ANALISIS PELAKSANAAN KERJA DALAM PELAYANAN ANCHOR HANDLING DI DECK AHTS. ETZOMER 505
ANALISIS PELAKSANAAN KERJA DALAM PELAYANAN ANCHOR HANDLING DI DECK AHTS. ETZOMER 505
ALIEF AL AFDHANI NIT. 19.41.067 NAUTIKA
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV PELAYARAN POLITEKNIK ILMU PELAYARAN MAKASSAR
ANALISIS PELAKSANAAN KERJA DALAM PELAYANAN ANCHOR HANDLING DI DECK AHTS.ETZOMER 505
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan Diploma IV Pelayaran
Program Studi Nautika
Disusun dan Diajukan oleh
Xxxxx Xx Xxxxxxi NIT. 19.41.067
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV PELAYARAN POLITEKNIK ILMU PELAYARAN MAKASSAR
TAHUN 2024
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Nama : XXXXX XX XXXXXXX
NIT : 19.41.067
Program studi : NAUTIKA Menyatakan Bahwa Skripsi Dengan Judul:
ANALISIS PELAKSANAAN KERJA DALAM PELAYANAN ANCHOR
HANDLING DI DECK AHTS. ETZOMER 505
Merupakan karya asli. Seluruh ide yang ada dalam skripsi ini, kecuali tema dan yang saya nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide yang saya susun sendiri.
Jika pernyataan diatas terbukti sebaliknya, maka saya bersedia menerima sanksi yang di tetapkan oleh Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar.
Makassar, 13 Desember 2023
ALIEF AL AFDHANI NIT. 19.41.067
PRAKATA
Suatu kesyukuran yang tiada terhingga nilainya atas berkah yang dianugrahkan kepada penulis dalam menuntaskan studi kesarjanaan pada jenjang diploma IV. Tak lupa penulis panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS PELAKSANAAN KERJA YANG DALAM PELAYANAN ANCHOR HANDLING DI DECK AHTS. ETZOMER 505”.
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan bagi Taruna jurusan Nautika dalam menyelesaikan study pada program diploma IV Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan baik dari segi bahasa, susunan kalimat, maupun cara penulisan serta pembahasan materi akibat keterbatasan penulis dalam menguasai materi, waktu,dan data yang diperoleh.
Untuk itu penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini. Dalam kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini:
1. Bapak Capt. Xxxx Xxxxxxx, M.Pd. selaku bapak Direktur Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar.
2. Ibu Capt. Xxxxxxx, X.Xx.X., M.A.P., M.Mar. Selaku Ketua Program Studi Nautika di Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar.
3. Bapak Capt. Xxx. Xxxxxxx Xxxxxxx, X.Xxx. selaku Dosen Pembimbing 1 dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Capt. Xxxx Xxxxxxx, M.Mar. selaku Dosen Pembimbing 2 dalam penulisan skripsi ini.
5. Nahkoda, KKM, perwira-perwira dan seluruh ABK dari kapal AHTS.ETZOMER 505.
6. Bapak X. XXXXXXXXX & Ibu Hj. LALA TE’NE selaku orang tua penulis
7. Seluruh rekan-rekan Xxxxxx (i) PIP Makassar khususnya Nautika VIIB dan seluruh angkatan 40 yang telah membantu dalam memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun telah banyak sekali membantu dalam penyelesaian skripsi ini dimana pun berada.
8. Senior serta xxxxxx membantu penulis sehingga penulis skripsi ini dapat terselesaikan .
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi taruna (i) khususnya. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan memberkati kita semua.
Makassar, 13 Desember 2023
Xxxxx Xx Xxxxxxi 19.41.067
AL AFDHANI. Analisis Pelaksanaan Kerja Dalam Pelayanan Anchor Handling Di Kapal AHTS.Etzomer 505 (dibimbing oleh Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxx Xxxxxxx).
Salah satu sarana pelayaran di laut yang digunakan untuk menunjang kelancaran kegiatan eksplorasi lepas pantai serta pengolahan minyak bumi dan gas bawah laut secara khusus dilakukan oleh kapal-kapal Anchor Handling Tug and Supply (AHTS). Dimana kapal AHTS ini dirancang khusus dan memiliki tenaga penggerak yang besar untuk memudahkan kegiatan eksplorasi lepas pantai. tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pelaksanaan kerja yang baik serta prosedur standar operasi dalam pekerjaan anchor handling.
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif. data dikumpulkan melalui observasi secara langsung terhadap kru kapal, serta pengecekan dokumen dalam melakukan SOP anchor handling.
Peneliti menemukan beberapa kejadian saat pelaksanaan anchor handling, dimana SOP yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, dan dapat menimbulkan bahaya terhadap kru kapal. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan kru kapal serta pelaksanaan safety meeting yang kurang efektif, sehingga penerapan toolbox meeting sebelum melaksanakan anchor handling harus dilaksanakan untuk menjaga keselamatan di atas AHTS. ETZOMER 505.
Kata Kunci : Anchor Handling, Prosedur
ABSTRACT
XXXXX XX XXXXXXX. Analysis of Work Implementation in Anchor Handling Services on AHTS.Etzomer 505 (supervised by Xxxxxxx Xxxxxxx and Xxxx Xxxxxxx).
One of the sea shipping facilities used to smooth offshore exploration activities and underwater oil and gas processing is specifically carried out by Anchor Handling Tug and Supply (AHTS) vessels. The AHTS ship is specially designed to have large propulsion power to facilitate offshore exploration activities. The aim that the author wants to achieve from this research is to find out good work implementation and standard operating procedures in handling anchor work.
Based on the objectives, this research was included in qualitative research. Data was collected through direct observation of the ship's crew, as well as checked documents to carried out anchor handling SOP.
Researchers found several incidents during the implementation of anchor handling, where SOP used did not comply with applicable rules and regulations, and could cause danger to the ship's crew. This is due to the lack of knowledge of the ship's crew and the ineffective implementation of safety meetings, so the implementation of toolbox meetings before carrying out anchor handling must be implemented to maintain safety on board the AHTS. ETZOMER 505.
Keywords : Anchor Handling, Procedure
vii | |
viii | |
ix | |
xii | |
xi | |
A. Anchor Handling | 5 |
35 | |
36 | |
ix
DAFTAR PUSTAKA 74
DAFTAR TABEL
Tabel 4 1 Crew list AHTS Etzomer 505 40
Tabel 4 2 Ship Particular AHTS Etzomer 505 41
Tabel 4 3 Data Hasil Pengamatan Kondisi Cuaca Saat Melakukan Kegiatan Anchor Handling 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2 3 Jangkar dan Buoy AWB Petroleum Superior 18
xii
BAB I PENDAHULUAN
X. Xxxxx Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia terkenal dengan kesuburan dan kekayaan alamnya. Disamping itu Negara Republik Indonesia dikenal dengan sebutan Negara kepulauan, salah satu kekayaan alam Indonesia sehubungan dengan kekayaan alam dan potensi yang dimilikinya, khususnya cadangan minyak bumi dan gas yang terkandung di dalamnya, maka sudah sepantasnya jika negeri kepulauan ini membutuhkan sarana pelayaran di laut yang memadai dan lancar dalamupaya untuk mengelolah dan menggali potensi dan kekayaan alam tersebut. Salah satu sarana pelayaran di laut yang digunakan untuk menunjang kelancaran kegiatan eksplorasi lepas pantai serta pengolahan minyak bumi dan gas bawah laut secara khusus dilakukan oleh kapal-kapal Anchor Handling Tug and Supply (AHTS). Dimana kapal AHTS ini dirancang khusus secara konstruksi dan bangunan kapal serta memiliki tenaga penggerak yang besar untuk memudahkan kegiatan eksplorasi lepas pantai.
Kapal AHTS. ETZOMER 505 adalah salah satu jenis kapal AHTS milik PT. Pelayaran Nasional Xxxxxx Xxxxxxxxxxx yang beroperasi di LNG TANGGUH (BP), TELUK JAKARTA (FSRU JAWA BARAT) dan LAMONGAN tempat penulis melaksanakan praktek laut yang khusus untuk melakukan anchor handling yang melayani beberapa oil rig dan crane barge untuk perawatan platform dan pemasangan pipa atau kabel bawah laut. Dalam melaksanakan tugas anchor handling sering mengalami keterlambatan dalam proses pekerjaannya di oil field. Sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak
pencharter maupun pihak perusahaan perkapalan terutama kerugian pada segi waktu.
Pada tanggal 10 Maret 2022 kapal AHTS. ETZOMER505 ditugaskan untuk mengangkat salah satu jangkar dari Crane Barge AWB PETROLEUM SUPERIOR yang berada di lokasi di area TELUK BINTUNI (BP), oleh karena tidak mengikuti prosedur dengan benar dan tidak menyadari adanya bahaya pada saat pelepasan shackle pennant wire yang terhubung dengan work wire dikarenakan masih ada tegangan terhadap wire tersebut kemudian shackle yang dilepas tiba-tiba terlempar dan mengenai kaki dari salah satu deck rating yang menyebabkan kakinya mengalami memar dan bengkak.
Untuk dapat memberikan pelayanan yang baik dan maksimal dalam pelaksanaan anchor handling tentu dibutuhkan tenaga kerja yang cakap dan berkualitas. Dalam hal ini anak buah kapal dituntut untuk terampil dalam melaksanakan anchor handling sebagai salah satu faktor penunjang kapal dalam mengeksplorasi kekayaan alam, termasuk minyak dan gas di ladang minyak lepas pantai.
Anak buah kapal yang terampil dapat membuat pekerjaan mudah dan terasa ringan untuk dilaksanakan serta dapat menciptakan keterpaduan kerja, dimana para pelaku anchor handling merupakan suatu kesatuan tim dalam membentuk terjalinnya suatu kerja sama. Selain itu, anak buah kapal akan merasa percaya diri apabila mempunyai kemampuan sesuai perannya masing-masing sehingga rasa aman dalam diri muncul dari seorang Nakhoda dalam pelaksanaan anchor handling, Untuk mengurangi kecelakaan di kapal AHTS maka dalam setiap kegiatan atau pekerjaan dibutuhkan standard operational procedure (SOP) yang harus dipahami dan dijalankan oleh setiap awak kapal. Setiap
pekerjaan dikapal AHTS selalu diawali dengan safety meeting dan toolbox meeting terlebih dahulu. Kegiatan seperti ini akan diambil alih dan dipimpin langsung oleh Nahkoda serta didampingi oleh perwira lainnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kedisiplinan kerja dan kewaspadaan terhadap kecelakan kerja serta untuk membangun kekompakan crew di atas kapal. Berdasarkan uraian–uraian diatas dan mengingat pentingnya prosedur standar operasi selama setiap pekerjaan sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PELAKSANAAN KERJA DALAM PELAYANAN ANCHOR HANDLING DI KAPAL AHTS. ETZOMER 505”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang penulis ambil adalah apa faktor masalah yang menghambat proses anchor handling?.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor masalah yang menghambat proses anchor handling.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Adapun 2 manfaat dari hasil penelitian anchor handling di ladang minyak lepas pantai yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dibidang pelayaran untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan anchor handling di ladang minyak lepas pantai.
2. Manfaat praktis.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan keselamatan kapal dan kru dengan mengurangi risiko kecelakaan saat mengangkat dan menurunkan jangkar serta dapat membantu meningkatkan efisiensi operasional kapal dengan mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan anchor handling.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anchor Handling
Anchor handling merupakan salah satu pekerjaan khusus dari kapal AHTS, dimana pekerjaan ini dilaksanakan di daerah oil field (ladang minyak), anchor handling ini dikhususkan untuk work barge/accommodation work barge dan rig dalam proses perpindahanya dari posisi yang lama ke posisi yang baru (Ardiansyah, 2012). Anchor handling adalah operasi penting dalam industri minyak dan gas lepas pantai yang melibatkan penyebaran, pengambilan, dan penanganan jangkar dan sistem tambat untuk rig pengeboran, anjungan produksi, dan fasilitas lepas pantai lainnya. Operasi ini biasanya dilakukan oleh kapal khusus yang dikenal sebagai kapal anchor handling tug supply (AHTS). Proses anchor handling dimulai dengan memasang jangkar dan tali tambat untuk mengamankan fasilitas lepas pantai di tempatnya. Setelah fasilitas dalam posisi, kapal anchor handling digunakan untuk mengambil dan memposisikan kembali jangkar yang diperlukan untuk mempertahankan posisi fasilitas di laut yang ganas atau perubahan kondisi cuaca. Selama operasi anchor handling, AHTS menggunakan mesin derek dan peralatan derek yang kuat untuk menggerakkan jangkar dan tali tambat.Kapal juga dapat menggunakan derek hidrolik dan mesin geladak untuk menangani peralatan dan perbekalan berat. Keselamatan merupakan pertimbangan penting selama operasi anchor handling, karena berat dan ukuran peralatan yang terlibat dapat menimbulkan risiko yang signifikan terhadap personel dan peralatan. ABK harus sangat terlatih
dan berpengalaman dalam menangani jangkar dan sistem tambat, serta harus mengikuti protokol dan prosedur yang ketat untuk memastikan operasi dilakukan dengan aman dan efisien.
Secara keseluruhan, anchor handling adalah operasi yang kompleks dan terspesialisasi yang memainkan peran penting dalam pengoperasian fasilitas minyak dan gas lepas pantai yang aman dan efisien. Dalam pekerjaanya dibutuhkan keterampilan dari seluruh crew di atas kapal dan kemampuan peralatan yang ada di atas kapal maupun penggunaan peralatan-peralatan pendukung lainya serta kapal itu sendiri. Pekerjaan anchor handling dapat terlaksana dengan baik dan efisien, jika ditunjang dengan sarana dan alat- alat yang berada diatas kapal dalam kondisi prima. Sehingga benar-benar siap untuk dipakai.Namun seringkali didalam pekerjaanya timbul kejadian- kejadian dan hal-hal yang tidak diinginkan, sehinggamenghambat pelaksanaan anchor handling itu sendiri.Secara umum anak buah kapal adalah seluruh personil yang ada diatas kapal yang tercantum namanya didalam crew list kecuali Nahkoda kapal, serta awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.
Menurut (Xxxxx, 2017) Nakhoda kapal adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut (Xxxx, 2009) ABK adalah awak kapal selain Nakhoda atau pimpinan kapal.
6
1. Tugas Dan Tanggung Jawab Awak Kapal
Pada saat melakukan pekerjaan anchor handling, masing-masing personil atau crew memiliki tugas dan fungsi serta tanggung jawab disetiap posisinya.
Adapun deskripsi pekerjaan crew kapal AHTS pada saat anchor handling:
a. Nakhoda (Master): Bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan anchor handling mulai dari awal hingga pelaksanaan pekerjaan selesai dan dianggap berhasil. (bridge/steering)
b. Kepala kamar mesin (Chief engineer): Bertanggung jawab atas kelancaran setiap peralatan machinery yang digunakan pada saat proses anchor handling. (bridge/work winch operator)
x. Xxxxxx X (Chief officer): Bertanggung jawab serta bertugas memonitor setiap kegiatan selama proses anchor handling baik personil maupun pada saat kapal berolah gerak.(radio comunication to deck)
d. Xxxxxx XX (2nd officer): Bertugas untuk membantu mualim I dan nakhoda selama proses anchor handling berlangsung serta mencatat seluruh pekerjaan yang dilakukan. (ship log book).
e. Xxxxx (Boatswain): Kepala kerja di deck bagi able body seaman untuk mengatur pelaksanaan kerja di main deck baik untuk mempersiapkan segenap peralatan (tools) maupun penempatan posisi jangkar dan buoy di atas deck.
f. Juru mudi (Able body seaman): Membantu bosun di main deck, mulai dari mempersiapkan peralatan hingga merapikan kembali peralatan yang sudah digunakan sesaat setelah pekerjaan anchor handling
7
selesai.
g. Xxxxxxx (2nd engineer dan 3rd engineer): Bertugas sebagai winch operator.
h. Electrician: Bertanggung jawab terhadap kelistrikan di atas kapal selama pelaksanakan anchor handling.
i. Xxxx Xxxxxx (Oiler): Memonitor keadaan di control room dan main engine dan auxiliary engine.
2. Pengoperasian Kapal AHTS
AHTS adalah singkatan dari anchor handling tug and supply yang artinya adalah kapal yang fungsinya untuk melakukan pekerjaan khusus anchor handling, towing dan supply cargo untuk oil-rig ataupun crane barge. Kapal jenis ini bekerja untuk menangani pemasangan jangkar untuk buoy ataupun untuk mengangkat jangkar. Selain itu juga untuk inspeksi rantai dan jangkar yang dipasang di laut (Message, 2010). Kapal AHTS dilengkapi dengan work wire yang tergulung di dalam winch drum yang digunakan untuk mengangkat bouy dan jangkar ataupun untuk towing oil-rig atau crane barge. Sebagai kapal multiguna yang bertenaga besar, kapal ini umumnya digunakan untuk menarik oil- rig atau kapal-kapal besar tanpa mesin lainnya dan meletakkannya pada posisi yang akurat dan apabila diperlukan dalam keadaan darurat bisa juga dipakai sebagai kapal penyelamat dan pemulihan. Untuk itulah kadang kala kapal AHTS disebut juga sebagai support vessel.
Ketika di area offshore oil-field, kapal anchor
handling tug supply berfungsi untuk menarik atau
8
menunda oil-rig atau crane barge, karena tanpa bantuan kapal AHTS, tidak mungkin dapat menempatkan oil-rig dengan tepat untuk keperluan pengeboran minyak lepas pantai. Yang dimana kapal AHTS memiliki peran yang sangat penting dalam membantu melayani kegiatan- kegiatan eksplorasi di ladang minyak maupun gas di laut atau lepas pantai (Xxxxxx, 2012). Untuk itu kapal-kapal jenis ini harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai mesin induk kapal yang bertenaga besar.
b. Memiliki anchor handing winch dan towing winch
yang mempunyai daya tarik (bollard pull) yang besar.
c. Ruangan deck atau geladak yang cukup luas dan lebar serta buritan yang cukup luas untuk dilewati jangkar dan bouy rig untuk dinaikkan dan disimpan di atas deck dimana kapal dapat terus melaksanakan kegiatan anchor handling.
d. Memiliki tangki bahan bakar, tangki air, tangki minyak lumas serta tangki ballast dengan kapasitas yang memadai.
e. Ruangan geladak atau deck dapat dimanfaatkan untuk bermacam- macam kegunaan khusus seperti crane, roda gulungan kabel dan lain-lain.
Perhitungan GM dan stabilitas kapal adalah langkah awal dari keberhasilan kerja kita. Karena cuaca yang buruk dapat membahayakan kapal. Jadi pastikan kapal dalam stabilitas yang baik. Semua perwira kapal harus memahami panduan-panduan yang standar dan check list harus diisi dengan benar agar bisa menekan kesalahan sekecil mungkin. Sistem komunikasi baik eksternal maupun internal kapal. Komuniksi antara kapal dan rig atau anak buah di atas deck harus sudah
9
terbangun dan dapat mengerti jelas, jadi pemahaman perintah kerja sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dalam persiapan berlayar, sebelum kapal bergerak seperti biasa terlebih dahulu kita mengumpulkan data- data yang penting. Buku-buku publikasi disiapkan agar mudah mencari informasi yang kita butuhkan. Tak lupa persediaan bahan bakar, air tawar dan makanan yang cukup, untuk keperluan selama dalam operasi kerja di laut. Dalam hal ini kita wajib mengadakan toolbox meeting pre-anchor handling yang dipimpin oleh nahkoda kapal dan nahkoda menjelaskan sejelas mungkin dari jenis pekerjaan yang akan dibuat dan menggambarkan sketsa agar dapat dipahami prosesnya, begitu juga dengan komunikasi agar jangan terjadi kesalahan. Karena yang kita tekankan disini adalah aspek dari keselamatan kerja (Muhamad, 2015). Keselamatan kerja adalah hal yang paling utama.
Freeboard, dan GM dihitung trim kapal dan saratkapal saat itu, juga kondisi dari tangki-tangki mana yang terisi dan tidak. Karena pekerjaan di supply vessel bukanhanya untuk anchor handling terkadang kapal digunakansebagai penyimpanan terapung untuk kebutuhan oil-rig. Dan Sebelum meninggalkan pelabuhan alat-alat navigasiyang biasanya terpasang di atas anjungan harus bekerja dengan baik dan informasi dari semua publikasi harus jelas, baik dari berita cuaca, Notice to marine, Record oil book dan lain-lain harus up to date, juga informasi penting tentang gambaran oil-rig atau anjungan minyak tersebut, jenis apa, apakah deep xxx, xxxx up atau floating barge dan type of anchor, juga mengenai keadaan dasar laut dengan mengetahui dengan jelas
10
informasi tersebut kita bisa menyiapkan peralatan- peralatan yang sesuai.
Dalam pengoperasiannya, kapal AHTS. ETZOMER 505 melakukan tiga kegiatan pokok di ladang minyak lepas pantai, antaralain sebagai berikut:
a. Anchor handling dan towing barge
Untuk mengetahui pembahasan tentang operasi anchor handling di ladang minyak dan gas lepas pantai, perlu kiranya kita mengetahui beberapa hal yang berhubungan dengan pembahasan ini serta lamanya waktu pelaksanaan anchor handling di lokasi, tergantung dari pekerjaan crane barge atau rig. Pada umumnya untuk kegiatan anchor handling dihadapkan pada :
1) Crane barge dalam penataan dan penempatan jangkar hingga crane barge berada pada posisi yang dikehendaki memakan waktu beberapa hari sesuai pekerjaan apa yang akan dilakukan. Dalam hal ini AHTS. ETZOMER 505 pada saat itu memposisikan crane barge tersebut merapat pada platform yang akan di service atau di maintenance.
2) Crane barge waktu yang dibutuhkan dan lamanya kegiatan anchor handling tergantung dari kegiatan barge. Bila kegiatan crane barge itu melakukan kegiatan pekerjaan pemasangan pipa atau kabel di dasar laut, maka kegiatan anchor handling dilaksanakan secara rutin, karena crane barge mengadakan pergerakan (barge move) setiap saat dan pekerjaan ini dilakukan sepanjang yang dikehendaki. Pada umumnya crane barge memiliki
11
8 buah jangkar yang harus dikerjakan dan berkenaan dengan kegiatan anchor handling. Tetapi ada juga yang menggunakan 12 jangkar apabila keadaan laut disekitar lokasi dianggap berbahaya seperti arus kuat, keadaan angin yang kadang-kadang berada diatas rata- rata perkiraan semula.
b. Standar operasional prosedur pekerjaan anchor handling meliputi :
1) Deploying anchor.
Yaitu proses mengambil jangkar dari crane barge diletakkan di atas dek kapal ataupun di stern roller kemudian membawa jangkar tersebut dan meletakkannya pada posisi yang telah ditentukan di dasar laut. Pada pekerjaan running anchor atau deployed anchor terdapat beberapa tahapan yaitu:
a) Kapal mendekati rig atau barge dengan posisi mundur untuk menerima jangkar, bouy, dan pennant wire serta peralatan lainnya.
b) Setelah semua alat-alat berada di deck kemudian jangkar dihubungkan dengan anchor wire dari rig/barge dan jangkar ditahan dengan karm fork lalu kapal bergerak maju perlahan menuju posisi yang sudah ditentukan oleh surveryor.
c) Ketika kapal bergerak maju nahkoda harus selalu menjaga komunikasi dengan pihak rig/barge agar ketegangan anchor wire tidak terlalu tegang.
d) Setelah sampai pada posisi yang ditentukan
12
jangkar dihubungkan dengan pennant wire yang disesuaikan dengan kedalaman lautyang sebelumnya telah digulung didalam drum towing kemudian jangkar diturunkan perlahan sambil mengarea anchor wire dari rig/barge.
e) Setelah jangkar telah sampai pada dasar maka ujung pennant wire akan dihubungkan dengan bouy, setelah itu bouy di release.
2) Recovering anchor.
Yaitu proses pengangkatan kembali jangkar dari dasar laut, diletakkan di atas dek kapal ataupun di stern roller dan kemudian dibawa kembali ke crane barge. Tahapan–tahapan dalam proses recovery anchor merupakan kebalikan dari running anchor yaitu mengangkat kembali jangkar yang telah diturunkan, tahapannya yaitu sebagai berikut:
a) Crew melakukan persiapan di deck yaitu mengarea work wire dan tugger winch kemudian menyiapkan alat bantu lainnya seperti bouy catcher, palu, linggis, shackle dalam berbagai ukuran, split pin dan sebagainya.
b) Setelah semua peralatan dipastikan siap kapal bergerak mundur mendekati bouy, setelah posisi bouy tepat berada sejajar dengan stern roller maka ABK melempar atau mengalungkan bouy catcher pada bouy.
c) Ketika posisi bouy catcher sudah pada bouy, maka ujung bouy catcher dihubungkandengan work wire yang sebelumnya telah di
area dengan menggunakan shackle yang disesuaikan dengan berat jangkar yang akan diangkat biasanya menggunakan shackle SWL 25 T.
d) Kemudian work wire digulung dan bouy perlahan akan naik di deck, setelah bouy berada diatas deck maka karm fork dinaikkan untuk menahan socket antara rantai jangkar dan bouy.
e) Lepaskan bouy dan pindahkan kesisi yang sekiranya xxxx dan tidak mengganggu kegiatan di deck. Setelah itu hubungkan kembali rantai jangkar dan work wire kemudian gulung perlahan sampai jangkar naik di stern roller.
f) Setelah jangkar berada di deck lepaskan penghubung antara jangkar dan rantai jangkar kemudian jangkar dipindah posisi ataupun dikembalikan ke rig/barge.
3) Chasing/graphing anchor
Adalah proses pekerjaan untuk mencari dan mengangkat jangkar yang putus, apabila pennant wire (tali kawat baja) yang menghubungkan buoy dan jangkar putus. Tujuan dari pekerjaan anchor handling ini adalah untuk mengangkat jangkar yang putus dari rantai jangkar maupun darijangkar ke bouy. Tahapan–tahapan dalam pekerjaan anchor handling ini yaitu menyiapkan peralatan di deck sama halnya ketika melakukan pekerjaan recovery anchor maupun running anchor hanya yang membedakan penggunaan alat tambahan seperti Grapnel dan J-Hook. Grapnel kita gunakan ketika
jangkar putus dari rantai jangkar dan bouy sedangkan J-Hook kita gunakan ketika rantai bouy putus dari jangkar.
a) Metode pengunaan Grapnel
Pada pekerjaan anchor handling sering terjadi kejadian yang tidak diprediksi mungkin karena kelebihan beban atau adanya kerusakan pada peralatan bantu yang mengakibatkan jangkar jatuh sebelum dihubungkan dengan rantai jangkar ataupun dari jangkar ke bouy. Dalam kondisi jangkar jatuh sebelum dihubungkan dengan rantai dan bouy maka satu–satunya cara untuk mengangkat jangkar kembali adalah dengan menggunakan grapnel. Prosedur penggunaan grapnel adalah sebagai berikut:
(1) Grapnel dihubungkan dengan work wire dan digantung pada bagian buritan kapal (stern roller) kemudian kapal menuju posisi jatuhnya jangkar.
(2) Setelah sampai pada posisi maka grapnel diturunkan perlahan sampai kedasar kemudian kapal bergerak maju. Area pencarian juga harus dibatasi dan betul–betul diperlukan ketelitian agar kapal tidak terlalu jauh dari posisi jatuhnya jangkar.
(3) Kapal akan melakukan olah gerak dengan menyilang ataupun zig–zag pada area yang diduga terdapat jangkar tersebut. Kapal akan terus bergerak di daerah ini sambil sesekali menggulung work wire untuk melihat apakah
jangkar telah ditemukan atau belum.
(4) Setelah jangkar ditemukan maka work wire digulung perlahan sampai jangkar berada di deck.
Gambar 2.1 Grapnel
b) Metode penggunaan J-Hook
Penggunaan J-Hook pada pekerjaan anchor handling dilakukan ketika akan mengangkat jangkar yang putus dari bouy (Wahyudianto,2019). Tahapan–tahapan penggunaan J-Hook adalah sebagai berikut:
(1) Menghubungkan J-Hook dengan work wire kemudian kapal bergerak mundur ke arah rig/barge disisi dimana terdapat wire jangkar yang akan diangkat.
(2) Kemudian wire jangkar diposisikan di bagian dalam dari J-Hook setelah itu kapal maju perlahan sambil mengarea work wire untuk menjaga ketegangan wire yang menghubung rig dan jangkar.
16
(3) Setelah kapal berada pada posisi jangkar maka kapal akan mempertahankan posisi dan mulai menggulung work wire perlahan sampai jangkar berada di deck.
(4) Setelah jangkar berada di deck maka jangkar ditahan atau dijepit dengan karm forkkemudian dilepaskan dari wire jangkar.Setelah itu kapal bergerak mundur perlahan untuk mengembalikan jangkar ke rig.
Gambar 2.2 J-Hook
Sumber: AHTS Etzomer 505
17
Gambar 2.3 Xxxxxxx dan Buoy AWB Petroleum Superior
c. Rig move
Rig move adalah suatu pekerjaan pemindahan rig dari platform atau pelabuhan menuju dimana sumber gas dan minyak bumi yang akan di bor berada. Kegiatan seperti ini biasanya menggunakan 3 kapal AHTS dalam membatu pergerakan rig agar tidak jauh dari posisi dan juga agar rig tidak hanyut oleh arus. Biasanya satu kapal didepan sebagai main towing dan 2 lainnya di masing – masing sisi sebagaiAssist Tug. Semi submersible rig menggunakan 8, 10, atau 12 jangkar dan rantai untuk mengamankan kedudukannya di tengah laut, di rig sejenis ini biasa sudah terpasang PCC (Permanent Chain Chaiser) kalau kita lihat seperti gelang baja yang disambung dengan wire 3″/76mm panjang +/- 30 meter, dimana kapal cukup mendekat ke rig untuk menerima PCC dan connect dengan towing wire, setelah terikat kapal kita majukan secara pelan sesuai perjanjian dipercakapan kita di radio antara barge master dan
captain sampai ke lokasi yang dituju dan jangkar
18
diturunkan perlahan lahan, setelah jangkar turun dan rantai jangkar rig sudah dikencangkan, kita perlahan kembali ke rig dengan mundur pelan untuk mengembalikan PCC. Begitu juga kalau kita mau mengambil jangkar balik cukup kembali ke rig, ambil PCC dan bawa ke tempat jangkar ditanam, setelah rantai jangkar diposisi maka kita angkat pelan naik ke deck, setelah sudah muncul kita mundur pelan, dan dari rig heaving up the anchor, terus sampai jangkar kembali ke rig, dan kita kembalikan lagi PCC tadi.
Begitu juga dengan buoy, 3 atau 2 crew standby di stern roller siap untuk menangkap pick up stop wire yang tersambung dimata pennant wire/lazy wire.Jika sudah tersambung dengan tugger wire lalu ditarik sampai ke atas deck dan pindahkan sambungan ke work wire. Setelah tersambung kita bisa memulai mengangkatnya, sampai buoy itu naikdi atas deck, sambungan buoy dibuka, dengan cara menahan menggunakan sharkjaw sebagai pengunci, setelah terlepas buoy kita geser ke samping agar deck clear, buka shark jaw dan mulai menggulung rantai di dalam drum. Sampai jangkar itu naik dan kitakunci lagi posisi jangkar dengan towing pin, setelah itu kita kembali ke posisi rig dengan mundur pelan mengikuti ritme dari rantai yang sedang di heaving up oleh rig. Setelah dekat kita buka semua stopper dan kembalikan semua ke rig. Itu hanya gambaran garis besar saja dari type anchor handling, ada banyak bermacam cara tergantung dari berapa buoy yang digunakan dan ada juga yang
19
mengkombinasikan antara wire-rantai-wire. Hal tersebut biasa menggunakan sistem chasing collar, belum lagi jika di bawah dasar laut ada obstruction seperti lubang pengeboran yang tidak bolehdisentuh, maka untuk menghindari obstruction tersebut digunakan sistem 2 buoy (1st support buoy & 2ndsupport buoy), jelas akan menggunakan rantai yang panjang dan pekerjaan anchor handling ini pun akan lebih lama karena lebih sulit. Jenis-jenis Rig ini dibagi berdasarkan lokasi atau kedalaman dimana rig akan digunakan, pembagiannya sebagai berikut:
1) Rig Darat (OnshoreRig)
Rig ini pada umumnya dioperasikan didarat dan telah didesain portable di dalam pemasangandan pembongkaran serta untuk wilayah yang sulit dijangkau yang tidak dapat dijangkau jalur darat bisanya menggunakan heliportable.
2) Swamp Barge Rig
Rig ini merupakan jenis rig yang dioperasikan untuk kedalam antara 7 – 15 ft (laut dangkal) dan pada umumnya dipakai untuk daerah rawa ataupun sungai. Pengoprasian jenis rig ini yakni dengan mengisi “ballast tank” menggunakan air agar tenggelam dan duduk diatas laut
3) Tender Barge Rig
Jenis rig ini sama dengan jenis Swamp Barge Rig perbedaannya adalah posisi penggunaannya yang yang biasanya di daerah pesisir dengan kedalaman 10 hingga 30 meter. Karena ukurannya yang relative kecil maka untuk mobilisasi rig ini biasanya di towing dua kapal
20
tunda.
4) Jack Up Rig
Rig ini banyak digunakan pada pengeboran lepas pantai dengan kedalaman 30 hingga 200 meter. Rig ini memiliki badan yang berdiri diatas permukaan air yang ditopang oleh kaki–kaki baja (biasanya terdiri dari 3 kaki) Kaki dari rig ini dapat dinaikkan atau diturunkan, sehingga ketika akan digunakan semua kaki akan diturunkan hingga ke dasar laut kemudian badan dari rig akan dinaikkan sesuai keinginan. Untuk mobilisasi dari rig ini biasanya akan menggunakan 2 atau 3 kapalAHTS.
5) Submersible Rig
Submersible rig merupakan jenis rig yang mengapung yang menggunakan Hull atau semacam kaki. Untuk menjaga kestabilan posisi, rig ini menggunakan thruster (semacam baling– baling) yang berada disekelilingnya serta ballast control system yang dikendalikan dengan sistem komputer selain itu juga ditopang oleh 8 atau 12 jangkar sehingga posisinya sangat stabil. Karena itu jenis rig ini cocok digunakan pada lokasi yang berombak besar dan memiliki cuaca buruk ataupun pada perairan dengan kedalaman 90 hingga 750 meter.
6) Drill Ship
Drill Ship merupakan jenis rig mobile yang diletakkan diatas kapal laut, sehingga sangat cocok pengeboran dilaut dalam (dengan kedalaman lebih dari 2800 meter). Pada kapal ini
didirikan menara dan bagian bawahnya terbukakelaut
(moon pool) dan dikendalikan. Gambar 2.4 Rig Move
d. Running Cargo
Running cargo adalah suatu kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan memuat barang – barang kebutuhan dari pelabuhan atau jetty khusus ke rig atau barge yang melayani kegiatan offshore. Barang – barang tersebut berupa material padat, curah dan cair seperti pipa besi, bahan bakar, air, semendan makanan yang diangkut sesuai dengan permintaan pihak rig. Proses bongkar muat cargo antara kapal dan rig disebut dengan lifting yang menggunakan crane untuk proses transfer barang darikapal ke rig maupun sebaliknya.Pelaksanaan pelayanan cargo pada platform maupun pada ware house, cargo yang pengangkatannya menggunakan alat bermesin (crane) dari deck dan ke atas deck kapal (lifting cargo), memerlukan beberapa keharusan sebelum melakukan kegiatan tersebut.
Adapun hal itu untuk mempermudah dan mencegah kesalahan serta kecelakaan kerja, dibagi dalam dua bagian, yaitu :
1) PIC (Personal In Charge): Antara tempat asal dan tujuan objek lifting masing-masing memiliki PIC yang saling berkomunikasi.XXX juga bertindak sebagai signalman terhadap operator crane.
2) Objek (cargo): Sebelum cargo di lifting perlu dilakukan pengecekan sesuai dengan material di manifest, juga pengecekan pada alat angkat seperti lifting gear (sling), pad eye, basket/rack dan lain- lain.
3) Colourcode disetiap peralatan juga mesti sesuai dengan periode saat itu. Hal yang paling terpenting adalah sebelum melakukan kegiatan diwajibkan melakukan safety meeting dan toolbox meeting, agar setiap personil tetap ingat akan hal yang utama yaitu keselamatan.
Gambar 2.5 Running Cargo
B. Peralatan-peralatan Penting dalam Anchor Handling
1. Towing winch
Towing winch adalah perangkat mekanis yang digunakan untuk menarik atau menarik sesuatu, seperti kapal atau kendaraan, dengan menggunakan tali atau kawat. Towing winch sering digunakan oleh kapal untuk menarik atau mendorong kapal lain, atau untuk menarik peralatan laut seperti jaring ikan. Towing winch juga dapat digunakan oleh kendaraan darat, seperti truk derek, untuk menarik kendaraan yang rusak atau macet dari tempat kejadian. Towing winch biasanya dilengkapi dengan motor dan sistem pengendalian untuk mengatur kecepatan dan kekuatan tarikan.
2. Spooling drum
Spooling drum adalah sebuah drum atau gulungan besar yang digunakan untuk menyimpan kawat, tali, atau kabel pada suatu perangkat seperti winch atau crane. Drum tersebut biasanya terpasang pada poros yang dapat berputar, dan kawat atau tali diikat pada drum dan kemudian ditarik atau dilepaskan saat drum berputar. Spooling drum dapat membantu mengatur dan menahan kawat atau tali yang digunakan dalam operasi pengangkatan atau penarikan, sehingga memungkinkan untuk mengendalikan kecepatan dan kekuatan tarikan yang digunakan. Spooling drum juga dapat digunakan pada perangkat lain seperti tangki penyimpanan, di mana drum digunakan untuk menggulung dan membuka gulungan kain atau bahan lainnya.
24
3. Anchor handling drum
Anchor handling drum adalah sebuah drum atau gulungan besar yang digunakan pada kapal untuk mengendalikan tali atau kawat yang terhubung kejangkar. Anchor handling drum biasanya terpasang di bagian depan kapal dan dilengkapi dengan sistem pengendalian yang memungkinkan untuk mengatur kecepatan dan kekuatan tarikan dari tali atau kawat yangdigunakan untuk mengangkat atau menurunkan jangkar. Anchor handling drum juga dapat membantu mengatur tali atau kawat yang terkait dengan operasi offshore, seperti operasi pengeboran minyak atau gas, dan dapat digunakan untuk menarik peralatan dan instalasi lainnya. Drum ini biasanya dilengkapi dengan mekanisme penguncian yang memungkinkan untuk mengunci tali atau kawat pada drum saat tidak digunakan, sehingga menghindari tali atau kawat yang terurai dan membahayakan keselamatan kapal.
4. Tugger winch
Tugger winch adalah perangkat mekanis yang digunakan untuk menarik atau mendorong beban yang lebih kecil dalam jarak pendek. Tugger winch sering digunakan pada kapal atau platform lepas pantai untuk menarik dan mendorong peralatan, material, atau kargo dari satu tempat ke tempat lain. Tugger winch juga dapat digunakan di industri konstruksi atau manufaktur untuk menarik dan mendorong bahan atau peralatan ke lokasi yang diinginkan. Tugger winch biasanya memiliki kekuatan tarik yang lebih rendah dibandingkan dengan winch yang digunakan untuk operasi yang lebih besar
25
seperti anchor handling atau towing. Tugger winch umumnya dilengkapi dengan sistem pengendalian untuk mengatur kecepatan dan arah tarikan, dan dapat dioperasikan secara manual atau otomatis melalui panel kontrol.
5. Towing line stop post
Towing line stop post adalah sebuah tiang atau pos yang terletak di kapal yang digunakan untuk mengamankan tali penarik atau tali hampir sepanjang kapal, yang digunakan untuk menarik kapal atau mendorong kapal lain. Pada saat melakukan operasi towing, tali penarik dari kapal penarik diikat ke towing line stop post pada kapal yang ditarik. Hal ini memungkinkan kapal yang ditarik untuk diarahkan dengan lebih mudah dan aman, dan juga memungkinkan kapal penarik untuk menarik kapal yang lebih besar dengan kekuatan yang lebih besar. Towing line stop post biasanya terbuat dari bahan yang tahan karat dan tahan korosi, seperti baja tahan karat, dan dilengkapi dengan pengaman dan sistem penahan yang kokoh untuk menghindari putusnya tali penarik atau tali kapal.
6. Karm fork
Karm fork adalah perangkat yang digunakan pada kapal sebagai bagian dari sistem penanganan tali. Karm fork biasanya terdiri dari dua tine (tanduk) yang digunakan untuk menahan atau menggenggam ujung tali. Karm fork biasanya terbuat dari bahan yang kuat dan tahan karat seperti baja tahan karat, dan biasanya dipasang pada dudukan atau karm yang memungkinkan untuk menggerakkan karm fork ke berbagai posisi dan sudut. Karm fork digunakan untuk mengamankan tali
26
pada saat proses pemuatan atau pelepasan kargo, serta untuk menahan kapal pada saat sandar di dermaga. Karm fork juga dapat digunakan dalam operasi lain seperti penanganan jangkar atau untuk mengamankan tali penarik pada saat melakukan operasi towing. Karm fork biasanya dioperasikan secara manual oleh kru kapal, meskipun ada juga karm fork yang dilengkapi dengan sistem hidrolik atau listrik untuk memudahkan pengoperasiannya.
7. Towing pin
Towing pin adalah perangkat yang digunakan pada kapal untuk menarik atau menahan tali penarik (towing line) yang digunakan dalam operasi towing. Towing pin biasanya terdiri dari sebuah penjepit atau pin yang ditempatkan pada lubang yang ada di deck kapal, dan digunakan untuk mengamankan dan menahan tali penarik selama operasi towing. Towing pin biasanya terpasang pada bagian depan dan belakang kapal, dan terbuat dari bahan yang kuat dan tahan karat, seperti baja tahan karat. Beberapa jenis kapal, seperti kapal tanker, dapat memiliki towing pin ganda atau multiple towing pins untuk menangani tali penarik yang lebih besar. Towing pin biasanya dioperasikan secara manual oleh kru kapal, dan dilengkapi dengan sistem pengunci yang kokoh untuk menghindari putusnya tali penarik atau tali kapal selama operasi towing.
8. Shark jaw
Shark jaw adalah perangkat yang digunakan pada kapal untuk menangani tali penarik (towing line) yang digunakan dalam operasi penarikan atau towing. Shark jaw biasanya terpasang pada bagian depan kapal, dan
27
terdiri dari dua rahang yang dapat membuka dan menutup untuk menahan tali penarik. Shark jaw biasanyaterbuat dari bahan yang kuat dan tahan karat, sepertibaja tahan karat, dan dilengkapi dengan sistem hidrolik atau pneumatik untuk menggerakkan rahang dan mengatur kekuatan penjepitan. Shark jaw digunakan untuk menahan tali penarik saat kapal ditarik, sehingga menghindari putusnya tali penarik atau tali kapal akibat tekanan yang berlebihan. Shark jaw juga dapat digunakan untuk mengamankan kapal pada saat sandar di dermaga atau untuk menahan tali penarik pada saat melakukan operasi offshore lainnya. Beberapa jenis kapal, seperti kapal tanker, dapat memiliki shark jaw ganda atau multiple shark jaws untuk menangani tali penarik yang lebih besar dan meningkatkan keamanan operasi towing.
9. Capstan
Capstan adalah sebuah perangkat mekanis yang digunakan pada kapal untuk mengangkat atau menarik benda atau beban yang berat, seperti jangkar atau tali penarik (towing line). Capstan biasanya terdiri dari sebuah silinder horizontal atau vertikal yang dipasang pada deck kapal, di mana tali penarik diikat pada capstan dan kemudian diangkat atau ditarik saat capstan berputar. Capstan dioperasikan dengan bantuan motoratau tenaga manusia, dan dilengkapi dengan sistem pengendalian untuk mengatur kecepatan dan arah putaran capstan.
10. Stern roller
Stern roller adalah perangkat yang digunakan pada kapal untuk menangani tali penarik atau kawat pada saat
28
operasi towing atau penarikan. Stern roller biasanya terletak di bagian belakang kapal atau stern, dan terdiri dari sebuah gulungan atau roller yang terpasang horizontal pada poros yang dapat berputar. Tali penarik atau kawat diarahkan melalui stern roller dan digunakan untuk menarik atau menahan kapal atau beban yanglain. Stern roller biasanya terbuat dari bahan yang kuat dan tahan karat, seperti baja tahan karat, dan dilengkapi dengan sistem pengendalian untuk mengatur kecepatan dan kekuatan tarikan. Stern roller dapat digunakan pada kapal-kapal besar seperti kapal tanker atau kapal offshore, dan dapat membantu dalam mengurangi gesekan dan kerusakan pada tali penarik atau kawatselama operasi towing atau penarikan.
11. Pelican hook
Pelican hook adalah sebuah perangkat yang digunakan pada kapal untuk mengamankan tali atau rantai dengan cepat dan mudah. Pelican hook biasanya terdiri dari sebuah engsel yang dapat membuka dengan cepat dan mudah, dan dilengkapi dengan sebuahpenjepit atau pengunci yang kokoh untuk menahan tali atau rantai pada posisi yang diinginkan. Pelican hook biasanya terbuat dari bahan yang kuat dan tahan karat, seperti baja tahan karat, dan dapat digunakan untuk mengamankan tali atau rantai pada berbagai perangkat kapal, seperti jangkar, tali penarik, atau rantai tali. Pelican hook dapat membantu dalam meningkatkan keamanan dan efisiensi operasi kapal, karena memungkinkan untuk mengamankan atau melepaskantali atau rantai dengan cepat dan mudah saat diperlukan.
Berikut adalah beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pelaksanaan anchor handling:
a. Kondisi Cuaca: Kondisi cuaca yang buruk, seperti angin kencang, gelombang tinggi, atau arus kuat, dapat membuat pelaksanaan anchor handling menjadi sulit dan berbahaya. Kondisi cuaca yang tidak baik dapat menyebabkan kesulitan dalam mengendalikan kapal, jangkar, dan peralatan penanganan.
b. Ukuran dan Berat Jangkar: Ukuran dan berat jangkar akan mempengaruhi kompleksitas operasi penanganan. Jangkar yang lebih besar dan berat akan membutuhkan peralatan dan kekuatan yang lebih besar untuk mengangkat, menurunkan, dan mengendalikannya. Selain itu, jenis jangkar yang digunakan juga dapat mempengaruhi efisiensi dan keberhasilan operasi.
c. Peralatan Anchor Handling: Ketersediaan dan kondisi peralatan anchor handling yang baik sangat penting dalam pelaksanaan operasi. Kapal penanganan jangkar harus dilengkapi dengan peralatan seperti windlass, tali jangkar, dan winch yang kuat dan handal. Peralatan yang rusak atau tidak memadai dapat menghambat pelaksanaan anchor handling.
d. Keterampilan dan Pengalaman Kru: Keterampilan dan pengalaman kru kapal penanganan jangkar merupakan faktor kunci dalam pelaksanaan operasi. Kru yang terlatih dengan baik dan berpengalaman akan dapat mengendalikan kapal dengan efisien, menangani peralatan dengan aman, dan mengatasi situasi yang mungkin terjadi selama proses penanganan jangkar.
e. Perencanaan dan Koordinasi: Perencanaan yang baik sebelum pelaksanaan anchor handling sangat penting. Ini melibatkan pemilihan rute, pengaturan jangkar, dan persiapan peralatan dengan benar. Selain itu, koordinasi yang baik antara kapal penanganan jangkar, kapal yang akan dijaga, dan tim lain yang terlibat dalam operasi juga penting agar pelaksanaan anchor handling berjalan lancar.
f. Faktor Lingkungan: Faktor lingkungan seperti kedalaman air, jenis dasar laut, dan keberadaan hambatan di dasar laut juga dapat mempengaruhi pelaksanaan anchor handling. Ketika beroperasi di perairan dangkal atau di dekat pantai dengan dasar laut yang berbatu atau berhamburan, risiko kerusakan pada jangkar dan peralatan penanganan dapat meningkat.
g. Peraturan dan Standar Keselamatan: Pelaksanaan anchor handling harus mematuhi peraturan dan standar keselamatan yang berlaku. Hal ini mencakup aspek seperti penggunaan alat pelindung diri, prosedur pencegahan kebakaran, penggunaan tali pengaman, dan persyaratan komunikasi.
Sebelum melakukan pekerjaan anchor handling ada beberapa persiapan yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut:
a) Melakukan toolbox meeting dan job safety analysis kepada seluruh crew yang akan terlibat dimana didalamnya dibahas tugas dan tanggung jawab masing–masing serta memastikan seluruh crew dalam kondisi yang prima.
b) Melakukan pemeriksaan dan memastikan semua alat–alat hidrolik dalam keadaan siap pakai misalnya towing winch dapat menarik dan mengulur wire, towing pin dapat terbuka dan tertutup dengan lancar serta tugger winch dapat menarik dan mengulur dengan baik.
c) Persiapan peralatan di deck seperti shackle dengan beberapa ukuran yaitu (17T, 25T, 35Tdll), tugger wire dan work wire di area dan standby di deck serta peralatan bantu seperti linggis, palu, pin split dan kunci – kunci juga harus disiapkan.
d) Memastikan semua alat-alat komunikasiterhubung dengan baik dan lancar baik antara anjungan dengan deck maupun anjungan denganrig/barge untuk menghindari adanya kesalahankomunikasi yang dapat terjadi.
32
C. Kerangka Pikir
Dalam penulisan skripsi ini penulis menuangkan pokok- pokok pikiran kedalam sebuah kerangka berpikir agar mempermudah dalam penyusunan analisa penelitian secara sistematis seperti gambar 2.6 sebagai berikut;
FAKTOR YANG MENGHAMBAT PELAKSANAAN ANCHOR HANDLING
SAFETY MEETING DAN
PEMERIKSAAN PERALATAN
PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN
PENGOPERASIAN ANCHOR
HANDLING SECARA OPTIMAL
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
Sumber: Xxxxxxxx 2007 ( Model karangka pikir singkronis )
33
Anchor Handling/Anchor Job adalah suatu kegiatan atau proses penanganan pekerjaan jangkar mulai dari cara pengambilannya dari crane barge, mengangkat dan membawa kemudian ditempatkan atau diletakkan jangkar tersebut pada posisi yang ditentukan.
Upaya yang harus dilakukan agar alat-alat anchor handling dapat berfungsi dengan baik adalah harus dilakukan perawatan dan pemeriksaan secara rutin. Selain itu juga harus sering dilakukannya sosialisasi dan latihan penggunaan alat anchor handling. Untuk pihak perusahaan agar selalu memenuhi permintaan spare part alat-alat anchor handling yang diminta oleh pihak kapal. Apabila penggunaan, perawatan dan pemeriksaan alat-alat anchor handling sudah optimal. Maka alat-alat anchor handling dapat digunakan dengan baik pada saat melaksanakan kegiatan anchor handling di ladang minyak lepas pantai.
Pada akhirnya bahwa perawatan, pemeriksaan dan latihan melaksanakan kegiatan anchor handling ditujukan untuk upaya optimalisasi penggunaan alat-alat anchor handling di atas kapal.
D. Hipotesis
Berdasarakan latar belakang dan pokok permasalahan yang dikemukakan sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini diduga karena kru kurang memahami standar operasional prosedur dalam pelaksanaan anchor handling serta faktor dari cuaca serta kegagalan peralatan anchor handling di kapal AHTS Etzomer 505 sehingga terjadi keterlambatan dan kesalahan ataupun bahaya saat kegiatan anchor handling.
34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini termasuk dalam metode penelitian kualitatif. Penelitian ini biasanya dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang situasi atau fenomena yang sedang berlangsung di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, baik itu manusia, hewan, atau objek non- hidup seperti peralatan atau lingkungan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui pengamatan terhadap objekyang sedang berlangsung atau dengan mewawancarai orang-orang yang terlibat dalam objek yang diteliti. Penelitian ini dapat dilakukan dalam berbagai bidang, termasuk di bidang kelautan seperti pada pelayanan anchor handling. Dalam penelitian ini, peneliti dapat melakukan observasi langsung terhadap proses pengangkatan dan penurunan anchor pada kapal, serta mengumpulkan informasi dari kru kapal atau operator peralatan yang terlibat dalam proses tersebut. Data yang diperoleh dari penelitian kualitatif dengan metode observasional dapat memberikan informasi yang detail dan akurat tentang kondisi lapangan dan proses operasional yang sedang berlangsung.
B. Definisi Konsep
Definisi konsep adalah suatu ide atau gagasan yang mewakili abstraksi dari suatu objek, peristiwa, atau fenomena dalam dunia nyata. Konsep dapat berupa halyang abstrak seperti ideologi, nilai, atau teori, atau dapat
pula berupa hal yang konkret seperti objek, alat, atau sistem. Konsep dapat digunakan untuk memperjelas pemahaman tentang suatu hal atau untuk menjembatani pemahaman antara berbagai hal yang berbeda. Konsep sering digunakan dalam berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, seni, teknologi, dan filosofi. Pelaksanaan kerja yang baik dalam pelayanan anchor handling dapat diukur dengan beberapa indikator.Dalam konteks ini, pelayanan anchor handling dapat didefinisikan sebagai layanan transportasi dan manipulasi anchor atau jangkar kapal untuk kepentingan penambatan atau pelepasan kapal di pelabuhan atau perairan tertentu.
C. Unit Analisis
Unit analisis adalah suatu metode atau proses untuk memeriksa, mengevaluasi, dan menganalisis suatu objek, peristiwa, atau fenomena dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang hal tersebut. Unit analisis prosedur operasi meliputi penilaian terhadap prosedur kerja yang dilakukan selama pelayanan anchor handling, termasuk pengaturan kapal, pengangkatan dan pemindahan jangkar, serta penurunan jangkar. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa prosedur yangdigunakan aman, efektif, dan sesuai dengan standar keselamatan yang berlaku.
D. Sumber Data
Adapun sumber data yang penulis gunakan terdiri atas:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara survey, yaitu dengan cara
36
mengamati dan mencatat secara langsung di lokasi penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang didapat dari sumber kepustakaan seperti literatur, bahan kuliah dan data dari perusahaan dan kapal serta hal-hal lain yang berhubungan dengan penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk penulisan skripsi ini ,Teknik pengumpulan data yangdigunakan:
1. Metode pengamatan (Observation)
Observasi yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi partisipan yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung dengan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat melaksanakan anchor handling.
2. Metode penelitian Pustaka
Penelitian yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari literatur, buku-buku dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Untuk memperoleh landasan teori yang akan digunakan dalam membahas masalah yang diteliti.
F. Analisis Data
Kegiatan yang dilakukan setelah memulai langkah- langkah untuk menganalisa yaitu mempelajari keadaan di kapal AHTS Etzomer 505 untuk mengetahui situasi dengan bekal pengetahuan dari apa yang didapatkan dilapangan dan kepustakaan. Selanjutnya kita mulai identifikasi masalah yang ada dan menetapkan apa yang menjadi
37
tujuan dan masalah yang kita temui, maka kita dapat menentukan metode penelitian yang sesuai. Dari apa yang kita peroleh sesuai dengan langkah - langkah di atas maka kita dapat mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Data yang telah diperoleh diolah sesuai dengan teori dan metode yang kita telah tetapkan dari awal sebelum melakukan pengumpulan data. Data yang kita olah kemudian kita analisa hasil yang diperoleh dengan membandingkan hasil - hasil dari disiplin teori yang kita gunakan. Dari hasil tersebut kita analisa kemudian kita membuat pembahasan mengenai hal tersebut. Setelah semuanya di anggap selesai, maka kita dapat menarik sebuah kesimpulan dari apa yang kita analisa dan bahas, kemudian kita memberikan saran yang sesuai dengan apa yang disimpulkan dan dapat merupakan bahan masukan dalam mengatasi masalah tersebut, barulah langkah– langkah ini dianggap selesai.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
X. Xxxxxxan Umum Objek Yang Diteliti
Dalam Penelitian ini, Penulis akan mendeskripsikan tentang objek penelitian tempat penulis melakukan praktek laut yaitu di kapal AHTS Etzomer 505. AHTS Etzomer 505 adalah salah satu kapal milik PT Pelayaran Nasional Xxxxxx Xxxxxxxxxxx (PNEP) didirikan pada april tahun 1992 di kota Ambon, Maluku bergerak di bidang pelayaran rakyat dan nusantara dengan armada landing craft tank (LCT) 100 dwt bernama LCT EKA. Sampai awal tahun 2000, PNEP berfokus pada penyediaan solusi logistik ke wilayah timur Indonesia, terutama di Maluku dan Papua dan di tahun2002 terdapat penambahan armada LCT bernama EFILYA. Menyadari atas perlunya repair & maintenance dalam bisnis pelayaran, pada tahun 2005 telah didirikan perusahaan galangan yang terafiliasi di Samarinda dan perusahaan galangan di Gresik tahun 2012. Hal tersebut memberikan keunggulan kompetitif bagi PNEP untuk docking dan penyediaan kapal yang ready to serve for satisfied customer. PNEP semakin tumbuh dan berkembang serta melakukan inovasi, dimana pada tahun 2007 telah mampu membuat serta mengoperasikan kapal aluminium pertama kali dan mendapatkan kontrak pertama di bidang offshore ditahun 2009 pada PT Total E & P Indonesia. Saat ini, PNEP memiliki dan mengoperasikan lebih dari 100 (seratus) unit berbagai macam armada yang terdiri atas Crewboat, Anchor Handling Tug Supply vessel (AHTS), Platform Support Vessel (PSV), Utility Vessel & Specialized Vessel. Dengan dukungan armada diatas PNEP mampu
memberikan layanan dibidang penyewaan kapal, pekerjaan lepas pantai, logistik, engineering procurement construction dan training & development. Saat ini PNEP telah berkantor pusat di Surabaya, Jawa Timur, memiliki 5 (lima) kantor wilayah & pemeliharaan, training center dan afiliasi perusahaan galangan yang mampu memberikan layanan yang cakap dan handal berbasis safe, reliable dan efficient, dalam menyediakan sustainable total marine solution.
Berikut data kapal AHTS Etzomer 505 Sebagai berikut:
Tabel 4 1 Crew list AHTS Etzomer 505
No | Name | Sex | Date Of Birth | Nationalit y | Duty on Board |
1 | XXXX XXXXXX XXXXXX | M | 24.06.1987 | Indonesia | Master |
2 | XXXXX XXXXXXX | M | 26.11.1982 | Indonesia | Chief Officer |
3 | XXXXXXXXX XXXXX XXXXXX | M | 08.12.1992 | Indonesia | 2nd Officer |
4 | X.XXX.XXXXX XXXXXXX | M | 05.03.1994 | Indonesia | 2nd Officer |
5 | XXXXX XXXXX XXXXXXXXX | X | 12.02.1981 | Indonesia | Ch. Engineer |
6 | HARIANSYAH | M | 20.02.1986 | Indonesia | 2nd Engineer |
7 | XXXXXX XXXXX | M | 18.06.1994 | Indonesia | 3rd Engineer |
8 | XXXXXXX XXXXXX | M | 18.08.1979 | Indonesia | BOSUN |
9 | IWAN | M | 02.02.1980 | Indonesia | AB |
10 | SAKRI | M | 01.10.1991 | Indonesia | AB |
11 | NURKALAM | M | 23.03.1986 | Indonesia | AB |
12 | IHLAS | M | 07.05.1981 | Indonesia | Oiler |
13 | XXXXXX XXXXXXX | M | 03.10.1982 | Indonesia | Oiler |
14 | XXXX XXXXX XXXXXXXXX | M | 16.04.1979 | Indonesia | Cook |
15 | GALIH I XXXX XXXXXXXXX | M | 13.09.1984 | Indonesia | Cook |
16 | ALIEF AL AFDHANI | M | 05.11.2001 | Indonesia | Cadet Deck |
17 | XXXXXXX XXXXXXXX | M | 26.01.2000 | Indonesia | Cadet Engine |
Sumber: AHTS Etzomer 505
40
Tabel 4 2 Ship Particular AHTS Etzomer 505
SHIP PARTICULAR | |
SHIP'S NAME | XXXX ETZOMER 505 |
FLAG | INDONESIA |
PORT OF REGISTRY | JAKARTA |
CALL SIGN | YCVG2 |
IMO NO. | 9509188 |
TYPE OF VESSEL | Offshore support vessel |
BUILD BY | Nam Cheong Shipbuilding Sdn Bhd c/o Fujian Province, Ghanhai, China |
KEEL LAID | 2008 |
OWNER | PT. PELNAS XXXXXX XXXXXXXXXXX |
ADDRESS | XXXXX XXX 0XX Xxxxx XX Xxxxxxxxx Xx.00 Xxxxxxxx Xxxx Xxxx |
MAIN DIMENTION | |
SPEED | 12 Knots @100% MCR |
L.O.A | 60 METER |
DRAFT MAX | 5.10 METER |
DECK CARGO | 700 MT |
CLEAR DECK SPACE | 390 Sq M |
MACHINERY | |
MAIN ENGINE | 2X Yanmar 2610 BHP @750 rpm |
PROPELLER | 2 x Berg CPP package |
AUX. ENGINE | 2 x Cummins 280 KW each 2 x shaft generator of 1000 KW each |
EMERGENCY GEN. | 1 x Cummins 90 KW emergency genset |
BOW THRUSTER | 8 tonnes Schottel @ 600KW electric-motor driven |
ANCHOR WINDLASS | 8 tons @ 0 to14 m/min, 2 warping drums 1 towing drum and 2 chain stoppers |
DECK MACHINERY | 2 x 5 MT electric capstan 2 x 10 MT tugger winch 200 tonnes SWL towing pins & 1 x 300 tonnes Shark Jaw of electro hydraulic type 1 x stern roller of 375 tonnes SWL 1 x fixed boom marine crane of SWL 5 tonnes at 8 m outreach |
Sumber: AHTS Etzomer 505
41
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan selama melaksanakan praktek laut di kapal AHTS ETZOMER 505 masih banyak faktor yang mempengaruhi proses anchor handling serta masih adanya anak buah kapal yang masih kurang memahami SOP dalam melakukan perannya masing-masing sehingga menghambat pengoperasian anchor handling. anchor handling biasa disebut anchor job merupakan suatu pelaksanaan dan proses penanganan pekerjaan jangkar terhadap crane barge atau oil-rig oleh kapal AHTS mulai dari cara mengambil jangkar, mengangkat serta membawanya kemudian menempatkan atau meletakkan jangkar tersebut pada posisi yang ditentukan. Beberapastandar keselamatan laut yang harus dipatuhi dalampelayanan anchor handling antara lain:
1. International Maritime Organization (IMO) Code of Safety for Special Purpose Ships (ISPS Code): ISPS Code memuat persyaratan keselamatan yang harus dipatuhi oleh kapal khusus seperti kapal yang digunakan untuk pelayanan anchor handling. Persyaratan ini mencakup peralatan keselamatan, peralatan navigasi, pembatasan kecepatan, sistem pemadam kebakaran, dan lain-lain.
2. International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS): SOLAS adalah konvensi internasional yang mengatur standar keselamatan kapal dan awak kapal. SOLAS memuat persyaratan keselamatan untuk kapal- kapal yang berlayar di seluruh dunia, termasuk persyaratan untuk pelayanan anchor handling.
3. The Internatiosnal Safety Management (ISM) Code: ISM
42
Code adalah standar internasional untuk pengoperasian kapal yang bertujuan untuk memastikan keselamatan kapal dan awak kapal serta mencegah pencemaran lingkungan. Kapal-kapal yang berukuran lebih dari 500 gross tonnage atau kapal yang mengangkut lebih dari 12 penumpang harus mematuhi ISM Code.
4. The International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW): STCW adalah konvensi internasional yang mengatur standar pelatihan, sertifikasi, dan jagaan untuk pelaut. STCW memuat persyaratan pelatihan dan sertifikasi untuk awak kapal yang bekerja di kapal-kapal yang melakukan pelayanan anchor handling.
Selain itu, kapal-kapal yang melakukan pelayanananchor handling juga harus mematuhi peraturan dan persyaratan lokal yang berlaku di wilayah operasi mereka. Hal ini termasuk peraturan dari badan pemerintahan sepertiotoritas pelabuhan, badan pengawas keselamatan maritim, dan lain- lain. Dalam melakukan pelayanan anchor handling, kapal harus memastikan bahwa peralatan keselamatan yang diperlukan sudah tersedia dan dalam kondisi baik. Awak kapal harus dilatih untuk menggunakan peralatan dengan benar, mengikuti prosedur yang benar, dan mematuhi standar keselamatan laut yang berlaku.
Hal ini dapat dilihat pada berbagai kejadian yang terjadi di kapal pada saat melaksanakan pekerjaan anchor handling pada crane barge di LNG TANGGUH (BP) antara lain:
1. Pada saat pelaksanaan recovering anchor dimulai tiba- tiba wire tergelincir ke kiri buritan kapal sehingga wire tidak tepat duduk di atas stern roller. Dalam hal ini
43
perwira jaga melakukan olah gerak terlalu cepat. Seharusnya jangkar yang akan diangkat dari dasar laut harus dalam kondisi bebas dari dasar laut dan up and down.
2. Pada saat pelaksanaan deploy anchor, seorang able body seaman diberi tugas untuk mengoperasikan tugger winch, ketika bosun mulai memberi perintah untuk mengarea jangkar turun ke laut, tiba-tiba jangkar tersebut terhibob naik akibat able body seaman tersebut salah dalam mengoperasikan tugger winch sehingga menghambat proses deploy anchor. Dalam hal ini seorang able body seaman tersebut kurang memahami perannya dan SOP dalam menggunakan peralatan dan memahami perintah yang diberikan pada saat kegiatan anchor handling.
3. Pada saat kapal running anchor ke crane barge, tiba- tiba radio yang digunakan oleh bosun sebagai kepala komando di deck low battery dan tidak bisa digunakan untuk berkomunikasi ke anjungan. Pada saat yang bersamaan bosun harus memberi aba-aba ke anjungan bahwa jangkar siap untuk dikirim ke crane barge, namun karena bosun kurang terampil dalam berkomunikasi dengan menggunakan signal tangan sehingga running anchor menjadi terhambat. Keadaan di atas menunjukkan bahwa anak buah kapal masih kurang mengetahui standar operasional prosedur dan belum maksimal sesuai dengan perannya masing- masing saat pengoperasian anchor handling.
Ketika penulis menjalani praktek laut selama kuranglebih
7 bulan, penulis telah beberapa kali melihat dan ikut berpartisipasi dalam pekerjaan anchor handling yang
dilakukan dikapal. Dalam pelaksanaannya ada beberapa proses atau persiapan yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Persiapan di Anjungan
Pada persiapan ini nahkoda selaku penanggung jawab atas pekerjaan tersebut melakukan safety meeting dan toolbox meeting serta melakukan pengarahan yang singkat untuk memastikan crew dan peralatan semua dalam kondisi siap digunakan, khususnya bagi crew yang baru pertama kalimelakukan pekerjaan tersebut diberikan gambaranguna menghindari hal – hal yang tidak diinginkan.
2. Persiapan di Deck
Selain di anjungan persiapan juga dilakukan di deck, pada persiapan ini bosun selaku penanggung jawab di deck memastikan semua peralatan telah pada posisi masing – masing dan dalam jarak yang mudah dijangkau serta melakukan pengetesan alat – alat hidrolik seperti tugger wich dan work wire. Familiarisasi peralatan juga penting dilakukan agar tidak terjadi kesalahan komunikasi ketika pekerjaan telah dimulai.
Ketika penulis menjalani praktek laut, penulis telah melihat dan melakukan dua jenis anchor handling yaitu Recovery/Retrieving Anchor dan Running/Deployed Anchor. Prosedur pekerjaannya adalah sebagai berikut:
1. Deployed Anchor
Deployed anchor atau biasa juga disebut dengan running anchor salah satu pekerjaan anchor handling dimana kapal mengambil jangkar dan bouy di rig kemudian di deploy atau di let go diposisi yang telah ditentukan. Prosedur pekerjaanya adalah sebagai berikut:
a) Crew deck melakukan persiapan di main deck seperti mengarea work wire dan tugger wire, kemudian kapal bergerak mundur pelan mendekati rig.
b) Setelah itu dilakukan transfer barang dengan crane seperti jangkar, bouy, pennant wire, shackle dan yang terakhir adalah wire jangkar kemudian langsung dihubungkan dengan jangkar dan dikunci dengan karm fork.
c) Apabila jangkar dan wire jangkar telah dirasa aman maka kapal akan bergerak maju menuju posisi yang telah ditentukan dengan kecepatan perlahan dan pihak rig akan mengarea wire jangkar untuk menjaga ketegangan wire agar tidak putus.
d) Setelah kapal sampai pada posisi yang telah ditentukan maka nahkoda akan menahan pergerakan kapal biasanya dengan menggunakan bantuan bow thruster atau juga dengan mengaktifkan dinamic position jika lokasinya berombak besar disertai arus kuat.
e) Kemudian jangkar dihubungkan dengan pennant wire dan diturunkan perlahan sampai kedasar laut. ketika jangkar telah sampai kedasar ujung pennant wire kemudian di hubungkan lagi dengan bouy dan di release perlahan sampai bouy turun dari deck. Fungsi dari bouy ini adalah sebagai penanda adanyajangkar dan juga agar memudahkan pengangkatan jangkar.
2. Recovery/Retrieving Anchor
Recovery anchor salah satu pekerjaan anchor handling dimana kita mengangkat jangkar yang sebelumnya telah diturunkan (depploy) untuk
dikembalikan ke rig maupun dipindah posisikan ke lokasi yang lain, dan untuk prosedur kerjanya adalah sebagai berikut:
a) Kapal bergerak pelan mendekati bouy sementara itu bouy catcher dihubungkan dengan work wire dan standby untuk menarik.
b) Setelah kapal mendekati bouy kapal diputar agar buritan kapal tepat mengarah sejajar dengan bouy.
c) Kemudian crew deck bersiap untuk mengalungkan/m engayunkan bouy catcher ke bouy. Diusahakan hal tersebut dilakukan hanya satu kali untuk mencegah resiko jatuh kelaut.
d) Setelah xxxx catcher telah mengait dan dirasa aman kemudian buoy ditarik perlahan dengan work wire yang sebelumnya telah dihubungkan setelah buoy berada diatas deck maka karm fork dinaikkan untuk menahan bouy kemudian bouy dan bouy catcher dilepas.
e) Setelah itu wire jangkar kemudian dihubungkan kembali dengan work wire dan dinaikkan perlahan sampai jangkar naik diatas deck, setelah jangkar naik jangkar kemudian dilepas dari wire jangkar yang terhubung ke rig.
f) Setelah itu wire jangkar yang terhubung ke rig ditahan menggunakan karm fork kemudian kapal bergerak mundur perlahan sementara itu pihak rig menggulung wire jangkar secara perlahan yang disesuaikan dengan komunikasi dengan pihak kapal untuk
menjaga tension.
g) Setelah kapal sampai ke sisi rig dan dapat dijangkau dengan crane kemudian wire anchor dinaikkanterlebih dahulu disusul dengan jangkar, bouy, pennant wire dan peralatan pendukung lainnyaseperti shackle dan middle line jika ada.
Setelah melakukan prosedur anchor handling dan pekerjaan telah selesai penulis mengevaluasi beberapa permasalahan yang sering menghambat dalam pekerjaan tersebut. Adapun hambatan tersebut dapat muncul dari luar kapal maupun dari dalam kapal itu sendiri yang disebabkan oleh faktor kesalahan teknis maupun faktor alam.
1. Faktor dari Dalam Kapal
a) Faktor kemampuan kapal
Dalam beberapa kasus yang penulis alami, faktor kemampuan kapal sering kali menjadi penghambat pelaksanaan pekerjaan anchor handling seperti seringnya terjadi kebocoran pipa pada peralatan hidrolik, black out pada mesin bantu bow thruster maupun peralatan pendukung yang kurang lengkap. Hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya kepedulian crew dalam perawatan peralatan tersebut. Kemampuan kapal sangat mempengaruhi pelayanan anchor handling. Beberapa faktor kemampuan kapal yang dapat mempengaruhi pelayanan anchor handling antara lain:
1) Ukuran dan jenis kapal: Ukuran dan jenis kapal mempengaruhi kemampuan kapal dalam mengangkat atau menurunkan jangkar. Kapal yang lebih besar dan lebih berat membutuhkan peralatan yang lebih kuat dan lebih besar untuk
melakukan pelayanan anchor handling.
2) Daya angkut kapal: Daya angkut kapal mempengaruhi kemampuan kapal dalam mengangkat atau menurunkan jangkar dengan aman dan efektif. Kapal yang memiliki daya angkut yang lebih besar dapat mengangkat atau menurunkan jangkar yang lebih besar dan lebih berat.
3) Kecepatan kapal: Kecepatan kapal dapat mempengaruhi kemampuan kapal dalam melakukan pelayanan anchor handling. Kapal yang bergerak terlalu cepat dapat membuat proses mengangkat atau menurunkan jangkar menjadi sulit dan berbahaya.
4) Kondisi mesin kapal: Kondisi mesin kapal mempengaruhi kemampuan kapal dalam melakukan pelayanan anchor handling. Mesin kapal yang terawat dengan baik dapat memastikan kapal bergerak dengan lancar dan dapat mengangkat atau menurunkan jangkar dengan aman.
5) Kondisi peralatan kapal: Kondisi peralatan kapal yang digunakan dalam pelayanan anchor handling juga mempengaruhi kemampuan kapal. Peralatan yang rusak atau tidak memadai dapat menghambat proses dan membahayakan keselamatan awak kapal.
b) Faktor kemampuan manusia
Selain faktor kemampuan kapal faktor kemampuan atau keterampilan crew kapal juga sering menjadi penghambat. Seperti yang pernah
49
penulis alami di AHTS Etzomer 505 beberapa crew kurang paham dalam pekerjaan anchor handling selain itu pengetahuan tentang peralatan pendukung juga masih kurang sehingga sering terjadi kesalahan komunikasi antar crew yang bekerja di deck. Hal ini yang menyebabkan pengalaman dan skill kerjaselalu diutamakan untuk bekerja dikapal AHTS. Kemampuan manusia sangat penting dalam pelayanan anchor handling. Beberapa faktor kemampuan manusia yang dapat mempengaruhi pelayanan anchor handling antara lain:
1) Keterampilan awak kapal: Awak kapal yang terampil dalam melakukan pelayanan anchor handling dapat memastikan proses tersebut berjalan dengan lancar dan aman. Awak kapal harus memiliki keterampilan dan pengalaman yang memadai dalam mengoperasikan peralatan kapal dan memahami prosedur yang benardalam melakukan pelayanan anchor handling.
2) Koordinasi dan komunikasi tim: Pelayanan anchor handling melibatkan banyak orang dan tim. Koordinasi dan komunikasi yang baik antara tim dapat memastikan proses berjalan dengan lancar dan aman.
3) Faktor psikologi: Pelayanan anchor handling dapat menjadi tugas yang stres dan membahayakan keselamatan awak kapal. Faktor psikologi seperti kelelahan, stres, dan ketakutan dapat mempengaruhi kemampuan awak kapal dalam melakukan pelayanan anchor handling.
4) Kepatuhan terhadap standar keselamatan laut:
50
Awak kapal harus mematuhi standarkeselamatan laut yang berlaku dalam melakukan pelayanan anchor handling. Kepatuhan terhadap standar keselamatan laut dapat memastikankeselamatan awak kapal dan mencegah potensi dampak negatif pada lingkungan dan masyarakatdi sekitar wilayah operasi mereka.
Oleh karena itu, penting bagi kapal untuk memiliki awak kapal yang terlatih dan berpengalaman dalam melakukan pelayanan anchor handling. Awak kapal harus memahami prosedur yang benar dan mematuhi standar keselamatan laut yang berlaku untuk memastikan pelayanan anchor handling yang efektif dan aman.
c) Faktor lingkungan kerja
Faktor lingkungan kerja juga dapat menjadi salah satu penghambat dalam pekerjaan ini. Dalam kasus ini nahkoda sebagai seorang pemimpin diatas kapal harus mampu menjaga suasana selalu kondusif, aman dan nyaman agar tidak terjadiketegangan ketika sedang melakukan suatu pekerjaan.
2. Faktor dari Luar Kapal
Selain faktor dari dalam kapal faktor dari luar kapal juga sangat mempengaruhi pekerjaan ini misalnya cuaca buruk. Seperti yang pernah penulis alami, pada saat itu kapal AHTS Etzomer 505 akan melakukan pekerjaan anchor handling di daerah FSRU Nusantara regas. Ketika proses transfer barang ke storage hampir telah selesai tiba – tiba cuaca menjadi mendung dantak lama kemudian hujan disertai angin kencang yang
51
mencapai 35 knot sehingga kejadian ini menyebabkan pekerjaan tertunda selama kurang lebih 12 jam. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan ketika cuaca sedang kurang baik karena dapat mempengaruhi hal – hal sebagai berikut:
a. Posisi penurunan jangkar dapat berpindah.
b. Olah gerak kapal akan susah dikendalikan.
c. Resiko putusnya wire jangkar jauh lebih besar.
d. Bertambahnya beban pada mesin kapal.
Faktor dari luar kapal yang Mempengaruhi terhambatnya pelayanan dan pelaksanaan anchor handling antara lain:
a) Kondisi cuaca: Kondisi cuaca seperti angin kencang, gelombang tinggi, atau badai dapat membuat pelayanan anchor handling menjadi sulit dilakukan. Kondisi cuaca yang buruk dapat mempengaruhi kemampuan kapal untuk mengangkat atau menurunkan jangkar denganaman dan tepat.
b) Kondisi laut: Kondisi laut seperti arus, pasang surut, dan kedalaman laut juga dapat mempengaruhi pelayanan anchor handling. Kapal harus berhati-hati dalam mengangkat atau menurunkan jangkar agar tidak terjadi kerusakan pada kapal ataujangkar.
c) Kepadatan lalu lintas kapal: Kepadatan lalu lintas kapal di sekitar area berlabuh dapat mempengaruhi pelayanan anchor handling. Kapal harus berhati-hati untuk menghindari tabrakan dengan kapal lain dan harus memperhatikan peraturan lalu lintas laut yang berlaku.
52
d) Kehadiran benda-benda bawah laut: Kehadiran benda-benda bawah laut seperti pipa, kabel, atau reruntuhan kapal dapat menghambat pelayanan anchor handling dan dapat membahayakan kapal dan awak kapal.
e) Kondisi geografis: Kondisi geografis seperti kedalaman laut, topografi dasar laut, dan keberadaan karang atau terumbu karang dapat mempengaruhi pelayanan anchor handling.
Oleh karena itu, sebelum melakukan pelayanan anchor handling, penting untuk memperhatikan kondisi lingkungan di sekitar kapal dan mengambil tindakanyang diperlukan untuk memastikan keselamatan dan efektivitas proses tersebut. Kapal harus dilengkapi dengan peralatan yang memadai dan awak kapal harus dilatih untuk menghadapi kondisi lingkungan yang mungkin tidak ideal. Selain itu, kapal juga harus mematuhi standar keselamatan laut yang berlaku dan mengikuti prosedur yang benar dalam melakukan pelayanan anchor handling.
53
Data hasil pengamatan cuaca yang diperoleh selama penulis melakukan praktek laut sebagai berikut:
Tabel 4 3 Data Hasil Pengamatan Kondisi Cuaca Saat Melakukan Kegiatan Anchor Handling
No | Bulan | Tanggal | Kondisi Cuaca | Lokasi Kegiatan | |
Baik | Buruk | ||||
1 | Januari | 27/01/2022 | - | √ | FSRU JAWA BARAT (RecoveringBouy) |
2 | Februari | 25/02/2022 | √ | - | LNG TANGGUH BP (DeployingBouy) |
3 | Maret | 18/3/2022 | √ | - | LNG TANGGUH |
BP | |||||
(Chasing/Graphing | |||||
Anchor) | |||||
21/3/2022 | √ | - | LNG TANGGUH | ||
BP | |||||
24/3/2022 | - | √ | |||
27/3/2022 | √ | - | (Recovering Bouy) | ||
4 | April | 11/4/2022 | √ | - | Anchorage area ( Lamongan) |
5 | Mei | 14/5/2022 | √ | - | Anchorage area (OrelaUjung Pangkah) |
6 | 7/7/2022 | √ | - | Anchorage area (Sorong) | |
10/7/2022 | √ | - | |||
18/7/2022 | √ | - |
54
Juli | 20/7/2022 | √ | - | ||
25/7/2022 | √ | - |
7 | Agustus | 10/8/2022 | √ | - | Inner Anchorage ( Bintuni) |
15/8/2022 | √ | - | |||
18/8/2022 | √ | - | |||
25/8/2022 | √ | - | |||
9 | September | 08/9/2022 | √ | - | ( Bintuni ) On Hire (Running Cargo)and anchor handling crane barge di area offshore Teluk Bintuni |
15/9/2022 | √ | - | |||
20/9/2022 | - | √ | |||
22/9/2022 | √ | - | |||
26/9/2022 | √ | - | |||
28/9/2022 | √ | - | |||
29/9/2022 | √ | - | |||
10 | Oktober | 01/10/2022 | - | √ | Bintuni - Sorong |
( Running cargo | |||||
and anchor handling | |||||
crane barge ) | |||||
11 | November | 20/11/2022 | √ | - | Bintuni - Jakarta |
22/11/2022 | √ | - | (Towing Crane Barge) |
55
12 | Desember | 15/12/2022 | √ | - | Orela Anchorage area (a long side off hire) |
Kegiatan Dengan Cuaca | 26 | 4 | - |
Jumlah Kegiatan | 30 |
Sumber : Olah Data Cuaca AHTS ETZOMER 505,2022
Persentase pengaruh cuaca = Cuaca buruk x 100%
Jumlah kegiatan
= 4 x 100%
28
= 14,2%
Dari data di atas, ditunjukan bahwa keadaan cuaca juga mempengaruhi pelaksanaan kerja dalam pelayanan anchor handling dengan nilai persentase 14,2%
C. Pembahasan
Melihat kondisi dari hasil pengamatan dan olah data penelitian di atas, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan, pengalaman kerja dan sarana pendukung yang mempengaruhi peranan kerja yang dimiliki oleh anak buah kapal ketika pengoperasian anchor handling masih berada dikategori kurang. Sehingga pihak perusahaan dan pihak kapal (Nakhoda) perlu melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan keterampilan anak buah kapal dalam hal pekerjaan running anchor handling.
56
Adapun yang dianggap perlu untuk dilakukan sebagai langkah-langkah dalam upaya meningkatkan pelayanan anchor handling serta SOP dan pengetahuan anak buah kapal AHTS. ETZOMER 505, antara lain:
1. Pihak Perusahaan.
a. Melakukan penyeleksian ketat terhadap calon anak buah kapal yang akan direkrut.
Dalam hal ini, seleksi merupakan proses pemilihan dari sekelompok pelamar individu yang paling cocok dan memenuhi kriteria untuk posisi tertentu.
Seleksi tenaga kerja adalah suatu proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian banyak kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup atau curriculum vittae milik pelamar. Kemudian dari cv pelamar dilakukan penyortiran antara pexxxxx yang akan dipanggil dengan yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Lalu berikutnya adalahmemanggil kandidat terpilih untuk dilakukan ujian tes tertulis, wawancara kerja atau interview dan proses seleksi lainnya.
Kegiatan seleksi ini sangat penting didalamproses manajemen sumber daya manusia di atas kapal, apabila perusahaan pelayaran tidak teliti dan tidak cermat dalam seleksi ini kemungkinan akan terjadi penerimaan anak buah kapal yang tidak sesuai dan tidak cocok dengan posisi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, sehingga tidak bisa bekerja
57
efisien dan efektif dan kemungkinan harus dikeluarkan biaya dan waktu yang cukup lama untuk mengikutkannya pada tugas belajar dan pelatihan.
b. Melakukan pelatihan internal di kantor kepada anak buah kapal sebelum bekerja di atas kapal.
Untuk mewujudkan tenaga kerja yang lebih terampil dan berkualitas, perusahaan pelayaran juga mempunyai peran yang sangat besar. Setelah anak buah kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan untuk bekerja di atas kapal, maka pihak perusahaan perlu melakukan pelatihan internal kepada calon anak buah kapal sebelum bekerja di atas kapal. Pelatihan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keahlian serta cara bersikap anak buah kapal semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya sesuai yang diinginkan.
Dalam hal ini pelatihan yang diadakan harus mengemban tiga unsur pokok sebagai pemberdayaan calon anak buah kapal, antara lain:
1) Pendidikan.
Yaitu memberikan pengetahuan-pengetahuan dasar yang menyangkut tentang bagaimana bekerja di atas kapal Anchor Handling Tug and Supply.
2) Keterampilan
Menitikberatkan pada kemampuan calon anak buah kapal di lapangan sebagai tenaga kerja yang berkualitas.
3) Sikap.
Dalam hal ini, perusahaan pelayaran harus terlebih dahulu membentuk sikap para calon anak
58
buah kapal agar terciptanya disiplin kerja pada saat bekerja di atas kapal.
2. Pihak Kapal (Nakhoda)
a. Memberi familiarisasi kepada anak buah kapal dalam memaksimalkan alat kerja yang digunakan pada saat pekerjaan anchor handling. Familiarisasi kepada ABK (anak buah kapal) tentang anchor handling sangatlah penting untuk memastikan bahwa seluruh kru yang terlibat dalam operasi memiliki pemahaman yang memadai tentang tugas dan tanggung jawab mereka, serta risiko dan bahaya yang terkait dengan operasi anchor handling.
ABK yang terlibat dalam operasi anchor handling harus diberi informasi tentang jenis dan ukuran peralatan yang digunakan, serta cara mengoperasikan peralatan tersebut dengan aman dan efektif. Mereka juga harus diberi informasi tentang prosedur keselamatan yang harus diikuti, termasuk penggunaan peralatan keselamatan, prosedur evakuasi, dan tindakan pencegahan kecelakaan kerja. Selain itu, ABK harus diberi informasi tentang kondisi cuaca dan laut yang mungkin mempengaruhi operasi, serta tindakan yang harus diambil jika terjadi keadaan darurat. Mereka juga harus diberi pemahaman tentang pentingnya komunikasi yang efektif di antara seluruh kru dan personil yang terlibat dalam operasi.Familiarisasi yang efektif harus dilakukan sebelum setiap operasi anchor handling dilakukan, dan harus diulang secara teratur untuk memastikan bahwa seluruh kru selalu siap dan mematuhi prosedur keselamatan yang telah ditetapkan. Hal ini akan
59
membantu mengurangi risiko kecelakaan dan memastikan bahwa operasi dilakukan dengan aman dan efisien. Kegiatan familiarisasi ini wajib diberikan kepada anak buah kapal sesuai peraturan 1/14 STCW
95. Familiarisasi dilakukan kepada setiap anak buah kapal yang baru bergabung di atas kapal karena seorang anak buah kapal yang ditugaskan di atas kapal harus mengenal tugas pokoknya, mengenal pengaturan kapal, instalasi-instalasi yang ada, peralatan kerja serta prosedur- prosedur darurat yang ada di atas kapal. Dalam hal ini peran nakhoda sebagai pejabat wakil perusahaan di atas kapal sangat dibutuhkan untuk memberi pemahaman kepada anak buah kepal. Khususnya dalam memaksimalkan alat kerja yang digunakan pada saat anchor handling.
Adapun istilah–istilah atau definisi operasional dalam laporan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Anchor Handing Boat/Vessel
Adalah kapal yang dirancang khusus secara konstruksi dan bangunan untuk melayani kegiatan eksplorasi lepas pantai. Anchor Handling Tug Supply (AHTS) adalah jenis kapal khusus yang dirancang untuk mendukung operasi minyak dan gas lepas pantai dengan menyediakan layanan penanganan, penarik, dan pasokan jangkar. Kapal AHTS biasanya lebih besar dan lebih kuat daripada kapal tunda standar, dengan penekanan pada kemampuan manuver, stabilitas, dan kemampuan sea keeping. Kapal AHTS dilengkapi dengan berbagai mesin dan peralatan deck untuk mendukung operasi lepas pantai,
60
termasuk xxxxx dan peralatan penarik yang kuat, xxxxx hidrolik, dan mesin deck untuk menangani alat berat. Mereka juga memiliki tangki penyimpanan dan pompa untuk transfer bahan bakar, air, dan cairanlainnya, dan mungkin memiliki akomodasi untuk awak dan personel, serta fasilitas untuk perawatan medis dan tanggap darurat. Selain penanganan dan penarik jangkar, kapal AHTS dapat digunakan untuk berbagai aktivitas pendukung lepas pantai lainnya, sepertisuplai berjalan, transfer kru, dan pemeliharaan anjungan. Mereka memainkan peran penting dalam pengoperasian fasilitas minyak dan gas lepas pantai yang aman dan efisien dengan memastikan bahwa mereka tetap berlabuh dengan aman di tempatnya dan pasokan serta peralatan penting dikirim sesuaikebutuhan.
2. Anchor Handling/Anchor Job
Adalah suatu kegiatan atau proses penanganan pekerjaan jangkar mulai dari cara pengambilannya dari crane barge, mengangkat dan membawa kemudian ditempatkan atau diletakkan jangkar tersebut pada posisi yang ditentukan.
3. Oil-rig
Adalah bangunan anjungan minyak lepas pantai yang berbentuk kapal atau tongkang yang diberi kaki dan dipasangkan jangkar, serta dilengkapi dengan menara bor. Rig minyak tetap berlabuh ke dasar laut dan biasanya terdiri dari menara atau platform baja tinggi yang memanjang di atas permukaan air. Anjungan ini menampung mesin dan peralatan pengeboran, serta akomodasi untuk awak dan
61
personel. Rig minyak terapung, di sisi lain, dirancang untuk bergerak dan dapat berpindah dari satu lokasi pengeboran ke lokasi pengeboran lainnya. Mereka mungkin semi-submersible, dengan ponton yang sebagian tenggelam di bawah permukaan air, atau mungkin kapal bor, yaitu kapal yang telah dilengkapi dengan mesin dan peralatan pengeboran. Rig minyak menggunakan berbagai teknik pengeboran untuk mengekstraksi minyak dan gas dari bawah dasar laut, termasuk pengeboran vertikal, pengeboran terarah, dan rekahan hidrolik (juga dikenal sebagai fracking). Setelah minyak dan gas diekstraksi, mereka diangkut ke pantai melalui jaringan pipa atau kapal tanker untuk diproses dan dimurnikan lebih lanjut.
4. Crane Barge
Merupakan salah satu bentuk kapal yang didesain khusus yang memiliki crane besar untuk mengangkat dan menampung material offshore yang digunakan dalam eksplorasi lepas pantai. crane pada crane barge biasanya dipasang pada tumpuan atau gantry yang memungkinkannya berputar dan bermanuver melintasi geladak barge. Ukuran dan kapasitas angkat derek dapat sangat bervariasi tergantung pada desain dan tujuan barge. Beberapa crane barge berukuran kecil dan bergerak, sementara yang lain berukuranbesar dan tidak bergerak, dengan banyak crane dan kapasitas angkat beberapa ribu ton. Crane barge digunakan untuk berbagai tugas, seperti memasang atau melepas struktur lepas pantai, pengerukan,penyelamatan, dan mengangkut alat atau material berat. Mereka juga digunakan dalam proyek
62
infrastruktur seperti konstruksi jembatan, di mana mereka dapat digunakan untuk mengangkat dan menempatkan bagian beton besar atau balok baja. Mengoperasikan crane barge membutuhkan kru terampil yang mencakup operator crane, pekerja geladak, dan personel pendukung lainnya. Keselamatan adalah pertimbangan penting saat bekerja dengan xxxxx xxxxxxxx, karena pengangkatan dan pengangkutan benda berat dapat menimbulkan risiko yang signifikan bagi personel dan peralatan.
5. Platform
Adalah bangunan anjungan minyak lepas pantai sebagai tempat pengeboran minyak dan produksi. Anjungannya biasanya dilengkapi dengan berbagai peralatan dan sistem untuk mendukung operasi lepas pantai, termasuk mesin bor, peralatan produksi, dan akomodasi untuk awak dan personel. Mereka mungkin juga memiliki tangki penyimpanan dan pompa untuk transfer bahan bakar, air, dan cairan lainnya. Anjungan memainkan peran penting dalam pengoperasian fasilitas minyak dan gas lepas pantai yang aman dan efisien, serta tunduk pada peraturan keselamatan dan lingkungan yang ketat untuk meminimalkan risiko kecelakaan dan tumpahan.
6. Pennant Wire
Adalah kawat baja yang terpasang dengan segel ke crown jangkar sedangkan ujung yang satunya lagi disambungkan ke work wire anchor handling vessel, ini digunakan untuk mengangkat atau menurunkan jangkar ke dasar laut yang terbebas dari pipeline.
63
7. Barge Master
Adalah seorang yang memilki ijazah pelaut dan punya pengalaman nahkoda serta diberikan pendidikan khusus untuk menangani anchor handling dan rig move. Tugas-tugas Barge Master meliputi mengatur distribusi beban dan keseimbangan muatan pada barge atau kapal, mengawasi prosedur pemuatan dan pembongkaran muatan, dan memastikan bahwa peralatan dan sistem keselamatan berfungsi dengan baik. Barge Master jugabertanggung jawab untuk memeriksa dan memastikan bahwa barge atau kapal selalu berada dalam kondisi yang baik dan siap untuk beroperasi. Selain itu, Barge Master juga harus memastikan bahwa seluruh kru danpersonil yang terlibat dalam operasi memiliki pemahaman yang memadai tentang tugas dan tanggung jawab mereka, serta prosedur keselamatan yang harus diikuti. Barge Master juga harus bekerja sama dengan kapten kapal atau barge dan personil lainnya untuk memastikan bahwa operasi berjalan dengan lancar dan efisien. Barge Master biasanya adalah orang yang berpengalaman dan terlatih dengan baik dalam operasi barge atau kapal, dan memiliki pengetahuan yang luas tentang peraturan dan persyaratan keselamatan yang terkait dengan operasi tersebut.
8. Bow thruster
Baling-baling yang dipasang pada haluan kapal yang posisinya dibawah garis air yang digerakkan oleh mesin bantu, sehingga baling-baling dapat berputar yang mana berfungsi untuk mengolah gerak
kapal dan menggerakkan haluan kapal, maka bow thruster itu efektif dapat digunakan untuk membantu dalam mengolah gerak. Bow thruster biasanya ditenagai oleh motor listrik atau hidrolik, yang menggerakkan baling-baling. Motor tersebut dapat dikendalikan oleh kapten atau pilot kapal menggunakan joystick atau sistem kontrol lainnya, sehingga mereka dapat menyesuaikan arah dankekuatan bow thruster untuk membantu manuver kapal di ruang terbatas atau kondisi cuaca buruk.
9. Pick it up.
Dalam pelaksanaan anchor handling dimana pennat wire anchor rig dengan work wire kapal pada main drum sudah dihubungkan (connected) hingga dalam proses diangkat (heave up) sampai jangkar tersebut tidak makan (anchor off the bottom). Teknik ini biasanya dilakukan ketika kapal atau barge akan berpindah tempat atau berlayar ke lokasi baru.Proses pick it up dimulai dengan mengaktifkan mesin atau winch yang terhubung ke tali tambat atau rantai, sehingga tali tambat atau rantai tersebut dapat ditarik ke atas. Selama proses ini, kapal atau barge akan bergerak ke arah tali tambat atau rantai untuk membantu mengangkatnya ke atas. Setelah tali tambat atau rantai telah diangkat ke atas kapal atau barge, maka proses pick it up dianggap selesai. Selanjutnya, dilakukan proses membongkar atau melepaskan anchor dari kapal atau barge untuk menyelesaikan operasi anchor handling.Prosedur pick it up harus dilakukan dengan hati-hati dan mematuhi prosedur keselamatan yang
telah ditetapkan untuk menghindari kecelakaan atau cedera pada kru atau personil yang terlibat dalam operasi.
10. Put it down.
Pada saat pelaksanaan anchor handling menuju ke posisi (target) yang sudah ditentukan oleh Rig Master atau Surveyor. Maka saat in position secara pelan- pelan membuka ship winch break untuk mengarea work wire dan pennant wire anchor rig yang berada di stern roller kapal hingga sampai ke dasar laut (anchor on the bottom). Proses ini biasanya dilakukan ketika kapal atau barge telah sampai di lokasi tujuan dan akan berlabuh atau menetap di tempat tertentu. Proses pick it down dimulai dengan menghubungkan tali tambat atau rantai ke jangkar dan mengaktifkan mesin atau winch yang terhubung ke tali tambat atau rantai, sehingga jangkar dapat turun ke dasar laut. Selama proses ini, kapal atau barge akan bergerak secara perlahan untuk memastikan bahwa tali tambat atau rantai tidak tersangkut atau terjepit di dasar laut. Setelah jangkar telah mencapai dasar laut, maka proses pick it down dianggap selesai. Selanjutnya, tali tambat atau rantai diatur secara khusus untuk memastikan kapal atau barge tetap berada di posisi yang aman dan stabil. Prosedur pick it down harus dilakukan dengan hati-hati dan mematuhi prosedur keselamatan yang telah ditetapkan untuk menghindari kecelakaan atau cedera pada kru atau personil yang terlibat dalam operasi. Selain itu, teknik ini juga harus dilakukan dengan menggunakan peralatan yang memadai dan dalam kondisi yang baik agar operasi
dapat dilakukan dengan aman dan efisien.
b. Mengadakan safety meeting sebelum melakukan pekerjaan bagi yang terlibat dalam kegiatan anchor handling. Safety meeting pre-anchor handling adalah pertemuan yang dilakukan sebelum memulai pekerjaan anchor handling, dimana dalam pertemuan ini dijelaskan semua proses pekerjaan hingga selesai serta bahaya resiko kerjaapa saja yang ada kemudian bagaimana mengendalikan dan meminimalisir resiko bahaya tersebut sehingga tidak berbahaya lagi bagi pekerja ketika melakukan pekerjaan tersebut. Mengadakan safety meeting sebelum melakukan pelayanan anchor handling sangatlah penting untuk memastikan keselamatan dan kesehatan seluruh kru dan personil yang terlibat dalam operasi. Safety meeting atau rapat keselamatan adalah forum untuk membahas potensi risiko dan bahaya yang terkait dengan operasi anchor handling, serta untuk menetapkan prosedur dan tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut. Dalam safety meeting, kru dan personil yang terlibat dalam operasi anchor handling harus membahas topik- topik seperti penggunaan peralatan keselamatan, prosedur evakuasi, pencegahan kecelakaan kerja, dan tindakan darurat yang harus dilakukan jika terjadi keadaan yang tidak terduga. Selain itu, mereka juga harus membahas kondisi cuaca dan laut yang mungkin mempengaruhi operasi dan menentukan apakah operasi harus dilanjutkan atau ditunda. Safety meeting sebaiknya dilakukan secara teratur, sebelum setiap operasi anchor handling dilakukan, untuk memastikan
bahwa seluruh kru dan personil selalu siap dan mematuhi prosedur keselamatan yang telah ditetapkan. Hal ini akan membantu mengurangi risiko kecelakaan dan memastikan bahwa operasi dilakukan dengan aman dan efisien. Diharapkan kepada seluruh anak buah kapal mengikuti dengan baik dan memperhatikan secara seksama apa-apa yangditekankan dalam safety meeting agar tujuan safety first tercapai dan pekerjaan bisa selesai tepat waktu.
c. Task risk assessment dan job safety analysis untuk anchor handling melibatkan evaluasi potensi risiko dan bahaya yang terkait dengan tugas spesifik yang dilakukan selama operasi penanganan jangkar. Dengan melakukan penilaian risiko secara menyeluruh, organisasi dapat mengidentifikasi potensi bahaya dan menerapkan tindakan pengendalian yang tepat untuk memitigasi risiko dan memastikan keselamatan personel dan peralatan. Berikut adalah kerangka umum untuk melakukan penilaian risiko tugas untuk penanganan jangkar:
i. Identifikasi Tugas: Definisikan dengan jelas tugas spesifik yang akan dilakukan penilaian risiko. Misalnya, memasang atau mengambil jangkar, mengoperasikan derek, atau memantau posisi jangkar.
ii. Identifikasi Bahaya: Identifikasi potensi bahaya dan risiko yang terkait dengan tugas. Ini mungkin termasuk:
• Terpeleset, tersandung, dan jatuh karena permukaan licin, dek tidak rata, atau
penghalang peralatan.
• Terjebak dalam mesin atau peralatan yang bergerak, seperti derek atau kabel.
• Cedera karena memindahkan atau menggeser jangkar atau rantai jangkar.
• Bahaya tabrakan atau benturan dengan kapal atau bangunan lain.
• Paparan kondisi cuaca ekstrem, seperti angin kencang atau gelombang laut yang ganas.
• Risiko terjerat atau cedera akibat tali, kawat, atau rantai.
• Bahaya kebakaran atau ledakan terkait dengan bahan bakar atau bahan mudah terbakar di dalam pesawat.
• Paparan kebisingan menyebabkan kerusakan pendengaran.
• Resiko terjatuh ke laut atau tenggelam.
iii. Menilai Tingkat Keparahan Risiko: Mengevaluasi tingkat keseriusan setiap bahaya yang teridentifikasi. Pertimbangkan konsekuensi potensial, seperti cedera ringan, cedera serius, atau kematian.
iv. Menilai Kemungkinan: Menilai kemungkinan terjadinya setiap bahaya. Pertimbangkan faktor- faktor seperti frekuensi paparan, kejadian sebelumnya, dan tindakan pengendalian yang dilakukan.
v. Menentukan Tingkat Risiko: Gabungkan penilaian tingkat keparahan dan kemungkinan untuk
menentukan tingkat risiko keseluruhan untuk setiap bahaya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan matriks risiko atau alat penilaian risiko serupa.
vi. Menerapkan Tindakan Pengendalian: Identifikasi dan terapkan tindakan pengendalian yang tepat untuk memitigasi risiko yang teridentifikasi. Ini mungkin termasuk:
• Menyediakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai kepada personel.
• Menerapkan prosedur keselamatan dan pedoman operasi penanganan jangkar.
• Memastikan pelatihan yang tepat dan kompetensi personel yang terlibat dalam penanganan jangkar.
• Inspeksi dan pemeliharaan peralatan secara teratur untuk mencegah kegagalan.
• Menetapkan protokol komunikasi dan prosedur untuk koordinasi yang efektif.
• Melakukan pengarahan sebelum tugas untuk memastikan semua orang memahami risiko dan langkah-langkah mitigasi.
• Menerapkan rencana dan prosedur tanggap darurat.
• Memantau kondisi cuaca dan menghentikan operasi jika perlu.
• Menyediakan penerangan dan papan tanda yang memadai untuk meningkatkan visibilitas dan kesadaran situasional.
vii. Tinjauan dan Pembaruan: Secara berkala meninjau dan memperbarui penilaian risiko tugas untuk memperhitungkan perubahan peralatan, prosedur, atau peraturan. Mintalah umpan balik dari personel yang terlibat dalam penanganan jangkar untuk terus meningkatkan langkah- langkah keselamatan.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan bahwa hambatan–hambatan lebih banyak disebabkan oleh dua hal yaitu:
1. Faktor internal yaitu karena kurangnya perawatan terhadap peralatan anchor handling yang berdampak pada kurangnya kinerja dari alat-alat tersebut serta kurangnya pengetahuan kru mengenai standar operasional prosedur dalam pelayanan anchor handling.
2. Faktor eksternal yaitu kondisi cuaca juga sangat memengaruhi kelancaran pelaksanaan anchor handling. Cuaca buruk, seperti angin kencang, ombak tinggi, atau visibilitas rendah, dapat menyulitkan pelaksanaan kerja anchor handling. Kondisi cuaca yang tidak memadai dapat mengganggu pengaturan tali tambat, pengaturan anchor, atau bahkan menyebabkan risiko kecelakaan.
B. Saran
Mengingat resiko dalam pekerjaan anchor handling begitu besar maka prosedur dalam pekerjaan anchor handling harus benar-benar dipahami dan dimengerti oleh setiap crew kapal. Sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Sebelum melakukan pekerjaan anchor handling agar crew selalu melakukan safety dan toolbox meeting terlebih dahulu, selain untuk untuk memberikan gambaran tentang pekerjaan juga bertujuan untuk membangun kekompakan antar crew.
2. Mualim dan masinis serta dibantu oleh crew lainnya harus bertanggung jawab dalam perawatan peralatan anchor handling.
3. Nahkoda harus mengawasi setiap proses pekerjaan anchor handling dan memastikan setiap tindakan yang diambil tidak membahayakan.
4. Perusahaan sebagai pemilik kapal harus memenuhi kelengkapan peralatan anchor handling yang disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan dari kapal termasuk juga didalamnya yaitu mengirim crew yang memiliki pengalaman dan keterampilan untuk bekerja dikapal AHTS.
73
DAFTAR PUSTAKA
Xxxxxxxxxx, M.A. (2012). Anchor Handling. (Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020).(Online), xxxx://xxxx0000.xxxxxxxx.xxx/0000/00/xx chor- handling.html?m=1.
Javanese Message. (2010). Cara Handling Anchor Yang Aman KapalAHTS Diakses pada tanggal 21 Oktober 2020). (Online), xxxx://xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx.xxxxxxxx.xxx
Xxxxxx Xxxxxx. (2012 ). Anchor Handling Diakses pada tanggal
25 Oktober 2020).(Online). xxxx://xxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxx r- handling/.
Wikipedia. (2014). Anchor Handling Tug Supply Vessel (Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020). (Online), xxxx://xx.xxxxxxxxx.xxx/xxxx/Xxxxxx_Xxxxxxxx_Xxx_Xx p ply_Vessel.
Xxxxxxx, X. (2015). Peranan Pelaksanaan Safety Meeting Dalam Peningkatan Keselamatan Kerja Crew Di Kapal MV. Hanjin Port Adelaide. Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Xxxxx, X. (2017). Siapa yang bertanggung jawab menurut hukum dalam kecelakaan kapal (legally responsible parties in ship accident). Jurnal Legislasi Indonesia, 14(1), 59–60.
Wahyudianto, F. X. A. (2019). Pelaksanaan Anchor Handling di Kapal AHTS Transko Andalas. Jurnal Maritim, 9(1), 9– 20
73
Wikipedia. (2022). Anchor Handling Tug Supply Vessel. In Wikimedia Foundation.
Mediawiki.xxxxx://xx.xxxxxxxxx.xxx/xxxx/Xxxxxx_xxxxxx ng_tug_supply_vessel
LAMPIRAN I
Safety meeting / toolbox meeting
LAMPIRAN II
Permit to work
LAMPIRAN III
Risk assessment
LAMPIRAN IV
JOB SAFETY ANALYSIS
RIWAYAT HIDUP XXXXXX
XXXXX XX XXXXXXX, Lahir di BIRA pada tanggal 5 NOVEMBER 2001. Merupakan anak ketiga dari pasangan bapak “X. XXXXXXXXX” dan ibu “XX. XXXX TE’NE” . Penulis pertama kali menempuh Pendidikan sekolah dasar di selesaikan tahun 2013 di SDN 165 BIRA, dan melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah
Pertama di SMPN 34 BULUKUMBA.
Diselesaikan pada tahun 2016, pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA NEGERI 3 BULUKUMBA dan mengejar jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) selesai pada tahun 2019. Pada tahun 2019 penulis terdaftar sebagai Taruna di Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar (PIP) Angkatan XL. Dan penulis melaksakan praktek layar (PRALA) di PT. PELAYARAN NASIONAL XXXXXX XXXXXXXXXXX Di salah satu
kapalnya yaitu AHTS. ETZOMER 505.
Dengan petunjuk dan pertolongan dari Allah SWT, serta dukungan, usaha, dan doa dari kedua orang tua, saya menjalani aktivitas akademik di Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar (PIP). Xxxxxxxxxxxxx Penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir dengan skripsi berjudul “ANALISIS PELAKSANAAN KERJA DALAM PELAYANAN ANCHOR HANDLING DI DECK AHTS. ETZOMER 505”.