ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) DENGAN BUMD PT. PELABUHAN DUMAI BERSERI TENTANG PENGELOLAAN PAS MASUK TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN DUMAI
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) DENGAN BUMD PT. PELABUHAN DUMAI BERSERI TENTANG PENGELOLAAN PAS MASUK TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN DUMAI
TESIS
OLEH
XXXXXXX XXXXXXX 161803034
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis sanjungkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul ” Analisis Xxxxxxx Xxxxxxxx Perjanjian Kerjasama Antara PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) Dengan BUMD PT. Pelabuhan Dumai Berseri Tentang Pengelolaan Pas Masuk Terminal Penumpang Di Pelabuhan Dumai”. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Medan Area .
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis mendapat banyak bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung membimbing penulisan tesis ini maupun secara tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Xxxxx Xxxxxxxxx MA, Rektor Universitas Medan Area
2. bapak Xxxx. Xx.Xxxxx Xxxxxx, M.Eng X.Xx, Direktur Program Pascasarjana Universitas Medan Area
3. Ibu Xx. Xxxxxxx, SH, M.Hum, Ketua Program Study Magister Hukum Bisnis, Program Pascasarjana Universitas Medan Area dan juga sebagai Pembimbing II, yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian tesis ini.
vi
4. Bapak Xx.Xxxxxxxxxx Xxxxxx, SH, M.Hum, sebagai Pembimbing I, yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian tesis ini.
5. Bapak General Manager PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai dan seluruh staf yang telah membantu dan memberikan data-data kepada penulis.
6. Istriku tercinta dan seluruh anggota keluarga tersayang yang telah mendukung menyelesaikan perkuliahan di Pasca Magister Hukum.
7. Bapak dan Ibu Xxxxx serta staf Pasca Magister Hukum Universitas Medan Area yang telah memberikan ilmu serta kelancaran dalam proses penyusunan Tesis ini.
8. Seluruh teman-teman mahasiswa Pasca Magister Hukum Stambuk 2018 Universitas Medan Area.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis menerima saran maupun kritikan yang konstruktif, dari para pembaca demi penyempurnaannya dalam upaya menambah khasanah pengetahuan dan bobot dari Tesis ini. Semoga Tesis ini dapat bermanfaat, baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan seluruh pemegang kepentingan.
Xxxxx, Xxxxxxx 2018
Peneliti
Xxxxxxx Xxxxxxx
vii
ANALISIS | YURIDIS | TERHADAP | |
PERJANJIAN | KERJASAMA | ANTARA PT. | |
PELABUHAN | INDONESIA | I (PERSERO) |
DENGAN BUMD PT. PELABUHAN DUMAI BERSERI TENTANG PENGELOLAAN PAS MASUK TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN DUMAI
NAMA : XXXXXXX XXXXXXX
NIM : 161803034
PROGRAM STUDI : MEGISTER ILMU HUKUM
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Xx. Xxxxxxxxxx Xxxxxx, SH, M.Hum Xx. Xxxxxxx, SH, M.Hum
Ketua Program Studi Direktur
Magister Ilmu Hukum
Xx. Xxxxxxx, XX, M.Hum Xxxx. Xx. Xxxxx Xxxxxx, M.Eng, X.Xx
A B S T R A K
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) GENGAN BUMD
PT. PELABUHAN DUMAI BERSERI TENTANG PENGELOLAAN PAS MASUK TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN DUMAI
N a m a : Xxxxxxx Xxxxxxx
N I M : 161803034
Program : Magister Ilmu Hukum
Pembimbing I : Xx. Xxxxxxxxxx Xxxxxx, SH, M.Hum Pembimbing II : Xx. Xxxxxxx, SH, M.Hum
Penelitian di PT Pelabuhan Indonesia I (Persero).
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang,berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yangdilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. Kegiatan pemerintahan di pelabuhan meliputi pengaturan dan pembinaan, pengendalian dan pengawasan, keselamatan dan keamanan pelayaran, kepabeanan, keimigrasian, kekarantinaan. Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan dan jasa terkait dengan kepelabuhanan. PT. Pelindo I (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas untuk mengoperasikan dan pengelolaan pelabuhan-pelabuhan yang diusahakan di wilayah pripinsi Acah Nangro Darusalam, Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau. Salah satu segmen uasaha PT. Pelindo I (Persero) adalah Jasa Pelayanan Terminal Penumpang. Dalam pengoperasian terminal penumpang di Pelabuhan Dumai dikerjasamakan dengan BUMD PT. Pelabuhan Dumai Berseri. Kerjasama diprakarsai oleh Pemerintah Kota Dumai yang diawali dengan penandatandatanganan Naskah Saling Pengertian antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan Pemerintah Kota Dumai yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Dumai. Permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana ruang lingkup perjanjian antara PT. Pelindo I (Persero) dengan BUMD PT. Pelabuhan Dumai Berseri ? Apa faktor yang menentukan dalam membuat rancangan kontrak perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I (Persero) dengan BUMD PT. Pelabuhan Dumai Berseri ? Bagaimana kesesuaian dasar hukum perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I (Persero) dengan BUMD PT. Pelabuhan Dumai Berseri dari perspektif peraturan dan per undang-undangan yang masih berlaku?
Permasalahan tersebut akan dijawab dengan menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analisis, dengan pendekatan yuridis normatif. Bahan utama dari
penelitian ini adalah data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan- bahan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil studi kasus menyimpulkan bahwa perbedaan kepentingan dan ketidaksetaraan para pihak telah menimbulkan ketidakadilan pada isi perjanjian, khususnya dalam pola bagi hasil yang tidak proporsional. Beberapa peraturan yang kurang relevan dengan perjanjian bisnis dijadikan sebagai dasar hukum dalam
membuat rancangan perjanjian.
Kata Kunci: Badan Usaha Milik Negara, Perjanjian Kerjasama Operasi, Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-13/MBU/09/2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Milik Negara
DAFTAR ISI
Abstrak i
DAFTARISI iii
KATA PENGANTAR vi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 8
E. Keaslian Penelitian 8
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 10
1. Kerangka Teori 10
2. Konsepsi 15
G. Metode Penelitian 17
1. Jenis Dan Sifat Penelitian 17
2. Sumber Data Penelitian 18
3. Teknik Pengumpulan Data 19
4. Alat Pengumpulan Data 20
5. Analisis Data 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 23
A. Pengertian Perjanjian 23
B. Hakekat Keadilan Dalam Perjanjian 28
C. Makna Asas Proporsionalitas 31
D. Fungsi Asas Proporsionalitas 33
E. Asas Kebebasan Berkontrak Dan Itikat Baik 35
F. Pengertian, Peranan, Fungsi dan Pengusahaan Pelabuhan 36.
G. Terminal Penumpang Kapal Laut 39
BAB III METODE PENELITIAN 44
.
A. Tempat Dan Waktu Penelitian 44
B. Tipe atau Jenis Penelitian 45
C. Data dan Sumber Data 45
D. Metode Pendekatan 45
E. Alat Pengumpul Data 46
F. Analisis Data 46
BAB IV HASIL PENELITIAN 48
A. Pengelolaan Terminal Penumpang dan Pas Masuk Daerah Lingkungan Pelabuhan Dumai 48
B. Latar Belakang Terbitnya Perjanjian Antara PT. Pelindo I Dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri Tentang Kerjasama Operasi Pengelolaan Pas Masuk Terminal Penumpang
Pelabuhan Dumai 52
C. Ruang Lingkup Perjanjian Kerjasama Antara PT. Pelindo I
(Persero) Dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri 60
D. Rancangan Perjanjian Kerjasama Antara PT. Pelindo I (Persero) Dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri 80
E. Dasar Hukum Kontrak Kerjasama Antara PT. Pelindo I (Persero) Dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 94
A. Kesimpulan. 94
B. Saran. 95
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara berkepulauan atau maritime yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan. Dengan banyaknya pulau-pulau yang terpisah oleh lautan, Indonesia memiliki banyak pelabuhan atau dermaga yang bersifat umum atau khusus. Pelabuhan memiliki peran yang sangat penting dalam dunia transportasi laut, dipandang sebagai pintu gerbang (gateway) suatu Negara dan merupakan komponen dari kegiatan logistik barang dari laut ke darat atau sebaliknya. Selain itu pelabuhan dalam aktivitasnya mempunyai strategi untuk pertumbuhan industri dan perdagangan serta merupakan segmen usaha yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional.1
Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan PP Nomor
61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan memberikan fondasi untuk reformasi sistem pelabuhan di Indonesia secara menyeluruh. Yang paling jelas adalah bahwa peraturan perundang-undangan tersebut menghapus monopoli sektor negara atas pelabuhan dan membuka peluang untuk partisipasi baru pemerintah daerah dan swasta.
Pelabuhan merupakan salah satu pelayanan pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan mobilitas dan distribusi barang dan penumpang. Menurut Xxxaturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa :
1 X.X.Xxxxxxx, Shipping : Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut (Jakarta : Percetakan Argya Putra, 2007), Hal. 5
“Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang,berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yangdilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antar modat ransportasi.
Peranan pelabuhan sebagai bagian dari sektor perhubungan laut dalam hal ini merupakan penunjang dan pendorong perkembangan pengangkutan laut dan ekonomi negara. Peranan pelabuhan yaitu :
1. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;
2. Pintu gerbang kegiatan perekonomian;
3. Tempat kegiatan alih moda transportasi;
4. Penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
5. Tempat distribusi, produksi dan konsolidasi muatan atau barang;
6. Mewujudkan wawasan nusantara dan kedaulatan negara.2
Pelabuhan juga harus dapat:
1. Menciptakan angkutan laut yang aman, tertib, dan lancar;
2. Menyediakan fasilitas pelabuhan yang memadai;
3. Menciptakan kondisi pelabuhan yang tertib, aman, dan bersih;
4. Mampu memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan yang baik.3
Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas :
Penyediaaan dan/atau pelayanan jasa kapal , penumpang, dan barang yang terdiri atas :
a. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
b. Penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih;
c. Penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau kendaraan;
d. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;
e. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
2 Suranto, Manajemen Operasional Angkutan Laut dan Terminal Peti Kemas Pasca UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, (Medan : Gema Ind, 2011), Hal. 52
3 Suranto. Op.cit, Hal. 1
f. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah air, curah kering, dan ro-ro
g. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
h. Penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang;
i. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal
j. Jasa terkait dengan kepelabuhanan.4
Pelabuhan di luar negeri, termasuk terminal dan dermaganya, umumnya dikuasai oleh perusahaan dan pemerintah daerah, misalkan pelabuhan Amsterdam, Bremen, dan Hamburg, bahkan pelabuhan Felixstowe di Inggris seluruhnya dikelola oleh swasta. Sedangkan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia hampir semuanya merupakan warisan pemerintah Hindia Belanda sehingga hampir semua pelabuhan serta terminal dan pergudangannya dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia yang pengelolaannya dilimpahkan kepada Badan Usaha Pelabuhan dalam hal ini adalah PT. Pelabuhan Indonesia (Persero).5
PT. Pelabuhan Indonesia selanjutnya disebut sebagai PT. Pelindo, mempunyai tugas pokok menyediakan dan mengusahakan jasa kepelabuhanan. PT. Pelindo menyelenggarakan keamanan dan ketertiban dalam lingkungan kerja pelabuhan.6 PT. Pelindo adalah suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas untuk mengoperasikan dan pengelolaan pelabuhan-pelabuhan yang diusahakan di seluruh Indonesia. Pelabuhan sebagai tumpuan tatanan kegiatan ekonomi dan kegiatan pemerintahan merupakan sarana untuk menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhanan dalam menunjang penyelenggaraan angkutan laut.7
4 Suranto. Op.cit, Hal 65
5 X.X.Xxxxxxx, Op.cit., Xxx. 319
6 Xxxxx Xxxxx, Hukum Pengangkutan di Laut (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2005),
7 Ibid., Hal. 187
PT. Pelindo I terbagi 4 (empat) berdasarkan wilayah kerjanya. Untuk Sumatera Utara merupakan wilayah operasi dari PT. Pelindo I. Wilayah operasi PT. Pelindo I meliputi Sumatera bagian utara dan timur meliputi provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Kepulauan Riau.
PT. Pelindo I mempunyai beberapa cabang pelaksana sebagai pendukung terlaksananya peran pelabuhan, salah satu cabang pelaksana PT. Pelindo I Cabang Dumai. PT. Pelindo I merupakan badan usaha pelabuhan yang bergerak dalam bidang usaha jasa kepelabuhan yang selama ini telah berpengalaman luas dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pelabuhan di wilayah Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Kepulauan Riau.
PT. Pelabuhan Dumai Berseri merupakan suatu perusahaan atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) kota Dumai berbadan hukum Indonesia yang berkantor pusat di Dumai bergerak dalam bidang Jasa Pelayanan Kepelabuhan Laut. PT. Pelabuhan Dumai Berseri telah berdiri dan beroperasi sejak tanggal 6 September 2004 melalui SK Walikota Dumai yang kemudian diperkuat dengan Perda Kota Dumai Nomor 7 Tahun 2005. Pendirian BUMD oleh Pemerintah kota Dumai dimaksudkan agar Pemerintah Daerah kota Dumai dapat berperan serta dalam mengusahakan pelayanan jasa kepelabuhan melalui Badan Usaha Milik Daerah yang khusus dibentuk untuk melayani jasa kepelabuhan sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah Kota Dumai.8
Demi kelancaran lalu lintas barang dan turun naik penumpang terminal penumpang pelabuhan dumai, maka dibuatlah perjanjian kerjasama antara PT.
8 xxx.xxxx-xxx.xxx, diakses pada tanggal 26 Maret 2018.
Pelabuhan Indonesia I dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri Dumai tentang Kerjasama Operasi Pengelolaan Pas Masuk Terminal Penumpang Pelabuhan Dumai.
Namun, dalam perjanjian tersebut adanya ketidakseimbangan antara satu pihak dengan pihak lainnya, misalnya pada Pasal 7 perjanjian kerjasama dengan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan Surat Perjanjian Nomor ; B.XV- 37/DUM-US-15 dan Nomor 001/PBD-PELINDO/PKO/vii/2017 tentang Kerjasama Operasional Pengelolaan PAS Masuk Terminal Penumpang Pelabuhan Dumai dengan beberapa regulasi yang dijadikan dasar hukumnya.
Terdapatnya bagi hasil pendapatan (reneue sharing) dari kerjasama lalu lintas orang/penumpang di terminal penumpang yang menjadi pihak kedua (BUMD) PT. Pelabuhan Dumai Berseri yang harus membagi pendapatan 50% (lima puluh persen) dari pendapatan Pas masuk penumpang dalam negeri maupun luar negeri baik itu Pas masuk perorangan, Pas masuk kendaraan sepeda motor, Pas masuk kendaraan Truck dan Pas masuk kendaraan Pick Up. Dalam hal ini, tentu tidak tepat. Sebab, seharusnya mekanisme bagi hasil pendapatan (reneue sharing) dibagi setelah dana yang diinvestasikan oleh Xxxxxxx sudah kembali setelah keuntungan bersama. Kemudian dalam perjanjian tersebut tidak menyertakan jumlah investasi dari pihak pertama kepada pihak kedua agar dapat menghitung jumlah keuntungan dikemudian hari.
Berdasarkan penjelasan diatas, asas keseimbangan/asas proporsionalitas harus diterapakan sebagai pedoman untuk para pihak dalam menentukan isi perjanjian tersebut. Dimana penilaian terhadap asas keseimbangan/ asas proporsionalitas dapat dilihat dari pemberian hak dan kewajiban para pihak secara
adil. Pembagian secara adil tersebut adalah pembagian bagi para pihak sesuai dengan proporsi atau kedudukan para pihak di dalam perjanjian tersebut. Ketidakseimbangan posisi akan menimbulkan ketidakadilan bagi salah satu pihak. Harus ada keseimbangan hak dan kewajiban agar tidak ada pihak yang dirugikan ataupun untuk menghindari salah satu pihak yang lebih diuntungkan dari pihak lainnya. Karena tidak bisa kita pungkiri, dalam praktiknya pasti ada perjanjian yang tidak setara kedudukan para pihaknya.9
Sehubungan dengan uraian diatas, maka perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai perjanjian kerjasama antara kedua belah pihak tersebut ke dalam judul tesis “Analisis Xxxxxxx Xxxxxxxx Perjanjian Kerjasama Antara PT. Pelindo I Cabang Dumai Dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri Tentang Pengelolaan Pas Masuk Terminal Penumpang Di Pelabuhan Dumai”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam tesis ini yaitu :
1. Bagaimana kesesuaian dasar hukum perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri dari perspektif peraturan dan per undang-undangan yang masih berlaku?
2. Apa faktor yang menentukan dalam membuat rancangan kontrak perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I Cabang Dumai dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri?
9 Xxxxxxx Xxxxxxxxx R, Kajian Terhadap Asas Proporsionalitas dan Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Waralaba, (Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 2014), hal.46.
3. Apakah ruang lingkup perjanjian antara PT. Pelindo I (Persero) Cabang Dumai dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri mengacu kepada peraturan dan per undang-undangan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang akan menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai ruang lingkup perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I Cabang Dumai dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri;
2. Untuk mengetahui dan menganalisis factor yang menentukan dalam membuat rancangan kontrak perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I Cabang Dumai dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri;
3. Untuk mengetahui dan menganalisis kesesuaian dasar hokum perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I Cabang Dumai dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri..
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian tesis ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan masyarakat terutama dalam bidang hukum Perdata tentang perjanjian pada umumnya dan juga tentang perjanjian kerjasama.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan untuk penyempurnaan pelaksanaan Perjanjian Kerjasama antar tiap perusahaan dengan berbagai pihak.
E. Keaslian Penelitian
Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Medan Area, khususnya di lingkungan Magister Ilmu Hukum Universitas Medan Area, bahwa sejauh yang diketahui, penelitian tentang Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kerjasama Antara PT. Pelindo I Cabang Dumai Dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri Tentang Pengelolaan Pas Masuk Terminal Penumpang Di Pelabuhan Dumai”.
Beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh :
1. Nama : Suryadi Tahun : 2011
Judul : Analisa Hukum Terhadap Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Pas Masuk Terminal Penumpang Dalam Negeri di Pelabuhan Sri Bintun Pura Tanjung Pinang.
Hasil Penelitian :
a. Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Pas Masuk Terminal Penumpang Dalam Negeri di Pelabuhan Sri Bintun Pura Tanjung Pinang belum memenuhi prinsip-prinsip bisnis dan dan keseimbangan.
b. Dasar hukum yang digunakan dalam perjanjian belum memadai.
2. Nama : Xxxxxxx Xxxxxxxx Tahun : 2013
Judul :Akibat Hukum Perjanjian Kerjasama Kepemilikan Modal Antara PT. Ambara Pranata dengan PT. Maccaroni jika Wanprestasi
Hasil Penelitian :
Menjelaskan bahwa aspek hukum perjanjian sangat penting diperlukan untuk menjamin adanya kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban dari para pihak. Selain itu perjanjian berfungsi untuk mencegah terjadinya perselisihan diantara masing-masing pihak jika salah satu pihak merasa dirugikan.
Berdasarkan pembuktian di atas, dapat diyakini bahwa judul tesis yang membahas masalah “Analisis Xxxxxxx Xxxxxxxx Perjanjian Kerjasama Antara PT. Pelindo I Cabang Dumai Dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri Tentang Pengelolaan Pas Masuk Terminal Penumpang Di Pelabuhan Dumai” judul tesis ini dapat dijamin keasliannya sepanjang mengenai judul dan permasalahan seperti telah diuraikan diatas. Hal ini juga menambah keyakinan bahwa penelitian ini akan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dalam banyak literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataannya), juga simbolis.10 Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan, bahwa salah satu arti teori ialah: “...pendapat, cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.”11
10 HR.Xxxx Xxxxxx S dan Xxxxx X Xxxxxxx, Teori Hukum, (Bandung: Xxxxxx Xxxxxxx,
,2005), hlm.21
11 X.X.X.Xxxxxxxxxxxxxx, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), hlm.1055
Kerangka teori dapat dijadikan sebagai bahan masukan eksternal bagi peneliti yang berfungsi sebagai kerangka pemikiran. Teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif, dimana teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum.
Sebagai tolak ukur menganalisis permasalahan yang akan diteliti karena suatu teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal – hal sebagai berikut :
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diteliti atau diuji kebenarannya.
b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan konsep – konsep.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal – hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena diketahui sebab – sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor – faktor tersebut akan timbul lagi pada masa – masa mendatang.
e. Teori memberikan petunjuk – petunjuk terhadap kekurangan pada pengetahuan penelitian.12
Sehubungan dengan pembahasan diatas maka penelitian ini perlu mempunyai landasan berpikir, yaitu berupa teori–teori hukum yang akan digunakan adalah teori prinsip ekonomi syariah dan teori tanggung jawab.
Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini yaitu :
a. Teori keadilan.
Prinsip keadilan berasumsi bahwa untuk hal-hal yang sama diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama juga diperlakukan tidak sama secara
12 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1993), hlm.
254
proporsional.13 Pembahasan tentang hubungan kontraktual para pihak pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan masalah keadilan. Kontrak sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan satu pihak dengan pihak lain menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil.14 Xxxxxxxx Xxxxxxx telah mencatat rumusan atau pengertian keadilan yang
diunkapkan oleh beberapa pakar :15
a. Keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan harus menerus untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya untuknya (iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi - Ulpinus)
b. Setiap orang bebas untuk menentukan apa yang akan dilakukannya asal ia tidak melanggar kebebasan yang sama dari orang lain. (Xxxxxxx Xxxxxxx)
x. Xxxx Xxxxx mengkopsesikan keadilan sebagai fairness, yang mengandung asas-asas bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya, diharapkan mendapat kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki perhimpunan yang mereka kehendaki.
Xxxx Xxxxx menjelaskan perihal aliran keadilan juga terbagi menjadi 2 (dua) arus utama, yakni pertama adalah aliran etis dan aliran kedua institutif. Aliran yang pertama menghendaki keadilan yang mengutamakan hak daripada manfaat keadilan itu sendiri, sementara yang kedua adalah sebaliknya yaitu lebih mengutamakan manfaat daripada hak. Xxxx Xxxxx mengemukakan suatu ide dalam bukunya A Theory of Justice, bahwa teori keadilan merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menghasilkan keadilan. Keadilan menurut Xxxxx adalah sebagai fairness, atau istilah Black’s Law Dictionary “equal time
13 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam kontrak komersial, (Jakarta : Kencana, 2010), Hal. 48
14Xxxx, Xxx.47
15 Xxxxxxxx Xxxxxxx, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya, 2000), Hal. 163-164
doctrine” yaitu suatu keadaan yang dapat diterima akal secara umum pada waktu tertentu tentang apa yang benar.16
Xxxxx mencoba menawarkan suatu bentuk penyelesaian yang terkait dengan problematika keadilan dengan membangun teori keadilan berbasis kontrak. Menurut Xxxx Xxxxx teori keadilan yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan kontrak, dimana asas-asas keadilan yang dipilih bersama benar-benar merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua person yang bebas, rasional dan sederajat. Hanya melalui pendekatan kontrak sebuah teori keadilan mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kwajiban secara adil bagi semua orang. Oleh karenanya dengan tegas Xxxxx mengatakan bahwa suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual harus dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri.17 Teori Ralws didasarkan atas dua prinsip yaitu persamaan hak (equal right) dan juga kesetaraan ekonomi (economic equality). Dalam equal right dikatakannya keadilan harus diatur dalam tatanan leksikal, yaitu prinsip perbedaan akan bekerja jika hak dasar (basic right) tidak ada yang dicabut (tidak ada pelanggaran hak asasi manusia). Kemudian economic equality sebagai implikasi dari equal right, yaitu kesetaraan ekonomis akan tercipta jika tidak melanggar hak asasi manusia.18
16 Xxxxx X.X Xxxxxxxxxan, Lay Judges dan Hakim Ad Hoc, Suatu Studi Teoritis Mengenai Sistem Pengadilan Pidana Indonesia, ( Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009), Hal.27
17 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Op. Xxx, Xxx. 55
18Xxxxx Xxx Xxxx, Keadilan dan Xxxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx Keadilan Xxxx Xxxxx,
(Yogyakarta : Kanisius, 2001), Hal. 19
Analisis keadilan dalam kontrak komersil harus memadukan konsep kesamaan hak dan kewajiban yang seimbang berdasarkan kesepakatan para pihak. Dengan prinsip keadilan ini diharapkan dapat menjadikan perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri seimbang dalam hal pemenuhan prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan didalam perjanjian kerjasama tersebut.
Pengertian prestasi dalam hukum kontrak sebagai suatu pelaksanaan hal- hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu. Prestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata yaitu :
a. Memberikan sesuatu
b. Berbuat sesuatu
c. Tidak berbuat sesuatu
b. Teori Kebebasan Berkontrak.
Perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri merupakan perjanjian tidak bernama. Perjanjian tidak bernama merupakan perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata namun perjanjian itu ada didalam masyarakat. Buku ketiga KUHPerdata bersifat sebagai hukum pelengkap atau anvullenrecht atau menganut system terbuka.Hal ini bisa kita simpulkan dari adanya ketentuan dalam pasal 1338 KUHPerdata. Kaitannya dalam pembuatan perjanjian adalah menganut asas kebebasan berkontrak atau beginsel de contractsvrijheid.19
Dengan zaman modern ini, dengan adanya kebebasan berkontrak setiap orang dengan bebas membuat perjanjian (kontrak). Asas ini
19 Xxxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian Kontrak : Panduan Memahami Hukum Perikatan & Penerapan Surat Perjanjian Kontrak. (Jakarta : Cakrawala, 2012), Hal. 11
menetapkan para pihak bebas untuk membuat kontrak apa saja, baik yang sudah ada maupun yang belum ada pengaturannya sepanjang perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.20
Perjanjian antara PT. Pelindo I dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri tentang Kerjasama Operasi Pengelolaan Pas Masuk Terminal Penumpang Pelabuhan Dumai dilahirkan berdasarkan asas kebebasan berkontrak dan perjanjian itu tetap harus memenuhi syarat-syarat sah perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu : harus ada kesepakatan kedua belah pihak, perjanjian haruslah dibuat oleh orang yang cakap, adanya suatu hal tertentu dan haruslah sebab yang halal.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definis operasional.21
Agar menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian konsepsi yang digunakan, yaitu:
20Ibid, Hal. 26
21 Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.
31.
a. Pelabuhan
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan bata-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
b. Terminal
Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang dan/atau tempat bongkar muat barang.
c. Perjanjian kerjasama
Perjanjian kerjasama adalah perjanjian antara PT. Pelindo I dan PT. Pelabuhan Dumai Berseri dalam hal melakukan kegiatan kerjasama operasi pengelolaan pas masuk terminal penumpang.
d. Klausul
Klausul adalah catatan tambahan atau ketentuan tersendiri dari suatu perjanjian, yang salah satu pokok atau pasalnya diperluas atau dibatasi pada suatu persyaratan khusus.22
G. Metode Penelitian
Metode (Inggris: method, Latin: methodus, Yunani: methodos-meta berarti
22 Xxxxxxx Xxxxxxx, Kamus Lengkap Hukum Internasional-Indonesia, (Surabaya : Wacana Intelektual, 2007), hal. 225
sesudah, diatas, sedangkan hodos, berarti suatu jalan, suatu cara). Mula-mula metode diartikan secara harfiah sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, menjadi penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu.23
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan- permasalahannya yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.24
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan pustaka dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap asas- asas hukum, sumber-sumber hukum, teori hukum, buku-buku, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.25
Penelitian hukum normatif dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in the books) atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang
23Tampil Xxxxxxx Xxxxxxx, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2005), hal. 15.
24Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung : Alfabeta, 2013),
hal. 31.
25 Xxxxx Xxxxxxx, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayu
Media Publishing, 2008), hal. 25-26.
Dalam hal ini dilakukan studi pustaka yang segala sesuatunya berkaitan dengan pengaturan hukum mengenai Analisis Xxxxxxx Xxxxxxxx Perjanjian Kerjasama Antara PT. Pelindo I Cabang Dumai Dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri Tentang Pengelolaan Pas Masuk Terminal Penumpang Di Pelabuhan Dumai”.
Penelitian ini juga bersifat deskriptif analitis, artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat serta menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian kerjasama.
2. Sumber Data Penelitian
Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian hukum normatif maka sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, seperti:27
a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum atau dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang berupa bahan pustaka yang berisikan peraturan Perundang-undangan, yang antara lain terdiri dari:
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan.
26 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Pers, 2007), hal. 43.
27Ibid, Hal. 23-24
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer berupa hasil kajian seminar-seminar, jurnal-jurnal, buku-buku, serta karya tulis lainnya yang terdapat pada website yang terpercaya yang berhubungan dengan objek yang diteliti.
c. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum ensiklopedia, dan kamus besar bahasa Indonesia.
Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga digunakan data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak yang telah ditentukan sebagai informan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu menghimpun data dari hasil penelaahan bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk memperoleh data sekunder yang berupa bahan hukum primer, hukum sekunder dan hukum tersier dalam penelitian ini akan menggunakan alat penelitian studi dokumen/pustaka atau penelitian pustaka (library research) yaitu dengan cara mengumpulkan semua peraturan Perundang-undangan, dokumen-dokumen hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.28
28Mukti Fajar ND dan Xxxxxxxx Xxxxxx, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal. 156-159.
b. Studi lapangan (field research) yaitu dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara (interview guide) pada beberapa informan yang dijadikan sebagai sumber informasi pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu pihak PT. Pelindo I Cabang Dumai dan PT. Pelabuhan Dumai Beseri.
4. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga tujuan penelitian ini dapat tercapai dengan baik. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan, maka dipergunakan alat pengumpulan data sebagai berikut:
a. Studi Dokumen atau Studi Kepustakaan
Penelitian pustaka adalah untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang dilakukan secara relevan dengan menginventarisasi pendapat juga latar belakang pemikiran tentang perjanjian kerjasama pemasaran. Pemikiran dan gagasan serta di konsepsi tersebut dapat diperoleh melalui peraturan perundang- undangan yang berlaku, literatur dari para pakar yang relevan dengan objek penelitian dalam perjanjian kerjasama dalam pemasaran, yang termuat dalam data ataupun dalam bentuk dokumen yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.
b. Pedoman Wawancara
Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka, ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah
penelitian tesis ini kepada seorang responden.29
Jenis wawancara ada 3 (tiga), yaitu :
1. Wawancara bebas yaitu pewanwancara bebas menayakan apa saja, tetapi juga mengingat akan data yang dikumpulkan;
2. Wawancara terpimpin yaitu wawancara yang dilakukan oleh pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan dan terperinci; dan
3. Wawancara bebas terpimpin yaitu wawancara yang di kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin.30
Jenis wawancara yang akan digunakan dalam tesis ini adalah wawancara bebas terpimpin, dengan menyiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebaagi pedoman wawancara, tetapi tidak menutup kemungkinan juga adanya pertanyaan lain yang sesuai dengan kebutuhan tesis ini.
Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan antara lain PT. Pelindo I cabang Dumai dan PT. Pelabuhan Dumai Berseri.
5. Analisis Data
Dalam suatu penelitian sebelumnya perlu disusun secara sistematis kemudian akan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif. Kualitatif berarti akan dilakukan analisa data yang bertitik tolak dari penelitian terhadap asas atau prinsip sebagaimana yang diatur didalam bahan hukum primer. Artinya bahwa akan dilakukan penguraian, menghubungkan dengan peraturan yang berlaku serta pendapat ahli, dan hasil yang diperoleh dari
29 Xxxxxxxxx, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hal.82.
30 Moh. Xxxxx, Pelatihan Peningkatan Kaulitas Penelitian Hukum : Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empirik serta Aplikasinya, (Surakarta : Fakultas Hukum UNS, 2007), hal.4.
analisis ini berbentuk tesis.31
Semua data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah yang akan diteliti. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus.32
31 Xxxxxxxxx Xxx, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009, Hal. 107
32 Xxxxx Xxxxx ND dan Xxxxxxxx Xxxxxx, Op.Cit.., hal. 109.
BAB II
KESESUAIAN DASAR HUKUM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) DENGAN PT. PELABUHAN DUMAI BERSERI DARI PERSPEKTIF PERATURAN DAN PER UNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
A. Dasar Hukum
Dasar hukum adalah norma hukum atau ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan atau dasar bagi setiap penyelenggaraan atau tindakan hukum oleh subyek hukum baik orang perorangan atau badan hukum. Oleh karena itu dasar hukum merupakan hal yang sangat penting dalam membuat suatu perjanjian karena kesesuaian dasar hukum dapat mengakibatkan sah atau tidaknya perjanjian yang dibuat dan isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan dasar hukum.
Pasal 1234 KUH Perdata menyatakan bahwa “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Dari rumusan tersebut dapat dikatakan bahwa perikatan melahirkan kewajiban bagi pihak-pihak tertentu yang berwujud dalam salah satu dari tiga bentuk berikut yaitu :
1. Untuk memberikan sesuatu
2. Untuk melakukan sesuatu
3. Untuk tidak melakukan sesuatu tertentu
Pengertian perikatan (verbintenis) harus dibedakan dengan pengertian perjanjian (overenkomst). Perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa. Karena perikatan
tidak dapat dilihat, tapi hanya dapat di bayangkan saja, sedangkan perjanjian dapat dilihat, dibaca ataupun dapat didengarkan perkataannya33. Ada beberapa sumber perikatan diantaranya yaitu :
1. Perjanjian
2. Undang-undang, yang dapat dibedakan menjadi :
a. Undang-undang semata
b. Undang-undang karena perbuatan manusia yang :
1. Halal
2. Perbuatan melawan hokum
3. Jurisprudensi
4. Hukum tertulis dan tidak tertulis.34 Perikatan dapat dibedakan dalam berbagai jenis :
1. Dilihat dari objeknya.
a. Perikatan untuk memberikan sesuatu
b. Perikatan untuk berbuat sesuatu
c. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu
d. Perikatan mana suka (alternative)
e. Perikatan fakultatif Perikatan untuk memberikan sesuatu (geven) dan untuk berbuat sesuatu (doen) dinamakan perikatan positif dan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu (niet doen) dinamakan perikatan negatif.
f. Perikatan general dan spesifik
33R. Subekti, Op. Xxx, Xxx. 3
34 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994), Hal. 6
g. Perikatan yang dapat dibagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi (deelbar dan ondeelbaar)
h. Perikatan yang sepintas lalu dan terus-menerus (voorbijgaarde dan
voortdurende)
2. Dilihat dari subjeknya maka dapat dibedakan :
a. Perikatan tanggung-mananggung (hoofdelijk atau solidair)
b. Perikatan pokok dan tambahan (principalle dan accessoir)
3. Dilihat dari daya kerjanya, maka dapat dibedakan :
a. Perikatan bersyarat
b. Perikatan dengan ketetapan waktu.35
Perikatan paling banyak dilahirkan dari suatu peristiwa dimana dua orang atau pihak saling menjanjikan sesuatu. Peristiwa itu paling tepat dinamakan perjanjian yaitu peristiwa yang berupa suatu rangkaian janji-janji. Dapat di konstantir bahwa perkataan “perjanjian” sudah sangat popular dikalangan masyarakat.36
Istilah “perjanjian” dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata “overeenkomst” dalam bahasa Belanda dan “agreement” dalam bahasa Inggris.37 Sesuai dengan ketentuan pasal 1313 KUHPerdata, “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Dari pengertian itu dapat kita lihat bahwa perjanjian yaitu :
35 Ibid
36 Mashudi dan Xxxxxxx Xxx, Pengertian-pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, (Bandung: Mandar Maju, 2001), Hal. 19
37 Xxxxx Xxxxx, Konsep Hukum Perdata, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2014),
Hal.179
1. Suatu perbuatan
2. Sekurangnya antara dua orang atau lebih
3. Perbuatan tersebut mengikat pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.
Rumusan yang diberikan dalam pasal 1313 KUHPerdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut.38
Perjanjian secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Perjanjian dalam arti luas, adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak, misalnya perjanjian tidak bernama atau perjanjian jenis baru.
2. Perjanjian dalam arti sempit, adalah hubungan-hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III KUHPerdata. Misalnya, perjanjian bernama.39
Mengenai bentuk suatu perjanjian tidak ada ketentuan yang mengikat, karena itu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam hal dibuat secara tertulis, perjanjian mempunyai makna sebagai alat bukti bila pihak-pihak dalam perjanjian itu mengalami perselisihan. Untuk perjanjian tertentu, undang-
38 Xxxxxxx Xxxxxxx & Xxxxxxx Xxxxxxx, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2008), Hal 92
39 Xxxxxx Xxxxxxx, Hukum perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2009), Hal . 42
undang menentukan bentuk tersendiri sehingga bila bentuk itu diingkari maka perjanjian tersebut tidak sah.40
Suatu perjanjian memiliki unsur yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : unsur essensilia, unsur naturalia, dan unsur accidentalia.
1. Unsur Essensialia
Unsur essensilia merupakan bagian pokok dalam suatu perjanjian. Oleh karena itu, harus mutlak adanya, sebab apabila perjanjian tidak memiliki bagian pokok, perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat. Misalnya, dalam perjanjian jual beli, bagian pokoknya harus ada harga barang yang diperjualbelikan.41
2. Unsur Naturalia
Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensilianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensilia jual-beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi.42
3. Unsur Accidentalia
Unsur aksidentalia merupakan bagian tambahan dalam perjanjian. Tambahan tersebut dinyatakan atau ditetapkan sebagai peraturan yang mengikat para pihak atau sebagai undang-undang yang harus dilaksanakan. Penambahan tersebut dilakukan karena tidak diatur dalam undang-undang. Misalnya perjanjian
40 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx. Hukum Perikatan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2016), Hal. 43
41 Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxx, Aspek-aspek Hukum Perikatan, (Bandung : CV Xxxxxx Xxxx, 2014), Hal.111
42 Xxxxxxx Xxxxxxx & Xxxxxxx Xxxxxxx, Op.cit, Xxx 84
jual-beli mobil, bukan hanya ada mesin dan karoserinya, melainkan ditambahkan harus ada AC,tape, dan variasinya.43
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 44
Badan Usaha Pelabuhan adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. 45
Pelabuhan memiliki peran sebagai: 46
a. simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;
b. pintu gerbang kegiatan perekonomian;
c. tempat kegiatan alih moda transportasi;
d. penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
e. tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan
f. mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.
Pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan: 47
a. pemerintahan; dan
b. pengusahaan.
43 Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxx, Op.cit, Hal 112
44 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 1 angka 16
45 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 1 angka 28
46 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 68
47 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 69
Kegiatan pemerintahan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 meliputi: 48
a. pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan;
b. keselamatan dan keamanan pelayaran; dan/atau
c. kepabeanan;
d. keimigrasian;
e. kekarantinaan.
Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan dan jasa terkait dengan kepelabuhanan49. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang. 50
Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: 51
a. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
b. penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih;
c. penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau kendaraan;
48 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 80 angka 1
49 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 90 angka 1
50 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 90 angka 2
51 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 90 angka 3
d. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;
e. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
f. penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan Ro-Ro;
g. penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
h. penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang;
i. penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.
Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan dilakukan berdasarkan konsesi dari Otoritas Pelabuhan, yang dituangkan dalam perjanjian. 52
Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana berperan sebagai operator yang mengoperasikan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. 53
Dalam melaksanakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) Badan Usaha Pelabuhan berkewajiban: 54
a. menyediakan dan memelihara kelayakan fasilitas pelabuhan;
b. memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. menjaga keamanan, keselamatan, dan ketertiban pada fasilitas pelabuhan yang dioperasikan;
52 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 92
53 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 93
54 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 93
d. ikut menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang menyangkut angkutan di perairan;
e. memelihara kelestarian lingkungan;
f. memenuhi kewajiban sesuai dengan konsesi dalam perjanjian; dan
g. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, baik secara nasional maupun internasional.
Tarif jasa kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan ditetapkan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah dan merupakan pendapatan Badan Usaha Pelabuhan. 55
PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara dan perjanjian kerjasama yang dibuat dengan BUMD. PT. Pelabuhan Dumai Berseri adalah kerjasama pengoperasian aset bangunan terminal penumpang dan fasilitas lainnya milik PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pelabuhan Dumai.
Berdasarkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER- 13/MBU/09/2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Milik Negara, kerjasama operasi dengan pihak mitra bertujuan untuk mengoptimalkan aset BUMN dan memberi nilai tambah dengan prinsip saling menguntungkan.
Dasar hukum yang dibuat dalam perjanjian kerjasama ini antara PT. Pelindo I dan PT. Pelabuhan Dumai Berseri tertuang dalam Surat Perjanjian Nomor B.XV-37/DUM-US-15 dan Nomor 001/PBD-PELINDO/PKO/VII/2017
55 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 110 angka 2
tentang kerjasama operasional pengelolaan Pas masuk Terminal Penumpang Pelabuhan Dumai adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang Nomor : 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dimana berhak berkewajiban mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri ;
2. Dalam rangka mengurus dan mengatur daerah perlu dilakukan sumber- sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara maksimal, yang merupakan tulang punggung penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan di daerah.
3. Dalam pengelolaan Pendapatan Asli Daerah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor : 69 Tahun 2001 tentang kepelabuhanan pasal 46 dan pasal 47 bahwa Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan pihak lain dalam hal ini PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai ;
4. Naskah Saling Pengertian Antara Pemerintah Kota Dumai dengan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I tentang Pengelolaan Pas pelabuhan Dumai Nomor : 379/PEMB/III/2002 dan Nomor : tanggal 14 Maret 2002 ;
5. Keputusan Direksi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Nomor : US.11/1/2/PI-99 tanggal 26 Agustus 1999 tentang Tarif Pelayanan Jasa Terminal Penumpang dan Tanda Masuk (Pas) Pelabuhan di lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) ;
Bila dianalisa dari perspektif hukum (peraturan dan per undang- undangan), maka kelima dasar hukum yang dijadikan sebagai landasan pembuatan perjanjian kerjasama ini antara PT. Pelindo I dan PT. Pelabuhan Dumai Berseri dapat dijelaskan gambaran secara umum sebagai berikut :
1. Beberapa dasar hukum dalam perjanjian tidak ada relevansinya dengan perjanjian bisnis antara lain :
a. Undang-undang Nomor : 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 .56
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 57
Tujuan otonomi daerah pada hakekatnya untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) da memajukan perekonomian daerah. Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tidak serta merta Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dijadikan dasar kerjasama dengan
56 Undang-undang Nomor : 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 angka 2.
57 Undang-undang Nomor : 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 angka 5.
58 Undang-undang Nomor : 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 angka 6.
badan usaha. Disisi lain Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan Umum merupakan Otoritas Kementerian Perhubungan dan bukan termasuk wilayah otonomi daerah.
b. Naskah Saling Pengertian Antara Pemerintah Kota Dumai dengan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I tentang Pengelolaan Pas pelabuhan Dumai Nomor : 379/PEMB/III/2002 dan nomor US.11/1/5/P.I-2002 tanggal 14 Maret 2002
Naskah Saling Pengertian yang ditandatangani oleh Pemerintah Kota Dumai dan Direktur Utama PT. Xxxxxxx X (Persero) tidak dapat lagi dijadikan sebagai dasara hukum perjanjian kerjasama karena telah ditandatangani Berita Acara pengakhirannya pada tanggal 30 Maret 2015 yang diwakili oleh General
2. Beberapa peraturan dan per undang-undangan yang sudah dicabut masih dijadikan sebagai dasar hukum antara lain :
a. Peraturan Pemerintah Nomor : 69 Tahun 2001 tentang kepelabuhanan Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor : 61 Tahun
2009 tentang kepelabuhanan maka Peraturan Pemerintah Nomor : 69 Tahun 2001 tentang kepelabuhanan tidak dapat dijadikan sebagai dasar perjanjian dan harus disesuaikan.
b. Keputusan Direksi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Nomor : US.11/1/2/PI-99 tanggal 26 Agustus 1999 tentang Tarif Pelayanan Jasa Terminal Penumpang dan Tanda Masuk (Pas) Pelabuhan di lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero)
Dengan berlakunya Keputusan Direksi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Nomor : US.11/2/10/PI-17.TU tanggal 25 Agustus 2017 tentang Tarif Pelayanan Jasa Terminal Penumpang Kelas A dan Tanda Masuk (Pas) Pelabuhan Dumai maka Keputusan Direksi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Nomor : US.11/1/2/PI-99 tanggal 26 Agustus 1999 tentang Tarif Pelayanan Jasa Terminal Penumpang dan Tanda Masuk (Pas) Pelabuhan di lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dinyatakan tidak berlaku lagi dann tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum
3. Beberapa peraturan dan per undang-undangan yang relevan dengan pengelolaan Badan Usaha Milik Negara dibidang jasa kepelabuhanan belum dimasukkan sebagai dasar hukum dan perlu ditambahkan antara lain:
a. Undang-undang nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran.
Undang-undang nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran merupakan dasar hukum tertinggi dalam pengelolaan pelabuhan yang diusahakan, oleh sebab harus dimasukan sebagai tambahan dasar hukum. Dalam undang-undang tersebut telah memisahkan fungsi Pemerintah sebagai Regulator dan fungsi Pengusahaan sebagai Operator. Fungsi Pengusahaan dilakukan oleh Badah Usaha Pelabuhan melalui perjanjian konsesi dan Badan Usaha Pelabuhan berkewajiban enyediakan fasilitas yang memadai untuk mengopesarikan terminal di pelabuhan dan hal ini telah dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai. Fungsi Pemerintah dalam pelabuhan adalah :
1) Pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan.
2) Keselamatan dan keamanan pelayaran dilakukan oleh Kementerian
3) Kepabeanan dilakukan oleh Kementerian Keuangan
4) Kkeimigrasian dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM
5) Kekarantinaan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan
b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN merupakan dasar hukum tertinggi dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara. Dalam undang-undang tersebut telah diatur tentang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan sebagai modal Pemerintah selaku Pemegang Saham dan juga batasan wewenang dan tanggung jawab organ perseroan.
c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
PT. Pelabuhan Indoneia I (Persero) merupakan perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas sehingga Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas perlu dijadikan sebagai dasar hukum
d. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER- 13/MBU/09/2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Milik Negara
Dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-13/MBU/09/2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Milik Negara telah diatur bentuk kerjasama termasuk Kerjasama Operasi, syarat-
syarat dan mekanisme pemilihan mitra sehingga perlu dijadikan sebagai dasar hukum.
B. Pengelolaan Terminal Penumpang dan Pas Masuk Daerah Lingkungan Pelabuhan Dumai.
Perjanjian Konsesi yang telah ditandatangani antara Pemerintah Cq Kementerian Perhubungan dan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang tertuang dalam perjanjian Nomor US.12/1/16/Dum-16 tanggal 14 Juni 2016 tentang Jasa Kepelabuhanan yang Menjadi Objek Konsesi memberikan kewenangan kepada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) selaku Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan jasa kepelabuhanan di Pelabuhan Umum yang meliputi wilayah propinsi Nangro Aceh Darusalam, Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau. Pelabuhan Umum Dumai berada di propinsi Riau merupakan salah satu Cabang PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero). Berdasarkan pasal 69 Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, maka kepada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai berkewajiban menyediakan pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang terdiri atas:
1. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
2. penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih;
3. penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau kendaraan;
4. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;
5. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
6. penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan ro-ro;
7. penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
8. penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang; dan/atau
9. penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal. 59
Jasa pelayanan terminal penumpang dan pengelolaan pas masuk terhadap orang dan kenderaan ke daerah lingkungan kerja pelabuhan Dumai merupakan salah satu segmen usaha yang dikelola oleh PT. Pelabuhan indonesia I (Persero) Cabang Dumai. Dalam pengelolaan terminal penumpang dan pas masuk tersebut dikenakan pungutan jasa pas kepada setiap orang dan kenderaan yang masuk ke dalam pelabuhan yang terdiri dari :
1. Pas halaman/gudang, dikenakan kepada setiap orang dan kenderaan yang memasuki daerah lingkungan kerja pelabuhan sampai batas daerah penimbunan (gudang).
2. Pas dermaga, dikenakan kepada setiap orang dan kenderaan yang memasuki daerah lingkungan kerja pelabuhan sampai batas wilayah dermaga .
3. Pas terminal penumpang, dikenakan kepada setiap orang yang memasuki gedung terminal penumpang.
Pengenaan pas orang untuk halaman/gudang dikenakan untuk sekali masuk atau secara tahunan bagi yang melakukan aktivitas tetap di pelabuhan
59 Pasal 69 Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009
sedangkan pas dermaga dekenakan hanya untuk tahunan. Pengenaan pas kenderaan hanya berlaku untuk halaman dan dapat dilakukan harian atau tahunan. Bagi pengguna jasa yang melakukan permintaan pas tahunan dikenakan diskon tarif. Besaran tarif pas kenderaan dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) jenis kenderaan, yaitu roda 2 (dua), roda 4 (empat) dan bus/truk dan sejenisnya.
Untuk menjamin kenyamanan pengguna jasa, PT. Pelabuhan indonesia I (Persero) Cabang Dumai selalu berusaha menjaga kualitas pelayanan dan telah melakukan investasi sarana dan prasarana antara lain :
a. Pembangunan dan perawatan jalan masuk ke pelabuhan untuk kenderaan.
b. Pembangunan dan perawatan gedung terminal penumpang seluas 2.500 m2 dengan kapasitas 350 orang yang dilengkapi dengan fasilitas pendingin ruangan, kursi, ruang sholat, toilet, ruang untuk ibu menyusui, ruang imigrasi dan bea cukai) dan fasilitas lainnya.
c. Menyediakan dan merawat area parkir seluas 5.000 m2
d. Membangun trestle untuk akses jalan dari terminal penumpan ke kapal yang delengkapi dengan selasar (auning).
e. Membangun dan merawat ponton sebanyak 2 (dua) unit untuk tempat bersandar kapal penumpang.
f. Menempatkan petugas operasional selama 24 jam untuk xxxxxx xxxxxxxx jasa.
Mengacu kepada Xxxaturan Menteri Perhubungan Nomor PM 6 tahun 2013 tanggal 15 Pebruari 2013 tentang jenis, struktur dan golongan tarif jasa kepelabuhanan Direktur Utama mengeluarkan Keputusan Direksi PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Nomor US.11/2/10/PI.17-TU tanggal 25 Agustus 2017
tentang Tarif Pelayanan Jasa Penumpang dan Tanda Masuk (Pas) di PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai Kelas A. Surat keputusan tersebut berlaku surut tanggal 01 April 2017 dengan ketetapan sebagai berikut :
No | Uraian | Tarif/Lembar | Keterangan |
1 | Penumpang Dalam Negeri Penumpang Luar Negeri | Rp. 10.000 Rp. 50.000 | Per sekali masuk Per sekali masuk |
2 | Pas Halaman | Rp. 10.000 Rp. 350.000 | Per sekali masuk Per tahun |
3 | Pas Dermaga | Rp. 500.000 | Per tahun |
4 | Pas Kenderaan roda 2 Pas Kenderaan roda 4 Pas Kenderaan bus, truk | Rp. 3.000 Rp. 5.000 Rp. 10.000 | Per sekali masuk Per sekali masuk Per sekali masuk |
5 | Pas Kenderaan roda 2 Pas Kenderaan roda 4 Pas Kenderaan bus, truk | Rp. 480.000 Rp. 960.000 Rp. 1.900.000 | Per tahun Per tahun Per tahun |
Sumber : PT. Pelabuhan Indonesia I Dumai
Dalam pengelolaannya PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai melakukan kerjasama operasi dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri yang dimulai sejak tahun 2014 dan diperpanjang tiap tahun. Kerjasama tersebut merupakan kelanjutan dari kerjasama dengan pemerintah Kota Dumai cq Dinas Perhubungan yang telah ada sebelumnya sejak tahun 2002
C. Latar Belakang Lahirnya Perjanjian Antara PT. Pelindo I Dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri Tentang Kerjasama Operasi Pengelolaan Pas Masuk Terminal Penumpang Pelabuhan Dumai
Bergulirnya era reformasi yang dimulai sejak tahun 1997 melahirkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Seiring dengan itu semangat Otonomi Daerah khususnya Daerah Tingkat II Kabupaten Kota semakin hari semakin meningkat yang diartikan seluas-luasnya. Pemerintah Kota Dumai memaknai terlalu luas bahwa Pemerintah Daerah berhak, berkewajiban mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri seperti tertuang dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tersebut dapat melakukan upaya- upaya pengelolaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara maksimal, yang merupakan tulang punggung penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan di daerah.
Berdasarkan bunyi pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan :
(1) Dalam melaksanakan jasa kepelabuhanan, Badan Usaha Pelabuhan dapat mengikutsertakan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Badan Hukum Indonesia lainnya melalui kerja sama.
(2) Kerja sama Badan Usaha Pelabuhan dengan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan secara menyeluruh dan dan bersifat nasional.
(3) Dalam melaksanakan kerja sama dengan Badan Usaha Pelabuhan, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, membentuk Badan Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk mengusahakan jasa kepelabuhanan.
(4) Dalam melaksanakan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Badan Usaha Pelabuhan harus memperhatikan kepentingan umum dan saling menguntungkan.
(5) Mekanisme kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri. 60
Berdasarkan bunyi pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan :
(1) Kerja sama dalam penyelenggaraan pelabuhan umum sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 dapat dilakukan untuk :
60 Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 Ayat 2
a. pembangunan kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas kapal dan berlabuh:
b. penyediaan dan pelayanan jasa dermaga untuk bertambat, bongkar muat barang dan hewan serta penyediaan fasilitas naik turun penumpang:
c. pelayanan jasa-jasa yang berhubungan dengan pemberian jasa penundaan kapal laut:
d. penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, angkutan di perairan pelabuhan,, alat bongkar muat serta peralatan pelabuhan:
e. penyediaan berbagai bangunan lapangan di atas tanah dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan untuk kepentingan kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan:
f. penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu kenderaan, saluran pembuangan air, instalasi listrik, instalasi air minum, depo bahan bakar, penyediaan penampungan limbah di pelabuhan:
g. penyediaan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering dan Ro-Ro:
h. penyediaan jasa lainnya yang dapat menunjang pelayanan jasa kepelabuhanan:
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan untuk satu jenis jasa atau lebih sesuai peraturan per undang-undangan yang berlaku. 61
Atas dasar semangat otonomi daerah, dengan keluarnya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, Walikota Dumai dan Direktur Utama dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Dumai menandatangani Naskah Saling Pengertian Nomor : 379/pemb/III/2002 dan nomor : US.11/1/5/P.I-2002 tanggal 14 Maret 2002 tentang Pengelolaan Pas Pelabuhan.
Beberapa isi penting dari naskah saling pengertian tersebut antara lain :
1. Naskah Saling Pengertian dilaksanakan kerjasama sementara antara PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Dumai dengan Pemrintah Kota
61 Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 2001 Ayat 2
Dumai sambil menunggu dibentuknya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
2. Dengan kerja sama pengelolaan “Pas Pelabuhan, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Dumai.
3. Tujuan Naskah Saling Pengertian dibuat untuk mendukung dan melaksanakan kerja sama dilingkungan Pelabuhan Dumai dalam rangka untuk memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
4. Ruang lingkup kerja sama meliputi kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan “Pas Pelabuhan” di Wilayah Kerja Pelabuhan Dumai.
5. Tugas dan kewajiban Para Pihak, Pemerintah Kota Dumai dengan mengikutsertakan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai secara bersama-sama berkewajiban mengadakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kelancaran terhadap arus orang dan kendaraan yang keluar masuk Wilayah Kerja Pelabuhan Dumai dilaksanakan melalui Pas Pelabuhan sedangkan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai dengan mengikutsertakan Pemerintah Kota Dumai berkewajiban mensosialisasikan kepada masyarakat atas perubahan besaran tarif pas pelabuhan.
6. Dalam pelaksanaan kerja sama Pemerintah Kota Dumai menempatkan petugas untuk menjaga pengaturan orang dan/atau kendaraan yang keluar masuk di Wilayah Kerja Pelabuhan Dumai, PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai mengelola dan menyediakan pas masuk pelabuhan.
7. Pembagian Hasil untuk Pemerintah Kota Dumai terhitung Maret 2002 sampai dengan 31 Desember 2002 dibayar dimuka yang disetor ke Kas Daerah Kota Dumai, apabila terdapat kekurangan atau kelebihan dari realisasi penjualan pas akan dilakukan perhitungan kembali.
8. Jangka waktu naskah saling pengertian berlaku terhitung sejak sejak ditandatangani sampai adanya kesepakatan lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Naskah saling pengertian tersebut merupakan awal kerjasama antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan Badan Usaha Milik Daerah Kota Domai PT. Pelabuhan Dumai Berseri tentang Karja sama Operasi Pas Masuk terminal penumpang Pelabuhan Dumai.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 15 tahun 2012 tanggal 10 Oktober 2012 terbentuklah Badan Usaha Milik Daerah Kota Dumai dengan nama PT. Pelabuhan Dumai Berseri yang yang sebelumnya bernama BUMD PD. Pelabuhan Dumai bersemai. Pendirian PT. Pelabuhan Dumai Berseri berdasarkan Akte Notaris Nomor 46 tahun 2013 tanggal 21 Juni 2013 dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU- 47468.A.H.01.01 tahun 2013 tentang pengesahan Badan Hukum Perseroan, yang menjalankan usaha dalam bidang Jasa Kepelabuhanan. Pada tanggal 16 januari 2014 PT. Pelabuhan Dumai Berseri memperoleh izin sebagai Badah Usaha Pelabuhan (BUP) dari Menteri Perhubungan Republik Indonesia dengan Keputusan Nomor KP.50 tahun 2014.
Pada tanggal 05 Januari 2015, PT. Pelabuhan Dumai Berseri mengajukan proposal penawaran kerjasama operasi kelancaran lalu lintas barang di terminal
penumpang Pelabuhan Dumai kepada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai yang ditandatangani oleh Direktur PT. Pelabuhan Dumai Berseri atas nama Xxxxxxxxxx X. Wahid, SH. Proposal kerjsa sama tersebut ditindaklanjuti oleh General Manager PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai dan Pemerintah Kota Dumai dengan menandatangani Berita Acara pengakhiran Naskah Saling Pengertian Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan Pemerintah kota Dumai nomot 379/PEMB/III/2002 dan nomor US.11/1/5/P.I-2002 tanggal 14 Maret 2002 Tentang Pengeloalaan Pas Pelabuhan. Penandatanganan Berita Acara tersebut dilakukan pada tanggal 30 Maret 2015 yang diwakili oleh General Manager PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dan Kepala Dinas Perhubungan Kota Dumai yang diketahui oleh Sekretaris Pemerintah Kota Dumai.
Berakhirnya Naskah Saling Pengertian Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan Pemerintah kota Dumai nomot 379/PEMB/III/2002 dan nomor US.11/1/5/P.I-2002 tanggal 14 Maret 2002 Tentang Pengeloalaan Pas, maka perjanjian kerja sama dilanjutkan dengan PT. Pelabuhan Dumai Berseri yang teruang dalam surat perjanjian Nomor B.XV-126/DUM/US-15 dan nomor 003/PDB-PELINDO/PKO/XII/2015 tanggal 31 Desember 2015 tentang kerjasama operasi kelancaran lalu lintas barang di terminal penumpang Pelabuhan Dumai. Jangka waktu perjanjian kerja sama tersebut berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal 01 Januari 2016 sampai dengan 31 Desember 2016. Pada saat penelitian ini dilakukan, perjanjian tersebut telah diperpanjang selama 1 (satu) tahun yang tertuang dalam Surat Perjanjian Nomor B.XV-37/DUM-US-15
dan Nomor 001/PBD-PELINDO/PKO/VII/2017 tentang kerjasama operasional pengelolaan Pas masuk Terminal Penumpang Pelabuhan Dumai.
Bila ditinjau dari perpsektif hukum, kerjasama antara Pemerintah Kota Dumai dan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I (Persero) tentang Pengelolaan Pas Pelabuhan yang tertuang dalam Naskah Saling Pengertian dan Perjanjian Kerjasama antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) BUMD PT. Pelabuhan Dumai Berseri tentang kerjasama operasional pengelolaan Pas masuk Terminal Penumpang Pelabuhan Dumai sangat berpotensi menimbulkan permasalahan antara lain :
1. Naskah Saling Pengertian lebih cocok diartikan sebagai Memorandum Of Understanding (MoU) yang berisi garis-garis besar rencana sebuah kerjasama yang akan dilakukan, tetapi Naskah Saling Pengertian ini sudah berisi perjanjian yang mengatur tentang besaran bagi hasil, tata cara operasional, tata cara pembayaran dan sebagainya.
2. Pencatatan Pendapatan pada Kas Daerah Dumai yang bersumber dari hasil kerjasama Naskah Saling pengertian ini akan sulit pertanggungjawabannya karena dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004 sangat jelas diatur sumber pendapatan daerah, yaitu hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dana perimbangan dan dana lain-lain PAD yang sah. Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain yang telah ditetapkan undang-undang.
3. Penandatanganan Naskah saling Pengertian dilakukan pada tanggal 14 Maret 2002 tetapi pendapatan untuk Pemerintah Kota Dumai selama 1 (satu) tahun penuh untuk tahun 2002 sudah diperhitungkan dan dibayar di
muka. Belum ada kontribusi yang diberikan oleh Pemerintah Kota Dumai tetapi sudah menikmati pendapatan.
4. Jangka waktu Naskah saling pengertian berlaku terhitung sejak sejak ditandatangani sampai adanya kesepakatan lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Tidak ada ketegasan jangka waktu, dengan kata lain selama belum ada kesepakatan para pihak maka naskah saling pengertian tetap berlaku.
5. Salah satu dasar yang dijadikan dibuatnya naskah saling pengertian ini adalah pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan yang berbunyi : “Dalam melaksanakan jasa kepelabuhanan, Badan Usaha Pelabuhan dapat mengikutsertakan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Badan Hukum Indonesia lainnya melalui kerja sama”. Penggunaan pasal 46 dambil tidak secara utuh, hanya ayat (1) sementara di ayat lain mengatakan “Dalam melaksanakan kerja sama dengan Badan Usaha Pelabuhan, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, membentuk Badan Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk mengusahakan jasa kepelabuhanan, dalam melaksanakan kerja sama harus memperhatikan kepentingan umum dan saling menguntungkan dan beberapa pasal lain yang kurang sesuai.
6. Perubahan Naskah Saling Pengertian dari Pemerintah Kota Dumai kepada BUMD PT. Pelabuhan Dumai Berseri hanya pengalihan saja dan tidak mengubah ruang lingkup perjanjian.
BAB III
RANCANGAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) DENGAN BUMD PT. PELABUHAN DUMAI BERSERI
A. Pengertian Rancangan Kontrak
Perancangan Kontrak adalah dalam bahasa Inggeris disebut dengan “contract Drafting”. Dalam bahasa Indonesia paling tidak dikenal 3 istilah yang berkaitan dengan perancangan (drafting), yaitu 1. Rancangan; 2. Merancang; 3. Perancangan.
- Rancangan adalah segala sesuatu yang direncanakan
- Merancang adalah mengatur /merencanakan segala sesuatu
- Perancangan adalah proses atau cara merancang
Contract adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum atau hak dan kewajiban (prestasi). Oleh karena itu, merancang kontrak adalah merupakan suatu aktivitas untuk mengatur dan merencanakan khususnya terkait dengan substansi (isi) .
Dan jika kita amati lebih lanjut maka dapatlah kita simpulkan bahwa KUHPerdata tidak memperhatikan proses terjadinya kontrak/perjanjian. Padahal dalam prakteknya suatu kontrak/perjanjian dapat terjadi apabila didahului dengan adanya kesepakatan dan itu diperoleh melalui proses negosiasi.
KUHPerdata hanya mengatur prinsip itikad baik (good faith) pada saat pelaksanaan kontrak; padahal sebenarnya dalam tahap negosiasi itu pun sudah timbul hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh para pihak demi menegakkan prinsip itikad baik dan transaksi wajar/jujur ( good faith dan fair dealing).
Perlu kita pahami bahwa mekanisme terjadinya kontrak dalam dunia bisnis/komersial selalu didahului oleh tahap negosiasi dimana masing-masing pihak mengajukan letter of intent yang memuat keinginan masing-masing pihak untuk membuat suatu kontrak. Selanjutnya setelah ada kesepahaman atas kehendak untuk mengadakan kontrak tersebut, maka para pihak akan membuat ”Memorandum of Understanding” ( MOU) yang memuat keinginan masing- masing pihak sekaligus adanya tenggang waktu pencapaian kesepakatan untuk terjadinya kontrak. Proses inilah yang disebut sebagai proses Prakontrak.
Sumber hukum perancangan kontrak yang berasal dari peraturann perundang – undangan, disajikan adalah Buku III KUH Perdata.
Sistem pengaturan Buku III KUH Perdata adalah sistem terbuka ( open Sistem ). Artinya, setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur didalam undang – undang. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi:” Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya.
Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata memberikan kebebasan kepada semua pihak untuk : 62
1) Membuat atau tidak membuat perjanjian
2) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
3) Menetukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratnnya
4) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis.
62 Pasal 1338 Ayat 1 KUH Perdata
B. Hakikat Keadilan Dalam Kontrak
Pembahasan tentang hubungan kontraktual para pihak pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan masalah keadilan. Kontrak sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan satu pihak dengan pihak lain menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil. Oleh karena itu, sangat tepat dan mendasar apabila dalam melakukan analisis tentang asas proporsionalitas dalm kontrak justru dimulai dari aspek filosofis keadilan berkontrak.
Pertanyaan seputar apa itu “keadilan” adalah sebuah pertanyaan yang acap kali kita dengar, namun pemahaman yang tepat justru rumit bahkan abstrak, terlebih apabila dikaitkan dengan pelbagai kepentingan yang demikian kompleks.63
Keadilan menurut Xxxxxxxxxxx, dalam karyanya “Nichomachean ethics”, artinya berbuat kebajikan, atau dengan kata lain, keadilan adalah kebajikan yang utama. 64
Menurut Xxxxxxxxxxx, “justice consists in treating equals equally and unequals unequally, in proportion to their inequality”. Prinsip ini beranjak dari asumsi “untuk hal-hal yang sama diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama juga diperlakukan tidak sama, secara proporsional”. 65
Upianus menggambarkan keadilan sebagai “justitia est constants et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi” (keadilan adalah kehendak yang terus-menerus dan tetap memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi
63 Xxxxxx Xxxxxx
64 Loc. cit
65 Xxxxxxx Xxxxx, Jurisprudence, Hal 178
haknya) atau “tribuere cuique suum”-“to give everybody his own”, memberikan kepada setiap orang haknya.66
Perumusan ini dengan tegas mengakui hak masing-masing person terhadap lainnya serta apa yang seharusnya menjadi bagiannya, demikian pula sebaliknya.67
Pengertian ini diambil alih oleh Xxxxxxxxxxx dalam Corpus luris Civils: Xxxxx praecepta sunt haec: honeste vivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere, bahwa peraturan-peraturan dasar dari hukum adalah terkait dengan hidup dengan patut, tak merugikan orang lain dan memberi pada orang lain apa yang menjadi bagiannya.68
Xxxxxx mengatakan bahwa orang dinilai “baik” dilihat dari perilaku keadilannya. Menurutnya ada tiga kebajikan moral yaitu: keadilan, pengendalian diri.
Sedangkan Xxxxxx Xxxxxxx, dalam hubungannya dengan keadilan mengajukan tiga struktur fundamental (hubungan dasar), yaitu:69
a. Hubungan antar-individu (ordo partium ad partes);
b. Hubungan antar-masyarakat sebagai keseluruhan dengan individu (ordo totius ad partes);
c. Hubungan antar-individu terhadap masyarakat secara keseluruhan (ordo partium ad totum).
66 O. Xxxxxxxxxxxxx, Op. cit, Hal 18-19
67 K. Xxxxxxx, Pengantar Etika Bisnis, Kanisius (Yogyakarta: 2000), Hal . 86-87
68 O. Xxxxxxxxxxxxx, Op. cit, Hal 9
69 Ibid, Hal 125-126
Menurut Xxxxxx Xxxxxxx keadilan distributif pada dasarnya merupakan penghormatan terhadap person manusia (acceptio personarum) dan keluhurannya (dignitas). Dalam konteks keadilan distributif, keadilan kepatutan (equity) tidak tercapai semata-mata dengan penetapan nilai yang aktual, melainkan juga atas dasar kesamaan antara satu hal dengan hal yang lainnya (aequalitas rei ad rem).
Ada dua bentuk kesamaan yaitu: 70
a. Kesamaan proporsional (acqualitas proportionis).
b. Kesamaan kuantitas atau jumlah (acqualitas quantitas).
Sementara itu pembagian keadilan menurut pengarang modern, antara lain sebagaimana yang dilakukan oleh Xxxx Xxxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxxxx, yaitu:71
a. Keadilan distributif (distributive justice), mempunyai pengertian yang sama pada pola tradisional, di mana benefits and burdens harus dibagi secara adil.
b. Keadilan retributif (retributive justice), berkaitan dengan terjadinya kesalahan, di mana hukum atau denda dibebankan kepada orang yang bersalah haruslah bersifat adil.
c. Keadilan kompensatoris (compensatory justice), menyangkut juga kesalahan yang dilakukan, tetapi menurut aspek lain, di mana orang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada pihak lain yang dirugikan.
Dari beberapa pembedaan tentang keadilan tersebut diatas, keadilan distributif dipandang segala awal mula jenis teori keadilan. Dinamika
70 E. Xxxxxxxxx, Etika Hukum Relevansi Teori Hukum Kodrat Xxxxxx Xxxxxxx,
Kanisius, (Yogyakarta: 2002), Hal 90-91
71 E. Xxxxxxxxx-II, Op. cit, Hal 90-91
keadilan yang berkembang di masyarakat dalam telaah para ahli pada umumnya berlandaskan pada teori keadilan distributif, meskipun dengan berbagai versi dan sisi pandangnya masing-masing. Oleh karena itu perlu dilakukan telaah kritis mengenai hubungan kontraktual para pihak, khususnya dalam kontrak komersial, tentunya harus dilandasi pemikiran proporsional yang terkandung dalam pemikiran distributif. Keadilan dalam berkontrak lebih termanifestasi apabila pertukaran kepentingan para pihak terdistribusi sesuai dengan hak dan kewajibannya secara proporsional.
C. Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Keseimbangan
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral di dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak. Asas ini dilatarbelakangi oleh paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, dilanjutkan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat pada zaman Renaissance. Sebagai asas yang bersifat universal yang bersumber dari paham hukum, asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) muncul bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik yang mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas.72 Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat liberalisme yang mengagungkan kebebasan individu.73 Menurut paham individualisme ini setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendaki, sementara itu di dalam hukum perjanjian
72 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx-I, Op. cit, Hal 110
73 Xxxx Xxxx Xxxxxxx, Op.Cit., Xxx. 109
falsafah ini diwujudkan asas kebebasan berkontrak. Dengan demikian menurut asas kebebasan berkontrak, seseorang pada umumnya mempunyai pilihan bebas untuk mengadakan perjanjian.74 Dalam asas ini terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas untuk melakukan atau tidak melakukan perjanjian, bebas dengan siapa ia melakukan perjanjian, bebas tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian. 75
Namun yang penting utnuk diperhatikan bahwa kebebasan berkontrak sebagaimana tersimpul dari ketentuan pasal 1338 KUH Perdata tidaklah berdiri dalam kesendiriannya. Asas tersebut berada dalam satu sistem yang utuh dan padu dengan ketentuan lain yang terkait.Dalam praktek dewasa ini acap kali asas kebebasan berkontrak kurang dipahami secara utuh, sehingga banyak memunculkan kesan pola hubungan kontraktual yang tidak seimbang dan berat sebelah. Kebebasan berkontrak didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar (bergaining position) yang seimbang, tetapi dalam kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi tawar yang seimbang. 76
Tiap individu bebas untuk membuat kontrak apa saja, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak, dan
b. Tidak dilarang oleh undang-undang, dan
c. Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan
74 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx-I, Op. cit, Hal 31
75 Loc. Cit.
76 A.G. Xxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx & Xxxx Xxxx, dalam Xxxxxx Xxxxxxxxx, Itikat Baik dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI : Pascasarjana, 2003, hlm.1-2
d. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.77
Kebebasan berkontrak yang merupakan ‘ruh’dan ‘nafas’sebuah kontrak atau perjanjian, secara implisit memberikan panduan bahwa dalam berkontrak pihak-pihak diasumsikan mempunyai kedudukan yang seimbang. Dengan demikian diharapkan akan muncul kontrak yang adil dan seimbang bagi para pihak. Namun demikian dalam praktik masih banyak ditemukan model kontrak standar (kontrak baku) yang cenderung dianggap berat sebelah, tidak seimbang, dan tidak adil.
Dalam pembentukan kontrak harus berpegang pada kepercayaan yang mengandung pengertian bahwa setiap orang akan mengadakan kontrak akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan/disepakati diantara para pihak, antara lain:
1. Kepercayaan
2. Adanya Persamaan Hukum
Persamaan hukum adalah bahwa subyek hukum mengadakan kontrak mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum. Dan tidak dibeda-bedakan antara satu sama lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
3. Adanya keseimbangan
Asas keseimbangan adalah suatu asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan kontrak. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut prestasi debitur,
77 Xxxxx Xxxxx, Op.Cit., Hal. 30
namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan kontrak itu dengan itikad baik.
4. Kepastian hukum
Kontrak sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya kontrak, yaitu sebagai Undang-undang bagi yang membuatnya.
5. Bermoral
Bermoral ini terikat dalam kontrak wajar, di mana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Di mana seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Xxxx bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
6. Adanya kepatutan
Hal ini tertuang dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi kontrak yang pada hakekatnya memberi kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat (1) perjanjian, atau kontrak, (2) mengadakan perjanjian atau kontrak dengan siapapun, (3) menentukan isi perjanjian atau kontrak, pelaksanaan dan persyaratannya, dan
(4) menentukan bentuknya perjanjian atau kontrak, yaitu tertulis atau lisan.78
78 HAL. Xxxxx XX., 2006. Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta, hal. 100.
Di sisi lain asas itikad baik merupakan asas bagi para pihak untuk melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan atau kemauan baik dari para pihak. Hal ini sejalan dengan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata bahwa perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Asas itikad baik ini harus memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek serta memberikan penilaian yang terletak pada akal sehat dan keadilan secara objektif menurut norma-norma hukum.79
D. Makna Xxx Xxxxxx Asas Proporsionalitas
Hubungan bisnis yang terjalin di antara para pihak pada umumnya karena mereka bertujuan saling bertukar kepentingan. Xxxxxx Xxxxx memberikan definisi “kepentingan” atau “interest” adalah “a demand or desire which human beings, either individually or through groups or associations in relations seek to satisfy” (kepentingan sebagai suatu tuntutan atau hasrat yang ingin dipuaskan manusia, baik secara individu ataupun kelompok atau asosiasi). Kerangka dasar yang digunakan Pound adalah kepentingan-kepentingan sosial yang lebih luas dan yang merupakan keinginan manusia untuk memenuhinya, baik secara pribadi, hubungan antar pribadi maupun kelompok.
Dalam bisnis, pertukaran kepentingan para pihak senantiasa dituangkan dalam bentuk kontrak mengingat “Setiap langkah bisnis adalah langkah hukum (i.c. kontrak). Ungkapan ini merupakan landasan utama yang harus diperhatikan para pihak yang berinteraksi dalam dunia bisnis.80
79 Xxxxx XX, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), Hal. 15
80 J. Van kan dan J. H. Xxxxxxxx, Op. cit, Hal 27
Upaya mencari makna asas proporsionalitas merupakan proses yang tidak mudah, bahkan sering kali tumpang-tindih dalam pemahamannya dengan asas keseimbangan. Pada dasarnya asas keseimbangan dan asas proporsionalitas tidak dapat dipisahkan keberadaannya dalam hukum kontrak.
Pemikiran mengenai asas proporsionalitas perlu dikemukakan di samping asas keseimbangan dalam kontrak. Dalam beberapa kamus terhadap dua istilah tersebut ada yang membedakan arti, namun ada juga yang menyamakannya. Untuk menemukan karakteristik serta makna ‘keseimbangan’ dan ‘proporsionalitas’ dilakukan eksplorasi dan elaborasi beberapa kamus yang relevan, sebagai berikut :
a. Dalam Kamus KBBI, kata ‘keseimbangan’ berarti keadaan seimbang (seimbang-sama berat, setimbangm sebanding, setimpal). Sedang kata ‘proporsionalitas’ atau ‘proporsional’ berarti sesuai dengan proporsi, sebanding, berimbang.81
b. X. xxx Xxxxx, menerjemahkan ‘evenredig’ dengan seimbang, sebanding, sekadar, proporsional. ‘Evenredigheid’ berarti keseimbagan, kesebandingan. Dalam hal ini evenredigheid disamakan dengan evenwicht yang berarti keseimbangan, kesetimbangan. Sementara itu ‘proportioneel’ juga diartikan seimbang, sebanding.82
c. AB Massier dan Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx-Arts, dalam hubungan dengan hukum perikatan, memberi makna seimbang (in evenwicht, evenwichtig, evenredig, gelijkwaardig [van (de rechten/plichten van) contracterende
81 KBBI, Op. cit, Hal 373 dan 790
82 X. xxx Xxxxx, Op. cit, Xxx 117 dan 393
partijen] adalah menurut imbangan (evenredig, naar evenredigheid, pondspondsgewijs), dengan memberi contoh: pelunasan harus dianggap berlaku untuk masing-masing utang menurut imbangan jumlah masing- masing. Sedang keseimbangan (keserasian) evenwichtigheid, evenredigheid, gelijkwaardigheid, [van (de rechten/plichten van) contracterende partijen] dengan menunjuk dasar bagi keseimbangan dan keserasian.83
Dalam dunia bisnis peran sentral aspek hukum kontrak dalam membingkai pola hubungan hukum para pihak semakin dirasakan urgensinya. Disadari atau tidak, maka setiap langkah bisnis yang dilakukan oleh para pelaku bisnis, pada dasarnya adalah merupakan langkah hukum, yang notabene berada pada ranah hukum kontrak. Namun demikian masih terasa betapa lemahnya pemahaman sementara pihak, di mana hukum bisnis yang menjadi landasan setiap aktivitas bisnisnya acap kali dimaknai sebatas produk aturan yang diterbitkan penguasa.84
Hakikat hukum kontrak pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan hukum pelaku bisnis, dalam arti tidak sekadar mengatur namun lebih dari itu memberi keleluasaan dan kebebasan sepenuhnya kepada para pelaku bisnis untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Hal ini karena para pelaku bisnis yang lebih paham dan mengetahui seluk beluk pelbagai kebutuhan dalam kegiatan bisnisnya.
83 X. xxx Xxxxx, Op. cit, Xxx 117 dan 393
84 M. Isnaeni, Perkembangan Prinsip-prinsip Hukum Kontrak sebagai Landasan Kegiatan Bisnis di Indonesia, Surabaya, 16 September 2000, Hal 2
Menurut Xxxxxxxxxx, latar belakang atau rasio kontrak beranjak pada tujuan terjadinya pertukaran harta kekayaan secara adil (ruilrechtvaardigheid). Pertukaran yang adil (fair exchange) akan muncul apabila dalam hubungan tersebut terwujud perikatan yang berisi prestasi dengan imbangan kontra prestasi85. Kontrak merupakan bentuk pertukaran yang saling menguntungkan (exchange benefit for benefit)86. Kewajiban kontraktual tersebut tidak lain muncul karena adanya pertukaran janji di antara pihak (exchange of promise)87. Pertukaran kepentingan (prestasi – kontra prestasi) merupakan titik tolak bagi terwujudnya keadilan bagi para pihak.
Fungsi asas proporsionalitas baik dalam proses pembentukan maupun pelaksanaan kontrak komersial adalah :
a. Dalam tahap pra-kontrak, asas proporsionalitas membuka peluang negosiasi bagi para pihak untuk melakukan pertukaran hak dan kewajiban secara fair. Oleh karena itu, tidak proporsional dan harus ditolak proses negosiasi dengan itikad buruk.
b. Dalam pembentukan kontrak, asas proporsional menjamin kesetaraan hak serta kebebasan dalam menentukan/mengatur proporsi hak dan kewajiban para pihak berlangsung secara fair.
c. Dalam pelaksanaan kontrak, asas proporsional menjamin terwujudnya distribusi pertukaran hak dan kewajiban menurut proporsi yang disepakati/dibebankan pada para pihak.
d. Dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kontrak, maka harus dinilai secara proporsional apakah kegagalan tersebut bersifat fundamental (fundamental breach) sehingga mengganggu pelaksanaan sebagian besar kontrak atau sekedar hal-hal sederhana /kesalahan kecil (minor important). Oleh karena itu, pengujian melalui asas proporsionalitas sangat menentukan dalil kegagalan pelaksanaan kontrak, agar jangan sampai terjadi penyalahgunaan oleh salah satu pihak dalam memanfaatkan klausul kegagalan pelaksanaan kontrak, semata-mata demi keuntungan salah satu pihak dengan merugikan pihak lain.
85 J. H. Niewenhius-II, Op. cit, Hal 57-61
86 P. S. Xxxxxx, Promises, Morals and Law, Clarendon Press, Oxford, 1981, Hal 12
87 Xxxxx Xxxxxxx and Xxxxxx Xxxxx, Source Book on Contract Law, 2nd Ed, Xxx 21
e. Bahkan dalam hal ini terjadi sengketa kontrak, asas proporsionalitas menekankan bahwa proporsi beban pembuktian kepada para pihak harus dibagi menurut pertimbangan yang fair.88
Selanjutnya, Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx juga memperhubungkannya dengan asas keseimbangan dalam hukum perjanjian, ketika kemudian dinyatakan bahwa keseimbangan sebagai suatu asas hukum adalah merupakan kelanjutan atau pengembangan dari asas persamaan hukum atau kesetaraan.89
Asas keseimbangan memberikan tuntutan agar supaya para pihak dalam memposisikan diri mereka utamanya tentang hak-hak dan kewajibannya adalah dengan berimbang dari sudut pandang kedua sisi ketika mereka menyepakati tentang perbuatan hukum yang saling terkait, yakni suatu perjanjian. Keberimbangan tersebut dari perspektif asas keseimbangan dapat diuraikan melalui penggambaran sebagaimana berikut :
Berimbang maksudnya pada pihak mendapatkan kepentingannya masing- masing secara berimbang sesuai dengan hak dan kewajiban yang diberikan dalam perjanjian tersebut. Hal ini apabila diejawantahkan lebih lanjut memberikan pengertian bahwa pihak dalam perjanjian dapat menuntut pemenuhan hak maka terlebih dahulu harus memenuhi kewajiban, atau dengan kata lain para pihak akan mendapatkan hak dalam suatu perjanjian adalah berimbang pula dengan kewajiban yang harus dilakukannya untuk memenuhi perjanjian tersebut.90
Pada akhirnya Xxxx Xxxxx Xxxxxxx mengilustrasikan asas keseimbangan yang proporsional adalah sebagai berikut :
a. Asas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan proporsi atau bagiannya dalam seluruh proses kontraktual.
b. Asas yang berorientasi pada konteks hubungan dan kepentingan para pihak, yakni menjaga kelangsungan hubungan agar berlangsung kondusif dan fair.
88 Ibid, Hal. 102
89 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Op.Cit, Hal. 114
90 P. Lindawaty S. Sewu, Op.Cit, Hal. 149
c. Asas yang didasari oleh nilai-nilai kesetaraan, kebebasan, distribusi, proporsional, kecermatan, kelayakn, dan kepatutan.
d. Asas ini tidak mempersoalkan keseimbangan hasil secara matematis, namun lebih menekankan proporsi pembagian hak dan kewajiban diantara para yang berlangsung secara layak dan patut.91
Tujuan dari asas keseimbangan (kesetaraan) adalah hasil akhir yang menempatkan posisi para pihak seimbang (equal) dalam menentukan hak dan kewajibannya. Xxxxxxx Xxxxxxx menyebutkan “dalam perjanjian timbal balik kualitas dari prestasi yang diperjanjikan timbal balik ditempatkan dalam konteks penilaian subjektif secara timbal balik akan dijustifikasi oleh hukum”92
Penerapan asas keseimbangan dan asas proporsionalitas sangat penting dalam perjanjian kerjasama agar pemenuhan prestasi dengan mudah dapat terlaksana. Keseimbangan tersebut berasal dari kesepakatan para pihak yang telah ditentukan sebelumnya dengan memenuhi unsur-unsur keadilan dan ketentuan dalam pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata.
Tujuan dibuat perjanjian yaitu :
1. Lebih mengarah pada keseimbangan posisi para pihak, artinya dalam hubungan kontraktual tersebut posisi para pihak diberi muatan keseimbangan.
2. Kesamaan pembagian hak dan kewajiban dalam hubungan kontraktual seolah-olah tanpa memperhatikan proses yang berlangsung dalam penentuan hasil akhir pembagian tersebut.
3. Keseimbangan seolah sekedar merupakan hasil akhir sebuah proses.
4. Intervensi negara merupakan instrumen memaksa dan mengikat agar terwujud keseimbangan posisi para pihak.
5. Pada dasarnya keseimbangan posisi para pihak hanya dapat dicapai pada syarat dan kondisi yang sama (ceteris paribus).93
91 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Xx.Xxx, Xxx. 87
92 Xxxxxxx Xxxxxxx, Asas Keseimbangan Berlandaskan Asas-asas Wigati Indonesia, (Bandung : Citra Xxxxxx Xxxxx 2006) Hal. 318
93 Xxxxxxxx Xxxxxxx, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Xxxxxx Xxxxx, 2000), Hal. 47
Disamping lahir dari sebuah kesetaraan, asas keseimbangan juga bertolak dari nilai-nilai tentang keadilan, yakni perasaan keadilan para pihak yang bersepakat tersebut. Nilai keadilan bukan diukur dari suatu kesamaan hasil, namun demikian lebih kepada prinsip kesamaan hak yang disandarkan pada berbagai kondisi, keadaan-keadaan dan kualitas masing-masing pihak, keadilan sebagai pure procedure justice tidak menuntut setiap orang yang terlibat dan menempuh prosedur yang sama juga harus hasil yang sama, oleh karenanya keadilan tidak selalu berarti semua orang harus selalu mendapatkan sesuatu dalam jumlah yang sama, tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan yang secara obyektif ada pada setiap individu.94
Sebagai suatu proses, kontrak yang ideal seharusnya mampu mewadahi pertukaran kepentingan para pihak secara fair dan adil (proporsional) pada setiap fase atau tahapan kontrak. Oleh karena itu perlu dicermati adanya fase penting yang harus dilalui para pihak dalam proses pembentukan kontrak, yaitu negosiasi. Fase negosiasi merupakan crucial point untuk merumuskan pertukaran hak dan kewajiban para pihak yang nantinya mengikat dan wajib dipenuhi. Dalam setiap proses negosiasi kontrak sasaran atau tujuan para pihak hanya satu, yaitu untuk menciptakan kata sepakat: 95
Latar belakang lahirnya perjanjian antara PT. Pelindo I dan PT. Pelabuhan Dumai Berseri tentang kerjasama operasional pengelolaan Pas masuk Terminal Penumpang Pelabuhan Dumai adalah untuk meningkatkan Pendapatan
94xxxxx://xxx.xxxxxx.xx.xx/xxx/x/xxxxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxxxxx
ngan-versus-keadilan-dalam-kontrak-bagian-iii/amp/ diakses pada Tanggal 23 April 2018
95 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxxxx, Panduan Ngosiasi Kontrak, Jakarta : Penerbit Brasindo, 1999) Hal. 9
Asli Daerah Dumai melalui kerjasama yang diawali dengan penandatanganan Naskah Saling Pengertian sebelum terbentuknya Badan Usaha Milik Daerah. Setelah terbentuknya Badan Usaha Milik Daerah PT. Pelabuhan Dumai Berseri, Naskah Saling Pengertian tersebut dialihkan dalam bentuk perjanjian dengan BUMD tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dibentuknya perjanjian kerjasama pengelolaan pas terminal penumpang Dumai adalah untuk memenuhi kepentingan Pemerintah Kota Dumai dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga posisi negosiasi (bergaining power) para pihak mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang berbeda dalam membuat rancangan kontrak. Pemerintah Kota Dumai merupakan penguasa di otonominya sedangkan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) merupakan pengusaha jasa kepelabuhanan di daerah administratif Pemerintah Kota Dumai. Kondisi ini akan menyulitkan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) menempatkan diri pada posisi yang setara dalam membuat rancangan perjanjian sehingga asas keseimbangan dan asas proporsionalitas tidak terpenuhi. Pembuatan rancanagan perjanjian lebih cenderung mempertimbangkan asas kebebasan berkontrak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-13/MBU/09/2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Milik Negara, ada beberapa hal yang penting harus diperhatikan dalam mebuat rancangan perjanjian antara lain :
1. Kerjasama Operasi adalah kerjasana dengan prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan antara BUMN dengan mitra kerjasamanya, dimana BUMN ikut terlibat di dalam menejen pengelolaan.
2. Yang menjadi objek kerjasama pendayagunan aset tetap dengan cara kerjasama operasi berupa tanah, bangunan dan/atau aset tetap lainnya dan aset tersebut diperhitungkan sebagai keikutsertaan BUMN dalam kerjasama operasi tersebut.
3. Sebelum pelaksanaan kerjasama operasi terlebih dahulu dilakukan study kelayakan berupa kajian kajian secara komprehensif, baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang menunjukkan tingkat kelayakan suatu rencana pendayagunaan aset tetap
Bila mengacu kepada Xxxaturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tersebut, rancangan kontrak yang dibuat dalam kerjasama operasi antara PT. Pelindo I dan PT. Pelabuhan Dumai Berseri tentang kerjasama operasional pengelolaan Pas masuk Terminal Penumpang Pelabuhan Dumai belum memenuhi asas keseimbangan dan asas proporsionalitas tetapi lebih mngedepankan asas kebebasan berkontrak.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari bab I, bab II, bab III dan bab IV, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I (Persero) dengan BUMD PT. Pelabuhan Dumai Berseri yang tertuang dalam Surat Perjanjian Nomor B.XV- 37/DUM-US-15 dan Nomor 001/PBD-PELINDO/PKO/vii/2017 tentang kerjasama operasional pengelolaan pas masuk Terminal Penumpang Pelabuhan Dumai merupakan perjanjian Bisnis karena para pihak merupakan Badan Usaha yang berbadan hukum.
2. Latar belakang lahirnya perjanjian kerjasama operasi tersebut diawali dengan Naskah Saling Pengertian Antara Pemerintah Kota Dumai dengan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I tentang Pengelolaan Pas pelabuhan Dumai Nomor : 379/PEMB/III/2002 dan Nomor : US.11/1/5/P.I-2002 tanggal 14 Maret 2002 dimana tujuan dari pembuatan Naskah Saling Pengertian tersebut untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Dumai (PAD), sehingga terdapat tujuan yang berbeda dari para pihak ;
3. Dalam pembuatan rancangan perjanjian, posisi negosiasi (bergaining power) para pihak mempunyai kedudukan yang berbeda (tidak setara), Pemerintah Kota Dumai merupakan penguasa di Daerah Otonominya sedangkan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) merupakan pengusaha jasa kepelabuhanan di daerah administratif Pemerintah Kota Dumai yang mengakibatkan adanya ketimpangan pembuatan isi perjanjian khususnya yang menyangkut hak dan kewajiban.
4. Ketimpangan mengakibatkan pola bagi hasil menjadi tidak proporsional bila dibandingkan dengan ruang lingkup perjanjian sehingga asas proporsionalitas dalam perjanjian bisnis tidak terpenuhi yang pada akhirnya tidak tercainya tujuan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER- 13/MBU/09/2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Milik Negara, yaitu optimalisasi aset tetap BUMN melalui kerjasama operasi dengan mitra memberikan nilai tambah dengan prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan para pihak
5. Secara umum, Perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I (Persero) dengan BUMD PT. Pelabuhan Dumai Berseri tidak mencerminkan Teory Keadilan sebagai Landasan Hubungan Kontraktual
B. Saran
1. Jangka waktu perjanjian kerjasama antara PT. Pelindo I (Persero) dengan BUMD PT. Pelabuhan Dumai Berseri berlaku 1 (satu) tahun tetapi pada kenyataannya tetap diperpanjang setiap berakhir, sebaiknya pada perpanjangan berikutnya PT. Xxxxxxx X (Persero) melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kerjasama sebelumnya dan dituangkan ke Dalam Berita Acara.
2. PT. Xxxxxxx X (Persero) membuat kajian secara komprehensif khususnya perhitungan nilai kontribusi para pihak atas dalam pengoperasian terminal penumpang Pelabuhan Dumai dan hasil perhitungan tersebut dijadikan sebagai dasar besaran bagi hasil yang proporsional.
3. PT. Xxxxxxx X (Persero) sebaiknya mengubah dasar hukum yang sesuai dengan paraturan per undang-undangan yang masih berlaku dan memiliki relevansi prinsip-prinsi perjanjian bisnis.
4. Untuk menganantisipasi terjadinya sengketa, sebaiknya PT. Xxxxxxx X (Persero) memperbaiki redaksional dalam perjanjian sehingga tidak menimbulkan multi tafsir atau makna yang kabur.
D A F T A R P U S T A K A
A. Buku-Buku
Apriliana R,Xxxxxxx,2014, Kajian Terhadap Asas Proporsionalitas dan Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Waralaba, (Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret)
Xxx, Xxxxxxxxx, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.
Xxxxxxx, Xxxx Yudha, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam kontrak komersial, Jakarta, Kencana.
Xxxxxxx, Xxxxx, 2008, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media Publishing.
ND, Xxxxx Xxxxx, dan Xxxxxxxx Xxxxxx, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Xxxxx, Xxxxx, 2005, Hukum Pengangkutan di Laut, Medan, Pustaka Bangsa Press.
------------------, 2006, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, Medan, Cahaya Ilmu.
Xxxxxxxxxxx, Xxxxx M.P, 2009, Lay Judges dan Hakim Ad Hoc, Suatu Studi Teoritis Mengenai Sistem Pengadilan Pidana Indonesia, Jakarta, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Xxxxxxx, Xxxxxxxx, 1996, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxx, X. X. Xxxx dan Xxxxx X. Xxxxxxx, 2005, Teori Hukum, Bandung, Xxxxxx Xxxxxxx.
Xxxxxxx, Xxxxxx, 2012, Hukum Perjanjian Kontrak : Panduan Memahami Hukum Perikatan & Penerapan Surat Perjanjian Kontrak, Jakarta, Cakrawala.
Xxxxxx, X., 1999 Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bandung, Alumni. Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx, 2005, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi,
Medan, Pustaka Bangsa Press.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxx, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press.
----------------------, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Pers.
Suranto, 2004, Manajemen Operasional dan Angkutan Laut dan Kepelabuhanan serta Prosedur Impor Barang, Jakarta, PT.SUN.
---------, 2011, Manajemen Operasional Angkutan Laut dan Terminal Peti Kemas Pasca UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Medan, Gema Ind.
Suratman dan Philips Dillah, 2013, Metode Penelitian Hukum, Bandung, Alfabeta.
Xxxxxxxxxx, Xxxxxx, 1998, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Ujan, Xxxxx Xxx, 2001, Keadilan dan Xxxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx Keadilan Xxxx Xxxxx, Yogyakarta, Kanisius.
B. Peraturan Perundang – undangan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Undang-undang Nomor : 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Daerah Undang-undang Nomor : 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-13/MBU/09/2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan.