IMPLEMENTASI PASAL 1238 KUH PERDATA TERHADAP PENENTUAN DEBITOR YANG CIDERA JANJI DALAM PERJANJIAN KREDIT1
IMPLEMENTASI PASAL 1238 KUH PERDATA TERHADAP PENENTUAN DEBITOR YANG CIDERA JANJI DALAM PERJANJIAN KREDIT1
Oleh: Xxxxx Xxxxxx Xxxxx Pangemanan2
ABSTRAK
Perjanjian kredit adalah perjanjian antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur. Perjanjian ini dilakukan atas kesepakatan berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata.Perjanjian ini menjadi bermasalah ketika debitur mengalami kendala dalam pembayaran cicilan kredit sehingga kredit macet.Pasal 1238 KUH Perdata telah mengatur tentang sistem penetapan debitur cidera janji (wanprestasi).Di mana harus melalui beberapa tahapan seperti somasi dan Pernyataan Cidera Janji.Dalam praktik, bank seringkali mengabaikan prosedur tersebut, bank langsung menentukan atau menetapkan debitur cidera janji dan kredit yang diberikan dinyatakan macet. Kemudian tanpa melalui proses atau tahapan berupa somasi untuk sampai pada pernyataan Debitur Cidera Janji, dan memperhatikan keadaan Debitur (debitur beritikat baik), sebagaimana yang diisyaratkan oleh pasal 1238 KUH Perdata, Bank (Kreditur) langsung melakukan pengelolaan objek jaminan. Hal tersebut sering teradi oleh karena perlindungan terhadap Debitur Cidera Xxxxx tidak diatur dalam sistim hukum perbankan.Sesuai Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, bank berhak melakukan tindakan- tindakan debitur kredit macet berupa penyitaan dan pelelangan.Hal itulah yang menimbulkan ketidakadilan sesuai penelitian ini. Sebagai kesimpulan bahwa Pasal 1238 telah memberikan perlindungan terhadap debitur cidera janji tetapi Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 belum mengatur tentang perlindungan tersebut.
Kata kunci: Implementasi Pasal 1238 KUH Perdata, Debitor, Cidera Janji, Perjanjian Kredit.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perjanjian kredit seringkali terjadi kredit macet.Akibat debitur cidera janji
1 Artikel Tesis. Dosen Pembimbing: Dr. Xxxxxxx X. Xxxxxxx, SH, MH; Dr. Xxxx X. X. Sondakh, SH, MH
2 Mahasiswa pada Pascasarjana Universitas Xxx Xxxxxxxxx, NIM. 16202108036
(wanprestasi). Hal itu menjadi permasalahan yang selalu muncul dalam perjanjian kredit. Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perkataan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak.Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi “tidak ditentukan”, maka perlu memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya dalam perjanjian, maka debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan. Dua situasi tersebut menempatkan Debitur dalam keadaan lalai. Akan tetapi untuk sampai ketahap Debitur dinyatakan cidera janji, baik ada atau tidak ditentukannya tenggang waktu dalam perjanjian, terhadap Debitur sebelum melakukan tuntutan pengembalian ganti rugi oleh Kreditur sebagaimana yang ditegaskan dalam pasal 1243 KUH Perdataperlu terlebih dahulu diberi peringatan (somasi), Debitur perlu diberi peringatan tertulis yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan.Jika dalam waktu itu debitur tidak memenuhinya, debitur dinyatakan telah cidera janji (wanprestasi) melalui suatu pernyataan Cidera janji oleh pihak Kreditur.
Yang menjadi dasar bagi seseorang agar dapat diberikan kredit adalah kepercayaan atau seseorang yang mendapatkan kepercayaan dari pihak Kreditur atau Bank. 3 Sedangkan dasar hukum dari pemberian kredit didasari pada ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang dikenal sebagai pasal yang mengandung asas kebebasan berkontrak, sehingga terhadap kedua belah pihak baik Kreditur maupun Debitur, bebas untuk menyatakan pendapatnya maupun menyepakati apa yang dikehendakinya.Dalam menjalankan apa yang diperjanjikan tentunya baik Kreditur maupun Debitur mempunyai posisi yang seimbang, dimana Keseimbangan dimaksud adalah menghendaki kedua belah pihak.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah implementasi pasal 1238 KUH Perdata terhadap penentuan
3 Xxxx Xxxxxxx, Op. Cit.hal.74
Debitur cidera janji dalam perjanjian kredit?
2. Bagaimanakah dampak dari penentuan debitor cidera janji dalam perjanjian kredit?
C. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan sebuah entitas yang tak terpisahkan dalam sebuah penelitian. Sebab, metode penelitian merupakan sebuah sistem kerja yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian.Berkaitan dengan hal ini, Xx. Xxxxxxxxx, S.H., M.Hum.menyatakan bahwa metodologi penelitian merupakan dasar bagi proses penemuan sesuai dengan disiplin ilmu yang dibangun oleh peneliti. Sebagai jembatan yang menghubungkan antara dunia ontologi dengan aksiologi, juga antara dunia das sollen dan das sein sehinggakesenjangan yang terjadi di lapangan atau yang berkecamuk dalam dunia pemikiran dapat terumuskan jawabannya.
Jenis Penelitian
Merujuk pada latar belakang dan rumusan masalah yang diambil, maka penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian hukum normatif.Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. Penelitian yang akan dibahas ini dapat dimasukkan ke dalam kategori penelitian hukum normatif, oleh karena itu peneliti memilih judul Implementasi Pasal 1238 KUHPerdata (BW) Terhadap Penentuan Debitor Yang Cidera Janji Dalam Perjanjian Kredit.
Bahan Hukum
Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat disebut sebagai data Primer dan data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka atau yang disebut dengan data Sekunder. Didalam penelitian ini data sekunder mencakup:
1. Bahan Primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, yang terdiri dari:
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW).
b. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
c. Undang-undang Perbankan Indonesia Nomor 120 Tahun 1998
2. BahanSekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahanhukum primer yang terdiri dari buku-buku, putusan pengadilan, makalah,hasil karya dari kalangan hukum, jurnal.
3. Bahan Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia dan kamus besar bahasa Inggris.4
Prosedur Pengumpulan Bahan hukum dan Data
Berisi uraian logis prosedur pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, bagaimana bahan hukum tersebut diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan dengan masalah yang dibahas.Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan, disistematisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku.
Prosedur Analisis
Dalam penelitian dengan menggunakan prosedur yuridis normatif akan melakukan 4 (empat) langkah:
1. Analisis perundang-undangan;
2. Analisis sinkronisasi aturan yang satu dengan aturan yang lain;
3. Analisis sinkronisasi antara aturan dan kebijakan;
4. Analisis perbandingan hukum Indonesia dan negara lain;
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Pasal 1238 KUH Perdata Terhadap Penentuan Debitur Cidera Janji Dalam Perjanjian Kredit
1. Debitur Cedera Xxxxx dalam perjanjian kredit menurut Hukum Perdata
Dalam ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata (BW) mengatur bahwa “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap
4 Op-cit
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. ”Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perkataan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi “tidak ditentukan”, perlu memperingatkan debitur (somatie) supaya ia memenuhi prestasi.Debitur perlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu debitur tidak memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau wanprestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian atau keadaan lalai itu terjadi dengan sendirinya.
Pasal 1243 KUH Perdata mengatur bahwa tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila si berutang telah diberi peringatan bahwa ia melalaikan kewajibannya namun kemudian ia tetap melalaikannya. Peringatan ini dilakukan secara tertulis yang dikenal dengan somasi. Jika kita mencermati apa yang disebutkan dalam pasal 1238 KUH Perdata, maka dalam pasal tersebut menjelaskan ada dua bentuk keadaan yang membawa akibat lalai dari suatu perjanjian. Pertama perjanjian yang tidak menentukan adanya batas atau tenggang waktu pelunasan sehingga perlu adanya peringatan tertulis sebagai peringatan untuk menyatakan debitur cidera janji, sehingga jika peringatan tersebut tidak diindahkan maka si berhutang telah berada dalam keadaan cidera janji (wanprestasi). Kedua perjanjian yang ada menentukan atau mencantumkan tenggang waktu atau batas waktu pelunasan, sehingga dengan tidak dilunasinya hutang sebagaimana batas waktu yang ditentukan dalam perjanjian, maka terhadap ia si berhutang dengan sendirinya telah berada dalam keadaan cidera janji (wanprestasi). Sehingga untuk dapat melakukan tuntutan terhadap Debitur yang cidera janji (wanprestasi) sebagaimana diisyaratkan dalam pasal 1243 KUH Perdata, tentunya harus terlebih dahulu pihak Kreditur melakukan somasi atau peringatan untuk sampai pada pernyataan debitur cidra janji.
2. Debitur Cedera Janji dalam Sistem Hukum Perbankan
Pernyataan cedera janji dalam sistim hukum perbankan tidak diatur secara khusus dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998,undang
–undang tersebut hanya mengatur tentang upaya-upaya penyelesaian terkait permasalahan kredit macet, yang diawali dengan peryataan debitur cider janji (wanprestasi). kredit macet dalam sistem hukum perbankan selalu dianggap sebagai kelalaian debitur dengan sengaja tanpa memperhatikan apa yang menjadi penyebab kelalaian dan mempedulikan adanya Debitur yang beritikat xxxx.Xxxx hanya melakukan penyelamatan terjadi kredit macet, tidak mengatur tentang status debitur kredit macet terkait dengan wanprestasi. Hal ini yang menyebabkan seringkali bank mengambil tindakan-tindakan berdasarkan kepentingan bank dengan tidak memperhatikan kepentingan debitur. Xxx debitur yang tinggal dua kali cicilan untuk pelunasan karena lalai langsung dieksekusi, ada juga tindakan bank yang keliru seperti menerima cicilan namun tetap menyatakan Debitur cidera janji dan melakukan eksekusi.Dalam pemberian kredit bank harus berpedoman pada prinsip kehati-hatian dalam memberikan penilaian kelayakan pemberian kredit.Kewajiban Bank sebelum menyetujui pemberian kredit menurut sistem hukum perbankan melakukan penilaian kelayakan pemberian kredit termasuk kelayakan calon debitur.Dalam penilaian kredit, ada prinsip- prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5 C + 1C, yang meliputi:
1. Character
Character atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk membayar kembali kredit yang telah diterimanya.Namun demikian, untuk mengetahui karakter seseorang itu tidak mudah.Oleh karena itu, penilaian atas karakter debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan secermat mungkin.Informasi dari keluarga dan teman-teman dekat dari debitur, serta informasi dari bank pemberi kredit sebelumnya adalah sangat penting. Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon debitur ini, dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung
terhadap calon debitur, meneliti daftar riwayat hidupnya, mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari ‘lingkungan’ usahanya, serta meneliti kegiatan dan pengalaman-pengalaman usahanya.
2. Capacity
Capacity mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya. Dengan demikian, capacity berkaitan erat dengan kemampuan calon debitur dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang dinilai untuk mengetahui kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian terhadap:
1) Proyeksi arus kas;
2) Proyeksi laporan keuangan;
3) Pusat informasi kredit;
4) Kemampuan manajemen;
5) Kemampuan pemasaran;
6) Kemampuan teknis;
7) Kewajiban-kewajiban pada pihak lainnya.
3. Capital
Informasi mengenai besar kecilnya modal (capital) perusahaan calon debitur adalah sangat penting bagi bank. Modal yang dimaksudkan disini adalah modal sendiri (net worth) atau nilai kekayaan bersih yang dimiliki perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva dengan total kewajiban (utang). Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan merupakan cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu, dan ini tentunya semakin baik dihadapan bank.Mengingat kredit bank hanya merupakan pelengkap atau tambahan bagi pembiayaan kegiatan operasional perusahaan.Posisi modal suatu perusahaan dapat dianalisis dari laporan keuangannya.Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang modal perusahaan, maka bank harus melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan selama paling tidak tiga tahun periode akuntansi sebelumnya.
4. Collateral
Collateral (jaminan kredit) merupakan setiap aktiva atau barang-barang yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank. Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat
penting, sebagai ‘back up’ atas kredit yang diberikan kepada debitur.Tujuannya adalah agar bank dapat memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan kepada debitur, apabila kelak debitur tidak mampu melunasi kreditnya atau pun ingkar janji (wanprestasi). Atas jaminan yang diberikan oleh debitur, maka perlu diperhatikan cara pengikatannya sesuai dengan hukum yang berlaku, untuk menghindari sengketa yang kemungkinan muncul di kemudian hari.
5. Conditions
Yang dimaksud conditions di sini adalah keadaan perekonomian secara umum dimana perusahaan tersebut beroperasi. Kondisi perekonomian sangat menentukan keberhasilan maupun kegagalan suatu perusahaan. Oleh karena itu, bank atau dalam hal ini analisis kredit, harus mempertimbangkan keadaan perekonomian, dan proyeksi perekonomian selama jangka waktu kredit yang diberikan.
6. Constraint
Dalam pemberian kredit, bank perlu juga mengetahui dan mempertimbangkan hambatan (constraint) yang mungkin muncul di lapangan. Bank perlu mengetahui tanggapan masyarakat setempat terhadap rencana investasi yang akan dilakukan oleh calon debiturnya, karena bisa saja masyarakat setempat menolak rencana investasi tersebut. Sebagai contoh seorang debitur mengajukan kredit untuk membangun sebuah peternakan babi misalnya. Pihak bank perlu mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat setempat, apakah menerima atau menolak kehadiran peternakan tersebut.
B. Dampak Penentuan Debitur Cidera Janji (Wanprestasi) Dalam Perjanjian Kredit di Bank
Perjanjian kredit dikatakan tidak bermasalah manakala para pihak dalam hal ini bank selaku kreditur dan pihak penerima kredit selaku debitur, telah melakukan apa yang menjadi kewajibannya sampai perjanjian ini dianggap telah berakhir. Perjanjian kredit banyak kali menimbulkan masalah yang diakibatkan oleh debitur tidak melakukan kewajibannya sesuai
dengan yang diperjanjikan.Ketika debitur lalai memenuhi kewajibannya dalam perjanjian kredit, debitur dianggap telah melakukan cidera janji (wansprestasi).Kelalaian debitur dalam memenuhi kewajibannya tersebut sangat merugikan pihak bank sebagai krediturnya.Keadaan debitur tidak dapat melunasi kreditnya sesuai dengan yang diperjanjikan dapat disebut kredit macet.
Penyebab terjadinya kredit macet adalah karena debitur telah gagal untuk membayar utangnya atau menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan atau sudah tidak sanggup membayar sebagian atau keseluruhan kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan. Dengan kata lain debitur telah melakukan Wanprestasi, yaitu tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang dimaksudkan dalam kontrak yang bersangkutan5. Dengan kata lain hal tersebut menunjukkan pihak bank tidak dibebankan kewajiban untuk mengetahui penyebab sehingga Debitur cidera janji.
Penentuan Debitur cidera janji dalam perjanjian Kredit dibank oleh Xxxxx Xxxxxxxx, seringkali pihak Kreditur mengabaikan atau tidak mempedulikan adanya Debitur yang beritikat baik. Sehingga tanpa mendengarkan atau mempedulikan apa yang menjadi alasan pihak Debitur sehingga tidak melakukan pembayaran hutang, pihak Kreditur tanpa melalui proses atau tahapan sebagaimana yang diisyaratkan dalam pasal 1238 KUH Perdata, langsung menyatakan Debitur cidera Janji, selanjutnya melakukan pengelolaan terhadap objek hak tanggungan melalui penjualan lelang. Sebagai contoh ada Debitur yang menunggak setelah diperingatkan Kreditur, Debitur langsung melakukan pembayaran sesuai kemampuannya saat itu, namun meskipun telah melakukan pembayaran sebatas kemampuan Debitur, objek hak tanggungan tetap saja dilakukan eksekusi lelang oleh Kreditur tanpa mempedulikan itikat baiknya debitur atau debitur beritikat baik.
Dengan demikian dalam sistem hukum perbankan Debitur cidera janji (wanprestasi) selalu dirugikan, hal tersebut tidak lain karena pengaturan terhadap kewajiban Kreditur untuk
5Munir Fuady. Op. cit., Hlm. 87
memperhatikan tahapan-tahapan sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan pasal 1238 KUH Perdata.Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 1238 KUH Perdata dan pasal 1243 KUH Perdata tidak diatur dalam undang-undang perbankan.Dampak tidak diaturnya kewajiban Kreditur untuk memperhatikan tahapan- tahapan sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan pasal 1238 KUH Perdata dan pasal 1243 KUH Perdata,sebelum Kreditur menyatakan Debitur cidera janji (wanprestasi), dalam Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah :
1. Memunculkan tindakan bank yang sewenang-wenang yang antara lain menyatakan debitur cidera janji tanpa melalui tahapan somasi, dan melakukan eksekusi secara parate eksekusi atau eksekusi sendiri tanpa melalui Pengadilan apalagi jika bank telah memiliki calon pembeli atau bank beritikat buruk.
2. Debitur dirugikan baik secara materil maupun imateril.
3. Memunculkan masalah baru dimana pihak bank berpotensi digugat oleh Debitur dan terhadap objek hak tanggungan tidak dapat dikuasai secara ril pihak ketiga dalam hal ini pembeli lelang.
4. Memberi kesan tidak adanya kepastian hukumdalam penyelesaian kredit dan eksekusi terhadap objek hak tanggungan.
Sebagai dampak dari penentuan debitur yang cidera janji (wanprestasi) dalam Perjanjian Kredit berdasarkan Pasal 1238 KUH Perdata sebagaimana telah dibahas diatas, setelah pihak Kreditur menyatakan pihak Debitur cidera janji (wanprestasi), maka pihak kreditur mempunyai hak atau kewenangan untuk melakukan pengelolaan terhadap objek hak tanggungan sebagaimana diatur dalam pasal 9 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 tahun 1996, dan digugatanya pihak Kreditur oleh Debitur ke Pengadilan oleh karena dinilainya pihak kreditur sewenang-wenang dalam menentukan cidera janji oleh pihak Debitur yang merasa beritikat baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam bab pembahasan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Pasal 1238 KUHPerdata memberikan keadilan bagi debitur cedera janji dari kesewenang-wenangan tindakan kreditur. Untuk menyatakan debitur cedera janji harus melalui proses atau tahap-tahap yaitu lembaga somasi dan pernyataan cidera janji. Sistim ini tidak diatur dalam Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 karena pada prinsipnya yang diatur hanya upaya bank untuk menyelematkan kredit macet atau tindakan-tindakan bank karena kredit macet. Menyebabkan bank mengesampingkan prosedur atau tahapan yang sudah diatur dalam pasal 1238 KUH Perdata. Hal ini tidak berkeadilan karena kedudukan debitur sering dirugikan dan bank sewaktu-waktu dapat mengambil tindakan karena debitur dianggap cedera janji tanpa mengetahui penyebab dari debitur cidera janji tersebut. Kekosongan hukum tentang status debitur cedera janji, dimanfaatkan oleh bank untuk bertindak sewenang-wenang dalam hal melakukan eksekusi lelang terhadap objek hak tanggungan.
2. Dampak tidak diaturnya kewajiban Kreditur untuk memperhatikan tahapan- tahapan sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan pasal 1238 KUH Perdata dan pasal 1243 KUH Perdata dalam Undang-undang perbankan Nomor 10 1998 adalah :
a) Memunculkan tindakan bank yang sewenang-wenang yang antara lain menyatakan debitur cidera janji tanpa melalui tahapan somasi, dan melakukan eksekusi secara parate eksekusi atau eksekusi sendiri tanpa melalui Pengadilan, apalagi jika bank telah memiliki calon pembeli atau bank beritikat buruk.
b) Debitur dirugikan baik secara materil maupun imateril.
c) Memunculkan masalah baru dimana pihak bank berpotensi digugat oleh Debitur dan terhadap objek hak tanggungan tidak dapat dikuasai secara ril oleh pihak ketiga dalam hal ini pembeli lelang.
d) Memberi kesan tidak adanya kepastian hukum dalam penyelesaian kredit dan eksekusi terhadap objek hak tanggungan.
B. Saran
1. Untuk melindungi debitur yang sederajat ini, diperlukan lembaga pengawas dan lembaga perlindungan debitur yang cedera janji. Lembaga ini sangat pentinguntuk menindak bank yang melakukan kesewenang-wenangan terhadap nasabah kredit macet yang cedera janji. Dengan adanya lembaga pengawas maka bank tidak sewenang- wenang melakukan eksekusi dan tindakan terhadap debitur cidera janji.
2. Diperlukan peraturan pemerintah tentang perlindungan nasabah atau debitur yang cidera janji agar tidak terjadi kesewenang-wenangan bank, seperti undang-Undang kevalidan. Bila bank melakukannya maka pemerintah berhak mencabut ijin operasional bank agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dan tindakan yang merugikan debitur sehingga menjadi miskin. Terhadap undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 sudah waktunya direvisi oleh karena banyak celah terkait dengan perlindungan debitur cidera janji.
DAFTARPUSTAKA
Buku
Xxxxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxx, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 2009.
, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 2002. Xxxxxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx., Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994.
Xxxxx, S., Pengantar Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1999.
Xxxxxxxxxxxxxx, Ais., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi, pt. Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2008.
Xxxxx Xxxxx, Konep Hukum Perdata, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014.
Xxxxxxx Xxxx Xxxxx. Hukum Perjanjian. Cetakan Pertama. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010.
Hutagalung Arie S., Hukum Perjanjian di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Xxxxxxxxxxxxx, Xxxxxxx.,Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984.
Xxxxxxx, Xxxxxxx.,HukumSebagai Panglima.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxx, Hak Istimewa, Gadai dan Hipotik,
, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada.Jakarta, 2008.
Xxxxxx, Xxxx.,Ikhtisar Filsafat Hukum, Penerbit Armico, Bandung, 1987.
Satrio J., Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. Cet. IV, PT Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2002.
Kencana, Jakarta, 2005. ., Hukum Perikatan, Perikatan yang
Xxxxxxxxxxxxx, Xxxxxxx.,Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan Karya Tulis) Penerbit Alumni, Bandung, 2002.
Xxxxxxx dan Xxxx Xxxxxxx, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.
Xxxxxx X. dan Xxxxx X., Kamus Umum, Reality Pubslisher, Surabaya, 2009.
Xxxxxxxxxxx Xxxxxxx, Mengenal Hukum; Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2006.
Xxxx Xxxxxx, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.
Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Hukum Perikatan, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2010.
Xxxxxxx Xxxx, Kredit Perbankan. Cetakan Kesatu.
PT. Xxxxxx Xxxxxxx, Jakarta, 2016 Xxxxxx Xxxxx, Aspek Hukum Dagang dan
Pelaksanaannya di Indonesia, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, 2016.
Xxxxxxx, Xxxxxxx dan Xxxxxxx, Xxxxxxx, Hak lstimewa, Gadai, dan Hipotik, Seri Hukum Harta Kekayaan, Kencana, Jakarta, 2005.
Notohamdjojo, O., .Makna Negara Hukum.Jakarta : BPK, 1970.
Xxxxxx, Xxxxxxx., Xxxxxxxxxx, Xxxx Santi., dan Xxxxx, Xxxxxxx, Lembaga Keuangan,
Lahir dari Perjanjian, Buku 1, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 1995.
Xxxxxxxx, Xxxx.,Struktur Ilmu Hukum, alih bahasa X. Xxxxx Xxxxxxxx, Bandung: Alumni, 2003.
Setiawati I Xxxxx Xxx.Hukum Perikatan. Cetakan Pertama. Sinar Grafika, Jakarta, 2016.
Xxxxxxxxxx Xxxxxxx Xxxxxx, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2007.
Soenandar Taryana, dkk.,Kompilasi Hukum Perikatan, PT Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2016.
Xxxxxx Xxx Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Cet. III, Liberty Offset, Yogyakarta, 2004.
Soekanto.Soerjono.,Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan Indonesia. Jakarta: UI Pres, Cet. 4, 1974. Xxxxxxxx, Xxxxxxxxx, Aspek Hukum Jaminan Kredit, Institut Bankir Indonesia,
Jakarta, 2002.
Subekti R., Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2004.
_ , Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cet. III, PT Alumni, Bandung, 1986.
PT.Rineka Cipta, Jakarta, 2005. ., Jaminan-Jaminan Untuk Pembentan
Patrik, Purwahiddan Xxxxxxx, Hukum Jaminan edisi Revisi Dengan UUHT, Fakultas HukumUniversitas Diponegoro, Semarang, 2006.
Xxxxxxx, Xxxx dan Xxxxx, Xxx Xxxxx Xxxxxx., Hukum Sebagai Suatu Sistem, Penerbit: CV. Xxxxxx Xxxx, Bandung, 2003.
Xxxxx X.X. Pengantar Hukum Perdata Tertulis
(BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2001.
Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cet. III (Bandung : PT Alumni, 1986).
, dan Xxxxxxxxxxxxx, R., Kitab Undang- undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Cetakan Ke-24, (Jakarta, Xxxxxxx Xxxxxxxx, 1992).
Suparmi, Hukum Jaminan, PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 1998.
Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx, Hak Tanggungan, Bandung, Alumni, 1999.
Xxxxxxx, Xxxxxxxxxx., Perjanjian Kredit Xxx Xxxxx-Macam Jamianan Kredit Dalam Praktek Hukum Di Indonesia, Kapita Selekta Hukum Perbankan, Cet.I (Jakarta : Ikatan Hakim Indonesia, 1995).
Sutarno,Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Jakarta, 2003.
Xxxxxxxxx, Dasar-Dasar Hukum Perdata Di Xxxxxxxxx, Xxxxx Science, Kudus, 2015.
Xxxxxxxx Xxxxxx, Hukum Perdata Indonesia, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2009.
Xxxxxxxxx, Hukum Perjanjian Teori Dan Xxxxxxx Xxxxx, Jakarta, Kencana, 2004.
Xxxxxx Xxxxxxxxx, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Jakarta, Kencana, 2015.
Xxxxx, Xxx Xxxx, Fidusia sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.
Tutik Titik Triwulan, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2011.
Xxxxxx, Xxxx, KreditPerbankan di Xxxxxxxxx,
Xxxx, Yogyakarta, 2000.
Xxxxx, Xxxxxxxx.,Aspek-aspek Hukum Perbankan Df Indonesia, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Xxxxxxx, Xxxxxxx dan Xxxx, Xxxxx, Seri HukumBisnis Jaminan Fidusia, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Wijaya M, Fareid, Perkreditan dan Bank Lembaga-Lembaga Keuangan Kita, BPFE, Yogyakarta, 1991
Undang Undang .
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Hutang