Hendrikpondaag@unsrat.ac.id
PERJANJIAN KERJASAMA PEMBELIAN CENGKEH ANTARA PETANI DENGAN PERUSAHAAN ROKOK DITINJAU DARI KUHPERDATA
Yosua S.R.Woy., Xxxxxxxxx@xxxxx.xxx
Xxxxxxx Xxxxxxx., Xxxxx Xxxxxx.,
Abstrak
Perjanjian kerjasama adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua pihak atau lebih untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Tujuan dari perjanjian kerjasama antara pihak-pihak adalah untuk saling menguntungkan dan mencapai tujuan bersama. Perjanjian kerjasama pembelian cengkeh antara petani dengan perusahaan rokok dapat ditinjau dari perspektif hukum perdata di Indonesia, termasuk dalam kerangka KUHPERDATA dan membertimbangkan beberapa pasal yang relevan yakni : Pasal 1313 KUHPERDATA, Pasal 1320 KUHPERDATA,
Pasal 1450 KUHPERDATA, dan Pasal 1543 KUHPERDATA. Melalui peninjauan perjanjian kerjasama pembelian cengkeh dari perspektif hukum perdata berdasarkan KUHPERDATA, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang aspek hukum yang terkait dengan perjanjian tersebut. Hal ini dapat membantu mewujudkan kerjasama yang adil, berkeadilan, dan sesuai dengan ketentuan hukum perdata yang berlaku di Indonesia.
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui keabsahan perjanjian jual beli cengkeh antara petani dan perusahaan rokok.
2. Untuk mengetahui bagaimana pembuktian perjanjian bila terjadi wanprestasi jual beli cengkeh antara petani dan perusahaan rokok.
Kata Kunci : Keabsahan perjanjian, Kesepakatan, KUHPerdata, Perjanjian jual beli.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Adanya aturan hukum dalam suatu negara merupakan unsur yang sangat penting. Suatu aturan hukum mempunyai peran yang sangat penting, yaitu berperan dalam menjamin terciptanya keamanan, ketentraman, kenyamanan, keadilan serta kepastian hukum bagi seluruh lapisan masyarakat. Terdapat sebuah adagium yang pastinya sudah tidak asing lagi ditelinga para praktisi hukum, yaitu adagium yang berbunyi “ubi societas ibi ius”, yang mana dalam bahasa Indonesia adagium tersebut berarti bahwa dimana ada masyarakat disana ada hukum. Hal tersebut menunjukkan bahwa hukum dan masyarakat mempunyai suatu keterkaitan yang sangat erat.
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mempunyai kebutuhan yang beragaman. Dalam upaya memenuhi kebutuhan yang beragam, manusia tidak dapat terlepas dari sifat sosialnya, yaitu berada dalam suatu kelompok tertentu dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Dalam kehidupan masyarakat, terdapat suatu interaksi yang dilakukan oleh masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Setiap masyarakat membutuhkan suatu interaksi dengan orang lain agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang beragam. Adapun salah satu contoh interaksi yang dilakukan oleh masyarakat tersebut adalah melakukan suatu kegiatan bisnis seperti jual beli, sewa menyewa, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan kegiatan jual beli diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), tepatnya diatur pada Bab V, Buku ke III yang mengatur mengenai perikatan (verbintenissen), sehingga dapat dikatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian. Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian yang bertimbal balik, yang mana terdapat dua
pihak, yaitu pihak penjual dan pihak pembeli. Perjanjian jual beli dikatakan sebagai perjanjian bertimbal balik karena di satu sisi (pihak penjual) memberikan suatu janji untuk melakukan penyerahan barang dan di sisi lain (pihak pembeli) memberikan janji untuk membayarkan sejumlah harga sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Transaksi jual beli secara lisan banyak dilakukan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan dengan mayoritas penduduk bekerja dibidang pertanian dan perkebunan. Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan umumnya bekerja dibidang pertanian dan perkebunan. Hasil pertanian atau perkebunan tersebut biasanya dijual secara lisan tanpa adanya bukti tertulis.
Pertanian di Indonesia khususnya di Sulawesi Utara merupakan sektor yang paling penting, dimana penduduknya sebagian besar adalah petani atau mata pencahariannya adalah dengan bertani. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya jumlah penduduk yang bekerja pada sektor pertanian. Penurunan sumbangan sektor pertanian salah satunya disebabkan oleh permasalahan yang terjadi dalam kegiatan pertanian. Permasalahan tersebut, antara lain dalam hal permodalan petani. Salah satu sektor pertanian yang dapat dikembangkan adalah tanaman cengkeh, dimana sentra usaha pertanian cengkeh merupakan salah satu usaha pertanian yang pernah menjadi unggulan bagi petani.1
Xxxxxxx pernah menjadi komoditi ekspor oleh pemerintah, serta memberikan peluang ekonomi yang besar bagi petani. Lonjakan harga cengkeh terjadi saat kebutuhan industri cengkeh semakin tinggi. Harga tinggi membuat petani beramai-ramai untuk bertani pada usaha cengkeh. Puncak kejayaan para petani cengkeh terjadi pada dekade 1950-an hingga 1970-an, harga 1 kg cengkeh setara dengan harga 1gr emas pada masa itu.2
Dalam hal memasarkan hasil pertaniannya dalam hal ini cengkeh, petani cengkeh di Sulawesi Utara melakukan
1 Xxxxxxxx, 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi Pertanian. Jakarta : Pustaka LP3ES, hlm. 7
2 Prastowo, 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh.
perjanjian jual beli secara lisan dengan perusahaan rokok yang ada di Sulawesi Utara. Jika memasuki musim panen cengkeh, maka dapat dijumpai banyak transaksi jual beli cengkeh. Perjanjian jual beli cengkeh adalah perjanjian yang terjadi antara para petani cengkeh dengan para pembeli cengkeh, yang mana transaksi jual beli tersebut dilakukan secara lisan. Kegiatan jual beli cengkeh pada umumnya dilakukan pada saat cengkeh telah dipanen. Setelah proses panen, cengkeh dapat dikeringkan terlebih dahulu. Selain itu, cengkeh juga dapat dijual secara langsung, yang biasanya disebut cengkeh basah. Terdapat perbedaan harga antara cengkeh basah (mengandung kadar air) dengan cengkeh yang telah kering. Cengkeh basah mempunyai harga yang lebih murah dibandingkan dengan cengkeh yang telah kering. Transaksi jual beli cengkeh basah banyak ditemukan saat musim panen cengkeh tiba. Terdapat beberapa permasalahan yang muncul terkait dengan perjanjian jual beli cengkeh yang dilakukan secara lisan. Berkaitan dengan transaksi jual beli cengkeh yang hanya dilakukan secara lisan, terdapat suatu ketidakjelasan mengenai batasan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian jual beli tersebut. Dalam perjanjian lisan jual beli cengkeh tidak terdapat suatu bukti tertulis, sehingga berpengaruh pada ketidakjelasan batasan hak dan kewajiban para pihak dalam melakukan perjanjian jual beli cengkeh. Selain itu, dalam pelaksanaan perjanjian lisan tersebut terdapat permasalahan, yaitu salah satu pihak telah menunaikan kewajiban yang disepakati bersama, akan tetapi kewajiban tersebut tidak dapat berjalan dengan sempurna, dikarenakan adanya faktor alam ataupun faktor lainnya diluar perkiraan para pihak. Sehingga dengan adanya kewajiban yang tidak berjalan dengan sempurna dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Adapun permasalahan terkait dengan transaksi jual beli cengkih yang dibuat secara lisan, salah satunya adalah bunga cengkeh yang diperjanjikan mengalami gagal
xxxx://xxx.xxxxxxx.xxxxxxxxx.xx.xx/xxxxxxx/xxxxx xxxx/doc_perkebunan/cengkeh/cengkeh-bagian.
panen atau jatuh pada saat masih muda. Berkaitan dengan perjanjian jual beli, telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pengertian jual beli diatur dalam ketentuan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Berdasarkan ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli merupakan suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lainnya membayar sejumlah harga yang telah dijanjikan. Dengan memperhatikan pengertian jual beli tersebut, maka dapat diketahui bahwa ada kewajiban yang dibebankan kepada para pihak. Kewajiban yang pertama adalah kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijualnya kepada pihak pembeli. Sedangkan kewajiban yang kedua adalah kewajiban pembeli membayar harga barang sesuai dengan kesepakatan harga kepada penjual. Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh, disingkat BPPC merupakan salah satu lembaga yang pernah terlibat dalam bisnis cengkih di Indonesia. Sepanjang keberadaannya, lembaga yang penuh kontroversi dengan monopolinya ini terkait dengan salah satu putra Presiden Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxx (Xxxxx).3
Awalnya, para petani memang terbantu, ketika harga cengkih mereka dibeli sesuai yang dijanjikan. Akan tetapi, kemudian mereka makin banyak menanam dan menghasilkan cengkih karena tawaran harga yang stabil, sementara pabrik kretek yang dirugikan kemudian mengurangi penggunaan cengkih mereka atau memaksimalkan stok yang ada. Belum lagi masalah beberapa pabrik kretek yang bisa membeli di luar BPPC karena korupsi pengelolaannya di daerah penghasil kretek. Nyatanya, akhirnya petani merugi banyak dari keberadaan BPPC. Pertanian cengkih yang pernah menyejahterakan petani cengkih dan makmur pra-BPPC, justru membuat mereka miskin. Bahkan, kehadiran BPPC dinilai beberapa kalangan ikut memengaruhi hampir bangkrutnya salah satu pabrik rokok terbesar saat itu, Bentoel, dan
3
xxxxx://xx.xxxxxxxxx.xxx/xxxx/Xxxxx_Xxxxxxxxx_xxx_X
menyulitkan keuangan PT Djarum yang hampir menutup PB Djarum miliknya. Perjanjian kerjasama antara Perusahaan Rokok dan petani Xxxxxxx harus menguntungkan kedua belah pihak, dimana peristiwa monopoli seperti pada masa lalu tidak akan terjadi lagi. Pembinaan produksi cengkih Petani agar sesuai dengan standard Industri sehingga berdampak pada kepastian pasar, harga jual, dan memperpendek rantai perdagangan cengkih sehingga ikut mensejahterakan harga di tingkat petani cengkeh di sulut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini, yaitu:
1. Bagaimana keabsahan perjanjian jual beli cengkeh antara petani dan perusahaan rokok menurut KUHPerdata?
2. Bagaimana pembuktian perjanjian bila terjadi wanprestasi jual beli cengkeh antara petani dan perusahaan rokok?
X. Xxxxan Penulisan
Penulisan skripsi ini mempunyai tujuan, yaitu:
1. Untuk mengetahui keabsahan perjanjian jual beli cengkeh antara petani dan perusahaan rokok.
2. Untuk mengetahui bagaimana pembuktian perjanjian bila terjadi wanprestasi jual beli cengkeh antara petani dan perusahaan rokok.
D. Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi ini mempunyai manfaat, yaitu:
1. Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai keabsahan perjanjian yang dilakukan oleh petani dengan perusahaan rokok serta bagaimana pembuktikan perjanjian bila terjadi wanprestasi antara petani cengkeh dengan perusahaan rokok.
emasaran_Cengkeh, diakses 3 Juli 2023 pukl 19.31Wita
2. Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dalam mengkaji pertanggungjawaban para pihak dalam perjanjian lisan.
E. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian dengan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum dengan cara meneliti bahan kepustakaan (library research). 4 Penelitian dilakukan dengan menelusuri peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini, yaitu Kitab undang-Undang Hukum Perdata dan aturan perundang-undangan lainnya yang bersangkut paut dengan pembahasan yang diangkat diangkat dalam skrips ini. Bahan hukum sekunder yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah buku-buku teks hukum yang terkait dengan topik penelitian, yaitu literatur dan kamus hukum.
X. Xxxxxxxxxxx Penulisan
Sistimatika penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab, yaitu sebagai berikut:
• BAB I PENDAHULUAN, yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Sistimatika Penulisan.
• BAB II TINJAUAN PUSTAKA, yang terdiri dari Tinjauan Umum Tentang Perjanjian menurut KUHPerdata, Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi dan Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerjasama Kemintraan.
4 Xxxxxxxx, S dan Mamudji, S. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta: Xxxxxxxi Pers, 2001, hlm. 13-14.
• BAB III PEMBAHASAN, yang terdiri dari Keabsahan Perjanjian Jual Beli Cengkeh Antara Petani Dan Perusahaan Rokok menurut KUHPerdata dan Pembuktian Perjanjian Bila Terjadi Wanprestasi Jual Beli Cengkeh Antara Petani Dan Perusahaan Rokok
• BAB IV PENUTUP, yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
• DAFTAR PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
X. Xxxxxxan Umum Tentang Perjanjian Menurut KUHPerdata
1. Pengertian Perjanjian
Pengertian Perjanjian diatur di dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dalam Pasal 1313 KUHPerdata definisi perjanjian itu (1) tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian, (2) tidak tampak asas konsensualisme, dan (3) bersifat dualisme.5
2. Bentuk Perjanjian
Menurut Xxxxxxx perjanjian dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:6
• Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak yang membuat perjanjian
• Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja, misalnya perjanjian hibah.
• Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja.
• Perjanjian konsensual, riil, dan formil. Perjanjian konsensual adalah
5 Xxxxx X.X., 2008. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 160.
6 Sutarno, 2003. Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung: Alfabeta, hlm. 82.
perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan.
• Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tidak bernama. Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata buku ke III Bab V sampai dengan Bab XVIII.
3. Asas-asas Perjanjian
Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting, yang merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Asas Konsensualisme (Persesuaian Kehendak)
b. Asas Kebebasan Berkontrak
c. Asas Kekuatan Mengikat (Pacta Sunt Servanda)
d. Asas Itikad Baik
e. Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel)
x. Xxxx Persamaan Hukum
g. Asas Keseimbangan
x. Xxxx Kepastian Hukum
i. Asas Moral
x. Xxxx Kepatutan
x. Xxxx Kebiasaan
B. Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda “wanprestastie”, yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Menurut Kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.
Pengertian yang umum mengenai wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban
7 Ibid
8 Xxxxx X.X., Op.cit, hlm. 180.
yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Wanprestasi adalah pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.7
Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.8 Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja.9
Wanprestasi (atau ingkar janji) adalah berhubungan erat dengan adanya perikatan atau perjanjian antara pihak. Baik perikatan itu didasarkan perjanjian sesuai Pasal 1338 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1431 KUHPerdata maupun perjanjian yang bersumber pada undang-undang seperti diatur dalam Pasal 1352 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1380 KUHPerdata. Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi. Somasi sendiri merupakan terjemahan dari ingerbrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata. Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau Xxxx Xxxx. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau Juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.10
C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerjasama Kemitraan .
Perjanjian Kerjasama Kemitraan sendiri tidak dikenal di dalam KUHPerdata sehingga digolongkan sebagai perjanjian tidak
9 Xxxxxx Xxxx, Op.cit, hlm. 74.
10 Ibid
bernama (innominaat), sebagaimana diatur di dalam Pasal 1319 KUHPerdata. Pasal tersebut menyatakan bahwa perjanjian tak bernama juga tunduk pada ketentuan-ketentuan umum mengenai perjanjian dalam KUHPerdata. Sehingga, KUHPerdata berlaku juga dalam perjanjian kerjasama, disamping peraturan lain, agar perjanjian kerjasama tetap sah berlaku.
Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian atau persetujuan (overeenkomst) yang dimaksud dalam Pasal 1313 KUHPerdata hanya terjadi atas izin atau kehendak (toestemming) dari semua mereka yang terkait dengan persetujuan itu, yaitu mereka yang mengadakan persetujuan atau perjanjian yang bersangkutan.11
Pengaturan hukum perikatan menganut sistem terbuka. Artinya setiap orang bebas melakukan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun belum diatur. Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk:12
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian.
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun.
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.
d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
PEMBAHASAN
A. Keabsahan Perjanjian Jual Beli Cengkeh antara Petani dan Perusahaan Rokok Menurut KUHPerdata
Syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian sudah diatur dalam Pasal 1320
11 Xxxxx Xxxxxxxxxxx, 1990. Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, Cetakan Kedua, Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, hlm. 430.
KUHPerdata yang menyebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu :
(1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
(2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
(3) suatu hal tertentu, dan
(4) suatu sebab yang halal.
Berkaitan dengan hal ini, R. Subekti mengelompokkannya menjadi dua, yaitu syarat subjektif untuk syarat pertama dan kedua serta syarat objektif untuk syarat yang ketiga dan keempat, yaitu:13
a. Syarat Subjektif
Syarat subjektif perjanjian berkenaan dengan subjek hukum atau pihak-pihak yang terikat atau yang melakukan perjanjian. Pasal 1340 KUHPerdata dinyatakan bahwa perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya. Namun, terkait dengan subjek atau pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian, KUHPerdata membedakan menjadi tiga golongan, yaitu: pihak yang mengadakan perjanjian, para ahli waris dan mereka yang mendapat hak daripadanya serta pihak ketiga. Menurut KUHPerdata, kesepakatan yang bersifat sukarela dalam suatu perjanjian dapat terpenuhi apabila:14
unda uti a
1) Tidak terdapat paksaan (dwang) yang bertentangan dengan undang- ng, misalnya dengan menakut-nak gar seseorang mau menyetujui suatu perjanjian.
2) Tidak terdapat kekeliruan atau kekhilafan (dwaling) yang berkaitan dengan objek/prestasi yang diperjanjikan atau mengenai subjeknya.
3) Tidak terdapat unsur penipuan (bedrog) yang disengaja, yaitu serangkaian kebohongan (dengan tipu muslihat) sehingga menimbulkan kesan yang keliru.
12 Xxxxxx Xxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxxx Xxxxx, Bahan Kuliah Hukum Perikatan, Fakultas Hukum Universitas Djuanda, Bogor, hlm. 5.
13 R. Subekti, Op.cit, hlm. 17.
14 Xxxxx Xxxxxxx, Op.cit, hlm. 15.
Pasal 1315 KUHPerdata menyatakan bahwa seorang hanya melakukan perjanjian untuk kepentingan diri sendiri (asas kepribadian). Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban- kewajiban antara pihak yang membuatnya. Namun, terdapat pengecualian berdasarkan Pasal 1317 KUHPerdata, bahwa perjanjian juga dapat dilakukan untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan.
Syarat subjektif yang kedua adalah mengenai kecakapan bertindak dari para pihak.
b. Syarat Objektif
Syarat objektif perjanjian berkenaan dengan objek dari perikatan. Objek perikatan merupakan segala sesuatu yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak yang bersangkutan, yang dinamakan prestasi (pokok perjanjian). Dalam hal ini, prestasi adalah sesuatu yang menjadi kewajiban dari debitur dan apa yang menjadi hak dari kreditur .
Syarat objektif yang pertama mengharuskan suatu prestasi harus dapat ditentukan atau mengenai suatu hal tertentu (certainty).
Syarat objektif yang kedua, yaitu suatu sebab yang halal, berkaitan dengan isi perjanjian itu sendiri, apakah perjanjian itu bertentangan dengan hukum, ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak.15
Perjanjian jual beli cengkeh antara petani dan perusahaan rokok adalah salah satu bentuk transaksi ekonomi yang umum terjadi dalam industri pertanian dan rokok. Perjanjian ini melibatkan petani yang bertindak sebagai penjual dan perusahaan rokok yang bertindak sebagai pembeli. Untuk menilai keabsahan perjanjian ini, kita perlu melihat beberapa aspek hukum dan persyaratan yang harus dipenuhi :
1. Kesepakatan Antara Pihak
Keabsahan perjanjian jual beli bergantung pada kesepakatan antara pihak penjual (petani) dan pembeli (perusahaan rokok). Kesepakatan harus dilakukan dengan itikad baik dan atas dasar kehendak bebas masing-masing pihak. Pihak-pihak yang
terlibat harus secara jelas menyatakan niat untuk menjual dan membeli cengkeh serta menyepakati harga, jumlah, dan syarat- syarat lain yang relevan. Kesepakatan ini dapat diungkapkan secara lisan atau dituangkan dalam bentuk tertulis.
2. Kecakapan Hukum Pihak
Untuk perjanjian jual beli cengkeh menjadi sah, pihak-pihak yang terlibat harus memiliki kecakapan hukum. Artinya, mereka harus memiliki kapasitas hukum untuk melakukan transaksi komersial. Perusahaan rokok dianggap memiliki kapasitas hukum karena mereka adalah entitas hukum yang sah. Petani juga dianggap memiliki kapasitas hukum kecuali jika mereka terbatas oleh hukum atau kondisi khusus tertentu seperti umur di bawah batas hukum.
3. Objek yang Diperdagangkan
Keabsahan perjanjian jual beli juga tergantung pada objek yang diperdagangkan, yaitu cengkeh. Objek yang diperdagangkan harus jelas dan dapat diidentifikasi dengan cukup baik. Cengkeh harus dalam kondisi yang dapat diperdagangkan, yaitu memenuhi standar kualitas yang diharapkan oleh perusahaan rokok. Jika ada ketidaksesuaian antara apa yang dijanjikan dan apa yang sebenarnya diperoleh, maka keabsahan perjanjian dapat dipertanyakan.
4. Pembayaran dan Penyerahan Barang Salah satu persyaratan penting dalam perjanjian jual beli adalah pembayaran dan penyerahan barang. Perusahaan rokok harus membayar harga yang disepakati kepada petani sesuai dengan persyaratan dalam perjanjian. Petani harus melakukan penyerahan cengkeh dalam jumlah dan kondisi yang disepakati. Pembayaran dan penyerahan barang yang tepat waktu dan sesuai dengan perjanjian adalah faktor penting dalam menentukan keabsahan perjanjian.
5. Kepatuhan Terhadap Hukum dan Peraturan
15 Ibid
Perjanjian jual beli cengkeh antara petani dan perusahaan rokok harus mematuhi semua hukum dan peraturan yang berlaku. Ini termasuk persyaratan perizinan dan peraturan perdagangan pertanian yang relevan. Jika perjanjian melanggar hukum atau peraturan yang berlaku, keabsahannya dapat dipertanyakan dan berpotensi mengakibatkan konsekuensi hukum bagi pihak yang terlibat.
B. Pembuktian Perjanjian Wanprestasi dalam Transaksi Jual Beli Cengkeh antara Petani dan Perusahaan Rokok
Dalam kasus seperti itu, penting untuk memiliki mekanisme pembuktian yang jelas untuk menegakkan hak dan kewajiban kedua belah pihak.
1. Pembuktian Perjanjian
Perjanjian merupakan salah satu hubungan hukum yang sering dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer) perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap orang lain.16
Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPer yang terdiri dari syarat subyektif dan syarat obyektif. Syarat subyektif meliputi kecakapan dan kesepakatan para pihak, sedangkan syarat obyektif yaitu adanya suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Dalam Pasal 1320 KUHPer sebagai Pasal yang mengatur mengenai syarat sahnya suatu perjanjian tidak menyebutkan bahwa perjanjian harus dalam bentuk tertulis atau tidak, sehingga bentuk perjanjian tidak mempengaruhi sah atau tidaknya suatu perjanjian. Dalam pasal 1338 KUHPer juga terdapat asas kebebasan berkontrak, yaitu kebebasan untuk menentukan bentuk suatu kontrak. Berdasarkan hal tersebut, maka perjanjian dapat dilakukan baik secara tertulis atau secara lisan.17
16 Pembuktian Perjanjian Xxxxx, xxxxx://xx.xxx.xx.xx/xxxxxxxxxx-xxxxxxxxxx-xxxxx/, diakses 15 Mei 2023 pukul 22.39 Wita
Untuk membuktikan adanya wanprestasi maka harus menyertakan alat bukti untuk memperkuat posisi penggugat. Alat bukti dalam hukum acara perdata terdiri dari 5 (lima) macam sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1866 KUHPer dan Pasal 164 Herzien Inlandsch Reglement yang meliputi :
a. Bukti tertulis;
b. Bukti Saksi;
c. Persangkaan;
d. Pengakuan; dan
e. Sumpah.
2. Pembuktian Wanprestasi
Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian jual beli cengkeh, terjadi wanprestasi. Dalam situasi ini, pihak yang dirugikan harus dapat membuktikan bahwa wanprestasi telah terjadi. Berikut adalah beberapa bentuk pembuktian yang dapat digunakan untuk menunjukkan adanya wanprestasi:
1. Bukti Penyerahan
2. Bukti Pembayaran
3. Saksi
3. Akibat Hukum Wanprestasi
Terkait dengan hukum perjanjian apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikannya, maka dikatakan debitur melakukan wanprestasi. Debitur alpa atau lalai atau ingkar janji, atau juga melanggar perjanjian, bila debitur melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Terkadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang lalai atau lupa, karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan wanprestasi yang dijanjikan.18
Di Pengadilan, kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa lawannya (debitur) tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan keadaan memaksa (overmacht). Begitu pula dengan debitur, debitur harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan terletak padanya dengan pembelaan seperti keadaan memaksa, menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan
17 Xx. Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx XX, 2012.
Hukum Kontrak, Bandung: CV. Xxxxxx Xxxx, hlm. 82
18 R. Subekti, Op.cit, hlm. 45.
haknya, dan kelalaian kreditur. 19 Terhadap kelalaian atau kealpaan si berutang (si berutang atau debitur sebagai pihak yang wajib melakukan sesuatu), diancamkan beberapa sanksi atau hukuman.
Hukuman atau akibat-akibat yang diterima oleh debitur yang lalai ada empat macam, yaitu:20
a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi.
b. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian.
c. Peralihan risiko.
Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan didepan hakim.
Salah satu hal yang sangat penting dari tidak dipenuhinya perikatan ialah bahwa kreditur dapat minta ganti rugi atas ongkos, rugi dan bunga yang dideritanya. Membolehkan adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur maka undang-undang menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan berada dalam keadaan lalai. Wanprestasi pada umumnya adalah karena kesalahan debitur, namun ada kalanya debitur yang dituduh lalai dapat membela dirinya karena ia tidak sepenuhnya bersalah, atau dengan kata lain kesalahan debitur tidak disebabkan sepenuhnya karena kesalahannya.21
4. Ganti Kerugian Akibat Wanprestasi
Ganti rugi dalam hukum perdata dapat timbul dikarenakan wanprestasi akibat dari suatu perjanjian atau dapat timbul dikarenakan oleh perbuatan melawan hukum.22 Ganti rugi yang muncul dari wanprestasi adalah jika ada pihak-pihak dalam perjanjian yang tidak melaksanakan komitmennya yang sudah dituangkan dalam perjanjian, maka menurut hukum dia dapat dimintakan tanggung jawabnya, jika pihak lain dalam perjanjian tersebut menderita kerugian karenanya.23
19 Ibid
20 Xxxxx Xxxxxxx, Op.cit, hlm. 56.
21 Ibid
22 X.X. Xxxxxx Xxxxxxxxxx, 2006. Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx, hlm. 27.
Penggantian kerugian dapat dituntut menurut undang-undang berupa “kosten, schaden en interessen” diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata dan seterusnya. Kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguhsungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving). Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. 24 KUHPerdata memperincikan kerugian (yang harus diganti) dalam tiga komponen sebagai berikut: 25
a. Biaya (kosten) adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyatanyata sudah dikeluarkan oleh suatu pihak.
b. Rugi (schaden) adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
c. Bunga (interesten) adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.
Selanjutnya dalam literature dan yurisprudensi dikenal pula beberapa model ganti rugi atas terjadinya wanprestasi, yaitu sebagai berikut:26
a. Ganti rugi yang ditentukan dalam perjanjian, yang dimaksudkan dengan ganti rugi yang ditentukan dalam perjanjian adalah suatu model ganti rugi karena wanprestasi dimana bentuk dan besarnya ganti rugi tersebut sudah ditulis dan ditetapkan dengan pasti dalam perjanjian ketika perjanjian ditanda tangani, walaupun pada saat itu belum ada wanprestasi.
b. Ganti rugi ekspektasi adalah suatu bentuk ganti rugi tentang hilangnya keuntungan
23 Xxxxx Xxxxx, Op.cit, hlm. 223.
24 Ibid
25 Ibid
26 Ibid, hlm. 224.
yang diharapkan (di masa yang akan datang), seandainya perjanjian tersebut tidak wanprestasi.
c. Pergantian biaya adalah ganti rugi dalam bentuk pergantian seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh salah satu pihak yang harus dibayar oleh pihak lain, yang telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian tersebut.
d. Restitusi adalah suatu model ganti rugi yang juga menempatkan perjanjian pada posisi seolah-olah sama sekali tidak terjadi perjanjian. Akan tetapi dalam hal ini, yang harus dilakukan adalah mengembalikan seluruh nilai tambah dalam wujudnya semula yang telah diterima oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak dari pihak yang satu ke pihak yang lainya.
e. Quantum meruit merupakan model ganti rugi yang hampir mirip dengan model restitusi yang membedakan adalah nilai tambah yang harus dikembalikan dalam model ini bukan nilai tambah dalam wujud aslinya melainkan harga dari nilai tambah yang telah diterima, karena bendanya dalam bentuk asli sudah tidak dalam posisi untuk dikembalikan lagi.
f. Pelaksanaan perjanjian berupa pelaksanaan perjanjian adlah kewajiban melaksanakan perjanjian meskipun sudah terlambat, dengan atau tanpa ganti rugi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Untuk menilai keabsahan perjanjian jual beli cengkeh antara petani dan perusahaan rokok, beberapa aspek hukum dan persyaratan harus dipertimbangkan. Hal- hal seperti kesepakatan antara pihak, kecakapan hukum pihak, objek yang diperdagangkan, pembayaran dan penyerahan barang, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan harus dipenuhi. Jika semua persyaratan ini terpenuhi, maka perjanjian jual beli cengkeh antara petani dan perusahaan rokok dianggap sah dan mengikat bagi kedua belah pihak.
2. Dalam transaksi jual beli cengkeh antara petani dan perusahaan rokok, pembuktian perjanjian dan wanprestasi merupakan hal yang penting dalam menegakkan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Surat perjanjian, bukti pembayaran, korespondensi tertulis, bukti penyerahan, bukti pembayaran, dan saksi adalah beberapa bentuk pembuktian yang dapat digunakan untuk memperkuat klaim perjanjian dan mengungkapkan adanya wanprestasi. Dalam situasi yang melibatkan perselisihan atau sengketa, penting untuk mencari bantuan hukum dan mengacu pada hukum yang berlaku di negara atau yurisdiksi yang relevan untuk menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan perselisihan secara adil dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
B. Saran
dak
1. Dalam setiap perjanjian kerjasama, haruslah ada asas keseimbangan antara kedua belah pihak, sehingga ti ada pihak yang diuntungkan ataupun dirugikan.
2. Pelaksanaan perjanjian jual beli cengkeh antara petani dengan pabrik rokok, sebaiknya dilakukan secara tertulis sehingga ada dokumen-dokumen yang sah yang bisa menjadi alat bukti ketika terjadi wanprestasi diantara para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
X. Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx, 1985. Proses Asas-asas Hukum Perdata (BW), Yogyakarta: Liberty.
X. Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx, 2010. Pokok- pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Yogyakarta: Liberty.
Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 2008. Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, 2008. Hukum Perjanjian, Asas Proporsiobalitas dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta: LaksBang Mediatama.
Xxxxxx Xxxx, 2004. Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Jakarta: RajaGrafindo Perkasa.
AZ. Xxxxxxxx, 1995. Konsumen dan Hukum Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Xxxxxx Xxxxxx, 1998. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta: Djimbaran.
Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, 2014. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Xx. Xxxx Xxxx Xxxxxx Xxxxxx, S.H., LL.M., 2020. Pengantar Ilmu Hukum, Klaten: Penerbit Xxxxxxxx.
Xx. Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx XX, 2012. Hukum Kontrak, Bandung: CV. Xxxxxx Xxxx.
Xxxxxx Xxxxxxxxx, 2014. Kumpulan Kaidah Hukum : Putusan Mahkamah Xxxxx Xxxxxxxx Indonesia Tahun 1953 S/D 2008 Berdasarkan
Penggolongannya, Jakarta : Prenadamedia Group.
Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxx, 2003. Seri Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari Perjanjian), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Xxxxx Xxxxxxxxxxx, 1990. Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, Cetakan Kedua, Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat.
X. Xxxxx Xxxxxxx, 2017. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian
dan Putusan Pengadilan, Jakarta : Sinar Grafika.
X.X. Xxxxxx Xxxxxxxxxx, 2006. Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx.
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, 1994. Perjanjian Baku (Standard), Perkembangannya di Indonesia, Bandung: Alumni, 1994.
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, 2005. Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni.
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Hukum Perikatan dalam KUHPerdata Buku Ketiga, Yurisprudensi, Doktrin, Serta Penjelasan, PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2015.
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2001.
Xxxxxx Xxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxxx Xxxxx, Bahan Kuliah Hukum Perikatan, Fakultas Hukum Universitas Djuanda, Bogor.
Xxxxxxxx, 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi Pertanian. Jakarta : Pustaka LP3ES.
X. Xxxxxxxx, 1994. Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung; Binacipta.
X. Xxxxxxx, 2007. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT. Arga Printing.
X. Xxxxxxx, 2008. Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa.
X. Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, 2011. Azas-azas Hukum Perjanjian, Bandung: CV. Xxxxxx Xxxx.
Xxxxx X.X., 2006. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, Jakarta: PT. RajaGrafindo Perkasa.
Xxxxx X.X., 2008. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafika.
Soekanto, S dan Mamudji, S. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta: Rajawali Pers, 2001.
Sutarno, 2003. Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung: Alfabeta.
Teguh Samudera, 1992. Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Bandung : Alumni.
Titik Triwulan Tutik, 2011. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana.
Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Pustaka, Bandung, 2012.
Xxxxx Xxxxxxx, 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian, Cetakan Kedua, Bandung Alumni, 1986.
Peraturan/Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Internet, Jurnal dan Sumber Lainnya
Xxx Xxxxxxx, 1995, Hukum dan Pembangunan, Majalah Hukum, Vol.1 No. XXV. xxxxx://xx.xxxxxxxxx.xxx/xxxx/ Badan_Penyangga_dan_Pemasaran_ Cengkeh, diakses 3 Juli 2023 pukl 19.31Wita
I Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxxxx, Kajian Hukum Perdata Terhadap Penggunaan Perjanjian Tidak Tertulis Dalam Kegiatan Bisnis, Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) 6 (1), 115-125.
I Xxxxx Xxxx, Si Ngurah Ardhya, Xxxxxx Xxxxxxxxxxxx Xxxxxx, Implementasi Perjanjian Lisan Jual Beli Cengkeh Berdasarkan Prinsip Menyama Braya Di Desa Tigawasa, e-Journal Komunikasi Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Ilmu Hukum (Volume 5 Nomor 1
Maret 2022)
Jenis Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata, xxxxx://xxxxxxxx.xx.xx/xxxxx/xxxxx-xxxx- bukti-dalam-hukum-acara-perdata, diakses 16 Mei 2023, pukul 19.30 Wita.
Pembuktian Perjanjian Xxxxx, xxxxx://xx.xxx.xx.xx/xxxxxxxxxx- perjanjian-lisan/ , diakses 15 Mei 2023 pukul 22.39 Wita
Prastowo, 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh. xxxx://xxx.xxxxxxx.xxxxxxxxx.xx.xx/ special/publikasi/doc_perkebunan/ce ngkeh/cengkeh-bagian.