BAIQ PUTRI SARAH D1A017061
PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT MELALUI FINTACH TECHNOLOGY (PEER TO PEER)
JURNAL ILMIAH
Oleh :
BAIQ PUTRI XXXXX D1A017061
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM
2021
2
HALAMAN PENGESAHAN
PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT MELALUI FINTECH TECHNOLOGY (PEER TO PEER)
JURNAL ILMIAH
Oleh :
BAIQ PUTRI XXXXX D1A017061
Menyetujui,
DosenPembimbing Pertama
Xx. Xxxxxxxxx, SH.,M.Hum. NIP: 19630809198803 1 001
3
PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT MELALUI FINTECH TECHNOLOGY (PEER TO PEER)
BAIQ PUTRI XXXXX D1A017061 FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan perjanjian kredit dalam financial technology peer to peer lending dan penerapan prinsip kehati- hatian dalam perjanjian kredit financial technology peer to peer lending dalam peraturan POJK no 77/POJK.01/2016 dan PBI 19/12/PBI/2017. Penelitian ini merupakanpenelitian normatif.Hasilpenelitianiniadalahdalam peraturan POJK No 77/POJK.01/2016 pengaturan mengenai prinsip kehati-hatian belum memiliki pengaturan yang jelas sertamengenai prinsip kehati-hatian masih umum belum ada pengaturan yang khusus yang mengatursehingga perjanjian kredit terlebih dahulu menganalisis 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of economy) dan 7P (Personality, party, perpose, prospect, payment, profitability, protection)dandalam pengaturan tersebut menjadi acuan bagi lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan untuk melaksanakan perjanjian kredit.
Kata Kunci : Perjanjian Kredit, Peer to peer lending.
THE PRUDENTIAL PRINCIPLES IN CREDIT AGREEMENTS THROUGH FINTECH TECHNOLOGY (PEER TO PEER)
ABSTRACT
This research has the purpose to find out the regulation of prudential principles in credit agreements through fintech technology peer-to-peer lending on the POJK regulation Number 77/POJK.01/2016 and PBI 19/12/PBI/2017. This research is normative legal research. The result of this study showed that the POJK Regulation Number 77/POJK.01/2016, the prudential principles have not a cleared regulated and the prudential principle has not a specific regulation, because of this the credit agreement in advance usually analyze the 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of economy) dan the 7P (Personality, party, purpose, prospect, payment, profitability, protection)and in this regulation as guidance for banking and non-banking financial institutions to implement the credit agreement.
Keywords: Credit Agreement, Peer To Peer Lending.
I. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi sangat pesat, bahkan manusia tidak bisa lepas dari teknologi. Di era digital saat ini semua orang memanfaatkan teknologi untuk melakukan aktivitasnyasehari-hari, dengan teknologi masyrakat mendapatkan mengakses semuanya, bahkan dalam dunia perbankan mulai menggunakan teknologi untuk melakukan transaksi. ketergantungan menggunakan teknologi semakin kuat, salah satunya bisa dilakukan melalui aplikasi digital. Dengan perkembangan teknologi, manusia bisa melakukan transaksi dimana saja contohnya transaksi yang dapat dilakukan dengan aplikasi digital yaitu kredit.
Seiring perkembangan, kredit dapat dilakukan dengan fintechtechnology muncul dengan inovasi teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas bahkan masyarakat terpencil. Masyarakat lebih mudah mendapatkan pinjaman secara cepat serta prosesnya mudah.
Bank Indonesia sebagai lembaga yang bertugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran menetapkan dasar hukum penyelenggaraan Fintech dalam sistem pembayaran di Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Bank Indonesia mendefinisikan Fintech sebagai hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi modern, dimana dalam melakukan transaksi jarak jauh dapat dilakukan dalam cepat tanpa harus tatap muka langsung. Dengan demikian, Fintech mampu menggantikan peran lembaga
keuangan formal seperti bank. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendefinisikan Fintech yang merupakan Inovasi Keuangan Digital sebagai aktivitas pembaruan proses bisnis, model bisnis, dan instrumen keuangan yang memberikan nilai tambah baru di sektor jasa keuangan dengan melibatkan ekosistem digital.1
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Teknologi Informasi berdasarkan Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa:
“Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet”.2
Dalam penyelenggara finansial teknologi menyediakan pemberi pinjaman kredit yang sangat cepat dan mudah sehingga dalam melakukan penyelenggaraan perjanjian pinjam meminjam diperlukannya perhatian khusus oleh otoritas jasa keuangan serta bank Indonesia dalam mengeluarkan regulasi serta penerapan prinsip-prinsip harus diperhatikan untuk memitigasi resiko.
Dalam hal tersebut regulasi bank Indonesia dan otoritas jasa keuangan (OJK) untuk mengefisiensi perkembangan dan persoalan yang timbul atas kerugian bagi kedua belah pihak dalam perjanjian pinjam meminjam berlaku
1EndangDwi Xxx Xxxxxxxxxxxx, Fintech Peer to Peer (P2P) Lending danPotensiPemajakannnya,(xxxxx://xxx.xxxxx.xx.xx/xx/xxxxxxx/xxxxxxx-xxxx-xxxx-x0x-xxxxxxx-xxx- potensi-pemajakannya, diakses pada tanggal 7 maret 2020, pukul 11.00 )
2Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Teknologi Informasi
secara elektronik karna dilihat dari pengaturan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 sehingga perlu menegakkan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit secara elektronik.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana sistem pengaturan perjanjian kredit secara fintech technology (peer to peer) di Indonesia? 2) Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengaturan perjanjian kredit secara fintach technology (peer to peer) di Indonesia? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui system pengaturan perjanjian kredit secara financial technology di Indonesia dan untuk mengetahui penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengaturan perjanjian kredit secara financial technology di Indonesia.
Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah dapat memberikan sumbang pikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan khususnya Hukum Perjanjian Diluar Kuhperdata tentang financial technology. Penelitian ini merupakan penelitian hokum normative dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber data dalam penelitian ini adalah bersumber dari data kepustakaan dan jenis data yang digunakan adalah data primer. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumen. Analisis yang data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
II. PEMBAHASAN
Pengaturan Perjanjian Kredit Melalui Financial Technology Peer To Peer Leanding di Indonesia
Dalam perjanjian kredit secara konvensional menganut sistem terbuka.3 Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatasnya peraturan yang mengenai hak-hak atas benda yang bersifat memaksa, sedangkan dalam perjanjian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk melakukan perjanjian.
Dalam financial technology ada beberapa peraturan yang mengatur mengenai perjanjian kredit menggunakan sistem financial technology (peer to peer leangding), adanya pengaturan financial technology, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia, kementerian komunikasi dan informatika, kementerian perdagangan, kementerian hukum dan ham, asosiasi disektor jasa keuangan. dalam regulasi tersebut untuk menerbitkan regulasi baru serta dapat digunakan dengan skala nasional sehingga dalam regulasi tersebut harus adanya koordinasi yang baik dan terhindar dari peraturan yang tumpang tindih (duplicative regulations) sebagai berikut.
Berdasarkan pasal 5 Undang-undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan memiliki fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan.4
3 Subekti, “Hukum Perjanjian”, (Jakarta: Intermasa, 1991) hlm. 13.
4Indonesia, Undang-Undang No 21 Tahun 2011tentangOtoritasJasaKeuangan
Financial technology semakin berkembang sehingga otoritas jasa keuangan mengeluarkan peraturan yang menjadi landasan hukum dalam kegiatan pemberian kredit memalui media online yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK P2P leanding).
Layanan dalam penyelenggaraan financial technology peer to peer menyediakan, mengelola dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi5 layanan tersebut diberikan kepada masyarakat yang akan melakukan pinjaman uang dapat dilakukan melalui aplikasi yang sudah disediakan oleh financial technlogy yang dimana semua masyarakat bisa memanfaatkannya dengan leluasa seperti uang teman, shopy pay dan lain-lain.
Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pengaturan Perjanjian Kredit Melalui
Fintech
a. Peraturan bank Indonesia Nomor 19/12/2017 tentang Penyelenggara
financial technology
Wujud kehati-hatian dalam penyelenggaraan financial technology melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/2017 tentang Penyelenggara Finansial Teknologi berdasarkan dengan Pasal 11 ayat (2) Pihak penyelenggara dalam melakukan perjanjian kredit melalui fintech, pihak penyelenggara fintech harus mampu menguji pemberi dana dengan
5Prof. H. XxxxxxxXxxxx, PhD.,ak “Bukuke 7
LembagaJasaKeuanganLainnya”OtoritasJasakeuangan, Jakarta, 2019, hal 241
regulator sandbox.6 dimana pengujian tersebut untuk menguji penyelenggaraan teknologi finansial beserta produk, layanan, teknologi dan/atau model bisnisnya, menilai kelayakan, karakter serta memperhatikan dokumen-dokumen yang diajukan oleh pihak peminjam apakah sudah sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan. kemudian dengan sistem pemeriksaan dokumen, sehingga tidak ada lagi oknum atau pihak yang melakukan kecurangan yang merugikan baik dari pihak penyelenggara, pemberi dana serta pihak penerima pinjaman. maraknya terjadi penyelenggara finteh yang ilegal, sehingga dalam hal tersebut baik dari ojk maupun bank Indonesia haru memperkuat sistem bagi pemberi dana yang akan mendaftarkan dirinya untuk penyelenggara fintech.7
Penyelenggara finansial yang telah terdaftar dan lulus hasil uji coba regulator sandbox, wajib melakukan penyampaian informasi yang akur sehingga pihak pemberi dana maupun peminjam dana mendapatkan informasi yang akurat.8
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam PBI No 19/12/2017 terkait dengan penyelenggaraan teknologi finansial juga memperhatikan prinsip perlindungan konsumen serta prinsip kehati-hatian manajemen resiko, di samping itu dalam peraturan ini penyelenggara pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi harus memenuhi beberapa hal pokok seperti menerapkan prinsip perlindungan konsumen, menjaga kerahasiaan data
6Indonesia, Peraturan Bank Indonesia op.,citpasal 11 ayat (2)
7Prof. X. Xxxxxxx Xxxxx, PhD.,ak, 2019“Bukuke 7 Lembaga Jasa Keuangan Lainnya” Otoritas Jasa keuangan, Jakarta
8Ibidpasal 16
dan/atau informasi konsumen termasuk data dan/atau informasi transaksi dan menerapkan prinsip manajemen resiko serta kehati-hatian.
b. peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Mekanisme dalam penyelenggaraan fintech tetap dipantau oleh otoritas jasa keuangan yang menetapkan prinsip-prinsip secara mandiri, karna yang OJK berwenang melakukan pemantauan terhadap Penyelenggara yang telah tercatat dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.9 Dalam hal pemantauan tersebut mencakup yang disebut pemantauan self assessment, pemantauan on-site, dan pemantauan lainnya.10
Pemantauan self – assessment artinya laporan dilakukan secara bertahap. Dimana dilakukan secara bulanan dan memiliki perangkat yang dapat meningkatkan efisensi dan kepatuhan terhadap proses pemantauan yang akan dilakukan OJK. Sehingga dalam penyampaian laporan berkala dalam pelaksanaan kegiatan usaha dilakukan setiap 3 (tiga) bulan dan disampaikan oleh OJK paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak jatuh tempo.11 Dalam pengaturan POJK Nomor 77/01.POJK/2016 Secara eksplisit mengenai prinsip kehati-hatian tidak diatur dengan tegas, namun dalam POJK ada beberapa pengaturan
9Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa keuangan no 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital Pasal 17 ayat (1), hal 10
10 Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa keuangan no 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital Pasal 17 ayat (3), hal 10
11Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, Jesisica, Xxxxxx Xxxxx, Xxxxxxxan, “ Peran Otoritas jasa Keuangan (OJK) dalam mengawasi maraknya pelayanan Technology (Fintech) di Indonesia”, Jurnal Magister Hukum udayana: Vol. 9 no. 3, 2020 hal 569
mengenai hal tersebut dapat dilihat bagaimana wujud penerapan prinsip kehati-hatian dilihat dari segi :
a) Segi Penyelenggara Finansial
Secara eksplisit peraturan mengenai financial technology peer to peer lending diatur dalam POJK no 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dimana dalam peraturan tersebut dapat dilihat penerapan prinsip kehati-hatian. Dalam penyelenggara teknologi finansial wajib menerapkan prinsip-prinsip dasar dalam perlindungan yaitu:12
a. Transparansi,13dimana dalam penggunaan penyaluran maupun data-data yang disampaikan harus jelas dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak menyimpang ataupun melakukan kecurangan. Dalam hal tersebut transparansi harus jelas mulai dari suku bunga yang akan dibayarkan dan jaminan yang akan diterima jika debitor atau nasabah tidak dapat membayar angsuran sesuai dengan kesepakatan.
b. Perlakuan yang adil14 artinya tidak ada nasabah atau pengguna finansial teknologi dispesialkan karna status, suku, ras dan bangsa
12Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 77/01.POJK/2016Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbais Teknologi Informasi pasal 29, hal 23
13Ibid 14Ibid
c. Keandalan15 artinya hal yang dapat memberikan layanan yang akurat sesuai dengan sistem dan prosedur.
d. Kerahasiaan dan keamanan data artinya penyelenggara teknologi memastikan kerahasiaan data penggunanya baik transaksi yang dilakukan maupun penggunaan uangnya sehingga dalam pelaksanaan dalam menjalankan terhindar dari gangguan, kegagalan dan kerugian.
e. Penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau artinya jika dalam penyelenggaraan teknologi finansial tidak sesuai dengan prosedur maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b) Segi Pemberi dana (Pemberi Pinjaman)
Pemberi dana haus mendaftarkan diri ke penyelenggara finansial serta mengumpulkan berkas yang telah ditentukan sesuai dengan pasal 8 POJK.16Pihak pemberi dana setelah mendapatkan izin dari OJK, dalam melakukan perjanjian kredit harus sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, serta dalam memberikan dana harus selektif dan menganalisis karakter penerima pinjaman, dalam hal tersebut pemberi dana memeriksa segala berkas yang dituangkan dalam elekronik. Dokumen tersebut harus dianalisis dengan akurat supaya dalam hal pemberian kredit layak atau tidak diberikan kepada penerima pinjaman.
15ibid 16Ibidpasal 8
Dalam melakukan pemberian pinjaman dilakukan pengumpulan berkas yang dimana bahwasanya peminjam harus berstatus warga negara Indonesia sesuai dengan pasal 15 POJK.17 Kemudian penyelenggara finansial wajib menggunakan escrowaccount dan virtualaccount.18 Sehingga pemberi dana dapat mengidentifikasi penerimaan serta pengeluaran yang dana dengan mudah, virtual account akan diberikan oleh penyelenggara finansial bertujuan untuk memantau keluar masuknya dana yang diberikan.
c) Segi Peminjam
Dalam hal tersebut Pengaturan dasar awal dalam perlindungan pengguna berdasarkan Pasal 14 POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yaitu:19dalam melakukan pemberi pinjaman terhadap peminjam pihak penyelenggara wajib melakukan segala bentuk kegiatannya sesuai dengan peraturan POJK serta memberikan informsi yang tidak akurat terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggara financial tersebut
OJK melarang penyelenggara TF untuk memberikan data dan/atau informasi mengenai konsumen kepada pihak ketiga baik
17Ibid, Pasal 18
18Ibid, Pasal 24
19Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, pasal 14
berupa data pribadi maupun data keuangan sesuai dengan pasal 38 POJK IKD.20
Bagi pihak penerima pinjaman yang melakukan perjanjian kredit dalam fintech harus memberikan data-data yang sesuai atau yang sebenarnya yang sesuai fakta, akurat. Sebelum melakukan perjanjian kredit pihak penerima pinjaman harus mempersiapkan segala sesuatu sebelum melakukan pinjaman, serta memperhatikan kewajiban dari pihak peminjam apakah sanggup membayar angsuran agar tidak terjadi resiko yang diinginkan.
Dalam pengaturan POJK no 77/POJK.01/2016 berdasarkan pasal tidak mengatur tentang suku bunga seharusnya dalam peraturan POJK tersebut harus jelas dan lekap mengatur mengenai ketetapan suku bunga dan transparan , namun pengaturan suku Bunga diatur oleh asosiasi fintech pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengatur tentang suku bunga maksimum 0,8% per hari dan total keseluruhan biaya yang akan dikenakan denda tidak melebihi 100% dari nilai pokok pinjaman yang diajukan oleh debitur.21 dalam hal tersebut jumlah suku Bunga dalam perusahaan fintech yang sudah terdaftar tidak akan bertambah dan melebihi dari yang sudah ditetapkan.
Seharusnya dalam pengaturan POJK diatur secara jelas mengenai prinsip kehati-hatian karna untuk memitigasi resiko yang
20 Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa keuangan no 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital Pasal 38
21Xxx xxxxx, Xxxxxx xxxxxxxxxxxx, xxxxx candra, “ penegakan hukum terhadap perusahan finansial technology berabasis peer to peer lending yang tidak terdaftar dan berizin” jurnal 2019
akan terjadi dan kepastian hukum bagi pengguna maupun penyelenggara fintech. Bagi penyelenggara fintech sebelum memberikan pinjaman kepada debitur maupun mengizinkan bagi pihak yang ingin menjadi penyelenggara fintech harus diperhatikan peraturan yang ada secara jelas. Contohnya dalam perbankan konvensional menerapkan 5C salah satunya Character, dalam perbankan konvensional karakter, kepribadian dari pihak calon kreditur yang dilakukan dari hasil survey, namun dalam penyelenggaraan teknologi karakter nasabah atau calon debitur tidak dilihat karna dokumen yang diserahkan melalui dokumen elektronik serta sistem survei yang dilakukan, bagi para pihak penyelenggara teknologi tidak dilaksanakan namun dalam peraturan OJK untuk memberikan kredit dilihat dari sistem IKD yang sudah diuji coba.
Serta dalam peningkatan untuk memitigasi resiko dalam penyelenggara finansial technology perlunya peningkatan dalam hal kerahasiaan data para pengguna penyelenggara, perlindungan data konsumen, suku bunga yang jelas dan transparan sehingga tidak terjadi peningkatan suku bunga, peningkatan sistem keamanan data yang harus diperhatikan dan dikembangkan oleh penyelenggara fintech sehingga untuk meminimalisir terjadinya perusahaan fintech yang ilegal yang merugikan, serta butuhnya pengawasan oleh otoritas jasa keuangan dalam memberi izin kepada pihak penyelenggara fintech.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan analisis atau pembahasan terhadap hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan yang penulis kaji sebagai berikut: 1) Financial technology merupakan sebuah inovasi atau gabungan antara sistem perjanjian kredit perbankan konvensional dengan sentuhan teknologi modern. Dalam sistem pengaturan perjanjian kredit secara financial technology meliputi : Undang-undang Pokok Perbankan No 10 Tahaun 1998, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Fintech, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjaman Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Layanan Keuangan Digital, kemudian. OJK mengeluarkan Surat Edaran OJK no 18/SEOJK.02/2017 tentang Kelola Dan Manajemen Resiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi bagi penyelenggara finansial. 2) Pengaturan mengenai prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit secara fintech memiliki kesamaan hak dan kewajiban antara perjanjian kredit secara konvensional dengan fintech. Sehingga untuk itu untuk melindungi penyelenggara, pemberi dana serta peminjam perlunya dalam melakukan perjanjian kredit terlebih dahulu menganalisis 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of economy) dan 7P (Personality, party, perpose, prospect, payment, profitability, protection) sehingga dalam pengaturan tersebut menjadi acuan bagi Lembaga
keuangan perbankan maupun non perbankan untuk melaksanakan perjanjian kredit. Namun dalam POJK No 77/POJK.01/2016 belum memiliki pengaturan yang jelas mengenai prinsip kehati-hatian serta regulasi mengenai prinsip kehati-hatian masih umum belum ada pengaturan yang khusus yang mengatur.
Saran
Berdasarkan uraian dari kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1) Dibutuhkan pengaturan mengenai prinsip kehati-hatian dalam penyelenggaraan Financial Technology (Fintech) di Indonesia untuk memitigasi resiko yang akan terjadi dan kepastian hukum bagi pengguna maupun penyelenggara fintech seperti halnya pengaturan mengenai prinsip kehati-hatian dalam perbankan. Pengaturan lebih lanjut mengenai prinsip kehati-kehatian ini dapat berupa revisi terhadap Undang-Undang Perbankan, dikarenakan dalam sistem perbankan juga lebih banyak menggunakan sistem teknologi modern sehingga perlunya ada revisi lebih lanjut. 2) Prinsip kehatian-kehatian yang diatur lebih lanjut didalam UU Perbankan untuk FinancialTehcnology ini tidak berbeda dengan prinsip kehati-hatian. Jadi kredit baik melalui bank konvensional maupun fintech tetap menggunakan prinsip 5C dan 7P dalam prosesnya.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
X. Xxxxx Xxxxxxx,”Segi-Segi Hukum Perjanjian”, (Bandung: Alumni, 1986),
Prof. H. XxxxxxxXxxxx, PhD.,ak “Buku ke 7 Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
”OtoritasJasakeuangan, Jakarta, 2019.
Subekti, “Hukum Perjanjian”, (Jakarta: Intermasa, 1991) .
Jurnal :
Xxx xxxxx, Xxxxxx xxxxxxxxxxxx, xxxxx xxxxxx, “ penegakan hukum terhadap perusahan finansial technology berabasis peer to peer lending yang tidak terdaftar dan berizin” jurnal 2019
Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, Jesisica, Xxxxxx Xxxxx, Xxxxxxxan, “ Peran Otoritas jasa Keuangan (OJK) dalam mengawasi maraknya pelayanan Technology (Fintech) di Indonesia”, Jurnal Magister Hukum udayana: Vol. 9 no. 3, 2020
PeraturanPerundang-Undang :
Indonesia, Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 77/POJK.01/2016 Tentang
Layanan Pinjam Meminjam Teknologi Informasi
Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No 19/12/2017 Tentang Penyelenggara Finansial Teknologi
Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital.
Internet :
Xxxxxx Xxx Xxx Xxxxxxxxxxxx, Fintech Peer to Peer (P2P) Lending dan Potensi Pemajakannnya.