PERJANJIAN KERJA ANTARA RUMAH SAKIT HAJI MEDAN DENGAN KONTRAKTOR PEMENANG TENDER MENURUT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA (PERGUBSU) NO 52 TAHUN 2015 TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PADA RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PROVINSI...
PERJANJIAN KERJA ANTARA RUMAH SAKIT HAJI MEDAN DENGAN KONTRAKTOR PEMENANG TENDER MENURUT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA (PERGUBSU) NO 52 TAHUN 2015 TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PADA RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
O L E H
XXXX XXXXX XXXXX MINA 161803070
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA M E D A N
2 0 1 9
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA
Oleh :
NAMA : REVI XXXXX XXXXX XXXX
N P M : 161803070
PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Hukum
JUDUL : PERJANJIAN KERJA ANTARA RUMAH
SAKIT HAJI MEDAN DENGAN KONTRAKTOR PEMENANG TENDER MENURUT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA (PERGUBSU) NO 52 TAHUN 2015 TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PADA RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA.
KOMISI PEMBIMBING
Xx. Xxxxx Xxxxxxxx XX, M.Hum | PEMBIMBING II Xx. Xxxxxxx, SH, M.Hum, Phd |
DIKETAHUI OLEH | |
KETUA PROGRAM STUDI Xx. Xxxxxxx, SH., M.Hum |
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : REVI XXXXX XXXXX XXXX
NPM 161803070
Jurusan/ /Prodi : MAGISTER HUKUM Fakultas : PASCASARJANA
PerguruanTinggi : UNIVERSITAS MEDAN AREA
Penulisan tesis yang diajukan untuk mendapatkan Gelar Magister Hukum Universitas Medan Area:
No. | Karya Ilmiah | Judul |
1. | TESIS | PERJANJIAN KERJA ANTARA RUMAH SAKIT HAJI MEDAN DENGAN KONTRAKTOR PEMENANG TENDER MENURUT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA (PERGUBSU) NO 52 TAHUN 2015 TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PADA RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA |
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :
1. Karya ilmiah yang tersebut pada Daftar di atas yang Dibuat Untuk Gelar Memperoleh Gelar Magister Hukum Di Universitas Medan Area adalah benar karya saya sendiri dan bukan plagiat dari karya yang lain.
2. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah tersebut maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.
Medan,
Yang membuat pernyataan
XXXX XXXXX XXXXX XXXX 161803057
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dalam bentuk tesis ini.
Tesis ini berjudul " PERJANJIAN KERJA ANTARA RUMAH SAKIT HAJI MEDAN DENGAN KONTRAKTOR PEMENANG TENDER MENURUT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA (PERGUBSU) NO 52 TAHUN 2015 TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PADA RUMAH SAKIT
HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA. ", yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh Magister Hukum pada Program Pascasarjana di Universitas Medan Area.
Dalam penyusunan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak untuk itu diucapkan terima-kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Xxxx. Xx. Xxxxx Xxxxxx X.Xxx X.Xx, selaku Rektor Universitas Medan Area.
2. Ibu Prof. Dr. Xx. Xx. Xxxxx Xxxxxx K, MS, selaku Direktur Program Pasca sarjana Universitas Medan Area.
3. Ibu Xx. Xxxxxxx, SH., M.Hum selaku Ketua program Studi Magister Hukum Universitas Medan Area.
4. Bapak Xx. Xxxxx Xxxxxxxx, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan tesis yang sangat berjasa besar dan telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan sampai akhir penulisan tesis ini.
5. Bapak Xx. Xxxxxxx, SH, M.Hum, Xxx selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan tesis yang sangat berjasa besar dan telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan sampai akhir penulisan tesis ini.
6. Alm. Ayahanda Xxxxxxx Xxxx XX, MHum atas dedikasinya yang selama ini menadidik saya sampai menempuh pendidikan Magister Ilmu Hukum.
7. Ibunda tercinta Xxxx Xxxxx Xx.Xxx atas dedikasinya yang selama ini menadidik saya sampai menempuh pendidikan Magister Ilmu Hukum.
8. Orang terkasih Xxxxxxxxxxx Xxxx S.pd atas bantuan dalam penyusunan tesis ini serta support yang diberikan sampai tesis ini selesai.
9. Para staf pengajar dan Pegawai Administrasi Program Pasca Sarjana Magister Hukum Universitas Medan Area.
10. Para sahabat seperkuliahan pada Program Pasca Sarjana Magister Hukum Universitas Medan Area.
Semoga tulisan ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2019 Penulis
NPM : 161803070
ABSTRAK
Pengadaan Barang dan Jasa diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh Kementrian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi Dan Peraturan Gubenur Sumatera Utara No 52 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang Dan Jasa Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara lain yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diseleseikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa. Seiring perkembangan jaman yang semakin modern, sarana dan prasarana pemerintah pun bervariasi mengikuti perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah. Pengadaan barang dan jasa tersebut dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah.
Dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa, kontraktor pemenang tender atau Pihak pemborong dibenarkan mensub-kontraktor seluruh pekerjaan dan atau sebagian pekerjaan utamanya kepada pihak lain atau pemborong lainnya, kecuali disub- kontrakkan kepada penyedia jasa spesialis. Dan apabila ketentuan ini dilanggar maka kontrak pengadaan barang atau jasa dapat dibatalkan dan terhadap pelanggaran tersebut maka pihak pemborong dapat dikenakan sanksi berupa denda yang bentuk dan besarnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam kontrak, berkewajiban memberikan Jaminan pelaksanaan untuk menjamin agar pelaksanaan kontrak dapat diselesaikan dengan baik
Penelitian ini difokuskan pada pelaksanaan perjanjian yang dilakukan rumah sakit haji medan dengan pemenang tender dalam kontrak pembangunan gedung. Penelitian yang digunakan adalah Xxxxxxx Normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Pendekatan ini dilakukan untuk menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut-paut dengan isu hukum yang sedang dibahas.
Hasil penelitian ini menjelaskan pertama, bahwa pelaksanaan pelaksanaan perjanjian yang dilakukan Rumah Sakit Haji Medan dengan pemenang tender dalam kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa yang dilakukan Rumah Sakit Haji Medan sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubenur Sumatera Utara No 52 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang Dan Jasa Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara Sebagai tanggungjawab ketika penyedia jasa wanprestasi seketika maksudnya harus bertanggung jawab penyedia jasa. Penyedia jasa tidak dalam keadaan wanprestasi pihak rumah sakit haji langsung mencatat ke dalam list buku hitam penyedia barang dan jasa dan tidak bias mengikuti proses tender lagi kedepan di rumah sakit haji medan.
Kata Kunci : pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, penyedia jasa, tanggungjawab hukum
ABSTRACT
Procurement of Goods and Services is expected to be carried out effectively and efficiently with the principles of fair competition, transparency, openness, and fair treatment for all parties, according to Presidential Regulation No. 54 of 2010 concerning Procurement of Government Goods and Services is an activity to obtain goods and services by the Ministry / Institutions / Work Units of Regional / Institutional Devices and Regulations of North Sumatra Governor No 52 of 2015 concerning Procurement of Goods and Services for Regional Public Service Agencies at other Medan Hajj Hospital in North Sumatra Province, the process of which starts from needs planning to all activities to obtain goods and services. Along with the increasingly modern era, government facilities and infrastructure also vary following developments and are adjusted to the needs of the government. Procurement of goods and services is financed by the state / regional.
Revenue and expenditure budget. In the execution of Procurement of Service Goods, the contractor who wins the tender or the Contractor is justified in sub-contracting all work and or part of the main work to another party or other contractor, unless it is sub-contracted to a specialist service provider. And if this provision is violated, the contract for the procurement of goods or services can be canceled and against the violation, the contractor may be subject to sanctions in the form of fines in the form and amount in accordance with the provisions stipulated in the contract, obliged to provide implementation guarantees to ensure that the implementation of the contract can be completed properly.
This study focused on the implementation of agreements made by the field hajj hospital with the winner of the tender in the building construction contract. The research used is normative juridical by using the statute approach. This approach is taken to examine all laws and regulations related to the legal issues being discussed.
The results of this study explain first, that the implementation of the agreement carried out by field hajj hospital with the tender winner in the contract of procurement of goods and services carried out by the Hajj field hospital as stipulated in the North Sumatra Governor Regulation No. 52 of 2015 concerning Procurement of Public Service Goods and Services Region at Medan Haji Hospital North Sumatra Province As a responsibility when the default service provider means that it must be responsible for the service provider. The service provider is not in a default condition, the Hajj hospital immediately records it in the black book list of providers of goods and services and cannot follow the tender process again in the future in the Haji field hospital.
Key words: implementation of procurement of goods and services, service providers, legal responsibilities
DAFTAR | ISI .................................................................................... | Halaman |
BAB I | PENDAHULUAN ....................................................... | 1 |
A. Latar Belakang .................................................... | 1 | |
B. Perumusan Masalah............................................. | 9 | |
C. Tujuan Penelitian................................................. | 9 | |
D. Manfaat Penelitian............................................... | 10 | |
E. Keaslian Penelitian. ............................................ | 10 | |
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ............................. | 11 | |
1. Kerangka Teori ............................................ | 11 | |
2. Kerangka Konsep ....................................... | 20 | |
G. Metode Penelitian................................................ | 21 | |
1. Jenis dan Sifat Penelitian.............................. | 21 | |
2. Sumber Data ................................................. | 23 | |
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ............ | 24 | |
4. Analisis Data ................................................ | 25 | |
BAB II | PELAKSANAAN PERJANJIAN PADA RUMAH | SAKIT |
HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTAR……. 27
A. Pengertian dan Pengaturan Tentang
Perjanjian Pemborongan...................................... 27
B. Jenis Jenis Pengadaan Barang Dan Jasa Yang Ada Di Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera
Utara .................................................................... 32
C. Pelaksanaan Perjanjian Antara Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara Dengan Pihak Pemenang Tender ............................................... 38
BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM KONTRAKTOR DALAM PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA………………................................................. 45
A. Defenisi Pertanggungjawaban Hukum Beserta Beberapa Teori Hukum ...................................... 45
B. Tanggungjawab Pemenang Tender Dalam Pelaksanaan Proyek Tender Di Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara.......................... 50
C. Pertanggungjawaban Kontraktor Apabila Memakai Sub-Kontraktor Dalam Hal Menajalankan Pelaksanaa Proyek Di Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara ..................................... 63
BAB IV AKUNTABILITAS RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA SEBAGA BALAI UMUM DAERAH DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA………………..................................................... 75
A. Konsep Akuntabilitas dan Tranparansi ............... 75
B. Good governance dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah ............................................ 84
C. Transparansi Rumah Sakit Haji Dalam
hal Pertanggungjawaban sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) ....................................... 92
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ………………. ......... 101
A. Kesimpulan ........................................................ 101
B. Saran .................................................................. 103
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan publik memegang peranan penting bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat.Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat.Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan yang cepat, tepat, murah dan ramah.Rumah sakit dituntut untuk dapat melayani masyarakat, dapat berkembang dan mandiri serta harus mampu bersaing dan memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat. Dengan semakin tingginya tuntutan bagi rumah sakit untuk meningkatkan pelayanannya, banyak permasalahan yang muncul terkait dengan terbatasnya anggaran yang tersedia bagi operasional rumah sakit, alur birokrasi yang terlalu panjang dalam proses pencairan dana, aturan pengelolaan keuangan yang menghambat kelancaran pelayanan dan sulitnya untuk mengukur kinerja, sementara rumah sakit memerlukan dukungan SDM, teknologi, dan modal yang sangat besar.
Sebuah rumah sakit yang harus melakukan pelayanan setiap waktu tentunya tidak ingin setiap awal tahun anggaran menghadapi kendala keterbatasan obat, alat kesehatan, makan-minum pasien dan lain-lain hanya karena belum selesainya proses penganggaran di pemeritah daerah. Optimalisasi pelayanan ini dapat diatasi manakala pendapatan fungsional bisa
langsung digunakan untuk pengadaan obat, alat kesehatan dan lain-lain serta penyederhanaan proses pengadaan barang/jasa yang tetap menguntungkan rumah sakit.1
Sejak diberlakukannya UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menimbulkan perubahan pada sistem pemerintahan yang awalnya menganut pola pertanggungjawaban terpusat berubah menjadi pola desentralisasi.Dalam hal ini pemerintah daerah diberikan wewenang luas untuk mengelola dan bertanggung jawab secara nyata atas potensi daerah yang dimiliki.Adanya sistem otonomi daerah tersebut, mengakibatkan pergeseran orientasi pemerintah yaitu berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik.Tujuan dari otonomi daerah adalah untuk memperkuat ekonomi daerah dan nantinya untuk menunjang perekonomian nasional. Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan adanya perwujudan reformasi sektor publik/reformasi keuangan daerah.
Menurut Pasal 1 butir 1 UU No. 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Peranan hukum keuangan negara pada saat ini tengah diuji untuk memberikan pemahaman yang komprehensif-teoritis-praktis dalam proses
1Sugeng Yoga Marsasi, BLUD ENTERPRISING THE GOVERNMENT,
xxxxx://xxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/xxxxxxx tanggal 22 Agustus 2015.
pendewasaan sistem keuangan negara di Indonesia, khususnya dalam meneguhkan pengertian keuangan negara yang memihak pada konsep kemandirian badan hukum dan kebijakan otonomi daerah. Perubahan ketentuan dalam UUD RI 1945 dan peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan negara tidak memberikan kepekaan pada realitas tuntutan kemandirian badan hukum dan otonomi daerah sebagai suatu bentuk kemauan politik (political will) yang diperlukan untuk menjalankan perubahan kebijakan keuangan negara yang berorientasi pada kemajuan dalam sistem keuangannegara.2
Lahirnya tiga paket undang- undang di bidang keuangan, yaitu UU No.
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, sistem pengelolaan anggaran negara di Indonesia terus berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan dinamika manajemen sektor publik.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan anggaran berbasis kinerja, yang memberikan landasan penting bagi orientasi baru di Indonesia.Peraturan keuangan negara tersebut telah merubah mindset atau pola pikir yang lebih efisien, profesionalitas, akuntabel, dan transparan, dengan melakukan perubahan dari penganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja, yang membuka koridor bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Adanya basis kinerja
2 Xxxxxx Xxxxxx, Hukum Keuangan Negara , Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 1
ini, arah penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas dari hanya membiayai input dan proses menjadi berorientasi pada output. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Di dalam Pasal 68 dan Pasal 69 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, disebutkan bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip-prinsip yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum.Badan Layanan Umum diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepadamasyarakat.
Sesuai dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang pada prinsipnya mengatur bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Melalui pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pola pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas dan pengadaan barang/jasa.Kepada BLU juga diberikan kesempatan untuk memperkerjakan
tenaga profesional Non-PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya.Tetapi sebagai pengimbang, BLU dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta pertanggungjawabannya.
Kementerian kesehatan menekankan pentingnya sebuah penyesuaian atau reformasi dalam pengelolaan Rumah Sakit dengan mengimplikasikan mengubah status rumah sakit pemerintah menjadi bentuk Badan Layanan Umum. Rumah Sakit pemerintah sebagai salah satu sub sistem penyelenggaraan peningkatan kesehatan didorong untuk melakukan inovasi- inovasi dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Peningkatan pelayanan berpengaruh pada peningkatan biaya produksi pelayanan.Rumah Sakit BLU diberikan fleksibilitas dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa, dengan tetap BLU dipegang ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggung jawabannya.Perubahan Rumah Sakit menjadi BLU bukan sesuatu yang mudah, karena meliputi banyak syarat-syarat.Setelah menjadi BLU, Rumah Sakit diharuskan melakukan penilaian kinerja untuk menilai bagaimana pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit kepada masyarakat.
Tahun 2005 dikeluarkan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang sekarang telah diubah menjadi PP No. 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Permendagri
No 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang mengatur tentang pengelolaan keuangan pada BLU/D serta berdasarkan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit bahwa tahun 2011 diharapkan semua Rumah Sakit pemerintah (RS Vertikal maupun RSUD) sudah menjadi BLU/BLUD3. Aturan ini menjadi landasan hukum bagi RS pemerintah untuk lebih otonom dibidang keuangan.Dengan demikian, prinsip efisiensi harus menjadi bagian dari sistem manajemen.Ini juga menjadi starting point untuk meningkatkan sistem manajemen di rumah sakit pemerintah dalam pengelolaan yang lebih berjiwa enterpreneurship dengan menerapkan konsep bisnis secara sehat. PP No 74 Tahun 2012 dan Permendagri No 61 Tahun 2007 secara eksplisit menyebutkan bahwa ada persyaratan substanif, teknis dan administratif bagi BLU, termasuk RS, Bapelkes, Puskesmas dan organisasi pelayanan kesehatan lainnya. Persyaratan administratif sesuai dengan PP No. 74 Tahun 2012 maupun Permendagri No 61 Tahun 2007 tersebut adalah dokumen-dokumen berikut:
1. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan manfaat bagimasyarakat;
2. Pola tata kelola (hospital by law dan clinical bylaw);
3. Rencana strategis bisnis(Renstra);
4. Laporan keuanganpokok;
5. Standar pelayanan minimum(SPM);
3 PERSI. 2011. Bimbingan Teknis Pola Pengelolaan Keuangan Pada Rumah Sakit Badan Layanan Umum (BLU/BLUD)menuju Rumah Sakit yang Efisien, bermutu, Akuntabel dan Auditable. Seminar dan Workshop, Jakarta.
6. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit
Berkaitan dengan konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka rumah sakit pemerintah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum hal tersebut sejalan dengan Pasal 27 PP No. 74 tahun 2012, maka rumah sakit pemerintah dalam rangka pertanggung jawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan
: 1) Laporan Keuangan; dan 2) Laporan Kinerja. Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Anggaran dan atau Laporan Operasional;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas;dan
4. Catatan atas LaporanKeuangan.
Berdasarkan undang-undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel, berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek- praktek bisnis yang sehat dalam rangka memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dengan tetap menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektifitas melalui Badan Layanan Umum.
BLU/D pada dasarnya adalah alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan manajemen keuangan yang berbasis pada hasil, profesionalitas, akuntabilitas, dan transparansi. Untuk dapat menjadi BLU/D, suatu instansi harus memenuhi tiga persyaratan pokok, yaitu persyaratan substantif, yang terkait dengan penyelanggaraan layanan umum, persyaratan teknis yang terkait dengan kinerja pelayanan dan kinerja keuangan, serta persyaratan administratif terkait dengan terpenuhinya dokumen seperti pola tata kelola, rencana strategis bisnis, standar layanan minimal, laporan keuangan pokok, dan laporan audit/bersedia untuk diaudit.
Melalui konsep pola pengelolaan keuangan BLU/D ini rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme, mendorong enterpreneureship, transparansi, dan akuntabilitas dalam rangka pelayanan publik, sesuai dengan tiga pilar yang diharapkan dari pelaksanaan PPK-BLU ini, yaitu mempromosikan peningkatan kinerja pelayanan publik, fleksibilitas pengelolaan keuangan dan tata kelola yang baik.
Oleh karena itu berdasarkan duduk kasus dan latar belakang di atas, maka ada ketertarikanuntuk mengkaji dan mengadakan penelitian terhadap latar belakang tersebut dalam bentuk Tesis dengan judul: “PERJANJIAN KERJA ANTARA RUMAH SAKIT HAJI PEMPROVSU DENGAN KONTRAKTOR PEMENANG TENDER MENURUT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA (PERGUBSU) NO 52 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN JASA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa yang dilakukan diRumah Sakit Haji MedanProvinsi Sumatera Utara ?
2. Bagaimana pertanggungjawaban hukum bagi kontraktor atau pemenang tender dalam pengadaan barang dan jasa diRumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara?
3. Bagaimana transparansi Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara sebagai Badan Layanan Umum daerah (BLUD) dalam pengadaan barang dan jasa?
C. Tujuan Penelitian
Dari permasalahan yang ditemukan, maka Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa yang dilakukan di Rumah Sakit Haji Medan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban kontraktor dalam pengadaan barang dan jasa di Rumah Sakit Haji Medan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui Bagaimana Transparansi Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara sebagai Layana Umum Badan Daerah (BLUD) dalam penagdaan barang dan jasa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini yang menjadi harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bersifat Teoretis, yakni hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis yaitu untuk menambah literatur kepustakaan di bidang lmu Hukum serta sumbangan ide dan konsep pemikiran terutama Ilmu Hukum di bidang Hukum Bisnis.
2. Bersifat Praktis, yakni penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi masyarakat dan semua pihak terutama bagi praktisi, akademisi, mahasiswa yang sehari-hari berprofesi di bidang hukum baik untuk menjadi pengetahuan bagi diri sendiri namun juga diharapkan agar dapat menjadi pengetahuan bagi orang lain yang membutuhkan masukan-masukan berkenaan dengan Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utaradi Balai umum Daerah.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran khususnya di lingkungan Magister Ilmu Hukum Universitas Medan Area baik terhadap hasil penelitian yang sudah pernah ada, maupun yang sedang akan dilakukan, diketahui bahwa
belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama mengenai “Implementasi Peraturan Gubernur Sumatera Utara No 52 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengadaan Barang Dan Jasa Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara Terhadap Perjanjian Yang Dilakukan Antara Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara Dengan Kontraktor Pemenang Tender”.
Berdasarkan penelusuran literatur sebelumnya di lingkungan Universitas Medan Area, ada ditemukan mengenai kepailitan namun judul penelitian, rumusan permasalahan penelitian, dan wilayah penelitian yang diangkat sebelumnya berbeda dengan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini, penelitian tersebut antara lain :
1. Xxxxx Xxxxx (041803028) Pascasarjana Universitas Medan Area, Analisis Pengadaan Barang Dan Jasa Yang Dilakukan Oleh Pemerintah.
Dengan demikian sebagai bentuk pertanggungjawaban akademik maka dapat di pertanggungjawabkan sepenuhnya jika dikemudian ditemukan adanya plagiasi dan duplikasi dalam karya ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Melakukan sebuah penelitian diperlukan adanya landasan teoritis, sebagaimana dikemukakan oleh X. Xxxxx Xxxxx bahwa landasan teoritis merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, asas maupun konsep yang relevan digunakan untuk mengupas suatu kasus ataupun
permasalahan.Untuk meneliti mengenai suatu permasalahan hukum, maka pembahasan menjadi relevan apabila dikaji menggunakan teori-teori hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum. Teori hukum dapat digunakanuntuk menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis, yang relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum4 dan teori digunakan untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untukproses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta- fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.5
Teori berasal dari kata theoria dimana dalam bahasa Latin artinya perenungan, sedangkan dalam bahasa Yunani berasal dari kata thea yang artinya cara atau hasil pandang.6Cara atau hasil pandang ini merupakan suatu bentuk konstruksi di alam ide imajinatif manusia tentang realitas-realitas yang iajumpai dalam pengalaman hidupnya. Maka dapat dikatakan bahwa teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis
mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Menurut Neuman, teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi 1 (satu) sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan
4 Xxxxx XX, 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, hlm. 54.
5 JJJ M. Wuismen, 1996, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, Penyunting M. Hisman, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, hlm. 203.
6 Xxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxx, 2004, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Bandung : Xxxxxx Xxxxxxx, hlm. 21.
mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia bekerja. Bagi Xxxxxxxxxx, teori adalah suatu set atau kumpulan atau koleksi atau gabungan proposisi yang secara logis terkait satu sama lain dan diuji serta disajikan secara sistematis. Menurutnya teori dibangun dan dikembangkan melalui research dan dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu fenomena.7
Teori memberikan sarana untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang dibicarakan secara lebih baik. Teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan. Teori adalah hasil pemikiran yang tidak akan musnah dan hilang begitu saja.Fungsi teori adalah untuk menstrukturisasikan penemuan- penemuan, membuat beberapa pemikiran, dan menyajikannya dalam bentuk penjelasan-penjelasan dan pertanyaan-pertanyaan.Hal ini berarti teori bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi. Untuk itu, orang dapat meletakkan fungsi dan kegunaan teori sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam sebuah masalah.
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan penulis di bidang hukum.8Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan
7Ibid, hlm. 22.
8 X. Xxxxx Xxxxx, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, hlm. 27.
hasil- hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.9 Kata lain dari kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir- butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalampenelitian.10
A. Teori Kepastian Hukum
Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai.Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertibandankeseimbangan.Dengantercapainyaketertibandalammasyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuan itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perseorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang yang mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastianhukum.11
Kepastian hukum merupakan salah satu tujuan dari hukum. Dalam mencapai tujuan itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perseorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang yang mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.12Adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan kewajiban menurut hukum. Tanpa adanya kepastian hukum maka orang akan tidak tahu
9 Burhan Ashshofa, 1998, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, hlm. 23.
10 X. Xxxxx Xxxxx, op.cit., hlm. 23.
11Xxxxx, op.cit, hlm 45.
12Ibid, hlm 45.
apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatannya benar atau salah, dilarang atau tidak dilarang oleh hukum.13
Kepastian memiliki arti “ketentuan/ketetapan” sedangkan jika kata kepastian digabungkan dengan kata hukum, maka menjadi kepastian hukum, memiliki arti “perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara.”14Kepastian hukum menurut Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxx merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum. Menurut Mertokusumo, kepastian hukum merupakan: “Perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu. Di dalam penelitian tentang kedudukan hukum perjanjian pemborongan kerja yang berlaku setelah jangka waktu perjanjian pokoknya berakhir, teori kapastian hukum ini diperlukan untuk menilai penerapan kepastian hukum terhadap perjanjian antara badan layanan umum daerah rumah sakit haji medan provinsi sumatera utara dengan kontraktor pemenang tender.
Xxxxx momentum lahirmya perxxxxxxx
Dalam hukum kontrak (perjanjian) dikenal beberapa asas yang saling berkaitan 1 (satu) sama lain, yakni :
1. Asas konsensualisme (the principle of consensualism),dan
2. Asas kebebasan berkontrak (principle of freedom oncontract).
13Hubungan dan Tujuan Hukum, Kepastian Hukum, Kemanfaatan dan Keadilan,xxxx://xxxxxxxxx.xxxxxxxx.xxx, diupdate tanggal 26 Maret 2015 Pukul 14.00Wib. 14 Xxxxxxx Xxxxx dan Xxxxxxxx Xxxxx, 2008, Filsafat Hukum, Mencari Hakikat Hukum, Palembang : Universitas Sriwijaya, hlm. 99.
Xxxx konsensualisme berkaitan dengan lahirnya kontrak.Kontrak para pihak berada di tempat atau wilayah hukum yang berbeda karena para pihak tidak berhadapan langsung untuk menyampaikan kesepakatannya. Ada 4 (empat) teori yang mencoba memberikan penyelesaian persoalan itu sebagi berikut :
1. Uitings Theorie (teori saat melahirkan kemauan). Menurut teori ini perjanjian terjadi apabila atas penawaran telah dilahirkan kemauan menerimanya dari pihak lain. Kemauan ini dapat dikatakan telah dilahirkan pada waktu pihak lain mulai menulis surat penerimaan.
2. VerzendTheorie(teorisaatmengirimsuratpenerimaan).Menurutteoriini perjanjian terjadi pada saat surat penerimaan dikirmkan kepada si penawar.
3. Onvangs Theorie (teori saat menerima surat penerimaan). Menurut teoriini perjanjian pada saat menerima surat penerimaan/sampai di alamat penawar.
4. VernemingsTheorie(teorisaatmengetahuisuratpenerimaan).Menurutteor i ini perjanjian baru terjadi, apabila si penawar telah membuka dan membaca surat penerimaan itu.
Namun, selain itu masih dikenal teori – teori lain seperti teori pengiriman, teori penerimaan teori pengetahuan, teori ucapan, teori kotak pos dan teori dugaan.
a. Teori Pengiriman
Teori ini menyatakan bahwa lahirnya kesepakatan adalah pada saat pengiriman jawaban yang isinya berupa penerimaan atas penawaranyang diterimanya dari pihak lain. Ketika dalam hatinya dia menyetujui penawaran itu atau pada saat menulis surat yang isinya menyetujui penawaran tersebut, pada saat itu belum dianggap telah terjadi kesepakatan, tetapi nanti setelah surat tersebut dikirim barulah dianggap terjadi kesepakatan berdasarkan teori ini
b. Teori Penerimaan
Teori ini menyatakan bahwa kesepakatan itu terjadi manakala jawaban atas penawaran yang berisi tentang penerimaan penawaran tersebut telah diterima oleh pihak yang menawarkan.
c. Teori Kotak Pos
Terjadi kesepakatan adalah pada saat dimasukkannya jawaban penerimaan atas penawaran ke dalam kotak pos. Hal ini tidak diterangkan lebih lanjut karena esensinya sama dengan teori pengiriman, yakni surat tersebut sudah lepas dari kekuasaan pihak yang menerima penawaran.
d. Teori Ucapan atau Pernyataan
Terjadinya kesepakatan pada saat pihak yang menerima penawaran menyiapakan surat jawaban atau menjatuhkan pulpennya diatas sebuah kertas untuk menulis surat penerimaan penawaran tersebut.
e. Teori Pengetahuan
Terjadinya kesepakatan pada saat pihak yang mengajukan penawaran mengetahui adanya penerimaan penawaran tersebut. Hal ini juga tidak diterangkan lebih lanjut karena esensinya sama dengan teori penerimaan
f. Teori Dugaan
Terjadinya kesepakatan pada saat pihak yang menerima penawaran sudah menduga bahwa suratnya yang berisi penerimaan penawaran sudah diterima oleh pihak yang menawarkan.15
Dalam asas kebebasan berkontrak, orang-orang boleh membuat atau tidak membuat perjanjian. Para pihak yang telah sepakat akan membuat perjanjian, bebas menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dicantumkan dalam suatu perjanjian. Kesepakatan yang diambil oleh para pihak mengikat mereka sebagai Undang-undang (Pasal 1338 KUH Perdata). Penerapan asas ini memberikan tempat yang penting bagi berlakunya asas konsensual, yang mengindikasikan adanya keseimbangan kepentingan, keseimbangan dalam pembagian beban resiko, dan keseimbangan posisi tawar (bargaining position). Menurut Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan jika para pihak memiliki bargaining power yang seimbang.Jika bargaining power tidak seimbang maka suatu kontrak dapat menjurus atau menjadi unconscionable.
Selanjutnya Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx menjelaskan :
15 Xxxxxx Xxxx, 2013, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta : Rajawali Pers, hlm.
Bargaining power yang tidak seimbang terjadi bila pihak yang kuat dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah, hingga pihak yang lemah mengikuti saja syarat-syarat kontrak yang diajukan kepadanya. Syarat lain adalah kekuasaan tersebut digunakan untuk memaksakan kehendak sehingga membawa keuntungan kepadanya. Akibatnya, kontrak tersebut menjadi tidak masuk akal dan bertentangan dengan aturan-aturan yang adil.16
Asas keseimbangan merupakan pelaksanaan dari prinsip itikad baik,prinsip transaksi jujur dan prinsip keadilan. Keseimbangan dalam hokum dilandasi adanya kenyataan disparitas yang besar dalam masyarakat, oleh karena itu diperlukan suatu sistem pengaturan yang dapat melindungi pihak yang memiliki posisi yang tidak menguntungkan. Menurut prinsip-prinsip UNIDROIT, salah satu pihak dapat membatalkan seluruh atau sebagian syaratindividual dari kontrak, apabila kontrak atau syarat tersebut secara tidak sah memberikan keuntungan yang berlebihan kepada salah satu pihak saja. 17
Keadaan demikian didasarkan pada 2 (dua) hal :
a. Fakta bahwa pihaklaintelahmendapatkankeuntungansecaracurangdari ketergantungan, kesulitan ekonomi atau kebutuhan yang mendesak, atau dari keborosan, ketidak tahuan, kekurang pengalaman atau kekurang ahlian dalam tawar menawar;
16 Taryana Soenandar, 2004, Prinsip-Prinsip Unidroit, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 37.
17 Xxxx Xxxxxxx hal 23
b. Menurut prinsip keseimbangan, salah satu pihak boleh meminta pembatalan kontrak apabila terjadi perbedaan mencolok (grossdisparity) yang memberikan keuntungan berlebihan secara yang tidak sah kepada pihak lain. Keuntungan yang berlebihan tersebut harus nampak pada saat pembuatan kontrak. Istilah keuntungan yang berlebihan diartikansebagai suatu perbedaan penting dalam harga atau unsur lainnya. Hal ini mengganggu keseimbangan dalam masyarakat, sehingga dapat digunakan sebagai alasan permohonan pembatalan kontrak melalui pengadilan. Oleh karena itu asas kebebasan berkontrak harus dicari dan ditentukan dalam kaitannya dengan pandangan hidup bangsa.
2. Kerangka Konsep
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus.Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan antara abstraksi dengan realita.18Tujuan utama konsepsi adalah untuk menghindari salah pengertian dan penafsiran terhadap istilah- istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu dalam pengertian ini didefinisikan beberapa konsep atau istilah yang digunakan oleh penulis terhadap judul agar di dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah ditentukan:
18Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxx, Metodelogi Penelitian,( Jakarta:Raja Grafindo Persada , 1989), Hlm.34.
a. Akuntabilitas adalahsebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi publik pemerintahan yang mempunyai konsep-konsep yang dapat dipertanggungjawabkan.19
b. Transparansi adalah kondisi dimana aturan dan alasan dibalik langkah-langkah pengaturannya bersifat bebas, jelas dan terbuka.
c. Peraturan Gubernur adalah juga merupakan jenis peraturan perundang-undangan.20
d. Penyedia Barang dan Jasaadalah badan usaha atau orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/jasa.21
e. Badan Layanan Umum Daerah adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.22
f. Pihak Ketiga adalah orang lain yang tidak ikut serta dalam perjanjian.23
g. Perjanjian adalah perbuatan dengan siapa orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.24
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
19Xxxxxxxx Xxxxxxxxx, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), Hlm. 8.
20xxxx://X.xxxxxxxxxxx.xxx .
21Peraturan Gubernur Sumatera Utara No 52 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengadaan Barang Dan Jasa 22Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
23Rocky Marbun, Kamus Hukum Lengkap: Mencakup Istilah Hukum & Perundang-Undangan Terbaru,
(Jakarta: Transmedia, 2012), Hlm. 251.
24Xxxxx Xxxxxxx, Op, Cit, Hlm. 25.
Metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu penelitian yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan suatu proses untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin- doktrin hukum guna menjawab masalah hukum yang dihadapi.25Hal ini dikarenakan objek penelitian adalah untuk mengkaji Rumah Sakit Haji Medan Sebagai Badan Layanan Umum Daerahdalam hukum perjanjian dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum dan teori hukum sebagai landasan analisis.
Pendekatan penelitian yang dipergunakan terdiri dari pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk menganalisis aspek-aspek hukum dengan menggunakan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 52 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengadaan Barang Dan Jasa Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara sebagai landasan analisis, sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang benar dan mendalam tentang konsep perjanjian yang dilakukan oleh Rumah Sakit Haji Medan sebagai Badan Layanan Umum Daerah Kepada Kontraktor Pemenang Tender.
25Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Hlm. 35.
Sifat penelitian adalah deskriptif analisis, sifat deskriptif dimaknai sebagai upaya untuk mendekriptifkan secara menyeluruh dan mendalam.26 Suatu fenomena hukum berupa perjanjian yang dilakukan oleh BLUD kepada kontraktorsifat analisis ini dimaknai sebagai upaya menganalisis Badan Layanan Umu Daerah Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hukum positif teori-teori hukum yang relevan.
2. Sumber Data
Dengan mengkaji berbagai obyek penelitian yang berupa semua peraturan/norma hukum yang hanya berkaitan dengan perjanjian yang dilakukan oleh Rumah Sakit Haji Medan Terhadap Kontraktor Pemenang Tender.Adapun data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, tersier, yaitu:27
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah salah satu sumber hukum yang penting bagi sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif.Bahan hukum primer meliputi bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian. Bahan hukum yang difokuskan oleh peneliti adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum di bidang keperdataan khususnya Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 52 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengadaan Barang
26Ibid, Hlm. 36.
27Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung : Mandar Maju, 2008), Hlm. 23.
Dan Jasa Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), kontrak pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh Rumah Sakit Haji Medan
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan dan memperkuat bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya pakar hukum, buku teks, buku bacaan hukum, jurnal- jurnal, serta bahan dokumen hukum lain yang terkait.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedi, kamus bahasa, artikel, sumber data elektronik dari internet dan lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Library Research
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian legal research dalam bentuk penelitian kepustakaan (library resarch), yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari serta menganalisa ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum di bidang keperdataan khususnya Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 52 Tahun 2015
Tentang Pedoman Pengadaan Barang Dan Jasa Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara.
b. Field Research
Field research dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data pendukung yang terkait dengan penelitian ini, yaitu dengan mewawancarai beberapa informan terhadap pejabat tertentu yang berwenang melakukan perjanjian.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah Studi dokumen.Di dalam penelitian ini adalah bahan-bahan kepustakaan dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan, hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap.
4. Analisis Data
Dalam penulisan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan paradigma, strategi, dan implementasi model secara kualitatif.Penarikan kesimpulan ini dilakukan dengan metode deduktif, yaitu metode berfikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya di hubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Beberapa ilmuan telah mendefinisikan istilah deduktif, diantaranya:28
28Xxxxxxxxx Xxx, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika 2010), Hlm. 35.
a. Menurut Xxxxxx dan Xxxxxx yang mendefinisikan bahwa deduktif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
b. Kirk dan Xxxxxx mendefinisikan bahwa deduktif adalah tradisi tertentu yang bersifat fundamental yang bergantung dengan pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut baik bahasanya maupun peristilahannya.
Metode ini diawali dari pembentukan teori, definisi operasional, instrument dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian lapangan.29Dalam penelitian ini, meneliti penerapan pergubsu no 52 tahun 2015 terhadap perjanjian yang dilakukan oleh BLUD yaitu Rumah Sakit Haji Medan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan metode deduktif sebagai hasil pengumpulan data melalui data sekunder yaitu studi terhadap dokumen sehingga hasil dari analisa tersebut dapat ditarik kesimpulan yang dikaitkan dengan teori-teori, konsep yang mempunyai relevansi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah.30
29Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Hlm. 45.
30Ibid, hlm. 65
BAB II
PELAKSANAAN PERJANJIAN PADA RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA
A. Pengertian Dan Pengaturan Tentang Perjanjian Pemborongan atau Pemenang Tender
Perjanjian pemborongan adalah suatu perjanjian yang tergolong di dalam perjanjian untuk melakukan pekerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1601b KUHPerdata memberikan pengertian tentang Perjanjian Pemborongan, yaitu pihak yang satu (si pemborong) mengikatkan diri dengan pihak lain (si pemberi tugas) untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu dengan harga tertentu kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal1604 – 1616 KUHPerdata, namun ketentuan Pasal 1604 – 1616 hanya sedikit memuat hak-hak dan kewajiban dari para pihak.31
R. Subekti memberikan pengertian tentang perjanjian pemborongan pekerjaan yaitu suatu pekerjaan antara seorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain, dimana pihak pertama mengehendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan atas pembayaran suatu jumlah uang tertentu sebagai harga
31 Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan, Liberty, Yogyakarta, 1982, hal. 52
Pemborongan Pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak satu (si pemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima harga yang telah ditentukan. Harga tertentu dalam pemborongan ini tidak hanya dimaksudkan semata-mata hanya harga yang ditentukan lebih dulu, tidak itu saja maksudnya tetapi harus diartikan lebih luas yaitu meliputi harga yang dapat ditentukan kemudian.Prestasi harga yang diterima pemborongan dalam pemborongan kerja, tergantung pada obyek kerja yang diborongnya.33
Menurut Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Pemborongan merupakan suatu perjanjian dimana pihak pemborong mengikatkan diri untuk melaksanakansuatu pekerjaan bagi pemberi tugas dan pemberi tugas mengikatkan diri untuk membayar sejumlah harga borongan yang telah ditetapkan.34
Xxxxx Xxxxx, memberikan defenisi perjanjian pemborongan adalah merupakan perjanjian antara pihak pemborong (kontraktor) dengan pihak pemberi tugas, dimana pihak pemborong berkewajiban melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan dan pihak pemberi tugas berkewajiban membayar harga kontrak yang
32 Subekti, Op.Cit., hal. 65.
33Xxxxx, M, Xxxxxxx, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal.258. 34Komar Xxxxxxxxxxx, Hukum Pemborongan Malakukan Pekerjaan Tertentu Alumni, Bandung, 1993, hal 10
Berdasarkan pada beberapa pengertian tentang perjanjian pemborongan Xxxxxxxxxx menyimpulkan beberapa hal yaitu :
▪ Bahwa dalam perjanjian pemborongan pihak-pihak yang terkait adalah dua pihak saja yaitu pihak kesatu disebut yangmemborongkan.
▪ Pihak kedua disebutpemborong
▪ Bahwa obyek perjanjian pemborongan adalah pembuatan suatu karya (het maken vanwerk)
▪ Dalam perjanjian pemborongan diatur pula tentang jangka waktu penyelesaian, masalah pembayaran dan hal-hal yang timbul karenanya.36
Bab VII a Buku III KUHPerdata berjudul “Perjanjian untuk melakukan pekerjaan” itu di dalamnya terdapat tiga macam perjanjian yaitu : perjanjian kerja, perjanjian pemborongan dan perjanjian menunaikan Jasa. Ketiga perjanjian tersebut memiliki persamaanyaitupihak yang satu melakukan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan menerima upah. Sedangkan perbedaan antara ketiganya yaitu bahwa dalam perjanjian kerja terdapat unsur subordinasi, sedangkan pada perjanjian pemborongan dan perjanjian menunaikan jasa ada koordinasi.
35 Xxxxx Xxxxx, Hukum Bisnis, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 1994, hal 207.
36 Xxxxxxxxxx, Perjanjian Pemborongan, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 4-5.
Perbedaan antara perjanjian pemborongan dengan perjanjian menunaikan jasa, yaitu bahwa dalam perjanjian pemborongan berupa mewujudkan suatu karya tertentu sedangkan dalam perjanjian menunaikan jasa berupa melaksanakan tugas tertentu yang ditentukan sebelumnya.37
Persetujuan untuk melaksanakan pekerjaan dalam perjanjian pemborongan tersebut sebagaimana diatur di dalam Buku ke III KUHPerdata bab VII (a) dibedakan antara tiga jenis, yaitu :
a. Persetujuan untuk melakukanjasa;
b. Persetujuan kerja;
c. Persetujuan pemboronganbangunan;
Persetujuan untuk melakukan jasa adalah perjanjian yang mana satu pihak menghendaki dari pihak lawannya untuk melakukan suatu pekerjaan guna mencapai tujuan, yang mana ia bersedia membayar upah, sedangkan yang dicapai untuk mencapai tujuan tersebut adalah terserah pada pihak lawannya itu. Biasanya pihak lawannya itu adalah seorang ahli pekerjaan tersebut dan biasanya ia juga sudah memasang tarif untuk jasanya.
Persetujuan kerja adalah persetujuan antara buruh dengan majikan, persetujuan mana ditandai dengan ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan, dan adanya hubungan antara
37Ibid, hal. 5
atasan dan bawahan, yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu si majikan berhak memberikan perintah yang harus dilaksanakan oleh pihak lainnya (buruh ataubawahannya).
Persetujuan pemborongan pekerjaan adalah suatu persetujuan antara seseorang atau pihak pemberi pekerjaan dengan orang lain atau pemborong dimana pihak pertama adalah menghendaki suatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan atas pembayaran suatu uang tertentu sebagaiborongan.
Dilihat dari obyeknya, perjanjian pemborongan mirip dengan perjanjian lain yaitu perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa, yaitu sama-sama menyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan bagi pihak lain dengan pembayaran tertentu. Perbedaannya satu dengan yang lainnya ialah bahwa pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan atau kekuasaan antara buruh dan majikan.Pada pemborongan dan perjanjian melakukan jasa tidak ada hubungan semacam itu, melainkan melaksanakan pekerjaan yang tugasnya secaramandiri.38
Ketentuan pemborongan pada umumnya diatur dalam Pasal 1601 sampai dengan Pasal 1617 KUHPerdata.Perjanjian pemborongan jugamemperhatikan berlakunya ketentuan-ketentuan perjanjian untuk melakukan pekerjaan, khususnya bagi bangunan yang diatur dalam
38 Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx, Himpunan Karya Pemborongan Bangunan, Liberty, Yogyakarta, 1982, hal17
KUHPerdata yang berlaku sebagai hukum pelengkap.Peraturan tersebut pada umumnya mengatur tentang hak-hak dan kewajiban pemborong yang harus diperhatikan baik pada pembuatan perjanjian, mulainya perjanjian, pelaksanaan perjanjian, dan berakhirnyaperjanjian.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa merupakan bagian dari perjanjian pemborongan sebagaimana dimaksud oleh KUHPerdata.
B. Jenis-Jenis Pengadaan Barang Dan Jasa Yang Ada Di Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
Dalam proses pemborongan proyek-proyek di Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara terdapat serangkaian kegiatan yang harus dilakukan sebelum proyek-proyek direalisasikan. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dikatakan merupakan fase yang mendahului terjadinya perjanjian atau faseprekontraktual.
Untuk dapat terlaksananya proyek-proyek pembangunan yang telah direncanakan oleh Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara melalui instansi tehnis terkait perlu didukung oleh penyedia jasa pemborongan dalam hal ini pihak kontraktor yang profesional dan memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara. Persyaratan bagi penyedia jasa pemborongan tersebut mengacu kepada Keputusan DirekturRumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara No. 99.K/010/IP/2006
tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara.Penyedia barang dan jasa yang akan mengikuti kegiatan pengadaan dilingkungan Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara harus memenuhi persyaratan, antara lain sebagai berikut:39
a. Memenuhi persyaratan perundang-undangan terkait untuk menjalankan usaha/kegiatan sebagaipenyedia;
b. Memiliki keahlian, pengalaman,
kemampuantehnisdan menajerial untuk menyediakan barang danjasa;
d. Secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak;
e. Sebagai wajib pajak sudah memenuhi perpajakan tahun terakhir dibuktikan dengan melampirkan fotocopy bukti tanda terima penyampaian surat pajak tahun (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) tahun terakhir, dan fotocopy surat seteron pajak (SSP) PPh pasal29;
f. Memiliki/mampu menyediakan sumber daya manusia, modal, peralatan, dan fasilitas lain yang diperlukan dalam pengadaan;
39 Hasil Wawancara Di Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
g. Tidak termasuk dalam daftar hitam di lingkungan perusahaanRumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara, yaitu daftar yang berisi nama- nama perusahaan/perorangan yang sedang menerima sanksi karena melakukan pelanggaran peraturan dan ketentuan pengadaan barang dan jasa di lingkunganperusahaan;
h. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan pos;
i. Penyedia akan terlebih dahulu dinilai kualifikasinya melalui prosesprakualifikasi/pascakualifikasi;
j. Tidak memilikipertentangankepentingan(conflictof interest);
k. Bersedia menandatangani paktaintegritas;
l. Bagi penyedia yang berbentuk konsorsium/joint operation, maka kualifikasi yang dipersyaratkan boleh dipenuhi secara bersama oleh konsorsium/joint operation tersebut. Selanjutnya konsorsium/joint operation harus menetapkan pimpinan dari konsorsium/joint operation, yang dipilih atas dasar kesepakatan perusahaan yang tergaung dalam konsorsium/joint operation untuk bertindak sebagai wakil dalam berhubungan dengan pemberikerja.
Pihak kontraktor-kontraktor yang telah memenuhi persyaratan tersebut di atas kemudian dapat mengikuti proses atau sistem pelaksanaan
pengadaan jasa pemborongan yang dalam prakteknya dapat dibedakan menjadi:
1. Pelelangan Umum
Pelelangan umum berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 25 tahun 2015 pasal 10 Ayat (a)Tentang Pedoman Pengadaan Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utaraadalah :
Metode pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa, sekurang-kurangnya 1 (satu) media cetak dan pada papan pengumuman resmi di Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
Pada prinsipnya, semua pengadaan barang dan jasa agar diusahakan melalui metoda pelelangan umum dengan tujuan supaya terjadi pelelangan yang kompetitif, sehingga diharapkan akandiperoleh harga barang dan/atau jasayangpaling menguntungkan bagiPerusahaan.
Pengadaan dengan metoda ini tidak dilakukan negosiasi harga dan besaran nilai proyek ini adalah sebesar Rp 1.000.000.000,00 (Satu Miliyar rupiah) kecuali klarifikasi data (bila diperlukan), tanpa merubah substansi dari penawaran. Pelelangan umum dapat dilakukan dengan Prakualifikasi atau Pascakualifikasi.
2. Pelelangan Sederhana
Pelelangan Sederhana berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 25 tahun 2015 pasal 10 Ayat (b)Tentang Pedoman Pengadaan Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara adalah :
Metoda pengadaan barang dan jasa yang dilakukan dengan cara mengundang Penyedia Barang dan Jasa yang sudah tercatat dalam Daftar Penyedia Barang dan Jasa Perusahaan yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan, melalui media massa, sekurang-kurangnya 1 (satu) media cetak serta besaran nilai proyek ini Rp 500.000.000,00 dan pada papan pengumuman resmi di Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara.
Metode pelelangan terbatas dilakukan untuk pengadaan barang dan jasa yang komplek menggunakan teknologi tinggi dan/atau mengandung risiko tinggi) serta dinilai cukup banyak Penyedia Barang dan Jasa yang tercatat dalam Daftar Penyedia Barang dan Jasa Perusahaan dapat memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan.Meskipun demikian Panitia wajib melakukan penilaian ulang terhadap kualifikasi para peserta pelelangan.Pengadaaan Barang clan Jasa dengan metoda ini tidak dilakukan negosiasi harga.
3. PenunjukanLangsung
Penunjukkan Langsung berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 25 tahun 2015 pasal 10 Ayat (c)Tentang Pedoman Pengadaan Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara adalah :
Pengadaan barang dan jasa dengan cara mengundang atau menunjuk
langsung 1 (satu) Penyedia Barang dan Jasa diutamakan dari dalam Daftar Penyedia barang dan Jasa Perusahaan yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi yangdipersyaratkan.
Pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan metoda penunjukan langsung ini harus dilakukan klarifikasi (bila diperlukan) serta negosiasibaik teknis maupun harga senilai dalam upaya mendapatkan barang dan jasa yang berkualitas denganharga yang wajar, menguntungkan perusahaandandapat dipertanggungjawabkan.
4. PengadaanLangsung
Pengadaan Langsung berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 25 tahun 2015 pasal 10 Ayat (a)Tentang Pedoman Pengadaan Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara adalah :
:
Pengadaan langsung adalah pengadaan barang dan jasa dengan nilai berbeda-beda dari Rp 50.000.000,00 dengan Tanda Bukti Perjanjian Kuitansi, Rp 250.000.000 Tanda Bukti Perjanjian Berupa Surat pesanan (SP) dan sampai dengan Rp. 500.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) yang dilakukan dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang dan Jasa, diutamakan dari dalam Daftar Penyedia Barang dan Jasa Perusahaan, yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi yangdipersyaratkan dan juga dengan hukti perjanjian Berupa Surat perintah Kerja.
Di lingkungan Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara, sistem pengadaan barang dan jasa tersebut di atas diterapkan sesuai dengan kapasitas dan kondisi proyek yang akan dilaksanakan dan keputusan direksi rumah sakit sesuai dengan aturan Peraturan Gubernur Sumatera Utara no 25 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pada Badan layanan Umum Daerah Rumah Sakit Haji medan Provinsi Sumatera Utara. 41
C. Pelaksanaan Perjanjian Antara Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara Dengan Pihak Pemenang Tender.
Dalam penunjukan jasa pemborong terdapat beberapa aspek menurut penulis yang harus diperhatikan Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara khususnya panitia pengadaan jasa pemborong,yaitu:
1. Berpijak pada prinsip-prinsip terbuka danbersaing;
2. Akuntabel dan didasarkan kepentingan masyarakatumum;
4. Menetapkan kriteria dan persyaratan pengadaan jasa yang obyektif dan tidak diskriminatif;
5. Melaksanakan penetapan jasa pemborongan secara
transparan dan adil untuk menghindari terbukanya kemungkinan KKN dalampelaksanaannya.
Dilihat dari ketentuan-ketentuan yang terkait dengan perjanjian pengadaan barang dan jasa adalah merupakan perjanjian pemborongan, yaitu
: hubungan yang terjadi antara pengguna jasa pemborongan dan penyedia jasa pemborongan adalah hubungan hukum untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu bagi pengguna jasa pemborongan dan sebagai kompensasinya penyedia jasa pemborongan mendapatkan sejumlah pembayaran yang telah ditetapkan (Pasal 1601 KUHPerdata).
Seperti perjanjian pada umumnya maka perjanjian pemborongan juga mengandung prinsip-prinsip Hukum Perikatan yang tercantum dalam KUHPerdata, yaitu :
1. Memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian(Pasal 1320);
2. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya dan harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal1338);
3. Perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya (Pasal1340);
Dari hasil penelitian terhadap dokumen Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara merupakan dasar dari pelaksanaan kerja dapat diketahui bahwa perjanjian pengadaan barang dan
jasa harus dibuat dalam bentuk tertulis, namun tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai apakah perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk otentik atau perjanjian di bawah tangan.
Dalam praktek perjanjian pengadaan barang dan jasa dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan bukan dalam bentuk otentik (akta notariil). Dimana draft perjanjian telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh pihak pengguna jasa dalam haliniolehRumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara.Dibuatnyaperjanjianpengadaan barang dan jasa tersebut dalam bentuk akta di bawah tangan didasarkan oleh efesiensi waktu dan biaya.
Dalam merancang perjanjian panitia pengadaan barang dan jasa di lingkungan Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara menggunakan standar kontrak atau contoh Surat Perjanjian Kerja (SPK).
Hal-hal yang menyangkut pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa merupakan ketentuan standar yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara sebagaipengguna jasa. Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan syarat dan kondisi yang sama dalam setiap perjanjian pengadaan barang dan jasa kepada setiap penyediajasa. Sehingga tidak terdapat diskriminasi perlakuan syarat dan kondisi dalam perjanjian pengadaan barang dan jasa yang harus dipatuhi oleh pihakrekanan.
Setiap kontrak pengadaan barang dan jasa dibuat terdiri dari 2 (dua) rangkap yang sama isi dan kekuatan hukumnya, masing-masing bermeterai cukup dan ditanda tangani oleh para pihak terkait.
Dari perjanjian pengadaan barang dan jasa tersebutdi atas dapat disimpulkan pihak kontraktortinggalmenandatangani perjanjian tersebut tanpa negosiasi yang berarti. Sehingga prinsip “taked or lived” yang biasa terjadi dalam suatu perjanjian standar berlaku juga terhadap perjanjian pengadaan barang dan jasa, walaupun sebenarnya perjanjian pengadaan barang dan jasa bukanlah perjanjian baku atau standar karena pihak kontraktor mempunyai hak untuk ikut serta dalam merumuskanperjanjian.
Pihak kontraktor atau pemborong cendrung mengabaikan mekanisme perancangan kontrak, isi kontrak dan akibat-akibat hukumnya. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil penelitian lapangan, pihak kontraktor hanya berorientasi kepada proyek dalam arti kontraktor hanya mempunyai target menjadi pemenang tender, sedangkan permasalahan kontrak pengadaan barang dan jasa yang akan ditandatangani dalam setiap proyek yang diperolehnya dilakukan tanpa negosiasi lebih lanjut. Hal ini merupakan indikator lemahnya posisi tawar pihak kontraktor dalam pembuatan perjanjian pengadaan barang danjasa.
Salah satu bagian yang terpenting dalam suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri. Dari pasal-pasal yang termuat dalam suatu isi perjanjian dapat menggambarkan kondisi daninformasi tentang apa yang
disepakati oleh para pihak yang membuatnya baik secara tersurat maupun tersirat.
Dalam Perjanjian pengadaan barang dan jasa di Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara dapat dintisarikan isi kontrak sekurang- kurangnya memuat ketentuan perjanjian sebagai berikut :
a. para pihak yang menandatangani kontrak yang meliputi nama; jabatan, dan alamat;
b. pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang/jasa yangdiperjanjikan;
c. hak dan kewajiban para pihak yang terikat di dalamperjanjian;
d. nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syarat-syarat pem- bayaran;
e. persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas danterinci;
f. tempat dan jangka waktu penyelesaian/penyerahan dengan disertai jadwal waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syarat-syaratpenyerahannya;
g. jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau ketentuan mengenaikelaikan;
h. ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhikewajibannya;
i. ketentuan mengenai pemutusan kontrak secarasepihak;
j. ketentuan mengenai keadaanmemaksa;
k. ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaanpekerjaan;
l. ketentuan mengenai perlindungan tenagakerja;
m. ketentuan mengenai bentuk dan tanggung jawabgangguan lingkungan;
n. ketentuan mengenai penyelesaianperselisihan.
Kewajiban bagi para pihak untuk membuat perjanjian pengadaan barang dan jasa dengan memuat minimal 14 (empat belas) klausula yang telah ditetapkan sebagai salah satu upaya perlindungan hukum bagi para pihak, dalam perjanjian pemborongan.Dengan adanya kewajiban ini sesungguhnya telah ada pembatasan-pembatasan dalam asas kebebasan berkontrak, yang diinginkan oleh pembentukundang-undang.
Pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian pengadaan barang dan jasa harus dapat dimaknai dalam arti positif karena setidaknya dengan pembatasan tersebut pemerintah telah berupaya untuk memberikan “guide line” bagi penyusunan perjanjian pengadaan barang danjasa.
Keempat belas klausula tersebut bukanlah menjadi isi keseluruhan perjanjian.Para pihak dapat menambahkan klausula-klausula lain sesuai dengan kondisi yang telah disepakati.
Dalam penyusunan isi suatu kontrak pada umumnya perlu diatur serangkaian “rule of game” untuk dapat mencerminkan kenyataan atau maksud perjanjian yangdibuat.
1. Penguasaan materi perjanjian meliputi objek dan syarat- syarat atau ketentuan yang akandisepakati;
2. Penafsiran-penafsiran klausulaperjanjian;
3. Bahasa dalamperjanjian;
4. Peraturan perundang-undangan yangterkait;
5. Penyelesaiansengketa.
Untuk menghindari kesalahan dalam perumusan dan pembuatan perjanjian dan mengantisipasi munculnya konflik, sebaiknya dipergunakan jasa konsultan hukum dan notaris. Agar kerja sama dapat berjalan dengan baik Tanggung Jawab Kontraktor Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa Di Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara.
BAB III
TANGGUNG JAWAB HUKUM KONTRAKTOR DALAM PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DI RUMAH SAKIT HAJI PROVINSI SUMATERA UTARA
A. Defenisi Pertanggungjawaban Hukum Beserta beberapa teori Hukum.
Didalam kamus Black Law Dictionary memiliki makna yang sangat berbeda, maka dari itu sangatlah penting memilah dua pengertian pertanggungjawaban yang sangat berbeda.40
Pertama, pertanggungjawaban hukum yakni pertanggungjawabanyang umum difahami pertanggungjawabanyang timbul karena hukum (Peraturan Perundang-Undangan) menerapkan demikian, sekalipun bayi yang melakukan kesalahan jika hukum mengatakan harus bertanggungjawab maka kepadanya dapat di minta pertanggungjawaban.41
Kedua, pertanggungjawaban bahwa seseorang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum dalam pengertian bahwa seseorang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atau bebas dari segala bentuk pertanggungjawaban karena kemampuan untuk mengontrol tindakan mereka dan menyesuaikan dengan hukum.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab
40 Xxxxxxxx Xxxxx, Pertanggungjawaban Gubernur Dalam Negara kesatuan Indonesia, Jakarta, PT Sofmedia, 2011, Hal 46
41 ibid
adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.42Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.43Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya.44
Menurut hukum perdata dasar pertanggungjawaban dibagi menjadi dua macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian dikenal dengan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (lilability without based on fault) dan pertanggungjawabantanpa kesalahan yang dikenal (lilability without fault) yang dikenal dengan tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlak (strick liabiliy).45Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan karena merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko adalah bahwa konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung jawab
42 Xxxx Xxxxxx, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005.
43 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 44Titik Triwulan dan Xxxxxx Xxxxxxx, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hlm 48.
45Ibid. hlm. 49.
sebagai risikousahanya.
1. Teori Tanggung JawabHukum
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu :46
a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkankerugian.
b. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur(interminglend).
c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baiksecarasengajamaupuntidaksengaja,artinyameskipunb ukan kesalahannya tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatannya.
46Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Xxxxxx Xxxxx, 2010, hlm. 503.
Menurut Xxxx Xxxxxx dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum menyatakan bahwa: “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.47 Lebih lanjut Xxxx Xxxxxx menyatakanbahwa:48
“Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan (negligence); dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis laindari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.”Xxxx Xxxxxx selanjutnya membagi mengenai tanggungjawab terdiri dari:49
1. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannyasendiri;
2. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh oranglain;
3. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkankerugian;
4. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidakdiperkirakan.
Tanggung jawab dalam kamus hukum dapat diistilahkan sebagai liability dan responsibility,istilahliability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk
47 Xxxx Xxxxxx (a) , 2007, sebagaimana diterjemahkan oleh Xxxxxxx, General Theory Of law and State , Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik,BEE Media Indonesia, Jakarta, hlm. 81
48 Ibid Hal 83
49 Xxxx Xxxxxx (b), sebagaimana diterjemahkan oleh Xxxxxx Xxxxxxxx, Teori Hukum Murni Nuansa & Nusa Media, Bandung, 2006, hlm. 140.
pada pertanggungjawaban politik.50 Teori tanggung jawab lebih menekankan pada makna tanggung jawab yang lahir dari ketentuan Peraturan Perundang- Undangan sehingga teori tanggungjawab dimaknai dalam arti liabilty,51sebagai suatu konsep yang terkait dengan kewajiban hukum seseorang yang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya bertentangan denganhukum.
Dalam penyelenggaraan suatu Negara dan pemerintahan, pertanggungjawaban itu melekat pada jabatan yang juga telah dilekati dengan kewenangan, dalam perspektif hukum publik, adanya kewenangan inilah yang memunculkan adanya pertanggungjawaban, sejalan dengan prinsip umum; “geenbevegdedheid zonderverantwoordelijkheid; thereis no authority without responsibility; la sulthota bila mas-uliyat”(tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban).52
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu :53
a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang
50 HR. Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta,hlm. 337. 51Xxxxxx Xxxxxx, 2011, Corporate Social Responsibility dari Voluntary menjadi Mandotary, Raja Grafindo Perss, Jakarta, hlm. 54.
52 Ibid Hal 352
53 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm. 336
dilakukan tergugat akan mengakibatkankerugian.
b. Tanggung jawab akibat perbuatanmelanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).
c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Fungsi teori pada penulisan skripsi ini adalah memberikan arah/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati, oleh karena itu penelitian diarahkan kepada hukum positif yang berlaku yaitu tentang: tanggung jawab Notaris terhadap kewajiban pembacaan akta dalam pembuatan akta, dengan dasar teori tanggung jawab menjadi pedoman guna menentukan bagaimana kedudukan dan tanggungjawab Notaris.
B. Tanggungjawab Pemenang Tender Dalam Pelaksanaan Proyek Tender di Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara.
Dalam hal pertanggungjawaban hasil penelitian penulis, maka penulis disini dapat menyimpulkan bahwa ada beberapa model dan atau jenis pertanggungjawaban yang dialami oleh pihak kontraktor yang sedemikian diatur oleh pihak rumah sakit haji medan provinsi sumatera utara. yakni :54
54 Hasil Wawancara dengan pihak Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
1. Pertanggung Jawaban Pemenang Tender Apabila Terdapat Sub- Kontraktor
Berdasarkan hasil wawancara dengan Xx. Xxxxxxx Xxxx X. Xxx selaku kepala bidang pendidikan dan penelitian Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara bahwa Dalam perjanjian pemborongan bangunan antara Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Uatara dan penyedia jasa pemborongan atau pihak kontraktor, dimungkinkan bahwa pemborong menyerahkan pemborongan pekerjaan tersebut kepada pemborong lain yang merupakan sub- kontraktorberdasarkan perjanjian khusus antara pemborong dansub- kontraktor.
Adanya sub-kontraktor demikian dalam perjanjian pemborongan harus dengan izin tertulis dari pengguna jasa pemborongan yang dalam hal ini Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Uatara, karena padadasarnya perjanjian antara pemborong dengan sub-kontraktor adalah di luar perjanjian pemborongan bangunan induk yang dibuat antara pemberi tugas dan pemborong. Maka secara yuridis hubungan hukum sub-kontraktor hanya dengan pemborong saja, yang dituangkan dalam perjanjian pemborongan tersendiri.
Pihak pemborong tidak dibenarkan mensub-kontraktor seluruh pekerjaan dan atau sebagian pekerjaan utamanya kepada pihak lain atau pemborong lainnya, kecuali disub- kontrakkan kepada penyedia jasa
spesialis. Dan apabila ketentuan ini dilanggar maka kontrak pengadaan barang atau jasa dapat dibatalkan dan terhadap pelanggaran tersebut maka pihak pemborong dapat dikenakan sanksi berupa denda yang bentuk dan besarnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam kontrak, sebagaimana diatur dalam pasal 32 ayat (5) KEPPRES nomor 80 Tahun 2003.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Xx. Xxxxxxx Xxxx X. Xxx selaku kepala bidang pendidikan dan penelitian Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utarabahwa Pemborong (rekanan) yang mengalihkan pekerjaan (mensub-kontrakkan) ataupun yang menerima pengalihan pekerjaan akan dikeluarkan dari Daftar Rekanan Mampu. Hal Ini berarti pemborong hanya berhak mensub-kontrakkan sebagian pekerjaan kepada pemborong lain dan bukanseluruhpekerjaan utamanya. Sub-kontraktor yang menerima pengalihan pekerjaan juga tidak diperkenankan mensub- kontrakkan lagi, baik sebagian maupun keseluruhan pekerjaan kepada kontraktor lain. Segala akibat yang ditimbulkan atas mensub-kontraktor pekerjaan tetap menjadi tanggung jawab pihak pemborong.55
Untuk menghindari terjadinya kerugian maka pemborong harus benar-benar memilih sub-kontraktor yang memilih reputasi yang baik, bertanggung jawab dan memiliki kemapuan yang dapatdiandalkan.56
55 Hasil wawancara dengan pihak Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
56 Hasil Wawancara dengan Pihak Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
Dalam perjanjian induk antara pengguna jasa pemborongan dan pemborong, di samping perjanjian antara pemborong dan sub-kontraktor dapat disimpulkan hak dan kewajiban serta syarat-syarat yang berlaku bagi para pihak tersebut sebagaiberikut:
1. Pengguna Jasa Pemborongan berhak untuk memperlakukan sub-kontraktor dalam pemenuhan kewajiban dan konsep yang sama sepertipemborongutama, yaitu dalam hal pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh kontraktor utama, sub-kontraktor juga dianggap tidak dapat melakukannya. Jika kontraktor mengenai sesuatu hal dianggap tidak berkepentingan untuk melakukannya maka sub-kontraktor juga dianggap tidak berkepentingan untuk melakukan pekerjaantersebut.;
2. Adanya keinginan dari pemborong utama untuk memberlakukan syarat-syarat dari perjanjian induk kepada sub-kontraktor yang berarti mengalihkan beban yang diwajibkan oleh pemberi tugas yang semula berlaku bagi pemborong utama menjadi berlaku bagi sub- kontraktor.
3. Sub-kontraktor berhak untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnnya dengan pemborong utama menurut syarat-syarat yang berlaku bagiperusahaan.
4. Dalam hal pembayaran pemborongan yang tertuju pada sub- kontraktor, pembayaran tersebut tidak tergantung pada adanya
pembayaran pada pemborongan utama. Sub-kontraktor menerima pembayaran dari pemborong dan tidak mengharapkan pembayaran dari pengguna jasapemborongan.PenggunaJasaPemboronganakanmembayark an langsung kepada pemborong utama kecuali ditentukan sebaliknya dalamperjanjian.
Dalam praktek jika pengguna jasa pemborongan tidak menghendaki bahwa pekerjaan tersebut dilakukan oleh sub- kontraktor maka dalam perjanjian pemborongan harus dicantumkan dengan tegas adanya klausula bahwa pekerjaan pemborongan tersebut dilarang untuk diborongkan lebih lanjut kepada sub-kontraktor.Dalam praktek pemborongan bangunan banyak sekali terjadi adanya sub-kontraktor yang memang dibutuhkan oleh pemborong besar untuk dapat membantu menyelesaikan pekerjaan pemborongan tersebut menurut bagian-bagian yang telah dibagi-bagi untuk dikerjakan.
2. Pertanggung Jawaban Pemenang Tender Apabila Pekerjaan Tidak Sesuai Dengan Bestek (Ukuran) Yang Diperjanjikan
Apabila kontraktor atau pemborong melaksanakan pekerjaan tidak sesuai dengan bestek maka pemborong harus memberikan ganti rugi dan memperbaiki bagian hasil pekerjaannya yang tidak sesuai dengan bestek tersebut.Penyimpangan terhadap bestek tersebut bisa dikarenakan
penggunaan bahan-bahan material yang tidak sesuai sehingga mempengaruhi kualitas bangunan yang didirikan.
Yang dimaksud dengan bestek ialah uraian tentang pekerjaan yang disertai dengan gambar-gambar dan syarat- syarat yang harus dipenuhi untuk pelaksaan pekerjaan pemborongan bangunan.
Apabila terbukti tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan antara lain meliputi penggunaan bahan bangunan dan peralatan, yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan mutu bangunan maka setelah kontraktor yang dalam melaksanakan pekerjaannya tidak sesuai dengan bestek tersebut telah mendapatkan 3 (tiga) kali peringatan berturut-turut secara tertulis dari pengguna jasa pemborongan, akan dikenakan sanksi-sanksi sebagai berikut:
a. Pemberi tugas akan menangguhkanpembayaran;
b. Diadakan pembongkaran ataupenggantian;
c. Memasukkan kedalam Daftar HitamRekaman;
d. Denda sebesar 1 0/000 (satu permil) dari biaya pekerjaan dengan ketentuan pemborong tetap berkewajiban untuk menyelesaikan tugasnya sampai dilaksanakannya pemutusan pekerjaan, maksimun denda kumulatif ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen) dari jumlah biayakegiatan
Apabila terjadi pemutusan hubungan kontrak maka garansi bank untuk pelaksanaan pekerjaan menjadi milik negara dan kepada pihak pemborong akan dikenai sanksi administrasi tidak akan dikut sertakan dalam pelelangan minimal 1 (satu) tahun anggaran yang akan datang. Sanksi ini juga berlaku bagi pihaksub-kontraktor.57
Pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai bestek adalah kasus yang cukup banyak terjadi dalam praktek pemborongan. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor,yaitu:
1. Kenaikan bahan-bahan material yang dipergunakan dalam pembangunan proyek yang tidak sesuai lagi dengan nilai pekerjaan yang telah disepakati dalam kontrak kerja. Sehingga pihak pemborong memakai material yang harganya tidak lagi sesuai bestek untuk menghindari kerugian;
2. Kesengajaan dalam arti pemborong sengaja untuk melanggar bestek agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar;
3.Kesalahan tehnis pemborong dalam menafsirkan bestek yang dibuat perencanaproyek.
Sanksi denda dan pemutusan kontrak tidak diterapkan oleh pihak pengguna jasa pemborongan dalam hal ini pemerintah kota dengan tegas sesuai ketentuan yang telah diatur dalam perjanjian pemborongan. Sebelumnya pemborong akan diminta atau diberikan kesempatan untuk
57 Hasil Wawancara Dengan Pihak Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
terlebih dahulu memperbaiki dan atau melengkapi kekurangan pekerjaan sebagaimana yang disyaratkan dalam kontrak.
3. Pertanggung Jawaban Pemenang Tender Apabila Terlambat Dalam Penyelesaian Proyek Bangunan.
Xxxxxxxxx selaku pelaksana bangunan bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan pada tanggal yang telah ditentukan dlaam perjanjian pemborongan.Jika pekerjaan pemborongan terbagi-bagi atas bagian-bagian yang berbeda pemborong juga wajib menyerahkan pekerjaan pada tiap-tiap tanggal yang dicantumkan dalam bestek atau yang telah diperjanjikan.
Apabila mengalami keterlambatan dalam penyelesaian proyek bangunan maka pemborong akan dikenakan denda sebesar 1/1000 (satu per seribu) dari nilai kontrak untuk setiaphari keterlambatan dan maksimum 10 % (sepuluh persen) dari nilai kontrak.
Pengguna jasa pemborongan berwenang untuk memutuskan perjanjian pemborongan dengan didahului pemberitahuan secara tertulis apabila denda keterlambatan telah mencapai batas maksimal yaitu 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak.Pemutusan perjanjian ini dapat dilakukan melalui putusan pengadilan, apabila penyelesaian secara musyawarah tidak dapat membuahkan hasil bagi kedua belah pihak.
Akibat pemutusan perjanjian tersebut maka pengguna jasa pemborongan berkewajiban membayar pekerjaan- pekerjaan yang telah dikerjakan dengan baik oleh xxxxxxxxx.Setelah adanya pemutusan perjanjian ini maka pengguna jasa pemborongan berwenang untuk melanjutkan pekerjaan yang belum diselesaikan oleh pemborong dengan dikerjakan oleh sendiri (eigenbeheer) atau dilanjutkan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh pengguna jasa pemborongan.
Dengan terjadinya pemutusan hubungan perjanjian pemborongan.Maka jaminan pelaksanaan menjadi milik negara.Sanksi- sanksi atas keterlambatan bagi pemborong juga diberlakukan apabila sub- kontraktor tidakmampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwalyangditetapkan. Dengan kata lain pemborong tetap bertanggung jawab atas keterlambatan sub-kontraktor dalam menyelesaikan pekerjaan yang dialihkan kepadanya.
Apabila dalam keadaan memaksa (force majeure) maka pihak pemborong akan dibebaskan dari denda atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Yang dianggap sebagai keadaan memaksa (force majeure) adalah semua kejadian di luar kemampuan pihak pemborong yang mempengaruhi jalannya pelaksanaan pekerjaan yaitu:
a. Bencana alam (yang dinyatakan oleh pemerintah setempat), yaitu gempa bumi, angin topan, tanah longsor, banjir dankebakaran;
b. Peperangan, pemberontakan dan kerusuhanmasal;
c. Pemogokan buruh yang bukan disebabkan kesalahan pemborong dan gangguan industrilainnya.
Apabila terjadi keadaan memaksa (force majeure) maka pemborong harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerugian yang lebih besar. Untuk keperluan perhitungan kerugian yang mungkin terjadi, pemborong perlu segera mengambil langkah pengumpulan data mengenai pekerjaan dengan mengambil dokumentasi atau foto dan wajib melaporkan kepada pengguna jasa pemborongansecara tertulis selambat-lambatnya 3 x 24 jam setelah terjadinya peristiwa dengan dilampiri laporan terperinci secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak terjadinya peristiwa tersebut kepada pemberi tugas. Apabila pemborong lalai melaporkan secara tertulis sehingga melampaui batas waktu yang telah ditentukan maka pemborong akan kehilangan hak untuk mengajukan klaim atas kerugian yang terjadi dan tidak akan memperoleh masa perpanjangan waktu penyelesaian proyek bangunan.
Dalam perjanjian pemborongan yang diadakan antara Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara dan Pemborong, dicantumkan hal-hal yang dapat dianggap sebagai suatu keadaan memaksa (force majeure). Hal- hal tersebut ialah :
a. Bencana alam (gempa bumi, tanah longsor, badai dan banjir);
b. Perang, revolusi, makar, huru-hara, pemberontakan,
kerusuhan dan kekacauan (kecuali karyawankontraktor);
c. Kebakaran (kecuali disebabkan dalam pelaksanaan pekerjaan atau kelalaianpemborong);
d. Keadaan memaksa yang diumumkan secara resmi oleh pemerintah.
Sebaliknya terdapat beberapa hal yang dianggap bukan merupakan keadaan memaksa (force majeure), yaitu hal-hal sebagai berikut:
1. Ada kenaikan hargamaterialbangunansecara mendadak;
2. Terjadinya kelangkaan material bangunandipasaran;
3. Kekurangan tenagakerja.
Hal-hal tersebut di atas tidak dapat diterima sebagai suatu keadaan memaksa karena pemborong dianggap telah dapat memprediksikannya sejak diadakannya penawaran atau pelelangan, apabila terjadi kelangkaan material bangunan dan kekurangan tenaga kerja di suatu daerah maka pemborong wajib mencarinya di daerah lain.
Dalam praktek biasanya kekurangan atau kelangkaan bahan bangunan terjadi apabila permintaan yang cukup tinggi terhadap bahan bangunan di pasaran ataupun karena terlambatnya suplai bahan bangunan dari pihak produsen. Untuk mengatasi hal ini maka pemborong dituntut berinisiatif mencaribahanbangunandidaerahlainataupunmempersiapkan bahan bangunan jauh hari sebelumnya. Biasanya kalau terjadi kekurangan bahan bangunan di
suatu daerah, maka pemborong harus berusaha mendapatkannya di daerah yang lain. Sedangkan kekurangan tenaga kerja biasanya terjadi setelah liburan Hari Raya. Pada masa tersebut banyak pekerja yang mudik ke kampung halamannya dan baru kembali masuk kerja dalam waktu yang relatif agak lama dan bahkan ada pekerja yang sama sekali tidak kembali lagi masuk kerja. Bagi pemborong yang telah berpengalaman maka hal tersebut di atas dapat diantisipasi dengan baik.58
Terjadinya kenaikan harga material bangunan juga tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda pekerjaan atau meminta penambahan harga borongan. Perjanjian pemborongan bangunan atas dasar cost plus fee dilarang. “Cost plus fee” adalah biaya pemborongan yang jumlahnya tidak dinyatakan dengan pasti terlebih dahulu, tetapi baru akan ditetapkan kemudian dengan menghitung biaya ditambah upahnya (keuntungannya). Hal ini dilarang, jadi dalam perjanjian pemborongan bangunan harus dinyatakan dengan tetap dan pasti jumlah biaya yang diperlukan.
Dalam menentukan pembebanan resiko karena musnahnya atau kerusakan barang pada pemborongan bangunan dibedakan apakah pemborong melaksanakan pekerjaan dengan menyediakan material bangunan atau hanya melaksanakan pekerjaan saja tanpa menyediakan material bangunan.Juga dibedakan apakah musnahnya barang itu terjadi sebelum penyerahan atau setelah penyerahan pekerjaan.
58 Hasil Wawancara dengan Pihak Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
Pemborong yang melakukan pekerjaan dan menyediakan material bangunan, jika kemudian pekerjaannya musnah sebelum penyerahan pekerjaan maka resiko ada pada pemborong, ini berarti pemborong harus mengerjakan lagi dengan material yang baru kecuali jika si pemberi tugas telah lalai melakukan pemeriksaan dan menyetujui pekerjaan tersebut maka resiko beralih pada pemberi tugas (pasal 1650 KUHPerdata).
Bagi pemborong yang hanya melaksanakan pekerjaan saja, kemudian terjadi kerusakan sebelum pekerjaandiserahkan maka resiko ada pada pemborong yaitu hanya bertanggungjawab terbatas pada kesalahan yang dibuatnya (pasal 1606 KUH Perdata). Sekalipun tidak ada kesalahan pada pemborong, ia tetap tidak berhak menerima pembayaran biaya borongan. Hal demikian adalah sesuai dengan pembebanan resiko pada perjanjian timbal balik pada umumnya yaitu jika pihak yang satu terhalang untuk memenuhi prestasi maka pihak yang lain juga dibebaskan dari kewajibannya. Dalam keadaan demikian di atas si pemborong dapat juga berhak atas pembayaran mengerjakan bangunan tersebut jika si pemberi tugas lalai untuk melakukan pemeriksaan dan menyetujui pekerjaan atau bendanya menjadi rusak karena cacat.
Suatu bangunan yang telah diborongkan dengan harga tertentu kemudian rusak sebagian atau seluruhnya yang disebabkan karena adanya kesalahan dalam susunannya (konstruksinya) atau akibat dari jeleknya kualitas bahan material yang dipakai atau karena keadaan tanah di mana
bangunan dan pemborong yang bersangkutan bertanggungjawab untuk itu selama jangka waktu sepuluh tahun (pasal 1609 KUH Perdata).Demikian juga jika setelah penyerahan pekerjaan barangnya musnah akibat kesalahan dari pihak pemborong atauadanyacacat yang tersembunyi maka pemborong bertanggungjawab sepenuhnya atas kerugian tersebut.
Jika pekerjaan yang dilakukan musnah atau rusak diluar kesalahan dari pihak pemborong, misalnya karena banjir, gempa bumi, kebakaran, dan lain-lainnya dan ia telah berusaha untuk menanggulangi bahaya tersebut maka pemborong berhak memperoleh pembayaran ganti rugi seimbang dengan pekerjaan yang telah dihasilkan dan ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan. Pemborong juga akan dibebaskan dari kewajiban penggantian kerugian yang disebabkan karena kurang tepatnya perencanaan bangunan yang terdapat dalam bestek yang dibuat oleh pengguna jasa pemborongan. Dalam keadaan demikian maka resiko kerugian ada pada pengguna jasa pemborongan.
C. Pertanggung Jawaban Kontraktor Apabila Memakai Sub- Kontraktor Dalam Hal Menajalankan Pelaksaan Proyek Di Rumah Sakit Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
Tanggung jawab kontraktor dalam pengadaan barang dan jasa apabila terdapat sub kontraktor menurut penulis secara yuridis hubungan hukum sub- kontraktor hanya dengan kontraktor utamanya saja, yang dituangkan dalam perjanjian tersendiri.
Pihak kontraktor tidak dibenarkan mensub-kontraktor seluruh pekerjaan dan atau sebagian pekerjaan utamanya kepada pihak lain atau pemborong lainnya, kecuali disub-kontrakkan kepada penyedia jasa spesialis. Dan apabila ketentuan ini dilanggar maka kontrak pengadaan barang atau jasa dapat dibatalkan dan terhadap pelanggaran tersebut maka pihak pemborong dapat dikenakan sanksi berupa denda yang bentuk dan besarnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalamkontrak.
Untuk menghindari terjadinya kerugian maka kontraktor harus benar- benar memilih sub-kontraktor yang memilih reputasi yang baik, bertanggung jawab dan memiliki kemapuan yang dapat diandalkan.
Dalam perjanjian induk antara pengguna jasa dan kontraktor, di samping perjanjian antara kontraktor dan sub-kontraktor dapat disimpulkan hak dan kewajiban serta syarat-syarat yang berlaku bagi para pihak tersebut sebagai berikut:
1. Pengguna Jasa berhak untuk memperlakukan sub-kontraktor dalam pemenuhan kewajiban dan konsep yang sama seperti kontraktor utama, yaitu dalam hal pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh kontraktor utama, sub-kontraktor juga dianggap tidak dapat melakukannya. Jika kontraktor mengenai sesuatu hal dianggap tidak berkepentingan untuk melakukannya maka sub-kontraktor juga dianggap tidak berkepentingan untuk melakukan pekerjaantersebut.;
2. Adanya keinginan dari kontraktor utama untuk
memberlakukan syarat-syarat dari perjanjian induk kepada sub-kontraktor yang berarti mengalihkan beban yang diwajibkan oleh pemberi tugas yang semula berlaku bagi kontraktor utama menjadi berlaku bagisub-kontraktor.
3. Sub-kontraktor berhak untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya dengan kontraktor utama menurut syarat-syarat yang berlaku bagiperusahaan.
4. Dalam hal pembayaran yang tertuju pada sub-kontraktor, pembayaran tersebut tidak tergantung pada adanya pembayaran pada kontraktor utama. Sub-kontraktor menerima pembayaran dari kontraktor dan tidak mengharapkan pembayaran dari pengguna jasa. Pengguna Jasa akan membayarkan langsung kepada kontraktor utama kecuali ditentukan sebaliknya dalam perjanjian.
Dalam praktek jika pengguna jasa tidak menghendaki bahwa pekerjaan tersebut dilakukan oleh sub-kontraktor maka dalam perjanjian harus dicantumkan dengan tegas adanya klausula bahwa pekerjaan tersebut dilarang untuk diborongkan lebih lanjut kepada sub-kontraktor.Dalam praktek banyak sekali terjadi adanya sub-kontraktor yang memang dibutuhkan oleh kontraktor besar untuk dapat membantu menyelesaikan pekerjaan tersebut menurut bagian-bagian yang telah dibagi-bagi untukdikerjakan.
Selain hal-hal yang telah dikemukan di atas dalam penulisan ini
penulis sedikit meninjau risiko dalam perjanjian pemborongan yang terkait juga dengan tanggungjawab kontraktor dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa.
Dalammenentukanpembebananrisikokarenamusnahnyaataukerusaka nbarangpadapemborongandibedakanapakahpemborong melaksanakan pekerjaan dengan menyediakan material atau hanya melaksanakan pekerjaan saja tanpa menyediakan material.Juga dibedakan apakahmusnahnyabarangitu terjadi sebelum penyerahan atau setelahpenyerahanpekerjaan.Pemborong yang melakukan pekerjaandanmenyediakanmaterial, jika kemudian pekerjaannya musnahsebelumpenyerahanpekerjaan maka risiko ada pada pemborong, iniberartipemborongharusmengerjakanlagidenganmaterialyangbarukecualijik asipemberitugastelahlalaimelakukanpemeriksaandanmenyetujui pekerjaan tersebut maka risiko beralih pada pemberi tugas (Pasal 1650 KUH Perdata).
Bagi pemborong yang hanya melaksanakan pekerjaan saja, kemudian terjadi kerusakan sebelum pekerjaan diserahkan maka resiko ada pada pemborong yaitu hanya bertanggungjawab terbatas pada kesalahan yang dibuatnya (Pasal 1606 KUH Perdata). Sekalipun tidak ada kesalahan pada pemborong, ia tetap tidak berhak menerima pembayaran biaya borongan. Hal demikian adalah sesuai dengan pembebanan risiko pada perjanjian timbal balik pada umumnya yaitu jika pihak yang satu terhalang untuk memenuhi prestasi maka pihak yang lain juga dibebaskan dari kewajibannya. Dalam
keadaan demikian di atas si pemborong dapat juga berhak atas pembayaran mengerjakan bangunan tersebut jika si pemberi tugas lalai untuk melakukan pemeriksaan dan menyetujui pekerjaan atau bendanya menjadi rusak karena cacat.
Suatu yang telah diborongkan dengan harga tertentu kemudian rusak sebagian atau seluruhnya yang disebabkan karena adanya kesalahan dalam susunannya (konstruksinya) atau akibat dari jeleknya kualitas bahan material yang dipakai pemborong yang bersangkutan bertanggungjawab untuk itu selama jangka waktu sepuluh tahun (Pasal 1609 KUH Perdata).Demikian juga jika setelah penyerahan pekerjaan barangnya musnahakibat kesalahan dari pihak pemborong atau adanya cacat yang tersembunyi maka pemborong bertanggungjawab sepenuhnya atas kerugian tersebut.
Jika pekerjaan yang dilakukan musnah atau rusak diluar kesalahan dari pihak pemborong, misalnya karena banjir, gempa bumi, kebakaran, dan lain-lainnya dan ia telah berusaha untuk menanggulangi bahaya tersebut maka pemborong berhak memperoleh pembayaran ganti rugi seimbang dengan pekerjaan yang telah dihasilkan dan ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan. Pemborong juga akan dibebaskan dari kewajiban penggantian kerugian yang disebabkan karena kurang tepatnya perencanaan proyek yang dibuat oleh pengguna jasa pemborongan. Dalam keadaan demikian maka resiko kerugian ada pada pengguna jasa.
Dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan terdapat beberapa
masalah yang sering terjadi di lapangan yang terkait dengan tanggung jawab dan risiko dari pihak pemborong atau kontraktor.
Dalam perjanjian pengadaan barang dan jasa Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara dan penyedia jasa atau pihak kontraktor, dimungkinkan bahwa konraktor menyerahkan pemborongan pekerjaan tersebut kepada pemborong lain yang merupakan sub-kontraktor berdasarkan perjanjian khusus antara pemborong dan sub-kontraktor.
Adanya sub-kontraktor demikian dalam perjanjian pengadaan barang dan jasa harus dengan izin tertulis dari pengguna jasa dalam hal ini Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara, karena pada dasarnya perjanjian antara kontraktor dengan sub-kontraktor adalah di luar perjanjian pengadaan barang dan jasa induk yang dibuat antara pengguna jasa dan penyedia jasa.
Pihak Kontraktor tidak dibenarkan mensub-kontraktor seluruh pekerjaan dan atau sebagian pekerjaan utamanya kepada pihak lain atau pemborong lainnya, kecuali disub-kontrakkan kepada penyedia jasa spesialis. Dan apabila ketentuan ini dilanggar, maka penyedia barang atau jasa akan diberikan peringatan secara tertulis oleh pemberi pekerjaan supaya kembali mengikuti ketentuan-ketentuan sesuai dengan surat perjanjian dan dapat dikenakan sanksi berupa denda maupun ganti kerugian yang bentuk dan besarnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja.
Pemborong (rekanan) yang mengalihkan pekerjaan (mensub- kontrakkan) ataupun yang menerima pengalihan pekerjaan akan dikeluarkan
dari Daftar Rekanan Mampu. Hal Ini berarti pemborong hanya berhak mensub-kontrakkan sebagian pekerjaan kepada pemborong lain dan bukan seluruh pekerjaan utamanya. Sub- kontraktor yang menerima pengalihan pekerjaan juga tidak diperkenankan mensub-kontrakkan lagi, baik sebagian maupun keseluruhan pekerjaan kepada kontraktor lain.Segala akibat yang ditimbulkan atas mensub-kontraktor pekerjaan tetapmenjadi tanggung jawab pihak pemborong.59
Apabila kontraktor melaksanakan pekerjaan tidak sesuai dengan perencanaan tehnis yang telah diatur dalam perjanjian maka kontraktor harus memberikan ganti rugi dan memperbaiki bagian hasil pekerjaannya yang tidak sesuai tersebut.Penyimpangan terhadap pelaksanaan pekerjaan tersebut bisa dikarenakan penggunaan bahan-bahan material yang tidak sesuai atau kesalahan tehnis pelaksanaan sehingga mempengaruhi kualitas proyek yang dikerjakan.
Apabila terbukti tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan antara lain meliputi penggunaan bahan material dan peralatan, yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan mutu pekerjaan, ataupun terjadi keterlambatan dalam menyelesaikan pekerjaan maka kontraktor dapat dikenakan sanksi, yaitu :
a. Apabila penyerahan pekerjaan melampaui dari batas waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak, maka penyedia
59 Hasil Wawancara di Rumah Sakit Haji Medan provinsi Sumatera Utara
barang dan jasa dikenakan denda keterlambatan sebesar 10/00 (satu perseribu) untuk setiap hari kalender keterlambatan dari jumlah harga total dengan maksimum denda sebesar 1% (sepuluh persen) dari seluruh biaya pelaksanaan pekerjaan yang akan dikurangi pada saatpembayaran;
b. Setelah berakhir batas waktu yang telah ditentukan, pihak penyedia barang dan jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan, maka pemberi pekerjaan akan memberikan surat peringatan pertama;
c. Apabila 14 (empatbelas hari) setelah surat peringatan pertama pihak penyedia barang dan jasa juga tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya, maka pihak pemberi kerja dapat memberikan surat peringatan kedua dan apabila 14 (empatbelas hari) setelah surat peringatan kedua belum juga menyelesaikan pekerjaannya, maka pemberi pekerjaan akan mengeluarkan surat peringatan ketiga atau sewaktu-waktu dapat memutuskan perjanjian secara sepihak dan menyampingkan Pasal 1266 – 1267 KUHPerdata dan penyedia barang dan jasa dikenakan skorsing tidak boleh mengikuti tender di Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara selama 6 (enam)bulan.
d. Apabila 14 (empatbelas hari) setelah surat peringatan ketiga
pihak penyedia barang dan jasa juga belum menyelesaikan pekerjaannya, maka pihak pemberi kerja dapat memutuskan secara sepihak surat perjanjian pemborongan pekerjaan dengan ketentuan bahwa pihak penyedia barang dan jasa dikenakan skorsing tidak boleh mengikuti tender di Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara selama 2 (dua)tahun;
e. Walaupun pihak pemberi pekerjaan tidak memberikan surat peringatan, maka apabila terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan pihak pemberi pekerjaan dapat meutuskan perjanjian dengan menyampingkan Pasal 1266
– 1267 KUHPerdata dan penyedia barang dan jasa tetap dapat dikenakanskorsing;
f. Skorsing selama 1 (satu) tahun tidak dapat mengikuti tender pekerjaan di Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara dapat dijatuhkan kepada penyedia barang dan jasa apabila :
(1) Terbukti dengan sengaja melanggar ketentuan- ketentuan yang berlaku dalam pemilihan langsungpekerjaan;
(2) Terbukti dengan sengaja memalsukan surat-surat keterangan untuk keperluan keikutsertaan dalam pelelangan;
(3) Terbukti dengan sengaja menyerahkan pekerjaan yang
tidak sesuai dengan kesepakatanbersama.
g. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan terjadi kecelakaan, kerusakan, kebakaran atau kehilangan akibat kesalahan atau kelalaian penyedia barang dan jasa yang menimbulkan kerugian bagi pemberi pekerjaan, maka peneydia barang dan jasa harus mengganti ganti rugi kepada pihak pemberi pekerjaan yang jumlahnya sebanding dengan kejadian yangdiderita;
h. Apabila di kemudian hari terbukti hasil pekerjaan tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan atau terdapat cacat atau kerusakan yang tersembunyi, maka penyedia barang dan jasa diwajibkan memperbaiki ataumenggantinya.60
Xxxxxxxxx selaku pelaksana bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan pada tanggal yang telah ditentukan dlaam perjanjian pemborongan.Jika pekerjaan pemborongan terbagi-bagi atas bagian-bagian yang berbeda pemborong juga wajib menyerahkan pekerjaan pada tiap-tiap tanggal yang telah diperjanjikan.
Apabila mengalami keterlambatan dalam penyelesaian proyek maka kontraktor akan dikenakan denda sebesar 1/1000 (satu per seribu) dari nilai kontrak untuk setiap hari keterlambatan dan maksimum 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak.
60 Hasil Wawancara di Rumah Sakit haji Medan Provinsi Sumatera Utara
Akibat pemutusan perjanjian tersebut maka pengguna jasa pemborongan berkewajiban membayar pekerjaan-pekerjaan yang telah dikerjakan dengan baik oleh kontraktor.Setelah adanya pemutusan perjanjian ini maka pengguna jasa berwenang untuk melanjutkan pekerjaan yang belum diselesaikan oleh kontraktor yang bersangkutan dengan dikerjakan oleh sendiri (eigenbeheer) atau dilanjutkan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh pengguna jasa.
Sanksi-sanksi atas keterlambatan bagi kontraktor juga diberlakukan apabila sub-kontraktor tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Dengan kata lain kontraktor tetap bertanggung jawab atas keterlambatan sub-kontraktor dalammenyelesaikan pekerjaanyangdialihkan kepadanya.
Apabila dalam keadaan memaksa (force majeure) maka pihak kontraktor akan dibebaskan dari denda atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Yang dianggap sebagai keadaan memaksa (force majeure) adalah semua kejadian di luar kemampuan pihak kontraktor yang mempengaruhi jalannya pelaksanaan pekerjaan yaitu:
a. Bencana alam (yang dinyatakan oleh pemerintah setempat), yaitu gempa bumi, angin topan, tanah longsor, banjir dan kebakaran;
b. Peperangan, pemberontakan dan kerusuhanmasal;
c. Pemogokan buruh yang bukan disebabkan kesalahan
pemborong dan gangguan industrilainnya.
Apabila terjadi keadaan memaksa (force majeure) maka kontraktor harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerugian yang lebih besar. Untuk keperluan perhitungan kerugian yang mungkin terjadi, kontraktor perlu segera melaporkan kepada pihak pemberi pekerjaan secara tertulis yang harus sudah diterima dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak terjadinya force majeure dan pemberi pekerjaan harus memberikan putusan paling lambat 7 x 24 jam setelah laporan tertulis tersebutditerima.
Dalam perjanjian pengadaan barang dan jasa yang diadakan antara Rumah Sakit Haji Provinsi Sumatera Utara dan kontraktor, dicantumkan hal- hal yang dapat dianggap sebagai suatu keadaan memaksa (force majeure). Hal-hal tersebut ialah:
a. Bencana alam (gempa bumi, tanah longsor, badai danbanjir);
b. Perang, revolusi, makar, huru hara,pemberontakan, kerusuhan dan kekacauan (kecuali karyawankontraktor);
c. Kebakaran (kecuali disebabkan dalam pelaksanaan pekerjaan atau kelalaianpemborong);
d. Keadaan memaksa yang diumumkan secara resmioleh pemerintah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah membahas tesis ini beserta permasalahannya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa di Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera dilaksanakan berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 25 tahun 2015 pasal 10 Ayat
(a) Tentang Pedoman Pengadaan Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara dengan metode pengadaan barang dan jasa sebagai berikut:
a. Pelelangan Umum.
b. Pelelangan Sederhana.
c. Pengadaan Langsung.
d. Pengadaan Barang dan Jasa Atas dasar Surat Perjanjian Kerja Bersama.
2. Dalam perjanjian pengadaan barang dan jasa, pertanggungjawaban kontraktor/pemenang tender adalah kontraktor dapat menyerahkan pemborongan pekerjaan kepada kontraktor lain yang merupakan sub- kontraktor. Apabila dilakukan pengangkatansub-kontraktor maka kontraktor harus meminta persetujuan dari pengguna kepada sub- kontraktor. Pihak pemborong tetap bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan dalam mensub-kontrakkan pekerjaan. Apabila terbukti
bahwa pelaksanaan pekerjaan kontraktor tidak sesuai dengan perencanaan, maka kontraktor akan dikenakan sanksi-sanksi yaitu: denda, penangguhkan pembayaran, diadakan pembongkaran atau penggantian, memasukkan nama perusahaan kontraktor ke dalam Daftar Hitam Rekanan dan pemutuskan kontrak dengankontraktor.Pemborong pelaksana proyek bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan pada tanggal yang telah ditentukan dalam perjanjian, jika pekerjaan terbagi-bagi atas bagian-bagian yang berbeda, kontraktor juga wajib menyerahkan pekerjaan pada tiap-tiap tanggal yang tercantum dalam surat perjanjian tersebut.
3. Transparansi Rumah Sakit Umum Haji Medan provinsi Sumatera Utara dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang no 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara serta Implementasi pertanggungjawaban Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara dilampirkan di Propinsi Sumatera Utara dan Menjadi satu kesatuan terhadap laporan pertanggungjawaban pemerintahan daerah Pasal 32 Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Laporan sertaLahirnya tiga paket undang- undang di bidang keuangan, yaitu UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, sistem pengelolaan anggaran negara di Indonesia terus berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan dinamika manajemen sektor publik.
B. Saran
1. Dalam proses pengadaan barang dan jasa diharapkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan, adil, tidak memihak dan obyektif untuk menghindari terjadinya KKN dalam pelaksanaanya. Pemberian akses dan perlakuan yang sama kepada setiap peserta lelang/pengadaan adalah suatu keharusan dalam setiap pelaksanaan perjanjian pemborongan. Perlu peran serta aktif kedua belah pihak dalam perumusan perjanjian agar perjanjian yang akanditandatangani tersebut menjadi dasar pelaksanaan kerja yang memberikan perlindungan hukum kepada kedua belah pihak secaraseimbang dan seharusnya rumah sakit haji medan provinsi sumatera utara harus membuat kerangka acuan kerja dan berita acara kerja dalam pengadaan barang dan jasa,
2. Tanngung jawab pemenang tender seharusnya harus lebih di perhatian oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat agar kiranya dapat terkontrol dengan baik dan dapat dilihat oleh khalayak umum contoh bisa dibuatnya seperti website khusus untuk para pemenang agar sekiranya pemenang tender mengupload progress pekerjaan di website yang telah di sediakan oleh pemerintah.
3. Seharusnya Rumah Sakit Haji Medan perlu membuat sistem pengadaan barang dan jasa melalui elektornik (e-pengadaan) agar kiranya dapat diketahui oleh khalayak umum dan bisa menjamin agar tidak adanya system KKN dalam pengadaan barang dan jasa serta
Untuk mewujudkan balai umum daerah yang baik diderah di perlukan sinergi antara komponen good governance yaitu Pemerintah, Masyarakat dan Swasta. Agar transparansi terlaksana dengan baik maka Diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat dan swasta untu memberi tanggapan atas Informasi Laporan Pertanggungjawaban BLUD serta Pemerintah Daerah yang telah disampaikan kepada masyarakat . Karena dengan adanya tanggapan dari masyarakat dan swata dapat dijadikan evaluasi dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di Provinsi Sumatera Utara.
104
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Xxxxxx Xxxxx, Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Xxxxxx Xxxxx, 2010, Xxxxxx Xxxxxx, Hukum Keuangan Negara , Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 1
Xxxxxx Xxxx, 2013, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta : Rajawali Pers,
Xxxx Xxxxxx, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005.
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung : Mandar Maju, 2008), . Burhan Ashshofa, 1998, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, .
Xxxxxx Xxxxxx, 2011, Corporate Social Responsibility dari Voluntary menjadi Mandotary,
Raja Grafindo Perss, Jakarta, .
Xxxx Xxxxxx (a) , 2007, sebagaimana diterjemahkan oleh Xxxxxxx, General Theory Of law and State , Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik,BEE Media Indonesia, Jakarta,
Xxxx Xxxxxx (b), sebagaimana diterjemahkan oleh Xxxxxx Xxxxxxxx, Teori Hukum Murni Nuansa & Nusa Media, Bandung, 2006,
HR. Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
JJJ M. Wuismen, 1996, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, Penyunting M. Hisman, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Hukum Pemborongan Malakukan Pekerjaan Tertentu Alumni, Bandung, 1993,
X. Xxxxx Xxxxx, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju,
X. Xxxxx Xxxxx, op.cit.,
Xxxxxxx Xxxxxx, Pengukuran Kinerja Sektor Publik , BPFE, Yogyakarta, 2006 , Xxxxxxx Xxxxx dan Xxxxxxxx Xxxxx, 2008, Filsafat Hukum, Mencari Hakikat Hukum, Xxxxx Xxxxx, Hukum Bisnis, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 1994, hal 207.
Xxxxxxxx Xxxxx, Pertanggungjawaban Gubernur Dalam Negara kesatuan Indonesia, Jakarta, PT Sofmedia, 2011,
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006),
Xxxxx Xxxxxx, Kamus Hukum Lengkap: Mencakup Istilah Hukum & Perundang-Undangan Terbaru, (Jakarta: Transmedia, 2012),
Xxxxx XX, 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta : PT.Raja Grafindo Xxxxxxx,
Xxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxx, 2004, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Bandung : Xxxxxx Xxxxxxx,
Xxxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxxxxx, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) , Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas menuju Good Governance Op.Cit,
Xxxxxxxxxxxx, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah,, Op.Cit.,
Xxxxxxxx Xxxxxxxxx, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), Hlm. 8.
Xxxxxxx Xxxxxxxx, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),
Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxx, Metodelogi Penelitian,( Jakarta:Raja Grafindo Persada , 1989),
Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx, Himpunan Karya Pemborongan Bangunan, Liberty, Yogyakarta, 1982,
Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan, Liberty, Yogyakarta, 1982,
Xxxxxxx Xxxxxxxxx, 2004, Prinsip-Prinsip Unidroit, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 37.
Titik Triwulan dan Xxxxxx Xxxxxxx, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010,
Xxxxx, M, Xxxxxxx, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 258. Xxxxxxxxx Xxx, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika 2010),
B. Perundang-Undangan
Peraturan Gubernur Sumatera Utara No 52 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengadaan Barang Xxx Xxxx
C. Internet
xxxx://X.xxxxxxxxxxx.xxx xxxxx://xxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/xxxxxxx tanggal 22 Agustus 2015.