PERJANJIAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PERIODE II TAHUN ANGGARAN 2021
PERJANJIAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PERIODE II TAHUN ANGGARAN 2021
NOMOR : 1173-Int-KLPPM/UNTAR/IX/2021
Pada hari ini Senin tanggal 06 bulan September tahun 2021 yang bertanda tangan dibawah ini:
1. Nama : Xx. Xxx Xxx Xxxx, Ph.D.
Jabatan : Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Alamat : Jl. Letjen S. Xxxxxx No. 1 Jakarta Barat 11440
selanjutnya disebut Pihak Pertama
2. Nama : Xxx. Xxxxxxx Xxx Xxxxxx, M. Hum. Jabatan : Dosen Tetap
Fakultas : Ekonomi
Alamat : Jl. Tanjung Duren Utara, No. 1 Jakarta Barat 11470 selanjutnya disebut Pihak Kedua
Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat mengadakan Perjanjian Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat sebagai berikut:
Pasal 1
(1). Pihak Pertama menugaskan Pihak Kedua untuk melaksanakan pengabdian kepada masyarakat atas nama Universitas Tarumanagara dengan judul "Pengantar Etika Bisnis Bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika Jakarta"
(2). Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan perjanjian ini dan Perjanjian Luaran Tambahan PKM.
(3). Perjanjian Luaran Tambahan PKM pembiayaannya diatur tersendiri.
Pasal 2
(1). Biaya pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 1 di atas dibebankan kepada Pihak Pertama melalui anggaran Universitas Tarumanagara.
(2). Besaran biaya pelaksanaan yang diberikan kepada Pihak Kedua sebesar Rp 6.000.000,- (Enam juta rupiah), diberikan dalam 2 (dua) tahap masing-masing sebesar 50%.
(3). Pencairan biaya pelaksaaan Tahap I akan diberikan setelah penandatangangan Perjanjian Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat.
(4). Pencairan biaya pelaksanaan Tahap II akan diberikan setelah Pihak Kedua melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, mengumpulkan laporan akhir, logbook, laporan pertanggungjawaban keuangan dan luaran/draf luaran.
(5). Rincian biaya pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) terlampir dalam Lampiran Rencana dan Rekapitulasi Penggunaan Biaya yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perjanjian ini.
Pasal 3
(1). Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat akan dilakukan oleh Pihak Kedua sesuai dengan proposal yang telah disetujui dan mendapatkan pembiayaan dari Pihak Pertama.
(2). Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam Periode I, terhitung sejak Juli
- Desember Tahun 2021
Pasal 4
(1). Pihak Pertama mengadakan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh Pihak Kedua.
(2). Pihak Kedua diwajibkan mengikuti kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Pihak Pertama.
(3). Sebelum pelaksanaan monitoring dan evaluasi, Pihak Kedua wajib mengisi lembar monitoring dan evaluasi serta melampirkan laporan kemajuan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat dan logbook.
(4). Laporan Kemajuan disusun oleh Pihak Kedua sesuai dengan Panduan Pengabdian Kepada Masyarakat yang telah ditetapkan LembagaPenelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
(5). Lembar monitoring dan evaluasi, laporan kemajuan dan logbook diserahkan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.
Pasal 5
(1). Pihak Kedua wajib mengumpulkan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan luaran/draf luaran.
(2). Laporan Akhir disusun oleh Pihak Kedua sesuai dengan Panduan Pengabdian Kepada Masyarakat yang telah ditetapkan LembagaPenelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
(3). Logbook yang dikumpulkan memuat secara rinci tahapan kegiatan yang telah dilakukan oleh Pihak Kedua dalam pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat
(4). Laporan Pertanggungjawaban yang dikumpulkan Pihak Kedua memuat secara rinci penggunaan biaya pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat yang disertai dengan bukti-bukti.
(5). Luaran Pengabdian Kepada Masyarakat yang dikumpulkan kepada
Pihak Kedua berupa luaran wajib dan luaran tambahan.
(6). Luaran wajib hasil Pengabdian Kepada Masyarakat berupa artikel ilmiah yang dipublikasikan di Xxxxxx Xxxxx, jurnal ber-ISSN atau prosiding nasional/internasional.
(7). Selain luaran wajib sebagaimana disebutkan pada ayat (6) di atas,
Pihak Kedua wajib membuat poster untuk kegiatan Research Week. (8).
Draft luaran wajib dibawa pada saat dilaksanakan Monitoring dan Evaluasi (Monev) PKM.
(9). Batas waktu pengumpulan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan luaran adalah Desember 2021
Pasal 6
(1). Apabila Pihak Kedua tidak mengumpulkan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan Luaran sesuai denganbatas akhir yang disepakati, maka Pihak Pertama akan memberikan sanksi.
(2). Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) proposal pengabdian kepada masyarakat pada periode berikutnya tidak akan diproses untuk mendapatkan pendanaan pembiayaan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Pasal 7
(1). Dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, Pihak Kedua dibantu oleh Asisten Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat yang identitasnya sebagai berikut:
x. Xxxxxxx Xxxxxxxxx/125180174/Fakultas Ekonomi/Akuntansi
(2). Pelaksanaan asistensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dalam Surat tugas yang diterbitkan oleh Pihak Pertama.
Pasal 8
(1). Apabila terjadi perselisihan menyangkut pelaksanaan pengabdiankepada masyarakat ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah.
(2). Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan diserahkan kepada Pimpinan Universitas Tarumanagara.
(3). Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bersifat final dan mengikat.
Demikian Perjanjian Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat ini dibuat dengan sebenar-benarnya pada hari, tanggal dan bulan tersebut diatas dalam rangka 3 (tiga), yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yangsama.
Pihak Pertama Pihak Kedua
Xx. Xxx Xxx Xxxx, Ph.D Xxx. Xxxxxxx Xxx Xxxxxx, M.Hum
RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
Rencana Penggunaan Biaya | Jumlah |
Honorarium | Rp 0,- |
Pelaksanaan Kegiatan | Rp 6.000.000,- |
REKAPITULASI RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
NO | POS ANGGARAN | TAHAP I (50 %) | TAHAP II (50 %) | JUMLAH | |||
1 | Honorarium | Rp | 0,- | Rp | 0,- | Rp | 0,- |
2 | Pelaksanaan Kegiatan | Rp 3.000.000,- | Rp 3.000.000,- | Rp | 6.000.000,- | ||
Jumlah | Rp 3.000.000,- | Rp 3.000.000,- | Rp | 6.000.000,- |
Jakarta, 06 September 2021 Pelaksana PKM
(Xxx. Xxxxxxx Xxx Xxxxxx, M. Hum.)
LAPORAN AKHIR
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT YANG DIAJUKAN
KE LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
PENGENALAN ETIKA BISNIS BAGI SISWA-SISWI SMA BHINNEKA TUNGGAL IKA JAKARTA
Disusun oleh:
Ketua Tim
Xxxxxxx Xxx Xxxxxx, Drs. M.Hum, 0324066501/10090005 Nama Mahasiswa:
Feliciayulitania/125180174
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKM
Periode II/Tahun 2021
1. Judul PKM 2. Nama Mitra PKM 3. Ketua Tim PKM | : Pengenalan Etika Bisnis Bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika Jakarta : SMA Bhinneka Tunggal Ika |
a. Nama dan Gelar | : Xxx. Xxxxxxx Xxx Xxxxxx, M. Hum. |
b. NIDN/NIK | : 0324066501/10090005 |
x. Xxxxxan/Gol. | : Lektor |
d. Program Studi | : S1 Akuntansi |
e. Fakultas | : Ekonomi dan Bisnis |
x. Xxxxxx Keahlian | : Filsafat Ekonomi dan Etika |
g. Alamat kantor h. Nomor HP/Telepon | : FEB Universitas Tarumanagara – Jl. Tanjung Duren Utara No. 1 - Jakarta Barat. : 081318666013 |
4. Anggota Tim PKM Mahasiswa | |
a. Jumlah Anggota (Mahasiswa) | : 1 orang |
x. Xxxx & NIM Mahasiswa 1 | : Xxxxxxx Xxxxxxxxx/125180174 |
5. Lokasi Kegiatan Mitra | : |
a.Wilayah Mitra | : Jl. KH. Moh. Mansyur No.222 A, RT.10/RW.5, Tanah Sereal, Kec. Tambora |
b. Kabupaten/Kota | : Jakarta Barat |
c. Provinsi d. Jarak PT ke lokasi mitra | : DKI Jakarta 11270 : 5.6 km |
6. a. Luaran Wajib b. Luaran Tambahan | : Makalah/artikel ilmiah dipresentasikan pada Senapenmas 2, 21 Oktober 2021. Publikasi di Journal of Innovation and Community Engagement, Universitas Maranatha Bandung. : Teks kuliah Pengantar Etika Bisnis; Artikel popular dan sudah dipublikasi di media sosial, 7 Desember 2021/ lihat di xxxxx://xxx.xxxxxxxxx.xx/0000/00/0000/xxxxxxx si-pendidikan-etika-bisnis-bagi-siswa-dan- mahasiswa.php |
7. Jangka Waktu Pelaksanaan | : Periode 2 (Juli-Desember 2021) |
8. Biaya yang disetujui LPPM | : Rp. 8.000.000,- |
Jakarta, 29 Oktober, 2021
Menyetujui, Ketua
Ketua LPPM
Xx. Xxx Xxx Xxxx, Ph.D. NIK:10381047
Xxx. Xxxxxxx Xxx Xxxxxx, M.Hum. NIDN/NIK: 0324066501/10090005
RINGKASAN
Pandemi Covid-19 di tanah air tidak hanya memunculkan persoalan kesehatan dan ekonomi melainkan juga persoalan etis atau moral. Persoalan etis tersebut tampak pada kelangkaan obat-obatan dan oksigen karena aksi penimbunan yang dilakukan oleh para pedagang untuk memperoleh keuntungan sebesar- besarnya tanpa memperhitungkan hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai, kesadaran untuk mendahulukan nyawa dan hak hidup sesama, serta hak setiap konsumen untuk memperoleh harga kebutuhan kesehatan yang wajar dan manusiawi. Bahkan tempat kremasi pun memasang tarif gila-gilaan sampi 80jt/jenazah. Hati nurani, pertimbangan moral, kesadaran moral, dan etika bisnis seolah-olah mati. Apa yang salah pada pendidikan kita sehingga menghasilkan prilaku para pebisnis seperti ini? Bagaimana lembaga pendidikan mendidik siswa dan mahasiswa agar kelak selalu menyertakan pertimbangan moral dalam menghadapi persoalan bisnis dan dengan demikian menjalankan bisnis dengan mengindahkan nilai-nilai moral? Ini merupakan kecemasan dan keprihatinan mitra. Maka langkah antisipasi dan solusi yang dilakukan pimpinan SMA Bhinneka Tunggal Ika Jakarta sebagai mitra dituangkan melalui kesediaan bermitra untuk melakukan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ini. PKM sudah dilakukan pada hari Jumat, tanggal 3 September 2021. PKM ini bertujuan untuk memperkenalkan kepada siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika makna, ruang lingkup, dan signifikansi etika bisnis dalam praktik bisnis dewasa ini. Diharapkan melalui kegiatan PKM yang dilakukan secara daring melalui zoom meeting ini, siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika memiliki pemahaman, pertimbangan, dan kesadaran etis yang memadai untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dalam menghadapi persoalan hidup sehari-hari, khususnya dalam bisnis. Untuk itu, materi pengantar etika bisnis yang diberikan dalam kegiatan PKM terdiri dari: pengertian etika bisnis; perbedaan antara etika bisnis, kode etik profesi, dan tata kelola perusahaan; berbagai pendekatan dalam pendidikan etika bisnis; tujuan dan relevansi etika bisnis; kekhasan pertimbangan etis/moral dibandingkan pertimbangan legal dan pertimbangan ekonomi; serta prinsip-prinsip etis pokok dalam bisnis. PKM Pengenalan Etika Bisnis Bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika agar para siswa memiliki pengetahuan tentang etika bisnis, mencapai kesadaran moral yang otonom, sehingga kelak bertindak etis dalam bisnis, dapat dikatakan positif dan berhasil. Hal ini terlihat dari antusiasme dan kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan- pertanyaan selama acara PKM berlangsung serta evaluasi PKM yang dilakukan pada akhir kegiatan PKM. 80% peserta mengatakan bahwa materi PKM sangat menarik. Sebanyak 44,4% menyatakan bahwa materi etika bisnis sangat penting. Para siswa pun bertekad untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dan bertindak etis dalam bisnis ketika mereka terjun di tengah masyarakat (69.4%). Para siswa pun menyatakan bahwa apabila kegiatan serupa diadakan lagi, mereka akan dengan senang hati mengikutinya (91,7%). Keberhasilan ini sebagian ditentukan oleh metode ceramah dialog-partisipatif serta pendekatan pragmatis-deskriptif dengan menyertakan studi kasus dalam kegiatan PKM ini. PKM ini pun menghasilkan luaran wajib berupa artikel ilmiah yang sudah diseminasi tingkat nasional dan publikasi di jurnal yang bereputasi, serta luaran tambahan berupa publikasi di media sosial.
Kata Kunci: etika, etika bisnis, pertimbangan moral, relevansi.
PRAKATA
Salah satu persoalan pokok yang dihadapi bangsa ini adalah lemahnya kesadaran etis dalam hampir semua bidang kehidupan masyarakat. Tiga bidang kehidupan yang seolah berkembang tanpa kaidah moral yang memadai adalah bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Di bidang politik kita menyaksikan praktik demokrasi yang menekankan kebebasan mutlak sehingga semua orang, tanpa nalar kritis dan tanggung jawab sosial yang memadai, menyuarakan ide, gagasan, bahkan memaksakan ideologi sektarian secara indoktrinatif dan otoriter menjadi ideologi nasional. Prilaku para elit politik pun lebih menampilkan diri sebagai wakil dan perpanjangan tangan partai dari pada waktil rakyat. Xxxxxxx meraja lela karena para wakil rakyat dan pejabat publik lebih mengutamakan kepentingan pribadi, partai, atau kelompok, dari pada kepentingan rakyat secara keseluruhan. Dalam bidang ekonomi, kita menyaksikan praktik-praktik bisnis yang tidak etis. Setiap hari kita disajikan dengan iklan yang menipu; menjual barang dengan harga tinggi tetapi kualitas barangnya buruk; proyek-proyek fiktif; dan spirit sekadar mengejak keuntungan semata-mata. Seolah-olah dalam bisnis, tidak berlaku pertimbangan etis. Dalam bidang sosial budaya, kita menyaksikan banyak berita hoaks; caci maki dalam ranah publik di media sosial; ujaran kebencian kepada kelompok lain entah atas nama perbedaan suku, agama, ras, atau kebudayaan. Mengapa semua hal ini terjadi? Salah satu jawaban yang mungkin adalah karena kuranganya kesadaran moral pribadi masing-masing individu maupun kesadaran moralitas publik. Di bidang ekonomi, di era pandemi ini, banyak pelaku bisnis memanfaatkan situasi sulit ini untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan menipu; menimbun obat yang sangat diperlukan untuk mengobati orang terjangkit Covid; atau bahkan menimbun tabung oksigen sehingga harga oksigen tidak hanya mahal melainkan juga menjadi langkah. Apa yang salah dalam pendidikan kita sehingga yang dihasilkan adalah orang dengan watak dan prilaku yang tidak etis? Bagaimana mengatasinya? Dalam banyak studi yang sudah dilakukan, pendidikan etika di usia dunia tidak hanya diperlukan melainkan juga relevan dan urgen untuk dilakukan. Dalam semangat untuk mengijeksi kesadaran dan sensibilitas etis inilah PKM ini dilakukan bagi siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika Jakarta. Mereka tidak terlalu mudah untuk diperkenalkan dengan etika bisnis. Justru pendidikan etis mesti mulai diberikan sejak dini. Semoga pendidikan etika bisnis dapat dilakukan pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi pada lembaga lain.
DAFTAR ISI
hlm.
Halaman Sampul 1
Halaman Pengesahan 2
A. Laporan Kemajuan Pengabdian Kepada Masyarakat
Ringkasan 3
Xxxxxxx 0
BAB I PENDAHULUAN 6
1.1 Analisis Situasi 6
1.2 Permasalahan Mitra 7
1.3 Uraian Hasil Penelitian dan PKM Terkait 10
BAB II SOLUSI PERMASALAHAN DAN LUARAN 16
2.1 Solusi Permasalahan… 16
2.2 Luaran Kegiatan PKM 17
BAB III METODE PELAKSANAAN 19
3.1 Langkah-Langkah/Tahapan Pelaksanaan… 19
3.2 artisipasi Mitra dalam Kegiatan PKM… 20
3.3 Kepakaran dan Pembagian Tugas Anggota TIM 21
BAB IV HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 23
4.1 Hasil Kegiatan PKM 23
4.2 Luaran yang dicapai 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 27
5.2. Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 30
1. Materi yang disampaikan pada saat kegiatan PKM 30
2. Foto-Foto Kegiatan PKM 50
3. Luaran Wajib 52
4. Luaran Tambahan 71
1.1. Analisis Situasi
BAB 1 PENDAHULUAN
Tingginya angka positif Covid-19 dan kematian akibat terjangkit Covid-19 yang dialami bangsa Indonesia sejak Juni 2021 lalu sampai hari ini, tidak hanya membuat pemerintahan ‘kewalahan’ mencari kebijakan yang tepat untuk menekan penyebaran Covid-19 melainkan juga ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai untuk memastikan agar setiap warga negara mendapatkan perlindungan dan pelayanan kesehatan terbaik. Beberapa persoalan yang mengemuka bebebera waktu lalu sampai hari ini adalah kesulitan ekonomi yang dialami warga negara yang kurang mampu; daya beli masyarakat yang rendah, lumpuhnya kegiatan ekonomi karena PPKM, kurang tersedianya obat-obatan untuk menangani mereka yang terpapar Covid-19, bahkan sampai dengan kurangnya tersedianya oksigen bagi para penderita Covid-19 baik yang menjalani perawatan di rumah sakit maupun yang menjalani isolasi mandiri di tempat tertentu atau di rumah masing-masing. Kelangkaan obat-obatan tersebut tidak hanya dialami oleh warga ibu kota dalam penanganan Covid-19 melainkan juga di daerah-daerah di hampir semua wilayah di Indonesia. Kita bisa membayangkan, banyak pasien meninggal karena tidak memadainya ketersediaan obat dan oksigen.
Bagi kita, yang paling menyakitkaan, dan secara moral sama sekali tidak bisa dibenarkan, adalah kelangkaan obat dan oksigen untuk mengobati pasien Covid-19 tersebut terjadi, sebagian karena para distributor atau pedangan obat dan alat kesehatan (baca: oksigen) melakukan penimbunan obat dan oksigen guna meraup keuntungan yang besar. CNN Indonesia edisi Kamis, 08/07/2021 memberitakan bahwa polisi membekuk "Tiga Kelompok Penimbun Obat Corona dan Tabung Oksigen". Obat yang ditimbun adalah Avigan dan Ivermectin. Xxxxxxx0.xxx, xxxxx.xxx, dan xxxxxxxxxxx.xxx pada tanggal 28 Juli 2021 melaporkan bahwa ada 33 kasus penimbunan obat dan oksigen. Xxxxx Xxxxxxxxx dari antaranews tanggal 28 Juli 2021 juga melaporkan bahwa dalam 33 kasus penimbunan obat-obatan oksigen tersebut, 37 orang ditetapkan sebagai tersangka. selain ivermectin, azytromicin,pun merupakan salah satu jenis obat yang ditimbun. Bahka ada sejumlah obat yang belum memperoleh izin edar, diedarkan. Belum lagi terdapat banyak tabung apar (tabus pemadam yang dirubah jadi tabung oksigen). Ini sebenarnya berbahaya bagi kesehatan Karena tabung apar atau untuk pemadam kebakaran itu tidak didesain untuk oksigen.
Dari peristiwa pandemi Covid-19 ini kita berhadapan dengan persoalan moralitas para pelaku bisnis dalam bidang kesehatan. Demi meraup keuntungan, obat-obatan dan oksigen ditimbun. Hari-hari ini pun kita mendengar berita tentang kartel kremasi jenazah Covid-19 yang harga kremasinya sampai 80jt/jenazah. Memalukan. Tentu ini merupakan prilaku bisnis yang tidak bermoral. Pertanyaannya bagaimana mendidik para pelaku bisnis agar menjalankan bisnis yang bermoral? Lebih spesifik lagi, bagaimana mempersipakan siswa dan mahasiswa untuk agar kemudian hari dapat menjalankan bisnis yang bermoral?
Ini merupakan pertanyaan, kecemasan, dan keprihatinan lembaga pendidikan termasuk mitra PKM kami, SMA Bhinneka Tunggal Ika – Jakarta. Apa yang salah dalam pendidikan kita sehingga banyak pebisnis bertindak tidak etis? Salah satu pilihan yang diambil oleh SMA Bhinneka Tunggal Ika adalah membekali siswa sejak dini pemahaman tentang etika bisnis agar kelak dapat menjalankan bisnis yang etis.
1.2. Permasalahan Mitra
Berhadapan dengan problem kesehatan dan ekonomi yang dialami masyarakat kita akibat pandemi Covid-19 saat ini, tidak ada pertimbangan moral bisnis yang bisa kita baca atau kita dengar dalam pembicaraan publik. Yang selalu kita dengar adalah pertimbangan kesehatan, pertimbangan ekonomi, dan sebagian kecil memanfaatkan masalah-masalah yang terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 sebagai isu politik. Tetapi yang jelas, praktik-praktik dagang seperti yang disebutkan di atas, tidak sekedar melanggar hukum melainkan prinsip-prinsip moral yang paling mendasar.
SMA Bhinneka Tunggal Ika yang beralamat di Jl. KH. Moh. Mansyur No. 222-A, Tanah Sereal, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat tersebut memiliki visi, misi, dan praktik pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai etis/moral. Praktik dagang untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan tidak memperhatikan kepentingan dan hak orang lain seperti yang tampak pada praktik-praktik bisnis dalam kaitannya dengan penanganan Covid-19 di atas, membuat para pengelola sekolah ini ingin membekali siswa-siswinya agar kelak tidak melakukan praktik bisnis yang menyengsarakan orang lain. Berhadapan dengan arus dagang dan praktik ekonomi kotor semacam itu, dikhawatirkan siswa tidak lagi dapat membedakan mana yang baik mana yang buruk, mana yang benar mana yang salah, mana yang
patut dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Maka pengenalan dengan etika bisni dianggap sebagai salah satu solusi yang dapat ditempuh. Tetapi mitra belum memiliki sumber daya yang memadai untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa-siswi tentang etika bisnis. Oleh karena itu, kerja sama antara kami dan mitra dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman para siswa dan mengingatkan para siswa tentang etika bisnis yang perlu mereka perhatikan, tidak hanya dalam masa pendidikan melainkan juga kelak ketika mereka terjun dan bekerja di tengah-tengah masyarakat.
Kekhawatiran, kecemasan, dan keprihatinan mitra memiliki dasar yang sangat kuat. Dasar tersebut ada pada sejarah didirikannya sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika, visi dan misi SMA Bhinneka Tunggal Ika. Catatan sejarah Yayasan Pendidikan ini menunjukkan bahwa sekolah Bhineka Tunggal Ika didirikan oleh seorang tokoh nasionalis-populis yang bernama Xxxxx Xxxxxxx pada tahun 1968. Berangkat dari keprihatian almarhum Xxxxx Xxxxxxx dalam melihat kenyataan bahwa banyak anak Indonesia yang putus sekolah, bahkan tidak sekolah, maka ia mendidirkan sekolah ini dengan nama Ta Tung. Dalam proses perkembangannya, pada tahun 1971 Ta Tung berubah nama menjadi Sekolah Bhinneka Tunggal Ika atas inisiatif Wakil Presiden Indonesia Pertama yaitu Alm. Xxxxxxxx Xxxxx. Sekolah ini ingin turut serta membangun generasi bangsa Indonesia tanpa memandang perbedaan suku, ras, dan agama. Sekolah ini ingin menegakkan semangat keterbukaan, solidaritas, dan toleransi. Maka Sekolah Bhineka Tunggal Ika dapat dianggap sebagai salah satu sekolah yang mempraktikan proses asimilasi pertama di Indonesia. Hingga saat ini Yayasan Pendidikan Bhinneka Tunggal Ika yang menaungi Sekolah Bhinneka Tunggal Ika yang berazaskan Pancasila berpartisipasi dalam pembangunan bidang Pendidikan dan pengajaran serta pelayanan sosial lainnya, serta turut serta mempersiapkan tenaga-tenaga terampil dalam segala bidang. Yayasan menyelenggarakan pembelajaran umum maupun kejuruan sebagai bentuk upaya mencerdaskan generasi muda dengan membantu terbentuknya pribadi yang utuh dan yang menghargai perbedaan.
Visi dan misi mitra SMA Bhinneka Tunggal Ika pun jelas-jelas mengandung cita-cita dan nilai- nilai moral. Visi SMA Bhinneka Tunggal Ika adalah: “menjadi Lembaga Pendidikan Nasional terkemuka dan modern yang turut serta membangun generasi Penerus Bangsa dalam Ilmu, Iman dan Karakter tanpa memandang Suku, Ras dan Agama berasaskan Pancasila”.
Sementara misi SMA Bhinneka Tunggal Ika adalah: “mengembangkan potensi peserta didik secara optimal melalui Pendidikan Karakter, Pengajaran Bermutu, Toleran dan Menghargai Semua Perbedaan yang ada, melalui peserta didik yang dipercayakan Orang Tua dan Wali Murid kepada kami sebagai Lembaga Pendidik Terpercaya”.
Berpedoman pada catatan sejarah, visi, dan misi di atas, SMA Bhinneka Tunggal Ika dalam paktik pendidikan dan pembelajarannya mengedepankan:
1. Pendidikan Karakter. Pendidikan karakter yang diterapkan mencakup pemberdayaan potensi dan pembudayaan karakter peserta didik sebagai pribadi yang unggul, unik, dan mengabdi pada kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Pengajaran Bermutu. Agar menciptakan kualitas lulusan pendidikan yang mumpuni, mutu pembelajaran baik menyangkut kurikulum maupun metode pengajaran selalu diperbarui dan ditingkatkan. Model pendidikan yang inovatif, kritis, partisipatif, dan dialogis menjadi pilihan proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah ini. Tujuannya jelas, yakni untuk menciptakan mutu lulusan yang unggul karena menguasai teori dan mampu menerapkan dalam praktik kerja dan kehidupan sehari-hari.
3. Menanamkan sikap toleran, iklusif, dan terbuka. Seperti ditegaskan dalam proses pendirian yayasan pendidikan ini dan juga tercermin dalam misi SMA Bhinneka Tunggal Ika, bahwa toleransi dan keterbukaan perlu dibangun dan dikembangkan menjadi ciri khas dan iklim relasi social yang kondusif di sekolah ini guna mendukung terwujudnya insan-insan lulusan yang terbuka dan pluralis. Keterbukaan dan toleransi tidak hanya dipraktikan dalam lingkungan sekolah melainkan juga dalam relasinya dengan masyarakat sekeliling dan masyarakat luas.
4. Menghargai perbedaan. Sekolah ini dibangun atas dasar semangat menghargai perbedaan. Perbedaan ras, suku, agama, kelompok, merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Maka peroses pendirikan mesti berorientasi pada pendidikan penidikan yang menyatukan keberagaman. Dalam mengupayakan proses pendidikan dan pengajaran yang multikultural, perlu dibangin kultur saling menghargai, mengapreasiai, dan menerima perbedaan sebagai kekayaan bersama untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
5. Memelihara dan meningkatkan kepercayaan. Sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika meyakini bahwa bergabunganya para murid di sekolah ini merupakan bukti kepercayaan orang tuas dan murid pada kualitas pengelolaan dan proses pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga pendidikan ini. Maka kepercayaan itu, tidak hanya perlu terus dirawat, melainkan juga terus ditingkatkan agar kolaborasi dan kerja sama antara orang tua, murid, guru, dan pimpinan mampu meningkatkan kualitas lulusannya.
Terkait dengan pendidikan karakter lulusan yang unggul, unik, peduli, toleran, dan solider dengan sesama serta mengabdi kepada kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara itulah PKM dengan
memperkenalkan etika bisnis ini dilakukan. PKM ini merupakan upaya untuk memperkuat karakter lulusan SMA Bhinneka Tunggal Ika yang mengedepankan nilai-nilai moral individual, sosial, dan ekonomi (bisnis yang etis).
Berikut ini adalah foto Sekolah Bhineka Tunggal Ika yang menjadi mitra pelaksanaan PKM :
1.3. Uraian Hasil Penelitian dan PKM Terkait
Setiap hari semua orang menghadapi problem-problem moral. Dan setiap orang memiliki keyakinan sendiri tentang apa yang baik dan apa yang buruk (Fang, 2017). Apa yang harus dimakan, apa yang harus diminum, apa yang mesti dipelajari, apa yang mesti dikerjakan, apa yang dibaca, apa yang disebarkan dalam media social, dan sebagainya. Kita dihadapkan dengan berbagai pertanyaan yang mengitari kehidupan kita. Pertanyaannya adalah bagaimana memutuskan secara tepat dan baik? Apakah keputusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara moral?
Agar dapat memutuskan tindakan secara tepat kita perlu memiliki penalaran moral atau moral reasoning. Penalaran moral perlu dimiliki setiap orang dalam kehidupan seharai-hari. Lembaga pendidikan, terutama pendidikan menengah dan tinggi perlu mendidik siswa dan mahasiswa agar memiliki penalaran dan kesadaran moral yang tepat. Menurut Teori moral Kohlberg, perkembangan moral individu berlangsung dalam tiga tahap yakni 1) tahap pra-konvensional (yang berorientiasi pada kepentingan-diri sendiri) , 2) tahap konvensional (bertindak berdasarkan tatanan sosial, aturan, hokum), dan 3) tahap post-
konvensional (bertindak berdasarkan prinsip-prinsip etis universal) (Fang, 2017). Pendidikan etika, termasuk etika bisnis diharapkan mampu mengantar orang sampai pada tahap post-konvensional. Karen jika pada tahap pra-konvensional orang mendasarkan tindakan pada perasaan sakit atau senang yang diterima dan pada tahap konvensional, orang bertindak berdasarkan aturan atau kesepakatan yang disetujui bersama, maka pada tahap post-konvensional, orang memiliki kesadaran dan penalaran moral yang otonom. Orang yang berada pada level ini, orang memutuskan tindakan moral berdasarkan prinsip-prinsip dan cita-cita moral absolut yang diyakini kebenarannya dari pada kepentingan-diri sendiri atau ketentuan hukum yang berlaku (Fang, 2017). Pendidikan etika, termasuk etika bisnis, membimbing siswa atau mahasiswa untuk sampai pada kesadaran dan pertimbangan moral yang otonom.
Filsuf, moralis, dan Xxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx dalam artikelnya Reflection on Teaching on Business Ethics, menyatakan bahwa dimensi moral ada dalam setiap keputusan bisnis, apa pun bidang bisnisnya. Energy, pariwisata, Keuangan, transportasi, jasa, pariwisata, retail, dan sebagainya. Tidak ada bisnis yang lepas dari pertimbangan moral. Keputusan menerima tenaga kerja, menentukan upah, kualitas produksi, distribusi barang, marketing, bahkan sampai dengan penentuan harga, akuisisi perusahaan, daerah investasi, semuanya terkait dengan persoalan etis dan oleh karena itu perlu menyertakan petimbangan moral (Xxxxxxx, 1991). Pertimbangan moral tidak cukup mengubah orang melainkan harus mengubah struktur. Dalam struktur perusahaan penting setiap perusahaan memiliki divisi etis. Yakni divisi yang secara khsus khusus bertugas untuk mengiplementasikan etis seperti komite audit internal.
Lembaga pendidikan bisnis pun memiliki kewajiban moral untuk meningkatkan kesadaran etis mahasiswa. Bahkan tidak hanya lembaga pendidikan bisnis, melainkan juga semua program studi. “The same might be said about business schools; to enhance ethicality, we need both that all faculty become more committed to moral education and special departments dedicated to it” (Xxxxxxx, 1991). Pendidikan etika bisnis tidak hanya perlu diberikan kepada siswa dan mahasiswa di tingkat sarjana meliankan juga di tingkat doktoral. Offut (2018) dalam “Do we need to teach ethics to PhD students?” menyatakan bahwa mahasiswa tingakt doctoral perlu diingatkan akan nilai semacam integritas dan etika. Publikasi ulang paper, plagiat, atau tindakan immoral lain yang menunjukkan rendahnya itegritas dan kesadaran etis. “Do we need to educate our students about ethics and integrity? Of course! But it's not just students, we must start with ourselves. Children do as their parents do, and students do as their advisors do” (Offut, 2018).
Bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang akuntasi, baik corporate accounting maupun professional accounting, pendidikan etika bisnis merupakan sesuatu yang penting dan relevan. Bukan saja
karena merebaknya skandal-skandal besar praktik akuntan yang tidak etis seperti Enron, dan sebagainya, melainkan juga semakin tumbuh dan berkembangnya kesadaran etis para pebisnis. Poje dan Grof (2021), dalam Journal of Business Ethics menunjukkan bahwa pendidikan etika bisnis bisa dilakukan dengan mengemas; 1) studi bibliografis tentang sejarah perkembangan pendidikan etika bisnis; 2) mengidentifikasi kluster atau bidang-bidang pendidikan etika bisnis yang semakin spesiki misalnya khusus dalam soal akuntansi; dan 3) menganalisis persoalan dan pola ruang kontekstual dimana kasus- kasus tindak yang tidak etis terjadi. Karena bagi Poje dan Grof (2021), akuntasi itu bukan sekedar melihatkan keterampilan-keterampilan teknis, melainkan juga integritas dan tanggung jawab moral profesi akuntan.
Tentang isi pendidikan etika bisnis itu sendiri, paradigm neo-klasik, deontologis perlu dilengkapi dengan paradigm deontologis dan sosial (Poje dan Grof, 2021). Tantagannya adalah ketidak jelasan niliai mana yang perlu diajarkan. Apakah nilai yang kita anut bersama, atau justu pengetauan dan respen bagi nilai-nilai yang membedakan kita? Dalam bidang akuntansi, efektifitas, pendidikan etika binis dalam bidang akuntasi ditentukan oleh materi, metode pendidikan akuntansi, dukungan institusi, serta dukungan pembelajar (Limijaya, 2019).
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Xxxxx Xxxxxxxxx (2017) di Dublin Business School menunjukkan bahwa pendidikan etika bisnis mampu meningkatkan 69.05% pemahaman dan sensivitas etis peserta didik. Tentu yang diharapkan agar di kemudian hari sensivitas etis menentukan prilaku mereka dalam bisnis untuk selalu bertindak menurut kaidah-kaidah etis. Penelitian dan publikasi lain yang dilakukan Xxxxxxx, Xxxxxxxx, dan Xxxxxxxx (2019) kepada mahasiswa akuntansi Undiksha, membuktikan bahwa pendidikan etika bisnis dan profesi, serta perkembangan moral, berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku etis. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Xxxx dan Xxxxxxx (2016) menunjukkan bahwa meskipun tidak signifikian, masih terdapat pengaruh pendidikan etika bisnis dengan perspesi etis mahasiswa. Kondisi ini memperlihatkan juga bahwa kualitas lulusan yang diharapkan tidak hanya memiliki pengetahun akuntansi yang mumpuni melainkan juga kesadaran dan prilaku etis agar dapat bersaing dalam dunia kerja.
Pendekatan Pendidikan etika bisnis sendiri paling tidak mengenal tiga jenis penedekatan yakni pendekatan:
a. Pragmatis/deskriptif
Xxxxx X. X. Cagle dan X. Xxxxxx (2006) dalam Case Studies of Ethics Scandals: Effects on Ethical Perceptions of Finance Students, menyatakan bahwa kasus-kasus malpraktik dalam bisnis dapat dipakai sebagai media pembelajaran etika bisnis bagi siswa atau mahasiswa agar kelak dapat mengambil keputusan etis secara tepat. Studi yang dilakukan oleh Xxxxx dan Xxxxxx (2006) menunjukkan bahwa ‘studying ethics scandals positively impacts students’ ethical decision making and their perceptions of the ethics of business people’.
Sejak dunia dan juga Indonesia dilanda pandemi Covid-19 proses pendidikan umumnya dilakukan secara daring dengan menggunakan platform media online. Banyak orang beranggapan bahwa model pendidikan ini kurang efektif karena tidak bisa mengontrol kegiatan siswa atau mahasiswa selama proses kuliah berlangsung. Tetapi menarik bahwa, penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxx Xxxxxxxx dkk di Jogyakarta (2020) dan dituangkan dalam laporan mereka, A New Way of Teaching Business Ethics: The Evaluation of Virtual Reality-Based Learning Media, menunjukkan bahwa pembelajaran daring pun mampu memotivasi, dan meningkatkan efektivitas pembelajaran. Dalam kaitannya dengan pendidikan etika bisnis, model pendidikan ini pun mampu meningkatkan self-efficacy peserta didik. “The results show that virtual-reality based media make the learning process motivating, interesting, and increases perceived learning effectiveness. Furthermore, VR-based learning media can increase the level of ethical efficiency of individuals by increasing their self-efficacy” (Xxxxxxxx, 2020).
Self-efficacy , menurut Xxxxxxxx, Xxxxxx, dan Xxxxxxxx (2008) sebagaimana dikutip Sholihin (2021) berkaitan dengan keyakinan seseorang untuk memelihara dan meningkatkan motivasi, sumberdaya kognitif, dan kesadaran untuk untuk bertindak secara etis. Ketika berhadapan dengan persoalan etis, orang dengan self-efficacy tiggi akan memilih untuk selalu mengedepankan pertimbangan etis. “A person with high ethical efficacy has persistence in upholding ethical principles (Xxxxxxxxx & Jerusalem, 2010) and in performing ethical behavior and actions” (Xxxxx & Xxx, 2019). Kesadaran etis merupakan bagian dari hakikatnya (Xxxxx & Xxx, 2019). Dan kesadaran etis semacam ini dibentuk melalui pendidikan dan training.
b. Pendekatan normative/ Legal
Misalnya, untuk para penimbun obat Covid-19 dan oksigen akan dihukum. CNN Indonesia, Minggu, 04/07/2021 melaporkan bahwa juru bicara (Jubir) Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Xxxx Xxxxxxx meminta masyarakat dan distributor tidak menimbun oksigen medis dan obat-obatan covid-19 pada masa darurat pandemi. Jodi memastikan penimbun oksigen medis
dan obat covid-19 akan mendapatkan hukuman cepat atau lambat. Para penimbun dianggap mengeksploitasi tingginya kasus prositif dan kematian warga masyarakat demi kepentingan pribadi.
Xxxx Xxxxxxx, sebagaimana dilaporkan Xxxxx Xxxxxxxxx (2021) menjelaskan bahwa konsekuensi atau sanksi hukum bagi penimbun obat-obatan dan oksigen di masa pandemi berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 2014 dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda sebesar lima miliar rupiah. Selain itu, oknum penimbun obat-obatan dan oksigen juga dapat dikenakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman penjara enam tahun dan denda dua miliar rupiah.
Sebagaimana diketahui, Undang-Undang No. 7 tahun 2014 tentang Kekarantinaan merupakan penyempuranaan Undang Undang Wabah tahun 1984. Pasal 14 Undang-undang ini menegaskan….Bunyi pasal ini dianggap masih luas dan cair sehingga penegak hukum mengalami kesulitan. Kesulitan itu berkaitan dengan upaya untuk memastikan/menentukan apakah tindakan pelanggaran tersebut termasuk kedalam kategori pelanggaran akibat kelalaian atau tindakan kejahatan yang dilakukan secara sengaja. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya ketimpangan antara penindakan pada satu kasus dan kasus lainnya. Terhambatnya proses penegakan hukum tidak hanya berkaitan dengan para spekulan yang menimbun obat-obatan dan oksigen melainkan juga para pelanggar protocol kesehatan; atau juga pelanggar PPKM.
Rahmawati dari antaranews (2021) melaporkan bahwa terhadap para tersangka (37) penimbun obat dan oksigen dikenakan pasal berlapis yakni : Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara, Pasal 62 juchto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.
c. Pendekatan preskriptif/etis
Dalam Bahasa Kholberg, tujuan pendekaan etis adalah agar siswa mencapai kesadaran moral yang otonom. Atau dalam rumusan Kholberg, siswa mencapai tahap perkembangan moral post-convensional (Fang et.all, 2017).
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dengan tema Pendidikan Etika dan Kode Etik Siswa pernah dilakukan oleh dosen Universitas Pemulang (UNPAM) bersama mahasiswa dari Program Studi D-III Sekretari. Kegiatan tersebut dilakukan di Yayasan Pendidikan Islam Jame Pekojan, Jakarta Barat. Tema yang dibahas adalah etika dan kode etik peserta didik di sekolah. Pada tahun 2020 lalu, saya bersama rekan-rekan dosen dan mahasiswa dari S1 Akuntansi Universitas Tarumanagara mengadakan
pelatihan tentang Pengantar Akuntansi Perpajakan dan Etika Perpajakan di SMA Bhinneka Tunggal Ika. Tujuannya adalah membekali pengetahuan siswa dan guru-guru SMA tentang pajak dan kewajiban etisnya.
Maka PKM kami kali ini, berdasarkan persetujuan dengan mitra PKM yakni kepala SMA Bhinneka Tunggal Ika, mengambil tema lebih spesifik namun mendasar yakni Pengantar Etika Bisnis bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika.
BAB 2
SOLUSI PERMASALAHAN DAN LUARAN
2.1. Solusi Permasalahan
Seperti sudah dijelaskan di depan bahwa permasalahn yang dihadapi mitra adalah bagaimana mendidik dan membangun karakter siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika sesuai dengan visi misi sekolah. Pendidikan karakter agar selalu mengedepankan pertimbangan etis atau moral dalam berpikir dan bertindak mau tidak mau mesti dilakukan secara terencana, kontinu, dan berkulitas. Tujuannya jelas, yakni tidak hanya bahwa para lulusannya mematuhi aturan-aturan moral dalam lingkungan sekolah melainkan juga dalam membangun relasi sosial dan praktik bisnis yang bermoral ketika mereka tamat nanti dan bekerja di tengah masyarakat. Itulah sebabnya, PKM Pengantar Etika Bisnis ini merupakan salah satu solusi.
Tentu saja solusi ini merupakan bagian dari upaya membangun karakter moral siswa. Agar siswa tidak sekedar diingatkan bahwa tujuan bisnis atau dagang bukan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan cara yang tidak halal. Prinsip Machiavelian , ‘tujuan menghalalkan cara’, tidak bisa diterapkan dalam bisni. Praktik-praktik bisnis curang seperti penimbunan obat, penimbunan oksigen, kartel kremasi, menjual obat-obatan palsu, dan sebagainya yang akhir-akhir ini menggegerkan public tidak lagi berkembang. Untuk itu pemahaman terhadap etika bisnis merupakan sesuatu yang penting, relevan, dan kontektual.
Agar mencapai tujuan yang diharapkan, materi yang akan diberikan dalam PKM ini berkaitan dengan:
1). Pengertian etika bisnis;
2). Perbedaan antara etika bisnis, kode etik profesi, dan tata kelola perusahaan; 3). Berbagai pendekatan dalam pendidikan etika bisnis;
4). Tujuan dan relevansi etika bisnis;
5). Kekhasan pertimbangan etis/moral dibandingkan pertimbangan legal dan pertimbangan ekonomi; dan
6). Prinsip-prinsip etis pokok dalam bisnis.
7). Pembahasan, analisis kasus, dan kuis.
Agar PKM ini mampu mendukung terwujudnya karakter dan kesadaan moral yang tinggi pada para siswa sebagai solusi terhadap persoalan yang dialami mitra, perlu dipikirkan PKM lanjutan sebagai implementasi dan perluasan PKM ini. Misalnya, PKM tentang mengukur kesadaran dan pertimbangan moral siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika; atau teori-teori etika tentang kriteria sebuah tindakan yang dianggap bermoral atau tidak. Singkatnya, PKM ini hanyalah salah satu bagian dari perjalanan panjang mendidik kesadaran dan karakter moral siswa- siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika.
2.2. Luaran Kegiatan PKM
Luaran wajib dari PKM ini berupa modul Pengantar Etika Bisnis, hasil dari materi yang diberikan kepada siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika. Modul tersebut berisikan pembahasan tentang pengertian etika bisnis; perbedaan antara etika bisnis, kode etik profesi, dan tata kelola perusahaan; berbagai pendekatan dalam pendidikan etika bisnis; tujuan dan relevansi etika bisnis; kekhasan pertimbangan etis/moral dibandingkan pertimbangan legal dan pertimbangan ekonomi; serta prinsip-prinsip etis yang perlu diperhatikan dalam bisnis.
Di samping luaran wajib di atas, luaran wajib lain yang dihasilkan dari PKM ini adalah berupa artikel PKM yang sudah dipresentasikan pada tanggal 21 Oktober 2021 dalam acara Seminar Pengabdian Masyarakat (SENAPENMAS) UNTAR tahun 2021 ini. Makalah yang disajikan dalam presentasi tersebut dipublikasikan di Journal of Innovation and Community Engagement Universitas Maranatha Bandung.
Luaran tambahan yang akan dihasilkan adalah publikasi di media social tentang penting dan relevannya kegiatan PKM ini karena dewasa ini kita menyaksikan praktik-praktik bisnis yang tidak etis di mana-mana. Publikasi ini dapat mengingatkan publik tentang pentingnya pendidikan etika bisnis bagi generasi muda sebagai pelaku ekonomi di masa kini dan masa depan.
Dengan demikian luaran yang dihasilkan adalah:
No. | Jenis Luaran | Keterangan |
Luaran Wajib | ||
1 | Publikasi ilmiah pada jurnal ber ISSN atau | Sudah submit di Journal of Innovation and Community Engagement |
2 | Prosiding dalam temu ilmiah | Sudah dipresentasikan dalam Senapenmas 2, 21 Oktober 2021 |
Luaran Tambahan (wajib ada) | ||
1 | Publikasi di media massa | Draftnya sudah dikirim untuk dipublikasikan di xxxx://xxx.xxxxxxx- |
2 | Hak Kekayaan Intelektual (HKI) | |
3 | Teknologi Tepat Guna (TTG) | |
4 | Model/purwarupa/karya desain | |
5 | Buku ber ISBN |
BAB 3
METODE PELAKSANAAN
3.1. Tahapan/Langkah-Langkah Pelaksanaan Solusi
Pelaksanaan PKM ini melalui beberapa tahapan yakni:
1. Persiapan. Tahap ini dimulai dengan membangun komunikasi dengan mitra, mengidentifikasi masalah dan kebutuhan mitra untuk kemudian merumuskan proposal PKM guna mencari solusi atas masalah yang dialami mitra tersebut. Termasuk pada tahap ini adalah membaca sumber- sumber rujukan dari jurnal atau laporan PKM untuk menambah wawasan tentang topik PKM yang akan dilaksanakan. Hasil nyata dari tahap ini adalah proposal kegiatan PKM yang disetujui oleh mitra dan perjanjian kerja bersama Abdimas Universitas Tarumanagara untuk dilaksanakan.
2. Pelaksanaan. Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan yang dikelola bersama oleh pelaku PKM dan mitra PKM. Acara pelaksanaan PKM Pengantar Etika Bisnis ini terdiri dari 5 sesi, yakni: seksi satu dimulai dengan sambutan kepala SMA Bhinneka Tunggal Ika dan sekaligus membuka acara PKM ini. Sesi kedua, adalah pemaparan materi tentang Pengantar Etika Bisnis. Sesi kedua diakhiri dengan kuis untuk memantik perhatian siswa dalam mendengarkan pemaparan materi. Sesi ketiga dilakukan tanya jawab antara pelaku PKM dengan siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika. Pada sesi ini pun dapat diselingi dengan kuis untuk memantik siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapat tentang materi PKM atau tentang kasus-kasus konkret yang terkait dengan PKM ini. Siswa-siswi yang memenangi kuis akan diberikan hadiah yang akan dikirim melalui gopay ke alamat masing-masing siswa. Sesi keempat adalah pengisian angket evaluasi melalui google form. Sesi kelima adalah penutup. Sesi ini diisi dengan kata sambutan baik dari pelaksana PKM maupun mitra.
3. Pembuatan laporan pertanggungjawaban PKM. Laporan pertanggungjawaban PKM akan dilakukan pada saat berakhirnya PKM. Laporan pertanggungjawaban akan berisikan laporan tentang proses PKM, hasil, dan pembahasannya. Termasuk dalam proses pembuatan laporan ini adalah menyusun laporan PKM yang akan diserahkan ke Abdimas Universitas Tarumangara; menulis draft artikel untuk dipreentasikan dalam seminar; dan mempersiapkan publikasi di media sosial.
4. Evaluasi. Ketika semua proses di atas sudah dilalui, tahap paling akhir PKM ini adalah evaluasi bersama mitra tentang kelebihan, kekurangan, dan kemugnkinan tema yang paling relevan dengan PKM berikut. Pada tahap evaluasi ini, hasil angket pandangan siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika yang diedarkan pada saat berakhirnya PKM akan dievaluasi. Dari evaluasi ini akan diungkap apakah PKM ini sesuai kebutuhan siswa atau tidak; termasuk apa usul dan harapan mitra untuk PKM berikut.
Seperti kita ketahui bersama, ketika Indonesia dilanda pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 sampai saat ini, praktik pendidikan dan pengajaran dilakukan secara daring. Kami pernah melakukan PKM di sekolah ini secara luring. Tetapi dengan kondisi sekarang, hal itu merupakan sesuatu yang mustahil untuk dilakukan. Maka dapat dipastikan bahwa kegiatan PKM ini akan dilakukan secara daring melalui platform zoom meeting atau microsoft teams bergantung pada kesepakatan dengan mitra. Agar proses PKM berjalan lancar, modul yang akan diberikan pada saat pelaksanaan PKM dapat diinformasikan kepada mitra terlebih dahulu agar siswa-siswi dapat mempersiapakan diri dan mengenal materi yang akan dipaparkan.
3.2. Partisipasi Mitra dalam Kegiatan PKM
PKM Pengantar Etika Bisnis ini merupakan kerja sama antara pelaksana PKM dengan mitra PKM yakni SMA Bhinneka Tunggal Ika. Pelaksana menyiapkan dan mempresentasikan materi PKM. Sementara mitra PKM pun ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Partisipasi mitra PKM dilakukan dalam kegiatan:
1. Menginformasikan dan mengingatkan siswa-siswi tentang pentinggnya kegiatan ini.
2. Mengumpulkan siswa-siswi yang mengikuti kegiatan ini dalam zoom meeting atau platform lain yang digunakan.
3. Mendampingi siswa-siswa yang mengikuti kegiatan PKM ini agar siswa-siswi serius mengikutinya.
4. Melakukan koordinasi bersama pelaksana PKM agar tidak mengganggu kegiatan lain di sekolah atau kegiatan pelaku PKM. Pada prinsipnya kegiatan PKM dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pelaksana dengan mitra setelah mempertimbangkan segala kemungkinan dan alternatif yang tersedia. Misalnya, kegiatan PKM ini tidak akan dilakukan bersamaan dengan masa ujian atau kegiatan lain di sekolah.
3.3. Kepakaran dan Pembagian Tugas Anggota TIM
PKM Pengantar Etika Bisnis bagi siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika ini merupakan wujud kepedulian dan penerapan pengetahun yang dimiliki oleh pelaksana PKM. Salah satu mata kuliah yang diberikan di Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tarumanagara adalah Etika Bisnis dan Profesi. Sebagai dosen yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bidang etika bisnis ini, dapat membagikan pengetahuan dan pemahaman tersebut kepada para siswa- siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika melalui kegiatan PKM ini. Pelaksanaan kegiatan PKM ini pun merupakan wujud nyata dari pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.
PKM ini dilakukan oleh Tim kecil yang terdiri dari saya sendiri bersama seorang mahasiswa S-1 Akuntansi. PKM ini berhubungan erat dengan kemampuan atau kepakaran yang kami miliki. Berikut ini adalah bidang pengetahuan yang kami miliki dan pembagian tugas antara anggota tim.
Ketua PKM
Nama : Xxx. Xxxxxxx Xxx Xxxxxx, M.Hum (dosen) Kepakaran : Filsafat sosial ekonomi dan Etika
Bertugas : membuat proposal PKM, berkoordinasi dengan mitra, menjadi pembicara dalam PKM sesuai dengan bidang kepakarannya, serta membantu pelaksanaan sebagai host PKM via zoom Meeting, serta menyusun laporan akhir tentang hasil kegiatan serta luaran wajib dan luaran tambahan dari kegiatan PKM ini.
Anggota PKM
Satu orang mahasiswa S1 Akuntansi dilibatkan dalam PKM ini, yakni: Nama : Xxxxxxx Xxxxxxxxx
NIM. 125180174
Alamat : Jl. Kemandoran 1 No. 9B, Jakarta Barat. Kepakaran : Akuntansi
Bertugas : membantu pelaksanaan PKM dengan membuat/membuka zoom meeting; bertindak sebagai co-host dalam meeting; mendampingi para siswa-siswi untuk dapat mengikuti materi yang disampaikan; mencatat nama-nama dan alamat siswa yang memenangi; membantu merekapitulasi evaluasi kegiatan yang sudah
dilakukan melalui google form; serta membantu pengeditan naskah laporan akhir PKM.
BAB IV
HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
4.1. Xxxxx dan Pembahasan
PKM Pengenalan Etika Binis kepada Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika ini diikuti sekitar 70-an perserta. Jumlah tersebut terdiri dari kepada sekolah, Xxxxx Xxx Xxxxx X.Xx., 3 orang guru wali kelas XII, dan 60-an siswa-siswi kelas XII jurusan IPA dan IPS SMA Bhinneka Tunggal Ika. Kegiatan PKM ini dilakukan pada Jumat, 3 September 2021, dari pukul 10.00 sampai pukul 13.00 melalui zoom meeting. Acara PKM dibuka oleh kepada sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika, bapak, Xxx Xxxxx X.Xx, dan dilanjutkan dengan pemaparan materi PKM oleh pemakalah dan dibantu oleh mahasiswa Universitas Tarumanagara sebagai anggota yang juga aktif dalam kegiatan PKM ini. Setelah pemaparan makalah, acara PKM ini lanjutkan dengan Tanya jawab, diskusi, pengisian kuesioner, foto bersama, dan penutup.
Keterangan foto: 1. Kepala SMA Bhinneka Tunggal Ika ketika memberikan kata sambukan tan membuka PKM. Foto 2: Kegiatan PKM. 3. Kehadiran para guru dan siwa dalam mengikuti PKM.
Materi yang disampaikan dalam PKM pengenalan etika bisnis kepada siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika terdiri dari beberapa point pokok, yakni: 1) beberapa pengertian pokok terkait topik etika bisnis seperti: etika, etiket, moral, bisnis, dan etika bisnis; 2) relevansi etika bisnis; 3) kekhasan pertimbangan etis/mpral dengan pertimbangan lain di luar pertimbangan moral, seperti pertimbangan ekonomi, hukum, keamanan, dan sebagainya; 4) mengapa perlu etika bisnis?; 5) peran atau fungsi etika bisnis bagi bisnis; 6) ruang lingkup penerapan etika bisnis; 7) tahap-tahap pendidikan etika bisnis; dan 8) nilai-nilai moral bagi bisnis.
Agar menarik, kontekstual, relevan, dan mudah diikuti, semua materi di atas dijelaskan dengan menggunakan contoh konkret atau studi kasus dari prilaku atau praktik bisnis tidak etis yang dikenal luas
oleh masyarakat termasuk para siswa. Kasus yang dipakai dalam memaparkan materi PKM ini adalah kasus penimbunan obat dan tabung oksigen yang dilakukan para pedangan beberapa waktu lalu di tengah tingginya angka positif Covid-19.
Tampaknya, metode pengenalan etika bisnis melalui studi kasus dalam PKM ini, mudah diikuti dan dipahami oleh siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika Jakarta. Maka PKM yang memperkenalkan etika bisnis kepada para siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal ini dapat dikatakan berhasil atau mencapai tujuannya. Tujuan PKM ini adalah untuk memperkenalkan etika bisnis guna menambah wawasan dan pemahaman siswa-siswi tentang etika bisnis serta menstimulasi kesadaran dan sesibilitas etis agar mereka selalu meneyertakan pertimbangan etis berhadapan dengan persoalan bisnis dan sekaligus membiasakan diri untuk mempraktikan nilai-nilai etis dalam bisnis.
Terdapat dua alat ukur yang dipakai untuk mengukur hasil PKM ini, yakni:
Pertama, melalui kuis yang dilakukan pada saat PKM berlangsung. Untuk memancing animo dan konsentrasi para siswa terhadap materi yang dipaparkan. dilakukan kuis dua kali, yakni pada pertengahan presentasi PKM (4 pertanyaan) dan pada akhir presentasi PKM (4 pertanyaan) untuk melihat hasil PKM. Umumnya para siswa berebut untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dan jawaban mereka secara keselurhan tepat. Artinya secara konseptual-teoretis, para siswa dapat mengikuti PKM pengenalan etika bisnis ini. Atau dengan rumusan lain, tujuan PKM untuk memperkenalkan etika bisnis kepada para siswa tercapai. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para siswa adalah: 1) rumuskan dalam dua kata saja pengertian ‘etika’; 2)berilah pengertian kata ‘moral’; 3) rumuskan secara singkat, apa yang dimasud dengan ‘etika bisnis’; 4) sebutkan beberapa alasan, mengapa masih saja terjadi praktik bisnis yang tidak etis; 5) apakah kekhasan pertimbangan ekonomi dari pertimbangan moral?; 6) dalam bidang bisnis apa etika bisnis mesti diterapkan?; 7) sebutkan 2 dari empat tahap pendidikan etika bisnis menurut IFAC; dan
8) mengapa ‘menyogok’ pejabat untuk mendapat proyek bertentangan dengan etika bisnis.
Kedua, dengan menggunakan kuesioner diakhir pelaksanaan PKM. Kuesioner yang diisi para peserta melalui google form, dimasudkan untuk melihat respon peserta, sensibilitas dan tekat untuk selalu bertintak etis dalam bisnis; serta kemungkinan untuk melanjutkan PKM ini ke depan secara berkelanjutan. Sekaligus kuesioner ini dimaksudkan untuk mengevaluasi materi; metode PKM yang digunakan; dan sebagai input bagi pelaksana PKM guna perbaikan di masa mendatang. Berdasarkan evaluasi melalui kuesioner yang diisi oleh peserta, diketahui bahwa 80% mengatakan bahwa materi PKM sangat menarik. Cara penyajiannya pun dianggap tidak membosankan (0%). Sensibilitas etis para peserta PKM ini pun
luar biasa. Terhadap pertanyaan “Menurut pendapat anda, pentingkah etika bisnis bagi para pebisnis?”. Sebanyak 44,4% menjawab sangat penting, dan sisanya menjawab penting. Tidak ada peserta yang menjawab kurang penting atau tidak penting. Hal ini dapat dipahami, karena, 72,2% menyatakan bahwa mereka pernah mendengar tentang etika bisnis, 25% menjawab jarang, sementara 5,6% menjawab tidak pernah. Data ini menunjukkan bahwa para peserta PKM ini sudah mengenal etika bisnis entah dari bacaan atau dari informasi yang mereka peroleh. Ketika ditanya tentang kasus BLBI misalnya, mereka menjawab pernah mendengar tetapi tidak bisa menarik hubungan dengan etika bisnis. Melalui penjelasan yang diberikan, para siswa paham bahwa secara etis, kasus BLBI merupakan contoh prilaku bisnis yang tidak etis karena memanfaatkan bantuan likuiditas perbankan (berasal dari dana masyarakat) untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau bidang bisnis lain di luar peruntukannya tanpa itikad baik mengembalikan dana masyarakat ini untuk kepentingan pengentasan kemiskinan kelompok masyarakat lain, misalnya.
Terkait dengan praktik bisnis curang, 50% lebih para peserta PKM menyatakan sangat tidak setuju; dan 52,8% menyatakan bahwa mereka harus dihukum. Hanya 8,3% yang menyatakan tidak peduli. Yang paling menggembirakan adalah tekad para siswa untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dan selalu bertindak etis dalam bisnis ketika mereka terjun di tengah masyarakat (69.4%). Maka secara keseluruhan, sensibilitas etis dapat dibangun melalui PKM ini. Hanya 2,8% yang menyatakan bahwa bisnis harus berorientasi pada keuntungan. Sebagian kecil menjawab, bahwa tindakan bisnis mendasarkan diri pada kebudayaan dan kebiasaan masyarakat. Berdasarkan evaluasi ini, dapat disimpulkan bahwa PKM pengenalan etika bisnis bagi siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika mencapai tujuan yang diharapkan yakni pemahaman terhadap pentingannya etika bisnis, kesadaran etis, dan sensibilitas untuk bertindak etis dalam bisnis.
Para siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika yang mengikuti PKM ini pun menyatakan bahwa apabila kegiatan serupa diadakan lagi, tentu dengan materi kelanjutannya, mereka akan dengan senang hati mengikutinya (91,7%). Hanya 8.3% yang menyatakan tidak mau mengikutinya. Tidak ada siswa yang menjawab bahwa mereka ‘terpaksa’ mengikutinya. Secara keseluruhan, 36,1% siwa mengatakan bahwa PKM ini sangat berguna, dan 66,7% menyatakan berguna.
Kepala sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika dan ibu-ibu wali kelas XI (IPA dan IPS) menyatakan ‘bersyukur dan berterima kasih atas kerja sama yang baik antara pihak sekolah dengan dosen Universitas Tarumanagara ini dan tentu sangat bermanfaat karena diberikan oleh para dosen yang berkompeten dalam bidangnya’. Dukungan LPPM Universitas Tarumanagara terhadap kegiatan ini pun sangat diapresiasi
positif. Kepala sekolah dan wali kelas berharap agar kegiatan PKM serupa dapat dilakukan lagi pada semester-semester yang akan datang. Ternyata kerja sama bersama mitra ini diapresiasi sangat positif oleh mitra PKM.
Hasil positif yang diraih dari PKM ini sebagian ditentukan oleh penggunaan metode studi kasus serta presentasi secara dialog-partisipatif. Karena metode tersebut ternyata dapat merangsang animo dan konsentrasi siswa dalam mengkuti PKM ini.
4.2. Luaran yang Dicapai
PKM ini menghasilkan beberapa jenis luaran yakni luaran wajib dan luaran tambahan. Luaran wajib:
1. Teks atau makalah presentasi yang dapat dipergunakan sebagai materi ajar Pengantar Etika Bisnis di Perguruan Tinggi.
2. Makalah ilmiah, dipresentasikan dalam seminar nasional SENAPENMAS 2 di Universitas Tarumangara, 21 Xxxxxx 2021.
3. Publikasi hasil PKM di Journal of Innovation and Community Engagement Universitas Maranatha Bandung (LOA ada di lapiran).
Luaran Tambahan:
Publikasi di media sosial (draft artikel ada di bagian belakang lampiran ini).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
PKM Pengenalan Etika Bisnis Bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika agar para siswa memiliki pengetahuan tentang etika bisnis, mencapai kesadaran moral yang otonom, sehingga kelak bertindak etis dalam bisnis, dapat dikatakan positif dan berhasil. Hal ini dapat terlihat dari antusiasme dan kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan selama acara PKM berlangsung serta evaluasi PKM yang dilakukan pada akhir kegiatan PKM. 80% peserta mengatakan bahwa materi PKM sangat menarik. Sebanyak 44,4% menyatakan bahwa materi etika bisnis sangat penting. Para siswa pun bertekad untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dan bertindak etis dalam bisnis ketika mereka terjun di tengah masyarakat (69.4%). Para siswa pun menyatakan bahwa apabila kegiatan serupa diadakan lagi, mereka akan dengan senang hati mengikutinya (91,7%). Keberhasilan ini sebagian ditentukan oleh metode ceramah dialog-partisipatif serta pendekatan pragmatis-deskriptif dengan menyertakan studi kasus dalam kegiatan PKM ini.
5.2. Saran
Untuk mencapai kesadaan moral yang otonom, para siswa mesti terus diingatkan kembali tentang relevansi etika bisnis. Pengetahuan yang memadai melalui PKM belum menjamin para siswa selalu menyertakan pertimbangan etis dan bertindak etis dalam bisnis. Apalagi materi yang diberikan dalam PKM kali ini masih sangat terbatas. Untuk itu perlu dilakukan PKM lanjutnya dengan topik yang sama tetapi dengan materi lanjutnyaan. Misalnya tentang teori-teori etika dan nilai-nilai moral bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alzankawi, Abrar. 2017. Efectiveness of Ethics Education for 3rd Level Business Students. Dublin, Dublin Business School. Diakses online 29 Juli 2021 dari xxxx://xxx.xxxxxx.xxx/00000/0000
2. CNN Indonesia, 2021, "Hukuman Menanti Penimbun Oksigen dan Obat Covid-19", Minggu, 04/07/2021, diakses dari xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxx/00000000000000-00- 663078/hukuman-menanti-penimbun-oksigen-dan-obat-covid-19
3. CNN Indonesia, 2021, "Tiga Kelompok Penimbun Obat Corona dan Tabung Oksigen Dibekuk", Kamis, 08/07/2021, xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxx/00000000000000-00-000000/xxxx- kelompok-penimbun-obat-corona-dan-tabung-oksigen-dibekuk.
4. Xxxx, Xxxx, 2017. Post-conventional Moral Reasoning is Associated with Increased Ventral Striatal Activity at Rest and During Task, Science Report, 7: 7105, diakses online tanggal 28 Juli 2021 dari xxxxx://xxx.xxxx.xxx.xxx.xxx/xxx/xxxxxxxx/XXX0000000/
5. Xxxxxxxx, Xxxxxx. 2019. Accounting Ethics Education: What and How to Teach?”. Kajian Akuntansi, Vol. 21, No. 2, Maret 2019. Diakses online 28 Juli 2021 dari http://xxxxxxxxxx.xxxxx.xx.xx/bitstream/handle/123456789/9609/artsc460_Xxxxxx_Accounting%2 0ethics-p.pdf?sequence=1&isAllowed=y
6. Xxxxxxx, I Xxxxxx Xxxxx Xxxx; Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxx; dan Xxxxxxxx, I Putu. 2019. Pengaruh Pendididikan Etika Bisnis dan Profesi, Perkembangan Moral, dan Persepsi Tekanan Etis Terhadap Perilaku Etis Pada Mahasiswa Akuntansi Program S1 Undiksha, JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, Vol. 8, No. 2, feb. 2019. Diakses online 02 Agustus 2021 dari xxxxx://xxxxxxxx.xxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/X0xx/xxxxxxx/xxxx/00000/00000
7. Xxxx, Xxxxxx & Xxxx, Xxxx Xxxxx. 2021. Mapping Ethics Education in Accounting Research: A Bibliometric Analysis. Journal of Business Ethics, diakses online dari xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x00000-000-00000-0
8. Xxxxxxxxx, Xxxxx, 2021, Polri tangani 33 kasus penimbunan obat dan tabung oksigen, Xxxxxxxxxx.xxx Rabu, 28 Juli 2021, diakses 28 Juli 2021 dari xxxxx://xxx.xxxxxxxxxx.xxx/xxxxxx/0000000/xxxxx-xxxxxxx-00-xxxxx-xxxxxxxxxx-xxxx-xxx- tabung-oksigen
9. Xxxxxxxx, Xxxxxx dkk. 2020. A New Way of Teaching Business Ethics: The Evaluation of Virtual Reality-Based Learning Media, dalam The International Journal of Management Education, Nov; 18(3), diakses 27 Juli 2021 dari doi:10.1016/j.ijme.2020.100428
10. Xxxxxxxxx, Xxxxx, 2021. “Konsekuensi Hukum Bagi Penimbun Oksigen di Masa Pandemi”, Sabtu, 17 Juli , 2021, artikel online, diakses 27 Juli 2021 dari xxxxx://xxx.xx.xx.xx/xxxxxxxxxxx- hukum-bagi-penimbun-oksigen-di-masa-pandemi/
11. Xxxx, Xxxxx dan Xxxxxxx, Xxxxxxx. 2016. Pengaruh Pendidikan Etika Bisnis dan Religiusitas terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi, Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, hlm. 183-
201, Oktober 2016. Diakses online 2 Agustus 2021 dari xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxxx/00000-XX-xxxxxxxx-xxxxxxxxxx-xxxxx-xxxxxx-xxx- rel.pdf
12. , Etika dan Kode Etik Peserta Didik Jadi Tema PKM UNPAM di Yayasan Pendidikan
Islam Jame Pekojan, Best Tangsel, 18 Juni 2021, artikel online, diakses 2 Agustus 2021 dari xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxx.xxx/xxxxx-xxx-xxxx-xxxx-xxxxxxx-xxxxx-xxxx-xxxx-xxx-xxxxx-xx- yayasan-pendidikan-islam-jame-pekojan/
LAMPIRAN- LAMPIRAN
Lampiran 1
Materi yang disampikan ke Mitra
PENGENALAN ETIKA BISNIS BAGI SISWA-SISWI SMA BHINNEKA TUNGGAL IKA JAKARTA
PENGERTIAN, TUJUAN, RUANG LINGKUP DAN RELEVANSI ETIKA BISNIS
1. Latar Belakang
Oleh Xxxxxxx Xxx Xxxxxx
Dewasa ini, persoalan-persoalan etis semakin penting dan kritis dari pada era sebelumnya. Skandal- skandal politik, hukum, moralitas, dan ekonomi, semakin menegaskan perlunya pemahaman, pendekatan, dan pertimbangan etis atas skandal-skandal tersebut. Dalam bidang ekonomi pada umumnya, dan lingkungan bisnis dan profesi pada khusunya, skandal etis yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar seperti Xxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxx, WorldCom, Parmalat, atau perusahaan-perusahaan lain memunculkan kesadaran baru bahwa nilai-nilai etis seperti kejujuran, tanggung jawab, hak asasi, harmoni, kelestarian lingkungan dan sebagainya perlu diterapkan dalam bisnis dan profesi guna membangun bisnis dan profesi yang bermartabat, manusiawi, dan lestari. Praktik bisnis dan profesi yang curang tidak hanya semakin menegaskan penting dan relevannya pertimbangan-pertimbangan moral (etika) bagi bisnis dan profesi akuntasi melainkan juga memunculkan pertayaan-pertanyaan tentang kerangka etis mana yang dipraktikan pihak manajemen sehingga melahirkan skandal-skandal tersebut? Lebih spesifik lagi, kerangka etis mana yang lebih memadai dan dengan demikian harus dijadikan sebagai acuan manajemen dan profesi akuntan dalam mempertimbangkan, bertindak, dan dalam pengambilan putusan organisasional dan profesi? Atau lebih singkat lagi, kerangka etis mana yang dapat mengarahkan prilaku etis profesi (individu) dan manajemen (organisasi) baik dalam perusahaan, pemerintahan, masyarakat, maupun seluruh pemangku kepentingan (stakeholders)?
Di tanah air, pembalikan kesadaran akan pentingnya etika bisnis dan profesi sekitar satu dekade terakhir ditandai dengan diberikannya kuliah Etika Bisnis dan Profesi dalam kurikulum bidang ilmu ekonomi di perguruan tinggi di Indonesia. Bersamaan dengan itu, beberapa buku yang mengulas tema Etika Bisnis dan Profesi, bermunculan dengan pendekatan yang berbeda-beda. Buku Etika Bisnis dan Profesi, Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya (Jakarta: Salemba Empat, 2009, Revisi 2011) membahas etika bisnis dan profesi akuntan dengan bertolak dari pemahaman terhadap hakikat manusia sebagai makhluk rasional, alamiah, spiritual, dan etis yang mampu membangun relasi yang harmonis antara
individu, masyarakat, dan alam semesta. Pemahaman terhadap pertimbangan-pertimbangan etis (teori-teori etika) dan penerapannya dalam prinsip dan kode etik tata kelola organisasi bisnis (perusahaan) maupun dalam etika profesi serta kode etik profesi akuntan di Indonesia maupun global, perlu dilihat sebagai bagian dari upaya membangun bisnis dan profesi akuntan yang manusiawi (utuh).
Kerangka yang hampir mirip disajikan oleh buku Xxxxx Xxxxxx dan Profesi untuk Direktur, Eksekutif, dan Akuntan (2 Jilid) karya Xxxxxxx X. Xxxxxx dan Xxxx Xxxx (terjemahan dari judul asli Business & Professional Ethics for Directors, Executives & Accountants – Toronto 2008, Salemba Empat 2015). Dengan menggunakan pendekatan pragmatis-empiris (dengan menggunakan banyak isu-isu etika konkret), pembahasan dalam buku ini dimulai dengan merumuskan tantangan baru, peluang, dan pentingnya membangun kredibilitas, reputasi, akuntabilitas, dan keunggulan kompetitif berdasarkan kasus-kasus etika bisnis dan profesi akuntan (konkret) yang menjadi perhatian publik bisnis. Bagian kedua buku ini membahas teori-teori etika yang relevan bagi dunia bisnis dan profesi sebagai kontribusi para filsuf serta bagaimana prinsip-prinsip etika dari lingkungan filsafat diterapkan dalam pengambilan keputusan etis praktis (bisnis dan profesi). Bagian ketiga buku tersebut, secara khusus, menyajikan pemahaman mendalam tentang tata kelola perusahaan atau manajemen yang etis. Bagian terakhir buku ini mencermati prinsip-prinsip, kode etik, dan persoalan-persialan etika yang dihadapi oleh lingkungan bisnis dan profesi akuntan.
Dua buku lain seperti Pengantar Xxxxx Xxxxxx (X. Xxxxxxx, Kanisius 2013) dan Etika Bisnis: Pendekatan Filsafat Moral terhadap Perilaku Pebisnis Kontemporer (X. Xxxxxx Xxxxxxxx, Obor, 2010), menggunakan pendekatan etika sebagai filsafat moral dalam memahami prinsip-prinsip, kode etik, dan prilaku organisasi bisnis (tata kelola bisnis) dan pebisnis secara profesional (manager dan akuntan). Buku Pengarar Etika Bisnis memulai pembahasan dengan menunjukkan kekhasan pendekatan dan persoalan etis atau moral jika dibandingkan dengan pendekatan ekonomi dan hukum dengan menggunakan kasus-kasus konkret. Tetapi isi buku ini sesungguhnya dapat dilihat sebagai pertimbangan-pertimbangan filsafati tentang persoalan-persoalan moral konkret dalam perusahaan seperti bisnis dan keadilan, hakikat bisnis dan keuntungan, kewajiban karyawan dan perusahaan, etika dan konsumen, etika perikalanan, tanggung jawab sosial perusahaan, bisnis dan lingkungan hidup. Buku ini diakhiri dengan peran etika dalam bisnis, terutama dalam lingkup internasional. Sementara buku Etika Bisnis: Pendekatan Filsafat Moral terhadap Perilaku Pebisnis Kontemporer menempatkan etika bisnis sebagai penerapan prinsip-prinisp etika dalam bisnis (etika terapan) dengan berpijak pada ‘meta-etika’ karena banyak mengeksplorasi pandangan filsafati tentang etika, nilai, norma, dan lingkungan dalam kaitannya dengan bisnis (6 bab). Tata kelola bisnis (Good Corporate Governance- GCG, Corporate Social Responsibility-CSR), lingkungan hidup, dan kode etik profesi akuntansi, dianggap sebagai ‘implikasi’ dari penerapan etika saja (1 bab saja).
Berdasarkan latar belakang pendekatan dan orientasi yang beragam ini, saya ingin merumuskan ruang lingkup kajian tentang etika bisnis dan profesi akuntansi yang memadukan pendekatan filsafati dengan pendekatan ekonomi (bisnis dan profesi). Saya menyebut pendekatan ini sebagai pendekatan ‘komprehensif’. Pendekatan komprehensif memadukan pendekatan normative-preskriptif (teori- teori etika, tata kelola perusahaan, etika rofesi) dan pendekatan pragmatis-deskriptif (kode etik profesi, kasus-kasus etika. Dengan menggunakan pendekatan ini terdapat paling tidak empat (4)
bagian pokok pembahasan etika bisnis dan profesi akuntasi yakni pertama, etika, etika bisnis, etika profesi; kedua, kontribusi teori etika bagi bisnis dan profesi; ketiga, etika tata kelola perusahaan (bisnis), dan keempat, etika profesi dan kode etik profesi akuntansi. Dalam setiap pembahasan, skandal-skandal konkret bisnis, prilaku akuntan tak etis, serta analisis etis disajikan tidak hanya untuk memberikan pemahaman yang memadai tentang konsep-konsep (teori-teori) etika, prinsip-prinsip dasar etika, sumbangan para filsuf bagi etika bisnis dan profesi, melainkan juga menumbuh- kembangkan tanggung jawab, kesadaran etis, motivasi, dan tekad untuk bertindak secara etis, dalam tata kelola organisasi bisnis dan profesi akuntan di masa kini dan di masa depan.
2. TUJUAN DAN MANFAAT ETIKA BISNIS DAN PROFESI AKUNTANSI
Tujuan Pendidikan Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntansi
Secara umum, tujuan kuliah etika bisnis dan profesi akuntansi adalah membekali mahasiswa ekonomi dengan pengetahuan tentang etika bisnis dan profesi akuntansi. Dengan pemahaman dan pengetahuan yang memadai tentang teori-teori etika, tata kelola perusahaan yang etis, etika profesi dan kode etik profesi, para mahasiswa ekonomi (akuntasi dan manajemen) sebagai calon pebisnis masa depan, para akuntan professional, serta masyarakat umum, mampu mengembangkan kesadaran dan sensibilitas etis agar selalu menyertakan pertimbangan moral dalam setiap keputusan bisnis dan profesi. Lebih dari itu, diharapkan agar pemahaman yang memadai tentang etika bisnis dan profesi berdampak pada perubahan sikap dan prilaku profesi bisnis dan akuntan yang mengindahkan prinsip-prinsip etis.
Spirit The International Federation of Accountants (IFAC), menegaskan bahwa etika (bisnis) profesi dapat dimulai dari pemahaman terhadap etika sebagai salah satu cabang filsafat yang memperlajari pertimbangan kritis atas ajaran-ajaran moral sampai dengan bagaimana menerapkan prinsip-prinsip moral tersebut dalam praktik bisnis dan profesi. Dalam kaitannya dengan profesi, kode etik profesi akuntasi sebagaimana digariskan oleh Ikatan Profesi Akuntasi Internasional (IFAC) dan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI sekarang menjadi Institut Akuntansi Indonesia) dapat dibahasan secara memadai agar mahasiswa dan mereka berkecimpung dalam persoalan etika bisnis memiliki pemahaman tentang etika dan penerapannya dalam lingkungan bisnis dan profesi.
Meskipun tidak ada jaminan bahwa mahasiswa yang dibekali dengan pendidikan etika bisnis dan profesi yang baik kelak akan menjadi orang yang mengindahkan nilai-nilai moral, tetapi kewajiban moral perguruan tinggi adalah membekali mahasiswa dengan pendidikan etis yang memadai. Xxxxxx (1995) menyatakan bahwa pendidikan merupakan sarana terbaik bagi pengembangan prilaku etis dalam dunia bisnis. Xx-Xxx Xx dan Xxxxx-Xx Xxx menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Xx. Xxxxxx, Xxxxxx dan Gabbin (1990); Xxxxxxxxx (1993); Xxxxxxx (1993); Xxxxx (1994) dan Xxxxxxxx (2002) menunjukkan bahwa etika bisnis dapat memfasilitasi penalaran moral.1 Penn dan Collier (1985) juga mendesak perlunya program pendidikan yang mampu meningkatkan perkembangan kesadaran moral ke tingkat yang lebih tinggi. Kesadaran moral yang tinggi justru akan menghasilkan prilaku yang bermoral. Menurut Xxxxxx (1988) kesadaran atau karakater moral (moral attitude) diperkuat lebih
1 Xx-Xxx Xx dan Xxxxx-Xx Xxx, menulis, “A majority of research supports that ethics can be taught. A business course focusing on ethics can facilitate growth in principled moral reasoning”. Xxxxx Xx-Xxx Xx dan Xxxxx-Xx Xxx, “Can Business Ethics Be Taught” dalam The Journal of Human Resource and Adult Learning, May 2006, hlm. 34.
melalui pengenalan terhadap prinsip-prinsip etis (ethical priciples) dan argumen-argumen etis (ethical arguments) dari pada standar prilaku.
Dalam bidang akuntansi, penelitian yang dilakukan oleh Xxxx (1988) menemukan bahwa banyak akuntan percaya bahwa eksplorasi etika akuntasi di ruang kelas membuat mahasiswa mampu mengatasi dilema-dilema etis yang dijumpai dalam praktik bisnis. Xxxxxxxxxxxxxxxx (1991) juga menegaskan bahwa “ethics training can improve students’ abilities to deal with business dilemmas though the business ethics courses offered by many business schools”.2 Xxxx xxx Xxxxx (1995) juga menemukan bahwa pendidikan etika mampu meningkatkan keterampilan mengidentifikasi, menganalisis problem, serta menangani konflik nilai yang muncul antara para praktisi, klien, dan masyarakat. Xxxxxxx and Xxxxx (1998) juga menemukan bahwa mahasiswa yang mengambil kuliah etika bisnis lebih mudah memahami prinsip dan standard etsis, lebih mudah menarik batas antara yang etis dan tidak etis, lebih sensitif terhadap ambiguitas persoalan etis, dan lebih peduli terhadap efek-efek putusan mereka ambil. Hasil yang sama ditemukan oleh Xxxxxxxx (2002). Xxxxxxxx menemukan bahwa mahasiswa yang telah dibekali dengan etika bisnis, etika profesi, dan isu-isu etis, lebih berkembang secara signifikan dalam penalaran moral dari pada mahasiswa yang belum belum mengikutinya.
Tentu harus diakui bahwa pengalaman, budaya, keluarga, agama, dan faktor-faktor lain ikut menentukan kesadaran moral dan prilaku etis. Tetapi bagaimana pun pendidikan etika bisnis dan profesi merupakan salah satu alternatif kunci dalam proses pendidikan. Karena menurut Xx-Xxx dan Xxxxx-Xx Xxx, tujuan pendidikan etika bisnis adalah “to improve students’ moral characters or to instill certain virtues”.3 Lebih spesifik lagi, Gandz dan Xxxxx (1988) menyatakan bahwa pendidikan etika bisnis adalah mengembangkan kesadaran etis dalam pengambilan keputusan managerial; melegitimasi komponen etis sebagai bagian integral dalam pengambilan putusan managerial, memberikan kerangka konseptual untuk mengalisis sisi etis aktivitas bisnis sehari-hari. Dengan demikian materi pendidikan etika bisnis paling tidak mengandung tiga hal pokok: 1) pengembangan pengetahuan teoretis mahasiswa, 2) memfokuskan diri pada analisis kasus yang dijumpai para manager dalam lingkungan bisnis, dan 3) menegaskan praktik atau prilaku etis secara spesifik dalam profesi (etika profesi). Dengan demikian keptibadian moral seseorang dapat terbentuk dalam seluruh aspek kehidupan seseorang dalam interaksinya dengan stakeholders, masyarakat umum, dan dengan dirinya sendiri.
3. Relevansi Etika Bisnis dan Profesi Xxxxxxxx
Salah satu pertanyaan pokok yang perlu dijawab terlebih dahulu sebelum menelaah lebih jauh etika dan prinsip-prinsip etis dalam berbisnis dan profesi akuntansi adalah mengapa etika bisnis dan profesi akuntansi diperlukan? Apa relevansinya? Atau lebih khsusus lagi, mengapa bisnis dan profesi akuntan mesti memperhatikan nilai-nilai etis-moral?
Dari perspektif antropologi-filsafati, terdapat beberapa alasan mengapa etika bisnis diperlukan bagi bisnis dan profesi (bandingkan dengan X. Xxxxxxx dalam buku Pengantar Etika Bisnis (2013)):
2 Xx-Xxx Xx dan Xxxxx-Xx Xxx, ibid., hlm. 34.
3 Xx-Xxx Xx dan Xxxxx-Xx Xxx, ibid., hlm. 36.
Pertama, dengan mengutip Xxxxxxx Xx Xxxxxx, Xxxxxxx menandaskan bahwa etika berguna bagi eksistensi dan kesuksesan bisnis dan profesi dalam jangka panjang. “Good business ethics promotes good business”. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxx Xxxxxxxx, Xxxxxx & Xxxxxxxx, serta Strom dan Ruch, mengungkapkan bahwa hanya bisnis yang mengembangkan prilaku-prilaku etislah yang mampu bertahan dalam jangka panjang. Karena, selain produk yang baik, manajemen yang tepat, etika merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan suksesnya sebuah bisnis (Xxxxxxx, 2013: 404). Lebih jauh lagi, Xxxxxxx menjelaskan bahwa produk yang baik ditentukan oleh pengembangan ilmu dan teknologi; sementara manajemen yang baik dapat dibangun secara tepat dan rasional dengan memanfaatkan ilmu ekonomi, teori manajemen, serta pendidikan dan pelatihan managemen. Tetapi etika perlu dibangun mulai dari pemahaman, kesadaran, penerapan, dan praktik bisnis yang etis.
Kedua, bisnis dan profesi membutuhkan moralitas karena kegitan bisnis selalu berlangsung dalam konteks moral tertentu (Xxxxxxx, 2013: 405). Semua orang dengan cara dan kekhasannya masing- masing selalu terlibat dalam bisnis. Seumur hidupanya, setiap orang membutuhkan barang dan jasa. Membeli suatu barang atau jasa terkait dengan bisnis. Masyarakat modern hampir tak dapat dipikirkan tanpa bisnis. Maka perlu memperhatikan aturan main yang dapat diterima dalam pergaulan sosial, termasuk aturan moral dalam berbisnis.
Ketiga, anggapan umum bahwa tujuan bisnis hanyalah mencari untung dengan jalan apa pun, termasuk dengan cara menipu, mengeksploitasi, kolusi, korupsi, nepotisme, dan sebagainya bukanlah anggapan yang tepat dan sekarang sudah ditinggalkan. Bisnis bukan sesuatu yang amoral. Dalam bisnis, tidak hanya uang yang penting, melainkan juga nilai-nilai moral. Bisnis tidak hanya berkaitan dengan moralitas melainkan justru mengandaikan moralitas. Banyak buku, artikel, seminar, surat kabar, serta perhatian khalayak menunjukkan relevannya persoalan etis dalam bisnis dan profesi.
Keempat, bisnis merupakan kegiatan manusiawi sehingga harus terikat pada nilai-nilai moral. Bahkan Xxxxxx Xxx mengatakan bahwa etika yang baik (good ethics) tidak sekedar mempromosikan profesionalisme dalam manajemen melainkan merealisasikan dan memurnikan inner mind etis semua insan bisnis. Pertanyaanya mengapa harus dan apa yang menjadi dasar bagi keharusannya? Xxxxxxx menunjukkan tiga alasan yang menjadi dasar bagi keharusan moral bagi bisnis (Xxxxxxx, 2013: 406- 409): 1) Karena dari segi teologis/agama, kehidupan duniawi yang dilakukan manusia tidak mungkin terjadi impunity (sesuatu dibiarkan tak terhukum). Yang baik diberkati dan yang jahat dihukum. 2) Karena bisnis sebagai kegiatan bersama-sama dalam masyarakat, memelukan nilai-nilai dan norma- norma moral sebagai acuan. Hidup dalam masyarakat perlu berpegang pada norma-norma tersebut. Tidak adanya norma akan terjadi chaos, perampokan, pelecehan, huru-hara, dan sebagainya (Xxxxxxx, 2013: 407). 3) Menurut Xxxxx dan Xxxxxxxxxxx, manusia harus melakukan yang baik karena hal itu baik. Yang baik itu baik pada dirinya sendiri. Keutamaan melalukan yang baik karena kebaikan merupakan kodrat manusia. Manusia yang berlaku baik karena itu baik. Orang bisnis melakukan yang baik karena itu baik. Itulah integritas pebisnis. Tidak hanya mencari untung dengan cara apa pun (menipu, tidak jujur). Yang baik harus menjadi tujuan hidup; ia harus menjadi bagian dari ‘moral community’. Selama pebisnis menjadi manusia ia tidak bisa dilepaskan dari moralitas (Xxxxxxx, 2013: 409)
Xxxxxx Xxxxxxxx, berdasarkan observasi dan studi empiris terhadap praktik etika bisnis dalam perusahaan-perusahaan, menunjukkan sejumlah alasan mengapa etika bisnis bukanlah sesuatu yang remeh temeh bagi bisnis dan profesi melainkan menjadi syarat keberhasilan dan keberlangsungan bisnis dan profesi.
(1). Kenyataan menunjukkan bahwa etika bisnis membawa konsekuensi-konsekuensi positif bagi bisnis. Bisnis yang tidak etis ditentang oleh masyarakat. Bisnis yang memperoleh persetujuan/restu masyarakat, sesuai dengan aturan, serta mendasarkan diri pada saling percaya dan menjaga kesetiaan seluruh stakeholders justru selalu berhasil. Citra publik yang baik merupakan aset kesuksesan jangka panjang. Di sisi lain, sekali citra publik organisasi bisnis ternoda, konsekuensi-konsekuensi negatif akan muncul dan sulit untuk memulihkan kembali. Jelas bahwa prilaku dan kebijakan bisnis yang etis atau tidak etis, secara langsung akan berdampak pada penjualan, profit, moral, atau keberlangsungan bisnis itu sendiri. Praktik bisnis dan profesi yang etis selalu akan menghadirkan konsekuensi-konsekuensi positif bagi bisnis dan profesi. Sebaliknya, prilaku bisnis dan profesi yang tidak etis, justru dalam jangka panjang akan gagal. Learned menulis, “A sincere person who does hard work becomes ethical and always succeed in his efforts but unethical person can not”.
(2). Menjalankan bisnis dan profesi secara etis, tidak hanya menguntungkan perusahaan, tetapi juga memupuk kepuasan terhadap diri sendiri (self-satisfaction). Bertindak sesuai dengan norma-norma moral bisnis meningkatkan kepercayaan terhadap diri sendiri, bebas dari rasa takut, menjauhkan diri dari ketegangan, dan pada akhirnya memuaskan dan membahagiakan diri sendiri. Di sisi lain, semakin mengindahkan norma-norma etika dapat meningkatkan kehendak baik (goodwill) sebagai pebisnis dan profesi bermoral.
(3). Bisnis dan profesi yang etis, secara social mendidik orang lain untuk berlaku etis. Ketika sejumlah orang atau perusahaan mulai mengikuti norma-norma etik langkah demi langkah dan memperoleh keuntungan, mereka sejatinya mendorong, memotivasi, dan memberi contoh kepada yang lain untuk mengikuti jejak mereka. Learned & Associates menulis, “Business who follows the ethical principles in the conduct of business, motivates others also to follow the same principles”.
(4). Etika bisnis dan profesi memproteksi semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang telibat dalam bisnis dan profesi terutama organisasi dan insan bisnis dan profesi. Organisasi dan insan bisnis yang etis berada pada level komitmen lebih tinggi, membanggakan, dan terhormat.
(5). Bisnis dan profesi yang mengindahkan nilai-nilai moral merupakan tuntutan manajemen baru (new management) dalam lingkup lokal, regional, dan global. Dalam era ekonomi global sekarang ini, penerapan prinsip-prinsip etis dalam bisnis dan profesi menjadi sebuah keharusan dalam relasi ekonomi global.
Dari perspektif ekonomi, etika bisnis dapat dianggap sebagai aset intangible organisasi yang penting bagi keberhasilan bisni (intangible asset). Aset ini memang tidak langsung membuahkan hasil, tetapi dalam jangka panjang justru menjadi salah salah faktor penentu. Semuan intangible assets (customers, employee, leadership, culture, strategy, brand, innovation, knowledge, intellectual property rihgts, ...) merupakan orientasi nilai masa depan. Asset ini kemungkinan sulit dibangun, perlu kontrol eksklusif, investasi yang berisiko, dan tidak bisa diukut secara langsung, tetapi dalam jangka panjang ia menjadi
faktor penentu. Maka komitmen terhadap etika bisnis merupakan aset yang sangat bernilai bagi perusahaan. Dalam situasi tertentu, perusahaa bisa saja menolak memasukan investasi dan pertimbangan etis dalam perusahaannya. Tetapi prilaku yang tidak etis membunuh perusahaan itu sendiri dari dalam.
Prilaku bisnis dan profesi yang tidak etis, dipicu oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain:
(1). Meningkatnya kompetisi di tingkat lokal, nasional, dan internasional;
(2) Meningkatnya tekanan untuk memperoleh untung lebih dan cepat;
(3) Menghadapi berbagai situasi yang ambigu;
(4) Tersandra oleh xxxxxxxx dan kepentingan politik (korupsi politik) dalam bentuk hadiah, donasi, dan sebagainya untuk membeli kebijakan ekonomi;
(5) Keinginan untuk menjadi kaya dalam waktu singkat; dan
(6) lemahnya pewarisan dan penguatan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai etis dalam masyarakat.
Xxxx Xxxxx dan Xxxxx Xxxx, berdasarkan analisis sosiologis-ekonomi mereka yang dipublikasikan dalam artikel “New economy, new ethics’ (dimuat dalam buku Business Ethics - The Economist Books), menyatakan bahwa dewasa ini terdapat empat kekuatan yang mengubah ekonomi baru yakni: teknologi, globalisasi, sumber daya manusia, serta nilai sebagai aset intangible (Hagan dan Moon, hlm. 7). Aset-aset tangible seperti tanah, gedung, dan peralatan tentu masih menentukan. Tetapi sekarang ini, nilai yang tersebar secara luas dalam pengetahuan tentang proses produksi, kualitas produk, kemampuan berinovasi, loyalitas dan kepercayaan kepada konsumen, serta tanggung jawab dalam seluruh aspek bisnis justru semakin menentukan (Hagan dan Moon, h. 11). Kesuksesan dalam lingkungan bisnis tak lagi ditentukan oleh salah satu faktor saja melainkan jaringan dan standar etis antar perusahaan, perusahaan dengan supplier, dan perusahaan dengan konsumen. Dalam lingkungan ekonomi baru (‘network economy’) yang ditentukan oleh perkembangan teknologi, globalisasi, dan relasi, model bisnis tak lagi ditentukan oleh pemilik yang otonom melainkan segenap pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan akuntabilitas, kesepakatan, dan saling percaya. Akuntabilitas, kesepakatan, dan saling percaya merupakan dimensi etis dalam bisnis (Hagan dan Moon, h. 20).
Dewasa ini, telah muncul kesadaran baru di kalangan akademisi, praktisi bisnis, serta pebisnis profesional bahwa keuntungan bukanlah satu-satunya tujuan utama bisnis. Anggapan Xxxxxx Xxxxxxxx, pemenang hadiah nobel ekonomi yang membela mati-matian ekonomi pasar bebas, bahwa satu-satunya tanggung jawab sosial bisnis yakni memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya untuk memperoleh dan meningkatkan keuntungan tak lagi menentukan. Falsafah bisnis semacam ini sudah ditinggalkan. Karena anggapan seperti ini dapat menjadi jalan bunuh diri bagi bisnis. Kalangan akademisi, pelaku bisnis, kaum professional, dan managemen memasukan etika bisnis sebagai salah satu agenda pokok bagi keberhasilan bisnis. Etika bisnis tidak sekedar menegaskan bahwa binis mesti dijalankan menurut standar-standar moral tertentu melainkan juga menunjukkan tanggung jawab
sosial dan akuntabilitas bisnis dan profesi terhadap stakeholders yang lebih luas mulai dari pekerja, customer, supplier, kreditor, pemerintah, lingkungan, dan masyarakat luas. Dalam sejumlah kasus, bisnis yang mengabaikan kaidah-kaidah etis, tidak hanya tersandung kasus hukum melainkan juga mencoreng reputasi, merusak nama baik, dan kehilangan kepercayaan serta loyalitas dari realsi bisnis dan masyarakat secara keseluruhan. Reputasi Shell dan Nike misalnya, dipertanyakan karena dianggap melakukan tindakan yang kurang etis. Shell dicela karena tindakannya melepas peralatan pengeboran minyak Xxxxx Spar di laut utara yang membahayakan lingkungan hidup (meskipun banyak yang percaya bahwa tindakan tersebut merupakan langkah yang paling bertanggung jawab terhadap lingkungan) dan menentang eksekusi perintah Nigeria atas Xxx Xxxx-Xxxx, seorang aktivis hak asasi manusia di Nigeria dimana Shell telah lama beroperasi. Sementara produsen sepatu Nike dikritik karena ditemukan bahwa salah satu sipplier mereka menggunakan tenaga kerja anak di bawah umur. Perusahaan Xxxxxxx & Xxxxxxx (J&J) pernah memperbaiki citra etisnya dengan menarik kembali kapsul Tylenol dari seluruh dunia karena terindikasi terkontaminasi racun yang membahayakan kesehatan bahkan juga menyebabkan kematian.
Etika bisnis dan profesi tidak hanya merupakan payung moral bagi prilaku bisnis perusahaan melainkan juga prilaku para pebisnis dan kaum professional seperti akuntan. Nyanyian tentang prilaku perusahaan yang tidak etis seperti eksploitasi karyawan, pemberian upah dibawah standard minimum, penetapan syarat-syarat dan penilai kerja secara sepihak, dan tidak adanya tunjangan sosial (kesehatan, hari tua, hari raya, dan sebagainya) pencemaran lingkungan, investasi bodong, dan sebagainya merupakan lagu-lagu sumbang prilaku perusahaan tak etis yang sering kita dengar. Tetapi individu-individu dalam lingkungan bisnis pun sering berlaku tanpa mengindahkan norma-norma etik. Sebut misalnya, prakik KKN (korupsi, kolusi, nepostisme), rekayasa laporan keuangan, preferensi politik, membohongi konsumen, mengabaikan integritas dan tanggung jawab, dan sebagainya.
Berhadapan dengan prilaku-prilaku bisnis tak etis ini, banyak perusahaan kemudian merumuskan etika bisnis-nya secara lebih tajam. Karena prilaku bisnis yang etis dan memprioritaskan tanggung jawab sosial tidak hanya menjadi kebanggaan para pekerja melainkan juga dijadikan sebagai brand perusahaan. Prilaku bisnis yang tidak etis tidak hanya menghancurkan reputasi perusahaan melainkan pada gilirannya merusak jaringan ekonomi, menciptakan kesulitan keuangan, anjloknya harga saham perusahaan, bahkan mengancam keberlangsungan perusahaan itu sendiri. Sebaliknya perusahaan dengan standar etis tinggi merupakan perusahaan atau bisnis yang baik karena mampu membangun kepercayaan di antara para stakeholder, dengan pemerintah, pekerja, customer, dan masyarakat luas (Hagan dan Moon, h. 20).
Memang harus diakui bahwa pendidikan etika bisnis dan profesi tidak dengan sendirinya menjamin bahwa calon para manager masa depan yang sekarang dibekali dengan pendidikan etika bisnis dan profesi akan berprilaku etis. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa prilaku etis juga merupakan hasil dari proses pendidikan. Maka perlu merumuskan materi pendidikan etika bisnis dan profesi yang mampu memberikan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang etika bisnis dan profesi, kesadaran, tekad, dan tindakan yang dapat dibenarkan secara moral, serta mampu menganalisis kasus- kasus bisnis dan profesi berdasarkan ajaran-ajaran moral dan kode etik profesi. Sejumlah penelitian
sudah menunjukkan bahwa, dalam bidang akuntansi, etika akuntansi misalnya membuat individu mampu menangani dilema-dilema etis yang dihadapi dalam dunia bisnis.
4. Fokus Materi Pendidikan Etika Bisnis dan Profesi Xxxxxxxx
Tujuan telaah etika bisnis dan etika profesi akuntansi ini adalah untuk merumuskan secara komprehensif pengetahuan dan pemahaman yang memadai dan holistik tentang etika bisnis dan etika profesi akuntasi. Yang dimasud dengan pengetahuan dan pemahaman yang holistik adalah: 1) Pengetahuan menyeluruh yang memadukan secara harmonis dan seimbang tiga lingkup kajian sekaligus yakni Etika, Etika Bisnis (tata kelola perusahaan yang etis), dan Etika Profesi akuntasi. Teori- teori etika dan sumbangan pemikiran para filsuf yang relevan untuk memahami bisnis dan profesi menjadi kerangka acuan pertama untuk mencermati secara lebih spesifik dan mendalam (kasus demi kasus) nilai dan praktik bisnis dan etika profesi akuntasi (termasuk kode etik profesi akuntasi). 2) Mengalokasikan pembahasan yang seimbang dan memadai antara etika, etika bisnis dan etika profesi akuntansi. 3). Memadukan pendektan teoretis (nilai-nilai etis dalam bisnis dan profesi) dan pendekatan pragmatis-empiris (studi kasus).
Dengan demikian, paling tidak, terdapat tiga bagian pokok materi pendidikan etika bisnis dan etika profesi akuntansi. 1). Etika, teori-teori etika, dan sumbangan pemikiran para filsuf bagi pemahaman terhadap bisnis dan profesi; 2). Etika bisnis dalam tata kelola perusahaan, dan 3). Etika profesi dan kode etik profesi akuntansi.
Etika, Teori-teori Etika, dan Sumbangan Para Filsuf
Sebagai insan yang selalu akan berhadapan dengan dilema, pertimbangan, dan putusan-putusan etis di masa depan, perkenalan dengan hakikat etika, ruang lingkup etika, jenis-jenis etika, teori-teori etika, dan sumbangan pemikiran para filsuf bidang etika merupakan fondasi bagi pemahaman terhadap etika bisnis dan profesi akuntansi. Teori etika konsekuensialis atau teleologis (consequentialist ethics), etika deontologis (deontological), dan etika keutamaan (virtues ethics) akan dibahas dengan menunjukkan pemikiran filsuf-filsuf utama dari setiap teori etika. Teori etika konsekuensialis penting bagi mahasiswa agar mereka mampu menganalisis suatu putusan bisnis dalam kerangka untung-rugi tidak hanya bagi para pemangku kepentingan melainkan juga menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar orang yang terkena tindakan tersebut. Sementara teori etika deontologis memunculkan isu-isu etis berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang kewajiban, hak, dan keadilan. Teori etika deontologis ini penting sebagai acuan dalam memahami standar-standar, prinsip-prinsip, dan aturan- aturan moral sebagai patokan dalam mengambil putusan etis terbaik. Sementara etika keutamaaan memfokuskan diri pada karakter atau integritas aktor moral serta komunitas moral (moral community), seperti komunitas profesional, membantu mengidentifikasi persoalan-persoalan etis dan membimbing tindakan etis (AACSB, 2004: 12).
Berdasarkan kerangka teori-teori etika di atas, etika profesi dan kode etik akuntasi lebih berkaitan dengan etika keutamaan dari pada etika deontologis atau konsekuensialis. Karena etika utilitarian sebagai bagian dari konsekuensialis misalnya tidak menampung kesadaran internal seseorang akan tanggung jawabnya sebagai makhluk bermoral. Ia hanya membatasi diri pada aturan atau larangan yang datang dari luar (kode etik) tanpa memiliki kesadaran moral yang otonom. Dalam kerangka
etika deontologis, mahasiswa akuntansi memang perlu sadar akan kode etik prilaku profesional. Tetapi itu tidak cukup. Kode yang datang dari luar itu belum tentu terinternalisasi secara kuat dalam kesadaran etis, keculi ia sendiri menghendakinya. Dengan demikian keinginan dan kesadaran bertindak secara etis demi kebaikan tindakan itu sendiri dianggap sangat penting. Dalam kerangka pemikiran Xxxxxxxx Xxxxxxxx misalnya, individu yang memiliki kesadaran moral tinggi yang melampui aturan atau kode prilaku yang datang dari luar berada dalam tahap kesdaran moral post-konvensional (buka pra-konvensional atau konvensional). Sementara etika keutamaan menjadi dasar bagi sistem nilai yang sudah terinternalisasi bagi penalaran moral individual. Dengan penalaran etis, seorang individu dapat 1) mengidentifikasi dilema etis, 2) mengambil putusan etis, dan 3) kehendak untuk selalu melakukan tindakan etis, dan 4) terus berprilaku etis. (Chawla, 2015: 20).
Etika Bisnis dalam Tata Kelola Perusahaan
Xxxx Xxxxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxx dalam “Ethical Dimensions in the Conduct of Business Ethics, Corporate Social Responsibility and the Law, The “Ethics in Business” as a Sense of Business Ethics” (2010: 798) menunjukan ruang lingkup etika bisnis yang cukup luas yakni: 1) Etika Bisnis pada Umumnya (General Business Ethics), 2) Etika Keuangan (Ethics of Finance), 3). Etika Manajemen Sumber Daya Manusia (Ethics of Human Resources Management), 4). Etika penjualan dan pemasaran (Ethics of Sales and Xxxxxxxxxx), 5). Etika Produksi (Ethics of production), 6). Etika Hak kekayaan Intelektual, pengetahuan, dan keterampian, 7) Etika dan Teknlogi, 8) Etika Bisnis Internasional, 9) Etika sistem Ekonomi, 10) Etika bisnis dan Hukum. Tentu tidak semua materi ini dibahas di sini. Hanya materi yang relevan saja yang akan dibahas.
Gugus Tugas Pendidikan Etika yang bertugas merancang materi kuliah Xxxxx Xxxxxx dalam laporan mereka kepada AACSB (The Association to Advance Collegiate Schools of Business) International’s Board of Directors (2004) merekomendasikan agar lembaga pendidikan bisnis dari level undergraduate sampai doktoral harus mendorong mahasiswa untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang: tanggung jawab perusahaan, pengelolaan perusahaan yang baik (corporate gevernance), evaluasi dan pertimbangan etis atas isu-isu etis dalam perusahaan, serta analisis kritis terhadap praktik-praktik bisnis yang etis dan yang tidak etis dalam kehidupan sehari-hari (AACSB 2004: 9). AACSB juga merekomendasikan agar semua pihak yang terlibat dalam pendidikan bisnis berpikir lebih mendalam dan kreatif tentang bagaimana mengembangkan kesadaran etis, keterampilan penalaran etis, serta prinsip-prinsip etis utama (core of ethical principles) sehingga para pemimpin bisnis masa depan ini mampu bertindak etis, merespon hukum, mengindahkan kewajiban-kewajiban moral, serta bertanggungjawab.
Krisis dalam bidang etika bisnis tidak hanya merupakan tantangan melainkan juga peluang untuk memperkuat pendidikan bisnis agar kelak para pelaku bisnis dapat bertindak sesuai koridor etis, hukum, memproduksi produk dan jasa yang aman serta bekualitas dengan harga yang sesuai, taat terhadap pajak, serta memberikan pekerjaan dan kesejahteraan bagi masyarakat (AACSB, 2004: 10). Sebagai seorang pemimpin bisnis masa depan, mahasiswa juga perlu secara kritis mengapresiasi kepemimpinan etis yang efektif dan managemen yang sukses. Xxxxx kaum eksekutif seharusnya juga menjadi manager moral (moral manager).
Etika Profesi Akuntansi dan Kode Etik Profesi Akuntansi
Akuntan merupakan sebuah profesi mulia. Tetapi menurut Xxxxxx X. Xxxxxx, Zzafar U. Xxxx, dan Xxxxxx E. Xxxxxxx dalam artikel mereka “Evaluating Ethics Education for Accounting Students” sejak kasus yang dipublikasikan secara luas yang menimpa Enron, WorldCom, serta kolapsnya Xxxxxx Xxxxxxxx, penilaian minor tak jarang dialamatkan kepada para akuntan. Sebagian orang beranggapan bahwa profesi akuntasi sekarang berada dalam krisis etis. Solusi bagi krisis ini tentu tidak sederhana. Tetapi membekali mahasiswa dengan kuliah etika akuntasni yang memadai dengan menggunakan pendekatan yang tepat merupakan salah satu solusi.4 Chawla dkk. menulis, “Accounting students in particular need to learn the basic concepts of good ethics and need to be able to internalize those concepts in order to understand what it means to act ethically”. 5 Komite pendidikan The International Federation of Accountants (IFAC) pun menunjukkan bahwa materi pendidikan etika profesi akuntan dimulai dari pemahaman terhadap hakikat etika, teori-teori etika, persoalan-persoalan etika dalam praktik, aplikasi teori-teori etika dalam mempertimbangkan dan mengambil putusan etis berdasarkan nilai-nilai etik dan kode etik akuntansi. Petermuan Komite Pendidikan IFAC (Oktober 2005) yang membahas program pendidikan nilai, etika, dan attitudes bagi calon dan akuntan profesional (Professional ethics for accountants: Approaches to the development and maintenance of professional values, ethics and attitudes in accounting education programs) menetapakan kerangka pendidikan etika profesi akuntansi sebagai berikut:
The IFAC Ethics Education Framework
Attribute | How | Why | Focus of knowledge |
Tahap 4: Etical behaviour | Continuous professional ethical training | To understand ethical behaviour in organisational and situational contexts | Factors affecting ethical decision making and ethical behaviour |
Tahap 3: Etical judgement | A separate required or optical capstone module/course in ethics | To integrate knowledge of ethics with sensivity to enhance ethical judgement | Application of ethical theories, social resposibility, code of professional conduct and other ethical decision models to ethical dilemmas |
Tahap 2: Etical sensibility | Integration of ethical issues across existing subject areas | To sensitise students to ethical issues in the relevant functional disciplines of accounting | Common issues and dilemmas facing accountants in practice e.g. tax evasion |
4 Xxxxxx X. Xxxxxx, Xxxxx U. Khan, dan Xxxxxx E. Xxxxxxx, “Evaluating Ethics Education for Accounting Students” dalam
Management Accounting Quarterly, Vol. 16, No. 2, Winter 2015, hlm. 16.
5 Xxxxxx X. Xxxxxx, Xxxxx U. Khan, dan Xxxxxx E. Xxxxxxx, “Evaluating Ethics Education for Accounting Students” dalam
Management Accounting Quarterly, Vol. 16, No. 2, Winter 2015, hlm. 16.
Tahap 1: Etical knowledge | A separate reguired module in ethics thougt early in the program | To develop ethical competence by enhancing knowledge in ethical concepts and theory | Traditional theories of ethics, virtues, and moral development |
Dengan demikian, materi etika profesi dan kode etik profesi akuntansi harus mampu membekali mahasiswa dengan pengetahuan etik (etical knowledge) yang merupakan sumbangan filsafat, sensibilitas etis (etical sensibility) melalui studi kasus dan problem akuntansi, pertimbangan dan putusan etis (etical judgement) sebagai evaluasi etis dan penerapan teori etik dalam praktik akuntansi, serta prilaku etis (etical behavior) sebagai muara dan tujuan akhir dari pendidikan etika profesi dan kode etik profesi akuntansi.
Dengan komposisi materi seperti ini, kuliah Etika Bisnis dan Profesi akuntansi dapat diampu baik oleh etikawan (ethicists), akademisi akuntansi (academic accountants), praktisi akuntan, bahkan juga para pendidik (educators) yang meminatinya. Xxxxxxxx dapat menyumbangkan konsep-konsep dan teori- teori etika sebagai kerangka dasar pemahaman terhadap etika bisnis dan profesi. Perspektif yang umumnya filsafti itu tidak memadai karena kehilangan sensibilitas praktisnya. Pada sisi ini, para akuntan, baik dari kalangan akademisi maupun prakstisi akuntan, dapat memberikan sumbangan signifikan bagi pemahaman praktis yang memadai.
Metode pendidikan tergantung pada materi yang dibahas. Metode tersebut dapat berupa kuliah mimbar (konvensional), studi literer, diskusi tentang persoalan moral konkret (case study) yang mampu membuka kemungkinan sudut pandang etis alternatif, collaborative learning, bahkan juga role-play. Karena tujuan kuliah etika profesi akuntansi adalah untuk menciptakan akutan profesional yang etis, maka calon akuntan perlu diperkenalkan dengan problem-proboem etis yang akan mereka temui. Berdasarkan survey terhadap para akuntan profesional di dunia disimpulkan bahwa salah satu faktor kunci resiko etis yang dihadapi para akuntan adalah self-interest, objektivitas dan independensi auditor, kepemimpinan yang tidak pas, budaya organisasi yang miskin, tidak adanya keberanian etis, tidak adanya sensivitas etis, dan kekeliruan dalam melakukan pertimbangan profesional (Chawla dkk, 2004: 18).
Tetapi pandangan-pandangan baru tentang etika bisnis dan profesi akuntansi pun perlu diperhatikan guna menambah dan memperluas wawasan dalam bidang ini. Xxxxx Xxxxx dalam artikelnya berjudul ‘Business Ethics Without Stakeholders” dalam Business Ethics Quarterly menyatakan bahwa memahami etika bisnis dalam kerangka kewajiban prilaku etis para manager, insan bisnis, perusahaan, dan profesional lain terhadap semua “stakeholders” tak lagi memadai karena pada akhirnya problem moral hanya dibatasi pada tanggung jawab personal bahkan kompromi kepentingan kaum profesional atau kelompok bisnis. Banyak problem moral justru tak lagi dapat ditampung dalam pendekatan stakeholders tersebut. Ia memperkenalkan pendekatan lain untuk melengkapi pendekatan
stakeholders yang disebutnya sebagai konsep ‘kesalahan pasar’ (the concept of market failure).6 Bagi Heath, Pendekatan ini dianggap sebagai kerangka yang lebih memuaskan dalam mengartikulasikan tangung jawab sosial bisnis. Etika bisnis dan profesi, menurut Xxxxx, seharusnya sampai pada diskusi kritis tentang status moral keuntungan. Dengan demikian pandangan Xxxxxx Xxxxxxxx bahwa tanggung jawab sosial bisnis dan profesi adalah meningkatkan keuntungan bagi para stakeholder tak lagi dapat diterima. Karena dalam benak banyak orang “profit” dikaitkan dengan “self-interest”. Sementara etika selalu dikaitkan dengan prilaku yang “altruistik”. Moralitas dimengerti sebagai prinsip yang membatasi pemenuhan self-interest.
Dengan demikian, materi kuliah etika bisnis dan profesi terdiri dari tiga (3) bagian pokok:
1. Etika, Etika Bisnis dan Sumbangan Pemikiran Para Filsuf
Pengertian dan ruang lingkup etika; etika bisnis dan profesi dan dan relevansinya bagi bisnis dan profesi akuntan; teori-teori etika; sumbangan pemikiran para filsuf.
2. Xxxxx Xxxxxx sebagai Tata Kelola Organisasi Bisnis
Pengertian bisnis, hubungan antara ekonomi, bisnis, dan etika; good corporate Governance; prinsip-prinsip etika bisnis (keadilan, tanggung jawab, kepercayaan, kejujuran); bisnis dan relasi etisnya dengan konsumen, pekerja, masyarakat (CSR), iklan, dan lingkungan.
3. Etika Profesi dan Kode Etika Akuntansi
Etika profesi; kode etik profesi akuntan global; kode etika profesi akuntan Indonesia;
6 Xxxx Xxxxx, ‘Business Ethics Without Stakeholders” dalam Business Ethics Quarterly, Volume 16, Issue 3., 2006, hlm. 533– 557.
PPT YANG SISAMPAIKAN PADA SAAT PELAKSANAAN KEGIATAN PKM
Lampiran 2
Foto-foto Kegiatan PKM
Beberapa foto Pemberian hadiah pada saat kuis
Foto kuesioner beberapa pertanyaan yang diisi siswa sebagai bahan evaluasi
ABDIMAS
Lampiran 3
Luaran Wajib: Artikel/Makalah yang sudah diseminarkan di Senapenmas 2, 21 Oktober 2021
PENGENALAN ETIKA BISNIS BAGI SISWA-SISWI SMA BHINNEKA TUNGGAL IKA JAKARTA
Urbanus Ura Weruin1
1Jurusan Akuntansi, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: xxxx.xxxxxx@xxxxx.xxx
ABSTRACT
Community Service Activity (CSA) Introduction to Business Ethics for Bhinneka Tunggal Ika High School Students aims to make students have knowledge of business ethics and achieve autonomous moral awareness so that in the future Bhinneka Tunggal Ika High School students will have good understanding, consideration, and ethical awareness, sufficient to always include ethical considerations in dealing with the problems of everyday life, especially in business. This is in line with the vision and mission of Bhinneka Tunggal Ika High School, namely educating the character of the students and creating quality graduates. This CSA is carried out online through a zoom meeting using the lecture method and participatory dialogue. The material presented in this PKM includes: understanding of business ethics, the scope of business ethics, the significance of business ethics in today's business practice, the purpose and relevance of business ethics, the approach used in business ethics education, the peculiarities of ethical considerations from legal and economic considerations, and moral values in business. The results obtained through this CSA can be said to be positive and successful. This can be seen from the enthusiasm of the participants in participating in this activity; students' ability to answer questions during the CSA event; and the CSA evaluation conducted at the end of the CSA activity. Based on the evaluation using a questionnaire, 80% of participants said that the CSA material was very interesting. A total of 44.4% stated that the material on business ethics is very important. The students were also determined to always include ethical considerations and act ethically in business when they enter the community (69.4%). The students also stated that if similar activities were held again, they would be happy to participate (91.7%). The success of this CSA is partly determined by the participatory-dialogue lecture method and the pragmatic-descriptive approach by including case studies in this CSA activity. The case study approach is proven to help students to understand the CSA material.
Keywords: ethics, business ethics, moral consideration
ABSTRAK
Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Pengenalan Etika Bisnis Bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika bertujuan agar para siswa memiliki pengetahuan tentang etika bisnis dan mencapai kesadaran moral yang otonom sehingga kelak siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika memiliki pemahaman, pertimbangan, dan kesadaran etis yang memadai untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dalam menghadapi persoalan hidup sehari-hari, khususnya dalam bisnis. Hal ini sejalan dengan visi dan misi SMA Bhinneka Tunggal Ika yakni mendidik karakter para murid dan menciptakan kualitas lulusan yang bermutu. Kegiatan PKM ini dilakukan secara daring melalui zoom meeting dengan menggunakan metode ceramah dan dialog-partisipatif. Materi yang dipresentasikan dalam PKM ini mencakup: pengertian etika bisnis, ruang lingkup etika bisnis, signifikansi etika bisnis dalam praktik bisnis dewasa ini, tujuan dan relevansi etika bisnis, pendekatan yang digunakan dalam pendidikan etika bisnis, kekhasan pertimbangan etis dari pertimbangan hukum dan ekonomi, serta nilai-nilai moral dalam bisnis. Hasil yang didapatkan melalui PKM ini dapat dikatakan positif dan sukses. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme peserta dalam mengikuti kegiatan ini; kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan selama acara PKM berlangsung; serta evaluasi PKM yang dilakukan pada akhir kegiatan PKM. Berdasarkan evaluasi dengan menggunakan kuesioner, 80% peserta mengatakan bahwa materi PKM sangat menarik. Sebanyak 44,4% menyatakan bahwa materi etika bisnis sangat penting. Para siswa pun bertekad untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dan bertindak etis dalam bisnis ketika mereka terjun di tengah masyarakat (69.4%). Para siswa pun menyatakan bahwa apabila kegiatan serupa diadakan lagi, mereka akan dengan senang hati mengikutinya (91,7%). Keberhasilan PKM ini sebagian ditentukan oleh metode ceramah dialog-partisipatif serta pendekatan pragmatis-
deskriptif dengan menyertakan studi kasus dalam kegiatan PKM ini. Pendekatan studi kasus terbukti membantu para siswa untuk memahami materi PKM yang diberikan.
Kata Kunci: etika, etika bisnis, pertimbangan moral
1. PENDAHULUAN
Tingginya angka positif dan angka kematian akibat Covid-19 beberapa bulan lalu di Indonesia tidak sekadar mengancam nyawa puluhan ribu masyarakat Indonesia melainkan juga memporak- porandakan ketersediaan fasilitas kesehatan, kesejahteraan masyarakat, produktifitas, serta meningkatnya angka kemiskinan masyarakat. Adaptasi dan kebiasaan baru dilakukan dalam bekerja, beribadat, memberikan pelayanan, belanja, keamanan, dan pendidikan. Hampir semua bidang kehidupan menerapkan kebiasaan baru work from home (WFH).
Tetapi sayangnya, di tengah usaha pemerintah untuk menekan tingginya akan kematian, mengatasi kesulitan ekonomi yang menghimpit warga masyaakat yang kurang mampu; meningkatkan daya beli masyarakat yang rendah, mempertahankan kegiatan ekonomi karena PPKM, kurang tersedianya obat-obatan dan alat-alat kesehatan yang memadai untuk menangani masyarakat yang terpapar Covid-19, masih saja para pedagang, pebisnis, atau pelaku usaha yang ‘memancing di air keruh’. Mereka mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan situasi pandemi Covid-
19. Kasus kelangkaan obat-obatan dan tabung oksigen dalam penanganan pasien Covid-19 beberapa waktu lalu dapat menjadi contoh yang baik untuk menunjukkan bahwa keserakahan keuntungan ekonomi menghapus pertimbangan moral dan kemanusiaan. Kelangkaan obat-obatan dan tabung oksigen yang dialami beberapa waktu lalu terjadi, sebagian karena para distributor atau pedangan obat dan alat kesehatan (baca: oksigen) melakukan penimbunan obat dan oksigen guna meraup keuntungan yang besar. CNN Indonesia edisi Kamis, 08/07/2021 memberitakan bahwa polisi membekuk "Tiga Kelompok Penimbun Obat Corona dan Tabung Oksigen". Obat yang ditimbun adalah Avigan dan Ivermectin. Xxxxxxx0.xxx, xxxxx.xxx, dan xxxxxxxxxxx.xxx pada tanggal 28 Juli 2021 melaporkan bahwa ada 33 kasus penimbunan obat dan oksigen. Xxxxx Xxxxxxxxx dari antaranews tanggal 28 Juli 2021 juga melaporkan bahwa dalam 33 kasus penimbunan obat-obatan oksigen tersebut, 37 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus penimbunan obat-obatan dan tabung oksigen sudah ditangani secara hukum. Para pelakunya diproses hukum. Tetapi praktik semacam ini, dari perspektif etika bisnis, tidak bisa diterima. Kepala sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika – Jakarta, xxxxx Xxx Xxxxx X.Xx. mempertanyakan, apa yang terjadi dengan lembaga pendidikan kita sehingga para lulusannya melakukan praktik bisnis yang tidak bermoral? Sebagai lembaga pendidikan, apa yang mesti dilakukan? Sekolah yang mengedepankan semangat keterbukaan, solidaritas, dan toleransi ini memiliki visi dan misi yang sangat moralistik. Praktik pendidikan dan pengajaran di sekolah ini bertujuan untuk mendidik karakter; melakukan pembelajaran yang bermutu untuk menghasilkan kualitas lulusan yang mumpuni serta mengembangkan sikap toleran, inklusif, terbuka, dan menghargai keberagaman kepada para peserta didik. Kasus penimbunan obat dan tabung oksigen di atas membuat lembaga pendidikan ini prihatin, cemas, dan khawatir. Pertanyaannya, bagaimana mempersiapkan siswa- siswi agar kelak, ketika terjun dalam bisnis, selalu menyertakan pertimbangan etis dan berprilaku etis dalam bisnis? Meskipun bukan satu-satunya jalan keluar yang efektif untuk menanamkan
prilaku etis dalam bisnis, pilihan kegiatan untuk memperkenalkan etika bisnis kepada para siswa melalui PKM Pengantar Etika Bisnis Bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika merupakan salah satu upaya untuk menanamkan karakter moral kepada para siswa.
Setiap hari semua orang menghadapi problem-problem moral. Dan setiap orang memiliki keyakinan sendiri tentang apa yang baik dan apa yang buruk (Fang, 2017). Untuk memutuskan prilaku mana yang baik dan mana yang buruk, orang perlu memiliki penalaran moral atau moral reasoning. Menurut Teori moral Kohlberg, perkembangan moral individu berlangsung dalam tiga tahap yakni
1) tahap pra-konvensional (yang berorientiasi pada kepentingan-diri sendiri) , 2) tahap konvensional (bertindak berdasarkan tatanan sosial, aturan, hukum), dan 3) tahap post-konvensional (bertindak berdasarkan prinsip-prinsip etis universal) (Fang, 2017). Pendidikan etika, termasuk etika bisnis diharapkan mampu mengantar orang sampai pada tahap post-konvensional. Yakni tahap di mana orang memiliki kesadaran dan penalaran moral yang otonom. Orang yang memutuskan tindakan moral berdasarkan prinsip-prinsip dan cita-cita moral absolut yang diyakini kebenarannya dari pada kepentingan-diri sendiri atau ketentuan hukum yang berlaku (Fang, 2017). Pendidikan etika bisnis tidak hanya perlu diberikan kepada siswa dan mahasiswa di tingkat sarjana melainkan juga di tingkat doktoral (Ferrel et.all., 2011).
Bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang akuntasi, baik corporate accounting maupun professional accounting, pendidikan etika bisnis merupakan sesuatu yang penting dan relevan. Bukan saja karena merebaknya skandal-skandal besar praktik akuntan yang tidak etis seperti Xxxxx, dan sebagainya, melainkan juga semakin tumbuh dan berkembangnya kesadaran etis para pebisnis. Poje dan Grof (2021), dalam Journal of Business Ethics menunjukkan bahwa pendidikan etika bisnis bisa dilakukan dengan mengemas; 1) studi bibliografis tentang sejarah perkembangan pendidikan etika bisnis; 2) mengidentifikasi kluster atau bidang-bidang pendidikan etika bisnis yang semakin spesiki misalnya khusus dalam soal akuntansi; dan 3) menganalisis persoalan dan pola ruang kontekstual dimana kasus-kasus tindak yang tidak etis terjadi. Karena bagi Poje dan Grof (2021), akuntasi itu bukan sekedar melihatkan keterampilan-keterampilan teknis, melainkan juga integritas dan tanggung jawab moral profesi akuntan. Dalam bidang akuntansi, efektifitas, pendidikan etika binis dalam bidang akuntasi ditentukan oleh materi, metode pendidikan akuntansi, dukungan institusi, serta dukungan pembelajaran (Limijaya, 2019). Paradigma neo-klasik yang teleologis perlu dilengkapi dengan paradigma deontologis dan sosial (Poje dan Grof, 2021).
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Xxxxx Xxxxxxxxx (2017) di Dublin Business School menunjukkan bahwa pendidikan etika bisnis mampu meningkatkan 69.05% pemahaman dan sensivitas etis peserta didik. Tentu yang diharapkan agar di kemudian hari sensivitas etis menentukan prilaku mereka dalam bisnis untuk selalu bertindak menurut kaidah-kaidah etis. Penelitian dan publikasi lain yang dilakukan Xxxxxxx, Xxxxxxxx, dan Xxxxxxxx (2019) kepada mahasiswa akuntansi Undiksha, membuktikan bahwa pendidikan etika bisnis dan profesi, serta perkembangan moral, berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku etis. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Xxxx dan Xxxxxxx (2016) menunjukkan bahwa meskipun tidak signifikian, masih terdapat pengaruh pendidikan etika bisnis dengan perspesi etis mahasiswa. Kondisi ini memperlihatkan juga bahwa kualitas lulusan yang diharapkan tidak hanya memiliki pengetahun akuntansi yang mumpuni melainkan juga kesadaran dan prilaku etis agar dapat bersaing dalam dunia kerja.
Terdapat paling tidak tiga jenis pendekatan dalam pendidikan etika bisnis, yakni 1) pendekatan pragmatis/deskriptif; 2) pendekatan legal/normatif; dan 3) pendekatan etis/preskriptif. Xxxxx X. X. Cagle dan X. Xxxxxx (2006) dalam Case Studies of Ethics Scandals: Effects on Ethical Perceptions of Finance Students, menyatakan bahwa kasus-kasus malpraktik dalam bisnis dapat dipakai sebagai media pembelajaran etika bisnis bagi siswa atau mahasiswa agar kelak dapat mengambil keputusan etis secara tepat. Studi yang dilakukan oleh Xxxxx dan Xxxxxx (2006) menunjukkan bahwa ‘studying ethics scandals positively impacts students’ ethical decision making and their perceptions of the ethics of business people’. Studi yang dilakukan oleh Xxxxxx Xxxxxxxx dkk di Jogyakarta (2020) menunjukkan bahwa pendidikan etika bisnis mampu meningkatkan self-efficacy peserta didik (Sholihin, 2020). Ketika berhadapan dengan persoalan etis, orang dengan self-efficacy tiggi akan memilih untuk selalu mengedepankan pertimbangan etis (Schwarzer & Jerusalem, 2010). Xxxxx dan Xxx (2019), sebagaimana dikutip Sholihin (2020) menyatakan bahwa kesadaran dan prilaku etis merupakan bagian pokok dari pendidikan dan training etika bisnis.
Sementara pendekatan normatif atau legal mengukur benar atau salahnya tindakan berdasarkan apakah tindakan tersebut bertentangan dengan hukum atau tidak. Dalam kasus penimbunan obat- obatan misalnya, Xxxx Xxxxxxx, sebagaimana dilaporkan Xxxxx Xxxxxxxxx (2021) menjelaskan bahwa konsekuensi atau sanksi hukum bagi penimbun obat-obatan dan oksigen di masa pandemi berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 2014 dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda sebesar lima miliar rupiah. Selain itu, oknum penimbun obat-obatan dan oksigen juga dapat dikenakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman penjara enam tahun dan denda dua miliar rupiah. Rahmawati dari antaranews (2021) melaporkan bahwa terhadap para tersangka (37) penimbun obat dan oksigen dikenakan pasal berlapis yakni : Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara, Pasal 62 jungto Pasal 10 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.
Tetapi pendekatan yang digunakan dalam PKM ini adalah pendekatan pragmatis/deskriptif dan pendekatan etis/preskriptif. Dengan pendekatan etis, acuan baik-buruknya tindakan didasarkan pada nilai-nilai moral kemanusiaan. Yakni apakah sebuah tindakan menghargai harkat dan martabat setiap orang sebagai manusia atau tidak. Dalam Bahasa Kholberg, tujuan pendekaan etis adalah agar siswa mencapai kesadaran moral yang otonom. Atau dalam rumusan Kholberg, siswa mencapai tahap perkembangan moral post-convensional (Fang et.all, 2017). Tujuan PKM pengenalan etika bisnis kepada para siswa SMA Bhinneka Tunggal Ika adalah agar mereka kelak memiliki kesadaan moral yang otonom.
II. Metode pelaksanaan pkm
PKM Pengenalan Etika Bisnis bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika berupa Pengantar Etika Bisnis kepada Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika menggunakan metode ceramah, diskusi, dan tanya jawab secara daring dengan menggunakan platform zoom meeting. Sejak pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia setahaun yang lalu, aktivitas kerja, pendidikan, dan pembelajaran menjalankan adaptasi baru. Karena situasi tidak memungkinkan untuk tatap muka maka semuanya proses dilakukan secara daring dengan menggunakan platform zoom meeting.
Proses PKM ini sendiri berlangsung dengan dialog partisipatif antara dosen dan siswa serta guru-guru
yang hadir. Metode ini dipilih karena orientasi pendidikan etika bisnis, tidak sekedar memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada perserta didik tentang teori-teori etika, nilai-nilai yang penting diperhatikan dalam praktik bisnis, melainkan juga menstimulasi kesadaran etis siswa-siswi agar dalam praktik bisnis, menyertakan pertimbangan etis dalam pengambilan keputusan bisnis serta mempraktikan prinsip-prinsip etika bisnis.
Di samping itu, dialog-patisipatif dalam pelaksanaan PKM ini diperlukan agar siswa-siswi mengenal kasus-kasus konkret yang ditemui dalam praktik kehidupan sehari-hari entah kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa etika bisnis diterapkan atau sebaliknya diabaikan dalam praktik bisnis sehari-hari. Tujuan penggunaan motode ini adalah untuk menyadarkan para siswa bahwa kebajikan dan keutamaan etika bisnis bukanlah sesuatu yang dirumuskan dari luar pengalaman mereka sehari-hari melainkan keutamaan-keutamaan yang dihasilkan dari praktik bisnis sehari-hari yang mereka temukan atau yang mereka baca.
Dengan demikian, proses pelaksanaan PKM tidak berjalan searah dari pemakalah ke audiens melainkan juga sebaliknya yakni melakukan diskusi dengan melibatkan para peserta PKM untuk kemudian merumuskan insight-insight konseptual dan praktis tentang etika bisnis. Dengan rumusan lain, metode pelaksanaan PKM ini bukan sekedar berorientasi teoretis dan berlangsung secara monolog (searah), melainkan juga praktis dan berlangsung secara dialogis. Beberapa kasus konkret disampaikan untuk menstimulasi diskusi dan pemahaman para siswa-siswi untuk menambah pengetahuan dan pengalaman siswa tentang etika bisnis.
Pelatihan atau pengenalan etika bisnis bagi siwa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika khususnya dan pelatihan dalam bidang pendidikan pada umumnya, seperti dinyatakan oleh Xxxxxxx (1993), berlangsung dalam empat (4) tahap (Mulyatiningsih, 2011). Keempat tahap tersebut adalah:
1. Perencanaan (Planning), yaitu persiapan pelaksanaan PKM dengan berkoordinasi dengan mitra PKM, merumuskan masalah yang dialami mitra, dan intervensi melalui pelaksanaan PKM sebagai solusi atas permasalahan yang dialami mitra.
2. Pelaksanaan Tindakan (Acting), yaitu kegiatan PKM itu sendiri sesuai perencanaan. Proses kegiatan PKM berlangsung melalui zoom meeting dengan susunan acara dimulai dengan membuka zoom meeting, kata sambutan kepala sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika, pemaparan materi PKM, diskusi dan tanya jawab, pengisian kuesioner dan evaluasi, serta penutup.
3. Observasi (Observe), Tahap ini merupakan tahap untuk mengamati apakah peserta PKM serius mengikuti kegiatan PKM yang sedang dilakukan. Termasuk dalam tahap ini adalah mengukur apakah para peserta PKM dapat memahami, mengikuti, dan dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan atau kuis yang diadakan selama proses kegiatan PKM. Di samping itu, sensibilitas etis para peserta pun dapat diamati sebagai indikasi apakah peserta PKM bertekad untuk menyertakan pertimbangan etis dan bertindak etis dalam bisnis.
4. Refleksi (Reflecting), yaitu tahap akhir PKM berupa evaluasi terhadap kegiatan PKM untuk melihat apakah PKM yang dilakukan memnuhi harapan peserta dan apakah tujuan PKM tercapai atau tidak. Pada PKM ini saya menggunakan kuesinoer sebagai patokan untuk merefleksikan kegiatan PKM. Jika PKM ini berhasil mencapai tujuannya maka kedepan kami akan melakukan PKM berikut sebagai kelanjutan dari PKM ini. Makalah dapat ditulis baik dalam bahasa Indonesia maupun Inggris. Tulisan dalam pokok uraian menggunakan jenis huruf Times New Roman ukuran 12 pt, justified, 1 spasi, sebagaimana pada dokumen ini. Penulis diperbolehkan menggunakan huruf jenis lain untuk keperluan khusus misalnya untuk membedakan source code suatu program komputer.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
PKM Pengenalan Etika Binis kepada Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika ini diikuti sekitar 70-an perserta. Jumlah tersebut terdiri dari kepada sekolah, Xxxxx Xxx Xxxxx X.Xx., 3 orang guru wali kelas XII, dan 60-an siswa-siswi kelas XII jurusan IPA dan IPS SMA Bhinneka Tunggal Ika. Kegiatan PKM ini dilakukan pada Jumat, 3 September 2021, dari pukul 10.00 sampai pukul 13.00 melalui zoom meeting. Acara PKM dibuka oleh kepada sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika, bapak, Xxx Xxxxx X.Xx, dan dilanjutkan dengan pemaparan materi PKM oleh pemakalah dan dibantu oleh mahasiswa Universitas Tarumanagara sebagai anggota yang juga aktif dalam kegiatan PKM ini. Setelah pemaparan makalah, acara PKM ini lanjutkan dengan Tanya jawab, diskusi, pengisian kuesioner, foto bersama, dan penutup.
Keterangan foto: 1. Kepala SMA Bhinneka Tunggal Ika ketika memberikan kata sambukan tan membuka PKM. Foto 2: Kegiatan PKM. 3. Kehadiran para guru dan siwa dalam mengikuti PKM.
Materi yang disampaikan dalam PKM pengenalan etika bisnis kepada siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika terdiri dari beberapa point pokok, yakni: 1) beberapa pengertian pokok terkait topik etika bisnis seperti: etika, etiket, moral, bisnis, dan etika bisnis; 2) relevansi etika bisnis; 3) kekhasan pertimbangan etis/mpral dengan pertimbangan lain di luar pertimbangan moral, seperti pertimbangan ekonomi, hukum, keamanan, dan sebagainya; 4) mengapa perlu etika bisnis?; 5) peran atau fungsi etika bisnis bagi bisnis; 6) ruang lingkup penerapan etika bisnis; 7) tahap-tahap pendidikan etika bisnis; dan 8) nilai-nilai moral bagi bisnis.
Agar menarik, kontekstual, relevan, dan mudah diikuti, semua materi di atas dijelaskan dengan menggunakan contoh konkret atau studi kasus dari prilaku atau praktik bisnis tidak etis yang dikenal luas oleh masyarakat termasuk para siswa. Kasus yang dipakai dalam memaparkan materi PKM ini adalah kasus penimbunan obat dan tabung oksigen yang dilakukan para pedangan beberapa waktu lalu di tengah tingginya angka positif Covid-19.
Tampaknya, metode pengenalan etika bisnis melalui studi kasus dalam PKM ini, mudah diikuti dan dipahami oleh siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika Jakarta. Maka PKM yang memperkenalkan etika bisnis kepada para siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal ini dapat dikatakan berhasil atau mencapai tujuannya. Tujuan PKM ini adalah untuk memperkenalkan etika bisnis guna menambah wawasan dan pemahaman siswa-siswi tentang etika bisnis serta menstimulasi kesadaran dan sesibilitas etis agar mereka selalu meneyertakan pertimbangan etis berhadapan dengan persoalan bisnis dan sekaligus membiasakan diri untuk mempraktikan nilai-nilai etis dalam bisnis.
Terdapat dua alat ukur yang dipakai untuk mengukur hasil PKM ini, yakni:
Pertama, melalui kuis yang dilakukan pada saat PKM berlangsung. Untuk memancing animo dan
konsentrasi para siswa terhadap materi yang dipaparkan. dilakukan kuis dua kali, yakni pada pertengahan presentasi PKM (4 pertanyaan) dan pada akhir presentasi PKM (4 pertanyaan) untuk melihat hasil PKM. Umumnya para siswa berebut untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dan jawaban mereka secara keselurhan tepat. Artinya secara konseptual-teoretis, para siswa dapat mengikuti PKM pengenalan etika bisnis ini. Atau dengan rumusan lain, tujuan PKM untuk memperkenalkan etika bisnis kepada para siswa tercapai. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para siswa adalah: 1) rumuskan dalam dua kata saja pengertian ‘etika’; 2)berilah pengertian kata ‘moral’; 3) rumuskan secara singkat, apa yang dimasud dengan ‘etika bisnis’; 4) sebutkan beberapa alasan, mengapa masih saja terjadi praktik bisnis yang tidak etis; 5) apakah kekhasan pertimbangan ekonomi dari pertimbangan moral?; 6) dalam bidang bisnis apa etika bisnis mesti diterapkan?; 7) sebutkan 2 dari empat tahap pendidikan etika bisnis menurut IFAC; dan
8) mengapa ‘menyogok’ pejabat untuk mendapat proyek bertentangan dengan etika bisnis.
Kedua, dengan menggunakan kuesioner diakhir pelaksanaan PKM. Kuesioner yang diisi para peserta melalui google form, dimasudkan untuk melihat respon peserta, sensibilitas dan tekat untuk selalu bertintak etis dalam bisnis; serta kemungkinan untuk melanjutkan PKM ini ke depan secara berkelanjutan. Sekaligus kuesioner ini dimaksudkan untuk mengevaluasi materi; metode PKM yang digunakan; dan sebagai input bagi pelaksana PKM guna perbaikan di masa mendatang. Berdasarkan evaluasi melalui kuesioner yang diisi oleh peserta, diketahui bahwa 80% mengatakan bahwa materi PKM sangat menarik. Cara penyajiannya pun dianggap tidak membosankan (0%). Sensibilitas etis para peserta PKM ini pun luar biasa. Terhadap pertanyaan “Menurut pendapat anda, pentingkah etika bisnis bagi para pebisnis?”. Sebanyak 44,4% menjawab sangat penting, dan sisanya menjawab penting. Tidak ada peserta yang menjawab kurang penting atau tidak penting. Hal ini dapat dipahami, karena, 72,2% menyatakan bahwa mereka pernah mendengar tentang etika bisnis, 25% menjawab jarang, sementara 5,6% menjawab tidak pernah. Data ini menunjukkan bahwa para peserta PKM ini sudah mengenal etika bisnis entah dari bacaan atau dari informasi yang mereka peroleh. Ketika ditanya tentang kasus BLBI misalnya, mereka menjawab pernah mendengar tetapi tidak bisa menarik hubungan dengan etika bisnis. Melalui penjelasan yang diberikan, para siswa paham bahwa secara etis, kasus BLBI merupakan contoh prilaku bisnis yang tidak etis karena memanfaatkan bantuan likuiditas perbankan (berasal dari dana masyarakat) untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau bidang bisnis lain di luar peruntukannya tanpa itikad baik mengembalikan dana masyarakat ini untuk kepentingan pengentasan kemiskinan kelompok masyarakat lain, misalnya.
Terkait dengan praktik bisnis curang, 50% lebih para peserta PKM menyatakan sangat tidak setuju; dan 52,8% menyatakan bahwa mereka harus dihukum. Hanya 8,3% yang menyatakan tidak peduli. Yang paling menggembirakan adalah tekad para siswa untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dan selalu bertindak etis dalam bisnis ketika mereka terjun di tengah masyarakat (69.4%). Maka secara keseluruhan, sensibilitas etis dapat dibangun melalui PKM ini. Hanya 2,8% yang menyatakan bahwa bisnis harus berorientasi pada keuntungan. Sebagian kecil menjawab, bahwa tindakan bisnis mendasarkan diri pada kebudayaan dan kebiasaan masyarakat. Berdasarkan evaluasi ini, dapat disimpulkan bahwa PKM pengenalan etika bisnis bagi siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika mencapai tujuan yang diharapkan yakni pemahaman terhadap pentingannya etika bisnis, kesadaran etis, dan sensibilitas untuk bertindak etis dalam bisnis.
Para siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika yang mengikuti PKM ini pun menyatakan bahwa apabila kegiatan serupa diadakan lagi, tentu dengan materi kelanjutannya, mereka akan dengan senang hati mengikutinya (91,7%). Hanya 8.3% yang menyatakan tidak mau mengikutinya. Tidak ada siswa yang menjawab bahwa mereka ‘terpaksa’ mengikutinya. Secara keseluruhan, 36,1% siwa mengatakan bahwa PKM ini sangat berguna, dan 66,7% menyatakan berguna.
Kepala sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika dan ibu-ibu wali kelas XI (IPA dan IPS) menyatakan
‘bersyukur dan berterima kasih atas kerja sama yang baik antara pihak sekolah dengan dosen Universitas Tarumanagara ini dan tentu sangat bermanfaat karena diberikan oleh para dosen yang berkompeten dalam bidangnya’. Dukungan LPPM Universitas Tarumanagara terhadap kegiatan ini pun sangat diapresiasi positif. Kepala sekolah dan wali kelas berharap agar kegiatan PKM serupa dapat dilakukan lagi pada semester-semester yang akan datang. Ternyata kerja sama bersama mitra ini diapresiasi sangat positif oleh mitra PKM.
Hasil positif yang diraih dari PKM ini sebagian ditentukan oleh penggunaan metode studi kasus serta presentasi secara dialog-partisipatif. Karena metode tersebut ternyata dapat merangsang animo dan konsentrasi siswa dalam mengkuti PKM ini.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
PKM Pengenalan Etika Bisnis Bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika agar para siswa memiliki pengetahuan tentang etika bisnis, mencapai kesadaran moral yang otonom, sehingga kelak bertindak etis dalam bisnis, dapat dikatakan positif dan berhasil. Hal ini dapat terlihat dari antusiasme dan kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan selama acara PKM berlangsung serta evaluasi PKM yang dilakukan pada akhir kegiatan PKM. 80% peserta mengatakan bahwa materi PKM sangat menarik. Sebanyak 44,4% menyatakan bahwa materi etika bisnis sangat penting. Para siswa pun bertekad untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dan bertindak etis dalam bisnis ketika mereka terjun di tengah masyarakat (69.4%). Para siswa pun menyatakan bahwa apabila kegiatan serupa diadakan lagi, mereka akan dengan senang hati mengikutinya (91,7%). Keberhasilan ini sebagian ditentukan oleh metode ceramah dialog-partisipatif serta pendekatan pragmatis-deskriptif dengan menyertakan studi kasus dalam kegiatan PKM ini.
Saran
Untuk mencapai kesadaan moral yang otonom, para siswa mesti terus diingatkan kembali tentang relevansi etika bisnis. Pengetahuan yang memadai melalui PKM belum menjamin para siswa selalu menyertakan pertimbangan etis dan bertindak etis dalam bisnis. Apalagi materi yang diberikan dalam PKM kali ini masih sangat terbatas. Untuk itu perlu dilakukan PKM lanjutnya dengan topik yang sama tetapi dengan materi lanjutnyaan. Misalnya tentang teori-teori etika dan nilai-nilai moral bisnis.
Ucapan Terima Kasih
Kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Direktur Direktorat Penelitian dan Pengabdikan Kepada Masyarakat (DPPM) Universitas Tarumangara atas kesempatan dan dukungan dana operasional yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan memberikan penyuluhan tentang etika bisnis di SMA Bhinneka Tunggal Ika Jakarta. Terima kasih juga kami ucapkan kepada kepala SMA Bhinneka Tunggal Ika atas kerja sama yang baik ini, semoga dapat dilanjutkan di masa mendatang.
REFERENSI
Alzankawi, Abrar. (2017). “Efectiveness of Ethics Education for 3rd Level Business Students”. Dublin Business School. Diakses online 29 Juli 2021 dari xxxx://xxx.xxxxxx.xxx/00000/0000
Xxxxx, Xxxxx X.X. and Xxxxxx, M. (2006). “Case Studies of Ethics Scandals: Effects on Ethical Perceptions of Finance Students”. Journal of Business Ethics, Vol. 64, No. 3 (Mar., 2006), pp. 213-229, diakses online 18 Agustus 2021 dari xxxxx://xxx.xxxxx.xxx/xxxxxx/00000000
CNN Indonesia, (2021), "Hukuman Menanti Penimbun Oksigen dan Obat Covid-19", Minggu, 04/07/2021, diakses dari xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxx/00000000000000-00-000000/xxxxxxx-xxxxxxx- penimbun-oksigen-dan-obat-covid-19
CNN Indonesia, (2021), "Tiga Kelompok Penimbun Obat Corona dan Tabung Oksigen Dibekuk", Kamis, 08/07/2021, xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxx/00000000000000-00-000000/xxxx-xxxxxxxx- penimbun-obat-corona-dan-tabung-oksigen-dibekuk.
Xxxx, Xxxx, (2017). “Post-conventional Moral Reasoning is Associated with Increased Ventral Striatal Activity at Rest and During Task”, Science Report, 7: 7105, diakses online tanggal 28 Juli 2021 dari xxxxx://xxx.xxxx.xxx.xxx.xxx/xxx/xxxxxxxx/XXX0000000/
Xxxxxxx, O.C., Xxxxxxxxx, Xxxx and Xxxxxx, Xxxxxxx, Xxxxx. (2011). Business Ethics: Ethical Decision Making & Cases, 8th Edition, Xxxxx, XX, South-Western Cengage Learning.
Xxxxxxxx, Xxxxxx, (2019). “Accounting Ethics Education: What and How to Teach?”. Kajian Akuntansi, Vol. 21, No. 2, Maret 2019. Diakses online 28 Juli 2021 dari xxxx://xxxxxxxxxx.xxxxx.xx.xx/xxxxxxxxx/xxxxxx/000000000/0000/xxxxx000_Xxxxxx_Xxxxxxxxxx%00xxxxxx- p.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Xxxxxxx, I Xxxxxx Xxxxx Xxxx; Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxx; dan Xxxxxxxx, I Putu. (2019). “Pengaruh Pendididikan Etika Bisnis dan Profesi, Perkembangan Moral, dan Persepsi Tekanan Etis Terhadap Perilaku Etis Pada Mahasiswa Akuntansi Program S1 Undiksha”, JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, Vol. 8, No. 2, feb. 2019. Diakses online 02 Agustus 2021 dari xxxxx://xxxxxxxx.xxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/X0xx/xxxxxxx/xxxx/00000/00000
Xxxx, Xxxxxx & Xxxx, Xxxx Xxxxx. (2021). “Mapping Ethics Education in Accounting Research: A Bibliometric Analysis”. Journal of Business Ethics, diakses online dari xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x00000-000-00000-0
Xxxxxxxxx, Xxxxx, (2021). “Polri tangani 33 kasus penimbunan obat dan tabung oksigen”, Xxxxxxxxxx.xxx Rabu, 28 Juli 2021, diakses 28 Juli 2021 dari xxxxx://xxx.xxxxxxxxxx.xxx/xxxxxx/0000000/xxxxx-xxxxxxx- 33-kasus-penimbunan-obat-dan-tabung-oksigen
Xxxxxxxx, Xxxxxx dkk. (2020). “A New Way of Teaching Business Ethics: The Evaluation of Virtual Reality- Based Learning Media”, The International Journal of Management Education, Nov; 18(3), diakses 27 Juli 2021 dari doi:10.1016/j.ijme.2020.100428
Xxxxxxxxx, Xxxxx, (2021). “Konsekuensi Hukum Bagi Penimbun Oksigen di Masa Pandemi”, Sabtu, 17 Juli , 2021, artikel online, diakses 27 Juli 2021 dari xxxxx://xxx.xx.xx.xx/xxxxxxxxxxx-xxxxx-xxxx-xxxxxxxx- oksigen-di-masa-pandemi/
Xxxx, Xxxxx dan Xxxxxxx, Xxxxxxx. (2016). “Pengaruh Pendidikan Etika Bisnis dan Religiusitas terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi”, Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, hlm. 183-201, Oktober 2016. Diakses online 2 Agustus 2021 dari xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxxx/00000-XX- pengaruh-pendidikan-etika-bisnis-dan-rel.pdf
Luaran Wajib lain. Sedang dalam proses Publikasi.
Publikasi di Journal of Innovation and Community Engagement
jice] Submission Acknowledgement Inbox
Editorial Team Journal of ICE via %s <xxx.xxxxxxx@xxxxxxxxx.xxx> Mon, Oct 18, 6:41 PM (9 days ago)
to me
Urbanus Ura Weruin:
Thank you for submitting the manuscript, "PENGENALAN ETIKA BISNIS BAGI SISWA-SISWI SMA BHINNEKA TUNGGAL IKA JAKARTA" to Journal of Innovation and Community Engagement. With the online journal management system that we are using, you will be able to track its progress through the editorial process by logging in to the journal web site:
Manuscript URL: xxxxx://xxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/xxxxx.xxx/xxx/xxxxxxXxxxxxxxx/xxxxxxxxxx/0000 Username: xxxxxxxx0
If you have any questions, please contact me. Thank you for considering this journal as a venue for your work.
Editorial Team Journal of ICE
Journal of Innovation and Community Engagement
PENGENALAN ETIKA BISNIS BAGI SISWA-SISWI SMA BHINNEKA TUNGGAL IKA JAKARTA
Urbanus Ura Weruin1
1Jurusan Akuntansi, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: xxxx.xxxxxx@xxxxx.xxx
ABSTRACT
Community Service Activity (CSA) Introduction to Business Ethics for Bhinneka Tunggal Ika High School Students aims to make students have knowledge of business ethics and achieve autonomous moral awareness so that in the future Bhinneka Tunggal Ika High School students will have good understanding, consideration, and ethical awareness, sufficient to always include ethical considerations in dealing with the problems of everyday life, especially in business. This is in line with the vision and mission of Bhinneka Tunggal Ika High School, namely educating the character of the students and creating quality graduates. This CSA is carried out online through a zoom meeting using the lecture method and participatory dialogue. The material presented in this PKM includes: understanding of business ethics, the scope of business ethics, the significance of business ethics in today's business practice, the purpose and relevance of business ethics, the approach used in business ethics education, the peculiarities of ethical considerations from legal and economic considerations, and moral values in business. The results obtained through this CSA can be said to be positive and successful. This can be seen from the enthusiasm of the participants in participating in this activity; students' ability to answer questions during the CSA event; and the CSA evaluation conducted at the end of the CSA activity. Based on the evaluation using a questionnaire, 80% of participants said that the CSA material was very interesting. A total of 44.4% stated that the material on business ethics is very important. The students were also determined to always include ethical considerations and act ethically in business when they enter the community (69.4%). The students also stated that if similar activities were held again, they would be happy to participate (91.7%). The success of this CSA is partly determined by the participatory-dialogue lecture method and the pragmatic-descriptive approach by including case studies in this CSA activity. The case study approach is proven to help students to understand the CSA material.
Keywords: ethics, business ethics, moral consideration
ABSTRAK
Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Pengenalan Etika Bisnis Bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika bertujuan agar para siswa memiliki pengetahuan tentang etika bisnis dan mencapai kesadaran moral yang otonom sehingga kelak siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika memiliki pemahaman, pertimbangan, dan kesadaran etis yang memadai untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dalam menghadapi persoalan hidup sehari-hari, khususnya dalam bisnis. Hal ini sejalan dengan visi dan misi SMA Bhinneka Tunggal Ika yakni mendidik karakter para murid dan menciptakan kualitas lulusan yang bermutu. Kegiatan PKM ini dilakukan secara daring melalui zoom meeting dengan menggunakan metode ceramah dan dialog-partisipatif. Materi yang dipresentasikan dalam PKM ini mencakup: pengertian etika bisnis, ruang lingkup etika bisnis, signifikansi etika bisnis dalam praktik bisnis dewasa ini, tujuan dan relevansi etika bisnis, pendekatan yang digunakan dalam pendidikan etika bisnis, kekhasan pertimbangan etis dari pertimbangan hukum dan ekonomi, serta nilai-nilai moral dalam bisnis. Hasil yang didapatkan melalui PKM ini dapat dikatakan positif dan sukses. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme peserta dalam mengikuti kegiatan ini; kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan selama acara PKM berlangsung; serta evaluasi PKM yang dilakukan pada akhir kegiatan PKM. Berdasarkan evaluasi dengan menggunakan kuesioner, 80% peserta mengatakan bahwa materi PKM sangat menarik. Sebanyak 44,4% menyatakan bahwa materi etika bisnis sangat penting. Para siswa pun bertekad untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dan bertindak etis dalam bisnis ketika mereka terjun di tengah masyarakat (69.4%). Para siswa pun menyatakan bahwa apabila kegiatan serupa diadakan lagi, mereka akan dengan senang hati mengikutinya (91,7%). Keberhasilan PKM ini sebagian ditentukan oleh metode ceramah dialog-partisipatif serta pendekatan pragmatis- deskriptif dengan menyertakan studi kasus dalam kegiatan PKM ini. Pendekatan studi kasus terbukti membantu para siswa untuk memahami materi PKM yang diberikan.
Kata Kunci: etika, etika bisnis, pertimbangan moral
I. PENDAHULUAN
Tingginya angka positif dan angka kematian akibat Covid-19 beberapa bulan lalu di Indonesia tidak sekadar mengancam nyawa puluhan ribu masyarakat Indonesia melainkan juga memporak- porandakan ketersediaan fasilitas kesehatan, kesejahteraan masyarakat, produktifitas, serta meningkatnya angka kemiskinan masyarakat. Adaptasi dan kebiasaan baru dilakukan dalam bekerja, beribadat, memberikan pelayanan, belanja, keamanan, dan pendidikan. Hampir semua bidang kehidupan menerapkan kebiasaan baru work from home (WFH).
Tetapi sayangnya, di tengah usaha pemerintah untuk menekan tingginya akan kematian, mengatasi kesulitan ekonomi yang menghimpit warga masyaakat yang kurang mampu; meningkatkan daya beli masyarakat yang rendah, mempertahankan kegiatan ekonomi karena PPKM, kurang tersedianya obat-obatan dan alat-alat kesehatan yang memadai untuk menangani masyarakat yang terpapar Covid-19, masih saja para pedagang, pebisnis, atau pelaku usaha yang ‘memancing di air keruh’. Mereka mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan situasi pandemi Covid-
19. Kasus kelangkaan obat-obatan dan tabung oksigen dalam penanganan pasien Covid-19 beberapa waktu lalu dapat menjadi contoh yang baik untuk menunjukkan bahwa keserakahan keuntungan ekonomi menghapus pertimbangan moral dan kemanusiaan. Kelangkaan obat-obatan dan tabung oksigen yang dialami beberapa waktu lalu terjadi, sebagian karena para distributor atau pedangan obat dan alat kesehatan (baca: oksigen) melakukan penimbunan obat dan oksigen guna meraup keuntungan yang besar. CNN Indonesia edisi Kamis, 08/07/2021 memberitakan bahwa polisi membekuk "Tiga Kelompok Penimbun Obat Corona dan Tabung Oksigen". Obat yang ditimbun adalah Avigan dan Ivermectin. Xxxxxxx0.xxx, xxxxx.xxx, dan xxxxxxxxxxx.xxx pada tanggal 28 Juli 2021 melaporkan bahwa ada 33 kasus penimbunan obat dan oksigen. Xxxxx Xxxxxxxxx dari antaranews tanggal 28 Juli 2021 juga melaporkan bahwa dalam 33 kasus penimbunan obat-obatan oksigen tersebut, 37 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus penimbunan obat-obatan dan tabung oksigen sudah ditangani secara hukum. Para pelakunya diproses hukum. Tetapi praktik semacam ini, dari perspektif etika bisnis, tidak bisa diterima. Kepala sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika – Jakarta, xxxxx Xxx Xxxxx X.Xx. mempertanyakan, apa yang terjadi dengan lembaga pendidikan kita sehingga para lulusannya melakukan praktik bisnis yang tidak bermoral? Sebagai lembaga pendidikan, apa yang mesti dilakukan? Sekolah yang mengedepankan semangat keterbukaan, solidaritas, dan toleransi ini memiliki visi dan misi yang sangat moralistik. Praktik pendidikan dan pengajaran di sekolah ini bertujuan untuk mendidik karakter; melakukan pembelajaran yang bermutu untuk menghasilkan kualitas lulusan yang mumpuni serta mengembangkan sikap toleran, inklusif, terbuka, dan menghargai keberagaman kepada para peserta didik. Kasus penimbunan obat dan tabung oksigen di atas membuat lembaga pendidikan ini prihatin, cemas, dan khawatir. Pertanyaannya, bagaimana mempersiapkan siswa- siswi agar kelak, ketika terjun dalam bisnis, selalu menyertakan pertimbangan etis dan berprilaku etis dalam bisnis? Meskipun bukan satu-satunya jalan keluar yang efektif untuk menanamkan prilaku etis dalam bisnis, pilihan kegiatan untuk memperkenalkan etika bisnis kepada para siswa melalui PKM Pengantar Etika Bisnis Bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika merupakan salah satu upaya untuk menanamkan karakter moral kepada para siswa.
Setiap hari semua orang menghadapi problem-problem moral. Dan setiap orang memiliki keyakinan sendiri tentang apa yang baik dan apa yang buruk (Fang, 2017). Untuk memutuskan prilaku mana
yang baik dan mana yang buruk, orang perlu memiliki penalaran moral atau moral reasoning. Menurut Teori moral Kohlberg, perkembangan moral individu berlangsung dalam tiga tahap yakni
1) tahap pra-konvensional (yang berorientiasi pada kepentingan-diri sendiri) , 2) tahap konvensional (bertindak berdasarkan tatanan sosial, aturan, hukum), dan 3) tahap post-konvensional (bertindak berdasarkan prinsip-prinsip etis universal) (Fang, 2017). Pendidikan etika, termasuk etika bisnis diharapkan mampu mengantar orang sampai pada tahap post-konvensional. Yakni tahap di mana orang memiliki kesadaran dan penalaran moral yang otonom. Orang yang memutuskan tindakan moral berdasarkan prinsip-prinsip dan cita-cita moral absolut yang diyakini kebenarannya dari pada kepentingan-diri sendiri atau ketentuan hukum yang berlaku (Fang, 2017). Pendidikan etika bisnis tidak hanya perlu diberikan kepada siswa dan mahasiswa di tingkat sarjana melainkan juga di tingkat doktoral (Ferrel et.all., 2011).
Bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang akuntasi, baik corporate accounting maupun professional accounting, pendidikan etika bisnis merupakan sesuatu yang penting dan relevan. Bukan saja karena merebaknya skandal-skandal besar praktik akuntan yang tidak etis seperti Xxxxx, dan sebagainya, melainkan juga semakin tumbuh dan berkembangnya kesadaran etis para pebisnis. Poje dan Grof (2021), dalam Journal of Business Ethics menunjukkan bahwa pendidikan etika bisnis bisa dilakukan dengan mengemas; 1) studi bibliografis tentang sejarah perkembangan pendidikan etika bisnis; 2) mengidentifikasi kluster atau bidang-bidang pendidikan etika bisnis yang semakin spesiki misalnya khusus dalam soal akuntansi; dan 3) menganalisis persoalan dan pola ruang kontekstual dimana kasus-kasus tindak yang tidak etis terjadi. Karena bagi Poje dan Grof (2021), akuntasi itu bukan sekedar melihatkan keterampilan-keterampilan teknis, melainkan juga integritas dan tanggung jawab moral profesi akuntan. Dalam bidang akuntansi, efektifitas, pendidikan etika binis dalam bidang akuntasi ditentukan oleh materi, metode pendidikan akuntansi, dukungan institusi, serta dukungan pembelajaran (Limijaya, 2019). Paradigma neo-klasik yang teleologis perlu dilengkapi dengan paradigma deontologis dan sosial (Poje dan Grof, 2021).
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Xxxxx Xxxxxxxxx (2017) di Dublin Business School menunjukkan bahwa pendidikan etika bisnis mampu meningkatkan 69.05% pemahaman dan sensivitas etis peserta didik. Tentu yang diharapkan agar di kemudian hari sensivitas etis menentukan prilaku mereka dalam bisnis untuk selalu bertindak menurut kaidah-kaidah etis. Penelitian dan publikasi lain yang dilakukan Xxxxxxx, Xxxxxxxx, dan Xxxxxxxx (2019) kepada mahasiswa akuntansi Undiksha, membuktikan bahwa pendidikan etika bisnis dan profesi, serta perkembangan moral, berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku etis. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Xxxx dan Xxxxxxx (2016) menunjukkan bahwa meskipun tidak signifikian, masih terdapat pengaruh pendidikan etika bisnis dengan perspesi etis mahasiswa. Kondisi ini memperlihatkan juga bahwa kualitas lulusan yang diharapkan tidak hanya memiliki pengetahun akuntansi yang mumpuni melainkan juga kesadaran dan prilaku etis agar dapat bersaing dalam dunia kerja.
Terdapat paling tidak tiga jenis pendekatan dalam pendidikan etika bisnis, yakni 1) pendekatan pragmatis/deskriptif; 2) pendekatan legal/normatif; dan 3) pendekatan etis/preskriptif. Xxxxx X. X. Cagle dan X. Xxxxxx (2006) dalam Case Studies of Ethics Scandals: Effects on Ethical Perceptions of Finance Students, menyatakan bahwa kasus-kasus malpraktik dalam bisnis dapat dipakai sebagai media pembelajaran etika bisnis bagi siswa atau mahasiswa agar kelak dapat mengambil keputusan
etis secara tepat. Studi yang dilakukan oleh Xxxxx dan Xxxxxx (2006) menunjukkan bahwa ‘studying ethics scandals positively impacts students’ ethical decision making and their perceptions of the ethics of business people’. Studi yang dilakukan oleh Xxxxxx Xxxxxxxx dkk di Jogyakarta (2020) menunjukkan bahwa pendidikan etika bisnis mampu meningkatkan self-efficacy peserta didik (Sholihin, 2020). Ketika berhadapan dengan persoalan etis, orang dengan self-efficacy tiggi akan memilih untuk selalu mengedepankan pertimbangan etis (Schwarzer & Jerusalem, 2010). Xxxxx dan Xxx (2019), sebagaimana dikutip Sholihin (2020) menyatakan bahwa kesadaran dan prilaku etis merupakan bagian pokok dari pendidikan dan training etika bisnis.
Sementara pendekatan normatif atau legal mengukur benar atau salahnya tindakan berdasarkan apakah tindakan tersebut bertentangan dengan hukum atau tidak. Dalam kasus penimbunan obat- obatan misalnya, Xxxx Xxxxxxx, sebagaimana dilaporkan Xxxxx Xxxxxxxxx (2021) menjelaskan bahwa konsekuensi atau sanksi hukum bagi penimbun obat-obatan dan oksigen di masa pandemi berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 2014 dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda sebesar lima miliar rupiah. Selain itu, oknum penimbun obat-obatan dan oksigen juga dapat dikenakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman penjara enam tahun dan denda dua miliar rupiah. Rahmawati dari antaranews (2021) melaporkan bahwa terhadap para tersangka (37) penimbun obat dan oksigen dikenakan pasal berlapis yakni : Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara, Pasal 62 jungto Pasal 10 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.
Tetapi pendekatan yang digunakan dalam PKM ini adalah pendekatan pragmatis/deskriptif dan pendekatan etis/preskriptif. Dengan pendekatan etis, acuan baik-buruknya tindakan didasarkan pada nilai-nilai moral kemanusiaan. Yakni apakah sebuah tindakan menghargai harkat dan martabat setiap orang sebagai manusia atau tidak. Dalam Bahasa Kholberg, tujuan pendekaan etis adalah agar siswa mencapai kesadaran moral yang otonom. Atau dalam rumusan Kholberg, siswa mencapai tahap perkembangan moral post-convensional (Fang et.all, 2017). Tujuan PKM pengenalan etika bisnis kepada para siswa SMA Bhinneka Tunggal Ika adalah agar mereka kelak memiliki kesadaan moral yang otonom.
II. METODE PELAKSANAAN PKM
PKM Pengenalan Etika Bisnis bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika berupa Pengantar Etika Bisnis kepada Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika menggunakan metode ceramah, diskusi, dan tanya jawab secara daring dengan menggunakan platform zoom meeting. Sejak pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia setahaun yang lalu, aktivitas kerja, pendidikan, dan pembelajaran menjalankan adaptasi baru. Karena situasi tidak memungkinkan untuk tatap muka maka semuanya proses dilakukan secara daring dengan menggunakan platform zoom meeting.
Proses PKM ini sendiri berlangsung dengan dialog partisipatif antara dosen dan siswa serta guru-guru yang hadir. Metode ini dipilih karena orientasi pendidikan etika bisnis, tidak sekedar memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada perserta didik tentang teori-teori etika, nilai-nilai yang penting diperhatikan dalam praktik bisnis, melainkan juga menstimulasi kesadaran etis siswa-siswi agar dalam praktik bisnis, menyertakan pertimbangan etis dalam pengambilan keputusan bisnis serta mempraktikan prinsip-prinsip etika bisnis.
Di samping itu, dialog-patisipatif dalam pelaksanaan PKM ini diperlukan agar siswa-siswi mengenal kasus-kasus konkret yang ditemui dalam praktik kehidupan sehari-hari entah kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa etika bisnis diterapkan atau sebaliknya diabaikan dalam praktik bisnis sehari-hari. Tujuan penggunaan motode ini adalah untuk menyadarkan para siswa bahwa kebajikan dan keutamaan etika bisnis bukanlah sesuatu yang dirumuskan dari luar pengalaman mereka sehari-hari melainkan keutamaan-keutamaan yang dihasilkan dari praktik bisnis sehari-hari yang mereka temukan atau yang mereka baca.
Dengan demikian, proses pelaksanaan PKM tidak berjalan searah dari pemakalah ke audiens melainkan juga sebaliknya yakni melakukan diskusi dengan melibatkan para peserta PKM untuk kemudian merumuskan insight-insight konseptual dan praktis tentang etika bisnis. Dengan rumusan lain, metode pelaksanaan PKM ini bukan sekedar berorientasi teoretis dan berlangsung secara monolog (searah), melainkan juga praktis dan berlangsung secara dialogis. Beberapa kasus konkret disampaikan untuk menstimulasi diskusi dan pemahaman para siswa-siswi untuk menambah pengetahuan dan pengalaman siswa tentang etika bisnis.
Pelatihan atau pengenalan etika bisnis bagi siwa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika khususnya dan pelatihan dalam bidang pendidikan pada umumnya, seperti dinyatakan oleh Xxxxxxx (1993), berlangsung dalam empat (4) tahap (Mulyatiningsih, 2011). Keempat tahap tersebut adalah:
1. Perencanaan (Planning), yaitu persiapan pelaksanaan PKM dengan berkoordinasi dengan mitra PKM, merumuskan masalah yang dialami mitra, dan intervensi melalui pelaksanaan PKM sebagai solusi atas permasalahan yang dialami mitra.
2. Pelaksanaan Tindakan (Acting), yaitu kegiatan PKM itu sendiri sesuai perencanaan. Proses kegiatan PKM berlangsung melalui zoom meeting dengan susunan acara dimulai dengan membuka zoom meeting, kata sambutan kepala sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika, pemaparan materi PKM, diskusi dan tanya jawab, pengisian kuesioner dan evaluasi, serta penutup.
3. Observasi (Observe), Tahap ini merupakan tahap untuk mengamati apakah peserta PKM serius mengikuti kegiatan PKM yang sedang dilakukan. Termasuk dalam tahap ini adalah mengukur apakah para peserta PKM dapat memahami, mengikuti, dan dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan atau kuis yang diadakan selama proses kegiatan PKM. Di samping itu, sensibilitas etis para peserta pun dapat diamati sebagai indikasi apakah peserta PKM bertekad untuk menyertakan pertimbangan etis dan bertindak etis dalam bisnis.
4. Refleksi (Reflecting), yaitu tahap akhir PKM berupa evaluasi terhadap kegiatan PKM untuk melihat apakah PKM yang dilakukan memnuhi harapan peserta dan apakah tujuan PKM tercapai atau tidak. Pada PKM ini saya menggunakan kuesinoer sebagai patokan untuk merefleksikan kegiatan PKM. Jika PKM ini berhasil mencapai tujuannya maka kedepan kami akan melakukan PKM berikut sebagai kelanjutan dari PKM ini. Makalah dapat ditulis baik dalam bahasa Indonesia maupun Inggris. Tulisan dalam pokok uraian menggunakan jenis huruf Times New Roman ukuran 12 pt, justified, 1 spasi, sebagaimana pada dokumen ini. Penulis diperbolehkan menggunakan huruf jenis lain untuk keperluan khusus misalnya untuk membedakan source code suatu program komputer.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
PKM Pengenalan Etika Binis kepada Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika ini diikuti sekitar 70-an
perserta. Jumlah tersebut terdiri dari kepada sekolah, Xxxxx Xxx Xxxxx X.Xx., 3 orang guru wali kelas XII, dan 60-an siswa-siswi kelas XII jurusan IPA dan IPS SMA Bhinneka Tunggal Ika. Kegiatan PKM ini dilakukan pada Jumat, 3 September 2021, dari pukul 10.00 sampai pukul 13.00 melalui zoom meeting. Acara PKM dibuka oleh kepada sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika, bapak, Xxx Xxxxx X.Xx, dan dilanjutkan dengan pemaparan materi PKM oleh pemakalah dan dibantu oleh mahasiswa Universitas Tarumanagara sebagai anggota yang juga aktif dalam kegiatan PKM ini. Setelah pemaparan makalah, acara PKM ini lanjutkan dengan Tanya jawab, diskusi, pengisian kuesioner, foto bersama, dan penutup.
Keterangan foto: 1. Kepala SMA Bhinneka Tunggal Ika ketika memberikan kata sambukan tan membuka PKM. Foto 2: Kegiatan PKM. 3. Kehadiran para guru dan siwa dalam mengikuti PKM.
Materi yang disampaikan dalam PKM pengenalan etika bisnis kepada siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika terdiri dari beberapa point pokok, yakni: 1) beberapa pengertian pokok terkait topik etika bisnis seperti: etika, etiket, moral, bisnis, dan etika bisnis; 2) relevansi etika bisnis; 3) kekhasan pertimbangan etis/mpral dengan pertimbangan lain di luar pertimbangan moral, seperti pertimbangan ekonomi, hukum, keamanan, dan sebagainya; 4) mengapa perlu etika bisnis?; 5) peran atau fungsi etika bisnis bagi bisnis; 6) ruang lingkup penerapan etika bisnis; 7) tahap-tahap pendidikan etika bisnis; dan 8) nilai-nilai moral bagi bisnis.
Agar menarik, kontekstual, relevan, dan mudah diikuti, semua materi di atas dijelaskan dengan menggunakan contoh konkret atau studi kasus dari prilaku atau praktik bisnis tidak etis yang dikenal luas oleh masyarakat termasuk para siswa. Kasus yang dipakai dalam memaparkan materi PKM ini adalah kasus penimbunan obat dan tabung oksigen yang dilakukan para pedangan beberapa waktu lalu di tengah tingginya angka positif Covid-19.
Tampaknya, metode pengenalan etika bisnis melalui studi kasus dalam PKM ini, mudah diikuti dan dipahami oleh siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika Jakarta. Maka PKM yang memperkenalkan etika bisnis kepada para siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal ini dapat dikatakan berhasil atau mencapai tujuannya. Tujuan PKM ini adalah untuk memperkenalkan etika bisnis guna menambah wawasan dan pemahaman siswa-siswi tentang etika bisnis serta menstimulasi kesadaran dan sesibilitas etis agar mereka selalu meneyertakan pertimbangan etis berhadapan dengan persoalan bisnis dan sekaligus membiasakan diri untuk mempraktikan nilai-nilai etis dalam bisnis.
Terdapat dua alat ukur yang dipakai untuk mengukur hasil PKM ini, yakni:
Pertama, melalui kuis yang dilakukan pada saat PKM berlangsung. Untuk memancing animo dan konsentrasi para siswa terhadap materi yang dipaparkan. dilakukan kuis dua kali, yakni pada pertengahan presentasi PKM (4 pertanyaan) dan pada akhir presentasi PKM (4 pertanyaan) untuk melihat hasil PKM. Umumnya para siswa berebut untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dan jawaban mereka secara
keselurhan tepat. Artinya secara konseptual-teoretis, para siswa dapat mengikuti PKM pengenalan etika bisnis ini. Atau dengan rumusan lain, tujuan PKM untuk memperkenalkan etika bisnis kepada para siswa tercapai. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para siswa adalah: 1) rumuskan dalam dua kata saja pengertian ‘etika’; 2)berilah pengertian kata ‘moral’; 3) rumuskan secara singkat, apa yang dimasud dengan ‘etika bisnis’; 4) sebutkan beberapa alasan, mengapa masih saja terjadi praktik bisnis yang tidak etis; 5) apakah kekhasan pertimbangan ekonomi dari pertimbangan moral?; 6) dalam bidang bisnis apa etika bisnis mesti diterapkan?; 7) sebutkan 2 dari empat tahap pendidikan etika bisnis menurut IFAC; dan
8) mengapa ‘menyogok’ pejabat untuk mendapat proyek bertentangan dengan etika bisnis.
Kedua, dengan menggunakan kuesioner diakhir pelaksanaan PKM. Kuesioner yang diisi para peserta melalui google form, dimasudkan untuk melihat respon peserta, sensibilitas dan tekat untuk selalu bertintak etis dalam bisnis; serta kemungkinan untuk melanjutkan PKM ini ke depan secara berkelanjutan. Sekaligus kuesioner ini dimaksudkan untuk mengevaluasi materi; metode PKM yang digunakan; dan sebagai input bagi pelaksana PKM guna perbaikan di masa mendatang. Berdasarkan evaluasi melalui kuesioner yang diisi oleh peserta, diketahui bahwa 80% mengatakan bahwa materi PKM sangat menarik. Cara penyajiannya pun dianggap tidak membosankan (0%). Sensibilitas etis para peserta PKM ini pun luar biasa. Terhadap pertanyaan “Menurut pendapat anda, pentingkah etika bisnis bagi para pebisnis?”. Sebanyak 44,4% menjawab sangat penting, dan sisanya menjawab penting. Tidak ada peserta yang menjawab kurang penting atau tidak penting. Hal ini dapat dipahami, karena, 72,2% menyatakan bahwa mereka pernah mendengar tentang etika bisnis, 25% menjawab jarang, sementara 5,6% menjawab tidak pernah. Data ini menunjukkan bahwa para peserta PKM ini sudah mengenal etika bisnis entah dari bacaan atau dari informasi yang mereka peroleh. Ketika ditanya tentang kasus BLBI misalnya, mereka menjawab pernah mendengar tetapi tidak bisa menarik hubungan dengan etika bisnis. Melalui penjelasan yang diberikan, para siswa paham bahwa secara etis, kasus BLBI merupakan contoh prilaku bisnis yang tidak etis karena memanfaatkan bantuan likuiditas perbankan (berasal dari dana masyarakat) untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau bidang bisnis lain di luar peruntukannya tanpa itikad baik mengembalikan dana masyarakat ini untuk kepentingan pengentasan kemiskinan kelompok masyarakat lain, misalnya.
Terkait dengan praktik bisnis curang, 50% lebih para peserta PKM menyatakan sangat tidak setuju; dan 52,8% menyatakan bahwa mereka harus dihukum. Hanya 8,3% yang menyatakan tidak peduli. Yang paling menggembirakan adalah tekad para siswa untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dan selalu bertindak etis dalam bisnis ketika mereka terjun di tengah masyarakat (69.4%). Maka secara keseluruhan, sensibilitas etis dapat dibangun melalui PKM ini. Hanya 2,8% yang menyatakan bahwa bisnis harus berorientasi pada keuntungan. Sebagian kecil menjawab, bahwa tindakan bisnis mendasarkan diri pada kebudayaan dan kebiasaan masyarakat. Berdasarkan evaluasi ini, dapat disimpulkan bahwa PKM pengenalan etika bisnis bagi siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika mencapai tujuan yang diharapkan yakni pemahaman terhadap pentingannya etika bisnis, kesadaran etis, dan sensibilitas untuk bertindak etis dalam bisnis.
Para siswa-siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika yang mengikuti PKM ini pun menyatakan bahwa apabila kegiatan serupa diadakan lagi, tentu dengan materi kelanjutannya, mereka akan dengan senang hati mengikutinya (91,7%). Hanya 8.3% yang menyatakan tidak mau mengikutinya. Tidak ada siswa yang menjawab bahwa mereka ‘terpaksa’ mengikutinya. Secara keseluruhan, 36,1% siwa mengatakan bahwa PKM ini sangat berguna, dan 66,7% menyatakan berguna.
Kepala sekolah SMA Bhinneka Tunggal Ika dan ibu-ibu wali kelas XI (IPA dan IPS) menyatakan ‘bersyukur dan berterima kasih atas kerja sama yang baik antara pihak sekolah dengan dosen Universitas Tarumanagara ini dan tentu sangat bermanfaat karena diberikan oleh para dosen yang berkompeten dalam bidangnya’. Dukungan LPPM Universitas Tarumanagara terhadap kegiatan ini pun sangat diapresiasi
positif. Kepala sekolah dan wali kelas berharap agar kegiatan PKM serupa dapat dilakukan lagi pada semester-semester yang akan datang. Ternyata kerja sama bersama mitra ini diapresiasi sangat positif oleh mitra PKM.
Hasil positif yang diraih dari PKM ini sebagian ditentukan oleh penggunaan metode studi kasus serta presentasi secara dialog-partisipatif. Karena metode tersebut ternyata dapat merangsang animo dan konsentrasi siswa dalam mengkuti PKM ini.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
PKM Pengenalan Etika Bisnis Bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika agar para siswa memiliki pengetahuan tentang etika bisnis, mencapai kesadaran moral yang otonom, sehingga kelak bertindak etis dalam bisnis, dapat dikatakan positif dan berhasil. Hal ini dapat terlihat dari antusiasme dan kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan selama acara PKM berlangsung serta evaluasi PKM yang dilakukan pada akhir kegiatan PKM. 80% peserta mengatakan bahwa materi PKM sangat menarik. Sebanyak 44,4% menyatakan bahwa materi etika bisnis sangat penting. Para siswa pun bertekad untuk selalu menyertakan pertimbangan etis dan bertindak etis dalam bisnis ketika mereka terjun di tengah masyarakat (69.4%). Para siswa pun menyatakan bahwa apabila kegiatan serupa diadakan lagi, mereka akan dengan senang hati mengikutinya (91,7%). Keberhasilan ini sebagian ditentukan oleh metode ceramah dialog-partisipatif serta pendekatan pragmatis-deskriptif dengan menyertakan studi kasus dalam kegiatan PKM ini.
Saran
Untuk mencapai kesadaan moral yang otonom, para siswa mesti terus diingatkan kembali tentang relevansi etika bisnis. Pengetahuan yang memadai melalui PKM belum menjamin para siswa selalu menyertakan pertimbangan etis dan bertindak etis dalam bisnis. Apalagi materi yang diberikan dalam PKM kali ini masih sangat terbatas. Untuk itu perlu dilakukan PKM lanjutnya dengan topik yang sama tetapi dengan materi lanjutnyaan. Misalnya tentang teori-teori etika dan nilai-nilai moral bisnis.
Ucapan Terima Kasih
Kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Direktur Direktorat Penelitian dan Pengabdikan Kepada Masyarakat (DPPM) Universitas Tarumangara atas kesempatan dan dukungan dana operasional yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan memberikan penyuluhan tentang etika bisnis di SMA Bhinneka Tunggal Ika Jakarta. Terima kasih juga kami ucapkan kepada kepala SMA Bhinneka Tunggal Ika atas kerja sama yang baik ini, semoga dapat dilanjutkan di masa mendatang.
REFERENSI
Alzankawi, Abrar. (2017). “Efectiveness of Ethics Education for 3rd Level Business Students”. Dublin Business School. Diakses online 29 Juli 2021 dari xxxx://xxx.xxxxxx.xxx/00000/0000
Xxxxx, Xxxxx X.X. and Xxxxxx, M. (2006). “Case Studies of Ethics Scandals: Effects on Ethical Perceptions of Finance Students”. Journal of Business Ethics, Vol. 64, No. 3 (Mar., 2006), pp. 213-229, diakses online 18 Agustus 2021 dari xxxxx://xxx.xxxxx.xxx/xxxxxx/00000000
CNN Indonesia, (2021), "Hukuman Menanti Penimbun Oksigen dan Obat Covid-19", Minggu, 04/07/2021, diakses dari xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxx/00000000000000-00-000000/xxxxxxx-xxxxxxx- penimbun-oksigen-dan-obat-covid-19
CNN Indonesia, (2021), "Tiga Kelompok Penimbun Obat Corona dan Tabung Oksigen Dibekuk", Kamis, 08/07/2021, xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxx/00000000000000-00-000000/xxxx-xxxxxxxx- penimbun-obat-corona-dan-tabung-oksigen-dibekuk.
Xxxx, Xxxx, (2017). “Post-conventional Moral Reasoning is Associated with Increased Ventral Striatal Activity at Rest and During Task”, Science Report, 7: 7105, diakses online tanggal 28 Juli 2021 dari xxxxx://xxx.xxxx.xxx.xxx.xxx/xxx/xxxxxxxx/XXX0000000/
Xxxxxxx, O.C., Xxxxxxxxx, Xxxx and Xxxxxx, Xxxxxxx, Xxxxx. (2011). Business Ethics: Ethical Decision Making & Cases, 8th Edition, Xxxxx, XX, South-Western Cengage Learning.
Xxxxxxxx, Xxxxxx, (2019). “Accounting Ethics Education: What and How to Teach?”. Kajian Akuntansi, Vol. 21, No. 2, Maret 2019. Diakses online 28 Juli 2021 dari xxxx://xxxxxxxxxx.xxxxx.xx.xx/xxxxxxxxx/xxxxxx/000000000/0000/xxxxx000_Xxxxxx_Xxxxxxxxxx%00xxxxxx- p.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Xxxxxxx, I Xxxxxx Xxxxx Xxxx; Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxx; dan Xxxxxxxx, I Putu. (2019). “Pengaruh Pendididikan Etika Bisnis dan Profesi, Perkembangan Moral, dan Persepsi Tekanan Etis Terhadap Perilaku Etis Pada Mahasiswa Akuntansi Program S1 Undiksha”, JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, Vol. 8, No. 2, feb. 2019. Diakses online 02 Agustus 2021 dari xxxxx://xxxxxxxx.xxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/X0xx/xxxxxxx/xxxx/00000/00000
Xxxx, Xxxxxx & Xxxx, Xxxx Xxxxx. (2021). “Mapping Ethics Education in Accounting Research: A Bibliometric Analysis”. Journal of Business Ethics, diakses online dari xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x00000-000-00000-0
Xxxxxxxxx, Xxxxx, (2021). “Polri tangani 33 kasus penimbunan obat dan tabung oksigen”, Xxxxxxxxxx.xxx Rabu, 28 Juli 2021, diakses 28 Juli 2021 dari xxxxx://xxx.xxxxxxxxxx.xxx/xxxxxx/0000000/xxxxx-xxxxxxx- 33-kasus-penimbunan-obat-dan-tabung-oksigen
Xxxxxxxx, Xxxxxx dkk. (2020). “A New Way of Teaching Business Ethics: The Evaluation of Virtual Reality- Based Learning Media”, The International Journal of Management Education, Nov; 18(3), diakses 27 Juli 2021 dari doi:10.1016/j.ijme.2020.100428
Xxxxxxxxx, Xxxxx, (2021). “Konsekuensi Hukum Bagi Penimbun Oksigen di Masa Pandemi”, Sabtu, 17 Juli , 2021, artikel online, diakses 27 Juli 2021 dari xxxxx://xxx.xx.xx.xx/xxxxxxxxxxx-xxxxx-xxxx-xxxxxxxx- oksigen-di-masa-pandemi/
Xxxx, Xxxxx dan Xxxxxxx, Xxxxxxx. (2016). “Pengaruh Pendidikan Etika Bisnis dan Religiusitas terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi”, Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, hlm. 183-201, Oktober 2016. Diakses online 2 Agustus 2021 dari xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxxx/00000-XX- pengaruh-pendidikan-etika-bisnis-dan-rel.pdf
Lampiran 4 Luaran Tambahan
Draft Artikel Populer untuk dipublikasikan di media sosial (xxxx://xxx.xxxxxxx-xxxx.xxx )
MENGAPA ETIKA BISNIS MESTI DIPERKENALKAN SEJAK DINI?
Oleh Xxxxxxx Xxx Xxxxxx*)
Ketika mempresentasikan Kegian Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dalam bentuk Pengenalan Etika Bisnis kepada Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika Jakarta, muncul salah satu pertanyaan yang menarik dan penting untuk dijawab. Pertanyaan itu adalah mengapa Xxxxx Xxxxxx sebagai salah satu kajian filsafat ekonomi yang bersifat teoretis, preskriptif, dan ideal, perlu diperkenalkan kepada para siswa di tingkat sekolah menengah? Bukankah etika bisnis lebih penting dan relevan untuk diperkenalkan kepada para pebisnis, pelaku usaha, atau mereka yang sehari-hari bergelut dengan bisnis? Saya ingin menjawab pertanyaan tersebut melalui artikel ini.
Mencegah kebakaran atau memadamkan api?
Pertanyaan di atas berangkat dari asumsi bahwa etika bisnis mestinya diperkenalkan kepada para pebisnis agar mereka selalu menyertakan pertimbangan moral dalam praktik bisnis yang mereka jalani. Setiap hari para pebisnis menyaksikan, bahkan melakukan, praktik bisnis curang. Dengan menstimulasi kesadaran moral dalam bisnis diharapkan mereka mengutuk praktik bisnis yang tidak etis, tidak melakukan praktik bisnis yang curang; atau kalau pernah melakukannya, para pebisnis ini bisa kembali mempraktikan bisnis yang etis. Pendidikan etika bisnis, seolah-olah merupakan upaya ‘memadamkan api’ dalam bentuk praktik bisnis yang tak etis. Pada hal, praktik bisnis yang etis mesti dibangun pertama-tama melalui pengetahuan dan pemahaman konseptual tentang etika dan penerapannya dalam bisnis agar siapa pun yang berkecimpung dalam bisnis, memasukan pertimbangan moral dalam keputusan praktik bisnis. Dan pengetahuan dan pemahaman seperti ini sepatutnya digalakkan pada setiap level pendidikan.
Jika asumsi bahwa etika bisnis lebih relevan diberikan kepada mereka yang terjun dalam bisnis, muncul pertanyaan, apakah kuliah etika bisnis bagi para mahasiswa di perguruang tinggi relevan? Toh para mahasiswa yang mengikuti kuliah etika bisnis bukan orang yang sehari-harinya secara langsung bergelut dengan bisnis.
Pendidikan, termasuk pendidikan etika bisnis, merupakan sebuah proses penyadaran diri. Proses ini bejalan sangat panjang. Bagaimana para perserta didik mengembangkan diri dengan memahami ilmu, pengetahuan, dan kebijaksanaan moral sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat, serta lingkungan dimana ia hadir. Maka tidak keliru jika diberikan sejak dini.
Di AS beberapa sekolah melakukan program Junior Achievement’s Excellence through Ethics termasuk etika bisnis. Program ini tidak hanya memberikan kepada para siswa pengalaman pendidikan yang menarik melainkan juga offers students learning opportunities to share knowledge and information regarding ethics in business…. to show students how business works, and to better evaluate organizations that conduct their operations in the right way. …All these activities provide students with current and essential information about business ethics. These activities are designed to reinforce students’ knowledge and skills, teach them how to make ethical decisions, assist them in learning to think critically, and help them to be better problem-solvers. Metode yang digunakan pun disesuaikan dengan kebutuhan kemampuan anak-anak. Yang pasti adalah program ini mestimulasi anak-anak melalui pertanyaan- pertanyaan tentang problem real yang sederhana untuk mengembangkan penalaran moral. Materi yang diberikan dalam program tersebut adalah: (a) an introductory discussion of business ethics, marketplace integrity, and the growing capacity of students for ethical decision-making; (b) activities and student materials that connect to and expand current classroom-based Junior Achievement programs; and (c) a functional glossary of terms relating to a wide spectrum of ethics, quality, service, and social responsibility considerations in business. Tujuannya jelas. Para siswa sejak dini diperkenalkan dengan persoalan etika bisnis agar dapat melihat, mempertimbangkan, dan mengambil keputusan secara tepat berkaitan dengan persoalan yang berkaitan dengan bisnis.
Philosophy for Children
Sebagai bagian dari etika terapan, etika bisnis memang tak bisa dilepaskan dari filsafat. Etika bisnis menjawab pertanyaan mengapa bisnis mesti memperhatikan nilai-nilai moral. Yang dihasilkan dari etika bisnis tidak terutama tindakan bermoral melainkan memberikan alasan-alasan yang memadai, rasional, dan kritis mengapa bisnis mesti bermoral? Etika bisnis menjawab pertanyaan mengapa? Bukan apa dan bagaimana?
Belum lama ini, terutama di negara maju, sudah muncul upaya untuk memperkenalkan filsafat kepada anak-anak. Filsafat yang tekesan angker, abstrak, teoretis, dan sulit itu dapat diperkenalkan kepada anak- anak, tentu dengan metode yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak-anak. Karakter filsafat yang skeptik, kegemaran bertanya dan mempersoalkan segala sesuatu secara mendasar, rasional, argumentatif, sistematis, dan koheren itu diyakini harus dibentuk sejak dini.
Keengganan memperkenalkan etika bisnis kepada anak-anak di tingkat sekolah menengah, sebagian (mungkin) karena orang menyamakan etika bisnis dengan kode etik bisnis atau kode etik profesi. Yang perlu diberikan kepada mereka yang sudah terjun dalam bisnis bukan hanya etika bisnis melainkan, terutama, kode etik bisnis atau kode etik profesi. Para siswa di level menengah pertama atau menengah atas, tidak memiliki kode etik profesi. Pelajar bukan profesi. Kode etik profesi menunjukkan prilaku yang yang dituntut dan prilaku mana yang dilarang dari profesi tertentu. Etika bisnis melampaui kode etik. Jika kode etik sebuah profesi menegaskan bahwa para anggota profesi tersebut harus jujur, taat, atau bertanggungjawab, etika profesi dan dengan demikian juga etika bisnis mempersoalkan mengapa sebuah profesi misalnya harus jujur, taat, atau bertanggungjawab? Apa dasar dari kejujuran, ketataan, dan tangungjawab?
Anak-Anak sebagai Objek Bisnis
Salah satu alasan lain yang perlu dikemukan di sini adalah karena praktik bisnis yang tak etis, baik secara langsung mau pun tak langsung berkaitan dengan kepentingan anak-anak. Anak-anak tak jarang menjadi objek eksploitasi dalam praktik bisnis. Dalam bisnis periklanan misalnya, anak-anak sering menjadi korban iklan yang tidak etis. Xxxxxxxx X. Xxxxxxxxx Xx. dalam Ethics of Business Ads Directed at Children (2012) menulis, “children advertising or business ads directed at children cannot be justified on moral grounds. It is argued that while the persuasive intent of business ads in general does not always lead to the manipulation of consumers, children’s yet undeveloped or general lack of the capacity to make autonomous, rational, or free and informed buying decisions renders business ads directed at them necessarily manipulative”.
Pemahaman prinsip-prinsip moral melalui etika bisnis membentuk kesadaran dan otonomi moral sebagai kekuatan internal untuk bebas mempertimbangkan secara kritis dan menentukan konsumsi mereka dan tidak mudah diperdaya oleh iklan atau produk-produk yang setiap hari membanjiri kehidupan mereka.
Mulai dari yang Sederhana
Xxxxxx Xxxxx, penulis buku Bussines Ethics & Etiquette for Students - You Must Know These! memberikan metode dan membahasakan secara sederhana bagaimana pendidikan etika bisnis dapat diberikan kepada para siswa ditingkan sekolah menengah (SMA, SMP). Pembahasan tentang etika bisnis dapat dimulai dari hal sederhana dan dikenal luas oleh siswa-siswi. Misalnya, dalam kasus karyawan yang suka membawa pulang klip kertas, penghapus, karet gelang, atau pensil milik perusahaan, apa pandangan anda? Yang pasti anda akan bertemu dengan pandangan yang bebeda-beda soal ini, entah dari orang yang berbeda atau pada waktu yang berbeda. Ada yang mengatakan mencuri, dan ada yang mengatakan bahwa orang melakukannya hanya karena malas membelinya; lupa; atau mungkin sedang dibutuhkan. Tentu kasus ini berbeda dengan orang yang mencuri mobil atau mengalihkan asset perusahaan menjadi miliki pribadi atau kelompok lain. Apakah ini mencuri? Bagaimana menurutmu? Apakah tidak salah orang mencuri roti dari tetangga yang kaya untuk anak yang kelaparan?
Sebuah persoalan etis tidak bisa dilihat secara hitam putih saja. Diperlukan pertimbangan yang lebih luas, komprehensif, dan holistik. Dengan mencermati dan menganalaisis secara etis kasus yang sederhana di atas, para siswa secara perlahan tetapi pasti dibimbing masuk ke persoalan etis yang lebih luas. Di sini tujuan pendidikan etika bisnis agar para siswa memiliki pemahaman, petimbangan, dan sensibilitas etis tercapai.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, saya berkeyakinan bahwa etika bisnis seharusnya mulai diperkenalkan sejak dini dalam lembaga pendidikan di tingkat menengah dan tinggi. Karena pendidikan etika bisnis, terbukti mestimulasi moral reasoning dan sensibilitas kesadaan etis para siswa dan mahasiswa. Pendidikan etika, termasuk etika bisnis diharapkan mampu mengantar orang sampai pada tahap perkembangan moral yang oleh Kholberg disebut post-konvensional. Yakni tahap di mana orang memiliki kesadaran dan penalaran moral yang otonom. Orang yang memutuskan tindakan moral berdasarkan prinsip-prinsip dan cita-cita moral absolut-universal yang diyakini kebenarannya dari pada kepentingan-diri sendiri atau ketentuan hukum yang berlaku (Fang, 2017).
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Xxxxx Xxxxxxxxx (2017) di Dublin Business School menunjukkan bahwa pendidikan etika bisnis mampu meningkatkan 69.05% pemahaman dan sensivitas etis peserta didik. Tentu yang diharapkan agar di kemudian hari sensivitas etis menentukan prilaku mereka dalam bisnis untuk selalu bertindak menurut kaidah-kaidah etis.
Etika Bisnis Bagi Mahasiswa
Harus diakui bahwa banyak studi telah dilakukan untuk mengukur pengaruh pendidikan etika bisnis bagi persepsi, pemahaman, dan sensiblitias etis mahasiswa. Penelitian dan publikasi yang dilakukan Xxxxxxx, Xxxxxxxx, dan Xxxxxxxx (2019) pada mahasiswa akuntansi Undiksha, membuktikan bahwa pendidikan etika bisnis dan profesi, serta perkembangan moral, berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku etis. Penelitian yang dilakukan oleh Wati dan Xxxxxxx (2016), meskipun tidak signifikian, masih terdapat pengaruh pendidikan etika bisnis terhadap perspesi etis mahasiswa.
Xxxxx X. X. Cagle dan X. Xxxxxx (2006) dalam Case Studies of Ethics Scandals: Effects on Ethical Perceptions of Finance Students, menyatakan bahwa kasus-kasus malpraktik dalam bisnis dapat dipakai sebagai media pembelajaran etika bisnis bagi siswa atau mahasiswa agar kelak dapat mengambil keputusan etis secara tepat. Studi yang dilakukan oleh Xxxxx dan Xxxxxx (2006) menunjukkan bahwa ‘studying ethics scandals positively impacts students’ ethical decision making and their perceptions of the ethics of business people’.
Studi yang dilakukan oleh Xxxxxx Xxxxxxxx dkk di Jogyakarta (2020) menunjukkan hasil yang sama. Bahwa pendidikan etika bisnis mampu meningkatkan self-efficacy peserta didik (Sholihin, 2020). Ketika berhadapan dengan persoalan etis, orang dengan self-efficacy tiggi akan memilih untuk selalu mengedepankan pertimbangan etis (Schwarzer & Jerusalem, 2010). Xxxxx dan Xxx (2019), sebagaimana dikutip Sholihin (2020) menyatakan bahwa kesadaran dan prilaku etis merupakan bagian pokok dari pendidikan dan training etika bisnis.
Berdasarkan studi-studi ini, tidak ada alasan untuk tidak memperkenalkan etika bisnis kepada siswa dan mahasiwa. Kesadaran dan penalaran moral tidak tumbuh dalam semalam atau semudah membalikan telapak tangan. Butuh proses. Dengan memperkenalkan etika bisnis kepada para siswa dan mahasiswa dunia bisnis di masa depan lebih bermoral. Lebih baik mencegah dari pada mengobati.
===========================================================
*) Penulis adalah staf pengajar pada fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tarumanagara – Jakarta.
PERJANJIAN PELAKSANAAN
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT LUARAN TAMBAHAN PERIODE II TAHUN ANGGARAN 2021
NOMOR : 1174-Int-KLPPM/UNTAR/IX/2021
Pada hari ini Senin tanggal 06 bulan September tahun 2021 yang bertanda tangan dibawah ini:
1. Nama : Xx. Xxx Xxx Xxxx, Ph.D.
Jabatan : Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Alamat : Jl. Letjen S. Xxxxxx No. 1 Jakarta Barat 11440
selanjutnya disebut Pihak Pertama
2. Nama : Xxx. Xxxxxxx Xxx Xxxxxx, M. Hum. Jabatan : Dosen Tetap
Fakultas : Ekonomi
Alamat : Jl. Tanjung Duren Utara, No. 1 Jakarta Barat 11470 selanjutnya disebut Pihak Kedua
Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat mengadakan Perjanjian Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat Luaran Tambahan sebagai berikut:
Pasal 1
(1). Perjanjian Luaran Tambahan Pelaksanaan Pengabdian kepadaMasyarakat selanjutnya disebut Perjanjian Luaran Tambahan.
(2). Perjanjian ini dibuat untuk memastikan luaran tambahan dapat tercapai dan diselesaikan dengan baik.
(3). Besaran biaya pelaksanaan Luaran Tambahan dalam perjanjian ini adalah sebesar Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah).
(4). Biaya pelaksanaan sesuai ayat (3) akan diberikan, jika luaran tambahan telah dihasilkan dan diserahkan ke LPPM.
(5). Biaya pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampir dalam Lampiran Rencana Penggunaan Biaya Luaran Lambahan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perjanjian ini.
Pasal 2
(1). Luaran tambahan hasil Pengabdian Kepada Masyarakat berupa publikasi di media massa, HKI, dan luaran lainnya (Teknologi Tepat Guna, Model, Purwarupa (prototype), Karya Desain/Seni/Kriya/Bangunan dan Arsitektur), Produk Terstandarisasi,
Produk Tersertifikasi, Buku ISBN.
(2) Pihak Kedua wajib menyelesaikan luaran tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas.
Pasal 3
(1). Apabila Pihak Kedua tidak mengumpulkan Luaran Tambahan sesuai dengan batas akhir yang disepakati, maka Pihak Pertama akan memberikan sanksi.
(2). Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) proposal pengabdian kepada masyarakat pada periode berikutnya tidak akan diproses untuk mendapatkan pendanaan pembiayaan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Pasal 4
(1). Apabila terjadi perselisihan menyangkut pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah.
(2). Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan diserahkan kepada Pimpinan Universitas Tarumanagara.
(3). Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bersifat final dan mengikat.
Demikian Perjanjian Luaran Tambahan Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat ini dibuat dengan sebenar-benarnya pada hari, tanggal dan bulan tersebut diatas dalam rangka 3 (tiga), yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Pihak Pertama Pihak Kedua
Jap Tji Beng, Ph.D.
Xx. Xxx. Xxxxxxx Xxx Xxxxxx, M.Hum
RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
Rencana Penggunaan Biaya | Jumlah |
Biaya Pelaksanaan Luaran Tambahan | Rp 2.000.000,- |
REKAPITULASI RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
NO | POS ANGGARAN | TAHAP I (50 %) | TAHAP II (50 %) | JUMLAH |
1 | Pelaksanaan Kegiatan | Rp 1.000.000,- | Rp 1.000.000,- | Rp 2.000.000,- |
Jumlah | Rp 1.000.000,- | Rp 1.000.000,- | Rp 2.000.000,- |
Jakarta, 06 September 2021 Pelaksana PKM
(Xxx. Xxxxxxx Xxx Xxxxxx, M. Hum.)
ARTIKEL POPULER YANG SUDAH DIPUBLIKASIKAN DI MEDIA SOSIAL
xxxxx://xxx.xxxxxxxxx.xx/0000/00/0000/xxxxxxxxx-xxxxxxxxxx-xxxxx-xxxxxx-xxxx-xxxxx-xxx- mahasiswa.php
Home Narasi Relevansi Pendidikan Etika Bisnis bagi Siswa dan Mahasiswa
Relevansi Pendidikan Etika Bisnis bagi Siswa dan Mahasiswa
Oleh Xxxxxxx Xxx Xxxxxx, Staf pengajar pada fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tarumanagara, Jakarta.
Mengapa Xxxxx Xxxxxx sebagai salah satu kajian filsafat ekonomi yang bersifat teoretis, preskriptif, dan ideal, perlu diperkenalkan kepada para siswa di tingkat sekolah menengah? Bukankah etika bisnis lebih penting dan relevan untuk diperkenalkan kepada para pebisnis, pelaku usaha, atau mereka yang sehari-hari bergelut dengan bisnis?
Mencegah kebakaran atau memadamkan api?
Pertanyaan di atas berangkat dari asumsi bahwa etika bisnis mestinya diperkenalkan kepada para pebisnis agar mereka selalu menyertakan pertimbangan moral dalam praktik bisnis yang mereka jalani. Setiap hari para pebisnis menyaksikan, bahkan melakukan, praktik bisnis curang. Dengan menstimulasi kesadaran moral dalam bisnis diharapkan mereka mengutuk praktik bisnis yang tidak etis, tidak melakukan praktik bisnis yang curang; atau kalau pernah melakukannya, para pebisnis ini bisa kembali mempraktikan bisnis yang etis.
Pendidikan etika bisnis, seolah-olah merupakan upaya “memadamkan api” dalam bentuk praktik bisnis yang tak etis. Padahal, praktik bisnis yang etis mesti dibangun pertama-tama melalui pengetahuan dan pemahaman konseptual tentang etika dan penerapannya dalam bisnis agar siapa pun yang berkecimpung dalam bisnis, memasukan pertimbangan moral dalam keputusan dan praktik bisnis. Dan pengetahuan dan pemahaman seperti ini sepatutnya digalakkan pada setiap level pendidikan.
Jika asumsi bahwa etika bisnis lebih relevan diberikan kepada mereka yang sehari-hari terjun dalam bisnis, muncul pertanyaan, apakah kuliah etika bisnis bagi para mahasiswa di perguruan tinggi relevan? Toh para mahasiswa yang mengikuti kuliah etika bisnis bukan orang yang sehari-harinya secara langsung bergelut dengan bisnis.
Pendidikan, termasuk pendidikan etika bisnis, merupakan sebuah proses belajar; sebuah proses penyadaran diri. Proses ini bejalan sangat panjang. Proses bagaimana para perserta didik mengembangkan diri dengan memahami ilmu, pengetahuan, dan kebijaksanaan moral sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat, serta lingkungan dimana ia hadir. Maka tidak keliru jika diberikan sejak dini.
Di AS beberapa sekolah melakukan program Junior Achievement’s Excellence through Ethics termasuk etika bisnis. Program ini tidak hanya memberikan kepada para siswa pengalaman pendidikan yang menarik melainkan juga offers students learning opportunities to share knowledge and information regarding ethics in business…. to show students how business works, and to better evaluate organizations that conduct their operations in the right way. …All these activities provide students with current and essential information about business ethics. These activities are designed to reinforce students’ knowledge and skills, teach them how to make ethical decisions, assist them in learning to think critically, and help them to be better problem- solvers.
Metode yang digunakan pun disesuaikan dengan kebutuhan kemampuan anak-anak. Yang pasti adalah program ini mestimulasi anak-anak melalui pertanyaan-pertanyaan tentang problem real yang sederhana untuk mengembangkan penalaran moral. Materi yang diberikan dalam program tersebut adalah: (a) an introductory discussion of business ethics, marketplace integrity, and the growing capacity of students for ethical decision-making; (b) activities and student materials that connect to and expand current classroom-based Junior Achievement programs; and (c) a functional glossary of terms relating to a wide spectrum of ethics, quality, service, and social responsibility considerations in business.
Tujuannya jelas. Para siswa sejak dini diperkenalkan dengan persoalan etika bisnis agar dapat melihat, mempertimbangkan, dan mengambil keputusan secara tepat berkaitan dengan persoalan-persoalan bisnis.
Philosophy for children
Sebagai bagian dari etika terapan, etika bisnis memang tak bisa dilepaskan dari filsafat. Etika bisnis menjawab pertanyaan mengapa bisnis mesti memperhatikan nilai-nilai moral? Yang dihasilkan dari etika bisnis tidak terutama tindakan bermoral melainkan memberikan alasan-alasan yang memadai, rasional, dan kritis mengapa bisnis mesti bermoral? Etika bisnis menjawab pertanyaan mengapa? Bukan apa dan bagaimana?
Pernyataan soal bagaimana bisnis mesti dijalankan menurut prinsip-prinsip tertentu dapat dijawab secara lebih memadai dalam kode etik profesi. Tetapi
wilayah etika bisnis bergelut dengan persoalan mengapa bisnis mesti mempertimbangkan nilai-nilai moral tertentu?
Belum lama ini, terutama di negara maju, sudah muncul upaya untuk memperkenalkan filsafat kepada anak-anak. Filsafat yang tekesan angker, abstrak, teoretis, dan sulit itu dapat diperkenalkan kepada anak-anak, tentu dengan metode yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak-anak. Karakter filsafat yang skeptis, kegemaran bertanya dan mempersoalkan segala sesuatu secara mendasar, rasional, argumentatif, sistematis, dan koheren itu diyakini harus dibentuk sejak dini.
Keengganan memperkenalkan etika bisnis kepada anak-anak di tingkat sekolah menengah, sebagian (mungkin) karena orang menyamakan etika bisnis dengan kode etik bisnis atau kode etik profesi. Yang perlu diberikan kepada mereka yang sudah terjun dalam bisnis bukan hanya etika bisnis melainkan, terutama, kode etik bisnis atau kode etik profesi. Para siswa di level menengah pertama atau menengah atas, tidak memiliki kode etik profesi. Pelajar bukan profesi. Kode etik profesi menunjukkan prilaku yang dituntut dan prilaku mana yang dilarang dari profesi tertentu. Etika bisnis melampaui kode etik. Jika kode etik sebuah profesi menegaskan bahwa para anggota profesi tersebut harus jujur, taat, atau bertanggungjawab, etika profesi dan dengan demikian juga etika bisnis mempersoalkan mengapa sebuah profesi misalnya harus jujur, taat, atau bertanggungjawab? Apa dasar dari kejujuran, ketataan, dan tangungjawab tersebut? Mengapa nilai-nilai moral semacam ini perlu dituntut dari pada pebisnis?
Anak-Anak sebagai objek bisnis
Salah satu alasan lain yang perlu dikemukan di sini adalah karena praktik bisnis yang tak etis, baik secara langsung mau pun tak langsung, berkaitan dengan kepentingan anak-anak.
Anak-anak tak jarang menjadi objek eksploitasi dalam praktik bisnis. Dalam bisnis periklanan misalnya, anak-anak sering menjadi korban iklan yang tidak etis. Xxxxxxxx X. Xxxxxxxxx Xx. dalam Ethics of Business Ads Directed at Children (2012) menulis, “children advertising or business ads directed at children cannot be justified on moral grounds. It is argued that while the persuasive intent of business ads in general does not always lead to the manipulation of consumers, children’s yet undeveloped or general lack of the capacity to make autonomous, rational, or free and informed buying decisions renders business ads directed at them necessarily manipulative”.
Pemahaman prinsip-prinsip moral melalui etika bisnis membentuk kesadaran dan otonomi moral sebagai kekuatan internal untuk secara bebas mempertimbangkan secara kritis dan menentukan konsumsi mereka dan tidak mudah diperdaya oleh iklan atau produk-produk yang setiap hari membanjiri kehidupan mereka.
Mulai dari yang sederhana
Xxxxxx Xxxxx, penulis buku Bussines Ethics & Etiquette for Students – You Must Know These! memberikan metode dan membahasakan secara sederhana bagaimana pendidikan etika bisnis dapat diberikan kepada para siswa di tingkat sekolah menengah (SMA, SMP). Pembahasan tentang etika bisnis dapat dimulai dari hal sederhana dan dikenal luas oleh siswa- siswi. Misalnya, dalam kasus karyawan yang suka membawa pulang klip kertas, penghapus, karet gelang, atau pensil milik perusahaan, apa pandangan anda? Yang pasti anda akan bertemu dengan pandangan yang bebeda-beda soal ini, entah dari orang yang berbeda atau pada waktu yang berbeda. Ada yang mengatakan orang tersebut mencuri, dan ada yang mengatakan bahwa orang yang melakukannya hanya karena malas membelinya; lupa; atau mungkin sedang dibutuhkan. Tentu kasus ini berbeda dengan orang yang mencuri mobil atau mengalihkan asset perusahaan menjadi miliki pribadi atau kelompok lain.
Apakah ini mencuri? Bagaimana menurutmu? Apakah tidak salah orang mencuri roti dari tetangga yang kaya untuk anaknya yang kelaparan?
Sebuah persoalan etis tidak bisa dilihat secara hitam putih saja. Diperlukan pertimbangan yang lebih luas, komprehensif, dan holistik. Dengan mencermati dan menganalisis secara etis kasus yang sederhana di atas, para siswa secara perlahan tetapi pasti dibimbing masuk ke persoalan etis yang lebih luas.
Di sini tujuan pendidikan etika bisnis agar para siswa memiliki pemahaman, petimbangan, dan sensibilitas etis tercapai.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, saya berkeyakinan bahwa etika bisnis seharusnya mulai diperkenalkan sejak dini dalam lembaga pendidikan di tingkat menengah dan tinggi. Karena pendidikan etika bisnis, terbukti mestimulasi moral reasoning dan sensibilitas kesadaan etis para siswa dan mahasiswa.
Pendidikan etika, termasuk etika bisnis diharapkan mampu mengantar orang sampai pada tahap perkembangan moral yang otonom. Dalam Bahasa Kholberg disebut post-konvensional. Yakni tahap di mana orang memiliki kesadaran dan penalaran moral yang otonom. Orang yang memutuskan tindakan moral berdasarkan prinsip-prinsip dan cita-cita moral absolut- universal yang diyakini kebenarannya dari pada sekadar memperhitungkan keuntungan, kepentingan-diri sendiri, atau ketentuan hukum yang berlaku (Fang, 2017).
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Xxxxx Xxxxxxxxx (2017) di Dublin Business School menunjukkan bahwa pendidikan etika bisnis mampu meningkatkan 69.05% pemahaman dan sensivitas etis peserta didik. Tentu yang diharapkan agar di kemudian hari sensivitas etis menentukan prilaku mereka dalam bisnis untuk selalu bertindak menurut kaidah-kaidah etis.
Etika bisnis bagi mahasiswa
Harus diakui bahwa banyak studi telah dilakukan untuk mengukur pengaruh pendidikan etika bisnis bagi persepsi, pemahaman, dan sensiblitias etis mahasiswa.
Penelitian dan publikasi yang dilakukan Xxxxxxx, Xxxxxxxx, dan Xxxxxxxx (2019) pada mahasiswa akuntansi Undiksha, membuktikan bahwa pendidikan etika bisnis dan profesi, serta perkembangan moral, berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku etis.
Penelitian yang dilakukan oleh Wati dan Xxxxxxx (2016), meskipun tidak signifikian, masih terdapat pengaruh pendidikan etika bisnis terhadap perspesi etis mahasiswa.
Xxxxx X. X. Cagle dan X. Xxxxxx (2006) dalam Case Studies of Ethics Scandals: Effects on Ethical Perceptions of Finance Students, menyatakan bahwa kasus- kasus malpraktik dalam bisnis dapat dipakai sebagai media pembelajaran etika bisnis bagi siswa atau mahasiswa agar kelak dapat mengambil keputusan etis secara tepat. Studi yang dilakukan oleh Xxxxx dan Xxxxxx (2006) menunjukkan bahwa studying ethics scandals positively impacts students’ ethical decision making and their perceptions of the ethics of business people.
Studi yang dilakukan oleh Xxxxxx Xxxxxxxx dkk di Jogyakarta (2020) menunjukkan hasil yang sama. Bahwa pendidikan etika bisnis mampu meningkatkan self-efficacy peserta didik (Sholihin, 2020). Ketika berhadapan
dengan persoalan etis, orang dengan self-efficacy tiggi akan memilih untuk selalu mengedepankan pertimbangan etis (Schwarzer & Jerusalem, 2010). Xxxxx dan Xxx (2019), sebagaimana dikutip Sholihin (2020) menyatakan bahwa kesadaran dan prilaku etis merupakan bagian pokok dari pendidikan dan training etika bisnis.
Berdasarkan studi-studi ini, tidak ada alasan untuk tidak memperkenalkan etika bisnis kepada siswa dan mahasiwa. Kesadaran dan penalaran moral tidak tumbuh dalam semalam atau semudah membalikan telapak tangan. Butuh proses. Dengan memperkenalkan etika bisnis kepada para siswa dan mahasiswa, dunia bisnis di masa depan diharapkan lebih bermoral. Lebih baik mencegah dari pada mengobati.*
• TAGS
•
•
Tempus Dei hadir untuk menyiangi dan menyirami harapan publik dan menjadi rekan seperjuangan media-media yang mengedepankan kebenaran dan kejujuran.
Contact us: xxxxxxxxxxxx@xxxxx.xxx
POPULAR POSTS
No: 1173-Int-KLPPM/UNTAR/IX/2021
Urbanus Ura Weruin
KETUA TIM
Pengantar Etika Bisnis Bagi Siswa-Siswi SMA Bhinneka Tunggal Ika Jakarta
Juli-Desember 2021