BAB II LANDASAN TEORI
A. Kontrak Kerja
BAB II LANDASAN TEORI
Kontrak adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis. Kontrak merupakan suatu perjanjian/perikatan yang sengaja dibuat secara tertulis sebagai alat bukti bagi para pihak yang berkepentingan. Pengertian kontrak (akad) umumnya diartikan sebagai penawaran dan penerimaan yang berakibat pada konsekuensi hukum tertentu. Kontrak berarti suatu kesepakatan yang bersandar pada penawaran dan penerimaan (ijab-qabul) antara pihak yang terlibat dalam kontrak dengan prinsip hukum dalam suatu urusan (objek).1
Dalam istilah fikih kontrak masuk dalam bab pembahasan akad. Pengertian akad secara etimologi berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dua segi. Secara terminologi, menurut Xxx Xxxxxx, akad adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab dan qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.2
Kontrak merupakan instrumen untuk memberikan perlindungan hak- hakyang melakukan kontrak. Karenamencakup hak, maka Islam mensyaratkan kontrak harus dibangun atasdasar kebebasan atau kehendak bebas, suka rela, dan tidak adanyapaksaan dari kedua belah pihak. Dalam hal ini Allah swt berfirman:
0 Xxxxxxx, Xxxxx xxxxxx Xxxxxxx Xxxxx (Xxxxxxx: PT RajaGrafindo Persada, 2015), 143.
2 Ibid.
نْ ةًرَاَتِِ نَوكُ َت نَْأ لاِإ لِطِ اَبْلاِب مْ كُ َن.يْ.َب مْ كُ َلاوَمَْأ اوُلكُ ْأَت لا اوُنمَآ نَ يِذَّلا اهَ.ُّيَأ اَي
مْ كُ نْمِ ضٍ
ارَ.َت
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan (gunakan) harta- harta kamu sesama kamu dengan jalan yang salah (tipu, judi dan sebagainya), kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan secara suka sama suka diantara kamu.3
Kontrak dilakukan dalam bentuk tertulis untuk menghindari perselisihan,kekhilafan, pengingkaran, atau tuduhan palsu yang dilakukan oleh salah satupihak yang melakukan kontrak. Dengan bukti tertulis atau saksi, kepastianakan tegaknya keadilan lebih terjamin, jika suatu saat terjadi perselisihan diantara mereka. Allah swt telah berfirman berkenaan dengan ini dalam surahal-Baqarah, yang berbunyi:
ُهوُبُتكْ اَف ىمًّ سَ مُ لٍجَ َأ لََِإ نٍ ْيدَِب مُْتنْ.َيادََت اذَِإ اوُنمَآ نَ يذَِّلا اهَ.ُّيَأ اَي
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberi tempo hingga kesuatu masa yang tertentu, maka hendaklah kamu menulis (hutang dan masa bayarannya) itu.4
3 Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 29.
4 Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 282.
Dalam kontrak kerja atau perjanjian kerja, menurut Sarjana Belanda yaitu Prof. Mr. M.G. Rood harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu5:
1. Adanya unsur pekerjaan (work)
Maksudnya adalah harus ada pekerjaan yang diperjanjikan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian kerja tersebut.
2. Adanya unsur pelayanan (service)
Xxxxx dalam kontrak kerja ada hubungan subordinatif, sehingga diharapkan memang pekerja menggunakan tenaganya untuk bekerja dengan sebaik-baiknya.
3. Adanya unsur waktu (time)
Bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut, haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Adanya unsur upah (payment)
Upah adalah kontraprestasi yang akan diterima oleh pekerja, setelah melaksanakan perjanjian kerja dengan sebaik-baiknya.
5 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), 133.
B. Ijarah (Sewa-Menyewa)
1. Pengertian Ijarah
Dalam Islam kerja kontrak dikenal dengan istilah ijarah. Ijarahmerupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam muamalah yaitu, sewa menyewa, kontrak, menjual jasa dan lain-lain.6
Ada beberapa definisi ijarah yang dikemukakan para ulama:7
a. Ulama Mahzab Hanafi mendefinisikan: “Transaksi terhadap suatu manfaat dengan suatu imbalan”.
b. Ulama Mahzab Syafi‟i mendefinisikan: “Transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat bisa dimanfaatkan, dengan suatu imbalan tertentu”.
c. Ulama Malikiyah dan Hanbaliyah mendefinisikannya: “Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan”.
Berdasarkan definisi- definisi di atas, maka akad al- ijarah tidak boleh dibatasi oleh syarat. Akad al- ijarah juga tidak berlaku bagi pepohonan untuk diambil buahnya, karena buah itu adalah materi (benda), sedangkan akad al- ijarah itu hanya ditujukan kepada manfaat saja.
Al- ijarah berasal dari kata Al Ajru yang berarti al ‘Iwadhu (ganti).
Dari sebab itu Ats Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah). Menurut
6 M. Xxx Xxxxx, Fiqh Muamalah Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), 227.
7Ibid, hlm 227-229
pengertian Syara’, al- ijarah ialah “suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian” Manfaat, terkadang berbentuk manfaat barang, seperti rumah untuk ditempati, atau mobil untuk dinaiki (dikendarai). Dan terkadang berbentuk karya, seperti karya seseorang insinyur pekerja bangunan, tukang tenun, tukang pewarna (celup), penjahit dan tukang binatu. Terkadang manfaat itu berbentuk sebagai kerja pribadi seseorang yang mencurahkan tenaga, seperti khadam (bujang) dan para pekerja. Pemilik yang menyewakan manfaat disebut Mu’ajjir (orang yang menyewakan). Pihak lain yang memberikan sewa disebut Musta’jir (orang yang menyewa = penyewa). Dan, sesuatu yang diakadkan untuk diambil manfaatnya disebut Ma’jur (sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat disebut Ajran atau Ujrah (upah). Manakala akad sewa menyewa telah berlangsung, penyewa sudah berhak mengambil manfaat. Dan orang yang menyewakan berhak pula mengambil upah, karena akad ini adalah Xx’xxxxxxx (penggantian).8
Secara terminologi, ijarah adalah yaitu sebagai berikut:
a. Menurut Xxxxxxxx xxx Xxxxxxxx Xxx-Xxxxxxx, ijarah adalah transaksi atas suatu manfaat yang mubah atas suatu barang tertentu atau yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam waktu
8 Xxxxxx Xxxxx, Fikih Sunnah 13 (Bandung: Xxxx‟xxxx, 1997), 15.
tertentu, atau transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui dengan upah yang diketahui pula.9
b. Menurut fatwa DSN-MUI, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.10
c. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ijarah adalah sewa barang dengan jangka waktu tertentu dengan pembayaran.11
Jadi, ijarah secara sederhana dapat diartikan dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu. Bila yang menjadi obyek transaksi adalah manfaat atau jasa dalam suatu benda disebut ijarah al’ain, seperti sewa menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi obyek transaksi merupakan manfaat atau jasa dan tenaga seseorang, maka disebut ijarah ad-dhimmah atau upah mengupah, seperti upah pekerja bangunan dan lain-lain.12
9 Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), 195.
10 Fatwa DSN-MUI No. 00/XXX-XXX/XX/0000 xxxxxxx Xxxxxxxxxx Xxxxxx.
11 Pasal 20 ayat (9) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
12 Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx, Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana, 2010), 227.
2. Dasar Hukum Ijarah
Dasar hukum yang menjadi pertimbangan bolehnya akad ijarah adalah firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surat Az-Zukhruf (43) ayat 32:
اَي.ْندُّلا ةِاَيَلْْ ا فِِ مْ
.َتشَ يِعمَ مْ هُ.َن.ْي.َب اَنمْ سَ قَ نُ نََْ
كَ ِّبرَ َةَحْْرَ نَومُ سِ قْ.َي مْ هَُأ
كَ ِّبرَ ُةَحْْرَوَ اًّيرِخْ سُ
اضً
عْ.َب مْ هُضُ
ْع.َب ذَخِ َّتَيِل تٍ اجَرَدَ ضٍ
عْ.َب قَ وَْ.ف مْ هُضَ
عْ.َب اَنعْ.َفرَوَ
نَوعُمَ يََْ
اَّمِِ رٌ.يْخَ
Artinya:
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
Ayat di atas menegaskan penganugrahan Allah, apalagi pemberi waktu, semata-mata adalah wewenang Allah, bukan manusia. Allah telah membagi sarana penghidupan manusia dalam kehidupan dunia, karena mereka tidak bisa melakukannya sendiri dan Allah telah meninggikan sebagian mereka dalam harta benda, ilmu, kekuatan, dan lain-lain atas sebagian yang lain. sehingga mereka dapat saling tolong-
xxxxxxxx dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena itu masing- masing saling membutuhkan dalam mencari dan mengatur kehidupannya, dan rahmat Allah baik dari apa yang mereka kumpulkan walau seluruh kekayaan dan kekuasaan duniawi, sehingga mereka dapat meraih kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.13
Dalam hadis riwayat Xxx Xxxx dari Sa’d Xxx Xxx Xxxxxxx, ia berkata: “Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak”.
Dan dalam riwayat ‘Xxx xx-Xxxxxx dari Abu Hurairah dan Xxx Xx’xx xx-Xxxxxx, Nabi SAW., bersabda: “Barangsiapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”.14 Hadits ini menerangkan tentang keabsahan akad ijarah di bidang ketenagakerjaan dan memberikan cara bagaimana kita melakukan sewa kontrak pekerjaan antara pemberi kerja dan tenaga kerja, hal ini untuk mencegah terjadinya perselisihan atau konflik industrial.15
Dasar dari ijma’ tentang ijarah dijelaskan dalam kotab fiqh sunah bahwa: Ijarah disyari’atkan telah menjadi kesepakatan umat dan tak seseorang pun ulama yang membantah kesepakatan itu.
13 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol. 12 (Ciputat: Lentera Hati, 2000), 561.
00 Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxx, 000.
15 Xxxxxx Xxxxxx, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2012), 192.
Kesepakatan ulama fuqaha dalam hal ini membolehkan untuk melangsungkan ijarah seperti mahdzab Xxxxxx dan Xxxxxx mengatakan, bahwa boleh melakukan kontrak kerja asal orang yang melakukan akad sudah mencapai usia baligh dan adanya kerelaan untuk melakukan akad ijarah dengan jalan yang baik. Kemudian mahzab Syafi’i dan Xxxxxxx, boleh melakukan kontrak kerja asal sudah memenuhi syarat dan rukunnya yaitu orang yang akan melakukan kontrak kerja harus berakal sehingga dapat melakukan kontrak kerja dengan baik.16
3. Macam-Macam Ijarah
Dilihat dari segi obyeknya ijarah dapat dibagi menjadi dua macam: yaitu ijarah yang bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan.17
a. Ijarah yang bersifat manfaat atau Ijarah ‘ain. Umpamanya, sewa- menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian (pengantin) dan perhiasan.Ijarah ‘ain, yaitu akad ijarah dengan obyek berupa jasa orang atau manfaat dari barang yang telah ditentukan secara spesifik. Seperti menyewa jasa pengajar yang telah ditentukan orangnya, menyewa jasa transportasi yang telah ditentukan mobilnya, dll. Dengan demikian, istilah ‘ain dalam konteks ini bukan ‘ain yang menjadi lawan kata manfa’ah, tetapi ‘ain yang
16 M. Xxx Xxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, 231.
17Ibid, hlm 236.
menjadi lawan kata dzimmah. Ijarah ini bisa juga disebut dengan
ijarah yang bersifat manfaat.
b. Ijarah yang bersifat pekerjaan atau ijarah dzimmah, ialah dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah dzimmah adalah ijarah dengan obyek berupa jasa orang atau manfaat dari barang yang berada dalam tanggungan mu’jir yang bersifat tidak tertentu secara fisik. Artinya, mu’jir memiliki tanggungan untuk memberikan layanan jasa atau manfaat yang disewa musta’jir, tanpa terikat dengan orang atau barang tertentu secara fisik. Seperti menyewa jasa transportasi untuk pengiriman barang ke suatu tempat tanpa menentukan mobil atau bus secara fisik, menyewa jasa servis HP tanpa menentukan servernya, menyewa jasa kontraktor pembangunan sebuah gedung tanpa menentukan pekerjanya secara fisik, dll.
Dalam kontrak ijarah dzimmah, apabila terdapat cacat pada obyek, tidak menetapkan hak khiyar bagi musta’jir. Demikian juga apabila obyek mengalami kerusakan di tengah masa kontrak, akad ijarah tidak batal. Artinya, pihak mu’jir tetap memiliki tanggungan untuk memberikan layanan jasa atau manfaat sesuai perjanjian hingga kontrak selesai. Sebab, ijarah tidak bersifat tertentu pada obyek yang mengalami kerusakan, melainkan obyek yang berada dalam tanggungan mu’jir, sehingga
mu’jirberkewajiban mengganti obyek yang cacat atau rusak. Dan ketika pihak mu’jir tidak sanggup memberikan ganti, musta’jir baru memiliki hak xxxxxx.00
Xxxxxx dzimmah disebut juga dengan Ijarah yang bersifat pekerjaan (Al-Ijarah ala al-a‟mal); yaitu dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan sesuatu.19 Orang yang dipekerjakan dalam ijarah ada dua macam, yaitu orang sewaan Khusus dan Umum. Yang dimaksudkan dengan khusus adalah orang yang disewa untuk jangka waktu tertentu untuk bekerja. Jika waktunya tidak tertentu, sewa-menyewa menjadi tidak sah. Penyewa yang disewa mempunyai hak untuk membatalkannya, kapan ia menginginkan.
Dalam ijarah, jika seorang ajir (xxxxxx) menyerahkan diri kepada musta’jir (orang yang menyewa) untuk suatu masa tertentu, maka ia tidak mempunyai hak kecuali ajrul el mutsul (bayaran serupa dengan yang semisalnya) tentang perolehan di mana ia bekerja pada masa tersebut.Selama masa yang telah ditentukan, sewaan khusus ini tidak boleh bekerja kepada orang lain, selain orang yang telah berakad dengannya. Jika ia bekerja untuk kepentingan pihak lain pada masa itu, upahnya dikurangi sesuai dengan kerjanya.Xxxxxxxx ia telah menyerahkan dirinya, ia berhak memperoleh bayaran sepanjang ia tidak membantah untuk
00 Xxx Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxxxxx Xxxxx Muamalah: Diskursus Metodologis Konsep Interaksi Sosial-Ekonomi (Kediri: Lirboyo Press, 2013), 287-289.
19 M. Xxxxx Xxxxxx, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Logunng Pustaka, 2009), 187.
mengerjakan pekerjaan yang karenanya ia disewa (dibayar). Dia pun berhak mendapatkan bayaran penuh jika si penyewa membatalkan ijarah sebelum berakhirnya masa yang disepakati, selagi ia tidak uzur yang mengharuskan terjadinya fasakh. Seperti orang sewaan (ajir) tidak mampu bekerja atau terserang penyakit yang menyebabkan ia tidak mungkin melakukan tugas kewajibannya.
Jika didapati adanya uzur berupa cela atau lemah, musta’jir boleh membatalkan ijarah. Dan si ajir (yang disewa) tidak mendapatkan bayaran kecuali untuk waktu di mana ia bekerja padanya, dan si musta’jir tidak berkewajiban membayar penuh. Dan ajir khas (orang sewaan khusus) tak ubahnya seperti wakil di mana ia sebagai orang kepercayaan tentang tugasnya, maka ia tidak berkewajiban menjamin apa-apa yang rusak kecuali dengan sengaja atau secara berlebih-lebihan. Jika dengan cara berlebih- lebihan atau dengan unsur kesengajaan ia wajib menggantinya, seperti halnya orang-orang yang diberikan amanat lainnya. Tinjauan dalam al-ijarah (sewa-menyewa) ini serupa dengan tinjauan dalam jual-beli. Yakni, pokok-pokok permasalahannya berkisar seputar tinjauan tentang macam-macam sewa-menyewa, syarat-syarat sah dan batalnya, serta hukum yang berkenaan dengan sewa-menyewa. Dan hal itu pada satu persatu jenisnya.
Yakni yang khusus berkenaan dengan satu persatunya dan yang lebih dari satu jenis (macam).20
4. Rukun dan Syarat Ijarah
Rukun adalah unsur-unsur yang membentuk sesuatu sehingga sesuatu itu terwujud karena adanya unsur-unsur tersebut yang membentuknya. Rukun ijarah ada empat, yaitu:21
a. Shighat,yaitu ijab qabul. Kedua pihak yang melakukan akad menyatakan, kerelaannya untuk melakukan akad ijarah itu. Apabila salah seorang di antara keduanya terpaksa melakukan akad, maka akadnya tidak sah. Sebagai landasannya adalah firman Allah:
نَوكُ َت نَْأ لاِإ لِطِ اَبْلاِب مْ كُ َن.يْ.َب مْ كُ َلاوَمَْأ اوُلكُ ْأَت لا اوُنمَآ نَ يذَِّلا اهَ.ُّيَأ اَي
مْ كُ نْمِ ضٍ
ارَ.َت نْ عَ
ةًرَاَتِِ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
20 Xxxxxx Xxxxx, Fikih Sunnah 13 (Bandung:Xxxx‟xxxx, 1997), 31-32.
00 Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxx, 000.
b. Muta’aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi), yaitu orang yang menyewakan (mu’jir) dan orang yang menyewa (musta’jir). Disyaratkan bagi kedua orang yang berakad, adalah telah baligh dan berakal (Mahzab Syafi‟i dan Hanbali). Dengan demikian, apabila orang itu belum atau tidak berakal, seperti anak kecil atau orang gila, menyewakan hartanya, atau diri mereka sebagai buruh (tenaga dan ilmu boleh disewa), maka ijarahnya tidak sah. Berbeda dengan mahzab Xxxxxx dan Xxxxxx mengatakan, bahwa orang yang melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ijarah dengan ketentuan, disetujui oleh walinya.
c. Ma’qud ‘alaih (manfaat yang ditransaksikan) Manfaat yang
menjadi obyek ijarah harus diketahui secara jelas, sehingga tidak terjadi perselisihan dibelakang hari. Jika manfaatnya tidak jelas, maka akad itu tidak sah. Seperti menempati rumah, melayani seseorang, mengajar suatu ilmu, dan lain sebagainya. Manfaat dalam ijarah adalah mubah, tidak sah manfaat yang haram. Obyek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Oleh sebab itu ulama fikih sependapat, bahwa tidak boleh menggaji tukang sihir, tidak boleh menyewa orang untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak boleh menyewakan rumah untuk tempat berjudi atau tempat prostitusi (pelacuran). Demikianlah juga tidak boleh
menyewakan rumah kepada non- muslim untuk tempat mereka beribadat.
d. Upah atau ujrah. Upah adalah sesuatu yang wajib diberikan oleh penyewa sebagai kompensasi dari manfaat yang ia dapatkan. Upah ini harus jelas.
e. Menyebutkan kriteria (awshaf) barang yang disewa secara spesifik, yang bisa berpengaruh terhadap minat (gharadl), sebagaimana kriteria dalam muslam fih.22
5. SyaratIjarah
Untuk sahnya sewa-menyewa (ijarah) pertama kali harus dilihat terlebih dahulu adalah orang yang akan melakukan perjanjian sewa- menyewa tersebut, yaitu apakah kedua belah pihak telah memenuhi syarat untuk melakukan perjanjian pada umumnya.
Unsur yang terpenting untuk diperhatikan yaitu kedua belah pihak cakap bertindak dalam hukum yaitu punya kemampuan untuk dapat membedakan yang baik dan yang buruk (berakal). Imam Xxxxx’i dan Xxxx Xxxxxxx menambahkan satu syarat lagi, yaitu dewasa (baligh), perjanjian sewa menyewa yang dilakukan oleh orang yang belum dewasa menurut mereka adalah tidak sah, walaupun mereka
22 M. Xxxxx Xxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, 188.
sudah berkemampuan untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk (berakal).23
Selain di atas, ada beberapa syarat sahnya perjanjian sewa menyewa (ijarah) yang harus terpenuhi sebagai berikut:24
a. Masing-masing pihak rela untuk melakukan perjanjian sewa- menyewa, maksudnya kalau di dalam perjanjian sewa- menyewa itu terdapat unsur paksaan, maka sewa menyewa itu tidak sah.
Firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 29
َنوكُ َت نَْأ لاِإ لِطِ اَبْلاِب مْ كُ َن.يَْ.ب مْ كُ َلاوَمَْأ اوُلكُ ْأَت لا اوُنمَآ نَ يِذَّلا اهَ.ُّيَأ اَي
امً يحِرَ مْ كُ ِب نَ اكَ َهَّللا نَّ ِإ مْ كُ سَ فُ.ْنَأ اوُل.ُتقْ.َت لاوَ مْ كُ نْمِ ضٍ ارََ.ت نْ عَ ةًرَاَتِِ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama- suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Kerelaan atau keridhaan ini masih berkaitan dengan ‘urf atau adat kebiasaan. ‘Urf memiliki beberapa kaidah diantaranya:
1) ةمكمح ةداعلا
“Adat kebiasaan itu bisa menjadi hukum”
23 Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx, Fiqh Lima Madzhab (x.xx: Lentera, 1999), 685.
24 Chairuman Pasaribu dan Xxxxxxxxxx X. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 53-54.
2) ةنكم لأاو ةنمزلأايرغت ركنيلا
“Tidak diingkari perubahan hukum disebabkan perubahan zaman dan tempat.”
3) ئراطلا فرعلل ةبرعلا
“’Urf yang datang kemudian tidak dijadikan sandaran hukun terhadap kasus yang telah lama.”
Para ulama ushul fiqh sepakat bahwa hukum-hukum yang didasarkan kepada ‘urf bisa berubah sesuai dengan perubahan masyarakat pada zaman tertentu. Sebagai konsekuensinya, mau tidak mau hukum juga berubah mengikuti perubahan ‘urf tersebut. Dalam konteks ini, berlaku kaidah yang menyebutkan:25
تائيبلاو صاخشلأاو لاوحلأاو ةنكملأاو ةنمزلأا يرغتب يرغتي مكلْا
“Ketentuan hukum dapat berubah dengan terjadinya perubahan waktu, tempat, keadaan, individu, dan perubahan lingkungan.
b. Harus jelas dan terang mengenai obyek yang diperjanjian Maksudnya harus jelas dan terang mengenai obyek sewa
menyewa, yaitu barang yang dipersewakan disaksikan sendiri, termasuk juga masa sewa (lama waktu sewa menyewa berlangsung dan besarnya uang sewa yang diperjanjian).
25 Xxxxx Xxxxxx, Ushul Fiqh, 143.
Dalam hal kontrak kerja termasuk juga jelas dalam hal suatu pekerjaan yang akan dikerjakan, upah yang akan diterima, masa waktu bekerja dan lain sebagainya.26
1) Bentuk dan Jenis pekerjaan
Transaksi ijarah (transaksi/akad terhadap jasa tertentu dengan disertai imbalan/kompensasi) untuk melakukan setiap pekerjaan halal, baik menyangkut bisnis di bidang pertanian, industri, perdagangan, pendidikan maupun berbagai bentuk muamalah lain, hukumnya halal.
Menentukan bentuk dan jenis pekerjaan sekaligus menentukan siapa pekerja yang akan melakukan pekerjaan tersebut adalah penting, agar dapat diketahui seberapa besar kadar pengorbanan yang dikeluarkan. Juga disyaratkan agar ketentuannya bisa menghilangkan kekaburan persepsi sehingga transaksi ijarah tersebut berlangsung secara jelas. Setiap transaksi ijarah disyaratkan harus jelas. Apabila ada unsur kekaburan, status hukumnya tidak sah.27
Pekerjaan yang menjadi obyek ijarah tidak berupa pekerjaan yang telah menjadi kewajiban pihak musta’jir (pekerja) sebelum berlangsung akad ijarah, seperti kewajiban membayar hutang, mengembalikan pinjaman,
26 Xxxxx Xxxxx, Xxxx Xxxxxxxx (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), 36-37.
27 Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx, Menggagas Bisnis islami
(Jakarta: Gema Insani, 2002), 192.
menyusui anak, dan lain-lain. Demikian pula tidak sah mengupah perbuatan ibadah seperti shalat, puasa dan lainlain. Sehubungan dengan prinsip ini terdapat perbedaan pendapt mengenai ijarah terhadap pekerjaan seorang mu’adzin (juru azan) imam, dan pengajar AlQur’an, memandikan jenazah. Menurut Xxxxxx Xxxxxxxxx dan Xxxxxxxxx tidak sah. Alasan mereka perbuatan tersebut tergolong pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah. Dalam hal ini mereka berpegang kepada kaidah:
ةعاطلا ىلعرجؤتسلما نمرجلأا قحتسي لا
“Tidak ada hak upah atas orang yang melakukan amal kepatuhan”
Menurut Xxxx Xxxxx dan Imam Xxxxx’i ijarah atas pengajaran al-Qur’an, mengumandangkan adzan dan menjadi imam masjid adalah boleh. Karena ijarah tersebut berlaku pada suatu pekerjaan yang jelas dan bukan merupakan kewajiban pribadi. Namun Imam Xxxxx’i tidak membenarkan ijarah atas imam shalat fardhu. Dalam hal ibadah haji Imam Syafi’i membolehkan ijarah untuk melaksanakan manasik haji.28
28 Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontektual (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), 186.
2) Masa Kerja
Dari segi masa kerja yang ditetapkan, transaksi ijarah dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut:
a) Ada transaksi yang hanya menyebutkan takaran kerja pekerjaan yang dikontrak saja tanpa harus menyebut masa kontrak/kerjanya, seperti pekerjaan menjahit pakaian dengan model tertentu sampai selesai; maka berapa pun lamanya, seorang pekerja harus menyelesaikan pakaian tersebut.
b) Ada transaksi ijarah yang hanya menyebutkan masa kerjanya tanpa harus menyebutkan takaran kerja. Contohnya, pekerjaan memperbaiki bangunan selama satu bulan. Bila demikian, orang tersebut harus memperbaiki bangunan selama satu bulan, baik bangunan tersebut selesai diperbaiki maupun tidak.
c) Ada transaksi ijarah yang menyebutkan masa kerjanya sekaligus menyebutkan takaran kerjanya. Misalnya, pekerjaan membangun rumah yang harus selesai dalam waktu tiga bulan.29
Penjelasan waktu atau lamanya massa akad berlaku, menurut jumhur ulama tidak memberikan batasan
maksimal atau minimal. Jadi, dibolehkan selamanya dengan syarat asalnya masih tetap ada sebab tidak ada dalil yang mengharuskan untuk membatasinya.
Ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan untuk penetapan awal waktu akad, sedangkan ulama Syafi’iyah mensyaratkannya sebab bila tak dibatasi hal itu dapat menyebabkan ketidaktahuan waktu yang wajib dipenuhi. Sedangkan untuk penjelasan waktu kerja sangat bergantung pada pekerjaan dan kesepakatan dalam akad.30
3) Upah Kerja
Disyaratkan pula agar upah dalam transaksi ijarah disebutkan secara jelas. Diriwayatkan dari Xxxx Xxx’xx yang berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak (tenaga) seorang ajir, hendaknya dia memberitahukan tentang upahnya.” (HR Ad-Daruquthni)
Xxxx Xxxxx juga meriwayatkan sebuah hadits dari Xxx Xx’xx, “Nabi SAW melarang mengontrak seorang ajir hingga upahnya jelas bagi ajir tersebut.”31
30 Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), 127.
Upah atau ujrah dapat diklasifikasikan menjadi dua: Upah diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu:
a) Upah yang sepadan (ujroh al-misli)
Ujroh al-misli adalah upah yang sepadan dengan kerjanyaserta sepadan dengan jenis pekerjaannya, sesuai dengan jumlah nilaiyang disebutkan dan disepakati oleh kedua belah pihak yaitupemberi kerja dan penerima kerja pada saat transaksi pembelian jasa,maka dengan itu untuk menentukan tarif upah atas kedua belah pihakyang melakukan transaksi pembeli jasa, tetapi belum menentukanupah yang disepakati maka mereka harus menentukan upah yangwajar sesuai dengan pekerjaanya atau upah yang dalam situasinormal bisa diberlakukan dan sepadan dengan tingkat jenispekerjaan tersebut. Tujuan ditentukannya tarif upah yang sepadanadalah untuk menjaga kepentingan kedua belah pihak danmenghindarkan adanya unsur eksploitasi didalam transaksi dengandemikian, melalui tarif upah yang sepadan, setiap perselisian
yangterjadi didalam transaksi jual beli jasa akan dapat terselesaikansecara adil.32
Dalam dunia Islam pihak-pihak yang dapat menentukan upah karyawan adalah sebagai berikut :
• Buruh dan pemilik usaha, keduanya bersepakat dalammenentukannya.
• Serikat buruh, ini dikarenakan mereka berkompeten dalam menentukan upah buruh bersama pemilik usaha dengan syarat kaum buruh memberikan kewenangan kepada mereka untuk melakukannya.
• Negara, namun disyaratkan bahwa dalam
intervensinya negara tidak menghilangkan hak- hak buruh maupun hak-hak pemilik usaha. Apabila upah telah ditentukan, maka buruh memiliki kemerdekaan penuh untuk menerima atau menolaknya tanpa adanya unsur paksaan.33
b) Upah yang telah disebutkan (ujroh al-musamma) Upah yang disebut (ujroh al-musamma)
syaratnya ketikadisebutkan harus disertai adanya kerelaan kedua belah pihak yangsedang melakukan
00 X. Xxxxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxxxxxxxx Xxxxxx: Perspektif Etika Politik Xxxx Xxxxxxxx
(Jakarta:Logos, 1999), 99-100.
33Baqir Syarif al-Qarasyi, Keringat Buruh, Cetakan Pertama (Jakarta : Xx-Xxxx, 0000), 000.
xxxxxxxxx xxxxxxxx xxxx tersebut. Dengan demikian, pihak musta’jir tidak boleh dipaksa untuk membayarlebih besar dari apa yang telah disebutkan, sebagaimana pihak ajirjuga tidak boleh dipaksa untuk mendapatkan lebih kecil dari apayang telah disebutkan, melainkan upah tersebut merupakan upahyang wajib mengikuti ketentuan syara’. Apabila upah tersebutdisebutkan pada saat melakukan transaksi, maka upah tersebutmerupakan upah yang disebutkan (ajrun musamma). Apabilabelum disebutkan atau terjadi perselisihan upah yang telahdisebutkan maka upahnya bisa berlaku upah yang sepadan (ajrunmisli).34
Upah atau ujrah dalam akad ijarah ‘ain, bisa dimiliki
oleh mu’jir sejak akad berlangsung, baik ujrah yang ditentukan (mu’ayyan) atau ujrah yang berada dalam tanggungan (fi dzimmah). Hanya saja, hak milik ini masih lemah dan hanya bersifat potensial. Dalam arti, hak milik mu’jir atas ujrah berjalan dinamis seiring berjalannya masa kontrak, sehingga ujrah yang benar-benar dimiliki mu’jir secara faktual, hanyalah ujrah dari masa kontrak yang telah berjalan, sedangkan ujrah dari masa kontrak
34 Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam (, Surabaya: RisalahGusti, 1996), 103.
yang belum berjalan, belum bersifat permanen atau faktual, karena masih ada potensi tidak dimiliki, misalnya akad ijarah batal akibat kerusakan obyek ijarah. Seluruh ujrah baru bisa dimiliki mu’jir secara permanen atau faktual, apabila seluruh masa kontrak telah selesai, baik jasa atau manfaat digunakan oleh musta’jir atau tidak, sebab dengan habisnya masa kontrak, jasa atau manfaat telah hilang (talaf) di tangan musta’jir.
Sedangkan ujrah dalam akad ijarah dzimmah, bisa dimiliki oleh mu’jir secara tetap atau permanen sejak akad berlangsung, sebab akad ijarah dzimmah tidak akan batal dengan kerusakan obyek ijarah.35
Terkait masalah upah, upah harus berupa mal mutaqawwim dan upah tersebut harus dinyatakan secara jelas. Persyaratan ini ditetapkan berdasarkan sabda Rasulullah yang artinya: Barangsiapa mempekerjakan buruh hendaklah menjelaskan upahnya. Menurut jumhur ulama selain Malikiyah, mempekerjakan orang dengan upah makan, merupakan contoh upah yang tidak jelas karena mengandung unsur jihalah (ketidakpastian) dan itu tidak sah. Fuqaha Malikiyah menetapkan keabsahan ijarah tersebut sepanjang ukuran upah yang dimaksudkan dapat
35 Xxx Xxxxxx Xxxxxxx, Metodologi Xxxxx Xxxxxxxx, 291.
diketahui berdasarkan adat kebiasaan. Upah juga harus berbeda dengan jenis obyeknya. Karena itu hukumnya tidak sah, karena dapat mengantarkan kepada praktek riba.36
4) Tenaga yang Dicurahkan Saat Bekerja
Transaksi ijarah dilakukan seorang musta’jir dengan seorang ajir atas jasa dari tenaga yang dicurahkannya, sedangkan upahnya ditentukan berdasarkan jasa yang diberikannya. Adapun berapa besar tenaga yang dicurahkan bukanlah standar upah seseorang serta standar dari besarnya jasa yang diberikan, sebab jika demikian, tentunya upah seorang tukang becak harusnya lebih besar dibandingkan dengan upah yang diterima seorang sarjana karena tenaga yang dicurahkan tukang becak lebih besar dibandingkan sarjana. Karena itu, upah merupakan imbalan dari jasa dan bukan imbalan dari tenaga yang dicurahkan.
Begitu pula upah yang bisa berbeda dan beragam
karena perbedaan jenis pekerjaan atau untuk pekerjaan yang sama, namun berbeda jasa yang diberikan. Upah akan mengalami perbedaan dengan adanya peerbedaan nilai jasanya, bukan perbedaan jerih payah atau tenaga
yang dicurahkan. Demikian juga transaksi yang dilakukan terhadap pekerjaan seorang tukang becak dan sarjana di atas adalah transaksi terhada jasa seorang ajir dan bukan terhadap tenaganya. Sementara itu, jerih payah (tenaga) tersebut secara mutlak tidak pernah dinilai dalam menentukan besarnya upah. Meskipun memang benar bahwa jasa dalan suatu pekerjaan adalah karena hasil jerih payah (tenaga), namun yang diperhatikan adalah jasa (manfaat) yang diberikan dan bukan sekadar tenaganya, meskipun tenaga tersebut tetap diperlukan.
Karena itu, dalam transaksi ijarah haruslah ditetapkan tenaga yang harus dicurahkan oleh para pekerja sehingga para pekerja tersebut tidak dibebani dengan pekerjaan yang berada di luar kapasitasnya.37
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya...” (al-Baqarah: 286).
Nabi SAW juga bersabda, “Apabila aku telah memerintahkan kepada kalian suatu perintah, tunaikanlah perintah itu semampu kalian.”(HR Xxxx Xxxxxxx dan Muslim, dari Abu Hurairah)
Karena itu, tidak diperbolehkan untuk menuntut seorang pekerja agar mencurahkan tenaga kecuali sesuai
dengan kapasitas kemampuannya yang wajar. Karena tenaga tersebut tidak mungkin dibatasi dengan takaran yang baku, membatasi jam kerja dalam sehari adalah takaran yang lebih mendekati pembatasan tersebut sehingga pembatasan jam kerja sekaligus merupakan tindakan pembatasan tenaga yang harus dikeluarkan oleh seorang ajir.
Dengan begitu, pekerjaan tersebut benar-benar telah ditentukan bentuknya, masa, upah, dan tenaga yang harus dicurahkan dalam melaksanakannya. Atas dasar inilah, ketika xxxxx’ memperbolehkan menggunakan pekerja, syara’ juga ikut menetapkan pekerjaanya, jenis, masa, upah serta tenaganya. Adapun upah yang diperoleh oleh seorang ajir sebagai imbalan dari kerja yang dia lakukan itu merupakan hak milik orang tersebut, sebagai konsekuensi tenaga yang telah dia curahkan.38
c. Obyek sewa menyewa dapat digunakan sesuai peruntukannya Maksudnya kegunaan barang yang disewakan itu harus
jelas, dan dapat dimanfaatkan oleh penyewa sesuai dengan peruntukannya (kegunaan) barang tersebut, seandainya barang
itu tidak dapat digunakan sebagaimana yang diperjanjikan maka perjanjian sewa menyewa itu dapat dibatalkan.
Dan dalam hal kontrak kerja dapat diartikan hasil suatu pekerjaan yang telah dikerjakan itu sesuai dengan yang telah diperjanjikan sebelumnya, sehingga pengusaha merasa tidak dirugikan.
d. Obyek sewa menyewa dapat diserahkan
Maksudnya barang yang diperjanjikan dalam sewa menyewa harus dapat diserahkan sesuai dengan yang diperjanjikan, dalam hal kontrak kerja dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan tersebut harus sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara kedua pihak.
e. Kemanfaatan obyek yang diperjanjikan adalah yang dibolehkan dalam agama
Perjanjian sewa menyewa barang yang kemanfaatannya tidak dibolehkan oleh ketentuan hukum agama adalah tidak sah dan wajib untuk ditinggalkan. Dalam hal kontrak kerja semisal orang menyewakan seseorang untuk membunuh seseorang secara aniaya itu akan menjadikan ijarah batal, karena upah yang diberikan adalah penggantian dari yang
diharamkan, dan masuk ke dalam kategori memakan uang hasil pekerjaan yang dilarang oleh agama.
6. Berakhirnya Ijarah
Ijarah atau perjanjian kerja biasanya dibuat untuk jangka waktu tertentu, dengan kemungkinan untuk diperpanjang sesuai dengan kesepakatan antara pihak pemberi kerja dengan pihak penerima kerja.
a. Salah satu pihak meninggal dunia.
b. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir atau selesainya masa kontrak, baik dengan habisnya masa kontrak dalam akad ijarah yang dibatasi dengan waktu (muddah) atau dengan rampungnya pekerjaan dalam akad ijarah yang dibatasi dengan ‘amal.39
c. Terjadinya kerusakan pada barang sewaan (ijarah ‘ain) di tengah masa ijarah.
d. Berakhirnya dengan akad iqalah yaitu pembatalan akad atas dasar kesepakatan antara xxxxx xxxxx xxxxx.00
0. Xxxxxx Xxxxxx
Xxxxxx disyari‟atkan, karena manusia menghajatkannya. Mereka membutuhkan rumah untuk tempat tinggal, sebagian mereka membutuhkan sebagian lainnya, mereka butuh kepada binatang untuk
39 Xxx Xxxxxx Xxxxxxx, Metodologi Xxxxx Xxxxxxxx, 293.
40 Xxxxx Xxxx Xxxxxxx Xxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, 128.
kendaraan dan angkutan, membutuhkan berbagai peralatan untuk digunakan dalam kebutuhan hidup mereka membutuhkan tanah untuk bercocok tanam.
Adapun hikmah diadakannya ijarah antara lain:41
a. Membina ketentraman dan kebahagiaan. Dengan adanya ijarah, akan mampu membina kerja sama antara mu‟jir dan musta‟jir
b. Memenuhi nafkah keluarga, salah satu kewajiban seorang muslim adalah memberikan nafkah kepada keluarganya, yang meliputi isteri, anak- anak dan tanggung jawab lainnya.
c. Memenuhi hajat hidup masyarakat, dengan adanya ijarah khususnya tentang pemakaian jasa, maka akan mampu memenuhi hajat hidup masyarakat.
d. Menolak kemungkaran, diantara tujuan ideal berusaha adalah dapat menolak kemungkaran besar akan dilakukan oleh yang menganggur.
00 X. Xxx Xxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, 000.