RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PELAKSANAAN UU CIPTA KERJA UNTUK KAWASAN EKONOMI KHUSUS
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
2. Dewan Nasional adalah dewan yang dibentuk di tingkat nasional untuk menyelenggarakan KEK.
3. Dewan Kawasan adalah dewan yang dibentuk di tingkat provinsi, atau lebih dari satu provinsi, untuk membantu Dewan Nasional dalam penyelenggaraan KEK.
4. Administrator KEK adalah unit kerja yang bertugas menyelenggarakan Perizinan Berusaha, perizinan lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK.
5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
7. Administrator adalah unit kerja yang bertugas menyelenggarakan Perizinan Berusaha, perizinan lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK.
8. Badan Usaha adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha KEK.
9. Pelaku Usaha adalah Pelaku Usaha yang menjalankan kegiatan usaha di KEK.
10. Kegiatan Utama adalah bidang usaha beserta rantai produksinya yang menjadi fokus kegiatan KEK dan ditetapkan oleh Dewan Nasional.
11. Kegiatan Lainnya adalah bidang usaha di luar Kegiatan Utama di KEK.
12. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
13. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenakan pajak, dan dapat berupa:
a. barang kena pajak berwujud, yaitu yang menurut sifatnya berupa barang bergerak atau tidak bergerak; dan
b. barang tidak berwujud seperti hak cipta, paten, desain, formula atau proses, merek dagang, atau bentuk hak atas kekayaan intelektural.
14. Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak.
15. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat- tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang tentang Kepabeanan.
16. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
17. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
18. Penanaman Modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama, baik untuk penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada.
19. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
20. Pajak Dalam Rangka Impor adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22.
21. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan Tempat Penimbunan Berikat.
22. Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
23. Perizinan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
24. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
25. Izin Komersial atau Operasional adalah izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
26. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah Nomor Induk Berusaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
27. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak berdasarkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
28. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
29. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
30. Orang Asing adalah orang yang bukan warga negara Indonesia.
31. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah tempat pemeriksaan di pelabuhan laut, bandar udara, pos lintas batas, atau tempat lain sebagai tempat masuk dan keluar Wilayah Indonesia.
32. Pejabat Imigrasi adalah pegawai yang telah melalui pendidikan khusus Keimigrasian dan memiliki keahlian teknis Keimigrasian serta memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang tentang Keimigrasian.
33. Visa Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang di Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi Orang Asing untuk melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian Izin Tinggal.
34. Visa Kunjungan Saat Kedatangan yang selanjutnya disingkat dengan VKSK adalah Visa Kunjungan atas kuasa Direktur Jenderal Imigrasi yang diberikan kepada Warga Negara Asing pada saat tiba di wilayah Indonesia.
35. Visa Tinggal Terbatas adalah Visa Tinggal Terbatas bagi mereka yang bermaksud untuk menanamkan modal, bekerja, melaksanakan tugas sebagai Rochaniwan, mengikuti pendidikan dan latihan atau melakukan penelitian ilmiah, menggabungkan diri dengan suami dan atau orang tua bagi isteri dan atau anak sah dari seorang Warga Negara Indonesia.
36. Izin Tinggal adalah izin yang diberikan kepada Orang Asing oleh Pejabat Imigrasi atau Pejabat Dinas Luar Negeri untuk berada di Wilayah Indonesia cek dengan RPP Imigrasi & Hunian Orang Asing
37. Xxxx Xxxxx Xxxxxxx adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat imigrasi kepada Orang Asing pemegang izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia.
38. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut RKL, adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
39. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut RPL adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
40. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat dengan KPBPB adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang- Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang Menjadi Undang-Undang dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pasal 2
(1) Penyelenggaraan KEK meliputi:
a. lokasi, kriteria, dan kegiatan usaha
b. pengusulan pembentukan KEK;
c. penetapan KEK;
d. pembangunan dan pengoperasian KEK;
e. Kelembagaan KEK; dan
f. pengelolaan KEK.
(2) Fasilitas dan kemudahan yang diberikan kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan pada bidang usaha di KEK, berupa:
a. perpajakan kepabeanan, dan cukai;
b. lalu lintas barang;
c. ketenagakerjaan;
d. keimigrasian;
e. pertanahan dan tata ruang; dan
f. perizinan berusaha; dan
g. fasilitas dan kemudahan lainnya.
BAB II
LOKASI, KRITERIA, DAN KEGIATAN USAHA
Bagian Kesatu
Lokasi Kawasan Ekonomi Xxxxxx Xxxxx 0
Lokasi yang dapat diusulkan untuk menjadi KEK yaitu:
a. area baru;
b. perluasan KEK yang sudah ada; atau
c. seluruh atau sebagian lokasi KPBPB.
Pasal 4
Lokasi KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan lokasi KPBPB Batam, KPBPB Bintan, dan KPBPB Karimun yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai KPBPB sebelum atau sesudah jangka waktu yang ditetapkan berakhir.
Bagian Kedua Kriteria Lokasi
Pasal 5
Lokasi yang diusulkan untuk menjadi KEK harus memenuhi kriteria:
a. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;
b. mempunyai batas yang jelas.
c. Untuk peningkatan kawasan menjadi KEK, dipersyaratkan lahan yang diusulkan menjadi KEK telah dikuasai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan.
d. Untuk mengusulkan KEK baru, wajib memiliki ijin lokasi terlebih dahulu untuk melakukan pembebasan lahan
Pasal 6
Rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi kawasan xxxx xxxx yang peruntukannya berdasarkan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Pasal 7
(1) Batas yang jelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
meliputi batas alam atau batas buatan.
(2) Pada batas KEK harus ditetapkan pintu keluar atau masuk barang untuk keperluan pengawasan barang yang masih terkandung kewajiban kepabeanan.
(3) Penetapan pintu keluar atau masuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan berkoordinasi dengan kantor pabean setempat.
Pasal 8
Penguasaan lahan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan dibuktikan dengan:
a. Sertifikat kepemilikan/penguasaan; dan/atau
b. Perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam hal melakukan kerja sama dengan pemilik tanah.
Bagian Ketiga
Kegiatan Usaha di Kawasan Ekonomi Xxxxxx Xxxxx 0
(1) Kegiatan usaha di KEK terdiri atas:
a. produksi dan pengolahan;
b. logistik dan distribusi;
c. pengembangan teknologi;
d. pariwisata;
e. energi;
f. industri kreatif;
x. xxxdidikan;
h. kesehatan;
i. olah raga;
j. jasa keuangan; dan/atau
k. ekonomi lain.
(2) Pelaksanaan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dilakukan berdasarkan kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
(3) Pelaksanaan kegiatan usaha kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h dilakukan sesuai dengan kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
(4) Kegiatan ekonomi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k ditetapkan oleh Dewan Nasional.
(5) Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja yang terpisah dari lokasi kegiatan usaha.
(6) Pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan rencana zonasi KEK.
(7) Di dalam KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.
Pasal 10
(1) Kriteria dan persyaratan kegiatan usaha pendidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2), antara lain:
a. Kriteria lokasi;
b. Jenjang pendidikan (dasar, menengah, tinggi);
c. Jenis pendidikan (akademis, vokasi, profesi);
d. Program pendidikan (sarjana, magister, doktor);
e. Program studi;
f. Kualifikasi dan akreditasi minimal pelaku usaha pendidikan; dan
g. Kriteria peserta didik.
(2) Kriteria dan persyaratan kegiatan usaha kesehatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (3), antara lain:
a. Kriteria lokasi;
b. Jenis pelayanan kesehatan (umum, khusus);
c. Klasifikasi (kelas A, B, C);
d. Akreditasi; dan
e. Tenaga medis dan tenaga kesehatan.
BAB III PENGUSULAN PEMBENTUKAN KEK
Bagian Kesatu
Pengusul Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Pasal 11
(1) Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh:
a. Badan Usaha; atau
b. pemerintah Daerah.
(2) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. badan usaha milik negara;
b. badan usaha milik daerah;
x. xxxxxxxx;
d.badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas; atau e. badan usaha patungan atau konsorsium.
(3) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; atau b. Pemerintah Daerah Provinsi.
Pasal 12
(1) Seluruh atau sebagian wilayah KPBPB Batam, Bintan, dan Karimun dapat ditetapkan menjadi KEK.
(2) Penetapan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan usulan Dewan Kawasan KPBPB Batam, Bintan, dan Karimun.
(3) Dalam hal wilayah KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diusulkan menjadi KEK, KPBPB berakhir sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
Pasal 13
(1) Dalam hal tertentu, Pemerintah dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK.
(2) Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Dalam rangka perluasan dan peningkatan kesempatan kerja; atau
b. Kebutuhan pertumbuhan perekonomian nasional dan wilayah; dan diputuskan melalui sidang Dewan Nasional.
Pasal 14
(1) Pengusulan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 harus memenuhi kriteria sebagaimana pada Pasal 5 dan disampaikan secara tertulis kepada Dewan Nasional KEK oleh:
a. pimpinan Badan Usaha;
b. bupati/wali kota;
c. gubernur;
d. Ketua Dewan Kawasan KPBPB;
(2) Penyampaian pengusulan KEK sebagaimana dimaksud ayat (1) disertai dengan persyaratan pengusulan pembentukan KEK.
(3) Penetapan KEK sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 langsung diproses oleh Sekretariat Jenderal Dewan Nasional.
Bagian Kedua Persyaratan Pengusulan Pembentukan
Kawasan Ekonomi Khusus
Paragraf 1
Pengusulan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Oleh Badan Usaha
Pasal 15
(1) Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a mengusulkan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional setelah memperoleh persetujuan tertulis dari Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
(2) Usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen paling kurang berupa:
a. peta lokasi pengembangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
b. rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan peraturan zonasi;
c. rencana dan sumber pembiayaan;
d. persetujuan lingkungan;
e. hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial;
f. jangka waktu suatu KEK dan rencana strategis; dan
g. bukti penguasaan lahan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan.
(3) Selain kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilengkapi dengan:
a. akta pendirian Badan Usaha;
b. persetujuan Pemerintah Daerah kabupaten/kota;
(4) Persetujuan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) huruf b, memuat persetujuan atas:
a. Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang KEK dalam hal terdapat lahan yang belum dibebaskan;
b. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
c. komitmen dukungan Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
(5) Lokasi KEK yang diusulkan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada:
a. dalam satu wilayah kabupaten/kota;
b. lintas wilayah kabupaten/kota; atau
c. lintas provinsi.
(6) Dalam hal lokasi KEK yang diusulkan dalam lintas wilayah kabupaten/kota, persetujuan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus dari masing-masing kabupaten/kota yang masuk dalam lokasi KEK.
(7) Dalam hal lokasi KEK yang diusulkan berada dalam lintas provinsi, persetujuan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b harus dari masing-masing provinsi dan masing-masing kabupaten/kota yang masuk dalam lokasi KEK.
Paragraf 2
Pengusulan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 16
(1) Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a mengusulkan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional.
(2) Usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen paling kurang berupa:
a. peta lokasi pengembangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
b. rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan peraturan zonasi;
c. rencana dan sumber pembiayaan;
d. persetujuan lingkungan;
e. hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial;
f. jangka waktu suatu KEK dan rencana strategis; dan
g. bukti penguasaan lahan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan.
(3) Selain kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilengkapi dengan komitmen dukungan Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
Paragraf 3
Pengusulan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Oleh Pemerintah Daerah Provinsi
Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (3) huruf b mengusulkan pembentukan KEK yang dilengkapi dengan dokumen paling kurang berupa:
a. peta lokasi pengembangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
b. rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan peraturan zonasi;
c. rencana dan sumber pembiayaan;
d. persetujuan lingkungan;
e. hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial;
f. jangka waktu suatu KEK dan rencana strategis; dan
g. bukti penguasaan lahan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari yang direncanakan.
(2) Selain kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) juga dilengkapi dengan persetujuan dan komitmen dukungan
Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
(3) Lokasi KEK yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah provinsi dapat berada:
a. dalam satu wilayah kabupaten/kota; atau
b. lintas wilayah kabupaten/kota.
(4) Dalam hal lokasi KEK yang diusulkan dalam lintas wilayah kabupaten/kota, persetujuan dan komitmen dukungan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dari masing-masing Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang masuk dalam lokasi KEK.
Paragraf 4
Pengusulan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Oleh Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Pasal 18
(1) Dewan Kawasan KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 mengusulkan pembentukan KEK yang dilengkapi dengan dokumen paling kurang berupa:
a. peta lokasi pengembangan dan luas area yang diusulkan yang terpisah dari permukiman penduduk;
b. rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan peraturan zonasi;
c. jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK;
d. rencana transisi perubahan KPBPB menjadi KEK, yang memuat paling kurang:
1. kelembagaan yaitu:
a. jangka waktu transisi paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun berdasarkan evaluasi Dewan Nasional;
b. tugas Dewan Kawasan selama transisi dilaksanakan oleh Dewan kawasan KPBPB bersangkutan;
c. tugas Administrator dilaksanakan oleh Badan Pengusahaan KPBPB bersangkutan; dan/atau
2. fasilitas fiskal yaitu fasilitas fiskal yang telah diterima oleh badan usaha atau pelaku usaha dan fasilitas fiskal tersebut tetap diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan;
3. kemudahan yaitu kemudahan yang telah diterima oleh badan usaha atau pelaku usaha dan kemudahan tersebut tetap diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengusulan oleh Dewan Kawasan KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas pengusulan yang disampaikan oleh:
a. Badan Pengusahaan KPBPB; atau
b. badan usaha.
(3) Dalam hal badan usaha telah menguasai atau mendapatkan alokasi lahan dari Badan Pengusahaan KPBPB, pengusulan oleh Badan Pengusahaan KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, perlu mendapat pertimbangan dari badan usaha dimaksud.
(4) Dalam hal badan usaha telah menguasai atau mendapatkan alokasi lahan dari Badan Pengusahaan KPBPB, pengusulan oleh badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, perlu mendapat pertimbangan dari Badan Pengusahaan KPBPB.
Paragraf 5
Penetapan Kawasan Ekonomi Khusus oleh Pemerintah
Pasal 19
Dalam hal KEK ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada Pasal 13, Sekretariat Jenderal Dewan Nasional melakukan penyiapan berupa:
1. Melakukan koordinasi dan meminta komitmen dukungan Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota di lokasi rencana KEK.
2. menyiapkan rencana pengembangan KEK menyangkut:
a. lokasi pengembangan yang terpisah dari permukiman penduduk;
b. luas lahan yang diperlukan serta inventarisasi lahan negara yang dapat dimanfaatkan oleh Dewan Nasional sebagai lokasi KEK;
c. rencana peruntukan ruang KEK peraturan zonasi;
d. penyiapan sumber pembiayaan termasuk berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait;
e. penyiapan persetujuan lingkungan; dan
f. rencana pembangunan dan pengelolaan KEK.
Bagian Ketiga Penyampaian Pengusulan Pembentukan
Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 20
(1) Usulan pembentukan KEK oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 disampaikan secara tertulis oleh pimpinan Badan Usaha kepada Ketua Dewan Nasional yang disertai dengan dokumen persyaratan.
(2) Usulan pembentukan KEK oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disampaikan secara tertulis oleh bupati/wali kota kepada Ketua Dewan Nasional yang disertai dengan dokumen persyaratan.
(3) Usulan pembentukan KEK oleh Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 disampaikan secara tertulis oleh gubernur kepada Ketua Dewan Nasional yang disertai dengan dokumen persyaratan.
(4) Usulan pembentukan KEK oleh Dewan Kawasan KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 disampaikan secara tertulis oleh Ketua Dewan Kawasan KPBPB kepada Ketua Dewan Nasional yang disertai dengan dokumen persyaratan.
BAB IV
PENETAPAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Bagian Kesatu
Pengkajian Pengusulan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 21
(1) Dewan Nasional melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dalam waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya usulan tertulis dan dokumen persyaratan secara lengkap dengan SLA Otomatis
(2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan
b. kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan.
(3) Pelaksanaan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Nasional.
(4) Sekretariat Jenderal Dewan Nasional dalam melaksanakan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Badan Usaha, akademisi, tenaga ahli, dan/atau pihak terkait.
Bagian Kedua
Persetujuan atau Penolakan Atas Pengusulan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 22
(1) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Dewan Nasional memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan KEK.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam sidang Dewan Nasional.
Pasal 23
(1) Dalam hal Dewan Nasional menyetujui pembentukan KEK, Dewan Nasional mengajukan rekomendasi pembentukan KEK kepada Presiden.
(2) Dalam hal Dewan Nasional menolak usulan pembentukan KEK, penolakan disampaikan secara tertulis kepada pengusul disertai dengan alasan.
(3) Pembentukan KEK yang telah disetujui oleh Dewan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
Bagi KEK yang ditetapkan oleh Pemerintah, Dewan Nasional mengajukan rekomendasi pembentukan KEK kepada Presiden setelah melakukan proses pembahasan dalam sidang Dewan Nasional yang melibatkan Pemerintah Daerah terkait.
Pasal 25
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib mendukung KEK yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dan Pasal 24.
(2) Bentuk dukungan kementerian dan lembaga nonkementerian paling sedikit meliputi:
a. pemberian insentif dan kemudahan;
b. perlakuan khusus dan percepatan dalam proses perizinan;
c. penyediaan prasarana wilayah guna mendukung tercapainya tujuan KEK; dan
d. keamanan lokasi KEK serta kelancaran arus barang dari dan ke KEK.
(3) Bentuk dukungan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah;
b. pelayanan perizinan, fasilitas dan kemudahan yang dilaksanakan oleh Administrator; dan
c. penataan pemanfaatan ruang yang mendukung ketertiban di wilayah sekitar KEK.
BAB V
PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 26
Badan Usaha, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Dewan Kawasan KPBPB melakukan pembangunan KEK yang telah ditetapkan sampai dimulai pelaksanaan siap beroperasi paling lama 3 (tiga) tahun sejak perijinan lengkap.
Pasal 27
Pembangunan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 mencakup paling kurang:
a. penetapan Badan Usaha pembangun KEK;
b. penguasaan dan/atau pengadaan tanah yang belum dikuasai di lokasi yang diusulkan menjadi KEK;
c. pembangunan prasarana dan sarana yang berada di dalam lokasi KEK;
d. penyediaan sumber daya manusia untuk menunjang pengoperasian KEK; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana yang berada di luar lokasi KEK.
Bagian Kedua
Penetapan Badan Usaha Pembangun Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 28
Dalam pelaksanaan pembangunan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, atau Dewan Nasional menetapkan Badan Usaha untuk melakukan pembangunan KEK.
Pasal 29
(1) Badan Usaha pembangun KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 huruf a bisa berasal terdiri atas:
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
x. xxxxxxxx;
d. badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas; dan/atau
e. badan usaha patungan atau konsorsium.
(2) Badan Usaha pembangun KEK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) termasuk badan layanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan kekayaan badan layanan umum.
Pasal 30
(1) Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, Badan Usaha pengusul ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagai Badan Usaha pembangun KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkannya Peraturan Pemerintah penetapan KEK.
(2) Dalam penetapan sebagai Badan Usaha pembangun KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha pengusul ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola KEK.
(3) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab atas pembiayaan pembangunan dan pengelolaan KEK.
Pasal 31
(1) Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Pemerintah Daerah kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (3) huruf a, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota secara terbuka dan transparan berdasarkan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota; atau
b. ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerja sama Pemerintah Daerah kabupaten/kota dengan Badan Usaha.
(2) Dalam penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pembangun ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola.
Pasal 32
(1) Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Pemerintah Daerah provinsi, sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (3) huruf b, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh Pemerintah Daerah provinsi secara terbuka dan transparan berdasarkan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota; atau
b. ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerja sama Pemerintah Daerah provinsi dengan Badan Usaha.
(2) Dalam penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pembangun ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola.
Pasal 33
(1) Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Dewan Kawasan KPBPB dan KEK belum dapat dinyatakan siap beroperasi, pembangunan KEK dilaksanakan oleh:
a. Badan Pengusahaan KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a untuk usulan pembentukan KEK oleh Dewan Kawasan KPBPB; atau
b. badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b, untuk usulan pembentukan KEK oleh Dewan Kawasan KPBPB berasal dari usulan badan usaha bersangkutan.
(2) Badan Pengusahaan KPBPB atau badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola KEK.
(3) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab atas pembiayaan pembangunan dan pengelolaan KEK.
(4) Dalam hal Badan Pengusahaan KPBPB yang melaksanakan pembangunan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, maka Badan Pengusahaan KPBPB wajib melakukan penyesuaian menjadi Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 34
(1) Dalam hal KEK ditetapkan oleh Pemerintah, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh Dewan Nasional atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian secara terbuka dan transparan berdasarkan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
b. ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kerjasama pemerintah dan badan usaha dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama Dewan Nasional atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dengan Badan Usaha
(2) Penetapan Badan Usaha oleh Dewan Nasional atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan kerja sama strategis dengan Badan Usaha.
(3) Kerja sama strategis dilaksanakan dalam hal Badan Usaha tersebut telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Dewan Nasional atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
(4) Dalam hal penetapan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Usaha pembangun sekaligus ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola.
Bagian Ketiga
Penguasaan dan/atau Pengadaan Tanah di Lokasi Yang Diusulkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 35
(1) Pelaksanaan penguasaan dan/atau pengadaan tanah di lokasi yang diusulkan menjadi KEK dilakukan oleh:
a. Badan Usaha dalam hal KEK diusulkan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a;
b. Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam hal KEK diusulkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a;
c. Pemerintah Daerah provinsi dalam hal KEK diusulkan oleh Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b;
d. Badan pengusahaan KPBPB atau Badan Usaha KPBPB pengusul dalam hal KEK diusulkan oleh Dewan KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12; atau
e. Dewan Nasional/Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dalam hal KEK ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2) Pelaksanaan penguasaan dan/atau pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Badan Usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, Badan Pengusahaan KPBPB, atau Dewan Nasional/kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
(3) Penguasaan dan/atau pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sekaligus sesuai luas luas KEK yang ditetapkan atau dilakukan secara bertahap sesuai dengan rencana pengembangan strategis KEK.
(4) Penguasaan dan/atau pengadaan tanah untuk KEK dibuktikan dengan:
a. Sertifikat kepemilikan/penguasaan; dan/atau
b. Perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam hal melakukan kerja sama dengan pemilik tanah.
(5) Tanah yang telah dilaksanakan pengadaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan hak pengelolaan dan/atau hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pertanahan.
Bagian Keempat
Pembangunan Prasarana dan Sarana Yang Berada di Dalam Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 36
(1) Pengusul pembentukan KEK bertanggung jawab untuk membangun prasarana dan sarana yang berada di dalam KEK.
(2) Jenis dan standar prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Nasional.
Bagian Kelima
Penyediaan Sumber Daya Manusia Untuk Menunjang Pengoperasian Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 37
(1) Dewan Nasional melakukan penyiapan prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia untuk menunjang terselenggaranya sistem pemberian perizinan dan kemudahan di KEK.
(2) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aparatur sipil negara dan non aparatur sipil negara untuk pelaksanaan tugas administrator KEK.
(3) Dalam hal KEK diusulkan oleh Badan Usaha, Pengusul pembentukan KEK melakukan penyiapan sumber daya manusia
untuk menunjang pengoperasian KEK, selain sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penyiapan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah, badan usaha, penyelenggara pendidikan, dan/atau pihak terkait.
(5) Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dapat memberikan dukungan penyiapan sumber daya dimaksud pada ayat
(3) melalui pelaksanaan program yang terkait.
Bagian Keenam
Penyediaan Prasarana Yang Berada Di Luar Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 38
(1) Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, dan/atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian memberikan dukungan untuk pembangunan prasarana di luar KEK untuk menunjang pengembangan KEK.
(2) Prasarana penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa infrastruktur untuk akses ke dan dari KEK.
Bagian Ketujuh Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus
Sebagai Proyek Strategis Nasional
Pasal 39
(1) KEK merupakan proyek strategis nasional.
(2) Pelaksanaan pembangunan KEK sebagai proyek strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan KEK sebagai proyek strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Dewan Nasional.
Bagian Kedelapan
Pembiayaan Pembangunan Kawasan Ekonomi Xxxxxx Xxxxx 00
Pembiayaan untuk pembangunan KEK bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. badan usaha; dan/atau
d. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesembilan
Evaluasi Pembangunan dan Kesiapan Pengoperasian Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 41
(1) Pengusul pembentukan KEK harus menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan KEK kepada Dewan Nasional dengan tembusan kepada Dewan Kawasan pada bulan ke 12 (dua belas), bulan ke 24 (dua puluh empat), dan bulan ke 36 (tiga puluh enam) sejak KEK ditetapkan.
(2) Laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tahapan yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
(3) Dewan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan KEK dapat meminta masukan dari Dewan Kawasan.
Pasal 42
(1) Dewan Nasional melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan KEK berdasarkan hasil laporan Pengusul pembentukan KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1).
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Dewan Kawasan dan pengusul pembentukan KEK untuk ditindaklanjuti.
(3) Pengusul pembentukan KEK wajib menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 43
(1) Dalam jangka waktu paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak KEK ditetapkan, pengusul pembentukan KEK harus menyelesaikan pembangunan KEK sesuai tahapan yang ditetapkan untuk dinyatakan siap dimulai pelaksanaan beroperasi dan melaporkan kepada Dewan Nasional dengan tembusan kepada Dewan Kawasan.
(2) Kesiapan beroperasi dimulai pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kesiapan:
a. prasarana dan sarana;
b. sumber daya manusia; dan
c. perangkat pengendalian administrasi. d. Perizinan lengkap
(3) Dewan Nasional melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan KEK dan kesiapan operasi KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. KEK dinyatakan siap beroperasi dimulai pelaksanaan; atau
b. KEK dinyatakan belum siap beroperasi dimulai pelaksanaan.
(5) KEK yang dinyatakan siap beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a ditetapkan dengan keputusan Ketua Dewan Nasional.
(6) Dalam hal KEK dinyatakan belum siap beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Dewan Nasional:
a. melakukan perubahan luas wilayah atau zona;
b. memberikan perpanjangan waktu paling lama 2 (dua) tahun;
c. melakukan penggantian badan usaha; dan/atau
d. melakukan langkah penyelesaian masalah pembangunan KEK.
(7) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Dewan Kawasan dan pengusul pembentukan KEK untuk ditindaklanjuti.
Pasal 44
(1) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (6) huruf b telah diberikan dan KEK belum siap beroperasi karena keadaan kahar atau bukan karena kelalaian pengusul pembentukan KEK, Dewan Kawasan menyampaikan pertimbangan perpanjangan waktu kepada Dewan Nasional paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhirnya jangka waktu perpanjangan.
(2) Perpanjangan waktu pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil konsultasi dengan instansi pemerintah dan pihak terkait lainnya sesuai kebutuhan.
Pasal 45
(1) Dewan Nasional melakukan evaluasi atas pertimbangan yang disampaikan oleh Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pertimbangan disampaikan.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kelayakan dioperasikannya KEK.
(3) Berdasarkan evaluasi, Dewan Nasional dapat:
a. memberikan perpanjangan waktu pembangunan KEK; atau
b. menyampaikan usulan pencabutan penetapan KEK kepada Presiden disertai dengan rancangan peraturan pemerintah tentang pencabutan peraturan pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK.
(4) Perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun
Pasal 45
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (6) dan Pasal 45 ayat (3) huruf a telah dilakukan, KEK belum dapat juga beroperasi, Dewan Nasional mengajukan usulan pencabutan penetapan KEK kepada Presiden disertai dengan rancangan peraturan pemerintah tentang pencabutan peraturan pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK.
BAB VI
KELEMBAGAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Bagian Kesatu Dewan Nasional
Pasal 46
(1) Dalam menyelenggarakan pengembangan KEK dibentuk Dewan Nasional.
(2) Dewan Nasional dibentuk dengan Keputusan Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) Dewan Nasional diketuai oleh menteri yang mengoordinasikan urusan pemerintahan di bidang perekonomian dan beranggotakan menteri dan kepala lembaga pemerintah nonkementerian.
(4) Untuk membantu pelaksanaan tugas Dewan Nasional dibentuk Sekretariat Jenderal Dewan Nasional.
Pasal 47
Tugas Dewan Nasional:
a. menetapkan strategi dan kebijakan umum pembentukan dan pengembangan KEK;
b. membentuk Administrator;
c. menetapkan standar pengelolaan di KEK;
d. melakukan pengkajian atas usulan suatu wilayah untuk dijadikan KEK;
e. memberikan rekomendasi pembentukan KEK;
f. mengkaji dan merekomendasikan langkah pengembangan di wilayah yang potensinya belum berkembang;
g. menyelesaikan permasalahan strategis dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan KEK; dan
h. memantau dan mengevaluasi keberlangsungan KEK serta merekomendasikan langkah tindak lanjut hasil evaluasi kepada Presiden, termasuk mengusulkan pencabutan status KEK.
Pasal 48
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Dewan Nasional dapat:
a. meminta penjelasan Dewan Kawasan dan Administrator mengenai pelaksanaan kegiatan;
b. meminta masukan dan/atau bantuan instansi Pemerintah, pemerintah daerah, atau para ahli sesuai dengan kebutuhan; dan/atau
c. melakukan kerja sama dengan pihak lain sesuai kebutuhan.
Bagian Kedua Sekretariat Jenderal Dewan Nasional
Pasal 49
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Dewan Nasional dibantu oleh Sekretariat Jenderal Dewan Nasional.
(2) Sekretariat Jenderal Dewan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan fungsi sehari-hari membantu Ketua Dewan Nasional serta memberikan dukungan teknis, koordinatif dan administratif kepada Dewan Nasional
Pasal 49A
(1) Sekretariat Jenderal Dewan Nasional terdiri atas:
a. Sekretaris Jenderal Dewan Nasional.
b. Deputi Bidang Perencanaan dan Pengembangan Iklim Investasi
c. Deputi Bidang Pelayanan Investasi.
d. Deputi Bidang Kerjasama dan Promosi.
e. Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Kinerja.
(2) Sekretaris Jenderal Dewan Nasional dan Deputi berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Ketua Dewan Nasional.
(3) Sekretaris Jenderal berkedudukan sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Sekretariat Jenderal.
(4) Status kepegawaian Sekretariat Jenderal terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
(5) Pelaksanaan reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja Sekretariat Jenderal mengikuti yang berlaku di kementerian yang mengoordinasikan urusan pemerintahan di bidang perekonomian.
Pasal 50 Tugas Sekretariat Jenderal Dewan Nasional:
a. Memberikan dukungan kesekretariatan kepada Dewan Nasional;
b. Membantu Dewan Nasional dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan tugasnya;
c. Melakukan evaluasi terhadap usulan KEK terhadap kelayakan penerbitan notifikasi calon KEK dengan dibantu oleh panel ahli yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal dan beranggotakan akademisi, praktisi, asosiasi pengusaha dan wakil Pemerintah;
d. Melakukan rekrutmen dan seleksi calon Administrator berdasarkan kriteria kompetensi dan profesionalitas sebelum diajukan kepada Dewan Nasional untuk ditetapkan;
e. Melakukan pembinaan teknis dan administratif serta penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan Administrator;
f. Menyelenggarakan penyiapan dan pembangunan KEK yang ditetapkan Pemerintah;
g. Menyelenggarakan kerja sama dengan pihak lain dan promosi;
h. Melaksanakan pengawasan terhadap kepatuhan dan evaluasi kinerja pada KEK yang telah ditetapkan; dan
i. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Ketua Dewan Nasional.
Bagian Ketiga Dewan Kawasan
Pasal 51
(1) Dewan Kawasan dapat dibentuk sesuai kebutuhan di tingkat provinsi yang sebagian wilayahnya ditetapkan sebagai KEK.
(2) Dalam hal suatu KEK wilayahnya mencakup lebih dari 1 (satu) provinsi dapat dibentuk 1 (satu) Dewan Kawasan dengan melibatkan provinsi yang bersangkutan.
(3) Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat
(2) diusulkan oleh Dewan Nasional kepada Presiden untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(4) Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) bertanggung jawab kepada Dewan Nasional.
(5) Untuk membantu pelaksanaan tugas Dewan Kawasan, dibentuk Sekretariat Dewan Kawasan.
Pasal 52
Dewan Kawasan mempunyai tugas membantu Dewan Nasional dalam:
a. Melaksanakan strategi dan kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh Dewan Nasional dalam pembentukan dan pengembangan KEK;
b. Membantu Dewan Nasional dalam mengawasi pelaksanaan tugas Administrator;
c. Menetapkan langkah strategis penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan KEK di wilayah kerjanya;
d. Menyampaikan laporan pengelolaan KEK kepada Dewan Nasional setiap akhir tahun;
e. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diminta oleh Ketua Dewan Nasional; dan
f. Menyampaikan laporan insidental dalam hal terdapat permasalahan strategis kepada Dewan Nasional.
Pasal 53
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 52, Dewan Kawasan dapat:
a. Meminta penjelasan Administrator KEK mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha, perizinan lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK;
b. Meminta masukan dan/atau bantuan kepada instansi Pemerintah Pusat atau para ahli sesuai kebutuhan; dan/atau
c. Melakukan kerja sama dengan pihak lain sesuai kebutuhan.
BAB VII
PENGELOLAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Bagian Kesatu Pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 54
Pengelolaan KEK dilakukan oleh:
a. Administrator; dan
b. Badan Usaha pengelola.
Bagian Kedua Administrator
Pasal 55
(1) Administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a dibentuk oleh Dewan Nasional.
(2) Administrator bertugas menyelenggarakan:
a. Perizinan Berusaha dan perizinan lainnya serta nonperizinan yang diperlukan bagi Pelaku Usaha untuk mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan usaha di KEK;
b. Pelayanan non perizinan yang diperlukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha untuk mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan usaha di KEK; dan
c. pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK yang dilakukan oleh Badan Usaha pengelola KEK;
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana pada ayat (2) mengikuti norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
(4) Pelaksanaan Perizinan Berusaha dan perizinan lainnya oleh Administrator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
Pasal 56
(1) Dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 ayat (2) huruf c, Administrator berwenang untuk mendapatkan laporan atau penjelasan dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha mengenai kegiatannya
(2) Berdasarkan hasil evaluasi selama kegiatan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 ayat (2) huruf c, Administrator berwenang memberikan:
a. arahan kepada Badan Usaha pengelola KEK untuk perbaikan operasionalisasi KEK; dan
b. teguran kepada Badan Usaha pengelola KEK dalam hal terjadi penyimpangan dalam pengoperasian KEK.
(3) Laporan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disampaikan kepada Dewan Nasional dengan tembusan kepada Dewan Kawasan, secara berkala setiap 6 (enam) bulan.
(4) Administrator dapat menyampaikan Laporan operasionalisasi KEK secara insidental dalam hal Dewan Nasional atau Dewan Kawasan membutuhkan perkembangan operasionalisasi KEK atau Administrator menilai terdapat kondisi yang harus dilaporkan segera.
Pasal 57
(1) Administrator sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 ayat (1) harus sudah dibentuk paling lambat sebelum KEK beroperasi.
(2) Administrator dapat dijabat oleh aparatur sipil negara atau non aparatur sipil negara yang memiliki kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dipilih secara selektif sesuai dengan kriteria dan kualifikasi yang ditentukan oleh Dewan Nasional.
Pasal 58
(1) Pelaksanaan tugas Administrator dilakukan sesuai dengan tata kelola pemerintahan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang Administrator, kepada Administrator dapat diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan penerapan praktik bisnis yang sehat.
(3) Fleksibilitas pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi penganggaran dan pengelolaan perbendaharaan.
(4) Pengelolaan perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pengelolaan uang, pengelolaan utang, dan pengelolaan aset.
(5) Pola pengelolaan keuangan sebagaimana pada ayat (1) merupakan pola pengelolaan yang sesuai dengan ketentuan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).
(6) Penetapan Administrator untuk dapat menerapkan PPK-BLU dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Badan Usaha Pengelola
Pasal 59
(1) Badan Usaha pengelola bertugas menyelenggarakan kegiatan usaha KEK.
(2) Badan Usaha pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk:
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
x. xxxxxxxx;
d. badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas;
e. badan usaha patungan; atau
f. Badan Layanan Umum.
(3) Badan Usaha pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat sebelum KEK beroperasi.
Pasal 60
(1) Penetapan Badan Usaha pengelola dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Dewan Nasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai:
a. pengelolaan barang milik negara/daerah; atau
b. kerja sama pemerintah dan badan usaha.
(2) Dalam hal aset prasarana dan sarana KEK merupakan barang milik negara/daerah, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Dewan Nasional dapat menugaskan Badan Usaha Milik Negara/Daerah sebagai Badan Usaha pengelola.
(3) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui penyertaan modal daerah/negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 61
(1) Dalam hal KEK dibangun langsung oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, Badan Usaha pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 ayat (1) melaksanakan pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian pengelolaan KEK yang ditandatangani bersama antara Badan Usaha dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Dewan Nasional/kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang melakukan pembangunan.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. lingkup pekerjaan;
b. jangka waktu;
c. standar kinerja pelayanan;
x. xxxxxx;
e. pelaksanaan pelayanan KEK dalam hal terjadi sengketa;
f. pemutusan perjanjian oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dalam hal tertentu;
g. manajemen operasional KEK;
x. xxxxakhiran perxxxxxxx;
i. pertanggungjawaban terhadap barang milik negara/daerah;
j. serah terima aset atau infrastruktur oleh Badan Usaha pengelola kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota setelah kerja sama pengelolaan berakhir; dan
(3) Dalam hal pengelolaan KEK dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang dilakukan dengan mekanisme penyertaan modal negara/daerah kepada Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah tersebut, pengelolaan KEK tidak memerlukan perjanjian pengelolaan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Keempat
Evaluasi Pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus Pasal 62
(1) Administrator melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan
Nasional dengan tembusan kepada Dewan Kawasan.
(2) Dewan Nasional melakukan evaluasi pengelolaan KEK berdasarkan laporan Administrator sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada:
a. Administrator; dan
b. Dewan Kawasan.
Pasal 63
Hasil evaluasi Dewan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) ditindaklanjuti oleh Dewan Kawasan dan Administrator untuk pengendalian operasional KEK.
Pasal 64
(1) Berdasarkan hasil evaluasi Dewan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2), Dewan Nasional dapat meminta masukan dari Dewan Kawasan dan Administrator terkait upaya perbaikan operasionalisasi KEK.
(2) Berdasarkan penilaian dan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Nasional dapat:
a. memberikan arahan kepada Dewan Kawasan dan Administrator
untuk peningkatan kinerja operasionalisasi KEK;
b. melakukan pemantauan terhadap operasionalisasi KEK; dan/atau
c. memberikan rekomendasi mengenai langkah tindak lanjut operasionalisasi KEK berupa:
1. pemutusan perjanjian pengelolaan KEK dalam hal Badan Usaha pengelola ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 60 ayat (1);
2. perbaikan manajemen operasional KEK dalam hal Badan Usaha pengelola merupakan Badan Usaha pengusul atau Badan Usaha yang melakukan kerja sama antara pemerintah dan Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(1) huruf b, Pasal 32 ayat (1) huruf b, dan Pasal 34 ayat (1) huruf b; atau
3. pengusulan pencabutan penetapan KEK.
(3) Rekomendasi perbaikan manajemen operasional KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2 disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Dewan Kawasan, apabila Badan Usaha pengelola:
a. tidak memenuhi standar kinerja pelayanan; dan/atau
b. melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin usaha dan izin lain yang diberikan.
(4) Rekomendasi pencabutan penetapan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 3 disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Presiden apabila dalam pengoperasian KEK:
a. tidak dilakukan perbaikan kinerja setelah dilakukan langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4);
b. terjadi dampak negatif skala luas terhadap lingkungan di sekitarnya;
c. menimbulkan gejolak sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya; dan/atau
d. terjadi pelanggaran hukum di KEK.
Pasal 65
(1) Dalam hal status Badan Usaha pengelola dicabut, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/ kota, atau Dewan Nasional/kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian wajib melakukan proses penetapan Badan Usaha pengelola yang baru dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah pencabutan Badan Usaha pengelola.
(2) Dalam hal status Badan Usaha pengelola dicabut, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, atau Dewan Nasional/kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian melakukan proses penetapan Badan Usaha pengelola yang baru sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(3) Selama belum ditetapkannya Badan Usaha pengelola yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelolaan KEK dilakukan oleh Administrator.
BAB VIII
FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Pasal 66
(1) Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan pada bidang usaha di KEK, diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
a. perpajakan, kepabeanan, dan cukai;
b. lalu lintas barang;
c. ketenagakerjaan;
d. keimigrasian;
e. pertanahan dan tata ruang;
f. perizinan berusaha; dan/atau
g. fasilitas dan kemudahan lainnya.
(2) Fasilitas dan kemudahan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf g ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
(1) Bidang usaha di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, meliputi:
a. pembangunan dan pengelolaan KEK;
b. penyediaan infrastruktur KEK;
c. industri pengolahan hulu sampai hilir komoditi tertentu;
d. industri manufaktur produk tertentu;
e. pengembangan energi;
f. pusat logistik;
g. pariwisata;
h. kesehatan;
i. pendidikan;
j. riset dan pengembangan teknologi;
k. jasa keuangan;
l. industri kreatif; dan
m. bidang usaha lainnya yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
(2) Dalam menetapkan bidang usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m, Dewan Nasional dapat meminta pertimbangan dari menteri atau kepala lembaga terkait.
Pasal 68
(1) Dewan Nasional menetapkan 1 (satu) atau lebih bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 sebagai Kegiatan Utama di KEK.
(2) Bidang usaha yang tidak ditetapkan sebagai Kegiatan Utama di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bidang usaha Kegiatan Lainnya.
BAB IX
FASILITAS DAN KEMUDAHAN PERPAJAKAN, KEPABEANAN, DAN CUKAI
Bagian Kesatu
Jenis Fasilitas dan Kemudahan, dan Syarat Umum Penerima Fasilitas dan Kemudahan
Pasal 69
(1) Fasilitas dan kemudahan perpajakan, kepabeanan, dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a berupa:
a. Pajak Penghasilan;
b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
c. Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor; dan/atau
d. Cukai.
(2) Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c termasuk bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan.
(3) Untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri, baik pusat maupun cabang, yang melakukan kegiatan usaha di KEK;
b. memiliki penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola KEK dari Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya, atau dari Administrator berdasarkan pelimpahan kewenangan;
c. mempunyai batas yang jelas sesuai tahapannya; dan
d. memiliki Perizinan Berusaha.
(4) Untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri, baik pusat maupun cabang, yang melakukan kegiatan usaha di KEK; dan
b. memiliki Perizinan Berusaha.
(5) Wajib pajak orang pribadi yang terdaftar sebagai pelaku usaha rintisan (startup) di KEK dengan kegiatan Pariwisata, Pendidikan, Riset dan Pengembangan Teknologi atau Ekonomi Kreatif, diperlakukan sebagai Pelaku Usaha.
(6) Administrator dapat menerbitkan tanda pengenal khusus bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK.
(7) Ketentuan mengenai fasilitas dan kemudahan perpajakan, kepabeanan, dan cukai diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 70
Untuk dapat memperoleh fasilitas dan kemudahan penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada Pasal 69 ayat (1) huruf c, Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha di KEK harus memiliki sistem informasi yang tersambung dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Bagian Kedua
Fasilitas dan Kemudahan Pajak Penghasilan Pasal 71
(1) Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama dapat memperoleh pengurangan Pajak
Penghasilan badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Kegiatan Utama yang dilakukan.
(2) Ketentuan mengenai besaran, jangka waktu, pengajuan, keputusan, pemanfaatan, larangan dan sanksi, dan kewajiban Wajib Pajak terkait pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(3) Untuk Pelaku Usaha rintisan (startup), Dewan Nasional dapat mengusulkan besarnya nilai paling sedikit dari penanaman modal Pelaku Usaha.
Pasal 72
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di luar kegiatan usaha yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 73
(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di luar penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari kegiatan usaha yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Wajib Pajak yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, tetap melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 74
(1) Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang tidak memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 atau melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Lainnya dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan yang meliputi:
a. pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman modal yang dilakukan;
b. penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
c. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah; dan
d. kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun.
(2) Ketentuan mengenai pengajuan, keputusan, pemanfaatan, larangan dan sanksi, dan kewajiban Wajib Pajak terkait fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 75
(1) Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 tidak dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74.
(2) Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 tidak dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71.
Pasal 76
Badan Usaha dalam transaksi:
a. pengadaan tanah untuk KEK;
b. penjualan tanah dan/atau bangunan di KEK; dan/atau
c. sewa tanah dan/atau bangunan di KEK. tidak dipungut Pajak Penghasilan.
Pasal 77
(1) Warga negara asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dengan ketentuan:
a. memiliki keahlian tertentu
b. berlaku selama 4 (empat) tahun pajak yang dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.
(2) Kriteria keahlian tertentu warga negera asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Dewan Nasional.
(3) Tata cara pengenaan Pajak Penghasilan bagi warga negera asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 78
Fasilitas Pajak Penghasilan selain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tetap dapat diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Bagian Ketiga
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pasal 79
(1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak berwujud tertentu dari TLDDP, kawasan bebas, dan tempat penimbunan berikat kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
b. Impor Barang Kena Pajak berwujud tertentu ke KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
c. impor barang konsumsi ke KEK yang kegiatan utamanya bukan produksi dan pengolahan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
d. penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu antar Badan Usaha, antar Pelaku Usaha, atau antar Badan Usaha dengan Pelaku Usaha;
e. penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak tidak berwujud termasuk jasa persewaan tanah dan/atau bangunan di KEK oleh Pelaku Usaha dan/atau Badan Usaha kepada Pelaku Usaha lainnya dan/atau Badan Usaha di KEK yang sama atau KEK lainnya;
f. penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dan Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha dari TLDDP atau selain TLDDP kepada Badan Usaha/Pelaku Usaha; dan
g. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha.
(2) Barang Kena Pajak berwujud tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf d berupa:
a. barang modal, termasuk tanah dan/atau bangunan, peralatan/mesin dan suku cadang yang diperlukan untuk proses produksi sesuai dengan bidang usahanya, bahan dan peralatan pembangunan/konstruksi dan suku cadangnya, serta bahan dan peralatan dan suku cadangnya yang diperlukan untuk pembangunan dan/atau pengembangan KEK;
b. bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan;
c. bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan barang lain yang diperlukan bagi kegiatan yang menghasilkan jasa dan/atau kegiatan pengembangan teknologi; dan/atau
d. barang yang diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan yang digunakan bidang usaha industri manufaktur dan logistik;
(3) Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f diberikan sesuai bidang usahanya berupa:
a. jasa maklon;
b. jasa perbaikan dan perawatan;
c. jasa pengurusan transportasi terkait barang untuk tujuan ekspor;
d. jasa konstruksi yang meliputi perencanaan, perancangan, pelaksanaan pembangunan, dan pengawasan pembangunan di
KEK, termasuk konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi;
e. jasa teknologi dan informasi;
f. jasa penelitian dan pengembangan;
g. jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/ atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
h. jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran, jasa konsultansi pemasaran, jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
i. jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor;
j. jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/ atau komunikasi/konektivitas data;
k. maintenance, repair and overhaul (MRO) untuk boat & ship dan aircraft; dan/atau
l. jasa lainnya yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(4) Barang konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah:
a. barang konsumsi yang diperlukan oleh Pelaku Usaha di KEK yang kegiatan utamanya bukan produksi dan pengolahan dalam menjalankan usahanya;
b. waktu penggunaannya relatif singkat serta akan hilang keberadaan dan/atau fungsinya jika sudah dipergunakan, yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan barang dan/atau jasa;
c. Tidak ditujukan untuk penggunaan di luar KEK; dan
d. Jenis dan jumlahnya diusulkan oleh Administrator dan disetujui oleh Dewan Nasional.
(5) Dalam hal KEK berasal dari sebagian atau seluruh wilayah kawasan pedagangan bebas dan pelabuhan bebas, penyerahan Jasa Kena Pajak dari dan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
Pasal 80
(1) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP, dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Pelaku Usaha di KEK yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang pada saat impor barang atau penyerahan barang tidak dipungut pajaknya.
(3) Dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak yang mendapat fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pasal 81
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK wajib membuat faktur pajak pada saat penyerahan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 82
Atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu, Jasa Kena Pajak Tertentu, dan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis diberikan fasilitas dan pembebasan Pajak Pertambahan nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Bagian Keempat
Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan Cukai Paragraf Pertama
Umum Pasal 84
(1) Untuk kepentingan pengawasan sebagian atau seluruh KEK dapat ditetapkan sebagai Kawasan Pabean.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan KEK sebagai Kawasan Pabean diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 85
(1) Fasilitas dan kemudahan Kepabeanan yang diberikan bagi Badan Usaha di KEK meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal dalam rangka pembangunan atau pengembangan KEK.
(2) Fasilitas dan kemudahan Kepabeanan yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang masih dalam tahap pembangunan atau pengembangan meliputi:
a. pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal; dan
b. pembebasan Bea Masuk, tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor, atas impor barang dan bahan untuk keperluan usaha.
(3) Fasilitas dan kemudahan Kepabeanan dan Cukai yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang telah menyelesaikan tahap pembangunan atau pengembangan meliputi:
a. pembebasan dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
b. penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
c. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan Barang Kena Cukai.
(4) Ketentuan pemberian fasilitas dan kemudahan berupa pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan kepabeanan dan cukai diatur dengan Xxxaturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 86
Pemasukan barang ke lokasi Pelaku Usaha di KEK berasal dari:
a. luar Daerah Pabean;
b. Pelaku Usaha pada KEK lainnya;
c. Tempat Penimbunan Berikat di luar KEK;
d. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; dan/atau
e. TLDDP.
Pasal 87
(1) Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK oleh Pelaku Usaha di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, menggunakan pemberitahuan pabean impor dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
a. penangguhan atau pembebasan Bea Masuk;
b. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
c. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
(2) Pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK dari lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf b sampai dengan huruf d menggunakan pemberitahuan pabean dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
a. penangguhan atau pembebasan Bea Masuk;
b. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
c. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
(3) Pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK dari lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf e, menggunakan pemberitahuan pabean, dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
a. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
b. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas dan kemudahan atas pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang keuangan.
Pasal 88
(1) Impor barang konsumsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 79 ayat
(1) huruf c ke KEK yang kegiatan utamanya bukan produksi dan pengolahan diberikan fasilitas:
a. Bagi barang konsumsi yang bukan Barang Kena Cukai diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor;
b. Bagi barang konsumsi yang berupa Barang Kena Cukai dikenakan cukai dan diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor.
(2) Barang konsumsi asal impor yang dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean, dilunasi bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/atau cukai bagi barang kena cukai.
Paragraf Ketiga
Perpindahan Barang Antar Pelaku Usaha di dalam Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 89
(1) Perpindahan barang antar Pelaku Usaha di KEK diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
a. penangguhan atau pembebasan bea masuk;
b. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai;
c. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
d. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas dan kemudahan atas perpindahan barang antar Pelaku Usaha di dalam KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang keuangan.
Paragraf Keempat
Pengeluaran Barang dari Kawasan Ekonomi Khusus
Pasal 90
Barang dari Pelaku Usaha di KEK dapat dikeluarkan ke:
a. luar Daerah Pabean;
b. Pelaku Usaha pada KEK lainnya;
c. tempat penimbunan berikat di luar KEK;
d. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; dan/atau
e. TLDDP.
Pasal 91
(1) Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf a menggunakan pemberitahuan pabean dan berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
(2) Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf b sampai dengan huruf d menggunakan pemberitahuan pabean, dan berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan/atau cukai mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan; dan/atau
b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan.
(3) Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf e dengan tujuan impor untuk dipakai menggunakan pemberitahuan pabean dan:
a. dipungut Xxx Xxxxx;
b. dilunasi cukainya untuk Barang Xxxx Xxxxi;
c. dikenakan Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
d. dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(4) Atas penyerahan Barang Kena Pajak dari KEK ke TLDDP, terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Barang hasil produksi Pelaku Usaha di KEK yang dikeluarkan dari KEK ke TLDDP dilengkapi dengan dokumen pendukung dan surat keterangan mengenai nilai kandungan lokal yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal di KEK.
(6) Besarnya tarif Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dikenakan sebesar 0% (nol persen) sepanjang barang hasil produksi Pelaku Usaha di KEK memiliki nilai kandungan lokal paling sedikit 40% (empat puluh persen).
(7) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas atas pengeluaran barang dari KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan.
Pasal 92
Untuk menjamin kelancaran arus barang dari dan ke KEK, Administrator dapat ditetapkan untuk melakukan kegiatan pelayanan kepabeanan mandiri berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Bagian Kelima
Tambahan Fasilitas Perpajakan di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata
Pasal 93
(1) Pelaku usaha di KEK Pariwisata diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai atas pemasukan barang modal dan/atau bahan baku usaha bagi kegiatan:
a. penyediaan akomodasi;
b. pusat pertemuan dan konferensi;
c. marina dan/atau dermaga khusus kapal wisata;
d. bandara khusus wisata;
e. jasa transportasi wisata;
f. pengembangan resort dan hunian;
g. jasa makanan dan minuman;
h. pusat perbelanjaan;
i. pusat hiburan dan rekreasi;
j. pusat edukasi dan/atau pelatihan;
k. pusat dan sarana olahraga;
l. pusat kesehatan;
m. pusat perawatan lanjut usia (retirement center); dan/atau
n. kegiatan lain yang mendukung pariwisata yang ditetapkan oleh dewan nasional.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai di KEK Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 94
Toko yang berada pada KEK Pariwisata dapat berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Pasal 95
(1) Pembelian rumah tinggal atau hunian yang menjadi Kegiatan Utama pada KEK Pariwisata, diberikan:
a. pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
b. pembebasan Pajak Penghasilan atas Penjualan atas barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Pembeli rumah tinggal atau hunian diberikan perlakuan sebagai Pelaku Usaha.
Bagian Keenam Pajak Daerah Pasal 96
(1) Pemerintah daerah menetapkan pengurangan, keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah dan/atau retribusi daerah kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
(2) Pengurangan, keringanan, dan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
(3) Pengurangan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling rendah 50% (lima puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen).
(4) Ketentuan mengenai bentuk, besaran dan tata cara pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Bagian Ketujuh Kewajiban dan Pencabutan Fasilitas
Pasal 97
(1) Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang mendapat fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, wajib menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melalui Administrator KEK.
(2) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 98
(1) Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dicabut, dalam hal Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama:
a. tidak memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai bidang usaha yang merupakan rantai produksi kegiatan utama di KEK; atau
b. tidak memenuhi ketentuan penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97.
(2) Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar kembali Pajak Penghasilan yang telah dikurangkan dan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 99
(1) Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang telah memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, wajib:
a. menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal melalui Administrator KEK, sampai dengan selesainya seluruh penanaman modal, jumlah realisasi produksi, rincian aktiva tetap yang digunakan untuk tujuan selain yang diberikan fasilitas Pajak Penghasilan, rincian pengalihan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan, dan rincian aktiva tetap yang dialihkan yang diganti dengan aktiva tetap yang baru;
b. melampirkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik pada saat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
c. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah atas aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 100
Wajib Pajak yang telah mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) dan/atau Pasal 99 ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. fasilitas Pajak Penghasilan yang telah diberikan dapat dicabut;
b. fasilitas Pajak Penghasilan yang telah dinikmati yang melekat pada harta yang digunakan untuk tujuan selain yang diberikan fasilitas atau dialihkan tersebut dicabut dan ditambahkan pada penghasilan kena pajak dalam tahun pajak dilakukannya pengalihan harta;
c. dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan; dan/atau
d. tidak dapat lagi diberikan fasilitas Pajak Penghasilan.
Pasal 101
(1) Pelaku Usaha di KEK bertanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor yang terutang atas barang impor.
(2) Pelaku Usaha di KEK dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang impor:
a. musnah tanpa sengaja; atau
b. dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.
(3) Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang memperoleh fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 wajib menggunakan barang yang diimpor sesuai dengan tujuan pemasukannya.
BAB X
FASILITAS DAN KEMUDAHAN LALU LINTAS BARANG
Pasal 102
(1) Ketentuan larangan impor dan ekspor di KEK berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang larangan dan pembatasan impor dan ekspor.
(2) Terhadap impor barang ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor, dan belum diberlakukan pengenaan bea masuk, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.
(3) Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke TLDDP berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor.
(4) Bagi barang yang membahayakan Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan (K3L) dapat dikenai pembatasan apabila barang dimaksud bukan merupakan bahan baku bagi kegiatan usaha dan institusi teknis terkait secara khusus memberlakukan ketentuan pembatasan di KEK.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai belum diberlakukannya ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
(6) Pelaksanaan ketentuan mengenai impor dan ekspor dilakukan melalui sistem elektronik yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat dan terintegrasi secara nasional.
Pasal 103
(1) Barang asal impor untuk dipakai di KEK belum diberlakukan kewajiban SNI.
(2) Barang yang dikeluarkan dari KEK ke TLDDP untuk diperdagangkan wajib memenuhi SNI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
Pasal 104
(1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menunjuk Administrator KEK sebagai Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal.
(2) Pengeluaran barang untuk ekspor dapat dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(3) Barang yang dikeluarkan ke TLDDP dilengkapi dengan surat keterangan kandungan nilai lokal yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal.
Pasal 105
(1) Penggunaan Surat Keterangan Asal yang diterbitkan oleh negara asal dari luar negeri dapat diberlakukan untuk pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP.
(2) Surat Keterangan Asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan untuk pengeluaran barang secara parsial dari KEK ke TLDDP dengan menggunakan pemotongan kuota.
BAB XI
FASILITAS DAN KEMUDAHAN KETENAGAKERJAAN
Bagian Kesatu Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Pasal 106
(1) Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK selaku pemberi kerja yang akan mempekerjakan Tenaga Kerja Asing harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
(2) Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dan notifikasi bagi tenaga kerja asing yang mempunyai jabatan sebagai direksi atau komisaris diberikan sekali dan berlaku selama tenaga kerja asing yang bersangkutan menjadi direksi atau komisaris.
Pasal 107
Untuk mendapatkan pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Badan Usaha atau Pelaku Usaha selaku pemberi kerja Tenaga Kerja Asing mengajukan permohonan melalui OSS.
Pasal 108
Tata cara permohonan RPTKA dan notifikasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 109
Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing pada sektor tertentu dapat mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang sedang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing yang lain dalam jabatan yang sama.
Bagian Kedua
Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus Pasal 110
(1) Gubernur dapat membentuk Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus di KEK.
(2) Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
a. melakukan komunikasi dan konsultasi mengenai berbagai permasalahan ketenagakerjaan;
b. melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan timbulnya permasalahan ketenagakerjaan; dan
c. memberikan saran dan pertimbangan mengenai langkah penyelesaian permasalahan ketenagakerjaan.
Pasal 111
(1) Keanggotaan Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus terdiri atas unsur:
a. Pemerintah/pemerintah daerah;
b. serikat pekerja/serikat buruh; dan
c. asosiasi pengusaha;
(2) Unsur Pemerintah/pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengikutsertakan Administrator KEK.
Pasal 112
Gubernur mengangkat dan memberhentikan keanggotaan Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus.
Pasal 113
Keanggotaan Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya selama 3 (tiga) tahun.
Pasal 114
(1) Untuk dapat diangkat dalam keanggotaan Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus, calon anggota harus memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. berpendidikan paling rendah sekolah menengah tingkat atas atau sederajat;
d. pegawai negeri sipil di lingkungan organisasi Pemerintah atau instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di KEK dan/atau instansi terkait lainnya, bagi calon anggota yang berasal dari unsur Pemerintah/pemerintah daerah;
e. anggota atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang mempunyai domisili di KEK, bagi calon anggota yang berasal dari unsur serikat pekerja/serikat buruh; dan
x. xxxxxxx atau pengurus asosiasi pengusaha, bagi calon anggota yang berasal dari unsur asosiasi pengusaha.
(2) Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.
Pasal 115
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1), calon anggota yang berasal dari unsur serikat pekerja/serikat buruh atau unsur asosiasi pengusaha harus diusulkan oleh pimpinan serikat pekerja/serikat buruh atau pimpinan asosiasi pengusaha yang bersangkutan.
Pasal 116
(1) Selain karena berakhirnya masa jabatan, keanggotaan Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dapat berakhir apabila anggota yang bersangkutan:
a. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1);
x. xxxxundurkan diri;
c. meninggal dunia;
d. selama 6 (enam) bulan berturut-turut tidak dapat menjalankan tugasnya; atau
e. dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian keanggotaan Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebelum berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus.
Pasal 117
Penggantian anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus yang diberhentikan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) diusulkan oleh kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi kepada gubernur setelah menerima usulan dari organisasi atau instansi yang bersangkutan.
Pasal 118
(1) Dalam hal anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b, permintaan disampaikan oleh anggota yang bersangkutan kepada gubernur dengan tembusan kepada organisasi atau instansi yang mengusulkan.
(2) Organisasi atau instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan penggantian kepada gubernur.
Pasal 119
Susunan keanggotaan Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus terdiri atas:
a. ketua merangkap anggota yang dijabat oleh gubernur;
b. 3 (tiga) wakil ketua merangkap anggota masing-masing dijabat oleh anggota yang mewakili unsur pemerintah daerah, unsur asosiasi pengusaha dan unsur serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang berada di KEK;
c. sekretaris merangkap anggota dijabat oleh Administrator XXX;
d. anggota unsur Pemerintah sekurang-kurangnya terdiri dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan;
e. anggota unsur pemerintah daerah paling kurang terdiri dari instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota;
f. anggota unsur serikat pekerja/serikat buruh terdiri dari serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang berada di KEK; dan
g. anggota unsur asosiasi pengusaha terdiri dari asosiasi pengusaha yang ditunjuk dan disepakati dari dan oleh asosiasi pengusaha yang memenuhi syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 120
(1) Anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 berjumlah 9 (sembilan) orang.
(2) Dalam menetapkan Anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur memperhatikan komposisi keterwakilan unsur Pemerintah/pemerintah daerah, unsur serikat pekerja/serikat buruh dan unsur asosiasi pengusaha.
(3) Komposisi keterwakilan unsur Pemerintah/pemerintah daerah, unsur serikat pekerja/serikat buruh dan unsur asosiasi pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah masing-masing 3 (tiga) orang.
Pasal 121
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
110 ayat (2), Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dibantu oleh Sekretariat.
(2) Sekretariat Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Sekretaris Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus.
(3) Sekretariat Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara fungsional oleh Sekretariat Dewan Kawasan.
Pasal 122
(1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dapat membentuk Badan Pekerja.
(2) Keanggotaan Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, tugas, dan tata kerja Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus.
Pasal 123
(1) Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus mengadakan sidang secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
(2) Dalam hal diperlukan, Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dapat melakukan kerja sama dan/atau mengikutsertakan pihak lain dalam sidang Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus.
(3) Pelaksanaan sidang Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dilakukan dengan mengutamakan musyawarah mufakat.
(4) Tata kerja Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus ditetapkan oleh Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus.
Pasal 124
(1) Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus berkoordinasi dengan Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional untuk melakukan sinkronisasi terhadap agenda program yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus yang bersifat arahan dan konsultatif.
(2) Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dapat melakukan koordinasi dengan lembaga lainnya untuk menciptakan iklim ketenagakerjaan yang harmonis dan kondusif.
(3) Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dibebankan kepada anggaran pendapatan belanja negara dan anggaran pendapatan belanja daerah.
Bagian Ketiga
Serikat Pekerja/Serikat Buruh Pasal 125
(1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh paling kurang 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.
Pasal 126
(1) Untuk perusahaan yang mempunyai lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, dapat dibentuk 1 (satu) forum serikat pekerja/serikat buruh pada setiap perusahaan.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan forum serikat pekerja/serikat buruh diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 127
Di KEK dapat diberlakukan kebijakan pengupahan tersendiri yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
BAB XII
FASILITAS DAN KEMUDAHAN KEIMIGRASIAN
Pasal 128
Pada Administrator KEK dapat ditunjuk pejabat imigrasi yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Pasal 129
(1) Bandar udara, Pelabuhan laut, pos lintas batas, atau tempat lain di KEK dapat ditetapkan sebagai Tempat Pemeriksaan Imigrasi berdasarkan Keputusan Menteri yang menyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(2) Dalam hal belum ditetapkannya Tempat Pemeriksaan Imigrasi terhadap Bandar udara, Pelabuhan laut, pos lintas batas, atau tempat lain di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan keimigrasian dapat dilakukan berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Imigrasi.
Pasal 130
VKSK dapat diberikan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dan dapat diperpanjang oleh pejabat imigrasi di kantor Administrator KEK sebanyak 5 (lima) kali dengan jangka waktu masing-masing selama 30 (tiga puluh) hari berdasarkan rekomendasi Administrator KEK.
Pasal 131
Kepada Orang Asing yang akan melakukan kunjungan ke KEK dapat diberikan Visa kunjungan untuk beberapa kali perjalanan.
Pasal 132
Orang Asing yang akan melakukan kunjungan ke KEK dalam rangka:
a. pariwisata;
b. sosial dan budaya;
c. industri;
x. xxxdidikan;
e. tugas pemerintahan;
f. bisnis; dan/atau
g. keluarga,
diberikan Visa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 133
(1) Visa Tinggal Terbatas dalam rangka bekerja, penanaman modal asing, atau pendidikan di KEK diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain kegiatan bekerja, penanaman modal asing, atau pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Imigrasi yang ditunjuk juga dapat memberikan persetujuan Visa Tinggal Terbatas kepada Orang Asing yang bermaksud tinggal terbatas di KEK dalam rangka:
x. xxxxikuti suami/istri pemegang Izin Tinggal Terbatas;
b. mengikuti orang tua bagi anak sah berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun;
c. wisatawan asing lanjut usia di KEK pariwisata; atau
d. memiliki rumah di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 134
Pejabat Pemberi Visa pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri setelah memperoleh persetujuan dari Pejabat Imigrasi di KEK dapat memberikan Visa Tinggal Terbatas kepada Orang Asing yang bekerja, melakukan Penanaman Modal, atau pendidikan paling lama 5 (lima) tahun, bagi Orang Asing yang memiliki paspor kebangsaan.
Pasal 135
(1) Orang Asing pemegang Visa Tinggal Terbatas di KEK diberikan Izin Tinggal Terbatas.
(2) Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(3) Setiap kali perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 5 (lima) tahun, dengan ketentuan keseluruhan Izin Tinggal di wilayah KEK tidak melebihi dari 15 (lima belas) tahun.
Pasal 136
(1) Orang Asing yang bekerja di KEK dan telah memiliki Izin Tinggal Terbatas dapat diberikan Izin Tinggal Tetap, dengan ketentuan:
a. sebagai pengurus Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal; atau
b. melakukan Penanaman Modal,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Wisatawan asing yang lanjut usia dan telah memiliki Izin Tinggal Terbatas, dapat dialihstatuskan menjadi Izin Tinggal Tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 137
(1) Orang Asing yang memiliki rumah tinggal atau hunian di KEK pariwisata diberikan:
a. Izin Tinggal terbatas; atau
b. Izin Tinggal tetap bagi orang asing yang telah memiliki Izin Tinggal terbatas melalui proses alih status keimigrasian.
(2) Pemberian Izin Tinggal tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diajukan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.
Pasal 138
(1) Izin Masuk Kembali untuk beberapa kali perjalanan diberikan kepada Orang Asing pemegang Izin Tinggal Terbatas atau pemegang Izin Tinggal tetap.
(2) Masa berlaku Izin Masuk Kembali diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 139
Orang Asing pemegang Izin Tinggal di KEK dapat dilakukan pemeriksaan secara elektronik di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Pasal 140
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas dan kemudahan keimigrasian diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
BAB XIII
FASILITAS DAN KEMUDAHAN PERTANAHAN DAN TATA RUANG
Pasal 141
(1) Pengadaan tanah dalam lokasi KEK mengacu kepada persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau penetapan lokasi yang telah ditetapkan dalam rangka penetapan KEK.
(2) Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sekaligus sesuai luas KEK yang ditetapkan atau dilakukan secara bertahap sesuai dengan rencana pengembangan strategis KEK.
Pasal 142
(1) Pengadaan tanah dalam lokasi KEK yang penetapannya berdasarkan usulan Dewan Nasional, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang belum beroperasi, pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
(2) Pengadaan tanah dalam lokasi KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dioperasikan oleh Badan Usaha pengelola, pelaksanaannya:
a. dilakukan secara langsung melalui jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati oleh para pihak; atau
b. dilakukan melalui kerja sama dengan Badan Usaha dan/atau pihak lain.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan kerja sama atas tanah di lokasi KEK yang telah dikuasai dan/atau dibebaskan oleh Badan Usaha dan/atau pihak lain.
(4) Kerja sama antara Dewan Nasional, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dengan Badan Usaha dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam perjanjian kerja sama.
(5) Badan Usaha dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) wajib mengikuti ketentuan pengelolaan KEK oleh Badan Usaha pengelola KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(6) Pengadaan tanah untuk KEK yang diusulkan, dibangun, dan dioperasikan oleh Badan Usaha swasta, pelaksanaannya mengacu pada persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dan dilakukan secara langsung melalui jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati oleh para pihak dan sesuai dengan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141.
Pasal 143
(1) Lokasi KEK yang diusulkan oleh Dewan Nasional, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Pemerintah yang tanahnya telah dibebaskan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (1), diberikan Hak Pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pada Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai kepada Pelaku Usaha.
(3) Lokasi KEK yang diusulkan oleh Dewan Nasional, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Pemerintah yang tanahnya telah dibebaskan oleh Badan Usaha pengelola sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (2) huruf a, diberikan hak guna bangunan atau hak pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Tanah di lokasi KEK yang telah dikuasai dan/atau dibebaskan oleh Badan Usaha dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (3), diberikan hak guna bangunan atau hak pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Lokasi KEK yang diusulkan, dibangun, dan dioperasikan oleh Badan Usaha swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (4) dan
tanahnya telah dibebaskan, diberikan hak guna bangunan atau hak pakai.
Pasal 144
(1) Hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun serta dapat diperbarui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun.
(2) Hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun serta dapat diperbarui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun.
(3) Perpanjangan dan pembaruan hak guna bangunan atau hak pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan pada saat Badan Usaha telah beroperasi secara komersial.
(4) Pelaku Usaha pada KEK diberikan hak guna bangunan atau hak pakai yang dapat diperpanjang dan diperbarui sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(5) Jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak guna bangunan atau hak pakai kepada Pelaku Usaha tidak dapat melebihi jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak guna bangunan atau hak pakai kepada Badan Usaha.
(6) Dalam hal pemberian Hak Pakai ditujukan untuk kepemilikan hunian atau properti pada KEK pariwisata, perpanjangan dan pembaruan hak pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan pada saat hunian atau properti telah dimiliki secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Ketentuan mengenai pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak guna bangunan atau hak pakai diatur dengan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria.
Pasal 145
(1) Dalam rangka melaksanakan pelayanan bidang agraria, tata ruang dan pertanahan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria dan tata ruang melimpahkan kewenangan di bidang pertanahan kepada Administrator KEK dan/atau menempatkan petugas di kantor Administrator KEK.
(2) Administrator KEK dan/atau petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan yang meliputi:
a. pelayanan permohonan dalam rangka pelayanan di bidang agraria, tata ruang dan pertanahan;
b. pelayanan pengukuran tanah dalam rangka pemberian hak atas tanah;
c. pemberian dan/atau perpanjangan hak guna bangunan atau hak pakai;
d. pelayanan pemecahan hak guna bangunan atau hak pakai;
e. memberikan informasi, fasilitas, dan rekomendasi di bidang agraria, tata ruang dan pertanahan;
f. melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait, baik di pusat maupun daerah;
g. membantu penyelesaian permasalahan di bidang agraria, tata ruang dan pertanahan;
h. memonitor dan mengawasi pelaksanaan ketepatan waktu penyelesaian pelayanan di bidang agraria, tata ruang, dan pertanahan; dan
i. melakukan koordinasi dan konsultasi ke kantor pertanahan, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk mempercepat proses pelayanan di bidang agraria, tata ruang dan pertanahan.
Pasal 146
(1) Pada KEK pariwisata, Orang Asing/badan usaha asing dapat memiliki hunian/properti yang berdiri sendiri dan dibangun atas bidang tanah yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah.
(2) Orang Asing/badan usaha asing pemilik hunian/properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan:
a. hak pakai selama 30 (tiga puluh) tahun dan diperbarui atas dasar kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian; atau
b. hak milik Satuan Rumah Susun di atas Hak Pakai.
Pasal 147
(1) Perencanaan kawasan di dalam KEK ditetapkan dalam masterplan KEK oleh Badan Usaha.
(2) Pemanfaatan kawasan di dalam KEK didasarkan pada masterplan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam rangka penataan ruang pasca penetapan KEK, Pemerintah Daerah menetapkan Rencana Detail Tata Ruang di sekitar KEK.
BAB XIV
FASILITAS DAN KEMUDAHAN PERIZINAN BERUSAHA
Pasal 148
Penerbitan Perizinan Berusaha bagi Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dilakukan melalui OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
Pasal 149
(1) Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha mendapatkan Perizinan Berusaha di KEK dengan cara mengakses laman OSS.
(2) OSS menerbitkan NIB, penerbitan Izin Usaha dan penerbitan Izin Komersial atau Operasional, dan pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
(3) Dalam hal penerbitan Izin Usaha dan penerbitan Izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan penyelesaian komitmen, Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha wajib menyelesaikan komitmen tersebut.
(4) Administrator memberikan persetujuan pemenuhan komitmen sebagaimana dimaksud ayat (3) berdasarkan norma, standar, pedoman dan kriteria yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
Pasal 150
(1) Dalam hal tertentu OSS tidak dapat memproses penerbitan Perizinan Berusaha dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149, Administrator sesuai kewenangannya dapat memproses dan menerbitkan Perizinan Berusaha dimaksud.
(2) Administrator wajib mendaftarkan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke OSS.
Pasal 151
Pelaku Usaha di KEK diberikan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang oleh OSS tanpa pemenuhan komitmen.
Pasal 152
(1) Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan di KEK tidak memerlukan Persetujuan Lingkungan.
(2) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyusun RKL-RPL rinci berdasarkan RKL-RPL KEK.
(3) RKL-RPL rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh Badan Usaha.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan atas RKL-RPL rinci diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 153
Pelaku Usaha tidak memerlukan IMB PBG (Persetujuan Banguan Gedung) sepanjang Badan Usaha telah menetapkan pedoman bangunan (estate regulation), kecuali yang tidak sesuai dengan purwarupa (prototipe).
Pasal 154
(1) Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB dari OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (2) atau telah mendapatkan Perizinan Berusaha dari Administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (1), dapat melakukan pembangunan dan penyiapan operasional kegiatan usahanya.
(2) Pelaku Usaha dapat melakukan komersialisasi kegiatan usahanya setelah mendapatkan semua Perizinan Berusaha sesuai bidang kegiatan usahanya.
Pasal 155
Segala biaya Penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 yang merupakan:
a. penerimaan negara bukan pajak;
b. bea masuk dan/atau bea keluar;
x. xxxxx; dan/atau
d. pajak daerah dan retribusi daerah,
wajib dibayar oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 156
(1) Administrator melakukan pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Administrator dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada norma, standar, pedoman dan kriteria yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
(3) Administrator dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan profesi sesuai dengan bidang pengawasan yang dilakukan oleh Administrator.
(4) Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki sertifikat keahlian di bidang pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
FASILITAS DAN KEMUDAHAN LAINNYA
Pasal 157
(1) Penetapan KEK yang menyelenggarakan kegiatan usaha terkait dengan perindustrian atau produksi dan pengolahan, sekaligus
merupakan penetapan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perindustrian.
(2) KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan penetapan sebagai kawasan industri.
(3) Izin komersial atau izin operasional dapat diterbitkan oleh Administrator bila Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha telah siap beroperasi.
Pasal 158
(1) Dalam rangka pelayanan perizinan, Administrator memberikan izin usaha dan izin operasional untuk kegiatan Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK sesuai dengan norma, standar, pedoman, dan kriteria yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.
(2) Berdasarkan norma, standar, pedoman dan kriteria sebagaimana ayat (1), Adminstrator memberikan perizinan berusaha, perizinan lainnya, termasuk izin operasional bagi kegiatan usaha antara lain:
a. perindustrian;
b. perdagangan;
c. kepariwisataan;
d. perkeretaapian;
e. kebandarudaraan;
f. kepelabuhanan;
g. perikanan;
h. kesehatan;
i. pendidikan; dan
j. energi dan sumber daya mineral.
BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 159
(1) Pengusulan pembentukan KEK yang telah disampaikan kepada Dewan Nasional dan belum diputuskan dan/atau ditetapkan sebagai KEK sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Pembangunan KEK yang dilaksanakan dan belum dinyatakan siap beroperasi sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, diselesaikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(3) KEK yang telah beroperasi sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, disesuaikan pelaksanaan pengelolaannya berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB XV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 160
Pada saat Xxxaturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6453),
2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2020 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6472),
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 161
Pada saat Xxxaturan Peraturan Pemerintah ini berlaku:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6453),
2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2020 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6472),
Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 162
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Pasal 163
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal