PERTANGGUJAWABAN DIREKTUR DAN KOMISARIS DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN
PERTANGGUJAWABAN DIREKTUR DAN KOMISARIS DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN
Oleh:
Sumurung P. Simaremare*
Diterima : 13 Desember 2020, disetujui : 21 Desember 2020
Direksi dalam bertindak atas nama Perseroan Terbatas bertanggungjawab atas tugas dan wewenang serta hak dan kewajiban yang diberikan kepadanya. Dalam menjalankan hal tersebut, Direksi dilindungi dan dibatasi oleh dua prinsip, yaitu:
1. Prinsip business judgment rule merupakan doktrin yang mengajarkan bahwa keputusan direksi mengenai aktivitas perseroan tidak dapat langsung dipersalahkan oleh siapa pun meski, keputusan tersebut merugikan perseroan (Pasal
97 angka 5 UUPT). Adapun ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi direksi agar dapat mengimplementasikan business judgment rule adalah memenuhi syarat, yaitu: putusan sesuai dengan hukum yang berlaku; dilakukan dengan itikad baik; dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose); putusan tersebut mempunyai dasar- dasar yang rasional (rational basis); dilakukan dengan kehati-hatian (due
care) seperti dilakukan oleh orang yang cukup hati-hati pada posisi yang serupa; dilakukan dengan cara yang layak dipercayainya (reasonable belief) sebagai yang terbaik (best interest) bagi perseroan (Lestari, 2015:305-306).
2. Prinsip fiduciary duties merupakan suatu tugas untuk bertindak dengan tingkat tertinggi untuk kejujuran dan kesetiaan terhadap orang lain dan demi kepentingan yang terbaik untuk orang lain (Pasal 97 angka 1 dan 2 UUPT). Hubungan fiduciary timbul ketika satu pihak berbuat sesuatu bagi kepentingan pihak lain dengan mengesampingkan kepentingan pribadinya sendiri. Fiduciary Duties Direksi ini mengandung prinsip- prinsip sebagai berikut: (a) Direksi dalam melakukan tugasnya tidak boleh melakukannya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak ketiga tanpa persetujuan dan atau sepengetahuan
perseroan; (b) Direksi tidak boleh memanfaatkan kedudukannya sebagai pengurus untuk memperoleh keuntungan, baik untuk dirinya sendiri maupun pihak ketiga kecuali atas persetujuan perseroan; dan (c) Direksi tidak boleh menggunakan atau menyalahgunakan aset perseroan untuk kepentingannya sendiri dan atau pihak ketiga (Purwantari & Mahartayasa, Artikel:2-3).
Pasal 108 UUPT menerangkan: (1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi; dan (2) Pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Lebih lanjut Pasal 114 UUPT menerangkan bahwa tanggungjawab komisaris meliputi:
1. Pengawasan Perseroan sesuai Pasal 108 angka 1 UUPT;
2. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati- hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberian nasihat kepada Direksi sesuai Pasal 108 angka 1 untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
3. Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya;
4. Apabila dewan Komisaris terdiri atas
2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
Menurut Xxxxx Xxxxxxx anggota Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugas pengawasan wajib patuh dan taat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan pengawasan dan pemberian nasihat yang bertentangan atau melanggar peraturan perundang-undangan, dikategorikan “perbuatan melawan hukum” dan bisa juga dikualifikasi perbuatan ultra vires.
Jika yang dilakukan oleh Komisaris Utama sebagai anggota Dewan Komisaris memang ikut campur secara langsung terhadap operasional sehari-hari PT, maka ia harus ikut bertanggung jawab secara pribadi
atas kerugian Perseroan (Pasal 114 ayat [3] UUPT). Menurut Xxxxx Xxxxxxx ,luasnya tanggung jawab pribadi anggota Dewan Komisaris sebatas kesalahan dan kelalaiannya. Dalam praktik, ketentuan ini sangat sulit menerapkannya. Menurut Xxxxx Xxxxxxx, sulit mengukur secara objektif sampai sebatas mana kesalahan atau kelalaian yang dilakukan Dewan Komisaris.
Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan (Pasal 114 angka 5):
1. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
2. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
3. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi
dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan, tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan, berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga (Pasal 117 dan Pasal 118 UUPT).
Dalam Perjanjian kredit menerangkan Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum yang dikategorisasikan sebagai badan hukum. Perjanjian kredit ini patuh pada Pasal 1320 BW mengenai syarat sahnya perjanjian yang meliputi kesepakatan, cakap, suatu hal tertentu, dan kausa yang halal. Pasal 1 angka 11 UU Perbankan menjelaskan Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Perjanjian kredit mengharuskan debitur memberikan collateral (jaminan). Xxxxx X.X membedakan jaminan menjadi dua macam, yaitu (L.F.S, Xxxxxxxx , & Xxxxxx, 2014:3-4):
1. Jaminan materiil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan yang mempunyai ciri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekatdan mengikuti benda yang bersangkutan;
2. Jaminan Imateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan. Jaminan ini tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan.
Jaminan kebendaan ada yang yang bersifat bergerak dan tidak bergerak, jaminan tidak bergerak antara lain adalah tanah. Tanah merupakan jaminan yang paling diprioritaskan karena nilai ekonomis tanah yang tinggi dan tidak akan mengalami
penurunan harga. Sehingga, sangat dimanfaatkan bagi kreditur untuk menjadi pengaman dalam peminjaman kredit bagi kreditur kepada debitur dengan pengikatan Hak Tanggungan oleh lembaga pengikatan jaminan Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (selanjut disebut UU HT) (L.F.S, Larasati , & Xxxxxx, 2014:4).
Pasal 8 UU HT menerangkan bahwa: (1) Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan; dan (2) Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.
Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan di antaranya: Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. Selain hak-hak atas tanah tersebut, Hak Pakai atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, dapat juga dibebani Hak Tanggungan. Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik (Pasal 4 UU HT).
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam perjanjian kredit yang dibebani Hak Tanggungan dapat dilakukan oleh badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas. Dalam hal ini patuh pada ketentuan Pasal 1 angka 5 dan Pasal 97 UU PT, maka secara langsung kita akan mengatakan bahwa Direksi yang bertanggungjawab dalam perjanjian kredit yang dibebani hak tanggungan. Namun tidak menutup kemungkinan komisaris juga turut
.
bertanggungjawab baik menandatangani atau tidak menandatangani perjanjian kredit, apabila komisaris ikut campur secara langsung terhadap operasional Perseroan Terbatas serta tidak melaksanakan kewajiban dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sesuai Pasal 108 angka 1 untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan dan atas kerugian perusahan, komisaris bertanggung jawab secara pribadi dan tanggung renteng.
Akan tetapi perlu diketahui bahwa setiap perbuatan hukum Perseroan Terbatas, baik yang dilakukan oleh Komisaris dan Direksi, semuanya berlandaskan pada UU PT dan Anggaran Dasar PT. Namun untuk perbuatan hukum berupa pertanggungjawaban atas penandatanganan perjanjian kredit dengan dibebani hak tanggungan, biasanya diatur lebih khusus dalam Anggaran Dasar PT, yang kemudian bisa saja dalam Anggaran Dasar mengatur komisaris untuk turut campur melakukan penandatanganan perjanjian tersebut sebagai bentuk pengawasan.
* Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Doktor Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan