FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
FUNGSI SERIKAT PEKERJA SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE
(Skripsi)
Oleh XXXXXXX XXXXXXXXXX
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
FUNGSI SERIKAT PEKERJA SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE
Oleh XXXXXXX XXXXXXXXXX
Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Serikat Pekerja dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) harus berjalan sesuai yang diharapkan. Hal ini dikarenakan Serikat Pekerja berkontribusi dalam pembuatan PKB sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Permenaker Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran PKB. Permasalahan penelitian ini yaitu 1) Bagaimanakah fungsi Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan PKB di PT Great Giant Pineapple? dan 2) Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penghambat Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan PKB di PT Great Giant Pineapple?
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan dan studi kepustakaan. Analisis data dalam penelitian menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Fungsi Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan PKB di PT GGP yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi pekerja, serta merumuskan dan merundingkan pembuatan PKB. Fungsi merumuskan dan merundingkan dalam pembuatan PKB di PT GGP terlaksana dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi pekerja di PT GGP belum terlaksana dengan baik dikarenakan Serikat Pekerja di PT GGP belum optimal dalam melaksanakan dan menyalurkan aspirasi pekerja berdasarkan peraturan yang berlaku. 2) Faktor-faktor yang menjadi penghambat adalah kurangnya pemahaman pengurus Serikat Pekerja dalam pembuatan PKB, sulitnya menyesuaikan masing-masing pendapat anggota dalam perundingan pembuatan PKB, ketidaksepahaman antara Serikat Pekerja dengan Manajemen Pengusaha terkait dari isi pasal-pasal dalam PKB yang akan dibuat, dan sulitnya menentukan jadwal maupun menyesuaikan waktu dalam pembuatan PKB dengan tim perunding dari pihak Pengusaha.
Saran penelitian ini adalah diperlukan peningkatan kompetensi sumber daya manusia terhadap Serikat Pekerja agar menjalankan fungsinya dengan maksimal. Diperlukan bantuan dan fasilitas dari pemerintah dalam membentuk PKB seperti mengadakan kegiatan training, materi, sosialisasi, ataupun lokakarya mengenai PKB dalam upaya untuk memberikan pemahaman bagi pengurus Serikat Pekerja untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan PKB.
Kata Kunci: Serikat Pekerja, Perjanjian Kerja Bersama (PKB), PT GGP
ABSTRACT
FUNCTION OF LABOR UNION AS PARTIES IN THE MAKING OF A COLLECTIVE LABOR AGREEMENT (PKB) IN PT GREAT GIANT PINEAPPLE
By
XXXXXXX XXXXXXXXXX
Labor Union is an organization that formed from, by, and for workers to fight for, defend and protect the rights and interests of workers and to improve the welfare of workers and their families. Labor Union in the making of Collective Labor Agreement (PKB) must run as expected. This is because Labor Union contribute to the creation of a PKB as regulated in Law Number 21 of 2000 concerning Labor Union, Law Number 13 of 2003 concerning Employment, and Regulation of the Minister of Employment Number 28 of 2014 concerning Procedures for Making and Ratifying Company Regulations and the Making and Registration of Collective Labor Agreements. In the study took the formulation of the problem are: 1) How the function of Labor Union as a party in making Collective Labor Agreements (PKB) in PT Great Giant Pineapple? And 1) What are the factors that hamper the Labor Union as a party in making a Collective Labor Agreements (PKB) in PT Great Giant Pineapple?
This type of research is normative and empirical juridical research. Data sources used in this study are primer data and secondary data. The method of data collection is done by field studies and literature studies. Data analysis in the study used descriptive qualitative analysis.
The results showed that 1) The function of the Labor Union as a party in making PKB in PT GGP is to accommodate and channel the aspirations of workers, as well as to formulate and negotiate the making of PKB. The function of formulating and negotiating in the making of PKB in PT GGP is carried out properly in accordance with applicable regulations. The function of accommodating and channeling the aspirations of workers at PT GGP has not been implemented properly because the Labor Union at PT GGP have not been optimal in implementing and channeling the aspirations of workers based on applicable regulation. 2) Factors that become obstacles are: misunderstanding of Labor Union officials in making PKB, the difficulty of adjusting each member's opinion in the negotiation of the PKB making, negotiations on the making of a PKB there is a disagreement between the Labor Union and the Management in relation to the contents of the articles in the PKB to be made, and the difficulty of determining the schedule and adjusting the time in making the PKB with the negotiating team from the Management.
The suggestion of this research is that it is necessary to improve the competence of human resources for Labor Union to carry out their functions to the fullest, assistance and facilities from the government are needed in forming PKB such as conducting training activities, materials, socialization or workshops on PKB in an effort to provide understanding for Labor Union officials to complete a problem related to PKB.
Keywords: Labor Union, Collective Labor Agreement (PKB), PT GGP
FUNGSI SERIKAT PEKERJA SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE
Oleh XXXXXXX XXXXXXXXXX
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Xxxxxxx Xxxxxxxxxx, lahir di Kota Bandar Lampung pada tanggal 14 Januari 1997, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, putra dari xxxxxxxx Xxxxx Dr. Xx. Xxxxxxx, X.Xx., dan Ibu Ir. Xxxxxxxxxx, X.X.
Riwayat pendidikan formal yang penulis tempuh dan selesaikan adalah pada Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Gunung Terang Bandar Lampung lulus pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Kautsar Bandar Lampung lulus pada tahun 2012, Sekolah Menegah Atas (SMA) Al-Kautsar Bandar Lampung lulus pada tahun 2015.
Selanjutnya pada tahun 2016 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada bulan Januari-Februari 2019, Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Periode I tahun 2019 di Kampung Sinar Gading, Kecamatan Kasui, Kabupaten Way Kanan.
MOTO
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(Q.S. Al-Baqarah: 286)
“Xxxxxx pernah berhenti. Teruslah maju, tidak peduli apa yang terjadi dan yang diambil darimu. Bahkan ketika hidup sangat tidak adil, jangan menyerah.” (Xxxx Xxxxxxxx da Firenze)
“Ketika engkau susah di dunia ini. Sabarlah, karena ia hanya sementara. Ketika engkau diberi kesenangan di dunia ini jangan bangga dan sombong karena ia juga hanya sementara.”
(Xxxxxx Xxxxx Xxxxx)
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah SWT Kupersembahkan Skripsi ini kepada:
Kedua Orang tuaku tercinta
Dr. Xx. Xxxxxxx, X.Xx. dan Ir. Xxxxxxxxxx, X.X.
Sebagai orang tua penulis tercinta yang telah mendidik, membesarkan dan membimbing penulis menjadi sedemikian rupa yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus dan memberikan doa yang selalu memberikan semangat, dan harapan. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan kepada kedua Orang tuaku tercinta.
Xxxx-adikku
Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxx dan Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxxx yang menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Keluarga besarku atas semangat dan dukungannya untuk keberhasilanku
Almamaterku tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, sebab hanya dengan kehendak-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:
Fungsi Serikat Pekerja Sebagai Pihak Dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di PT Great Giant Pineapple. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini banyak mendapatkan bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Xxx Xxxxxxxxx, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Pembimbing I, atas bimbingan dan saran yang diberikan dalam proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini.
2. Xxx Xxx Xxxxxxx, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Administrasi Negara sekaligus Pembimbing II, atas bimbingan dan saran yang diberikan dalam proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini.
3. Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxx, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara sekaligus Penguji Utama, atas masukan dan saran yang diberikan dalam proses perbaikan skripsi ini.
4. Ibu Xxx Xxxxxxx, S.H., M.H., selaku Pembahas II, atas masukan dan saran yang diberikan dalam proses perbaikan skripsi ini.
5. Prof. Xx. Xxxxxxxx, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik, atas bimbingannya. Penulis berharap bapak sehat selalu.
6. Om Xxxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H., atas bantuan, dukungan, dan beliau yang membuat penulis mengambil bagian Hukum Administrasi Negara.
7. Para narasumber yaitu Xxxxx Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx P, S.E. selaku Ketua PUK SPSI PT Great Giant Pineapple, Bang Xxxx Xxxxxxxxxx selaku Industrial Specialist PT Great Giant Pineapple, Xxxxx Xxxx dan Xxxx selaku Pekerja di PT Great Giant Pineapple, Xxx Xxxxx Xxxxxxxx Mumpuni, S.H. selaku Kepala Seksi Pembinaan Organisasi Pekerja, Pengusaha, dan Lembaga Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Lampung, dan Ibu Xx. Xxxxxxxxxx, M.TA. selaku Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Lampung atas bantuan dan informasi serta kebaikan yang diberikan demi keberhasilan pelaksanaan penelitian skripsi ini.
8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya bagian Hukum Administrasi Negara yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
9. Kepada orang tuaku, Bapak Dr. Xx. Xxxxxxx, X.Xx., dan Ibu Ir. Sukmawarni,
M.M. yang sangat kucintai, kusayangi dan kuhormati, terima kasih atas doa, dukungan, motivasi serta perjuangan luar biasa yang selama ini diberikan demi kesuksesan dan keberhasilan anaknya. Semoga kelak penulis terus membanggakan kalian.
10. Adikku yang sangat kucintai dan kubanggakan, Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxx dan Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxxx terimakasih atas dukungan luar biasa dan kasih sayang tiada henti selama ini sehingga aku dapat menjadi kakak yang akan terus membanggakanmu.
11. Sahabat-sahabat dari awal perkuliahan terbaik yang telah banyak membantu, Xxxxxxxx Xxx Xxxxxxx X.X., Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxx Xxxxx S.H., Bang Xxxx Xxxxx Rulanda, S.H., Xxxxx Xxxxxx, Ramanda Cry terima kasih telah membuat penulis terhibur dan bersemangat selama kuliah hingga selesainya skripsi ini. Semoga persahabatan kita tidak lekang oleh waktu.
12. Sahabat-sahabat terbaik sejak SMP, Xxxx, Xxxxxxx, Xxxxxxx, Xxxx, Xxxxx, Xxxxx, Afridho, terima kasih atas segala cerita yang kalian berikan kepadaku. Semoga kalian sukses selalu dan Penulis berharap persahabatan kita tidak lekang oleh waktu.
13. Teman-teman seperjuangan bersama Xxxxxxxxxx, Xxxx, Dwi, Xxxxx, Xxxx, Xxxxxxx, Xxxxx, Xxxxxx, Xxxx, Xxx, Xxxxx, dan teman-teman seperjuangan lainnya yang tidak disebutkan satu per satu, atas dukungan dan doanya, semoga kalian sukses selalu.
14. Teman-teman seperjuangan bagian Hukum Administrasi Negara, Aldi, Prima, Xxxxx, Xxxx, Xxxxxxx, Xxxx, Xxxxx, Xxxxxxx, Xxxx, Xxxxxxx, Xxxx, Xxxxxx, Xxxx, Xxxx, dan teman-teman yang tidak disebutkan satu per satu atas dukungan dan doanya yang kalian berikan selama ini, semoga kalian sukses selalu.
15. Keluarga Cemara KKN, Bapak Enharudin, Ibu Tri, Xxx E, Xxxx, Xxx, Xxxxx, Xxx, Xxxxx, Xxxx, Xxxx, Xxxx, dan Febri terima kasih atas cerita dan kebersamaan yang tidak bisa dilupakan.
16. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum angkatan 2015 yang tidak disebutkan satu per satu.
17. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, doa serta dorongan dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah memberikan balasan atas jasa dan xxxx xxxx yang telah diberikan kepada Penulis. Akhir kata, Xxnulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembacanya.
Bandar Lampung, Desember 2019 Penulis
Xxxxxxx Xxxxxxxxxx
DAFTAR ISI
ABSTRAK PERSETUJUAN PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN RIWAYAT HIDUP MOTO
PERSEMBAHAN SANWACANA DAFTAR ISI
Halaman
BAB I: PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 6
1.3. Tujuan Penelitian 7
1.4. Kegunaan Penelitian 7
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Serikat Pekerja 9
2.1.1. Pengertian Serikat Pekerja 9
2.1.2. Pembentukan Serikat Pekerja 11
2.1.3. Asas, Tujuan, dan Fungsi Serikat Pekerja 14
2.2. Hubungan Kerja 16
2.3. Perjanjian Kerja 18
2.3.1. Pengertian Perjanjian Kerja 18
2.3.2. Unsur-Unsur Perjanjian Kerja 19
2.3.3. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja 20
2.3.4. Xxxxxx dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja 21
2.4. Perjanjian Kerja Bersama 23
2.4.1. Pengertian Perjanjian Xxxxx Xxxsama 23
2.4.2. Fungsi dan Manfaat Perjanjian Kerja Bersama 25
2.4.3. Syarat-Syarat Perjanjian Xxxxx Xxxsama 28
2.4.4. Para Pihak dalam Perjanjian Kerja Bersama 30
2.4.5. Tata Cara Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama 32
2.4.6. Masa Berlaku Perjanjian Xxxxx Xxxsama 38
BAB III: METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Masalah 39
3.2. Sumber Data 39
3.3. Prosedur Pengumpulan Data 41
3.4. Prosedur Pengolahan Data 42
3.5. Analisis Data 42
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum 43
4.1.1. Gambaran Umum PT Great Giant Pineapple 43
4.1.1.1. Sejarah PT Great Giant Pineapple 43
4.1.1.2. Visi, dan Nilai PT Great Giant Pineapple 45
4.1.1.3. Struktur Organisasi PT Great Giant Pineapple 47
4.1.2. Gambaran Umum Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI)
PT Great Giant Pineapple 48
4.1.2.1. Sejarah SPSI PT Great Giant Pineapple 48
4.1.2.2. Struktur Organisasi Pengurus Unit Kerja SPSI
(PUK SPSI) PT Great Giant Pineapple 52
4.2. Fungsi Serikat Pekerja Sebagai Pihak dalam Pembuatan Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) di PT Great Giant Pineapple 53
4.2.1. Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Pekerja
dalam Pembuatan PKB di PT Great Giant Pineapple 58
4.2.2. Merumuskan dan Merundingkan Pembuatan Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) di PT Great Giant Pineapple 62
4.3. Faktor-Faktor Penghambat Serikat Pekerja Sebagai Pihak dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di PT
Great Giant Pineapple 74
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 79
5.2. Saran 80
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat UUD 1945, menjamin atas warga negara mendapat pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarga dan dirinya sendiri oleh karena itu maka semua warga Negara berhak atas pekerjaan yang layak yang sesuai UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) yaitu: Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pekerja atau buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Dalam memperjuangkan, melindungi, membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja atau buruh beserta keluarganya, serta untuk mewujudkan hubungan antara pekerja dan pengusaha yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan maka pekerja mempunyai hak kebebasan berserikat. Hak atas kebebasan berserikat bagi pekerja merupakan hak dasar yang dilindungi dan dijamin secara konstitusional. Di Indonesia kebebasan berserikat
dijamin dalam Undang Undang Dasar 1945. Pasal 28 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 jo Pasal 28E ayat (3) amandemen kedua Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dalam mewujudkan hak tersebut, pekerja harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mendirikan dan menjadi anggota Serikat Pekerja.
Dalam bagian umum penjelasan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, menyatakan bahwa pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin kelangsungan perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya, sehubungan dengan hal itu, Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Angka (17) yang dimaksud dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang di bentuk oleh, dari, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan buruh/pekerja dan keluarganya. Menurut undang-undang yang lain yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, definisi Serikat Pekerja/Serikat Buruh memiliki pengertian yang sama dengan apa yang disebutkan dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ini menunjukkan bahwa
kedua undang-undang ini memiliki pemahaman yang sama tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Berdasarkan pengertian tersebut nyata bahwa tugas pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh sangat berat, tetapi mulia. Oleh sebab itu, mereka diberikan jaminan, seperti yang diatur pada pasal 25-29, dan pasal 43 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.1
Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh selalu dikaitkan dengan hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja dan pemerintah.2 Salah satu fungsi dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh seperti yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama.
Melalui Serikat Pekerja segala aspirasi atau kepentingan pekerja disampaikan kepada pengusaha melalui negosiasi yang disebut dengan Perjanjian Kerja Bersama selanjutnya disingkat (PKB). PKB adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha, atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.3
1 Xxxxx Xxxxxx, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx, 2009, hlm. 222-223
2 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxx, Hubungan Industrial, Hubungan Antara Pengusaha dan Pekerja (Bipartid) dan Pemerintah (Tripartid), Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, 1999, hlm. 2
3 HS Xxxxxxxx xxx, Hukum Tenaga Kerja, Bandar Lampung: PKKPUU FH Unila, 2013, hlm. 49
PKB hanya dapat dirundingkan dan disusun oleh Serikat Pekerja yang didukung oleh sebagian besar pekerja diperusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian para pihak atau subjek yang membuat PKB adalah dari pihak buruh/pekerja diwakili oleh Serikat Pekerja atau beberapa serikat pekerja/buruh di perusahaan itu dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha. Maksud dengan perwakilan tersebut supaya pekerja lebih kuat posisinya dalam melakukan perundingan dengan majikan karena pengurus Serikat Pekerja umumnya dipilih orang yang mampu memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya.4 Dalam Pembuatan PKB, Serikat Pekerja melakukan negosiasi dengan pengusaha/organisasi pengusaha untuk memperjuangkan hak-hak pekerja seperti: upah yang layak, jaminan sosial yang memadai, pemenuhan hak-hak cuti, pembayaran lembur yang sesuai serta hak-hak pekerja lainnya yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Di dalam pelaksanaan PKB, Serikat Pekerja harus dapat memberikan informasi dan menjelaskan hak dan kewajiban anggota kepada anggotanya serta mewakili/mendampingi anggota.
PT Great Giant Pineapple selanjutnya disingkat (PT GGP) yang berlokasi di Kabupaten Lampung Tengah merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pengemasan buah-buahan dalam berbagai macam produk olahan maupun buah segar. Perusahaan ini telah memiliki Serikat Pekerja yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia selanjutnya disingkat (SPSI) yang merupakan organisasi resmi pada perusahaan yakni PT GGP dimana SPSI dapat bertindak untuk dan atas nama anggotanya dan dapat mewakili kepentingan semua pekerja.
4 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003, hlm. 67
Fungsi Serikat Pekerja dalam pembuatan PKB harus sesuai yang diharapkan. Hal ini dikarenakan Serikat Pekerja ikut berkontribusi dalam pembuatan PKB dalam hal usulan dan perbaikan PKB, dan Serikat Pekerja ikut mengesahkan/menandatangani PKB bersama pengusaha. Hal demikian dapat dimengerti bahwa PKB yang ada telah mencerminkan dari hasil kesepakatan bersama yang dirumuskan dengan memperhatikan semua kepentingan. Hingga saat ini PKB masih terdapat beberapa hal yang belum sesuai yang diharapkan menyangkut masalah kompetensi Serikat Pekerja dan belum memahami fungsinya dalam melakukan perundingan pembuatan PKB, pelaksanaan pembuatan PKB yang dilakukan kedua belah pihak masih belum berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku, Serikat Pekerja dengan pengusaha juga dalam pembuatan PKB saling berhadapan dan menyampaikan argumen masing-masing tersebut yang memuat kepentingan masing-masing dari kedua belah pihak. Bahkan perundingan tersebut terjadi tidak mencapai kesepakatan. Pada kondisi seperti ini akan menimbulkan masalah terutama terjadinya perselisihan hubungan industrial apabila dalam pembuatan PKB tidak dilakukan dengan baik.
PKB sebagai salah satu prasarana yang paling penting untuk peningkatan produksi dan produktivitas. Sering kali dalam pelaksanaan PKB tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam perjanjian, tidak terlaksananya PKB baik yang dilakukan oleh pengusaha maupun pekerja berdampak pada terjadinya perselisihan hubungan industrial, baik terjadi karena perbedaan penafsiran pasal-pasal yang ada dalam PKB, ketidakmampuan para pihak untuk melaksanakan isi PKB, adanya pelanggaran PKB oleh pengusaha maupun masih lemahnya pengawasan
ketenagakerjaan.5 Dampak itu dapat positif atau negatif. Berdampak positif apabila hubungan industrial itu berjalan dengan baik dan tercapai tujuannnya. Sebaliknya akan berdampak negatif apabila hubungan industrial itu gagal mencapai tujuannya.
PKB dalam suatu hubungan kerja akan tercipta suatu kedamaian dan ketenangan dalam melaksanakan hubungan kerja pada suatu perusahaan. Melalui PKB perbedaan pendapat dan kepentingan antara pekerja/buruh dapat dijembatani, semangat memberi dan menerima dapat ditumbuhkan dan keserasian diantara keduanya lebih mudah dicapai. Oleh karena itu penerapan PKB perlu disebarluaskan ke seluruh perusahaan-perusahaan agar setiap kepastian hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha menjadi lebih jelas.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “FUNGSI SERIKAT PEKERJA SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DI PT. GREAT GIANT PINEAPPLE”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah fungsi Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di PT Great Giant Pineapple?
5 xxxxx://xxx.xxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxx/000000/xxxxxxxxxx-xxxxx-xxxxxx-xxxxxxxxx-xxxxxxx-
perjanjian-kerja-bersama, diakses pada 22 Mei 2019 pukul 13.32
2. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penghambat Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di PT Great Giant Pineapple?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui fungsi Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di PT Great Giant Pineapple.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di PT Great Giant Pineapple.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan teoritis dan kegunaan praktis adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan Hukum Administrasi Negara khususnya Hukum Ketenagakerjaan dan lebih khusus lagi tentang fungsi Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Serikat Pekerja Indonesia serta masukan atau rekomendasi bagi Pemerintah Indonesia dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama antara Serikat Pekerja dan Pengusaha.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Serikat Pekerja
2.1.1. Pengertian Serikat Pekerja
Serikat Pekerja terdiri dari dua kata yaitu Serikat dan Pekerja. Serikat dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaitu perkumpulan, perhimpunan dan gabungan. Sedangkan pekerja dalam KBBI yaitu kegiatan melakukan sesuatu; yang dilakukan (diperbuat). Dengan demikian, pekerja dapat diartikan sebagai orang yang melakukan suatu kegiatan dimana kegiatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pekerja/buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul, berkumpul dalam suatu organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Hak menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Xxxxx merupakan hak asasi pekerja/buruh yang telah dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh dibentuk berdasarkan kedudukan pekerja/buruh yang lemah, sehingga membutuhkan suatu wadah supaya menjadi kuat. Keberadaan Serikat Pekerja ialah sebagai wadah penyambung aspirasi pekerja yang mengalami
masalah ataupun ketidakadilan dalam bekerja di perusahaan ataupun diluar perusahaan.
Kebebasan berserikat dan berkumpul termuat dalam konvensi ILO tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi, 1948 (No. 87) telah diratifikasi dan dituangkan dalam Keputusan Presidan RI No. 83 tahun 1998, dan Konvensi ILO tentang Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama, 1949 (No. 98) telah diratifikasi dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1956. Konvensi No. 87 dimaksudkan secara keseluruhan untuk melindungi kebebasan berserikat terhadap kemungkinan campur tangan pemerintah. Konvensi No. 98 ditujukan untuk mendorong pengembangan penuh mekanisme perundingan kolektif sukarela.6
Dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 jo. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Dari pengertian di atas, maka suatu Serikat Pekerja/Serikat Buruh harus mengandung sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.7
6 Xxxx Xxxxxxxxx, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 79 7 Xxxxx Xxxxxxxx, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008, hlm. 23
1. Bebas, maksudnya bahwa sebagai organisasi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya Serikat Pekerja/Serikat Buruh tidak dibawah pengaruh dan tekanan dari pihak lain.
2. Terbuka, bahwa Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam menerima anggota dan atau memperjuangkan pekerja/buruh tidak membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin.
3. Mandiri, bahwa dalam mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan organisasi ditentukan oleh kekuatan sendiri, tidak dikendalikan oleh pihak lain diluar organisasi.
4. Demokratis, bahwa dalam pembentukan organisasi, pemilihan pengurus, memperjuangkan, dan melaksanakan hak dan kewajiban organisasi dilakukan sesuai dengan prinsip demokrasi.
5. Bertanggung jawab, bahwa hak dalam mencapai tujuan dan melaksanakan kewajibannya Serikat Pekerja/Serikat Buruh bertanggung jawab kepada anggota, masyarakat, dan negara.
2.1.2. Pembentukan Serikat Pekerja
Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Pasal 5 Undang-Undang No. 21 Tahun 2000). Oleh karena itu, Serikat Pekerja bebas dibentuk minimal sepuluh orang pekerja atas kehendak yang bebas, tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, dan pihak manapun. Setiap Serikat Pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai kehendak pekerja. Demikian pula dengan pembentukan federasi serikat pekerja dan konfederasi serikat pekerja. Federasi
serikat pekerja dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya lima serikat pekerja. Sementara itu, konfederasi serikat pekerja dapat dibentuk oleh sekurangnya tiga federasi serikat pekerja. Setiap serikat pekerja, federasi serikat pekerja, dan konfederasi serikat pekerja harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tersebut sekurang-kurangnya harus memuat Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor. 21 Tahun 2000:8
a. Nama dan lambang;
b. Dasar negara, asas, dan tujuan;
c. Tanggal pendirian;
d. Tempat kedudukan;
e. Keanggotaan dan kepengurusan;
f. Sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
g. Ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
Serikat pekerja, federasi serikat pekerja dan konfederasi serikat pekerja yang telah dibentuk diwajibkan untuk memberitahukan pembentukan untuk dicatat kepada pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
Pemberitahuan tersebut harus dilakukan secara tertulis dan harus dilampiri dengan:9
a. Daftar nama anggota pembentuk
b. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
c. Susunan dan nama pengurus.
8 Ibid, hlm. 26
9 Ibid, hlm. 27
Dengan diterimanya pemberitahuan, dinas tenaga kerja wajib mencatat dan memberi nomor pencatatan terhadap serikat pekerja, federasi serikat pekerja, konfederasi serikat pekerja. Pencatatan dan pemberian nomor pencatatan dapat ditangguhkan, bahkan dapat ditolak apabila serikat pekerja, federasi serikat pekerja, dan konfederasi serikat pekerja tersebut:
a. Bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945
b. Dibentuk oleh kurang dari sepuluh orang pekerja untuk serikat pekerja atau kurang dari lima serikat pekerja untuk federasi serikat pekerja, dan kurang dari tiga federasi serikat pekerja untuk konfederasi serikat pekerja.
c. Nama dan lambang serikat pekerja, federasi serikat pekerja, konfederasi serikat pekerja yang diberitahukan sama dengan nama dan lambang serikat pekerja, federasi serikat pekerja, konfederasi serikat pekerja yang telah tercatat.
Pencatatan dan pemberitahuan nomor pencatatan harus sudah dilakukan selambat- lambatnya 21 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pemberitahuan. Sementara itu, penangguhan pencatatan dan pemberian nomor pencatatan harus diberitahukan secara tertulis kepada serikat pekerja, federasi serikat pekerja, dan konfederasi serikat pekerja yang bersangkutan beserta alasan-alasannya harus dilakukan paling lambat empat belas hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pemberitahuan.10
10 Ibid, hlm. 28
Serikat pekerja, federasi serikat pekerja, dan konfederasi serikat pekerja yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan mempunyai hak antara lain (Pasal 25 Undang- Undang No. 21 Tahun 2000).
a. Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha
b. Mewakili pekerja dalam menyelesaikan perselisihan industrial
c. Mewakili pekerja dalam lembaga ketenagakerjaan
d. Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja, dan
e. Melakukan kegiatan lainnya dibidang ketenagakerjaan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Serikat pekerja, federasi serikat pekerja, dan konfederasi serikat pekerja yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan mempunyai kewajiban antara lain: (Pasal 27 Undang-Undang No.21 Tahun 2000).
a. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak dan memperjuangkan kepentingannya
b. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya,dan
c. Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasinya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.11
2.1.3. Asas, Tujuan, dan Fungsi Serikat Pekerja
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 21 Tahun 2000, Serikat pekerja/serikat buruh harus menerima Pancasila sebagai Dasar Negara dan Undang-
11 Ibid, hlm. 29
Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, asas pendirian suatu serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Sementara itu, adapun tujuan serikat pekerja/serikat buruh adalah untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya. Tujuan dari serikat pekerja/serikat buruh didasarkan pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2000.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2000, serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi:
a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;
b. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;
e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggungjawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
x. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan;
2.2. Hubungan Kerja
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Unsur yang pertama adalah adanya pekerjaan, yaitu pekerjaan itu bebas sesuai dengan kesepakatan antara pekerja/buruh dan majikan/pengusaha, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.12
Unsur yang kedua yaitu adanya perintah, artinya di dalam hubungan kerja kedudukan majikan/pengusaha adalah pemberi kerja, sehingga ia berhak dan sekaligus berkewajiban untuk memberikan perintah-perintah yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dengan demikian berhak yang biasanya dalam perjanjian kerja bersama melakukan perintah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaannya sehingga pekerja/buruh mengikatkan diri pada pengusaha untuk bekerja di bawah perintah pengusaha. Kedudukan buruh/pekerja sebagai pihak yang menerima perintah untuk melaksanakan pekerjaan.
Unsur ketiga adalah adanya upah tertentu yang menjadi imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh pekerja/buruh. Pengertian upah berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 30 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha
12 Xxxx Xxxxxxxxx, Op. Cit, hlm. 36
atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.13
Dalam Pasal 50 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Namun dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) hanya dapat dibuat dalam bentuk tertulis (secara resmi). Hubungan kerja ialah suatu hubungan antara seorang buruh dan seorang majikan, dimana hubungan kerja itu terjadi adanya perjanjian kerja antar kedua belah pihak.
Mereka terikat dalam suatu perjanjian, di satu pihak pekerja/buruh bersedia bekerja dengan menerima upah dan pengusaha memperkejakan pekerja/buruh dengan memberi upah.14 Setiap orang dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya haruslah melaksanakan pekerjaan, sebab tanpa melakukan pekerjaan orang tersebut tidak dapat memperoleh nafkah untuk mempertahankan hidupnya. Dalam melaksanakan pekerjaan ini harus dibedakan yaitu:
1. Pelaksanaan pekerja untuk kepentingan diri sendiri, baik dilakukan sendiri ataupun dengan memanfaatkan tenaga anggota-anggota keluarganya (isteri dan anak-anaknya), pelaksanaan kerja yang demikian tidak diatur oleh hukum perburuhan karena hubunga kerja berlangsung dalam suatu rumah tangga, hasil akan dinikmati pula oleh para anggota rumah itu sendiri dan
13 Ibid, hlm. 37
14 Xxxx Xxxxxxx, Hukum Perburuhan - Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: Djambatan, 2009, hlm. 1
demikian pula apabila timbul resiko akan dipikul bersama-sama oleh mereka.
2. Pelaksanaan kerja dalam arti hubungan kerja dengan anggota masyarakat, dimana si pekerja/buruh menggantungkan nafkahnya kepada pemberian orang lain yang umumnya merupakan upahimbalan atas jerih payah pengerahan tenaga kerja untuk kepentingan orang yang mengerjakannya.15
3. Selanjutnya sehubungan dengan pekerjaan dan pelaksanaan pekerjaan lahirlah Hubungan Kerja atau Hubungan Perburuhan, yang jika ditinjau dari segi hukum sekarang mempunyai arti sebagai berikut: hubungan antara seorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja hendak menunjukan kedudukan kedua pihak itu yang pada dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pekerja/buruh terhadap majikan serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban majikan terhadap pekerja/buruh.16
2.3. Perjanjian Kerja
2.3.1. Pengertian Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601a KUHPerdata memberikan pengertian sebagai berikut: “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu (si
15 Xxxxxx Xxxxxxxxxxxxx dkk, Hukum Perburuhan Pancasila Bidang Pelaksanaan Hubungan Kerja, Bandung: Xxxxxx, 2008, hlm. 28
16 Ibid, hlm. 29
buruh), mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.
Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No 13 Tahun 2003, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian yakni: “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak”.
Xxxx Xxxxxxx berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (buruh) mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak kedua yakni majikan, dan majikan mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.17
Dari rumusan perjanjian kerja diatas menunjukkan adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri, sehingga telah memenuhi unsur dari perjanjian pada umumnya. Sehingga perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat pula ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja, yaitu hak dan kewajiban pekerja dengan hak dan kewajiban pengusaha. Di samping itu, terdapat syarat-syarat yang harus dijadikan pedoman dalam membuat perjanjian kerja. Artinya, agar sebuah perjanjian kerja yang dibuat tidak menimbulkan sengketa dikemudian hari.18
2.3.2. Unsur-Unsur Perjanjian Kerja
Berdasarkan pengertian perjanjian kerja di atas, dapat ditarik beberapa unsur-unsur dari perjanjian kerja yakni:19
17 Xxxx Xxxxxxx, Pengantar Hukum Perburuhan Edisi Revisi, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 70
18 HS Xxxxxxxx xxx, Op. Cit, hlm. 40
19 Lalu Husni, Op. Cit, hlm. 55
a. Adanya unsur pekerjaan
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata pasal 1603a yang berbunyi: “Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”.
b. Adanya unsur perintah
Pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
c. Adanya unsur upah
Upah memegang peranan penting dalam perjanjian kerja, bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.
2.3.3. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja
Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini juga tertuang dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar:20
20 Xxxxxxx Xxxxxxx, Hukum Ketenagakerjaan Serta Pelaksanaannya Di Indonesia, Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx, 2006, hlm. 2
a. Kesepakatan kedua belah pihak.
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum.
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.3.4. Xxxxxx Xxx Xxxxxx Waktu Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/atau tertulis (Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003). Untuk mendapatkan kepastian yang konkrit maka bentuk perjanjian kerja harus secara tertulis. Karena secara normatif bentuk tertulis menjamin hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian.
Dalam Pasal 54 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang- kurangnya memuat keterangan:
a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. Jabatan atau jenis pekerjaan;
d. Tempat pekerjaan;
e. Besarnya upah dan cara pembayaran;
f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak tertentu bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesainya pekerjaan tertentu.
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan perjanjian kerja tetap dan status pekerjanya adalah pekerja tetap.
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis (Pasal
57 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan.
Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan, keahlian seorang pekerja. Lama masa percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak (tanpa izin dari pejabat yang berwenang). Ketentuan yang tidak membolehkan adanya masa percobaaan dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu karena perjanjian kerja
berlangsung relatif singkat. Di dalam masa percobaan ini pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.21
Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaanya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
2.4. Perjanjian Kerja Bersama
2.4.1. Pengertian Perjanjian Xxxxx Xxxsama
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) diistilahkan sebagai perjanjian perburuhan atau persetujuan perburuhan kolektif. Dalam bahasa Belanda sering disebut collective arbeidsovereenkomst.22. Dalam KUHPerdata Pasal 1601n disebutkan bahwa perjanjian perburuhan kolektif adalah suatu peraturan yang dibuat oleh seorang majikan atau lebih,atau suatu perkumpulan majikan atau lebih yang merupakan badan hukum di satu pihak, dan suatu serikat buruh atau lebih yang merupakan
21 Lalu Husni, Op. Cit, hlm. 61
22 X. Xxxx Xxxxxxx, Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, Bandung: Mandar Maju, 1999, hlm. 39.
suatu badan hukum di lain pihak, tentang syarat-syarat kerja yang harus diindahkan sewaktu membuat suatu perjanjian kerja.23
Pengertian Perjanjian Xxxxx Xxxsama diartikan bahwa Perjanjian Kerja Bersama tersebut merupakan perjanjian yaitu: pertama, yang dibuat antara majikan atau majikan-majikan dengan Serikat Buruh atau Serikat-Serikat Buruh, kedua, objek yang diperjanjikan pada umumnya memuat tentang syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam Perjanjian Kerja.24
Keberadaan Perjanjian Kerja Bersama merupakan prasarana pelaksanaan hubungan industrial dalam rangka menciptakan hubungan kerja yang harmonis, aman, mantap, tenteram dan dinamis, sehingga terwujud ketenangan kerja dan kelangsungan perusahaan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan jo. Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
23 Xxxxxxx, Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh Di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 80
24 Xxxxxxx, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004, hlm. 103
Jadi, dalam pembuatan perjanjian kerja bersama selalu ada kolektivitas di pihak pekerja atau buruh. Maksud semula mengadakan perjanjian kerja bersama selalu ada kolektivitas adalah untuk mempengaruhi syarat-syarat kerja dengan alat serikat pekerja. Dengan kata lain, perjanjian kerja bersama berkaitan dengan pergerakan serikat pekerja atau serikat buruh.25
Di dalam perjanjian kerja bersama, pekerja atau buruh berada di pihak yang lemah sedangkan pengusaha memiliki wewenang untuk memimpin atau memberi perintah. Akibatnya, segala sesuatu pengusaha yang menentukan. Dalam hal pekerja ingin memperbaiki nasibnya ke tingkat hidup yang lebih baik, harus disalurkan melalui serikat pekerja atau serikat buruh.
Bagi pengusaha tidak harus berbentuk kolektivitas, tetapi dapat berbentuk pengusaha orang perorangan atau beberapa pengusaha. Jika berbentuk kolektivitas, maka berbentuk badan hukum.26
2.4.2. Fungsi dan Manfaat Perjanjian Kerja Bersama
Fungsi Perjanjian Kerja Bersama tidak dapat dilepaskan dari fungsi hukum ketenagakerjaan sebagai pedoman induk pengaturan hak dan kewajiban bagi pekerja/buruh dan pengusaha sehingga dapat dihindarkan adanya perbedaan penafsiran teknis pelaksanaan hubungan kerja.27
25 F.X. Xxxxxxxxxx, Perjanjian Kerja, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 73
26 Ibid
27 Direktorat Persyaratan Kerja, Buku Pedoman Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005, hlm. 7
Fungsi perjanjian kerja bersama adalah sebagai berikut:28
1. Memudahkan pekerja atau buruh untuk membuat perjanjian kerja. Sebelum ada lembaga perjanjian kerja bersama, pekerja pada waktu membuat perjanjian kerja harus merumuskan dan menentukan sendiri hak dan kewajibannya dengan pengusaha. Dengan adanya lembaga perjanjian kerja bersama yang merupakan pedoman dan aturan yang menjadi induk mengenai hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha yang menyangkut kedudukan hukum pekerja sebagai anggota serikat pekerja , maka pekerja akan mudah dalam membuat perjanjian kerja meskipun sederhana, karena kedudukan hukumnya telah terjamin dalam hubungan kerja yang ditimbulkan oleh perjanjian kerja. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa, pekerja pada umumnya buta akan hukum untuk membuat perjanjian kerja, sehingga dengan adanya perjanjian kerja bersama, kedudukan pekerja secara yuridis dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, menjadi tugas serikat pekerja bahkan kalau diperlukan dengan bantuan ahli hukum untuk merumuskan kedudukan hukum pekerja sebagai anggota serikat pekerja di dalam perjanjian kerja bersama antara pengusaha dengan serikat pekerja.
2. Sebagai jalan keluar dalam hal perundang-undangan Ketenagakerjaan belum mengatur hal-hal yang baru atau menunjukkan kelemahan di bidang tertentu. Seperti diketahui, bahwa perundang-undangan Ketenagakerjaan belum mengatur selengkapnya atau kalau sudah mengatur secara lengkap, ternyata terbelakang dari kemajuan masyarakat. Dengan demikian, adanya perjanjian kerja bersama dapat melengkapi atau mengaturnya.
28 F.X. Xxxxxxxxxx, Op. Cit, hlm. 71
3. Sebagai sarana untuk menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja demi kelangsungan usaha bagi perusahaan.
4. Merupakan partisipasi pekerja dalam penentuan atau pembuatan kebijaksanan pengusaha dalam bidang ketenagakerjaan.
Manfaat perjanjian kerja bersama adalah:29
1. Para pihak akan lebih mengetahui dan memahami hak dan kewajibannya masing-masing.
2. Mengurangi timbulnya perselisihan industrial atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha.
3. Tercipta ketenangan kerja dan memotivasi pekerja untuk lebih produktif dalam bekerja.
4. Pengusaha dapat menyusun rencana-rencana pengembangan perusahaan selama masa berlakunya perjanjian kerja bersama.
5. Dapat menciptakan suasana musyawarah dan kekeluargaan dalam perusahaan.
Jadi perlunya Perjanjian Kerja Bersama tersebut adalah untuk memuat penegasan ketentuan yang telah diatur oleh Hukum Ketenagakerjaan. Di samping itu Perjanjian Kerja Bersama memuat beberapa ketentuan yang belum diatur secara spesifik oleh pemerintah seperti skala dan tingkah upah, jaminan sosial, tata tertib kerja, dan penyediaan fasilitas bagi serikat pekerja.
29 Ibid, hlm. 72
2.4.3. Syarat-Syarat Perjanjian Xxxxx Xxxsama
1. Syarat Formil
Perjanjian kerja bersama harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja bersama yang dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia, perjanjian kerja bersama harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah (sworn translator) dan terjemahan tersebut sudah memenuhi ketentuan.30
Dalam hal perjanjian dibuat dengan menggunakan bahasa Indonesia dan diterjemahkan dalam bahasa lain, kemudian terjadi perbedaan penafsiran, maka yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama yang menggunakan bahasa Indonesia.
Dalam Pasal 124 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Perjanjian Kerja Bersama setidaknya harus memuat:
a. Hak dan kewajiban perusahaan
b. Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh
c. Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB
d. Tanda tangan para pihak pembuat PKB
Syarat-syarat perjanjian kerja bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja atau serikat buruh;
b. Nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
30 F.X. Xxxxxxxxxx, Op. Cit, hlm. 73
c. Nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten atau Kota;
d. Hak dan kewajiban pengusaha;
e. Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh;
f. Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan
g. Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
Apabila perjanjian kerja bersama ditanda tangani oleh wakilnya, maka harus ada surat kuasa khusus yang dilampirkan pada perjanjian kerja bersama.
2. Syarat Materiil
Adapun isi perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maksudnya, kualitas dan kuantitas isi perjanjian kerja bersama tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundang- undangan.
Dalam hal perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, maka yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, tidak seluruh isi perjanjian kerja bersama batal demi hukum, namun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan saja yang batal demi hukum.31
31 Ibid, hlm. 74
2.4.4. Para Pihak dalam Perjanjian Kerja Bersama
Perjanjian kerja bersama (PKB) disusun oleh pengusaha dan serikat pekerja yang terdaftar dan dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Seperti pada definisi pada perjanjian kerja bersama pada penjelasan di atas, bahwa perjanjian kerja bersama dibuat antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha. Dari definisi tersebut, maka perjanjian kerja bersama dibuat oleh:
1. Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Perjanjian kerja bersama hanya dapat dirundingkan dan disusun oleh serikat pekerja yang didukung oleh sebagian besar pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian para pihak yang membuat PKB adalah dari pihak buruh/pekerja diwakili oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan itu dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha. Maksud dengan perwakilan tersebut agar pekerja lebih kuat posisinya dalam melakukan perundingan dengan pengusaha karena pengurus serikat pekerja umumnya dipilih orang yang mampu memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang dapat mewakili dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditentukan sebagai berikut:
1) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/buruh tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari
jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan (Pasal 119 ayat (1)).
2) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/buruh tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka serikat pekerja/buruh dapat mewakili pekerja/buruh apabila telah mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh melalui pemungutan suara (Pasal 119 ayat (2)).
3) Jika dukungan tersebut tidak tercapai maka serikat pekerja/buruh dapat mengajukan kembali permintaan untuk merundingkan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan suara dengan mengikuti prosedur semula (Pasal 119 ayat (3)).
4) Jika di perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan dengan pengusaha yaitu yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut (Pasal 120 ayat (1)).
5) Apabila tidak terpenuhi poin ke-4 di atas, maka serikat pekerja/buruh dapat melakukan koalisi dengan serikat buruh yang ada sehingga jumlahnya lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh (Pasal 120 ayat (2)).
2. Pengusaha
Adapun yang dimaksud dengan pengusaha terdapat dalam Pasal 1 ayat (5) Undang- Undang No 13 Tahun 2003 adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan a dan b tersebut diatas, yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia.
Dari definisi perjanjian kerja bersama, maka pengusaha bentuknya orang perseorangan, sedangkan beberapa pengusaha bentuknya adalah persekutuan, selanjutnya perkumpulan pengusaha bentuknya adalah badan hukum.32
2.4.5. Tata Cara Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama dilandasi dengan itikad baik, yang berarti harus ada kejujuran dan keterbukaan para pihak serta kesukarelaan/kesadaran tanpa ada tekanan dari satu pihak terhadap pihak lain, yang dilaksanakan secara musyawarah.33 Adapun lamanya perundingan untuk membuat perjanjian kerja bersama ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan dituangkan dalam tata tertib perundingan.
32 F.X. Xxxxxxxxxx, Op. Cit, hlm. 77
33Mohd. Xxxxxxx Xxxxxxxxxx, Norma Perlindungan dalam Hubungan Industrial, Jakarta: Sarana Bakti Persada, 2004, hlm. 212
Ketentuan yang mengatur tentang Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Bab XI, Hubungan Industrial, Bagian Ketujuh, Perjanjian Kerja Bersama, dari Pasal 116 sampai dengan Pasal 135. Dan ketentuan pelaksanaannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Tata cara pembuatan dan pendaftaran PKB berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014, dirumuskan sebagai berikut:
1) Perundingan pembuatan PKB dimulai dengan menyepakati tata tertib perundingan yang sekurang-kurangnya memuat :
a) Tujuan pembuatan tata tertib;
b) Susunan tim perunding;
c) Lamanya masa perundingan;
d) Materi perundingan;
e) Tempat perundingan;
f) Tata cara perundingan;
g) Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
h) Sahnya perundingan; dan
i) Biaya perundingan.
2) Dalam menentukan tim perunding pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), pihak pengusaha dan pihak serikat pekerja/serikat buruh menunjuk tim perunding sesuai kebutuhan dengan ketentuan masing-masing paling
banyak 9 (sembilan) orang dengan kuasa penuh. Anggota tim perunding pembuatan PKB yang mewakili serikat pekerja/serikat buruh harus pekerja/buruh yang masih terikat dalam hubungan kerja di perusahaan tersebut.
3) Tempat perundingan pembuatan PKB dilakukan di kantor perusahaan yang bersangkutan atau kantor serikat pekerja/serikat buruh atau tempat lain sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Biaya perundingan pembuatan PKB menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.
4) PKB sekurang-kurangnya harus memuat :
a) Nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh;
b) Nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
c) Nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota;
d) Hak dan kewajiban pengusaha;
e) Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
f) Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan
g) Tanda tangan para pihak pembuat PKB.
5) Dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib, maka kedua belah pihak dapat menjadwal kembali perundingan dengan waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah perundingan gagal. Dalam hal perundingan pembuatan PKB masih belum selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib dan penjadwalan, maka para pihak harus membuat pernyataan secara tertulis bahwa perundingan tidak dapat diselesaikan pada waktunya, yang memuat :
a) Materi PKB yang belum dicapai kesepakatan;
b) Pendirian para pihak;
c) Risalah perundingan; dan
d) Tempat, tanggal, dan tanda tangan para pihak.
Dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan kepada instansi yang menyelenggarakan urusan di bidang ketenagakerjaan untuk dilakukan penyelesaian. Instansi sebagaimana yang dimaksud adalah:
a) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, apabila lingkup berlakunya PKB hanya mencakup satu kabupaten/kota;
b) SKPD bidang ketenagakerjaan provinsi, apabila lingkup berlakunya PKB lebih dari satu kabupaten/kota di satu provinsi;
c) Direktorat Jenderal, apabila lingkup berlakunya PKB meliputi lebih dari satu provinsi.
Penyelesaian oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, dilakukan sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan menyelesaikan perselisihan PKB tersebut berdasarkan kesepakatan tertulis dari serikat pekerja/serikat buruh yang menjadi perunding dengan pengusaha. Kesepakatan tertulis dari serikat pekerja/serikat buruh memuat syarat:
a) Pihak-pihak yang melakukan perundingan;
b) Wilayah kerja perusahaan; dan
c) Tempat, tanggal, dan tanda tangan para pihak
6) Apabila penyelesaian oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dilakukan melalui mediasi dan para pihak atau salah satu pihak tidak menerima anjuran mediator, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial di daerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja. Dalam hal daerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja melebihi 1 (satu) daerah hukum Pengadilan Hubungan Industrial, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial yang daerah hukumnya mencakup domisili perusahaan.
7) Dalam hal serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha akan melakukan perubahan PKB yang sedang berlaku, maka perubahan tersebut harus berdasarkan kesepakatan. Perubahan PKB merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PKB yang sedang berlaku.
8) PKB ditandatangani oleh direksi atau pimpinan perusahaan, ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan. Dalam hal PKB ditandatangani oleh wakil direksi atau wakil pimpinan perusahaan, harus melampirkan surat kuasa khusus.
9) Masa berlaku PKB paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak ditandatangani atau diatur lain dalam PKB. Dalam hal perundingan PKB belum mencapai kesepakatan, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari masa berlaku PKB berakhir, dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 1 (satu) tahun dengan kesepakatan para pihak. Dalam hal perundingan PKB tidak mencapai kesepakatan dan masa berlaku perpanjangan PKB telah habis, maka PKB yang berlaku adalah PKB sebelumnya, sampai PKB yang baru disepakati.
10) Pengusaha mendaftarkan PKB kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Pendaftaran PKB dimaksudkan:
a) Sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat-syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan; dan
b) Sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan pelaksanaan PKB. Pengajuan pendaftaran PKB harus melampirkan naskah PKB yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh diatas meterai cukup.
11) Pendaftaran PKB dilakukan oleh:
a) Kepala SKPD bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota;
b) Kepala SKPD bidang ketenagakerjaan provinsi, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
c) Direktur Jenderal, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) provinsi.
12) Pengajuan pendaftaran PKB dibuat dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan Menteri ini (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014). Pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan harus meneliti kelengkapan persyaratan formal dan/atau materi naskah PKB. Pejabat wajib menerbitkan surat keputusan pendaftaran PKB dalam waktu paling lama 4 (empat) hari kerja sejak diterimanya permohonan pendaftaran. Dalam hal persyaratan tidak terpenuhi dan/atau terdapat materi PKB yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan menyampaikan kepada para
pihak agar memenuhi persyaratan dan/atau memperbaiki materi PKB yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal para pihak tetap bersepakat terhadap, pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan memberi catatan pada surat keputusan pendaftaran. Catatan tersebut memuat mengenai pasal-pasal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
13) Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam PKB. Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi PKB atau perubahannya kepada seluruh pekerja/buruh.
2.4.6. Masa Berlaku Perjanjian Xxxxx Xxxsama
Berdasarkan Pasal 123 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Pasal 29 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, bahwa masa berlakunya perjanjian kerja bersama (PKB) paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha yang membuatnya.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai tujuan penelitian.34 Pendekatan masalah dilakukan dengan pendekatan secara normatif dan pendekatan secara empiris. Pendekatan secara normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari peraturan-peratuan hukum yang berlaku yang erat kaitannya dengan permasalahan penelitian yang meliputi peraturan perundang- undangan, dokumen-dokumen resmi, dan sumber lain yang erat kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Pendekatan secara empiris, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara melihat pada kenyataan langsung atau sesungguhnya dengan melakukan wawancara kepada pihak yang berkompeten di lokasi penelitian dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.35
3.2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, yang dapat didefinisikan sebagai berikut:
34 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx, 2004, hlm. 112
35 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 1983, hlm. 14
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan dengan cara melakukan observasi dan wawancara (interview) dengan narasumber yang mengetahui masalah yang akan diteliti. Narasumber penelitian ini adalah:
1) Ketua Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT Great Giant Pineapple (Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx P)
2) Industrial Relation Specialist PT Great Giant Pineapple (Xxxx Xxxxxxxxxx)
3) Kepala Seksi Pembinaan Organisasi Pekerja, Pengusaha, dan Lembaga Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Lampung (Xxxxx Xxxxxxxx Mumpuni)
4) Pekerja PT Great Giant Pineapple (Agus dan Xxxx)
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari:36
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, yakni:
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
5) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
36 Xxxxxxxx Xxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003, hlm. 13
6) Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan dan petunjuk terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari berbagai literatur/buku-buku berupa kumpulan buku-buku hukum, literatur hasil karya ilmiah sarjana-sarjana dan hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti penelitian, jurnal, artikel, ataupun sumber internet yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
3.3. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan:
1. Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan membaca, menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan.
2. Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang dibutuhkan melalui wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya dan akan dikembangkan pada saat wawancara berlangsung.
3.4. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah diproses sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
1. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data, selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalah yang diteliti dalam penelitian ini.
2. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok- kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar- benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.
3. Penyusunan data, adalah kegiatan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada sub pokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi.
4. Penarikan kesimpulan, yaitu langkah selanjutnya setelah data tersusun secara sistematis, kemudian dilanjutkan dengan penarikan suatu kesimpulan yang bersifat umum dari data yang besifat khusus.
3.5. Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif, yaitu analisis yang menggunakan kalimat-kalimat untuk menjelaskan data yang telah tersusun secara logis, rinci dan jelas, sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada.
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Fungsi Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan PKB di PT GGP yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi pekerja, serta merumuskan dan merundingkan pembuatan PKB. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi pekerja di PT GGP belum terlaksana dengan baik, berbeda halnya dengan fungsi merumuskan dan merundingkan dalam pembuatan PKB di PT GGP yaitu dimulai dari menentukan tim perunding PKB, tahapan/mekanisme perundingan pembuatan PKB telah dilaksanakan dengan baik. Fungsi Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan PKB di PT GGP sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat Serikat Pekerja sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di PT GGP adalah kurangnya pemahaman pengurus Serikat Pekerja dalam pembuatan PKB, sulitnya menyesuaikan masing-masing pendapat anggota dalam perundingan pembuatan PKB, perundingan pembuatan PKB terdapat ketidaksepahaman antara Serikat
80
Pekerja dengan Manajemen Pengusaha terkait dari isi pasal-pasal dalam PKB yang akan dibuat, kurang efektifnya pekerjaan dalam pembuatan PKB, dan sulitnya menentukan jadwal dan menyesuaikan waktu dalam pembuatan PKB dengan tim perunding dari pihak Manajemen Pengusaha.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:
1. Dalam pembuatan PKB diperlukan peningkatan kompetensi sumber daya manusia terhadap Serikat Pekerja agar menjalankan fungsinya dengan maksimal, dan seyogyanya para pengurus Serikat Pekerja yang mendapat mandat sebagai pengurus adalah orang-orang yang memahami ketenagakerjaan dan hubungan industrial sehingga dapat memperjuangkan dan menjalankan fungsinya secara optimal serta lebih meningkatkan komunikasi antara pengurus Serikat Pekerja dengan Manajemen Pengusaha terkait perundingan pembuatan PKB dan juga pelaksanaannya.
2. Diperlukan bantuan dan fasilitas dari pemerintah dalam membentuk PKB seperti mengadakan kegiatan training, materi, sosialisasi ataupun lokakarya mengenai PKB dalam upaya untuk memberikan pemahaman bagi pengurus Serikat Pekerja untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan PKB. Terutama bagi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) karena berfungsi sebagai tempat fasilitator dalam memberikan sosialisasi pelatihan dan tempat mendaftarkan PKB.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Xxxxxxxx, Xxxxx. 2008. Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Direktorat Persyaratan Kerja. 2005. Buku Pedoman Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
Xxxxxxx. 2004. Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
. 2005. Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh Di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Xxxxxxxxxx, FX. 2010. Perjanjian Kerja. Jakarta: Sinar Grafika.
Xxxxx, Xxxx. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Xxxxxxxxxxxxx, Xxxxxx, dkk. 2008. Hukum Perburuhan Pancasila Bidang Pelaksanaan Hubungan Kerja, Bandung: Xxxxxx.
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxxx. 1999. Hubungan Industrial: Hubungan Antara Pengusaha dan Pekerja (Bipartid) dan Pemerintah (Tripartid). Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia.
Xxxxxx, Xxxxx. 2009. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxx, X. Koko. 1999. Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, Bandung: Mandar Maju.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxx. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxx, Xxxxxxx. 2006. Hukum Ketenagakerjaan Serta Pelaksanaannya Di Indonesia. Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxx. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. Xxxxxxxx, Xxxxxxxx, dan Xxx Xxxxxxx. 2003. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Xxxxxxx, Xxxx. 2003. Pengantar Hukum Perburuhan Edisi Revisi, Jakarta: Djambatan.
. 2009. Hukum Perburuhan - Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: Djambatan.
Xxxxxxxxxx, Xxxx. Xxxxxxx. 2004. Norma Perlindungan dalam Hubungan Industrial. Jakarta: Sarana Bakti Persada.
Xxxxxxxx, HS, dkk. 2013. Hukum Tenaga Kerja. Bandar Lampung: PKKPUU Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Xxxxxxxxx, Xxxx. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika.
Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
Sumber Internet
xxxxx://xxx.xxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxx/000000/xxxxxxxxxx-xxxxx-xxxxxx pengusaha-langgar-perjanjian-kerja-bersama, diakses pada 22 Mei 2019
pukul 13.32