MEMUTUSKAN:
- 2 -
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN KEPUTUSAN DAN INSTRUMEN HUKUM LAINNYA PADA KEMENTERIAN AGAMA.
KESATU : Menetapkan Pedoman Penyusunan Keputusan dan Instrumen Hukum lainnya pada Kementerian Agama sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
KEDUA : Pedoman Penyusunan Keputusan dan Instrumen Hukum lainnya merupakan acuan bagi Aparatur Sipil Negara pada Kementerian Agama dalam menyusun rancangan Keputusan dan Instrumen hukum lainnya.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2016 MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
XXXXXX XXXXX XXXXXXXXX
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 777 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN KEPUTUSAN DAN INSTRUMEN HUKUM LAINNYA PADA KEMENTRIAN AGAMA
PEDOMAN PENYUSUNAN KEPUTUSAN DAN INSTRUMEN HUKUM LAINNYA PADA KEMENTRIAN AGAMA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap instansi pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak terlepas dari suatu kegiatan mengeluarkan keputusan- keputusan dan/atau tindakan administrasi sesuai dengan bidang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.
Kementerian Agama mempunyai tugas membantu Presiden menyelenggarakan pemerintahan negara di bidang keagamaan. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Agama menyelenggarakan fungsi antara lain perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keagamaan.
Penetapan suatu keputusan dalam bidang keagamaan merupakan sebuah sistem, karena di dalamnya terdapat beberapa tahapan yang terjalin dalam satu rangkaian yang tidak terpisahkan antara satu dan lainnya. Tahapan tersebut yaitu tahap perencanaan, tahap penyusunan, tahap pembahasan, tahap pengesahan, dan tahap penyebarluasan.
Dalam tahapan penyusunan Keputusan, baik ditingkat Pusat maupun Daerah pada Kementerian Agama, belum sepenuhnya dilakukan sesuai dengan regulasi yang ada yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang dalam Pasal 97 antara lain mengamanatkan bahwa teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik penyusunan dan/atau bentuk Keputusan Menteri.
Kondisi ini disebabkan karena lemahnya koordinasi antara pusat dan daerah dalam mensosialisasikan regulasi tentang penyusunan suatu Keputusan dan kurangnya pemahaman perancang dalam pembentukan Keputusan serta belum adanya metode yang pasti yang dapat menjadi acuan dalam penyusunan suatu kaidah-kaidah hukum yang dituangkan dalam keputusan di lingkungan Kementerian Agama.
Untuk itu, diperlukan pedoman sebagai acuan sehingga dalam penyusunan Keputusan dan Instrumen hukum lainnya pada Kementerian Agama dapat dilakukan dengan tertib, mempergunakan metode yang pasti, baku, dan standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prosedur yang telah ditentukan.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud : Pedoman penyusunan Keputusan dan Instrumen Hukum lainnya pada Kementerian Agama dimaksudkan sebagai panduan bagi petugas pelaksana di tingkat pusat dan daerah yang bertanggung jawab dan berwenang dalam menyusun kaidah-kaidah hukum yang berbentuk Keputusan dan Instrumen hukum lainnya.
Tujuan : Pedoman penyusunan Keputusan dan Instrumen Hukum lainnya bertujuan menciptakan tertib administrasi dan keselarasan dalam penyusunan kebijakan yang dituangkan dalam bentuk Keputusan dan Instrumen Hukum lainnya pada Kementerian Agama.
C. Sasaran
Sasaran penetapan Pedoman Penyusunan Keputusan dan Instrumen Hukum lainnya pada Kementerian Agama adalah:
1. Keseragaman pola pikir dalam penyusunan suatu Keputusan dan Instrumen hukum lainnya;
2. Kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan Keputusan dan Instrumen hukum lainnya; dan
3. Keterpaduan dalam prosedur penyusunan Keputusan dan Instrumen hukum lainnya.
D. Ruang Lingkup
Pedoman Penyusunan Keputusan dan Instrumen Hukum lainnya pada Kementerian Agama meliputi bentuk/format dan prosedur penyusunan Keputusan dan Instrumen Hukum lainnya pada Kementerian Agama.
E. Pengertian Umum
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Keputusan adalah jenis Peraturan Perundang-undangan yang materi muatannya berisi ketentuan-ketentuan yang bersifat penetapan terhadap suatu subyek/obyek sebuah pelaksanaan kebijakan/ penyelenggaraan kegiatan.
2. Instrumen Hukum adalah alat/dokumen yang dipergunakan sebagai dasar dalam melaksanakan suatu kegiatan.
3. Pemrakarsa adalah satuan kerja/organisasi yang bertanggung jawab atas suatu pelaksanaan kebijakan/penyelenggaraan kegiatan, dimana pelaksanaan kebijakan/penyelenggaraan kegiatan tersebut memerlukan suatu keputusan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
4. Perancang adalah petugas pelaksana yang bertanggung jawab dalam penyusunan suatu Keputusan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
5. Menteri adalah Menteri Agama.
6. Sekjen adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Agama.
7. Dirjen adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Agama.
8. Xxxxx adalah Inspektur Jenderal Kementerian Agama.
9. Ka.Badan adalah Kepala Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan.
10. Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri adalah:
- Rektor : Universitas Islam Negeri (UIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN).
- Ketua : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Sekolah Tinggi Agama Xxxxxxx Xxxxxx (STAKN), Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN), Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN).
11. Ka.kanwil adalah Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi.
12. Kepala Balai adalah Kepala Balai Litbang Agama dan Kepala Balai Diklat Keagamaan.
13. Xx.Xxxxxmenag adalah Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
14. Kepala UPT Xxxxxx Xxxx adalah Kepala Unit Pelaksana Xxxxxx Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx.
15. Kepala KUA adalah Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
16. Kepala Madrasah Negeri adalah Kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), dan Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN).
BAB II
PROSEDURE PEMBENTUKAN KEPUTUSAN MENTERI AGAMA
Keputusan Menteri Agama (KMA) merupakan suatu penetapan yang berisi kebijakan Menteri Agama dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan di bidang agama.
Materi muatan KMA berisi:
1. Penetapan yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau
2. Pelaksanaan kewenangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang agama.
A. Pembentukan Keputusan Menteri Agama (KMA) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Perencanaan
Perencanaan pembentukan KMA dilakukan oleh pemrakarsa yang merupakan pimpinan unit eselon I atau unit eselon II yang akan mengajukan usul pembentukan KMA.
Dalam rangka perencanaan pembentukan KMA, pemrakarsa dapat menyelenggarakan rapat koordinasi internal yang membahas regulasi- regulasi yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya.
2. Penyusunan
Tahapan dalam penyusunan Rancangan KMA sebagai berikut:
a. Rancangan KMA disiapkan oleh Pemrakarsa pimpinan unit eselon I atau unit eselon II sesuai dengan tugas dan fungsinya;
b. Dalam rangka penyusunan rancangan KMA, pemrakarsa dapat mengikut sertakan kementerian/lembaga terkait, ahli hukum, praktisi, dan akademisi yang menguasai substansi yang berkaitan dengan materi rancangan KMA;
c. Pemrakarsa menyampaikan rancangan KMA yang telah disusun kepada Sekretaris Jenderal disertai surat permohonan yang berisi penjelasan mengenai dasar pertimbangan, dasar hukum, dan pokok materi yang diatur;
d. Dalam hal rancangan KMA merupakan perubahan dari KMA yang sudah ada, dalam penyampaian rancangan KMA dilampirkan persandingan KMA yang akan diubah dengan rancangan KMA yang diajukan;
e. Sekretaris Jenderal menyampaikan rancangan KMA kepada Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri (KLN) untuk di proses lebih lanjut;
f. Dalam rangka proses penyusunan rancangan KMA, Pemrakarsa wajib menyampaikan soft copy rancangan KMA kepada Biro Hukum dan KLN;
g. Biro Hukum dan KLN melakukan penelaahan yang meliputi sinkronisasi dan harmonisasi konsep serta penyesuaian sistematika dan teknik perancangan;
h. Rancangan KMA yang tidak sesuai dengan ketentuan/perlu penguatan subtansi dapat dikembalikan kepada Pemrakarsa untuk disempurnakan;
i. Dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi konsep, Kepala Biro Hukum dan KLN dapat mengadakan rapat pembahasan dan/atau melakukan koordinasi dengan unit kerja eselon I/eselon II Pemrakarsa/instansi/lembaga terkait lainnya di luar Kementerian Agama;
j. Rancangan Keputusan dibuat sebanyak 2 (dua) rangkap terdiri dari Keputusan yang memuat kotak persetujuan dan tanpa kotak persetujuan;
k. Perancang, kepala sub bagian, dan kepala bagian yang membidangi perancangan KMA membubuhkan tanda tangan pada kotak persetujuan dari setiap lembar belakang rancangan KMA sebagai bukti rancangan KMA telah ditelaah dan difinalisasikan;
l. Kepala Biro Hukum dan KLN menyampaikan rancangan KMA yang telah difinalisasikan kepada pimpinan unit kerja eselon I dan/atau pimpinan unit kerja eselon II Pemrakarsa untuk memperoleh paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan KMA sebagai bukti persetujuan terhadap materi yang akan ditetapkan;
m. Rancangan KMA yang telah dibubuhi paraf pejabat eselon I dan/atau eselon II Pemrakarsa dikembalikan kepada Biro Hukum dan KLN;
n. Kepala Biro Hukum dan KLN membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan KMA dan pada sebelah kiri/sebelum nama Menteri Agama yang terletak pada kolom pengesahan;
o. Rancangan KMA yang telah dibubuhi paraf oleh Kepala Biro Hukum dan KLN disampaikan kepada Sekretaris Jenderal;
p. Sekretaris Jenderal membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan KMA dan pada sebelah kanan/setelah nama Menteri Agama pada kolom pengesahan; dan
q. 2 (dua) rangkap rancangan KMA yang telah dibubuhi paraf oleh Sekretaris Jenderal disampaikan kepada Menteri untuk ditetapkan.
3. Penetapan
Tahapan dalam penetapan Keputusan Menteri Agama sebagai berikut:
a. Rancangan KMA ditetapkan oleh Menteri dengan membubuhkan tanda tangan; dan
b. Rancangan KMA yang telah ditandatangani oleh Menteri disampaikan kembali kepada Sekretaris Jenderal yang selanjutnya diteruskan kepada Biro Hukum dan KLN untuk diberi nomor dan tanggal penetapan.
4. Penyebarluasan dan Pendokumentasian.
Tahapan dalam penyebarluasan dan pendokumentasian Keputusan Menteri Agama sebagai berikut:
a. KMA yang telah diberi nomor dan tanggal penetapan, digandakan sebagai salinan dan diberikan cap Kementerian Agama;
b. KMA yang telah diberi cap Kementerian Agama dilegalisir oleh Kepala Biro Hukum dan KLN kemudian disampaikan kepada pimpinan unit kerja eselon I dan/atau pimpinan unit kerja eselon II Pemrakarsa; dan
c. 2 (dua) rangkap Keputusan yang memuat kotak persetujuan dan tanpa kotak persetujuan, disimpan Biro Hukum dan KLN sebagai arsip pada Sub Bagian yang membidangi dokumentasi.
B. Pembentukan Keputusan Menteri Agama yang ditandatangani pejabat eselon I pusat atas nama Menteri
1. Pembentukan Keputusan yang ditandatangani Sekretaris jenderal atas nama Menteri dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Penyusunan draft rancangan KMA dilakukan oleh satuan kerja unit eselon II Pemrakarsa;
b. Rancangan KMA yang telah disusun oleh Pemrakarsa diajukan oleh pimpinan satuan kerja unit eselon II kepada Sekretaris Jenderal untuk diproses lebih lanjut;
c. Sekretaris Jenderal menyampaikan arahan dan/atau persetujuan terhadap rancangan KMA yang diusulkan penetapannya oleh pimpinan unit eselon II Pemrakarsa kemudian menyampaikan rancangan KMA kepada Biro Hukum dan KLN untuk diproses sesuai dengan sistematika dan teknik perancangan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan;
d. Dalam rangka finalisasi rancangan KMA, Biro Hukum dan KLN dapat mengadakan rapat pembahasan harmonisasi dan/atau melakukan koordinasi dengan unit kerja eselon I/eselon II pemrakarsa, unit kerja eselon I terkait dan/atau instansi terkait lainnya di luar Kementerian Agama;
e. Rancangan Keputusan dibuat sebanyak 2 (dua) rangkap terdiri dari Keputusan yang memuat kotak persetujuan dan tanpa kotak persetujuan;
f. Perancang, kepala sub, dan kepala bagian yang membidangi Perancangan KMA membubuhkan tandatangan pada kotak persetujuan dari setiap lembar belakang rancangan KMA sebagai bukti rancangan KMA telah ditelaah dan difinalisasi;
g. Kepala Biro Hukum dan KLN menyampaikan rancangan KMA yang telah difinalisasi kepada pimpinan unit kerja eselon II Pemrakarsa untuk memperoleh paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan KMA dan pada sebelah kanan/setelah nama Sekretaris Jenderal yang terletak pada kolom penetapan, sebagai bukti persetujuan terhadap materi yang akan ditetapkan;
h. Rancangan KMA yang telah dibubuhkan paraf oleh pimpinan unit kerja eselon II Pemrakarsa dikembalikan kepada Biro Hukum dan KLN;
i. Kepala Biro Hukum dan KLN membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan KMA dan pada sebelah kiri/sebelum nama Sekretaris Jenderal yang terletak pada kolom penetapan;
j. Rancangan KMA yang telah dibubuhi paraf oleh Kepala Biro Hukum dan KLN disampaikan kepada Sekretaris Jenderal untuk ditetapkan;
k. Rancangan Keputusan ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Agama dengan membubuhkan tanda tangan;
l. Keputusan yang telah disahkan oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Agama dikembalikan kepada Biro Hukum dan KLN untuk diberikan nomor dan tanggal penetapan;
m. KMA yang telah diberi nomor dan tanggal penetapan, digandakan sebagai salinan dan diberikan cap Kementerian Agama;
n. KMA yang telah diberi cap Kementerian Agama dilegalisir oleh Kepala Biro Hukum dan KLN kemudian disampaikan kepada pimpinan satuan kerja eselon II Pemrakarsa; dan
o. 2 (dua) rangkap Keputusan yang memuat kotak persetujuan dan tanpa kotak persetujuan, disimpan Biro Hukum dan KLN sebagai arsip pada Sub Bagian yang membidangi dokumentasi.
2. Pembentukan Keputusan yang ditandatangani pejabat eselon I pusat atas nama Menteri dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Penyusunan draft rancangan KMA dilakukan oleh satuan kerja unit eselon II Pemrakarsa;
b. Rancangan KMA yang telah disusun oleh Pemrakarsa diajukan oleh pimpinan satuan kerja unit eselon II kepada Sekretaris, untuk dibuatkan surat pengantar yang ditujukan kepada Menteri;
c. Menteri menyampaikan rancangan KMA kepada Sekretaris Jenderal untuk diproses lebih lanjut;
d. Sekretaris Jenderal menyampaikan rancangan KMA tersebut kepada Biro Hukum dan KLN untuk diproses sesuai dengan sistematika dan teknik perancangan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan;
e. Dalam rangka finalisasi rancangan KMA, Biro Hukum dan KLN dapat mengadakan rapat pembahasan harmonisasi dan/atau melakukan koordinasi dengan satuan kerja eselon I/eselon II pemrakarsa, dan/atau instansi/lembaga terkait lainnya di luar Kementerian Agama;
f. Rancangan Keputusan dibuat sebanyak 2 (dua) rangkap terdiri dari Keputusan yang memuat kotak persetujuan dan tanpa kotak persetujuan;
g. Perancang, kepala sub, dan kepala bagian yang membidangi Perancangan KMA membubuhkan tandatangan pada kotak persetujuan dari setiap lembar belakang rancangan KMA sebagai bukti rancangan KMA telah ditelaah dan difinalisasi;
h. Kepala Biro Hukum dan KLN menyampaikan rancangan KMA yang telah difinalisasi kepada pimpinan pada satuan kerja eselon II pemrakarsa untuk memperoleh paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan KMA sebagai bukti persetujuan terhadap materi yang akan ditetapkan;
i. Rancangan KMA disampaikan kepada Sekretaris satuan kerja eselon I untuk memperoleh paraf pada kotak persetujuan disetiap lembar depan rancangan KMA dan pada sebelah kanan/sesudah nama pejabat eselon I yang terletak pada kolom penetapan;
j. Rancangan KMA yang telah dibubuhkan paraf oleh Sekretaris dan pimpinan satuan kerja eselon II Pemrakarsa dikembalikan kepada Biro Hukum dan KLN;
k. Kepala Biro Hukum dan KLN membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan KMA dan pada sebelah kiri/sebelum nama pejabat eselon I atas nama Menteri Agama yang terletak pada kolom penetapan;
l. Rancangan KMA yang telah dibubuhi paraf oleh Kepala Biro Hukum dan KLN disampaikan kepada pimpinan satuan kerja eselon I untuk ditetapkan;
m. Rancangan Keputusan ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja eselon I atas nama Menteri Agama dengan membubuhkan tandatangan;
n. Keputusan yang telah ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja eselon I atas nama Menteri Agama diteruskan kepada Biro Hukum dan KLN untuk diberikan nomor dan tanggal penetapan;
o. KMA yang telah diberi nomor dan tanggal penetapan, digandakan sebagai salinan dan diberikan cap Kementerian Agama;
p. KMA yang telah diberi cap Kementerian Agama dilegalisir oleh Kepala Biro Hukum dan KLN kemudian disampaikan kepada pimpinan satuan kerja eselon I dan/atau pimpinan satuan kerja eselon II Pemrakarsa dilingkungan unit kerja eselon I; dan
q. 2 (dua) rangkap Keputusan yang memuat kotak persetujuan dan tanpa kotak persetujuan, disimpan Biro Hukum dan KLN sebagai arsip pada Sub Bagian yang membidangi dokumentasi.
BAB III
PROSEDUR PENYUSUNAN KEPUTUSAN PIMPINAN SATUAN KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS
Pimpinan satuan kerja dan unit pelaksana teknis (UPT), dapat membentuk suatu Keputusan berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Xxxaturan/Keputusan Menteri.
Selain itu, pimpinan satuan kerja dan UPT dapat membentuk suatu keputusan berdasarkan kewenangannya sesuai dengan lingkup tugas dan fungsinya dalam membantu Menteri menyelenggarakan pemerintahan.
Pimpinan satuan kerja dan UPT yang dapat membentuk suatu Keputusan yaitu:
a. Pejabat Pimpinan Unit Kerja Eselon I Pusat;
b. Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri;
c. Pejabat Pimpinan Unit Kerja Eselon II;
d. Pejabat Pimpinan Unit Kerja Eselon III;
e. Kepala Madrasah Negeri; dan
f. Kepala KUA Kecamatan.
A. Keputusan yang dibentuk oleh Pejabat Pimpinan Unit Kerja Eselon I Pusat (Sekjen, Irjen, Dirjen, dan Ka.Badan)
1. Penyusunan Keputusan Sekjen dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pemrakarsa menyampaikan rancangan Keputusan kepada Kepala Biro Hukum dan KLN;
b. Kepala Biro Hukum dan KLN menyampaikan rancangan Keputusan kepada kepala bagian yang membidangi perancangan Keputusan Menteri Agama (KMA) untuk diproses lebih lanjut;
c. Kepala bagian menyampaikan rancangan Keputusan kepada kepala sub bagian yang membidangi perancangan Keputusan Menteri untuk disempurnakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Dalam rangka harmonisasi substansi Keputusan yang disusun, Kepala Biro Hukum dan KLN dapat mengadakan rapat pembahasan dan/atau koordinasi dengan Pemrakarsa dan/atau instansi/ organisasi/lembaga/unit terkait lainnya di luar Kementerian Agama;
e. Rancangan Keputusan dibuat sebanyak 2 (dua) rangkap terdiri dari Keputusan yang memuat kotak persetujuan dan tanpa kotak persetujuan;
f. Perancang, kepala sub bagian, dan kepala bagian yang membidangi perancangan KMA membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar belakang rancangan Keputusan yang sudah difinalisasi;
g. Kepala Biro Hukum dan KLN dan Pejabat eselon II Pemrakarsa membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan Keputusan;
h. Pada bagian pengesahan, Kepala Biro Hukum dan KLN membubuhkan paraf pada sebelah kanan/sesudah nama Sekjen dan kepala bagian yang membidangi perancangan KMA membubuhkan paraf pada sebelah kiri/sebelum nama Sekjen;
i. Kepala Biro Hukum dan KLN menyampaikan rancangan Keputusan tersebut kepada Sekjen untuk ditetapkan;
j. Keputusan ditetapkan oleh Sekjen dengan membubuhkan tanda tangan;
k. Keputusan yang telah ditetapkan oleh Sekjen dikembalikan kepada Biro Hukum dan KLN untuk diberi nomor dan tanggal penetapan;
l. 2 (dua) rangkap Keputusan yang telah diberi nomor dan tanggal penetapan serta memuat kotak persetujuan dan tanpa kotak persetujuan, disimpan sebagai arsip pada sub bagian yang membidangi fungsi dokumentasi; dan
m. Sub bagian yang membidangi fungsi dokumentasi menyampaikan
1 (satu) rangkap salinan Keputusan yang telah dilengkapi nomor dan tanggal penetapan kepada Pemrakarsa.
2. Penyusunan Keputusan Irjen, Dirjen, dan Ka.Badan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pemrakarsa menyampaikan rancangan Keputusan kepada Sekretaris satuan kerja eselon I;
b. Sekretaris menyampaikan rancangan Keputusan kepada kepala bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan untuk diproses lebih lanjut;
c. Kepala bagian menyampaikan rancangan Keputusan kepada kepala sub bagian yang membidangi perancangan peraturan perundang- undangan untuk disempurnakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Dalam rangka harmonisasi substansi Keputusan yang disusun, Sekretaris dapat mengadakan rapat untuk pembahasan dan/atau koordinasi dengan Pemrakarsa dan/atau instansi/organisasi/ lembaga/unit terkait lainnya di luar Kementerian Agama;
e. Rancangan Keputusan dibuat sebanyak 3 (tiga) rangkap, terdiri dari
1 (satu) rangkap yang memuat kotak persetujuan dan 2 (dua) rangkap tanpa kotak persetujuan;
f. Perancang, kepala sub bagian, dan kepala bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar belakang rancangan Keputusan yang sudah difinalisasi;
g. Pejabat eselon II Pemrakarsa, dan Sekretaris satuan kerja eselon I membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan Keputusan;
h. Dalam hal usulan rancangan Keputusan berasal dari Sekretariat eselon I, yang membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan Keputusan hanya pejabat eselon III Pemrakarsa dan Sekretaris satuan kerja eselon I;
i. Pada bagian pengesahan, Sekretaris satuan kerja eselon I membubuhkan paraf pada sebelah kanan/sesudah nama pejabat eselon I dan Pejabat eselon II Pemrakarsa membubuhkan paraf pada sebelah kiri/sebelum nama pejabat eselon I;
j. Dalam hal usulan rancangan Keputusan berasal dari Sekretariat eselon I, kepala bagian yang membidangi peraturan perundang- undangan membubuhkan paraf pada sebelah kiri/sebelum nama pejabat eselon I;
k. Keputusan yang telah dilengkapi paraf pada kotak persetujuan dan pengesahan disampaikan oleh Sekretaris kepada pimpinan satuan kerja eselon I untuk ditetapkan;
l. Keputusan ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja eselon I dengan membubuhkan tanda tangan;
m. Keputusan yang telah ditetapkan oleh pejabat pimpinan satuan kerja eselon I dikembalikan kepada sub bagian penyusunan peraturan perundang-undangan untuk diberi nomor dan tanggal penetapan;
n. 2 (dua) rangkap Keputusan yang telah diberi nomor dan tanggal penetapan serta memuat kotak persetujuan dan tanpa kotak persetujuan disimpan sebagai arsip pada bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan, dan 1 (satu) rangkap tanpa kotak persetujuan disampaikan pada Pemrakarsa; dan
o. Salinan Keputusan unit eselon I yang bersifat kebijakan wajib disampaikan kepada sub bagian yang membidangi fungsi dokumentasi pada Biro Hukum dan KLN paling lambat 3 (tiga) hari setelah ditetapkan.
B. Penyusunan Keputusan Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (Rektor dan Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri)
1. Penyusunan Keputusan Rektor UIN/IAIN dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pemrakarsa menyampaikan rancangan Keputusan kepada Kepala Biro yang membidangi administrasi;
b. Kepala Biro menyampaikan rancangan Keputusan kepada kepala bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan untuk diproses lebih lanjut;
c. Kepala bagian menyampaikan rancangan Keputusan kepada kepala sub bagian yang membidangi perancangan peraturan perundang- undangan untuk disempurnakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Dalam rangka harmonisasi substansi Keputusan yang disusun, Kepala Biro dapat mengadakan rapat pembahasan dan/atau koordinasi dengan Pemrakarsa dan/atau instansi/organisasi/ lembaga/unit terkait lainnya di luar Universitas/Institut, untuk mengharmonisasikan substansi rancangan Keputusan;
e. Rancangan Keputusan dibuat sebanyak 3 (tiga) rangkap, terdiri dari
1 (satu) rangkap yang memuat kotak persetujuan dan 2 (dua) rangkap tanpa kotak persetujuan;
f. Perancang, kepala sub bagian, dan kepala bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar belakang rancangan Keputusan yang sudah difinalisasi;
g. Kepala Biro yang membidangi administrasi dan pimpinan unit kerja/UPT Pemrakarsa membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan Keputusan yang sudah difinalisasi;
h. Pada bagian pengesahan Wakil Rektor yang membidangi administrasi membubuhkan paraf pada sebelah kanan/sesudah nama Rektor dan Kepala Biro membubuhkan paraf pada sebelah kiri/sebelum nama Rektor;
i. Rancangan Keputusan yang telah dilengkapi dengan paraf pada kotak persetujuan disampaikan kepada Rektor untuk ditetapkan;
j. Keputusan ditetapkan oleh Rektor dengan membubuhkan tanda tangan;
k. Keputusan yang telah ditetapkan oleh Rektor dikembalikan kepada Kepala Biro yang membidangi peraturan perundang-undangan untuk diberi nomor dan tanggal penetapan; dan
l. 2 (dua) rangkap Keputusan yang telah diberi nomor dan tanggal penetapan serta memuat kotak dan tanpa kotak persetujuan disimpan sebagai arsip pada bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan, dan 1 (satu) rangkap tanpa kotak persetujuan disampaikan kepada Pemrakarsa.
2. Penyusunan Keputusan Rektor sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berlaku mutatis mutandis terhadap penyusunan Keputusan Senat, Dekan, dan Direktur.
3. Penyusunan Keputusan Ketua Sekolah Tinggi Agama (Ketua STAIN, STAKN, STAHN, STABN dan STAKatN)
Penyusunan Keputusan Ketua Sekolah Tinggi Agama Negeri dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pemrakarsa menyampaikan rancangan Keputusan kepada Kepala Bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan untuk diproses lebih lanjut;
b. Kepala bagian menyampaikan rancangan Keputusan kepada kepala sub bagian yang membidangi perancangan peraturan perundang- undangan untuk disempurnakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Dalam rangka harmonisasi substansi Keputusan yang disusun, Kepala Bagian dapat mengadakan rapat pembahasan dan/atau koordinasi dengan Pemrakarsa dan/atau instansi/organisasi/ lembaga/unit terkait lainnya di luar Sekolah Tinggi Agama Negeri;
d. Rancangan Keputusan dibuat sebanyak 3 (tiga) rangkap, terdiri dari satu rangkap yang memuat kotak persetujuan dan dua rangkap tanpa kotak persetujuan;
e. Perancang dan kepala sub bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan membubuhkan paraf pada kotak yang terletak pada bagian belakang rancangan Keputusan yang telah difinalisasi;
f. Kepala Bagian, pimpinan pemrakarsa dan wakil ketua yang membidangi administrasi membubuhkan paraf pada kotak yang terletak pada bagian depan rancangan Keputusan yang telah difinalisasi;
g. Pada bagian pengesahan, wakil ketua yang membidangi administrasi membubuhkan paraf pada sebelah kanan/sesudah nama Ketua Sekolah Tinggi Agama Negeri, dan kepala bagian membubuhkan paraf pada sebelah kiri/sebelum nama Ketua Sekolah Tinggi Agama Negeri;
h. Rancangan Keputusan yang telah dilengkapi dengan paraf pada kotak persetujuan disampaikan kepada Ketua untuk ditetapkan;
i. Rancangan Keputusan ditetapkan oleh Ketua Sekolah Tinggi Agama Negeri dengan membubuhkan tanda tangan;
j. Keputusan yang telah ditetapkan oleh Ketua Sekolah Tinggi Agama Negeri dikembalikan kepada sub bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan untuk diberi nomor dan tanggal penetapan; dan
k. 2 (dua) rangkap Keputusan yang telah diberi nomor dan tanggal penetapan serta memuat kotak dan tanpa kotak persetujuan disimpan sebagai arsip pada bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan, dan 1 (satu) rangkap tanpa kotak persetujuan disampaikan kepada Pemrakarsa.
4. Penyusunan mengenai Keputusan Ketua Sekolah Tinggi Agama Negeri sebagaimana dimaksud dalam angka 3 berlaku mutatis mutandis terhadap penyusunan Keputusan Senat dan Ketua Jurusan.
C. Keputusan yang dibentuk oleh Pejabat Pimpinan Unit Xxxxx Xxxxxx XX.
Penyusunan Keputusan Kepala Kantor Wilayah (Ka.Kanwil) Kementerian Agama Provinsi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pemrakarsa menyampaikan rancangan Keputusan kepada Kepala Bagian Tata Usaha untuk diproses lebih lanjut;
b. Kepala Bagian Tata Usaha menyampaikan rancangan Keputusan tersebut kepada kepala sub bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan untuk disempurnakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Kepala sub bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan dapat mengadakan rapat pembahasan dan/atau koordinasi dengan Pemrakarsa dan/atau instansi/organisasi/ lembaga/unit terkait lainnya, untuk mengharmonisasikan substansi rancangan Keputusan setelah berkoordinasi dengan Kepala Bagian Tata Usaha;
d. Rancangan Keputusan dibuat sebanyak 3 (tiga) rangkap, terdiri dari 1 (satu) rangkap yang memuat kotak persetujuan dan 2 (dua) rangkap tanpa kotak persetujuan;
e. Kepala Sub Bagian, Pemrakarsa, dan Kepala Bagian Tata Usaha membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan draft akhir rancangan Keputusan yang telah difinalisasi;
f. Pada bagian pengesahan, Kepala sub bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan membubuhkan paraf pada sebelah kiri/sebelum nama Ka.Kanwil dan Kepala Bagian Tata Usaha membubuhkan paraf pada sebelah kanan/setelah nama Ka.Kanwil yang terletak pada kolom penetapan;
g. Keputusan ditetapkan oleh Xx.Xxxxxx dengan membubuhkan tanda tangan;
h. Keputusan yang telah ditandatangani Ka.Kanwil disampaikan kembali kepada sub bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan untuk diberi nomor dan tanggal penetapan; dan
i. 2 (dua) rangkap Keputusan yang telah diberi nomor dan tanggal penetapan serta memuat kotak dan tanpa kotak persetujuan disimpan sebagai arsip pada bagian yang membidangi peraturan perundang- undangan, dan 1 (satu) rangkap tanpa kotak persetujuan disampaikan kepada Pemrakarsa.
D. Keputusan yang dibentuk oleh Pejabat Pimpinan Unit Kerja Eselon III. (Xx.Xxxxxmenag, Kepala Balai, Kepala Lajnah, Kepala UPT Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx dan Kepala UPQ)
Penyusunan Keputusan Xx.Xxxxxmenag, Kepala Balai, Kepala Lajnah, Kepala UPT Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx dan Kepala UPQ dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Pemrakarsa menyampaikan rancangan Keputusan kepada kepala sub bagian yang membidangi administrasi untuk diproses lebih lanjut;
2. Kepala sub bagian yang membidangi administrasi menyampaikan rancangan Keputusan tersebut kepada Perancang untuk disempurnakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
3. Kepala sub bagian yang membidangi administrasi dapat mengadakan rapat pembahasan dan/atau koordinasi dengan Pemrakarsa dan/atau instansi/organisasi/lembaga/unit terkait lainnya untuk mengharmonisasikan substansi rancangan Keputusan;
4. Rancangan Keputusan dibuat sebanyak 3 (tiga) rangkap, terdiri dari 1 (satu) rangkap yang memuat kotak persetujuan dan 2 (dua) rangkap tanpa kotak persetujuan;
5. Perancang, Kepala sub bagian yang membidangi administrasi, dan Pemrakarsa membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan Keputusan yang telah difinalisasi;
6. Pada bagian pengesahan, Kepala sub bagian yang membidangi administrasi membubuhkan paraf pada sebelah kanan/sebelum nama pimpinan satuan kerja/UPT dan pemrakarsa membubuhkan paraf pada sebelah kiri/sebelum nama pimpinan satuan kerja/UPT;
7. Rancangan Keputusan disampaikan oleh kepala sub bagian yang membidangi administrasi kepada pimpinan satuan kerja/UPT untuk ditetapkan;
8. Keputusan ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja eselon III/UPT dengan membubuhkan tanda tangan;
9. Keputusan yang telah ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja eselon III/UPT dikembalikan kepada Sub Bagian yang membidangi administrasi untuk diberi nomor dan tanggal penetapan; dan
10. 2 (dua) rangkap Keputusan yang telah diberi nomor dan tanggal penetapan serta memuat kotak dan tanpa kotak persetujuan disimpan sebagai arsip pada bagian yang membidangi administrasi, dan 1 (satu) rangkap tanpa kotak persetujuan disampaikan kepada Pemrakarsa.
E. Keputusan yang dibentuk oleh Kepala Madrasah dan Keputusan Kepala KUA Kecamatan.
1. Penyusunan Keputusan Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dan Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pemrakarsa menyampaikan usulan rancangan Keputusan kepada Kepala Urusan Tata Usaha untuk diproses lebih lanjut;
b. Kepala Urusan Tata Usaha menyampaikan rancangan Keputusan tersebut kepada Perancang untuk disempurnakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Dalam rangka mengharmonisasikan substansi rancangan Keputusan, Kepala Urusan Tata Usaha dapat mengadakan rapat pembahasan dan/atau berkoordinasi dengan Pemrakarsa dan/atau instansi/organisasi/ lembaga/unit terkait lainnya, setelah berkoordinasi dengan pimpinan Madrasah;
d. Rancangan Keputusan dibuat sebanyak 3 (tiga) rangkap, terdiri dari 1 (satu) rangkap yang memuat kotak persetujuan dan 2 (dua) rangkap tanpa kotak persetujuan;
e. Kepala Urusan Tata Usaha, dan Pemrakarsa membubuhkan paraf pada kotak persetujuan dari setiap lembar depan rancangan Keputusan yang sudah difinalisasi;
f. Pada bagian pengesahan, Kepala Urusan Tata Usaha membubuhkan paraf pada sebelah kanan/sesudah nama Ka.Madrasah dan pemrakarsa membubuhkan paraf pada sebelah kiri/sebelum nama Ka.Madrasah yang terletak pada bagian penetapan Keputusan;
g. Kepala Urusan Tata Usaha menyampaikan rancangan Keputusan yang sudah dilengkapi dengan paraf kepada Ka.Madrasah untuk ditetapkan;
h. Keputusan ditetapkan oleh Ka.Madrasah dengan membubuhkan tanda tangan;
i. Keputusan yang telah ditetapkan oleh Ka.Madrasah dikembalikan kepada bagian yang membidangi Tata Usaha untuk diberi nomor dan tanggal penetapan; dan
j. 2 (dua) rangkap Keputusan yang telah diberikan nomor dan tanggal penetapan serta memuat kotak dan tanpa kotak persetujuan disimpan sebagai arsip pada bagian Tata Usaha dan
1 (satu) rangkap tanpa kotak persetujuan disampaikan kepada Pemrakarsa.
2. Penyusunan Keputusan Kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Kepala MIN sebagai Pemrakarsa, menyampaikan rancangan Keputusan kepada Perancang untuk disempurnakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Dalam rangka mengharmonisasikan substansi rancangan, Kepala MIN dapat mengadakan rapat pembahasan dan/atau berkoordinasi dengan instansi/organisasi/lembaga/unit terkait lainnya;
c. Perancang menyampaikan rancangan Keputusan yang sudah disempurnakan kepada Kepala MIN untuk ditetapkan;
d. Keputusan ditetapkan oleh Kepala MIN dengan membubuhkan tanda tangan;
e. Keputusan yang telah ditetapkan oleh Kepala MIN disampaikan kepada perancang untuk diberi nomor dan tanggal penetapan; dan
f. Keputusan dibuat sebanyak 2 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap disimpan sebagai arsip pada bagian administrasi dan satu rangkap disampaikan kepada yang membutuhkan.
3. Penyusunan Keputusan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Kepala KUA Kecamatan menyampaikan rancangan Keputusan kepada Perancang untuk disempurnakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Dalam rangka mengharmonisasikan substansi rancangan, Kepala KUA Kecamatan dapat mengadakan rapat pembahasan dan/atau berkoordinasi dengan instansi/organisasi/lembaga/unit terkait lainnya;
c. Perancang menyampaikan Keputusan yang sudah difinalisasi kepada Kepala KUA Kecamatan untuk ditetapkan;
d. Keputusan ditetapkan oleh Kepala KUA Kecamatan dengan membubuhkan tanda tangan;
e. Keputusan yang telah ditetapkan oleh Kepala KUA disampaikan kembali kepada Perancang untuk diberi nomor dan tanggal penetapan; dan
f. Keputusan dibuat sebanyak 2 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap disimpan sebagai arsip pada bagian administrasi dan 1 (satu) rangkap disampaikan kepada yang membutuhkan.
BAB IV
PEMBENTUKAN INSTRUMEN HUKUM LAINNYA
Selain membentuk Peraturan Perundang-undangan, Menteri dalam menjalankan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan dalam bidang keagamaan juga berwenang membentuk Instrumen Hukum Lainnya yang meliputi:
1. Instruksi Menteri Agama;
2. Nota Kesepahaman; dan
3. Perjanjian Kerja Sama.
Dalam hal diperlukan, untuk mendukung pelaksanaan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan dalam bidang keagamaan oleh Menteri, pejabat eselon I pada Kementerian Agama dapat membentuk Instrumen Hukum Lainnya.
A. Tahapan Pembentukan Instrumen Hukum Lainnya
Pembentukan Instrumen Hukum Lainnya pada Kementerian Agama dilakukan melalui tahapan:
1. penyusunan;
2. pembahasan; dan
3. penetapan atau penandatanganan.
1. Penyusunan
Penyusunan Instrumen Hukum Lainnya pada Kementerian Agama dilakukan untuk melaksanakan kebijakan Menteri atau didasarkan pada kebutuhan Kementerian Agama/unit eselon I dalam mendukung pelaksanaan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan di bidang keagamaan.
Dalam tahapan penyusunan Instrumen Hukum Lainnya, apabila cakupan substansinya berisi materi muatan yang memerlukan keterlibatan pejabat lain di Kementerian Agama/di luar Kementerian Agama, pejabat eselon I dapat membentuk tim untuk menyusun rancangan Instrumen Hukum Lainnya tersebut.
Rancangan Instrumen Hukum Lainnya yang ditetapkan atau ditandatangani oleh Menteri atau Sekjen, disusun/disiapkan oleh Kepala Biro Hukum dan KLN.
Rancangan Instrumen Hukum Lainnya yang ditetapkan atau ditandatangani oleh pejabat eselon I, disusun/disiapkan oleh bagian yang membidangi penyusunan Instrumen Hukum Lainnya pada unit eselon I.
2. Pembahasan
Rancangan Instrumen Hukum Lainnya yang disampaikan pada Biro Hukum dan KLN ditindaklanjuti oleh Kepala Biro Hukum dan KLN dengan melakukan pembahasan/koordinasi dengan pejabat pada unit eselon I dan/atau pejabat pada unit eselon I terkait di Kementerian Agama dan/atau instansi/organisasi/lembaga/unit terkait lainnya di luar Kementerian Agama.
Hasil pembahasan atas rancangan Instrumen Hukum Lainnya disampaikan kepada Sekjen untuk memperoleh persetujuan.
Dalam rangka harmonisasi Instrumen Hukum Lainnya yang dibentuk oleh pejabat eselon I, Sekretaris eselon I dapat melakukan pembahasan/koordinasi dengan Biro Hukum dan KLN dan/atau pejabat pada unit eselon I terkait di Kementerian Agama dan/atau instansi/organisasi/lembaga/unit terkait lainnya di luar Kementerian Agama.
3. Penetapan atau Penandatanganan
Rancangan Instrumen Hukum Lainnya yang telah difinalisasikan oleh Biro Hukum dan KLN disampaikan kepada Menteri/Sekjen untuk ditetapkan dan ditandatangani.
Pada unit eselon I, rancangan Instrumen Hukum Lainnya yang telah difinalisasikan oleh bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan pada unit eselon I diteruskan kepada Sekretaris eselon I yang kemudian menyampaikan kepada pejabat unit eselon I untuk ditetapkan dan ditandatangani.
B. Penomeran dan pendokumentasian Instrumen Hukum Lainnya.
Instrumen Hukum Lainnya yang telah ditetapkan dan ditandatangani oleh Menteri/Sekjen diteruskan kepada Kepala Biro Hukum dan KLN untuk diberikan nomor.
Kepala sub bagian yang membidangi fungsi dokumentasi pada Biro Hukum dan KLN wajib mendokumentasikan naskah asli Instrumen Hukum Lainnya yang telah ditetapkan.
Pada unit eselon I, Instrumen Hukum Lainnya yang telah ditetapkan dan ditandatangani oleh pejabat eselon I dikembalikan kepada Sekretaris eselon I yang selanjutnya meneruskan kepada bagian yang membidangi peraturan perundang-undangan untuk diberikan nomor dan mendokumentasikan naskah asli dari Instrumen Hukum Lainnya tersebut.
Ketentuan mengenai bentuk/format Instrumen Hukum Lainnya yang diatur dalam KMA ini berlaku secara mutatis mutandis bagi:
a. Pejabat eselon II Kementerian Agama tingkat pusat;
b. Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri;
c. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama provinsi;
d. Kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota;
e. Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Agama dan Keagamaan;
f. Kepala Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan; dan
g. Kepala Madrasah Negeri.
BAB V
TEKNIK PENYUSUNAN KEPUTUSAN MENTERI DAN KEPUTUSAN LAINNYA
A. Kerangka Keputusan Menteri dan Keputusan Lainnya
Kerangka Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya terdiri atas:
1. Judul;
2. Pembukaan;
3. Batang Tubuh;
4. Penutup;
5. Lampiran (jika diperlukan).
A1. Judul
a. Judul Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun penetapan, dan nama Keputusan.
b. Judul Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca.
c. Nomor ditulis dengan angka arab tanpa index, yang dilengkapi dengan tahun.
Contoh:
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2018
TENTANG
.................................
d. Judul Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya tidak boleh ditambah dengan singkatan atau akronim.
Contoh yang tidak tepat dengan menambah singkatan/akronim:
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PENGHAPUSAN BARANG MILIK NEGARA (BMN)
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG PENDIDIKAN DAN LATIHAN (DIKLAT)
e. Pada nama Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya perubahan ditambahkan frasa “PERUBAHAN ATAS” di depan judul Keputusan Menteri Agama yang diubah.
Contoh:
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI AGAMA NOMOR ...
TAHUN ................... TENTANG ..................................
f. Jika Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya telah diubah lebih dari 1 (satu) kali, diantara kata “PERUBAHAN” dan kata “ATAS” disisipkan keterangan yang menunjukkan berapa kali perubahan tersebut telah dilakukan, tanpa merinci perubahan sebelumnya.
Contoh:
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN MENTERI AGAMA NOMOR ............ TAHUN ......... TENTANG ...............
g. Pada nama Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya pencabutan ditambahkan kata “PENCABUTAN” di depan judul Keputusan Menteri Agama yang dicabut.
Contoh:
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PENCABUTAN KEPUTUSAN MENTERI AGAMA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG ........
A2.Pembukaan
Pembukaan Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya terdiri atas:
a. Frasa “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”;
b. Jabatan pembentuk Keputusan;
c. Konsiderans;
d. Dasar Hukum; dan
e. Diktum.
A2.a.Frasa “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”.
Pada pembukaan tiap jenis Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya sebelum nama jabatan pembentuk Keputusan dicantumkan Frasa “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA” yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin.
A2.b.Jabatan Pembentuk Keputusan.
Jabatan pembentuk Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma.
Contoh: Frase dan jabatan pembentuk Keputusan Menteri Agama:
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2018
TENTANG
.................................
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
A2.c. Konsiderans:
1. Konsiderans diawali dengan kata Menimbang.
2. Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya.
3. Pokok pikiran pada konsiderans Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Keputusan.
4. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, setiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian.
5. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma.
6. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut:
Contoh:
Menimbang : a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Agama tentang
...........................;
7. Konsiderans Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Peraturan Menteri Agama atau peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi yang memerintahkan pembentukannya.
Contoh:
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (8) Peraturan Menteri Agama Nomor
18 Tahun 2011 tentang Pendidikan Madrasah perlu menetapkan Keputusan Menteri Agama tentang ;
A2.d. Dasar Hukum
1. Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat.
2. Dasar hukum memuat:
a) Dasar kewenangan pembentukan Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya dibawah Keputusan Menteri; dan
b) Peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya dibawah Keputusan Menteri.
3. Peraturan Perundang–undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan perundang–undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
4. Keputusan yang akan dicabut dengan Keputusan yang akan dibentuk, tidak dicantumkan dalam dasar hukum.
5. Jika jumlah peraturan perundang–undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan peraturan perundang–undangan dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.
6. Penulisan jenis peraturan perundang–undangan diawali dengan huruf kapital.
Contoh : Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Agama, Keputusan Menteri Agama.
7. Penulisan Undang–Undang, dan Peraturan Pemerintah dalam dasar hukum dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung.
Contoh:
Mengingat | : | 1. ...................................................................; 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216); |
8. Penulisan Peraturan Presiden dalam dasar hukum dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung.
Contoh:
Mengingat | : | 1. ...............................................................; 2. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 168); |
9. Penulisan Peraturan Menteri Agama dalam dasar hukum dilengkapi dengan pencantuman Berita Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung.
Contoh:
Mengingat | : | 1. .............................................................; 2. Peraturan Menteri Agama Nomor 40 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Menteri Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor ...); |
10. Jika dasar hukum memuat lebih dari satu Peraturan Perundang- undangan, tiap dasar hukum diawali dengan angka Arab 1, 2, 3, dan seterusnya, dan diakhiri dengan tanda baca titik koma.
Contoh:
Mengingat : 1. ;
2. .........................................;
3. .........................................;
4. .........................................;
A2.e. Diktum
1. Diktum terdiri atas:
a) kata Memutuskan;
b) kata Menetapkan; dan
c) jenis dan nama Keputusan.
2. Kata Memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi di antara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan di tengah marjin.
3. Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata Memutuskan yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua.
4. Jenis dan nama yang tercantum dalam judul Keputusan dicantumkan lagi setelah kata Menetapkan tanpa frasa Republik Indonesia, serta ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA TENTANG .......
A3. Batang Tubuh
a. Batang tubuh Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya terdiri dari bagian-bagian yang dirumuskan dalam bagian KESATU, KEDUA, KETIGA, dan seterusnya.
b. Jika materi muatan dirumuskan dalam bentuk tabulasi, memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1) setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan frasa pembuka;
2) setiap rincian menggunakan huruf abjad kecil dan diberi tanda baca titik;
3) setiap frasa dalam rincian diawali dengan huruf kecil;
4) setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma;
5) jika suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur yang lebih kecil, unsur tersebut dituliskan masuk ke dalam;
6) di belakang rincian yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda baca titik dua;
7) pembagian rincian (dengan urutan makin kecil) ditulis dengan huruf abjad kecil yang diikuti dengan tanda baca titik; angka Arab diikuti dengan tanda baca titik; abjad kecil dengan tanda baca kurung tutup; angka Arab dengan tanda baca kurung tutup; dan
8) pembagian rincian tidak melebihi 4 (empat) tingkat. Jika rincian melebihi 4 (empat) tingkat.
c. Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif, ditambahkan kata “dan” yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir.
d. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian alternatif ditambahkan kata “atau” yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir.
e. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif dan alternatif, ditambahkan kata “dan/atau” yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir.
f. Kata dan, atau, dan/atau tidak perlu diulangi pada akhir setiap unsur atau rincian. Tiap rincian ditandai dengan huruf a, huruf b, dan seterusnya.
Contoh:
Tugas Panitia Pelaksana sebagai berikut: a. ;
b. ; (dan, atau, dan/atau)
c. …...................... .
g. Jika suatu rincian memerlukan rincian lebih lanjut, rincian itu ditandai dengan angka Arab 1, 2, dan seterusnya.
Contoh:
a. … ;
b. … ; (dan, atau, dan/atau)
c. … . 1. ;
2. …; (dan, atau, dan/atau) 3. … .
h. Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu ditandai dengan huruf a), b), dan seterusnya.
Contoh:
a. … ;
b. … ; (dan, atau, dan/atau)
c. … .
1. ...;
2. …; (dan, atau, dan/atau) 3. … .
a) …;
b) …; (dan, atau, dan/atau)
c) … .
i. Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu ditandai dengan angka 1), 2), dan seterusnya.
Contoh:
a. … ;
b. … ; (dan, atau, dan/atau)
c. … .
1. ...;
2. …; (dan, atau, dan/atau) 3. … .
a) …;
b) …; (dan, atau, dan/atau)
c) … .
1) …;
2) …; (dan, atau, dan/atau) 3) …
j. Pada bagian akhir batang tubuh memuat ketentuan mengenai:
1) status Keputusan Menteri atau Keputusan lainnya yang sudah ada; dan
2) saat mulai berlaku Keputusan Menteri atau Keputusan lainnya.
k. Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya yang sudah ada, apabila statusnya akan dicabut menggunakan rumusan pencabutan yang diawali dengan frasa “Pada saat Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya ini mulai berlaku”, kecuali untuk pencabutan yang dilakukan secara tersendiri dengan Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya.
Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Nomor
.... Tahun ...... tentang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
l. Jika jumlah Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya yang dicabut lebih dari 1 (satu), cara penulisan dilakukan dengan rincian dalam bentuk tabulasi.
Contoh:
Pada saat Keputusan ini mulai berlaku:
1) Keputusan Menteri Nomor .... Tahun ...... tentang .......
2) Keputusan Menteri Nomor .... Tahun ...... tentang .......
3) ........................................
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
m. Pada dasarnya Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya mulai berlaku pada saat Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya tersebut ditetapkan.
Contoh untuk Keputusan Menteri Agama:
Keputusan Menteri Agama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
n. Jika ada penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya, hal ini dinyatakan secara tegas di dalam Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya tersebut dengan:
1) menentukan tanggal tertentu saat Keputusan akan berlaku; Contoh:
Keputusan Menteri Agama ini mulai berlaku pada tanggal 11 Januari 2016.
2) menentukan lewatnya tenggang waktu tertentu sejak saat penetapan. Agar tidak menimbulkan kekeliruan penafsiran gunakan frasa setelah ... (tenggang waktu) terhitung sejak tanggal diundangkan.
Contoh:
Keputusan Menteri Agama ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
o. Saat mulai berlaku Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya, pelaksanaannya tidak boleh ditetapkan lebih awal daripada saat mulai berlaku Keputusan perundang-undangan yang mendasarinya.
p. Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya hanya dapat dicabut dengan Keputusan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
A4. Penutup
a. Bagian Penutup pada Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya memuat penandatanganan atau penetapan Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya antara lain:
1) tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan;
2) nama jabatan;
3) tanda tangan pejabat; dan
4) nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar, pangkat, golongan, dan nomor induk pegawai.
c. Rumusan tempat dan tanggal penetapan diletakkan di sebelah kanan.
d. Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma.
Contoh:
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal ...........
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
tanda tangan
XXXXXX XXXXX XXXXXXXXX
A5.Lampiran
a. Dalam hal Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya memerlukan lampiran, hal tersebut dinyatakan dalam batang tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya.
b. Lampiran dapat memuat antara lain uraian, daftar, tabel, gambar, peta, dan sketsa.
c. Dalam hal Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya memerlukan lebih dari satu lampiran, tiap lampiran harus diberi nomor urut dengan menggunakan angka romawi.
Contoh:
LAMPIRAN I LAMPIRAN II
d. Judul lampiran ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di sudut kanan atas tanpa diakhiri tanda baca dengan rata kiri.
Contoh:
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN …
TENTANG
..........................................
e. Pada halaman akhir tiap lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang menetapkan Keputusan dan Keputusan lainnya serta ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan di sudut kanan bawah dan diakhiri dengan tanda baca koma setelah nama pejabat yang menetapkan Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya.
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
XXXXXX XXXXX XXXXXXXXX
B. Format Keputusan Menteri dan Keputusan Lainnya
Penyusunan rancangan Keputusan Menteri dan Keputusan lainnya harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Format Keputusan Menteri:
a. Kertas ukuran F4 dengan berat 80 gram;
b. Paper size dengan custome size (21 cm x 33 cm);
c. Line spasing Keputusan Menteri 1 spasi, dengan spasi before dan
after 0 pt;
d. Marjin untuk Keputusan Menteri 3 cm untuk halaman pertama dan seterusnya), batas bawah (Bottom Margin) 2,5 cm, batas kiri (Left Margin) 2,5 cm, batas kanan (Right Margin) 2,5 cm;
e. Pencantuman nomor halaman 2 dan seterusnya dicantumkan pada bagian atas tengah dengan didahului dan diakhiri tanda baca (-) serta diberi jarak 1 (satu) spasi; dan
f. Jenis huruf yang dipergunakan Bookman Old Style, dengan ukuran huruf 12.
2. Kerangka dan Format Keputusan Menteri berlaku mutatis mutandis
bagi Keputusan lainnya dibawah Keputusan Menteri.
C. Logo/Lambang
Logo/lambang yang dipergunakan dalam Keputusan dan Instrumen Hukum lainnya produk Kementerian Agama sebagai berikut:
1. Logo/lambang Burung Garuda Emas dipergunakan untuk:
a. Keputusan Menteri Agama; dan
b. Instruksi Menteri Agama.
2. Logo/lambang Ikhlas Beramal dipergunakan untuk:
a. Keputusan yg dibentuk oleh pejabat dibawah Menteri.
b. Nota Kesepahaman/Perjanjian Kerjasama yang ditanda tangani oleh Menteri dan pejabat dibawah Menteri.
c. Instruksi yg dibuat oleh pejabat dibawah Menteri.
3. Lambang Perguruan Tinggi dipergunakan untuk:
a. Keputusan yang dibentuk oleh Pimpinan Perguruan Tinggi/pejabat yang berwenang dilingkungan perguruan tinggi.
b. Nota Kesepahaman/Perjanjian Kerjasama yang ditanda tangani oleh pimpinan perguruan tinggi/pejabat yang berwenang dilingkungan perguruan tinggi.
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
XXXXXX XXXXX XXXXXXXXX
LAMPIRAN II
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAN KEPUTUSAN MENTERI SERTA INSTRUMEN HUKUM LAINNYA PADA KEMENTRIAN AGAMA
BENTUK RANCANGAN KEPUTUSAN MENTERI DAN INSTRUMEN HUKUM LAINNYA
A. Xxxxxx Rancangan Keputusan Menteri
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN …
TENTANG
(Nama Keputusan Menteri) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Agama tentang ;
Mengingat : 1. ;
2. …........................;
3. dan seterusnya …;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA TENTANG …. (nama keputusan Menteri).
KESATU : ......................
KEDUA : ......................
KETIGA : dan seterusnya.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal …
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
tanda tangan dan cap jabatan NAMA LENGKAP
B. Bentuk Rancangan Keputusan Pejabat Eselon I Kementerian Agama Pusat (Sekretaris Jenderal/Direktur Jenderal/Inspektur Jenderal, Kepala Badan)
KEPUTUSAN SEKRETARIS/DIREKTUR/INSPEKTUR JENDERAL ....
(nama Direktorat/Inspektorat)/KEPALA BADAN. (nama badan)
NOMOR … TAHUN … TENTANG
(Nama Keputusan Sekjen/Dirjen/Irjen/Ka.Badan)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG XXXX XXX
XXXXXX/DIREKTUR/INSPEKTUR JENDERAL (nama Direktorat/Inspektorat)
KA.BADAN (nama badan),
Menimbang : | a. b. | bahwa ; bahwa ; |
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Sekjen/Direktur/Inspektur Jenderal.. (nama Direktorat/ Inspektorat)/Ka.Badan....(nama badan) tentang ...; | |
Mengingat : | 1. | …........................; |
2. | …........................; | |
3. | dan seterusnya …; |
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN SEKRETARIS/DIREKTUR/INSPEKTUR JENDERAL
(nama Direktorat/Inspektorat)/Ka.BADAN......... (nama badan) TENTANG ......................................................................
KESATU : .......................
KEDUA : .......................
KETIGA : dan seterusnya.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal …
SEKJEN/DIREKTUR/INSPEKTUR JENDERAL
...................... (nama Direktorat/Inspektorat)/
KA.BADAN (nama badan),
tanda tangan dan cap jabatan NAMA LENGKAP
C. Xxxxxx Rancangan Keputusan Rektor
KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS .../INSTITUT ...
NOMOR … TAHUN … TENTANG
....................................... ( nama Keputusan Rektor/Ketua ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
REKTOR UNIVERSITAS .........../INSTITUT ............
( nama Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri ),
Menimbang : | a. | bahwa …; |
b. | bahwa …; | |
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Rektor Universitas/Institut ........ (nama Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri) tentang ; | |
Mengingat : | 1. | …; |
2. | …; | |
3. | dan seterusnya …; |
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS/INSTITUT .......................
TENTANG ( nama Keputusan Rektor/Ketua)
KESATU : ................
KEDUA : ................
KETIGA : dan seterusnya.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ............
pada tanggal …..........
REKTOR UNIVERSITAS/INSTITUT ,
( nama Perguruan Tinggi Keagamaan ) tanda tangan dan cap jabatan
NAMA LENGKAP
D. Xxxxxx Rancangan Keputusan Ketua
KEPUTUSAN KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA .....
(nama Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri),
NOMOR … TAHUN … TENTANG
(Nama Keputusan Ketua)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA .........
(nama Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri),
Menimbang : a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Ketua Sekolah Tinggi Agama ... (nama Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri) tentang ;
Mengingat : 1. ;
2. ...............................…;
3. dan seterusnya ;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA.......................
TENTANG ...........................................................................
KESATU : ................
KEDUA : ................
KETIGA : dan seterusnya.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ...................
pada tanggal ….................
KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA ,
(nama Perguruan Tinggi Keagamaan) tanda tangan dan cap jabatan
NAMA LENGKAP
E. Bentuk Rancangan Keputusan Kepala Kantor Wilayah
KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI ...
(nama provinsi Kantor Wilayah) NOMOR … TAHUN … TENTANG
(Nama Keputusan Kanwil) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI ...
(nama provinsi Kantor Wilayah),
Menimbang : | a. | bahwa …; |
b. | bahwa …; | |
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi ... (nama Provinsi Kantor Wilayah) tentang ...; | |
Mengingat : | 1. | …; |
2. | …; | |
3. | dan seterusnya …; |
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA TENTANG ....................................................................
KESATU : .......................
KEDUA : .......................
KETIGA : dan seterusnya.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ...................
pada tanggal ….................
KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN
AGAMA PROVINSI ... (nama provinsi Kantor Wilayah),
tanda tangan dan cap jabatan NAMA LENGKAP
F. Bentuk Rancangan Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama
KEPUTUSAN KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN/KOTA ...
(nama Kabupaten/Kota Kankemenag) NOMOR … TAHUN …
TENTANG
(nama Keputusan Xx.Xxxxxmenag) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN/KOTA ...
(nama Kabupaten/Kota Kankemenag),
Menimbang : a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
............. (nama Kabupaten/Kota Kankemenag) xxxxxxx. ;
Mengingat : 1. ;
2. …........................;
3. dan seterusnya …;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA TENTANG .................................................................................
KESATU : ................
KEDUA : ................
KETIGA : dan seterusnya.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ....................
pada tanggal …..................
KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA
KABUPATEN/KOTA ... (nama Kabupaten/ Kota Kankemenag),
tanda tangan dan cap jabatan NAMA LENGKAP
X.Xxxxxx Xxxxxxxan Keputusan Kepala Balai, Kepala Lajnah, Kepala UPT Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx dan Kepala UPQ.
KEPUTUSAN KEPALA KEPALA BALAI/LAJNAH/UPT ASRAMA HAJI
EMBARKASI/UPQ (nama satuan/organisasi kerja)
NOMOR … TAHUN … TENTANG
(nama Keputusan)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BALAI/LAJNAH/UPT ASRAMA HAJI EMBARKASI/UPQ....
(nama satuan/organisasi kerja)
Menimbang : a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Balai/Lajnah/UPT Asrama Haji Embarkasi/UPQ tentang. ;
Mengingat : 1. ;
2. ....................................…;
3. dan seterusnya ;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BALAI/LAJNAH/UPT ASRAMA HAJI EMBARKASI/UPQ TENTANG ...................................................
KESATU : ................
KEDUA : ................
KETIGA : dan seterusnya.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ................
pada tanggal …..............
KEPALA BALAI/LAJNAH/UPT ASRAMA HAJI EMBARKASI/UPQ ............................
(nama satuan/organisasi kerja) tanda tangan dan cap jabatan
NAMA LENGKAP
H. Bentuk Rancangan Keputusan Kepala Madrasah
KEPUTUSAN KEPALA MADRASAH IBTIDAIYAH/TSANAWIYAH/ALIYAH ...
(nama Madrasah)
NOMOR … TAHUN … TENTANG
(nama Keputusan Kepala Madrasah) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA MADRASAH IBTIDAIYAH/TSANAWIYAH ALIYAH NEGERI ...
(nama madrasah),
Menimbang : a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Madrasah Ibtidaiyah/Tsanawiyah/Aliyah Negeri ...
(nama madrasah tentang ;
Mengingat : 1. ;
2. …..............................;
3. dan seterusnya ;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA MADRASAH IBTIDAIYAH/TSANAWIYAH/ ALIYAH NEGERI TENTANG .......................................................
KESATU : ................
KEDUA : ................
KETIGA : dan seterusnya.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ...............
pada tanggal …..............
KEPALA MADRASAH IBTIDAIYAH/ TSANAWIYAH/ALIYAH NEGERI ...
(nama madrasah),
tanda tangan dan cap jabatan NAMA LENGKAP
I. Bentuk Rancangan Keputusan Kepala Urusan Agama
KEPUTUSAN KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN ... (Nama Kecamatan)
NOMOR … TAHUN … TENTANG
(nama Keputusan Kepala KUA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN ... (nama Kecamatan),
Menimbang : | a. | bahwa ; |
b. | bahwa ; | |
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan (Nama Kecamatan) | |
Mengingat : | 1. | ….......................; |
2. | …........................; | |
3. | dan seterusnya …; |
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN TENTANG ..........................................................................
KESATU : ................
KEDUA : ................
KETIGA : dan seterusnya.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di .................
pada tanggal …...............
KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA
KECAMATAN (nama Kecamatan),
tanda tangan dan cap jabatan NAMA LENGKAP
J. Bentuk Rancangan Keputusan Menteri Tentang Perubahan
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PERUBAHAN ATAS/KEDUA/KETIGA KEPUTUSAN MENTERI NOMOR ... TAHUN...
TENTANG ... (nama Keputusan Menteri) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b perlu menetapkan Keputusan Menteri Agama tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Nomor...Tahun. tentang.;
Mengingat : 1. ;
2. ….................................;
3. dan seterusnya ;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI AGAMA NOMOR … TAHUN ...
TENTANG (nama Keputusan Menteri).
KESATU : Merubah Lampiran Keputusan Menteri Agama Nomor Tahun
... tentang ... sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ..............
pada tanggal …............
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
tanda tangan dan cap jabatan NAMA LENGKAP
K. Bentuk Rancangan Keputusan Menteri Tentang Pencabutan
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PENCABUTAN KEPUTUSAN MENTERI AGAMA NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG ... (nama Keputusan Menteri) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Agama tentang Pencabutan Keputusan Menteri Agama Nomor...Tahun.....tentang. ;
Mengingat : 1. ;
2. ........................…;
3. dan seterusnya …;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : | KEPUTUSAN | MENTERI | AGAMA | TENTANG | PENCABUTAN |
KEPUTUSAN | MENTERI | AGAMA | NOMOR | … TAHUN ... |
TENTANG (nama Keputusan Menteri).
KESATU : Keputusan Menteri Agama Nomor ... Tahun ... tentang ...
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di .................
pada tanggal …...............
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
tanda tangan NAMA LENGKAP
L. Bentuk Rancangan Keputusan Menteri Tentang Pedoman/Petunjuk Pelaksanaan
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PEDOMAN/PETUNJUK PELAKSANAAN ... (nama Pedoman) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Agama tentang Pedoman/Petunjuk Pelaksanaan ...
(judul pedoman/petunjuk);
Mengingat : 1. ;
2. …..............................;
3. dan seterusnya ;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA TENTANG PEDOMAN/
PETUNJUK PELAKSANAAN ........(Judul Pedoman/Petunjuk Pelaksanaan).
KESATU : Menetapkan Pedoman/Petunjuk Pelaksanaan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
KEDUA : Pedoman/Petunjuk Pelaksanaan ... sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU merupakan acuan bagi seluruh satuan organisasi/kerja dalam melaksanakan (kegiatan sasaran).
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ...............
pada tanggal ….............
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
tanda tangan dan cap jabatan NAMA LENGKAP
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG PEDOMAN …
PEDOMAN
…………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
...........……………………………...…………………………………………..…………
B. Maksud dan Tujuan
...........……………………………...…………………………………………..…………
C. Sasaran
...........……………………………...…………………………………………..…………
D. Asas
...........……………………………...…………………………………………..…………
E. Ruang Lingkup
...........……………………………...…………………………………………..…………
F. Pengertian Umum
...........……………………………...…………………………………………..…………
BAB II
A. …………….…….………………………………………………………………...………..
B. dan seterusnya
BAB III
A. ……...………….…………………………………………………………………...........
……...………….…………………………………………………………………..….....
B. dan seterusnya
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
tanda tangan dan cap jabatan NAMA LENGKAP
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN …
PETUNJUK PELAKSANAAN
…………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
......……………………………...…………………………………………..………………
B. Maksud dan Tujuan
......……………………………...…………………………………………..………………
C. Ruang Lingkup
......……………………………...…………………………………………..………………
D. Pengertian Umum
......……………………………...…………………………………………..………………
BAB II PELAKSANAAN
(Menunjukkan urutan tindakan,pengorganisasian, koordinasi, pengawasan pengendalian, dsb)
A. …………….…….…………………………………………………………………………..
B. dan seterusnya
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
tanda tangan dan cap jabatan NAMA LENGKAP
M. Bentuk Rancangan Instruksi Menteri
INSTRUKSI
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN ….
TENTANG
…………………………………………………………. NAMA JABATAN …………………………………..
Dalam rangka (memuat alasan tentang perlu ditetapkan Instruksi)
………………………..……..………..... dengan ini memberi instruksi
Kepada : 1. Nama/Jabatan Pegawai;
2. Nama/Jabatan Pegawai;
3. Nama/Jabatan Pegawai;
4. Nama/Jabatan Pegawai;
Untuk :
KESATU : …………………………………………………………………………..
KEDUA : …………………………………………………………………………..
KETIGA : …………………………………………………………………………..
KEEMPAT : Melaksanakan instruksi ini dengan penuh tanggung jawab.
Instruksi … ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.
Dikeluarkan di …..............
pada tanggal ….................
NAMA JABATAN,
tanda tangan dan cap jabatan NAMA LENGKAP
N. Bentuk Rancangan Nota Kesepahaman
No. Sistematika Materi Muatan
1. Judul
NOTA KESEPAHAMAN ANTARA
.........................................................................
DENGAN
.........................................................................
NOMOR ............................
NOMOR ............................
TENTANG
.........................................................................
.........................................................................
2. Pembukaan Pada hari ini ... tanggal ... bulan ... tahun ..., bertempat di ,
yang bertanda tangan di bawah ini:
3. Kedudukan Para Pihak
1. Nama Pejabat, Jabatan, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Instansi, berkedudukan di Jalan ..., selanjutnya di sebut PIHAK KESATU.
2. Nama Pejabat, Jabatan, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Instansi, berkedudukan di Jalan ..., selanjutnya di sebut PIHAK KEDUA.
4. Latar Belakang
(Recital)
PIHAK KESATU dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama selanjutnya disebut PARA PIHAK.
PARA PIHAK terlebih dahulu menerangkan:
a. ...............................................
b. ...............................................
c. ...............................................
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, PARA PIHAK sepakat mengadakan Nota Kesepahaman tentang dengan ketentuan
sebagai berikut:
5. Isi/Substansi Pasal 1
..................tujuan mengadakan Nota Kesepahaman..................
Pasal 2
........................ruang lingkup Nota Kesepahaman.....................
Pasal 3
...........pelaksanaan lebih lanjut dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama.............................................................................................
Pasal 4
...........................masa berlaku, perubahan, perpanjangan, dan pengakhiran sebelum jangka waktu...........................................
6. Penutup Pasal 5
(1) Nota Kesepahaman ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) di atas kertas bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.
(2) Nota Kesepahaman ini mulai berlaku pada tanggal ditandatangani oleh PARA PIHAK.
PIHAK KEDUA, PIHAK KESATU,
............................................... .............................................
O. Bentuk Rancangan Perjanjian Kerja Sama
Logo Pihak KEDUA
Logo Pihak KESATU
PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA DAN
..........................................(mitra kerja sama) TENTANG
………………………….………………… NOMOR…………………
NOMOR…………………
Pada hari ini, ……… tanggal …..., bulan ……, tahun …….. bertempat di …… yang bertanda tangan di bawah ini
1. Nama …………………., Jabatan...........................alamat......................
selanjutnya disebut sebagai Pihak KESATU
2. Nama …………………., Jabatan...........................alamat......................
selanjutnya disebut sebagai Pihak KEDUA
bersepakat untuk melakukan kerja sama dalam bidang yang
diatur dalam ketentuan sebagai berikut:
Pasal 1 PENDAHULUAN
………………………………………………………………..……………………………...
…………………………………………………………….
Pasal 2
RUANG LINGKUP KERJA SAMA
………………………………………………………………..……………………………...
…………………………………………………………….
Pasal 3 PELAKSANAAN KEGIATAN
………………………………………………………………..……………………………...
…………………………………………………………….
Pasal 4 PEMBIAYAAN
………………………………………………………………..……………………………...
…………………………………………………………….
Pasal 5
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
……………………………………………………………………………………….……………
………....................................................................................................
Pasal 6 LAIN – LAIN
……………………………………………………………………………………….……………
………....................................................................................................
Pasal 7 PENUTUP
(1) Perjanjian Kerjasama ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) masing-masing bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.
(2) Perjanjian Kerjasama ini mulai berlaku pada tanggal ditandatangani oleh PARA PIHAK.
PIHAK KEDUA, PIHAK PERTAMA,
Nama Institusi Nama Institusi
Nama Jabatan, Nama Jabatan,
Tanda Tangan Tanda tangan
NAMA LENGKAP NAMA LENGKAP
P. Bentuk Lembar Pengesahan Bagian Depan
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN TATA NASKAH DINAS PADA KEMENTERIAN AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan tertib administrasi kedinasan serta efisiensi komunikasi dan informasi antarunit organisasi, perlu ditetapkan tata naskah dinas pada Kementerian Agama;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Agama tentang Pedoman Tata Naskah Dinas pada Kementerian Agama;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2964) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5071);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 176);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1630);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5286);
Karo Hukum dan KLN Xxxxxx Xxxxxxx | Xxxx Xxxxxx Xxx Xxxxxx | Sekjen Xxx Xxxx |
Q. Bentuk Lembar Pengesahan Bagian Belakang
DISUSUN DAN DIPROSES SESUAI KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN | |
Perancang Nama ........... | |
Kepala Sub Bagian Nama ........... | |
Kepala Bagian Nama ............ |
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
XXXXXX XXXXX XXXXXXXXX