SKRIPSI
ANALISA HUKUM KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA YANG MEMUAT KLAUSUL NON KOMPETISI (NON COMPETITION CLAUSE) (STUDI PUTUSAN NOMOR 325/Pdt.G/2018/PN Cbi)
SKRIPSI
Oleh:
XXXXX XXXXXXXXXXX
No. Mahasiswa : 19410162
PROGRAM STUDI HUKUM PROGRAM SARJANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2023
ANALISA HUKUM KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA YANG MEMUAT KLAUSUL NON KOMPETISI (NON COMPETITION CLAUSE) (STUDI PUTUSAN NOMOR 325/Pdt.G/2018/PN Cbi)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (Strata-1) pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Oleh:
XXXXX XXXXXXXXXXX
NIM: 19410162
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2023
ANALISA HUKUM KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA YANG MEMUAT KLAUSUL NON KOMPETISI
(NON COMPETITION CLAUSE)
(STUDI PUTUSAN NOMOR NOMOR 325/PDT.G/2018/PN.CBI)
Telah diperiksa dan disetujui Dosen Pembimbing Tugas Akhir untuk diajukanke depan TIM Penguji dalam Ujian Tugas Akhir / Pendadaran
pada tanggal 15 Januari 2023
Yogyakarta, 16 November
2023 Dosen Pembmbing Tugas Akhir,
Xxxxx Xxxxxxxxxxx, S.H., M.
ANALISA HUKUM KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA YANG MEMUAT KLAUSUL NON KOMPETISI
(NON COMPETITION CLAUSE)
(STUDI PUTUSAN NOMOR NOMOR 325/PDT.G/2018/PN.CBI)
Telah Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji dalamUjian Tugas Akhir / Pendadaran
pada tanggal dan Xxnyatakan LULUS
Yogyakarta, 15 Januari 2023
Tanda Tangan
...........................
...........................
...........................
Xxx Xxxxuji
1. Ketua : Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H.
2. Anggota : Xxxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H., Not.
3. Anggota : Xxxxx Xxxxxxxxxxx, S.H., M.H.
Mengetahui: Universitas Islam Indonesia Fakultas HukumDekan,
1
Xxxx. Xx. Xxxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H.
N I K . 0 1 4 1 0 0 1 0 9
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Orisinalitas Karya Tulis Ilmiah Tugas Akhir Mahasiswa Fkultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama : Xxxxx Xxxxxxxxxxx
No. Mahasiswa 19410162
Adalah benar – benar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang telah melakukan penulisan Karya Tulis Ilmiah (Tugas Akhir) berupa skripsi yang berjudul:
“ANALISA HUKUM KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA YANG MEMUAT KLAUSUL NON KOMPETISI (NON COMPETITION CLAUSE) (STUDI PUTUSAN NOMOR 325/Pdt.G/2018/PN Cbi”
Karya ilmiah ini saya ajukan kepada tim penguji dalam ujian pendadaran yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini saya menyatakan:
1. Bahwa karya tulis ini adalah benar - benar hasil karya tulis sendiri yang dalam penyusunannya dan penulisannya tunduk dan patuh terhadap kaidah, etika dan norma- norma penulisan sebuah karya tulis ilmiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Bahwa meskipun secara prinsip hak milik atas karya ilmiah ini adalah pada saya, namun demi untuk kepentingan - kepentingan yang bersifat akademik dan pengembangan, saya memberikan kewenangan kepada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dan Perpustakaan di lingkungan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta untuk mempergunakan karya ilmiah saya tersebut.
Selanjutnya berkaitan dengan hal di atas (terutama pernyataan pada butir nomor 1 dan 2), saya sanggup menerima sanksi baik administratif, akademik, bahkan sanksi pidana, jika saya terbukti kuat dan meyakinkan telah melakukan perbuatan yang menyimpang dari pernyataan tersebut. Saya juga akan bersifat kooperatif untuk hadir menjawab, membuktikan dan melakukan pembelaan terhadap hak-hak saya
CURRICULUM VITAE
1. Nama Lengkap : Xxxxx Xxxxxxxxxxx
2. Tempat Lahir : Bekasi
3. Tanggal Lahir : 4 Maret 2001
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Golongan Darah : O
6. Alamat Terakhir : PML, Xx Xxxx Xxxxxxx xxxx, xxxxxxxx, Xxxxxx xxxxxxx
7. Alamat Asal : PML, Xx Xxxx Xxxxxxx xxxx, xxxxxxxx, Xxxxxx xxxxxxx
8. Identitas Orang Tua/Wali
a. Ayah
Nama Lengkap : Supriyono
Pekerjaan : Pegawai Swasta
b. Ibu
Nama lengkap : Xxxxx Xxxxxxxxxxxx Pekerjaan : Pegawai Negeri
9. Riwayat Pendidikan :
a. SD : SDI Al – Hanief
b. SMP : SMPI Darussalam
c. SMA : SMAN 6 Bekasi
10. Organisasi : Komunitas Mahasiswa Merdeka
11. Hobby : Olahraga dan Menganalisis
Yogyakarta, 15 Januari 2023
Peneliti
NIM. 19410162
HALAMAN MOTTO
ناَب ذك
ُت امك
ر ءلَاء
ى َأ َف
“ Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan ”
QS. Ar – Rahman 13
“Apapun yang menjadi takdirmu akan menemukan jalannya untuk menemukanmu”
(Xxx Xxx Xxx Xxxxxx)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. Kedua orang tua saya, Ayah Xxxxxxxxx dan Bunda Xxxxx yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan, dan perhatian yang tiada habisnya kepada saya.
2. Xxxx Xxxxxx Xxxx yang selalu memberikan doa dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini dan senantiasa menemani dan memberikan saran kepada saya untuk menulis skripsi ini dengan benar.
3. Kepada Almamater Universitas Islam Indonesia terkhusus Fakultas Hukum yang saya banggakan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’aalaamiin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skirpsi yang berjudul ANALISA HUKUM KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA YANG MEMUAT KLAUSUL NON KOMPETISSI (NON COMPETITION CLAUSE) (STUDI PUTUSAN NOMOR 325/Pdt.G/2018/PN
Cbi)Dalam menyusun skripsi ini, ingin mengucapkan berterima kasih karena adanya bantuan, bimbingan, dan juga dukungan baik moril dan materiil dari berabagai pihak sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang penulis buat ini. oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :
1. Kedua orang tua saya, Ayah Xxxxxxxxx dan Bunda Xxxxx yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan, dan perhatian yang tiada habisnya kepada saya.
2. Xxxxx Xxxx Xxxxxx Xxxxx,S.T.,X.Xx.,Ph.D selaku Rektor Universitas Islam Indonesia.
3. Bapak Xxxx. Xx. Xxxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
4. Xxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, S.H., M.H selaku dosen pembimbing skripsi saya, yang senantiasa dengan sabar dan penuh perhatian memembimbing serta
memberikan masukan-masukan kepada saya dalam proses penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Bapak Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang telah membagikan ilmu pengetahuannya yang sangat bermanfaat bagi penulis selama penulis berkuliah. Semoga kedepannya ilmu pengetahuan yang telah bapak ibu dosen ajarkan dapat penulis amalkan kembali dengan cara mengimplementasikannya di masyarakat.
6. Xxxx Xxxxxx Xxxx yang selalu memberikan doa dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini dan senantiasa menemani dan memberikan saran kepada saya untuk menulis skripsi ini dengan benar.
7. Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxx yang selalu menemani, menyemangati dan juga senantiasa membantu saya untuk selalu menulis skripsi ini, dan memberikan saran untuk membuat penulisan skripsi ini menjaddi jauh lebih baik lagi.
8. Teman-teman dekat saya dari do-fun, tutordek dan xxxxxxxx dan juga teman-teman lainnya yang selalu memberi semangat, dan motivasi kepada saya baik dalam hal perkuliahan dan juga dalam penulisan skripsi ini.
9. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, baik teman kelas di semester pertama dan teman-teman dari kelas lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu yang juga telah memberi semangat, bantuan, selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum.
10. Semua pihak yang memberikan bantuan dan saran yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saya mengharap kritik dan saran yang membangun dalam rangka penyempurnaan penulisan ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca di kemudian hari, Aamiin.
Yogyakarta, 15 Januari 2023
(Xxxxx Xxxxxxxxxxx)
DAFTAR ISI
ANALISA HUKUM KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA YANG MEMUAT KLAUSUL NON KOMPETISI (NON COMPETITION CLAUSE) 0
ANALISA HUKUM KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA YANG MEMUAT KLAUSUL NON KOMPETISI (NON COMPETITION CLAUSE) i
TINJAUAN UMUM PERJANJIAN, PERJANJIAN KERJA, DAN KLAUSUL NON KOMPETISI (NON COMPETITION CLAUSE)
E. Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) 56
ANALISA HUKUM KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA YANG MEMUAT KLAUSUL NON KOMPETISI (NON COMPETITION CLAUSE)
A. Keabsahan Perjanjian yang Memuat Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) Xxx Xxxxxx Perlu ada Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) Dalam Studi Putusan 62
B. Pencantuman Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dalam Perjanjian Merupakan Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak 79
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 90
B. Saran 91
DAFTAR PUSTAKA 92
ABSTRACT
Employment agreements that contain a Non-Competition Clause raise questions about the validity of employment agreements that include a Non-Competition Clause and whether including a Non-Competition Clause is an application of the principle of freedom. This research is normative juridical legal research using conceptual and statutory approaches. The data used to support this research uses primary (Civl Law, Labour Laws,Trade Secret Laws) secondary (Contract Law Books, Journal and Paper) and tertiary (Dictianory and Papers) legal materials, namely legal research sources obtained from the literature, not from the field, therefore the term known is legal research materials. The analytical method used in this research is descriptive qualitative which is a method that obtains understanding, develops theory and describes in a complex way which does not require a lot of data but is monographic or takes the form of cases. The results of the research concluded that a work agreement containing a Non-Competition Xxxxxx is said to be valid if it has clear limitations regarding prohibitions and provides compensation and the Non- Competition Clause is an application of the principle of freedom of contract if the limitations are clearly explained in the agreement so that it does not conflict with Article 31 Law Number 13 of 2003 concerning Employment Amendments to Law No. 6 of 2023 concerning Job Creation without changing workers' rights.
Keywords : Non Competition Clause, Employments Agreements, Freedom Of Contract
Perjanjian kerja yang memuat Klausul Non Kompetisi menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana dengan keabsahan perjanjian kerja yang mencantumkan Klausul Non Kompetisi dan apakah mencantumkan Klausul Non Kompetisi merupakan penerapan asas kebebasan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis Normatif dengan metode pendekatan konseptual dan Perundang – undangan pendekatan konsep dimaksudkan untuk menganalisa bahan hukum sehingga dapat diketahui makna yang terkandung pada istilah-istilah hukum. Bahan yang digunakan dalam menunjang penelitian ini menggunakan bahan hukum primer (KUHPerdata UU Ketenagakerjaan dan UU Rahasia Dagang) sekunder (Buku – buku Hukum Perjanjian, Jurnal dan Makalah) dan tersier (Kamus dan Ensiklopedia) yaitu sumber penelitian hukum diperoleh dari kepustakaan bukan dari lapangan untuk itu istilah yang dikenal adalah bahan hukum penelitian. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang di mana merupakan metode yang memperoleh pemahaman, mengembangkan teori dan menggambarkan secara kompleks yang di mana tidak terlalu membutuhkan data yang banyak melainkan bersifat monografis atau berwujud kasus – kasus. Hasil penelitian mengkaji dan menganalisis bahwa perjanjian kerja yang memuat Klausul Non Kompetisi dikatakan sah apabila dengan batasan yang jelas terkait larangan – larangannya dan memberikan kompensasi dan Klausul Non Kompetisi merupakan penerapan asas kebebasan berkontrak apabila dijelaskan batasan – batasan yang jelas di dalam perjanjiannya agar tidak bertentangan dengan Pasal 31 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja tanpa menggeser hak pekerja tersebut.
Kata-kata kunci : Klausul Non Kompetisi, Perjanjian Kerja, Kebebasan Berkontrak
BAB I PENDAHULUAN
X. Xxxxx Belakang Masalah
Pada dasarnya setiap orang membutuhkan pekerjaan karena untuk memenuhi kebutuhan hidup dari setiap orang tersebut. Setiap orang yang melakukan pekerjaan melibatkan suatu kesadaran seseorang untuk mencapai hasil yang sesuai dengan harapan dari orang tersebut. Dilihat lebih jauh seseorang yang bekerja itu untuk mendapatkan mencari kepuasan, mendapatkan rasa aman dan mengaktualisasikan dirinya dalam bekerja.
Menurut ahli Xxxxx pengertian kerja yaitu bahwasannya kerja merupakan bagian penting bagi kehidupan manusia, sebab bekerja merupakan aspek kehidupan yang memberikan status kepada masyarakat.1 Maka dari itu seperti pada realita yang terjadi sekarang banyak orang yang melihat status pekerjaan terhadap seseorang tersebut. Namun setiap orang memiliki hak untuk bekerja di mana dan kapan saja tidak ada waktu yang mengikat.
Suatu Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji melaksanakan suatu hal. Maka dari itu suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan ataupun tertulis dalam hal dibuat secara tertulis, perjanjian itu sendiri mempunyai makna sebagai bukti para pihak – pihak apabila dalam perjanjian tersebut mengalami perselisihan.2
1 Anoraga, “Pengertian Kerja Menurut Para Ahli”, 1998, terdapat dalam artikel xxxxx://xxxxxxxxxx.xxx/xxx/0000/00/xxxxxxxxxx-xxxxx-xxxxxxx-xxxx-xxxx.xxxx# Diakses
tanggal 7 April 2018
2 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Hukum Perikatan, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, hal 42
Perjanjian juga harus dibuat berdasarkan asas – asas perjanjian yang berlaku, di dalam hukum perjanjian dikenal asas – asas hukum perjanjian sebagai berikut:
a. Asas Konsesualisme
b. Asas Kebebasan Berkontrak
x. Xxxx Pacta Sunt Servanda
d. Asas Itikad Baik
e. Asas Kepribadian
Perjanjian sendiri oleh hukum dianggap sah dan mengikat kedua belah pihak maka perjanjian memiliki syarat sah, berdasarkan KUHPerdata syarat sah tersebut terdiri dari:
1. Adanya kata sepakat dari para pihak, yang dimana suatu kesepakatan kehendak dimulai dari adanya unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak, diikuti oleh penerimaan penawaran (acceptance) dari pihak lainnya sehingga dari adanya unsur tersebut terjadilah suatu perjanjian.3
2. Adanya suatu sebab yang halal, yang di mana suatu sebab yang halal ini menjadi dasar suatu perjanjian dibuat. Sebab yang halal dalam perjanjian merupakan bentuk kausa yang bersifat objektif. 4
3. Mengenai suatu hal yang tertentu, yang di mana suatu hal tertentu merupakan objek dari suatu perjanjian dan juga sebagai suatu prestasi yang harus dipenuhi oleh para pihak
3 Xxxxx XX, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia,Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal 30-31.
4 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, Azas – Azas Hukum Perjanjian, Cetakan Ketujuh, Sumur Bandung,, Bandung, 1973, hal 35.
4. Adanya kecakapan untuk membuat perjanjian, yang di mana suatu hak dan kewajiban seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum yang tidak melanggar Undang – Undang, perbuatan hukum yang menimbulkan konsekuensi hukum ini haruslah dilakukan oleh seseorang yang cakap. 5 Seperti dijelaskan dalam Undang – Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Maka dari itu penjelasan dalam Pasal 28 D ayat (2) menjelaskan bekerja merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi, yang di mana setiap orang diberikan hak untuk bekerja serta memiliki kebebasan untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja juga menjelaskan hal yang sama pada prinsipnya memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak baik di dalam maupun di luar negeri. Hubungan ketenagakerjaan terdapat dua pihak yakni pekerja dengan perusahaan dari kedua hubungan tersebut akan menghasilkan suatu perikatan yang di mana berdasarkan salah satu pihak berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain dan pihak yang lain itu berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.6
hal 39.
5 X.Xxxxxxx, Perbandingan Hukum Perdata, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, 1999,
6 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal 1
Perjanjian yang dibuat antara pekerja dan perusahaan lazimnya disebut dengan perjanjian kerja. Suatu Perjanjian Kerja harus didasarkan pada ketentuan– ketentuan yang terdapat di dalam Undang–Undang Ketenagakerjaan dan kembali jika ada aturan–aturan umum yang tidak teratur. Perjanjian kerja sendiri adalah suatu perjanjian antara orang perorang pada satu pihak dengan pihak lain sebagai pengusaha untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan mendapatkan upah.7 Pekerja diminta untuk menandatangani suatu Perjanjian kerja yang telah disiapkan oleh perusahaan. Pada dasarnya memang tidak ada negosiasi terkait klausula yang diperjanjikan karena dari kedua belah pihak tidak memiliki posisi yang sama dalam hal ini posisi tawar yang relatif seimbang.
Beberapa perusahaan memuat Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) di dalam perjanjiannya yang di mana perusahaan tersebut memiliki pesaing di bidang usaha yang sama, namun tidak semua perusahaan mencantumkannya. Isi di dalam klausula itu secara garis besar menjelaskan bahwasannya pekerja setuju untuk tidak akan bekerja sebagai karyawan atau agen perusahaan yang dianggap sebagai pesaing atau bergerak di bidang yang usaha untuk jangka waktu yang sudah ditentukan biasanya setelah tanggal pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja. Adapun perusahaan yang mencantumkan klausul tersebut sebagai bentuk perlindungan dari perusahaan tersebut.
Upaya dari perusahaan itu yang di mana perusahaan tersebut mencantumkan Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) di dalam perjanjian kerja yang
7 Xxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perjanjian Kerja, Bina Aksara, Jakarta, hal 9
mereka buat juga diatur di dalam Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang yang selanjutnya disebut sebagai Undang - Undang Rahasia Dagang. Harapan perusahaan mencantumkan Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) agar mencegah pekerja untuk tidak membocorkan apapun bentuk informasi yang sifatnya rahasia ataupun rahasia dagang dari kepada perusahaan pesaing.8
Rahasia Dagang (Trade Secret) merupakan informasi dalam bentuk apapun yang mempunyai nilai ekonomis karena kerahasiannya tersebut dan dilakukan upaya – upaya untuk tetap menjaga kerahasiaannya. Jadi jika di dalam perjanjian kerja yang sudah diberi dari perusahaan terdapat Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) maka pekerja yang telah menandatangani kontrak perjanjian kerja harus memenuhi klausul tersebut. 9
Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) sendiri merupakan klausul yang mengatur tentang bahwa pekerja sepakat untuk tidak bekerja dan tidak membuka usaha di perusahaan dengan bidang yang sama (yang dianggap pesaing) dengan bidang tempat kerja sebelumnya untuk jangka waktu tertentu setelah tanggal pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja.10 Jadi dapat dilihat secara tidak langsung Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) tersebut
8 Xxxxx Xxxxx “Trade Secret” (Xxxxxxx Xxxxxx) dalam rangka persetujuan TRIPs” terdapat dalam artikel xxxx://xxx.xxx.xxx.xx.xx/xxx/xxxxx.xxx/xxxx/xxxxxxx/xxxx/0000 Diakses tanggal 10 Maret 2013
9 Xxxxxxx Xxxxxx, “Tinjauan Perlindungan Hukum Rahasia Dagang”, Perspektif, Jakarta,
hal 11
10 Xxxxxx Xxxxxxx “Analisis Pengaturan Klausul Non – Kompetisi dalam Perjanjian Kerja :
Studi Perbandingan Indonesia, Malaysia, dan Singapura.” Jurnal Komunikasi Hukum, Edisi No. 2 Volume. 11 Fakultas Hukum Universitas Semarang, November 2021, hal 412-424
mengikat para pekerja bahkan sampai masa kontrak atau sampai pekerjanya sudah tidak berada di perusahaan tersebut.
Indonesia sendiri sebenarnya tidak mengatur secara jelas terkait Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) ini, namun KUHPerdata sejatinya telah mengatur mengenai hal yang memiliki kesamaan dengan pengertian Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause), yaitu suatu perjanjian yang berlaku terhadap pihaknya setelah berakhirnya suatu hubungan kerja atau dikenal dengan nama perjanjian kerja persaingan (Concutentie Beding). Pengertian perjanjian kerja persaingan ini diatur dalam KUHPerdata, yang berbunyi: “Suatu janji antara si majikan dan si buruh, dengan mana pihak yang belakangan ini dibatasi dalam kekuasaannya untuk setelah berakhirnya hubungan kerja melakukan pekerjaan dengan sesuatu cara, hanyalah sah apabila janji itu dibuat dalam suatu perjanjian tertulis atau dalam suatu reglemen, dengan seorang buruh yang dewasa.”11
Realitanya banyak pekerja yang tidak memenuhi klausul tersebut karena membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika dilihat dari sebagai warga negara maka setiap pekerja memiliki hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak maka dengan adanya klausula tersebut secara tidak langsung menghalangi setiap pekerja untuk memilih atau menerima pekerjaan
11 Kristian Bunggaran, “Non Competition Clause dalam perjanjian kerja” terdapat dalam artikel xxxxx://xxx.xxx-xxxxxxx.xxx/xxx-xxxxxxxxxxx-xxxxxx-xxxxx-xxxxxxxxxx, Diakses tanggal 10 Maret 2022
barunya, akan tetapi jika tidak dilakukan klausul tersebut akan mengancam posisi perusahaan dengan pesaingnya.
Seperti kasus Putusan Nomor 325/Pdt.G/2018/PN Cbi yang di mana pekerja Xxxx Xxxxxxxxxxx (selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT) mantan pekerja PT. Xxxxxxx Xxxxxxx yang berjabatan Head Sales. PT Xxxxxxx Xxxxxxx (selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT) digugat karena Xxxx Xxxxxxxxxxx tidak melakukan kewajibannya sebagaimana yang ditulis dalam perjanjian kontrak kerja dengan perusahaan karena adanya pelanggaran rahasia dagang sebagai salah satu posita gugatan wanprestasi terhadap tergugat. Hubungan Xxxx Xxxxxxxxxxx dan Pt . Xxxxxxx Xxxxxxx merupakan karyawan dengan perusahaan. Pt . Xxxxxxx Xxxxxxx menyebutkan bahwa di dalam perjanjian kerja tersebut adanya klausul dalam perjanjian kerja antara Xxxx Xxxxxxxxxxx dan PT . Xxxxxxx Xxxxxxx serta terdapat dalam code of conduct untuk tidak bekerja di dalam aktivitas yang sama selama dua tahun dalam kaedah hukum internasional di sebut sebagai Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause.)
PT. Metindo Perkasa sendiri merupakan perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan chemical plant seperti bahan, peralatan dan material mentah khusus untuk industri elektroplating. Kasus ini bermula dari Perjanjian kerja antara Xxxx Xxxxxxxxxxx dengan jabatan terakhirnya sebagai head sales kantor PT. Xxxxxxx Xxxxxxx melakukan pengunduran diri. Xxxx Xxxxxxxxxxx bekerja d PT Metindo sejak
pertengahan 2009, keluar 2010, kemudian kembali masuk di 2012 atas permintaan PT . Xxxxxxx Xxxxxxx dan keluar kembali di tahun 2013. 12
Alasan Xxxx Xxxxxxxxxxx mengundurkan diri karena fokus pada kehamilan dan alasan Xxxx Xxxxxxxxxxx tidak bekerja kembali di PT . Metindo Perkasa karena atasan Xxxx Xxxxxxxxxxx sudah mengusirnya dengan nada yang tidak baik dari bulan februari dan terakhir Rany diusir dengan sangat tidak pantas melalui whatsapp, sehingga disitulah Xxxx Xxxxxxxxxxx pergi dari perusahaan itu karena menurut Rany Pusitasari itu sudah hal yang diluar kemanusiaan, hal ini bukan sekali penggugat berbicara kasar kepada karyawan, seolah-olah karyawan adalah pengemis yang wajar jika diperlakukan seperti itu. 13
Xxxx Xxxxxxxxxxx lalu bekerja kembali di perusahaan yang sejenis kemudian melakukan aktivitas yang sama seperti di PT. Metindo Perkasa yakni menjual dan memasarkan produk kimia tersebut. Bahwa di dalam kontrak kerja Xxxx Xxxxxxxxxxx dengan PT. Metindo Perkasa terdapat NonCompetition Clause yang mengharuskan Xxxx Xxxxxxxxxxx untuk tidak bekerja di perusahaan yang sejenis sampai jangka waktu 2 tahun. Namun sebelum itu Xxxx Xxxxxxxxxxx setelah kehamilan kembali ke PT . Xxxxxxx Xxxxxxx menandatangani surat kontrak kerja waktu tidak tetap sebagai karyawan kontrak dan kontrak kerja Xxxx Xxxxxxxxxxx tidak pernah diperbaharui.
Bahwa setelah Xxxx Xxxxxxxxxxx tidak bekerja di tempat PT . Xxxxxxx Xxxxxxx kemudian Xxxx Xxxxxxxxxxx mendatangi para konsumen tetap dari PT. Metindo Perkasa, pada awalnya konsumen menganggap Xxxx Xxxxxxxxxxx masih bekerja di
12 Putusan Pengadilan Tinggi (Putusan Tingkat I) No. 325/Pdt.G/2018/PN . Cbi., hal 10
13 Ibid. hal 8
tempat PT . Xxxxxxx Xxxxxxx namun setelah Xxxx Xxxxxxxxxxx mengeluarkan harga penawaran dengan nama perusahaan yang berbeda kemudian konsumen mulai mengalami kebingungan maka dari itu terdengar berita tersebut kepada PT . Metindo Perkasa daftar harga yang dimiliki oleh Xxxx Xxxxxxxxxxx sedikit lebih murah dari PT . Xxxxxxx Xxxxxxx yang di mana akhirnya dari pihak PT . Metindo Perkasa melakukan gugatan kepada Xxxx Xxxxxxxxxxx.14
Daftar harga sendiri merupakan bagian dari dokumen perusahaan yang sangat penting dan bersifat rahasia, jika perusahaan lain dapat mengetahui daftar harga dari PT . Metindo Perkasa maka perusahaan lain ataupun kompetitor dapat membuat daftar harga penawaran yang lebih murah serta dapat merugikan PT . Xxxxxxx Xxxxxxx, maka dari itu PT . Xxxxxxx Xxxxxxx menggugat Xxxx Xxxxxxxxxxx karena telah melakukan wanprestasi untuk mematuhi klausul perjanjian kerja Pada kenyataanya Xxxx Xxxxxxxxxxx tidak pernah menandatangani Perjanjian yang mengakibatkan wanprestasi.15
Xxxxx menimbang bahwasannya dalam menentukan apakah Xxxx Xxxxxxxxxxx melakukan wanprestasi atau tidak maka terlebih dahulu hakim akan mempertimbangkan mengenai ada atau tidaknya perjanjian antara PT . Metindo Perkasa dengan Xxxx Xxxxxxxxxxx. Untuk membuktikan bahwa PT . Xxxxxxx Xxxxxxx telah mengadakan Perjanjian Kerja Nomor 001/MP/III/2014 tanggal 10
14 Ibid. hal 6
15 Ibid. hal 7
Maret 2014 antara Xxxx Xxxxx Xxxxxxxx sebagai Direktur PT . Metindo Perkasa dengan Xxxx Xxxxxxxxxxx.16
Berdasarkan bukti dari PT . Metindo Perkasa dan bukti Xxxx Xxxxxxxxxxx dan keterangan saksi – saksi tersebut, Xxxxxxx Xxxxx berpendapat bahwa Perjanjian Kerja Nomor 001/MP/III/2014 tanggal 01 Maret 2014 merupakan perjanjian yang tidak dibuat di hadapan Notaris sehingga Perjanjian tersebut adalah perjanjian di bawah tangan yang tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat karena saat salah satu pihak mengingkari isi perjanjian, Pihak lainnya akan sulit untuk membuktikannya. Dan PT . Xxxxxxx Xxxxxxx tidak mengajukan saksi untuk meyakinkan Xxxxxxx Xxxxx mengenai Perjanjian Kerja Nomor 001/MP/III/2014 tanggal 01 Maret 2014. 17
Hakim menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, Xxxxxxx Xxxxx berpendapat bahwa PT. Xxxxxxx Xxxxxxx hanya mengajukan Perjanjian di bawah tangan yaitu Perjanjian Kerja Nomor 001/MP/III/2014 tanggal 01 Maret 2014, yang tidak diakui kebenarannya oleh Xxxx Xxxxxxxxxxx di mana PT. Xxxxxxx Xxxxxxx tidak mengajukan bukti lain untuk membuktikan benar telah terjadi Perjanjian antara PT. Metindo Perkasa dengan Xxxx Xxxxxxxxxxx sebagaimana Perjanjian Kerja Nomor 001/MP/III/2014 tanggal 01 Maret 2014 tersebut sedangkan Xxxx Xxxxxxxxxxx dapat membuktikan pengingkarannya melalui bukti surat dan saksi tersebut di atas, sehingga Xxxxxxx Xxxxx berpendapat bahwa
16 Ibid. hal 16
17 Ibid. hal 28
Perjanjian Kerja Nomor 001/MP/III/2014 tanggal 01 Maret 2014, tidak dapat dipergunakan dalam pembuktian perkara a quo dan patut dikesampingkan.18
Vonis akhir di persidangan telah memenangkan Xxxx Xxxxxxxxxxx karena PT. Metindo Perkasa tidak dapat membuktikan keaslian tanda tangan dari Xxxx Xxxxxxxxxxx di perjanjian kerja tersebut serta PT. Metindo Perkasa tidak dapat membantah dalil - dalil PT. Metindo Perkasa yaitu “perjanjian di bawah tangan yang dibantah kebenarannya oleh salah satu pihak tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna” sehingga alasan wanprestasi PT. Xxxxxxx Xxxxxxx tidak dapat diterima.19
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keabsahan perjanjian yang memuat Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dan kenapa perlu ada Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dalam studi putusan?
2. Apakah pencantuman Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dalam perjanjian merupakan penerapan asas kebebasan berkontrak ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana keabsahan perjanjian yang memuat Klausul Non Kompetisi dan kenapa perlu ada Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) pada studi putusan.
18 Ibid, hal 29
19 Ibid, hal 30
2. Untuk mengetahui dan menganalisa apakah pencantuman Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dalam perjanjian merupakan asas kebebasan berkontrak atau tidak.
D. Orisinalitas Penelitian dan Tinjauan Pustaka
Penelitian harus dilakukan dengan menjaga orisinalitas, begitu juga dengan penelitian ini. Untuk menjaga orisinalitas ini, maka penulis memaparkan hasil penelitian – penelitian terdahulu yang berkaitan dengan isu Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) yang dilakukan perusahaan serta legalitasnya yang pernah diteliti sebelumnya. Penelitian terdahulu ini akan dijadikan referensi dan penelitian yang akan ditulis oleh penulis ini menciptakan hasil penelitian yang berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Berikut referensi yang digunakan penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
Tabel Orisinalitas Penelitian
NO | Penelitian Terdahulu | Perbedaan |
1. | Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Skripsi : “Kontrak Non Competition Clause Terhadap Perusahaan Franchise ” (Universitas Islam Xxxxxx Xxxxxxxx, 2 Agustus 2020, Jurnal Hukum UIN) Penelitian ini berisi tentang Klausul Non Kompetisi yang dicantumkan di perusahaan franchise yang bergerak dibidang food and beverages dan | Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena penelitian ini pada intinya ingin menjelaskan bahwa Klausul Non Kompetisi ini sah atau tidak dengan contoh studi kasus di perusahaan yang bergerak dibidang distribusi kimia. |
menjelaskan tentang bentuk – bentuk perlindungan hukumnya20 | ||
2. | Sartika Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxxxx Xxxx, dan Rintami Njatrijani, Skripsi : “Implementation of Non Competition Clause As The Basis Of Trade Secret Protection In Indonesia” (Universitas Diponegoro, 3 November 2017, Jurnal Dinamika Hukum) Penelitian ini berisi tentang penjelasan keharusan suatu perusahaan yang mencantumkan Klausul Non Kompetisi karena berdasarkan Undang-Undang Rahasia Dagang disisi lain karena indonesia menganut sistem civil law21 | Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena inti di dalam penelitian ini ingin menjelaskan sah atau tidak perjanjian yang menganut Klausul Non Kompetisi dilihat dari Undang-Undang. |
3. | Xxxx Xxxxxxx Xxxxx, Skripsi : “Analisis Xxxxxxx Xxxxxxx Non Competition Clause Dala Perspektif Undang - Undang RI No . 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang ” | Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena inti pada penelitian ini lebih menjelaskan dari sudut pandang pekerja yang melakukan perjanjian kontrak kerja jika di dalamnya ada Klausul Non Kompetisi |
20 Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxxx Kontrak Non Competition Clause Terhadap Perusahaan Franchise.” Jurnal Hukum, No. 2 Volume 2 Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Xxxxxxxx, Xxxxxxx 2020
21 Sartika Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxxxx Xxxx, dan Rintami Njatrijani “Implementation of Non Competition Clause As The Basis Of Trade Secret Protection In Indonesia” Jurnal Dinamika Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, November 2017
(Universitas Islam Xxxxxx Xxxxxxxx, 3 November 2021, Jurnal Hukum UIN) Penelitian ini berisi tentang sudut pandang perusahaan yang mencantumkan Klausul Non Kompetisi di dalam Perjanjian Kerja sebagai salah satu bentuk perlindungan dari perusahaan mengacu dengan adanya Undang-Undang Rahasia Dagang22 | dan apa saja upaya yang dapat dilakukan oleh pekerja untuk mendapatkan kepastian hukum bagi pekerja | |
4. | Xxx Xxxxxxx Xxxxxxx, Skripsi : “Klausul Non Kompetisi Dalam Perjanjian Kerja Dikaitkan Dengan Prinsip Kerahasiaan Perusahaan Dalam Perspektif Hak Untuk Memilih Pekerjaan Berdasarkan Hukum Positif Indonesia” (Universitas Padjajaran, 3 Januari 2017, Jurnal Hukum Al - Amwal) Pada penelitian ini menjelaskan sedikit tentang tentang Klausul Non Kompetisi ini menjadi klausul yang bisa digunakan sebagai prinsip kerahasiaan atau tidak dan menjelaskan keterkaitan prinsip kerahasiaan ini dengan hak memilih pekerjaan berdasarkan hukum positif indonesia dan keabsahannya 23 | Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena pada penelitian ini intinya meneliti putusan pengadilan Nomor 325/Pdt.G/2018/PN Cbi yang mengakibatkan pekerjanya digugat wanprestasi dan keabsahan perjanjian yang mencantumkan Klausul Non-Kompetisi di dalam putusan tersebut dan juga di Indonesia lebih menjelaskan hak dan menguatkan analisa. |
22 Xxxx Xxxxxxx Xxxxx “Analisis Xxxxxxx Xxxxxxx Non Competition Clause Dala Perspektif Undang - Undang RI No . 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang ”Jurnal Hukum UIN, Fakultas Hukum Islam Xxxxxx Xxxxxxxx, November 2021
23 Xxx Xxxxxxx Xxxxxxx ““Klausul Non Kompetisi Dalam Perjanjian Kerja Dikaitkan Dengan Prinsip Kerahasiaan Perusahaan Dalam Perspektif Hak Untuk Memilih Pekerjaan
5. | Xxxxxx Xxxxxxx, Skripsi: “ Analisis Pengaturan Klausul Non Kompetisi Dalam Perjanjian Kerja: Studi Perbandingan Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Universitas Negeri Semarang,) Pada penelitian ini menjelaskan perbandingan Klausul Non – Kompetisi yang ada di singapura dan malaysia dibandingkan dengan yang ada di Indonesia24 | Pada Penelitian ini pada intinya menjelaskan dari putusan pengadilan Nomor 325/Pdt.G/2018/PN Cbi apakah pelanggaran dalam putusan tersebut dapat dikatakan wanprestasi karena Klausul Non Kompetisi. |
E. Kerangka Teori
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan suatu hubungan hukum yang kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan para pihak lain untuk menunaikan prestasi.25 Perjanjian juga suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih yang di mana menimbulkan akibat – akibat hukum yang diperkenankan oleh undang – undang.26 Dasar hukum dalam perjanjian sendiri
Berdasarkan Hukum Positif Indonesia” Jurnal Hukum Al-Amwal, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Januari 2017
24 Xxxxxx Xxxxxxx “Analisis Pengaturan Klausul Non – Kompetisi dalam Perjanjian Kerja
: Studi Perbandingan Indonesia, Malaysia, dan Singapura.” Jurnal Komunikasi Hukum, Edisi No. 2 Volume. 11 Fakultas Hukum Universitas Semarang, November 2021
25 X. Xxxxx Xxxxxxx, Segi – Segi Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, 1986, hal 6.
26 Xxxxxxxxxxxxxx, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, PT Pembangnan, Jakarta, 1986, hal 83.
diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
2. Syarat Sah Perjanjian
Perjanjian memiliki syarat sah yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa ada 4 syarat sah terjadinya perjanjian yaitu:
a. Adanya kesepakatan dari para pihak;
b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c. Mengenai suatu sebab yang halal;
d. Adanya suatu sebab yang halal.
Suatu perjanjian memiliki syarat sah seperti yang sudah dijelaskan diatas, maka syarat dalam perjanjian bisa dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
a. Syarat Subjektif, Menyangkut dari subjek perjanjian itu yang harus dipenuhi oleh para pihak, di mana orang itu telah sepakat untuk membuat perjanjian atau juga cakap membuat perjanjian. Jika syarat subjektif ini tidak terpenuhi maka hukumnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan, dibatalkan disini artinya selama perjanjian tidak dibatalkan oleh hakim pengadilan maka perjanjian tersebut masih mengikat.27
b. Syarat Obyektif, Objek perjanjian meliputi sesuatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka
27 Xxxxxxxxx Xxxxxx, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis Contract Drafting, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2003, hal 7
konsekuensinya perjanjian tersebut batal demi hukum. Batal demi hukum disini artinya perjanjian tersebut sejak pertama dibuat sudah batal, menurut pertimbangan hukum perjanjian tersebut tidak pernah ada sebelumnya.28
3. Asas Perjanjian
Perjanjian juga harus dibuat berdasarkan asas – asas perjanjian yang berlaku, di dalam hukum perjanjian dikenal asas – asas hukum perjanjian sebagai berikut:
a. Asas Konsesualisme yang di mana para pihak yang mengadakan perjanjian harus sepakat, setuju atau selaras mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian yang diadakan dan asas ini tercantum dalam salah satu syarat sahnya perjanjian menurut KUHPerdata 29
b. Asas Kebebasan Berkontrak yang di mana dapat dilihat dalam KUHPerdata yaitu para pihak memiliki kebebasan untuk:
a) Menentukan atau memilih klausul dari perjanjian yang akan dibuatnya;
b) Menentukan objek perjanjian;
c) Menentukan bentuk perjanjian;
d) Menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat aanvullend (opsional) 30
28 Ibid.
29 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Hukum Perikatan, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, hal 46
30 Ibid., hal 45
x. Xxxx Pacta Sunt Servanda yang di mana perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang–undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.31
d. Asas Itikad Baik yang di mana merujuk pada KUHPerdata berarti melaksanakan perjanjian dengan itikad baik artinya dalam melaksanakan perjanjian, kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia.
e. Asas Kepribadian yang di mana asas yang menentukan bahwa seseorang akan melakukan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan pribadi atau perseorangan saja dalam KUHPerdata yang menjelaskan bahwa pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan pengikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.32
4. Prestasi
Prestasi msendiri yaitu hak dari kreditur atas sesuatu yang wajib diberikan oleh debitur terdapat 3 bentuk prestasi. Hal ini diatur dalam Pasal 1324 KUHPerdata “Tiap – tiap perikatan adalah untuk memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk berbuat sesuatu untuk tidak berbuat sesuatu.” Maka dari itu prestasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu memberikan sesuatu berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Apabila suatu perjanjian tersebut tidak ada objek
31 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, Azas – Azas Hukum Perjanjian, Cetakan Ketujuh, Sumur Bandung,, Bandung, 1973, hal 32.
32 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Cetakan ke-1, Prenada Media, Jakarta, hal 104-171.
yang dicantumkan untuk diikat ini bisa dikatakan perjanjian tersebut batal demi hukum. Dan syarat terjadinya prestasi itu:33
a. Tertentu atau dapat ditentukan (bepaalbaar);
b. Diperbolehkan;
c. Dimungkinkan
Prestasi sendiri tidak boleh bertentangan dengan undang – undang, ketertiban umum dan kesusilaan yang baik. Syarat tersebut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1335 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu, atau terlarang tidak mempunyai kekuatan.”34
5. Wanprestasi
Wanprestasi merupakan suatu kondisi dimana satu pihak lalai dalam memenuhi perjanjiannya karena pada umumnya hak dan kewajiban yang lahir dari perikatan harus dipenuhi oleh pihak – pihak baik debitur maupun kreditur.35 Wanprestasi terdapat dalam Pasal 1243 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa “penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
33 Xxxxxx Xxxxxxxx, Dasar – Dasar Hukum Perikatan, Cetakan ke-1, Mandar Maju, Bandung, 2012, hal 5
34 Xxxxxxx Xxxxx, Hukum Perdata dalam Perspektif BW, Cetakan ke-1, Nuansa Aulia, Bandung, 2015, hal 15
35 Xxxxx XX, Pengantar Hukum Perdata Tertulis BW, Cetakan ke-1, Sinar Grafika, Jakarta, 2008 hal 180.
dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauiannya”.36
6. Bentuk Wanprestasi
Kenyataannya banyak sekali debitur yang tidak mematuhi apa yang menjadi kewajibannya dan itulah yang disebut wanprestasi. Maka dari itu terdapat 3 bentuk wanprestasi yaitu: 37
a. Memenuhi Prestasi Tidak Tepat Waktu yang di mana debitur terlambat melakukan prestasi walaupun prestasi itu dilaksanakan atau diberikan, tetapi tidak sesuai dengan waktu dilaksanakan atau diberikan, Maka dapat disebut juga kelalaian.
b. Tidak Memenuhi Prestasi yang di mana tidak hanya terlambat tetapi juga tidak bisa dijalankan hal ini terjadi karena pemenuhan prestasi tidak mungkin lagi dilakukan karena barangnya telah musnah dan prestasi kemudian sudah tidak berguna lagi.
c. Memenuhi Prestasi Tidak Sempurna yang dimana prestasinya diberikan namun tidak sebagaimana mestinya.
Wanprestasi sendiri di dalam perjanjian bisa dikatakan terjadi dikarenakan adanya 2 (dua) kemungkinan yaitu, karena keadaan memaksa (overmach / force mejeure), Lalu karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun lalai. Dan dari wanprestasi dapat terjadi jika 3 (tiga) unsur ini terpenuhi yaitu: 38
36 Xxxxxx Xxxx, Xxxxx Xxxx, Hukum Perikatan, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hal 12.
37 Sri Soedewi Mashyoen, Hukum Acara Perdata Indonesia dalam Teori dan Praktek, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal 13
38 Ibid.
a. Perbuatan yang dilakukan debitur tersebut dalam disesalkan.
b. Akibatnya dapat diduga lebih dahulu baik dalam arti yang objektif yaitu orang yang normal dapat menduga bahwa keadaan itu akan timbul. Maupun dalam arti yang subjektif, yaitu sebagai orang yang ahli dapat menduga keadaan demikian akan timbul.
x. Xxxxx diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, artinya bukan orang gila atau lemah ingatan.
7. Perjanjian Kerja
Kontrak di dalam Black’s Law Dictionary sendiri mendapatkan definisi sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat suatu hal yang khusus. Dan menurut Xxx Xxxxx menjelaskan bahwa kontrak adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan hukum.39 Perjanjian sebagai suatu kontrak merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat para pihak yang pelaksanaanya akan berhubungan dengan hukum kekayaan dari masing – masing pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.40
Dalam Perjanjian Kerja memang dapat beberapa klausul yang diberikan oleh perusahaan, klausul itu sendiri didefinisikan klausula baku sebagai setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen
39. Arfiana Novera dan Meria Utama, Dasar-dasar Hukum Kontrak dan Arbitrase, Tunggal Mandiri, Malang, 2014 hal 5.
40. Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx , Hukum Kontrak Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Gramedia, Jakarta, 2011, hal 30-32.
atau perjanjian mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.41 Jadi jelas bahwasannya di dalam Perjanjian Kerja ada klausul yang berketentuan khusus yang dibuat oleh pihak perusahaan untuk mengatur pihak karyawan.
Alasan adanya Perjanjian Kerja sendiri yaitu merupakan suatu bentuk kesepakatan dari pihak perusahaan dan pekerja yang memiliki kekuatan hukum, maka dari itu surat ini menjadi dokumen penting yang perlu dibuat oleh perusahaan sebagai pedoman bagi kedua belah pihak dalam menjalankan pekerjaan. Adanya Perjanjian Kerja yang dibuat perusahaan akan menjadi tanggung jawab dari pihak karyawan untuk melakukan hak dan kewajibannya, pihak perusahaan juga dapat memasukan beberapa klausul yang dirasa dibutuhkan seperti Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause.)42
8. Unsur Perjanjian Kerja
Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja menjelaskan bahwa Perjanjian Kerja merupakan perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja tersebut yang di mana memuat Syarat – syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Perjanjian Kerja memuat 3 unsur yaitu:43
a. Unsur Pekerjaan yang di mana menjelaskan jabatan atau pekerjaan apa yang harus dipenuhi.
41. X. Xxxxxxx Xxxxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxxxxxxx, Kamus Hukum Kontemporer, Sinar Grafika, Jakarta, 2016 hal 102
42 Satriyo J, Hukum Perjanjian, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 1992 hal 32
43 Xxxxxxx, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Raja grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal
13
b. Unsur Upah yang di mana menjelaskan besaran gaji yang akan diterima dan waktu pembayarannya.
c. Unsur Perintah: yang di mana menjelaskan mengenai pekerjaan yang akan dilakukan, aturan – aturan yang harus dipatuhi dan lain – lain.
Salah satunya Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) yaitu sebuah klausul yang mengatur bahwa karyawan setuju untuk tidak akan bekerja sebagai karyawan atau agensi perusahaan yang dianggap sebagai pesaing atau bergerak di bidang usaha yang sama untuk periode atau jangka waktu tertentu setelah tanggal pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja. 44
9. Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause)
Xxxxxxx Xxx Xxxxxxxxx (Non Competition Clause) sendiri merupakan klausul yang mengatur tentang bahwa pekerja sepakat untuk tidak bekerja dan tidak membuka usaha di perusahaan dengan bidang yang sama (yang dianggap pesaing) dengan bidang tempat kerja sebelumnya untuk jangka waktu tertentu setelah tanggal pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja.45 Penjelasan tentang Non Competition Xxxxxx berdasarkan kamus hukum Cambridge Dictianory dapat didefinisikan “an agreement that prevents an employee who leaves a company from working for another company involved in the same activity for a particular period”. Jika diartikan klausul ini sebenarnya merupakan klausul yang membatasi seseorang
44. Kristian Bunggaran, “Non Competition Clause dalam perjanjian kerja” terdapat dalam artikel xxxxx://xxx.xxx-xxxxxxx.xxx/xxx-xxxxxxxxxxx-xxxxxx-xxxxx-xxxxxxxxxx, Diakses tanggal 10 Maret 2022
45 Xxxxxx Xxxxxxx “Analisis Pengaturan Klausul Non – Kompetisi dalam Perjanjian Kerja : Studi Perbandingan Indonesia, Malaysia, dan Singapura.” Jurnal Komunikasi Hukum, Edisi No. 2 Volume. 11 Fakultas Hukum Universitas Semarang, November 2021, hal 412-424
untuk pindah bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain yang sejenis dalam kurun waktu tertentu.46
Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) ini dapat dibilang memberatkan pihak karyawan karena secara tidak langsung Klausul Non Kompetisi membatasi pilihan pekerjaan dari pihak karyawan agar tidak bergabung kedalam perusahaan yang sejenis ataupun kompetitornya dapat dilihat dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja juga dijelaskan bahwa memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak baik di dalam maupun di luar negeri.47
F. Metode Penelitian
1. Tipologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis Normatif karena pada dasarnya meneliti asas – asas hukum dan teori hukum tanpa ada meneliti data di lapangan. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya. Sisi normatif disini tidak sebatas pada peraturan perundang- undangan saja.48
46 Xxxxxx Xxxxxxx “Mengenal Non – Competition Clause dalam Perjanjian Kerja” Jurnal Serupa Hukum, Edisi No. 1 Volume. 1 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Xxxxx, Xxxxx 2022, hal 3-4
47 Ibid hal 5
48 Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxxx dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayumedia, 2013, hal 57
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan perundang – undangan yang mengutamakan bahan hukum berupa peraturan perundang – undangan sebagai bahan acuan dasar dalam melakukan penelitian dan pendekatan konseptual (Conseptual Approach), pendekatan konsep dimaksudkan untuk menganalisa bahan hukum sehingga dapat diketahui makna yang terkandung pada istilah-istilah hukum. Hal itu dilakukan sebagai usaha untuk memperoleh makna baru yang terkandung dalam istilah-istilah yang diteliti, atau menguji istilah hukum tersebut dalam teori dan praktek 49 dan kasus putusan yang di mana pendekatan kasus ini dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus – kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 50
3. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini yaitu keabsahan perjanjian yang memuat Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dan asas kebebasan berkontrak yang mencantumkan Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dalam perjanjian.
4. Bahan Hukum Penelitian
49 Hajar M, Model-Model Pendekatan Dalam Penelitian Hukum dan Fiqh, Pekanbaru, UIN Suska Riau, 2015, hal 41
50 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum, Bandung, Kharisma Putra Utama, 2015, hal
134
Bahan Hukum yang digunakan dalam menunjang penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier yaitu sumber penelitian hukum diperoleh dari kepustakaan bukan dari lapangan untuk itu istilah yang dikenal adalah bahan hukum penelitian.51 Bahan Hukum terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dijadikan landasan utama dalam penelitian ini adalah :
a) Undang – Undang Dasar 1945;
b) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata;
c) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai mana telah diubah terakhir kali dengan Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja;
d) Undang – Undang Rahasia Dagang No 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
e) Putusan Pengadilan Nomor 325/Pdt.G/2018/PN.Cbi
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum yang menjadi tambahan untuk membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer yaitu terdiri dari buku – buku terkait Hukum Perjanjian, jurnal – jurnal serta karya tulis
51 Xxxxxxxx Xxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Rajawali Pers, 2015, hal 24
hukum lainya dan makalah penelitian terdahulu yang ada sangkut paut dan hubungan dengan penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang menjadi tambahan untuk membantu menganalisis dan memahami bahan hukum tersier yaitu terdiri dari Kamus dan Ensiklopedia yang dapat menjelaskan kata dari bahasa asing dalam penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian hukum normatif pengambilan data yang diperoleh melalui studi pustaka terhadap bahan – bahan hukum penelitian tersebut baik bahan hukum primer, sekunder dan tersier dengan melalui buku, jurnal, artikel dan media internet.
6. Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode penelitian deskriptif kualitatif, merupakan metode yang memperoleh pemahaman, mengembangkan teori dan menggambarkan secara kompleks yang di mana tidak terlalu membutuhkan data yang banyak melainkan bersifat monografis atau berwujud kasus – kasus. 52 Metode ini untuk membuat gambaran umum yang sistematis atau deskripsi rinci yang faktual dan akurat.
G. Kerangka Skripsi
52 Amirudin dan X. Xxxxxx Xxxxxx, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo, Jakarta, hal 167-168
Untuk memberikan gambaran secara garis besar mengenai penulisan ini, maka penelitian ini menguraikan secara singkat rancangan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, orisinalitas penelitian, tinjauan pustaka, definisi operasional, metode penelitian, dan kerangka skripsi.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN KERJA, PRESTASI, WANPRESTASI DAN KLAUSUL NON KOMPETISI (NON COMPETITION CLAUSE)
Bab ini menjelaskan tentang tinjauan umum mengenai Perjanjian. Perjanjian Kerja, Prestasi, Xxxprestasi dan Xxxxxxx Xxx Xxxxxxxxx (Non Competition Clause), yang akan digunakan untuk pembahasan pada BAB pembahasan dan hasil penelitian.
BAB III PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang pembahasannya menjelaskan tentang bagaimana keabsahan Perjanjian Kerja yang mencantumkan Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dan kenapa perlu adanya Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dalam studi putusan, lalu menjelaskan tentang pencantuman Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) ini merupakan asas kebebasan berkontrak atau tidak.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang berisi penutup pembahasan yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari pembahasan bab – bab sebelumnya, saran tersebut dapat dijadikan sebagai masukan bagaimana keabsahan Perjanjian Kerja yang memuat Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dan apakah pencantuman Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) ini merupakan asas kebebasan berkontrak atau tidak.
BAB II
TINJAUAN UMUM PERJANJIAN, PERJANJIAN KERJA, DAN KLAUSUL NON KOMPETISI (NON COMPETITION CLAUSE)
A. Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Black’s Law Dictionary menjelaskan bahwa perjanjian merupakan suatu kesepakatan antara dua orang atau lebih. Suatu perjanjian biasanya menimbulkan suatu kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian. Definisi yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary ini menyiratkan bahwa kontrak atau perjanjian dilihat sebagai suatu persetujuan antara para pihak untuk melaksanakan suatu kewajiban, baik melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian.53
Menurut Pasal 1233 Burgerlijk Wetboek (BW) sumber hukum perikatan berasal dari persetujuan dan Undang- Undang. Adapun dalam KUHPerdata menyebutkannya sebagai berikut; “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-Undang”. Dapat ditafsirkan dalam ketentuan tersebut yang disebut “persetujuan” disini adalah perjanjian. Perjanjian sendiri diatur pada Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa; “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.54
53 Xxxxx XX, Perkembangan Hukum Kontrak Innomhat di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2003, hal 16
54 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta, Prestasi Pustaka, 2008, hal 242
KUHPerdata juga menjelaskan terkait pengertian dari perjanjian itu sendiri dalam Pasal 1313 yang menggambarkan adanya lebih dari satu pihak yang saling mengikatkan dirinya satu sama lain. Pengertian ini dirasa kurang lengkap, tetapi dengan perngetian ini sudah jelas bahwa dalam suatu perjanjian terdapat satu pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak lain.55
Menurut KUHPerdata itu sendiri perjanjian terjadi disebabkan karena adanya perbuatan hukum yang bersegi dua, sebab perjanjian tersebut diadakan dua atau lebih pihak.56 Menurut Xxx Xxxxx, yang diartikan dalam perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Teori tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata- mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan-perbuatan sebelumnya atau yang didahuluinya.57
Perjanjian juga dijabarkan oleh Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, di mana menurutnya perjanjian merupakan suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.58 Menurut Subekti, perjanjian merupakan peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini
55 Xxxxx Xxxx dan Xxxxx Xxxx, Hukum Perikatan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011, hal
63
56 Xxxxx Xxxxxxxx dan X.X. Xxxxxxxxxxxxx, Azas dan Dasar Hukum Perdata, Jakarta,
Djambatan, 1963, hal 128
57 Xxx Xxxxx sebagaimana dikutip dari Xxxxx XX, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta, Sinar Grafika, 2003, hal 161
58 Sudikno Mortokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberti, 1986,
hal 97
timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan dengan perikatan.59
2. Unsur – unsur Perjanjian
Pada dasarnya dalam suatu perjanjian memiliki tiga unsur yang di bagi menjadi unsur pokok dan unsur bukan pokok, yaitu:60
a. Unsur essensialia (unsur pokok), merupakan bagian dari perjanjian mutlak harus ada, yang tanpa hal itu perjanjian tidak mungkin ada. Syarat ini ditentukan oleh Undang-Undang karena apabila dalam suatu perjanjian tidak terdapat unsur ini maka perjanjian tersebut tidak sah dan tidak mengikat. Contoh: barang dan harga.
b. Unsur naturalia (unsur bukan pokok), merupakan bagian yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai peraturan yang bersifat mengatur. Biasanya syarat ini dicantumkan dalam perjanjian namun apabila tidak dicantumkan, perjanjian tersebut tetap sah dan mengikat. Contoh: penjual menjamin tidak ada cacat pada barang yang di perjual belikan atau penanggungan (vrijwaring).
c. Unsur accsidentalia (unsur bukan pokok), merupakan bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian karena Undang-Undang tidak mengaturnya. Unsur ini tidak harus ada, tetapi dapat dicantumkan oleh para pihak untuk keperluan tertentu dengan maksud sebagai suatu kepastian. Contoh: perjanjian sewa menyewa secara khusus diperjanjikan
59 R. Subekti, Op.Cit, hal 1
60 X. Xxxxxxxx, Op.Cit, hal. 50
apabila telah berakhir perjanjian, penyewa wajib menyerahkan kwitansi pembayaran terakhir.
3. Asas Perjanjian
Perjanjian juga harus dibuat berdasarkan asas – asas perjanjian yang berlaku, di dalam hukum perjanjian dikenal asas – asas hukum perjanjian sebagai berikut:
a. Asas Konsesualisme yang di mana para pihak yang mengadakan perjanjian harus sepakat, setuju atau selaras mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian yang diadakan dan asas ini tercantum dalam salah satu syarat sahnya perjanjian menurut KUHPerdata61
b. Asas Kebebasan Berkontrak yang di mana dapat dilihat dalam KUHPerdata yaitu para pihak memiliki kebebasan untuk:62
a) Menentukan atau memilih klausul dari perjanjian yang akan dibuatnya;
b) Menentukan objek perjanjian;
c) Menentukan bentuk perjanjian;
d) Menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat aanvullend (opsional)
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.” 63
61 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Op.cit, hal 32
62 Ibid
63 Xxxxx X.X, Op.Cit, hal 9
Adanya kata “semua”, mencerminkan bahwa Pasal ini berisikan suatu pernyataan diperbolehkannya para pihak menentukan sendiri isi, bentuk, atau apapun yang dikehendaki dalam perjanjiannya. Adanya kebebasan bagi para pihak untuk membuat perjanjian/kontraknya maka disebut sebagai asas kebebasan berkontrak. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka orang pada asasnya dapat membuat perjanjian dengan isi yang bagaimanapun juga, asal tidak bertentangan dengan Undang- Undang, kesusilaan dan ketertiban umum.64
Dalam asas kebebasan berkontrak yang penting adalah semua perjanjian (perjanjian dari macam apa saja), akan tetapi yang lebih penting lagi adalah bagian mengikatnya perjanjian sebagai Undang - Undang. Dalam pelaksanaan asas kebebasan berkontrak umumnya para pihak dapat mengecualikan peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHPerdata karena KUHPerdata menganut sistem terbuka (openbaar system) selain openbaar system, dapat terlaksananya asas kebebasan berkontrak karena adanya faktor perkembangan kebutuhan manusia dalam hukum perjanjian itu sendiri.65
x. Xxxx Pacta Sunt Servanda yang di mana perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang–undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.66
64 R.Subekti, Op.Cit, hal 4
65 R.Subekti,Op.Cit, hal 7
66 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, Op.Cit, hal 104-107
d. Asas Itikad Baik yang di mana merujuk pada KUHPerdata berarti melaksanakan perjanjian dengan itikad baik artinya dalam melaksanakan perjanjian, kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia.
e. Asas Kepribadian yang di mana asas yang menentukan bahwa seseorang akan melakukan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan pribadi atau perseorangan saja dalam KUHPerdata yang menjelaskan bahwa pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan pengikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.67
4. Syarat Sah Perjanjian
Menurut Subekti, untuk melakukan suatu perjanjian yang sah harus memenuhi empat syarat, yaitu:68
a. Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan diri
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
x. Xxxxx hal tertentu yang diperjanjikan
d. Suatu sebab yang halal, yang berarti yang tidak dilarang
Syarat sahnya perjanjian yang diberikan oleh Subekti ini tidak berbeda jauh dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pasal tersebut diatur mengenai syarat sahnya perjanjian yang berbunyi:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
x. Xxxxx hal tertentu
67 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Op.cit, hal 32
68 R. Subekti, Op.cit, hal 134
d. Suatu sebab yang halal
Pada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut, dua syarat pertama dinamakan syarat subyektif, karena syarat-syarat tersebut menjelaskan mengenai orang atau subyek hukum yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat obyektif karena kedua syarat tesebut menjelaskan mengenai perjanjian itu sendiri dan obyek dari pada perjanjian tersebut.69 Adapun penjelasan memgenai syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:70
a. Sepakat
Mereka yang mengikatkan dirinya pada syarat ini yang dinamakan dengan sepakat atau perizinan yang bebas sebagaimana yang Subekti katakana bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut haruslah sepakat, setuju atau terdapat kesesuaian kehendak mengenai hal-hal pokok pada perjanjian tersebut. Hal-hal yang mereka sepakati atau kehendaki haruslah sama secara timbal balik.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Syarat yang kedua adalah kecakapan para pihak yang mana diperlukan dalam membuat suatu perjanjian. Kecakapan ini adalah kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Orang-orang yang akan membuat suatu perjanjian haruslah orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Dalam Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan mengenai orang- orang yang tidak cakap menurut hukum, yaitu:
a) Orang – orang yang belum dewasa
69 Ibid, hal 17
70 Ibid
b) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c) Orang perempuan dalam hal – hal yang ditetapkan oleh Undang – Undang dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian tertentu.
Usia seseorang untuk dapat dikatakan cakap menurut hukum diatur pada Pasal 330 KUHPerdata yang menyatakan bahwa; “Mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, tidak terlebih dahulu telah kawin”.
Pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur hal yang sama mengenai usia cakap seseorang yaitu pada Pasal 47 ayat 1 yang mengatakan bahwa: “Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas tahun) atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.”
Pada ketentuan Pasal 330 KUHPerdata, seseorang dapat dikatakan cakap apabila telah mencapai umur 21 (dua puluh satu tahun). Sedangkan Undang- Undang perkawinan mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan dewasa apabila telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, melihat bahwa KUHPerdata bukanlah suatu aturan yang berlaku nasional dan hanya bersifat pedoman serta melihat asas lex posterior derogate legi priori maka untuk kecakapan ini akan terhitung pada usia 18 (delapan belas) tahun.
x. Xxxxx hal tertentu
Dalam suatu perjanjian obyek atau hal yang diperjanjikan harus jelas. Syarat ini berkaitan erat dengan obyek perjanjian yang diatur pada Pasal 1332 sampai
dengan Pasal 1334 KUHPerdata. Obyek perjanjian yang dapat dikategorikan pada Pasal tersebut adalah:
a) Obyek yang akan ada, asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung
b) Obyek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan banyak/umum tidak dapat dijadikan sebagai obyek perjanjian)
Pada umumnya obyek dari perjanjian adalah barang, maka dalam suatu perjanjian yang obyeknya adalah barang harus jelas jenisnya,jumlahnya dan harganya. Setidak-tidaknya keterangan dari obyek yang di perjanjikan harus dapat ditetapkan apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak.71
d. Suatu sebab yang halal
Syarat yang terakhir adalah sebab yang halal atau kausa yang halal. Pada Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan lebih rinci mengenai kuasa yang halal. Hanya pada Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang sedikit menjelaskan hal tersebut yang mana disebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Pada penjelasan Pasal 1337 KUHPerdata tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu sebab yang halal adalah suatu sebab yang diperbolehkan oleh ketentuan hukum yang berlaku, kesusilaan dan tidak melanggar ketertiban umum.
71 X.X.X Xxxxxx, Pokok – Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 1992, hal 194
Dua syarat pertama yang disebut syarat subyektif memiliki suatu akibat yang mana apabila syarat tersebut tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat obyektif apabila tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum yang artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada sehingga tidak perlu pembatalan.72
Perjanjian tidak dipenuhi syarat subjektif maka perjanjian ini dapat dibatalkan atau tidak tergantung para pihak, perjanjian tersebut dibatalkan karena tidak memenuhi syarat kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak dalam perjanjian yang di mana menyangkut soal orang-orang yang mengadakan perjanjian. Untuk perjanjian yang dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat subjektif maka perjanjian tersebut baru akan dianggap batal dan tidak mengikat jika salah satu pihak mengajukan pembatalan kepada pengadilan.73
Perjanjian tidak dipenuhi syarat objektif maka perjanjian ini batal demi hukum, perjanjian tersebut batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat suatu hal tertentu dan sebab yang halal yang di mana menyangkut objek peristiwa yang dijanjikan. Batal demi hukum ini diatur dalam Pasal 1335 KUHPerdata yang menerangkan bahwa suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. Adapun dikatakan tidak mempunyai kekuatan yang diatur dalam Pasal 1335 KUHPerdata sering disebut pula dengan batal demi hukum. Artinya, perjanjian tersebut dari
72 R. Subekti, Op.Cit, hal 20
73 Xxxx Xxxxx Xxxxxx, Penjelasan Istilah-Istilah Hukum Belanda-Indonesia. Jakarta, Ghalia Indonesia, 1982, hal 120
semula dianggap tidak pernah ada atau dilahirkan sehingga tidak pernah ada suatu perikatan. 74
5. Pengertian Perjanjian Dalam Islam
Istilah “perjanjian” dalam hukum Indonesia disebut “akad” dalam hukum islam. Akad berasal dari kata al-‘aqad, yang memiliki arti sebagai mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt). Menurut Xxxxxxx Xxxxx, M.A. akad merupakan pertemuan ijab dan Kabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk membuat suatu akibat hukum terhadap objeknya.75
Hukum Islam Kontemporer menggunakan istilah “iltizam” untuk menyebutkan perikatan (Verbintenis) dan istilah “akad” untuk menyebut perjanjian dan juga untuk menyebut kontrak (contract). Istilah terakhir adalah akad yang merupakan istilah kuno yang sudah digunakan sejak zaman klasik sehingga sangat baku.76 Definisi ini merupakan Tindakan hukum dua pihak karena akad adalah pertemuan ijab yang merepresentasikan keinginan dari satu pihak dan Kabul yang menyatakan keinginan pihak lain.
6. Asas Dalam Hukum Islam
Dasar hukum dilakukannya akad dalam Al Qur’an yaitu surah Al-Maidah ayat 1 sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
74 Xxxx Xxxxx Xxxxxx, Op.Cit, hal 121
75 Xxxxxxx Xxxxx, Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada., 2007 hal 47
76 Ibid, hal 48 - 49
mengerjakan haji.Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”. (Q.S Al-Maidah : 1) 77
Untuk melakukan akad dalam hukum islam harus memenuhi unsur rukun akad yang sudah dijelaskan yaitu:
a. Xxxx adalah orang yang berakad (subjek akad).Terkadang masing- masing pihak terdiri dari salah satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang.
b. Ma’qudalaih adalah benda-benda yang akan di akadkan (objek akad), seperti benda-benda yang di jual dalam akad jual beli, dalam akad hibah atau pemberian, gadai, dan utang.
x. Xxxxxx’Xx-Xxxx adalah tujuan atau maksud mengadakan akad, berbeda akad maka berbedalah tujuan pokok akad. Dalam akad jual beli misalnya, tujuan pokoknya yaitu memindahkan barang dari penjual kepada pembeli dengan di beri ganti.
d. Sighat Al-Aqid yaitu ijab qabul, ijab adalah ungkapan yang pertama kali dilontarkan oleh salah satu dari pihak yang akan melakukan akad, sedangkan qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Pengertian ijab qabul dalam pengalaman dewasa ini ialah bertukarnya sesuatu dengan yang lain sehingga penjual dan pembeli dalam membeli sesuatu terkadang tidak berhadapan atau ungkapan yang menunjukkan kesepakatan dua pihak yang melakukan akad.
77 Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx Xxxx, Xxxxx Xxxxxxxx, Amzah, Jakarta, 2010, hal 15
Hukum islam juga menjelaskan bahwasannya akad harus dilakukan dengan syarat yang sudah disyaratkan untuk terjadinya akad secara sah, adapun syarat akad yaitu: 78
a. Pelaku akad cakap bertindak (ahli);
x. Xxxx di jadikan objek akad dapat menerima hukumnya;
x. Xxxx itu di izinkan oleh xxxxx, di lakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya, walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang;
d. Akad yang di larang oleh syara, seperti jual beli mulasamah. Akad dapat memberikan faedah, sehingga tidaklah sah bila rahn (gadai) di anggap sebagai imbalan amanah (kepercayaan)
e. Ijab itu berjalan terus, tidak di cabut sebelum terjadi qabul. Maka apabila orang berijab menarik kembali ijabnya sebelum qabul maka batallah ijabnya;
x. Xxxx dan qabul harus bersambung, sehingga bila seseorang yang berijab telah berpisah sebelum adanya qabul, maka ijab tersebut menjadi batal.
Sama seperti hukum pada umumnya, dalam hukum islam perjanjian memiliki asas-asas juga yaitu: 79
a. Asas Ibahah (Mabda’ al-Ibahah)
Asas ibahah adalah asas umum hukum islam dalam bidang muamalah secara umum. Asas ini adalah kebalikan dari asas yang berlaku dalam masalah ibahah. Dalam hukum islam, untuk tindakan-tindakan ibadah
78 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Xx.Xxx, hal 55
79 Ibid, hal 50
berlaku asas bahwa bentuk-bentuk ibadah yang sah adalah bentuk - bentuk yang disebutkan dalam dalil - dalil syariah. Namun, berbeda dengan tindakan-tindakan muamalah di mana segala sesuatu itu sah dilakukan sepanjang tidak ada larangan tegas terhadap tindakan tersebut. Bila dikaitkan dalam tindakan hukum khususnya perjanjian, maka tindakan hukum dan perjanjian apapun dapat dibuat sejauh tidak ada larangan khusus mengenai perjanjian tersebut.
b. Asas Kebebasan Berakad (Mabda ‘Hurriyah at-Ta ‘aquad)
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu sebagai sebuah prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam Undang-Undang syariah dan memasukan klausul apa saja di dalam akad yang dibuatnya sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak berakibat memakan harta sesama dengan jalan batil.
x. Xxxx Konsensualisme (Xxxxx ‘ar-Radha ‘iyyah)
Xxxx konsensualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya suatu perjanjian diperlukan adanya kata sepakat antara para pihak. Dalam hukum islam pada umumnya perjanjian - perjanjian itu bersifat konsensual.
B. Perjanjian Kerja
1. Pengertian Perjanjian Kerja
Suatu perjanjian antara seorang buruh (pekerja) dan seorang majikan (pengusaha) yang ditandai dengan ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang
diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas (dienstverhoeding), dimana pihak majikan (pemberi kerja) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain80. Perjanjian kerja menurut Xxx Xxxxx menjelaskan bahwa adanya suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan hukum.81
Menurut Xxxxx 1601 KUH Perdata perjanjian kerja adalah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu tertentu. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 14 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 82
2. Unsur – Unsur Perjanjian Kerja
Unsur-unsur perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja adalah:83
80 Xxxxx Xxxxxx, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2014, hal. 49
81 Arfiana Novera dan Meria Utama, Dasar-dasar Hukum Kontrak dan Arbitrase, Tunggal Mandiri, Malang, 2014 hal. 5
82 Xxxxxxx X. Xxxxxxxx, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Ctk. Ketiga, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hal. 64
83 Xxxx Xxxxxxxxx, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2009,
hal. 36
a. Adanya pekerjaan/arbeid
Pekerjaan itu bebas sesuai dengan kesepakatan antara buruh dan majikan, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang - undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
b. Di bawah perintah/gezag ver houding
Hubungan kerja kedudukan majikan adalah pemberi kerja, sehingga ia berhak dan sekaligus berkewajiban untuk memberikan perintah-perintah yang berkaitan dengan pekerjaannya. Kedudukan buruh sebagai pihak yang menerima perintah untuk melaksanakan pekerjaan. Hubungan antara buruh dan majikan adalah hubungan yang dilakukan antara atasan dan bawahan, sehingga bersifat subordinasi (hubungan bersifat vertikal, yaitu atas dan bawah).
c. Adanya upah tertentu/loan
Adanya upah tertentu yang menjadi imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh buruh. Pengertian upah berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 30 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
d. Dalam waktu/tijd yang ditentukan
Buruh bekerja untuk waktu yang ditentukan atau untuk waktu yang tidak tertentu atau selama-lamanya. Waktu yang sudah ditentukan tentunya sudah disepakati oleh kedua belah pihak sebelum menandatangani perjanjian kerja tersebut.
3. Syarat Sah Perjanjian Kerja
Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (1) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja secara materiil perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. Kesepakatan kedua belah pihak;
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
x. Xxxnya pekerjaan yang diperxxxxxxxx;
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dasar huruf a dan b merupakan syarat subjektif, sedangkan dasar huruf c dan d merupakan syarat objektif. Jika terjadi dimana perjanjian kerja itu tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak (yang tidak cakap) memiliki hak untuk meminta agar perjanjian itu dibatalkan oleh hakim. Kemudian, apabila perjanjian kerja itu tidak memenuhi syarat objektif, perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, dari semula dianggap tidak pernah ada perjanjian atau perikatan sehingga para pihak tidak memiliki dasar untuk saling menuntut di muka sidang peradilan84
84 Xxxxx Xxxxxx, Op.Cit, hal. 50
Untuk syarat formiil dalam perjanjian kerja berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yaitu:85
a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. Jabatan atau jenis pekerjaan;
d. Tempat pekerjaan;
e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;
x. Xxxxxx-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
4. Jangka Waktu Perjanjian Kerja
Berdasarkan jangka waktunya perjanjian kerja dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu:86
a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Perjanjian kerja diatur dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 60 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Jika mengacu pada Pasal 59 ayat
85 Xxxx Xxxxxxxxx, Xx. Xxx, hal. 47
86 Xxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxxxxxx, dan Moh. Xxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Ketenagakerjaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hal. 14
(1), pengertian perjanjian kerja waktu tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha yang hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.
b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Perjanjian kerja ini tersurat pada Pasal 1603 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa lamanya hubungan kerja tidak ditentukan, baik dalam perjanjian atau peraturan majikan maupun dalam peraturan perundang-undangan atau pula menurut kebiasaan, maka hubungan kerja itu dipandang diadakan untuk waktu tidak tertentu. Pada PKWTT ini dapat disyaratkan adanya masa percobaan (maksimal tiga bulan). Pekerja/buruh yang dipekerjakan dalam masa percobaan upahnya harus tetap sesuai dengan standar upah minimum yang berlaku. Apabila PKWTT dibuat (diperjanjikan) secara lisan maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan.
5. Pengertian Perjanjian Kerja Dalam Islam
Perjanjian kerja dalam islam digolongkan kepada sewa-menyewa (al-ijarah), yaitu al-ijarah a’mal dimana sewa menyewa dalam bentuk jasa atau skil manusia untuk melakukan pekerjaan. Prinsip utama perjanjian kerja didalam islam adalah keadilan. Keadilan yang dimaksud di sini adalah pemenuhan hak dan kewajiban para pekerja atau buruh yang dipekerjakan. Tidak boleh dalam islam seorang buruh
mencurahkan jerih payah dan keringatnya sementara buruh tidak mendapatkan upah atau gajinya.87
Untuk melaksanakan akad sewa-menyewa jasa maka pertama yang pertama yang harus dilakukan yaitu melaksanakan suatu proses akad ijarah, yang dimana pihak-pihak yang melakukan akad harus harus mempunyai kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum. Kedua akad ijarah dapat dilakukan dengan tatap muka maupun jarak jauh. Dengan demikian, jika rukun dan syarat terpenuhi, maka perjanjian akad ijarah dapat dikatakan sah, bahwasanya akad perjanjian tersebut harus dilakukan dengan I’tikad baik. 88
Oleh karena itu peraturan perundang-undangan dibuat dengan melindungi pekerja dan pengusaha, diperkuat lagi dengan hukum Islam yang menjelaskan bahwasanya dalam perjanjian harus ada yang namanya keadilan yang bermula juga dari konsep perjanjian kerja yang ada didalamnya.89
C. Prestasi
1. Pengertian Prestasi
Prestasi merupakan hak dari kreditur atas sesuatu yang wajib diberikan oleh debitur terdapat 3 bentuk prestasi. Hal ini diatur dalam Pasal 1324 KUHPerdata “Tiap – tiap perikatan adalah untuk memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau
87 Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxx Moral Dalam Perekonomian Islam, Robbani Press, Jakarta, 1997, hal 403
88 Ibid, hal 404
89 Xxxxx Xxxxxxx, Op.Cit, hal 406
untuk berbuat sesuatu untuk tidak berbuat sesuatu.”90 Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang debitor.
Istilah lain dari prestasi ialah utang. Utang dimaknai sebagai kewajiban yang harus dipenuhi debitor. Debitor merupakan orang yang melakukan suatu prestasi dalam suatu perikatan. Di dalam kontrak atau perjanjian, prestasi adalah kewajiban kontraktual (contactual obligation). Kewajiban kontraktual dapat berasal dari:91
a. Kewajiban yang ditentukan peraturan perundang-undangan;
b. Kewajiban yang diperjanjikan oleh para pihak dalam perjanjian atau kontrak;
c. Kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan dan kebiasaan.
2. Bentuk Prestasi
Prestasi tidak boleh bertentangan dengan undang – undang, ketertiban umum dan kesusilaan yang baik. Maka dari itu prestasi sebagai objek perikatan harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu:92
a. Memberikan sesuatu;
b. Melaksanakan sesuatu;
c. Tidak berbuat atau melaksanakan sesuatu.
Prestasi sebagai objek perikatan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, maka dari itu unsur dapat terjadinya sebuah prestasi yaitu:
a. Harus tertentu atau setidaknya dapat ditentukan;
90 Xxxxxx Xxxxxxxx, Op. Cit, hal. 5
91 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Op. Cit, hal 269
92 Xxxxxxx Xxxxx, Op. Cit, hal 16
b. Objeknya diperkenankan oleh hukum;
c. Prestasi itu harus mungkin dilaksanakan. 93
Dapat dilihat dari tidak dipenuhinya kewajiban suatu prestasi itu ada 2 (dua) kemungkinan alasannya, yaitu: 94
a. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian.
b. Karena keadaan memaksa (force majeure), jadi di luar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah.
Apabila tidak terpenuhinya kewajiban prestasi disebabkan oleh kesalahan debitor, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian, dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan bahwa debitor melakukan wanprestasi.95
X. Xxxprestasi
1. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi merupakan suatu kondisi dimana satu pihak lalai dalam memenuhi perjanjiannya karena pada umumnya hak dan kewajiban yang lahir dari perikatan harus dipenuhi oleh pihak – pihak baik debitur maupun kreditur.96 Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “wanprestatie”, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena
93 Xxxxxxx Xxxxx, Op. Cit, hal 18
94 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Xx. Xxx, hal. 270
95 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op.cit, hal. 20
96 Xxxxx XX, Op. Cit, hal 180
undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada dua kemungkinan alasannya yaitu:97
a. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian.
b. Karena keadaan memaksa (force majeure), jadi di luar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah.
2. Bentuk Wanprestasi
Kenyataanya banyak sekali debitur yang tidak mematuhi apa yang menjadi kewajibannya dan itulah yang disebut wanprestasi. Maka dari itu terdapat 3 bentuk wanprestasi yaitu: 98
a. Memenuhi Prestasi Tidak Tepat Waktu yang di mana debitur terlambat melakukan prestasi walaupun prestasi itu dilaksanakan atau diberikan, tetapi tidak sesuai dengan waktu dilaksanakan atau diberikan, Maka dapat disebut juga kelalaian.
b. Tidak Memenuhi Prestasi yang di mana tidak hanya terlambat tetapi juga tidak bisa dijalankan hal ini terjadi karena pemenuhan prestasi tidak mungkin lagi dilakukan karena barangnya telah musnah dan prestasi kemudian sudah tidak berguna lagi.
c. Memenuhi Prestasi Tidak Sempurna yang dimana prestasinya diberikan namun tidak sebagaimana mestinya.
97 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op.Cit, hlm 20.
98 Sri Soedewi Xxxxxxxx, Op. Cit, hal 13
Wanprestasi sendiri di dalam perjanjian bisa dikatakan terjadi dikarenakan adanya 2 (dua) kemungkinan yaitu, karena keadaan memaksa (overmach / force mejeure).
3. Unsur Terjadinya Wanprestasi
Kesalahan yang dilalukan oleh debitur, baik karena kesengajaan maupun lalai, maka dari itu wanprestasi dapat terjadi jika 3 (tiga) unsur ini terpenuhi yaitu: 99
a. Perbuatan yang dilakukan debitur tersebut dalam disesalkan.
b. Akibatnya dapat diduga lebih dahulu baik dalam arti yang objektif yaitu orang yang normal dapat menduga bahwa keadaan itu akan timbul. Maupun dalam arti yang subjektif, yaitu sebagai orang yang ahli dapat menduga keadaan demikian akan timbul.
x. Xxxxx diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, artinya bukan orang gila atau lemah ingatan.
4. Akibat Terjadinya Wanprestasi
Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi diatur dalam Buku III KUHPerdata sebagai berikut: 100
a. Debitur diharuskan membayar ganti rugi yang telah diderita kreditur, ganti rugi yang dapat dituntut berupa:
a) Biaya yaitu segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata- nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak (katakanlah pihak kreditur ).
99 Ibid.
100 Xxxxx X.X., Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal 95
b) Rugi yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan debitur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.
c) Bunga yaitu kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh salah satu pihak/kreditur.
b. Dalam perjanjian timbal balik, wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat hakim.
c. Membayar biaya perkara apabila diperkarakan dimuka hakim, berlaku untuk semua perikatan
d. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan atau pembatalan perjanjian yang disertai pembayaran ganti rugi.
Selain debitur harus menanggung akibat hukum yang sudah dijelaskan diatas, berdasarkan Pasal 1276 KUHPerdata maka hak yang dapat dilakukan kreditur dalam menghadapi wanprestasi yaitu: 101
a. Memenuhi atau melaksanakan perjanjian;
b. Memenuhi perjanjian disertai kearusan membayar ganti rugi;
c. Membayar ganti rugi;
d. Membatalkan perjanjian;
e. Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
5. Wanprestasi Dalam Islam
101 Xxxxx X.X., Op.Cit, hal 98
Dalam Hukum Islam, kelalaian dalam memenuhi kewajiban untuk memberikan hak orang lain tergolong perbuatan yang dilarang, dimana sebelumnya telah diketahui adanya suatu perjanjian diantara mereka, maka selanjutnya bagi mereka yang melakukan pelanggaran/cidera janji karena tidak melakukan prestasinya, maka dikenakan sanksi kepadanya berupa pembayaran ganti rugi kepada pihak kreditur, dan atau penahanan yang menjadi hak miliknya sebagai suatu jaminan dari sejumlah yang dijanjikannya.102
Wanprestasi adalah tidak memenuhi kewajiban yang harus ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena Undang-undang. Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara. Sebagai contoh seorang debitur (si berutang) dituduh melakukan perbuatan melawan hukum, lalai atau secara sengaja tidak melaksanakan sesuai bunyi yang telah disepakati dalam kontrak, jika terbukti, maka debitur tersebut harus mengganti kerugian (termasuk ganti rugi + bunga + biaya perkaranya). Meskipun demikian, debitur bisa saja membela diri dengan alasan:
a. Keadaan memaksa (overmacht / force majeure)
b. Kelalaian kreditur sendiri
x. Xxxxxxxx telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.
102 Xxxxx Xxxxxxxx Xx-Xxxxx, An Nizamul Iqtisa di fil Islam maba di’uhu wahdafuhu, Bina Ilmu, Surabaya, 1980, hal 18
Untuk hal yang demikian debitur tidak harus mengganti kerugian. Oleh karena itu, sebaiknya dalam setiap kontrak bisnis yang kita buat dapat dicantumkan juga mengenai risiko, wanprestasi, dan keadaan memaksa ini. 103
E. Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause)
1. Pengertian Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause)
Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) sendiri merupakan klausul yang mengatur tentang bahwa pekerja sepakat untuk tidak bekerja dan tidak membuka usaha di perusahaan dengan bidang yang sama (yang dianggap pesaing) dengan bidang tempat kerja sebelumnya untuk jangka waktu tertentu setelah tanggal pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja.104 Penjelasan tentang Non
- Competition Clause berdasarkan kamus hukum Cambridge Dictianory dapat didefinisikan “an agreement that prevents an employee who leaves a company from working for another company involved in the same activity for a particular period”. Jika diartikan klausul ini merupakan klausul yang membatasi seseorang untuk pindah bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain yang sejenis dalam kurun waktu tertentu.105
Xxxxxxx Xxx Xxxxxxxxx (Non – Competition Clause) ini dapat dibilang memberatkan pihak karyawan karena secara tidak langsung Klausul Non Kompetisi membatasi pilihan pekerjaan dari pihak karyawan agar tidak bergabung kedalam perusahaan yang sejenis ataupun kompetitornya dapat dilihat dari Undang –
103 Xxxxx Xxxxxxxx Xx-Xxxxx, Op.Cit 20-22
104 Xxxxxx Xxxxxxx, Op. Cit, hal 412-424
105 Aldila Tanjung, Op. Cit, hal 3-4
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja juga dijelaskan bahwa memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak baik di dalam maupun di luar negeri.106
Jika melihat pada pengaturan Klausul Non Kompetisi (Non – Competition Clause) di Malaysia, dalam sebuah perjanjian kerja tidak dapat mengandung isi terkait klausul non-kompetisi. Karena dalam Bagian 28 dari Contracts Act 1950 mengatur bahwa setiap perjanjian yang melarang siapa pun untuk menjalankan profesi, perdagangan, atau bisnis apa pun yang sah, adalah batal. Sedangkan di Singapura pengaturan klausul non-kompetisi dilarang, akan tetapi diperbolehkan jika memenuhi syarat-syarat tertentu. Dengan demikian, penulis tertarik untuk membandingkan pengaturan terkait klausul non-kompetisi dalam perjanjian kerja di Indonesia, Malaysia, dan Singapura.107
2. Pengaturan Klausul Non Kompetisi (Non – Competition Clause) Dalam Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja berisikan tentang segala hak dan kewajiban masing-masing para pihak. Muatan dalam perjanjian kerja telah diatur dalam Pasal 54 ayat (1) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Pembuatan suatu perjanjian kerja, dimungkinkan terdapat penambahan klausula-klausula lainnya.
106 Xxxxxx Xxxxxxx, Op.Cit, hal 15
107 Xxxxxx Xxxxxxx, Op.Cit, hal 413
Salah satunya adalah mengenai Non Competition Clause. Hanya perusahaan - perusahaan yang memiliki kepentingan saja yang menambahkan klausula tersebut dalam suatu perjanjian kerja.108
Black’s Law dictionary mendefinisikan Non - Competition Clause (dalam kamus disebut sebagai Non - Competition Covenant sebagai “a promise usually in a sale-of business, partnership or employment contract, not to engage in the same type of business for a stated pursue similar profession or trade in competition against another party (usually the employer)”. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia yaitu: “Janji biasanya dalam penjualan bisnis, kemitraan atau kontrak kerja, untuk tidak terlibat dalam jenis bisnis yang sama untuk mengejar profesi serupa atau perdagangan dalam persaingan dengan pihak lain (biasanya pemberi kerja).” Pengertian di atas menyatakan bahwa Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) tidak terbatas hanya kepada lingkup perjanjian saja. Klausul Non Kompetisi (Non - Competition Clause) biasanya meliputi beberapa hal seperti waktu dan geografis. Hal waktu artinya dalam durasi tertentu (biasanya 12 bulan) pekerja tidak boleh bergabung dengan semua pesaing perusahaan atau sejenisnya. Sedangkan berdasarkan geografis diartikan pekerja tidak bisa bergabung dengan perusahaan manapun dalam jarak 50 km dari perusahaan sebelumnya time in the same market as the buyer, partner or employer. 109
108 Xxxxx Xxxxxx, Non – Competition Clause Dalam Perjanjian Xxxxx, Xxxxxxxx, Jakarta, 2011, hal. 120
109 Ibid, hal 121
Sebagian besar pengaturan Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) menurut ketentuan hukum di beberapa negara dan beberapa putusan pengadilan menganggap bahwa klausula ini secara hukum mempunyai legal binding (kekuatan hukum mengikat). Tentunya hal ini tidak terlalu bebas, akan tetapi mempunyai batasan mengenai wilayah geografis dan periode waktu yang rasional. Pembatasan tersebut bertujuan untuk mencegah perusahaan yang dapat menyalahgunakan klausula ini untuk membatasi bahkan mencegah pekerja untuk bekerja di tempat lain.110
3. Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) Menurut Ketentuan Hukum Indonesia
Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) di berbagai Negara diberikan pembatasan-pembatasan dalam keberlakuannya. Ada yang dibatasi dengan suatu Undang-undang maupun dengan kebijakan publik. Berdasarkan ketentuan hukum perjanjian di Indonesia, maka suatu perjanjian adalah sah jika memenuhi empat syarat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 BW. Hal ini berkaitan dengan klausula-klausula yang dimuat dalam suatu perjanjian. Isi suatu perjanjian kerja telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja secara tegas.111 Dalam perwujudannya, Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) bisa merupakan bagian dari suatu perjanjian kerja atau dibuat secara terpisah dari perjanjian kerja. Tentunya jika klausula ini
110 Ibid, hal 122
111 Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Op. Cit, hal 19
dicantumkan dalam perjanjian kerja maka harus merujuk pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. 112
Ketentuan hukum di Indonesia tidak mengatur secara tegas mengenai pengaturan maupun pembatasan suatu Non – Competition Clause. Sebenarnya tidak ada satu ketentuan hukum pun berdasarkan hukum Indonesia yang secara tegas melarang pencantuman Klausul Non Kompetisi (Non – Competition Clause) dalam perjanjian kerja selama para pihak sepakat menundukkan diri mereka terhadap klausula tersebut.113
4. Upaya Pekerja terhadap pemberlakuan Klausul Non Kompetisi (Non – Competition Clause)
Keberlakuan Klausul Non Kompetisi (Non – Competition Clause) merupakan keberlakuan yang tidak mutlak, karena jika klausula tersebut diberlakukan tanpa ada pembatasan dan hal tersebut terlalu membatasi hak dari pekerja, maka klausula tersebut tidak bisa diberlakukan sehingga tidak mempunyai daya mengikat terhadap pekerja. Tidak adil rasanya jika dalam kaitannya dengan klausula oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan harus ada keseimbangan antara kepentingan dari pekerja dan perusahaan. ini tidak diberikan suatu perlindungan terhadap pekerja. Jadi tidak serta merta jika klausula ini tidak dipenuhi oleh pekerja, hal tersebut merupakan suatu pelanggaran yang dapat dituntut di depan pengadilan.114
112 Xxxxx Xxxxxx, Xx. Xxx, hal 125
113 Ibid, hal 126
114 Xxxxxxx, Op.Cit, hal 75
Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dirasa sangat membatasi hak pekerja atau dengan kata lain klausula ini tidak dalam batas kewajaran, pekerja tersebut mempunyai hak untuk mengajukan keberatan. Pekerja dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat. Isi dari gugatan tersebut antara lain berisi keberatan atas isi dari Perjanjian Persaingan dan memohon kepada Xxxxx untuk membatalkan isi dari Perjanjian Persaingan tersebut. Mengenai keberatan terhadap Klausul Non Kompetisi (Non – Competition Clause) ini dapat dikategorikan sebagai perselisihan kepentingan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka
3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial selanjutnya disebut sebagai Undang - Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 115
Perselisihan ini wajib diupayakan terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Kemudian jika perundingan bipartit tersebut gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase. Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase, maka penyelesaian perselisihan ini dilimpahkan kepada mediator. Jika tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Indust
115 Xxxxx Xxxxxx, Op. Cit, hal 127
BAB III
ANALISA HUKUM KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA YANG MEMUAT KLAUSUL NON KOMPETISI (NON COMPETITION CLAUSE)
A. Keabsahan Perjanjian yang Memuat Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) Xxx Xxxxxx Perlu ada Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) Dalam Studi Putusan
Xxxxxxx Xxx Xxxxxxxxx (Non - Competition Clause) sendiri berdasarkan kamus hukum Cambridge Dictianory dapat didefinisikan “an agreement that prevents an employee who leaves a company from working for another company involved in the same activity for a particular period”. Jika diartikan klausul ini merupakan klausul yang membatasi seseorang untuk pindah bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain yang sejenis dalam kurun watu tertentu.116
Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) ini dapat dibilang memberatkan pihak karyawan karena secara tidak langsung Klausul Non Kompetisi membatasi pilihan pekerjaan dari pihak karyawan agar tidak bergabung kedalam perusahaan yang sejenis ataupun kompetitornya dapat dilihat dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja juga dijelaskan bahwa memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memilih, mendapatkan atau
116 Xxxxxx Xxxxxxx, Op. Cit, hal 3-4
pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak baik di dalam maupun di luar negeri.117
Umumnya perjanjian kerja berisi tentang hak dan kewajiban masing-masing para pihak. Isi dan muatan dalam perjanjian kerja telah diatur dalam Pasal 54 ayat
(1) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Pembuatan suatu perjanjian kerja, dimungkinkan terdapat penambahan klausula-klausula lainnya. Salah satunya adalah mengenai Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause.) Hanya perusahaan - perusahaan yang memiliki kepentingan saja yang menambahkan klausula tersebut dalam suatu perjanjian kerja.118
Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) sebenarnya di berbagai negara diberikan pembatasan-pembatasan dalam keberlakuannya. Seperti halnya yang dibatasi dengan suatu Undang - undang maupun dengan kebijakan publik. Berdasarkan ketentuan hukum perjanjian di Indonesia, maka suatu perjanjian adalah sah jika memenuhi empat syarat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 BW. Hal ini berkaitan dengan klausula-klausula yang dimuat dalam suatu perjanjian. Isi suatu perjanjian kerja telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja secara tegas.119
117 Ibid, hal 5
118 Xxxxx Xxxxxx, Op. Cit, hal 128
119 Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Op. Cit, hal 19
Di negara-negara Barat seperti Amerika, Belanda, Xxxxxx, Xxxxxx, Spanyol dan Perancis, klausula ini ditanggapi secara beragam. Hal ini berarti ada beberapa negara yang memperbolehkan klausula ini dimuat dalam perjanjian kerja, di samping itu juga ada beberapa negara yang tidak memperbolehkan pencantuman klausula tersebut dalam perjanjian kerja. Biasanya negara-negara yang memperbolehkan klausula ini memberikan pembatasan - pembatasan sangat ketat seperti misalnya tidak boleh lebih dari waktu tertentu (biasanya 2 tahun), tidak boleh bertentangan dengan kepentingan publik, tidak menyebabkan perlindungan yang berlebihan terhadap suatu kegiatan usaha selain rahasia dagang serta tidak boleh menyebabkan pembatasan yang berlebihan sehingga menghambat pekerja tersebut kesulitan mencari nafkah.120
Klausul Non Kompetisi (Non - Competition Clause) di berbagai Negara diberikan pembatasan-pembatasan dalam keberlakuannya. Ada yang dibatasi dengan suatu Undang-undang maupun dengan kebijakan publik. Berdasarkan ketentuan hukum perjanjian di Indonesia, maka suatu perjanjian adalah sah jika memenuhi empat syarat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 BW. Hal ini berkaitan dengan klausula-klausula yang dimuat dalam suatu perjanjian. Isi suatu perjanjian kerja telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja secara tegas.121
120 Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Op. Cit, hal 1
121 Ibid, hal 19
Sebenarnya ketentuan hukum di Indonesia tidak mengatur secara tegas mengenai pengaturan maupun pembatasan suatu Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause.) Sebenarnya tidak ada satu ketentuan hukum pun berdasarkan hukum Indonesia yang secara tegas melarang pencantuman Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dalam perjanjian kerja selama para pihak sepakat menundukkan diri mereka terhadap klausula tersebut. Pada dasarnya,Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) ini menjalankan peranannya setelah hubungan kerja berakhir. Klausula tersebut justru mengatur apa yang tidak boleh dilakukan oleh pihak pekerja setelah tidak bekerja lagi di tempat tersebut.122
Keabsahan perjanjian kerja yang mencantumkan Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dalam KUHPerdata sendiri mengatur mengenai hal yang memiliki kemiripan dengan pengertian Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause), yaitu suatu perjanjian yang berlaku terhadap pihaknya setelah berakhirnya suatu hubungan kerja atau dikenal dengan nama perjanjian kerja persaingan (Concutentie Beding). Pengertian perjanjian kerja persaingan ini diatur dalam Pasal 1601 KUHPerdata, yang berbunyi: “Suatu janji antara si majikan dan si buruh, dengan mana pihak yang yang belakangan ini dibatasi dalam kekuasaannya untuk setelah berakhirnya hubungan kerja melakukan pekerjaan dengan sesuatu cara, hanyalah sah apabila janji itu dibuat dalam suatu perjanjian tertulis atau dalam suatu reglemen, dengan seorang buruh yang dewasa.”123 Jika dilihat dari penjelasan diatas KUHPerdata mengatur kemiripan pencantuman Klausul Non Kompetisi (Non
122 Xxxxx Xxxxxx, Xx. Xxx, hal 126
123 Xxx Xxxxxxx, Kontrak Kerja Rahasia Perusahaan, Jakarta, Al Amwal, 2018, hal 94
Competition Clause) tetapi penggunaan perjanjian yang berisikan pembatasan tersebut tetap tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang – undangan di indonesia.
Syarat sah perjanjian juga disebut dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menentukan sahnya perjanjian yaitu:124
1. Adanya kesepakatan para pihak
Kesepakatan para pihak merupakan adanya perwujudan dari kehendak para pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa saja yang harus melaksanakannya. Di mana salah satu pihak melakukan suatu bentuk penawaran mengenai bentuk perjanjian yang akan dibuat kepada pihak lainnya yang dilakukan dengan cara tertulis dan dilakukan dengan tanda tangan jika terjadinya kesepakatan.
Dilihat dari kasus putusan nomor 325/Pdt.G/2018/PN Cbi sudah sesuai dengan adanya kesepakatan para pihak karena telah terjadi kesepakatan dari pihak yang membuat perjanjian yaitu perusahaan dan pihak pekerja yang terjadinya kesepakatan tersebut dengan adanya tanda tangan dari kedua belah pihak.
2. Kecakapan para pihak
Setiap orang dewasa dan memiliki pikiran yang sehat adalah cakap menurut hukum berdasarkan Pasal 330 KUHPerdata yang sudah berumur 21 tahun
124 X. X. Xxx Xxxxxxx, Merancang Suatu Kontrak, Jakarta, Megapoin, 2004 hal 47
atau telah menikah. Dengan demikian orang-orang yang belum berusia 21 tahun tetapi sudah menikah dan pernikahannya tersebut putus maka orang itu tidak akan kembali ke dalam keadaan belum dewasa. Xxxxxxxxx yang pernah menikah meskipun usianya belum genap 21 tahun tetap dianggap sebagai orang dewasa. Pasal 1329 KUHPerdata mengatakan, bahwa “setiap orang adalah cakap” (bevoegd) untuk membuat perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Ketentuan hukum ketenagakerjaan memberikan batasan umur minimal 18 tahun Pasal 18 ayat 26 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Dilihat dari kasus putusan nomor 325/Pdt.G/2018/PN Cbi sudah sesuai dengan cakapnya para pihak yang memberi perjanjian yakni perusahaan dan yang menerima perjanjian yakni pekerjanya itu sendiri. Ukuran kecakapan dapat dilihat bahwasannya dalam kasus putusan perjanjian kerja tersebut dibuat oleh pihak PT. Xxxxxxx Xxxxxxx yang sudah berbentuk badan hukum yang memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan anggota dan juga hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya, dan Xxxx Xxxxxxxxxxx sebagai pekerja yang sudah dewasa berumur diatas 21 tahun.
3. Suatu hal tertentu
Setiap perjanjian harus mencantumkan secara jelas dan tegas untuk menimbulkan kepastian yang akan menjadi obyek perjanjian. Ketegasan obyek perjanjian dapat diartikan bahwa obyek perjanjian dapat ditentukan
jenisnya. Hal tersebut dijelaskan di dalam Pasal 1333 KUHPerdata yakni “Suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang sekurang – kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan dan dihitung.”
Dilihat dari kasus putusan nomor 325/Pdt.G/2018/PN Cbi sudah sesuai dengan adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang – undangan. Pekerjaan yang ditawarkan oleh pihak PT. Metindo Perkasa kepada Xxxx Xxxxxxxxxxx yaitu sebagai head sales, di mana jobdesk yang harus dilakukan pihak pekerja yaitu menawarkan barang– barang yang dijual oleh PT. Metindo Perkasa kepada konsumen dan melakukan komunikasi kepada konsumen, menjelaskan spesifikasi barang- barang yang dijual dan juga memberikan simulasi hitungan biaya yang harus dikeluarkan dan menjelaskan manfaat yang akan diperoleh PT. Metindo Perkasa.
4. Adanya kausa yang halal
Kausa yang halal merupakan isi perjanjian itu sendiri, yang secara tidak langsung menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh kedua belah pihak itu sendiri. Isi dari perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang – undang, kesusilaan maupun ketertiban umum.
Dilihat dari kasus putusan nomor 325/Pdt.G/2018/PN Cbi tidak sesuai karena diperjanjian tersebut ada pencantuman Non Competition Clause yang juga tidak dijelaskan dengan detail batasan–batasannya seperti
perusahaan mana saja yang tidak boleh dan tidak adanya jangka waktu yang jelas ataupun kompensasi. Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) akan sah apabila dicantumkan batasan- batasan yang jelas seperti perjanjian kerja persaingan (Concutentie Beding) yang diatur dalam KUHPerdata, yang berbunyi: “Suatu janji antara si majikan dan si buruh, dengan mana pihak yang belakangan ini dibatasi dalam kekuasaannya untuk setelah berakhirnya hubungan kerja melakukan pekerjaan dengan sesuatu cara, hanyalah sah apabila janji itu dibuat dalam suatu perjanjian tertulis atau dalam suatu reglemen, dengan seorang buruh yang dewasa.” Selain itu Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) akan tidak sah apabila sampai melanggar hak orang untuk bekerja seperti yang dijelaskan Pasal 31 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja bahwa “Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.”
Sudah dijelaskan di atas maka perlu juga diperhatikan bahwa pada Pasal 54 ayat (2) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja menyatakan bahwa beberapa muatan dalam perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau sesuai pada Pasal 1320 KUH Perdata yang disebut sebagai sebab yang halal, sebagai berikut, “ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”125
Pencantuman Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dalam perjanjian kerja membawa pengaruh terhadap keabsahan dan pelaksanaan perjanjian tersebut. Di mana membawa pengaruh terhadap pelaksanaan klausula tersebut yang merupakan kewajiban dari pihak pekerja. Aturan-aturan yang ada dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang dijadikan acuan dalam menganalisis keabsahan Non Competition Clause yang membawa akibat terhadap perjanjian kerja. Hal ini berkaitan dengan syarat obyektif suatu perjanjian dimana isi perjanjian tersebut yang menentukan keabsahan perjanjian yang berakibat pada pelaksanaan perjanjian.126
Terkait dengan obyek tertentu yang merupakan syarat obyektif keabsahan suatu perjanjian, maka pernyataan-pernyataan yang sifat dan luasnya sama sekali tidak dapat ditentukan, tidak mempunyai daya mengikat. Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) mensyaratkan bahwa pekerja tidak diperbolehkan untuk bekerja di perusahaan pesaing setelah berhenti atau diberhentikan dari pekerjaannya. Untuk itu pembatasan mengenai obyek dalam klausula ini haruslah jelas. Jika suatu perusahaan yang berkepentingan mencantumkan klausula ini dalam perjanjian kerja tetapi tidak memberikan batasan yang jelas mengenai perusahaan
125 Xxxxxxxxx Xxxxxx, Keabsahan Non Competition Clause Dalam Perspektif Hukum Indonesia, Jakarta, Xxxxx Xxxxxx Law, 2021, hal 2
126 Xxxxx Xxxxxx, Op. Cit, hal 124
mana saja yang dianggap sebagai pesaing, batas waktu maupun geografis maka dapat dikatakan bahwa klausula ini tidak mendeskripsikan secara jelas mengenai obyek tertentu. Sehingga hal ini membawa akibat klausula ini tidak sah dan tidak dapat dilaksanakan.127
Dilihat terhadap Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) negara sudah secara otomatis telah memberikan perlindungan bagi pekerja karena klausul tersebut dapat dikatakan batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif dari suatu perjanjian yaitu bertentangan dengan perundang – undangan, arti dari batal demi hukum berakibat perjanjian yang dibuat:
1. Dianggap “tidak pernah ada”;
2. Perjanjian yang batal demi hukum tidak mempunyai kekuatan dan akibat hukum;
Demikian perjanjian yang dikatakan batal demi hukum, sejak awal perjanjian itu dibuat sama sekali tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atau tidak berlaku maka tidak perlu adanya pembatalan perjanjian.128
Pekerja yang terikat dengan klausula ini dianggap memenuhi prestasi apabila dalam kurun waktu dan wilayah geografis yang telah ditentukan oleh perusahaan, pekerja tidak melakukan larangan yang telah diatur dalam klausula ini. Hal tersebut dilarang karena adanya kekhawatiran dari perusahaan terhadap mantan pekerjanya tersebut membocorkan segala informasi penting perusahaan baik rahasia dagang, maupun informasi lainnya yang bersifat rahasia tanpa sepengetahuan. Terjadinya
127 Xxxxxxxx Xxxxx, Hukum Ketenagakerjaan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal 70
128 Xxx Xxxxxxx, Op. Cit, hal 96
pengungkapan informasi yang dimiliki satu pihak lainnya tanpa diketahui oleh pihak pemilik informasi dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik informasi tersebut.129
Pada dasarnya tidak menjadi suatu persoalan apabila perusahaan lama dimana pekerja tersebut bekerja dulu tidak mengalami kerugian akibat pelanggaran klausula ini oleh mantan pekerjanya. Hal ini berbeda apabila pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja tersebut terhadap klausula ini membawa suatu ancaman dan kerugian bagi perusahaan yang mengikat pekerja tersebut dengan Non-Competition Clause. 130
Kategori pekerja telah melakukan pelanggaran terhadap Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) yaitu apabila pekerja mengungkapkan informasi perusahaan yang meliputi segala informasi yang bersifat rahasia maupun rahasia dagang tanpa sepengetahuan perusahaan pemilik informasi untuk kepentingan perusahaan baru tempat ia bekerja sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan lama tempat ia bekerja sebelumnya.131 Dalam perwujudannya, Non
– Competition Clause bisa merupakan bagian dari suatu perjanjian kerja atau dibuat secara terpisah dari perjanjian kerja. Tentunya jika klausula ini dicantumkan dalam perjanjian kerja maka harus merujuk pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. 132 Ketentuan hukum yang berlaku yaitu Menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang
129 Ibid, hal 26
130 Xxxxx Xxxxxx, Op. Cit, hal 128
131 Ibid
132 Xxxxx Xxxxxx, Xx. Xxx, hal 125
No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan juga Kitab Undang – Undang KUHPerdata
Perselisihan ini wajib diupayakan terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Kemudian jika perundingan bipartit tersebut gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase. Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase, maka penyelesaian perselisihan ini dilimpahkan kepada mediator. Jika tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.133
Keberlakuan Non – Competition Xxxxxx merupakan keberlakuan yang tidak mutlak, karena jika klausula tersebut diberlakukan tanpa ada pembatasan dan hal tersebut terlalu membatasi hak dari pekerja, maka klausula tersebut tidak bisa diberlakukan sehingga tidak mempunyai daya mengikat terhadap pekerja. Tidak adil rasanya jika dalam kaitannya dengan klausula oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan harus ada keseimbangan antara kepentingan dari pekerja dan perusahaan. ini tidak diberikan suatu perlindungan terhadap pekerja. Jadi tidak serta merta jika klausula ini tidak dipenuhi oleh pekerja, hal tersebut merupakan suatu pelanggaran yang dapat dituntut di depan pengadilan.134
133 Xxxxx Xxxxxx, Op. Cit, hal 127
134 Xxxxxxx, Op.Cit, hal 75
Perjanjian kerja yang dicantumkan Non – Competition Clause dan dapat dikatakan memberatkan pihak pekerja lalu pihak pekerja dapat melakukan upaya – upaya hukum demi tercapainya kepastian hukum bagi pekerja yaitu:135
1. Permohonan Penetapan Pembatalan Perjanjian
Perjanjian kerja yang di dalamnya mencantumkan Non – Competition Clause tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu syarat objekitnya.
2. Pengajuan Keberatan
Pekerja sendiri dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri yang di mana isi dari gugatan tersebut berisi keberatan atas isi dari perjanjian kerja dan memohon kepada hakim untuk membatalkan isi dari perjanjian kerja tersebut.
Jika Non – Competition Clause dirasa sangat membatasi hak pekerja atau dengan kata lain klausula ini tidak dalam batas kewajaran, pekerja tersebut mempunyai hak untuk mengajukan keberatan. Pekerja dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat. Isi dari gugatan tersebut antara lain berisi keberatan atas isi dari Perjanjian Persaingan dan memohon kepada Xxxxx untuk membatalkan isi dari Perjanjian Persaingan tersebut. Mengenai keberatan terhadap Non – Competition Clause ini dapat dikategorikan sebagai perselisihan kepentingan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial selanjutnya
135 Xxx Xxxxxxx, Op. Cit, hal 99
disebut sebagai Undang - Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.136
Jika hal tersebut tidak dilakukan oleh pekerja, maka tidak dipenuhinya prestasi tersebut tidak berakibat apa-apa dan pekerja dapat dikatakan tidak melakukan suatu pelanggaran. Biasanya pengetahuan, keterampilan, keahlian atau kemampuan mental yang didapat seorang pekerja di perusahaan lama tempat ia bekerja sebelumnya tidak termasuk ke dalam informasi rahasia dan boleh digunakan atau diterapkan di tempat kerja yang baru. Akan tetapi banyak perusahaan yang menjadikan Non Competition Clause ini secara tidak langsung melarang pekerja untuk bekerja di perusahaan yang baru untuk memenuhi kebutuhan pekerja tersebut.137
Karena pada dasarnya sebagian besar pengaturan Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) menurut ketentuan hukum di beberapa negara dan beberapa putusan pengadilan menganggap bahwa klausula ini secara hukum mempunyai legal binding (kekuatan hukum mengikat). Tentunya hal ini tidak terlalu bebas, akan tetapi mempunyai batasan mengenai wilayah geografis dan periode waktu yang rasional. Pembatasan tersebut bertujuan untuk mencegah perusahaan yang dapat menyalahgunakan klausula ini untuk membatasi bahkan mencegah pekerja untuk bekerja di tempat lain.138
136 Xxxxx Xxxxxx, Xx. Xxx, hal 127 137 Xxxxxxxx Xxxxx, Op. Cit, hal 76 138 Ibid, hal 122
Dan harus jika diadakannya Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) tersebut pihak perusahaan maupun pekerja seharusnya memberikan pembatasan laragan bekerja yang logis seperti:139
1. Wilayah Geografis
Dapat ditentukan mengenai daerah atau lebih spesifik perusahaan mana saja yang tidak boleh dimasuki oleh pekerja yang dikhawatirkan untuk timbulnya pembocoran rahasia dagang.
2. Kompensasi
Dalam waktu tertentu itu mantan pekerja yang tidak diperbolehkan bekerja di perusahaan tertentu harusnya diberi kompensasi baik berbentuk uang atau yang lainnya agar dari pihak perusahaan tidak semena – mena memberi jangka waktu.
3. Jenis Pekerjaan
Ditentukan jenis pekerjaan yang spesifik, jenis pekerjaan apa saja yang tidak boleh dikerjakan oleh mantan pekerja yang hendak mencari pekerjaan di perusahaan lain agar tidak bias dan berasa adil juga untuk pekerja.
Non Competition Clause jika dilihat tidak termasuk sebagai kesepakatan tertulis untuk menjaga rahasia dagang yang dimaksud dalam Pasal 13 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Perubahan atas Undang - Undang No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja karena tidak memenuhi unsur kewajiban untuk menjaga rahasia dagang tersebut. Dan dapat dibilang Non
139 Xxx Xxxxxxx, Op. Cit, hal 98
Competition Xxxxxx berisi tentang larangan mantan pekerja untuk bekerja di perusahaan dengan bidang yang sama dalam kurun waktu tertentu setelah pemutusan hubungan kerja. 140
Xxxxxxx perspektif dalam hukum islam terkait keabsahan akad atau perxxxxxan juga menjelaskan bahwasannya akad harus dilakukan dengan syarat yang sudah disyaratkan untuk terjadinya akad secara sah, adapun syarat akad yaitu: 141
a. Pelaku akad cakap bertindak (ahli);
x. Xxxx dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya;
x. Xxxx itu diizinkan oleh xxxxx, di lakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya, walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang;
d. Akad yang di larang oleh syara, seperti jual beli mulasamah. Akad dapat memberikan faedah, sehingga tidaklah sah bila rahn (gadai) di anggap sebagai imbalan amanah (kepercayaan)
e. Ijab itu berjalan terus, tidak di cabut sebelum terjadi qabul. Maka apabila orang berijab menarik kembali ijabnya sebelum qabul maka batallah ijabnya;
x. Xxxx dan qabul harus bersambung, sehingga bila seseorang yang berijab telah berpisah sebelum adanya qabul, maka ijab tersebut menjadi batal.
Keabsahan Non Competition Clause jika dipandang dari perspektif islam di satu sisi dipandang bisa memberikan manfaat bagi perushaan untuk rahasia dagang suatu perushaan akan tetapi memberikan kerugian (mudharat) atau keadaan
140 Xxx Xxxxxxx, Op. Cit, hal 97
141 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Xx.Xxx, hal 55
memberatkan (masyaqqah) bagi para pekerja. Dalam suatu kaidah fiqih berbunyi “Menolak kemafsadatan didahulukan daripada meraih kemaslahatan.” Yang artinya kaidah tersebut menegaskan apabila manusia dihadapkan dengan pilihan menolak mafsadat atau meraih maslahat pada waktu yang sama, maka yang harus didahulukan adalah menolak kemasfadatan tersebut.142
Kesimpulan dari hasil analisis di atas keabsahan perjanjian kerja yang memuat Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dapat dikatakan sah apabila di dalam Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) tersebut dijelaskan batasan – batasan oleh perusahaan bahwasannya perusahaan mana saja yang tidak boleh dimasuki oleh mantan pekerja, jenis pekerjaan apa saja yang tidak boleh diambil oleh mantan pekerja jika itu memang diperlukan, diberikan batas waktu yang jelas yang sekiranya dari pihak pekerjanya pun menyanggupi, dan diberikan kompensasi mungkin berbentuk uang atau yang lain. Karena jika tidak dengan batasan – batasan yang sangat jelas akan sangat merugikan pihak pekerja. Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dalam studi putusan diperlukan karena jabatan Xxxx Xxxxxxxxxxx di PT . Xxxxxxx Xxxxxxx sebagai Head Sales yang pasti di posisi itu dia sudah memiliki data – data penting seperti data customer dan juga data dapur dari peleburan besi untuk PT. Metindo Perkasa yang tidak bisa disalahgunakan . Disisi lain pun perusahaan juga memiliki hak dan upaya preventif untuk menjaga kerahasian informasi yang ada di dalam perusahaan tersebut yang
142 Saepurohman, Keabsahan Akad Non Competition Clause Dalam Perspektif Syari’ah, Bandung, Sunan Gunung Djati, 2018, hal 4
sifatnya rahasia yang bisa saja disalah gunakan oleh mantan pekerja di tempat kerjanya yang baru.
B. Pencantuman Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) dalam Perjanjian Merupakan Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak
Dapat dilihat asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang penting dalam suatu hukum perjanjian. Di mana kebebasan yang didasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwasannya semua perjanjian dibuat secara sah dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Akan tetapi dalam pembuatan perjanjian para pihaknya dapat melakukan atau melaksanakan secara bebas perjanjian yang akan disepakati namun harus tetap sesuai dengan kaidah – kaidah yang telah diatur. Selain itu asas kebebasan berkontrak juga memberikan kebebasan kepada seseorang untuk menentukan perjanjian, dengan siapa melakukan perjanjian, isi klausul perjanjian, bentuk perjanjian, dan kebebasan – kebebasan lainnya asalkan tidak bertentangan dengan undang – undang.143
Dalam hal ini asas kebebasan berkontrak secara tidak langsung mengakibatkan hukum perjanjian di Indonesia menganut sistem terbuka yang artinya hukum tidak hanya mengakui jenis-jenis perjanjian yang diatur dan diberi nama dalam undang-undang tetapi juga mengakui dan memberikan akibat terhadap perjanjian yang dibuat para pihak sekalipun jenis perjanjian tersebut tidak diatur dalam undang-undang.144
143 Xxxxx Xxxx, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2014, hal 4
144 Xxxx Xxxxxxx, Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Standar Baku, Ilmu Hukum Syiar, Jakarta, 2015, hal 20
Jika dilihat dari rumusan Pasal 1338 KUHPerdata, asas kebebasan berkontrak mengandung 4 (empat) makna macam kebebasan yaitu:145
1. Kebebasan bagi para pihak untuk membuat suatu perjanjian
Pasal 1324 KUHPerdata menjelaskan kebebasan disini mengandung suatu pengertian bahwasannya kita bebas untuk membuat atau tidak membuat suatu perjanjian, tidak adanya paksaan bagi kita untuk membuat perjanjian. Yang artinya pihak yang membuat perjanjian tidak ada ancaman baik dengan kekerasan jasmani maupun upaya untuk menakut – nakuti.
2. Kebebasan untuk menentukan dengan siapa pihak akan mengadakan perjanjian
Perundang – undangan ataupun KUHPerdata tidak melarang seseorang untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang ingin di kehendakinya, seperti yang sudah diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata pada dasarnya kita bebas untuk menentukan dengan siapa kita akan melaksanakan perjanjian. Hanya saja ditentukan syarat orang – orang yang dapat sah dalam melakukan perjanjian tersebut dan orang – orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian.
3. Kebebasan bagi para pihak untuk menentukan perjanjian dengan bentuk tertenu atau tidak
Perjanjian dapat dibuat dengan cara tertulis maupun secara lisan. Kedua bentuk tersebut sama kuatnya yang di mana perjanjian tersebut sama
145 Xxxxxxxx Xxxxxx, Dasar – Dasar Hukum Perikatan, Bandung, CV. Xxxxxx Xxxx, 1994,
hal 67
kedudukannya untuk dapat dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Akan tetapi secara yuridis perjanjian tertulis dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila terjadi persengketaan.Perjanjian secara lisan juga bisa dijadikan alat bukti namun akan lebih sulit dikarenakan disamping itu harus ada saksi – saksi, dan juga harus dibuktikan dengan adanya itikad baik dari kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjiannya.
4. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi, berlaku dan syarat – syarat perjanjian
Di dalam perjanjian sendiri terdapat klausul – klausul yang dapat dibuat secara bersama ataupun secara sepihak. Yang di mana dalam perkembangannya pada saat ini eksistensi perjanjian baku masih diberlakukan. Banyak yang hanya sepihak membuat isi dengan klausul – klausul di dalam perjanjian tersebut.
Asas kebebasan berkontrak dalam suatu perjanjian dapat dikatakan ideal apabila para pihak yang terlibat posisinya seimbang antara satu dengan yang lainnya. Jika hanya satu posisi saja yang memiliki kekuatan dan posisi satunya bisa dikatakan lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul – betul bebas apa yang diinginkan. Sama halnya dengan perjanjian kerja yang bisa dibilang posisi perusahaan dapat dikatakan lebih kuat dibandingkan posisi pekerjanya. Yang merancang isi dan format kontrak adalah pihak yang memiliki kedudukan yang
lebih kuat, dan dapat disimpulkan bahwa kontrak yang dibuat memuat klausul – klausul yang menguntungkan atau meringankan bagi pihak yang kuat.146
Makna kebebasan sendiri “ Kebebasan bagi para pihak untuk menentukan isi, berlaku dan syarat-syarat perjanjian” di dalam perjanjian kerja Pekerjaan Perancangan, tidak diterapkan sepenuhnya, hal tersebut terlihat dari perjanjianya berupa perjanjian baku yang pembuatan dan penentuan syarat-syaratnya telah ditetapkan oleh pihak pertama yaitu Pengguna Jasa. Konsekuensi setelah perjanjian disepakati dengan tanda bukti telah ditanda tanganinya perjanjian oleh para pihak yang membuatnya maka mereka telah setuju dengan apa yang tercantum dalam perjanjian itu. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau merugikan salah satu pihak, perlu kiranya untuk mencermati perjanjian yang dibuat itu sebelum surat perjanjian disepakati atau ditanda tangani oleh para pihak.147
Sebenarnya asas kebebasan berkontrak masih banyak diperdebatkan karena dalam penerapannya tersebut masih banyak perjanjian yang dapat dibilang memberatkan salah satu pihak seperti halnya perjanjian kerja disini, yang di mana asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law, berkembang seiring dengan pertumbuhan aliran filsafat yang menekankan kepada semangat individualisme serta pasar bebas.148
146 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Hukum Kontrak, Bandung, CV. Xxxxxx Xxx, 2012, hal 216
147 Xxxxxxxxx Xxx , Baca Buku Ini Sebelum Tanda Tangan Surat Perjanjian, Yogyakarta, Pustaka Yustitia, 2013, hal 13
148 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), Yogyakarta, FH UII Press, 2013, hal. 100
Berbeda dengan asas itikad baik yang menunjukkan fungsi lebih kuat, asas kebebasan berkontrak justru mengalami penurunan secara fungsional karena menguatnya intervensi negara dalam membatasi individu dalam menciptakan dan mengatur hubungan kontraktual. Namun asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak.149
Asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban selama prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. Ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang- undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.150 Segala jenis perjanjian dapat dibuat oleh semua orang, hanya perjanjian yang mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang melanggar undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum saja yang dilarang. Jika kita perhatikan KUHPerdata menunjuk pada pengertian sebab atau causa yang halal. Secara prinsip dapat kita katakan bahwa apa yang dinamakan dengan sebab atau
149 Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Hukum Kontrak (Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia), Surabaya, Laksbang Justitia, 2013, hal. 30
150 Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Pemberlakuan Asas Kebebasan Berkontrak Menurut Hukum Perdata Terhadap Pelaksanaannya Dalam Praktek, Jakarta, Lex Privatum, 2015, hal 4
causa yang halal tersebut bukanlah pengertian sebab atau causa yang dipergunakan dalam kehidupan kita sehari-hari.151
Pada dasarnya itu menunjuk pada sesuatu yang bahwasannya telah terjadinya suatu peristiwa hukum, berubahnya keadaan hukum, atau dilakukan atau dilaksanakannya suatu perbuatan hukum tertentu. Cukup bahwa prestasi yang dijanjikan untuk dilaksanakan yang diatur dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.152
Dapat dilihat arti dari asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas penting yang ada di dalam perjanjian maupun perjanjian kerja. Karena tidak ada satu pasalpun yang menyatakan dengan tegas berlakunya asas kebebasan berkontrak. Dan menurut KUHperdata Pasal 1329 yang menentukan bahwa “setiap orang cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika ia ditentukan tidak cakap oleh undang-undang.” Xxx Xxxxx 1337 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa “jika bukan mengenai kausa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum, maka setiap orang bebas untuk memperjanjikannya.”153
Pencantuman Klausul Non Kompetisi (Non Competition Clause) sendiri pada dasarnya merupakan asas kebebasan berkontrak yang dimiliki oleh para pihak yang
151 Ibid
152 Ibid, hal 5
153 Xxxx Xxxxxxxx, Asas Kebebasan Berkontrak (Problematika Penerapannya Dalam Kontrak Baku Antara Konsumen Dengan Pelaku Usaha), Medan, Samudra Keadilan, 2016, hal 149