DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I | DASAR-DASAR EKOLOGI DAN EKOSISTEM……………………... | 2 |
BAB II | ENERGI DALAM EKOSISTEM……………………………………….. | 12 |
BAB III | FAKTOR PEMBATAS DAN KONSEP ORGANISASI DALAM | |
POPULASI DAN KOMUNITAS............................................................... | 29 | |
BAB IV | EVOLUSI EKOSISTEM DAN EKOLOGI MANUSIA.......................... | 44 |
BAB V | PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN MASALAH IKLIM GLOBAL...................................................................................................... | 56 |
BAB VI MASALAH EKOLOGI GLOBAL DAN APLIKASINYA DALAM
78
PEMECAHAN MASALAH LINGKUNGAN………………………..
BAB I
DASAR-DASAR EKOLOGI DAN EKOSISTEM
Kata kunci : Ekologi, ekosistem, interaksi, hubungan timbal balik
A. Ruang Lingkup Ekologi
Kata ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos, yang berarti ”rumah” atau ”tempat untuk hidup”, dan “logos” yang berarti ilmu, sehingga ekologi berarti ilmu yang mengkaji interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Ekologi juga dapat didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organisme-organisme atau kelompok organisme terhadap lingkungannya, atau ilmu hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan lingkungannya (Odum, 1996).
Lingkungan yang dimaksud dalam kajian ini meliputi lingkungan inorganik (abiotik) dan organik (biotik). Lingkungan abiotik terdiri dari atmosfer, cahaya, air, ragam garam, tanah dan seterusnya, oleh karenanya ekologi turut mengkaji arus energi dan daur materi. Lingkungan biotik meliputi makhluk hidup di dalamnya yang saling terkait satu sama lain, sehingga populasi beserta fungsi dan peranannya dalam suatu lingkungan dikaji dalam ekologi (Wirakusumah, 2003). Keterkaitan dan ketergantungan komponen biotik (manusia,tumbuhan , dan hewan) dan komponen abiotik (tanah, air, dan udara), harus dipertahankan dalam kondisi yang stabil dan seimbang. Perubahan salah satu komponen akan mempengaruhi komponen yang lainnya.
Ekologi dapat dibagi menjadi tiga pokok bahasan, antara lain: 1) Tingkat-tingkat organisasi (ekosistem, komunitas, populasi, dan organisme); 2) Jenis lingkungan atau habitatny; dan 3) Penerapan-penerapan asas dasar ekologi. Ekologi memiliki sistem dalam kompleksitas penyusunan yang saling terkait dan membentuk proses ekologi. Proses Ekologi adalah berlangsungnya proses hubungan antara organisme (B) dan lingkungannya (A). Banyak proses yang terjadi selama berlangsungnya hubungan
tersebut mulai dari proses untuk mempertahankan diri, proses berkembang-biak, proses penyesuaian diri, dan sebagainya.
A.1. Ekologi
Berdasarkan bidang kajiannya, ekologi dapat dibagi menjadi autoekologi dan sinekologi. Autoekologi mengkaji individu organisme atau spesies terutama sejarah hidup dan perilaku dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sinekologi mengkaji hubungan antar kumpulan organisme sebagai satu satuan. Misalnya, kajian mengenai distribusi bakau menurut karakteristik abiotik dan pertumbuhan bakau termasuk ke dalam autoekologi, namun demikian tidak menutup kemungkinan untuk mengkaji komponen lingkungan lainnya yang berkaitan dengan bakau. Kajian sinekologi mengkaji keseluruhan ekologi tempat hidup bakau, misalnya effektivitas bakau dalam memecah gelombang.
A.2. Kaitan Ekologi dengan Ilmu Lainnya
Ekologi adalah ilmu yang banyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti: kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas. Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut.
Keterkaitan antara organisme dan lingkungan diawali dengan pemahaman tentang organisme itu sendiri. Organisme terdiri dari sistem-sistem biologik yang berinteraksi dengan lingkungannya masing-masing. Sistem-sistem ini berjenjang mulai dari molekul biologi hingga organ, sistem organ, dan selanjutnya populasi, komunitas hingga ekosistem. Studi interaksi pada jenjang yang lebih sederhana menjadi penting karena hasil interaksi ini berpengaruh pada proses interaksi jenjang di atasnya, misalnya hasil interaksi populasi akan mempengaruhi proses interaksi komunitas. Gambar 1.1 menunjukkan posisi ekologi sebagai bagian dari biologi.
KOMPONEN BIOTIK
ditambah
KOMPONEN ABIOTIK
sama dengan
BIOSISTEM
Gen
Sel
Organ
Organisme
Populasi Komunitas | ||||||||
Bahan | Energi | |||||||
Sistem Sistem Sistem Sistem | Sistem Ekosistem Populasi | |||||||
Genetika Sel Organ Organisme |
Ekologi
Gambar 1.1. Batas Ekologi dalam Biologi (Odum, 1996)
Ekologi menggunakan metode pendekatan secara menyeluruh pada komponen- komponen yang berkaitan dalam suatu sistem dan berkisar pada ruang lingkup ekologi, yakni pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem. Ekologi, menurut E.H. Haeckel (1869), adalah studi tentang berbagai keterkaitan organisme-organisme sesamanya serta dengan segala aspek lingkungannya baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Definisi ini sekaligus memberikan batasan pada ruang lingkup ekologi yang memiliki persamaan sekaligus perbedaan dengan ilmu-ilmu lingkungan.
EKONOMI
SOSIAL
ABIOTIK
BIOTIK
Persamaan keduanya terletak pada aspek-aspek lingkungan yang dipelajari, sedangkan perbedaannya terletak pada pendekatan yang digunakan. Ilmu lingkungan mempelajari aspek-aspek lingkungan secara terpisah, sedangkan ekologi mempelajarinya sebagai satu sistem dinamik sekaligus mencermati faktor-faktor lingkungan kehidupan manusia lainnya, seperti lingkungan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Ilmu-ilmu lingkungan dapat dipandang sebagai autoekologi, sedangkan ekologi meliputi autoekologi dan sinekologi. Gambar 1.2 mengilustrasikan ilmu lingkungan (bentuk persegi) dan dinamika interaksi dalam ekologi (garis putus-putus).
POLITIK
BUDAYA
Gambar 1.2. Dinamika Interaksi Ekologi
Interaksi ekologi yang dinamis di antara komponen-komponen lingkungan di dalamnya mengubah jumlah dan mutu lingkungan. Proses ekologi ini mengakibatkan upaya kelestarian lingkungan berpusat pada keseimbangan lingkungan, yakni adanya keberlanjutan interaksi antar komponen walaupun mengalami perubahan struktur dan fungsi. Ini menunjukkan bahwa ekologi tidak hanya membahas interaksi semata, tetapi juga dinamika komponen-komponen yang berinteraksi (Wirakusumah, 2003)
B. Ekosistem
B.1. Konsep Ekosistem
AIR
ORGANISME HIDUP
ORGANISME HIDUP
AIR
BUMI
ATMOSFER
Suatu kawasan alam yang di dalamnya tercakup unsur-unsur hayati (organisme) dan unsur-unsur non hayati (zat-zat tak hidup) serta antara unsur-unsur tersebut terjadi hubungan timbal balik disebut sistem ekologi atau sering dinamakan ekosistem, seperti yang disajikan dalam Gambar 1.3. Konsep ekosistem merupakan konsep yang luas, fungsi utamanya di dalam pemikiran atau pandangan ekologi merupakan penekanan hubungan wajib, ketergantungan, dan hubungan sebab akibat, yaitu perangkaian komponen-komponen untuk membentuk satuan-satuan fungsional. Ekosistem merupakan tingkat organisasi biologi yang paling baik untuk tehnik-tehnik analisis sistem (Odum, 1996).
BUMI
ATMOSFER
Gambar 1.3. Bagan Ekosistem Menurut Clapham (1973)
Interaksi yang dinamis meliputi sumber pakan (materi) dari aspek-aspek abiotik air, atmosfer, dan bumi serta sinar matahari (SS) yang dibutuhkan oleh komponen biotik. Aliran energi bergerak dari sinar matahari yang digunakan oleh organisme produsen dalam mengolah pakan (fotosintesis), sehingga disebut juga sebagai produsen yang terdiri dari tumbuhan berklorofil. Ilustrasi proses fotosintesis disajikan pada Gambar 1.4.
Gambar 1.4. Ilustrasi proses fotosintesis
Konsumen terdiri dari herbivora dan karnivora. Herbivora merupakan konsumen pertama yang mengambil bahan pangan langsung dari produsen, sedangkan karnivora merupakan konsumen kedua yang memperoleh bahan pangan dari herbivora. Organisme lainnya, yakni dekomposer, merupakan kelompok biotik yang terdiri dari mikroorganisme (jamur dan bakteri) yang mengubah bahan organik dalam suatu ekosistem menjadi anorganik untuk kemudian dimanfaatkan lagi oleh produsen dalam menyediakan pakan, seperti yang disajikan dalam Gambar 1.5.
Produsen
Komponen esensial Komponen nonesensial
Herbivora
Parasit
Pemakan bangkai
Saprofit
Dekomposan
Transforman
Pakan
Tumbuhan hijau
SS
Konsumen
Komponen
non hidup Komponen hidup
Gambar 1.5. Bagan Aliran Pakan dalam Ekosistem (Xxxxxx, 1954)
Aliran energi dari sinar matahari menuju produsen melibatkan berbagai unsur dan ikatan kimia anorganik, seperti air, karbondioksida, nitrogen, fosfor, sulfur, magnesium, dan sekitar 15 unsur kimia lainnya. Energi berkurang saat dipindahkan dari satu rantai pangan ke rantai pangan berikutnya, sedangkan nutrisi digunakan dalam proses-proses tertentu dalam rantai makanan. Kajian ekologi ekosistem berkonsentrasi pada gerakan-gerakan energi dan nutrisi-nutrisi (unsur-unsur kimia) melalui komponen- komponen biotik dan abiotik ekosistem untuk menjawab pertanyaan berapa banyak dan sejauh apa energi dan nutrisi ditimbun atau dialirkan antar komponen suatu ekosistem.
B.2. Macam-Macam Ekosistem
Komponen biotik dan abiotik harus berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur, sehingga dapat dikatakan sebagai ekosistem. Interaksi ini harus bersifat dinamis serta melibatkan transfer dan transformasi energi antar komponen. Berdasarkan fungsinya, ekosistem terdiri dari dua komponen, yakni:
1. Komponen autotrofik yaitu organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri yang berupa bahan-bahan organik dari bahan-bahan anorganik dengan bantuan energi matahari atau klorofil.
2. Komponen heterotrofik yaitu organisme yang mampu memanfaatkan hanya bahan- bahan organik sebagai bahan makanannya dan bahan tersebut disintesis dan disediakan oleh organisme lain. Komponen ini meliputi herbivora, karnivora, dan dekomposer.
Hal yang perlu diperhatikan dalam interaksi antara komponen autotrofik dengan heterotrofik adalah adanya fungsi dan organisme yang berinteraksi terpisahkan secara fisik (berbagai organiseme tersusun dalam stratifikasi) dan fungsi dasar yang terpisah oleh waktu (tenggang waktu antara terbentuknya pangan yang diproduksi organisme autotrofik dengan pemanfaatan pangan oleh organisme heterotrofik).
Berdasarkan fungsi ekologi, ekosistem terdiri dari empat komponen, yakni produsen, konsumen, pengurai, dan unsur abiotik. Produsen, konsumen dan pengurai disebut sebagai “three functional kingdoms of nature”, karena ketiga komponen tersebut dipisahkan berdasarkan tipe nutrisi dan sumber energi yang digunakan. Berdasarkan segi penyusunnya, ekosistem terdiri dari empat komponen, antara lain:
1. Bahan tak hidup (abiotik, non hayati) yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri atas tanah, air, udara, sinar matahari dsb dan merupakan medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan
2. Produsen yaitu organisme autotrofik yang umumnya tumbuhan berklorofil yang mensintesis makanan dari bahan anorganik sederhana.
3. Konsumen yaitu organisme heterotrofik yang terdiri dari hewan (herbivora dan karnivora) dan manusia.
4. Pengurai (dekomposer) yaitu organisme heterotrofik yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks), menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepas bahan-bahan yang sederhana yang dapat dipakai oleh produsen. Bakteri dan jamur termasuk dalam kelompok ini.
Organisme pengurai adalah organisme yang memperoleh energi untuk hidupnya melalui absorpsi hasil uraian atau pembusukan. Organisme pengurai terdiri atas organisme heterotrofik seperti bakteri dan jamur yang relatif tidak bergerak, ukur-annya kecil sekali, hidup terbenam dalam bahan-bahan yang diuraikannya dan mempunyai kecepatan metabolisme tinggi. Konsumen makro adalah organisme yang memperoleh energi untuk hidupnya dengan jalan memakan bahan-bahan organik. Konsumen makro merupakan kebalikan dari pengurai, karena berukuran lebih besar, mempunyai kecepatan metabolisme rendah dan memiliki morfologi yang sesuai dengan cara makannya.
Semua ekosistem pada tingkat organisasi yang berbeda memiliki komponen, interaksi antar komponen, dan proses ekosistem yang sama. Perbedaannya terletak pada hal-hal sebagai berikut:
1. banyaknya jenis organisme produsen;
2. banyaknya jenis organisme konsumen;
3. banyaknya keanekaragaman organisme pengurai;
4. banyaknya macam-macam komponen abiotik;
5. kompleksitas interaksi antar komponen; dan
6. berbagai proses yang berjalan dalam ekosistem
Berdasarkan perbedaan ini, dapat dikatakan bahwa ekosistem kolam merupakan organisasi yang paling sederhana, sedangkan ekosistem danau merupakan organisasi yang lebih kompleks (Odum, 1983).
B.3. Homeostatis Ekosistem
Homeostatis (homeo=sama; stasis=berdiri) merupakan istilah yang umumnya diterapkan kepada kecenderungan sistem-sistem biologi untuk bertahan terhadap perubahan-perubahan dan tetap berada di dalam keadaan keseimbangan. Cannon (1939) menyimpulkan homeostatis sebagai keseimbangan antara organisme-organisme dan lingkungan yang dapat dipertahankan oleh faktor-faktor yang tahan terhadap perubahan di dalam sistem sebagai keseluruhan. Homeostatis memiliki batasan yang apabila terlampaui akan mengakibatkan kerusakan.
Ekosistem dan organisme di dalamnya secara alami memiliki kemampuan untuk memulihkan diri sendiri. Misalnya, air dalam suatu ekosistem sungai memiliki kemampuan untuk menjernihkan dirinya sendiri yang disebut dengan self purification. Jika mekanisme ini terganggu dengan penambahan zat beracun dalam jumlah yang signifikan dan melampaui homeostatis air sungai, maka kondisi air akan berubah (rusak) secara permanen. Ekosistem tidak selalu dalam keadaan stabil, selain itu ekosistem bukanlah suatu sistem yang tertutup, sehingga gangguan dari luar ekosistem mampu merubah keseimbangan, seperti bencana alam, kebakaran hutan, migrasi organisme, dan gangguan-gangguan lainnya.
C. Rangkuman
Diskusi mengenai lingkungan tidak dapat dilepaskan dari organisme yang ada di dalamnya. Interaksi tidak hanya terjadi antara organisme yang satu dengan yang lainnya tetapi juga antara organisme dengan lingkungannya. Keterkaitan ini menghasilkan hubungan timbal balik dalam bentuk pengaruh lingkungan terhadap organisme dan pengaruh organisme terhadap lingkungan. Pemahaman terkait organisme, lingkungan, dan interaksi yang terbentuk sekaligus dinamika yang berkembang dibahas secara menyeluruh dalam ekologi.
D. Tes Formatif
1. Uraikan kedudukan dan keterkaitan ilmu geografi dalam mempelajari ekologi !
2. Berdasarkan fungsi ekosistem, tumbuh-tumbuhan termasuk komponen autotrof. Uraikan apa yang dimaksud autotrof !
3. Berikan contoh waktu tenggang antara terbentuknya pangan oleh komponen autotrofik dengan pemanfaatannya oleh komponen heterotrofik!
E. Daftar Pustaka
Xxxxxxx, Xx. W.B. 1973. Natural Ecosystems. New York: Macmillan Publishing Co. Inc.
Xxxxxx, X.X. 1954. Elements of Ecology. New York: Xxx Xxxxx & Sons Inc. Xxxxxx, X.X. 1939. The Wisdom of the Body. New York: X.X.Xxxxxx & Co. Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi: Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu Lingkungan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
BAB II
ENERGI DALAM EKOSISTEM
Kata kunci : Daur Energi, Daur Biogeokimia, Entropi, Produktivitas
A. Energi dalam Ekosistem
A.1. Energi dalam Sistem Ekologi
Hukum Termodinamika I menyatakan bahwa energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Sedangkan Hukum Termodinamika II menyatakan bahwa ada sebagian energi yang hilang selama terjadi transformasi energi. Energi yang hilang dalam bentuk panas dan tidak dapat dimanfaatkan lagi disebut dengan entropi. Aliran energi di alam diawali oleh sinar matahari yang memancarkan energi cahaya dan ditangkap oleh tumbuhan untuk kemudian diubah menjadi energi kimia (bahan pangan) melalui proses fotosintesis.
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa energi diperoleh dari luar ekosistem dan akan hilang melalui dalam bentuk energi panas melalui proses respirasi. Aliran nutrisi dimulai dari pengolahan nutrisi inorganik menjadi nutrisi organik oleh produsen dan kembali lagi menjadi nutrisi inorganik melalui proses penguraian, sehingga aliran nutrisi cenderung membentuk siklus nutrisi di dalam ekosistem dengan hanya sebagian kecil nutrisi yang mengalami ekspor-impor (Wirakusumah, 2003; Odum, 1996)
dimakan
Produk-produk mati & limbah
dimakan
Organisme mati
dimakan
Dekomposan
Penghancuran fisik & kimia
Produk-produk mati & limbah
Dibebaskan proses biologik
ditarik
Persediaan nutrisi inorganik
Ekspor
Batas ekosistem
Energi
Nutrisi
Energi SS diikat fotosintesis
Kehilangan energi panas oleg respirasi
Impor
Konsumen
Produsen
Gambar 2.2. Bagan Pertukaran Energi dan Nutrisi dalam Suatu Ekosistem Hipotetis (Desmukh, 1986)
A.2. Produktivitas
Produktivitas di dalam suatu ekosistem dibedakan menjadi 2, yaitu produktivitas primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer adalah kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen melalui proses fotosintesis dan kemosintesis, dalam bentuk bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Terdapat dua kategori produktivitas primer, yaitu:
a. Produktivitas primer kotor (bruto) adalah kecepatan total fotosintesis mencakup pula bahan organik yang habis dipakai dalam respirasi selama waktu pengukuran. Istilah lain produktivitas kotor adalah ”fotosintesis total” atau ”asimilasi total”
b. Produktivitas primer bersih (netto) adalah kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik dalam jaringan tumbuhan, sebagai kelebihan bahan dari respirasi pada tumbuhan selama waktu pengukuran. Produktivitas primer bersih ini juga merupakan produktivitas kasar dikurangi dengan energi yang digunakan untuk respirasi. Istilah lainnya adalah ”fotosintesis nyata” atau ”asimilasi nyata”.
Produktivitas primer dapat diukur dengan metode botol bening dan gelap. Metode ini sesuai untuk lingkungan air. Produktivitas diukur berdasarkan keseimbangan oksigen sebagai akibat fotosintesis. Perbedaan volum oksigen dari kedua botol menunjukkan produktivitas primer fitoplankton. Produktivitas skunder adalah kecepatan penyimpanan energi potensial pada tingkat trofik konsumen dan pengurai. Energi ini semakin kecil pada tingkat trofik berikutnya. Masing-masing konsumen mempunyai efisiensi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan energi yang digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Efisiensi produksi adalah energi yang tersimpan dalam biomassa (growth and reproduction) dibagi energi yang digunakan untuk pertumbuhan. Misalnya, ketika ulat makan daun, tidak semua energi dikonsumsi untuk pertumbuhan, tetapi sebagian dibuang dalam bentuk feces dan kemudian dimanfaatkan oleh detritivores dan sebagian lainnya terbakar pada proses respirasi.
DIMASUKKAN KOLAM 24 JAM
FITOPLANKTON
PERNAPASAN &FOTOSINTESIS
FITOPLANKTON
PERNAPASAN
Gambar 2.3. Metode Pengukuran Produktivitas Primer
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi produktivitas antara lain:
‐ Iklim
‐ Topografi
‐ Sifat Tanah
‐ Letak Geografis
‐ Air
‐ Elevasi
Pengukuran produktivitas sekunder dapat dilakukan dengan menimbang herbivora yang dilepas pada suatu lahan di awal percobaan dan selanjutnya ditimbang lagi selama suatu musim tertentu. Selisih berat tersebut merupakan produksi sekunder bersih. Faktor ruang dan waktu merupakan faktor yang penting dalam menentukan produktivitas suatu ekosistem. Faktor ruang atau lahan yang dimaksud dapat berupa jarak tanam dan biasanya
lebih rapat bila digarap secara intensif untuk memperoleh produktivitas tinggi. Misalnya, produktivitas pada ekosistem hutan tropika lebih tinggi daripada hutan iklim sedang, karena hutan tropika tumbuh sepanjang tahun, sedangkan hutan iklim sedang hanya tumbuh pada musim semi dan panas. Contoh lainnya adalah pada tanaman budidaya yang hanya tumbuh pada musim tertentu, kecuali tanaman tebu yang tumbuh sepanjang tahun.
A.3. Rantai dan Jaring-Jaring Makanan, Tingkatan Trofik, dan Piramida Ekologi
A.3.1. Rantai Makanan
Rantai makanan rerumputan sebagai salah satu rantai makanan yang sederhana seperti disajikan pada Gambar 2.4. Produksi primer bruto hasil fotosintesis melalui proses respirasi (R1) diubah menjadi produksi primer netto (NPP). Energi yang telah terikat melalui produksi primer bruto (GPP), yaitu energi yang diukur dari jumlah produksi, diambil lagi untuk proses R1, tetapi energi juga ada yang hilang F1 atau ada juga yang hilang karena mati atau membusuk (C1). Organisme autrotof kemudian menjadi makanan herbivora malalui proses herbivori, dan memerlukan juga energi (R1) dan ada juga energi yang hilang (F1). Proses ini disebut juga asimilasi atau produksi sekunder bruto (GPP2) dan herbivora disebut consumen primer. Herbivora kemudian dimakan oleh satwa lain melalui proses asimilasi selanjutnya, yaitu proses karnivori yang dapat juga dimakan oleh tumbuhan lain pemakan satwa. Energi yang digunakan disini adalah R2 yang sebagian hilang sebagai C2.
SINAR SURYA
R1
R2
R4
A2
A3
R3
A4
Herbivori
karnivori
karnivori
AUTROTOP 1
HERBI- VORA 2
KARNIVORA PRIMER
3
KARNIVORA SENKUN- DER
4
C1
F2
C2
F3
C3 F4
F1
C4
A =Asimilasi; F=energi yang hilang; C=energi hilang karena pembusukan; R=energi hilang melalui respirasi
DEKOMPOSI
Gambar 2.4. Input dan Kehilangan Energi pada Jenjang Tropik Suatu Rantai Makanan
Karnivora pemakan herbivora disebut karnivora primer, yang diikuti oleh proses asimilasi selanjutnya (karnivori) oleh karnivora sekunder dengan energi R3 dan kehilangan-kehilangan energi C3 dan F4 demikian seterusnya. Jika disimpulkan, secara sederhana asimilasi antara proses produksi, respirasi, dan konsumsi dapat disajikan dalam kategori/jenjang tropik sebagai berikut:
Sifat dasar rantai pakan perumput ialah bahwa semakin tinggi jenjang tropik makin berkurang jumlah energi yang tersedia bagi proses asimilasi hingga produktivitas pun berkurang. Keadaan ini diilustrasikan melalui tiga piramida yang digambarkan berdasarkan tiga data berbeda, yaitu berdasarkan jumlah populasi (individu) per m2, biomassa untuk gram berat kering per m2, dan produktivitas dalam mg berat kering per m2, seperti yang disajikan dalam Gambar 2.5. Bentuk-bentuk umum piramida komunitas dapat berbeda satu sama lain, misalnya pada komunitas akuatik atau komunitas hutan.
15
100
1,5x104
0,1
0,66
1,25
0,1
1,22
26,8
7,2 x 10 10 17,7 280
Karnivora sekunder Karnivora primer Herbivora
Produsen
a
b
c
Piramida komunitas yang umum; a. piramida populasi; b. piramida
biomassa; c. piramida produktivitas
Gambar 2.5. Piramida Komunitas
Semakin berkurangnya ketersediaan energi pada jenjang-jenjang tropik tinggi, semakin berkurang jumlah organisme karena tidak lagi mampu melakukan respirasi, sehingga setiap piramida hanya dapat menampung organisme dalam jumlah terbatas. Hal serupa dibuktikan melalui Tabel 2.1 yang menyajikan data penelitian perhitungan GPP rantai pakan pada empat ekosistem di Amerika Serikat (Clapham, 1973). Jenjang tropik tertinggi pada ekosistem kecil adalah karnivora primer. Umumnya, suatu komunitas hanya memiliki empat jenjang tropik, sangat jarang ditemukan komunitas dengan lima jenjang tropik.
Tabel 2.1. GPP (ly/tahun) dan Respirasi (% asimilasi total) pada Jenjang-Jenjang Tropik Empat Ekosistem
Ekosistem | Autotrop | Herbivora | Karnivora Primer | Karnivora Sekunder | ||||
GPP | R | GPP | R | GPP | R | GPP | R | |
Danau Mendona, Wisc | 480 | 22.3 | 41.6 | 36.1 | 2.3 | 47.8 | 0.3 | 66.7 |
Silver Spring, Fla | 28,810 | 57.5 | 3,368 | 56.1 | 383 | 82.5 | 21 | 61.9 |
Cedar Lake Bog, Minn | 20 | 25 | 16.8 | 38.1 | 3.1 | 58.1 | - | - |
Salt Marsh, S.C. | 36,380 | 77.5 | 767 | 77.7 | 59 | 81.3 | - | - |
A.3.2. Rantai Pakan Detritus
Limbah organik, cairan dan bahan-bahan mati dari rantai makanan perumput disebut detritus. Kandungan energi dalam detritus yang tidak hilang ke ekosistem dan menjadi sumber energi sekelompok organisme yang tidak termasuk ke dalam rantai makanan perumput disebut rantai pakan detritus. Ilusterasi rantai makanan perumput dan rantai makanan detritus disajikan pada Gambar 2.6. seperti yang disajikan dalam Gambar 2.6. Energi yang diperlukan untuk respirasi tidak selalu berasal dari tubuh organisme sendiri, seringkali dari detritus di luarnya (eksternal). Banyak sekali organisme kecil yang terlibat dalam rantai pakan termasuk protozoa, ganggang, bakteri, jamur, moluska, cacing, hematoda, dan lain-lain.
Gambar 2.6. Ilustrasi rantai makanan perumpu dan rantai makanan detritus Proses respirasi berantai menyerap molekul-molekul bahan organik yang rumit
dan mengubahnya menjadi senyawa yang sederhana untuk kemudian diolah lagi oleh organisme lainnya menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses ini terjadi secara terus-menerus hingga berantai menjadi elemen-elemen bebas yang dapat kembali memasuki rantai pakan perumputan sebagaimana tampak pada Gambar 2.7.
Proses detorisasi dilaksanakan oleh organisme-organisme aerobik selama oksigen bebas tersedia. Tetapi jika tidak ada oksigen, proses dapat berjalan simultan dengan bantuan organisme anaerobik. Proses terakhir ini disebut fermentasi yang diterapkan pada proses pembuatan tempe, oncom, dan tape hingga ragam obat dan suplemen makanan.
Tanah atau media lain rantai pakan detritus (sisa pakan)
RESPIRASI
Arus energi melalui rantai pakan detritus
Sisa pangan (detrifus) organik
Gambar 2.7. Arus Energi Melalui Rantai Pakan Detritus
Kedua rantai pakan perumputan dan detritus di alam bebas sering berlangsung secara bersamaan, misalnya pada komunitas lautan dan hutan, yang berakibat pada perbedaan efisiensi respirasi pada ekosistem yang berbeda. Tabel 2.2 menunjukan bahwa ternyata kehilangan energi pada rantai pakan perumputan ekosistem lautan lebih besar daripada ekosistem hutan, sebaliknya pada ekosistem hutan rantai pakan detritus lebih penting dibandingkan rentai pakan rerumputan.
Tabel 2.2. Deposisi Energi Rantai Pakan Perumput dan Detritus pada Ekosistem Lautan dan Hutan (ly/hari)
Ekosistem | NPP | GSP | GDP |
Lautan | 0,8 | 0,6 | 0,2 |
Hutan | 1,2 | 0,2 | 1,0 |
Respirasi heterotrop bruto | |||
Rantai perumputan | Rantai detritus | ||
Lautan | 0,5 (63%) | 0,3 (37%) | |
Hutan | 0,1 (8%) | 1,1 (92%) |
A.3.3. Jejaring Makanan (food web)
Rantai makanan (food chain) merupakan suatu aliran energi makanan melalui ekosistem. Energi tersebut mengalir dalam satu arah melalui sejumlah makhluk hidup. Rantai makanan sebenarnya merupakan gambaran sederhana proses makan dan dimakan
yang terjadi di alam. Proses makan dan dimakan di alam pada kenyataannya merupakan yang komplek, rantai makan apabila digabung akan membentuk jaring-jaring makanan atau jejaring makanan (food web).
Rantai makanan menggambarkan hubungan organisme satu dengan organisme lainnya, hubungan makan dan dimakan akan menjamin kelangsungan hidup organisme. Semakin komplek hubungan makan dan dimakan mennujukkan semakin komplek aliran energinya. Kondisi ini mengakibatkan kestabilan komunitas dan kesetabilan ekosistem. Artinya kalau ada satu spesies hilang masih dapat digantikan spesies lainnya. Hubungan antara yang makan dan yang dimakan semakin komplek dapat membentuk jejaring makanan (food web).Ilustrasi jejaring makanan disajikan pada Gambar 2.8.
DEKOMPOSER
KONSUMEN III
KONSUMEN II
KONSUMEN I
PRODUSEN
Cermin dari kestabilan ekosistem
RANTAI MAKANAN
JARING MAKANAN (FOOD WEB)
Gambar 2.8. Ilustrasi rantai makanan dan jejaring makanan
B. Daur Biokimia
B.1. Dasar Bikomia dan Daur Biokimia
Aliran energi merupakan arus satu arah yang diperbaharui oleh pasokan sinar matahari, sedangkan aliran materi berbentuk siklus bahan-bahan kimia. Siklus ini tidak hanya terjadi dalam tubuh organisme (lingkungan biotik) tetapi juga terjadi dalam lingkungan abiotik, sehingga disebut juga dengan siklus biogeokimia.
Aliran bahan-bahan kimia dalam biota terjadi melalui rantai makanan yang mengikuti arus aliran oksigen dalam organisme, yang bagi beberapa elemen sudah merupakan siklus lengkap, tetapi bagi elemn-elemen lain belum karena masih harus mengikuti siklus ke lingkungan abiotik. Siklus bahan kimia dalam biota disebut fase organik, sedangkan di luar biota disebut fase abiotik. Dapat dikatakan bahwa aliran fase abiotik sangat kritis karena sangat banyak faktor yang mempengaruhinya. Seringkali ketersediaan elemen dalam siklus di pasok dari luar (eksternal), hingga siklus berlangsung lebih lambat daripada fase organik. Akibatnya bukan saja arah dan distribusi elemen dalam ekosistem yang terpengaruh tetapi juga keterbatasan sekaligus ketersediaannya elemen bagi organisme.
Fase atmosfer merupakan fase yang penting dalam siklus nitrogen, sedangkan fase sedimen relatif penting dalam siklus fosfor. Siklus biogeokimia yang terjadi dominan pada fase atmosfer disebut siklus waduk atmosfer dan siklus biogeokimia yang lebih banyak terjadi pada fase sedimen disebut siklus waduk sedimen.
B.2. Daur Unsur Kimia Dalam Ekosistem (N, C, P)
B.2.1. Siklus Karbon
Siklus karbon sangat menyerupai arus energi dalam memasuki rantai pakan melalui proses fotosintesis. Siklus karbon yang disajikan pada Gambar 2.8 menunjukan bahwa semua karbon memasuki organisme melalui daun-daunan hijau dan kembali ke udara melalui respirasi hingga merupakan siklus yang lengkap. Sebagian karbon ada yang difermentasikan dan/atau membentuk jaringan lainnya menjadi karbon terikat.
Sumber-sumber karbon tidak hanya tersedia dalam bentuk organik terikat, tetapi juga dalam bentuk senyawa anorganik karbonat (CO3=) yang terbentuk sebagai berikut:
2 3
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO ‐ 2H+ + CO =
karbonat
bikarbonat
karbonat
Proses ini, misalnya, terjadi pada ekosistem laut dalam pembuatan kulit kerang satwa laut seperti kerang dan tiram, juga beberapa jenis protozoa dan ganggang.
Presipitasi
CaCO3
Karbohidrat atau organik karbon masuk ke dalam sedimen tanah, BBM atau batuan sedimen
Laut
Erupsi vulkanik
HCO -, CO =
3 3
Pelapukan bahan & pembakaran BBM
Lautan & air
Api Oksidasi dalam atmosfer
Respirasi
Kebakaran hutan & Padang rumput
CH4
Satwa dalam rantai pakan
AUTROTOP
Limbah bangkai
Rantai pakan detritus
Fotosintesis
Respirasi & fermentasi
Gambar 2.8. Siklus Karbon (Fase biotik digambarkan dengan arsir)
B.2.2. Siklus Nitrogen
Nitrogen mempunyai cadangan atmosfer dalam bentuk nitrogen molekuler (N2) yang hanya dapat dimanfaatkan oleh bakteri. Nitrogen memasuki rantai pakan melalui akar tumbuhan vaskuler atau dinding tumbuhan non vaskuler, kemudian diikat menjadi molekul organik seperti berbagai asam amino dan protein, pigmen, asam nukleat dan vitamin yang mengalir dalam rantai pakan. Walaupun dibuang sebagai kotoran dan urin, tidak ada nitrogen yang hilang ke atmosfer melalui proses respirasi ke atmosfer, kecuali karena peristiwa kebakaran (hutan atau padang rumput).
Daur ulang nitrogen terjadi melalui rantai pakan detritus oleh organisme detritus (nitrosomans) menjadi senyawa amino (-NH2) lalu terbebas dari amoniak (NH3). Proses ini disebut deaminasi, dan kemudian dioksidasi menjadi nitrit oleh bakteri nitrosomans melalui reaksi:
2NH3 + 3O2O 2NO2- + 2H2O + 2H+
kemudian oleh bakteri nitrobaktum dijadikan nitrit yang tersedia bagi tanaman. Ilustrasi siklus nitrogen disajikan pada Gambar 2.9. dan Gambar 2.10.
2NO2- + O2 2NO3-
Gambar 2.9. Ilustrasi Daur Nitrogen
N2 molekul nitrogen diatmosfer
Fiksi biologik molekul nitrogen
Erupsi vulkanik
Pelapukan batuan
Satwa dalam rantai pakanperumputan
Kebakaran hutan & Padang rumput
Fiksasi elektronik & fotokimia
Cadangan senyawa nitrogen antara lain sedimen, tanah & batuan sedimen
AUTROTOP
Xxxxxxx & xxxxxx
nitrifikasi
oksida nitrogen NO, NO2
denitrifikasi
Nitrat Nitrit Amoniak Amino nitrogen NO3 NO2 NH3 R = NH2
Dentrifikasi
Gambar 2.10. Siklus Nitrogen fase organik (bagian diarsir)
B.2.3. Siklus Belerang
Siklus belerang fase atmosfer terjadi pada pelepasan belerang organik dan hidrogen sulfida; misalnya dari pembakaran batubara atau BBM terbentuk SO2 yang bereaksi (fotokimia) menjadi SO3 lalu bereaksi dengan air menjadi asam sulfit.
2SO2 + O2 + hv 2SO3
Reaksi fotokimia satu arah hingga terbentuknya asam sulfit pada saat-saat turun hujan terkenal dengan hujan asam. Ilustrasi siklus belerang disajikan pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Ilustrasi siklus belerang
B.2.4. Siklus Fosfor
Secara alami fosfor dijumpai sebagai fosfat (PO4=, HPO4= atau H2PO4-) yang berbentuk larutan ion-ion fosfat anorganik, larutan fosfat organik, fosfat partikulat (bagian molekul organik atau inorganik yang tak larut) atau fosfat mineral dalam batuan atau sedimen. Sumber utama fosfat adalah batuan kristal yang lapuk dan hanyut dalam erosi, dan tersedia bagi organisme hidup sebagai ion-ion fosfat yang memasuki tanaman melalui perakaran ke berbagai jaringan hidup. Jalur rantai pakan perumputan yang dilampaui fosfor serupa dengan jalur-jalur nitrogen dan belerang yang terutama diendapkan sebagai fases. Fosfat dilepaskan ke atmosfer hanya melalui peristiwa kebakaran (hutan dan padang rumput). Ilustrasi siklus fosfor disajikan pada Gambar 2.12.
Molekul-molekul besar berisi fosfat dalam siklus detritus didegradasikan menjadi ion-ion fosfat inorganik yang segera tersedia bagi autrotop, atau diendapkan sebagai butir-butir sedimen tanah ekosistem teretis atau sedimen ekosistem perairan. Siklus fosfor bersifat fase sedimen dengan proses yang lambat dan ketidamampuan fosfor untuk larut dalam air, sehingga sering terjadi kekurangan fosfor dalam pertumbuhan tanaman (Wirakusumah, 2003).
Kebakaran hutan & padang rumput
Satwa dalam rantai pakan perumputan
AUTROTOP
Fosfat inorganik PO4
=
Pelapukan
Dibebaskan ke tanah & air
Cadangan fosfat dalam sedimen, tanah dan batuan sedimen
Batuan beku
Xxxxxxx & xxxxxx
Rantai pakan detritus
Gambar 2.12. Siklus Fosfor (Fase organik digambarkan dengan arsir)
B.2.5. Siklus Hidrologi
Walaupun air tidak memasuki reaksi kimia menjadi senyawa organik maupun anorganik, air di alam mengalami siklus secara utuh. Air secara relatif tidak terdapat dalam jaringan hidup yang terikat senyawa kimia walaupun 71% jaringan organisme hidup mengandung air. Banyak kepentingan air bagi organisme, yaitu sebagai medium dari hara-hara mineral yang menghantarkannya ke tanaman autotropik; merupakan bagian dari jaringan hidup sebagai cairan air atau bagian dari molekul organik; menjadi regulator panas tubuhtanaman dan satwa; merupakan medium sedimen sebagai sumber utama nutrisi mineral yang melarutkannya bagi kepentingan ekosistem setempat; merupakan bagian terbesar dari permukaan bumi dan berperan dominan dalam ekosistem akuatik. Siklus hidrologi disajikan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi didorong oleh energi sinar matahari dan gaya tarik bumi. Seperti telah dikemukakan bahwa 80% energi insolasi tidak segera menjadi gelombang elektromagnetik, tetapi menguapkan air di atmosfer, yang apabila terdapat cukup butir- butir inti hujan, uap air itu segera turun kembali sebagai hujan karena cukup beratnya untuk ditarik oleh gaya tarik bumi. Air tidak terbagi merata di permukaan bumi; 95%
jumlah air itu secara kimiawi diikat dalam batu-batuan yang kemudian tidak larut dalam sirkulasi. Sebanyak 97,3% terdapat di lautan, 2,1% berbentuk gunung es di kutub-kutub bumi atau gletser-gletser permanen, dan sisanya merupakan air segar dalam bentuk uap air atmosfer, air bumi, air tanah atau air permukaan di daratan, seperti yang disajikan dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Distribusi air permukaan dan kerak bumi
Terikat dalam batuan, tidak bersirkulasi | |
Batuan Kristal 250.000 x 107 kg | |
Batuan Sedimen 2.100 x 107 kg | |
Air bebas dalam siklus hidrologi | |
Lautan | 13.200 x 107 kg |
Tudung es & Gletser | 292 x 107 kg |
Air bumi 4000 m | 83,5 x 107 kg |
Danau air tawar | 1,25 x 107 kg |
Danau garam & lautan pedalaman | 1,04 x 107 kg |
Uap air | 0,67 x 107 kg |
Uap air atmosfer | 0,13 x 107 kg |
Sungai-sungai | 0,013 x 107 kg |
C. Rangkuman
Rantai makanan (food chain) disebut sebagai satuan dasar ekosistem karena adanya peredaran energi dan nutrisi di dalamnya serta pertukaran energi dan materi yang terjadi pada lingkungan abiotik. Rantai pangan dapat diartikan sebagai pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yg makan dan yang dimakan. Rantai makanan yang saling berhubungan disebut jejaring makanan (food web). Transfer dan transformasi energi mengikuti hukum- hukum termodinamika. Daur biokimia mengikutsertakan unsur-unsur kimia dan senyawa-senyawa anorganik yang beredar di biosfer.
D. Tes formatif
1. Faktor-faktor lingkungan apa saja yang mempengaruhi produktivitas dalam suatu ekosistem?
2. Apa yang dimaksud dengan rantai makanan
3. Apa yang dikmaksud jejaring makanan
4. Apa yang dimaksud daur biogeokimia bermanfaat bagi kehidupan organisme?
E. Daftar Pustaka
Xxxxxxx, Xx. W.B. 1973. Natural Ecosystems. New York: Macmillan Publishing Co. Inc.
Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi: Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu Lingkungan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
BAB III
FAKTOR PEMBATAS DAN KONSEP ORGANISASI DALAM POPULASI DAN KOMUNITAS
Kata kunci: populasi, komunitas, piramida, habitat, relung, faktor pembatas, hukum minimum Liebig
A. Asas-Asas Mengenai Faktor Pembatas
A.1. Faktor Pembatas
Suatu organisme mempunyai batas toleransi yang lebar untuk suatu faktor yang relatif mantap dan dalam jumlah yang cukup, maka faktor ini bukan merupakan faktor pembatas. Sebaliknya, apabila organisme diketahui hanya mempunyai batas-batas toleransi tertentu untuk suatu faktor yang beragam, maka faktor ini dapat dinyatakan sebagai faktor pembatas. Faktor pembatas di antaranya adalah temperatur, cahaya, air, gas atmosfer, mineral, arus dan tekanan, tanah, dan api. Masing-masing organisme mempunyai kisaran kepekaan terhadap faktor pembatas.
Faktor pembatas tersebut dapat dianggap sebagai selektor organisme yang mampu bertahan dan hidup pada suatu wilayah. Sehingga seringkali didapati adanya organisme-organisme tertentu yang mendiami suatu wilayah tertentu.pula. Organisme ini disebut sebagai indikator biologi (indikator ekologi) pada wilayah tersebut. Misalnya, pada gurun pasir di mana ketersediaan air merupakan faktor pembatas bagi kelangsungan hidup organisme yang ada di wilayah tersebut, sehingga hanya makhluk hidup tertentu yang mampu bertahan hidup, seperti tanaman jenis kaktus yang berfungsi sebagai indikator ekologi.
A.2. Hukum Minimum Liebig
Hukum minimum pertama kali disampaikan oleh Xxxxxx Xxxxxx pada tahun 1840 sehingga dikenal dengan sebutan Hukum Minimum Liebig. Hukum Liebig menyebutkan bahwa “Suatu organisme tidak lebih kuat dari pada rangkaian terlemah dari rantai
kebutuhan ekologinya”. Hukum Minimum Liebig menyatakan bahwa pertumbuhan suatu tanaman akan ditentukan oleh unsur hara esensial yang berada dalam jumlah minimum kritis, jadi pertumbuhan tanaman tidak ditentukan oleh unsur hara esensial yang jumlahnya paling sedikit.
Menurut Xxxxxx, hasil pertanian sering tidak hanya dipengaruhi oleh nutrien yang diperlukan dalam jumlah besar, misalnya karbondioksida dan air yang umumnya melimpah di lingkungan, akan tetapi ditentukan juga oleh unsur atau senyawa lain seperti boron yang diperlukan dalam jumlah sedikit yang keberadaannya di alam sangat sedikit. Hukum Liebig menyatakan “Pertumbuhan tanaman tergantung kepada zat atau senyawa yang berada dalam keadaan minimum”. Hukum tersebut kurang dapat diterapkan di bawah “keadaan sementara” karena pengaruh dari banyak bahan yang sangat cepat berubah.
Xxxxxx (1934) mengembangkan pernyataan Liebig dengan menambahkan faktor temperatur dan faktor waktu. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penerapan Hukum Leibig ini baru dapat berlaku dalam sistem yang berada dalam keadaan mantap, yaitu ketika arus energi dan materi yang masuk ke dalam ekosistem seimbang dengan arus keluarnya. Misalnya, pada suatu danau tersedia unsur-unsur esensial (faktor pembatas) yang cukup bagi organisme tanaman air seperti cahaya, nitrogen, air dengan kadar CO2 terlarut, maka produktivitas tanaman air tersebut sebanding dengan kadar CO2 yang tersedia yang berasal dari hasil proses peguraian bahan organik. Apabila pada suatu waktu terjadi angin ribut yang cukup kencang maka kadar CO2 akan berubah, demikian pula dengan keberadaan unsur-unsur lain, sehingga dalam keadaan ini tingkat produktivitas tidak lagi hanya tergantung oleh kadar CO2 saja, akan tetapi juga disebabkan oleh unsur-unsur lain yang keseimbangannya juga berubah.
Pertimbangan lain yang juga berkaitan dengan Hukum Liebig adalah adanya faktor interaksi. Pada konsentrasi atau ketersediaan suatu unsur tertentu dapat pula mempengaruhi kecepatan penggunaan zat-zat lain. Kadang-kadang organisme tertentu mampu untuk mengganti unsur atau senyawa yang dibutuhkan dengan unsur atau senyawa lain yang hampir sama struktur kimianya apabila unsur atau senyawa pokok
yang diperlukan tidak ada. Misalnya suatu organisme kerang-kerangan (Mollusca) membutuhkan kalsium (Ca) bagi pertumbuhan kulitnya, tetapi ketersediaan unsur ini cukup langka sedangkan unsur strontium (Sr) cukup banyak tersedia. Mollusca (kerang- kerangan) mampu untuk menggantikan kebutuhan kalsiumnya dengan memanfaatkan Strontium bagi perkembangan sebagian kulitnya. Hal ini dikarenakan unsur Kalsium dan Srontium memiliki kemiripan sifat unsur, yakni sama-sama berada pada golongan IIA pada Sistem Periodik Modern, sehingga kelangkaan Kalsium dapat tergantikan dengan banyaknya unsur Strontium. Contoh lainnya, pada beberapa jenis tanaman yang membutuhkan sedikit unsur seng (Zn), sehingga apabila unsur seng kurang mencukupi maka kebutuhan seng dapat dipenuhi dengan tersedianya sinar matahari yang cukup.
A.3. Hukum Toleransi Shelford
Organisme tertentu dalam keadaan stabil ternyata dapat bertahan hidup tidak hanya ditentukan oleh faktor pembatas minimum saja seperti yang diungkapkan oleh Liebig, tetapi juga oleh keadaan maksimum faktor-faktor yang lain. Keberadaan dan keberhasilan suatu organisme dapat hidup tergantung pada kelengkapan dari keadaan yang kompleks. Kegagalan atau musnahnya suatu organisme dapat disebabkan oleh kekurangan ataupun oleh kelebihan secara kualitatif atau kuantitatif dari salah satu faktor yang mendekati batas toleransi kemampuan organisme tersebut. Organisme mempunyai batas toleransi maksimum dan batas toleransi minimum sebagai kisaran toleransi (Odum, 1996).
Pengetahuan mengenai batas toleransi dari suatu organisme sangat membantu dalam memperkirakan kemampuan daya hidup suatu organisme apabila berada dalam suatu keadaan tertentu. Berikut ini asas-asas dalam Hukum Toleransi Shelford:
1. Organisme dapat mempunyai toleransi yang luas untuk suatu faktor, dan sempit untuk faktor yang lain.
2. Organisme-organisme dengan kisaran toleransi yang luas untuk semua faktor akan memiliki penyebaran populasi yang paling luas.
3. Keadaan tidak optimum oleh suatu faktor dapat mempengaruhi toleransi terhadap faktor lain. Misalnya dalam keadaan jumlah unsur N2 rendah maka tanaman akan lebih peka terhadap kekeringan sehingga lebih banyak membutuhkan air untuk dapat bertahan hidup.
4. Seringkali ditemukan organisme di alam banyak yang hidup dalam keadaan tidak optimum dan biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor sekaligus. Misalnya tanaman anggrek tropis akan tumbuh lebih baik pada lingkungan yang memperoleh cahaya secara langsung dari matahari asalkan temperatur tetap dingin. Anggrek tropis biasanya dapat tumbuh subur di tempat-tempat yang teduh karena tidak tahan efek panas akibat cahaya matahari.
5. Umumnya pada periode reproduktif, tumbuhan berbiji, telur-telur, embrio kecambah, larva dan anakan mempunyai toleransi yang sempit terhadap faktor fisik. Misalnya ketam biru dewasa dapat mentolerir air payau atau air tawar yang mengandung khlorine tinggi, akan tetapi larvanya tidak dapat hidup di perairan tersebut karena tidak akan berkembang dengan baik di lingkungan tersebut.
Batas toleransi suatu organisme dapat dinyatakan dengan memakai beberapa istilah yang umum dipakai untuk menyatakan suatu keadaan, seperti awalan steno yang berarti sempit dan eury yang berarti lebar/luas. Berikut ini istilah-istilah yang digunakan dalam merepresentasikan faktor pembatas:
1. Stenothermal-Eurythermal adalah istilah yang dipergunakan untuk menyatakan batas toleransi temperatur atau suhu.
2. Stenohydric-Euryhydric adalah istilah yang dipergunakan untuk menyatakan batas toleransi air.
3. Stenohaline-Euryhaline adalah istilah yang dipergunakan untuk menyatakan batas toleransi kadar garam.
4. Stenophagus-Euryphagus adalah istilah yang dipergunakan untuk menyatakan batas toleransi makanan.
5. Stenocious-Eurycious adalah istilah yang dipergunakan untuk menyatakan batas toleransi pemilihan habitat
Sebagai contoh penggunaan istilah-istilah di atas adalah kasus pada telur ikan Salmon (Salvelinus sp) di alam yang dapat berkembang dalam kisaran suhu antar 0- 120C, namun perkembangan optimumnya terjadi pada suhu 40C. Telur katak (Rana pipiens) di alam dapat berkembang dalam kisaran suhu antara 0-300C dan perkembangan optimum terjadi pada suhu 220C. Perkembangan telur ikan Salmon (Salvelinus sp) termasuk kategori Stenothermal, sedangkan perkembangan telur katak (Rana pipiens) termasuk Eurythermal.
Contoh lainnya adalah ikan sardin atau lemuru (Sardinops melanostica) di laut lepas yang hidup dengan kadar garam tinggi, dibandingkan dengan ikan ketang-ketang (Scatophagus argus) di muara (kadar garam sedang), dan ikan tawes (Puntius javanicus) di perairan tawar (kadar garam rendah). Ikan lemuru termasuk kategori stenohaline (polyhaline), ikan ketang-ketang termasuk euryhaline, sedangkan ikan tawes termasuk stenohaline (oligohaline).
B. Konsep Organisasi dalam Populasi dan Komunitas
Ekosistem tersusun atas tingkatan-tingkatan organisasi yang meliputi individu, populasi, dan komunitas yang saling berinteraksi hingga membentuk suatu sistem kesatuan yang teratur, seperti yang disajikan dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Tingkatan Organisasi Makhluk Hidup
B.1. Organisasi pada Taraf Populasi dan Komunitas
B.1.1. Populasi
Populasi didefinisikan sebagai kelompok kolektif organisme dari spesies yang sama (atau kelompok lain di mana individu-individu dapat bertukar informasi genetik) yang menempati ruang dan atau waktu tertentu, sebagai contoh adalah populasi manusia di Kecamatan Kokap, populasi pohon cengkih di Kelurahan Purwosari, populasi harimau di suatu hutan, dan sebagainya. Populasi memiliki berbagai ciri/sifat maupun parameter yang unik dari kelompok, atau sifat kebersamaan (kolektif) dan sudah tidak merupakan sifat dari masing-masing individu pembentuknya. Sifat-sifat tersebut antara lain kepadatan, natalitas, mortalitas, penyebaran umur, potensi biotik, dispersi, dan bentuk serta perkembangan, yang mencerminkan adanya dinamika populasi.
Gambar 3.2. Sekumpulan Tikus yang Merupakan Populasi
Salah satu bentuk dinamika populasi adalah pertumbuhan populasi, yaitu menyangkut kemampuan untuk menambah jumlah individu. Laju pertumbuhan populasi dinyatakan dalam jumlah pertambahan individu dalam populasi dibagi jangka waktu terjadinya penambahan tersebut. Misalnya, tahun 1990 populasi ular sawah di suatu ekosistem sawah terdapat 50 ekor. Kemudian pada tahun 2000 populasinya meningkat 120 ekor. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa selama 10 tahun terjadi penambahan jumlah ular sawah sebanyak 70 ekor, atau rata-rata 7 ekor tiap tahun. Kecepatan perubahan dapat dihitung dengan membagi jumlah gajah yang berkurang dengan lamanya waktu perubahan terjadi:
120 − 50ekor 10tahun
= 70 ekor
10tahun
Pertumbuhan populasi dapat memiliki pola-pola khas yang disebut sebagai bentuk pertumbuhan populasi. Untuk keperluan perbandingan dapat diajukan dua pola dasar yang berdasarkan pada gambar aritmatik berbentuk kurva pertumbuhan, seperti kurva pertumbuhan berbentuk J dan S. Tipe-tipe yang berbeda ini dapat digabungkan atau diubah dalam berbagai cara menurut kekhususan berbagai organisme dan lingkungan. Adanya kurva pertumbuhan ini sekaligus juga menunjukkan adanya fluktuasi dalam pertumbuhan populasi.
Gambar 3.3. Kurva Pertumbuhan Eksponensial Hubungan Aritmatik Waktu terhadap Kadar Penambahan Populasi Menghasilkan Garis Titik A (Bentuk J) dan Garis Lurus B yang
Merupakan Hubungan Logaritmiknya
Beberapa faktor pembatas fisik dapat bertindak sebagai pemacu adanya fluktuasi pertumbuhan populasi. Populasi cenderung berfluktuasi di atas dan di bawah daya dukung. Dengan adanya fluktuasi terjadilah keseimbangan baru meskipun dalam waktu- waktu tertentu saja, seperti populasi musiman dan populasi tahunan. Penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi juga ada berbagai hal lainnya. Dari alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya karena tebang pilih. Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan populasi. Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnya hewan dan manusia.
Imigrasi adalah perpindahan satu atau lebih organisme ke daerah lain atau peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; didaerah yang didatangi sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi.
Post‐reproduktif
Reproduktif Pre‐reproduktif
Menurun Stabil Muda
Distribusi umur individu dalam suatu populasi merupakan sifat penting karena secara langsung dan tak langsung dapat mempengaruhi laju mortalitas maupun laju natalitas. Secara umum pembagian umur menjadi 3, yaitu: pre-reproduktif, reproduktif, dan post-reproduktif. Perbandingan penyebaran golongan umur dalam populasi dapat menentukan keadaan arah reproduktif yang berlangsung dalam populasi, yang pada akhirnya akan mencerminkan struktur populasi dan sekaligus dapat dipakai untuk memperkirakan keadaan populasi di masa mendatang. Dalam mempelajari struktur populasi ini, tidak terlepas dari kajian mengenai piramida seperti halnya kajian mengenai piramida penduduk pada struktur demografi manusia.
Muda
Stabil
Menurun
Pre‐reproduktif
Reproduktif
Post‐reproduktif
Gambar 3.4. Piramida Kelas Umur Populasi
Setiap populasi apabila telah mencapai tingkat kepadatan, kerapatan tertentu, dan dengan keterbatasan daya dukung lingkungan, akan cenderung mengalami penyebaran. Di tempat yang baru, populasi akan menempati, beradaptasi, dan membentuk keseimbang yang baru kembali. Dalam melakukan penyebaran, populasi cenderung membentuk kelompok-kelompok dari ukuran tertentu. Beberapa tipe penyebarannya adalah seragam, acak, dan acak berkelompok. Berkaitan dengan keterbatasan daya dukung lingkungan, khususnya ketersediaan sumberdaya makanan, ruang, dan lain-lain setiap individu mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan daerah wilayahnya (teritori) ,dengan cara tetap berada pada wilayahnya masing-masing atau
mengisolasikan diri. pada hewan tingkat tinggi, isolasi umumnya dilakukan dengan membatasi daerah tempat kehidupannya dengan daerah pengembaraan (home range).
B.1.2. Komunitas
Komunitas merupakan salah satu jenjang organisme biologik langsung di bawah ekosistem tetapi satu jenjang di atas populasi. Posisi tersebut menunjukkan bahwa kaidah-kaidah tingkat populasi pasti mempengaruhi konsep-konsep komunitas, selanjutnya kaidah-kaidah komunitas akan turut mempengaruhi konsep-konsep ekosistem. Struktur komunitas merupakan sekumpulan populasi dari spesies-spesies yang berlainan dan bersama-sama menghuni suatu tempat. Misalnya, komunitas paku- pakuan, komunitas hutan tropika humida, atau komunitas burung pemakan biji-bijian di suatu tempat.
Suatu komunitas mempunyai keanekaragaman (diversity) tertentu. Keanekaragaman itu sendiri adalah jumlah spesies dan jumlah individu-individu masing-masing spesies pada suatu komunitas. Suatu komunitas tertentu hidup pada tempat tertentu oleh karena pengaruh lingkungan abiotik, bagaimana komunitas- komunitas itu berinteraksi, serta bagaimana komunitas-komunitas itu berubah sepanjang masa, sehingga hal tersebut merupakan satuan yang diorganisasi sedemikian rupa bahwa komunitas mempunyai sifat-sifat tambahan terhadap komponen individu beserta fungsi- fungsinya.
Berdasarkan sifat komunitas dan fungsi tersebut, komunitas biotik dapat terbagi menjadi komunitas utama /mayor, dan komunitas minor. Komunitas mayor adalah komunitas yang cukup besar kelengkapannya sehingga relatif tidak tergantung pada komunitas lain. Sedangkan komunitas minor adalah komunitas yang kurang lebih masih tergantung pada komunitas lain.
Komunitas tidak hanya mempunyai kesatuan fungsional tertentu dengan struktur trofik dan arus energi khas saja, tetapi juga merupakan kesatuan yang di dalamnya terdapat peluang bagi jenis tertentu untuk dapat hidup dan berdampingan. Walaupun
demikian, tetap masih ada kompetisi diantaranya sehingga akan ditemukan populasi tertentu berperan sebagai dominansi suatu komunitas. Populasi yang mendominasi tersebut terutama adalah populasi yang dapat mengendalikan sebagian besar arus energi dan kuat sekali mempengaruhi lingkungan pada semua jenis yang ada di dalam komunitas yang sama.
Analisis komunitas dalam daerah geografis tertentu dari bentang darat telah mengutamakan dua pendekatan yang berlawanan, yaitu: 1) pendekatan secara zona, dan
2) pendekatan analisis gradien. Masing-masing pendekatan ini mempunyai tujuan spesifik tersendiri yang cocok pada pengukuran analisis komunitas pada wilayah tertentu. Pada umumnya semakin curam gradien lingkungan, maka semakin nyata terlihat dan atau makin tidak bersambungan komunitas-komunitasnya. Sebaliknya, semakin landai gradien lingkungan makin bersambungan komunitas-kornunitasnya. Komunitas-komunitas dalam gradien lingkungan yang cukup seragam pada ekosistem yang sama, cenderung mempunyai tingkat keanekaragaman spesies yang relatif cukup seragam pula.
Ekotone adalah peralihan antara dua atau lebih komunitas yang berbeda. Daerah ini adalah daerah pertemuan yang dapat berbentuk bentangan luas tetapi masih lebih sempit/kecil jumlah populasinya dari komunitas sekitamya. Komunitas ekotone biasanya banyak mengandung organisme dari masing-masing komunitas yang saling tumpang tindih, dan sebagai tambahan, ataupun sebagai organisme yang khas tidak terdapat pada masing-masing komunitas pendampingnya.
Seringkali terdapat kecenderungan jumlah jenis dan kepadatan organisme di wilayah ekotone lebih besar daripada komunitas sekitarnya. Kecenderungan ini akhirnya akan meningkatkan keanekaragaman dan kepadatan wilayah ekotone dibanding komunitas pendampingnya. Keadaan ini dikenal sebagai pengaruh tepi (edge effect) (Odum, 1996).
B.2. Individu dalam Ekosistem
Individu merupakan organisme tunggal seperti seekor tikus, seekor kucing, sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang manusia. Dalam mempertahankan hidup, setiap individu dihadapkan pada masalah-masalah hidup yang kritis. Misalnya, seekor hewan harus mendapatkan makanan, mempertahankan diri terhadap musuh alaminya, serta memelihara anaknya. Untuk mengatasi masalah tersebut, organisme harus memiliki struktur khusus seperti duri, sayap, kantung, atau tanduk. Hewan juga memperlihatkan tingkah laku tertentu, seperti membuat sarang atau melakukan migrasi yang jauh untuk mencari makanan. Struktur dan tingkah laku demikian disebut adaptasi.
Suatu individu atau organisme mempunyai suatu peranan tertentu dalam ekosistem, yakni sebagai produsen, konsumen, ataupun dekomposer, seperti yang telah dibahas sebelumnya mengenai rantai makanan. Produsen terdiri dari organisme- organisme berklorofil (autotrof), yang mampu memproduksi zat-zat organik dari zat-zat anorganik melalui fotosintesis. Zat-zat organik ini kemudian dimanfaatkan oleh organisme-organisme heterotrof (manusia dan hewan) yang berperan sebagai konsumen.
Gambar 3.5. Seekor Ikan yang Merupakan Individu dalam Ekosistem
B.3. Habitat dan Relung
Habitat berasal dari kata dalam bahasa Latin yang berarti menempati, sehingga habitat dapat diartikan sebagai tempat suatu spesies tinggal dan berkembang. Pada dasarnya, habitat adalah lingkungan (lingkungan fisik) di sekeliling populasi suatu
spesies yang mempengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Menurut Xxxxxxxx dan Shelford (1939), habitat adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies, atau populasi spesies, atau kelompok spesies, atau komunitas. Dalam ilmu ekologi, bila pada suatu tempat yang sama hidup berbagai kelompok spesies (mereka berbagi habitat yang sama) maka habitat tersebut disebut sebagai biotop, sedangkan yang dimaksud dengan bioma adalah sekelompok tumbuhan dan hewan yang tinggal di suatu habitat pada suatu lokasi geografis tertentu.
Keanekaragaman spesies pada habitat-habitat bersifat rumit karena jumlah dan biomassanya sangat tergantung pada produktivitasnya. Sebagai contoh suatu habitat pada komunitas bioma hutan gugur daun dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Tepi perairan suatu kolam tempat hidup tumbuh-tumbuhan sebangsa gelagah dan tumbuh-tumbuhan lain di dekatnya.
2. Permukaan kolam yang ditutup tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan mikroskopik, berbagai gulma, hewan pelari cepat, kumbang yang berputar-putar, dan lain-lain.
3. Air jernih mengandung plankton protista, krustasea, kumbang air, dan berbagai ikan.
4. Dasar kolam yang ditumbuhi bunga bakung dan tumbuhan air lainnya yang menancapkan akarnya pada lantai danau, larva-larva capung yang merangkak, kecebong yang makan ganggang dan hewan-hewan invertebrata lainnya.
5. Detritus
Relung ekologi (ecological niche) adalah jumlah total semua penggunaan sumberdaya biotik dan abiotik oleh organisme di lingkungannya. Salah satu cara untuk memahami konsep tersebut adalah melalui analogi yang dikemukakan oleh ahli ekologi Xxxxxx Xxxx, yaitu “Jika habitat suatu organisme adalah alamatnya, relung adalah pekerjaannya”, atau dengan kata lain, relung suatu organisme adalah peranan ekologisnya bagaimana ia cocok dengan suatu ekosistem. Misalnya, relung suatu populasi kadal pohon tropis terdiri dari banyak variabel, antara lain kisaran suhu yang dapat ia tolerir, ukuran pohon dimana ia bertengger, waktu siang hari ketika ia aktif, serta ukuran dan jenis serangga yang ia makan. Relung (niches) juga dapat dipahami
sebagai posisi atau status suatu organisme dalam suatu komunitas tertentu, yang merupakan hasil adaptasi, respon isiologis serta perilaku khusus organisme yang bersangkutan. Semua organisme mempunyai tempat hidup masing-masing sesuai dengan toleransinya terhadap lingkungan mereka tinggal.
Istilah relung fundamental (fundamental niche) mengacu pada kumpulan sumberdaya yang secara teoristis mampu digunakan oleh suatu populasi dibawah keadaan ideal. Pada kenyataannya, masing-masing populasi terlibat dalam jaring-jaring interaksi dengan populasi spesies lain, dan pembatas biologis, seperti kompetisi, predasi, atau ketidakhadiran beberapa sumberdaya yang dapat digunakan, bisa memaksa populasi tersebut untuk hanya menggunakan sebagian relung fundamentalnya. Sumberdaya yang sesungguhnya digunakan oleh suatu populasi secara kolektif disebut relung realisasi (realized niche).
Prinsip eksklusi kompetitif menyatakan bahwa dua spesies tidak dapat hidup bersama-sama dalam suatu komunitas jika relungnya identik. Akan tetapi, spesies yang secara ekologis serupa, dapat hidup bersama-sama dalam suatu komunitas, jika terdapat satu atau lebih perbedaan yang berarti dalam relung mereka. Bila dua spesies bergantung pada sumber tertentu dalam lingkungannya, maka mereka saling bersaing untuk mendapatkan sumber tersebut. Yang paling sering terjadi, sumber yang diperebutkan tersebut adalah makanan, tetapi dapat pula hal-hal seperti tempat berlindung, tempat bersarang, sumber air, dan tempat yang disinari matahari (untuk tumbuhan). Semua persyaratan ekologis suatu spesies merupakan relung ekologis spesies tersebut.
Terdapat keterkaitan yang erat antara relung ekologis dengan habitat. Relung ekologis suatu organisme harus tersedia di dalam habitatnya. Akan tetapi, konsep relung menyangkut pertimbangan yang tidak hanya sekedar tempat tinggal organisme. Kedudukan yang ditempati oleh suatu spesies di dalam jaring-jaring makanan merupakan faktor utama dalam menentukan relung ekologisnya. Tetapi faktor lain juga ikut terlibat. Sebagai contoh kisaran suhu, kelembaban, salinitas dan sebagainya, yang dapat diterima oleh setiap dua spesies dalam suatu habitat untuk ikut menentukan relung ekologisnya. Sebagai analogi, dengan mengetahui alamat (habitat) seseorang, maka kita
tahu ke mana kita cari orang tersebut, tetapi jika kita mengetahui pekerjaan, hobi, dan cara-cara bagaimana orang itu bergaul dengan orang lain dalam masyarakat, kita akan mengetahui lebih banyak lagi mengenai orang tersebut. Demikian pula, relung ekologis seekor hewan meliputi semua aspek dari kedudukan yang ditempati oleh hewan tersebut di dalam ekosistem tempat ia hidup.
Tiap faktor yang merupakan bagian dari relung suatu spesies biasanya berkisar sekitar suatu kisaran nilai. Jadi tiap organisme dapat menahan suatu kisaran tertentu dari suhu, kelembaban, PH (misalnya tumbuhan atau organisme air) salinitas (misalnya hewan-hewan di kuala), dan sebagainya. Pada umumnya organisme dengan kisaran toleransi yang luas lebih tersebar dibandingkan organisme dengan kisaran yang sempit.
C. Rangkuman
Kehadiran atau keberhasilan suatu organisme atau kelompok organisme tergantung kepada kompleks keadaan. Kadaan yang mendekati atau melampaui batas- batas toleransi dinamakan sebagai faktor pembatas. Faktor ini merepresentasikan kemampuan organisme dalam bertahan hidup pada suatu kondisi wilayah tertentu.Pertumbuhan organisme yang baik dapat tercapai bila faktor lingkungan yang mempengaruhipertumbuhan berimbang dan menguntungkan. Bila salah satu faktor lingkungan tidak seimbangdengan faktor lingkungan lain, faktor ini dapat menekan atau kadang-kadang menghentikanpertumbuhan organisme. Faktor lingkungan yang paling tidak optimum akan menentukan tingkat produktivitas organisme. Prinsip ini disebut sebagai prinsip faktor pembatas.
Liebig menyatakan di dalam Hukum Minimum Liebig yaitu: “Pertumbuhan tanaman tergantung pada unsur atau senyawa yang berada dalam keadaan minimum”. Organisme mempunyai batas maksimum dan minimum ekologi, yaitu kisaran toleransi dan yang menjadi dasar konsep hukum toleransi Shelford.
Di dalam hukum toleransi Xxxxxxxx dikatakan bahwa besar populasi dan penyebaran suatu jenis makhluk hidup dapat dikendalikan dengan faktor yang
melampaui batas toleransi maksimum atau minimum dan mendekati batas toleransi maka populasi atau makhluk hidup itu akan berada dalamkeadaan tertekan (stress), sehingga apabila melampaui batas itu yaitu lebih rendah dari batas toleransi minimum atau lebih tinggi dari batas toleransi maksimum, maka makhluk hidup itu akan mati dan populasinya akan punah dari sistem tersebut. Untuk menyatakan derajat toleransi seringdipakai istilah steno untuk sempit dan euri untuk luas. Cahaya, temperatur dan air secara ekologismerupakan faktor lingkungan yang penting untuk daratan, sedangkan cahaya, temperatur dan kadargaram merupakan faktor lingkungan yang penting untuk lautan. Semua faktor fisik alami tidak hanya merupakan faktor pembatas dalam arti yang merugikan akan tetapi juga merupakan faktor pengatur dalam arti selalu menguntungkan dalam komungitas sehingga komutitas dalam kondisi ekseimbangan atau homeostatis.
D. Tes Formatif
1. Apa yang dimaksud populasi?
2. Apa yang dimaksud komunitas
3. Apa perbedaan habitat dan relung?
4. Apa yang dimaksud dengan hukum pembatas Liebig?
E. Daftar Pustaka
Xxxxxxxx, X.X. xxx Xxxxxxxx, V.E. 1939. Bioecology. New York: Xxxx Xxxxx & Sons, Inc.
Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Xxxxxx, X.X. 1934. Significance of Extreme or Intermittent Conditions in Distribution of Species and Management of Natural Resources, with A Restatement of Liebig’s Law of the Minimum. Ecology, 15:274-379
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi: Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu Lingkungan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
BAB IV
EVOLUSI EKOSISTEM DAN EKOLOGI MANUSIA
Kata kunci: evolusi ekosistem, suksesi, konsep klimak, ekologi manusia
A. Perkembangan Ekosistem
Setiap ekosistem dalam suatu wilayah selalu mengalami perkembangan menuju ke arah keseimbangan dan berakhir pada suatu tingkatan yang disebut dengan klimaks, di mana kondisi homeostatis telah tercapai. Perkembangan ekosistem, atau yang lebih dikenal dengan suksesi dapat dipahami dari 3 parameter berikut:
1. Suatu proses perkembangan komunitas yang teratur yang meliputi perubahan- perubahan dalam struktur jenis dan proses-proses komunitas dengan waktu, hal tersebut agak terarah dan karenanya dapat diramalkan.
2. Diakibatkan oleh perubahan lingkungan fisik oleh komunitas, yakni suksesi itu dikendalikan komunitas walaupun lingkungan fisik menentukan polanya, laju dari perubahan dan sering menetapkan batas-batas seperti misalnya seberapa jauh perkembangan itu dapat berlangsung.
3. Masalah itu memuncak dalam ekosistem yang dimantapkan dalam mana biomas maksimum dan fungsi secara simbiotik antara makhluk dipelihara persatuan arus energi yang tersedia.
Perkembangan ekosistem tergantung pada pola perkembangan komunitas yang ada di dalamnya. Secara umum perkembangan ekosistem melalui beberapa tahapan perkembangan yang disebut sere. Setiap sere memberikan ciri-ciri khas tersendiri tergantung dari jenis-jenis dominan yang ada dan faktor pembatas fisiknya.
Terdapat tiga hal pokok yang saling terkait dan ikut mempengaruhi lajunya perkembangan ekosistem, yakni 1) ketersediaan sumber daya, 2) faktor pembatas fisik, dan 3) kemampuan dari organismenya. Khusus mengenai ketersediaan sumber daya, dalam hal ini makanan/energi diberikan penekanan tersendiri karena dapat mengarah
pada kesempatan kenaikkan biomassa. Apabila laju total fotosintesis lebih besar dari laju total respirasi maka dapat memungkinkan kesempatan kenaikkan biomassa, dan ini disebut suksesi autotrofik. Sebaliknya bila laju total fotosintesis lebih kecil dari laju total respirasi maka hanya akan memanfaatkan energi yang sudah ada dengan pembentukan relung-relung ekologi yang baru, dan ini disebut suksesi heterotrofik.
Suksesi tidak hanya berlaku pada ekosistem alaminya saja, melainkan iuga pada organisme hewan dan tumbuhan yang ada di dalamnya. Bahkan ekosistem primer, sekunder, flora, dan fauna serta daerah sekitar merupakan faktor utama yang memberi pengaruh terhadap tipe-tipe pertumbuhan tumbuhan dan hewan yang mengalami suksesi, baik melalui persebaran maupun migrasi. Kecepatan proses suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Luasnya komunitas asal yang rusak karena gangguan;
2. Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitas komunitas yang terganggu;
3. Kehadiran pemencar biji dan benih;
4. Iklim, terutama arah dan kecepatan angin untuk membawa biji dan spora. Curah hujan yang mempengaruhi perkecambahan biji dan spora serta perkembangan semai selanjutnya;
5. Macamnya sifat tanah yang terbentuk; dan
6. Sifat-sifat jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar terjadinya suksesi.
Berikut beberapa perubahan yang terjadi selama proses suksesi :
- Perkembangan sifat-sifat tanah, misal pertambahan kandungan bahan organik sejalan dengan perkembangan komunitas yang semakin kompleks dengan komposisi jenis yang lebih beraneka ragam;
- Pertambahan kepadatan dan tinggi tumbuhan dan semakin kompleksnya struktur komunitas sehingga terbentuk stratifikasi dalam komunitas;
- Peningkatan produktivitas sejalan dengan perkembangan komunitas dan perkembangan tanah;
- Perkembangan jumlah jenis (keanekaragaman) sampai tahap tertentu dari suksesi;
- Peningkatan pemanfaatan sumberdaya lingkungan sesuai dengan peningkatan jumlah jenis;
- Perubahan iklim mikro sesuai dengan perubahan komposisi jenis bentuk hidup tumbuhan dan struktur komunitas; dan
- Komunitas berkembang menjadi lebih kompleks.
Terdapat dua macam suksesi, yaitu suksesi primer dan suksesi skunder. Perbedaan kedua macam suksesi tersebut terletak pada kondisi awal atau habitat awal. Suksesi primer terjadi bila hal di bawah ini terjadi:
- Habitat terganggu oleh proses alam (letusan gunung api, longsor lahan, banjir) dan gangguan manusia (penambangan) menjadi habitat baru (substrat baru)
- Gangguan tersebut menyebabkan hilangnya komunitas asal secara total
Contoh suksesi primer yang terdapat di Indonesia adalah terbentuknya suksesi di Gunung Krakatau yang pernah meletus pada tahun 1883. Di daerah bekas letusan Gunung Krakatau mula-mula muncul pioner berupa lumut kerak (liken) serta tumbuhan lumut yang tahan terhadap penyinaran matahari dan kekeringan. Tumbuhan perintis itu mulai mengadakan pelapukan pada daerah permukaan lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana. Bila tumbuhan perintis mati maka akan mengundang datangnya pengurai.
Gambar 4.1. Tahapan Suksesi Primer
Zat yang terbentuk karena aktivitas penguraian bercampur dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah yang lebih kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini, biji yang datang dari luar daerah dapat tumbuh dengan subur. Kemudian rumput yang tahan kekeringan tumbuh. Bersamaan dengan itu tumbuhan herba pun tumbuh menggantikan tanaman pioner dengan menaunginya. Kondisi demikian tidak menjadikan pioner subur tapi sebaliknya. Sementara itu, rumput dan belukar dengan akarnya yang kuat terus mengadakan pelapukan lahan. Bagian tumbuhan yang mati diuraikan oleh jamur sehingga keadaan tanah menjadi lebih tebal. Kemudian semak tumbuh. Tumbuhan semak menaungi rumput dan belukar, maka terjadilah kompetisi. Lama kelamaan semak menjadi dominan kemudian pohon mendesak tumbuhan belukar sehingga terbentuklah hutan. Saat itulah ekosistem disebut mencapai kesetimbangan atau dikatakan ekosistem mencapai klimaks, yakni perubahan yang terjadi sangat kecil sehingga tidak banyak mengubah ekosistem itu.
Suksesi skunder terjadi bila ekosistem atau komunitas terganggu, baik karena faktor alami maupun buatan, akan tetapi gangguan tersebut tidak merusak total, sehingga dalam komunitas tersebut masih ada substrat dan kehidupan lama. Substrat yang tersisa ini akan terjadi suksesi sekunder. Contoh komunitas yang menimbulkan suksesi di Indonesia antara lain tegalan-tegalan, padang alang-alang, belukar bekas ladang, dan kebun karet yang ditinggalkan tak terurus.
Gambar 4.2. Tahapan Suksesi Sekunder
Puncak atau tingkat akhir suksesi ditandai dengan terdapatnya keseimbangan ekologi biomassa maksimum dengan pola-pola simbiose yang berlangsung di dalamnya yang berjalan secara alami pula. Jadi perkembangan ekosistem tidak pernah merupakan hasil perkembangan yang terjadi begitu saja, atau secara langsung terjadi keseimbangan ekologi pada suatu kawasan yang baru terbentuk. Dibutuhkan satuan waktu tertentu, tentunya dengan kemampuan daya adaptasi yang ada untuk mencapai suatu tatanan menuju keseimbangan ekologi.
A.1. Konsep Klimaks
Setelah melalui beberapa tahapan perkembangan ekosistem atau sere, suatu ekosistem dapat mencapai tahapan akhir klimaks atau dapat pula dianggap sebagai puncak perkembangan ekosistem. Salah satu ciri pada komunitas klimaks yaitu dengan tidak terdapatnya penumpukan zat organik netto tahunan. Hal ini disebabkan karena produksi tahunan komunitas seimbang dengan konsumsi tahunan.
Banyak ahli berpendapat bahwa iklim klimaks pada suatu wilayah belum tentu dapat dicapai karena komunitas yang sudah mantap sekalipun masih menunjukkan adanya perubahan, penyesuaian dan pembusukan. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa
perubahan suatu komunitas dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang terdapat dalam komunitas tersebut. Berdasarkan hal tersebut telah dipakai kesepakatan bahwa hampir tidak mungkin pada suatu wilayah mencapai iklim klimaks, sehingga iklim klimaks tunggal merupakan komunitas teoritis yang dituju semua suksesi dalam perkembangan pada suatu daerah, asalkan keadaan lingkungan fisik secara umum tidak terlalu ekstrem sehingga dapat mampu mempengaruhi iklim lingkungan. Umumnya suksesi berakhir pada klimaks edaphik, dengan hanya terkait pada masing-masing pengaruh faktor pembatas fisik pada wilayah setempat.
Meskipun suksesi pada suatu ekosistem membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk dapat mencapai klimaks, namun cepat lambatnya masih tergantung pula oleh tingkatan suksesi yang terjadi kepadanya. Secara umum terdapat dua macam ekosistem suksesi yaitu, ekosistem suksesi primer dan ekosistem suksesi sekunder. Ekosistem suksesi primer lebih dinyatakan pada berkembangnya ekosistem tersebut melalui substrat yang baru. Artinya kehidupan yang ada pada ekosistem tersebut setelah perlakuan benar-benar dimulai dari nol, dan harus dimulai dari kerja organisme pionir dengan segala perlakuan dari faktor pembatas fisik yang ada. Sedangkan ekosistem suksesi sekunder berkembang setelah ekosistem alami rusak total tetapi dimulai dengan tidak terbentuk substrat yang baru, atau dapat dianggap sebagai dimulainya kehidupan baru setelah adanya “gangguan” pada ekosistem alami (Wirakusumah, 2003).
A.2. Relevansi Perkembangan Ekosistem terhadap Ekologi Manusia
Asas-asas perkembangan ekosistem penting sekali dalam menyinggung hubungan-hubungan antara manusia dan alam karena strategi ”perlindungan maksimum” (mencoba mencapai bantuan maksimum dari struktur biomas yang kompleks), yang menandai perkembangan ekologi, sering bertentangan tujuan manusia dari ”produksi maksimum” (mencoba memperoleh hasil setinggi mungkin). Pengenalan ekologi untuk pertentangan antara manusia dan alam merupakan langkah pertama dalam menetapkan kebijaksanaan tata guna lahan yang rasional.
Sebagai contoh dari pernyataan di atas adalah tujuan pertanian atau perhutanan yang intensif, seperti yang sekarang umum dilaksanakan, adalah untuk mencapai laju produksi hasil yang langsung dapat dipanen dengan hasil tinggi. Di lain pihak, strategi alam, seperti yang tampak pada hasil suksesi, diarahkan ke arah yang efisien. Manusia umumnya telah sibuk untuk mendapatkan hasil atau panen sebanyak mungkin dari bentang daratnya, dengan mengembangkan dan mempertahankan tipe-tipe suksesi awal dari ekosistem-ekosistem, biasanya monokultur.
Akan tetapi, manusia tidak hanya hidup dari makan saja, melainkan memerlukan juga karbondioksida-oksigen yang seimbang, buffer iklim, dan air jernih untuk penggunaan industri dan penanaman. Banyak juga sumber daya daur hidup essensial yang tersedia untuk kebutuhan rekreasi dan estetika yang kurang ”produktif”. Dengan kata lain, bentang darat tidak hanya merupakan depot suplai tetapi juga merupakan suatu oikos (rumah) untuk hidup.
Bentang darat yang dianggap paling ideal dan aman untuk hidup adalah yang terdapat aneka ragam tanaman, hutan, danau, sungai, jalan, rawa, pantai, laut, dan ”tempat-tempat sampah”. Dengan kata lain, terdiri dari campuran komunitas dari berbagai umur ekologi. Sebagai individu, secara naluriah manusia cenderung mengurung rumah dengan penutup yang bersifat melindungi tetapi tidak dapat dimakan (pohon-pohon, semak-semak, rumput). Pada saat yang sama, manusia berusaha keras ”membujuk” ladang jagung untuk menghasilkan hasil tambahannya. Tentunya manusia menganggap ”baik” ladang jagung tersebut, tetapi tidaklah mungkin kita dapat hidup di sana dan menjadikan seluruh daratan biosfer ini dengan ladang jagung.
Tentunya merupakan hal yang mustahil untuk memaksimumkan penggunaan yang saling bertentangan tersebut di dalam sistem yang sama, yaitu antara kualitas hasil dan mutu ruang hidup. Untuk itu, manusia merencanakan secara sengaja untuk membagi-bagi bentang darat menjadi kamar-kamar sedemikian rupa dengan maksud secara serentak memelihara tipe-tipe yang sangat produktif dan sangat bersifat melindungi sebagai satuan-satuan yang terpisah yang tunduk pada berbagai strategi pengelolaan. Strategi tersebut misalnya penanaman intensif di satu pihak, sementara
juga dilakukan pengelolaan hutan rimba di pihak lain. Apabila teori perkembangan ekosistem berlaku dan dapat diterapkan untuk perencanaan, maka yang disebut dengan strategi serba guna akan berlaku melalui salah satu atau kedua pendekatan ini, sebab dalam kebanyakan kasus penggunaan-penggunaan yang bersifat serba guna yang diproyeksikan itu bertentangan satu sama lain.
A.3. Evolusi Ekosistem dan Seleksi Kelompok
Secara sederhana evolusi dapat diartikan sebagai perubahan yang terjadi secara sedikit demi sedikit dalam jangka waktu relatif lama. Evolusi jangka waktu panjang dari ekosistem dibentuk oleh dua hal berikut:
1. Kekuatan-kekuatan allogenik (luar), seperti perubahan-perubahan iklim dan geologi
2. Proses-proses autogenik (dalam) yang diakibatkan oleh kegiatan- kegiatan komponen-komponen hidup dari ekosistem.
Ekosistem-ekosistem pertama tiga juta tahun yang lalu dihuni heterotrof- heterotrof anaerobik yang kecil-kecil yang hidup dari bahan organik yang disintesis oleh proses-proses abiotik. Setelah asal dan peledakan populasi autotrof-autotrof algae, yang merubah atmosfer yang bersifat mereduksi ke dalam yang bersifat oksigenik, makhluk- makhluk berkembang melalui abad-abad geologi yang lama ke dalam sistem-sistem yang semakin kompleks dan berbeda.
Sistem-sistem yang kompleks tersebut berhasil mengendalikan atmosfer dan dihuni oleh jenis-jenis bersel banyak yang lebih tinggi terorganisirnya serta lebih besar. Di dalam komunitas ini kompoenen berubah secara evolusioner, yang diyakini terjadi melalui seleksi alam pada atau di bawah paras jenis. Akan tetapi seleksi alam di Atas paras jenis juga penting, terutama koevolusi dan seleksi kelompok atau seleksi komunitas.
Seleksi kelompok merupakan seleksi alam antara kelompok-kelompok makhluk yang tidak selalu dihubungkan oleh asosiasi-asosiasi mutualistik. Seleksi kelompok
secara teori membawa ke arah pemeliharaan ciri-ciri yang baik bagi populasi dan komunitas, tetapi secara selektif tidak menguntungkan terhadap pembawa-pembawa genetik di dalam populasi. Sebaliknya, hal tersebut dapat menyisihkan atau mempertahankannya pada frekuensi rendah, ciri-ciri yang tidak menguntungkan bagi hidupnya jenis tetapi secara selektif baik di dalam populasi-populasi. Seleksi kelompok melibatkan pemusnahan populasi-populasi dalam suatu proses yang analog dengan seleksi genotif-genotif di dalam populasi-populasi oleh kematian atau kemampuan reproduktif yang direndahkan dari tipe-tipe individu yang tepat (Odum, 1996).
B. Ekologi Manusia
B.1. Pendekatan Ekologi Manusia dan Terapannya dalam Masalah Lingkungan
Berikut ini merupakan beberapa definisi atau pendekatan mengenai ekologi manusia:
• Ekologi manusia adalah ilmu yang memberikan landasan analisis yang berguna untuk memahami konsekuensi aktivitas-aktivitas manusia pada sistem sosial dan sistem ekologi secara sekaligus (Marten, 2001).
• Xxxxxxxxxx dan Xxxxxxxx (1997) memahami ekologi manusia sebagai bidang ilmu yang mempelajari: “the relationship between humanity and their non-living environment”.
• Micklin dan Poston (1998) memahami ekologi manusia sedikit lebih provokatif dengan membedakannya dengan bio-ekologi secara umum, sebagai: “human ecology is a field of study grounded in the four referential construct population, technology, organization, and environment”.
• H Xxxxxx (1950) mengemukakan ekologi manusia sebagai studi yang mempelajari bentuk dan perkembangan komunitas dalam sebuah populasi manusia.
• Xxxxxxxxx Xxxxxxx (2002:3) mengatakan, “This new human ecology emphasizes complexity over-reductionism, focuses on changes over stable states, and expands ecological concepts beyond the study of plants and animals to include people. This
view differs from the environmental determinism of the early twentieth century.” (Ekologi Manusia Baru menekankan pada over-reduksionisme yang cukup rumit, memfokuskan pada perubahan negara yang stabil, dan memperluas konsep ekologi melebihi studi tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan menuju keterlibatan manusia. Pandangan ini berbeda dari determinisme lingkungan pada awal-awal abad ke-20).
• Menurut Xxxxxx X Xxxxx (1994) dikatakan, “Human ecology, then, is “an attempt to understand the inter-relationships between the human species and its environment” (Dengan demikian ekologi manusia, adalah suatu pandangan yang mencoba memahami keterkaitan antara spesies manusia dan lingkungannya).
Xxxxxxx (2002) menyatakan bahwa ruang lingkup ekologi manusia meliputi: (1) Set of connected stuff (sekelompok hal yang saling terkait); (2) Integrative traits (ciri- ciri yang integratif); (3) Scaffolding of place and change (Perancah tempat dan perubahan). Ekologi manusia merupakan studi terhadap bagaimana manusia berinteraksi dengan alam bukan hanya sebagai makhluk biologis, tetapi lebih-lebih sebagai makluk berbudaya. Ekologi manusia juga menyangkut bagaimana interaksi itu mempengaruhi kependudukan dan pola organisasi dan juga konsekuensinya bagi alam, serta timbal balik dari konsekuensi itu. Kalau dahulu manusia menjadi faktor terbatas di dalam ekosistem tertentu, sekarang menjadi sumber pengaruh di hampir semua ekosistem di bumi. Bahkan boleh dikatakan, planet bumi dengan biosfernyalah yang merupakan ekosistem bagi manusia sekarang. Daya dukung ekosistem inilah yang akhirnya menentukan, penyesuaian apa yang harus dilakukan manusia dalam perilaku dan pola organisasi untuk bertahan hiudp.
Manusia dalam menghadapi kondisi lingkungan sejak zaman dulu hingga sekarang bersifat dinamik mengikuti kemajuan budaya dan teknologi yang dikuasai. Pada awalnya manusia sangat tergantung pada kondisi fisik lingkungannya (deterministik), kemudian mampu mengadakan seleksi atau mencoba dengan cara adaptasi (probabilitas/posibilitas), akhirnya kenal dengan pendekatan sistem/ekosistem, mereka mengkombinasikan menjadi pendekatan ”sistemik, adaptif, dan dinamik”.
Manusia sesuai kodratnya diberikan kelebihan ilmu pengetahuan yang secara alami (instinctive) dapat muncul dengan sendirinya tergantung kepada kepekaan dalam menanggapi atau pun membaca fenomena alam dan kemudian menerjemahkan ke dalam dunia nyata (real world) sebagai tindakan nyata manusia. Manusia selalu diuji kepekaannya dalam menanggapi tanda-tanda alam, untuk itu manusia selalu meningkatkan kemampuan budaya, mulai dari budaya yang hanya sekedar untuk mempertahankan hidup (survival) hingga budaya untuk membuat rekayasa menciptakan lingkungan hidup yang nyaman, sejahtera, dan berkelanjutan (sustainable).
Manusia dalam setiap memanfaatkan sumberdaya alam (SDA) pada dasarnya dengan kemampuan teknologi yang dikuasainya dalam implementasinya lebih mementingkan aspek ekonomi (mencari keuntungan sebesar-besarnya) daripada kepentingan ekologi (prinsip kelestarian). Kegiatan ekonomi menjadi tumpuan dalam setiap manajemen sumberdaya alam agar sesuai dengan investasi yang ditanamkan dan waktu serta ruang yang disediakan terbatas.
C. Rangkuman
• Setiap ekosistem dalam suatu wilayah selalu mengalami perkembangan menuju ke arah keseimbangan dan berakhir pada suatu tingkatan yang disebut dengan klimaks, di mana kondisi homeostatis telah tercapai. Perkembangan ekosistem, atau yang lebih dikenal dengan suksesi.
• Terdapat dua macam suksesi, yaitu suksesi primer dan suksesi skunder, perbedaan kedua macam suksesi tersebut terletak pada kondisi awal.
• Secara sederhana evolusi dapat diartikan sebagai perubahan yang terjadi secara sedikit demi sedikit dalam jangka waktu relatif lama. Evolusi jangka waktu panjang dari ekosistem dibentuk oleh dua hal berikut: Kekuatan-kekuatan allogenik (luar), seperti perubahan-perubahan iklim dan geologi; proses-proses autogenik (dalam) yang diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan komponen- komponen hidup dari ekosistem.
• Ekologi manusia adalah ilmu yang memberikan landasan analisis yang berguna untuk memahami konsekuensi aktivitas-aktivitas manusia pada sistem sosial dan sistem ekologi secara sekaligus
• Manusia dalam menghadapi kondisi lingkungan sejak zaman dulu hingga sekarang bersifat dinamik mengikuti kemajuan budaya dan teknologi yang dikuasai. Pada awalnya manusia sangat tergantung pada kondisi fisik lingkungannya (deterministik), kemudian mampu mengadakan seleksi atau mencoba dengan cara adaptasi (probabilitas/posibilitas), akhirnya kenal dengan pendekatan sistem/ekosistem, mereka mengkombinasikan menjadi pendekatan ”sistemik, adaptif, dan dinamik”.
D. Tes Formatif
1. Apa yang dimaksud evolusi ekosistem ? Apa yang dimaksud suksesi?
2. Apa yang dimaksud konsep klimak?
3. Apa yang dimaksud ekologi manusia
4. Apa yang dimaksud ekologi manusia dibutuhkan untuk mengatasi masalah lingkungan?
E. Daftar Pustaka
Xxxxxxxxxx, M. dan Xxxxxxxx, C. 1997. Human Ecology, Human Economy. Sydney: Xxxxx & Xxxxx
Xxxxxx, X.X. 2001. Human Ecology: Basic Concept for Sustainable Development.
New York: Earthscan Publications
Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi: Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu Lingkungan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
BAB V
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN MASALAH IKLIM GLOBAL
Kata kunci: Lingkungan hidup, Asas lingkungan, Pembangunan berkelanjutan, Agenda 21, Perubahan iklim global
.
A. Pembangunan Berkelanjutan
A.1. Lingkungan
Lingkungan hidup adalah segala sesuatu di sekitar suatu objek yang saling mempengaruhi. Menurut UU No 32 tahun 2009, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Alam adalah suatu kesatuan areal tertentu dengan segala sesuatu yang berada di dalamnya dan sistem hubungan satu sama lain. Lingkungan alam meliputi lingkungan fisik dan kimia, lingkungan biologi, dan lingkungan manusia dalam bentuk sosial ekonomi dan sosial budaya. Menurut UU no 32 tahun 2012 perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi: perencanaan; pemanfaatan; pengendalian; pemeliharaan;pengawasan; dan penegakan hukum. Lingkungan hidup memiliki sejarah, antara lain:
• Sebelum KTT Stockholm (5-6 Juni 1972), permasalahan lingkungan hidup hanya terbatas pada lingkungan fisik (bising, pengap, air keruh), dan belum dikaitkan dengan aspek sosial ekonomi dan budaya.
• Salah satu pendorong meningkatnya kesadaran manusia pada lingkungan hidup adalah peristiwa “London Smog” (kabut asap di London) akibat pencemaran udara dari industri akibat revolusi industri.
• Setelah KTT Stockholm dilanjutkan KTT Nairobi di Kenya (1982), KTT Rio di Brasil (1992) & KTT Johanesburg di Afrika Selatan (2002).
Suatu ilmu yang sudah berkembang dan telah banyak menghasilkan model dan teori, harus didasari oleh asas yang kokoh dan kuat. Ilmu lingkungan mempunyai 14 asas dasar yang merupakan satu kesatuan, dan dapat digambarkan dalam sebuah kerangka. Penyajian asas dasar dilakukan dengan mengemukakan kerangka teorinya terlebih dahulu.
Asas1
Semua energi yang memasuki sebuah organisma (hidup), populasi atau ekosistem, dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan atau diciptakan.
• Asas ini serupa dengan hukum thermodinamika pertama atau dikenal dengan hukum konservasi energi.
• Asas ini menerangkan bahwa energi dapat diubah-ubah
• Energi yang memasuki jasad hidup, populasi, atau ekosistem dapat dianggap energi yang tersimpan atau terlepaskan. Dalam hal ini sistem kehidupan dapat dianggap sebagai pengubah energi, dan berarti pula akan didapatkan berbagai strategi untuk mentransformasi energi.
Asas2
Tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien
• Asas ini tak lain adalah hukum thermodinamika kedua, ini berarti energi yang tak pernah hilang dari alam raya, tetapi energi tersebut akan terus diubah dalam bentuk yang kurang bermanfaat. Misal energi yang diambil oleh hewan untuk keperluan hidupnya adalah dalam bentuk makanan padat yang bermanfaat. Tetapi panas yang keluar dari tubuh hewan karena lari,terbang, atau berenang terbuang tanpa guna.
Asas 3
Materi, energi, ruang, waktu & keanekaragaman, semuanya termasuk kategori sumberdaya alam
• Ruang termasuk sumberdaya alam?
• Misal pada ruang yang sempit bagi suatu populasi yang tingkat kepadatannya tinggi mungkin akan terjadi terganggunya proses pembiakan. Pada ruang yang sempit hewan jantan akan bertarung untuk mendapatkan betina sehingga pembiakan terganggu. Sebaliknya kalau ruang terlalu luas, jarak antar individu dalam populasi semakin jauh, kesempatan bertemu antara jantan dan betina semakin kecil sehingga pembiakan akan terganggu.
• Ruang dapat juga memisahkan jasad hidup dengan sumber bahan makanan yang dibutuhkan, jauh dekatnya jarak sumber makanan akan berpengaruh terhadap perkembangan populasi.
• Waktu sebagai sumber alam tidak merupakan besaran yang berdiri sendiri. Misal hewan mamalia di padang pasir, pada musim kering tiba persediaan air habis dilingkungannya, maka harus berpindah ke lokasi yang ada sumber airnya. Berhasil atau tidaknya hewan bermigrasi tergantung pada adanya cukup waktu dan energi untuk menempuh jarak lokasi sumber air.
• Keanekaragaman juga merupakan sumberdaya alam. Misal semakin beragam jenis makanan suatu spesies semakin kurang bahayanya apabila menghadapi perubahan lingkungan yang dapat memusnahkan sumber makanannya. Sebaliknya suatu spesies yang hanya tergantung satu jenis makanan akan mudah terancam bahaya kelaparan
Asas 4
Untuk semua kategori sumber alam, kalau pengadaan sumber itu sudah cukup tinggi, pengaruh unit kenaikannya sering menurun dengan penambahan sumber alam itu sampai ke suatu tingkat maksimum. Melampaui batas maksimum ini, tak akan ada pengaruh yang menguntungkan lagi. Untuk semua kategori sumber alam (kecuali keanekaragaman dan waktu) kenaikan pengadaan sumber alam yang melampaui batas maksimum, bahkan akan mempunyai pengaruh yang merusak karena kesan peracunan. Ini adalah prinsip penjenuhan. Untuk banyak fenomena sering berlaku kemungkinan penghancuran yang disebabkan oleh pengadaan sumber alam yang sudah mendekati batas maksimum.
• Asas 4 tersebut terkandung arti bahwa pengadaan sumber alam mempunyai batas optimum, yang berarti pula batas maksimum, maupun batas minimum pengadaan sumber alam akan mengurangi daya kegiatan sistem biologi.
• Adanya ukuran optimum pengadaan sumber alam bagi suatu populasi, maka naik turunnya jumlah individu populasi bergantung pada pengadaan sumber alam pada jumlah tertentu.
• Pada keadaan lingkungan yang sudah stabil, populasi hewan atau tumbuhannya cenderung naik - turun (bukan naik terus atau turun terus). Maksudnya adalah akan terjadi pengintensifan perjuangan hidup, bila persediaan sumber alam berkurang. Tetapi sebaliknya, akan terdapat ketenangan kalau sumber alam bertambah.
• Kepadatan populasi yang berlebihan akan membawa penurunan jumlah anggota populasi, demikian pula sebaliknya. Gejala inilah kemudian yang dikenal dengan pengaturan populasi karena faktor yang bergantung pada kepadatan (density- dependent factor)
Asas 5
Ada 2 jenis sumber alam dasar, yaitu sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan ada pula sumber alam yang tak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut
• Contoh tentang kesan merangsang pendayagunaan sumberdaya alam adalah suatu jenis hewan sedang mencari berbagai sumber makanan. Kemudian didapatkan suatu jenis tanaman yang melimpah di alam, maka hewan tersebut akan memusatkan perhatiannya kepada penggunaan jenis makanan tersebut. Dengan demikian, kenaikan sumber alam (makanan) merangsang kenaikan pendaya-gunaan.
Asas 6
Individu dan spesies yang mempunyai lebih banyak keturunan daripada saingannya, cenderung berhasil mengalahkan saingannya itu
• Pada jasad hidup terdapat perbedaan sifat keturunan dalam hal tingkat adaptasi terhadap faktor lingkungan fisik atau biologi. Kemudian timbul kenaikan kepadatan populasinya sehingga timbul persaingan. Jasad hidup yang kurang mampu beradaptasi yang akan kalah dalam persaingan.
• Dapat diartikan pula bahwa jasad hidup yang adaptif akan mampu menghasilkan banyak keturunan daripada yang non-adaptif.
• Spesies yang paling adaptif menggunakan sumber alam yang ada di sekitar lingkungannya seefisien mungkin.
• Implikasi yang penting bagi manusia adalah harus hati-hati dalam memperkenalkan jenis tanaman atau hewan baru pada suatu wilayah. Hewan ternak dan tanaman pertanian baru, belum tentu akan menguntungkan dan sesuai dengan keadaan lingkungan baru.
Asas 7
Kemantapan keanekaragaman suatu komunitas lebih tinggi di alam lingkungan yang mudah diramal
• Mudah diramal pada asas 7 ini maksudnya adalah adanya keteraturan yang pasti pada pola faktor lingkungan pada suatu periode yang relatif lama.
• Terdapat fluktuasi turun-naiknya kondisi lingkungan di semua habitat, tetapi mudah dan sukarnya untuk diramal berbeda dari satu habitat ke habitat lain. Dengan mengetahui keadaan optimum pada faktor lingkungan bagi kehidupan suatu spesies, maka perlu diketahui berapa lama keadaan tersebut dapat bertahan.
• Lingkungan yang stabil secara fisik merupakan sebuah lingkungan yang terdiri atas banyak spesies, dari yang umum hingga yang langka. Semuanya dapat melakukan penyesuaian kepada tingkat optimum keadaan lingkungannya. Sedangkan lingkungan yang tak stabil hanya dihuni oleh spesies yang relatif sedikit jumlahnya.
• Suatu contoh keadaan iklim yang stabil dalam waktu yang lama tidak saja akan melahirkan keanekaragaman spesien yang tinggi, tetapi juga akan menimbulkan keanekaragaman penyebaran kesatuan populasi.
Asas 8
Bahwa sebuah habitat (lingkungan hidup) itu dapat jenuh atau tidak oleh keanekaragaman takson. Hal itu bergantung kepada bagaimana niche dalam lingkungan hidup itu dapat memisahkan takson tersebut.
• Kelompok taksonomi tertentu dari suatu jasad hidup ditandai oleh keadaan lingkungannya yang khas (nicia), tiap spesias mempunyai nicia tertentu. Spesies dapat hidup berdampingan dengan spesies lain tanpa persaiangan, karena masing- masing mempunyai keperluan dan fungsi yang berbeda di alam.
• Burung dapat hidup dalam suatu keadaan lingkungan yang luas dengan spesies yang kurang beraneka ragam, karena burung mempunyai kemampuan menjelajah.
• Tumbuhan dan serangga mempunyai gerakan terbatas, sehingga hanya dapat memanfaatkan bahan makanan disekitarnya. Oleh sebab itu tumbuhan dan serangga lebih responsif terhadap lingkungan terbatas dibandingkan dengan burung.
• Tumbuhan dan serangga bila ada perubahan biokimia yang halus saja dapat menyebabkan perbedaan genetika dalam perjalanan evolusinya. Jadi dalam waktu yang lama keanekaragaman serangga dan tumbuhan meningkat, kemudian hidup dalam bentuk nicia suatu lingkungan.
Asas 9
Keanekaragaman komunitas apa saja sebanding dengan biomasa dibagi produktivitasnya
• Ada hubungan antara biomasa, aliran energi dan keanekaragaman dalam suatu sistem biologi.
• Bila suatu sistem menyimpan sejumlah materi B (untuk biomasa) dan mengandung aliran energi melalui materi itu P (untuk produktivitas yaitu ukuran aliran energi dalam waktu tertentu), lalu aliran energi itu telah berasosiasi sebanding dengan aliran materinya, dan materi itu bebas tukar menukar dengan materi yang tersimpan, maka jumlah waktu rata-rata (t) yang diperlukan bagi penggunaan materi dalam sistem itu dapat dinyatakan dengan rumus :
t = K . B/P
dengan K adalah koefisien tetapan
• Keanekaragaman atau kompleksitas suatu sistem (D) sebanding dengan t.
• Artinya, kecermatan penggunaan aliran energi dalam sistem biologi akan meningkat dengan meningkatnya kompleksitas organisasi sistem biologi itu dalam suatu komunitas.
Asas 10
Perbandingan (rasio) antara biomasa dengan produktivitas (b/p) naik dalam perjalanan waktu pada lingkungan yang stabil hingga mencapai sebuah asimtot
• Kelanjutan prinsip 7 dan 9.
• Kalau D meningkat dalam perjalanan waktu serta habitat yang stabil dan sebanding dengan B/P, maka B/P harus meningkat pula dalam habitat yang stabil itu.
• Prinsip 10 ini sangat penting, sebab berarti sistem biologi itu menjalani evolusi yang mengarah kepada peningkatan kecermatan penggunaan energi dalam lingkungan fisik yang stabil, yang memungkinkan berkembangnya keanekaragaman.
• Dengan kata lain, jika kemungkinan P maksimum itu sudah ditetapkan oleh energi matahari yang masuk ke dalam ekosistem, sedangkan D dan B masih dapat meningkat dalam perjalanan waktu, maka kuantum (jumlah) energi yang tersedia dalam sistem biologi itu dapat digunakan untuk menyokong biomasa yang lebih besar melalui kompleksitas organisasinya.
Asas 11
Sistem yang sudah mantap (dewasa) mengeksploi-tasi sistem yang belum mantap/belum dewasa
• Asas 11 ini mengandung arti ekosistem, populasi atau tingkat makanan yang sudah dewasa memindahkan energi, biomasa, dan keanekaragaman tingkat organisasi ke arah yang belum dewasa. Dengan kata lain, energi, materi, dan keanekaragaman mengalir melalui suatu kisaran yang menuju ke arah organisasi yang lebih komplek. Dari subsistem yang rendah keanekaragaman nya ke subsistem yang tinggi keanekaragamannya.
• Asas ini meneruskan asas 5 yang menyatakan bahwa pengadaan yang meningkat dari pada sumber alam dapat merangsang lebih banyak penggunan sumber alam tersebut.
• Asas 11 dapat dicontohkan sebagai berikut: tenaga kerja dari ladang,kampung, kota kecil mengalir ke kota besar (metropolitan) karena keanekaragaman kehidupan kota besar melebihi tempat asalnya. Atau cendekiawan yang berasal dari daerah enggan kembali ke asalnya, karena taraf keanekaragaman penghidupan kota besar lebih tinggi dari daerah asalnya. Dengan demikian keahlian, bakat, tenaga kerja mengalir dari daerah yang kurang ke daerah yang lebih beraneka ragam corak penghidupannya.
Asas 12
Kesempurnaan adaptasi suatu sifat atau tabiat bergantung kepada kepentingan relatifnya dalam keadaan suatu lingkungan
• Populasi dalam ekosistem yang belum mantap, kurang bereaksi terhadap perubahan lingkungan fisiko-kimia dibandingkan dengan populasi dalam ekosistem yang sudah mantap. Populasi dalam lingkungan dengan kemantapan fisikokimia yang cukup lama, tak perlu berevolusi untuk meningkatkan kemampuannya beradaptasi dengan keadaan yang tidak stabil.
• Namun demikian, kalau terjadi suatu perubahan yang drastis, ekosistem yang telah mantap akan lebih terancam bahaya, karena secara genetik populasinya sangat kaku terhadap perubahan. Kerugian hidup pada di lingkungan stabil , menyebabkan perubahan tak berbalik bagi sifat populasinya.
Asas 13
Lingkungan yang secara fisik stabil memungkin-kan berlakunya penimbunan keanekaragaman biologi dalam ekosistem yang mantap (dewasa), yang kemudian dapat menggalakkan kestabilan kepada populasi.
• Asas 13 ini didukung asas 7 yaitu kekomplekan organisasi makin meningkat pada lingkungan fisik yang mantap. Maksudnya akan terjadi kenaikan spesies dan varitas pada rantai makanan dalam komunitas, jumlah jalur energi yang masuk melalui ekosistem meningkat. Apabila terjadi sesuatu yang merugikan pada jalur satu, maka jalur lain akan mengambil alih. Sehingga pada ekosistem yang mantap akan membagi resiko secara merata dan kemantapannya terjaga.
• Asas 13 didukung asas 12 yang menyatakan bahwa adaptasi yang peka dan kompleks serta sistem kontrol akan berevolusi sebagai tanggapan terhadap lingkungan biologi dan sosial pada komunitas yang kompleks. Komunitas yang mantap mempunyai sistem kontrol umpan-balik yang sangat kompleks .
• Asas 13 didukung pula asas 9 yaitu yang menyangkut hubungan antara kemantapan (kedewasan, keanekaragaman yang tinggi) dengan efisiensi penggunaan energi.
Asas 14
Derajat pola keteraturan naik-turun populasi bergantung kepada jumlah keturunan dalam sejarah populasi sebelumnya yang nanti akan mempengaruhi populasi itu
• Asas 14 ini merupakan kebalikan asas 13, tidak adanya keaneka ragaman yang tinggi pada rantai makanan dalam ekosistem yang belum mantap, menimbulkan derajat ketidak stabilan populasi yang tinggi.
• Suatu contoh: burung elang sangat tergantung pada tikus tanah sebagai sumber makanan utama, dan tikus tanah sangat bergantung pada spesies tumbuhan, tumbuhan tersebut tergantung pada jenis tanah tertentu untuk hidupnya.
• Bila terjadi peningkatan populasi tikus yang meningkat pesat pada tahun ke t maka akan terjadi bahaya kelaparan, dan terjadi penurunan tikus pada t+1.
• Penurunan ini akan meningkatkan jumlah bahan pangan pada t+3, dan menaikkan produktivitas pada tahun ke t+4.
• Kenaikan produktivitas tumbuhan dapat menaikan populasi tikus pada tahun ke t+5, serta meningkatkan populasi burung elang pada tahun ke t+6 atau t+7
• Contoh tersebut menunjukkan ketidakstabilan atau naik-turunnya populasi elang berada pada pengaruh perpanjangan waktu
A.2. Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara serta sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana.
Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam, namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Merosotnya kualitas lingkungan tersebut memicu munculnya konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Konsep pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu konsekuensi pembangunan berkelanjutan adalah menemukan cara meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sambil menggunakan sumber daya alam secara bijaksana, sehingga sumber daya alam terbarukan dapat dilindungi, dan penggunaan sumber alam yang dapat habis (tidak terbarukan) masih dapat terpenuhi pada generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya.
Konsep pembangunan berkelanjutan muncul ketika terjadi kegagalan konsep pembangunan konvensional, di mana saat itu proses yang terjadi lebih banyak bersifat top-down. Bila ditinjau dari sisi lingkungan, sosial, dan ekonomi, proses pembangunan yang terjadi tidak memikirkan generasi mendatang. Pelaksanaan konsep pembangunan berkelanjutan diperkuat dengan kesepakatan para pemimpin bangsa yang dinyatakan dalam hasil-hasil negosiasi internasional, antara lain Deklarasi Rio pada KTT Bumi tahun 1992, Deklarasi Milenium PBB tahun 2000, dan Deklarasi Johannesburg pada KTT Bumi tahun 2002.
A.3. Xxxx, Kebijakan, dan Xxxxxxxx Agenda 21
Agenda 21 adalah program yang diadakan oleh PBB berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan. Agenda ini merupakan rencana aksi menyeluruh yang diselenggarakan pada tingkat dunia, negara, dan pemerintahan lokal oleh organisasi PBB, pemerintah, dan kelompok-kelompok utama di tiap-tiap daerah yang mana manusia memberikan pengaruh yang besar terhadap lingkungan. Angka 21 pada program ini mengacu pada abad ke-21.
A.3.1. Perkembangan Agenda 21
Tulisan lengkap Agenda 21 dikeluarkan pada Konferensi PBB mengenai Pembangunan dan Lingkungan yang diadakan di Rio de Janeiro pada 14 Agustus 1992. Pada forum tersebut 178 pemerintahan negara menyatakan menyetujui program yang tercantum dalam Agenda 21. Hasil akhir tulisan teks Agenda 21 merupakan hasil dari penyusunan naskah konsep serta konsultasi dan negosiasi yang dimulai pada tahun 1989 dan mencapai puncaknya pada konferensi selama dua minggu tersebut.
A.3.2. RIO + 5
Pada tahun 2007, Majelis Umum PBB mengadakan sidang khusus untuk menilai kemajuan lima tahun pelaksanaan Agenda 21 (Rio+5). Majelis tersebut mengakui bahwa pelaksanaan Agenda 21 dalam kurun waktu tersebut kurang merata dan kurang seimbang. Faktor yang dianggap menyebabkan kurang berhasilnya program tersebut adalah peningkatan globalisasi, perluasan ketidakseimbangan pendapatan, dan kemunduran lingkungan global. Resolusi Majelis Umum tersebut manjanjikan adanya tindakan lebih lanjut.
A.3.3. The Johannesburg Summit
The Johannesburg Plan of Implementation disetujui pada Konferensi Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan. Pada konferensi ini dinyatakan komitmen PBB untuk melaksanakan Agenda 21 secara menyeluruh, sejalan dengan pencapaian tujuan pembangunan millenium dan persetujuan internasional.
Section I. Social and Economic Dimension
Chapter 2
International Cooperation for Sustainable Development
Chapter 3 Combating Poverty Chapter 4
Changing Consumption Patterns
Chapter 5
Demographic Dynamics & Sustainability
Chapter 6 Human Health Chapter 7
Human Settlements Chapter 8 Decision Making
Section II. Conservation and Management of Resources for Development
Chapter 9
Protection of the Atmosphere
Chapter 10 Land Resources Chapter 11 Deforestation Chapter 12
Desertification & Drought
Chapter 13
Sustainable Mountain Development
Chapter 14
Sustainable Agriculture & Rural Development
Chapter 15
Conservation of Biodiversity
Chapter 16 Biotechnology Chapter 17
Protection of the Oceans
Chapter 18 Freshwater Resources Chapter 19
Toxic Chemicals - Management
Chapter 20
Hazardous Wastes - Management
SUSUNAN DAN ISI AGENDA 21
Chapter 21
Solid Wastes - Management
Chapter 22
Radioactive Wastes - Management
Section III. Strengthening the Role of Major Groups
Chapter 23
Preamble Major Groups
Chapter 24 Women Chapter 25
Children & Youth Chapter 26 Indigenous People Chapter 27
Non-Governmental Organizations
Chapter 28 Local Authorities Chapter 29 Trade Unions Chapter 30
Business & Industry
Chapter 31
Scientific & Technological Community
Chapter 32
Role of Farmers
Section IV. Means of Implementation Chapter 33
Financial Resources
Chapter 34 Technology Transfer Chapter 35
Science for Sustainable Development
Chapter 36
Education, Public Awareness & Training
Chapter 37
Capacity Building in Developing Countries
Chapter 38 International Institutions Chapter 39
International Legal Instruments
Chapter 40
Information for Decision-making
1. Xxxxxxx Xxxxx Global
B.1. Perubahan Iklim Global (Global Climate Change)
Perubahan Iklim Global adalah perubahan unsur-unsur iklim (suhu, tekanan, kelembaban, hujan, angin, dsb.nya) secara global terhadap normalnya. Salah satu indikasi terjadinyan perubahan iklim global saat ini adalah pemanasan global, yaitu indikasi naiknya suhu muka bumi secara global (meluas dalam radius ribuan kilometer) terhadap normal/rata-rata catatan pada kurun waktu standard (ukuran Badan Meteorologi Dunia/WMO: minimal 30 tahun).
Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus bertambah di udara. Hal tersebut paling utama disebabkan oleh tindakan manusia seperti kegiatan industri yang cukup memicu peningkatan CO2 dan chlorofluorocarbon. Gas yang dianggap paling berperan dalam fenomena ini adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Gas karbondioksida (CO2) memiliki karakteristik sebagaia berikut:
1. Gas CO2 tidak beracun (digunakan sebagai penyegar dalam soft drink);
2. Pengaruhnya terhadap lingkungan global lebih besar daripada pengaruh NOX (NO, NO2) dan SOX (SO2, SO3);
3. Utamanya berpengaruh terhadap keseimbangan panas bumi (efek rumah kaca)
Gambar 5.1. Kegiatan Manusia yang Memicu Pemanasan Global
Gas karbondioksida bersumber dari silus karbon (akumulasi CO2 berlebih di udara mengakibatkan peningkatan suhu di bumi dan berujung pada perubahan iklim), industrialisasi dan transportasi yang menghasilkan emisi CO2, serta penurunan jumlah vegetasi (hutan, kebun) yang menurunkan tingkat penyerapan CO2. Peningkatan kadar CO2 di atmosfer telah terjadi selama 100 tahun terkakhir, yakni sebanyak 280 ppm pada tahun 1900 dan meningkat menjadi 400 ppm pada tahun 2001.
Selain oleh gas CO2, gas lain yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global (meskipun pengaruhnya kecil) adalah chlorofluorocarbon (CFCs), nitrogen oxide (NOx) dan metan (CH4). Gas-gas ini disebut dengan ”gas rumah kaca” (green house gases). Gas NOx meliputi nitrogen oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). NO adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, sedangkan NO2 berwarna merah abu- abu. Gas NOx masuk ke atmosfir secara alami (melalui halilintar) dan proses-proses biologi, serta dari sumber-sumber zat pencemar (pemba-karan bahan bakar fosil).
Gas metan (CH4) merupakan hasil samping penguraian zat organik dalam buangan (sampah, limbah). Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, tetapi mudah terbakar. Pada buangan CH4 tidak terdapat dalam ju-mlah besar, karena adanya oksigen sangat toksik bagi organisme pembentuk metan. CH4 terbentuk pada penguraian anaerobik dari buangan (terutama di dasar akumulasi). Eksplosi metan sangat berbahaya. Untuk itu
perlu ventilasi pada tumpukan sampah, septik tank, gua atau tempat tertutup lainnya. Ilustrasi efek rumah kaca disajikan pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2. Skema Efek Rumah Kaca
B.2. Dampak Perubahan Iklim Global terhadap Lingkungan
Perubahan iklim global memberikan dampak yang berragam terhadap lingkungan, di antaranya adalah:
1. Peningkatan muka air laut,
Peningkatan muka air laut dipicu oleh adanya pencairan es di kutub bumi oleh karena meningkatnya suhu bumi. Fenomena ini akan membahayakan bagi keselamatan penduduk yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Ilustrasi peningkatan muka air laut disajikan pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3. Indikasi Perubahan Tinggi Muka Air Laut
2. Perubahan Pola Iklim
Secara umum perubahan pola iklim ditandai dengan adanya perubahan pola hujan, yaitu pergeseran awal musim hujan maupun kemarau. Terdapat indikasi bahwa masuknya musim penghujan lebih lama, atau mundur beberapa bulan, sedangkan musim kemarau datang lebih awal dari rata-ratanya.
Perubahan pola iklim dunia juga memicu semakin meningkatnya fenomena Xx Xxxx dan La Xxxx. Hal ini menyebabkan suatu wilayah menjadi lebih kering atau lebih basah dari keadaan iklim normal. Hampir setiap tahun ada angin kencang atau puting beliung yang cenderung terus meningkat, baik dari frekuensi kejadian maupun intensitas daya rusaknya. Kecenderungan fenomena Xx Xxxx dan La Xxxx disajikan pada Gambar 5.4.
Gambar 5.4. Kecenderungan Fenomena Xx Xxxx dan La Nina
3. Penurunan kualitas kesehatan
Sebanyak 30 penyakit baru muncul pada kurun 1976-2008 akibat perubahan iklim dan pemanasan global. Paling jelas terlihat yaitu demam berdarah, kolera, diare, disusul virus ebola yang sangat mematikan. Munculnya berbagai penyakit ini karena temperatur suhu panas bumi yang terus meningkat.
Perubahan iklim juga berdampak pada munculnya beragam penyakit yang mengalami mutasi genetis,seperti Avian influenza. Para ahli mengatakan, virus itu sudah ditemukan pada unggas puluhan tahun lalu. Dengan terjadinya mutasi dan suhu lingkungan yang menguntungkan, virus itu dapat dengan mudah menyebar dari unggas ke manusia.
4. Penurunan luas lahan dan produktivitas tanaman
5. Berkurangnya kuantiítas dan kualitas sumberdaya air
Ketersediaan air yang kian terbatas (kekeringan) terjadi karena jumlah hujan yang turun tidak mencukupi. Hal ini akan meningkatkan kompetisi untuk mendapatkan air dan tidak jarang menimbulkan konflik dalam pemanfaatan. Kompetisi untuk mendapatkan/memanfaatkan sumber daya air ini terjadi karena faktor kelangkaan akibat peningkatan kebutuhan, bersamaan terjadinya gangguan terhadap siklus hidrologi akibat perubahan iklim global serta perubahan tata guna lahan pada daerah tangkapan air dan daerah aliran sungainya.
b. Kepunahan spesies dan kerusakan habitat
Pemanasan global juga memberi dampak bagi kehidupan spesies tertentu. Bisa dilihat dari banyaknya binatang melakukan migrasi dan terjadinya ledakan populasi spesies akibat perubahan suhu lingkungan secara ekstrem yang sesuai untuk pertumbuhan dan kehidupannya. Ledakan populasi ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem. Perubahan iklim yang tidak menentu, berdampak pada musnahnya satwa yang tidak mampu melakukan migrasi. Misalnya, burung yang hanya mampu terbang jarak pendek dan tak mampu melakukan migrasi jauh menyeberangi lautan dan benua, akan musnah lebih awal. Di sini terjadi seleksi secara paksa, dan ketidakseimbangan ekosistem terjadi secara merata. Ilustrasi perkiraan dampak perubahan iklim disajikan pada Gambar 5.4.
Perubahan temperatur global (relatif terhadap kondisi sebelum industri)
0°C
angan
1°C
2°C
3°C
4°C
5°C
Menurunnya hasil panen di banyak daerah,
khususnya di negara berkembang
Kemungkinan peningkatan panen di beberapa daerah yang tinggi
Jatuhnya hasil panen
di banyak negara maju
ir
Pegunungan es kecil Penurunan ketersediaan air di mulai menghilang - banyak daerah, termasuk persediaan air menipis Mediterania dan Afrika bagian
di beberapa daerah Selatan
Peningkatan ketinggian permukaan air laut mengancam kota-kota besar
kosistem
Kerusakan terumbu Meningkatnya jumlah spesies yag terancam karang yang parah kepunahan
Meningkatnya intensitas badai, kebakaran hutan, kekeringan, banjir, dan gelombang panas
Resiko dari perubahan bes yang bersifat
mendadak
Meningkatnya resiko dampak balik yang
berbahaya dan mendadak, perubahan skala besar pada sistem iklim
ar
ondisi
uaca yang kstrim
K
C E
E
A
P
Gambar 5.4. Perkiraan Dampak Perubahan Iklim
C. Rangkuman
• Lingkungan hidup adalah segala sesuatu di sekitar suatu objek yang saling mempengaruhi. Menurut UU No 32 tahun 2009, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
• Suatu ilmu yang sudah berkembang dan telah banyak menghasilkan model dan teori, harus didasari oleh asas yang kokoh dan kuat. Ilmu lingkungan mempunyai 14 asas dasar yang merupakan satu kesatuan, dan dapat digambarkan dalam sebuah kerangka.
• Konsep pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya
• Agenda 21 adalah program yang diadakan oleh PBB berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan. Agenda ini merupakan rencana aksi menyeluruh yang diselenggarakan pada tingkat dunia, negara, dan pemerintahan lokal oleh organisasi PBB, pemerintah, dan kelompok-kelompok utama di tiap-tiap daerah yang mana manusia memberikan pengaruh yang besar terhadap lingkungan.
• Perubahan Iklim Global adalah perubahan unsur-unsur iklim (suhu, tekanan, kelembaban, hujan, angin, dsb.nya) secara global terhadap normalnya. Salah satu indikasi terjadinyan perubahan iklim global saat ini adalah pemanasan global, yaitu indikasi naiknya suhu muka bumi secara global (meluas dalam radius ribuan kilometer) terhadap normal/rata-rata catatan pada kurun waktu standard (ukuran Badan Meteorologi Dunia/WMO: minimal 30 tahun).
D. Tes Formatif
1. Apa yang dimaksud lingkungan hidup menurut UU no 32 tahun 2009?
2. Apa yang dimaksud ruang sebagai sumberdaya?
3. Apa yang dimaksud agenda 21?
4. Apa yang dimaksud pembangunan berkelanjutan?
5. Berikan contoh-contoh dampak dari perubahan iklim global yang terjadi di Indonesia!
E. Daftar Pustaka
Xxxxxx, X.X. 2001. Human Ecology: Basic Concept for Sustainable Development.
New York: Earthscan Publications
Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi: Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu Lingkungan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
BAB VI
MASALAH EKOLOGI GLOBAL DAN APLIKASINYA DALAM PEMECAHAN MASALAH LINGKUNGAN
Kata kunci: Keanekaragaman Hayati, limbah , pencemaran, degradasi lingkungan, Baku Mutu Lingkungan
1. Keanekaragaman Hayati
A.1. Keanekaragaman Flora dan Fauna
Keaneka ragaman hayati adalah keanekaragaman yang ditunjukkan dengan adanya variasi makhluk hidup yang meliputi bentuk,penampilan, jumlah, dan ciri lain. Keanekaragaman flora dan fauna di suatu wilayah tidak terlepas dari dukungan kondisi di wilayah itu. Ada tumbuhan yang hanya dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis, dimana banyak curah hujan dan sinar matahari, dan ada yang hanya dapat tumbuh di daerah yang dingin dan lembab. Dukungan kondisi suatu wilayah terhadap keberadaan flora dan fauna berupa faktor-faktor fisik (abiotik) dan faktor non fisik (biotik). Keanekaragaman flora dan fauna di dunia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Iklim
Suhu, kelembaban udara, dan angin merupakan faktor iklim yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan setiap mahluk di dunia. Faktor suhu udara berpengaruh terhadap berlangsungnya proses pertumbuhan fisik tumbuhan. Sinar matahari sangat diperlukan bagi tumbuhan hijau untuk proses fotosintesa. Kelembaban udara berpengaruh pula terhadap pertumbuhan fisik tumbuhan. Sedangkan angin berguna untuk proses penyerbukan.
Gambar 6.1. Pohon Kaktus yang Dapat Tumbuh Subur di Daerah Gurun (kiri) dan Beruang Kutub sebagai Binatang Khas Daerah Kutub (kanan)
Faktor iklim yang berbeda-beda pada suatu wilayah menyebabkan jenis tumbuhan maupun hewannya juga berbeda. Tanaman di daerah tropis meliputi banyak jenis, subur, dan selalu hijau sepanjang tahun karena bermodalkan curah hujan yang tinggi dan cukup sinar matahari. Berbeda dengan tanaman di daerah yang beriklim sedang, ragam tumbuhannya tidak sebanyak di daerah tropis yang kaya sinar matahari. Di daerah tersebut banyak ditemui pohon berkayu keras dan berdaun jarum. Daerah Gurun yang beriklim panas dan kurang curah hujan, hanya sedikit tumbuhan yang dapat menyesuaikan diri, seperti misalnya pohon kaktus yang mempunyai persediaan air dalam batangnya. Kehidupan faunanya juga sangat bergantung pada pengaruh iklim yang mampu memberikan kemungkinan bagi kelangsungan hidupnya. Binatang di daerah dingin beda dengan binatang di daerah tropis, dan sulit menyesuaikan diri bila hidup di daerah tropis yang beriklim panas.
2. Tanah
Tanah banyak mengandung unsur-unsur kimia yang diperlukan bagi pertumbuhan flora di dunia. Kadar kimiawi berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah. Keadaan struktur tanah berpengaruh terhadap sirkulasi udara di dalam tanah sehingga memungkinkan akar tanaman dapat bernafas dengan baik. Keadaan tekstur tanah berpengaruh pada daya serap tanah terhadap air. Suhu tanah berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar serta kondisi air di dalam tanah. Komposisi tanah umumnya terdiri dari bahan mineral anorganik (70%-90%), bahan organik (1%-15%), udara dan air (0- 9%). Hal-hal di atas menunjukkan betapa pentingnya faktor tanah bagi pertumbuhan tanaman. Perbedaan jenis tanah menyebabkan perbedaan jenis dan keanekaragaman tumbuhan yang dapat hidup di suatu wilayah. Sebagai contoh adalah Nusa Tenggara yang memiliki jenis hutan berupa sabana karena tanahnya yang kurang subur.
3. Air
Air mempunyai peranan yang penting bagi pertumbuhan tumbuhan karena dapat melarutkan dan membawa makanan yang diperlukan bagi tumbuhan dari dalam tanah. Adanya air tergantung dari curah hujan dan curah hujan sangat tergantung dari iklim di daerah yang bersangkutan. Jenis flora di suatu wilayah sangat berpengaruh pada banyaknya curah hujan di wilayah tersebut. Flora di daerah yang kurang curah hujannya keanekaragaman tumbuhannya kurang dibandingkan dengan flora di daerah yang banyak curah hujannya. Misalnya di daerah gurun, hanya sedikit tumbuhan yang dapat hidup, contohnya adalah pohon Kaktus dan tanaman semak berdaun keras. Di daerah tropis banyak hutan lebat, pohonnya tinggi-tingi dan daunnya selalu hijau.
4. Tinggi rendahnya permukaan bumi
Faktor ketinggian permukaan bumi umumnya dilihat dari ketinggiannya dari permukaan laut (elevasi). Misalnya ketinggian tempat 1500 m berarti tempat tersebut berada pada 1500 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi suatu daerah semakin dingin suhu di daerah tersebut. Demikian juga sebaliknya bila lebih rendah berarti suhu udara di daerah tersebut lebih panas. Setiap naik 100 meter suhu udara rata-rata turun sekitar 0,5 derajat Celcius. Jadi semakin rendah suatu daerah semakin panas daerah tersebut, dan sebaliknya semakin tinggi suatu daerah semakin dingin daerah tersebut. Oleh sebab itu ketinggian permukaan bumi besar pengaruhnya terhadap jenis dan persebaran tumbuhan. Daerah yang suhu udaranya lembab, basah di daerah tropis, tanamannya lebih subur dari pada daerah yang suhunya panas dan kering.
5. Manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan
Manusia mampu mengubah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Misalnya daerah hutan diubah menjadi daerah pertanian, perkebunan atau perumahan dengan melakukan penebangan, reboisasi,.atau pemupukan. Manusia dapat menyebarkan tumbuhan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Selain itu manusia juga mampu mempengaruhi kehidupan fauna di suatu tempat dengan melakukan perlindungan atau perburuan binatang. Hal ini menunjukan bahwa faktor manusia berpengaruh terhadap kehidupan flora dan fauna di dunia ini. Selain itu faktor hewan juga memiliki peranan terhadap penyebaran tumbuhan flora. Misalnya serangga dalam proses penyerbukan, kelelawar, burung, tupai membantu dalam penyebaran biji tumbuhan. Peranan faktor tumbuh-tumbuhan adalah untuk menyuburkan tanah. Tanah yang subur memungkinkan terjadi perkembangan kehidupan tumbuh-tumbuhan dan juga mempengaruhi kehidupan faunanya. Contohnya bakteri saprophit merupakan jenis tumbuhan mikro yang membantu penghancuran sampah-sampah di tanah sehingga dapat menyuburkkan tanah.
Keanekaragaman flora dan fauna baik di Indonesia tersebar baik di bagian barat, tengah, maupun timar sebagai akibat dari pengaruh keadaan alam, rintangan alam, dan pergerakan hewan di alam bebas. Ketiga wilayah di Indonesia memiliki keunikan dan ciri khas keragaman binatang dan tanaman yang ada di alam bebas.Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxx mengelompokkan tipe flora dan fauna Indonesia ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Fauna Asiatis hidup di wilayah Indonesia bagian barat (Sumatera, Jawa, Kalimantan hingga Selat Makassar dan Selat Lombok) terdiri dari badak, harimau, orangutan, gajah, dsb.
2. Fauna Peralihan dan Fauna Asli hidup di wilayah Indonesia bagian tengah (Sulawesi dan Nusa Tenggara) terdiri dari babi rusa, kuskus, burung maleo, kera, dll.
3. Fauna Australis hidup di wilayah Indonesia bagian timur (Papua) terdiri dari burung cendrawasih, burung kakatua, kangguru, dsb.
Dalam peta persebaran flora dan fauna Indonesia, antara fauna tipe asiatis dan peralihan terdapat Garis Xxxxxxx, sedangkan antara fauna tipe peralihan dan tipe australis terdapat Garis Weber.
A.2. Keanekaragaman Flora dan Fauna Sebagai Sumberdaya
Sumber daya adalah segala sesuatu (mengandung materi dan energi) yang dibutuhkan oleh organisme atau kelompok organisme untuk keperluan hidupnya yang disediakan oleh alam. Sumberdaya flora dan fauna termasuk dalam macam sumberdaya berdasarkan jenisnya, yaitu yang berupa sumberdaya alam hayati (biotik). Sumberdaya alam hayati yang meliputi keanekaragaman flora dan fauna mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan memiliki kedudukan serta berperan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumberdaya alam hayati flora dan fauna menjadi kewajiban mutlak bagi setiap generasi.
B. Degradasi Lingkungan
B.1. Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Secara sederhana limbah dapat disebut sebagai sisa suatu usaha dan atau kegiatan Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Limbah memiliki ciri berukuran mikro, dinamis, berdampak luas akibat penyebarannya dan dalam jangka yang panjang (antar generasi). Limbah memiliki
kualitas yang berbeda, dikarenakan oleh perbedaan volumen limbah, kandungan vahan pencemar, dan frekuensi pembuangannya. Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat dikelompokkan menjadi empat, yakni limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel, dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah dapat diatasi dengan pengolahan dan penanganan limbah yang intensif. Pengolahan limbah dapat dilakukan melalui pengolahan menurut tingkatan perlakuan atau pengolahan menurut karakteristik limbah.
Limbah B3 merupakan sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun. Sifat, konsentrasi, dan limbah B3 dapat mencemari/merusak lingkungan hidup serta membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup manusi dan makhluk hidup lainnya. Identifikasi terhadap limbah B3 didasarkan pada PP 18/99 juncto 85/99 tentang Pengelolaan B3 (Bab II, pasal 6,7,8-Identifikasi Limbah B3), yakni berdasarkan pada sumber dan/atau uji karakteristik dan/atau uji toksikologi. Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pelaku pengelolaan adalah penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah, dan penimbun.
B.2. Bentuk-Bentuk Pencemaran
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi (point source) maupun tak tentu/tersebar (non-point source). Sumber pencemar point source misalnya cerobong asap pabrik. Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal. Sumber pencemar non-point source dapat berupa point source dalam jumlah banyak. Misalnya limpasan daerah pertanian yang mengandung pestisida.
Bahan pencemar adalah bahan-bahan yang nersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan secara alami, misalnya akibat letusan gunung api, tanah longsor, dan banjir. Polutan yang memasuki lingkungan secara alamiah sukar dikendalikan. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke lingkungan akibat aktivitas manusi, misalnya kegiatan rumah tangga (domestik). Secara umum adanya pencemaran dapat dikelompokkan menjadi tiga
(3) yaitu: 1) Pencemaran tanah; 2) Pencemaran air; dan 3) Pencemaran udara.
Pencemaran air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar sebagai berikut:
a. Pembuangan limbah industri, sisa insektisida, dan pembuangan sampah domestik, misalnya, sisa detergen mencemari air. Buangan industri seperti Pb, Hg, Zn, dan CO, dapat terakumulasi dan bersifat racun.
b. Sampah organik yang dibusukkan oleh bakteri menyebabkan 02 di air berkurang sehingga mengganggu aktivitas kehidupan organisme air.
c. Fosfat hasil pembusukan bersama h03 dan pupuk pertanian terakumulasi dan menyebabkan eutrofikasi, yaitu penimbunan mineral yang menyebabkan pertumbuhan yang cepat pada alga (Blooming alga). Akibatnya, tanaman di dalam air tidak dapat berfotosintesis karena sinar matahari terhalang.
Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian, antara lain:
1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen)
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6.5 – 7.5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggukehidupan organisme didalamnya. Hal ini akan semakin parah jika daya dukung lingkungan rendah serta debit air sungai rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.
2. Perubahan warna, bau dan rasa
Air normal dan air bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat berasal darilimba industri atau dari hasil degradasioleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut
Endapan, koloid dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat. Limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendapdidsar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangibahan-bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur
menjadi uji COD.
Parameter pencemar air yang lazimnya digunakan untuk menganalisis limbah cair adalah:
1. Parameter Fisika yang terdiri dari temperatur, warna, bau, rasa, kekeruhan, dan zat padat tersuspensi
2. Parameter Kimia yang terdiri dari pH, zat organik termasuk minyak, dan zat anorganik meliputi logam berat (seperti Pb dan Cd) dan yang bukan logam berat (seperti nitrat sulfat)
3. Parameter Bakteriologi yang terdiri dari bakteri coliform, parasitik, dan patogenik
4. Radioaktifitas
5. Pestisida
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Pencemaran udara dinyatakan dengan ppm (part per million) yang artinya jumlah cm3 polutan per m3 udara. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami
maupun kegiatan manusia, maupun sumber lainnya. Kegiatan manusia dalam bentuk transportasi, industri, pembangkit listrik, pembakaran (perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai jenis bahan bakar), dan gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti CFC. Sumber alami dalam bentuk gunung berapi, rawa-rawa, kebakaran hutan, dan nitrifikasi dan denitrifikasi biologi. Sumber-sumber lain dapat berupa transportasi amonia, kebocoran tangki klor, timbulan gas metana dari lahan uruk/tempat pembuangan akhir sampah, dan uap pelarut organik.
C. Baku Mutu Lingkungan
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
C.1. Baku Mutu Limbah dan Baku Mutu Air
- Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada sumber air, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.
- Baku mutu air adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat dalam air, namun air tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
- Baku Mutu Limbah Cair Kawasan Industri adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingk-ungan hidup dari suatu Kawasan Industri.
- Limbah Cair Kawasan Industri adalah limbah dalam bentuk cair yang dihasilkan oleh kegiatan Kawasan Industri yang dibuang ke lingkungan hidup dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup.
- Mutu Limbah Cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit, kadar dan beban pencemar.
- Debit maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup.
- Kadar maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolebkan dibuang ke lingkungan hidup.
- Beban pencemaran maksimum adalah beban pencemaran tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup.
Tabel 6.1. Baku Mutu Limbah Cair bagi Kawasan Industri
PARAMETER | KADAR MAKSIMUM (mg/liter) | BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/hari.Hari) |
BOD5 | 50 | 4.3 |
COD | 100 | 8.6 |
TSS | 200 | 17.2 |
pH | 6.0 - 9.0 |
C.2. Baku Mutu Udara Emisi dan Baku Mutu Udara Ambien
- Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau benda
- Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien
D. Rangkuman
•
eaneka ragaman hayati adalah keanekaragaman yang ditunjukkan dengan adanya variasi makhluk hidup yang meliputi bentuk,penampilan, jumlah, dan ciri lain. Keanekaragaman flora dan fauna di suatu wilayah tidak terlepas dari dukungan kondisi di wilayah itu.
• Sumberdaya alam hayati yang meliputi keanekaragaman flora dan fauna mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan memiliki kedudukan serta berperan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya
konservasi sumberdaya alam hayati flora dan fauna menjadi kewajiban mutlak bagi setiap generasi.
• Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
• Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
• Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
• Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
E. Evaluasi
1. Apa yang dimaksud keanekaragaman hayati?
2. Apa yang dimaksud limbah B3?
3. Apa yang dimaksud pencemaran lingkungan?
4. Apa yang dimaksud baku mutu lingkungan?
F. Daftar Pustaka
Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi: Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu Lingkungan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia