MENTERIPERTANJAN REPUBLIKINDONESIA
MENTERIPERTANJAN REPUBLIKINDONESIA
PERATURANMENTER! PERTANIANREPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2020
TENTANG PENYELENGGARAANSERTIFIKASI PERKEBUNAN KELAPASAWIT
BERKELANJUTANINDONESIA
DENGAN RAHMATTUHANYANGMAHAESA
MENTER! PERTANIANREPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
Mengingat
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (4), Pasal 6 ayat (3), Pasal 7, Pasal 12 ayat (4), Pasal 14,
Pasal 15 ayat (3), Pasal 16 ayat (3), Pasal 17 ayat (3),
Pasal 18 ayat (4), Pasal 26 ayat (2), dan pengaturan mengenai pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan sertifikasi ISPO sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pertanian tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia;
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5613);
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Xxxx Xxxx Pertanian Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6412);
5. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 85);
6. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 75);
7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/PERMENTAN/ OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1243);
Menetapkan PERATURAN
MEMUTUSKAN:
MENTER! PERTANIAN TENTANG
PENYELENGGARAANSERTIFIKASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTANINDONESIA.
BAB I KETENTUANUMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Perkebunan Kelapa Sawit adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, xxxx xxxx, panen, pengolahan, dan pemasaran kelapa sawit.
2. Usaha Perkebunan Kelapa Sawit adalah usaha yang menghasilkan barang dan/ a tau jasa Perkebunan Kelapa Sawit.
3. Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil} yang selanjutnya disebut ISPO adalah sistem Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang layak ekonomi, layak sosial budaya, dan ramah lingkungan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Pelaku Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang selanjutnya disebut Pelaku Usaha adalah pekebun kelapa sawit dan/ atau perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengelola Usaha Perkebunan Kelapa Sawit.
5. Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang selanjutnya disebut Perusahaan Perkebunan adalah badan usaha yang berbadan hukum, didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Indonesia yang mengelola Usaha Perkebunan Kelapa Sawit dengan skala tertentu.
6. Pekebun Kelapa Sawit yang selanjutnya disebut Peke bun adalah perseorangan Warga Negara Indonesia yang melakukan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu.
7. Hasil Perkebunan Kelapa Sawit adalah semua produk tanaman Perkebunan Kela pa Sawit dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama, produk olahan untuk memperpanjang daya simpan, produk sampingan, dan produk ikutan.
8. Sertifikasi ISPO adalah rangkaian kegiatan penilaian kesesuaian terhadap Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa produk dan/ a tau tata kelola Perkebunan Kelapa Sawit telah memenuhi prinsip dan kriteria ISPO.
9. Lembaga Sertifikasi ISPO yang selanjutnya disebut LS ISPO adalah lembaga penilaian kesesuaian independen yang melakukan Sertifikasi JSPO.
10. Komite Akreditasi Nasional yang selanjutnya disingkat KANadalah lembaga non struktural yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang akreditasi lembaga penilaian kesesuaian.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perkebunan.
12. Direktur Jenderal adalah pejabat tinggi madya di Kementerian Pertanian yang menyelenggarakan fungsi di bidang perkebunan.
13. Dinas adalah perangkat daerah yang melaksanakan fungsi di bidang perkebunan.
Pasal2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. | prinsip dan kriteria ISPO; | |
b. c. d. e. | syarat dan tata cara Sertifikasi ISPO; pembinaan dan pengawasan; biaya Sertifikasi ISPO dan fasilitasi pendanaan; sanksi administratif. | dan |
BAB II
PRINSIP DAN KRITERIAISPO
Pasal 3 | ||
(1) | Untuk menjamin Perkebunan | Kelapa Sawit Indonesia |
yang berkelanjutan dilakukan | Sertifikasi ISPO kepada |
Perusahaan Perkebunan dan Pekebun.
(2) Sertifikasi ISPO kepada Perusahaan Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerapkan prinsip yang meliputi:
a. kepatuhan terhadap peraturan perundang• undangan;
b. penerapan praktik perkebunan yang baik;
c. pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati;
d. tanggung jawab ketenagakerjaan;
e. tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat;
f. penerapan transparansi; dan
g. peningkatan usaha secara berkelanjutan.
(3) Sertifikasi ISPO kepada Pekebun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerapkan prinsip yang meliputi:
a. kepatuhan terhadap peraturan perundang• undangan;
b. penerapan praktik perkebunan yang baik;
c. pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati;
d. penerapan transparansi; dan
e. peningkatan usaha secara berkelanjutan.
(4) Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dijabarkan dalam kriteria.
Pasal4
(1) Kriteria untuk kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a meliputi:
a. legalitas lahan; dan
b. legalitas usaha perkebunan.
(2) Kriteria untuk penerapan praktik perkebunan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b meliputi:
a. perencanaan perkebunan; dan
b. penerapan teknis xxxx xxxx dan pengolahan hasil.
(3) Kriteria untuk pengelolaan lingkungan hidup, sumberdaya alam, dan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c meliputi:
a. pelaksanaan terkait izin lingkungan;
b. pengelolaan limbah;
c. gangguan dari sumber yang tidak bergerak;
d. pemanfaatan limbah;
e. pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (83) serta limbah 83;
f. pengendalian ke bakaran dan bencana
g. kawasan lindung dan areal bernilai konservasi tinggi;
h. mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK);dan
1. perlindungan terhadap hutan alam dan gambut.
(4) Kriteria untuk tanggung jawab ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d meliputi:
a. keselamatan dan kesehatan kerja (K3);
b. persyaratan administrasi terkait hubungan kerja;
c. peningkatan kesejahteraan dan kemampuan pekerja;
x. xxxxgunaan pekerja anak dan diskriminasi dalam pekerjaan;
e. fasilitasi pembentukan serikat pekerja; dan
f. fasilitasi pembentukan koperasi pekerja dan karyawan.
(5) Kriteria untuk tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (2) huruf e meliputi:
a. tanggung jawab sosial kemasyarakatan;
b. pemberdayaan masyarakat hukum penduduk asli; dan
c. pengembangan usaha lokal.
adat/
(6) Kriteria untuk penerapan transparansi sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (2) huruf f meliputi::
a. sumber tandan buah segar (TBS);
b. perhitungan indeks K dan data dukung yang transparan;
c. penerapan penetapan harga tandan buah segar (TBS)yang adil dan transparan;
d. keterbukaan terhadap informasi yang tidak bersifat rahasia dan penanganan keluhan;
e. komi tmen un tuk tidak melakukan tindakan yang dapat diindikasikan suap; dan
f. sistem rantai pasok yang mampu telusur.
(7) Kriteria untuk peningkatan usaha secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (2) huruf g meliputi:
a. sistem pemantauan dan pembaruan masa berlaku dokumen perizinan; dan
b. program tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang terukur untuk periode tertentu.
PasalS
(1) Kriteria untuk kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a meliputi:
a. legalitas dan pengelolaan Pekebun;
b. lokasi Pekebun;
c. sengketa lahan dan kompensasi serta sengketa lainnya;
d. legalitas usaha Pekebun; dan
e. kewajiban perizinan lingkungan.
(2) Kriteria untuk penerapan praktik perkebunan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b meliputi:
a. organisasi kelembagaan Pekebun; dan
b. pengelolaan Pekebun.
(3) Kriteria untuk pengelolaan lingkungan hidup, sumberdaya alam, dan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c meliputi:
a. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;dan
b. pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversity).
(4) Kriteria untuk penerapan transparansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d meliputi:
a. penjualan dan kesepakatan harga tandan buah segar (TBS); dan
b. penyediaan data dan informasi.
(5) Kriteria untuk peningkatan usaha secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf e meliputi meningkatkan kinerja dengan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang mendukung peningkatan produksi kelapa sawit berkelanjutan.
Pasal 6
Prinsip dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tercantum dalam Lampiran I untuk Perusahaan Perkebunan dan Lampiran II untuk Pekebun yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB III
SYARAT DAN TATA CARA SERTIFIKASI ISPO
Bagian Kesatu
Urnum
Pasal 7
(1) Sertifikasi ISPO diberlakukan secara wajib terhadap Usaha Perkebunan Kelapa Sawit.
(2) Usaha Perkebunan Kelapa Sawit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. usaha xxxx xxxx tanaman Perkebunan Kelapa Sa wit;
b. usaha pengolahan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit; dan
c. integrasi usaha xxxx xxxx tanaman Perkebunan Kelapa Sawit dan usaha pengolahan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit.
Bagian Kedua Syarat Sertifikasi ISPO
Pasal8
(1) Permohonan Sertifikasi ISPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diajukan oleh Pelaku Usaha kepada LS ISPO.
(2) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Perusahaan Perkebunan; atau
b. Pekebun.
Pasal9
(1) Perusahaan Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a mengajukan permohonan Sertifikasi ISPO dengan melampirkan persyaratan berupa:
a. izin usaha perkebunan;
b. bukti kepemilikan hak atas tanah;
c. izin lingkungan; dan
d. penetapan kelas kebun dari pemberi izm usaha perkebunan.
(2) Kelas kebun yang dapat diajukan permohonan sertifikasi ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kelas kebun I, kelas kebun II, atau kelas kebun III.
Pasal 10
(1) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Perusahaan Perkebunan harus memiliki auditor internal yang memahami prinsip dan kriteria ISPO.
(2) Auditor internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tanggung jawab untuk memastikan penerapan prinsip dan kriteria ISPO.
(3) Pemahaman prmsip dan kiteria ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diperoleh melalui pelatihan ISPO.
(4) Pelatihan ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan oleh lembaga pelatihan ISPO.
Pasal 11
(1) Pekebun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(2) huruf b mengajukan permohonan Sertifikasi ISPO dengan melampirkan persyaratan berupa:
a. surat tanda daftar usaha perkebunan; dan
b. bukti kepemilikan hak atas tanah.
(2) Pengajuan Sertifikasi ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pekebun secara perseorangan atau kelompok.
(3) Kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berbentuk kelompok Pekebun, gabungan kelompok Pekebun, koperasi, atau kelembagaan ekonomi Pekebun, sesuai dengan peraturan perundang• undangan.
(4) Kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki Tim Sistem Kendali Internal (Internal Control System/ICS) yang bertanggung jawab dalam penerapan ISPO.
Pasal 12
(1) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pekebun melampirkan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
(2) Tim Sistem Kendali Internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) harus memahami prinsip dan kriteria ISPO.
(3) Pemahaman prinsip dan kriteria ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh melalui pelatihan ISPO.
(4) Pelatihan ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan oleh lembaga pelatihan ISPO.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut merigenai penyelenggaraan pelatihan ISPO oleh Lembaga Pelatihan ISPO ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pengajuan Permohonan
Pasal 14
(1) Pemohon berupa Perusahaan Perkebunan menyampaikan permohonan Sertifikasi ISPO kepada LS ISPO dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10.
(2) Pemohon berupa Pekebun menyampaikan permohonan Sertifikasi ISPO kepada LS ISPO dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pas al 11 dan Pasal 12.
(3) LS ISPO melakukan verifikasi terhadap persyaratan permohonan se bagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan ayat (2).
(4) Dalam hal pemohon tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), permohonan ditolak dan dikembalikan kepada pemohon, dengan disertai alasan penolakan.
Pasal 15
(1) Dalam hal verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) telah memenuhi persyaratan dilanjutkan dengan pembuatan perjanjian.
(2) Pembuatan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara pemohon dengan LS ISPO.
(3) Dalam hal pembuatan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai kesepakatan, permohonan dianggap ditarik kembali oleh pemohon.
(4) Dalam hal pembuatan perjanjian sebagaimana
dimaksud | pada ayat (2) | tercapai | kesepakatan, |
dilakukan ISPO. | penandatanganan | perjanjian | Sertifikasi |
Bagian Keempat Penilaian Prinsip dan Kriteria
Paragraf Kesatu Perjanjian Sertifikasi ISPO
Pasal 16
(1) Perjanjian Sertifikasi ISPO sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal 15 ayat (4) paling kurang memuat:
a. hak clan kewajiban;
b. rencana sertifikasi;
c. penilikan;
d. jangka waktu perjanjian;
e. perubahan aturan pembekuan dan penghentian sertifikasi;
f. perselisihan; dan
g. keadaan darurat.
(2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a merupakan hak dan kewajiban pemohon dan LS ISPO.
(3) Rencana sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf b meliputi:
a. audit tahap 1 (satu);
b. audit tahap 2 (dua);
c. pengambilan keputusan sertifikasi; dan
d. sumber daya yang diperlukan melaksanakan sertifikasi.
untuk
(4) Penilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan oleh LS ISPO penerbit sertifikat setiap tahun dalam periode siklus sertifikasi.
(5) Jangka waktu perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan paling sedikit selama 1 (satu) siklus sertifikasi.
(6) Perubahan aturan pembekuan dan penghentian sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan kegiatan apabila terjadinya pembekuan atau penghentian sertifikasi ISPO.
(7) Perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berisi penyelesaian terhadap perselisihan yang terjadi.
(8) Keadaan darurat sebaga.imana dimaksud pada ayat (1) huruf g merupakan kondisi tertentu seperti terjadinya bencana.
Paragraf kedua Audit
Pasal 17
(1) LS ISPO harus melaksanakan audit tahap 1 (satu) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan perjanjian Sertifikasi ISPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).
(2) Audit tahap 1 (satu) sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) meliputi penilaian terhadap:
a. tinjauan kelengkapan dan kebenaran dokumen legalitas;
b. sampel kebun dan usaha pengolahan yang akan dinilai pada audit tahap 2 (dua);
c. titik kritis dari kebun dan usaha pengolahan seperti kebun dengan kawasan lindung, tempat penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (83), kebun dengan kemiringan tertentu; dan
d. para pihak/pemangku kepentingan yang dipilih se bagai narasum ber.
Pasal 18
(1) Apabila hasil audit tahap 1 (satu) telah memenuhi ketentuan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), dilanjutkan dengan audit tahap 2 (dua).
(2) Apabila hasil audit tahap 1 (satu) tidak memenuhi keten tuan penilaian se bagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7 ayat (2), diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak dilakukan penilaian.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemohon tidak dapat melakukan perbaikan, proses audit tahap 1 (satu) dihentikan dan permohonan dikem balikan kepada pemohon disertai alasan penghen tian.
Pasal 19
(1) Audit tahap 2 (dua) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) meliputi penilaian terhadap:
a. seluruh dokumen yang digunakan oleh pemohon;
b. penerapan prinsip dan kriteria ISPO di kebun dan usaha pengolahan;
c. kompetensi dari petugas/karyawan yang terlibat di kebun dan usaha pengolahan; dan
d. konfirmasi penerapan prinsip dan kriteria ISPO kepada para pihak/pemangku kepentingan yang dipilih sebagai narasumber.
(2) Pelaksanaan audit tahap 2 (dua) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan metode sampling:
a. ukuran sampling untuk sertifikasi awal harus ditetapkan dengan formula (0,8°'1y) x (z), dimana y adalah jumlah estimasi/kebun/pabrik yang akan dinilai dalam satu grup dan/atau perusahaan perkebunan dan z merupakan perkalian yang ditetapkan dengan penilaian resiko. [Resiko rendah = pengali 1; resiko menengah = pengali 2; resiko tinggi = pengali 3].
b. resiko rendah sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah untuk areal perkebunan yang memiliki kriteria tidak berbatasan dengan kawasan lindung (yang mencakup kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan suaka alam dan cagar budaya, dan atau kawasan rawan bencana alam), tidak bergambut, mernpunyai topografi datar, dan tidak ada perernajaan
c. resiko menengah sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah untuk areal perkebunan yang memiliki kriteria sebagian atau seluruhnya berada pada areal bergambut, topografi berbukit, clan atau adanya peremajaan.
d. resiko tinggi sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah untuk areal perkebunan yang memiliki kriteria sebagian atau seluruhnya berada pada kawasan lindung (yang mencakup kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan suaka alam dan cagar budaya, dan atau kawasan rawan bencana alam).
Pasal20
(1) Apabila hasil audit tahap 2 (dua) telah memenuhi keten tuan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dilanjutkan dengan pengambilan keputusan Sertifikasi ISPO.
(2) Apabila hasil audit tahap 2 (dua) tidak memenuhi ketentuan penilaian sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), pemohon diberi rekomendasi untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak pemberitahuan hasil penilaian.
(3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon tidak dapat melakukan perbaikan, proses audit tahap
2 dihentikan dan permohonan dikembalikan kepada pemohon disertai alasan penghentian.
Pasal 21
(1) Dalam melaksanakan audit, LS ISPO menentukan waktu pelaksanaan audit berdasarkan hari orang kerja.
(2) Pelaksanaan audit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempertimbangkan faktor resiko terhadap pemenuhan prmsip dan kriteria ISPO dengan ketentuan:
a. audit tahap 1 (satu) dan tahap 2 (dua) pada usaha xxxx xxxx tanaman Perkebunan Kelapa Sawit paling singkat 13 (tiga belas) hari orang kerja.
b. audit tahap 1 (satu) dan tahap 2 (dua) pada usaha pengolahan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit paling singkat 9 (sembilan) hari orang kerja.
c. audit tahap 1 (satu) dan tahap 2 (dua) pada integrasi usaha xxxx xxxx tanaman Perkebunan Kelapa Sawit dan usaha pengolahan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit atas 1 (satu) kebun dan
1 (satu) pengolahan paling singkat 18 (delapan belas) hari orang kerja.
(3) Dalam hal terjadi penambahan hari orang kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), LS ISPO harus menyampaikan kepada pemohon disertai alasan penambahan.
Bagian Kelima
Pengambilan Keputusan dan Penerbitan Sertifikat
Pasal22
(1) Berdasarkan hasil audit mulai dari permohonan sampai dengan laporan hasil audit tahap 1 (satu) dan audit tahap (2) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, LS ISPO melakukan pengambilan keputusan paling lama 1 (satu) bulan setelah proses audit selesai dan dinyatakan lengkap.
(2) LS ISPO dalam melakukan pengambilan keputusan se bagaimana dimaksud pada ayat ( 1) didasarkan pada:
a. mekanisme yang jelas dan transparan; dan
b. sumber daya manusia yang tidak memiliki konflik kepen tingan.
(3) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) berupa:
a. pemberian sertifikat ISPO; atau
b. penolakan pemberian sertifikat ISPO.
(4) Keputusan pemberian sertifikat ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditindaklanjuti dengan penerbitan sertifikat ISPO.
(5) Keputusan pemberian sertifikat ISPO sebagaimana pada ayat (4) dipublikasikan pada laman web LS ISPO paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah keputusan sertifikat ISPO.
(6) Dalam hal LS ISPO menolak pemberian sertifikat ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, permohonan dikembalikan kepada pemohon disertai alasan penolakan.
(7) LS ISPO wajib melaporkan sertifikat yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Menteri.
Pasal23
(1) Sertifikat ISPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) berlaku selama 5 (lima) tahun.
(2) Sertifikat ISPO yang telah habis masa berlakunya selama jangka waktu wajib diperpanjang kembali.
(3) Perpanjangan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Pelaku Usaha dengan mengajukan permohonan sertifikasi ulang paling lama 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku sertifikat ISPO.
(4) Pelaksanaan sertifikasi ulang dilakukan melalui audit tahap 1 (satu) dan tahap 2 (dua) sesuai dengan proses sertifikasi awal.
(5) Apabila tidak ada perubahan signifikan yang mempengaruhi pemerruhan prinsip dan kriteria ISPO maka LS ISPO yang sama dapat langsung melakukan audit tahap 2 (dua).
(6) Perubahan signifikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa perubahan dokumen perizinan, luas kebun dan/ atau kapasitas unit pengolahan.
(7) Waktu audit untuk sertifikasi ulang adalah 0.8 HOK sertifikasi awal.
(8) Keputusan sertifikasi ulang ditetapkan sebelum berakhir masa berlaku sertifikat ISPO dan paling lama
4 (empat) bulan terhitung sejak hari terakhir audit tahap 2 (dua).
Pasal24
Sertifikat ISPO paling sedikit menginformasikan tentang:
a. nama dan alamat Pelaku Usaha;
b. lokasi, titik koordinat lokasi, luas kebun, produktifitas dan total produksi unit tersertifikasi;
c. nomor registrasi sertifikat ISPO;
d. nama dan alamat LS ISPO;
e. tanggal penerbitan dan berakhirnya sertifikat ISPO;
f. logo KANdan Nomor nomor akreditasi LS ISPO;
g. model rantai pasok; dan
h. logo ISPO.
Pasal 25
(1) LS ISPO dalam menerbitkan sertifikat ISPO harus mencantumkan logo ISPO.
(2) Pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikat ISPO berhak untuk mencantumkan logo ISPO.
(3) Logo ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan identitas produk bersertifikat ISPO.
(4) Logo ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicantumkan di kebun, unit pengolahan, dan/ atau Hasil Perkebunan Kelapa Sawit.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan dan pencantuman logo ISPO ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 26
Perusahaan Perkebunan dan Pekebun yang telah mendapatkan sertifikat ISPO wajib mempertahankan dan menerapkan prmsip dan kriteria ISPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pas al 4, dan Pasal 5 secara konsisten.
Pasal27
Perusahaan Perke bunan dan Peke bun melaporkan hasil Sertifikasi ISPO kepada dinas yang membidangi perkebunan di provinsi dan kabupaten/kota.
Bagian Keenam Penilaian Ran tai Pasok
Pasal28
(1) LS ISPO melakukan penilaian rantai pasok dalam rangka menjamin ketelusuran bahan baku tandan buah segar (TBS) yang diolah menjadi minyak sawit ( Crude Palm Oiij, minyak inti sawit (Palm Kernel Oiij dan produk samping.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh LS ISPO berdasarkan tata cara permohonan Sertifikasi ISPO serta prinsip dan kriteria ISPO untuk Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pas al 4.
Pasal29
(1) Jaminan ketertelusuran rantai pasok produk kelapa sawit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilakukan untuk ruang lingkup kebun, pengolahan kelapa sawit, dan bulking.
(2) Penelusuran ran tai pasok ini dilakukan dengan model rantai pasok segregasi dan mass balance.
Pasal30
(1) Model rantai pasok segregasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) mensyaratkan bahan baku tandan buah segar (TBS) 100% (seratus per seratus) bersertifikat ISPO.
(2) Model mass balance se bagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) mensyaratkan bahan baku tandan buah segar paling kurang 30% (tiga puluh per seratus) bersertifikat ISPO untuk:
a. penilikan pertama dan dilakukan peningkatan pada tahun berikutnya untuk usaha perkebunan yang terintegrasi dengan unit pengolahan;
b. dalam satu siklus pertama sertifikasi ISPO untuk usaha unit pengolahan hasil perkebunan dengan memberikan peningkatan persentase setiap tahun.
(3) Perusahaan perkebunan yang menerapkan jaminan ketertelusuran rantai pasok produk kelapa sawit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dapat memilih model rantai pasok sesuai kebutuhan.
Bagian Ketujuh Penilikan oleh LS ISPO
Pasal 31
(1) Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang telah memperoleh sertifikat ISPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) wajib dilakukan penilikan oleh LS ISPO penerbit sertifikat dalam periode siklus sertifikasi.
(2) Penilikan pertama dilakukan antara waktu 9 (sembilan) bulan sampai dengan 12 (dua belas) bulan sejak tanggal keputusan sertifikasi.
(3) Penilikan selanjutnya dilakukan setiap tahun paling lama 1 (satu) tahun dari penilikan sebelumnya.
(4) Dalam hal terjadi kendala pelaksanaan penilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan perpanjangan waktu penilikan paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan sertifikasi sebelumnya.
(5) Perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Menteri dan KAN.
Pasal 32
(1) Apabila dalam penilikan terdapat ketidaksesuaian, diberikan waktu untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak rapat penutupan penilikan.
(2) Keputusan hasil penilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemeliharaan, pembekuan, pembatalan, atau pencabutan sertifikat ISPO.
(3) Apabila Pelaku Usaha mendapat keputusan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan waktu untuk melakukan perbaikan paling lama 6 (enam) bulan sebelum diberikan keputusan pencabutan atau pembatalan sertifikat ISPO.
(4) LS ISPO wajib melaporkan sertifikat yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri.
Pasal33
Ukuran sampel untuk penilikan 0,6'1y dan dilakukan pembulatan ke atas, serta diambil dari kebun yang belum dinilai pada sertifikasi awal.
Bagian Kedelapan
Xxx Xxnyelesaian Sengketa
Pasal 34
Apabila dalam proses maupun penetapan Sertifikasi ISPO terdapat ketidakpuasan, pemohon dapat menyampaikan:
x. xxxxxan kepada LS ISPO; dan
b. banding kepada Komite ISPO.
Pasal35
( 1) Keluhan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a dapat dimohonkan oleh:
a. pemantau independen;
b. Pelaku Usaha; atau
c. masyarakat terdampak.
(2) Keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada LS ISPO dengan melampirkan dokumen persyaratan berupa:
a. keluhan yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh yang menggugat atau kuasanya;
b. dokumen pendukung; dan
c. usulan cara penyelesaian permasalahan.
Pasal36
(1) Dalam menyelesaikan keluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, LS ISPO membentuk tim penyelesaian keluhan.
(2) Tim penyelesaian keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) beranggotakan 3 (tiga) orang yang terdiri atas unsur:
a. LS ISPO sebanyak 2 (dua) orang; dan
b. ahli sebanyak 1 (satu) orang.
(3) Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh mempunyai hubungan dengan pihak yang mengajukan keluhan dan tidak mempunyai kepentingan dalam penyelesaian keluhan.
(4) Tim penyelesaian keluhan harus memutuskan keluhan paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya permohonan penyelesaian keluhan.
(5) Mekanisme penanganan keluhan dapat diakes publik.
Pasal 37
(1) Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(1) yang tidak puas terhadap putusan tim penyelesaian keluhan dapat mengajukan banding kepada Komite ISPO.
(2) | Komite ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat | (1) |
membentuk komite banding dengan beranggotakan | 3 | |
(tiga) orang yang terdiri atas unsur: |
a. Komite ISPO sebanyak 2 (dua) orang; dan
b. ahli sebanyak 1 (satu) orang.
(3) Anggota komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak boleh mempunyai hubungan dengan pihak yang mengajukan permohonan banding dan tidak rnempunyai kepentingan dalam penyelesaian permohonan banding.
(4) Komite banding harus menyelesaikan permohonan banding paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan gugatan.
(5) Putusan komite banding bersifat final dan mengikat.
(6) Mekanisme penanganan banding dapat diakses publik.
Pasal 38
(1) LS ISPO wajib melaporkan penyelesaian permohonan keluhan dan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dan Pasal 37 ayat (4) kepada Menteri.
(2) Selama proses penyelesaian keluhan atau banding, sertifikat ISPO yang telah diterbitkan dinyatakan tetap berlaku.
Pasal39
LS ISPO dalam menyampaikan laporan berupa:
a. sertifikat yang diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5);
b. sertifikat yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4); dan
c. penyelesaian permohonan keluhan dan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1),
sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kesem bilan
Audit Khusus dan Transfer Sertifikat ISPO
Paragraf Kesatu Audit Khusus
(1)
Pasal40 Audit khusus merupakan dilakukan diluar jadwal
audit lapangan yang audit reguler dan
mekanismenya ditetapkan oleh LS ISPO.
(2) Audit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena:
a. adanya permohonan perluasan ruang lingkup Sertifikasi ISPO oleh Pelaku Usaha;
b. tindak lanjut keluhan/banding; atau
c. perubahan manajemen dan/ atau pemilikan.
(3) Audit khusus karena adanya permohonan perluasan ruang lingkup Sertifikasi ISPO oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan bersamaan dengan penilikan.
(4) Audit khusus karena tindak lanjut keluhan/banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara memverifikasi keluhan/banding berdasarkan permohonan oleh pemantau independen, Pelaku Usaha, atau masyarakat terdampak.
(5) Audit khusus karena perubahan manajemen dan/ atau pemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dengan cara memverifikasi data
perubahan Perusahaan.
manajemen dan/atau kepemilikan
Paragraf Kedua Transfer Sertifikat ISPO
Pasal 41
(1) Sertifikat ISPO yang masih berlaku dapat ditransfer kepada LS ISPO lain dalam hal:
a. ada permohonan pemegang sertifikat ISPO;
b. akreditasi LS ISPO dicabut oleh KAN;atau
c. akreditasi LS ISPO berakhir.
(2) Permohonan pemegang sertifikat ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan:
a. setelah masa 1 ( satu) siklus sertifikasi; dan
b. berdasarkan ketentuan mengenai persamgan tidak sehat.
Pasal42
Tata car a transfer sertifikat atas permohonan pemegang sertifikat ISPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(1) huruf a meliputi:
a. pemohon mengajukan permohonan transfer sertifikat ISPO kepada LS ISPO yang dikehendaki dengan tembusan kepada Komite ISPO dan KAN;
b. LS ISPO penenma transfer sertifikat ISPO berkoordinasi dengan LS ISPO penerbit sertifikat ISPO untuk verifikasi permohonan transfer sertifikat ISPO;
c. verifikasi dalam transfer sertifikat ISPO dilakukan dalam bentuk pemnjauan dokumen dan peninjauan lapangan;
d. memastikan Sertifikasi ISPO yang telah dilakukan pernnjauan dokumen, LS ISPO penenma harus melakukan peninjauan lapangan terhadap audit tahap
1 (satu) dan audit tahap 2 (dua) pemegang sertifikat ISPO;
e. Jika terdapat ketidaksesuaian prmsip dan kriteria
ISPO:
1. LS ISPO penerbit sertifikat harus menutup sebelum sertifikat dipindahkan; atau
2. LS ISPO penerima harus memastikan bahwa ketidaksesuaian tersebut sudah ditutup;
f. Apabila sudah sesuai dengan prinsip dan kriteria ISPO LS ISPO penerima menerbitkan sertifikat; dan
g. Sertifikat yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada huruf f dilakukan penilikan sesuai jadwal penilikan Sertifikasi ISPO sebelumnya.
Pasal43
Tata cara transfer sertifikat apabila akreditasi LS ISPO dicabut oleh KAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b meliputi:
a. LS ISPO yang dicabut akreditasinya berkewajiban untuk mentransfer sertifikat ISPO;
b. Transfer sertifikat sebagaimana dimaksud pada huruf a diberikan kepada LS ISPO terakreditasi dan terdaftar di Komite ISPO;
c. Transfer sertifikat sebagaimana dimaksud pada huruf b dengan persetujuan pemegang Sertifikat ISPO dan LS ISPO penerima sertifikat ISPO;
d. LS ISPO penenma transfer sertifikat ISPO berkoordinasi dengan LS ISPO penerbit sertifikat ISPO untuk verifikasi permohonan transfer sertifikat;
e. memastikan sertifikasi yang telah dilakukan pemnjauan dokumen, LS ISPO penerima harus melakukan peninjauan lapangan terhadap Audit tahap
1 (satu) dan audit tahap 2 (dua) pemegang sertifikat ISPO;
f. Jika terdapat ketidaksesuaian prmsip dan kriteria ISPO:
1. LS ISPO penerbit sertifikat harus menutup sertifikat sebelum sertifikat dipindahkan; atau
2. LS ISPO penerima harus memastikan bahwa ketidaksesuaian tersebut sudah ditutup;
g. Apabila sudah sesuai LS ISPO penerima menerbitkan sertifikat; dan
h. Sertifikat yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada huruf g dilakukan penilikan sesuai jadwal penilikan Sertifikasi ISPO sebelumnya.
Pasal44
Tata cara transfer sertifikat karena LS ISPO berakhir masa akreditasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf c meliputi:
a. LS ISPO yang telah habis masa berlaku akreditasinya dan tidak memperpanjang akreditasinya berkewajiban untuk mentransfer sertifikat ISPO yang telah diterbitkan kepada LS ISPO terakreditasi dan terdaftar di Komite ISPO, dengan persetujuan pemegang sertifikat ISPO dan LS ISPO penerima sertifikat ISPO;
b. transfer sertifikat ISPO sebagaimana dimaksud pada huruf a hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) dari terhitung sejak habis masa berlaku akreditasinya;
c. LS ISPO penerima transfer sertifikat berkoordinasi dengan LS ISPO penerbit sertifikat ISPO untuk meninjau permohonan transfer sertifikat;
d. Verifikasi dalam transfer sertifikat dilakukan dalam bentuk peninjauan dokumen dan lapangan;
e. untuk memastikan sertifikasi yang telah dilakukan pemnjauan dokumen, LS ISPO penerima harus melakukan peninjauan lapangan terhadap Audit tahap
1 (satu) dan audit tahap 2 (dua) pemegang sertifikat ISPO;
f. Jika terdapat ketidaksesuaian prmsip dan kriteria ISPO:
1. LS ISPO penerbit sertifikat harus menutup sertifikat, sebelum sertifikat dipindahkan; atau
2. LS ISPO penerima harus memastikan bahwa ketidaksesuaian tersebut sudah ditutup;
g. Apabila sudah sesuai, LS ISPO penerima menerbitkan sertifikat dengan mengikuti aturan keputusan sertifikasi normal; dan
h. Sertifikat yang telah diterbitkan sebagaimana pada ayat (7) dilakukan penilikan sesuai jadwal penilikan Sertifikasi ISPO sebelumnya.
Pasal 45
(1) Transfer sertifikat ISPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 wajib dilaporkan secara tertulis oleh Pelaku Usaha kepada Komite ISPO dengan tembusan kepada KAN.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan dokumen berupa fotokopi surat perjanjian dengan LS ISPO penerima transfer sertifikat dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari terhitung sejak tanggal penandatanganan kontrak.
(3) LS ISPO penenma mempublikasikan keputusan transfer sertifikat pada laman web LS ISPO dan laman web Komite ISPO dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak penandatanganan kontrak.
(4) KAN melakukan pengecekan terhadap proses transfer sertifikat ISPO pada saat penilaian kepada LS ISPO penenma.
Pasal46
(1) Sertifikat ISPO yang dibekukan tidak dapat ditransfer ke LS ISPO lain.
(2) Biaya transfer sertifikat ISPO atas permohonan pemegang sertifikat ISPO dibebankan kepada pemegang sertifikat ISPO.
(3) Biaya transfer sertifikat ISPO karena pencabutan atau berakhirnya akreditasi LS ISPO dibebankan kepada LS ISPO.
Bagian Kesepuluh Auditor LS ISPO
Pasal 47
(1) Auditor LS ISPO wajib memenuhi persyaratan umum:
a. memiliki keterampilan melakukan berdasarkan SNI ISO 19011:2018;
audit
b. memiliki kemampuan teknis spesifik tertentu sesuai dengan fungsi bidang audit yang dilaksanakan termasuk membuat pertimbangan teknis yang diperlukan;
c. mandiri, tidak mempunyai hubungan finansial, kepemilikan, jasa, konsultasi dan/ a tau hubungan kerja paling kurang selama 24 (dua puluh empat) bulan dengan Pelaku Usaha yang diaudit; dan
d. memiliki sertifikat pelatihan ISPO; dan
e. memiliki sertifikat kompetensi sebagai auditor ISPO yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi, yang diberlakukan paling lama l(satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
(2) Selain persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) auditor LS ISPO wajib memenuhi persyaratan khusus:
a. mmimum pendidikan Diploma III pada bidang keilmuan teknik/ sains a tau Diploma III selain keilmuan teknik/ sains dengan mengikuti diklat teknis aspek legalitas, xxxx xxxx, pengolahan, lingkungan dan K3, sosial dan ekonomi;
b. memiliki pengalaman bekerja yang terkait dengan salah satu Prinsip dan Kriteria ISPO selama 2 (dua) tahun untuk D3 teknik/ sains dan 1 (satu) tahun untuk S 1 teknik/ sains;
c. memahami prinsip dasar ISO 9001 tentang Sistem Manajemen Mutu, ISO 14001 tentang Sistem Manajemen Lingkungan, ISO 45001 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja; dan
d. memiliki pengalaman audit sebanyak 4 (empat) kali atau 20 (dua puluh) hari kerja audit lengkap yang meliputi perencanaan, audit, dan pelaporan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terakhir, paling kurang 1 (satu) kali audit diantaranya adalah magang audit ISPO.
Pasal48
(1) Lead auditor LS ISPO wajib memenuhi persyaratan:
a. memenuhi persyaratan auditor LS ISPO;
b. memiliki sertifikat pelatihan lead auditor;
c. memiliki pengalaman audit tambahan setelah jenjang auditor paling kurang 3 (tiga) kali atau 15 (lima belas) hari kerja audit lengkap ISPO tahap 2 (dua) atau penilikan pada 3 (tiga) pelaku usaha perkebunan yang berbeda dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
d. memahami prmsip dasar ISO 9001 ten tang Sistem Manajemen Mutu, ISO 14001 tentang Sistem Manajemen Lingkungan, ISO 45001 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja;
x. bertindak sebagai ketua tim audit LS ISPO di bawah supervisi paling kurang 1 (satu) kali dari 3 kali audit tambahan setelah jenjang auditor, dengan jenis audit yang dilakukan adalah audit sertifikasi awal atau audit sertifikasi ulang; dan
f. merupakan auditor internal LS ISPO.
(2) Tim audit LS ISPO secara kolektif harus memenuhi persyaratan memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menilai pemenuhan prinsip dan kriteria ISPO legalitas, budidaya, pengolahan, lingkungan dan K3, serta sosial dan ekonomi.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipenuhi maka dapat menggunakan tenaga ahli teknis.
BAB IV PEMBINAANDANPENGAWASANTERHADAP PELAKSANAANSERTIFIKASIISPO
Pasal49
(1) Menteri, gubernur, dan bupati/walikota melakukan pembinaan dalam bentuk:
x. xxxxxxxxxx; dan/ atau
b. pelatihan dan pendampingan.
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada Pelaku Usaha, LS ISPO, dan pemantau independen berupa:
a. sosialisasi dan lokakarya;
b. pendataan Pelaku Usaha; dan/ atau
c. akses bantuan dan permodalan untuk Pekebun.
(3) Sosialisasi dan lokakarya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan paling kurang 1 (satu) kali setahun oleh Direktur Jenderal, Kepala Dinas provinsi, dan Kepala Dinas kabupaten/kota yang membidangi perke bunan.
(4) Pendataan Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan paling kurang 1 (satu) tahun sekali oleh Kepala Dinas provinsi dan Kepala Dinas kabupaten/kota.
(5) Akses bantuan dan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diutamakan kepada Pekebun yang memiliki sertifikat ISPO.
(6) Pelatihan dan pendampingan sebagaiaman dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan kepada Pelaku Usaha dalam rangka pemenuhan prinsip dan kriteria ISPO.
(7) Pelatihan dan pendampingan sebagaimana ,
dimaksud
pada ayat (6) dapat melibatkan peran serta perusahaan perkebunan, lembaga pelatihan, lembaga konsultan, dan masyarakat.
(8) Lembaga konsultan dan lembaga pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal50
(1) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Sertifikasi ISPO.
(2) Pelaksanaan pengawasan kepada pemegang sertifikat ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal, Kepala Dinas provinsi, dan Kepala Dinas kabupaten/kota yang membidangi perkebunan.
BABV
BIAYASERTIFIKASIISPO DAN FASILITASIPENDANAAN
Pasal 51
(1) Kelompok Pekebun yang selanjutnya disebut Poktan merupakan kumpulan Pekebun Kelapa Sawit yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan; kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, sumber daya; kesamaan komoditas; dan keakraban untuk meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota.
(2) Gabungan Kelompok Pekebun yang selanjutnya disebut Gapoktan merupakan kumpulan beberapa Poktan yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.
(3) Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prm sip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Pasal52
Biaya Sertifikasi ISPO yang diajukan oleh Perusahaan Perkebunan dibebankan kepada masing-masing Perusahaan Per ke bu nan.
Pasal53
(1) Pekebun dapat mengajukan bantuan biaya Sertifikasi ISPO.
(2) Biaya Sertifikasi ISPO yang diajukan Pekebun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara berkelompok bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);dan/atau
c. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pelatihan;
b. pendampingan pemenuhan prmsip dan kriteria ISPO; dan/ atau
c. sertifikat ISPO awal.
(4) Biaya penilikan dan sertifikasi ulang ISPO dibebankan kepada Pekebun.
(5) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dilaksanakan oleh badan usaha dan/ atau badan hukum pelatihan atau bekerjasama dengan lembaga pelatihan yang diakui Komite ISPO atau unit kerja pemerintah di bidang pelatihan.
(6) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilaksanakan oleh Dinas daerah kabupaten/kota atau provinsi, petugas pendamping, fasilitator daerah, dan/ a tau penyuluh.
(7) Sertifikasi ISPO awal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diprioritaskan bagi Pekebun secara berkelompok dengan luas areal kebun antara 500 (lima ratus) hektare sampai dengan 1.000 (seribu) hektare.
Pasal54
(1) Dalam hal pengajuan pembiayaan Serifikasi ISPO menggunakan APBN, Poktan, Gapoktan, koperasi atau kelembagaan ekonomi Pekebun lainnya mengajukan pengusulan Sertifikasi ISPO kepada Kepala Dinas kabupaten/kota.
(2) Kepala Dinas kabupaten/kota melakukan verifikasi persyaratan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12.
(3) Apabila hasil verifikasi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. memenuhi persyaratan, disampaikan kepada Kepala Dinas provinsi; atau
b. tidak memenuhi persyaratan, dikembalikan kepada pemohon.
(4) Kepala Dinas provinsi melakukan verifikasi pengusulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
(5) Apabila hasil Verifikasi pengusulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
a. memenuhi persyaratan, disampaikan kepada Direktur Jenderal; atau
b. tidak memenuhi persyaratan, dikembalikan kepada Kepala Dinas kabupaten/kota.
(6) Direktorat Jenderal melakukan verifikasi pengusulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan memperhatikan ketersediaan dana APBN.
(7) Apabila dana APBN tersedia proses pembiayaan sertifikasi ISPO dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan dibidang keuangan negara.
Pasal 55
(1) Dalam hal pengajuan pembiayaan Serifikasi ISPO menggunakan APBD Provinsi, Poktan, Gapoktan, koperasi atau kelembagaan ekonomi Pekebun lainnya mengajukan pengusulan sertifikasi ISPO kepada Kepala Dinas kabupaten/kota.
(2) Kepala Dinas kabupaten/kota melakukan verifikasi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12.
(3) Apabila hasil verifikasi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. memenuhi persyaratan, disampaikan kepada Kepala Dinas provinsi; atau
b. tidak memenuhi persyaratan, dikembalikan kepada pemohon.
(4) Kepala Dinas provinsi melakukan verifikasi pengusulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
(5) Kepala Dinas provmsi melakukan verifikasi pengusulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan memperhatikan ketersediaan dana · APBD provinsi.
(6) Apabila dana APBD provinsi tersedia proses pembiayaan Sertifikasi ISPO dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan dibidang keuangan negara.
Pasal56
(1) Dalam hal pengajuan pembiayaan Serifikasi ISPO menggunakan APBD kabupaten/kota, Gapoktan, koperasi atau kelembagaan ekonomi Pekebun lainnya mengajukan pengusulan sertifikasi ISPO kepada Kepala Dinas kabupaten/kota.
(2) Kepala Dinas kabupaten/kota melakukan verifikasi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12.
(3) Kepala Dinas daerah kabupaten/kota melakukan verifikasi pengusulan se bagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan memperhatikan ketersediaan dana APBD kabupaten/kota.
(4) Apabila dana APBD Provinsi tersedia proses pembiayaan sertifikasi ISPO dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan dibidang keuangan negara.
Pasal57
Dalam hal pengajuan pembiayaan Serifikasi ISPO menggunakan sum ber lain yang sah sesuai dengan
ketentuan | peraturan | perundang-undangan, | Poktan, |
Gapoktan, | koperasi atau | kelembagaan ekonomi | Pekebun |
lainnya mengajukan pengusulan sertifikasi ISPO kepada pemberi dana sesuai dengan mekanisme sesuai ketentuan per a turan perund ang- undangan.
BAB VI SANKS!ADMINISTRATIF
Pasal58
(1) Menteri mengenakan sanksi administratif kepada Perusahaan Perkebunan yang tidak memiliki sertifikat ISPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) berupa:
a. teguran tertulis;
b. pemberhentian sementara; atau
c. Pencabutan izin usaha
(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 1 (satu) kali dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan untuk melakukan perbaikan.
(3) Apabila teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan maka dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian sementara usaha perkebunan selama 6 (enam) bulan terhitung sejak keputusan pem ber hen tian sementara us aha perkebunan disampaikan.
(4) Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perusahaan Perkebunan tidak memiliki sertifikat ISPO maka dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha kepada pemberi izin sesuai kewenangan.
Pasal 59
(1) Menteri mengenakan sanksi administratif kepada LS ISPO yang tidak menyampaikan laporan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (7), Pasal
32 ayat (4) dan/atau Pasal 38 ayat (1), berupa:
a. teguran tertulis; atau
b. dikeluarkan dari daftar kementerian menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perkebunan sebagai LS ISPO.
yang
di
(2) Teguran tertulis se bagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diberikan sebanyak 2 (dua) kali dalam tenggang waktu
1 (satu) bulan.
(3) Apabila teguran tertulis ke-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, LS ISPO dikenakan sanksi administratif berupa dikeluarkan dari daftar di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perkebunan sebagai LS ISPO.
Pasal 60
(1) Menteri mengenakan sanksi administratif kepada LS ISPO yang tidak melakukan penilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat ( 1) diberikan sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis; atau
b. dikeluarkan dari daftar LS ISPO di Kementerian Pertanian.
(2) Teguran tertulis se bagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diberikan 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 2 (dua) bulan untuk melakukan penilikan.
(3) Apabila teguran tertulis ke-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, LS ISPO dikenakan sanksi administratif berupa dikeluarkan dari daftar di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perkebunan sebagai LS ISPO.
(4) LS ISPO yang dikeluarkan dari daftar LS ISPO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan kepada KANuntuk dicabut akreditasinya.
Pasal 61
(1) Menteri mengenakan sanksi administratif kepada Pelaku Usaha pemilik sertifikat ISPO yang tidak melaksanakan prinsip dan kriteria ISPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembekuan sertifikat ISPO; atau
c. pencabutan sertifikat ISPO.
(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 2 (dua) bulan untuk melakukan perbaikan.
(3) Apabila teguran tertulis ke-2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi maka dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan sertifikat ISPO selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diberitahukan pembekuan sertifikat ISPO.
(4) Apabila dalam waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ada perbaikan maka dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat ISPO.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal62
(1) Ketentuan mengenai Serfikasi ISPO wajib bagi Pekebun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(3) mulai berlaku 5 (lima) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
(2) Ketentuan mengeriai penilaian rantai pasok se bagaimana dimaksud dalam Pasal 28 mulai berlaku
5 (lima) tahun sejak Xxxaturan Menteri mi diundangkan.
Pasal63
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/PERMENTAN/OT.140/3/2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal64
Peraturan Menteri mi mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri mi dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Nopember 2020
MENTER! PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Nopember 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REP~NDONESIA,
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1377
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
TENTANG
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA
PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK :
(I) PERUSAHAAN PERKEBUNAN YANG MELAKUKAN USAHA BUDIDAYA PERKEBUNAN DAN TERINTEGRASI DENGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN
(B) PERUSAHAAN PERKEBUNAN YANG MELAKUKAN USAHA BUDIDAYA PERKEBUNAN
(P) PERUSAHAAN PERKEBUNAN YANG MELAKUKAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
1 | KEPATUHAN LEGALITAS USAHA PERKEBUNAN | 1.1 Legalitas Lahan | ||||||||
1.1.1 Izin Lokasi Pelaku Usaha Perkebunan mempunyai Izin | 1. Mempunyai Izin Lokasi yang dikeluarkan oleh Xxxxxx/ Walikota/ | 1. Tersedia dokumen Izin Lokasi dan/ atau perpanjanganny | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen yang sah |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Lokasi yang dikeluarkan oleh Bupati/ Walikota/ Gubernur/ Pejabat yang berwenang dengan dilengkapi peta skala 1:100.000 atau 1:50.000 sesuai dengan RTWK/RTRWP sebelum dapat melaksanakan kegiatannya. (I,B,P) | Gubernur/ Pejabat yang berwenang dengan dilengkapi peta skala 1:100.000 atau 1:50.000. | a harus dapat ditunjukkan (untuk perolehan kebun yang dibuka setelah Tahun 1993). | Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen yang sah | |||||||
2. Tersedia Izin Lokasi yang diterbitkan oleh instansi berwenang sesuai peraturan perundangan. | √ | √ | √ | |||||||
3. Tersedia peta izin lokasi dengan skala 1:50.000 atau 1:100.000 untuk izin lokasi setelah Tahun 1993; atau dengan skala lainnya. | √ | √ | ||||||||
2. Tanah yang dapat ditunjuk dalam Izin Lokasi | Tanah dalam Izin Lokasi sesuai dengan Rencana | √ | √ | √ | Memenuhi Jika tanah sesuai dengan |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
merupakan tanah yang peruntukannya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. | Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada saat izin lokasi diterbitkan. | RTRW Tidak memenuhi Jika tanah tidak sesuai dengan RTRW | ||||||||
3. Pemegang Izin Lokasi wajib membebaskan tanah dari hak dan kepentingan pihak lain sesuai peraturan perundangan. | Tersedia dokumentasi pembebasan lahan pada masa waktu Izin Lokasi berlaku. | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen yang sah Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen yang sah | ||||||
1.1.2 Perolehan Xxxxx Xxxxx perkebunan yang berasal dari kawasan hutan produksi konversi wajib mempunyai Izin Pelepasan Kawasan Hutan | 1. Lahan perkebunan yang berasal dari kawasan hutan produksi konversi wajib mempunyai Izin Pelepasan Kawasan Hutan dari KLHK atau BKPM. | Tersedia Izin Pelepasan Kawasan Hutan dari Instansi terkait untuk lahan yang berasal dari kawasan hutan yang dapat dikonversi. | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen yang sah Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen yang sah |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
dari KLHK atau BKPM. (I,B,P) | 2. Lahan perkebunan yang berasal dari kawasan hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas wajib mempunyai Surat Persetujuan Prinsip Tukar Menukar kawasan hutan. | 1. Tersedia Surat Penetapan Kawasan Hutan yang Berasal dari Lahan Pengganti untuk lahan yang berasal dari kawasan Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas. | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen yang sah asal tanah ulayat Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen yang sah asal tanah ulayat | ||||
2. Tersedia Surat Pelepasan Kawasan Hutan yang Dimohon untuk lahan yang berasal dari kawasan hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas. | ||||||||||
3. Lahan pengganti kawasan hutan yang ditetapkan menjadi bagian dari tukar menukar kawasan hutan, |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
harus bebas dari sengketa lahan. | ||||||||||
3. Lahan perkebunan yang berasal dari tanah hak ulayat masyarakat hukum adat wajib diperoleh berdasarkan musyawarah dan persetujuan dengan informasi yang lengkap tanpa paksaan dari masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat mengenai penyerahan tanah dan imbalannya sesuai dengan peraturan perundangan. | 1. Tersedia kesepakatan melalui Padiatapa. | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen yang sah asal tanah ulayat Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen yang sah asal tanah ulayat | ||||||
2. Kesepakatan dan tindaklanjutnya diawasi oleh Pemerintah. | √ | √ | ||||||||
3. Dokumen yang menunjukkan bahwa lahan perkebunan tidak berasal dari tanah hak ulayat sejauh keberadaannya diakui oleh peraturan perundangan yang berlaku. | √ | √ | ||||||||
1.1.3 Hak Atas Tanah Memiliki Hak | 1. Memiliki Hak atas Tanah (HGU, HGB, Hak Pakai) yang | 1. Tersedia Sertifikat Hak atas tanah (HGU, HGB, HP). | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen HGU yang sah sesuai |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Atas Tanah (HGU, HGB dan atau Hak Pakai) yang sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku. (I,B,P) | sah dengan luasan sesuai peraturan perundangan di bidang pertanahan. | 2. Tersedia Surat Keputusan Hak atas Tanah dari instansi terkait. | √ | √ | dengan luasan kebun yang dikelola Tidak memenuhi Jika kebun tidak memiliki sertifikat HGU yang sah dengan luasan yang sesuai dengan yang dikelola, atau memiliki dokumen HGU namun luasan kebun yang dikelola tidak sesuai dengan luasan yang tercantum dalam dokumen HGU | |||||
3. Kesesuaian nama pemegang Hak Atas Tanah (HGU, HGB, dan atau Hak Pakai) dengan nama pelaku usaha perkebunan, dengan tetap memperhatikan jangka waktu penyesuaian nama Hak Atas Tanah apabila terjadi peralihan kepemilikan perusahaan. | √ | √ | ||||||||
4. Kesesuaian jenis penggunaan dan/atau pemanfaatan tanah (komoditi usaha perkebunan), | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Hak Atas Tanah (HGU, HGB, dan atau HP) dengan keputusan pemberian haknya. | ||||||||||
. Kesesuaian lokasi dan luasan operasional berada didalam areal HGU. | √ | √ | √ | |||||||
. Masa berlaku Hak Atas Tanah (HGU, HGB, dan atau HP) pada saat pengajuan. | √ | √ | ||||||||
2. Memiliki bukti rekaman dokumentasi pembebasan lahan yang telah dilakukan di areal HGU. | . Tersedia dokumentasi Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) sesuai ketentuan perundang- undangan yang berlaku. | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen pembebasan lahan Tidak memenuhi Jika tidak |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
. Tersedia dokumen Berita Acara Pemeriksaan Lapangan dan Berita Acara Sidang Panitia A dan B (risalah Panita A dan B). | √ | √ | √ | memiliki dokumen pembebasan lahan | ||||||
3. Pemeliharan batas-batas HGU. | . Tersedia Peta Bidang Tanah (Kadasteral) yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan Hak Atas Tanah (HGU, HGB, HP). | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen peta batas HGU Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen peta batas HGU | |||||||
2.Tersedia rekaman jumlah dan keberadaan pilar batas HGU yang sesuai dengan Peta Bidang Tanah (Kadasteral). | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
3.Tersedia mekanisme untuk pemeliharaan pilar batas HGU/HGB dan/atau HP. | √ | √ | ||||||||
. Tersedia dokumen/rekam an monitoring pemeliharaan batas HGU. | √ | |||||||||
. Tersedia petugas yang ditetapkan untuk melakukan monitoring pemeliharaan batas HGU/HGB/HP. | √ | |||||||||
1.1.4 Sengketa Lahan Pelaku Usaha Perkebunan wajib menyelesaikan sengketa lahan yang ada di | 1. Pelaku Usaha Perkebunan wajib menyelesaikan sengketa lahan yang ada di dalam arealnya sesuai peraturan yang berlaku. | Jika tersedia sengketa lahan: . Tersedia hasil identifikasi areal sengketa pada seluruh area operasionalnya yang berada didalam HGU. | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen sengketa lahan secara lengkap Tidak memenuhi Jika tidak |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
dalam areanya sesuai dengan peraturan perundangan. (I,B,P) | . Tersedia peta lahan yang menjadi sengketa. | √ | √ | memiliki dokumen sengketa lahan secara lengkap | ||||||
. Tersedia laporan proses penyelesaian sengketa, telah dilaporkan ke instansi terkait dan ada tanda terimanya. | √ | √ | √ | |||||||
2. Pelaku Usaha Perkebunan harus dapat membuktikan bahwa sengketa lahan yang ada di arealnya telah disepakati penyelesaiannya. | Tersedia dokumen proses penyelesaian sengketa lahan (melalui musyawarah, apabila tidak dapat diselesaikan maka ditempuh melalui jalur hukum). | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen penyelesaian sengketa Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen penyelesaian sengketa | |||||
1.1.5 Tanah Terlantar | Pelaku Usaha Perkebunan harus memastikan | . Tersedia hasil identifkasi pemanfaatan | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen lahan |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Pelaku Usaha Perkebunan harus memanfaatkan hak atas tanah sesuai dengan peruntukannya. (I,B,P) | pemanfaatan lahan HGU sesuai peruntukannya. | lahan yang belum sesuai peruntukannya. | terlantar Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen lahan terlantar | |||||||
. Tersedia dokumen laporan penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan keputusan pemberian hak atas tanah yang disampaikan kepada instansi terkait. | √ | √ | ||||||||
1.1.6 Tumpang Tindih Lahan dengan Usaha Lainnya Pelaku Usaha Perkebunan memiliki kesepakatan atas tumpang tindih lahan dengan usaha lainnya sesuai | Tersedia kesepakatan tertulis antara pemegang hak atas tanah dengan usaha lainnya. | . Tersedia dokumen kesepakatan yang memuat: lokasi, luasan, periode, khususnya bagi izin usaha pertambangan yang dikeluarkan setelah izin lokasi perkebunan. | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen penyelesaian tumpang tindih lahan Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen penyelesaian |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
peraturan perundangan. (I, B, P) | . Pelaku Usaha mengidentifikasi areal yang tumpang tindih dengan IUPHHK- HT dan/atau IUPHHK-HA dan melaporkannya kepada pemberi izin. | √ | √ | √ | tumpang tindih lahan | |||||
1.2 Legalitas Usaha Perkebunan | ||||||||||
1.2.1 Bentuk Badan Hukum Pelaku Usaha Perkebunan harus berbentuk Badan Hukum dan mempunyai semua izin yang diperlukan untuk dapat diakui sebagai bisnis yang mempunyai dasar entitas | 1. Pelaku Usaha Perkebunan harus berbentuk Badan Hukum. | . Tersedia dokumen Akta pendirian yang disahkan oleh Intansi pemerintah terkait dan sesuai dengan dengan nama organisasi perkebunan. Bidang usaha dan tipe kepemilikan Pelaku Usaha Perkebunan (PMA atau Lokal) | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen Pelaku Usaha Perkebunan berbadan Hukum Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen Pelaku Usaha Perkebunan berbadan Hukum |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
hukum. (I,B,P) | sesuai dengan usaha yang saat ini dijalankan. | |||||||||
. Tersedia Akta perubahan terakhir yang disahkan oleh Intansi pemerintah terkait dan sesuai dengan dengan nama organisasi perkebunan. | √ | √ | ||||||||
2. Memiliki NPWP yang sesuai dengan lokasi Pelaku Usaha Perkebunan berada, Tanda Daftar Pelaku Usaha Perkebunan (TDP) dan Surat Ijin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan | . Tersedia Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang sesuai obyek wajib pajak. | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen NPWP, TDP,SITU, SIUP Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen NPWP, TDP,SITU, SIUP | ||||||
. Tersedia Tanda Daftar Pelaku Usaha Perkebunan (TDP) yang masih berlaku dan disahkan oleh instansi terkait. | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
(SIUP). | . Tersedia Surat Izin Tempat Usaha (SITU) yang masih berlaku dan disahkan oleh instansi terkait. | √ | √ | |||||||
. Tersedia Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang masih berlaku sesuai dengan usaha yang sedang dijalankan dan disahkan oleh instansi terkait. | √ | √ | ||||||||
3. Semua bangunan dengan kategori minimum bangunan semi permanen, wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sesuai | Tersedia Izin Membangun Bangunan (IMB) untuk bangunan (rumah permanen/semi permanen, pabrik didalam HGU, kantor, gudang, bengkel, dll) yang | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki IMB Tidak memenuhi Jika tidak memiliki IMB |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
dengan Perda yang berlaku. | diperoleh dari intansi pemerintah setempat. | |||||||||
4. Bangunan PKS dan fasilitasnya yang berada diluar HGU mempunyai Sertifikat Hak Guna Bangunan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). | . Tersedia dokumen Hak Guna Bangunan (HGB) untuk bangunan yang berada di luar HGU. | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki HGB Tidak memenuhi Jika tidak memiliki HGB | ||||||
. Tersedia SK Hak atas Bangunan (SK Kepala BPN) harus dapat ditunjukkan. | √ | √ | ||||||||
. Kesesuaian nama pemegang Hak Atas Bangunan (HGB) dengan nama unit sertifikasi. | √ | √ | ||||||||
4. Kesesuaian jenis penggunaan atau pemanfaatan bangunan (HGB) dengan keputusan pemberian haknya. | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
. Lokasi bangunan berada di dalam Hak Atas Bangunan (HGB). | √ | √ | ||||||||
. Masa berlaku Hak Atas Tanah (HGU, HGB, HP) pada saat pengajuan. | √ | √ | ||||||||
5. Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahun, PPH dan PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Melaporkan SPT pajak yang sesuai peraturan Perda setempat. | . Tersedia bukti pembayaran/seto ran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap 1 (satu) tahun terakhir. | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki PBB, PPh, PPN Tidak memenuhi Jika tidak memiliki PBB , PPh, PPN | ||||||
. Tersedia bukti pembayaran/seto ran Pajak Penghasilan (PPh) 3 (tiga) bulan terakhir dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) setiap 1 (satu) tahun terakhir. | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
. Tersedia bukti lapor Surat Pemberitahuan (SPT) kepada instansi terkait. | √ | √ | ||||||||
1.2.2 Izin Lingkungan Mempunyai persyaratan legalitas yang terkait dengan lingkungan sebelum melaksanakan kegiatannya. (I,B,P) | Memiliki Izin Lingkungan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundangan. | Tersedia Izin Lingkungan yang diperoleh dari pejabat yang berwenang, dan sesuai dengan nama Pelaku Usaha Perkebunan. | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki Izin Lingkungan sesuai ketentuan yang berlaku Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki izin lingkungan | |||||
1.2.3 Fasilitasi Pembangunan kebun rakyat Pelaku Usaha Perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUP dengan luas 250 ha atau | Mempunyai dokumen kerjasama Pelaku Usaha Perkebunan dengan masyarakat sekitar kebun tentang fasilitasi pembangunan kebun masyarakat. | . Tersedia dokumen Kesepakatan bersama antara Pelaku Usaha Perkebunan dengan masyarakat sekitar yang diketahui oleh dinas yang | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen kerjasama Pelaku Usaha Perkebunan dengan masyarakat sekitar |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
lebih, berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dengan luasan paling kurang 20% dari luas areal IUP-B atau IUP, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. (I,B, P ) | membidangi perkebunan. | Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen kerjasama Pelaku Usaha Perkebunan dengan masyarakat sekitar | ||||||||
. Tersedia dokumen realisasi luas area pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dari luas Izin Usaha Perkebunan (IUP/IUP-B) yang dimiliki. | √ | √ | ||||||||
. Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat seluas 20% dari luas kebun inti tidak berlaku bagi Pelaku Usaha Perkebunan yang telah melakukan pola PIR-BUN, | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
PIR-TRANS, PIR- KKPA atau pola kerjasama inti plasma lainnya. Sedangkan bagi Pelaku Usaha Perkebunan yang belum melakukan kerjasama tersebut wajib melakukan kegiatan produktif untuk masyarakat sekitar yang diketahui oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya. | ||||||||||
. Badan hukum dalam bentuk koperasi tidak wajib memfasilitasi pembangunan kebun | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
masyarakat seluas 20%. | ||||||||||
. Tersedia bukti laporan perkembangan realisasi fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar kepada instansi pemerintah terkait (Dinas Perkebunan). | √ | √ | ||||||||
1.2.4 Izin Perkebunan (I,B,P) | Mempunyai Izin Usaha Perkebunan (IUP). | . Dokumen Izin Usaha Perkebunan (IUP/ SPUP, IUP- B/ ITUBP, IUP- P/ ITUIP, Izin usaha perkebunan yang diterbitkan oleh Kepala BKPM atas nama Menteri Pertanian; Izin Tetap Usaha | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen IUP Tidak memenuhi Jika tidak memiliki dokumen IUP |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Perkebunan (ITUP) dari Menteri Pertanian dapat ditunjukkan. | ||||||||||
. IUP diterbitkan oleh instansi pemerintah yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangan. | √ | √ | ||||||||
. Luas IUP harus lebih besar atau sama dengan luas HGU/HGB. | √ | √ | ||||||||
. Seluruh area operasional perkebunan termasuk didalam IUP. | √ | √ | √ | |||||||
. Lokasi IUP sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. | √ | √ | √ | |||||||
. Jumlah unit dan kapasitas terpasang atau | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
volume produksi produk dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sesuai dengan kapasitas yang tertera didalam IUP. | ||||||||||
. Komoditi yang tertera dalam dokumen IUP sesuai dengan komoditi yang diusahakan. | √ | √ | √ | |||||||
. Untuk IUP-P, ditunjukkan dengan ketersediaan bahan baku TBS yang diolah di PKS paling rendah 20% dari kebun sendiri atau ditunjukkan dengan adanya perjanjian kerjasama pasokan bahan | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
baku TBS antara PKS dengan pekebun, minimal 5 (lima) tahun. | ||||||||||
2 | PENERAPAN PRAKTEK PERKEBUNAN YANG BAIK | 2.1 Perencanaan Perkebunan Pelaku Usaha Perkebunan harus memiliki perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang untuk memproduksi minyak sawit berkelanjutan. (I,B,P) | 1. Pelaku Usaha Perkebunan memiliki rencana strategis yang berisi visi dan misi Pelaku Usaha Perkebunan yang mendukung usaha berkelanjutan. | . Visi dan Misi Pelaku Usaha Perkebunan yang mendukung usaha berkelanjutan yang disahkan oleh pimpinan Pelaku Usaha Perkebunan. | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki rencana strategis. Tidak memenuhi Jika tidak memiliki rencana strategis. | ||
. Bukti sosialisasi Visi dan Misi Perusahan Perkebunan yang mendukung usaha berkelanjutan kepada pekerja dan mitra kerja. | √ | √ | √ | √ | ||||||
2. Pelaku Usaha Perkebunan memiliki Struktur | . Tersedia dokumen Struktur Organisasi | √ | √ | √ | √ | Memenuhi jika memiliki struktur organisasi. |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Organisasi Pelaku Usaha Perkebunan Kelapa Sawit. | Pelaku Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang disahkan oleh Pimpinan. | Tidak memenuhi jika tidak memiliki struktur organisasi. | ||||||||
. Dokumen Struktur Organisasi sesuai dengan kegiatan operasional. | √ | √ | √ | √ | ||||||
. Tersedia uraian tugas dan tanggung jawab untuk setiap posisi dan level struktur organisasi, termasuk menetapkan staff secara khsusus sebagai wakil manajemen untuk bertanggung jawab secara keseluruhan SRP (Sistem Rantai Pasok). | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
3. Pelaku Usaha Perkebunan memiliki Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi Usaha Perkebunan. | . Dokumen rencana tahunan dan laporan tahunan yang secara lengkap menjelaskan kegiatan Pelaku Usaha Perkebunan. Termasuk rencana pasokan buah dan sumber buah. | √ | √ | Memenuhi jika memiliki perencanaan, monitoring dan evaluasi usaha perkebunan. Tidak memenuhi jika tidak memiliki perencanaan, monitoring dan evaluasi usaha perkebunan. | ||||||
. Dokumen Rencana Strategis Jangka Menengah dan Jangka Panjang dan pelaksanaan kegiatan internal audit/penilaian mandiri tentang penerapan dari rencana tersebut. | √ | √ | ||||||||
. Laporan Hasil Audit Keuangan Pelaku Usaha Perkebunan. | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
4. Pelaku Usaha Perkebunan memiliki Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Pelaku Usaha Perkebunan. | . Tersedia mekanisme penerimaan tenaga kerja. | √ | √ | √ | Memenuhi jika memiliki sistem manajemen SDM. Tidak memenuhi jika tidak memiliki sistem manajemen SDM. | |||||
. Tersedia dokumen sistem pengupahan dan pemberian insentif. | √ | √ | √ | |||||||
. Tersedia dokumen sistem jenjang karier dan penilaian prestasi kerja. | √ | √ | √ | |||||||
. Tersedia dokumen sistem pelatihan. | √ | √ | √ | |||||||
5. Tersedia dokumen rencana dan realisasi pemanfaatan lahan (HGU) untuk pembangunan perkebunan, unit pengolahan kelapa sawit, | . Luas realisasi pemanfaatan lahan sesuai dengan luas HGU atau HGU dan HGB. | √ | √ | √ | Memenuhi jika memiliki dokumen rencana dan realisasi pemanfaatan lahan. Tidak memenuhi jika tidak memiliki | |||||
. Realisasi kapasitas pabrik sesuai dengan izin usaha perkebunan. | √ | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
kantor, perumahan karyawan, sarana pendukung dan kebutuhan lainnya. | . Tersedia laporan tahunan perkembangan perkebunan kepada pemberi izin usaha perkebunan setempat. | √ | √ | √ | dokumen rencana dan realisasi pemanfaatan lahan. | |||||
. Tersedia dokumen untuk mengusahakan seluruh areal yang secara teknis dapat ditanami setelah 6 (enam) tahun sejak diperoleh hak atas tanah (untuk Pelaku Usaha Perkebunan yg memperoleh izin setelah UU Nomor 39 Tahun 2014) | √ | √ | √ | |||||||
2.2 Penerapan Teknis Budidaya Dan Pengolahan Hasil | ||||||||||
2.2.1 | 1. Pelaku Usaha | . Tersedia SOP | √ | √ | √ | Memenuhi |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Pembukaan Lahan Pembukaan lahan yg memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. (I,B) | Perkebunan harus memiliki Standard Operating Procedure (SOP) pembukaan lahan termasuk penataan lahan. | pembukaan lahan tanpa bakar termasuk penataan lahan. | Jika memiliki SOP. Tidak memenuhi Jika tidak memiliki SOP | |||||||
. Tersedia SOP pembukaan lahan dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. | √ | √ | √ | |||||||
. Tersedia SOP pembukaan lahan dengan terasering apabila Pelaku Usaha Perkebunan memiliki kemiringan lahan lebih besar 30%. | √ | √ | √ | |||||||
2. Menerapkan kaidah konservasi tanah dan air dalam proses pembukaan lahan baru dan | . Pembuatan sistem drainase, terasering bagi lahan dengan kemiringan tertentu, penanaman | √ | √ | √ | Memenuhi Jika menerapkan kaidah konservasi tanah dan air dalam |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
operasional perkebunan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. | tanaman penutup tanah (cover crops) untuk meminimalisir erosi dan kerusakan/degra dasi tanah. | pembukaan lahannya memiliki dokumen. Tidak Memenuhi Jika tidak menerapkan kaidah konservasi tanah dan air dalam pembukaan lahannya memiliki dokumen. | ||||||||
. Pembukaan lahan dan penanaman kelapa sawit mempunyai jarak tertentu dengan tepi waduk/danau, yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Apabila waduk/danau tersebut tepinya belum ditetapkan oleh pemerintah, maka jarak antara pembukaan lahan dan/atau | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
penanaman sawit dari tepi waduk/danau tersebut ditetapkan oleh SOP internal Pelaku Usaha Perkebunan. | ||||||||||
. Pembukaan lahan dan penanaman kelapa sawit mempunyai jarak tertentu dengan tepi mata air, dimana tepi mata air tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah. Apabila mata air tersebut tepinya belum ditetapkan oleh pemerintah, maka jarak antara pembukaan lahan dan/atau penanaman | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
sawit dari tepi mata air tersebut ditetapkan oleh SOP internal Pelaku Usaha Perkebunan. | ||||||||||
. Pembukaan lahan dan penanaman kelapa sawit mempunyai jarak tertentu dengan tepi sungai, dimana tepi sungai tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah. Apabila sungai tersebut tepinya belum ditetapkan oleh pemerintah, maka jarak antara pembukaan lahan dan/atau penanaman sawit dari tepi | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
sungai tersebut ditetapkan oleh SOP internal Pelaku Usaha Perkebunan. | ||||||||||
. Pembukaan lahan dan penanaman kelapa sawit mempunyai jarak tertentu dengan tepi anak sungai, dimana tepi anak sungai tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah. Apabila anak sungai tersebut tepinya belum ditetapkan oleh pemerintah, maka jarak antara pembukaan lahan dan/atau penanaman sawit dari tepi anak sungai | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
tersebut ditetapkan oleh SOP internal Pelaku Usaha Perkebunan. | ||||||||||
. Pembukaan lahan dan penanaman kelapa sawit mempunyai jarak tertentu dengan tepi jurang, dimana tepi jurang tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah. Apabila jurang tersebut tepinya belum ditetapkan oleh pemerintah, maka jarak antara pembukaan lahan dan/atau penanaman sawit dari tepi jurang tersebut ditetapkan oleh | √ | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
SOP internal Pelaku Usaha Perkebunan. | ||||||||||
. Pembukaan lahan dan penanaman kelapa sawit mempunyai jarak tertentu dengan tepi pantai, dimana tepi pantai tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah. Apabila pantai tersebut tepinya belum ditetapkan oleh pemerintah, maka jarak antara pembukaan lahan dan/atau penanaman sawit dari tepi pantai tersebut ditetapkan oleh SOP internal Pelaku Usaha | √ | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Perkebunan. | ||||||||||
3. Memiliki bukti yang mendukung tidak adanya kegiatan pembakaran oleh operasional Pelaku Usaha Perkebunan di areal konsesi perkebunan, seperti riwayat pemunculan titik api di area konsesi dan BAP pembukaan lahan dengan sistem mekanis. | . Tersedia dokumen kegiatan pembukaan lahan tanpa bakar. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki bukti. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki bukti. | ||||
. Tersedia laporan tindakan penanggulangan kebakaran. | √ | √ | √ | √ | ||||||
. Tersedia Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pembukaan lahan dengan sistem mekanis. . Tersedia SOP pembukaan lahan tanpa bakar. | √ | √ | √ | √ | ||||||
4. Pelaku Usaha Perkebunan memiliki rekaman dan peta pembukaan dan | . Tersedia rekaman dan peta penataan lahan meliputi penataan blok, pembuatan jalan | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki rekaman dan peta pembukaan dan penataan |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
penataan lahan. | kebun dan emplasement. | lahan. Tidak Memenuhi jika tidak memiliki rekaman dan peta pembukaan dan penataan lahan. | ||||||||
. Tersedia rekaman pembuatan sistem drainase, terasering bagi lahan dengan kemiringan tertentu, penanaman tanaman penutup tanah (cover crops) untuk meminimalisir erosi dan kerusakan/degra dasi tanah. | √ | √ | √ | √ | ||||||
. Tersedia rekaman pembukaan lahan sesuai persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan | √ | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
atau AMDAL/RKL-RPL yang sesuai ketentuan peraturan perundangan. | ||||||||||
2.2.2 Perbenihan Pelaku Usaha Perkebunan dalam melakukan penanaman harus menggunakan benih unggul bersertifikat. (I,B) | 1. Pelaku Usaha Perkebunan memiliki SOP Perbenihan. | 1. Tersedia SOP penggunaan benih bina (sejak tahun 1995 benih bina yang berasal dari sumber benih yang telah mendapat pengakuan dari pemerintah dan bersertifikat dari instansi yang berwenang). | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki SOP. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki SOP. | |||
2. Harus bisa menunjukkan mempunyai SOP penggunaan benih dengan kualitas dan umur sesuai ketentuan teknis. | √ | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
3. SOP penangangan benih yang tidak memenuhi persyaratan. | √ | √ | √ | √ | ||||||
2. Pelaku Usaha Perkebunan memiliki dokumen pelaksanaan penyediaan benih bersertifikat. | . Tersedia sertifikat benih dari produsen benih bersertifikat yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. Tidak Memenuhi Jika tidak dokumen. | ||||
. Tersedia dokumen pelaksanaan penyediaan kecambah mulai dari permohonan sampai kecambah diterima. | √ | √ | √ | √ | ||||||
3. Penanganan benih yang tidak memenuhi persyaratan. | Tersedia Berita Acara pemusnahan benih yang tidak memenuhi | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
persyaratan. | Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. | |||||||||
2.2.3 Penanaman pada Lahan Mineral (I,B) | 1. SOP pedoman teknis penanaman kebun kelapa sawit di lahan mineral. | Tersedia SOP mulai dari perencanaan penanaman (jarak tanaman) sampai dengan penanaman bibit sesuai dengan praktek peraturan perundangan terkait pedoman budidaya kelapa sawit. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki SOP. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki SOP. | |||
2. Tersedia dokumen penerapan penanaman sesuai dengan standar atau peraturan yang berlaku di lahan mineral. | . Tersedia dokumen rencana penanaman yang sesuai dengan SOP. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. Tidak Memenuhi Jika tidak dokumen. | ||||
. Tersedia dokumen realisasi penanaman yang | √ | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
sesuai dengan SOP. | ||||||||||
2.2.4 Penanaman pada Xxxxx Xxxxxx (I,B) | 1. SOP pedoman teknis atau instruksi kerja untuk penanaman kebun kelapa sawit di lahan gambut. | Tersedia SOP penanaman di lahan gambut sesuai dengan praktek peraturan perundangan terkait pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi jika memiliki SOP. Tidak Memenuhi jika tidak memiliki SOP. | |||
2. Pengaturan penurunan lapisan tanah gambut tinggi. | 1. Tersedia SOP tentang pengaturan penurunan lapisan tanah gambut tinggi. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki SOP. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki SOP. | ||||
2. Tersedia alat untuk mengukur penurunan lapisan tanah gambut. | √ | √ | √ | √ | ||||||
3. Tersedia sarana dan prasana terkait | √ | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
pengelolaan penanaman di lahan gambut. | ||||||||||
3. Dokumentasi rekaman penerapan penanaman di lahan gambut sesuai dengan prosedur dan/atau peraturan perundangan. | . Tersedia dokumen hasil identifikasi kedalaman gambut di areal HGU yang dilakukan oleh pihak internal atau eksternal perusahaan. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen | ||||
. Tersedia hasil implementasi SOP terkait penanaman dan perawatan kelapa sawit di lahan gambut. | √ | √ | √ | √ | ||||||
. Tersedia hasil monitoring subsidensi dan pengaturan tinggi muka air tanah. | √ | √ | √ | √ | ||||||
. Tersedia dokumen | √ | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
identifikasi dan pemetaan pada ekosistem gambut dengan fungsi lindung yang dikeluarkan dari penanaman. | ||||||||||
2.2.5 Pemeliharaan Tanaman (I,B) | 1. Prosedur pemeliharaan tanaman dengan menerapkan Good Agriculture Practices (GAP) kelapa sawit. | Tersedia SOP pemeliharaan tanaman sesuai dengan praktek peraturan perundangan terkait budidaya kelapa sawit. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki SOP. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki SOP. | |||
2. Tersedia rekaman penerapan pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang sesuai dengan standar atau peraturan yang berlaku dan prinsip pengelolaan lingkungan, | 1. Tersedia dokumen rencana pemeliharaan tanaman, yang meliputi: a. konsolidasi tanaman, b. penyisipan tanaman, c. pemeliharaa n piringan pohon, | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
termasuk pemupukan sesuai dengan rekomendasi, pemeliharaan piringan, pemeliharaan tanaman penutup dan sanitasi kebun. | d. pemeliharaa n penutup tanah, e. pemupukan berdasarkan analisa tanah dan daun, f. pemeliharaa n terasering dan tinggi muka air, g. drainase, h. tunas pasir (TBM). | |||||||||
2. Dokumen pemeliharaan tanaman tahun berjalan dan 1 (satu) tahun sebelumnya, yang meliputi: a. konsolidasi tanaman, b. penyisipan tanaman, c. pemeliharaa n piringan | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
pohon, d. pemeliharaa n penutup tanah, e. pemupukan berdasarkan analisa tanah dan daun, f. pemeliharaa n terasering dan tinggi muka air, g. drainase, h. tunas pasir (TBM). | ||||||||||
2.2.6 Pengendalian Organisme Pelaku Usaha Perkebunan harus menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai Pedoman | 1. Pelaku Usaha Perkebunan memiliki SOP pengamatan dan pengendalian OPT. | Tersedia SOP pengamatan dan pengendalian OPT yang dapat menjamin bahwa: a. pengendalian OPT dilakukan secara terpadu (Pengendalian Hama Terpadu/ PHT), yaitu memadukan | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki SOP. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki SOP. |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Teknis. (I,B) | berbagai teknik pengendalian secara mekanis, biologis, fisik dan kimiawi, b. penerapan sistem peringatan dini (Early Warning Sistem/ EWS) melalui pengamatan OPT dilakukan secara berkala, c. pestisida yang digunakan telah terdaftar di Komisi Pestisida Kementerian Pertanian, d. penanganan limbah pestisida dilakukan sesuai petunjuk teknis Komisi Pestisida untuk |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan, e. tenaga (regu) pengendali yang sudah terlatih oleh institusi yang berwenang dan disetujui oleh Komisi Pestisida khusus untuk penggunaan pestisida terbatas, f. gudang penyimpanan alat dan bahan pengendali OPT, g. jenis tanaman inang musuh alami. | ||||||||||
2. Prosedur mitigasi penggunaan | . Tersedia SOP mitigasi penggunaan | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki SOP. |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
pestisida untuk kegiatan penyemprotan hama/ gulma yang sudah disetujui oleh manajemen Pelaku Usaha Perkebunan yang berwenang dan terdapat bukti penerimaan prosedur oleh pihak yang bertanggung jawab. | bahan pestisida, mencakup: penanganan dan pengelolaan pestisida, yaitu: a. penggolongan pestisida, b. tata cara penggunaan pestisida, c. penyimpanan pestisida, d. keracunan pestisida dan gejalanya, e. pertolongan pertama terhadap keracunan pestisida. | Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki SOP. | ||||||||
. Tersedia bukti sosialisasi prosedur kepada pekerja terkait. | √ | √ | √ | √ | ||||||
3. Rekaman atau dokumen pelaksanaan pengamatan | . Tersedia rekaman jenis tanaman inang musuh alami. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki rekaman. |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
dan pengendalian OPT serta penggunaan jenis pestisida yang terdaftar. | . Tersedia bukti implementasi prosedur pengamatan dan pengendalian OPT. | √ | √ | √ | √ | Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki rekaman. | ||||
. Tersedia rekaman penggunaan pestisida yang telah terdaftar di Komisi Pestisida Kementerian Pertanian dan izin pestisida masih dalam masa berlaku. | √ | √ | √ | |||||||
4. Memiliki komitmen tertulis pihak manajemen Pelaku Usaha Perkebunan untuk pengurangan pestisida dalam kegiatan operasional | Tersedia dokumen tertulis yang ditetapkan Pelaku Usaha Perkebunan terkait komitmen dalam pengurangan bahan pestisida, dalam kegiatan pemeliharaan tanaman. | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
perkebunan. | ||||||||||
5. Tersedia rekaman penggunaan pestisida dan penguranganny a sampai batas tertentu dengan subtitusi bahan yang ramah lingkungan/ penggunaan agensia hayati untuk pemeliharaan tanaman perkebunan. | Tersedia rekaman penggunaan pestisida dan pengurangannya dengan subtitusi bahan yang ramah lingkungan/ penggunaan agens hayati untuk pemeliharaan tanaman perkebunan. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki rekaman Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki rekaman | ||||
2.2.7 Pemanenan Pelaku Usaha Perkebunan melakukan panen tepat waktu dengan cara yang baik dan benar dan mencatat | 1. Tersedia SOP pemanenan kelapa sawit dan dokumen penerapan kegiatan panen. | . Tersedia SOP pelaksanaan pemanenan sesuai dengan praktek peraturan perundangan terkait pedoman budidaya kelapa sawit. | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki SOP Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki SOP | ||||
2. Tersedia | √ | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
produksi TBS. (I,B) | dokumen penerapan pemanenan kelapa sawit. | |||||||||
2. Tersedia dokumen produksi bulanan, triwulan, semester dan tahunan. | Tersedia data produksi TBS tahunan. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki data Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki data | ||||
3. Tersedia dokumen proyeksi produksi. | Tersedia data proyeksi produksi TBS tahun mendatang. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki data Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki data | ||||
2.2.8 Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) Pelaku Usaha Perkebunan harus memastikan bahwa TBS | 1. Tersedia SOP untuk pengangkutan TBS dan penerapannya. | 1.Tersedia SOP pelaksanaan pengangkutan TBS sesuai dengan pedoman budidaya kelapa sawit. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki SOP Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki SOP | |||
2.Bukti penerapan prosedur | √ | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
yang dipanen harus segera diangkut ke tempat pengolahan untuk menghindari penurunan kualitas. (I,B) | pelaksanaan pengangkutan TBS. | |||||||||
2. Tersedia rekaman atau dokumen pelaksanaan pengangkutan TBS. | Tersedia rekaman pelaksanaan pengangkutan TBS. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki rekaman. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki rekaman. | ||||
2.2.9 Penerimaan TBS di Unit Pengolahan Kelapa Sawit Pelaku Usaha Perkebunan memastikan bahwa TBS yang diterima sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. | 1. Tersedia SOP penerimaan dan pemeriksaan/ sortasi TBS. | Tersedia SOP penerimaan, pemeriksaan dan sortasi TBS sesuai dengan kriteria sortasi buah yang diterima. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki SOP Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki SOP | |||
2. Dokumen penerimaan TBS yang sesuai dan tidak sesuai dengan persyaratan. | Tersedia dokumen hasil sortasi TBS di pabrik yang sesuai dengan SOP penerimaan TBS. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. Tidak Memenuhi Jika tidak |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
(I,P) | memiliki dokumen. | |||||||||
3. Penerimaan TBS di PKS sesuai dan tidak sesuai dengan standar kualitas TBS yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian. | . Penerimaan TBS melalui sortasi TBS berdasarkan ketentuan Kementerian Pertanian. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. | ||||
. Dokumentasi dan implementasi penangananan hasil sortasi TBS. | √ | √ | √ | √ | ||||||
4. Akses pengiriman TBS dari lokasi kebun (Tempat Pemungutan Hasil/ TPH) menuju tempat pengolahan (PKS) harus terpelihara untuk menjaga kualitas TBS. | 1. Tersedia program pemeliharaan jalan di kebun. | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. | ||||||
2. Tersedia rekaman hasil realisasi dan evaluasi yang mendukung terjaganya kualitas TBS. | √ | √ | √ | |||||||
2.2.10 Pengolahan TBS | 1. Pelaku Usaha Perkebunan memiliki SOP | Tersedia SOP proses pengolahan (mulai dari | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Pelaku Usaha Perkebunan harus merencanakan dan melaksanakan pengolahan TBS melalui penerapan praktek pengolahan yang baik (Good Manufacturing Practices/ GMP). (I,P) | proses pengolahan maupun proses pemantauan dan pengukuran kualitas Crude Palm Oil (CPO). | perencanaan produksi sampai pengukuran kualitas produk) sesuai dengan pedoman penanganan pasca panen hasil pertanian asal tanaman yang baik. | SOP Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki SOP. | |||||||
2. Pelaku Usaha Perkebunan memiliki rekaman/ dokumen pelaksanaan SOP proses pengolahan maupun proses pemantauan dan pengukuran kualitas Crude Palm Oil (CPO). | Tersedia dokumen proses pengolahan, maupun pemantauan dan pengukuran kualitas TBS menjadi produk. | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. | ||||
3. Tersedia dokumen penggunaan air | Tersedia dokumen penggunaan air untuk unit | √ | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
untuk unit pengolahan kelapa sawit. | pengolahan kelapa sawit. | dokumen. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. | ||||||||
3 | PENGELOLAA N LINGKUNGAN HIDUP, SUMBER DAYA ALAM, DAN KEANEKARA GAMAN HAYATI | 3.1 Pelaksanaan Terkait Izin Lingkungan Pelaku Usaha Perkebunan harus melaksanakan kewajibannya sesuai dengan izin lingkungan. (I, B, P) | 1. Memiliki dokumen terkait hasil pengelolaan dan pemantauan lingkungan, termasuk pelaporannya kepada instansi yang berwenang. | . Tersedia dokumen lingkungan (AMDAL, UKL- UPL, SEL, dan sejenisnya) yang telah disahkan oleh instansi terkait. | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. | ||
. Ruang lingkup kajian pada dokumen lingkungan (AMDAL, UKL- UPL, SEL, dan sejenisnya) sudah mencakup seluruh aktivitas operasional pelaku usaha perkebunan, | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
antara lain: (a) luas area kajian mencakup area operasional; (b) rencana kapasitas olah pabrik; (c) pengelolaan limbah. | ||||||||||
. Kesesuaian kapasitas pabrik (terpasang) dengan Dokumen Lingkungan sesuai ketentuan yang berlaku. | √ | √ | ||||||||
. Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan telah dilaksanakan. | √ | √ | √ | |||||||
. Laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sudah mencakup seluruh aktivitas yang sesuai | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
dengan dokumen lingkungan yang disahkan. | ||||||||||
. Format laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan mengacu kepada aturan terkait. | √ | √ | ||||||||
. Laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan telah dilaporkan secara berkala kepada instansi terkait secara berkala sesuai dengan dokumen lingkungan yang disahkan. | √ | √ | √ | |||||||
2. PKS memiliki izin pemanfaatan limbah cair untuk Land Aplikasi maupun | . Dapat ditunjukkan izin pemanfaatan limbah cair atau pembuangan limbah cair ke badan air | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. Izin pemanfaatan limbah cair Tidak |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
pembuangan ke badan air yang sesuai dengan ketentuan baku mutu yang berlaku. | (sungai, laut) yang masih berlaku dari instansi pemerintah yang terkait. | Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen Izin pemanfaatan limbah cair | ||||||||
. Lokasi pemanfaatan limbah cair sesuai yang ditetapkan didalam Izin Pemanfaatan Limbah Cair. | √ | √ | ||||||||
. Tidak terdapat kebocoran limbah cair dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau pada aplikasi di lahan kebun (Land Application) yang mencemari badan air. | √ | √ | ||||||||
3. Memiliki | Tersedia | √ | √ | Memenuhi |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk memenuhi baku mutu air limbah. PKS memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang memadai. | dokumentasi tata letak (layout) Instalasi Pengolahan Air Limbah yang menjelaskan fungsi dari setiap instalasi (kolam). | Jika memiliki Instalasi IPAL Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki Instalasi IPAL | ||||||||
3.2 Pengelolaan Limbah Pelaku Usaha Perkebunan melaksanakan kewajiban mengelola limbah kelapa sawit sesuai peraturan perundangan. (I, P) | 1. Mempunyai SOP mengenai pengelolaan limbah (padat, cair dan udara). | . Pengelolaan limbah cair di IPAL telah dilakukan dengan baik dan tidak tersedia kebocoran yang dapat mencemari lingkungan. | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. SOP, jenis limbah dan pengelolaan Limbah. Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. SOP, jenis limbah dan pengelolaan | |||||
. Dokumen identifikasi jenis limbah (padat, cair dan udara) dari hasil kegiatan operasional | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
Pelaku Usaha Perkebunan. | Limbah. | |||||||||
. Dokumen pengelolaan limbah (padat, cair dan udara) sesuai dengan prosedur dan tata cara yang telah disahkan. | √ | √ | ||||||||
2. Mempunyai dokumen pelaporan pengelolaan dan pemantauan limbah kepada instansi yang berwenang. | . Rekaman pelaksanaan pengelolaan limbah (padat, cair dan udara) sesuai dengan pelaporan pengelolaan dan pemantauan limbah. | √ | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. rekaman pelaksanaan dan laporan pengelolaan Limbah Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. rekaman pelaksanaan dan laporan pengelolaan | |||||
. Laporan pengelolaan dan pemantauan limbah (padat, cair dan udara) telah dilaporkan secara berkala kepada instansi | √ | √ | √ |
NO | PRINSIP | KRITERIA | INDIKATOR | VERIFIER | BOBOT VERIFIER | METODE VERIFIKASI | NORMA | |||
Wajib | Perbaikan | Tinjauan dokumen | Wawancara | Observasi | PENILAIAN | |||||
yang berwenang sesuai dengan peraturan yang berlaku. | Limbah | |||||||||
3. Memiliki dokumen izin dari Pemerintah Daerah untuk pembuangan air limbah ke badan air. | Tersedia Izin Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ke badan air dari instansi yang berwenang dan masih berlaku. | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki dokumen. Izin pembuanganLi mbah Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki dokumen. Izin pembuanganLi mbah | ||||||
4. Memiliki dokumen izin dari menteri yang menyelenggara- kan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup untuk unit pengolahan | Tersedia Izin Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ke laut dari instansi yang berwenang dan masih berlaku. | √ | √ | Memenuhi Jika memiliki Izin pembuangan air limbah Tidak Memenuhi Jika tidak memiliki Izin pembuangan air limbah |