TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PUSKESMAS DAN BIDAN PRAKTIK MANDIRI TENTANG PEMBERIAN PELAYANAN KEBIDANAN PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PUSKESMAS DAN BIDAN PRAKTIK MANDIRI TENTANG PEMBERIAN PELAYANAN KEBIDANAN PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)
(Skripsi)
Oleh
XXXXX XXXXXXXX XXXXX
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PUSKESMAS DAN BIDAN PRAKTIK MANDIRI TENTANG PEMBERIAN PELAYANAN KEBIDANAN PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)
Oleh:
Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxx
Penting bagi Bidan Praktik Mandiri (BPM) untuk turut serta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) agar dapat mempermudah peserta JKN untuk mengakses pelayanan kebidanan. Perjanjian kerjasama antara Puskesmas dan Bidan Praktik Mandiri tentang pemberian pelayanan kebidanan peserta JKN menjadi langkah untuk mewujudkan hal tersebut dan juga memberikan perlindungan bagi hak dan kewajiban kedua belah pihak. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut? dan bagaimanakah penyelesaian perselisihan apabila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut?
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian hukum deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah normatif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, studi dokumen, dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan, penandaan, dan penyusunan data kemudian dilakukan analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Puskesmas dan BPM telah terlaksana dengan baik, kedua belah pihak telah melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak dengan baik sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian meskipun terdapat keterlambatan pembayaran atas pelayanan kebidanan yang diberikan oleh BPM kepada peserta JKN. Jika selanjutnya terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut, maka dapat diselesaikan melalui musyawarah. Namun jika musyawarah tidak mencapai mufakat, maka selanjutnya akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.
Kata kunci: Perjanjian, BPM, Puskesmas, JKN
JURIDICAL REVIEW OF THE COOPERATION AGREEMENT BETWEEN PUSKESMAS AND INDEPENDENT MIDWIFE ABOUT THE PROVISION OF MIDWIFERY SERVICES FOR NATIONAL HEALTH INSURANCE (JKN) PARTICIPANTS
ABSTRACT
It is important for independent midwives to participate in the National Health Insurance (JKN) program in order to facilitate JKN participants to access midwifery services. Cooperation agreement between Puskesmas and Independent Midwife about the provision of midwifery services for JKN participants is an action to actualize it and also to provide protection of the rights and obligations of both parties. The problems discussed in this research are how is the implementation of this cooperation agreement? And how is the dispute settlement in the event of default in the implementation of the cooperation agreement?
This research is normative legal research with descriptive legal research type. The approach of the problem used is normative. The data used are primary data and secondary data with primary, secondary, and tertiary legal materials. Data collection is done by using literature studies, document studies, and interviews. Data processing is conducted by checking, tagging, and systematizing data which further analyzed qualitatively.
The results of the research indicate that the implementation of the cooperation agreement between Puskesmas and Independent Midwife has been well implemented. Both parties have carried out their obligations and obtained their rights properly in accordance with those stated in the agreement despite the late payment for midwifery services provided by independent midwives to JKN participants. If further disputes occur in the implementation of the agreement, it can be resolved through mediation. But if the mediation does not reach consensus, then it will be resolved through the Gunung Sugih District Court in Central Lampung.
Keywords: Agreement, Independent Midwife, Puskesmas, JKN.
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PUSKESMAS DAN BIDAN PRAKTIK MANDIRI TENTANG PEMBERIAN PELAYANAN KEBIDANAN PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)
Oleh:
XXXXX XXXXXXXX XXXXX
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Agustus 1998 di Bandar Lampung dengan nama lengkap Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxx. Penulis merupakan Anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Xxxx Xxxxxxx, S.H. dan Xxxxxxx, X.XX.
Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak PKK Nambah Dadi, Terbangi Besar, Lampung Tengah yang diselesaikan pada Tahun 2004, kemudian dilanjutkan di Sekolah Dasar Negeri 1 Onoharjo, Terbanggi Besar, Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2010, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Terbanggi Besar, Lampung Tengah dalam program kelas akselerasi yang diselesaikan pada tahun 2012, Sekolah Menengah Atas Al-Kautsar Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2015.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2015 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan telah melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama
40 (empat puluh) hari di Tiyuh Xxxxx Xxxx, Kecamatan Way Kenanga, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung pada tahun 2018.
MOTO
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan”
(Q.S. Al-Insyirah:5)
“...dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”
(Q.S. At-Talaq:4)
PERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah SWT serta dengan segala kerendahan hati Kupersembahkan skripsiku ini kepada:
Kedua orang tuaku
Ayahanda Xxxx Xxxxxxx, S.H. dan Ibunda Xxxxxxx, X.XX
yang selama ini selalu memberikan kasih sayang, mendukung serta mendoakan untuk keberhasilan dan kesuksesanku.
Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi setiap langkah kalian.
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya, serta hakim yang maha adil di yaumil akhir kelak. Sebab, hanya dengan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama antara Puskesmas dan Bidan Praktik Mandiri tentang Pemberian Pelayanan Kebidanan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Xx. Xxxxxx, X.X., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
2. Bapak Xxxx. Xx. X Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H., Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Bapak Xx. Xxxxxxx, S.H., M.Hum., Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
4. Xxx Xxxxx Xxxxxx, S.H., M.Hum., Dosen Pembimbing I. Terimakasih atas kesediannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, arahan dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Xxx Xxxxxx Xxxxxxxxx, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II. Terimakasih atas bantuan, kesabaran, dan kesediannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, arahan, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6. Bapak Dr. M. Xxxxx, S.H., M.S., Dosen Pembahas I dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini;
7. Xxxxx Xxxxx Xxxxx Sonata, S.H., M.H., Dosen Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini;
8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama penulis melaksanakan studi;
9. Seluruh Karyawan/Karyawati Fakultas Hukum Universitas Lampung atas segala bantuan secara teknis maupun administratif yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan studi;
10. Puskesmas Poncowati dan Puskesmas Seputih Mataram yang telah memberikan izin dan turut memberikan arahan dan bantuan kepada penulis dalam proses penelitian skripsi ini;
11. BPM Asbiallah, Amd. Keb., SKM., BPM Desti Meldiani, Amd., Keb., BPM Ni Xxxx Xxxxxxxxx, Amd., Keb. dan BPM Herlina, X.XX., yang telah memberikan izin dan turut memberikan arahan dan bantuan kepada penulis dalam proses penelitian skripsi ini;
12. Kakak-kakak Virsanima Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxxxx, dan Xxxxx Xxxxxxx yang selalu memberikan kasih sayang, do’a, dan dukungan kepada penulis;
13. Sahabat-sahabat terbaik, Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxx, Xxxx Xxx Xxxxxi AS, dan Xxxxxx Xxxxxxxx. Terimakasih atas kebersamaan, do’a dan dukungannya selama ini. Semoga kita bisa terus saling menyayangi serta mendukung satu sama lain dan dapat meraih apa yang kita cita-citakan;
14. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Xxxxxxx, Xxxxxxxxx, Desta, Memoria, Sofiatun, Xxxxx, Xxxxx, Sukma, Xxxxxxx, Xxxxxx, Widya, Manawa dan kawan-kawan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terimakasih atas kebersamaan dan bantuannya selama ini;
15. Teman-teman KKN di Tiyuh Agung Xxxx, Xxxx, Xxxxxxxxx, Xxxx, Xxxxx, Xxxxx, dan Agung atas dukungan dan juga kebersamaannya selama 40 hari di Tiyuh Xxxxx Xxxx;
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam proses menyelesaikan skripsi ini;
17. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 21 Mei 2019 Penulis,
Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxx
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
HALAMAN JUDUL. ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
HALAMAN PERNYATAAN. v
RIWAYAT HIDUP vi
MOTO. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN viii
SANWACANA. ix
DAFTAR ISI. xiii
DAFTAR TABEL xv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Permasalahan 7
C. Ruang Lingkup 7
D. Tujuan Penelitian 8
E. Kegunaan Penelitian 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perjanjian 9
1. Perikatan dan Perjanjian 9
2. Unsur-Unsur Perjanjian 10
3. Asas-Asas Perjanjian 11
4. Syarat Sahnya Perjanjian 14
5. Akibat Hukum Perjanjian yang Sah 18
B. Puskesmas 20
1. Pengertian Puskesmas 20
2. Kewenangan dan Fungsi Puskesmas 22
C. Bidan 24
1. Pengertian Bidan 24
2. Hak dan Kewajiban Bidan 26
3. Bidan Praktik Mandiri (BPM) 27
4. Pelayanan Kebidanan 28
D. Jaminan Kesehatan Nasional 30
1. Pengertian Jaminan Kesehatan 32
2. Peserta Jaminan Kesehatan 32
E. Kerangka Pikir 35
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 37
B. Tipe Penelitian 38
C. Pendekatan Masalah 38
D. Data dan Sumber Data 39
E. Metode Pengumpulan Data 40
F. Metode Pengolahan Data 42
G. Analisis Data 42
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Antara Puskesmas Dan BPM Tentang Pemberian Pelayanan Kebidanan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 43
B. Penyelesaian Perselisihan Apabila Terjadi Wanprestasidalam Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama antara Puskesmas dan BPM Tentang Pemberian Pelayanan Kebidanan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 66
V. PENUTUP
A. Kesimpulan 71
B. Saran 72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Halaman
1. Tarif Pelayanan Kebidanan Peserta JKN padaTahun 2017 49
2. Daftar Pemberian Pelayanan Kebidanan Peserta JKN oleh BPM Asbiallah, Amd. Keb., SKM Tahun 2017 56
3. Daftar Pemberian Pelayanan Kebidanan Peserta JKN oleh BPM Desti Meldiani, Amd. Keb. Tahun 2017 58
4. Daftar Pemberian Pelayanan Kebidanan Peserta JKN oleh BPM Ni Xxxx Xxxxxxxxx, Amd. Keb. Tahun 2017 60
5. Daftar Pemberian Pelayanan Kebidanan Peserta JKN oleh BPM Herlina, X.XX. Tahun 2017 61
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah modal utama dalam rangka pertumbuhan kehidupan bangsa dan mempunyai peranan penting dalam pembentukan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera.1 Kesehatan merupakan hak sekaligus kebutuhan manusia. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Begitu pula dalam Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menegaskan bahwa: “Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Setiap warga negara berhak atas kesehatan termasuk bagi masyarakat yang lemah dan tidak mampu. Pasal 34 UUD 1945 menyebutkan “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan dibentuknya jaminan
1 Xxxxxxxxx, dkk, Hukum kesehatan, Yogyakarta, Litera, 2018, hlm. 1.
sosial yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang salah satu programnya adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Guna mendukung penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS Kesehatan bekerja sama dengan fasilitas kesehatan melalui perjanjian kerjasama.
Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan bahwa jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran jaminan kesehatan atau iuran jaminan kesehatannya dibayar oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Sebelum adanya program JKN pemerintah telah merintis beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan yaitu Askes Sosial bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), penerima pensiun dan veteran, Jamsostek bagi pegawai BUMN serta swasta, dan Jaminan Kesehatan bagi TNI dan Polri. Sejak tahun 2005 Kementrian Kesehatan telah melaksanakan program jaminan kesehatan yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dengan nama Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM) atau yang lebih dikenal dengan program Askeskin (Asuransi Kesehatan bagi Rakyat Miskin). Mulai tahun 2008 sampai tahun 2013 program ini berubah nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), untuk pelayanan kebidanan disebut Jaminan Persalinan (Jampersal). Seiring dengan adanya program JKN yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014, semua program pemerintah yang telah dijalankan tersebut
diintegrasikan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).2
Seorang bidan dapat turut serta dalam pemberian pelayanan kebidanan kepada peserta JKN. Xxxxx adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bidan yang telah terdaftar ditandai dengan kepemilikan Surat Tanda Registrasi Bidan (STRB). Bidan yang telah lulus dari pendidikan kebidanan dan telah memiliki STRB belum dapat melakukan praktik kebidanan. Untuk itu, Bidan memerlukan Surat Izin Praktik Bidan (SIPB). Seorang bidan dapat melakukan praktik di berbagai tatanan pelayanan termasuk di rumah, rumah sakit, klinik, atau instansi kesehatan pemerintah.
Bidan dalam menjalankan praktik, minimal memiliki kualifikasi jenjang pendidikan Diploma III (DIII) Kebidanan. Bidan yang menjalankan praktik kebidanan secara mandiri disebut Bidan Praktik Mandiri (BPM).3 Bidan memberikan pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan. Xxxxx mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan antenatal dan persiapan menjadi
2 xxxxx://Xxxxxxx.xxxxxx.xx.xx/?xx0000 diakses pada 12 Desember 2018
3 Bidan Praktik Mandiri (BPM) adalah suatu institusi pelayanan kesehatan secara mandiri yang memberikan pelayanan dalam lingkup praktik kebidanan, dimana bidan dengan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki dapat memberikan pelayanan kepada pasien.
orang tua serta depat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak. 4
Saat ini, penting bagi bidan untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan agar seluruh masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan terutama pelayanan kebidanan. Namun, dalam implementasi program JKN saat ini bidan belum dapat bekerja sama secara langsung dengan BPJS Kesehatan. Bidan harus berjejaring dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, antara lain puskesmas, praktik dokter, atau klinik melalui perjanjian5. Ketentuan tersebut dibuat untuk menyederhanakan proses administrasi perjanjian kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini juga dapat mempermudah koordinasi dan pengawasan terhadap bidan karena bidan wajib memberikan laporan kepada FKTP yang telah berjejaring mengenai pelayanan yang diberikan.
Puskesmas sebagai salah satu FKTP berperan penting dalam penyelenggaraan JKN. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
4 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
5 Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Perjanjian yang dibuat secara sah dan mengikat berlaku sebagai undang-undang bagi pihak pihak yang membuatnya, tidak dapat dibatalkan secara sepihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.
masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai perjanjian tersebut, penulis meneliti beberapa perjanjian Bidan Praktik Mandiri yang berjejaring dengan Puskesmas untuk pemberian pelayanan kebidanan peserta JKN antara lain BPM Asbiallah, Amd. Keb., SKM. dan BPM Desti Meldiani, Amd., Keb. dengan Puskesmas Poncowati dan BPM Ni Xxxx Xxxxxxxxx, Amd., Keb. dan BPM Herlina, X.XX dengan Puskesmas Seputih Mataram. Dokumen perjanjian yang digunakan dalam kerjasama ditandatangani antara Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah dan Bidan Praktik Mandiri. Perjanjian kerjasama merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap hak dan kewajiban kedua belah pihak dan merupakan titik awal pengambilan sikap bagi Bidan Praktik Mandiri apakah akan mendukung atau tidak mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.
Terdapat perbedaan pada perjanjian kerjasama pemberian pelayanan kebidanan pada saat berlangsungnya program JKN dengan program sebelumnya yaitu Xxxxxxxxx dilihat dari para pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian pemberian pelayanan kebidanan saat berlaku Jamkesmas dibuat antara Dinas Kesehatan Kabupaten dan Bidan Praktik Swasta, sedangkan saat ini perjanjian dibuat antara FKTP dan Bidan Praktik Mandiri. Pelaksanaan Jamkesmas dirasa lebih mudah karena bidan dapat langsung bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan pencairan dana klaim atas pelayanan kebidanan dapat
dilaksanakan dengan baik dan cepat jika dibandingkan dengan program JKN yang bermasalah dalam waktu pencairan dana klaim. Berdasarkan alasan tersebut, minat BPM untuk berjejaring dengan FKTP terutama Puskesmas masih rendah, ditambah tidak adanya sanksi ataupun penghargaan yang diberikan bagi BPM yang bersedia atau tidak bersedia untuk berjejaring.6 Berdasarkan data tahun 2017 dari 10 (sepuluh) BPM di wilayah kerja Puskesmas Poncowati hanya 4 (empat) BPM yang berjejaring dengan Puskesmas Poncowati dan dari 16 (enam belas) BPM di wilayah kerja Puskesmas Seputih Mataram hanya 2 (dua) BPM yang berjejaring dengan Puskesmas Seputih Mataram untuk pemberian pelayanan kebidanan.
Perjanjian kerjasama antara Puskesmas dan Bidan Praktik Mandiri berlaku selama satu tahun dan dapat diperpanjang kembali. Perjanjian berisi cakupan pelayanan kebidanan yang akan diberikan kepada peserta JKN diantaranya pelayanan pemeriksaan kehamilan, persalinan, pemeriksaan bayi baru lahir, pemeriksaan pasca persalinan, dan pelayanan Keluarga Berencana (KB). Perjanjian juga berisi hak dan kewajiban yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang dalam hal ini harus dipatuhi dan dilaksanakan.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan suatu perjanjian terdapat kemungkinan terjadi penyimpangan dari isi perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh para pihak seperti adanya kendala dalam pemberian pelayanan kebidanan kepada peserta JKN ataupun pembatalan perjanjian secara sepihak. Oleh karena itu, untuk
X.XX.
6 Wawancara dengan Bidan Xxxxxxx, X.XX., tanggal 9 Desember 2018 di BPM Herlina
menghindari perselisihan diperlukan adanya sanksi yang harus dicantumkan didalam perjanjian tersebut.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai Perjanjian Kerjasama antara Puskesmas dan Bidan Praktik Mandiri Tentang Pemberian Pelayanan Kebidanan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:
a. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Puskesmas dan Bidan Praktik Mandiri tentang pemberian pelayanan kebidanan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
b. Bagaimanakah penyelesaian perselisihan apabila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Puskesmas dan Bidan Praktik Mandiri tentang pemberian pelayanan kebidanan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah dalam lingkup hukum perdata khususnya dalam bidang perjanjian dimana penulis memberikan batasan penelitian pada perjanjian kerjasama BPM Asbiallah, Amd. Keb., SKM. dan BPM Desti Meldiani, Amd. Keb. yang berjejaring dengan Puskesmas Poncowati dan BPM Ni Xxxx Xxxxxxxxx, Amd. Keb. dan BPM Xxxxxxx, X.XX. yang berjejaring dengan
Puskesmas Seputih Mataram mengenai pemberian pelayanan kebidanan peserta JKN untuk menjawab permasalahan yang telah disebutkan.
D. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Memahami dan menganalisis mengenai pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Puskesmas dan Bidan Praktik Mandiri tentang pemberian pelayanan kebidanan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
b. Memahami dan menganalisis mengenai penyelesaian perselisihan apabila terjadi wanprestasi yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Puskesmas dan Bidan Praktik Mandiri tentang pemberian pelayanan kebidanan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
E. Kegunaan penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menunjang pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum perdata mengenai perjanjian kerjasama.
b. Kegunaan Praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan bacaan atau referensi bagi mahasiswa, masyarakat, atau peneliti lain yang akan mengkaji mengenai masalah yang terkait dengan penelitian ini.
2) Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perjanjian
1. Perikatan dan Perjanjian
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda verbintenis. Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum (rechtsfeiten) yang dapat berupa:
a. Perbuatan, misalnya, jual beli, utang-piutang, hibah.
b. Kejadian, misalnya, kelahiran, kematian, pohon tumbang.
c. Keadaan, misalnya, pekarangan berdampingan, rumah susun.
Peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum antara pihak yang satu dan pihak yang lain, dalam hubungan hukum tersebut setiap pihak memiliki hak dan kewajiban timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu terhadap pihak lainnya dan pihak lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, juga sebaliknya.7
Mengenai sumber-sumber perikatan, oleh undang-undang diterangkan bahwa suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan (perjanjian) atau dari undang- undang. Perikatan yang lahir dari perxxxxxxx, memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir
7 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perdata Indonesia, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, 2014, hlm. 229.
dari undang-undang diadakan oleh undang-undang diluar kemauan para pihak yang bersangkutan.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Peristiwa ini menimbulkan suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya, dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Apabila dua orang mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu ikatan hukum. Mereka terikat satu sama lain karena janji yang telah mereka berikan, dan tali perikatan ini barulah putus jika janji itu sudah dipenuhi.8
2. Unsur-Unsur Perjanjian
Unsur-unsur perjanjian ada 3 (tiga), yaitu:9
a. Unsur Essensialia
Eksistensi dari suatu perjanjian ditentukan secara mutlak oleh unsur essensialia, karena tanpa unsur ini suatu janji tidak pernah ada. Contohnya tentang “sebab yang halal”, merupakan essensialia akan adanya perjanjian.
8 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 2018, hlm. 1-3.
9 I xxxxx Xxx xxxxxxxx, Hukum Perikatan, Jakarta, Sinar Grafika, 2016, hlm. 43.
b. Unsur Naturalia
Unsur ini dalam perjanjian diatur dalam undang-undang, tetapi para pihak boleh menyingkirkan atau menggantinya, dalam hal ini ketentuan undang- undang bersifat mengatur atau menambah (regelend atau aanvulendrecht). Misalnya kewajiban penjual menanggung biaya penyerahan atau kewajiban pembeli menanggung biaya pengambilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1476 KUHPerdata.
c. Unsur Accidentalia
Unsur ini sama halnya dengan unsur naturalia dalam perjanjian yang sifatnya penambahan dari para pihak. Undang-undang (hukum) sendiri tidak mengatur tentang hal itu. Misalnya pilihan domisili, dan pilihan hukum.
3. Asas- Asas Perjanjian
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur maupun belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, akan tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
b. Asas Pelengkap
Asas ini mempunyai arti bahwa ketentuan undang-undang dapat tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang, akan tetapi apabila dalam perjanjian
yang mereka buat tidak ditentukan lain, berlakulah ketentuan undang-undang. Asas ini hanya mengenai rumusan hak dan kewajiban pihak-pihak.
c. Asas Konsensual
Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapai kata sepakat (konsensus) antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum. Berdasar pada asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat itu cukup secara lisan saja, sebagai penjelmaan dari asas “manusia itu dapat dipegang mulutnya”, artinya dapat dipercaya dengan kata-kata yang diucapkannya, akan tetapi ada perjanjian tertentu yang dibuat secara tertulis, misalnya perjanjian perdamaian, hibah, dan pertanggungan (asuransi). Tujuannya adalah untuk bukti lengkap mengenai apa yang mereka perjanjikan. Perjanjian dengan formalitas tertentu ini disebut perjanjian formal. 10
d. Asas Kepribadian
Asas ini diatur dalam Pasal 1315 jo. Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 yang berbunyi “pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji selain dari pada untuk dirinya sendiri”. Pasal 1340 berbunyi “persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”.
Suatu perjanjian itu hanya berlaku bagi yang mengadakan perjanjian itu sendiri, maka pernyataan tersebut dapat dikatakan menganut asas kepribadian, namun ada pengecualian terhadap asas ini yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang
10 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 295.
berbunyi “Lagi pula diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna untuk kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seseorang untuk dirinya sendiri, atas suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain, memuat suatu janji yang seperti itu”.11
e. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian tersebut secara seimbang. Kreditur mempunyai hak untuk menuntut prestasi, bila perlu melalui kekayaan debitur, tetapi ia juga berkewajiban melaksanakan janji itu dengan iktikad baik, dengan demikian terlihat hak kreditur kuat yang diimbangi dengan kewajiban memperhatikan iktikad baik, sehingga kreditur dan debitur keduanya seimbang.12
f. Asas Kepastian Hukum
Suatu perjanjian merupakan perwujudan hukum sehingga mengandung kepastian hukum. Hal ini tersirat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.
g. Asas Moral
Asas ini dapat dijumpai dalam perbuatan sukarela dari seseorang seperti zaakwaarneming yang diatur dalam Pasal 1354 KUHPerdata yang berbunyi “Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-
11 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 47.
12 Ibid., hlm. 48.
diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu”.
Asas ini juga dapat ditemui dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang memberi motivasi kepada pihak-pihak untuk melaksanakan perjanjian yang tidak hanya hal-hal dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga kebiasaan dan kepatutan (moral).13
4. Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
“Sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat:
a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. suatu hal tertentu;
d. suatu sebab yang halal.”
a. Persetujan Kehendak (Kesepakatan)
Unsur subjek, minimal ada dua pihak dalam perjanjian yang mengadakan persetujuan kehendak antara pihak yang satu dengan yang lain. Kedua pihak dalam perjanjian harus memenuhi syarat-syarat kebebasan menyatakan kehendak, tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan satu sama lain. Persetujuan kehendak adalah kesepakatan antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Persetujuan itu sifatnya sudah final, tidak lagi dalam tawar-menawar.
13 I xxxxx Xxx xxxxxxxx, Loc. Cit.
Persetujuan kehendak itu bebas, tidak ada paksaan, tekanan/paksaan dari pihak manapun, murni atas kemauan sukarela pihak-pihak termasuk juga tidak ada kekhilafan atau penipuan. Dikatakan tidak ada paksaan apabila orang yang melakukan perbuatan itu tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya menakut-nakuti. Dikatakan tidak ada kekhilafan atau kekeliruan atau kesesatan jika salah satu pihak tidak khilaf atau tidak keliru mengenai pokok perjanjian atau sifat-sifat penting objek perjanjian, atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Dikatakan tidak ada penipuan apabila tidak ada tindakan menipu menurut arti undang-undang (Pasal
376 KUHP). Penipuan menurut arti undang-undang adalah dengan sengaja melakukan tipu muslihat dengan memberikan keterangan palsu atau tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui objek yang ditawarkan.14
b. Kecakapan
Orang-orang atau pihak-pihak dalam membuat suatu perjanjian haruslah cakap menurut hukum, hal ini ditegaskan dalam Pasal 1329 KUHPerdata berikut: “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika oleh undang- undang tidak dinyatakan tak cakap”.
Undang-undang yang dimaksud menyatakan tidak cakap itu adalah Pasal 1330 KUHPerdata, yakni orang-orang yang belum dewasa; mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang- undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu.
14 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 299-300.
Mengenai orang-orang yang belum dewasa, kriterianya ditentukan oleh Pasal 330 KUHPerdata, yaitu “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan sebelumnya belum kawin”. Bila perkawinan mereka putus (cerai) sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam status belum dewasa.15
Berdasarkan penjelasan tersebut yang dimaksud cakap secara hukum adalah:
1) Telah berumur 21 tahun/ belum 21 tahun tetapi sudah pernah menikah;
2) Tidak berada di bawah pengampuan.
Hal ini berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata Jo. Pasal 330 KUHPerdata yang ditafsirkan secara terbalik (argumentum a contratio).
Jika salah satu pihak tidak cakap untuk membuat perjanjian maka perjanjian ini bercacad, karenanya dapat dibatalkan. Sebaliknya, orang yang berhak meminta pembatalan perjanjian itu juga dapat menguatkan perjanjian tersebut. Penguatan tersebut dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam.16
c. Hal (Objek) Tertentu
Objek tertentu atau dapat ditentukan berupa memberikan suatu benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, melakukan suatu perbuatan tertentu, atau tidak melakukan perbuatan tertentu. Suatu objek tertentu merupakan objek tertentu yang wajib dipenuhi. Objek itu harus tertentu atau sekurang- kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan mengenai objek perjanjian adalah untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak. Jika objek perjanjian
15 I Xxxxx xxx Xxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 63.
16 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa, 2017, hlm. 136.
itu kabur, tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin dilaksanakan, perjanjian itu batal.17
d. Sebab yang Halal
Tujuan perjanjian yang akan dicapai pihak-pihak itu sifatnya harus halal, artinya tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan masyarakat (Pasal 1337 KUHPerdata). Sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu bukan sebab yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan isi perjanjian itu sendiri yang menjadi tujuan yang akan dicapai pihak- pihak.
Akibat hukum perjanjian yang isi atau tujuannya tidak halal adalah batal. Dengan demikian, tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan objek perjanjian di muka pengadilan, demikian juga jika perjanjian yang dibuat tanpa sebab, dianggap tidak pernah ada (Pasal 1335 KUHPerdata).
Syarat pertama dan kedua yang disebutkan sebelumnya dinamakan syarat subjektif, karena menyangkut soal orang-orang yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek dari peristiwa yang dijanjikan itu.
Apabila dua syarat yang pertama tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan, adapun apabila dua syarat yang terakhir tidak dipenuhi, maka perjanjian ini batal demi hukum. Perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian sejak semula batal dan tidak mungkin menimbulkan akibat hukum bagi
17 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 302.
kedua belah pihak. Adapun perjanjian dapat dibatalkan, artinya salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta agar perjanjian itu dibatalkan.18
5. Akibat Hukum Perjanjian yang Sah
Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat dengan sah dan mengikat berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya, tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.19
a. Berlaku sebagai Undang-Undang
Perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Pihak pihak wajib menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang. Apabila ada pihak yang melanggar perjanjian yang mereka buat, dia dianggap sama dengan melanggar undang-undang. Sehingga diberi akibat hukum tertentu, yaitu sanksi hukum.
b. Tidak dapat Dibatalkan Sepihak
Perjanjian adalah persetujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga, akan tetapi jika ada alasan yang cukup menurut undang-undang, perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak.
c. Pelaksanaan dengan Itikad Baik
Itikad baik (te goeder trouw, in good faith) dalam Pasal 1338 KUHPerdata adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah
18 Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, Jakarta, Kencana, 2017, hlm. 288.
19 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 305
perjanjian itu sesuai norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan di atas rel yang benar.
Berdasarkan hal tersebut untuk membuat perjanjian diperlukan ketelitian dan kecermatan dari para pihak yang membuat suatu perjanjian. Adapun dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak ada beberapa hal yang minimal harus dicantumkan dalam kontrak tersebut20 :
a. Adanya para pihak (disebutkan kedudukan masing-masing);
b. Obyek perjanjian (hal apa yang menjadi dasar kerjasama);
c. Hak dan kewajiban para pihak;
d. Jangka waktu perjanjian atau kapan perjanjian dikatakan berakhir;
e. Ketentuan tentang ingkar janji dan akibatnya;
f. Ketentuan penyelesaian perselisihan;
g. Tandatangan para pihak.
Adapun mengenai anatomi suatu kontrak yang dibuat para pihak secara strukturnya adalah sebagai berikut :
a. Judul kontrak, dimana dalam suatu kontrak judul harus dibuat dengan singkat, padat, jelas, dan sebaiknya memberikan gambaran yang dituangkan dalam perjanjian tersebut.
b. Awal kontrak, dalam awal kontrak dibuat secara ringkas dan banyak digunakan seperti berikut :”yang bertanda tangan dibawah ini” atau “pada hari Senin, tanggal satu bulan Februari 2015, telah terjadi perjanjian. ”
20 Xxxxxxxx Xxxx, “Penerapan Prinsip-Prinsip Hukum Perikatan dalam Pembuatan Kontrak”, Mazahib, Vol. XIV, No. 1, Juni 2015, hlm. 94
c. Para pihak yang membuat kontrak, dibagian ini disebutkan para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut. Penyebutan para pihak mencakup nama, pekerjaan, usia, jabatan, alamat, serta bertindak untuk siapa.
d. Premis (recital) merupakan penjelasan mengenai latar belakang dibuatnya suatu perjanjian. Pada bagian ini diuraikan secara ringkas tentang latar belakang terjadinya kesepakatan.
e. Isi kontrak, dalam isi perjanjian biasa diwakili dalam pasal-pasal dan dalam setiap pasal diberi judul. Isi suatu perjanjian meliputi 3 unsur yaitu essensialia, naturalia, dan accidentalia. Unsur lain yang harus ada adalah penyebutan tentang upaya-upaya penyelesaian apabila terjadi perselisihan atau sengketa.
f. Akhir kontrak (penutup), pada bagian akhir perjanjian berisi pengesahan kedua belah pihak dan saksi-saksi sebagai alat bukti dan tujuan dari perjanjian.
B. Puskesmas
1. Pengertian Puskesmas
Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menyebutkan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas sebagai delegasi dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat primer. Pelayanan kesehatan masyarakat primer adalah pelayanan peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat.21
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat menyebutkan bahwa Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
Puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional. Persyaratan menjadi fasilitas kersehatan tingkat pertama untuk Puskesmas atau yang setara harus memiliki :
a. Surat Ijin Operasional;
b. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi, Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;
c. Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan;
21 R. Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx, Penguatan Upaya Kesehatan Masyarakat dan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan di Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2016, hlm. 82.
d. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan JKN.
2. Kewenangan dan Fungsi Puskesmas
Puskesmas sebagai satu satuan organisasi yang diberikan kewenangan kemandirian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan tugas- tugas operasional pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan. Pengertian batasan puskesmas dengan kewenangan kemandirian yang dimaksud adalah puskesmas yang mempunyai kewenangan sebagai berikut:22
a. Kewenangan menyelenggarakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan sesuai dengan situasi kondisi, kultur budaya dan potensi setempat;
b. Kewenangan mencari, menggali dan mengelola sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah, masyarakat, swasta dan sumber lain dengan sepengetahuan dinas kesehatan kabupaten/kota, yang kemudian dipertanggungjawabkan untuk pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya;
c. Kewenangan untuk mengangkat tenaga institusi/honorer, pemindahan tenaga, dan pendayagunaan tenaga kesehatan di wilayah kerjanya dengan sepengetahuan dinas kesehatan kabupaten/kota;
d. Kewenangan untuk melengkapi sarana dan prasarana termasuk peralatan medis dan non medis yang dibutuhkan.
22 Trihono, ARRIME, Pedoman Manajemen Puskesmas, Jakarta, Departemen Kesehatan, 2002 hlm.7.
Puskesmas di era desentralisasi mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu:23
a. Menggerakkan Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan memiliki makna bahwa puskesmas harus berperan sebagai motor dan motivator terselenggaranya pembangunan yang mengacu, berorientasi serta dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama. Pembangunan yang dilaksanakan di kecamatan, seyogyanya yang berdampak positif terhadap lingkungan sehat dan perilaku sehat, yang muaranya adalah peningkatan kesehatan masyarakat.
b. Memberdayakan Masyarakat dan Memberdayakan Keluarga
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non- instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat.
Pemberdayaan keluarga adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non- instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan mengambil keputusan untuk melakukan pemecahannya dengan benar, tanpa atau dengan bantuan pihak lain.
23 Ibid., hlm 10-13.
c. Memberikan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat mutlak perlu, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
C. Bidan
1. Pengertian Bidan
Ikatan Bidan Indonesia telah menjadi anggota International Confederation of Midwives (ICM) sejak 1956, dengan demikian seluruh kebijakan dan pengembangan profesi kebidanan di Indonesia merujuk dan mempertimbangkan kebijakan ICM. Definisi bidan menurut ICM dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan internasional / kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui kongres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane, Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (diregister) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.24
Berdasarkan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki
24 Xxxxxxxx Xxxx Is, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta, Kencana, 2017, hlm. 78.
kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.25
Bidan sebagai bagian dari tenaga profesional bidang kesehatan dalam memberikan pelayanan kebidanan bertanggung jawab dan bekerja dalam kemitraan dengan perempuan untuk:26
a. Memberikan dukungan, konseling dan pendidikan kesehatan, nasihat dan pelayanan selama kehamilan dan persiapan untuk menjadi orang tua;
b. Menolong persalinan dengan tanggung jawab sendiri;
c. Memberikan pelayanan kebidanan selama persalinan, baru lahir, bayi dan anak-anak di bawah lima tahun;
d. Mempromosikan kelahiran normal, termasuk langkah-langkah pencegahan;
e. Menyediakan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi perempuan;
f. Mendeteksi komplikasi pada ibu dan anak;
g. Mengakses layanan medis atau bantuan lain yang sesuai dengan kewenangan;
h. Melaksanakan pertolongan pertama pada kasus gawat darurat dan merujuk ke pelayanan kesehatan yang sesuai.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Kebidanan menyebutkan bahwa Bidan dapat menjalankan Praktik Kebidanan secara mandiri dan/atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya. Xxxxx lulusan pendidikan diploma tiga hanya dapat melakukan praktik kebidanan di fasilitas pelayanan kesehatan antara
25Xxxxxxx Xxxxxxx, Etika Profesi dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta, Pustaka Baru Press, 2016, hlm. 12
26Ibid., hlm. 14.
lain tempat praktik mandiri bidan yang diselenggarakan oleh bidan lulusan pendidikan profesi, klinik, puskesmas, dan rumah sakit. Bidan yang akan menjalankan praktik kebidanan wajib memiliki izin praktik dalam bentuk SIPB (Surat Izin Praktik Bidan). Bidan paling banyak mendapatkan 2 (dua) SIPB. 1 (satu) di tempat praktik mandiri bidan dan 1 (satu) di fasilitas pelayanan kesehatan selain tempat praktik mandiri bidan, atau 2 (dua) di fasilitas pelayanan kesehatan selain tempat praktik mandiri bidan.
2. Hak dan Kewajiban Bidan
Berdasarkan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Kebidanan, bidan dalam melaksanakan praktik kebidanan berhak :
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi, kewenangan, dan mematuhi kode etik, standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional;
b. Memperoleh informasi yang benar, jelas, jujur, dan lengkap dari klien dan/atau keluarganya;
c. Menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Menerima imbalan jasa atas pelayanan kebidanan yang telah diberikan;
e. Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar; dan
f. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesi.
Bidan dalam melaksanakan praktik kebidanan berkewajiban :
a. Memberikan pelayanan kebidanan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, dan mematuhi kode etik, standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai tindakan kebidanan kepada klien dan/atau keluarganya sesuai dengan kewenangannya;
c. Memperoleh persetujuan dari klien atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;
d. Merujuk klien yang tidak dapat ditangani ke dokter atau fasilitas pelayanan kesehatan;
e. Mendokumentasikan asuhan kebidanan sesuai dengan standar;
f. Menjaga kerahasiaan kesehatan klien;
g. Menghormati hak klien;
h. Melaksanakan tindakan pelempahan wewenang dari dokter sesuai dengan kompetensi bidan;
i. Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;
j. Meningkatkan mutu pelayanan kebidanan;
k. Mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan dan/atau keterampilannya melalui pendidikan dan/atau pelatihan; dan/atau
l. Melakukan pertolongan gawat darurat.
3. Bidan Praktik Mandiri (BPM)
Bidan Praktik Mandiri adalah suatu institusi pelayanan kesehatan secara mandiri yang memberikan pelayanan dalam lingkup praktik kebidanan, dimana bidan
dengan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki dapat memberikan pelayanan kepada pasien. Bidan yang menyelenggarakan praktik mandiri adalah bidan lulusan pendidikan profesi dan wajib memiliki Surat Izin Praktik Bidan (SIPB). SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah daerah kabupaten/kota kepada bidan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik kebidanan. Selain itu, terdapat persyaratan lain meliputi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, serta obat dan bahan habis pakai yang diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
4. Pelayanan Kebidanan
Pada prinsipnya dalam dimensi penyelenggaraan praktik kebidanan, pelayanan kebidanan merupakan keseluruhan tugas yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan masyarakat dan keluarga. Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka terwujudnya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.27
27 Ibid., hlm. 139.
Pasal 18 - Pasal 21 Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan mengatur bahwa setiap bidan dalam menyelenggarakan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a. Pelayanan Kesehatan Ibu
Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu tersebut berwenang melakukan episiotomi28, pertolongan persalinan normal, penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II, penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan, pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil, pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas, fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif, pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum, penyuluhan dan konseling, bimbingan pada kelompok ibu hamil, dan pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran.
b. Pelayanan Kesehatan Anak
Pelayanan kesehatan anak diberikan pada bayi baru lahir, anak xxxxxx, dan anak pra sekolah. Xxxxx dalam memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang melakukan pelayanan neonatal esensial29, penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan dengan perujukan, pemantauan tumbuh
28 Episiotomi adalah sayatan yang dibuat pada perineum (jaringan di antara jalan lahir bayi dan anus) pada saat proses persalinan.
29 Suatu pelayanan yang digunakan untuk menunjang kesehatan bayi yang baru lahir meliputi perawatan tali pusat dan perawatan pasca lahir, pencegahan hipotermia, menyusui bayi secara dini dan eksklusif, usaha bernafas spontan dan upaya pencegahan infeksi.
kembang bayi, anak xxxxxx, dan anak prasekolah, dan konseling dan penyuluhan.
c. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Perempuan dan Keluarga Berencana
Xxxxx dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, berwenang untuk:
1) Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
2) Memberikan alat kontrasepsi oral, kondom, dan suntikan.
Cakupan Pelayanan kebidanan dan neonatal bagi peserta jaminan kesehatan nasional adalah30:
a. Pelayanan pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC);
b. Persalinan;
c. Pemeriksaan bayi baru lahir;
d. Pemeriksaan pasca persalinan atau postnatal care (PNC);
e. Pelayanan KB.
D. Jaminan Kesehatan Nasional
Program Jaminan Kesehatan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013
30“Pelayanan kebidanan dan Neonatal”
xxxxx://xxxx-xxxxxxxxx.xx.xx/xxxx/xxxxxxxxxxx/x0000xxxx0x000xx00x00x00x00xx000.xxx diakses tanggal 15 September 2018.
tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dapat berupa:
1) Puskesmas atau yang setara;
2) Praktik dokter;
3) Praktik dokter xxxx;
4) Klinik pratama atau yang setara; dan
5) Rumah sakit kelas d pratama atau yang setara.
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan berupa:
1) Klinik utama atau yang setara;
2) Rumah sakit umum; dan
3) Rumah sakit khusus.
Bidan berdasarkan Bab V Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa pada penyelenggaraan JKN Bidan sebagai pemberi pelayanan kebidanan dan neonatal merupakan jejaring dari FKTP yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, dan dalam hal disuatu daerah Bidan berjejaring dengan FKTP milik Pemerintah Daerah, klaim dilakukan melalui FKTP milik Pemerintah Daerah. Setelah dibayar oleh BPJS FKTP Milik Pemerintah Daerah segera membayarkan secara utuh kepada Bidan Jejaring sesuai dengan besaran klaim terhadap pelayanan yang diberikan.
1. Pengertian Jaminan Kesehatan
Pengertian atas jaminan kesehatan menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran jaminan kesehatan atau iuran jaminan kesehatannya dibayar oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
2. Peserta Jaminan Kesehatan
Pasal 2 Perpres Jamkes membagi peserta jaminan kesehatan menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu:
a. Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan; dan
b. Bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan.
Peserta PBI jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud adalah meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. Sedangkan, peserta bukan PBI jaminan kesehatan diatur dalam Pasal 4 Perpres Jamkes sebagai berikut.
(1) Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya;
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya; dan
c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya.
(2) Pekerja Penerima Upah terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
f. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
g. Pegawai Swasta; dan
h. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf g yang menerima upah.
(3) Pekerja Bukan Penerima Upah terdiri atas:
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah.
(4) Bukan Pekerja terdiri atas:
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima pensiun;
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. Xxxxx, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
g. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran.
(5) Penerima pensiun terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d. Xxxxx, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c yang mendapat hak pensiun;
e. Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, huruf c; dan
f. Xxxxx, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf e yang mendapat hak pensiun.
(6) Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
(7) Jaminan Kesehatan bagi pekerja warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.
Sebelum menjadi peserta, para calon peserta diwajibkan untuk melakukan pendaftaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.31
31 Xxxxxx Xxxxxx, Hukum Jaminan Sosial Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2018, hlm. 55
PUSKESMAS
E. Kerangka Pikir
BIDAN PRAKTIK MANDIRI
PERJANJIAN KERJASAMA
PELAKSANAAN
PENYELESAIAN WANPRESTASI
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK
Keterangan
Bidan sebagai tenaga kesehatan yang ingin berpartisipasi dalam JKN harus terlebih dahulu berjejaring dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama melalui perjanjian kerjasama. Perjanjian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perjanjian kerjasama antara Puskesmas Poncowati dan BPM Asbiallah, Amd. Keb., SKM., Puskesmas Poncowati dan BPM Desti Meldiani, Amd. Keb.,
Puskesmas Seputih Mataram dan BPM Ni Xxxx Xxxxxxxxx, Amd. Keb., dan Puskesmas Seputih Mataram dan BPM Herlina, X.XX., tentang pemberian pelayanan kebidanan peserta JKN pada tahun 2017. Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berkewajiban untuk mengajukan klaim yang diajukan BPM ke BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Serta melakukan upaya agar BPJS Kesehatan membayar klaim kebidanan paling lambat tanggal 25 setiap bulan. Sedangkan, BPM berkewajiban untuk memberikan dan menyediakan fasilitas pelayanan kebidanan sesuai dengan standar. Perjanjian sepatutnya dilaksanakan sesuai dengan kewajiban dan hak masing-masing pihak yang telah disepakati bersama. Untuk menghindari terjadinya perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian, diperlukan adanya sanksi yang harus dicantumkan didalam perjanjian tersebut.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.32
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang- undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan
32 Xxxxxxx Xxxxxxxx, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 1984, hlm. 42-43.
atau implementasinya.33 Penelitian ini mengkaji mengenai isi perjanjian kerjasama antara puskesmas dan bidan praktik mandiri tentang pemberian pelayanan kebidanan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
B. Tipe penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif. Tipe penelitian deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku ditempat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat.34 Penelitian ini akan menganalisis mengenai isi dari perjanjian kerjasama antara puskesmas dan bidan praktik mandiri tentang pemberian pelayanan kebidanan peserta jaminan kesehatan nasional, kemudian hasil analisis akan dideskripsikan secara lengkap dan sistematis.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Langkah awal untuk menggunakan pendekatan normatif dengan menentukan pendekatan yang lebih sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, mengidentifikasi pokok bahasan berdasarkan rumusan masalah penelitian, membuat rincian subpokok bahasan berdasarkan setiap pokok bahasan hasil identifikasi, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan data, dan kesimpulan, serta laporan hasil penelitian dalam bentuk karya ilmiah.35
33 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandar Lampung, Citra Xxxxxx Xxxxx, 2004, hlm.101-102.
34 Ibid., hlm. 50.
35 Ibid., hlm. 112.
D. Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni perilaku para pihak terkait melalui penelitian. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara turun langsung ke lapangan guna mengumpulkan data yang diperlukan melalui wawancara dengan narasumber terkait.
Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil- hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya. Data sekunder terdiri dari:36
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan putusan hakim). Bahan hukum primer dalam penelitian ini meliputi :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Kebidanan
d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional sebagaimana diubah
36 Ibid., hlm. 82.
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional
f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah melahirkan, Penyelenggaraan Pelayananan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
i. Perjanjian Kerjasama antara Puskesmas dan Bidan Praktik Mandiri tentang Pemberian Pelayanan Kebidanan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini meliputi buku-buku, dan jurnal-jurnal yang terkait dengan penelitian ini.
3. Bahan hukum tersier, yakni bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder (rancangan undang-undang, kamus hukum, dan ensiklopedia).
E. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas, dalam hal ini dilakukan dengan cara membaca dan mengutip peraturan perundang-undangan, buku atau literatur, dan informasi lain yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
2. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum, tetapi boleh diketahui oleh pihak tertentu, dalam penelitian ini studi dokumen berupa perjanjian kerjasama digunakan untuk melihat apakah perjanjian tersebut telah dibuat sesuai dengan aturan yang ada dan apakah kedua belah pihak telah melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan perjanjian kerjasama yang telah dibuat.
3. Wawancara
Wawancara adalah kegiatan pengumpulan data yang bersumber langsung dari responden penelitian di lapangan. Narasumber yang diwawancarai antara lain Bidan Asbiallah, Amd. Keb., SKM., Bidan Desti Meldiani, Amd. Keb., Bidan Ni Xxxx Xxxxxxxxx, Amd. Keb., Bidan Xxxxxxx, X.XX., xx. Xxxxx Xxxxxxxxxx, dan Xxxx Xxxxxxxx.
F. Metode Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul kemudian akan diolah melalui tahap tahap berikut ini37:
1. Pemeriksaan Data (Editing)
Pembenaran apakah data yang terkumpul melalui studi pustaka, dokumen, dan wawancara sudah dianggap lengkap, relevan, jelas, tidak berlebihan, dan tanpa kesalahan.
2. Penandaan Data (Coding)
Pemberian tanda pada data yang sudah diperoleh, baik berupa penomoran ataupun pengunaan tanda atau simbol atau kata tertentu yang menunjukkan golongan/kelompok/klasifikasi data menurut jenis dan sumbernya, dengan tujuan untuk menyajikan data secara sempurna, memudahkan rekonstruksi serta analisis data.
3. Penyusunan / Sistematisasi Data (Constructing / Systematizing) Mengelompokkan secara sistematis data yang sudah diedit dan diberi tanda itu menurut klasifikasi data dan urutan masalah.
G. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menguraikan dan menjelaskan secara lengkap dan sistematis hasil penafsiran terhadap data hasil penelitian untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini sehingga dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan.
37 Ibid., hlm. 91.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang telah disebutkan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya adalah memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah disepakati oleh pihak-pihak sehingga tercapai tujuan mereka. Pelaksanaan perjanjian kerjasama antara kerjasama antara Puskesmas Poncowati dan BPM Asbiallah, Amd. Keb., SKM., Puskesmas Poncowati dan BPM Desti Meldiani, Amd. Keb., Puskesmas Seputih Mataram dan BPM Ni Xxxx Xxxxxxxxx, Amd. Keb., dan Puskesmas Seputih Mataram dan BPM Herlina, X.XX., tentang pemberian pelayanan kebidanan peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) pada tahun 2017 telah berjalan dengan baik. Peserta JKN yang menerima pelayanan kebidanan juga merasa puas dengan pelayanan yang telah diberikan.
2. Penyelesaian perselisihan apabila terjadi wanprestasi dilakukan dilakukan secara musyawarah dan mufakat oleh para pihak. Apabila penyelesaian secara musyawarah tidak berhasil mencapai mufakat, maka para pihak sepakat untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan Negeri Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.
72
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disarankan untuk kedua belah pihak yaitu Puskesmas dan Bidan Praktik Mandiri diharapkan dapat membuat perjanjian dengan lebih efektif dengan tidak memasukkan jenis pelayanan yang bukan pelayanan kebidanan yang dapat dilakukan oleh Bidan Praktik Mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-Buku
Is, Xxxxxxxx Xxxx. 2017. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Kencana. Xxxxxxxxx. dkk. 2018. Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Litera.
Xxxxxxx, Xxxxxxx. 2016. Etika profesi dan Hukum Kesehatan (Perspektif Profesi Bidan dalam Pelayanan Kebidanan di Indonesia). Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxx. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandar Lampung: Citra Xxxxxx Xxxxx.
. 2014. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx.
Setiawan, I Xxxxx Xxx. 2016. Hukum Perikatan. Jakarta: Sinar Grafika. Simanjuntak. 2017. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Kencana.
Xxxxxxxx, Xxxxxxx. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. Subekti. 2018. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.
. 2017. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
Trihono. 2002. ARRIME, Pedoman Manajemen Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Xxxxxx, Xxxxxx. 2018. Hukum Jaminan Sosial Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
2. Jurnal
Malimpa, Xxxxx dan Xxxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx Xxxxxx. “Analisis Fungsi Manajemen Bidan Koordinator Puskesmas dalam Pelaksanaan Program ASI Eksklusif di Kabupaten Magelang”. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 3, Nomor 1, Januari 2015.
Xxxx, Xxxxxxxx. “Penerapan Prinsip-Prinsip Hukum Perikatan dalam Pembuatan Kontrak”. Mazahib, Vol. XIV, No. 1, Juni 2015.
Xxxxxxxx, Xxxx. ”Perlunya Revitalisasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu Politik, Volume 9 Nomor 2, Oktober 2018.
3. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah melahirkan, Penyelenggaraan Pelayananan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan
4. Sumber Lain xxxxx://xxxx-xxxxxxxxx.xx.xx xxxxx://Xxxxxxx.xxxxxx.xx.xx xxxx://xxxxxxxxxxxx.xxx