PERJANJIAN KERJA BERSAMA DALAM PENENTUAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA EFISIENSI
PERJANJIAN KERJA BERSAMA DALAM PENENTUAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA EFISIENSI
(STUDI PT. PG RAJAWALI I UNIT PG KREBET BARU MALANG) SKRIPSI
Oleh:
ISNAINI BA’DIATUS SOLIKHAH NIM. 200202110093
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI XXXXXXX XXXXX XXXXXXX XXXXXX
2024
PERJANJIAN KERJA BERSAMA DALAM PENENTUAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA EFISIENSI
(STUDI PT. PG. RAJAWALI I UNIT PG KREBET BARU MALANG) SKRIPSI
Oleh:
ISNAINI BA’DIATUS SOLIKHAH NIM. 200202110093
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI XXXXXXX XXXXX XXXXXXX XXXXXX
2024
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
HALAMAN PERSETUJUAN
BUKTI KONSULTASI
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
MOTTO
ىلٰ وْ َا ُللّٰه اَف ارً يْ قِ َف وْ َا ايًّ نِ غ
نْ كُ يَّ نْ
نَ َۚ يْ بِ رَ قْ َلْْ او
نِ يْ َدلِ اوَ لْ ا وِ َا مْ كُ س
ُفنْ َا ىٰٓلٰ ع
وْ َلو
للِّٰ ه ِ ءَ اۤ َدهَ ش
طسقِ لْ ا
نيْ مِ اوَّ قَ اوْ ُنوْ ك
اوْ ُنمَ اٰ نَ يْ ذِ لَّ ا اهَ يُّ َا
ارً يْ بِ خ
نَ وْ ُلمَ عْ َت امَ
نَ اك
َاللّٰ
نَّ اِ َف اوْ ض
رِ عْ ُت وْ َا اوٰٓ لْ َت نْ ِاو
اَۚ وْ ُلدِ عْ َت نْ َا ىوٰٓ ٰ هَ لْ ا اوُعبِ َّتَت لََ َف اۗ مَ هِ بِ
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.
(Q.S An-Nisa: 135)
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, hidayah, dan pertolongan selama penulisan skripsi, karena Xxxxxx dan hidayah- Mu penulisan skripsi yang berjudul “PERJANJIAN KERJA BERSAMA DALAM PENENTUAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA EFISIENSI
(Studi PT. PG. Rajawali I Unit Krebet Baru Malang)” dapat terselesaikan.
Xxxxxxxx beserta salam kami haturkan kepada junjungan kita Xxxx Xxxxxxxx XXX sebagai suri tauladan seluruh umat. Semoga kelak diberikan syafaat di akhirat nanti. Amin.
Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1. Prof. Dr. X. X. Xxxxxxxxx, XX, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxx
2. Xx. Xxxxxxxx, XX, selaku Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx Malang
3. Xx. Xxxxxxxxxx, M.H.I, Selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx Malang
4. Xx. Xxxxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H, selaku dosen pembimbing skripsi. Sekali lagi penulis menyampaikan terima kasih atas bimbingan, arahan, motivasi, juga
semangat yang ibu berikan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
5. Ramadhita, M. HI., selaku dosen wali perkuliahan selama menempuh studi di Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx Malang. Penulis sampaikan terima kasih atas bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis selama menempuh perkuliahan.
6. Segenap jajaran Dosen Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxx yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlimpah kepada beliau.
7. Staf karyawan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx Malang. Penulis sampaikan terima kasih atas partisipasinya selama proses penulisan skripsi.
8. Pimpinan, staff dan karyawan PT. PG Rajawali I Unit PG. Krebet Baru Malang yang telah bersedia meluangkan waktu dan tempatnya untuk dijadikan objek penelitian serta membantu dalam proses penulisan skripsi ini
9. Almaghfurlah Romo KH. X. Xxxxxxxxx Xxxxx pendiri PP. An- Nur 2 Xx- Xxxxxxxx dan Dr. KH. Xxxxxxx Xxxxxxxx, X. Xx pengasuh PP. Xxxxxxxxxxxxx Xxxxx yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis selama menuntut ilmu dan perjalanan hidup.
10. Kepada orang tua tercinta, Xxxxx Xxxxxxx dan Ibu Xxxxxxxx yang tiada henti memberikan dukungan dalam banyak hal, khususnya pada penulisan skripsi ini.
11. Kepada Kakak penulis Xxxxxxxx Xxxxxx M.Pd dan Rizki Ba’da Mauludiyah S.Pd, yang telah memberikan banyak motivasi, pertolongan, dan segala hal selama proses penulisan skripsi ini.
12. Kepada teman-teman S1 Hukum Ekonomi Syariah Angkatan 2020 Universitas Islam Negeri Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxx. Terima kasih atas segala bantuan dan semangat selama masa perkuliahan.
13. Serta berbagai pihak yang turut serta membantu proses penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu- persatu.
Harapan penulis semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk saat ini maupun di masa depan. Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua orang untuk menyempurnakannya.
Malang, 25 Mei 2024 |
Penulis, |
Isnaini Ba’diatus S |
NIM. 200202110093 |
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Umum
Dalam penulis karya ilmiah, penggunaan istilah asing kerap tidak terhindarkan. Secara umum sesuai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia kata asing ditulis (di cetak) miring. Dalam pedoman Bahasa Arab, terdapat pedoman translasi yang berlaku internasional. Berikut ini disajikan tabel pedoman transliterasi sebagai acuan penulisan karya ilmiah. Transliterasi Arab-Indonesia Fakultas Syariah UIN Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxx adalah berpedoman pada model Library of Congress (LC) Amerika Serikat sebagai berikut:
Arab | Latin | Arab | Latin |
ا | A | ط | Th |
ب | B | ظ | Zh |
ت | T | ع | ‘ |
ث | Ts | غ | Gh |
ج | J | ف | F |
ح | H | ق | Q |
خ | Kh | ك | K |
د | D | ل | L |
ذ | Dz | م | M |
ر | R | ن | N |
ز | Z | و | W |
س | S | ه | H |
ش | Sy | ء | ‘ |
ص | Sh | ي | Y |
ض | Dl |
Untuk menunjukkan bunyi hidup panjang (madd), maka caranya dengan menuliskan coretan horizontal di atas huruf, seperti ậ, î, û (ا,ي
,و). Bunyi hidup dobel Arab ditransliterasikan dengan menggabungkan dua huruf “ay” dan “aw” seperti layyinah, lawwamah. Kata yang berakhiran ta’ marbutah dan berfungsi sebagai sifat atau mudaf ilayh ditransliterasikan dengan “ah”, sedangkan yang berfungsi sebagai mudaf ditransliterasikan dengan “at”.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii
ةصلاخ xix
C. Tempat dan Waktu Penelitian 45
X. Xxxxxxan Umum PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang 50
a. Lokasi PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang 53
b. Struktur Organisasi PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang 53
c. Sumber Daya Manusia (SDM) 54
f. Gambaran Proses Produksi 56
X. Xxxxxx ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja Efisiensi dalam Perjanjian Kerja Bersama di PT. PG Rajawali I Unit PG. Krebet Baru Malang 56
X. Xxxxxxxxx PT. PG. Rajawali I Unit PG. Krebet Baru Malang mengantisipasi terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Efisiensi 59
S
DAFTAR TABEL
Tabel I. Persamaan dan Perbedaan Penelitian… 16
Tabel II. Jam Kerja Karyawan PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru. 54
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Persetujuan Penelitian dari PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang 72
Lampiran 2. Dokumentasi wawancara bersama Staff Divisi SDM dan perwakilan pekerja PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang… 72
ABSTRAK
Isnaini Ba’diatus Solikhah, NIM 200202110093. 2024. Perjanjian Kerja Bersam Dalam Penentuan Pemutusan Hubungan Kerja Efisiensi (Studi PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang). Skripsi, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx Malang. Dosen Pembimbing: Xx. Xxxxxxx
Xxxxxxx, X. X., X. X
Kata Kunci: Perjanjian kerja bersama, Pemutusan hubungan kerja efisiensi, PT. PG. Rajawali I Unit Krebet Baru
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/ buruh. PHK dapat terjadi atas beberapa hal, salah satunya adalah PHK efisiensi. Salah satu dasar hukum PHK efisiensi terdapat pada Pasal 164 ayat
(3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam rumusan Pasal tersebut terdapat kata “perusahan tutup” dan kata “efisiensi” yang tidak diberi penjelasan lebih lanjut, yang membuat interpretasi dan penerapan UU tersebut tidak konsisten. Terlebih di tengah perkembangan industry 4.0 dimana peluang terjadinya PHK masih sangat terbuka lebar. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan diatas adalah dengan memasukkan ketentuan dan aturan terkait PHK efisiensi ke dalam PKB.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk ketentuan PHK efisiensi melalui Perjanjian Kerja Bersama di PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru dan bagaimana PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru mengantisipasi terjadinya PHK efisiensi. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan sosiologis. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada Staff Divisi SDM dan perwakilan pekerja, serta dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian. Metode pengolahan data dalam penelitian ini diawali dengan pengeditan data, pemeriksaan data, analisis data, dan Kesimpulan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa ketentuan terkait PHK efisiensi belum pernah dibahas dalam PKB PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru. Hal ini dikarenakan Perusahaan belum pernah melakukan PHK kepada pekerja apalagi PHK dengan dasar efisiensi. Dan bentuk antisipasi yang diberikan oleh PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru adalah dengan berkomitmen untuk tidak melakukan PHK khususnya PHK efsiensi kepada pekerja, hal ini sebagai bentuk penerapan nilai- nilai utama (core value) SDM BUMN sebagai suatu identitas. Namun, apabila PHK efisiensi tidak dapat dihindari, maka Perusahaan mengambil tindakan untuk tidak memperpanjang kontrak kerja karyawan musiman (PKWT).
ABSTRACT
Xxxxxxx Xx’xxxxxx Xxxxxxxx, Student ID 200202110093. 2024. Collective Labor Agreement in Determining Termination of Employment Efficiency (Case Study at PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang). An Undergraduate Thesis, Department of Sharia Economic Law, Sharia Faculty, Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx State Islamic University Malang.
Advisor: Xx. Xxxxxxx Xxxxxxx, S. H., M. H.
Keywords: Collective labor agreement, Termination employment efficiency, PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru
Termination of employment is the ending of the working relationship between an employer and an employee. Termination can occur for several reasons, one of which is efficiency-related termination. One of the legal bases for efficiency-related termination is found in Article 164, paragraph (3) of Law No. 13 of 2003 on Manpower. The wording of this Article includes the terms "company closure" and "efficiency" without further explanation, leading to inconsistent interpretation and application of the law. This issue is exacerbated by the developments of Industry 4.0, where the likelihood of terminations remains high. One way to address this problem is to include provisions and regulations regarding efficiency-related termination in the Collective Labor Agreement (CLA).
This study aims to identify the form of efficiency-based termination provisions through the Collective Labor Agreement (CLA) at _PT Rajawali I unit Krebet Baru_ and how that company anticipates the occurrence of efficiency-based termination. This study is an empirical judicial study using a sociological approach. The data collection method includes interviews with the _HRD_ staff and worker representatives, as well as documentation related to this study. The data processing method in this study begins with data editing, data verification, data analysis, and conclusion.
The findings of this study indicate that provisions related to efficiency-based termination have never been discussed in the CLA of PT Rajawali I unit Krebet Baru. This is because the company has never carried out terminations, as part of the implementation of the core values of BUMN Human resources as an identity. However, if efficiency-based termination cannot be avoided, the company will take action by not extending the contract of seasonal employees (PKWT).
ةصلاخ
لمعلا تاقلاعل لاعفلا ءاهنلأا ديدحت يف ةكرتشملا لمءلا ةيقافتا.200202110093حلاصلاوتيدأب نينسا
,يداصتقلاا .نوناقلا و ةعيرشلا مسق .)جنلاام PT. PG. Rajawali I Unit Krebet Baru ةسارد(
إ.م ,ح.س ,ةيادحلا ريخ ,فرشملا ,ةيملاسلإا جنلاام ةيموكحلا ةيملاسلاا ميهاربإ كلاام انلاوم ةعماج
PT. PG. ةكرش ،ةءافكلا لجأ نم ةيلامعلا ةقلاعلا ءاهنإ ،ةيعامجلا ةيقافتلاا :ةيسيئرلا تاملكلا
PG Krebet BaruةدحوRajawali I
ءاهنإ وه اهدحأو ،بابسأ ةدعل ءاهنلإا ثدحي نأ نكمي .لامعلا/لماعلاو لمعلا بحاص نيب ةقلاعلا ءاهنإ وه ةيلامعلا ةقلاعلا ءاهنإ نأشب 2003 ماعل 13 مقر نوناقلا نم )3( ةرقفلا 164 ةداملا يف ءاهنلإا اذهل ةينوناقلا سسلأا دحأ دجوي .ةءافكلا لجأ نم ةيلامعلا ةقلاعلا ريغ نوناقلا قيبطتو ريسفت لعجي امم ،يفاضإ حيضوت نود "ةءافكلا"و "ةكرشلا قلاغإ" ةرابع ىلع ةداملا ةغايص يوتحت .لمعلا
هذه
عم لماعتلل
دوهجلا
ىدحإ
.ريبك
لكشب
ةحوتفم
ءاهنلإا
صرف
لظت
ثيح
4.0
ةعانصلا روطت لظ يف ةصاخ .قستم
.ةيعامجلا ةيقافتلاا يف ةءافكلا لجأ نم ةيلامعلا ةقلاعلا ءاهنإب ةقلعتملا حئاوللاو ماكحلأا جاردإ يهةلكشملا
Rajawali I ةكرش يف ةيعامجلا ةيقافتلاا للاخ نم ةءافكلا لجأ نم ةيلامعلا ةقلاعلا ءاهنإ ماكحأ لكش ةفرعم ىلإ ةساردلا هذه فدهت يه ةساردلا هذه .ةءافكلا لجأ نم ةيلامعلا ةقلاعلا ءاهنإ تلااح ةهجاومل ةكرشلا دادعتسا ةيفيكو Krebet Baru ةدحو PT. PG يلثممو ةيرشبلا دراوملا مسق يفظوم عم تلاباقملا للاخ نم تانايبلا عمج مت .يجولويسوس جهن مادختساب ةيبيرجت ةينوناق ةسارد
،تانايبلا
صحفو
،تانايبلا
ريرحتب
ةساردلا
هذه يف
تانايبلا
ةجلاعم
تأدب
.ةساردلاب
ةقلعتملا
قئاثولا ىلإ
ةفاضلإاب
،لامعلا
Rajawali I ةكرشل ةيعامجلا ةيقافتلاا يف
.تاجاتنتسلااو ،تانايبلاليلحتو
ادبأ اهتشقانم متي مل ةءافكلا لجأ نم ةيلامعلا ةقلاعلا ءاهنإب ةقلعتملا ماكحلأا نأ ةساردلا جئاتن ترهظأ
لجأ نم ةيلامعلا ةقلاعلا ءاهنإة
صاخو ،لامعلا عم لمعلا ةقلاع ءاهنإب
ادبأ مقت مل ةكرشلا نلأ كلذو PG Krebet Baru. ةدحو PT. PG.
ءاهنإ مدعب مازتللاا يه PG Krebet Baru ةدحو PT. PG. Rajawali I ةكرش اهتمدق يتلا دادعتسلاا ةقيرط تناكو .ةءافكلا
ةكولمملا تاكرشلا يف ةيرشبلا دراوملل ةيساسلأا ميقلا قيبطت نم ءزجك ،لامعلا عم ةءافكلا لجأ نم ةيلامعلا ةقلاعلا ءاهنإ اصوصخ ،لمعلا ةقلاع
نيلماعلل لمعلا دوقع ديدجت مدعب تاءارجإ ذختت ةكرشلا نإف ،ةءافكلا لجأ نم ةيلامعلا ةقلاعلا ءاهنإ بنجت ناكملإاب نكي مل اذإ ،نكلو .ةيوهك ةلودلل
.نييمسوملا
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah Perjanjian Kerja Bersama tentunya sudah tidak asing lagi dalam lingkup perusahaan maupun ketenagakerjaan. Perjanjian kerja Bersama atau kemudian disingkat menjadi PKB adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/ serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/ buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha, atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat- syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.1 Tujuan dibentuknya perjanjian kerja Bersama dalam sebuah Perusahaan tidak lain adalah sebagai pedoman pelaksanaan hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/ buruh juga sebagai pilar penting untuk membangun sebuah hubungan kerja yang baik, efektif, dan berkeadilan.
Dalam menciptakan hubungan kerja yang baik juga diperlukan adanya komunikasi yang efektif antara pengusaha dengan pekerja/ buruh. Akan tetapi,sebagaimana bentuk hubungan-hubungan yang lain, hubungan kerja juga memiliki potensi untuk terputus. Putusnya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/ buruh dalam suatu Perusahaan biasa
1 KEMENPERIN, Pasl 1 angka 25 ‘Undang - Undang RI No 13 Tahun 2003’, Ketenagakerjaan,
1, 2003.
1
disebut dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena sesuatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak da kewajiban antara pekerja/ buruh dan pengusaha. Dasar hukum pemutusan hubungan kerja (PHK) diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang- Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang- Undang, dan PP No. 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK.
Merujuk pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat terjadi atas beberapa alasan yang terbentang dalam pasal 158 sampai pada pasal 168. Atau lebih sederhanannya pemutusan hubungan kerja dapat terjadi atas empat hal, yaitu PHK demi hukum seperti halnya pekerja/ buruh memasuki masa pensionatau meninggal dunia, PHK oleh pengadilan, PHK dari sisi pekerja/ buruh yakni ketika pekerja/ buruh mengundurkan diri dari perusahaan, dan PHK dari sisi pengusaha/ majikan yakni perusahaan
melakukan PHK dikarenakan sebab tertentu seperti perusahaan melakukan efisiensi.2
Dalam konteks PHK yang dilakukan oleh pengusaha/ majikan, sebelum melakukan PHK pengusaha/ majikan wajib memperhatikan beberapa alasan-alasan PHK yang tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Salah satu alasan pengusaha dapat melakukan PHK adalah dengan alasan efisiensi perusahaan yang terdapat pada Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu:
“Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/ buruh karena Perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeure) tetapi Perusahaan melakukan efisiensi dengan ketentuan pekerja atau buruh berhak atas uang pesangon 2x ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1x ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).”3
Peraturan lain mengenai PHK yang dilakukan pengusaha juga terdapat pada Pasal 154 Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 yang berbunyi:
“Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan, yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian.”4
2 Xxxxxx Xxxxxxxx Widiastiani and Xxxxx Xxxxxxx, Justifikasi Pemutusan Hubungan Kerja Karena Efisiensi Masa Pandemi Covid-19 Dan Relevansinya Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19 PUU-IX/2011, Jurnal Konstitusi, No. 2 (2021).
3 KEMENPERIN, Pasal 164 ayat (3) ‘Undang - Undang RI No 13 Tahun 2003’, Ketenagakerjaan,
1, 2003.
4 Depdagri, Pasal 154 ‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta
Aturan mengenai PHK yang dilakukan oleh pengusaha terdapat juga dalam Pasal 43 ayat (1) dan (2) PP No. 35 tahun 2021 tentang PKWT, Xxxx Xxxx, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK. Xxxx menyatakan bahwa:
Ayat (1): “Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja/ buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian maka pekerja/ buruh berhak atas:
a. Uang pesangong sebesar 0,5 9 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2)
b. Uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan
x. Xxxx penggantian hak sesuai ketetuan Pasal 40 ayat (4)”
Ayat (2): “Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja/ buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian maka pekerja/ buruh berhak atas:
a. Uang pesangong sebesar 0,5 9 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2)
b. Uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan
x. Xxxx penggantian hak sesuai ketetuan Pasal 40 ayat (4)”
Jika diteliti secara mendalam, ketiga peraturan tersebut mengandung hak dari pengusaha untuk melakukan PHK dengan alasan efisiensi. Namun, jika merujuk pada peraturan Undang-Undang No. 13 Tentang Ketenagakerjaan terdapat ketidakjelasan definisi/ makna kata “Perusahaan tutup” maupun makna kata “efisiensi”. Adanya kerumpangan
Kerja Menjadi Undang-Undang’, Departemen Dalam Xxxxxx Xxxxxxxx Indonesia, 176733, 2023.
definisi/ makna ini menimbulkan banyak penafsiran yang berbeda karena hal tersebut tidak dijelaskan dari awal. Dimana hal tersebut memberikan peluang bagi pengusaha untuk melakukan PHK semena-mena dengan dasar efisiensi.
Berkaitan dengan PHK efisiensi terdapat kasus tentang PHK efisiensi yang dilakukan oleh manajemen Hotel Papandayan Bandung pada tahun 2009. Kasus ini berawal dari pemecatan 189 pekerja dengan alasan Perusahaan melakukan efisiensi dengan dalih menutup Perusahaan sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-undang Ketenagakerjaan. Dari 189 pekerja yang di PHK, terdapat 59 pekerja yang menolak untuk di PHK dengan alasan PHK dilakukan secara sepihak. Karena yang terjadi setelahnya adalah Perusahaanhanya tutup sementara dan kembali beroperasi setelah renovasi selesai.5 Kasus lain terkait PHK efisiensi juga terjadi di PT. Nestle Indonesia pada tahun 2023. PHK dilakukan dengan alasan penyesuaian bisnis, terdapat 126 pekerja yang terkena dampak PHK secara mendadak. Perwakilan pekerja mengatakan bahwa PHK ini dilakukan secara mendadak dan bertentangan dengan asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.6
5 Dengan Dalih Renovasi, Hotel Papandayan Pecat Ratusan Karyawan, Hukum Online (2010), diakses pada tanggal 18 Mei 2024 xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxx/x/xxxxxx-xxxxx-xxxxxxxx- hotel-papandayan-pecat-ratusan-karyawan-lt4b572f240f397/
6 Lakukan Efisiensi, Nestle Indonesia PHK Pekerja, Kumparan Bisnis (2023), diakses pada tanggal 18 Mei 2024 xxxxx://xxxxxxxx.xxx/xxxxxxxxxxxxxx/xxxxxxx-xxxxxxxxx-xxxxxx-xxxxxxxxx-xxx- pekerja-21ZQFNrt56y/full
Relevansi kasus-kasus tersebut dengan penelitian ini adalah terkait topik pembahasan, yakni membahas tentang PHK efisiensi. Selain itu, masih ditemukan banyak kejanggalan terkait kasus- kasus yang berkaitan dengan pemaknaan PHK efisiensi. Terlebih di Tengah perkembangan industry yang telah memasuki era Revolusi Industry 4.0 dan menuju Revolusi Industry 5.0. Peluang terjadinya PHK efisiensi masih terbuka lebar. Hal ini karena payung hukum terkait PHK efisiensi belum sepenuhnya dipaparkan dengan baik.
Pada penelitian ini penulis akan mengambil studi di PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang. PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri dengan produk terbesar yang dihasilkan berupa gula. Sebagai pabrik penghasil kebutuhan pokok berskala besar, PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru memiliki banyak pekerja/ karyawan dan mesin-mesin berteknologi yang membantu dalam proses produksinya.
Seperti yang kita ketahui saat ini, perkembangan teknologi mengalami peningkatan yang signifikan. Ditandai dengan munculnya teknologi digital seperti kecerdasan buatan, system otomatisasi, dan robotika yang dapat memudahkan pekerjaan, dan meningkatkan produktivitas, serta membuka peluang baru bagi Perusahaan untuk dapat berkembang lebih cepat. Hal ini memungkinkan PT. PG Rajawali I Unit
Krebet Baru untuk mengadopsi teknologi-teknologi tersebut dikemudian hari.
Selain memberikan dampak positif, kemajuan teknologi saat ini juga mengancam pekerjaan manusia dengan peningkatan penggunaan mesin dan robot di berbagai pabrik, yang berpotensi menyebabkan tingginya angka pemutusan hubungan kerja karena tergantikan dengan teknologi atau biasa dikenal dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) efisiensi.
Sebelum mengadopsi teknologi-teknologi tersebut, PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru Malang perlu memperhatikan dampak- dampak negative dan upaya untuk mencegah hal-hal yang mungkin akan terjadi. Banyaknya pekerja/ karyawan yang dimiliki PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru juga menjadi pertimbangan ketika Perusahaan akan memasukkan mesin-mesin otomatisasi.
Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) semena-mena dengan dasar efisiensi karena tergantikan dengan teknologi adalah dengan memberikan aturan-aturan dan ketentuan terkait PHK efisiensi dalam perjanjian kerja bersama (PKB) berdasarkan kesepakatan pihak Perusahaan dan perwakilan pekerja. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang mengatakan:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi yang membuatnya.”
Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan menjadi obyek penelitian yang berjudul “PERJANJIAN KERJA BERSAMA DALAM PENENTUAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA EFISIENSI (Studi XX.XX
Rajawali I Unit Krebet Baru Malang)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk ketentuan PHK efisiensi melalui Perjanjian Kerja Bersama di PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru Malang?
2. Bagaimana PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru Malang mengantisipasi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) efisiensi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diambil maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis ketentuan pemutusan hubungan kerja (PHK) efisiensi melalui Perjanjian Kerja Bersama di PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru Malang
2. Untuk mengetahui bagaimana PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru Malang mengantisipasi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) efisiensi
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah dalam Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia khususnya tentang pemutusan hubungan kerja
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmiah terkait Hukum Ketenagakerjaan dalam masyarakat sebagai referensi dalam mengantisipasi terjadinya pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi di Indonesia secara baik dan benar
b. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah pada perusahaan-perusahaan di Indonesia khususnya pada PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru Malang tentang pemutusan hubungan kerja
c. Bagi Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi studi pustaka dan kajian pembanding terkait Hukum Ketenagakerjaan khususnya tentang pemutusan hubungan kerja efisiensi bagi mahasiswa atau masyarakat di masa yang akan datang
d. Bagi Peneliti yang akan datang
Penelitian ini diharapkan menjadi studi rujukan maupun referensi untuk peneliti selanjutnya terkait Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia khususnya tentang pemutusan hubungan kerja efisiensi.
E. Definisi Operasional
Merupakan penjelasan pengertian-pengertian dalam judul penelitian. Xxxx bertujuan untuk memudahkan penulis dan pembaca dalam mengartikan judul skripsi. Maka, penulis perlu mendeskripsikan secara rinci sebagai berikut:
1. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Merupakan perjanjian yang dibuat secara sah dan tertulis oleh pekerja dan pengusaha dalam sebuah perusahaan yang berisi tentang hak, kewajiban, aturan, dan syarat kerja yang telah disepakati kedua belah pihak
2. Pemutusan Hubungan Kerja Efisiensi
a. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
PHK adalah sebuah langkah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha/ majikan dan pekerja/ buruh yang disebabkan oleh sebab-sebab tertentu
b. Efisiensi
Secara umum efisiensi adalah kemampuan untuk mencapai hasil maksimal dengan menggunakan sumber daya secara optimal (tidak membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya)
c. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Efisiensi Merupakan PHK yang merujuk pada keputusan pengusaha untuk mengurangi jumlah pekerja/ buruh dengan tujuan meningkatkan efisiensi operasional, mengoptimalkan biaya, dan menyesuaikan struktur organisasi.
F. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini di uraikan dalam lima bab, yaitu:
Bab Pertama, berupa pendahuluan yang menjelaskan secara umum gambaran atau penjelasan masalah. Diantaranya terdapat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
Bab kedua, menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang terdiri dari dua pembahasan yaitu penelitian terdahulu dan kerangka teori.
Penelitian terdahulu digunakan sebagai pembanding antara penelitian yang ditulis oleh peneliti dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan kerangka teori adalah kumpulan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini.
Bab ketiga, yaitu metode penelitian yang merupakan pedoman bagi penulis agar lebih terarah dalam proses penelitian. Bab ini memuat jenis dan pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode pengolahan data.
Bab keempat, bagian ini mencakup hasil/ temuan dan kesimpulan. Pembaca akan mendapatkan jawaban dari masalah- masalah di bab sebelumnya melalui penjelasan-penjelasan yang dipaparkan oleh penulis.
Bab kelima, pada bagian ini mencakup rekomendasi dan hasil dari jawaban rumusan masalah serta kesimpulan dan rekomendasi untuk pihak-pihak yang terkait dalam subjek penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mendukung penelitian agar lebih akurat. Maka sangat diperlukan kajian terdahulu yang berkaitan dengan judul yang akan diteliti, yaitu:
Pertama, Jurnal yang ditulis oleh Xxxx-Xxxx Xxxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxx (2022), dengan judul “Technological Changes in The Era of Digitalization: What Do Collective Agreements Tell Us?”. Artikel dari Industrial Relations Journal, Vol 54. Pada penelitian ini membahas tentang bagaimana serikat pekerja dan pengusaha merancang ketentuan yang berkaitan dengan perubahan teknologi dalam perjanjian Bersama yaitu dengan cara melakukan analisis pada 500 perjanjian Bersama yang ditandatangani antara tahun 2000-2020 pada sektor industry dan kesehtan di Kanada. Berdasarkan hasil penelitian, salah satu Langkah yang diyakini menjanjikan untuk memastikan perubahan teknologi yang lebih adil ditempat kerja adalah melibatkan pekerja yang terkena dampak perubahan dengan cara membuat kesepakatan dalam perjanjian Bersama antara pekerja dengan pihak pemberi kerja (pengusaha) mengenai perubahan teknologi.
Kedua, Jurnal yang ditulis oleh Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxx
(2021), dengan judul “Justifikasi Pemutusan Hubungan Kerja Karena Efisiensi Masa Pandemi Covid-19 dan Relevasinya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2019”, Jurnal Konstitusi. Pada penelitian ini penulis menelaah lebih lanjut mengenai bagaimana tinjauan justifikasi hukum atas PHK efisiensi tanpa penutupan Perusahaan yang marak dilakukan dimasa pandemi COVID-
19 di Indonesia, juga membahas keterkaitannya pula dengan keberadaan Putusan MK Nomor 19/PUU-IX/2011. Kesimpulan dari penelitian ini adalah PHK efisiensi tanpa dilakukannya penutupan perusahaan ialah semata-mata melihat dari sisi kemanfaatannya, dalam situasi ekonomi akibat pandemi covid-19 yang sudah serba sulit ini, memaksakan melakukan PHK efisiensi. Dari sisi aspek hukum, PHK efisiensi tanpa penutupan perusahaan tidak dapat dilakukan dengan mendasarkan pada Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan dan Putusan MK Nomor 19/PUU-IX/2011 karena secara eksplisit menentukan bahwa PHK efisiensi adalah bagian dari penutupan perusahaan. Tetapi alasan efisiensi untuk melakukan PHK tidak dilarang oleh Pasal 153 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dan Kovensi serta Rekomendasi ILO tahun 1982.
Ketiga, Jurnal yang ditulis oleh Xxxxxxxx Xxxxxx (2022), dengan judul “Pemutusan hubungan Kerja Karena Alasan Efisiensi Dengan Adanya Otomatisasi” Jurist-Diction Vol 5 No. 1. Pada
penelitian ini membahas tentang masalah ketenagakerjaan yang
muncul akibat dari adanya industry 4.0 yaitu adanya otomasi. Hasil dari penelitian ini adalah Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja dengan alasan efisiensi karena adanya otomasi. Substansi didalam Pasal 154A ayat (1) huruf b UndangUndang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja menjelaskan bahwa keadaan ekonomi diperbolehkan sebagai alasan pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja. Otomasi dilakukan untuk mengefisiensi waktu, biaya dan tenaga kerja demi kelangsungan usaha sehingga perusahaan dapat meningkatkan profit.
Keempat, Jurnal yang ditulis oleh Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxx dan Rasji (2018) dengan judul “Kajian Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Agung Atas Perkara No. 825K/PDT.SUS-PHI/2015 Tentang Pemutusan Hubungan Kerja Karena Alasan Efisiensi” Jurnal Hukum Adigama. Penelitian ini membahas mengenai hukum PHK efisiensi dalam putusan Mahkamah Agung No. 825K/PDT.SUS- PHI/2015. Xxxxx dari penelitian menyatakan bahwa PHK dengan alasan efisiensi dalam Putusan atas perkara No. 825K/PDT.SUS-PHI/2015 ini tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 khususnya yang mengatur tentang Besaran Total Uang Pesangon karena tidak memperhitungkan Upah Pekerja selama dalam proses pengadilan berlangsung.
Tabel 1.
Persamaan dan Perbedaan Penelitian
N o. | Nama Penulis/ Nama Jurnal/ Tahun | Judul Penelitian | Persama an | Perbedaan |
1. | Xxxx- Xxxx Xxxxxxxx l dan Xxxxxx Xxxxxxx/ Industrial Relations Journal Vol. 54/ 2022 | Technologica l Changes in The Era of Digitalization : What do Collective Agreements Tell Us? | Penelitia n ini sama- sama membah as mengena i perjanjia n bersama dalam perusaha an terlebih di era industri 4.0/ era digital | Penelitian ini dilakukan di dua industri di Kanada yaitu: Industri manufaktur dan kesehatan. Sedangkan penelitian yang ditulis oleh penulis dilakukan di satu perusahaan yaitu di PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru Malang |
2. | Xxxxxx Xxxxxxxx Widiastia ni/ Jurnal Konstitus | Justifikasi Pemutusan Hubungan Kerja Karena Efisiensi | Penelitia n ini sama- sama membah | Penelitian ini menggunak an metode Penelitian |
i/ 2021 | Masa Pandemi Covid-19 dan Relevasinya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU- IX/2019 | as tentang Pemutus an Hubung an Kerja (PHK) Efisiensi | normatif dan dilakukan saat masa Pandemi Covid-19. Sedangkan penelitian yang ditulis oleh penulis menggunak an metode yuridis empiris dan penelitian dilakukan dimasa Industri 4.0 | |
3. | Xxxxxxxx Xxxxxx/ Jurist Diction Vol. 5 No. 1/ 2022 | Pemutusan Hubungan Kerja Karena Alasan Efisiensi dengan Adanya Otomatisasi | Penelitia n ini sama- sama membah as tentang Pemutus an Hubung an Kerja (PHK) Efisiensi | Penelitian ini menggunka n metode normatif. Sedangkan penelitian yang ditulis oleh penulis menggunak an metode yuridis empiris |
4. | Xxxxxx Xxxxxxx Putra dan Rasji/ Jurnal Hukum Adigama/ 2018 | Kajian Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Agung atas Perkara No. 825K/PDT.S | Penelitia n ini sama- sama membah as tentang | Penulisan penelitian ini menggunak an metode normatif dan mengkaji |
US-PHI/2015 tentang PHK Karena Alasan Efisiensi | hukum Pemutus an Hubung an Kerja (PHK) Efisiensi | Putusan Mahkamah Agung. Sedangkan penelitian yang ditulis oleh penulis smengguna kan metode yuridis empiris dan penelitian dilakukan di Perusahan |
1. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
a. Pengertian dan Tujuan
Perjanjian Kerja Bersama atau kemudian disingkat PKB menurut Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No. PER/16/MEN/XI/2011 adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/ serikat buruh atau beebrapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.
Dalam KUH Perdata Perjanjian Kerja Bersama disebut
dengan perjanjian perburuhan kolektif. Pasal 1601n menyebutkan bahwa perjanjian perburuhan kolektif merupakan aturan yang dibuat oleh seorang majikan atau lebih yang berbadan hukum, dan suatu serikat buruh atau lebih yang berbadan hukum, tentang syarat-syarat kerja yang harus diindahkan sewaktu membuat suatu perjanjian kerja.7
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa PKB Merupakan perjanjian yang dibuat secara sah dan tertulis oleh pekerja dan pengusaha dalam sebuah perusahaan yang berisi tentang hak, kewajiban, aturan, dan syarat kerja yang telah disepakati kedua belah pihak
Tujuan dibentuknya perjanjian kerja bersama adalah sebagai regulasi yang mengatur aspek-aspek penting pekerja dan pengusaha baik didalam maupun diluar lingkup perusahaan. Termasuk juga di dalamnya mengatur mengenai jam kerja, cuti, upah,dan beberapa faktor penting dalam mendukung kualitas kerja. Selain itu, PKB juga digunakan sebagai wadah untuk menyelaraskan perbedaan kepentingan, pandangan, dan tujuan yang mungkin berbeda. Hal ini memberikan dampak positif dalam hubungan kerja kedua belah pihak.
7 Xxxxxxx, Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 8.
b. Dasar Hukum
Regulasi mengenai Perjanjian Kerja Bersama terdapat dalam Pasal 116 sampai pada Pasal 135 Undang-Undang No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Untuk pelaksamanaannya terdapat pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. PER.16/MEN/XI/2022 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahan, serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
c. Para Pihak dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Para pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah serikat pekerja/ serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/ serikat buruh dan pengusaha atau beebrapa pengusaha.
Serikat pekerja/ serikat buruh menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah:
“Serikat pekerja/ serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja atau buruh, baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/ buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/ buruh dan keluargannya.”
Pihak selanjutnya dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama adalah Pengusaha. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha adalah:
1) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan miliki sendiri;
2) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
3) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di wilayah Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia.
Pendapat lain mengenai pengertian pengusaha, Profesor Xxxxx Xxxxx berpendapat bahwa pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan.8
d. Proses Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Ketentuan yang mengatur mengenai PKB diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sedangkan ketentuan pelaksanaan PKB diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. PER/16/MEN/XI/2011 tentang Tata
8 Xxxxx Xxxxxx, Jangan Mau Di- PHK Begitu Saja, (Jakarta:Transmedia Pustaka, 2010), 16-17
Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Sebelum membuat PKB kedua belah pihak baik pengusaha maupun serikat pekerja/ buruh wajib memenuhi syarat formil dan syarat pembuatan PKB. Yang mana ketika syarat-syarat tersebut telah dipenuhi, berarti PKB sudah mendapatkan pengakuan yang sah di mata hukum.
Adapun syarat-syarat formil pembuatan PKB terdapat dalam Pasal 116 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu:
1. Hanya dibuat oleh serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja dengan pengusaha atau beberapa pengusaha
2. Serikat Pekerja tersebut telah dicatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan
3. PKB disusun melalui musyawarah
4. PKB ditulis menggunakan huruf latin
5. PKB menggunakan bahasa Indonesia (jika tidak memakai bahasa Indonesia maka harus diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah)
6. PKB ditandatangani oleh pihak yang membuat PKB
7. PKB didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang ertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan.
Apabila syarat-syarat diatas telah terpenuhi, serikat pekerja dan pengusaha diperbolehkan membuat perjanjian kerja bersama. Isi dalam PKB sekurang-kurangnya harus memuat hal-hal berikut ini:
a. Nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/ serikat buruh
b. Nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan
c. Nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/ serikat buruh pada instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan kabupaten/ kota
d. Hak dan kewajiban pengusaha
e. Hak dan kewajiban serikat pekerja/ serikat buruh serta pekerja/ buruh
x. Xxxxxx waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB
g. Tanda tangan para pihak pembuat PKB.
e. Masa Berlaku Perjanjian Xxxxx Xxxsama
Jangka waktu berlakunya PKB menurut Pasal 123 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun berdasarkan keepakatan kedua belah pihak. Berlakunya PKB dihitung setelah penandatanganan oleh kedua belah pihak yakni
pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama yang baru, dilaksanakan paling cepat 3 bulan sebelum perjanjian kerja bersama sebelumnya berakhir. Dan apabila dalam proses pembuatan perjanjian kerja bersama yang baru tidak ditemukan kesepakatan , maka perjanjian kerja bersama sebelumnya berlaku paling lama 1 satu kedepan.
2. Hubungan Kerja
a. Pengertian
Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha/ majikan dengan pekerja/ buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur perintah, pekerjaan, dan upah. Menurut Xxxxxxx Xxxxxx dan Xxxxxxxxxx adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/ jasa seseorang secara teratur demi kepentingan orang lain yang memerintahnya yakni pengusaha/ majikan sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.9
Dalam pendapat lain mengatakan bahwa hubungan kerja ialah hubungan antara pekerja/ buruh dengan pengusaha/ majikan setelah adanya perjanjian kerja, yang mana dalam perjanjian pihak pekerja/ buruh mengikatkan dirinya pada pihak
9 Xxxxxxx Xxxxxxxxxx, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), 10.
pengusaha/ majikan untuk bekerja dan mendapatkan upah dan pengusaha/ majikan menyanggupi untuk memperkerjakan si pekerja/ buruh dengan membayar upah.10
b. Unsur-Unsur Hubungan Kerja
Dalam hubungan kerja terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1) Perintah
Unsur perintah dalam perjanjian kerja memiliki peranan yang sangat penting, karena adanya perintah inilah yang membuat kedudukan antara pemberi kerja (pihak yang memerintah) dan pekerja (yang di perintah) berbeda (bawahan dan atasan). Dalam hukum perjanjian juga terdapat beberapa unsur yang wajib dipenuhi, salah satunya adalah unsur esensialia. Unsur esensialia adalah ketentuan- ketentuan berupa prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak. Hal ini sama halnya dengan unsur perintah di dalam hubungan kerja, yang mana pihak pekerja (yang diperintah) harus mentaati/ menuruti perintah dari si pemberi kerja (yang meemrintah).
2) Pekerjaan
Unsur pekerjaan merupakan unsur yang wajib ada dalam setiap hubungan kerja. Yang mana pekerjaan tersebut
10 Xxxxx Xxxxx, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, cetakan ke-4 edisi revisi, (Jakarta: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, 2014), 39.
adalah suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan harus dikerjakan sendiri oleh pihak pekerja sesuai pada pedoman perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.
Hal ini tercantum dalam Pasal 1603 a KUH Perdata yang mengatakan bahawa buruh/ pekerja wajib melakukan sendiri pekerjaannya, hanya dengan izin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga untuk menggantikan pekerjaannya.
3) Upah
Pengertian upah menurut Pasal 1 angka 30 Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha (pemberi kerja) kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja, kesepakatan, atau perundang-undangan, termasuk juga tunjangan bagi pekerja/ buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan/ jasa yang akan atau telah dilakukan.
c. Perjanjian Kerja
Menurut Xxxxx 1313 KUH Perdata perjanjian adalah perbuatan dengan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian juga dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang yang bertindak sebagai pekerja/ buruh dengan seseorang yang
bertindak sebagai pemberi kerja/ majikan.11
Sedangkan arti perjanjian kerja sendiri terdapat pada Pasal 1601 a KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak buruh mengikatkan dirinya dibawah perintah pemberi kerja/ majikan, untuk suatu waktu tertentu, dan melakukan pekerjaan dengan menerima upah.
Sebelum membuat suatu perjanjian kerja, para pihak hendaknya memperhatikan beberapa syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut:
1) Sepakat untuk mengikatkan dirinya;
2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3) Suatu hal tertentu;
4) Suatu sebab yang halal.
Adapun jenis perjanjian kerja terbagi menjadi 2 macam yaitu, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT),12 berikut penjelasannya:
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKW) Merupakan perjanjian kerja antara pekerja/ buruh dengan pengusaha/ majikan untuk mengadakan
11 Xxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perjanjian Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 9.
12 Ni Xxxx Xxxx ES, I Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx dan Desak Xxx Xxx Xxxxx, “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003”, Jurnal Analogi Hukum, No.1 (2020): 125.
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Secara umum pekerja/ buruh dalam PKWT disebut dengan pekerja kontrak/ tidak tetap. Biasanya pekerjaan yang dilakukan dalam PKWT ini adalah jenis pekerjaan yang relatif singkat (paling lama 3 tahun), bersifat musiman, dan pekerjaan-pekerjaan yang dalam masa percobaan.13
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/ buruh dengan pengusaha/ majikan untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Status pekerja/ buruh dalam PKWTT disebut dengan pegawai tetap dengan pekerjaan yang tetap pula.
d. Para Pihak dalam Hubungan Kerja
1) Pekerja/ buruh
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pekerja / buruh merupakan setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerja/ buruh adalah anggota dari tenaga kerja/ angkatan kerja yang bekerja dalam suatu hubungan kerja, dibawah pengawasan
13 Xxxxxxx Xxxx, Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, (Bandung: CV Xxxxxx Xxxx, 1999), 76.
dan arahan dar pemberi kerja, bisa berupa individu, pengusaha, badan hukum, atau entitas lainnya. Sebagai imbalan atas kontribusinya dalam pekerjaan, mereka menerima kompensasi berupa upah atau bentuk pengganti lainnya.
2) Pemberi kerja/ majikan
Secara umum pengusaha merupakan orang yang melalukan suatu usaha (enterpreneur), yang artinya pemberi kerja merupakan majikan yang berarti orang atau badan yang memperkerjakan pekerja/ buruh. Pada prinsipnya pengusaha adalah pihak yang menjalankan perusahan baik miliknya sendiri maupun milik orang lain.
3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Efisiensi
a. Pengertian PHK Efisiensi
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan proses di mana sebuah perusahaan mengakhiri hubungan kerja dengan seorang karyawan. Penyelesaian ini dapat terjadi karena beragam faktor, yang bisa berasal dari perusahaan itu sendiri atau dari karyawan yang bersangkutan. Secara umum PHK adalah langkah terakhir dalam rangkaian keputusan yang diambil perusahaan ketika menghadapi situasi yang memerlukan penyesuaian tenaga kerja, restrukturisasi
organisasi, atau masalah kinerja individual. PHK sering kali
dilakukan setelah pertimbangan matang dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam suatu negara, dengan tujuan untuk mengamankan keberlangsungan bisnis perusahaan sambil memperlakukan karyawan dengan adil dan sesuai dengan hak-hak mereka.14
PHK Efisiensi adalah salah satu bentuk PHK yang dilakukan oleh perusahaan atas dasar pertimbangan efisiensi operasional. Jenis PHK ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penurunan produksi atau pendapatan perusahaan, perubahan teknologi yang mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja, restrukturisasi organisasi, atau proses penggabungan atau akuisisi perusahaan. Meskipun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak secara spesifik melarang PHK Efisiensi, namun perusahaan wajib mematuhi beberapa persyaratan. Perusahaan harus melakukan musyawarah dengan serikat pekerja atau buruh, atau langsung dengan pekerja atau buruh di Perusahaan.15
PHK Efisiensi dianggap sebagai langkah yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan, namun
14 H. Sudjudiman dan Najicha F, Pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia dan Singapura: Studi Perbandingan Hukum Indonesia dan Hukum Singapura, UIR Law Review, No. 2 (2020), 40-50.
15 Xxxxxx Xxxxx Widiastiani dan Xxxxx Xxxxxxx, Justifikasi Pemutusan Hubungan Kerja Karena Efisiensi Masa Pandemi Covid-19 Dan Relevansinya Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19 PUU-IX/2011, Jurnal Konstitusi, No. 2, (2021)
dampaknya bagi pekerja atau buruh yang terkena PHK bisa sangat negatif. Mereka dapat mengalami kehilangan pekerjaan, kesulitan keuangan, stres dan tekanan mental, serta kesulitan dalam mencari pekerjaan baru. Oleh karena itu penting bagi perusahaan untuk melakukan PHK Efisiensi dengan cara yang baik dan manusiawi, serta memberikan kompensasi yang layak kepada pekerja atau buruh yang terkena dampak PHK tersebut.
b. Dasar Hukum
Dasar hukum PHK Efisiensi di Indonesia tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:16
1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 154A ayat (1) huruf b mengatur bahwa PHK dapat dilakukan oleh pengusaha karena alasan efisiensi yang membutuhkan rasionalisasi jumlah tenaga kerja. Ini berarti bahwa perusahaan memiliki dasar hukum untuk melakukan PHK jika terjadi penurunan produksi atau pendapatan yang mengharuskan mereka untuk mengurangi jumlah karyawan. Pasal 164 ayat (3) menegaskan bahwa dalam
16 A. P. W Agung, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Dengan Alasan Efisiensi Akibat Pandemi Covid-19, To-ra, No.1, (2021), 135-153
kasus PHK Efisiensi, pengusaha harus membayar pesangon dan uang penghargaan masa kerja kepada karyawan yang di-PHK. Hal ini menjamin bahwa karyawan yang terkena PHK karena alasan efisiensi mendapatkan kompensasi sesuai dengan masa kerja mereka.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Berjangka Waktu, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
Perihal Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Berjangka Waktu, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, Pasal 42 ayat (1) menetapkan bahwa pengusaha dapat melakukan PHK karena alasan efisiensi, namun dengan syarat mereka harus melakukan musyawarah dengan serikat pekerja/buruh atau pekerja/buruh di perusahaan. Ini menekankan pentingnya proses komunikasi dan dialog antara pengusaha dan karyawan dalam mengambil keputusan terkait PHK. Sementara itu, Pasal 43 mengatur tata cara pembayaran pesangon dan hak-hak lainnya kepada karyawan yang terkena PHK Efisiensi, menjaga agar proses pembayaran kompensasi dilakukan secara transparan dan sesuai dengan ketentuan hukum.
3) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011, pengusaha dapat melakukan PHK karena alasan efisiensi selama mereka memenuhi beberapa syarat tertentu. Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa pengusaha harus terlebih dahulu melakukan musyawarah dengan serikat pekerja/buruh atau pekerja/buruh di perusahaan. Selain itu, pengusaha juga diwajibkan memberikan informasi dan penjelasan yang jelas kepada karyawan tentang alasan di balik PHK, serta membayar pesangon dan hak-hak lainnya dengan cara yang baik dan manusiawi. Putusan ini memberikan penegasan hukum terkait perlindungan hak-hak karyawan dalam situasi PHK Efisiensi, sehingga memastikan bahwa proses ini dilakukan dengan memperhatikan aspek kemanusiaan dan keadilan.
c. Ketentuan-Ketentuan PHK Efisiensi
Menurut Aprilianto dan Xxxxxxxxx dalam melaksanakan PHK Efisiensi, perusahaan harus mematuhi beberapa ketentuan sebagai berikut:17
1) Musyawarah
17 D. Aprilianto dan X. Xxxxxxxxx, Hak Pekerja Yang di PHK Karena Efisiensi Pada Masa Pandemi Covid dan Pasca Undang-Undang Cipta Kerja, Jurnal Hukum DE’ RECHTSSTAAT, No. 2, (2021), 147-161.
Ini adalah langkah yang penting dalam proses PHK Efisiensi. Musyawarah ini tidak hanya menjadi kewajiban hukum, tetapi juga merupakan bentuk dari komunikasi yang baik antara pengusaha dan karyawan. Dalam musyawarah ini, pengusaha dan serikat pekerja/buruh atau karyawan langsung berdiskusi untuk mencapai kesepakatan terkait dengan rencana PHK. Tujuan utamanya adalah mencari solusi terbaik yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak yang terlibat, termasuk upaya untuk meminimalkan dampak negatif terhadap karyawan yang terkena PHK.
2) Informasi dan Penjelasan
Perihal informasi dan penjelasan, penting bagi pengusaha untuk memberikan penjelasan yang jelas dan transparan kepada pekerja/buruh tentang alasan di balik PHK Efisiensi. Penjelasan yang komprehensif akan membantu karyawan memahami mengapa PHK perlu dilakukan dan apa implikasinya bagi mereka secara individu. Ini memungkinkan karyawan untuk mempersiapkan diri mereka sendiri dan keluarga mereka untuk masa depan yang tidak pasti setelah PHK.
3) Pesangon dan Hak-Hak Lainnya
Ketika datang ke pesangon dan hak-hak lainnya,
pengusaha harus memastikan bahwa mereka membayar kompensasi yang sesuai kepada karyawan yang terkena PHK Efisiensi. Besaran pesangon dan hak-hak lainnya diatur dalam undang-undang dan peraturan perundang- undangan lainnya, dan harus sesuai dengan masa kerja dan kontribusi karyawan. Ini penting untuk memberikan perlindungan ekonomi kepada karyawan yang terkena PHK, membantu mereka dalam transisi ke fase selanjutnya dari kehidupan dan karier mereka.
4) Cara yang baik dan manusiawi
Proses PHK Efisiensi juga harus dilakukan dengan cara yang baik dan manusiawi. Pengusaha harus memperhatikan dampak PHK Efisiensi terhadap karyawan yang terkena, baik secara finansial maupun emosional. Perlakuan yang manusiawi termasuk memberikan dukungan dan bantuan kepada karyawan dalam menangani perubahan yang mungkin terjadi dalam kehidupan mereka setelah PHK. Ini melibatkan komunikasi yang terbuka, sensitivitas terhadap kebutuhan individu, dan sikap yang menghargai kontribusi karyawan selama bekerja di perusahaan.
4. Industri 4.0
a. Sejarah revolusi Industri
Saat ini dunia sedang memasuki era Industri 4.0 yang pertama kali dikenalkan di Jerman pada tahun 2011. Dimana pada masa ini banyak terjadi perubahan-perubahan yang cukup signfikan, dari cara hidup, cara bekerja, dan cara berkomunikasi dengan orang lain. Dalam buku The Fourth Industrial Revolution (2017)18 mengatkan bahwa dunia telah mengalami empat tahapan Revolusi, yaitu: Revolusi Industri 1.0 (abad 18), Revolusi Industri 2.0 (abad 19-20), Revolusi Industri 3.0 (tahun 1970-an), dan Revolusi Industri 4.0 (tahun 2010-an).
Revolusi Industri 1.0, adalah revolusi generasi pertama yang terjadi pada abad ke 18. Revolusi Industri tahap pertama ini diawali pada tahun 1784 dengan penemuan mesin uap pertama yang menjadikan perubahan drastis dalam cara produksi barang. Penggunaan tenga manusia dan hewan secara signifikan berkurang karena beralih pada penggunaan mesin- mesin. Meskipun terjadi peningkatan jumlah produksi, dampak negatif yang diberikan dari adanya penemuan-penemuan mesin adalah meingkatnya jumlah pengangguran. Namun, penemuan
18 Ghufron M. A, Revolusi Industri 4.0: Tantangan, Peluang, dan Solusi, (2018), 6.
mesin uap juga mengakibatkan peningkatan terhadap per kapita negara hingga enam kali lipat. Hal ini membuka jalan bagi perkembangan baru yang memicu lahirnya Revolusi Industri berikutnya dengan teknologi yang lebih maju.
Revolusi Industri 2.0, merupakan revolusi generasi kedua yang terjadi pada abad ke- 19 hingga awal abad ke- 20. Ditandai dengan kemunculan listrik yang mengakibatkan penurunan biaya produksi yang cukup besar. Pada tahun 1913, terjadi inovasi dengan diciptakannya lini produksi menggunakan ban berjalan, mengubah cara produksi mobil secara drastis. Sebelumnya, proses perakitan mobil membutuhkan banyak pekerja, tetapi setelah penemuan ini, produksi mobil dapat dilakukan secara massal. Pekerja dilatih untuk menguasai spesifik bidang dalam proses produksi, memungkinkan mereka untuk fokus pada tugas tertentu sesuai dengan keahlian masing-masing. Pada tahun 1870, di Amerika Serikat, terjadi peristiwa penting di mana lini produksi pertama kali diterapkan dalam industri pemotongan hewan. Tidak hanya itu dampak dari Revolusi Industri kedua bahkan terlihat selama Perang Dunia II dimana produksi tank, pesawat, dan senjata lainnya dilakukan oleh pabrik-pabrik yang telah menerapkan sistem lini produksi.
Revolusi Industri 3.0, Pada Revolusi Industri 2.0,
produksi barang masih sangat mengandalkan tenaga manusia, tetapi setelah munculnya Revolusi Industri 3.0, kebutuhan akan tenaga manusia dalam produksi berkurang secara signifikan. Ini menandakan akhir dari era industri dan transisi menuju era informasi. Kelahiran Revolusi Industri 3.0 pada awal 1970-an menghasilkan perubahan mendasar dalam peradaban global. Berbeda dengan revolusi sebelumnya yang masih mengandalkan kendali manusia atas mesin, Revolusi Industri
3.0 menandai penggunaan sistem otomatisasi yang dikendalikan oleh komputer. Teknologi digital dalam sistem komunikasi mempercepat penyebaran informasi, sementara penggunaan elektronika dan komputer dalam otomatisasi produksi menjadi bukti perkembangan industri yang pesat.
Revolusi Indutri 4.0, Revolusi Industri ini diciptakan pada tahun 2011 di Jerman ditandai dengan adanya digitalisasi. Kehadiran industri 4.0 dipercaya dapat meningkatkan produktivitas karena industri 4.0 berhubungan langsung dengan digitalisasi dengan memanfaatkan teknologi. Berbeda dengan revolusi-revolusi sebelumnya, Industri 4.0 ini menggabungkan dua teknologi yaitu otomatisasi dan cyber. Dengan cara mengembangkan Internet of Things dibarengi dengan teknologi-teknologi baru seperti robotik, sains dan lain-lain.
Perubahan dalam kehidupan manusia karena
kemunculan teknologi baru memiliki dampak positif dan negatif di berbagai sektor. Di era revolusi industri ke 4, teknologi digital telah meningkatkan produktivitas secara signifikan. Contoh dalam dunia transportasi, di masa lampau transportasi umumnya dilakukan secara manual dengan model konvensional. Namun, dengan kemunculan Revolusi Industri 4.0, terdapat model baru dalam bidang transportasi yang berbasis digital seperti layanan ojek online dan taksi online. Karena kenyamanan dan kemudahan yang ditawarkan oleh model-model tersebut, transportasi konvensional mulai ditinggalkan oleh masyarakat yang sudah terbiasa dengan teknologi digital. Meskipun membawa kemajuan dengan munculnya lini usaha baru yang menguntungkan, tetapi juga mengancam pekerjaan manusia dengan peningkatan penggunaan mesin dan robot di berbagai pabrik, yang berpotensi menyebabkan tingginya angka pengangguran.
Untuk menanggulani peningkatan angka pengangguran, diperlukan juga peningkatan kualitas sumber daya manusia agar bia bersaing dalam era industri 4.0 ini. Upaya-upaya untuk menanggulani permasalahan ini bisa dimulai dengan memperkuat pendidikan dan pengetahuan, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dalam revolusi
industri ke empat ini. Juga tidak menutup kemungkinan
revolusi-revolusi yang lebih modern akan muncul dikemudian hari.19
b. Dampak Industri 4.0 terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia
Kemunculan Revolusi Industri 4.0 yang mengadopsi beberapa teknologi terbaru seperti kecerdasan buatan, Internet of Thins (IoT), robotik, dan otomatisasi meberikan dampak positif dan negatif dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Berikut adalah beberapa rincian mengenai dampak positif dan negatifnya:
Dampak positif:
1) Meningkatnya produktivitas: Pengadopsian teknologi- teknologi canggih dapat meningkatkan produktivitas dalam berbagai sektor industri, yang memungkinkan proses produksi berjalan lebih cepat dan efisien
2) Lapangan kerja baru: Adanya revolusi industri 4.0 memunculkan sektor baru seperti teknologi informasi, dan kecerdasan buatan yang dapat menciptakan peluang kerja abru bagi masyarakat di Indonesia
3) Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan: Perubahan teknologi di masa ini memberikan keterampilan baru yang mendorong
19 Xxxxxx Xxxxxx, Sejarah Revolusi Industri dari 1.0 sampai 4.0, Research Gate, Universitas Pendidikan Indonesia, (2021).
tenaga kerja untuk belajar dan terlatih dalam bidang teknologi
4) Efisiensi biaya produksi: Penggunaan robotika dan otomatisasi dapat mengurangi biaya produksi dalam suatu industri, yang nantinya dapat digunkan sebgai investasi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
Dampak Negatif
1. Penguranga tenaga kerja: Adopsi robotika dan otomatisasi dalam dunia industri dapat menggantikan tenaga kerja manusia dalam beberapa tugas yang menyebabkan pengurangan tenaga kerja.
2. Kesenjangan keterampilan: Revolusi Industri 4.0 menuntut manusia untuk memiliki keterampilan yang lebih tinggi dalam teknologi. Kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja dengan apa yang dibutuhkan oleh pasar kerja dapat meningkatkan jumlah pengangguran
3. Ketidaksetaraan akses: Adopsi teknologi canggih mungkin terbatas pada perusahaan-perusahaan besar dan kota-kota besar, meninggalkan daerah pedesaan atau perusahaan kecil dengan akses yang terbatas. Hal ini dapat memperbesar kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan serta antara perusahaan besar dan kecil.
4. Resiko keamanan data: Peningkatan keterhubungan melalui
Internet membawa risiko keamanan data yang lebih besar. Serangan siber dan kebocoran data menjadi ancaman yang nyata bagi perusahaan dan tenaga kerja.
c. Peran pengusaha dan tenaga kerja di Era Industri 4.0
Di era Industri 4.0, pengusaha dan tenaga kerja sama- sama memiliki peran penting dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh perubahan teknologi. Pada era ini, peran pengusaha menjadi sangat penting dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh transformasi teknologi. Mereka tidak hanya harus menjadi agen inovasi, tetapi juga harus menjadi pemimpin dalam mendorong adopsi teknologi baru di tempat kerja. Pengusaha harus mengenali dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT), dan otomatisasi, serta mengintegrasikannya ke dalam proses bisnis mereka. Selain itu, mereka juga bertanggung jawab untuk memimpin transformasi digital di perusahaan mereka, termasuk mengubah budaya kerja dan menyediakan pelatihan yang diperlukan bagi karyawan agar dapat mengadopsi teknologi baru dengan cepat dan efektif.
Di sisi lain, tenaga kerja juga memiliki peran penting
dalam menghadapi revolusi industri ini. Mereka harus dapat
beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan teknologi dan terus-menerus meningkatkan keterampilan mereka. Kemampuan untuk berpikir kreatif dan inovatif juga menjadi sangat penting, karena tenaga kerja harus dapat menyumbangkan ide-ide baru untuk meningkatkan proses bisnis dan menciptakan produk dan layanan yang relevan dengan pasar.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian empiris merupakan penelitian hukum mengenai implementasi atau ketentuan undang-undang secara langsung pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam Masyarakat.20 Penelitian hukum empiris tidak bertolak dari hukum positif tertulis (peraturan perundang-udangan) sebagai data sekunder, tetapi dari perilaku nyata yang digunakan sebagai data primer yang diperoleh dari lokasi penelitian (field research).21
Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian ini yang akan melihat bagaimana ketentuan pemutusan hubungan kerja efisiensi yang dituangkan dalam perjanjian kerja bersama di PT. PG. Rajawali I Unit Krebet Baru Malang.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan
20 Xx. Xxxxxxxx SH M. Hum, “Metode Penelitian Hukum”, n.d, (Mataram: Mataram University pres, 2020), 83.
21 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, “Hukum dan Penelitian Hukum”, (Bandng: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2004), 54
yuridis sosiologis adalah menekankan penelitian dengan tujuan memperoleh pengetahuan hukum secra empiris dengan jalan terjun langsung ke objeknya.22 Alasan penggunaan pendekatan ini adalah untuk mengetahui bentuk ketentuan dan aturan mengenai PHK efisiensi dengan mengambil objek penelitian di PT. PG. Rajawali I Unit PG. Krebet Baru Malang.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi : PT. PG Rajawali I Unit PG. Krebet Baru Malang
Alamat: Jl. Xxxx Xxxxxx Xxxxxxxxxx Xx. 10, Malang, Jawa Timur 65171
Waktu : Januari- selesai
D. Jenis dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian hukum empiris terbagi menjadi duabagian, yaitu:
1. Data Primer
Data primer merupkan data yang diperoleh dari hasil survey lapangan atau observasi.23 Data primer merupakan sumber utama dalam penelitian hukum empiris. Data primer
22 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press, 2005), 51
23 Xx. Xxxxx Xxxxx XX, dan Xxxxxxxx Xxxxxx, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019), 156.
dalam penelitian empiris bisa didapatkan dari hasil wawancara,dan dokumentasi yang dilakukan kepada informan atau yang bersangkutan, yaitu dilakukan kepada pihak Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen- dokumen kepustakaan atau buku yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder bisa dibentuk oleh peneliti terdahulu yang digunakan untuk membantu memberikan referensi dan sebagai data pelengkap. Data sekunder bisa di dapatkan melalui jurnal, buku, skripsi, dan media internet yang membahas mengenai Perjanjian Kerja Bersama (PKB), dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Efisiensi.
E. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu:
1. Wawancara
Wawancara atau interview adalah kegiatan mengumpulkan data primer atau data pokok yang bersumber dari narasumber penelitian di lokasi penelitian.
Informasi-informasi yang dibutuhkan peneliti dapat berupa pengetahuan, pengalaman, jawaban narasumber terkait peristiwa hukum yang terjadi, dan akibat hukum yang ditimbulkan dari peristiwa hukum yang terjadi.24 Beberapa pertanyaan yang telah disusun oleh pewawancara selanjutnya diajukan kepada narasumber yaitu kepada pihak Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru Malang.
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan catatan peristiwa yang telah terjadi dan bertujuan untuk mendapatkan bukti dan keterangan yang akurat. Di dalam penelitian hukum empiris dokumentasi digunakan sebagai pelengkap penelitian. Dokumentasi yang akan penulis cantumkan dalam penelitian ini berupa foto wawancara yang telah dilakukan kepada perwakilan Divisi Sumber Daya Manusai (SDM) PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru Malang.
F. Metode Pengolahan Data
24 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2004), 86-87.
Analisis data merupakan kegiatan memberikan telaah yang dapat berarti menentang, mengkritik, memberikan komentar dan kemudian memberikan kesimpulan pada hasil penelitian dengan pikiran sendiri juga dengan bantuan teori yang telah dipelajari.25
Dalam penelitian empiris pengolahan data umumnya dilakukan melalui empat tahapan, yaitu:
1. Editing
Merupakan kegiatan yang dilakukan agar dapat menganalisa semua hasil penelitian, yaitu berupa hasil rekaman wawancara. Dalam hal ini penulis menganalisa hasil rekaman wawancara yang dilakukan kepada perwakilan Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) PT. PG. Rajawali I Unit Krebet Baru Malang.
2. Pemeriksaan Data
Merupakan kegiatan pengecekan data yang dilakukan setelah melakukan pengeditan. Tujuan pemeriksaaan kembali data-data penelitian adalah untuk memastikan kebenaran dari hasil wawancara yang telah dilakukan.
3. Analisis Data
Merupakan kegiatan penyederhanaan hasil penelitian
25 Xx. Xxxxx Xxxxx,dan Xxxxxxxx Xxxxxx, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019), 182.
4. Kesimpulan
Merupakan proses terakhir dalam penelitian dimana peneliti akan menyampaikan ringkasan hasil penelitian dari data yang telah dikumpulkan.
BAB IV PEMBAHASAN
X. Xxxxxxan Umum PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang
PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang merupakan unit usaha dari PT. PG Rajawali I yang merupakan anak dari perusahaan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang bergerak di bidang agroindustri yang beroperasi di wilayah Jawa Timur. Pada tahun 1863 PT. Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau dikenal dengan PT. RNI didirikan dengan nama NV Handle My Kian Gwan dan sempat beebrapa kali berganti kepemilikan sebelum kemudian diambil alih oleh Departemen Keuangan Indonesia pada tahun 1964 dan dibentuk PT. Perkembangan Ekonomi Nasional (PPEN) Rajawali Nusantara Indonesia yang kemudian disingkat menjadi PT. Rajawali Nusantara Indonesia.
PT. Rajawali Nusantara Indonesia merupakan perusahaan BUMN yang bergerak pada bidang Agroindustri, Farmasi, dan Alat Kesehatan, dan Perdagangan. Perusahaan ini juga merupakan induk dari Perusahaan (Holding Company) dari beberapa anak perusahaan berikut ini:
1. PT. PG. Rajawali I (Industri Gula, Partikel Board) Surabaya
2. PT. PG. Rajawali II (Industri Gula) Cirebon
3. PT. PG. Xxxxx Baru, Sidoarjo
4. PT. Perkebunan Xxxxx Xxxx, Sumatra Selatan
5. PT. Perkebunan Mitra Kerinci, Sumatra Barat
6. PT. PG. Mau Baru (Industri Gula) Yogyakarta
7. PT. Trophy Rajawali Banjaran (Industri Alat Kesehatan) Jakarta
8. PT. Phapros (Industri) Semarang
9. PT. Mitra Rajawali Banjaran (Industri Kondom dan Alat Suntik Sekali Pakai) Bandung
10. PT. Rajawali Nusindo (Pengadaan Umum) Jakarta, kantor cabang hampir diseluruh wilayah Indonesia
11. PT. GIELB Indonesia (Perdagangan Umum) Bali
12. PT. Rajawali Citra Mas (Industri Krung Plastik) Mojokerto
13. PT. Rajawali Tanjungsari (Industri Kulit Hewan) Sidoarjo Hingga saat ini PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang
merupakan unit usaha milik PT. PG Rajawali I yang merupakan anak dari perusahaan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang berkedudukan di Jakarta. Kepemilikan saham PT. Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) terhadap PG Krebet Baru Malang sebesar 100% saham. Yang mana dalam pengelolaanya tidak dikenai biaya manajemen.
PG Krebet Baru Malang merupakan pabrik penghasil gula terbesar di lingkup PT. PG Rajawali I yang berhasil memproduksi gula dengan kualitas Superior High Sugar (SHS) di tahun 1957. Dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang terjadi pada tahun 1976, PT. PG Rajawali I mendirikan unit baru pabrik gula, dengan nama PG. Krebet Baru II. Dengan demikian PT. PG. Rajawali I memiliki dua unit pabrik gula yaitu PG. Krebet Baru I dan PG. Krebet Baru II yang saat ini dapat mengelola tebu menjadi gula dengan kapasitas giling 6.000 - 6.700 ton tebu perhari dan total tanaman tebu rakyat yang bisa dilayani mencapai
12.000 Ha.
Saat ini PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang tergabung dalam member ID FOOD yang merupakan corporate brand name dari induk holding pangan BUMN PT. Rajawali Nusantara Indonesia yang diresmikan pada 12 Januari 2022 oleh Menteri BUMN. ID FOOD dibentuk dan ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah No. 118 Tahun 2021 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam modal saham PT. Rajawali Nusantara Indonesia.
Untuk mencapai tujuan perusahaan, PT. PG. Rajawali I Unit Krebet Baru Malang mempunyai visi dan misi. Yakni menjadikan industri berbasis tebu yang unggul dalam persaingan global, dan misinya yaitu meningkatkan kinerja melalui pencapaian produktivitas dan efektifitas, berorientasi kualitas produk, pelayanan pelanggan yang prima serta
menjadi perusahaan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan, dan melakukan langkah-langkah inovasi, diversifikasi, dan ekspansi untuk tumbuh dan berkembang berkelanjutan
a. Lokasi PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang
PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang terletak di Kabupaten Malang tepatnya di Jl. Xxxx Xxxxxx Xxxxxxxxxx Xx. 10, Malang, Jawa Timur, Kode Pos 65171. Pemilihan lokasi pabrik gula ini cukup strategis karena berdekatan dengan bahan pokok produksi yang sebagian besar berada di Malang bagian selatan. Biasanya, bahan baku (tebu) didapatkan dari area sekitar Gondanglegi, Dampit, Bantur, Wajak, Turen, Sumbermanjing, beberapa daerah di Kabupaten Malang. Lokasi ini sangat tepat tidak pada bahan baku saja, tetapi bahan pembantu seperti sarana transportasi listrik, sumber air, juga mudah dijangkau. Tidak hanya itu, ketersediaan tenaga kerja juga mudah
didapatkan di daerah sekitar pabrik.
b. Struktur Organisasi PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang
PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru merupakan perusahaan yang dipimpin oleh General Manager yang memiliki tanggung jawab untuk mengelola unit- unit manajemen di bawahnya. Adapun unit-unit yang ada di PT. PG Rajawali I Unit PGKrebet Baru Malang adalah: Unit bagian tanaman dan kemitraan petani, unit bagian instalasi KB. 1
dan 2, unit bagian pabrikasi KB. 1 dan 2, unit bagian akuntansi dan keuangan, unit bagian SDM dan umum, dan unit bagian quality assurance.
a) Status Karyawan
Di PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru karyawan dikategorikan menjadi dua, yaitu karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap adalah karyawan yang dipekerjakan dengan waktu yang tidak tertentu dengan masa percobaan kerja selama 3 bulan. Sedangkan karyawan tidak tetap adalah karyawan yang bekerja di masa tertentu, biasannya bekerja di masa giling berlangsung.
b) Jam Kerja Karyawan
PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru memiliki jam kerja sebagai berikut:
Tabel II.
Jam Kerja Karyawan PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru
Hari | Jam Kerja | Jam Istirahat |
Senin- Kamis | 07.00- 15.30 | 12.00- 13.00 |
Jumat | 07.00- 11.30 | - |
Sabtu | 07.00- 12.30 | - |
Adapun jumlah karyawan di PT. PG. Rajawali I Unit PG. Krebet Baru Malang adalah 1300 orang.
Adapun produk yang dihasilkan oleh PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang terbagi menjadi dua, yaitu produk utama dan produk sampingan. Berikut produk yang dihasilkan:
a. Hasil produksi utama yang dihasilkan PT. PG. Rajawali I Unit PG. Krebet Baru adalah: Gula kristal putih
b. Hasil produk sampingan yang dihasilkan PT. PG. Rajawali I Unit PG. Krebet Baru adalah:
1) Tetes (molasses)
Tetes adalah sejenis sirup yang memiliki kadar gula rendah, biasa digunakan untuk pembuatan alkohol dan penyedap masakan
2) Blotong
Blotong adalah limbah padat dari sisa olahan tebu, biasa digunakan sebagai pupuk
3) Ampas
adalah limbah padat yang dihasilkan dari sisa olahan
tebu yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar di stasiun ketel atau juga bisa digunakan untuk bahan pembuatan plastik, papan, dan kertas.
Dalam proses produksi gula di PT. PG. Rajawali I Unit PG. Krebet Baru Malang terdapat enam tahapan, yaitu: Penggilingan, pemurnian, penguapan, proses pemasakan, putaran, dan pengemasan gula.
X. Xxxxxx ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja Efisiensi dalam Perjanjian Kerja Bersama di PT. PG Rajawali I Unit PG. Krebet Baru Malang
Menurut hasil penelitian, dalam perjanjian kerja bersama (PKB) PT. PG. Rajawali I Unit PG. Krebet Baru belum pernah membahas terkait PHK efisiensi. Sesuai hasil wawancara pada tanggal 19 Februari 2024 dengan Bu Arina Staff SDM PT. PG Rajawali I Unit PG. Krebet Baru sebagai berikut:
“PHK efisiensi belum pernah dibahas dalam PKB mbak, yang ada hanya pembahasan PHK secara umum saja, karena perusahaan kami belum pernah melakukan PHK apalagi PHK dengan dasar efisiensi”
Dalam wawancara selanjutnya pada tanggal 28 Mei 2024 yang dilakukan dengan Bu Xxx Xxxxxxxxi selaku perwakilan pekerja PKWT di bagian Pengadaan, beliau juga mengatakan bahwasannya:
“Kalau pembahasan terkait PHK efisiensi di PKB tidak ada mbak, yang ada itu hanya ketentuan-ketentuan tentang PHK secara umum saja.”
Jika melihat dari kasus-kasus PHK dengan dasar efisiensi yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan masih belum bisa mengikat secara efektif karena terdapat kata “perusahaan tutup” dan kata “efisiensi” yang tidak dijelaskan lebih lanjut, yang membuat interpretasi dan penerapan Undang-undang tersebut menjadi tidak konsisten.
Menurut pendapat Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 19/PUU-IX/2011 mengatakan bahwa PHK efisiensi dengan menggunakan dasar Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan saja tidak tepat selama kata “perusahaan tutup” tidak diberikan definisi perusahaan tutup sementara atau permanen. Dengan adanya putusan MK tersebut dapat disimpulkan bahwa PHK efisiensi dapat dilakukan ketika perusahaan tutup secara permanen sebagai cara untuk melakukan efisiensi perusahaan.
Memang, di dalam peraturan perundang-undangan lain seperti pada Pasal 154 UU No. 6 Tahun 2023 dan Pasal 43 ayat (1) dan (2) PP No. 35 Tahun 2021 sudah dijelaskan terkait alasan-alasan, hak, dan kewajiban perusahaan kepada pekerjannya ketika melakukan efisiensi perusahaan. Namun, jika melihat rumusan Pasal 151 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatakan bahwa:
“Pengusaha, pekerja/ buruh, serikat pekerja/ serikat buruh dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.”
Sudah seharusnya pengusaha maupun pekerja/ buruh mengupayakan agar PHK, khususnya PHK efisiensi dihindari dengan menggunakan berbagai cara. Terlebih ditengah perkembangan industri yang telah memasuki Industri 4.0 menuju 5.0. Dimana peluang terjadinya PHK efisiensi masih sangat terbuka lebar.
Di era digitalisasi ini, peran penting pekerja/ serikat pekerja dalam menghadapi perubahan-perubahan teknologi sangatlah dibutuhkan. Mengingat adanya industri 4.0 memberi dampak yang cukup besar bagi kalangan pekerja/ buruh. Kemajuan terkini di bidang robotika, kecerdasan buatan memungkinkan mesin untuk mengotomatisasi aktivitas-aktivitas produksi agar lebih efisien, serta membuka peluang bagi perusahaan untuk dapat berkembang lebih cepat. Berdasarkan analisa Mckinsey Global Institute, adanya industri 4.0 memberikan dampak yang sangat besar dan luas, terutama pada sektor lapangan kerja, dimana robot dan mesin akan menghilangkan banyak lapangan kerja di dunia.26
Salah satu upaya agar PHK dengan dasar efisiensi tidak dilakukan semena- mena oleh para pengusaha adalah dengan memberikan definisi/ makna lebih lanjut pada kata “perusahaan tutup” dan kata “efisiensi” pada rumusan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang bertujuan untuk menegakkan hukum yang berasal dari UU itu sendiri.
26 Xxxxxx Xxxxxx, “Revolusi Industri 4.0 Peluang atau Ancaman? Ini Kata Xxxxxx,” (2018), diakses pada tanggal 20 Mei 2024, xxxxx://xxxxxxx.xxxxx.xxx/xxxxxxxx/x-0000000/xxxxxxxx-xxxxxxxx- 4-0-peluang-atau-ancaman-ini-kata-xxxxxx
Karena ketidakjelasan arti kata dalam UU dapat menimbulkan penafsiran yang sangat luas dalam penerapannya dan pada akhirnya akan menimbulkan konflik.27 Hal ini terbukti telah mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia seperti pada contoh kasus yang telah dipaparkan.
X. Xxxxxxxxx PT. PG. Rajawali I Unit PG. Krebet Baru Malang mengantisipasi terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Efisiensi
Bentuk antisipasi yang dilakukan PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang dalam rangka menghidari terjadinya PHK efisiensi adalah dengan tidak memperpanjang kontrak kerja karyawannya, hal ini sesuai dengan hasil dari wawancara pada tanggal 8 Maret 2024 kepada Bu Arina Staff divisi SDM sebagai berikut:
“Kalau memang mungkin hal itu terjadi pada perusahaan kami, langkah yang akan kami ambil adalah dengan tidak memperpanjang kontrak karyawan yang terkena dampak efisiensi perusahaan, karena kan
27 Xxxx Xxxxxxx, “Penegakan Hukum, Masalahnya Apa?”, (Binus University Faculty of Humanites: 2018), diakses pada tanggal 24 Mei 2024, xxxxx://xxxxxxxx-xxx.xxxxx.xx.xx/00
18/12/26/penegakan-hukum-masalahnya-apa/
disini pekerja terbagi menjadi 2 bagian yaitu, pekerja tetap dan pekerja musiman (kontrak).”
PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru memiliki karyawan yang terbagi dalam dua kategori, yaitu pekerja tetap (PKWTT) dan pekerja musiman (PKWT). Dalam jabatannya pekerja yang termaasuk dalam kategori pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki jabatan tetap dan tanggung jawab yang lebih besar. Sedangkan pekerja yang termasuk dalam kategori pekerja musiman (PKWT) adalah pekerja yang memiliki jabatan yang tidak tetap dan tanggung jawab yang lebih kecil. Bentuk antisipasi yang dilakukan oleh PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru cukup tepat karena dengan tidak memperpanjang kontrak pekerja musiman sama halnya dengan tidak melakukan PHK karena masa kerja/ kontrak kerja sudah habis masannya.
Pada sesi wawancara selanjutnya yang dilakukan kepada Bu Xxx Xxxxxxxxi selaku perwakilan pekerja PKWT, beliau mengatakan:
“Kalau antisipasi untuk kita sebagai pekerja adalah lebih mawas diri dan harus bisa mengembangkan potensi kita untuk bisa menerima ketika perusahaan melakukan efisiensi karena kemajuan teknologi, misalkan ada perkembangan dari Perusahaan kita juga harus menerima dan mengikuti, dan kalau kita dituntut Perusahaan untuk lebih smart kita juga harus mengikuti.”
Bentuk antisipasi yang dilakukan sebagai pekerja untuk menghadapi PHK efisiensi adalah dengan lebih mempersiapkan diri dan terus mengikuti perkembangan teknologi di era digital ini. Karena tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang peran pekerja dapat
tergantikan dengan teknologi-teknologi baru yang mengakibatkan terjadinya PHK efisiensi.
Dalam wawancara selanjutnya, Bu Arina Staff SDM juga mengatakan:
“Insya Allah sebisa mungkin kami tidak akan melakukan PHK kepada karyawan kami, kecuali memang masa kerjanya sudah habis. Karena perusahaan ini merupakan perusahaan yang berjalan dibawah naungan BUMN yang memiliki peran untuk mensejahterahkan sosial, dan sebagai penyedia lapangan kerja.”
Sebagai perusahaan yang berada dibawah naungan BUMN yang memiliki peran sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, penyedia lapangan kerja dan penyedia talenta. Merupakan suatu kewajiban PT. PG. Rajawali I Unit Krebet Baru menerapkan peran tersebut kedalam unit kerjannya. Salah satu bentuk penerapannya adalah dengan menetapkan nilai-nilai utama (Core Value) SDM BUMN sebagai suatu identitas dan mendukung peningkatan kinerja berkelanjutan.28
Dengan demikian, PT. PG Rajawali I Unit Krebet Baru turut berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial melalui pengembangan lapangan kerja yang berkualitas, serta memberikan kesempatan kepada para karyawan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guna menghadapi perkembangan industri digital yang semakin maju.
28 Kementerian Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia (BUMN), (2022), diakses pada tanggal 20 Mei 2022, xxxxx://xxxx.xx.xx/xxxxxx/xxxxxxx-xxxx
Bentuk komitmen untuk tidak melakukan PHK yang dilakukan oleh PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet guna mengantisipasi PHK efisiensi saat ini sudah benar. Namun, bentuk komitmen yang hanya disampaikan secara lisan tidak memiliki kekuatan yang mengikat guna menjamin perlindungan hak-hak pekerja.
Terdapat satu upaya untuk melindungi hak-hak pekerja dan PHK khususnya PHK efisiensi tidak dilakukan sepihak oleh perusahaan/ pengusaha terlebih di era industri 4.0 adalah dengan memasukkan ketentuan dan aturan lebih lanjut mengenai PHK efisiensi ke dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PKB merupakan perjanjian hasil perundingan antara serikat pekerja/ buruh dengan pengusaha juga merupakan landasan hukum ketenagakerjaan dalam tingkat perusahaan. Karena PKB merupakan sebuah perjanjian, maka asas hukum perjanjian harus tetap melekat di dalamnya.
Penggunaan PKB dalam hal ini juga sebagai penerapan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang mengatakan bahwa:29
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”
29 Sri Istiawati, Kedudukan Perjanjian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dalam Sengketa Konsumen, Jurnal Insitusi Politeknik Ganesha Medan, No. 1 (2021), 211
Terdapat beberapa alasan mengapa PKB dipilih untuk menangani pemasalahan terkait PHK efisiensi berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003. Berikut penjelasannya:
1. Perjanjian perburuhan (sekarang berubah menjadi PKB) merupakan peraturan induk dari perjanjian-perjanjian yang ada dalam perusahaan (perjanjian kerja dan peraturan perusahaan)
2. Terdapat kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha dalam proses pembuatannya
3. Merupakan jembatan untuk menuju terciptanya perjanjian kerja yang baik
4. Merupakan sarana untuk menciptakan hubungan industrial/ hubungan kerja yang baik berdasarkan Pancasila.30
Peran PKB dalam menangani permasalahan PHK efisiensi dalam Pasal
163 ayat (3) UU Ketenagakerjaan adalah sebagai ruang bagi pengusaha dan serikat pekerja/ buruh untuk memberikan penjelasan terkait pemaknaan kata “perusahaan tutup” dan kata “efisiensi” yang tidak dijelaskan lebih lanjut. Pengusaha dan serikat pekerja/ buruh dapat memaknai/ mendefinisikan dua kata tersebut sesuai dengan hasil kesepakatan bersama selama aturan yang lebih tinggi
30 Xxxxxxx, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 116
belum dibuat. Hal ini dilakukan guna melindungi hak-hak pekerja yang terdampak PHK efisiensi.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perjanjian Kerja Bersama di PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang belum pernah membahas terkait PHK efisiensi. Di era digital ini peran pekerja dalam menghadapi perubahan teknologi sangat dibutuhkan. Kemajuan di bidang robotika, kecerdasan buatan memberikan peluang bagi perusahaan untuk dapat melakukan efisiensi perusahaan dengan mengadopsi teknologi-teknologi tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya PHK efisiensi kepada para pekerja/ buruh karena tergantikan dengan teknologi. Menurut Mahkamah Konstitusi peraturan mengenai PHK efisiensi dalam Pasal 164 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak tepat digunakan sebagai dasar perusahaan melakukan PHK efisiensi, karena kata “perusahaan tutup” tidak dijelaskan lebih lanjut. Oleh karena itu, dibutuhkan aturan lebih lanjut untuk melindungi hak-hak pekerja/ buruh dalam lingkungan kerja yang semakin berubah.
2. Bentuk antisipasi yang dilakukan oleh PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru untuk menghindari PHK adalah dengan menerapkan nilai-nilai utama (Core Value) SDM BUMN sebagai suatu identitas
dan mendukung peningkatan kinerja berkelanjutan. Hal ini sebagai bentuk komitmen PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru sebagai anak perusahaan BUMN. Namun, bentuk komitmen tersebut hanya dibuat secara lisan saja dan tidak memiliki kekuatan mengikat. Salah satu upaya untuk melindungi hak-hak pekerja guna memastikan PHK efisiensi dilakukan dengan tepat adalah melalui PKB. Peran PKB dalam menangani permasalahan PHK efisiensi dalam Pasal 163 ayat (3) UU Ketenagakerjaan adalah sebagai ruang bagi pengusaha dan serikat pekerja/ buruh untuk memberikan pemaknaan pada kata “perusahaan tutup” dan kata “efisiensi” yang tidak dijelaskan lebih lanjut. Pengusaha dan serikat pekerja/ buruh dapat memaknai/ mendefinisikan dua kata tersebut sesuai dengan hasil kesepakatan bersama selama belum ada aturan lebih tinggi yang mengaturnya.
B. Saran
1. Kepada Pemerintah Republik Indonesia diharapkan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ketidakjelasan makna kata dalam undang-undang yang menyebabkan banyak kesimpang siuran dalam pemaknaan dan implementasinya. Juga mempersiapkan tantangan-tantangan baru di masa industri 4.0 khususnya dalam lingkup ketenagakerjaan dan memastikan
2. Kepada para pengusaha/ perusahaan dan pekerja/ buruh agar tetap menjaga hubungan industrial yang harmonis dalam lingkungan kerja. Untuk pengusaha diharapkan untuk menjaga komunikasi yang terbuka dan transparan serta melibatkan serikat pekerja/ buruh dalam pengambilan kebijakan- kebijakan khususnya di era industri 4.0. Kepada serikat pekerja/ buruh dan pekerja diharapkan untuk tetap berpartisipasi aktif dalam menciptakan inovasi, serta tetap memantau kebijakan perusahaan guna memastikan hak- haknya tetap terlindungi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Xxxxxxxxxx, M. Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2004)
Xxxxxxx, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)
Xxxxxxx, Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)
Xxxxx, M. dan X. Xxxxxx, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019)
Xxxxx, A. Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, cetakan ke-4 edisi revisi, (Jakarta: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, 2014)
Xxxxxxxxxx, H.S egi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992)
Xxxx, X. Xxxjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, (Bandung: CV Xxxxxx Xxxx, 1999)
Xxxxxx, X. Xxxxan Mau Di- PHK Begitu Saja, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2010)
Muhaimin. Metode Penelitian Hukum, (Mataram: Mataram University pres, 2020)
Soedjono, W. Hukum Perjanjian Kerja, (Jakarta: Xxxxxx Xxxxx, 1991)
Xxxxxxxx, S. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press, 2005)
Jurnal
Agung. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Dengan Alasan Efisiensi Akibat Pandemi Covid-19, To-ra, No.1, (2021)
Annisa, A. Sejarah Revolusi Industri dari 1.0 sampai 4.0, Research Gate, (Universitas Pendidikan Indonesia, 2021)
Aprilianto, dan X. Xxxxxxxxx. Hak Pekerja Yang di PHK Karena Efisiensi Pada Masa Pandemi Covid dan Pasca Undang-Undang Cipta Kerja, Jurnal Hukum DE’ RECHTSSTAAT, No. 2, (2021)
Istiawati, S. Kedudukan Perjanjian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dalam Sengketa Konsumen, Jurnal Insitusi Politeknik Ganesha Medan, No. 1 (2021)
Xxxx, N. P., I. N. P. Xxxxxxxxx, dan D. G. D. Arini. “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Menurut Undang-Undang Nomor13 Tahun 2003”, Jurnal Analogi Hukum, No.1 (2020)
Sudjudiman dan Najicha. Pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia dan Singapura: Studi Perbandingan Hukum Indonesia dan Hukum Singapura, UIR Law Review, No. 2 (2020)
Xxxxxxxxxxx, N. S. xxx X. Xxxxxxx. Justifikasi Pemutusan Hubungan Kerja Karena Efisiensi Masa Pandemi Covid-19 Dan Relevansinya Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19 PUU-IX/2011, Jurnal Konstitusi, No. 2 (2021)
Undang-Undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 16 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
Website
Dengan Dalih Renovasi, Hotel Papandayan Pecat Ratusan Karyawan, Hukum Online (2010), diakses pada tanggal 18 Mei 2024xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxx/x/xxxxxx-xxxxx-xxxxxxxx-xxxxx-
pecat-ratusan-karyawan-lt4b572f240f397/
Kementerian Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia (BUMN), (2022), diakses pada tanggal 20 Mei 2022, xxxxx://xxxx.xx.xx/xxxxxx/xxxxxxx-xxxx
Xxxxxx, X. “Revolusi Industri 4.0 Peluang atau Ancaman? Ini Xxxx Xxxxxx,” 2018, xxxxx://xxxxxxx.xxxxx.xxx/xxxxxxxx/x-0000000/xxxxxxxx-xxxxxxxx-0-0-
peluang-atau-ancaman-ini-kata-xxxxxx
Lakukan Efisiensi, Nestle Indonesia PHK Pekerja, Kumparan Bisnis (2023), diakses pada tanggal 18 Mei 2024 xxxxx://xxxxxxxx.xxx/xxxxxxxxxxxxxx/xxxxxxx-xxxxxxxxx-xxxxxx-xxxxxxxxx-
Xxxxxxx, X. “Penegakan Hukum, Masalahnya Apa?”, (Binus University Faculty of Humanites: 2018), diakses pada tanggal 24 Mei 2024, xxxxx://xxxxxxxx-xxx.xxxxx.xx.xx/0000/00/00/xxxxxxxxx-xxxxx-
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Persetujuan Penelitian dari PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang
Lampiran 2. Dokumentasi wawancara di PT. PG. Rajawali I Unit PG Krebet Baru Malang
Gambar 1. Foto setelah wawancara dengan perwakilan Staff Divisi SDM
Gambar 2. Foto setelah wawancara dengan perwakilan pekerja PKWT
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Xxxxxxx Xx’xxxxxx Xxxxxxxx Tempat, tanggal lahir : Malang, 18 Juni 2002 Nomor Induk 200202110093
Fakultas/ Program Studi : Syariah/ Hukum Ekonomi Syariah Alamat : Jl. Supriadi Rt. 18/02 Kademangan Kec.
Pagelaran Kab. Malang 65177
Nomor Telepon 081216128673
Riwayat Pendidikan : SD Xxxxxx Xxxxxxxxxx 01 Tahun 2008 - 2014
SMP An- Nur Bululawang Tahun 2014 - 2017 SMA An- Nur Bululawang Tahun 2017- 2020