Contract
ANALISIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU PADA CV. BINTANG XXXXXXX XXXXX TEKNIK BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDUNG NOMOR 88/PDT.SUS- PHI/2020/PN BANDUNG)
Xxxxxxx Xxxxxxx Xxxxx
(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara) (E-mail: xxxxxxxx@xxxxx.xxx)
Xxxx. Xx. Xxxx Xxxxxx, S.H., M.H., M.M., X.Xx.
(Corresponding Author)
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara. Meraih Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Magister Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Doktor (Dr.) pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia)
(E-mail: xxxxxx@xx.xxxxx.xx.xx)
Abstract
CV. Xxxxxxx Xxxxxxx Xxxxx Teknik hired 4 workers or laborers with Fixed Term of Labor Contract verbal agreement (without written agreement). These 4 workers have worked for 5 to 9 years and eventually got fired. When they were working there, they got a lower salary than the minimum wage of the city domicile. Also they didn't get BPJS for health and employment. The workers also got fired without following the Labor's Law. According to Labor's Law number 13 of 2003, agreement of employment must be made in writing and the period of the agreement is just 2 years with an additional 1 year for seasonal job. These 4 workers filed a lawsuit to the State Court Bandung and according to Labor's Law number 13 of 2003, the court has decided that CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik has to rehire those workers in a written agreement for an uncertain time. The dismissal was also canceled because it didn't in accordance with the law. The company has to pay those workers in accordance with their rights during their dismissal period.
Keywords: Fixed Term of Labor Contract, Labor's Law number 13 of 2003, workers
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia hubungan industrial yang berlaku adalah Hubungan Industrial Pancasila, dengan harapan berlandaskan kemitraan dapat meningkatkan hubungan yang harmonis dengan kesetaraan dan keterpaduan di antara para
pelaku dalam proses produksi barang atau jasa.1 Pelaku dalam hubungan ini ialah pengusaha, pekerja, dan pemerintah. Hubungan Industrial terjalin karena adanya hubungan kerja antara pemberi kerja (pengusaha / perusahaan) dan penerima kerja (pekerja / buruh). Menurut Pasal 1 angka 15 Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang selanjutnya disingkat dengan Undang
– Undang Ketenagakerjaan hubungan kerja didasarkan pada kesepakatan kerja yang memuat unsur upah, pekerja, dan perintah antara pengusaha dengan pekerja.
Menurut Xxxx Xxxxxxx, hubungan kerja diartikan sebagai hubungan antara pekerja dan pemberi kerja, dimana hubungan kerja terjadi setelah tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak. Para pihak terikat dalam kesepakatan atau perjanjian, di satu sisi pekerja / buruh bekerja untuk mendapatkan upah sedangkan pengusaha mendapatkan hasil kerja dengan memberi upah.2 Berbeda pendapat, Menurut Xxxxx bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dan pemberi kerja setelah ada perjanjian kerja yaitu pekerja mengikatkan diri pada pemberi kerja untuk bekerja dan mendapatkan upah dan pemberi kerja menyatakan kemampuannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah.3
Pasal 1 angka 14 Undang – Undang Ketenagakerjaan mengartikan perjanjian kerja sebagai kesepakatan antara para pihak yang memuat syarat kerja, hak, dan kewajiban. Menurut pendapat Xxxxxx Xxxxxxxx, harus dibedakan antara pengertian perjanjian kerja dengan perjanjian perburuhan karena adanya rumusan Pasal 1601 (A) KUHPerdata. Undang – Undang dalam memperjuangkan kepentingan dan / atau kesejahteraan buruh memberikan
1 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxxxxxx, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Cetakan ke-1. (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hal. 5.
2 Xxxx Xxxxxxx, Op.Cit. hal. 7.
3 Xxxxxx Xxxxxx, Dasar – Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hal.
51.
kesempatan sepenuhnya kepada serikat pekerja atau serikat buruh untuk mengadakan suatu perjanjian perburuhan sehingga dapat dikatakan perjanjian perburuhan memiliki sifat kelompok atau kolektif.4
Pendapat lain datang dari Sunjung H. Xxxxxxxx, menurutnya hubungan antara perusahaan dengan pekerja karena adanya suatu PKWT atau PKWTT yang dimaksud dengan hubungan kerja.5 Dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan, mengatur ketentuan hubungan kerja dalam BAB IX mengenai Hubungan Kerja yang terbagi menjadi perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu dan waktu tidak tertentu. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disingkat menjadi Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT mendefinisikan perjanjian kerja waktu tertentu yang selanjutnya disingkat PKWT dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang selanjutnya disingkat PKWTT.
Dalam Pasal 1 Angka 2 Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT bahwa PKWTT adalah perjanjian kerja untuk menjalin hubungan kerja tetap antara pekerja/buruh dengan pengusaha6, sedangkan PKWT dalam Pasal 1 angka 1 merupakan perjanjian kerja antara para pihak untuk hubungan kerja dalam kurun waktu atau lingkup pekerjaan tertentu. Pekerja / buruh dengan status kerja PKWT dan PKWTT pada dasarnya memiliki persamaan yaitu menciptakan hubungan kerja dengan objek perjanjian berupa pekerjaan dan perintah dengan gaji atau upah dan menjalankan perjanjian kerja
4 Xxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perjanjian Kerja, ( Jakarta:BinaAksara, 1987), hal. 1
5 Sunjung H. Xxxxxxxx, Pokok – Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hal. 63.
6 R. Xxxx Xxxxxxx, Hukum Ketenagakerjaan, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hal. 115.
secara tertulis dan sesuai dengan peraturan perundang – undangan. 7 Adapun perbedaan dalam PKWT dan PKWTT adalah sebagai berikut :8
HAL | PKWT | PKWTT |
WAKTU | Terbatas pada jangka waktu selesainya pekerjaan tertentu | Permanen sampai usia pensiun atau ditentukan lain oleh peraturan perusahaan / perjanjian kerja bersama |
CARA | Perjanjian kerja dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan bahasa Indonesia dan / atau bahasa asing yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia | Perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan dan tulisan |
MASA PERCOBAAN | Tidak mensyaratkan adanya masa percobaan | Dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja |
7 Much Nurachmad, Tanya Jawab Seputar Hak – Hak Tenaga Xxxxx Xxxxxxx (outsourcing), (Jakarta: Visimedia, 2009), hal. 6 – 7.
8 Much Nurachmad, Op.Cit., hal. 6 – 7.
maksimum 3 bulan |
Tabel 1.1 : Perbedaan PKWT dan PKWTT
Jangka waktu PKWT diatur dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan dan Kepmenaker Nomor Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT dalam BAB II mengenai PKWT untuk pekerjaan sekali selesai atau sementara dengan waktu paling lama 2 (dua) tahun ditambah 1 (satu) tahun perpanjangan. Menurut Xxxxxxxxx Xxxxxxxangoy, Undang – Undang tentang PKWT pada dasarnya memiliki kekurangan yaitu isi yang dimuat terlalu luas dan tidak spesifik sehingga seringkali dikatakan tidak konsisten.9 Hal ini merupakan salah satu yang membuat Peneliti tertarik untuk lebih jauh mengkaji tentang Hukum Ketenagakerjaan.
Berdasarkan uraian diatas, maka Peneliti dalam penulisan skripsi ini menuliskan mengenai perjanjian kerja dengan pandangan yang berbeda, dengan judul penulisan skripsi “Analisis Pelanggaran Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pada CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik Berdasarkan Undang – Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bandung No.88/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Bdg)”. Peneliti ingin tidak hanya menganalisis dari sisi ketentuan Undang – Undang Ketenagakerjaan tetapi juga dari Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT.
9 Falentino Tampongangoy, “Penerapan Sistem Tenaga kerja Waktu Tertentu di Indonesia”, Vol. I/No.1. (Manado: Unsrat, 2013), hal. .142.
Permasalahan dalam Putusan No.88/Pdt.Sus- PHI/2020/PN.Bdg bermula ketika 4 (empat) orang pekerja/buruh yang bekerja pada CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik yang berkedudukan di kota Bekasi, yaitu :
1. Xxxxxxxxxx, bekerja pada perusahaan sudah 9 (sembilan) tahun masa kerja dengan PKWT yang dibuat secara lisan;
2. Xxxxx Xxxxxxxx, bekerja pada perusahaan sudah 5 (lima) tahun masa kerja dengan PKWT yang dibuat secara lisan;
3. Yuda, bekerja pada perusahaan sudah 4 (empat) tahun masa kerja dengan PKWT yang dibuat secara lisan;
4. Xxxxxxxx, bekerja pada perusahaan sudah 4 (empat) tahun masa kerja dengan PKWT yang dibuat secara lisan.
Untuk selanjutnya disebut sebagai Para Penggugat, telah bekerja dengan baik selama masa kerjanya di CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik yang selanjutnya disebut sebagai Tergugat. Pada tanggal 22 Oktober 2014, para Penggugat dan pekerja lainnya telah resmi menjadi anggota Serikat Pekerja CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik dengan tujuan menjadi mitra dengan perusahaan dalam hubungan harmonis dan dinamis, serta para Penggugat dan pekerja lainnya merasa Tergugat banyak melakukan pelanggaran ketentuan Undang – Undang seperti membayar upah dibawah UMK Bekasi, tidak mendaftarkan pekerja/buruh dalam program BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan, dan status hubungan kerja yang bertentangan dengan Undang – Undang. Tanggal 13 Februari 2018 para penggugat diakhiri hubungan kerjanya secara sepihak oleh Tergugat tanpa adanya Surat Pemberitahuan I dan II serta tanpa adanya pemberitahuan skorsing terlebih dahulu.
Cara mediasi telah dilakukan dan tidak mendapat sambutan baik dari pihak Tergugat sehingga para Penggugat memutuskan untuk meneruskannya pada Pengadilan Negeri Bandung, Putusan Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya dengan tanpa hadirnya Tergugat
(Verstek). Dalam putusan ini, Peneliti ingin menganalisis lebih dalam khusus bagaimanakah pelanggaran perjanjian kerja waktu tertentu yang dilakukan oleh CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik dan apakah putusan tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai PKWT.
B. Perumusan Masalah
Beranjak dari latar belakang tersebut maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelanggaran PKWT yang dilakukan CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik berdasarkan Undang – Undang tentang Ketenagakerjaan Xx Xxxxxxxxxx Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ?
2. Apakah Putusan Nomor 88/Pdt.Sus- PHI/2020/PN.Bdg telah sesuai dengan ketentuan Undang – Undang Ketenagakerjaan ?
C. Metode Penelitian
Dalam Bukunya, Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx mengartikan penelitian hukum sebagai proses pencarian aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin- doktrin hukum guna menyelesaikan permasalahan hukum yang ada.10 Metode penelitian ini akan membahas langkah – langkah yang dilakukan dalam pengelolaan data agar diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif atau doktrinal. Penelitian hukum normatif merupakan suatu proses penelitian yang berusaha menemukan rule of law, prinsip – prinsip hukum, maupun doktrin – doktrin hukum guna menjawab permasalahan hukum yang sedang dihadapi.11 Penelitian ini bertumpu pada penelaahan secara mendalam terhadap bahan – bahan hukum maupun bahan non hukum yang
10 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011), hal. 35.
11 Ibid. hal. 35.
relevan dengan permasalahan hukum yang akan dikaji.
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum merupakan suatu ilmu terapan yang memiliki sifat preskriptif dengan standar prosedur dan ketentuan – ketentuan dalam penyelenggaraan kegiatan hukum.12 Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan sifat preskriptif dengan tujuan memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan.
3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari :
1) Undang- undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu;
3) Putusan Pengadilan Negeri Bandung No.88/Pdt.Sus-
PHI/2020/PN.Bdg
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang menjelaskan bahan hukum primer, seperti buku, artikel, jurnal, dan naskah akademik;
c. Bahan – bahan Non hukum yakni ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan lain sebagainya.
Dalam Penelitian ini digunakan teknik pengumpulan bahan hukum studi dokumen (studi kepustakaan). Studi kepustakaan merupakan alat pengumpulan bahan hukum dengan cara menganalisis bahan hukum tertulis.13 Teknik ini digunakan untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan,
dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya baik cetak dan elektronik yang berhubungan pelanggaran perjanjian kerja waktu dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan dan Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
4. Pendekatan Penelitian
Dalam skripsi ini Peneliti menggunakan pendekatan Undang – Undang (statute approach)14 yang dilakukan dengan mempelajari semua Undang – Undang yang terkait dengan isu hukum yang sedang ditangani yaitu Undang – Undang Ketenagakerjaan dan Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu terkait dengan pelaksanaan PKWT pada CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik.
5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan logika deduktif yaitu menjelaskan suatu hal yang bersifat umum menuju sifat khusus kemudian menarik kesimpulan. Menurut Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx bahwa penggunaan metode deduksi dimulai dengan premis mayor (pernyataan yang bersifat umum) lalu menuju premis minor (bersifat khusus). Dari kedua premis tersebut maka akan ditarik kesimpulan (conclusion).
II. PEMBAHASAN
Pada bagian pembahasan ini Peneliti akan memaparkan dua pembahasan. Pertama adalah mengenai bagaimana pelanggaran perjanjian kerja waktu tertentu yang dilakukan oleh CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik berdasarkan Undang – Undang Ketenagakerjaan Xx Xxxxxxxxxx Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang
14 Ibid. hal. 23.
Ketentuan Pelaksanaan PKWT dan yang kedua akan membahas mengenai kesesuaian antara Putusan PN Bandung Nomor 88/Pdt.Sus–PHI/2020/PN.Bdg dengan ketentuan Undang – Undang Ketenagakerjaan.
A. Pelanggaran Perjanjian Kerja Waktu Tertentu CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik
Dalam Posita yang disampaikan oleh Para Penggugat diuraikan bahwa status kerja Para Penggugat dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dibuat secara lisan tanpa adanya surat pengangkatan bagi Para Penggugat meskipun telah dikeluarkannya Anjuran Nomor: B.254/PHIJSK-PPHI/XII/2017 (Bukti P-11). Dalam teori Perjanjian Kerja menurut Xxxxxxxx Xxxxxx, Perjanjian kerja secara lisan diperbolehkan oleh Undang – Undang Ketenagakerjaan dengan syarat pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja.15
Bentuk perjanjian kerja dibagi menjadi perjanjian kerja secara lisan dan perjanjian kerja secara tertulis. Pasal 63 Undang – Undang Ketenagakerjaan memperbolehkan perjanjian kerja secara lisan dengan syarat pemberi kerja wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja. Surat Pengangkatan harus memuat nama dan alamat pekerja, tanggal mulai bekerja, jenis pekerjaan, dan besarnya gaji. Perjanjian kerja secara lisan ini tidak diperbolehkan atau diperuntukan bagi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). 16
Jika melihat Undang – Undang Ketenagakerjaan BAB IX mengenai Hubungan Kerja Pasal 57 Ayat (1) dan Ayat (2) menyatakan PKWT harus secara tertulis dan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin, PKWT dengan tidak tertulis akan bertentangan dengan Ayat (1) dan dinyatakan sebagai PKWTT. Dalam hal PKWT berubah menjadi PKWTT juga telah diatur dalam Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT Pasal 15. Beberapa faktor yang dapat merubah PKWT menjadi PKWTT adalah perjanjian
15 Xxxxxxxx Xxxxxx, Hak-hak Pekerja Bila di PHK, (Jakarta:Visimedia, 2006), hal. 3.
16 Libertus, Op. Cit. hal. 4.
kerja yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin, perjanjian kerja pekerjaan musiman yang tidak dilaksanakan untuk satu jenis pekerjaan saja dan untuk pekerja / buruh yang melakukan pekerjaan tambahan saja, perjanjian kerja untuk produk baru yang melebihi jangka waktu yang telah diatur dalam Kepmenaker, dan pelanggaran dalam bentuk perjanjian kerja dan jangka waktu kerja bagi PKWT.
Diuraikan lebih lanjut dalam Posita mengenai masa kerja Para Penggugat yaitu Penggugat 1 telah bekerja selama 9 (sembilan) tahun, Penggugat 2 selama 5 (lima) tahun, Penggugat 3 selama 4 (empat) tahun, dan Penggugat 4 selama 4 (empat) tahun. Prosedur perpanjangan PKWT diatur dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan pasal 59 Ayat (5), Ayat (6), dan Ayat (7), menyatakan sebagai berikut :
1. Pengusaha yang akan memperpanjang PKWT paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum PKWT berakhir;
2. Menginformasikan maksud dalam perjanjian secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan;
3. PKWT hanya dapat diperbarui setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya PKWT;
4. Pembaruan hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun;
5. PKWT yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan maka demi hukum menjadi PKWTT.
Ketentuan PKWT tentang jenis dan sifat pekerjaan tunduk pada Pasal 59 Ayat (1) Undang – Undang Ketenagakerjaan yaitu pekerjaan sekali selesai atau sementara dalam waktu kerja maksimal 3 (tiga) tahun, dan merupakan pekerjaan yang bersifat musiman, dan pekerjaan terkait dengan barang atau kegiatan baru, atau barang tambahan yang masih dicoba. Pelaksanaan mengenai PKWT tidak hanya diatur dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan, tetapi juga diatur dalam
Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT. Dalam Kepmenaker tersebut Pasal 3 mengatur jangka waktu PKWT dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan, maka dapat putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 mengatur tentang PKWT untuk pekerjaan yang bersifat musiman dalam pelaksanaanya bergantung pada musim atau cuaca, dan hanya untuk satu jenis pekerjaan yang dapat dilakukan. Pekerjaan musiman hanya dapat dilakukan untuk pekerjaan tambahan dengan satu jenis pekerjaan dan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu.
Bagi PKWT untuk produk baru diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9, yaitu hanya dapat dilaksanakan maksimal 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang hanya satu kali dengan jangka waktu 1 (satu) tahun dan untuk seterusnya tidak dapat diperbaharui. Dengan melihat dari apa yang telah diatur dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan dan Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT jelas menegaskan bahwasanya pekerjaan yang dilakukan oleh Para Penggugat bukanlah pekerjaan musiman atau pekerjaan untuk produk baru saja dikarenakan lamanya masa kerja yang telah dijalankan.
Tidak hanya mengenai PKWT yang dibuat hanya secara lisan dan lamanya masa kerja yang dijalankan oleh Para Penggugat di perusahaan Tergugat, dalam Posita juga diterangkan bagaimana Para Penggugat diberhentikan dari pekerjaannya secara tiba – tiba tanpa melalui prosedur yang seharusnya dijalankan menurut ketetapan peraturan perundang – undangan. Para Penggugat hanya diberhentikan melalui kuasa hukum Tergugat secara lisan, tanpa adanya SP 1 (satu), SP 2 (dua), dan SP 3 (tiga) serta surat ketetapan dari Dinas Ketenagakerjaan sesuai domisili tempat Para Penggugat bekerja mengenai PHK tersebut.
Sesuai dengan Pasal 15 Ayat (5) Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT, jika pengusaha memutuskan hubungan
kerja dengan pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT, maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilaksanakan sesuai ketentuan PKWTT. Pengakhiran mengenai perjanjian kerja juga diatur dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan Pasal 61 dan Pasal 62.
Bagi pengusaha yang meninggal dunia maka perjanjian kerja dapat diakhiri setelah ahli waris pengusaha berunding dengan pekerja / buruh, sedangkan apabila beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan karena adanya penjualan, pewarisan, atau hibah maka perusahaan yang baru memiliki tanggung jawab atas hak – hak yang dimiliki pekerja / buruh kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan perusahaan. Selanjutnya di dalam Pasal 62 jelas ditegaskan bahwa
“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.”
Sebagaimana juga telah dijelaskan dalam teori perjanjian kerja menurut Much Nurachmad dalam buku Tanya Jawab Seputar Hak – Hak Tenaga Kerja Kontrak (outsourcing) bahwa PKWT dibuat tertulis dalam huruf latin dan bahasa Indonesia dan/ atau bahasa asing yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yang tidak mensyaratkan adanya masa percobaan dan memiliki batasan jangka waktu sampai dengan selesainya pekerjaan tertentu tersebut.17 Perjanjian Kerja itu sendiri adalah perjanjian di mana pihak pertama atau pekerja yang mengikatkan dirinya untuk bekerja dan menerima upah pada pihak lain yaitu pemberi kerja dengan mengikatkan diri untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Terdapat unsur – unsur dalam teori perjanjian kerja, diantaranya
17 Much Nurachmad, Tanya Jawab Seputar Hak – Hak Tenaga Xxxxx Xxxxxxx (outsourcing), (Jakarta: Visimedia, 2009), hal. 6 – 7.
adalah adanya hubungan subordinasi, adanya penuaian kerja atau hasil kerja dari pekerja untuk perusahaan, dan adanya upah atau hak dari perusahaan yang diberikan kepada pekerja dan/ atau buruh sesuai dengan perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang – undangan.
Menurut hasil wawancara dengan Sumantap Simorangkir18, PKWT dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan berbicara mengenai status pekerja atas suatu pekerjaan yaitu penempatan waktu atas suatu perjanjian kerja tertulis yang hanya diperbolehkan 2 tahun masa kerja dan dapat diperpanjang 1 tahun. PKWT dapat dikatakan pekerjaan dengan status sementara karena bersifat pekerjaan tertentu misalnya pekerjaan musiman atau sementara waktu saja berdasarkan aturan upah atau target.
Bagi pekerja dengan status kerja PKWT yang telah habis masa kerjanya yaitu 3 tahun namun tetap bekerja dengan status PKWT, maka menurut Undang
– Undang pekerja tersebut harus diangkat menjadi pekerja tetap atau PKWTT terhitung sejak pekerja tersebut masuk kerja. Dalam Putusan PN Bandung Nomor 88/Pdt.Sus–PHI/2020/PN.Bdg ini jelas bahwa pelaksanaan PKWT yang dilakukan oleh Tergugat tidak sesuai dengan ketentuan pelaksanaan dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan.
Hasil analisis Peneliti berdasarkan Posita dalam Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 88/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Bdg, berdasarkan Undang – Undang Ketenagakerjaan, berdasarkan Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT, berdasarkan teori mengenai perjanjian kerja, teori hubungan kerja, dan berdasarkan hasil wawancara dengan Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxx, serta tanggapan Tergugat yang tidak beritikad baik dalam menyelesaikan perkara bahwa Tergugat sangat jelas melakukan pelanggaran terhadap pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Pelanggaran yang
18 Peneliti, Wawancara, dengan Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxx, Advokat dan Dosen Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Fakultas Hukum Untar, (Jakarta: Kantor Advokat Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxx, 9 November 2020).
dilakukan oleh Tergugat terhadap Para Penggugat diantaranya adalah melakukan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu secara lisan, tidak mengeluarkan surat Pengangkatan status kerja pekerja / buruh dari PKWT menjadi PKWTT, membiarkan Para Penggugat bekerja dengan status PKWT sampai berakhirnya hubungan kerja, mengakhiri hubungan kerja tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dan tidak menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial dengan cara penyelesaian PKWTT
B. Kesesuaian antara Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 88/Pdt.Sus- PHI/2020/PN.Bdg dengan Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pada bagian ini Peneliti akan menganalisis kesesuaian antara Putusan Nomor 88/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Bdg dengan Undang – Undang Ketenagakerjaan. Putusan Pengadilan mengabulkan seluruh gugatan tanpa hadirnya Tergugat (Verstek).
Gugatan Para Penggugat yang dikabulkan pertama ialah menyatakan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Para Penggugat pada tanggal 13 Februari 2018 batal demi hukum. Melihat dari Teori Hubungan Kerja Undang – Undang Ketenagakerjaan bahwasanya PHK yang dilakukan Penggugat tidak sah. Berakhirnya hubungan kerja dapat dikarenakan berakhirnya perjanjian kerja atau dikarenakan sesuai dengan ketentuan Pasal 61 Ayat (1) Undang – Undang Ketenagakerjaan, yaitu apabila :
1. Pekerja meninggal dunia;
2. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
3. adanya putusan pengadilan dan/atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
4. Keadaan atau peristiwa tertentu yang ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Berdasarkan Posita yang disampaikan oleh Para Penggugat dalam gugatannya bahwa Tergugat melakukan PHK di luar dari apa yang telah ditentukan oleh Undang – Undang Ketenagakerjaan. Jika Tergugat melakukan PHK dengan alasan berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja maka bukanlah suatu alasan yang tepat karena Para Penggugat telah bekerja dengan status kerja PKWT lebih dari 3 tahun masa kerja. Tergugat juga tidak melakukan proses PHK yang baik dan benar dikarenakan tidak adanya pemberitahuan SP 1, SP 2, maupun SP 3 kepada Para Penggugat mengenai alasan atau adanya kejadian tertentu yang membuat Para Penggugat harus di PHK dan hanya melakukan pemberitahuan melalui kuasa hukumnya secara lisan tanpa ada Surat Anjuran dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kota Bekasi.
Kedua, menghukum Tergugat untuk memanggil Para Penggugat secara tertulis agar bekerja kembali dan membuat surat keputusan pengangkatan karyawan tetap / PKWTT dengan masa kerja dimulai dari adanya hubungan kerja. Dalam bentuk perjanjian kerja secara lisan sesuai pemaparan kerangka teoritis, dimana perjanjian kerja secara lisan diperbolehkan oleh Undang – Undang Ketenagakerjaan Pasal 63 dengan ketentuan diwajibkannya perusahaan membuat surat pengangkatan pekerja. Perjanjian kerja secara lisan ini tidak diperbolehkan atau diperuntukan bagi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). 19 Sehingga apabila pekerja / buruh dengan status kerja PKWT telah habis jangka waktunya 2 (dua) + 1 (satu) tahun maka Perusahaan yang ingin melanjutkan hubungan kerja wajib melakukan pengangkatan pekerja / buruh menjadi karyawan tetap / dengan status kerja PKWTT.
19 Xxxxxxxx Xxxxxx, Op.Cit., hal. 3.
Ketiga, Xxxxx juga memutuskan menghukum Tergugat untuk membayar upah dan hak – hak lainnya yang biasa diterima Para Penggugat terhitung tanggal
14 Februari 2018 sampai putusan dibacakan dengan jumlah sebesar Rp. 440.908.444,- (empat ratus empat puluh juta sembilan ratus delapan ribu empat ratus empat puluh empat rupiah) dan membayar Tunjangan Hari Raya (untuk selanjutnya disingkat THR) sebesar Rp. 50.936.268,- (lima puluh juta sembilan ratus tiga puluh enam ribu dua ratus enam puluh delapan rupiah). Putusan terakhir yang Hakim tetapkan adalah menghukum Tergugat membayar uang Dwangsom sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) apabila Tergugat lalai menjalankan putusan terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap dan membebankan biaya perkara kepada Tergugat sebesar Rp. 1.256.000,- (satu juta dua ratus lima puluh enam ribu rupiah).
Putusan Hakim yang sangat menarik dalam Perkara ini adalah membebankan Tergugat membayar uang Dwangsom apabila Tergugat lalai menjalankan putusan dalam perkara. Menarik karena membayar uang Dwangsom merupakan suatu kewajiban yang “harus” dilakukan oleh Tergugat. Teori tanggung jawab dalam kamus hukum mendefinisikan tanggung jawab sebagai suatu keharusan yang harus dilakukan dan akibat atas suatu konsekuensi.20
Dalam teori tanggung jawab hukum, Xxxx Xxxxxx mengemukakan bahwa seseorang memikul tanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu. Hal tersebut dapat diartikan bahwa seseorang bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.21 Selanjutnya Kelsen membagi tanggung jawab menjadi 4 klasifikasi yaitu :
20 Xxxx Xxxxxx, Kamus Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 49.
21 Xxxx Xxxxxx, sebagaimana diterjemahkan oleh Xxxxxxx, General Theory Of law and State (Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik), (Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007), hal. 81.
1. Pertanggungjawaban individu, karena pelanggarannya sendiri seorang individu harus bertanggung jawab;
2. Tanggung Jawab kolektif, dimana individu bertanggung jawab atas pelanggaran orang lain;
3. Tanggung Jawab berdasarkan kesalahan, yaitu tindakan berat yang dilakukan individu dengan disengaja dan bertujuan untuk merugikan individu lain;
4. Pertanggungjawaban mutlak, artinya seorang individu bertanggung jawab atas pelanggarannya dengan tidak sengaja dan tidak diperkirakan.22
Sehingga Peneliti menganalisis bentuk tanggung jawab hukum yang diputuskan oleh Hakim dalam Putusan ini merupakan Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan. Tergugat harus bertanggung jawab dikarenakan timbulnya kerugian atas pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja terhadap Para Penggugat.
Pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja adalah melakukan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu secara tertulis, tidak mengangkat Para Penggugat menjadi pekerja tetap / PKWTT setelah habisnya jangka waktu PKWT, melakukan PHK tanpa adanya Surat Pemberitahuan dan Surat Anjuran dari Disnaker kota Bekasi, dan tidak membayar upah Para Penggugat sesuai dengan UMK pada tahun 2017. Dikarenakan adanya pelanggaran – pelanggaran tersebut, maka Tergugat harus bertanggung jawab untuk memanggil secara tertulis dan kembali mempekerjakan Para Penggugat dengan melakukan pengangkatan menjadi pegawai tetap / PKWTT dan membayar upah serta hak – hak lainnya yang seharusnya diterima oleh Para Penggugat. Berdasarkan uraian diatas, Peneliti menganalisis bahwa Putusan Nomor 88/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Bdg telah sesuai dengan ketentuan Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
22 Xxxx Xxxxxx, sebagaimana diterjemahkan oleh Xxxxxx Xxxxxxxx, Teori Hukum Murni, (Bandung: Nuansa & Nusa Media, 2006), hal. 140.
Analisis Peneliti juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxx yang melihat dari perspektif pertimbangan hakimnya. Beliau menyampaikan bahwa pertimbangan hakim telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Hakim menimbang bahwa CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik bekasi tidak memiliki itikad baik dalam penyelesaian sengketa Hubungan Industrial yang terjadi. Dari proses bipartit dan tripartit dimana pihak Tergugat tidak pernah datang untuk bermusyawarah sampai dengan proses Pengadilan dimana Tergugat tidak datang untuk menggunakan haknya. Xxxxx juga menimbang Tergugat telah lalai dalam memenuhi hak yang seharusnya didapatkan oleh Para Penggugat, seperti upah dibawah UMK Kota Bekasi, tidak didaftarkan dalam BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan, dan juga status kerja yang tidak sesuai. Pertimbangan – pertimbangan hakim menjadi alasan yang kuat dalam hakim memutus perkara tersebut.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan oleh Peneliti mengenai permasalahan tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik jelas adanya ketidaksesuaian dengan Pelaksanaan PKWT yang telah diatur dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan dan Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Pelanggaran mengenai pelaksanaan PKWT yang dilakukan dapat dilihat dari ketentuan Undang – Undang Ketenagakerjaan Pasal 57 Ayat
(1) dan Ayat (2) mengenai PKWT yang harus dibuat secara tertulis namun pada CV. Bintang Xxxxxxx Xxxxx Teknik dilakukan dengan lisan saja,
pasal 59 Ayat (5), Ayat (6), dan Ayat (7) mengenai jangka waktu berakhirnya PKWT hanya 2 (dua) tahun + 1 (satu) tahun namun kenyataannya telah dilaksanakan jauh melewati jangka waktu tersebut, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal 63 yaitu tentang pengakhiran masa hubungan kerja, serta Kepmenaker Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT.
2. Melihat dari point 1 di atas, maka Putusan Nomor 88/Pdt.Sus- PHI/2020/PN.Bdg telah sesuai dengan ketentuan Undang – Undang Ketenagakerjaan. Kesesuaian antara Putusan dengan Undang – Undang Ketenagakerjaan dapat dilihat dari ketentuan Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal
63. Hakim memutuskan PHK yang dilakukan Tergugat batal demi hukum dan Tergugat harus memanggil Para Penggugat secara tertulis untuk kembali bekerja. Tergugat juga dihukum untuk membayar segala upah dan hak – hak lainnya yang seharusnya diterima oleh Para Penggugat. Tanggung jawab yang dibebankan hakim kepada Tergugat menurut teori tanggung jawab Xxxx Xxxxxx ialah pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan.
B. Saran
Peneliti memberikan saran berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan bahwa bagi suatu Perusahaan agar dalam melakukan hubungan kerja harus lebih memperhatikan dengan baik peraturan / ketentuan yang telah ditetapkan oleh Negara dalam pelaksanaannya. Perusahaan harus memperhatikan bagaimana tata cara pelaksanaan dari suatu Perjanjian Kerja dalam hubungan kerja, jangka waktu dalam pelaksanaannya, sampai dengan prosedur pengakhiran hubungan kerja tersebut. Tidak hanya memperhatikan pelaksanaan hubungan kerja tetapi juga memperhatikan hak dan kewajiban dari para pihak.
IV. DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Xxxxxxx, R. Joni. Hukum Ketenagakerjaan. Bandung: Pustaka Setia, 2013. Xxxxxx, Xxxxxxxx. Hak-hak Pekerja Bila di PHK. Jakarta:Visimedia, 2006.
Xxxxxx, Xxxx. diterjemahkan oleh Xxxxxx Xxxxxxxx, Teori Hukum Murni.
Bandung: Nuansa & Nusa Media, 2006.
Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadamedia Group, 2011.
Nurachmad, Much. “Tanya Jawab Seputar Hak – Hak Tenaga Xxxxx Xxxxxxx (outsourcing)”. Jakarta: Visimedia, 2009.
Xxxxxxxxxxxxxxx, Xxxxxxxx. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Cetakan ke-1.
Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Xxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perjanjian Kerja. (Jakarta: Xxxx Xxxxxx, 1987).
B. Peraturan Perundang – Undangan
Indonesia. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPer).
. Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 No. 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).
. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100 tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
C. Artikel / Jurnal Internet
Nasional Xxxxx.xx, Berita. “Upah Minimum Kota Bekasi 2017 Ditetapkan Rp. 3,6jt”. xxxxx://xxxxxxxx.xxxxx.xx/xxxx/000000/xxxx-xxxxxxx-xxxx-xxxxxx- 2017-ditetapkan-rp-36-juta. Diakses pada 10 November 2020.
Tampongangoy, Falentino. “Penerapan Sistem Tenaga kerja Waktu Tertentu di Indonesia”. Lex Privatum. Volume I, Nomor 1 (Januari 2013): 142. Diakses tanggal 28 September 2020.
D. Putusan
Indonesia, Putusan Pengadilan Penyelesaian Hubungan Industrial Nomor 88/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Bdg