PEMBAHASAN. Menjelaskan dan menguraikan tentang
PEMBAHASAN. Penawaran umum secara langsung (direct public offering) dapat dilakukan oleh emiten dengan berbagai alasan. Dalam hal ini emiten tidak menggunakan jasa penjamin emisi karena ukuran/ jumlah efek yang ditawarkan kecil, sehingga emiten tersebut ditolak oleh banyak perusahaan penjamin emisi sehingga akhirnya emiten harus melakukan penawaran umum tanpa menggunakan jasa penjamin emisi.2 Di Amerika Serikat, permasalahan mengenai besar kecilnya penawaran efek yang dapat dijamin oleh penjamin emisi ini ditentukan berdasarkan persyaratan- persyaratan tertentu. Bagi penawaran umum yang tidak memenuhi persyaratan dan jumlahnya tidak memenuhi batasan minimum yang ditentukan, maka terhadap penawaran umum tersebut, emiten harus melakukannya sendiri (tanpa menggunakan jasa penjamin emisi).3 Berdasarkan Undang undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), kegiatan penjamin emisi dalam melakukan penjaminan emisi hanya dapat dilakukandalallm rangka membentu emiten melakukan penawaran umum atas efeknya. Misalnya kegiatan distribusi yang dilakukan oleh penjamin emisi di pasar perdana, hanya dapat dilakukan apabila suatu pernyataan pendaftaran dalam rangka penawaran umum telah dinyatakan efektif oleh Bapepam ( saat ini OJK).4 Perusahaan efek hanya bertindak sebagai perantara pedagang efek yang menjualkan efek milik pemegang saha utama, misalnya bermaksud menjual 20 % dari sahamnya pada suatu emiten kepada satu atau sekelompok pemodal. Hal ini tidak dapat dikatakan telah melakukan kegiatan penjaminan emisi karena tidak mengandung unsur kegiatan penawaran umum dalam ppenjualaln saham tersebut. Perusahaan efek tersebut hanya melakukan fungsi perantaraan yaitu memasarkan, menjual serta mendistribusikan efek. Penjualan ini dapat dilakukan oleh perusahaan efek bahkan yang tidak mempunyai izin sebagai penjamin emisi efek karena tidak terdapat unsur penjaminan emisi dan penawaran umum yang dilakukan.
PEMBAHASAN. 5 Topik 2
PEMBAHASAN. Penelitian ini mengacu pada teori perilaku konsumen yang merupakan kegiatan individu secara langsung terlibat dalam mendapatkan barang atau jasa, termasuk di dalamnya terdapat proses niat melakukan pembelian.Pada persiapan serta penentuan kegiatan tersebut. Perilaku niat pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pengalaman sebelumnya, reputasi perusahaan, dan lain lain. Kemudahan penggunaan online mengacu pada tingkat mana belanja online dari internet diyakini mudah oleh pelanggan (Chiu,2009). Persepsi kemudahan penggunaan merupakan faktor penting ketika menggunakan teknologi internat dalam menakses, menggunakan teknologi informasi atau melalui situs web tertentu. Saat dimana konsumen memutuskan sebagai pengguna suatu produk/jasa. Xxxxxxx et al. (2000) menunjukkan bahwa adanya kemudahan bagi penggunaan yang dirasakan penerima atas situs web tertentu. Menimbulkan niat untuk berbelanja melalui situs tersebut. Pendapat penelitian tiagdak sejalan dengan penelitian ini. Dimana pada penelitian ini ini menujukkan persepsi kemudahaan tidak mempengarhi sseotrang untuk mengambil keputusan membeli makanan secara online. Sengkan pada pengalaman sebelumnya dalam berbelanja online. Menurut Xxxxxxx et al., 2005; Thamizhvanan dan Xxxxxx, 2013, pengguna yang memiliki pengalaman online akan mengalami ketidakpastian yang berkurang, yang mengarah ke niat yang lebih tinggi untuk membeli produk atau layanan secara online. Selanjutnya, pembelanja online yang telah berbelanja online sebelumnya lebih bersedia melakukannya lagi.Berbeda dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan tidak adanya pengaruh pengalaman sebelumnya terhadap niat membeli makanan secara online. Umtuk variable reputasi perusahaan menunjukkan Xxxx.0000, Unggulnya perusahaan penjaga reputasi dengan "efek penyangga", membantu untuk melindungi mereka dari beberapa hal negatif konsekuensi kekecewaan. Dia mendukung bahwa reputasi perusahaan melemahkan kaitannya antara intensitas keguguran dan kepuasan, turun atribusi kemampuan kontrol dan stabilitas, dan diinduksi niat pembelian kembali yang lebih tinggi setelah intensitas keguguran. Kondisi tersebut sejalan dengan penelitian ini, yang menjukkan adanya hubungan reputasi perusahaan dengan niat beli. Sementara itu untuk variable harga, konsumen mencari penghematan harga melalui diskon harga karena mereka khawatir dengan jumlah uang yang dapat mereka hemat melalui diskon ini (Darke et al. (1995). Penelitian lain oleh Xxxxxxx dan Xxxxxxxx (1981) mengungk...
PEMBAHASAN. 2.1. Kajian Pancasila sebagai dasar negara dan Hukum Tata Negara Indonesia Pancasila sebagai dasar negara dan Pancasila sebagai hukum tata negara Indonesia kajiannya harus berdasarkan kajian ilmu hukum. Melakukan Kajian terhadap ilmu hukum adalah kajian yang bersifat khas, oleh karena itu kajian terhadap ilmu hukum disebut pula kajian ilmu hukum yang memiliki sifat “Sui Generis”(Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati : h. 1). Sebagai ilmu yang memiliki sifat “Sui Generis” baik menyangkut obyek kajiannya maupun metodenya. Artinya dalam melakukan kajian terhadap ilmu hukum tidak begitu saja dapat menggunakan metode kajian ilmu lain. Inilah ciri khas dari ilmu hukum memilki medote kajian tersendiri sehingga sering juga disebut bahwa ilmu hukum memiliki keperibadian sendiri. Kajian Pancasila sebagai formula ideology (kebangsaan) mengenai dasar negara dituangkan dalam UUD 1945 (A.M.W.Pranarka, 1985 : h.320). Status Pancasila sebagai dasar negara sudah banyak dibahas, diantaranya :
PEMBAHASAN. Pada bagian pembahasan ini, peneliti merumuskan hasil penelitian yang sudah dilakukan dan membandingkannya dengan hasil penelitian sebelumnya. Overconfidence bias merupakan variabel pertama dalam peneltian ini. Berdasarkan teori, overconfidence bias merupakan sikap terlalu percaya diri berkaitan dengan seberapa besar prasangka atau perasaan tentang seberapa baik seseorang mengerti kemampuan mereka dan batas pengetahuan mereka sendiri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, overconfidence bias mempunyai nilai T-Statistics sebesar 2,899 dan P- Values sebesar 0,004. Hasil ini menunjukkan bahwa overconfidence bias berpengaruh signifikan dan positif terhadap pengambilan keputusan investasi di Jabodetabek. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Jannah & Xxx (2017) bahwa overconfidence bias memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap pengambilan keputusan investasi. Variabel kedua dalam penelitian ini adalah representativeness bias. Representativeness bias merupakan pengambilan keputusan berdasarkan pemikiran stereotip atau analogi, dan akan menyebabkan investor membuat keputusan keuangan yang keliru, yaitu keputusan yang yaitu keuangan tidak meningkatkan perolehan imbal hasil. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, representativeness bias memiliki nilai T-Statistics sebesar 4,780 dan P-Values sebesar 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa representativeness bias berpengaruh signifikan dan positif terhadap pengambilan keputusan investasi di Jabodetabek. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxx (2018) bahwa representativeness bias berpengaruh positif signifikan terhadap pengambilan keputusan investasi. Variabel ketiga yaitu loss aversion bias. Loss Aversion Bias mengacu pada perbedaan tingkat mental yang dimiliki seseorang yang disebabkan kehilangan atau keuntungan dengan ukuran yang sama. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, loss aversion bias mempunyai nilai T-Statistics sebesar 3,268 dan P-Values sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa loss aversion bias berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengambilan keputusan investasi di Jabodetabek. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxxx (2018) bahwa loss aversion bias berpengaruh positif signifikan terhadap pengambilan keputusan investasi.
PEMBAHASAN. 4.1 Pengenaan Pajak dalam Dokumen dan Penggunaan Bea Meterai ......................................................................... 49
PEMBAHASAN. Bagaimana bentuk Peaksanaan Perjanjian Kerja antara jurnalis dengan perusahaan lombok tv Bentuk perlindungan kerja jika terjadi kecelakaan lalu lintas pada saat jurnalis meliput suatu berita Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja
PEMBAHASAN. A. Peraturan Pemberian Pesangon Bagi Pekerja/Buruh yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Hubungan kerja merupakan hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja. Pemutusan hubungan kerja berarti berakhirnya hubungan hukum antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Pada Pasal 1 Angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Mendefinisikan pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja kareana suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Dalam hal terjadinya pemutusan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Pesangon adalah sejumlah pembayaran yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh kareana pemutusan hubungan kerja. Secara rinci perhitungan hak pekerja/buruh karena pemutusan hubungan kerja diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja. Dalam Pasal 40 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tersebut menjelaskan bahwa, dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh. Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diberikan sesuai dengan ketentuan Pasal 40 Ayat (2) :
PEMBAHASAN. 5.1 Gambaran Input Manajemen Risiko Puskesmas Caringin 96