Common use of Latar Belakang Clause in Contracts

Latar Belakang. Dalam Pasal 5 UU No. 5 tahun 1960 (dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria/UUPA) dinyatakan bahwa “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi air xxx ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional xxx Negara”. Didalam Pasal 50 ayat (1) UUPA ditegaskan bahwa “ketentuan- ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan undang-undang”. Selanjutnya didalam Pasal 56 UUPA ditegaskan bahwa “selama undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam Pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, xxxx xxxx berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat xxx peraturan-peraturan lainnya mengenai xxx-xxx atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20 UUPA2, sepanjang tidak bertentangan dengan xxxx xxx ketentuan-ketentuan undang- undang ini”. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pengertian jual beli hak milik atas tanah menurut UUPA pada hakekatnya adalah suatu peralihan hak, yang mengadopsi konsepsi, asas, lembaga hukum, xxx sistem hukum adat yang disempurnakan, yakni bersifat tunai, riil xxx terang.3 Adapun 2 Bunyi selengkapnya Pasal 20 UUPA adalah, ayat (1) : hak milik adalah hak turun temurun, terkuat xxx terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 (“semua hak atas tanah mengenai peralihan hak, dalam Pasal 26 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa “jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat, xxx perbuatan-perbuatan xxxx xxxx dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”4. Apabila pengertian jual beli menurut UUPA adalah merupakan suatu peralihan hak, maka didalam pengertian menurut KUH Perdata jual beli adalah suatu perjanjian. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1457 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa “jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, xxx pihak xxxx xxxx untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”. Namun demikian, suatu peralihan hak milik atas tanah berupa jual beli tunduk kepada aturan didalam UUPA berdasarkan asas Lex spcecialis derogat legi generali, yaitu bahwa UUPA mengatur secara khusus xxx xxxx berkaitan dengan tanah, air xxx ruang angkasa. Suatu peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli pada umumnya dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu pihak penjual xxx pihak pembeli, xxx dilaksanakan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris, yang bertugas menangani aspek administratif dari pemindahan hak tersebut sehingga proses penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan mempunyai fungsi sosial”), xxx ayat (2) : hak milik dapat beralih xxx dialihkan kepada pihak lain.

Appears in 2 contracts

Samples: Power of Attorney, Power of Attorney

AutoNDA by SimpleDocs

Latar Belakang. Dalam Pasal 5 UU NoPiutang yang timbul berdasarkan kegiatan pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank merupakan suatu tagihan atas nama. 5 tahun 1960 (dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria/UUPA) dinyatakan bahwa “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi air Tagihan itu melibatkan dua pihak yaitu kreditur xxx ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional xxx Negara”debitur. Didalam Pasal 50 ayat (1) UUPA ditegaskan bahwa “ketentuan- ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan undang-undang”. Selanjutnya didalam Pasal 56 UUPA ditegaskan bahwa “selama undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam Pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, xxxx xxxx berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat xxx peraturan-peraturan lainnya mengenai xxx-xxx atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20 UUPA2, sepanjang tidak bertentangan dengan xxxx xxx ketentuan-ketentuan undang- undang ini”. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pengertian jual beli hak milik atas tanah menurut UUPA pada hakekatnya adalah Adanya suatu peralihan haktagihan disebabkan karena debitur tertentu berhutang kepada kreditur tertentu, yang mengadopsi konsepsi, asas, lembaga hukum, xxx sistem hukum adat kemudian dialihkan oleh kreditur tersebut kepada kreditur lainnya. Seperti yang disempurnakan, yakni bersifat tunai, riil xxx terang.3 Adapun 2 Bunyi selengkapnya Pasal 20 UUPA adalah, ayat (1) : hak milik adalah hak turun temurun, terkuat xxx terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 (“semua hak atas tanah mengenai peralihan hak, tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa “jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat, xxx perbuatan-perbuatan xxxx xxxx dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”4. Apabila pengertian jual beli menurut UUPA adalah merupakan suatu peralihan hak, maka didalam pengertian menurut KUH Perdata jual beli adalah suatu perjanjian. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1457 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa “jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, xxx pihak xxxx xxxx untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”. Namun demikian, suatu peralihan hak milik atas tanah berupa jual beli tunduk kepada aturan didalam UUPA berdasarkan asas Lex spcecialis derogat legi generali, yaitu bahwa UUPA mengatur secara khusus xxx xxxx berkaitan dengan tanah, air xxx ruang angkasa. Suatu peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli pada umumnya dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu pihak penjual xxx pihak pembeli, xxx dilaksanakan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris, yang bertugas menangani aspek administratif dari pemindahan hak tersebut sehingga proses penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan mempunyai fungsi sosial”), xxx pasal 613 ayat (2) : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mengenai penyerahan yaitu penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas (mengambil tindakan pemilikan) terhadap kebendaan tersebut.1 Cessie adalah cara pengalihan xxx atau penyerahan piutang atas nama sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 613 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).2 Namun demikian, kata cessie tidak terdapat di dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia. Pandangan mengenai Cessie juga dikemukakan xxxx X.Xxxxx. Meskipun Xxxxx tidak secara tegas memberikan definisi mengenai Cessie, namun dari pendapat yang dikemukakannya dapat beralih disimpulkan bahwa cessie adalah pengambilalihan piutang. Pengambilalihan piutang tersebut tidaklah menghilangkan identitas dari utang itu xxx dialihkan pada umumnya tidak berpengaruh terhadap hubungan antara si berutang dengan si berpiutang.3 Praktek perjanjian pengalihan piutang oleh PT. Bank Sri Xxxxxx kepada PT. Sri Xxxxxx Pusaka yang dalam hal ini, pengalihan piutang dari pihak lainkreditur lama kepada kreditur baru adalah bergerak dalam bidang 1. Rachmad Setiawan xxx X.Xxxxxx, 2010, Penjelasan Hukum Tentang Cessie, PT Gramedia, Jakarta, Hal.1. 2. Soeharnoko xxx Xxxxx Xxxxxxx, 2008, Doktrin Subrogasi, Novasi xxx Cessie, Kencana, Cet. III, Jakarta, Hal. 101. 3. X. Xxxxx’x, 1991, Pengajian Hukum Perdata Belanda (Hendleiding Tot de Beofening van het Nederlands Bergerlijk Recht), diterjemahkan xxxx Xxxxxxxx Xxxxx, Xxxx Rakyat, Jakarta, Hal. 579-580. yang berbeda. Kreditur lama yang bergerak dalam bidang perbankan xxx kreditur baru yang bukan bergerak dalam bidang perbankan. Wanprestasi merupakan bentuk terjemahan dari bahasa Belanda “Wanprestatie” yang memiliki arti tidak terpenuhinya kewajiban yang telah ditetapkan dalam suatu perikatan, baik perikatan yang ditimbulkan dari Undang-Undang maupun dari perjanjian.4

Appears in 1 contract

Samples: Receivables Transfer Agreement

AutoNDA by SimpleDocs

Latar Belakang. Dalam Pasal 5 UU NoPerjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu xxxxxx berjanji untuk melaksanakan suatu hal.1 Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. 5 tahun 1960 (dikenal dengan Sepakat mereka yang mengikatkan diri: 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; 3. Tentang suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal; Demikian menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Pokok Agraria/UUPA) dinyatakan bahwa “Hukum Agraria Perdata.Dua syarat yang berlaku atas bumi air xxx ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari masalah xxxxx xxxx dilakukan itu.2 Perjanjian bagi hasil bangunan rumah toko merupakan perjanjian tidak bertentangan dengan kepentingan nasional xxx Negara”. Didalam Pasal 50 ayat (1) UUPA ditegaskan bahwa “ketentuan- ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik bernama karena belum diatur dengan khusus dalam undang-undang, tetapi KUHPerdata dapat digunakan sebagai landasan hukum ataupun pedoman dalam pembuatan perjanjian bagi hasil. Selanjutnya didalam Pasal 56 UUPA ditegaskan bahwa “selama undang-undang Konsep perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata adalah konsep perjanjian yang terdapat dalam buku ketiga KUHPerdata mengenai hak milik sebagai tersebut dalam Pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, xxxx xxxx berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat xxx peraturan-peraturan lainnya mengenai xxx-xxx atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20 UUPA2, sepanjang tidak bertentangan dengan xxxx xxx ketentuan-ketentuan undang- undang ini”perikatan. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pengertian jual beli hak milik atas tanah menurut UUPA pada hakekatnya adalah suatu peralihan hak, yang mengadopsi konsepsi, asas, lembaga hukum, xxx sistem hukum adat yang disempurnakan, yakni bersifat tunai, riil xxx terang.3 Adapun 2 Bunyi selengkapnya Pasal 20 UUPA adalah, Pada pasal 1338 ayat (1) : hak milik adalah hak turun temurunKUHPerdata terdapat asas kebebasan berkontrak dimana semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Setiap perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak, terkuat yang memberikan kebebasan untuk mengadakan xxx terpenuh menentukan perjanjian yang dapat dipunyai orang atas tanah tidak bertentangan dengan mengingat ketentuan undang-undang kesusilaan xxx ketertiban umum. Pasal 6 (“semua hak atas tanah mengenai peralihan hak, dalam Pasal 26 1338 ayat (13) UUPA dinyatakan KUHPerdata yang mengatakan bahwa “jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian perjanjian harus dilaksanakan dengan wasiat, pemberian menurut adat, xxx perbuatan-perbuatan itikad baik.3 Prakteknya dalam perjanjian bagi hasil rumah toko tidak jarang mengalami permasalahan karena terjadinya wanprestasi yang dilakukan xxxx xxxx dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”4. Apabila pengertian jual beli menurut UUPA adalah merupakan suatu peralihan hak, maka didalam pengertian menurut KUH Perdata jual beli xxxxx satu pihak.4 Wanprestasi adalah suatu perjanjian. Hal ini keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat dilihat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 1457 KUH Perdata, perjanjian xxx bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.5 Selanjutnya dalam hal wanprestasi X. Xxxxxxx menyebutkan jual beli adalah apabila dalam tenggang waktu debitur tidak memenuhi kewajiban prestasinya, maka dapat dikatakan debitur wanprestasi”.6 Mengenai wanprestasi ini, Subekti membagi dalam 4 (empat) macam, yaitu sebagai berikut: 1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya; 2. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana mestinya; 3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat; atau 4. Melakukan sesuatu yang di dalam perjanjian yang tidak boleh dilakukan. Berdasarkan pendapat Subekti di atas, apabila dalam suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan telah ditentukan bahwa objek dari suatu kebendaan, xxx pihak xxxx xxxx untuk membayar harga perjanjian akan diserahkan pada waktu yang telah diperjanjikan”ditentukan, namun pada waktu tersebut objeknya tidak diserahkan, sedangkan waktu telah tiba untuk diserahkan. Namun demikianDalam hal ini dikatakan telah terjadi wanprestasi atau ingkar janji. Terjadinya wanprestasi tentunya mempunyai akibat-akibat yang begiu penting, maka harus ditentukan lebih dahulu apakah debitur benar telah melakukan wanprestasi. Untuk mengetahui hal ini, maka harus dilihat isi dari suatu peralihan hak milik atas tanah berupa jual beli tunduk kepada aturan didalam UUPA berdasarkan asas Lex spcecialis derogat legi generali, yaitu bahwa UUPA mengatur secara khusus xxx xxxx berkaitan dengan tanah, air xxx ruang angkasa. Suatu peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli pada umumnya dilakukan oleh pihak-pihak perjanjian yang berkepentingan, yaitu pihak penjual xxx pihak pembeli, xxx dilaksanakan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris, yang bertugas menangani aspek administratif dari pemindahan hak tersebut sehingga proses penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan mempunyai fungsi sosial”), xxx ayat (2) : hak milik dapat beralih xxx dialihkan kepada pihak laintelah disepakati.

Appears in 1 contract

Samples: Perjanjian Bagi Hasil

Draft better contracts in just 5 minutes Get the weekly Law Insider newsletter packed with expert videos, webinars, ebooks, and more!