat asas pacta sunt servanda berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”, yang berarti bahwa perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku mengikat layaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
11. Bahwa International Federation of the Phonographic Industry (IFPI) sebagai sebuah organisasi nirlaba di Italia dan bekerja di bidang industri rekaman dunia telah mengeluarkan data pada bulan Juni 2018, yang menerangkan bahwa setidaknya sudah ada 66 (enam puluh enam) negara di dunia yang telah memberikan perlindungan terhadap Hak Ekonomi Produser atas Fonogramnya dengan jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun atau lebih sejak Fonogram difiksasi.
12. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, Pemohon sebagai badan hukum yang memiliki kerugian konstitusional, Pemohon telah memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) dan memiliki kepentingan untuk mengajukan permohonan a quo.
V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945
A. Pengujian Materiil UU 28/2014
1. Pasal 18
Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, Hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
2. Pasal 30
Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, kepemilikan hak ekonominya beralih kembali kepada Pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
3. Pasal 63 ayat (1) huruf b
Pelindungan hak ekonomi bagi: Produser Fonogram, berlaku selama 50 tahun sejak Fonogramnya diliksasi;
4. Pasal 122
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, perjanjian atas Ciptaan buku dan/ atau hasil karya tulis lainnya serta lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu yang telah dibuat sebelum berlakunya Undang-Undang ini dikembalikan kepada Pencipta dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perjanjian jual putus yang pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini telah mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun dikembalikan Hak Ciptanya kepada Pencipta 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang- Undang ini;
b. Perjanjian jual putus yang pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini belum mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun dikembalikan Hak Ciptanya kepada Pencipta setelah mencapai 25 (dua puluh lima) tahun sejak ditanda tanganinya perjanjian jual putus dimaksud ditambah 2 (dua) tahun.
B. Norma UUD 1945
1. Pasal 28D ayat (1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
2. Pasal 28H ayat (4)
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
3. Pasal 28I ayat (2)
Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
VI. ALASAN PERMOHONAN
1. Bahwa Hak Cipta termasuk dalam Hak atas Kekayaan Intelektual/HaKI (Intellectual Property Rights) merupakan benda tidak berwujud (intangible property), dimana hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 16 ayat (1) UU 28/2014;
2. Bahwa Hak Cipta sebagai Hak Milik yang dimaksud di dalam UU 28/2014 terdiri atas Hak Moral dan Hak Ekonomi (vide Pasal 4 UU 28/2014). Berbeda dengan Hak Moral yang tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, Hak Ekonomi atas suatu Ciptaan sebagai benda bergerak tidak berwujud (intangible property) dapat beralih atau dialihkan selama Pencipta masih hidup, salah satu caranya adalah melalui perjanjian jual beli;
3. Bahwa dalam praktik industri musik, untuk dapat menghasilkan sebuah lagu - baik dalam bentuk fisik (kaset, cd, dan lain-lain) maupun bentuk digital- yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas, pada umumnya Pencipta mengalihkan Hak Cipta atas Ciptaannya berupa ‘lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks’ dengan cara dijual kepada Produser untuk dilakukan perekaman terhadap Ciptaannya tersebut menjadi sebuah Fonogram;
4. Bahwa jual beli Hak Cipta yang dilakukan oleh Pencipta dengan Produser, biasanya dilakukan dengan sistem flat pay sempurna atau jual putus dan umumnya dituangkan dalam suatu ‘perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu’, yang tentunya merupakan pemilihan sistem jual-beli yang disepakati bersama oleh para pihak berdasarkan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) sebagaimana Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata;
5. Bahwa ketentuan Pasal 18 UU Hak Cipta merugikan serta menghilangkan hak konstitusional Pemohon, karena keberlakuan pasal tersebut merampas hak konstitusional Pemohon untuk bisa mempunyai Hak Milik, yang dalam hal ini Hak Milik berupa Hak Cipta atas suatu Ciptaan.
6. Bahwa kerugian yang nyata telah dialami oleh Pemohon akibat berlakunya ketentuan Pasal 122 UU 28/2014. Dalam perjanjian jual beli Hak Cipta antara
Pemohon dengan seorang Pencipta bernama Xxxx Xxxx yang dituangkan dalam sebuah perjanjian tertulis tertanggal 8 Mei 1995 menggunakan sistem flat pay sempurna atau jual putus. Pemohon menjadi kehilangan haknya atas Hak Cipta dari lagu-lagu ciptaan Xxxx Xxxx setelah Perjanjian Pengalihan Hak Cipta tersebut telah mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun (8 Mei 2020);
7. Bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 122 UU 28/2014, Pemohon terpaksa harus mengembalikan Hak Cipta kepada Xxxx Xxxx, padahal Hak Cipta tersebut sebenarnya adalah milik Pemohon sendiri karena Xxxx Xxxx selaku Pencipta telah menyerahkan Hak Ciptanya kepada Pemohon berdasarkan Perjanjian Pengalihan Hak Cipta untuk selama-lamanya/tanpa batas waktu.
8. Bahwa selain terdiri dari unsur Ciptaan ‘lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks’, suatu Fonogram juga terdiri dari unsur-unsur lain seperti suara musik dari pemain musik dan suara vokal dari satu orang maupun lebih penyanyi, yang dalam UU 28/2014 disebut dengan ‘Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik’ dan tidak dapat dipisahkan dengan Fonogram itu sendiri. Hak Ekonomi dari Karya Pelaku Pertunjukan tersebut pada dasarnya telah beralih dan telah menjadi Hak Milik dari Pemohon, dimana pada umumnya peralihan tersebut terjadi melalui perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu yang dibuat dan ditandangani antara Pemohon dengan Pelaku Pertunjukan;
9. Bahwa ketentuan Pasal 30 UU 28/2014 telah menghilangkan hak konstitusional Pemohon untuk bisa mempunyai Hak Milik berupa Hak Ekonomi atas suatu ‘Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik’. Pemohon tidak lagi mempunyai kesempatan untuk bisa mempunyai Hak Milik berupa Hak Ekonomi atas suatu ‘Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik’, karena dalam pasal tersebut diatur bahwa: Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual Hak Ekonominya, kepemilikan Hak Ekonominya beralih kembali kepada Pelaku Pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun;
10. Bahwa dikaitkan juga dengan Pasal 63 ayat (1) huruf (b) UU 28/2014, dengan berlakunya Pasal 30 UU 28/2014 mengakibatkan adanya dua ketentuan hukum
yang saling bertentangan satu sama lain di dalam satu undang-undang yang sama, sehingga timbul ketidakpastian hukum, di satu sisi UU 28/2014 memberikan perlindungan Hak Ekonomi kepada Pemohon atas Fonogram yang dihasilkannya untuk jangka waktu 50 (lima puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada Pasal 63 ayat (1) huruf (b) UU 28/2014, tetapi di sisi lain UU Hak Cipta justru menghalangi perlindungan Hak Ekonomi Pemohon karena membuat Pemohon tidak dapat lagi mengelola dan mengeksploitasi Fonogramnya akibat dari Hak Ekonomi atas ‘Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik’ yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Fonogram tersebut harus dikembalikan kepada Pelaku Pertunjukan setelah perjanjian antara Produser dengan Pelaku Pertunjukan mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun sebagaimana diatur di dalam Pasal 30 UU 28/2014.
VII. PETITUM
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 18 dan Pasal 122 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; atau setidak- tidaknya frasa ‘lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks’ dalam Pasal 18 dan Pasal 122 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Menyatakan Pasal 63 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “selama 70 (tujuh puluh) tahun”, sehingga Pasal 63 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) selengkapnya berbunyi: “Perlindungan Hak Ekonomi bagi: Produser fonogram, berlaku selama 70 (tujuh puluh) tahun sejak fonogramnya difiksasi;”;
5. Menyatakan Pasal 18 dan Pasal 122 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) dihapus; atau setidak-tidaknya frasa ‘lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks’ dalam Pasal 18 dan Pasal 122 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) dihapus, sehingga selengkapnya Pasal 18 dan Pasal 122 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) menjadi berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599):
“Ciptaan buku, dan/atau semua hasil Karya tulis lainnya, yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, Hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.”
Pasal 122 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599):
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, perjanjian atas Ciptaan buku dan/atau hasil Karya tulis lainnya yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu yang telah dibuat sebelum berlakunya Undang-Undang ini dikembalikan kepada Pencipta dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perjanjian jual putus yang pada saat diberlakukannya Undang- Undang ini telah mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun dikembalikan Hak Ciptanya kepada Pencipta 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini;
b. Perjanjian jual putus yang pada saat diberlakukannya Undang- Undang ini belum mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun dikembalikan Hak Ciptanya kepada Pencipta setelah mencapai 25 (dua puluh lima) tahun sejak ditanda tanganinya perjanjian jual putus dimaksud ditambah 2 (dua) tahun.”
6. Menyatakan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) dihapus.
7. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Atau apabila Xxxx Xxxxx Ketua Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).