PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA) TESIS
KEABSAHAN PERJANJIAN PINJAM-PAKAI ATAS BENDA YANG DIJAMINKAN PADA BAITUL MAAL WATAMWIL PROJO ARTHA SEJAHTERA
(PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA) TESIS
OLEH:
Nama Mhs. : XXX XXXXX
No. Induk Mhs. 21921070
PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM MAGISTER FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2024
Motto:
مْ ك
بجَتس
َأ ى
نِ وع
دْ ٱ
“BERDOALAH KEPADA-KU, NISCAYA AKAN AKU PERKENANKAN BAGIMU”
(Q.S. Al-Mu’min Ayat (60))
ارس
ُي رِ س
ُعلْ ا عم ن
“SESUNGGUHNYA SESUDAH KESULITAN ITU ADA KEMUDAHAN”
(Q.S. Al-Insyirah Ayat (6))
Persembahan:
Ayahanda Ibunda,
Bapak X. Xxxxxxx dan Ibu Xx. Xxxx Xxxxxxxxx,
Xxxxxx Xxxxx,
Simbah Rohmi Miyati, Simbah Xx. Xxxxx,
Kakak,
Xxxxxxxxx, X.Xx. Keb., S.Tr.Keb., Mas Ipar Xxx Xxxxxxx serta keponakan tercinta Xxxxx Xxxxx Mahreen,
Xxxx-adik,
Xxx Xxxxxxx, S.Pd., dan Xxxxxx Xxx Khoirunnisa’,
Dan seluruh keluarga besar Xxxxxx Xxxxx (alm) dan Xxxxxx Xxxxx (alm).
iii
KATA PENGANTAR
مِ يح
رلٱ ن
م´ه ح
رلٱ للَِّ ٰ ه ٱ مِ س
ُهُتاك
رب´ و ن´
للَِّ ٰ ه ٱ ُةم´ ح يمِ ´لاعلْ ا بِ ِّ
ر´ و ر
للَِّ
مْ ك
يْ ´لع´
ُدمْ ح
مُ لَ´ سلٱ لْ ´ا
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan kasih sanyang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Keabsahan Perjanjian Pinjam-pakai Atas Benda yang Dijaminkan pada Baitul Maal wa Tamwil”. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Xxxxxxx Xxxx Xxxxx Xxxxxxxx XXX yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah dan semoga kelak mendapatkan syafaatnya kelak di hari pembalasan. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Kenotariatan Program Magister Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Dalam penulisan tesis ini penulis menyadari bahwa ilmu dan pengetahuan yang dimiliki penulis masih sangat terbatas, maka selaksa terima kasih penulis haturkan dengan pikiran terbuka serta hati yang lapang atas semua pihak yang telah mendukung dan membimbing penulis dalam tercapainya karya penelitian ini dengan harapan agar dapat memberikan substansi pemikiran yang bisa bermanfaat bagi khazanah keilmuan di masyarakat luas, khususnya di bidang hukum kenotariatan.
Penulis juga menyadari, sebagai pembelajar yang masih awam akan keilmuan khsususnya dalam penelitian ini. Selaksa terima kasih dari lubuk hati terdalam ingin penulis sampaikan kepada:
1. Xxxx. Xxxxxx Xxxxx, S.T., Ph. D, selaku Rektor Universitas Islam Indonesia;
2. Xxxx. Xx. Xxxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia;
3. Bapak Dr. Xxxxxxxx, S.H.,M.H. selaku Ketua Program Studi Kenotariatan Program Magister Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia;
4. Bapak Xxx. Xxxx Xxxxxxxx, M.A., M.H., Ph.D., selaku Dosen pembimbing tunggal yang senantiasa membimbing, memberikan masukan dan
iv
mengarahkan dalam penulisan tesis ini dari awal hingga akhir, dengan penuh kesungguhan, kesabaran dan kelapangan hati beliau;
5. Segenap jajaran Dosen Program Studi Kenotariatan Program Magister Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang telah banyak memberikan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan;
6. Bapak dan Ibu Staf Pegawai Program Studi Kenotariatan Program Magister Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang telah sangat membantu kemudahan untuk semua urusan penulis selama mengikuti perkuliahan;
7. Xxxxx Xxxxxxxxxx, X.Xx., selaku ketua Baitul Maal wa Tamwil Projo Xxxxx Xxxxxxxxx yang telah menerima dan mengizinkan penulis untuk melakukukan penelitian, serta mendukung dan membantu penulis dalam penelitian ini;
8. Keluarga tercinta, Xxxxxxxx X. Xxxxxxx, Xxxxxx Xx. Xxxx Xxxxxxxxx, simbah putri tercinta Xxxxx Xxxxxx dan xxxxxx Xxxxx, kakak tercinta Xxxxxxxxx, X.Xx.Xxx., X.Xx.Xxx., adik-adik tercinta Xxx Xxxxxxx, S.Pd. dan Xxxxxx Xxx Xxxxxxxxxxx’, Mas Ipar Xxx Xxxxxxx dan Keponakan tercinta Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx;
9. Rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Kenotariatan Program Magister Angkatan 16 yang telah membersamai penulis dalam perjuangan selama masa perkuliahan, khususnya Ibu Xxxx Xxxxxxx, S.H. dan Xxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H. serta mba Xxxxxx Xxx Xxxxxxxxx, S.H., yang selalu saling membantu, memberi saran, bersama-sama melewati masa susah dan senang, saling support untuk tetap positif thingking, selalu memberikan pengetahuan dan pengalaman yang luar biasa, terimakasih banyak.
10. Semua pihak yang telah mendukung penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
v
Akhir kata, besar harapan penulis semoga tulisan ini dapat berguna dan bermafaat bagi pembaca dan menjadi salah satu bentuk kontribusi akademik sebagai bahan referensi di bidang hukum kenotariatan serta spirit dalam penulisan tesis ini dapat diambil hikmahnya sebagai batu loncatan ke depan.
ُهُتاك
ربَ و
هالل ُةمَ حرو
مْ ك
يْ َلع
مُ َلاس
لاو
Yogyakarta, 06 Desember 2023 Penulis
Xxx Xxxxx, S.H.
vi
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPASTIAN HUKUM, PERJANJIAN, HYBRID CONTRACT, AKAD MURABAHAH, JAMINAN KEBENDAAN, GADAI, RAHN DAN RAHN TASJILY
vii
1. Pengertian Hybrid Contract 34
2. Rukun dan Syarat Hybrid Contract 35
3. Macam-macam Inovasi Produk Hybrid Contract 36
2. Hak dan Kewajiban dalam Pinjam Pakai 39
3. Xxxxx dan Syarat ‘Ariyah 43
3. Rukun dan Syarat Pembiayaan Murabahah 49
4. Tujuan Pembiayaan Murabahah 50
X. Xxxxx sebagai Lembaga Jaminan 55
5. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Pemegang Gadai 65
I. Ar-Rahn sebagai Lembaga Jaminan 71
BAB III KEABSAHAN PERJANJIAN PINJAM-PAKAI ATAS BENDA
viii
YANG DIJAMINKAN PADA BAITUL MAAL WA TAMWIL
X. Xxxxxxan Umum Perjanjian Pinjam-Pakai Atas Benda yang Dijaminkan pada Baitul Maal wa Tamwil 81
1. Keabsahan Perjanjian Pinjam-Pakai Benda Jaminan pada
2. Perlindungan Hukum Terhadap Baitul Maal wa Tamwil
ApabilaTerjadi Kerusakan Atas Benda yang Dijaminkan 98
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 110
B. Saran 110
DAFTAR PUSTAKA 112
LAMPIRAN 118
ix
Perjanjian pinjam-pakai dengan objek perjanjiannya adalah benda jaminan gadai, yang dilakukan oleh BMT PAS sebagai pihak penerima gadai sekaligus pihak yang meminjamkan benda jaminan gadai dengan MT yang berkedudukan sebagai pihak pemberi gadai dan pihak yang menerima pinjaman benda gadai, menimbulkan dua pertanyaan yaitu bagaimana keabsahan perjanjian pinjam-pakai benda jaminan gadai dan bagaimana perlindungan hukum terhadap BMT PAS apabila benda yang dipinjamkan rusak atau hilang. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan penelitian yaitu pendekatan konseptual yang hasilnya dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini mengenai keabsahan perjanjian pinjam-pakai terdapat dua pendapat hukum yaitu: pertama, bahwa perjanjian pinjam-pakai tersebut adalah perjanjian yang dibuat secara sah, pendapat tersebut berdasarkan pendapat Ulama Xxxxxxxxxx, Ulama Syafi’iyyah dan Ulama, sedangkan pendapat yang kedua berasal dari Ulama Malikiyyah yang selaras dengan KUHPerdata, pemberi gadai sama sekali tidak boleh memanfaatkan benda gadai, dan perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat subjektif pada unsur kewenangan dan syarat objektif pada unsur objek perjanjian, sehingga perjanjian pinjam- pakai tersebut tidak sah. Perlindungan hukum bagi BMT PAS juga menghasilkan dua pendapat, yaitu menurut pendapat ketiga Ulama dan menurut KUHPerdata.
Kata kunci: Xxxxx Xxxxx, Perjanjian, Pinjam-pakai
Abstract
A loan-to-use agreement with the object of the agreement being a pledged collateral object, which is carried out by BMT PAS as the party receiving the pledge as well as the party lending the pledged collateral object with MT acting as the party giving the pledge and the party receiving the loan of the pledged object, raises two questions , namely how valid it is. Loan-to-use agreement for collateral objects and how the legal protection is for BMT PAS if the object lent is damaged or lost. This research is normative juridical research using a research approach., namely a conceptual approach whose results are analyzed using descriptive analysis. The results of this research regarding the validity of the loan-to-use agreement are two legal opinions, namely: first, that the loan-to-use agreement is an agreement made legally, this opinion is based on the opinion of Xxxxxxxxxx Xxxxx, Syafi’iyyah Ulama and Xxxxxxxxxx Xxxxx, while the second opinion comes from Xxxxxxxxxx xxxxxxxx are in line with the civil code, the pledgor may not use the pawned object at all, and the agreement does not meet the subjective requirements for the authority element and the objective requirements for the object element of the agreement, so that the loan-to-use agreement is invalid. Legal protection for BMT PAS also produces two opinions, namely according to the opinion of the three Ulama and according to the civil code.
Keynote: Pawn objects, Agreements, Borrow and Use
x
PENDAHULUAN
X. Xxxxx Belakang Masalah
Aktivitas yang tidak kalah pentingnya dalam manajemen dana BMT (Baitul Maal wa Tamwil) adalah pelemparan dana atau pembiayaan yang sering juga disebut dengan lending-financing. Pembiayaan sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama BMT, karena berhubungan dengan rencana memperoleh pendapatan.1 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud denganpembiayaan adalah:
“Penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil.”
Berdasarkan Pasal 15 ayat (26) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan SektorKeuangan, yang dimaksud dengan pembiayaan adalah:
“Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan ituberdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau yang diberi ffasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil, yang meliputi transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam dan transaksi sewa menyewa jasa sesuai dengan prinsip syariah.”
1 Xxxxxxxx Xxxxxx, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm.163.
1
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dalam usahanya untuk memperolehpendapatan yang sebesar-besarnya, maka melakukan beberapa macam pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, dimana kegiatan yang dilakukan oleh BMT dapat berupa pembiayaan bagi hasil dan jasa pengelolaan. BMT dalam melakukan kegiatannya secara maksimal, maka harus memperhatikan tiga aspek, yaitu; (1) Aman, (2) Lancar, (3) Menguntungkan.2
Menurut pemanfaatannya, pembiayaan BMT dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja,pembiayaan investasi merupakan pembiayaan yang digunakan untuk pemenuhan barang-barang permodalan (capital goods) serta fasilitas- fasilitas lain yang erat hubungannya dengan hal tersebut. Sedangkan pembiayaan modal kerja merupakan pembiayaan yang ditujukan untuk pemenuhan, peningkatan produksi, dalam artian yang luas dan menyangkutsemua sektor ekonomi.3
BMT dalam mengalokasikan pembiayaan dalam bentuk pembiayaan investasi, maka terdapat dua faktor yang perlu diperhatikan adalah apakah pembiayaan tersebut dimaksudkan untk ready stock atau goods in process. Pembiayaan investasi yang dimaksudkan untuk ready stock, selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah barang tersebut merupakan barang yang dikenai bea pajak (tax issues) atau tidak. Jika ya, maka pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT).
2 Ibid, hlm. 164.
Transaksi pembiayaan murabahah merupakan salah satu pembiayaan LKI (Lembaga Keuangan Islam) yang banyak dipakai diberbagai negara yang telah membuka layanan perbankan Islam dan dapat dikatakan pula sebagai pembiayaan yang banyak diminati oleh nasabah,3 hal serupa terjadi pula pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Projo Artha Sejahtera, yang berlokasi di Kabupaten Bantul, dimana pembiayaan dengan menggunakan akad atau perjanjian murabahah menjadi salah satu pembiayaan yang diminati oleh para anggotanya.
Menurut Xxxxxx Xxxxx dalam Fiqh Sunnah sebagaiman dikutip oleh Xxxxx Xxxxxxxxx, definisi murabahah adalah penjualan dengan harga pembelian barang berikut untungnya yang diketahui4 oleh pihak yang meminta pembiayaan. Penjualan barang kepada anggota dilakukan atas dasar cost plus profit. Pembelian barang murabahah bisa melalui pesanan ataupun tanpa pesanan dan juga mewakilkan (wakalah).5
Para pihak yang melakukan jual beli dalam bentuk pembiayaan murabahah terdapat sebutan tersendiri, menurut Xxxxxxxx Xxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxx yaitu adanya Ba’i atau penjual yaitu pihak yang memiliki
3 Xxxxx Xxxxxxxxx, BMT Menuju Koperasi Modern Panduan untuk Pemilik, Pengelola dan Pemerhati Baitul Maal wa Tamwil dalam Format Koperasi (Yogyakarta: ISES Publish PT. ISES Consulting Indonesia, 2008), hlm. 151.
4 Xxxxx Xxxxxxxxx, Aspek Legal Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta: Safiria Insania Press,2009), hlm. 92.
5 Unggul Priyadi, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Banten: Universitas Terbuka, 2019), hlm.5.19.
barang, dan Musytari atau pembeli yaitu pihak yang akan membeli barang. Berdasarkan pendapat tersebut, maka BMT dalam pembiayaan murabahah berkedudukan sebagai Ba’i dan anggota disebut sebagai musytari.
Murabahah adalah akad/kontrak/perjanjian/transaksi berbasis jual- beli (sale based contract) dan bukannya transaksi berbasis utang- piutang uang (loan-based contract).6 Pelaksanaan perxxxxxxx (akad) dalam praktik perbankan syariah juga diperlukan jaminan, hal tersebut berlaku pula bagi BMT dalam melakukan perjanjian (akad) kepada anggota yang meminta pembiayaan. Dasar hukum dibenarkannya menerapkan jaminan dalam setiap transaksi dalam operasionalisasi perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya terdapat dalam Q.S. al-Baqarah ayat 283, yaitu:7
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang), akantetapi jika Sebagian kamu mempercayai Sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yangberdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Perjanjian jaminan dalam hukum perdata adalah perjanjian
6 Xxxxxx Xxxxxx, Pembiayaan Murabahah Esensi, Aplikasi, Akuntansi, Permasalahn & Solusi (Yogyakarta: UII Press, 2017), hlm. 48.
7 Prihati Yuniarlin dan Xxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Hukum Jaminan dalam Praktik Perbankan Syariah (Yogyakarta: Lab Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2009), hlm. 4.
tambahan(acessoir) terhadap perjanjian utang-piutang atau kredit atau dalam praktik perbankan syariah dikenal dengan pembiayaan,8 penerapan jaminan pada setiap pembiayaan yang berguna bagi BMT dan lembaga keuangan lainnya dari segi keamanaan dana yang telah dikeluarkan, jaminan tersebut juga dapat diartikan bahwa pihak yang meminta pembiayaan mampu dan bersungguh-sungguh melunasi kewajiban-kewajibannya terhadap pembiayaan yang telah diterimanya. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan benda bergerak atau tidak bergerak.
Perjanjian jaminan merupakan perjanjian tambahan dari suatu pembiayaan yang merupakan perjanjian pokok, sehingga dapat diartikan bahwa tidak mungkin ada perjanjian tambahan apabila tidak ada perjanjian pokoknya terlebih dahulu. Perjanjian atau akad pembiayaan murabahah pada BMT Projo Xxxxx Xxxxxxxxx merupakan perjanjian pokok yang kemudian timbul perjanjian baru yang berupa perjanjian tambahan (jaminan).
Praktik akad atau perjanjian pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Projo Artha Sejahtera dengan anggota BMT yang meminta pembiayaan melahirkan tiga macam perjanjian. Tiga macam perjanjian tersebut, yaitu (1) perjanjian pokok berupa akad atau perjanjian pembiayaan murabahah, (2)
8 Ibid, hlm. 5.
perjanjian jaminan atau perjanjian tambahan berupa penyerahan barang atau benda jaminan, (3) perjanjian pinjam-pakai barang atau benda yang dijaminkan.
Ketiga perjanjian yang dilakukan oleh BMT dengan anggota yaitu berawal dari anggota yang meminta pembiayaan dengan menggunakan akadmurabahah sebagai perjanjian pokonya, dimana BMT sebagai ba’i dan anggota sebagai musytari. Anggota atau xxxxxxxxx dalam kasus ini, meminta pembiayaan investasi yaitu merupakan pembiayaan yang digunakan untuk pemenuhan barang-barang permodalan. Barang permodalan yang dibutuhkan oleh musytari adalah berupa beras sebagai barang modal.
Perjanjian yang kedua adalah perjanjian jaminan, dimana perjanjian jaminan tersebut dilakukan setelah ba’i dan musytari sepakat untuk melakukan akad atau perjanjian pembiayaan murabahah. Perjanjian jaminan sebagai pengikat dan sebagai bentuk keyakinan ba’i bahwa pembiayaan yang telah dikeluarkan untuk musytari akan kembali.
Perjanjian jaminan tersebut dalam bentuk penyerahan benda jaminanyang berupa sebuah kendaraan roda dua yaitu motor beserta surat-suratnya (STNK dan BPKB). Namun, di dalam perjanjian jaminan tersebut tidak dikatakan dengan jelas apakah perjanjian jaminan tersebut merupakan perjanjian gadai /rahn ataukah perjanjian jaminan
fidusia, mengingat bahwabenda bergerak dalam hal ini motor dapat dibebani dengan jaminan gadai/ rahn atau dibebani dengan jaminan fidusia. Tidak dibebaninya benda jaminan tersebut dengan jaminan fidusia dibuktikan dengan adanya sebuah surat pernyataan bahwa musytari keberatan untuk melakukan perikatan fidusia. Berdasarkan hal tersebut dan adanya kegiatan penyerahan benda jaminan yaitu motor oleh musytari kepada ba’i maka dapat dikatan bahwa benda jaminan tersebut digolongkan pada benda jaminan yang dibebani dengan jaminan gadai atau rahn.
Perjanjian yang ketiga, yang dilakukan oleh ba’i dan musytari adalah perjanjian pinjam pakai benda jaminan, yang mana benda jaminan berupa motor yang telah diserahkan wujud benda dan sebuah suratnya yaitu STNK dipinjam oleh musytari. Perjanjian pinjam pakai ini, ba’i sebagai pihak yang meinjamkan dan musytari sebagai pihak peminjam. Padahal, benda jaminan tersebut termasuk ke dalam benda jaminan yang dibebani dengan gadai atau rahn, dimana berdasarkan Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata berbunyi “Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, atau punyang kembali atas kemauan si berpiutang.”
Berdasarkan uraian di atas, maka timbullah pertanyaan bagaimana keabsahan akad atau perjanjian pinjam pakai benda jaminan gadai/rahn tersebut, dan bagaimana perlindungan hukum terhadap BMT atas benda jaminan yang dipinjamkan apabila benda jaminan tersebut rusak atau
hilangselama dipinjam oleh musytari. Maka judul dalam penelitian ini adalah “KEABSAHAN PERJANJIAN PINJAM-PAKAI ATAS BENDA YANG DIJAMINKAN PADA BAITUL MAAL WA TAMWIL PROJO ARTHA SEJAHTERA (PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keabsahan perjanjian pinjam-pakai benda jaminan pada Baitul Maal wa Tamwil Projo Xxxxx Xxxxxxxxx?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Baitul Maal wa Tamwil Projo Xxxxx Xxxxxxxxx ketika terjadi kerusakan terhadap benda yang dipinjamkan?
C. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis keabsahan dari perjanjian pinjam-pakai barang jaminan.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis perlindungan hukum terhadap Baitul Maal wa Tamwil apabila terdapat kerusakan atas benda yang dipinjamkan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang berjudul Keabsahan Perjanjian Pinjam-pakai Atas Benda yang Dijaminkan pada Baitul Maal wa Tamwil, diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak, yaitu:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dalam keilmuan hukum dibidang hukum perdata, terkhusus mengenai perjanjian pinjam- pakai dan perlindungan hukum bagi para pihak dalam melaksanakan perjanjian pinjam-pakai tersebut.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis ini ditujukan kepada pihak-pihak terkait agar menikmati manfaat dari hasil penelitian ini, yaitu:
a. Praktisi dan Penegak Hukum
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan problem solving, ide maupun acuan bagi penegak hukum atau praktisi dalam menjalankan fungsi dan tugasnya apabila menangani permasalahan yang sama dengan penelitian ini.
b. Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan edukasi bagi masyarakat luas mengenai hak-haknya apabila terjadi perselisihan dalam perjanjian pinjam-pakai yang telah disepakati.
E. Orisinalitas Penelitian
Penelitian ini berkaitan dengan hasil tinjauan hukum syariah dan KUH Perdata terhadap pemanfaatan barang jaminan dari akad rahn atau jaminan gadai. Berikut adalah hasil penelitian-penelitian terdahulu:
No. | Nama Peneliti, Judul & Tahun Penelitian | Persamaan | Perbedaan | Orisinalitas |
1. | Xxxxx Xxxxx Xxxxxx & Xxxxxx Xxxxxxxxxxx, Pemanfaatan barang gadai dalam perjanjian utang di bawah tangan, 2019 | Membahas tentang Tinjauan Hukum Positif dan Hukum Islam terhadap Pemanfaatan Barang Gadai oleh Murtahin | Penelitian yang dilakukan oleh penulis juga meneliti tentang keabsahan perjanjian pinjam meminjam barang jaminan akadRahn atau gadai | Bagaimana tinjauan hukum positif dan hukum Islam terhadap pemanfaatan barang gadai oleh Xxxxxxxx? |
2. | Xxxx Xxxxxxx & Xxxx Xxxxxxxxxx, Pemanfaatan Barang Gadai Ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia, 2019 | Penelitian ini mengkaji tentang pemanfaan barang gadai yang ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia | Penelitian ini tidak menentukan objek gadai apa yang dimanfaatkan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, objek gadai yang dimanfaatkan adalah berupa benda bergerak | 1. Bagaimana ketentuan gadai menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia? 2. Bagaimana hukum pemanfaatan barang gadai menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia? |
motor dan mobil, yang dimanfaatkan dan dalam penguasaan Rahin | ||||
3. | Xxxxxx Xxxxxxxx, Studi Analisis Pemikiran Xxxx Xxxxx’I tentang Pemanfaatan Barang Gadai (Studi Kasus GadaiTanah Kebun di Desa Kaligono Kaligesing Purworejo), 2021 | Membahas tentang Pemanfaat an Barang Gadai | Objek gadai dalam penelitian ini adalah tanah perkebunan dan juga barang gadai dimanfaatkan oleh Murtahin | Apakah praktek gadai tanah kebun di Desa Kaligono Kaligesing Purworejo sesuai dengan Hukum Islam? |
4. | Xxxxx Xxxxxxxxx dan Khoirun Nasik, Tradisi Penyewaan Mobil Gadai Di Desa Lebbek Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan Dalam Bingkai Fiqih Muamalah, 2022 | Membahas tentang Pemanfaat an Barang Gadai yang berupa benda bergerak (mobil) | Objek gadai dalam penelitian ini adalah tanah perkebunan dan juga barang gadai dimanfaatkan oleh Murtahin | Apakah praktek gadai tanah kebun di Desa Kaligono Kaligesing Purworejo sesuai dengan Hukum Islam? |
Berdasarkan hasil penelusuran dengan penulis-penulis sebelumnya didapati persamaan dan perbedaan yang menjadikan bahwa penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah orisinal. Berikut penjelasannya:
1. Xxxxx Xxxxx Xxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxxxxxx, dengan judul Pemanfaatan Barang Gadai Dalam Perjanjian Hutang Dibawah Tangan. Penelitian ini mengkaji tentang pemanfaatan tanah sawah
oleh murtahin yang merupakan objek jaminan gadai. Salah satu tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti adalah memberikan pencerahan kepada masyarakat Desa Mundu bahwa pemanfaatan barang gadai tanah oleh murtahin dengan maksud untuk mengambil keuntungan merupakan suatu perbuatan yang kurang sesuai dengan ajaran Islam. Sebab, hal tersebut merugikan rahin. Dan hasil dari penelitian ini adalah pihak yang berhak memanfaatkan barang gadai adalah pemberi gadai atau rahin.
2. Xxxx Xxxxxxxx dan Xxxx Xxxxxxxxxx, dalam penelitian mereka yang berjudul Pemanfaatan Barang Gadai ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia. Penelitian ini mengkaji mengenai gadai dan rahn, yang mana keduanya merupakan Lembaga jaminan kebendaan. Meskipun kerap kali dianggap sama, pada faktanya terdapat perbedaan diantara keduanya. Hasil dari penelitian ini, yang menjelaskan bahwa pemanfaatan barang gadai menurut Hukum Islam yang mengacu pada empat madzhab yang diakui, terdapat dua pandangan, padangan pertama berasal dari madzhab Xxxxxx, Xxxxx’X dan Xxxxxi yang menyatakan bahwa barang gadai tetap berada di bawah kekuasaan pemberi gadai begitupun dengan hasil dan manfaatnya, namun penggunaan yang dapat mengakibatkan berkurangnya harga barang gadai maka harus dengan izin pemegang gadai. Sedangkan pandangan kedua berasal dari Xxxxxxxx Xxxxxxx berpendapat sebaliknya. Sedaangkan menurut Hukum Perdata, baik
pemberi gadai maupun pemegang gadai, keduanya tidak berhak atas pemanfaatn barang gadai. Barang yang menjadi objek rahn dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Sedangkan dalam hukum perdata objek gadai hanya berlaku untuk barang bergerak saja.
3. Penelitian mengenai pemanfaatan barang gadai juga dilakukan oleh Xxxxxx Xxxxxxxx dengan judul penelitian Studi Analisis Pemikiran Xxxx Xxxxx’i Tentang Pemanfaatan Barang Gadai (Studi Kasus Gadai Tanah Kebun Desa Kaligono Kaligesing Purworejo). Penelitian ini juga mengkaji tentang pemanfaatan barang gadai yang berupa tanah kebun yang merujuk pada pandangan Xxxx Xxxxx’i. Peneliti melakukan wawancara dengan narasumber yang ada di Desa Kaligono dan setelah dilakukan analisis terhadap hasil wawancara, peneliti berpendapat bahwa masyarakat Desa tersebut beranggapan bahwa pelaksanaan gadai tanah kebun tersebut dengan berbagai peristiwa yang menyertainya telah sesuai dengan prinsip syariah dan tidak ada pihak yang dirugikan dalam akad gadai tersebut. Namun, jika ditinjau dari sudut pandang Xxxx Xxxxx’I maka pemanfaatan marhun oleh murtahin adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan/haram. Hak murtahin terhadap marhun hanya sebatas Manahan dan tidak berhak menggunakan atau mengambil manfaat atau mengambil hasilnya.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Xxxxx Xxxxxxxxx dan Khoirun Nasik
yang berjudul Tradisi Penyewaan Mobil Gadai Di Desa Lebbek Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan Dalam Bingkai Fiqih Muamalah, fokus penelitian tersebut adalah pemanfaatan marhun atau barang gadai dengan cara disewakan kepada pihak ketiga oleh penerima gadai atau murtahin. Hasil penelitian tersebut adalah tidak ada perjanjian antara murtahin dengan rahin yang membolehkan murtahin menyewakan barang gadai kepada pihak ketiga, yang artinya murtahin telah lalai dalam menjaga barang gadai. Ditinjau dari fiqh muamalah penyewaan mobil gadai seperti ini dilarang. Karena murtahin tidak diperbolehkan memanfaatkan mobil gadai atau barang gadai lainnya. Dan penyewaan barang gadai tanpa sepengetahuan rahin berarti murtahin telah menyewakan barang yang bukan kepemilikan penuh miliknya, hal tersebut tidak sesuai denga syarat ijarah yang dapat menimbulkan adanya kesalahpaman antara rahin dengan pihak ketiga.
F. Kerangka Teori
Menurut Xxxxxxxxxx sebagaimana dikutip oleh Xxxxxxxx Xxxxxxx awalmula munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Xxxxx, Xxxxxxxxxxx (murid Xxxxx), dan Xxxx (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang
bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.9
Menurut Xxxxxxxx Xxxxxxx, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan hukum itu diberikan kepada Masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak hanya sekedar adaptif dan fleksibel melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.10
Menurut Xxxxxxxxx M. Xxxxxx sebagaimana dikutip oleh Xxxxx X.X. bahwa secara teoritis bentuk perlindungan hukum dibagi menjadi dua, yaitu:11
a. Perlindungan hukum preventif
9 Xxxxxx Xxxxxxxx Tirtakoesoemah dan Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxxx, “Penerapan Teori PerlindunganHukum Terhadap Hak Cipta Atas Penyiaran”, Jurnal Pena Justisia, Vol. 18, No. 1, 2019, hlm. 4.
10 Xxx Xxx Xxxxxxxxxx, “Eksekusi Kendaraan Bermotor sebagai Jaminan Fidusia yang Berada padaPihak Ketiga”, Jurnal Repertorium, Vo. 11, No. 2, 2015, hlm. 60-77.
11 Xxxxx X.X. & Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxx, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Disertasi dan Tesis (Jakarta: Rajawali Press, 2014), hlm. 262.
Perlindungan hukum preventif yaitu perlindungan hukum yang sifatnya pencegahan. Perlindungan yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang- undangan serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.
b. Perlindungan hukum represif
Perlindungan hukum represif adalah perlindungan hukum yang berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa. Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan pelanggaran.
Istilah “jaminan” merupakan terjemahan dari istilah zakerheid atau cautie, yaitu kemampuan debitor untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditor, yang dilakukan dengan cara menahan bendatertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitor terhadap kreditornya.12 Istilah jaminan berasal dari kata “jamin” yang berarti “tanggung”, sehingga jaminan dapat diartikan juga sebagai
12 Xxxxxx Xxxxx, Hukum Jaminan Keperdataan (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 66.
tanggungan.13 Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mendefinisikan jaminan adalah segala kebendaan milik si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.14
Pasal 1 angka 23 Undang-undang perbankan menyebutkan bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah (debitor) kepadabank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.15 Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik unsur-unsur agunan, yaitu:16
a. Jaminan tambahan
x. Xxserahkan oleh debitor kepada bank
c. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.
Jaminan dalam Hukum Ekonomi Islam dikenal dengan istilah Dhamman. Dhamman artinya adalah jaminan utang, atau dengan kata lain menghadirkan seseorang atau barang ke tempat tertentu untuk dimintapertanggungjawaban atas barang jaminan.17 Dalam kamus istilah fikih,jaminan adalah suatu jenis perjanjian dengan cara memberikan barang yang dijadikan sebagai penguat kepercayaan
13 Xxxxx X. Xxxxxxx, Hukum Bisnis untuk Perusahaan (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm.19.
14 R. Subekti dan X. Xxxxxxxxxxxxx, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Jakarta: PradnyaPeatama, 2008), hlm. 291.
15 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan.
16 X. Xxxxx, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Edisi 1, Cetakan kedelapan (Jakarta: PT.Raja Greafindo Persada, 2014), hlm. 21.
17 Xxxxxx Xxxxxxxxxx dan Xxxxx Xxxx, Op. Cit., hlm. 204.
dalam masalah utang piutang.18
Berbeda dengan pengaturan jaminan dalam hukum positif, menurutpendapat Xxxxxx xx-Zuhayli dalam fiqih mengenai masalah jaminan terdapat/dikenal dua bentuk akad yang bisa menjadi dasar dalam landasan masalah jaminan yaitu akad Kafalah/Dhamman dan akad Xxxx. Keduanya adalah akad al-istitsaq (untuk menimbulkan kepercayaan).19 Pengertian jaminan tersebut menunjukkan bahwa jaminan diberikan untuk melindungi kepentingan kreditor, yaitu untuk memperkecil risiko jika seandainya debitor tidak mampu menyelesaikan semua kewajiban yang timbul dari utang atau kredit yang telah dikeluarkannya.20
Menurut Xxxxx, X.X. terdapat 5 (lima) asas penting dalam hukum jaminan, sebagaimana dipaparkan berikut ini:21
a. Asas publiitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di
18 X. Xxxxx Xxxxxxx, Kamus Istilah Fiqih (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 132.
19 Bagya Xxxxx Xxxxxxx, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah
(Yogyakarta: UII Press, 2012), hlm. 78.
20 Xxxxxxxx Xxxxx, Penyelesaian Sengketa Kredit Macet (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), hlm.67.
21 Xxxxx X.X., Op. Cit., hlm. 9-10.
Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (sekarang Kementerian Hukum dan HAM), sedangkan pendaftaran Hipotek kapal laut dilakukan di depan Pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu Syahbadar.
b. Asas Specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas pecil atau atas barang- barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu.
c. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas yang dpat dibaginya utang tidakdapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hak hipotek dan gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagaian.
d. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada padapenerima gadai.
e. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain berdasarkan hak pakai.
Kedudukan bank yang memperoleh dukungan akan menjadi lebih kokoh dibandingkan jika tidak memiliki pendukung. Bank atau lembaga keuangan non-bank yang hanya mendasarkan haknya kepada perjanjian utang piutang atau perjanjian pembiayaan (perjanjian
pokok) saja, hanya akan memiliki hak yang bersifat relatif, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang yang terikat dalam perjanjian itu saja.22 Fungsi jaminan adalah untuk:23
a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut jika debitor wanprestasi dengan tidak melunasi utangnya pada waktu yang telah ditentukan
b. Menjamin agar nasabah atau debitor berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga mencegah kemungkinan meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri atau perusahaannya
c. Memberi dorongan kepada debitor untuk memenuhi perjanjian kredit (utang).
G. Metode Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Dima na penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder berkala.24
22 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama) (Yogyakarta: UII Press, 2013), hlm. 8-9.
23 Xxxxxx Xxxxxxx, Dasar-dasar Perkreditan, Edisi Keempat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1995), hlm. 88.
24 Xxxxxxx Xxxxxxxx & Xxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ketiga belas (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), hlm. 12.
Objek dalam penelitian ini adalah BMT Projo Artha Sejahtera yangberlokasi di Jl. Kh. MAS Mansyur, Bejen, Bantul, Kec. Bantul, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah Ketua BMT Projo Xxxxx Xxxxxxxxx.
Penelitian mengenai keabsahan akad pinjam-meminjam atas barangyang dijaminkan dengan jaminan gadai menurut KUHPerdata atau rahn menurut hukum Islam, dan menurut Pasal 1152 ayat (2) dan (3) KUH Perdata serta Fatwa DSN-MUI Nomor 25 Tahun 2002 tentang Rahn.
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan datakepada pengumpul data, yaitu melalui observasi dan wawancara. Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepadapengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.25
a. Bahan hukum primer, terdiri dari:
1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata
2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
3) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
25 Xxxxxxxx, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Cetakan ketujuh belas (Bandung:CV ALFABETA, 2012), hlm. 225.
4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.
5) Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor 25Tahun 2002 tentang Rahn
x. Xxxxx hukum sekunder, terdiri dari:
buku-buku, jurnal, makalah, ataupun surat kabar serta hasil seminar, yang memiliki hubungan dengan topik yang dibahas dalam penelitian ini.
x. Xxxxx hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang meliputi:37
1) Kamus hukum
2) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
3) Ensiklopedia, dan lain sebagainya.
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah menggunakan melalui observasi, wawancara terstruktur (structured interview). dan dokumen. Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan,26 dimana melalui observasi maka peneliti akan
26 Ibid, hlm. 226.
mendapatkan fakta tentang objek penelitian. Wawancara terstruktur ialah pengumpul data telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya.27 Dokumen merupakan cacatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berupa tulisan, gambar, atau karya-karya.28 Dalam penelitian ini menggunakan dokumen yang berupa tulisan yaitu peraturan- peraturan atau kebijakan yang berkaitan dengan topik penelitian.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konseptual (conceptual approach), dimana pendekatan tersebut beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.29 Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktirn-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu hukum yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumenatsi hukum
27 Ibid, hlm. 223.
28 Ibid, hlm. 240.
29 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan ketujuh (Jakarta:Prenadamedia Group, 2011), hlm. 135.
dalam memecahkan isu yang dihadapi.30
Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena memang belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi.31 Hal tersebut selarasdengan lembaga jaminan syariah di Indonesia yang memang belum ada Undang-unang khusus yang mengaturnya. Dimana terdapat dua Lembaga jaminan syariah yaitu rahn dan kafalah, keduanya hanya diatur dalam sebuah fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, yang apabila kita melihatnya melalui kacamata hierarki perundang-undangan sudah tentu fatwa tersebut berada jauh di bawah Undang-undang. Sehingga mayoritas Lembaga keuanya syariah masih menerapkan Lembaga jaminan (konvensional) dalam hal jaminan.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dalam arti bahan-bahan hukum yang terkumpul diuraikan dalam bentuk narasi yang tersusun secara sistematis, logis, dan merupakan hasil dari proses interpretasi peneliti terhadap bahan hukum yang dihasilkan.32 Analisis secara kualitaitf yaitu dengan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari asas-asas, teori-
30 Ibid, hlm. 136.
31 Ibid, hlm. 177.
32 Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxxx Xxxxx, Keabsahan Akada Syariah dalam Bnetuk Akta Notaris Berdasarkan Kepatuhan Syariah (Sharia Compliance) Studi Terhadap Akad Murabahah pada Perbankan Syariah, Tesis (Yogyakarta: Program Studi Kenotariatan Program Magister UniversitasIslam Indonesia, 2020), hlm. 32.
teori dan kaidah-kaidah hukum serta yang diperoleh dari studi Pustaka dikaitkan dengan data yang diperoleh dari lapangan sehingga memperoleh jawaban dari permasalahan.33
H. Sistematika Penelitian
Sistematika penelitian ini terdiri dari empat bab, dimana setiap babnya saling berkaitan guna menjawab permasalahan yang ada. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Bab I Pendaluan yang menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan Pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II Tinjauan umum tentang kepastian hukum, perjanjian, hybrid contract, akad murabahah, jaminan kebendaan, gadai, rahn dan rahn tasjily.
Bab III Berisikan hasil penelitian dan pembahasan guna menjawab permasalahan dalam penelitian ini, namun sebelum menjawab dua rumusan masalah maka penulis memberikan gambaran umum mengenai kasus perjanjian pinjam-pakai benda yang dijadikan jaminan yang di angkat dalampenelitian ini, yang bertujuan memberikan gambaran yang lebih jelas serta memberikan
33 Xxxx Xxxxxxxx, Kekuatan Klausula Pengamanan Diri dalam Akta Bagi Notaris, Tesis (Yogyakarta:Program Studi Kenotariatan Program Magister Universitas Islam Indonesai, 2020), hlm. 27.
kemudahan bagi para pembaca dalam memahami tesis ini.
Bab IV Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulandiambil dari pembahasan dan saran dari analisis hasil penelitian. Dalam penelitian ini juga dilengkapi daftar pustka sebagai bukti bahwa penelitianini menggunakan berbagai sumber rujukan.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KEPASTIAN HUKUM, PERJANJIAN, HYBRID CONTRACT, AKAD MURABAHAH, JAMINAN KEBENDAAN, GADAI, RAHN DAN RAHN TASJILY
A. Kepastian Hukum
Negara yang berdiri berdasarkan hukum memiliki empat asas utama yaitu; (1) asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel), (2) asas persamaan (het gelijkeheidsbeginsel), (3) asas demokrasi (het democrastischebeginsel), (4) asas bahwa pemerintah dibentuk untuk melakukan pelayanan terhadap masyarakat (het beginsal van de dienende overhead, governmet for the people).1 Asas kepastian hukum merupakan asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturanperundang-undangan, kepatutan, dan keadailan dalam setiap kebijakan penyelenggara Negara. Asas kepastian hukum dapat dikatakan sebagaihukum normatif.2
Kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan
1 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Progresif (Penjelajahan suatu Gagasan), Majalah Hukum NewsletterNomor 59 Bulan Desember, (Jakarta: Yayasan Pusat Pengkajian Hukum, 2004), hlm. 1.
2 Teguh Tresna Puja Asmara, xx.xx., “Tanggungjawab Pemilik Koperasi pada saat Terjadi Kredit Macet ditinjau dari Teori Kepastian Hukum”, Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan, Edisi No. 1,Vol. VIII (April 2020), hlm. 117.
27
bahwa putusandapat dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum erat kaitannya dengankeadilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.3
Menurut Xxxxxx Xxxxxxxx yang dikutip oleh Xxxxxxxx Xxxxxxxx, mengemukakan bahwa teori kepastian hukum mengandung empat unsur penting yang dianggap sebagai dasar berdirinya teori kepastian hukum yaitu;4
1. Hukum merupakan hal positif yang memiliki arti bahwa hukum positif ialah Undang-Undang
2. Hukum didasarkan pada sebuah fakta, artinya hukum dibuat berdasarkankenyataan
3. Fakta yang termaktub atau yang tercantum dalam hukum harus dirumuskan dengan cara yang jelas, sehingga akan menghindari kekeliruan dalam hal pemaknaan atau penafsiran serta dapat mudah dilaksanakan
4. Hukum yang positif tidak boleh mudah diubah.
Adanya kepastian hukum menjadi dasar bagi seseorang dalam melakukan suatu perbuatan, tanpa adanya dasar hukum yang pasti
3 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, Mengenal Hukum suatu Pengantar, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya,2007), hlm. 170.
4 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2012), hlm. 19.
maka seseorang tidak dapat berjalan sebagaiaman yang dikehendakinya dan segala perbuatan yang dilakukan harus sesuai dengan hukum. Xxxxxx Xxxxxxxx mengatakan bahwa salah satu tujuan dari hukum adalah memberikan kepastian hukum. Xxx X. Xxxx memberikan pandangan mengenai kepastian hukum, dimana kepastian hukum harus memperhatikan lima aspek, yaitu:5
1. Kepastian hukum menyediakan aturan hukum yang jelas dan jernih,konsisten serta mudah diperoleh atau diakses. Aturan hukum tersebut haruslah diterbitkan oleh kekuasaan negara dan memiliki tiga sifat yaitu jelas, konsisten dan mudah diperoleh
2. Beberapa instansi penguasa atau pemerintah dapat menerapkan aturan hukum dengan cara yang konsisten serta dapat tunduk maupun taat kepadanya
3. Mayoritas warga pada suatu negara memiliki prinsip untuk dapat menyetujui muatan yang ada pada pada muatan isi. oleh karena itu, perilaku warga akan menyesuaikan terhadap peraturan yang telah diterbitkan oleh pemerintah
4. Xxxxx peradilan memiliki sifat yang mendiri artinya hakim tidak berpihak dalam menerapkan aturan hukum secara konsisten
5 Xxxxxxx, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2011), hlm. 28.
5. Keputusan dari peradilan dapat dilaksanakan secara konkrit.
Xxx X. Xxxx melalui lima aspek yang telah dikemukakan di atas, berpendapat bahwa untuk mencapai sebuah kepastian hukum maka para pembuat aturan hukum yang memperhatikan kebutuhan Masyarakatakan hukum itu sendiri.
B. Perjanjian
Istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami seolah- olah merupakan pengertian yang berbeda. Burgerlijk Wetboek menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari Judul dari Buku III title KeduaTentang “Perikatan-perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahas aslinya (Bahas Belanda), yaitu: “Van Verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren worden”. Pengertian ini juga didukung oleh pendapat banyak sarjana, antara lain: Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxxx, Xxxxxxx, X. Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxxxxx dan Xxxxxxxxxx Xxxxx, Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxxx Xxxxxx, dan Xxxxxxxxxxxxxx, yang menggunakan istilah kontrak dan perjanjian dalam pengertian yang sama. Terhadap penggunaan istilah kontrak dan perjanjian, Xxxx Xxxxx Xxxxxxx sependapat dengan beberapa sarjana yang memberikan pengertian yang sama antara kontrak dengan perjanjian.6
6 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang ataulebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dalam peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, penrjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau di tulis”.7
Menurut Xxxxx X.X. hukum kontrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum,7 Dan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata).8 Objek perikatan merupakan hak kreditor dan kewajiban debitor yangbiasanya dinamakan “prestasi”. Menurut Xxxxx 1234 BW prestasi ini dapat berupa “memberi sesuatu”, “berbuat sesuatu” dan “tidak berbuat sesuatu”.9“Sesuatu” yang dimaksud disini tergantung kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian. Mengenai syarat sahnya perjanjian, diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah ada 4 (empat), yaitu:10
Komersial, Edisi 1,Cetakan pertama (Surabaya: LaksBang Mediatama Yogyakarta, 2008), hlm. 11-13.
7 Xxxxx X.X., Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan Kesebelas (Jakarta:Sinar Grafika, 2015), hlm. 4.
8 Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: PT. Pembimbing Masa, 1963), hlm. 1.
9 Subekti, op.cit., hlm. 342.
10 Agus Pnadoman, Pokok-pokok Hukum Perikatan BW dan Syariah (Sleman: CV. Putra SuryaSantosa, 2021), hlm. 33.
1. Ada kata sepakat dari mereka yang mengikatkan diri (para pihak).
Kata sepakat dari para pihak yang membuat perjanjian merupakan awal dari adanya perjanjian, tanpa adanya kesepakatan dari para pihak tentu saja tidak mungkin timbul perjanjian, dan suatu kesepakatan dapat dikatakan sah apabila terhindar dari adanya unsur-unsur yaitu; ada paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog).
2. Kedua pihak cakap menurut hukum untuk bertindak sendiri.
Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, yang tidak cakap membuat perjanjian adalah:
a) Orang yang belum dewasa
b) Di bawah pengampuan/curatele
c) Perempuan, yang telah kawin (dengan adanya SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 dan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maka ketentuan ini tidak berlaku lagi). Menurut Pasal 33 KUHPerdata, belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan belum kawin.
3. Suatu hal tertentu yang diperjanjikan
Artinya jenis barang yang menjadi pokok perjanjian sekurang-kurangnya harus ditentukan, dan jumlahnya dapat
ditentukan kemudian.
4. Suatu sebab yang dibolehkan
Sebab atau causa yang dimaksudkan Undang-undang adalahisi perjanjian itu sendiri. Maksudnya tidak dilarang oleh Undang-undang, tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan norma kesusilaan.11
Hukum kontrak tersusun atas lima asas penting, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsesnsualisme, asas pacta sunt servanda (asas kepastian hukum), asas iktikad baik, dan asas kepribadian. Kelima asas tersebut disajikan sebagai berikut:12
1) Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasn berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- Undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1) Membuat atau tidak membuat perjanjian
2) Mengadakan perjanjian dengan siapapun
3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya
4) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan
2) Asas konsensualisme
Asas konsensualisme tercantum dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Dalam Pasal tersebut, ditentukan bahwa salah satu syaratsahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umunya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
3) Asas pacta sunt servanda
11 Xxxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian kontrak, Op. Cit., hlm. 28.
12 Xxxxx X.X., Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan Kesebelas(Jakarta:Sinar Grafika, 2015), hlm. 9-13.
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.
4) Asas iktikad baik (Goede Trouw)
Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, yang berbunyi “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitupihak kreditor dan debitor harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baikdari para pihak.
5) Asas kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untukkepentingan perseorangan saja.
C. Hybrid Contract
1. Pengertian Hybrid Contract
Multi dalam Bahasa Indonesia berarti (1) banyak; lebih dari satu; lebih dari dua; (2) berlipat ganda. Multi akad dalam Bahasa Indonesia berarti akad berganda atau akad yang banyak, lebih dari satu. Definisi murokkabah secara Bahasa. Murokkabah adalah muannas dari lafadz murokkab, lafadz murokkabah sifat yang menempel pada akad Maliyah.13 Murokkab adalah meletakkan sesuatu yang lain, atau di atas sesuatu yang sama. Definisi kedua bahwa murokkab adalah menggabungkan dua unsur atau lebih dengan tanpa menunjuk satu bagian tertentu yang dihasilkan dari penggabungan itu.
13 Bagya Xxxxx Xxxxxxx, Hybrid Contract dalam Inovasi Produk-produk Perbankan Syariah, Cetakan Pertama (Sleman: FH UII Press, 2022), hlm. 135.
Definisi ketiga lebih kepada makna secara bahasa, adalah mengumpulkan, terkumpul, dan meletakkan sesuatu di Sebagian yang lain, definisi ini adalah definisi tarkib.14 Definisi ini dikuatkan dengan kitab (alkulliyat): bahwa setiap sesuatu yang digabungkan memiliki dua unsur: banyak dan menyatu. Definisi dari banyak diambil dari unsur yang digabungkan. Definisi dari menyatu adalah menghasilkan satu nama dari gabungan tadi. Definisi ini adalah definisi yang paling banyak dipilih, yakni yang disebut murokkab adalah menggabungkan dua unsur atau beberapa unsur menjadi satu dengan penyebutan yang berbeda. Akad murokkab adalah akad yang mengandung beberapa akad yang tidak dapat dipisahkan.15
2. Rukun dan Syarat Hybrid Contract
Terkait dengan pemenuhan atas rukun hybrid contract harus ada subjek, yaitu para pihak yang melakukan hybrid contract, dan adanya shighat dalam hybrid contract yang berupa ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) dalam hybrid contract tersebut. Adapun pemenuhan atas syarat sah hybrid contract harus terpenuhinya syarat sah subjek, yaitu para pihak yang melakukan hybrid contract harus baligh (dewasa), cakap bertindak, tidak di bawah pengampuan dan tidak gila. Syarat sah objek dalam hybrid contract harus halal, ada objeknya dan dapat
14 Ibid, hlm. 136.
15 Ibid, hlm. 137.
diserah-terimakan saat terjadi akad. Syarat sah shigat dalam hybrid contract yang berupa ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) dalam hybrid contract harus sinkron antara ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) serta dinyatakan dalam satu majelis.16
3. Macam-macam Inovasi Produk Hybrid Contract
Penerapan hybrid contract dalam praktiknya dapat menimbulkan implikasi munculnya nama akad baru, muncul nama akad baru tetapi dengan menyebut nama akad yang lama, tidak melahirkan akad baru tetapi nama akad dasarnya tetap ada dan eksis, dan adanya akad-akad yang berlawanan yang dilarang oleh xxxxxxx. Adapun penjelasan (singkat) mengenai implikasi terhadap hybrid contract dalam produk perbankan syariah dapat diuraikan sebagai berikut:17
a. Multi akad yang mukhatalithah (bercampur) yang memunculkan nama akad baru, seperti bay’ istighlal, bay’ tawarruq, musyarakah mutanaqishah dan bay’ wafa’.
b. Hybrid contract yang mujtami’ah/mukhatalithah dengan nama akad baru, tetapi menyebut nama akad yang lama, seperti sewa beli (bay’ at-takjiry) lease
16 Bagya Xxxxx Xxxxxxx, Hybrid Contract… hlm. 147.
17 Ibid, hlm. 172-174.
and purchase. Contoh lain ialah mudharabah musytarakah.
c. Hybrid contract, yang akad-akadnya tidak bercampur dan tidak melahirkan nama akad baru, tetapi nama akad dasarnya tetap ada dan eksis dan dipraktikkan dalam suatu transaksi. Contohnya murabahah wal wakalah.
d. Hybrid contract yang mutanaqidhah (akad-akadnya berlawanan). Bentuk ini dilarang dalam syariah. Contohnya menggabungkan qard wal ijarah dalam satu akad.
D. Pinjam Pakai
Istilah pinjam pakai dalam Bahasa Belanda disebut dengan“bruikleen”. Dalam Civil Code of the Philippines juga pengertian “loan”diperbedakan dalam “commodatum” (sama dengan pinjam pakai).18 Pinjam pakai diatur dalam Pasal 1740 sampai dengan Pasal 1753 KUHPerdata.19 Menurut Pasal 1740 KUHPerdata pinajm pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barangtertentu kepada
18 Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh (Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, 1995), hlm.119.
19 Xxxxx X.X., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan Kesebelas (Jakarta:Sinar Grafika Offset, 2015), hlm. 78.
pihak yang lainnya untuk dipakai Cuma-Cuma, dengan syarat bahwa yang mernerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya.20 Pihakyang meminjamkan tetap menjadi pemilik barang yang dipinjamkan.21
Segala apa yang dapat dipakai orang dan tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi bahan perjanjian pinjam- pakai (Pasal 1742 KUHPerdata). Sudah diterangkan, bahwa menjadi kriterium dari pinjampakai ini bahwa barang yang dipinjam itu tidak menghabis karena pemakaian, misalnya sebuah mobil atau meja. Perjanjian pinjam-pakai ini merupakan contoh dari suatu perjanjian sepihak atau unilateral (dimana perkataan “sepakat” ditujukan pada hanya adanya prestasi dari satu pihak saja), sebagai lawan dari sutau perjanjian timbal balikatau bilateral. Sifatnya sepihak itu dinyatakan dengan rumusan “untuk dipakai dengan cuma- cuma”. Kalua pemakaian itu tidak dengan cuma- cuma, tetapi dengan pembayaran, bukan lagi perjanjian pinjam-pakai yang terjadi, tetapi perjanjian “sewa-menyewa”.22
Xxxxxx Xxxxxxxxxx di dalam bukunya, menggunakan istilah “pakaimemakai” yang dimaksudkan untuk benda atau
20 Subekti, Aneka….Op.Cit., hlm. 118.
21 Xxxxx X.X., Hukum Kontrak……, Op.Cit., hlm. 79.
22 Subekti, Aneka Perjanjian….Op.Cit., hlm. 119-120.
barang yang bisa dipakai atau digunakan, misalnya pakai memakai pakaian, perhiasan, peralatan adata, alat pengangkutan dan lain sebagainya dan setelah barangnya dipakai dikembalikan lagi kepada pemiliknya atau penguasanya.23
2. Hak dan Kewajiban dalam Pinjam Pakai24
1) Hak pihak pemberi pinjaman:
1) Berhak meminta pemakai untuk menyimpan dan memeliharabarang pinjaman secara bertanggung jawab
2) Berhak melarang pemakai untuk memakai barang pinjaman, selain yang ditentukan dalam perjanjian semula
3) Berhak menuntut ganti rugi jika barang yang dititipkan kepadapemakai musnah karena kelalaian peminjam
4) Jika barang pada waktu dipinjam telah ditaksir harganya, maka pemilik juga berhak menuntut tanggung jawab peminjam atas musnahnya barang itu kecuali apabila telah diperjanjikan sebaliknya
5) Jika ada alasan yang mendesak dan secara tiba-tiba, pemilik barang dapat memintanya dengan perantaraan
23 Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Hukum Perjanjian Adat (Bandung: ALUMNI, 1982), hlm. 77.
24 Xxxxxx Xxxxxxx AZ, Hukum Perjanjian Kontrak, Cetakan Pertama (Yogyakarta: Cakrawala,2012), hlm. 45.
hakim.
2) Kewajiban pihak pemberi pinjaman berdasarkan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata:
pasal 1750: orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selain setelah lewatnya waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada penetapan waktu yang demikian, setelah barangnya dipergunakan atau dapat dipergunakan untuk keperluan yang dimaksudkan.
Pasal 1751: jika namun orang itu yang meminjamkan, di dalam jangka waktu tersebut, atau sebelum kebutuhan si pemakai habis, karena alasan-alasan yang mendesak dan sekonyong-konyong, sendiri memerlukan barangnya, maka hakim dapat mengingat keadaan, memaksa si pemakai mengembalikan barangnya kepada orang yang meminjamkannya.
Pasal 1752: jika si pemakai barang, selama waktu peminjaman, telah terpaksa mengeluarkan beberapa biaya luar biasa yang perlu,yang sebegitu mendesaknya hingga ia tidak sempatmemberitahukan hal itu sebelumnya kepada orang yang meminjamkannya, maka orang ini diwajibkan mengganti biaya- biaya tersebut kepada si pamakai itu.
Pasal 1753: jika barang yang dipinjamkan mengandung cacat- cacat yang sedemikian, hingga orang yang memakainya dapatdirugikan karenanya, maka orang yang meminjamkan jika mengetahui ada cacat-cacat itu dan tidak memberitahukannya kepada si pemakai, bertanggung jawab tentang akibat-akibatnya.
3) Hak pemakai barang pinjaman:25
a) Berhak menolak untuk menanggung risiko apabila barang yang dipinjamkan itu menimbulkan kerugian pada pihak peminjam karena adanya cacat-cacat yang dapat merugikan pemakai
b) Berhak menolak permintaan pihak yang meminjamkan
25 Ibid, hlm. 48.
agarpinjaman itu dikembalikan sebelum lewatnya waktu yang dixxxxxxxx
c) Berhak menolak untuk menanggung risiko jika barang yang dipinjam itu menjadi berkurang harganya karena pemakaian di luar kesalahan si pemakai.
4) Kewajiban pemakai barang pinjaman berdasarkan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata:
Pasal 1744: (1) siapa yang menerima pinjaman sesuatu, diwajibkan menyimpan dan memelihara barang pinjamannya sebagai seorang bapak rumah yang baik.
(2) Ia tidak boleh memakainya guna suatu keperluan lain, selain yang selaras dengan sifat barangnya, atau yang ditentukan dalam perjanjian; kesemuanya atas ancaman penggantian biaya rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu.
(3) jika ia memakai barang pinjamannya guna suatu keperluan lain,atau lebih lama daripada yang diperbolehkan, maka selain daripadaitu ia adalah bertanggung jawab atas musnahnya barangnya, sekalipun musnahnya barang ini disebabkan suatu kejadian yang sama sekali tidak disengaja.
Pasal 1745: jika barang yang dipinjam musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, yang dapat disingkiri seandainya si peminjam telah memakai barangnya sendiri, atau jika hanya satu dari kedua barang itu sajalah yang dapat diselamatkan, si peminjamtelah memilih menyelamatkan dia punya barang sendiri, makai a bertanggung jawab tentang musnahnya barang yang lainnya.
Pasal 1746: jika barangnya pada waktu dipinjamkan telah ditaksir harganya maka musnahnya barang, biarpun ini terjadi karena suatukejadian yang tak disengaja, adalah atas tanggungan si peminjam, kecuali apabila telah diperjanjikan sebaliknya,
Pasal 1747: jika barangnya berkurang harganya hanya karenapemakaian untuk mana barang itu telah dipinjam, dan di luar salahnya si pemakai, maka orang ini tidak bertanggung jawab tentang kemunduran itu.
Pasal 1748: jika si pemakai, untuk dapat memakai barang pinjamannya, telah mengeluarkan sementara biaya, maka tak dapatlah ia menuntutnya kembali.
Pasal 1749: jika berbagai orang bersama-sama menerima satu barang dalam peminjaman, maka mereka itu adalah masing-masing untuk seluruhnya bertanggung jawab terhadap orang yangmemberikan pinjaman.
X. Xxxx ‘Ariyah
Menurut bahasa, ‘ariyah diambil dari kata ‘Aara yang berarti datang dan pergi. Menurut Sebagian pendapat ‘ariyah berasal dari kata At-Ta’aawuru yang sama artinya dengan At- Tanaasubu yang berarti saling menukar dan mengganti dalam konteks tradisi pinjam meminjam, sedangkan terminologi yang dimaksud dengan ‘ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat suatu barang dengan halal serta tetap zatnya, supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.26
Menurut istilah syara’, para Ulama madzhab mendefinisikan
‘ariyah sebagai berikut:27
1) Menurut Hanafiyah, ‘ariyah adalah kepemilikan atas manfaat tanpa disertai dengan imbalan
2) Menurut Malikiyah, ‘ariyah adalah kepemilikan atas manfaat yang bersifat sementara tanpa disertai dengan imbalan
3) Menurut Xxxxx’X, hakikat ‘ariyah adalah dibolehkannya mengambil manfaat dari orang yang berhak memberikan secara sukarela dengan cara-cara pemanfaatan yang
26 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, dkk, Xxxxx Xxxxxxxx (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010), hlm. 247.
27 Ibid, hlm. 247-249.
dibolehkan sedangkan bendanya masih tetap utuh, untuk kemudian dikembalikan kepada orang yang memberikannya
4) Menurut Hanabilah, I’arah adalah kebolehan memanfaatkan suatu barang tanpa imbalan dari orang yang memberi pinjaman atau lainnya.
2. Dasar Hukum ‘Ariyah
‘Ariyah atau I’arah merupakan perbuatan qurbah (pendekatan diri kepada Allah) dan dianjurkan berdasarkan al-Qur’an dan sunnah.28 Adapun dalil dari al-Qur’an sebagai beriku:
1) Surta al-Maidah ayat 2
Artinya: “dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) Kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
2) Surat al-Ma’un ayat 7
Artinya: “dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.
3. Xxxxx dan Syarat ‘Ariyah
Adapun rukun dan syarat akad ‘ariyah adalah sebagai berikut:29
1) Orang yang meminjamkan (mu’ir)
2) Orang yang meminjam (musta’ir)
28 Xxxxxxxx Xxxxxx, Fiqh Islam (Hukum Fiqih Islam) (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hlm. 323.
29 Xxxxxx Xxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hlm. 240.
3) Barang yang dipinjamkan (mu’ar)
4) Lafal peminjaman atau shigat
Syarat-syarat akad ‘ariyah berikaitan dengan keempat rukun di atas, dimana keempat rukun tersebut masing-masing memiliki syarat yang harus dipenuhi, sehingga rukun dan syarat adalah bentuk satu kesatuan yang utuh dan keduanya harus dipenuhi oleh para pihak.
a) Syara-syarat orang yang meminjamkan30
orang yang meminjamkan disyaratkan harus memiliki kecakapan untuk melakukan tabarru’ (pemberian tanpa imbalan), yang meliputi:
1) Baligh, ‘ariyah tidak sah dari anak yang masih di bawah umur, tetapi ulama Hanafiyah tidak memasukkan baligh sebagi syarat ‘ariyah melainkan cukup mumattiz;
2) Berakal, ‘ariyah tidak sah apabila dilakukan oleh orang gila;
3) Tidak mahjur ‘alaih karena boros atau pailit atau orang yang dihalangi tasarruf-nya;
4) Orang yang meminjamkan harus pemilik atas manfaat yang akan dipinjamkan, dalam hal ini tidak perlu pemilik bendanya karena objek ‘ariyah adalah manfaat bukan benda.
b) Syarat-syarat orang yang meminjam
Orang yang meminjam harus memenuhi syarat-syarat sebagai
30 Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2017), hlm. 472-473.
berikut:
1) Orang yang meminjam harus jelas. Apabila peminjam tidak jelas, maka ‘ariyah tidak sah;
2) Orang yang meinjam harus memiliki hak tasarruh atau memiliki ahliyatul ada. Meminjamkan barang kepada anak di bawah umur dan gila hukumnya tidak sah. Akan tetapi, apabila peminjam boros, maka menurut qaul yang rajih dalam madzhab syafi’I, ia dibolehkan menerima sendiri ‘ariyah tan tanpa persetujuan wali.
c) Syarat-syarat barang yang dipinjamkan
Baramg yang dipinjamkan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Barang tersebut dapat diambil manfaatnya, baik pada waktu sekarang maupun nanti;
2) Barang yang dipinjamkan harus berupa barang yang mubah, yakni barang yang diperbolehkan untuk diambil manfaatnya menurut syara’. Apabila barang tersebut diharamkan maka ‘ariyah hukumnya tidak sah;
3) Barang dipinjamkan apabila dimabil manfaatnya tetat utuh.
Tidak sah meminjamkan makanan dan minuman karena apabila dimakan atau diminum pasti akan habis.
d) Syarat lafal peminjaman atau shigat
Shigat ‘ariyah disyaratkan harus menggunakan lafal yang berisi pemberian izin kepada peminjam untuk memanfaatkan barang yang dimiliki oleh orang yang meminjamkan (mu’ir), baik lafal tersebut timbul dari peminjam atau dari orang yang meminjamkan.
X. Xxxx Murabahah
1. Pengertian Murabahah
Menurut Bahasa, murabahah berasal dari kata ribhu, yang artinya keuntungan.31 Menurut Fatwa DSN-MUI No. 04 Tahun 2000, murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.32 Menurut Fiqh Islam, murabahah yaitu suatu bentuk jual beli tertentu Ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan.33
Murabahah merupakan salah satu dari akad atau kontrak yangmemberikan kepastian pembayaran, baik dari segi waktu maupun jumlah, sehingga ketika kita mendapat pembiayaan dari
31 Xxxxx Xxxxxxxx, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cetakan kedua (Jakarta: Kencana,Predana Media Group, 2010), hlm. 79.
32 Fatwa DSN-MUI No. 04 tahun 2000 Tentang Murabahah.
33 Xxxxxxx, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakrta: PT. Raja Grafindo Xxxxxxx, 2008), hlm. 81-82.
bank syari’ah, jumlah dan waktunya telah pasti dan sudah ditentukan diawal (Cashflow- Predertemined) yang formulanya, harga pokok ditambah dengan hargaperolehan barang (biaya- biaya lain dalam memperoleh barang) ditambah dengan margin yang disepakati.34
Murabahah didefinisikan oleh para fuqaha sebagai penjualan baranmg seharga biaya/harga pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan yang disepakati.35 Terminologi jual beli adalah pemindahan hak milik/barang/harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.36 Akadmurabahah terjadi dimana penjual menjual barangnya dengan meminta kelebihan atas harga beli dengan harga jual. Perbedaan antara harga beli danharga jual barang adalah disebut dengan margin keuntungan.37
Jual beli dalam Islam sebagai sarana tolong menolong antarasesame umat manusia, Allah SWT telah berfirman dalam al- Qur’an dan Xxxx Xxxxxxxx XXX telah bersabda, sebagai berikut:38
34 Xxxx Xxxxx, Xxxxxx Xxxxx’xx dari Nol (Bandung: PT. Xxxxx Xxxxxxx, 2008), hlm. 168.
35 Xxxxxx, Jual Beli Murabahah (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 13.
36 Bagya Xxxxx Xxxxxxx, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah
(Yogyakarta: UII Press, 2012), hlm. 26.
37 Ismail, Perbankan Syariah, Cetakan Pertama (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011), hlm.
138.
38 Bagya Xxxxx Xxxxxxx, Op. Cit., hlm. 29-31.
a. Q.S. An-Nisa’: 29
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
b. Q.S. Al-Baqarah: 275
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
“Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara Tangguh, muqaradhah dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (al- Hadist).
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan atas dasar suka sama suka.” (H.R. Al-Baihaqi dan Xxxx Xxxxx).
“Xxxx Xxxxxxxx XXX pernah ditanya: Apakah profesi yang paling baik? Xxxxxxxxxxx menjawab: “Usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati.” (H.R. Al-Barzaar dan Al-Hakim).
c. Q.S. Al-Maidah: 1
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad- akaditu…”
d. Q.S. Al-Baqarah: 280
Artinya: “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam
kesukaran,maka berilah Tangguh sampai dia berkelapangan dan menyedekahkan (Sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
“Pedagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya di surga) dengan para Nabi, Shiddiqin dan Syuhada.” (H.R. Tirmidzi).
3. Rukun dan Syarat Pembiayaan Murabahah
Menurut Xxxxxxxx Xxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxx, rukun jual beli terdiri dari:39
a. Ba’i = penjual (pihak yang memiliki barang)
b. Musytari = pembeli (pihak yang akan membeli barang)
c. Mabi’ = barang yang akan diperjual belikan
d. Tsaman = harga, dan
e. Ijab Qabul = pernyataan timbang terima
Syarat-syarat yang harus ada dalam setiap transaksi pembiayaan
a. Mengetahui harga pertama (harga pembelian)
Pembeli kedua atau anggota BMT atau musytari harus mengetahui harga awal atau harga pembelian karena dan
39 Xxxxxxxx Xxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxx, Islamic Banking-Sistem Bank Islam Bukan Hanya SolusiMenghadapi Krisis Namun Solusi dalam Menghadapai Berbagai Persoalan Perbankan dan Ekonomi Global-Sebuah Teori, Konsep dan Aplikasi, Cetakan Pertama (Jakarta: Bumi Aksara,2010), hlm. 390.
40 Bagya Xxxxx Xxxxxxx, Op. Cit., hlm. 32.
mengetahui pula jumlah keuntungan yang diperoleh oleh pihak pemberi pembiayaan murabahah dalam hal ini adalah BMT. Keduanya merupakan syarat sahnya pembiayaanmurabahah.
b. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barangsesudah pembelian
x. Xxxxxxx harus bebas dari riba
d. Transaksi pertama haruslah sah secara syara’ (rukun yang ditetapkan)
Apabila transaksi pertama tidak sah, maka tidak boleh dilakukan jualbeli secara murabahah, karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan dan hak milik jual beli yang tidak sah ditetapkan dengan nilai barang atau dengan barang yang semisal bukan dengan harga, karena tidak benarnya penamaan,
e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan denganpembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
4. Tujuan Pembiayaan Murabahah41
Bank dapat membiayai keperluan modal kerja nasabahnya untuk membeli:
a) Bahan mentah
41 Xxxxxxxx, Sistem dan Prosedur Bank Syariah, Edisi Revisi (Yogyakarta: UII Press, 2008), hlm.24.
b) Bahan setengah jadi
c) Stok dan persediaan
d) Suku cadang dan penggantian
G. Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan (materiil) adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalumengikuti bendanya dan dapat dialihkan.42 Jamainan kebendaan merupakan suatu Tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditor terhadap debitornya, atau antara kreditor dengan seorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitor.43
Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (utang) dari seorang debitor.44 Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan si debitor sendiri atau kekayaan seorang pihak ketiga. Pemberian jaminan kebendaan kepada seorang kreditor tertentu, memberikan kepada kreditor tersebut suatu privilege ataukedudukan istimewa terhadap kreditor lainnya. Lembaga jaminan kebendaan terdiri dari Lembaga jaminan kebendaan tidak bergerak dan lembaga jaminan
42 Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx, Dikutip dari Xxxxx XX.
43 Xxxxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Perbankan Syariah (Yogyakarta: Deepublish (Grup Penerbitan CV.Xxxx Xxxxx, 2013), hlm. 175.
44 Ibid, hlm. 175.
Jaminan kebendaan memiliki ciri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikkan hak mendahului atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan.46 Jaminan kebendaan dengan mempunyai berbagai kelebihan, yaitu sifat-sifat yang dimilikinya, antara lain sifat absolute dimana setiap orang harus menghormati hak tersebu, memiliki droit de preference, droit de suit, serta asas-asas yang terkandung padanya, seperti asas spesialitas dan asas publisitas telah memberikan keduduk an dan hak istimewa bagi pemegang hak bagi kreditur.47
Unsur-unsur yang tercantum pada jaminan materiil, yaitu:48
1. Hak mutlak atas suatu benda
2. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu
3. Dapat dipertahankan terhadap siapapun
4. Selalu mengikuti bendanya, dan
5. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya
Pengikatan jaminan berdasarkan norma hukum KUH Perdata, lahir dari dua sumber yaitu dari Undang-undang dan perjanjian.49
45 Ibid, hlm. 176.
46 Xxxxx Xxxxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxxxxx, Hukum Jaminan di Indonesia Kajian Berdasarkan Hukum Nasional dan prinsip Ekonomi Syariah (Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2018), hlm. 30.
47 Xxxx Xxxxxxxx, op.cit., hlm. 231.
48 Xxxxx XX. Op.cit., hlm. 24.
49 Xxxx Xxxxxxxx, Peraturan Primer Perikatan Akta-akta Publisitas-Non Publisitas, Xxxxx XX(Yogyakarta: Pascasarjana FH UII), hlm. 429.
Pengikatan jaminan bersumber dari Undang-undang biasa disebut sebagai jaminanumum, adalah jaminan dari pihak debitor yang terjadi by the operation of law dan merupakan mandatory rule: setiap barang bergerak maupun tidak bergerak milik debitor menjadi tanggungan utangnya kepada kreditor.50 Selanjutnya jaminan bersumber dari perjanjian bertujuan agar pembayaran utang menjadi aman, para kreditur cenderung meminta jaminan utang khusus yang bersifat kontraktual, yakni yang terbit dari perjanjian tertentu yang merupakan perjumpaan kehendak yang kedua setelah perjanjian pokokyang dilakukan oleh para pihak.51 Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi lima macam, yaitu sebagai berikut:52
1. Gadai
Gadai diatur dalam Buku II KUHPerdata, Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160. Berdasarkan ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata, dapat dirumuskan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitor atauoleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan memberi wewenang kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditor-kreditor lain, dengan pengecualian biaya
50 Xxxxx Xxxxx, Hukum Perbankan Modern, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2005), hlm. 8.
51 Xxxx Xxxxxxxx, op.cit., hlm. 114.
52 Xxxxx Xxxxxxxx dan Rahmakusumawati, Op.Cit., hlm. 31.
penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikatau penguasa dan biaya penyelamatan barang itu yang dikeluarkan setelah barang itu digadaikan, dan yang harus didahulukan.
Hipotek saat ini hanya untuk:
a. Kapal-kapal isi kotor 20 m3 dan terdaftar (Pasal 314 KUH Dagang jo. Pasal 60 Undang-Undang Pelayaran, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008)
b. Pesawat terbang dan helicopter (Pasal 71 Undang-Undang Nomor 1tahun 2009, Undang-Undang Tentang Penerbangan).
Dilihat dari penjelsan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, maka pesawat terbang dan helikopter dapat dibebani hipotek atau fidusia.
3. Hak tanggungan
Hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, yang telah diundangkan pada tanggal 9 April1996 dan berlaku sejak diundangkan. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang- Undang Nomro 4 tahun 1996, hak tanggungan adalah hak jaminan yangdibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Pokok-
53 Ibid.
pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
4. Jaminan fidusia
Jaminan fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Fidusia atau Fiduciaire Eigendoms Overdracht (FEO) ialah jaminan hakmilik berdasarkan kepercayaan, yang merupakan suatu bentuk jaminan atas benda bergerak di samping gadai dan resi Gudang, yang lahir dari yurisprudensi.
5. Resi Gudang
Sistem resi gudang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang sistem resi gudang. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2, resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan olehpengelola gudang.54
X. Xxxxx sebagai Lembaga Jaminan
Istilah “gadai” merupakan terjemahan kata panda tau vuistpand (dalam bahasa Belanda), pledge atau pawn (dalam bahasa Inggris), dan pfand atau faustpandfand (dalam bahasa
54 Xxxxx Xxxxxxxx dan Xxxxx xxxxxxxxxx, Op.Cit., hlm. 33.
Jerman). Istilah gadai juga dikenal dalam hukumadat yang disebut dengan cekelan.55 Gadai atau yang disebut juga dengan pandrecht, merupakan salah satu hak kebendaan yang memberikan jaminan yang diatur dalam Buku II KUHPerdata.56
Gadai menurut ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata, yaitu:
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaankepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.”
Pengertian di atas menunjukkan bahwa gadai pada hakikatnya adalah suatu hak tanggungan kebendaan atas barang bergerak milik debitur atau oranglain, dan tujuannya adalah untuk memberikan hak kepada kreditur untuk mendapat prioritas dalam memperoleh pelunasan piutang yang dimilikinya, tanpa adanya hak untuk mendapatkan kenikmatan atas benda tersebut.
Meskipun benda yang digadaikan berada dalam penguasaan kreditor, kreditor tidak boleh memakai, menikmati, atau memungut hasil dari benda yangdigadaikan tersbut, sebab tujuan dari adanya pemberian jaminan oleh debitor kepada
55 Xxxxxxxx Xxxxx, Hukum Jaminan Keperdataan (Jakarta: Sinar Grrafika, 2016), hlm.
104.
56 Xxxxx Xxxxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 113.
kreditor adalah untuk sebagai jaminan jaminan pelunasan utang jika debitor wanprestasi dan bukan untuk dimanfaatkan oleh kreditor selama bendagadai itu berada dalam kekuasaan kreditor (kreditor hanya berkedudukan sebagai houder bukan sebagai burgerlijke bezitter).57
Adanya pembatasan fungsi gadai bagi kreditor yang hanya untuk memberikan jaminan pelunasan piutang kreditor dan bukan untuk memanfaatkannya, berarti bahwa benda gadai tersebut hanya bertujuan untuk mencegah debitor memindahkan benda gadai yang dapat merugikan kreditor.58 Menurut Pasal 20 ayat 14 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah rahn/gadai adalah “penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan.”59 Xxxxx Xxxxxxxxx menulis bahwa, Xxxxx Xxxxxx memaknai rahn (gadai) sebagai perbuatan menjadikan suatu benda yang bernilai menurut pandangan syara’sebagai tanggungan uang, dimana adanya benda yang menjaditanggungan itu di seluruh atau Sebagian utang dapat diterima.60
Dasar hukum gadai dapat dilihat pada peraturan
57 Ibid, hlm. 82.
58 H.F.A. Xxxxxxx, Pengantar Studi Hukum Perdata (Jakarta: Rajawali Press, 1992), hlm.
311.
59 Xxxxx Xxxxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 114.
00 Xxxxx Xxxxxxxxx, Xxxxx Legal Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Xxxxxx
Xxxxxx Press,2009), hlm. 106.
perundang undangan sebagai berikut:61
a. Pasal 1150 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUHPerdata
b. peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1996 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian
c. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1996 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian
d. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian
e. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Pegadaian.
a. Subjek Gadai
Subjek hukum dalam gadai adalah pihak yang ikut serta dalammembentuk perjanjian gadai, yaitu:62
1) Pihak yang memberikan jaminan gadai atau pemberi gadai (pandgever)
Pemberi gadai adalah orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
61 Xxxxx Xxxxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 117.
62 Xxxxxxxx Xxxxx, Hukum Jaminan Keperdataan, Edisi 1, Cetakan Ketiga (Jakrta: Sinar Grafika,2016), hlm. 116.
perbuatan hukum terhadap obyek gadai. Dengan demikian, pemberi gadai adalah pemilik benda yang digadaikan tersebut, kepemilikan dalam hal inidapat dibuktikan dengan bukti kepemilikan atas benda itu.63
Pasal 1156 ayat (2) KUHPerdata memberikan kemungkinanbahwa benda yang digadaikan untuk jaminan utang bukanlah bendabergerak milik debitor, akan tetapi benda bergerak milik orang lain (pihak ketiga) yang diberikan untuk digadaikan. Dengan kata lain, seseorang bisa saja menggadaikan benda bergerak miliknya untuk menjamin utang orang lain atau seseorang dapat mempunyai utang dengan jaminan benda bergerak milik orang lain. Jika yang memberikan jaminan adalah debitor itu sendiri maka debitor disebutsebagai debitor pemberi gadai, dan jika yang memberikan jaminan adalah orang lain, maka yang bersangkutan disebut dengan pihak ketiga pemberi gadai.64
2) Pihak yang menerima jaminan gadai atau pexxxxxx xxxxx (pandnemer)
Penerima gadai adalah orang perorangan atau badan
63 Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxx, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Istimewa, Gadai, danHipotek (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), hlm. 266.
64 X. Xxxxxx, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2007), hlm.90.
hukum(bank, pegadaian atau lembaga keuangan lainnya) yang memiliki piutang atau kreditor, kreditor inilah yang akan menguasai benda yang digadaikan setelah bend aitu ditarik dari kekuasaan pemberi gadai.65
b. Objek Gadai
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata, Pasal 1152 ayat KUHPerdata, Pasal 1152 bis KUHPerdata, Pasal 1153 KUHPerdata, dan Pasal 1158 ayat (1) KUHPerdata, objek gadai atau benda yang digadaikan adalah benda bergerak baik yang berupa benda bergerak berwujud (lichamelijke zaken) kecuali kapal-kapal yang terdaftar pada register kapal, maupun benda bergerak tidak berwujud (onlichamelijke zaken) yang berupa hak-hak.66
Definisi gadai yang diberikan Pasal 1150 KUHPerdata dan beberapa pasal lain dalam KUHPerdata, menunjukkan beberapa ciri atau karakteristik gadai yang sekaligus menjadi asas kebendaan gadai, yaitu:67
a. Gadai adalah untuk benda bergerak
Benda yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud (Pasal 1153 KUHPerdata).
65 Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxx, Op.Cit., hlm. 266.
66 Xxxx Xxxxxx, Op. Cit., hlm. 100.
67 Ibid, hlm. 86.
Karakteristik ini juga menunjukkan bahwa syarat benda yang dapat dibebani dengan gadai haruslah benda yang dapat beralih atau dipindahkan. Dengan demikian benda yang tidak dapat dialihkan atau dipindahkan tidak dapat dibebani dengan gadai.
b. Memiliki sifat kebendaan
Hak kebendaan atas benda-benda yang digadaikan tersebut akan tetap ada dan mengikuti benda kepada siapapun benda yang digadaikan itu berada (droit de suit), meskipun benda yang digadaikan telah beralih atau dialihkan kepada orang lain. Hak kebendaan inilah yang akan memberikan jaminan bagi pemegang gadai bahwa dikemudian hari piutangnya pasti dibayar dari hasil penjualan benda jaminan.68
x. Xxxxx gadai dikuasai pemegang gadai
Benda yang digadaikan harus diserahkan oleh pemberi gadai kepadapemegang gadai atau pihak ketiga yang ditunjuk. Benda gadai tidak boleh berada dalam kekuasaan wakil atau petugas pemberi gadai. Penyerahan benda gadai ini dilakukan sebagai bentuk publikasi untuk umum bahwa hak kebendaan atas benda bergerak itu telah diserahkan sebagai jaminan dan kewenangan untuk mengalihkannya ada pada pemegang gadai jika debitor wanprestasi, bahkan Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata memberikan sanksi hak gadai hapus jika benda gadai keluar dari penguasaan
68 Xxxx Xxxxxx, Op.Cit., hlm. 87.
d. Hak menjual sendiri benda gadai (recht van eigenmachtige verkoop)
Jika debitor wanprestasi, kreditor pemegang gadai berhak untuk menjual sendiri benda gadai yang dikuasainya. Kreditor berhak mengambil pelunasan piutangnya beserta bunga dan biaya pemeliharaan benda gadai dari hasil penjualan benda gadai tersebut, hak ini juga berlaku dalam hal pemberi gadai pailit.70
e. Hak yang didahulukan (droit de preference) dan diutamakan (hak
preferensi)
Hal ini sesuai ketentuan Pasal 1133 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa “hak untuk didahulukan diantara orang- orang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotek.”71
f. Hak acessoir
Maksudnya adalah gadai merupakan perjanjian tambahan dari perjanjian pokok seperti perjanjian pinjam meminjam uang, utang piutang, atau perjanjian kredit (Pasal 1150 KUHPerdata), karena itulahgadai sangat tergantung pada perjanjian pokoknya, gadai hanya akan lahir jika sebelumnya telah ada perjanjian pokok.72 Jika perjanjianpokok beralih, maka hak gadai otomatis juga beralih, begitu juga sebaliknya, hak gadai tak dapat
69 Ibid.
70 Ibid, hlm. 88.
71 Xxxxxxxx Xxxxx, Hukum Kebendaan (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 120.
72 Ibid, hlm. 265.
dipindahkan tanpa berpindahnya perjanjian pokoknya. Dan jika perjanjian gadai batal, maka perjanjian utang-piutang masih tetap berlaku selama perjanjian itu dibuat secara sah.73
g. Ketentuan gadai bersifat memaksa
Tidak ada suatu ketentuan pun dalam KUHPerdata yang secara eksplisit menyatakan bahwa gadai adalah suatu hak kebendaan yang bersifat memaksa, namun demikian dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 1152, Pasal 1152 bis, Pasal 1153, Pasal 1154 KUHPerdata dapat diketahui bahwa tidak dimungkinkan untuk dilakukan penyimpangan terhadap ketentuan mengenai gadai yang diatur dalam KUHPerdata.74 Salah satu contoh sifat memaksa gadai terletak pada syarat penyerahansecara fisik aats benda yang digadaikan dari tangan debitor kepada kreditor.75
x. Xxxxx bersifat individualiteit
Benda gadai akan tetap melekat secara utuh pada utangnya walaupun debitor atau kreditor meninggal dunia, meskipun piutang ataubenda gadai telah diwariskan dan terbagi-bagi, hak gadai atas benda yang digadaikan tidak menjadi hapus selama utangnya belum dibayar sepenuhnya (Pasal 1160 KUHPerdata).76
i. Hak gadai bersifat totaliteit
73 Xxxx Xxxxxx, Op. Cit., hlm. 88.
74 Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxx, Op.Cit., hlm. 182.
75 Xxxxxxxx Xxxxx, Hukum Kebendaan…. Op.Cit., hlm. 265.
76 Ibid.
Bahwa hak kebendaan atas gadai itu mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda gadainya.77 Kepemilikan seorang individu atas suatu kebendaan akan mengakibatkan kepemilikan secara menyeluruh atas setiap bagian kebendaan itu. Pasal 1158 KUHPerdata secara tegas menyatakan bahwa bunga yang diperoleh dari piutang yang digadaikan mengikuti piutang yang digadaikan tersebut, dengan demikian bung aitu menjadi benda yang digadaikan, meskipun untuk itu tidak dijanjikan terlebih dahulu.78
j. Bersifat tidak dapat dibagi-bagi atau dipisah-pisahkan (ondellbaar, xxxxxxxxxxxxxxxx)
Gadai membebani secara utuh objek kebendaan atau benda yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya, dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula Sebagian kebendaan atau benda-bendadigadiakan dari beban hak gadai, melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh objek kebendaan atau benda-benda yang digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160KUHPerdata).79
x. Xxxxi dapat beralih atau dipindahkan
Sifat acessoir mengakibatkan gadai hanya dapat beralih
77 Ibid.
78 Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxx, Op.Cit., hlm. 182.
79 Xxxxxxxx Xxxxx, Op.Cit., hlm. 265.
atau berpindah tangan bersamaan dengan terjadinya peralihan atau perpindahan hak milik atas piutang yang dijamin dengan hak gadai. Oleh karena itu jika ingin memindahkan hak gadai atas suatu benda harus dilakukan dengan mengambil alih piutang yang dibebani dengan jaminan gadai tersebut. Peralihan piutang itu dapat dilakukan dengan mekanisme jual beli sebagaimana diatur dala Pasal 1533 KUHPerdata yang mengatur mengenai jual beli piutang dan kebendaan tidak bertubuh lainnya.63
x. Xxxxx sebagai jura in re aliena (yang terbatas)
Pasal 1154 KUHPerdata telah menentukan bahwa gadai memiliki fungsi yang terbatas yaitu hanya sebagai pelunasan utang debitor kepada kreditor, pelunasan itu hanya dapat diperoleh dengan caramenjual atau melelang benda gadai baik dengan cara menjualnya sendiri maupun atas perintah pengadilan. Dengan demikian, kreditor tidak boleh memiliki benda gadai tersebut meskipun debitor telah wanprestasi, Pasal 1154 ayat (2) KUHPerdata bahkan memberikan sanksi bahwa semua janji yang dibuat bertentangan dengan hal ini akanmenjadi batal.80
5. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Pemegang Gadai81
a. Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai
1) Hak pemberi gadai, yaitu sebagai berikut:
a) Berhak untuk menuntut jika benda gadai itu telah hilang
80 Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxx, Loc.Cit.
81 Ibid.
ataumundur sebagai akibat dari kelalaian pexxxxxx xxxxx
b) Berhak mendapatkan pemberitahuan terlebih dahulu dari pemegang atau penerima gadai apabila benda gadai akan dijual
c) Berhak mendapatkan kelebihan atas penjualan benda gadai setelah dikurangi dengan pelunasan utangnya
d) Berhak mendapatkan kembali benda yang digadaikan jikautangnya dibayar lunas.
2) Kewajiban pemberi gadai, yaitu sebagai berikut:
a) Berkewajiban untuk menyerahkan benda yang dipertanggungkan sampai pada waktu utang dilunasi, baik yangmengenai jumlah pokok maupun bunga
b) Bertanggung jawab atas pelunasan utangnya, terutama dalam halpenjualan benda yang digadaikan
c) Berkewajiban memberikan ganti kerugian atas biaya-biaya yangtelah dikeluarkan oleh pemegang atau penerima gadai untuk menyelamatkan benda yang digadaikan
d) Jika telah diperjanjikan sebelumnya, pemberi gadai harus menerima jika pemegang atau penerima gadai menggadaikan lagi benda yang digadaikan tersebut.
b. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai
1) Hak Penerima atau pemegang Gadai (Kreditor), yaitu sebagai
a) Hak retensi atau retentive (recht van terughounden) penerima atau pemegang gadai
Hak retensi (retentie) adalah hak yang dimiliki kreditor untuk menahan benda yang digadaikan debitor sampai debitor membayar sepenuhnya utang pokok ditambah bunga dan biaya- biaya lainnya yang telah dikeluarkan oleh kreditor untuk menjaga keselamatan bendagadai.
b) Hak parate eksekusi dan preferensi pexxxxxx xxxxx
Hak parate eksekusi atas benda gadai terjadi dengan sendirinya demi hukum, parate eksekusi dalam gadai terjadi karena undang-undang, sehingga debitor dan kreditor tidak diharuskan untuk memperjanjikannya terlebih dahulu, namun boleh-boleh saja untuk mempertegas adanya wewenang parate eksekusi atas benda gadai tersebut diperjanjikan juga dalam pemberian gadai.83
Hak preferensi penerima gadai menempatkan kreditor yang diikat dengan jaminan kebendaan sebagai kreditor separatis, yaitu kreditor preferen yang tidak kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta
82 Xxxxxxxx Xxxxx, Hukum Jaminan Keperdataan, Edisi 1, Cetakan ketiga (Jakarta: Sinar Grafika,2016), hlm. 133.
83 Xxxxxxxx Xxxxx, Hukum Jaminan Keperdataan…. Op.Cit., hlm. 137.
debitor yang dinyatakan pailit dan haknya untuk didahulukan.84
c) Kreditor berhak menjual benda bergerak milik debitor yang dibebani dengan gadai melalui perantaraan hakum (rieel executie)
Penjualan benda gadai dapat juga dilakukan berdasarkan keputusan pengadilan untuk mendapatkan hargayang lebih baik dibandingkan melalui penjualan di muka umum. Hasil penjualan benda gadai itu akan digunakanuntuk melunasi utang debitor. Jika terdapat kelebihan maka akan dikembalikan kepada debitor, tetapi jika hasil penjualantidak mencukupi untuk melunasi utang atau terdapatkekurangan maka hal tersebut menjadi tanggung jawab debitor.85
d) Hak kreditor mendapatkan penggantian biaya perawatan benda gadai
Berdasarkan ketentuan Pasal 1157 ayat (2) KUHPerdata, bahwa kreditor dapat menuntut debitor untuk memberikan penggantian atau pengembalian biaya-biaya yang berguna dan perlu yang telah dikeluarkannya dalam rangka memelihara, merawat, menyelamatkan dan menjaga nilai ekonomis dari kebendaan gadai yang bersangkutan.86
84 X. xxxxxx, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2007),hlm. 121.
85 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Bab-bab Tentang Creditverband, Gadai, dan Fidusia
(Bandung:Alumni, 1991), hlm. 59.
86 Ibid.
e) Hak kreditor atas bunga benda gadai
Berdasarkan Pasal 1158 KUHPerdata, mengajarkan bahwa kreditor (penerima gadai) mempunyai hak atas bunga gadai, termasuk dividen atas saham atau obligasi dengan memperhitungkannya dengan bunga utang yang seharusnya dibayarkan kepadanya. Sebaliknya, apabila piutangnya tidak dibebani dnegan bunga, maka bunga benda gadai yang diterima kreditor (penerima gadai) dikurangkan dari pokok bunga.87
f) Hak didahulukan (recht van voorrang)
Kreditor atau pemegang gadai mempunyai hak untuk didahulukan pemenuhan tagihan-tagihan yang dimilikinya, baik itu terhadap utang pokok, bunga dan biaya-biaya (Pasal 1150 KUHPerdata), hak tersebut diwujudkan dengan adanya wewenang untuk menjual benda gadai atas kekuasaan pemegang gadai sendiri maupun melalui bantuan hakim (Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata).88
2) Kewajiban Penerima atau Pemegang Gadai (Kreditor), yaitu:89
a) Kreditor pemegang gadai bertanggung jawab ata hilang atau merosotnya nilai benda gadai yang berada dalam penguasaannya, jika hal itu terjadi akibat kesalahan atau
87 Xxxxxxx Xxxxx, Op.Cit., hlm. 142.
88 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Op.Cit., hlm. 59.
89 Xxxxxxxx Xxxxx, Op.Cit., hlm. 143.
kelalaian kreditor. Atas kewajiban ini kreditor menuntut penggantian biaya-biaya yang diperlukan dalam rangka menjaga dan merawat benda gadai tersebut kepada debitor yang bersangkutan (Pasal 1157 ayat (1) KUHPerdata). Pemegang gadai bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemunduran harga benda gadai (Pasal 1157 ayat (1) KUUHPerdata).
b) Kreditor pemegang benda gadai wajib memberitahukan kepada debitor jika kreditor hendak menjual benda gadai, dengan melalui saran apos, telekomunikasi, atau sarana komunikasi lainnya (Pasal 1156 ayat (2) dan ayat (3) KUHPerdata).
c) Kreditor wajib mengembalikan benda gadai setelah utang pokok, bunga dan biaya, atau ongkos penyelamatan benda yang bersangkutan telah dibayar lunas oleh debitor (Pasal 1159 ayat
(1) KUUHPerdata)
d) Kreditor penerima gadai dilarang untuk menikmati benda gadai yang dikuasainya dan debitor pemberi gadai berhak untuk menuntut pengembalian benda gadai tersebut dari tangan penerima gadai jika penerima gadai menyalahgunakan benda gadai tersebut (Pasal 1159 ayat (1)KUHPerdata)
e) Penerima gadai berkewajiban memberikan peringatan (somasi) kepada pemberi gadai jika yang bersangkutan telah lalai untuk memenuhi kewajibannya membayar pelunasan piutangnya (Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata)
f) Penerima gadai berkewajiban menyerahkan daftarperhitungan hasil penjualan benda gadai dan sesudahnya penerima gadai dapat mengambil bagian jumlah yang merupakan pelunasan piutangnya kemudian menyerahkan kelebihannya kepada debitor (Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata).
Unsur-unsur yang terdapat dalam gadai sebagai Lembaga jaminan antara lain:90
a. Adanya subjek gadai, yaitu kreditu (pexxxxxx xxxxx) dan debitur(pemberi gadai);
b. Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupunyang tidak berwujud; dan
c. Adanya kewenangan kreditur.
I. Ar-Rahn sebagai Lembaga Jaminan
1. Pengertian Xxxx
Xxxxx Xxxx Xxxxdeni91 menuliskan beberapa definisi tentang rahn. Secara harfiah rahn berarti92 “tetap”, “kekal”, dan “jaminan”. Rahn dalam istilah hukum positif Indonesia adalah apa yang disebut dengan “barang jaminan”,93
90 Xxxxx XX, op.cit., hlm. 35.
91 Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx, hlm. 75.
92 Uraian ini Sebagian besar bersumber dari: Dewan redaksi Ensiklopedia Hukum Islam; Ensiklopedia Hukum Islam, Juz V, (Jakarta: PT. Ictiar Xxxx Xxx Xxxxx, 1997), hlm. 1480-1483.
93 Kata “agunan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1988) diartikan sebagai: cagaran, gadaian, jaminan dan tanggungan.
“agunan”, “rungguhan”,94 “cagar”95 atau cagaran, dan “tanggungan”. Ar-Rahn adalah menahan salah satu barang milik si peminjam atas pinjaman yang diterimanya. Rahn atau gadai menurut syariat islam berarti penahanan atau pengekangan, sehingga dengan akad gadai menggadai kedua belah pihak mempunyai tanggung jawab Bersama, yang punya utang bertanggung jawab melunasi utangnya dan orang yang berpiutang bertanggung jawab menjamin keutuhan barang jaminannya.96
Rahn merupakan perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan dari fasilitas pembiayaan yang diberikan. Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama fikih.97 Ulama Xxxxxxx Xxxxxi mendefinisikan rahn sebagai harta yang oleh pemiliknya dijadikan jaminanutang yang bersifat mengikat. Ulama madzhab Hanafi mendefinisikan rahn dengan “Menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak
94 Kata “rungguhan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI (1988) diartikan sebagai “yang diserahkan untuk tanggungan uang yang dipinjam”. Menurut kamus tersebut, sinonim dari rungguhan adalah cagaran dan jaminan. Merungguhkan berarti menyerahkan sesuatu untuk cagaran (jaminan, tanggungan); atau berarti pula menggadaikan.
95 Kata “cagar” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1988) diartikan sebagai barang yang dipakai sebagai tanggungan utang atau barang yang digadaikan. Menurut kamus tersebut, mencagarkan berarti memberikan barang untuk tanggungan utang.
96 Xxxx Xxxxxxxx, op.cit., hlm. 7.
97 Xxxxxx Xxxxxxxxxx dan Xxxxx Xxxx, Hukum Perbankan Syariah Konsep dan Regulasi
(Jakarta:Sinar Grafika, 2017), hlm. 207.
(piutang) tersebut, baik seluruhnya maupun sebagiannya”,98 sedangkan Ulama madzhab Syafi’I dan Xxxxxxx mendefinisikan rahn dalam arti akad, yaitu “menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnyaitu”.
Al-Bahuti dan Xxxx Xxxxxxx mendefinisikan rahn secara etimologiyaitu: “Rahn secara Bahasa berarti tetap dan abadi; dikatakan ma’un rahinun, artinya air yang menggenang; na’matun rahinatun artinya ynag abadi. Dikatakan juga rahn adalah penahanan, berdasarkan Firman Allah SWT adalah “Tiap-tiap bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, maksudnya tertahan. Rahn lebih condong dengan arti yang pertama karena tertahan berarti tetap tidak berpindah sedikitpun”.99 Al-Qurtubi mendefinisikan rahn sebagai berikut: “Barang yang ditahan oleh pihak yang memberi utang sebagai jaminan dari orang yang berutang, sampai pihak pengutang melunasi utang tersebut”.100
Rahn menurut syariah adalah menahan sesuatu dengan cara yang dibenarkan yang memungkinkan ditarik
98 Ibid, hlm. 207.
99 Xxxx Xxxxxxx, Fiqh Mu’amalah Kontemporer (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016), hlm.191.
100 Ibid.
kembali. Xxxx adalah akad berupamenggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain, dengan utang sebagai gantinya.101 Bank atau Lembaga keuangan bukan bank tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan barang yangdigadaikan tersebut.102
2. Landasan Hukum Rahn
1) Al-Qur’an
Ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadaiadalah: Q.S. Al-Baqarah [2]: 282 yang artinya sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…”
“Jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika Sebagian kamu mempercayai Sebagian yang lain, maka hendaklah orang yangdipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya)…” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 283).
2) Hadist
a) Xxxxxx berkata bahwa Xxxxxxxxxxx telah bersabda:
“Xxxxxxxxxxx membeli makanan dari seorang yahudi dan
101 Xxxxxxxx Xxxx, Perbankan Syariah Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 173.
102 Xxxxxx Xxxxxx, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Alfabet, 2006), hlm. 31.
103 Xxxxxxxx Xxxx, Op.Cit., hlm. 173-176.
meminjamkan kepadanya baju besi” (H.R. Bukhari dan Muslim).
b) Xxxx Xxx Xxxxxxxx x.x. Nabi SAW bersabda:
“Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya” (H.R. Asy Syafii, xx-Xxxxxxxxxx dan Xxxx Xxxxx).
c) Nabi bersabda:
“Tunggangan kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan Binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan” (H.R. Jamaah kecuali Muslim dan An- Xxxxx).
d) Xxxx Xxx Xxxxxxxx x.x.,
“Xxxxxxxxxxx bersabda: Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga) nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga) nya. Kepada orang yang naik dan minum,makai a harus mengeluarkan biaya (perawatan) nya” (H.R. Jamaah, kecuali Bukhari, Muslim dan Xxxxx).
3) Ijma’
Berkaitan dengan pembolehan pembolehan perjanjian gadaiatau rahn ini, jumhur ulama berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai hal ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa disyariatkannya
pada waktu tidak bepergianmaupun pada waktu bepergian, berdasarkan pada perbuatan Xxxxxxxxxxx XXX., dalam hadist tersebut.104
a. Ijab qabul (sighat)
Hal ini dapat dilakukan baik dalam bentuk tertulis maupun lisan, asalkan saja di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai
b. Orang yang bertransaksi (aqid)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang-orang yang bertransaksi gadai, yaitu rahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerimagadai) adalah telah dewasa, berakal sehat dan atas keinginannya sendiri.
c. Adanya barang yang digadaikan (marhun)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan oleh rahin (pemberi gadai) adalah: dapat diserahterimakan, bermanfaat, milik rahin secara sah, jelas, tidak Bersatu dengan harta lain, dikuasai oleh rahin dan harta yang tetap atau dapat dipindahkan. Dengan demikian, barang- baramng yang tidak dapat diperjual belikan tidak dapat digadaikan.
104 Xxxxxxxx Xxxx, Op.Cit., hlm. 175.
105 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Gadai Syariah di Indonesia: Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006), hlm. 91.
d. Utang (marhun bih)
Menurut ulama Hanafiyah dan Syafiiyah syarat sebuah utang yang dapat dijadikan alas hak gadai adalah berupa utang yang tetap dapat dimanfaatkan, utang tersebut harus lazim pada waktu akad, utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.. Dalam dunia perbankan, akad rahn diaplikasikan dalam 2 (dua)hal, yaitu:106
1) Sebagai produk pelengkap
Rahn dipakai dalam produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’ al-Murabahah. Bank dapat menahan barangnasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
2) Sebagai produk tersendiri
Rahn sebagai produk tersendiri adalah bank menerima jaminan utang atas pembiayaan yang diberikan sebesar harga barangyang dijadikan utang tersebut yang telah ditetapkan oleh bank.
X. Xxxx Xxxxxxx
Rahn Tasjily disebut juga dengan Rahn Ta’mini, Rahn Rasmi, atau Rahn Hukmi, adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang, dengan kesepakatan bahwa yang diserahkan kepada penerima jaminan
106 Xxxx Xxxxxxxx, op.cit., hlm. 125.
(murtahin) hanya bukti sah kepemilikannya, sedangkan fisik barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam penguasaan dan pemanfaatan pemberi jaminan(rahin).107 Menurut Xxxxxxxxx Xxxxxxx sebagaimana yang dikutip oleh Xxx Xxxxxxx, at.all, bahwa rahn tasjily (fidusia) didefinisikan sebagai pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.108
Menurut Xxxxxxxxx sebagaimana yang dikutip oleh Xxx Xxxxxxxx, at.all, menjelaskan bahwa rahn terbagi menjadi dua macam, yaitu; rahn takmini (benda tetap) atau rahn tasjily (benda bergerak) dan rahn hiyazi. Rahn takmini atau rahn tasjily merupakan bentuk gadai dengan hanya memindahkan bukti hak kepemilikan benda jaminan seperti sertipikat tanah(benda tidak bergerak), Bukti Pemilik Kendaraan bermotor/BPKB (benda bergerak) dan lainnya, namun bendanya sendiri berada pada penguasaan pihak pemberi jaminan. Hak tanggungan dan jaminan fidusia yang digunakan pada Bank Syariah di Indonesia lebih dekat kesamaannya denganjaminan dalam bentuk rahn takmini atau rahn tasjily. Adapun rahn hiyazi lebih mirip dengan konsep gadai yang berlaku pada hukum adat dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.109
107 Fatwa DSN-MUI NO: 68/DSN-MUI/III2008 Tentang Rahn Tasjily.
108 Xxx Xxxxxxx, dkk, “Analisis Penerapan Akuntansi Syariah dan Manfaat pada Pembiayaan RahnTasjily (Studi Kasus pada Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Darumafatihil UlumJawa timur”, Jurnal JIAGABI, Vol. 10, No. 2, Agustus 2021, hlm. 336.
109 Xxx Xxxxxxxx, dkk, “Mekanisme Penggunaan Jaminan Kebendaan (Rahn Tasjily) dalam Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia dan Malaysia”, Jurnal Xxxxx Xxxxx, Vol. 18, No. 1, Juni
Rahn tasjily boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:110
a. Rahin menyerahkan bukti sah kepemilikan atau sertipikat barang yang dijadikan jaminan (marhun) kepada murtahin
b. Penyerahan barang jaminan dalam bentuk bukti sah kepemilikan atau sertipikat tersebut tidak memindahkan kepemilikan barang ke murtahin
x. Xxxxx memberikan wewenang (kuasa) kepada murtahin untuk melakukan penjualan marhun, baik melalui penjualan lelang atau dijual ke pihak lain sesuai prinsip syariah, apabila terjadi wanprestasi atau tidakdapat melunasi utangnya
d. Pemanfaatan barang marhun oleh rahin harus dalam batas kewajaran sesuai kesepakatan
e. Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang marhun (berupa bukti sah kepemilikan atau sertipikat) yang ditanggung oleh rahin, berdasarkan akad ijarah
f. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada angka 5 di atas tidak bolehdikaitkan dengan jumlah utang rahin kepada murtahin
g. Selain biaya pemeliharaan, murtahin dapat pula mengenakan biaya lainyang diperlukan pada pengeluaran yang riil
x. Xxxxx asuransi rahn tasjily ditanggung oleh rahin.
Ketentuan mengenai rahn tasjily sebagaiamana yang telah diuraikan di atas secara tidak langsung memiliki kesamaan dengan jaminan fiducia yang berlaku di Indonesia, yaitu adanya pemindahan bukti kepemilikan barang atau dalam Bahasa sehari-harinya adalah bukti kepemilikanlah yang ditahanoleh murtahin, sedangkan unitnya masih tetap berada dalam penguasaan rahin. Jaminan yang diikat menggunakan rahn tasjily dapat dikatakan lebih sederhana proses pengikatannya daripada jaminan fiducia, tidak memerlukan waktu yang lama serta tidak memerlukan biaya pendaftaran. Rahn tasjily tidak wajib didaftarkan ke Kementrian Hukum dan Hak Asasi Mansia (KEMENKUMHAM) berbeda
2018, hlm. 166.
110 Fatwa DSN-MUI No. 68/DSN-MUI/III2008 Tentang Rahn Tasjily.
halnya dengan jaminan fiducia yang wajib didaftarkan ke KEMENKUMHAM. Sehingga rahn tasjily dapatmenjadi alternatif bagi BMT PAS sebagai pengganti jaminan fidusia, agar BMT PAS tetap patuh atau sesuai dengan prinsip kepatuhan syariah.
BAB III
KEABSAHAN PERJANJIAN PINJAM-PAKAI ATAS BENDA YANG DIJAMINKAN PADA BAITUL MAAL WA TAMWIL
X. Xxxxxxan Umum Perjanjian Pinjam-Pakai Atas Benda yang Dijaminkan pada Baitul Maal wa Tamwil
Baitul Maal wa Tamwil Projo Artha Sejahtera atau disingkat dengan BMT PAS merupakan salah satu lembaga keuangan syariah non-bank yang terletak di Jl. K.H. MAS Mansyur, Desa Bejen, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul,Daerah Istimewa Yogyakarta yang mulai berdiri sejak tahun 2006. BMT PASadalah BMT yang berbadan hukum koperasi sejak tanggal 20 Oktober 2006, oleh karena berbadan hukum koperasi maka BMT PAS hanya melayani para anggotanya saja. Sejak mulai berdirinya BMT PAS hingga saat ini, telah memiliki ribuan anggota yang berasal dari berbagai kabupaten atau kota yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Perjanjian pinjam-pakai benda jaminan terjadi antara BMT PAS (Pihak Pertama) dengan salah satu anggotanya yaitu MT (Pihak Kedua). Perjanjian pinjam-pakai tersebut bermula saat MT datang kepada BMT PAS untuk meminta pembiayaan dengan menggunakan akad Murabahah, dimana MT akan melunasi pembiayaan tersebut dengan cara diangsur setiap bulannya, sehingga guna menjamin keseriusan MT dalam memenuhi kewajibannya tersebut, pihak BMT PAS meminta jaminan. Perjanjian atau akad Murabahahdalam hal ini
81
merupakan perjanjian pokok yang kemudian diikuti dengan perjanjian
acessoir atau perjanjian tambahan yang berupa perjanjian jaminan.
Jaminan yang diberikan oleh MT kepada BMT PAS berupa sebuah unit kendaraan bermotor atas nama MT, beserta Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) yang seluruhnya diserahkan kepada BMT PAS. Berdasarkan ciri-ciri jaminan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa jaminan berupa kendaraan bermotor tersebut dibebani dengan menggunakan jaminan gadai atau rahn. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik jaminan gadai yaitu gadai adalah untuk benda bergerak dan bendagadai atau rahn dikuasai oleh pemegang atau penerima gadai,1 dan berdasarkan pengertian gadai pada Pasal 1150 KUHPerdata yang menyatakan bahwa bendabergerak yang diikat dengan jaminan gadai diserahkan kepada si berpiutang, serta diperkuat dengan sebuah surat pernyataan keberatan dari MT apabila benda jaminan yang diserahkan kepada BMT PAS diikat dengan menggunakanjaminan Fidusia.
Sesuai dengan karakteristik jaminan gadai atau rahn, maka benda bergerakyang dibebani jaminan gadai atau rahn harus berada dalam penguasaan penerima atau pemegang gadai, namun hal tersebut tidak serta merta hak kepemilikan benda gadai atau rahn berpindah kepada penerima atau pemeganggadai. MT tetap menjadi pihak yang
1 Xxxx Xxxxxx, Hukum Jaminan, Yogyakarta: UII Press, 2017, hlm. 100.
memiliki hak kepemilikan atas benda gadai tersebut, sedangkan BMT PAS adalah pihak yang berhak memegang benda gadai atau rahn.
Perjanjian ketiga yang dibuat antara BMT PAS dengan MT adalah perjanjian pinjam-pakai benda jaminan yang diserahkan oleh MT kepada BMT PAS, yaitu berupa sebuah kendaraan bermotor sebagaimana telah disebutkan di atas. Artinya, dengan lahirnya perjanjian pinjam-pakai benda jaminan tersebut, menandakan bahwa benda gadai tetap dalam penguasaan si berutang atau si pemberi gadai yaitu MT. Seyogyanya, benda gadai berada dalam penguasaan si berpiutang atau si penerima atau pemegang gadai yaitu BMT PAS bukan berada dalam penguasaan si berutang.
X. Xxxxx dan Pembahasan
Terdapat tiga macam perjanjian yang dibuat oleh BMT PAS dengan MT, ketiga perjanjian tersebut adalah perjanjian atau akad murabahah, perjanjian pembebanan jaminan dan perjanjian pinjam- pakai bendajaminan. Perjanjian atau akad murabahah merupakan akad pokok atau dapatdikatakan sebagai perjanjian dasar yang nantinya akan timbul perjanjian tambahan yaitu perjanjian pembebanan jaminan. Perjanjian pembebanan jaminan memang tidak disebutkan secara spesifik bahwa jaminan tersebut dibebani dengan jaminan gadai, namun mengacu pada ciri-ciri yang telah dipaparkan dalam gambaran umum di atas, maka penulis berpendapat bahwa jaminan tersebut diikat dengan jaminan gadai. Perjanjian pinjam-pakai benda
jaminan gadai menjadi perjanjian ketiga yang dibuat oleh BMTPAS dan MT.
1. Keabsahan Perjanjian Pinjam-Pakai Benda Jaminan pada Baitul Maal wa Tamwil
BMT PAS berkedudukan sebagai pihak penerima jaminan gadai dan sebagai pihak pemberi pinjaman benda gadai, kemudian MT berkedudukan sebagai pihak pemberi jaminan gadai dan sekaligus sebagai pihak penerima pinjaman benda gadai. Perlu diingat bahwa status hak kepemilikan serta manfaat dari benda gadai tetap ada pada pemberi gadai meskipun benda gadai berada dalam penguasaan penerima gadai.
Berdasarkan fakta yang ditemukan oleh penulis di lapangan, bahwa penulis tidak menemukan adanya surat perjanjian pinjam-pakai benda jaminan dalam sebuah dokumen pembiayaan atas nama anggota BMT PAS berinisial MT. Dokumen tersebut berisi tentang surat-surat terkait pembiayaan murabahah yang dikeluarkan oleh BMT PAS kepada MT. Salah satu surat yang menjadi titik poin adalah surat yang berjudul surat pernyataan meminjam jaminan. Surat tersebut dibuat oleh MT yang diketahui dan disetujui oleh pasangan kawinnya. Sehingga dasar dalam pembahsan mengenai keabsahan perjanjian pinjam-pakai dalam penelitian ini adalah surat pernyataan meminjam jaminan tersebut.
Menurut Xxxxxxxxxx,2 perjanjian pinjam-pakai benda jaminan dibuat secara lisan antara BMT PAS dengan MT. Beberapa kesepakatan yang disepakati oleh kedua belah pihak dalam perjanjian tersebut adalah dalam perjanjian tersebut tidak ada biaya apapun yang dibebankan kepada anggota BMT PAS, artinya perjanjian pinjam-pakai tersebut dibuat secara cuma-cuma, dan terdapat kesepakatan tentang lamanya anggota BMT PAS meminjam benda jaminan tersebut. Terdapat beberapa alasan yang menjadi latar belakang lahirnya perjanjian pinjam-pakai tersebut diantaranya; pertama, karena anggota yang menyerahkan jaminan membutuhkan benda jaminan tersebut untuk digunakan, kedua, karena gudang tempat penyimpanan jaminan terkadang muat untuk menyimpan benda jaminan, ketiga, demi menjaga kualitas benda jaminan dari kerusakan maka ketika si pemberi jaminan meminjam benda jaminan tersebut, BMT PAS menyetujuinya. Setelah perjanjian pinjam-pakai disepakati oleh kedua belah pihak, maka pihak anggota BMT PAS membuat surat pernyataan meminjam jaminan.
Surat pernyataan meminjam jaminan tersebut dapat dikatakan sederhana, sebab surat tersebut tidak dilengkapi dengan awal surat yang biasanya berisi tentang hari, jam, tanggal, bulan dan tahun dibuatnya surat pernyataan tersebut. Surat tersebut
2 Wawancara dengan Kepala BMT PAS, Xxxxx Xxxxxxxxxx, X.Xx, yang dilakukan di kantor BMT PAS, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, pada tanggal 05 Juli 2023, pukul 13:15 WIB.
langsung diawalai dengan sebuah komparisi identitas MT tanpa dilengkapi dengan identitas pasangan kawinnya. Bagian isi dari surat pernyataan tersebut menerangkan bahwa MT dan pasangan kawinnya meminjam benda jaminan kepada BMT PAS yang berupa kendaraan roda dua beserta STNK-nya. Surat pernyataan tersebut juga tidak dilengkapi dengan kapan berlakunya perjanjian pinjam-pakai tersebut, yang tertera hanya waktu berakhirnya pinjam-pakai tersebut yaitu sampai jatuh tempo pembiayaan murabahah tersebut. Surat pernyataan tersebut diakhiri dengan kalimat bahwa surat pernyataan tersebut dibuat tanpa ada paksaan dari pihak manapun, yang kemudian di tanda tangani oleh MT, disetujui oleh xxxxxxxx xxxxxnya dan dua orang saksi. Adanya surat pernyataan meminjam jaminan tersebut, tentunya dilatar belakangi oleh perjanjian pinjam-pakai yang terlebih dahulu dibuat secara lisan oleh BMT PAS dengan MT. Tanpa adanya kesepakatan perjanjian pinjam-pakai maka tidak akan mungkin muncul surat pernyataan meminjam jaminan.
Perjanjian pinjam-pakai benda jaminan yang dibuat oleh BMT PAS dengan MT yang mana objek dari perjanjian pinjam- pakai tersebut adalah sebuah kendaraan bermotor yang telah diikat dengan jaminan gadai yang diterima oleh BMT PAS dari MT, kemudian BMT PAS meminjamkan benda jaminan gadai tersebut kepada MT yang notabenenya adalah pihak pemilik dan pemberi
benda gadai itu sendiri. Pembahasan mengenai keabsahan perjanjian pinjam-pakai benda yang dijadikan jaminan dalam penelitian ini, akan memberikan dua sudut pandang atau pendapat hukum yang berbeda, dengan berdasarkan pada dasar hukum yang relevan atas permasalahan hukum yang di angkat dalam penelitian ini.
Pendapat hukum yang pertama, yaitu perjanjian pinjam-pakai berdasarkan teori pinjam-pakai sebagaimana telah diuraikan di atas, merupakan perjanjian sepihak atau unilateral, maksudnya adalah hanya terdapat satu pihak yang melakukan prestasi, pihak tersebut adalah pihak yang memberikan pinjaman yaitu BMT PAS, sedangkan pihak peminjam yaitu MT tidak dibebani dengan prestasi apapun, sehingga perjanjian pinjam-pakai juga disebut sebagai perjanjian cuma-cuma, karena pihak peminjam dapat mengambil manfaat dari benda yang dipinjam tanpa harusmemberikan imbalan atau prestasi.
Pendapat hukum yang pertama, berasal dari Ulama Xxxxxxxxxx, Ulama Syafi’iyyah dan Ulama Hanabilah,3 Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rahin atau pihak pemberi gadai tidak dibenarkan memanfaatkan marhun atau barang gadai baik dalam keadaan menggunakan, menaiki, mengenakan, menempati atau lain
3 Xxxxxx Xxxx Xxxxxxx, Pemanfaatan Barang Gadai Perspektif Empat Madzhab, Tesis SekolahTinggi Ilmu Syariah al-Manar, hlm. 87-89.
sebagainya, kecuali dengan adanya izin dari murtahin atau pihak penerima gadai. Seandainya, rahin memanfaatkanbarang gadaian tanpa seizin dari murtahin misalnya meminum susu yang telah digadaikan atau memakan buah dari pohon yang telah digadaikan dansebagainya, maka rahin wajib membayar denda senilai apa yang ia manfaatkan, sebab perbuatan tersebut telah menciderai hak murtahin, atau jika rahin memanfaatkan marhun dengan cara dinaiki apabila benda tersebut adalah kendaraan, atau mengenakannya jika berupa pakaian, atau ditempati apabila benda gadai tersebut adalah rumah, atau menanaminya jika marhun adalah tanah, maka murtahin tidak bertanggung jawab atas marhun tersebut dan rahin dianggap sebagai pihak yang wanprestasi atau ghasab.4
Menurut Ulama Syafi’iyyah, rahin boleh mengambil manfaat dari marhun dalam bentuk apapun, baik dalam bentuk menaiki, menempati, mengenakan, atau digunakan sebagai barang angkutan apabila marhunadalah hewan atau kendaraan. Alasannya adalah karena kemanfaatan marhun dan segala sesuatu yang dihasilkan oleh marhun adalah milik rahindan statusnya tidak ikut serta sebagai barang jaminan utang. Ulama Syafi’iyyah juga berpendapat bahwa pemanfaatan marhun oleh rahin yangdilarang adalah pemanfaatan yang dapat mengurangi nilai marhun, seperti
4 Xxxxxx Xx-Zuahily, Al-Fiqh Al-Islam wa Adilatuhu, Jilid 6, hlm. 190.