PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA YANG TIDAK MENANDATANGANI PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU ( PKWTT ) DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA YANG TIDAK MENANDATANGANI PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU ( PKWTT ) DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA
( LEGAL PROTECTION FOR WORKERS WHO NOT SIGNING PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT) IN PT. BANK RAKYAT INDONESIA )
Oleh:
XXXXX XXXXXXX P.D
*Mahasiswa Pascasarjana Universitas Jember”
Abstrak
Kewajiban untuk menandatangani PKWTT bagi pekerja adalah bersifat memaksa dan tidak sesuai dengan teori kehendak. Karena apa yang sudah menjadi kewajiban pekerja dalam pencapaian target kerja sudah terpenuhi dengan baik dan kontrak kerja selama satu tahun dalam bentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ( PKWT ) antara kedua belah pihak juga telah berakhir. mengingat perjanjian kerja waktu tertentu merupakan perjanjian yang bersifat sementara. Dan ketentuan dalam pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu ( PKWT ) harus ditaati secara mutlak, serta tidak boleh dilanggar karena dalam hal ini hukum ketenagakerjaan bersifat imperatif atau memaksa ( dwingenrecht). dan bahwa perlindungan hukum yang dapat dilakukan adalah dengan adanya unsur paksaan yang ada dalam PKWT, terkait kerugian yang nyata dan terang terhadap harta kekayaan orang yang bersangkutan yakni kewajiban untuk menandatangani PKWTT yang harus dilakukan oleh pihak pekerja, jika pekerja tidak bersedia maka pekerja dikenakan ganti rugi. Maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan
Kata kunci : Perlindungan Hukum, Pekerja
Abstract
the obligation to sign PKWTT for workers is forced and not in accordance with the theory of the will. Because what has become the obligation of workers in the achievement of work targets has been met well and the contract of work for one year in the form of Working Agreement of Certain Time (PKWT) between the two parties has also ended. Remembering a certain time work agreement is a temporary agreement. And the provisions in the making of a certain time labor agreement (PKWT) must be obeyed absolutely, and should not be violated because in this case the labor law is imperative or coercive (dwingenrecht). And that the legal protection that can be done is by the existence of coercive elements in the PKWT, in relation to the real and light loss to the property of the person concerned ie the obligation to sign the PKWTT which must be done by the worker, if the worker is unwilling then the worker is compensated . Then the agreement can be canceled.
Keywords Legal Protection, Workers
PENDAHULUAN
Salah satu perjanjian kerja yang akan menjadi objek penelitian terkait dengan hal tersebut adalah perjanjian kerjaPT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk. Terkait hal ini, saat pekerja
mengajukan pengunduran diri setelah masa perjanjian kerja berakhir, pekerja dikenakan ganti rugi sebesar Rp. 25.000.000 ( dua puluh lima juta rupiah ), pihak perusahaan berpendapat bahwa pekerja dikenakan ganti rugi karena pekerja tidak bersedia untuk menandatangani Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu ( selanjutnya disebut PKWTT ) yang dibuat terpisah dari perjanjian kerja awal, dalam hal dinyatakan sebagai pekerja tetap oleh pihak pertama. Disisi lain pihak kedua berusaha memenuhi kewajiban sebagai pekerja sesuai dengan target kerja yang telah ditentukan oleh pihak kedua sebagaimana isi dari Pasal 6 perihal Evaluasi Kinerja perjanjian kerja yang terlampir, yakni :
“Target yang ditetapkan PIHAK PERTAMA wajib dicapai PIHAK KEDUA dalam jangka waktu 12 ( dua belas bulan ) sebelum berakhirnya perjanjian kerja.”
Bahwa isi pasal tersebut merupakan kriteria bagi Pihak Pertama untuk dapat mengangkat pekerja sebagai pekerja tetap.
Hal ini menjadi dilema bagi pihak kedua sebagai pekerja, karena harus memenuhi semua target kerja yang telah ditentukan, akan tetapi disatu sisi pihak kedua tidak memiliki hak untuk tidak melanjutkan perjanjian kerja tersebut ketika masa kerja berakhir. secara tidak langsung pihak kedua dipaksa untuk terus bekerja jika dinyatakan sebagai pekerja tetap tanpa adanya kesepakatan lagi antara kedua belah pihak. Hal tersebut jika dihadapkan pada adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, momentum terjadinya perjanjian adalah pada saat terjadinya persesuaian antara pernyataan dan kehendak antara kreditur dan debitur. Akan tetapi adakalanya tidak ada persesuaian antara pernyataan dan kehendak. salah satu yang menjawab tentang ketidaksesuaian antara kehendak dan pernyataan yakni teori kehendak.
Pada pasal 61 ayat ( 1 ) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa :
a. Perjanjian kerja berakhir apabila
b. Pekerja meninggal dunia; Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. Adanya putusan pengadilan dan / atau putusan penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Kemudian dalam pasal 62 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa :
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat ( 1 ), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi
kepada pihak lain sebesar upah pekerja / buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.1
Mengingat perjanjian kerja yang dilakukan merupakan perjanjian kerja waktu tertentu yang bersifat sementara. Telah disebutkan dalam pasal 61 Undang – Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 huruf ( b ) diatas bahwa perjanjian kerja berakhir apabila berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Terkait hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang permasalahan perjanjian kerja tersebut dengan judul “ Asas Perlindungan Hukum Bagi Pekerja yang Tidak Menandatangani Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu ( PKWTT) di PT. Bank Rakyat Indonesia”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut. Maka penulis dapat mengidentifika isu hukum sebagai berikut :
1. Apakah Kewajiban PKWTT dalam Perjanjian Kerja sesuai dengan Teori Kehendak ?
2. Bagaimana Perlindungan Hukum bagi Pekerja yang Dikenakan Ganti Rugi jika Tidak Bersedia Menandatangani PKWTT ?
3. Bagaimana konsep PKWT dalam Memberikan Perlindungan Hukum pada Pekerja ?
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dalam memberikan Perlindungan Hukum Pada Pekerja
Hukum perburuan / ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara pekerja/ buruh dan pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan orang perorangan. Atas dasar itulah maka hokum perburuhan / ketenagakerjaan bersifat privat ( perdata ). Disamping itu, dalam pelaksanaan hubungan kerja untuk masalah – masalah tertentu, diperlukan campur tangan pemerintah. Campur tangan ini menjadikan hokum ketenagakerjaan bersifat publik.
Sifat publik dari hukum ketenagakerjaan ditandai dengan ketentuan – ketentuan memaksa ( dwingen ), yang jika tidak dipenuhi, maka Negara / pemerintah dapat melakukan aksi/tindakan tertentu berupa sanksi. Bentuk ketentuan memaksa yang memerlukan campur tangan pemerintah itu antara lain :
a. Adanya penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana bidang ketenagakerjaan.
b. Adanya syarat – syarat dan masalah perizinan, misalnya ;
- Perizinan yang menyangkut tenaga kerja asing;
1Pasal 61 – 62 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
- Perizinan menyangkut pengiriman tenaga kerja Indonesia;
- Penangguhan pelaksanaan upah minimum dengan izin dan syarat tertentu;
- Masalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau pemutusan hubungan kerja;
- Syarat memperkerjakan pekerja anak, dan sebagainya.2
Xxxxxxx membagi sifat hukum ketenagakerjaan menajdi dua, yaitu bersifat imperative dan bersifat fakultatif. Hukum bersifat imperatif atau memaksa ( dwingenrecht ) artinya hukum yang harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar. Contoh :
a. Pasal 42 ayat ( 1 ) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai perlunya izin penggunaan tenaga kerja asing,
b. Pasal 59 ayat ( 1 ) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai ketentuan pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu ( PKWT ),
c. Pasal 153 ayat ( 1 ) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai larangan melakukan PHK terhadap kasus – kasus tertentu.
d. Pasal 3 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1964, mengenai perlunya izin ( permohonan penetapan ) pemutusan hubungan kerja ( PHK )3
Dengan demikian, sesuai dengan penjelasan terkait pasal 59 ayat ( 1 ) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003, terkait pengaturan PKWT, bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 ( tiga ) tahun;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Oleh karenanya konsep PKWT dalam perjanjian kerja harus mengacu pada ketentuan – ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 59 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut. Karena ketentuan ini tidak dapt dilanggar. Kaitannya dengan PKWT Marketing Kredit Mikro PT. Bank Rakyat Indonesia merupakan perjanjian kerja untuk pekerjaan yang sifatnya tidak dapat dikatakan sementara karena pekerjaan tersebut berlangsung terus menerus. Jadi konsep PKWT yang dinamakan pada perjanjian untuk pekerjaan marketing tidak selayaknya disebut sebagai perjanjian PKWT.
2 Xxxxxxxxx, Op. Cit hlm 11
3 Ibid.
Xxxx Xxxxxxx membagi perlindungan pekerja menjadi 3 ( tiga ) macam yaitu :
a. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha – usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan sehari – hari baginya beserta keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan ini disebut dengan jaminan social.
b. Perlindungan social, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan memperkembangkan prikehidupannya sebagai manusia pada umumnya dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga, atau yang biasa disebut dengan kesehatan kerja.
c. Perlindungan teknis, yakitu suatu jenis perlindungan yang bekaitan dengan usaha – usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh pesawat – pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan. Di dalam pembicaraan selanjutnya, perlindungan jenis ini disebut dengan keselamatan kerja.4
Dalam suatu konsep perjanjian kerja juga harus memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut :
a. Tidak Mengandung Norma yang Norma Kabur
Dalam suatu kontrak perjanjian, sebaiknya dihindari masalah norma yang kabur atau pengertian yang kabur dalam tiap klausul atau pasal – pasal yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja, sehingga tidak menimbulkan perbedaan penafsiran terhadap kontrak perjanjian itu sendiri. “pengertian yang kabur”. Ini adalah pengertian yang isinya tidak dapat ditetapkan secara persis, sehingga lingkupannya tidak jelas.Tentang bila kita berurusan dengan suatu pengertian yang kabur adalah masalah gradual. Tentang sebuah pengertian dapat dikatakan bahwa pengertian itu memiliki inti yang kurang lebih jelas, yang lingkupnya dapat ditentukan secara persis. Tetapi bahwa disekelilingnya terdapat batas yang tidak jelas yang lingkupannya tidak dapat ditetapkan secara persis. Masyarakat bahasa ( taalgemeenschap ) yang di dalamnya pengertian itu berfungsi memainkan peranan penting. Jika pada titik ini berkenaan dengan masyarakat yang kurang homogen, maka akan terdapat banyak pengertian yang bahkan intinya tidak sepenuhnya jelas. Namun secara umum orang dapat mengatakan bahwa apakah obyek atau orang tertentu termasuk atau tidak termasuk
4 Xxxxxx xxxxxx, dkk, Dasar – Dasar Hukum PErburuhan, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006 ) hlm.97
dalam sebuah pengertian, kurang lebih jelas jika ia termasuk dalam intinya, tetapi semakin kurang jelas jika berada pada perbatasan dari lingkup pengertian itu.
Jika tiap pengertian mengandung wilayah perbatasan yang “tidak jelas”, maka pengertian – pengertian yang “kabur” berkenaan dengan pengertian pengertian yang intinya sendiri juga tidak jelas. Pengertian “kabur” yang demikian dalam bidang hukum sudah sangat kita kenal, mengingat pembentuk undang – undang kadang – kadang menggunakannya.5
Contohnya jika dua orang akan bermain tenis, diantara mereka ada dan berlaku aturan
– aturan ( yang disepakati ) yang memungkinkan adanya permainan tenis. Tentu saja mereka dapat memukul – mukul bola tanpa adanya aturan main tersebut, namun dalam hal tersebut tidak dapat dikatakan adanya permainan tenis. Juga bagi perjanjian ada dan berlaku “aturan main” yang harus ada dan menjamin keabsahan dari perjanjian itu.6
b. Penafsiran Perjanjian
Perjanjian terdiri dari serangkaian kalimat. Untuk menetapkan isi perjanjian perlu diadakan penafsiran, sehingga jelas diketahui maksud setiap pihak hingga diketahui ketika mengadakan perjanjian.
Undang – undang memberikan beberapa pedoman untuk menafsirkan perjanjian sebagai berikut :
a. jika kata – kata perjanjian jelas tidak diperkenankan untuk menyimpang.
x. Xxx – hal yang menurut kebiasaan selama diperjanjian dianggap dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.
c. Semua janji yang dibuat dalam perjanjian harus diartikan hubungan satu sama lain. Setiap janji harus ditafsirkan dalam perjanjian seluruhnya.
d. Jika ada keragu – raguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah meminta diperjanjikan suatu hal dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.
e. Meskipun luasnya arti kata – kata dalam suatu perjanjian yang disusun, perjanjian itu hanya meliputi hal - hal yang nyata – nyata dimaksudkan oleh kedua belah pihak sewaktu membuat perjanjian.7
x. Xxxx Kebebasan Berkontrak Dan Kaitannya Dengan Perjanjian Baku (Standart Contract)
5Xxxx Xxxxxxxx, Refleksi Tentang Hukum, ( Bandung : PT. Citra Xxxxxx Xxxxxx, 2011 ) hlm. 61.
6Xxxxxxx Xxxxxxx, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia ( Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas – Asas Wigati Indonesia. (Bandung : PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, 2006 ) hlm. 213.
7Ibid, hlm. 29
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa inggris , yaitu standart contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.8
Inti dari perjanjian baku menurut xxxxxxx adalah bahwa isi perjanjian itu tanpa dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Xxxxxx xxxxx xxxxxxxxxxx juga mengemukakan ciri – ciri perxxxxxxx baku, yaitu :
1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ( ekonominya ) kuat.
2. Masyarakat ( debitur ) sama sekali tidak ikut bersama – sama menentukan isi perjanjian.
3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
4. Bentuk tertentu ( tertulis )
5. Dipersiapkan secara massal dan kolektif.
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa hakikat perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya.9
Mengingat masalah asas kebebasan berkontrak dan kaitannya dengan perjanjian baku ( standar ) sebagai masalah, perlu terlebih dahulu dikaitkan dengan hukum kontrak sebagai subsistem dari sistem hukum nasional. Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas dari hukum kontrak dan ia tidak berdiri sendiri. Maknanya hanya dapat ditentukan setelah kita memahami posisinya dalam kaitan yang terpadu dengan asas –asas hukum kontrak yang lain, yang secara menyeluruh asas – asas ini merupakan pilar, tiang, fondasi, dari hukum kontrak.10
d. Asas Kebebasan Berkontrak Yang Bertanggung Jawab
Almarhum supomo, telah memberikan sumbangan yang sangat besar dalam hal peletak dasar terhadap hubungan individu dan masyarakat di indonesia. Dari pidato inagurasinya di fakultas hukum jakarta tahun 1941 dapat disimpulkan beberapa ciri perbandingan tentang kedudukan individu dalam masyarakat di indonesia, dan dunia barat, sebagai berikut :
Di indonesia, yang primair adalah masyarakat, individu terikat dalam masyarakat, hukum bertujuan mencapai kepentingan individu, yang selaras, serasi, dan seimbang dengan kepentingan masyarakat. Di barat, yang primair adalah individu, individu terlepas dari masyarakat, hukum bertujuan mencapai kepentingan individu.
8Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUHPerdata, ( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,
2006
9Ibid, hlm. 146 - 147
10Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Aneka Hukum Bisnis, ( Bandung : Alumni, 1994 ) hlm. 38
Tap MPR No.II/MPR/1978 menyatakan bahwa manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang maha esa, yang sama derajatnnya, yang sama hak dan kewajiban asasinya, tanpa membeda – bedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama manusia sikap tenggang rasa “tepa selera”, serta sikap tidak semena – mena terhadap orang lain. Falsafah negara pancasila ini menampilkan ajaran bahwa harus ada keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara penggunaan.
Hak asasi dan kewajiban asasi. Dengan kata lain, bahwa di dalam kebebasan terkandung “tanggung jawab” di dalam hukum perjanjian nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan perlu dipelihara sebagai modal pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang serasi, selaras, dan seimbang dengan kepentingan masyarakat. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti tidak terbatas, akan tetapi terbatas oleh tanggung jawab para pihak, sehingga kebebasan berkontrak sebagai asas diberi sifat sebagai berikut : asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab. Asas ini mendukung kedudukan yang seimbang diantara para pihak, sehingga sebuah kontrak akan bersifat stabil dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak.11
Sebagaimana diketahui bahwa dalam pasal 1338 KUHPerdata, tersimpul asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, serta daya mengikat perjanjian. Pemahaman terhadap pasal tersebut tidak berdiri dalam kesendiriannya, asas – asas yang terdapat dalam pasal tersebut berada dalam satu sistem yang padu dan integratif dengan ketentuan – ketentuan lainnya.terkait dengan daya mengikatnya perjanjian berlaku sebagai undang – undang bagi para pihak yang membuatnya. Pada situasi tertentu daya berlakunya ( strekking ) dibatasi, antara lain dengan itikad baik.
Pasal 1338 ( 3 ) KUHPerdata menyatakan bahwa “perxxxxxxx – perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.12Pengaturan pasal 1338 KUHPerdata, yang menetapkan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik(contractus bonafidei) – kontrak berdasarkan itikad baik ). Maksudnya perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. Pengertian itikad baik dalam dunia hukum mempunyai arti yang lebih luas daripada pengertian sehari hari. Menurut Hoge Raad, dalam putusannya tanggal 9 Februari 1923 (
11Ibid, hlm. 44 - 45
12Agus Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian ( Asas Proposionalitas Dalam Kontrak Komersial ), (Jakarta : Prenadamedia Group, 2010 ) hlm. 134
Netderlandse Jurisprudentiehlm 676 ) memberikan rumusan bahwa perjanjian harus dilaksanakan “volgens de eisen van redelijkheid en billijkheid en billijkheid, artinya itikad baik harus dilaksanakan menurut kepatutan dan kepantasan . P.L Xxxxx menerjemahkan redelijkheid en billijkheiddengan istilah “budi dan kepatutan” beberapa terjemahan lain menggunakan istilah kewajaran dan keadilan, atau kepatutan dan keadilan.Redelijkheid artinya rasional, dapat diterima oleh nalar dan akal sehat ( reasonable; raisonnable ) sedang bilijkheid artinya patut dan adil. Dengan demikian “redelijkheid en billijkheid, meliputi semua yang dapat dirasakan dan dapat diterima nalar dengan baik, wajar dan adil, yang diukur dengan norma – norma objektif yang bersifat tidak tertulis dan bukan berasal dari subjectivitas para pihak. Menurut P.L xxxxx norma ini pada hakikatnya sama dengan norma “kecermatan yang patut dalam masyarakat”. Pada norma tidak tertulis yang tercantum dalam pasal 1365 KUHPerdata ( perbuatan melanggar hukum ).13
Ketentuan ayat ( 2 ) dari pasal 59 undang – undang ketenagakerjaan secara tegas menyatakan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Maka antara perjanjian kerja bank BRI dengan undang – undang Nomor 13 Tahun 2013 terjadi konflik norma. Maka konsep perjanjian kerja untuk kedepannya adalah rechtsvinding berkaitan dengan norma yang terdapat dalam suatu ketentuan Undang – Undang. Rechtsvinding dibutuhkan karena konsep norma yan terbuka ( open texture ) dan norma yang kabur ( vagenorm )/ dalam menghadapi suatu kasus hukum, bisa terjadi 2 atau lebih undang – undang , yang secara bersama – sama diterapkan pada kasus tersebut. Persoalan dapat muncul apabila terdapat pertentangan antara norma hukum dari undang – undang tersebut.14
menurut Xxxx Xxxxxxxx, untuk memahami sebuah teks Undang – Undang, kontrak maupun dokumen – dokumen bisnis kiranya perlu untuk melakukan interpretasi dengan baik.15 Xxxxxxx mengingatkan pentingnya interpretasi, mengingat bahasa yang digunakan dalam undang – undang, termasuk kontrak, sulit untuk mewujudkan pikiran – pikiran pembentuknya sehingga selalu muncul peristiwa – peristiwa baik seluruhnya maupun sebagian yang tidak termasuk dalam perumusannya. Melalui interpretasi, menurut xxxxxxx kita mencari tujuan serta maksud dari kata – kata yang terdapat dalam undang – undang, sehingga interpretasi tidak lain adalah untuk menemukan hukum ( rechtvinding). isi kontrak terutama ditentukan oleh apa yang saling diperjanjikan oleh para pihak. Dengan menafsirkan
13Ibid, hlm. 136
14Abintoro Prakoso, Hukum, Filsafat Logika, Dan Argumentasi Hukum, ( Jakarta : Prenada Media, 2010
) hlm. 273.
15Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Op.Cit., hlm 230
pernyataan – pernyataan tertentu, dalam hal ini untuk menentukan maknanya, akan jelas terhadap apa para pihak mengikatkan diri. Mengapa penafsiran diperlukan, fakta di lapangan memberikan pelajaran berharga, betapa banyak sengketa justru muncul ketika pelaksanaan kontrak. Sengketa ini berawal manakala para pihakmempunyai pengertian berbeda mengenai pernyataan yang mereka gunakan dalam kontrak.16
e. Berakhirnya Atau Hapusnya Kontrak Dan Perikatan Yang Bersumber Dari Kontrak
Berkaitan dengan konsep perjanjian kerja, yang juga perlu perihal berakhirnya atau hapusnya kontrak. X. Xxxxxxxx menegaskan bahwa suatu kontrak dapat berakhir atau hapus karena :
a. Para pihak menentukan berlakunya kontrak untuk jangka waktu tertentu;
b. Undang – undang menentukan batas waktu berlakunya suatu kontrak ( vide pasal 1066 ayat ( 3 ) KUHPerdata;
x. Xxxxx satu pihak meninggal dunia, misalnya dalam kontrak pemberian kuasa ( vide pasal 1813 KUHPerdata ), kontrak perburuhan ( vide pasal 1603 huruf j KUHPerdata ), dan kontrak perseroan ( vide pasal 1646 ayat ( 4 ) KUHPerdata.
d. Satu pihak atau kedua belah pihak menyatakan menghentikan kontrak, misalnya dalam kontrak kerja atau sewa menyewa;
e. Karena putusan hakim;
x. Xxxxan kontrak telah tercapai, misalnya kontrak pemborongan;
g. Dengan persetujuan para pihak.
Memperhatikan penegasan X. Xxxxxxxx mengenai berakhir atau hapusnya kontrak sebagaimana diuraikan diatas, dapat dipahami bahwa kontrak berakhir atau hapus, karena :
1. Jangka waktu berlakunya kontrak berakhir
2. Pembuat kontrak ( kontraktan ) meninggal dunia.
3. Pembuat kontrak ( kontraktan ) mengakhiri kontrak
4. Prestasi dalam kontrak telah dilaksanakan
5. Putusan hakim menyatakan batalnya kontrak17
Terkait dengan prestasi dalam kontrak telah dilaksanakan, maka kontrak berakhir atau hapus, karena obyek hukum ( berupa prestasi yang merupakan kepentingan para pihak ) dalam
16Ibid, hlm 231 - 232
17Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Op.Cit., hlm. 403
kontrak telah dilaksanakan yang berarti maksud dan tujuan para pihak membuat kontrak telah tercapai.18
Perbandingan Perjanjian Kerja PT Bank Rakyat Indonesia dengan Bank lain
berikut penulis membandingkan salah satu contoh perjanjian kerja antara PT Bank Rakyat Indonesia dengan bank lain, yakni perjanjian kerja waktu tertentu asisten PT Bank BNI Syariah nomor : JBS/1/005/R, tanggal 01 Oktober 2015 ( Terlampir )
Bahwa isi dalam perjanjian kerja PT Bank BNI syariah bahasanya lebih singkat, lugas dan tidak bertele – tele, dalam artian pekerja akan lebih dapat memahami isi dari perjanjian tersebut tanpa menimbulkan perbedaan penafsiran dalam pelaksanaannya. Dijelaskan dari mulai Pasal 1 terkait Pengertian, kemudian terkait status dan masa kerja / pelatihan, tempat dan waktu kerja, kewajiban dan larangan pihak kedua, rahasia bank dan rahasia jabatan, hak dan fasilitas pihak kedua, absensi dan penilaian / evaluasi, pengakhiran perjanjian, ganti rugi dalam masa pelatihan, pembayaran ganti kerugian dalam masa pelatihan, home base, jaminan, berlakunya perjanjian, penyelesaian perselisihan, serta domisili hukum.
Perjanjian tersebut adalah sama dengan perjanjian PT Bank Rakyat Indonesia, terkait dengan Perjanjian Kerja waktu tertentu. Yang membedakan adalah, dimana perjanjian kerja Bank BRI terkait marketing, sedangkan perjanjian dari Bank BNI syariah terkait posisi asisten. Serta dalam Perjanjian Kerja BNI syariah ini tidak dibebankan kewajiban pencapaian target dalam kerjanya dan tidak memberlakukan ganti rugi jika pekerja mengundurkan diri setelah masa kontrak PKWT berakhir.
Berikut beberapa klausul dalam perjanjian kerja Bank BNI syariah terkait dengan kewajiban dan larangan Pihak Kedua.
Dalam pasal 4 ( kewajiban dan larangan pihak kedua ) disebutkan bahwa :
1) Pihak kedua wajib mengikuti masa pelatihan sesuai ketentuan yang berlaku di pihak pertama.
2) Pihak kedua wajib mengikuti segala ketentuan, baik yang ditetapkan dalam perjanjian ini maupun ketentuan intern lainnya yang diberlakukan bagi pihak kedua.
3) Pihak kedua wajib menjaga rahasia jabatan dan rahasia bank. Kewajiban tersebut tetap berlaku sekalipun masa pelatihan telah berakhir, dan oleh karenanya pihak kedua dilarang memberikan atau menyampaikan keterangan baik secara lisan ataupun tertulis menyangkut pihak pertama ataupun keadaan keuangan nasabah pihak pertama kepada pihak lain.
4) Pihak kedua baru dapat melangsungkan pernikahan setelah berakhirnya masa pelatihan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat ( 1 ) perjanjian ini.
5) Pihak kedua dilarang melakukan perbuatan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merusak nama baik, martabat atau citra pihak pertama.
18Ibid, hlm. 405
6) Pihak kedua dilarang melakukan tindak pidana atau perbuatan yang menjurus ke arah tindak pidana, baik yang menyangkut maupun tidak menyangkut kepentingan pihak pertama.
7) Pihak kedua dilarang melakukan pekerjaan untuk pihak ketiga, menerima beasiswa dari dan / atau terikat dinas dengan perusahaan atau instansi lain.
Kemudian terkait hak dan fasilitas pihak kedua dalam pasal 6. Disebutkan bahwa
1) Selama menjalani masa pelatihan sebagaimana disebutkan pada pasal 2 ayat 1 perjanjian ini, pihak pertama memberikan uang saku kepada pihak kedua Rp. 2.423.000 ( dua juta empat ratus dua puluh tiga ribu rupiah )
2) Apabila tanggal berakhirnya perjanjian terjadi sebelum tanggal 25 ( dua puluh lima ) bulan yang bersangkutan, maka besarnya uang saku kepada pihak kedua dihitung secara proposional berdasarkan jumlah hari kehadiran pihak kedua dalam bulan yang bersangkutan.
3) Pihak pertama memberikan bantuan uag makan kepada pihak kedua sesuai jumlah kehadiran dan tarif yang berlaku di pihak pertama.
4) Pihak pertama memberikan cuti kepada pihak kedua selama 12 hari kerja.
5) Ongkos perjalanan cuti sebesar 1x uang saku pihak kedua. Ongkos perjalanan cuti baru dapat dilaksanakan setelah berakhirnya masa pelatihan dan diberikan apabila pihak kedua dinyatakan memenuhi syarat untuk diangkat menjadi pegawai tetap dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan pihak pertama.
6) Pihak pertama memberikan tunjangan hari raya kepada pihak kedua, sesuai ketentuan pihak pertama.
- THR akan diberikan kepada pegawai dengan masa kerja minimal 3 bulan sejak tanggal masuk sebagai pegawai BNI syariah.
- Pelaksanaan pembayaran THR mengacu pada ketentuan pihak pertama mengenai THR serta mempertimbangkan PER-O4/MEN/1994 dan pembayarannya, selambat – lambatnya 12 ( empat belas ) hari kalender sebelum hari raya.
7) Pihak pertama memberikan jaminan sosial tenaga kerja ( jamsostek ) kepada pihak kedua sesuai ketentuan.
8) Pihak pertama memberikan fasilitas berobat jalan/outpatient kepada pihak kedua sesuai ketentuan yang berlaku di pihak pertama pada jenjang asisten.
9) Apabila pihak kedua menderita sakit dan harus diopname, maka pihak pertama memberikan fasilitas opname / rawat inap kepada pihak kedua sesuai kelas pegawai jenjang ASST paling lama selama 12 ( dua belas ) hari selama masa pelatihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat ( 1 ) perjanjian ini.
10) Besarnya biaya opname yang ditanggung oleh pihak pertama adalah sebesar 90% tagihan biaya opname dengan maksimum penggantian biaya sebesar 5x uang saku pihak kedua.
11) Pihak pertama memberikan tunjangan pajak kepada pihak kedua sesuai tarif pajak penghasilan untuk wajib pajak yang memiliki NPWP pribadi atas uang saku dan fasilitas yang menjadi obyek pajak penghasilan.
12) Pihak kedua memperoleh bimbingan dari pegawai pihak pertama yang ditunjuk sebagai instruktur selama masa pelatihan.
13) Fasilitas cuti lainnya mengacu pada ketentuan pihak pertama setelah mendapatkan persetujuan pihak pertama, meliputi :
- Kematian keluarga langsung: 2 hari kerja
- Kematian anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah : 1 hari kerja
- Rumah kebakaran / kebanjiran: 2 hari kerja
Selanjutnya terkait pengakhiran perjanjian yang dijelaskan dalam pasal 8 sebagai berikut
1) pihak pertama berhak mengakhiri perjanjian dengan pihak kedua sebelum masa pelatihan berakhir, apabila pihak kedua :
a. tidak hadir bukan karena sakit, baik dengan ataupun tanpa keterangan selama 3 ( tiga ) hari kerja selama masa pelatihan, baik yang berlangsung terus menerus maupun terpisah, atau
b. tidak hadir karena sakit / tidak di opname ( keterangan sakit harus dengan surat keterangan dokter ) sebanyak 5 ( lima ) hari baik berturut – turut maupun terpisah selama masa pelatihan, maka pihak kedua harus memeriksa kesehatannya kepada dokter yang ditunjuk oleh pihak pertama untuk memperoleh penilaian yang obyektif mengenai kesehatan pihak kedua.
c. Dengan sengaja atau karena kelalaiannya, tidak melaksanakan kewajiban dan atau melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana yang ditetapkan diatur dalam pasal 4 perjanjian ini.
d. Pihak kedua tidak bersedia / menolak untuk ditempatkan di unit organisasi yang ditunjuk oleh pihak pertama.
e. Melakukan perbuatan pelanggaran yang sesuai ketentuan yang berlaku di pihak pertama maupun berdasarkan UU No. 13 tahun 2003 dapat dikenakan pemutusan hubungan kerja.
x. Xxxxxxxxkan kehadiran dan penilaian pihak pertama pada suatu tahapan masa pelatihan, ternyata pihak kedua dinyatakan gugur atau tidak lulus dalam masa pelatihan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat ( 2), ayat (3) dana ayat ( 4 ) perjanjian ini.
g. Pihak kedua tidak menyerahkan ijazah asli sebagai jaminan kepada pihak pertama sesuai dengan ketentuan pada pasal 12.
x. Xxxxxxxxkan keterangan – keterangan dan atau data – data yang terkumpul pada pihak pertama tidak benar atau tidak sesuai dengan ketentuan pihak pertama.
i. Pengakhiran perjanjian sebagaimana ayat ( 1) disampaikan melalui surat tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian ini.
Kemudian klausul yang menarik berikutnya adalah terkait ganti rugi dalam masa pelatihan, yakni sebagai berikut :
1) Apabila dalam masa pelatihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat ( 1 ) :
a. Pihak kedua mengundurkan diri, atau
b. Perjanjian ini diakhiri oleh pihak pertama karena pihak kedua melanggar ketentuan pasal 8 ayat ( 1 ) a, b, c, d, e, f, g, h pada perjanjian ini maka pihak kedua wajib membayar sisa kontrak yang belum dijalani kepada pihak pertama sesuai dengan ketentuan pada UU No. 13 Tahun 2003 pasal 62 yaitu sebesar uang saku selama bulan yang belum dijalani.
2) Apabila perjanjian ini diakhiri oleh pihak pertama karena pihak kedua melanggar ketentuan pasal 8 ayat ( 1 ) a,b, c, e, f, g, h pada perjanjian kepada pihak kedua.
3) Pihak pertama wajib membayar ganti rugi pada pihak kedua apabila pihak pertama mengakhiri perjanjian ini diluar ketentuan pasal 8 ayat ( 1 ) a, b, c, d, e, f, g, h.
4) Apabila dalam masa pelatihan pihak kedua melakukan perbuatan pelanggaran yang menimbulkan kerugian terhadap pihak pertama, maka pihak kedua wajib membayar kerugian yang nyata – nyata diderita oleh pihak pertama yang ditimbulkan akibat perbuatan pihak kedua dimaksud, disamping ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) kepada pihak pertama.
5) Pembayaran ganti rugi tersebut pada ayat ( 1 ) dan ( 2 ) wajib dilaksanakan sekaligus dalam jangka waktu paling lambat 30 ( tiga puluh ) hari sejak diterimanya surat pemberitahuan besarnya ganti rugi yang harus dibayarkan pihak kedua kepada pihak pertama.
Undang – Undang menentukan bahwa perjanjian yang sah berkekuatan sebagai undang – undang. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan – persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali, selain kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan – alasan yang oleh Undang
– Undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan – persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.19
Dengan istilah “secara sah” pembentuk undang – undang hendak menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus menurut hukum. Semua persetujuan yang dibuat menurut hukum atau secara sah adalah mengikat. Yang dimaksud dengan secara sah disini ialah bahwa perbuatan perjanjian harus mengikuti apa yang ditentukan oleh pasal 1320 KUHPerdata.
Akibat dari apa yang diuraikan pada ayat 1 tadi melahirkan apa yang disebut pada ayat 2, yaitu perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara sepihak kecuali kesepakatan antara keduanya. Dalam ayat 1 dan ayat 3 terdapat asas kedudukan yang seimbang diantara kedua belah pihak.
Undang – undang mengatur tentang isi perjanjian dalam pasal 1329 dan 1327 KUHPerdata. Dari dua ketentuan ini, disimpulkan bahwa isi perjanjian terdiri dari elemen – elemen sebagai berikut :
a. Isi perjanjian
b. Kepatuhan
c. Kebiasaan
Isi perjanjian ialah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua belah pihak di dalam perjanjian itu.20
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa kewajiban untuk menandatangani PKWTT bagi pekerja adalah bersifat memaksa dan tidak sesuai dengan teori kehendak. Karena apa yang sudah menjadi kewajiban pekerja dalam pencapaian target kerja sudah terpenuhi dengan baik dan kontrak kerja selama satu tahun dalam bentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ( PKWT ) antara kedua belah pihak juga telah berakhir. mengingat perjanjian kerja waktu tertentu merupakan perjanjian yang
19Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Aneka Hukum Bisnis, ( Bandung : Alumni,1994 ) hal. 27
20Ibid, hlm. 27 -28
bersifat sementara. Dan ketentuan dalam pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu ( PKWT ) harus ditaati secara mutlak, serta tidak boleh dilanggar karena dalam hal ini hukum ketenagakerjaan bersifat imperatif atau memaksa ( dwingenrecht).
2. Bahwa perlindungan hukum yang dapat dilakukan adalah dengan adanya unsur paksaan yang ada dalam PKWT, terkait kerugian yang nyata dan terang terhadap harta kekayaan orang yang bersangkutan yakni kewajiban untuk menandatangani PKWTT yang harus dilakukan oleh pihak pekerja, jika pekerja tidak bersedia maka pekerja dikenakan ganti rugi. Maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
3. Bahwa konsep PKWT yang dapat memberikan perlindungan hukum harus memperhatikan klausul pada pasal 59 ayat ( 1 ) terkait pengaturan dari PKWT. Yang tidak dapat dapat dilanggar oleh pihak pembuat perjanjian, karena hukum ketenagakerjaan dalam hal ini bersifat imperatif dan harus ditaati secara mutlak. Disamping itu dalam suatu perjanjian PKWT juga harus memperhatikan terkait adanya norma yang kabur, penafsiran perjanjian, serta asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab.
Saran
1. Perlunya monitoring terhadap pelaksanaan ketenagakerjaan di Indonesia, agar setiap pelaksanaan hubungan kerja tidak melanggar asas-asas hukum ketenagakerjaan serta peraturan perundang-undang yang berlaku
2. Pemerintah kususnya da;am bidang ketenagakerjaan, haruslah lebih pro aktif dalam melaksanakan penegakan hokum dalam setiap pelaksanaan system ketenagakerjaan sesuai dengan UU No 13 tahun 2013 tentang ketenagakerjaan sehingga perlindungan hukum bagi bagi setiap tenaga kerja/pekerja/buruh dapat terjamin sehingga kesejahteraan tenagakerja/pekerja/buruh akan terjamin
DAFTAR PUSTAKA
Pasal 61 – 62 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Xxxxxxxxx, Op. Cit hlm 11
Xxxxxx xxxxxx, dkk, Dasar – Dasar Hukum PErburuhan, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006 ) hlm.97
Xxxx Xxxxxxxx, Refleksi Tentang Hukum, ( Bandung : PT. Citra Xxxxxx Xxxxxx, 2011 ) hlm. 61.
Xxxxxxx Xxxxxxx, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia ( Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas – Asas Wigati Indonesia. (Bandung : PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, 2006 ) hlm. 213.
Xxxxx XX, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUHPerdata, ( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Aneka Hukum Bisnis, ( Bandung : Alumni, 1994 ) hlm. 38
Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian ( Asas Proposionalitas Dalam Kontrak Komersial ), (Jakarta
: Prenadamedia Group, 2010 ) hlm. 134
Xxxxxxxx Xxxxxxx, Hukum, Filsafat Logika, Dan Argumentasi Hukum, ( Jakarta : Prenada Media, 2010
) hlm. 273.
Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Op.Cit., hlm. 403
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Aneka Hukum Bisnis, ( Bandung : Alumni,1994 ) hal. 27