PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA LAUT ANTARA AWAK KAPAL DENGAN PT. PRIMA EKSEKUTIF
PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA LAUT ANTARA AWAK KAPAL DENGAN PT. PRIMA EKSEKUTIF
( STUDI DI PT. PRIMA EKSEKUTIF CABANG LEMBAR)
JURNAL ILMIAH
Oleh:
XXX XXXXXXXXXX XXXXXXX D1A117071
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM
2022
HALAMAN PERSETUJUAN
PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA LAUT ANTARA AWAK KAPAL DENGAN PT. PRIMA EKSEKUTIF
( STUDI DI PT. PRIMA EKSEKUTIF CABANG LEMBAR) JURNAL ILMIAH
Oleh:
XXX XXXXXXXXXX XXXXXXX D1A117071
Menyetujui,
Pembimbing Pertama,
Dr Any Xxxxxxx Xxxxxx, SH., MH. NIP:19640706 199001 2 001
PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA LAUT ANTARA AWAK KAPAL DENGAN PT. PRIMA EKSEKUTIF
(STUDI DI PT. PRIMA EKSEKUTIF CABANG LEMBAR) XXX XXXXXXXXXX XXXXXXX
D1A 117 071
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengetahui prosedur dari pembuatan perjanjian kerja laut antara perusahaan dan anak buah kapal serta untuk mengetahui pelaksanaan dari perjanjian kerja laut itu terkait pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Hukum Empiris yaitu Peneliitian hukum empiris merupakan penelitian dengan adanya data-data lapangan sebagai sumber data utama, seperti hasil wawancara dan observasi. Dari hasil penelitian bahwa pembuatan perjanjian kerja laut harus dilaukan dihadapan syahbandar, yang dimana dalam perjanjian laut ada empat pihak yang terlibat yaitu pengusaha kapal, anak buah kapal, nahkoda, dan syahbandar. Dalam pelaksanaan perjanjian kerja laut, para pihak harus menjalankan hak dan kewajibannya saat waktu yang diperjanjikan berlangsung dan dapat berakhir dengan pemutusan hubungan kerja sebelum waktu perjanjian selesai. Ditarik kesimpulan dari penelitian ini bahwa perjanjian kerja laut bersifat khusus dibandingkan perjanjian kerja pada umumnya.
Kata Kunci : Perjanjian kerja laut, anak buah kapal, pengusaha kapal
THE IMPLANTATION OF SEA WORKING AGREEMENT BETWEEN THE CREW OF THE SHIP AND PT. PRIMA EXECUTIVE
(STUDY AT PT. PRIMA EXECUTIVE BRANCH OF LEMBAR)
ABSTRACT
This research aims to find out procedure in creating sea working agreement between the company and the crew as well as to know the implementation of the sea working agreement regarding the parties involved. The method of this research is empirical legal research using field data as the main resources, like observation and interviews. The result of this research shows that creating sea working agreement must be conducted in front of harbormaster which is four parties involved in the agreement, namely ship directors, crew, captain, and harbormasters. In the implementation of sea agreement, the parties must execute the rights and obligation including the time frame which consist of the beginning of the agreement and the end of the agreement with work termination before the end of the agreement. In conclusion from this research is that sea working agreement is specifically if comparing to working agreement in general.
Keywords: Sea Working Agreement, crew, Ship Entrepreneurs
I. PENDAHULUAN
Melihat keadaan wilayah Indonesia yang berpulau-pulau dengan wilayah laut terluas, jumlah barisan pulau terbanyak dan pantai terpanjang diantara dua benua dan dua samudera di garis khatulistiwa menjadikan Indonesia begitu strategis bagi pembangunan di bidang kemaritiman. Sudah seharusnya bangsa Indonesia lebih berorientasi kepada pembangunan berbasis kelautan karena Negara Indonesia adalah Negara kepulauan yang sudah diakui dunia dan terakomodasi dalam konstitusi Negara yaitu pada Pasal 25A Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang.
Sebagai Negara kepulauan dan Negara maritim tentunya transportasi laut menjadi sarana transportasi yang banyak digunakan untuk melakukan kegiatan ekspor impor maupun pengangkutan orang di Indonesia. Pelayaran di laut sebagai salah satu sarana yang vital bagi perhubungan sudah seharusnya dilaksanakan atas dasar kepentingan umum. Sejak Negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga Negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut berimplikasi pada kewajiban Negara untuk memfasilitasi warga Negara agar dapat memproleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, oleh karena itu perlu perencanaan matang di bidang ketenagakerjaan dalam mewujudkan kewajiban Negara di atas.
Salah satu pekerjaan di sektor kelautan ialah pelaut. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan mendefinisikan bahwa pelaut ialah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau keterampilan sebagai awak kapal, lebih lanjut awak kapal adaah orang yang bekerja atau dipekerjakan diatas kapal oleh pemilik atau perusahaan kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran bahwa awak kapal terdiri dari nahkoda dan anak buah kapal. Untuk mengikat seseorang agar menjadi pekerja sebagai awak kapal di perusahaan pelayaran, maka perusahaan harus menggunakan perjanjian kerja sebagai kesepakatan antara kedua belah pihak untuk melakukan hubungan kerja. Dalam dunia pelayaran perjanjian kerja antara perusahaan dengan awak kapal menggunakan istilah perjanjian kerja laut
Dasar hukum dibuatnya perjanjian kerja laut pada prinsipnya mengacu pada Buku II Bab 4 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tentang Perjanjian Kerja Laut. Walaupun demikian ketentuan perjanjian kerja laut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut merujuk lebih lanjut pada ketentuan perjanjian-perjanjian melakukan pekerjaan dalam Bab 7A Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di samping itu ketentuan-ketentuan yang bersifat khusus yang berkaitan dengan perjanjian kerja laut sebagaimana yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan peraturan pelaksanaannya diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan. Latar belakang kemunculan Peraturan
Pemerintah tentang Kepelautan dapat dilihat pada penjelasan umum atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tersebut, yaitu tugas sebagai pelaut merupakan pekerjaan yang beresiko antara lain meninggalkan keluarga dalam waktu relatif lama, saat kerusakan kapal harus menangani sendiri tanpa batas waktu atau jam kerja, dan bekerja pada segala cuaca, maka diperlukan adanya pengaturan perlindungan kerja tersendiri.
Dalam pelaksanaan perjanjian kerja khususnya perjanjian kerja laut pengusaha kapal harus memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh awak kapal sesuai jabatannya di atas kapal perusahaan tersebut berdasarkan isi dari perjanjian kerja dan berdasarkan Undang-Undang atau Peraturan terkait.1 Terkadang ada beberapa perusahaan yang tidak menjalankan sesuai apa yang telah diperjanjikan dan tidak mengindahkan Undang-Undang dan Peraturan yang melindungi setiap pekerja sehingga awak kapal sebagai pekerja tidak mendapatkan hak-hak sebagaimana mestinya. Selain haknya untuk mendapatkan upah, awak kapal juga berhak mendapatkan perlindungan kerja bagi dirinya dari perusahaan kapal tempatnya bekerja. Sebagai perusahaan yang baik, setiap perusahaan kapal harus memberikan perlindungan kerja bagi para pekerjanya. Perusahaan harus menyadari akan pentingnya produktifitas kerja awak kapal dengan selalu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kinerja para pekerjanya.
1 Xxxx Xxxxxx Xxxxxx, Perjanjian Kerja Laut Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia, Jurnal iqtisdahuna, Volume 2 Nomor 3 Desember 2020, hlm.14, xxxx://xxxxxxx.xxx- xxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxxxxxxxx/xxxxxxx/xxxxxxxx/00000/00000, Diakses pada tanggal 3 Juni 2021 pukul 14.24
II. PEMBAHASAN
Prosedur Pembuatan Perjanjian Kerja Laut Antara Anak Buah Kapal dengan Perusahaan Pelayaran
Syarat sah perjanjian kerja laut
Sebagai bagian dari perjanjian kerja pada umumnya, perjanjian kerja laut juga memuat syarat sahnya perjanjian kerja yang sama dengan perjanjian kerja pada umumnya hanya saja memiliki beberapa perbedaan. Adapun syarat sahnya perjanjian kerja pada umumnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 52 ayat (1)
Dalam perjnjian kerja laut terdapat perbedaan dalam syarat subjektif pada perjanjian kerja pada umumnya. Secara umum diketahui bahwa dalam suatu perjanjian terdapat dua orang atau dua pihak yang mengadakan hubungan hukum untuk melaksanakan suatu prestasi, jadi dalam suatu perjanjian senantiasa melibatkan lebih dari satu orang atau pihak yaitu pihak ketiga dengan kedudukan tertentu pula. Demikian halnya dengan perjanjian kerja laut, dengan melihat pengertian perjanjian kerja laut yang telah ditentukan dua pihak yang menyelenggarakan perjanjian kerja laut yaitu pengusaha kapal selaku majikan di satu pihak dengan nahkoda dan anak buah kapal selaku buruh dipihak lain.
Dalam perjanjian kerja laut yang dilakukan antara pengusaha kapal dengan anak buah kapal atau kelasi disyaratkan harus diselenggarakan dihadapan seorang pegawai yang ditunjukkan oleh pihak yang berwenang. Yang dimaksud dengan wakil pemerintah yang berwenang disini adalah yang ikut terlibat dalam proses pembuatan
dan pelaksanaan perjanjian kerja laut. Jadi dengan demikian pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian kerja laut adalah pengusaha kapal, Anak buah kapal, Nahkoda, dan Syahbandar.2
Ketentuan Dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Laut
Didalam pembuatan perjanjian kerja laut harus dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tertentu, yaitu Perjanjian kerja laut yang dibuat antara pengusaha kapal dengan nahkoda atau perwira kapal harus dibuat secara tertulis dengan ancaman pembatalan. Sedangkan perjanjian kerja laut yang dibuat antara pengusaha kapal dengan anak buah kapal atau buruh harus dibuat dihadapan seorang pegawai yang diangkat oleh yang berwajib yaitu syahbandar.3
Maksud dari ditentukannya pembuatan perjanjian kerja laut yang dilakukan oleh pengusaha kapal dengan anak buah kapal harus dibuat dihadapan seorang pegawai yang berwajib yaitu syahbandar adalah pada umumnya anak buah kapal mempunyai latar belakang pendidikan dan kedudukan sosial yang rendah sehingga di khawatirkan saat akan menandatangani perjanjian kerja laut tersebut calon anak buah kapal tidak memahami isi dari perjanjian kerja laut yang ditandatangani. Dari latar belakang tersebut, untuk menjaga agar dalam pembuatan perjanjian kerja laut tersebut sama-sama dilandasi dengan itikad baik dan berdasarkan atas ketentuan yang berlaku, maka dalam perjanjian kerja laut harus pembuatannya perlu dihadapan dan disaksikan oleh pihak ketiga yaitu pejabat yang diangkat oleh pihak pemerintah.
2 Ibid, hlm 12-13
3 Xxxxxxx, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 89-91.
Syarat-Syarat Bekerja Sebagai Anak Buah Kapal
Untuk bekerja sebagai anak buah kapal diatas kapal seorang calon pekerja harus memenuhi syarat yang ditentukan untuk menjadi seorang anak buah kapal.4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan Pasal 17 mengatakan bahwa untuk bekerja sebagai awak kapal wajib memenuhi persyaratan yang salah satunya calon anak buah kapal diharuskan memiliki sertifikat keahlian pelaut dan atau sertifikat keterampilan pelaut.
Sertifikat keahlian pelaut adalah ijazah atau surat ijin yang menegaskan bahwa pemegangnya memiliki pengetahuan dan keahlian untuk berlayar. Sertifikat keahlian pelaut terdiri atas sertifikat keahlian nautika, sertifikat keahlian teknik pemesinan dan sertifikat keahlian pelaut radio elektronika dan masing-masing sertifikat tersebut mempunyai tingaktannya yang dimana sertifikat keahlian tersebut nantinya diperuntukan untuk menentukan jabatan dari anak buah kapal yang akan bekerja diatas kapal.
Sertifikat keterampilan pelaut menunjukan bahwa calon anak buah kapal memiliki keterampilan dalam bidang keterampilan tertentu seperti Basic Training, Survival Craft and Rescue Boat, Advance Fire Fighting dan lain-lain. Ada beberapa sertifikat keterampilan namun setidaknya anak buah kapal memiliki sertifikat Basic Training atau Basic Safety Training (BST) yang merupakan sertifikat dasar yang harus dimiliki pelaut semua tingkat jabatan.
4 Hasil wawancara dengan xxxxxxx Xxxxxx, Anak buah kapal(Xxxxxx X), 15 Oktober 2021
Pelaksanaan perjanjian kerja laut antara Anak buah kapal dengan PT. Prima Eksekutif
Hak dan kewajiban pengusaha kapal dan anak buah kapal
Setiap hubungan hukum yang lahir baik dari perikatan maupun peratauran perundang-undangan selalu mempunyai dua aspek yaitu hak dan kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. Hak adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Hak memberikan memberi kenikmatan dan keleluasan kepada individu dalam melaksanaannya. Kewajiban merupakan norma hukum positif yang memerintahkan perilaku individu dengan menetapkan sanksi atas perilaku yang sebaliknya5. Hak dan kewajiban para pihak ada dalam perjanjian kerja laut dan Undang-Undang yang berlaku. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan hak dan kewajiban masing-masing pihak sebagai berikut:
Pengusaha kapal berhak untuk memberhentikan anak buah kapal yang meninggalkan kapal tanpa seizin nahkoda dengan menghentikan upah dan tunjangan- tunjangannya. Pengusaha kapal berhak untuk memberhentikan anak buah kapal yang tidak wajar dalam bertingkah laku, malas dalam bertugas, atau tidak patuh pada perintah perusahaan dan nakhoda, maka perusahaan akan memecatnya tanpa memberitahuan terlebih dahulu dengan menghentikan gaji dan tunjangan-tunjangan dan ia tidak berhak menuntut dalam hal pesangon kepada perusahaan6
5 Ikhwan Fahrojih, Hukum Perburuhan Konsepsi, Sejarah, dan Jaminan Konstitusional,
Setara Press, Malang, 2016, hlm-35
6 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Efektifitas Perjanjian Kerja Laut Terhadap Keselamatan Anak Buah Kapal, Jurnal Al-daulah, Volume 5 no. 1, Juni 2016, hlm.75.
Adapun kewajiban-kewajiban pengusaha kapal adalah Membayarkan upah kepada anak buah kapal, menetapkan pengaturan pekerjaan bagi anak buah kapal, menunjuk sebuah kapal dimana anak buah kapal yang akan bertugas melakukan pekerjaannya, memberikan instruksi-instruksi kepada anak buah kapal dalam rangka penyelenggaraan pelayaran atau pengangkutan di laut, wajib menanggung biaya perawatan dan pengobatan bagi anak buah kapal yang sakit atau cidera selama berada di atas kapal.7
Sebagai seorang pekerja anak buah kapal berhak untuk memperoleh upah dari pengusaha kapal, memperoleh makanan dan penginapan yang layak, berhak mendapatkan cuti tahunan dan juga untuk setiap anak buah kapal yang telah habis masa kontrak kerjanya berhak atas pemulangan kembali ke tempat asal atau dimana perjanjian kerja laut itu dibuat.
Masa Berlakunya Perjanjian Kerja laut
Dalam suatu perjanjian kerja dalam hal ini perjanjian kerja laut, waktu dimulainya suatu hubungan kerja laut antara kedua pihak adalah saat pihak pengusaha kapal dan pihak anak buah kapal melaukan kewajibannya, sedangkan waktu berakhirnya perjanjian kerja laut tersebut adalah setelah terhentinya hak masing- masing pihak dalam hubungan kerja tersebut. Dalam perjanjian kerja laut pada umumnya masa berlakunya perjanjian kerja dituangkan dalam Pasal 3 perjanjian kerja laut. Masa berlakunya perjanjian kerja laut dipengaruhi oleh jenis perjanjian
7 Ibid, hlm 76
kerja laut yang dilakukan oleh kedua pihak yang dimana jenis perjanjian kerja laut anatara lain sebagai berikut 8:
Perjanjian kerja laut untuk waktu tertentu didalamnya dicantumkan tanggal dimulainya hubungan kerja serta tanggal diakhirinya hubungan kerja. Pada umumnya perjanjian kerja laut waktu tertentu dibuat untuk jangka waktu satu tahun dengan istilah yang biasa digunakan yaitu kontrak.
Perjanjian kerja laut untuk perjalanan atau trayek tertentu adalah suatu perjanjian kerja laut yang dibuat dengan maksud hanya berlaku untuk suatu atau beberapa perjalanan pelayaran saja. Perjanjian ini juga bias dikatakan sebagai perjanjian kerja pekerjaan tertentu.
Perjanjian kerja laut untuk waktu tidak tertentu berarti waktu berakhirnya hubungan kerja dalam perjanjian kerja laut tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja laut tersebut. Dalam hal apabila para pihak ingin mengakhiri hubungan kerja maka harus diadakan pemberitahuan terlebih dahulu atau setelah tercapainya kata sepakat antara para pihak.
Hambatan Dalam Perjanjian Kerja Laut
Maksud dari hambatan dalam hubungan kerja laut ini adalah dimana adanya tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pengusaha kapal atau anak buah kapal yang mengakibatkan perjanjian kerja laut itu tidak berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Adapun hambatan yang dapat dilakukan oleh pengusaha kapal berdasarkan
8 Sonar Xxxxxxxxxxxx Xxxxxxxxx, Perjanjian Kerja Laut Antara Pengusaha Kapal, Nahkoda dan Anak Buah Kapal, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm 33-34
kasus-kasus yang ada di Indonesia adalah dimana ketika dalam pembuatan perjanjian kerja laut tidak jarang oknum pengusaha kapal memberikan perjanjian kerja laut yang tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya memuat hak-hak anak buah kapal sehingga hak-hak yang akan didapatkan oleh anak buah kapal tidak sebagaimana mestinya. Oleh sebab itulah sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya dalam penelitian ini bahwa syahbandar turut serta untuk mengawasi pembuatan perjanjian kerja laut9.
Adapun hambatan dalam perjanjian kerja laut antara PT. Prima Eksekutif dengan anak buah kapal disebabkan oleh anak buah kapal itu sendiri yang melakukan pelanggaran-pelanggaran sehingga mengakibatkan terhambatnya proses berlayar yang dimana hal ini terjadi karena anak buah kapal meninggalkan kapal tanpa seizin nahkoda.
Berakhirnya Hubungan Kerja Laut
Berakhirnya suatu perjanjian kerja laut ini berarti tidak ada lagi hubugan kerja antara pengusaha kapal dengan anak buah kapal yang berarti semua hak dan kewajiban dari para pihak telah berakhir maka dengan ini tidak ada lagi keharusan bagi para pihak untuk melakukan kewajibannya. Berakhirnya suatu hubungan kerja laut tidak hanya terjadi karena telah habisnya waktu yang disepakati kedua pihak atau pekerjaan yang diperjanjikan telah dilaksanaan dalam hal perjanjian kerja laut untuk perjalanan tertentu, namun banyak yang dapat mengakibatkan berakhirnya suatu hubungan kerja laut.
9 Xxxxx xxxxxxxxx dengan bapak xxxxx, syahbandar, 23 November 2021
Hubungan kerja dalam perjanjian kerja laut dapat berakhir tidak hanya dikarenakan masa kerja yang diperjanjikan telah lampau, namun berakhirnya hubungan kerja laut juga dapat terjadi pada saat berlangsungnya masa perjanjian kerja yang dikarenakan adanya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak yang dikarenakan adanya alasan-alasan yang mendesak sehingga pihak pengusaha kapal maupun pihak anak buah kapal memutuskan untuk mengakhiri hubungan kerjanya meskipun masa berlakunya perjanjian kerja belum selesai.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dalam perjanjian kerja laut antara pengusaha kapal dengan anak buah kapal dapat ditarik kesimpulam sebagai berikut:
Dalam prosedur pembuatan perjanjian kerja laut harus memenuhi syarat sah perjanjian kerja laut seperti perjanjian kerja pada umumnya, namun ada sedikit perbedaan yang dimana dalam perjanjian kerja pada umumnya hanya mempunyai dua subjek yang terlibat dalam suatu perjanjian kerja, sedangkan dalam perjanjian kerja laut subjek yang terlibat bukan hanya pihak anak buah kapal dan pengusaha kapal namun juga pegawai pemerintah yaitu syahbandar dan nahkoda terlibat dalam perjanjian kerja laut. Didalam pembuatan perjanjian kerja laut antara pengusaha kapal dengan anak buah kapal harus dibuat dihadapan syahbandar dan untuk bekerja sebagai anak buah kapal harus memenuhi syarat-syarat sebagai anak buah kapal yang salah satunya harus mempunyai sertifikat keahlian pelaut dan sertifikat keterampilan pelaut.
Dalam pelaksanaan perjanjian kerja laut timbul hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang melakukan hubungan kerja yang dimana hak dan kewajiban tersebut harus dilaksanaan oleh masing-masing pihak. Dalam pelaksanaan perjanjian kerja laut masa berlakunya perjanjian kerja laut dipengaruhi oleh jenis perjanjian kerja laut yang dilakukan antara lain perjanjian kerja laut waktu tertentu, perjanjian kerja laut perjalanan tertentu dan perjanjian kerja laut waktu tidak tertentu. Hambatan dalam perjanjian kerja laut dapat dilakukan oleh anak buah kapal dan
pengusaha kapal yang mengakibatkan perjanjian kerja laut tidak berjalan dengan baik. Perjanjain kerja laut dapat berakhir karena masa berlaku perjanjian kerja laut telah habis dan juga dapat terjadi karena alasan-alasan yang mendesak bagi pengusaha kapal ataupun anak buah kapal.
Saran
Untuk setiap pihak yang terlibat dalam perjanjian agar dapat berindak sesuai wewenangnya sendiri dan tidak melebihi atas wewenang tersebut, kemudian untuk kedua pihak yang melakukan perjanjian agar dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik agar berimbang dengan hak-hak yang mereka dapatkan.
Terkait peraturan perusahaan yang tidak memberikan pesangon kepada anak buah kapal untuk tetap mengikuti peraturan yang berlaku dengan memberikan pesangon kepada anak buah kapal yang terkena pemutusan hubungan kerja kecuali pemutusan hubungan kerja tersebut memang atas kemauan anak buah kapal tanpa adanya alasan-alasan tertentu.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Xxxxxxx, 2010, Hukum Perburuhan Perjanjian kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Ikhwan Fahrojih, 2016, Hukum Perburuhan Konsepsi, Sejarah, dan Jaminan Konstitusional, Setara Press, Malang
Jurnal
.Xxxx Xxxxxx Xxxxxx, Perjanjian Kerja Laut Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia, Jurnal iqtisdahuna, Volume 2 Nomor 3 Desember 2020, hlm.14, xxxx://xxxxxxx.xxx- xxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxxxxxxxx/xxxxxxx/xxxxxxxx/00000/00000, Diakses pada tanggal 3 Juni 2021 pukul 14.24
Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Efektifitas Perjanjian Kerja Laut Terhadap Keselamatan Anak Buah Kapal, Al-daulah, Volume 5 no. 1, Juni 2016, xxxx://xxxxxxx.xxx- xxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xx_xxxxxx/xxxxxxx/xxxxxxxx/0000/0000. Diakses pada tanggal 3 juni 2021 jam 13.52.
Sonar Xxxxxxxxxxxx Xxxxxxxxx, Perjanjian Kerja Laut Antara Pengusaha Kapal, Nahkoda dan Anak Buah Kapal,Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang,Diakses pada xxxxx://xxxx.xx.xx/xxxxxxx, pada tangga 21 Oktober 2021, pukul 14:12
Undang-Undang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan
Hasil Wawancara
Hasil Wawancara Dengan Xxxxxxx Xxxxxx, Anak Buah Kapal(Mualim I), Wawancara Dilakukan Pada 15 Oktober 2021.
Hasil Wawancara Dengan Madhi, Pegawai pada Kantor kesyahbandaran, Wawancara Dilakukan Pada 23 November 2021.