PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DI BAWAH TANGAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PTSL 2023 DI DESA BELIMBING KECAMATAN PUPUAN KABUPATEN TABANAN
PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DI BAWAH TANGAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PTSL 2023 DI DESA BELIMBING KECAMATAN PUPUAN KABUPATEN TABANAN
Oleh :
I XXXXX XXX XXXXXX JAYA NPM : 1910122119
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR
2023
PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DI BAWAH TANGAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PTSL 2023 DI DESA BELIMBING KECAMATAN PUPUAN KABUPATEN TABANAN
Oleh :
I XXXXX XXX XXXXXX JAYA NPM : 1910122119
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR
2023
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DINILAI PADA TANGGAL, 26 OKTOBER 2023
Pembimbing I
Prof. Dr. I Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx, SH.,MH. NIP.195912311992031007
Pembimbing II
Dr. Anak Agung Istri Agung, SH., X.Xx.
NIK/NIP.230 900 326
Mengetahui, FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WARMADEWA DEKAN,
Prof, Dr. I Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx, SH.,MH NIP. 195912311992031007
ABSTRAK
Jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat, namun lahan yang tersedia tidak cukup untuk semua orang. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan tanah semakin tinggi. Permasalahannya : 1) Bagaimanakah dasar pertimbangan perjanjian jual beli tanah di bawah tangan yang dapat digunakan dalam program PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan? 2) Bagaimanakah Mekanisme dan Kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan PTSL 2023 Di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pedoman jual beli tanah milik pribadi untuk digunakan dalam program PTSL 2023 dan kendala dari program ini di Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode empiris. Jual beli tanah milik pribadi dalam PTSL 2023 di Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, diperbolehkan, tantangan dalam penerapan PTSL antara lain permasalahan hukum dan kepemilikan tanah adat, terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang pendaftar an tanah melalui PTSL, dan adanya penolakan dari pemilik tanah. Diharapkan kesadaran dari masyarakat untuk melakukan jual beli dengan akta otentik. Kepala desa hendaknya dapat memberikan perhatian khusus terhadap masyarakat terkait perjanjian jual beli tanah.
Kata Kunci : Xxxx Xxxx, Perjanjian Di Bawah Tangan, Program PTSL
ABSTRACT
Indonesia's population is increasing, but there is not enough land available for everyone. This causes the need for land to be even higher. The problem: 1) What is the basis for consideration of the underhand land sale and purchase agreement that can be used in the 2023 PTSL program in Belimbing Village, Pupuan District, Tabanan Regency? 2) What are the mechanisms and obstacles faced in the implementation of PTSL 2023 in Belimbing Village, Pupuan District, Tabanan Regency? The purpose of this study is to find out the guidelines for buying and selling privately owned land for use in the 2023 PTSL program and the constraints of this program in Belimbing Village, Pupuan District, Tabanan Regency. The research method used is an empirical method. The sale and purchase of privately owned land in PTSL 2023 in Belimbing Village, Pupuan District, Tabanan Regency, is allowed, including legal issues and customary land ownership, limited community knowledge about land registration through PTSL, and rejection from land owners. It is expected that awareness from the public to buy and sell with authentic deeds. The village head should be able to pay special attention to the community regarding the land sale and purchase agreement.
Keywords : Buy and Sell, Underhand Agreement, PTSL Program
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Xxx Xxxx Xxxxx Xxxxx Wasa Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan anugerah-Nya yang melimpah akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Perjanjian Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan Dalam Pelaksanaan Program PTSL 2023 Di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu demi sempurnanya skripsi ini, penulis sangat membutuhkan dukungan dan sumbangsih pikiran yang berupa krtik dan saran yang bersifat membangun.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua yang telah tulus memberikan kasih sayang, cinta, doa, perhatian, dukungan moral dan materiil yang telah diberikan selama ini. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. I Gde Xxxxxxxx Xxxxxx, MP. Selaku Rektor Universitas Warmadewa
2. Bapak Prof. Dr. I Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx, SH,MH selaku Dekan Fakultas Hukum sekaligus Dosen Pembimbing I
3. Ibu Dr. Anak Agung Istri Agung, SH,X.Xx selaku Dosen pembimbing II
4. Xxxx Xxxxx Xxxxxxx selaku Wakil Ketua Bidang Fisik Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tabanan yang telah memberikan informasi dan data yang dibutuhkan penulis.
5. I Xxxxxx Xxxxxxxx selaku Kepala Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan yang telah memberikan informasi dan data yang dibutuhkan penulis.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan sumbangsih terhadap penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi pembaca.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih
Badung, 2 Oktober 2023
I Xxxxx Xxx Xxxxxx Jaya
DAFTAR ISI
1.6.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah 13
1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum 16
BAB II Perjanjian Jual Beli di Bawah Tangan Sebagai Pengajuan Sertifikat Dalam Program PTSL Tahun 2023 Di Desa Belimbing 18
2.1. Perjanjian Akta Otentik dan Perjanjian DiBawah Tangan 18
2.2. Perjanjian jual beli tanah di bawah tangan sebagai pengajuan sertipikat dalam program PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan 33
BAB III Mekanisme Pelaksanaan PTSL 2023 Di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan 39
3.1. Identifikasi Proses Pelaksanaan PTSL 2023 39
3.2. Perjanjian Jual Beli di bawah tangan digunakan sebagai dasar dalam permohonan Program PTSL 57
1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN
Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tertentu memerlukan tanah, karena Tanah mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia karena mempunya I fungsi ganda, yaitu sebagai sosial aset dan capital aset. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu atas dasar hakmenguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum.1
Selain itu, Tanah adalah sumber kebutuhan hidup bagi manusia, karena tanah dalam fungsinya baik itu sebagai sarana untuk mencari kehidupan seperti pendukung mata pencarian di berbagai bidang pertanian, perkebunan ,pertenakan, perikanan, industri, maupun digunakan sebagai perumahan dengan didirikannya tempat tinggal. Semakin banyaknya jumlah manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup, maka tanah sangat diperlukan guna sebagai lahan yang akan dibangunkan perumahan untuk tempat tinggal. Bertambahnya perkembangan ekonomi,
1 Wilan, 2018, Perjanjian Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Dengan Menggunakan Akta Di Bawah Tangan (Studi Di Desa Padang Pulau Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan), Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Vol.1, hal. 1–88
sosial-budaya, dan teknologi menjadikan manusia memerlukan jumah tanah yang banyak terutama untuk perkantoran, perkebunan, pabrik dan sebagainya.2
Jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh penduduk Indonesia masih terbatas, sedangkan jumlah penduduk yang membutuhkan tanah senantiasa bertambah. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengalami pertumbuhan. Adapun jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 mencapai 270.203.917 jiwa. Namun, kepadatan penduduk di wilayah Negara Indonesia tiap daerahnya tidaklah sama3. Dengan adanya ketidakseimbangan antara persediaan lahan tanah yang terbatas dengan kebutuhan manusia akan tanah yang sangat besar, mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan.
Perolehan kepemilikan tanah lebih sering dilakukan dengan pemindahan hak, yaitu dengan melalui jual beli. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (UUPA) menentukan bahwa setiap perjanjian jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat dan dihadapan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dalam Pasal 37 ayat(1) “ Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah
2 Satrianingsih, N. N. P., & Xxxxxxx, X. X. X, 2018, Peralihan Hak Milik Atas Tanah Melalui Perjanjian Jual Beli Dibawah Tangan, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol 7, hal. 1–14
3 Setiawan, A. T., Xxxxxxxx, X., & Xxxxxxxxx, R. (2021). Problematika Keabsahan Jual Beli Tanah di Bawah Tangan Tanah di Kawasan Transmigrasi. Jurnal Tunas Agraria, Vol.4, hal.22–39
susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.4
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa UUPA merupakan perangkat hukum yang mengatur di bidang pertanahan dan menciptakan hukum tanah nasional yang tunggal yang didasarkan pada hukum adat sebagai hukum yang asli yang disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara yang modern. Pendaftaran tanah bagi pemilik tanah bertujuan untuk memperoleh sertipikat tanahnya dan memperoleh kepastian hukum yang kuat. Dalam masyarakat, perolehan tanah lebih sering dilakukan dengan pemindahan hak, yaitu dengan melalui jual beli. Perkataan jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan, di mana seseorang melepaskan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki secara sukarela. Kemudian menurut Hukum Perdata (BW) Pasal 1457 disebutkan bahwa jual–beli tanah adalah suatu perjanjian dengan mana penjual mengikatkan dirinya (artinya berjanji) untuk menyerahkan tanah yang bersangkutan kepada pembeli yang mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual harga yang telah disepakatinya.5
4 Ibid, hal.22
5 Xxxxxxi, P. R. D., Xxxx, T. S., & Xxxxxxxxxxxxxx, 2015, Keabsahan Jual Beli Hak Atas Tanah Dibawah Tangan Kabupaten Sragen ( Tinjauan Beberapa Kasus Terkait di Pengadilan Negeri di Surakarta ). Jurnal Repertorium, Vol.2, hal.117–125.
Pada saat ini transaksi jual beli tanah dibawah tangan itu masih banyak dilakukan oleh masyarakat, namun masih banyak masyarakat belum paham dan kurang mengenal dengan notaris. Transaksi jual beli tanah dibawah tangan masih digemari masyarakat tradisional yang juga kurang akan pendidikan yang setara yaitu melakukan proses jual beli melalui jalan singkat dengan cara tunai dan seketika.Yang dimaksud dengan tunai dan seketika adalah, disaat proses terjadinya transaksi jual beli, setelah terjadinya pelunasan dan pembayaran maka terjadi pula perpindahan hak milik atas obyek jual beli. Padahal untuk kegiatan jual beli tanah atau bangunan berbeda dengan jual beli pada umumnya. Untuk jual beli benda tidak bergerak (tanah atau bangunan) dibutuhkan akta autentik sebagai bukti hukum yang sah terjadinya jual beli, yang selanjutnya dikenal dengan Akta Jual Beli (AJB), tetapi faktanya saat ini masyarakat di wilayah Kabupaten Tabanan masih melakukan proses jual beli tanah yang tidak dituangkan ke dalam akta PPAT.6
Selain itu banyak terjadi transaksi dalam masyarakat sehubungan dengan masalah tanah, seperti : perjanjian jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, gadai dan sebagainya. Dari sekian banyak transaksi yang terjadi, maka yang paling banyak dijumpai dalam masyarakat mengenai transaksi jual beli. Tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu telah menimbulkan berbagai persoalan.7 Namun tidak dapat dipungkiri, dalam kehidupan masyarakat seharihari masih banyak jual beli
6 X.X. Xxxx, 2019, Hukum Agraria Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Hal.67
7 Xxxx Xxxxxxx, 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, PT. Fajar Interpratama Mandiri, Jakarta, Hal.69
dilakukan dibawah tangan dalam arti bahwa jual beli tersebut cukup dilakukan dengan kesepakatan kedua belah pihak dan disaksikan oleh para saksi.8 Apabila dianggap kurang meyakinkan maka dibuatkan kwitansi, ataupun jika ingin perjanjian jual beli agar lebih jelas isinya maka dibuatkanlah pernyataan yang ditulis di atas kertas segel yang ditandatangani oleh kedua belah pihak serta disaksikan oleh orang-orang tertua di desa disahkan oleh Kepala desa setempat.9
Transaksi jual beli tanah di bawah tangan terutama pada tanah yang kepemilikannya belum didaftarkan atau belum bersertifikat dapat memiliki resiko hukum yang lebih tinggi.10 Oleh karena itu, terhadap objek jual beli hak atas tanah yang belum didaftarkan atau belum bersertifikat tersebut harus membutuhkan kejelian dan kehati-hatian yang lebih banyak, agar penjual sebagai pihak sah dan berhak untuk menjual lebih jelas. Apabila jual beli atau peralihan dilakukan tanpa melalui PPAT atau hanya dengan perjanjian dibawah tangan tanpa dicatatkan di PPAT dapat menimbulkan resiko karena nantinya tidak dapat dilakukan perubahan data pendaftaran tanah oleh Badan Pertanahan Nasional. Resiko lain yang akan timbul yaitu Apabila terjadi sengketa, yang akan mendapat perlindungan hukum adalah yang namanya tertulis di sertifikat serta apabila tanah yang diperjualbelikan baik belum bersertifikat maupun yang sudah
8 Xxxxx Xxxxxxxxx, 2007, Sistem hukum dan pembangunan hukum, Yogyakarta, Hal
5.
9 Ranitya Ganindha,2016, Urgensi Pembentukan Kelembagaan Bank Tanah Sebagai
Alternatif Penyediaan Tanah Bagi Masyarakat Untuk Kepentingan Umum, Jurnal Arena Hukum, Volume 9, hal.442
10 Xxxxxxxx Xxxxxxx, 2014, Opini Kebijakan Agraria, Pustaka Margareta, Jakarta, hal.82.
disertifikatkan akan sulit dilakukan pembuktian telah terjadi suatu perbuatan hukum peralihan hak milik atas tanah yang dijual atau dialihkan hanya dengan perjanjian dibawah tangan. Atas dasar persoalan tersebut maka para pihak dalam perjanjian jual beli tanah membutuhkan adanya perlindungan hukum11
Guna menjamin kepastian hukum hak atas tanah, pemerintah telah menyelenggarakan pendaftaran tanah secara sistematis dan sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematis adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pemerintah melakukan suatu inovasi dengan membentuk program Pendaftran Tanah Sistematis Lengkap (selanjutnya disingkat PTSL) guna mempercepat pelaksanaan pendaftaran tanah.
Program PTSL diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap selanjutnya disebut dengan Permen Nomor 6 tahun 2018 tentang PTSL. Pada tahun 2017 pemerintah telah mencapai keberhasilan pengukuran sebanyak 5,2 juta bidang tanah.12
11 Urip Santoso, 2005, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, hal. 12
12 Biro Hukum & Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, 2018, “Program PTSL Pastikan Penyelesaian Sertifikat Tanah Akan Sesuai Target”, URL:xxxxx://xxx.xxx.xx.xx/Xxxxxx/Xxxxxx-Xxxxxxx/Xxxxxxxxxxx- pastikan-penyelesaian-sertifikat-tanah-akan-sesuai-target-75155, diakses tanggal 28 September 2023.
Berkaitan dengan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Pemerintah Kabupaten Tabanan melalui Kantor Pertanahan Kabupaten Tabanan penting menyelenggarakan pemerintahannya untuk memberikan kepastian hukum dalam bidang agraria dengan melaksanakan program ini. Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap ini juga membantu masyarakat dalam mempermudah proses pembuatan sertifikat tanah khususnya akibat perjanjian jual beli dibawah tangan yang dilakukan sebelum sampai dengan tahun 1994 dengan melampirkan bukti kwitansi. Jika tidak terdapat kwitansi maka harus dilampirkan dengan surat keterangan dari kepala desa yang menerangkan bahwa memang benar pihak penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli atas sebidang tanah dengan disaksikan oleh kelian dinas, kelian adat, dan kepala desa.13 Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat
judul PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DI BAWAH TANGAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PTSL 2023 DI DESA BELIMBING KECAMATAN PUPUAN KABUPATEN TABANAN.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas rumusan masalah dalam penulisan ini sebagai berikut:
1) Bagaimanakah dasar pertimbangan perjanjian jual beli tanah di bawah tangan yang dapat digunakan dalam program PTSL
13 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx, 2010, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, hal.226
2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan?
2) Bagaimanakah Mekanisme dan Kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan PTSL 2023 Di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan latar belakang dan rumusan masalah diatas, terdapat beberapa tujuan penelitian yaitu :
1.3.1 Tujuan Umum
1. Melaksanakan Xxx Xxxxxx Perguruan Tinggi, khususnya dalam bidang Penelitian Hukum.
2. Memenuhi salah satu syarat sebagai kewajiban yang harus dipenuhi dalam Pendidikan Sarjana satu (S1) untuk mencapai gelar Sarjana Hukum.
3. Memperluas dan memperdalam pengetahuan dalam bidang materi ilmu hukum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan perjanjian jual beli tanah di bawah tangan yang dapat digunakan dalam program PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan.
2. Untuk mengetahui mekanisme dan Kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan PTSL 2023 Di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai bahan atau data informasi di bidang ilmu Hukum bagi kalangan akademis untuk memahami perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dalam pelaksanaan program ptsl 2023 di desa belimbing kecamatan pupuan kabupaten tabanan.
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi di bidang ilmu Hukum bagi kalangan akademis untuk memahami perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dalam pelaksanaan program ptsl 2023 di desa belimbing kecamatan pupuan kabupaten tabanan.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan praktis bagi pihak-pihak seperti :
1. Penulis
Untuk meningkatkan wawasan pengetahuan baik teori maupun praktek dalam memahami perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dalam pelaksanaan program ptsl 2023 di desa belimbing kecamatan pupuan kabupaten tabanan.
2. Masyarakat
Dapat memberikan manfaat sebagai pengetahuan dan meningkatkan wawasan bagi masyarakat terkait perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dalam pelaksanaan program ptsl 2023 di desa belimbing kecamatan pupuan kabupaten tabanan.
3. Pemerintah
Memberikan masukan untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum atas penyelenggaraan program PTSL.
1.5 Tinjauan Pustaka
Perjanjian merupakan bentuk dan istilah mencatatkan dalam usaha atau transaksi bisnis. Perjanjian yang dibuat di bawah tangan adalah perjanjian yang dibuat sendiri oleh para pihak yang berjanji dan tanpa ada campur tangan pegawai umum yang berwenang, serta tanpa suatu standar baku tertentu dan hanya disesuaikan dengan kebutuhan para pihak tersebut. Akta di bawah tangan kekuatan pembuktiannya hanya antara para pihak tersebut. Apabila para pihak tersebut tidak menyangkal dan mengakui tanda tangannya di dalam perjanjian tersebut Maka akta di bawah tangan mempunyai kekuatan yang sempurna seperti akta otentik.14 Perjanjian yang dibuat di bawah tangan adalah perjanjian yang dibuatsendiri oleh para pihak yang berjanji, tanpa suatu standar baku tertentu dan hanyadisesuaikan dengan kebutuhan para pihak tersebut.
14 Xxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx, 2015, Kekuatan Akta Di Bawah Tangan Sebagai Alat Bukti Di Pengadilan, Jakarta, hal.137
Sedangkan kekuatanpembuktiannya hanya antara para pihak tersebut apabila para pihak tersebut tidakmenyangkal dan mengakui adanya perjanjian tersebut (mengakui tanda tangannyadi dalam perjanjian yang dibuat). Artinya salah satu pihak dapat menyangkal akankebenaran tanda tangannya yang ada dalam perjanjian tersebut.15
Berdasarkan KUHPerdata pasal 1457, Jual beli yang dianut di dalam Hukum Perdata hanya bersifat obligatoir, artinya bahwa perjanjian jual beli baru meletakkan hak dan kewajiban timbal balik antara kedua belah pihak, atau dengan perkataan lain jual beli yang dianut Hukum Perdata belum memindahkan hak milik adapun hak milik baru berpindah dengan dilakukan penyerahan atau levering.16
Jual beli tanah dalam hukum adat dan UUPA mempunyai pengertian yang sama, berdasarkan UUPA Pasal 5 maka pengertian jual beli tanah hak milik menurut UUPA tidak lain adalah pengertian jual beli menurut huku adat.17 Menurut hukum adat jual beli tanah adalah suatu pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai, terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut, sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan
15 Xxxxxxx, 2016, Kepastian Hukum Akta Dibawah Tangan Dalam Perspektif Kewenangan Notaris, Tangerang, hal. 58.
16 Xxxxxxxxx Xxxxxx, 2004, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, hal .86
17 Xxxxxx Xxxxxx, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Cetakan keempat Jakarta: Sinar Grafika, hal. 149
hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak. Oleh karena itu, maka tunai mungkin harga dibayar secara kontan, atau dibayar sebagian (tunai dianggap tunai). Dalam hal pembeli tidak membayar sisanya, maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum utang piutang.
Sistem pendaftaran tanah yang dipakai di suatu negara tergantung pada asas hukum yang dianut negara tersebut dalam mengalihkan hak atas tanahnya. Terdapat 2 macam asas hukum, yaitu asas iktikad baik dan asas nemo plus yuris. Sekalipun suatu negara menganut salah satu asas hokum / sistem pendaftaran tanah, tetapi yang secara murni berpegang pada salah satu asas hokum / sistem pendaftaran tanah tersebut boleh dikatakan tidak ada. Hal ini karena kedua asas hukum / sistem pendaftaran tanah tersebut sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga setiap negara mencari jalan keluar sendiri-sendiri.18
Dalam system positif, di mana daftar umumnya mempunyai kekuatan bukti, maka orang yang terdaftar adalah pemegang hak yang sah menurut hukum. Kelebihan yang ada pada sistem positif ini adalah adanya kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada dorongan bagi setiap orang untuk mendaftarkan haknya. Kekurangannya adalah pendaftaran yang dilakukan tidak lancar dan dapat saja terjadi bahwa pendaftaran atas nama orang yang tidak berhak dapat menghapuskan hak
18 Xxxxxx Xxxxxx, 2007, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, hal.117
orang lain yang berhak. Lain halnya dengan sistem negatif, daftar umumnya tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga terdaftarnya seseorang dalam daftar umum tidak merupakan bukti bahwa orang tersebut yang berhak atas hak yang telah didaftarkan. Jadi, orang yang terdaftarkan tersebut akan menanggung akibatnya bila hak yang diperolehnya berasal dari orang yang tidak berhak, sehingga orang tidak mendaftarkan haknya. Inilah kekurangan dari sistem negatif adapun kelebihannya, pendaftaran yang dilakukan lancar/cepat dan pemegang hak yang sebenarnya tidak dirugikan sekalipun orang yang terdaftar bukan orang yang berhak.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah
Tipe penelitian yang digunakan penulis adalah penelitiian hukum empiris atau juga disebut dengan penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum empiris dimaksudkan hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata. Karakteristik pada penelitian hukum empiris dapat terlihat pada sifat empirisnya dimana penelitian lapangan sebagaimana yang dilakukan oleh peneliti ilmu sosial menjadi rujukan.19 Menurut Xxxxxxxx Xxxxxxxx, pada penelitian hukum empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data
19 Xxx Xxxxxxx, 2009, Pokok-Pokok Metodelogi PenelitIan Hukum Empiris Murni, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, hal. 39.
sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer dilapangan atau terhadap masyarakat.20
Pendekatan yang penulis gunakan ini adalah pendekatan fakta (the fact approach), pendekatan perundang-undangan (statue approach), dan pendekatan sosiologis. Pendekatan fakta dilakukan dengan cara melakukan penelitian dengan mengumpulkan fakta-fakta yang terdapat langsung di lapangan yang penulis cari dan amati sendiri secara metodis untuk dijadikan bahan dalam menunjang penulisan skripsi ini. Pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjdi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini. Sedangkan pendekatan sosisologis hukum artinya dalam menelaah permasalahan yang di angkat dengan fakta yang ditunjang dengan pendekatan yuridis, dengan kata lain dalam menelaah permasalahan yang dikaji berdasarkan fakta yang ada di lapangan den ditunjang dengan fakta yang ada.
1.6.2 Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum diperoleh melalui berbagai macam sumber yang diklasifikasikan atas tiga jenis yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.21 Bahan Hukum sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang berupa
20 Xxxxxxxx Xxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx, 2008, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.43
21 Xxxxxxxx, Juni 2020, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, UPT. Mataram University Press, Mataram, hal. 52
bahan tertulis seperti buku teks, peraturan perundang- undangan, berikut merupakan sumber bahan hukum dalam penelitian ini :
a) Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama yaitu data langsung dari lapangan yang dilakukan melalui wawancara dengan informan. Sumber data yang diperoleh dilapangan yaitu : data yang diperoleh langsung dari Desa Belimbing dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tabanan.
b) Bahan Hukum Sekunder
Merupakan bahan hukum yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang terdokumentasi dalam bentuk bahan- bahan hukum. Meliputi: dokumen-dokumen artikel- artikel, makalah, dan literatur hukum. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang secara tidak langsung memberikan keterangan dan bersifat melengkapi sumber data primer. Adapun sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku, jurnal, Kamus dan lain-lain
1.6.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan. Lokasi penelitian adalah tempat dimana yang dipilih sebagai tempat pengumpulan data
dilapangan untuk menemukan jawaban terhadap kasus yang akan diteliti oleh penulis, khususnya perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dalam program PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan, dimana pembatasan pembahasannya hanya mencakup pada dapat tidaknya perjanjian jual beli tanah di bawah tangan digunakan untuk pengajuan sertifikat dalam program PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam upaya mengumpulkan data, digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Terhadap Data Primer, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan informan dimana informan adalah orang yang menjadi sumber data dalam penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah pihak terkait di Desa Belimbing dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tabanan.
2. Terhadap data sekunder dengan cara menginventarisasi, mempelajari dan mengkaji Peraturan Perundang- Undangan yang terkait dengan jual beli tanah di bawah tangan dan program PTSL lalu dicatat dan dijadikan dasar untuk melakukan analisis data. Selain itu teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca buku-
buku yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti.
3. Terhadap data tersier dengan cara membaca tulisan- tulisan, dan dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti.
1.6.5 Analisis Bahan Hukum
Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yaitu suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskritif analitis, yaitu data yang dinyatakan secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.22 Dalam pendekatan ini ditekankan pada kualitas data. Analisis data dilakukan untuk memecahkan masalah yang tertuang dalam rumusan masalah dengan menggunakan analisis data deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan suatu keadaan atau status fenomena dengan kata – kata atau kalimat kemudian dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan dimana masalah yang akan dianalisis mencakup dua hal, yaitu: dapat tidaknya perjanjian jual beli tanah di bawah tangan digunakan untuk pengajuan sertifikat dan dasar pertimbangan perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dapat digunakan dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan.
22 Xxxxxx dan Xxxxxxxx, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Tarsito, Hal.
223
BAB II
Perjanjian Jual Beli di Bawah Tangan Sebagai Pengajuan Sertifikat Dalam Program PTSL Tahun 2023 Di Desa Belimbing
2.1. Perjanjian Akta Otentik dan Perjanjian DiBawah Tangan
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing- masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu”23
Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga Buku III KUH Perdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.24
Pendapat lain dikemukakan oleh Xxxxxx dalam Xxxx. Xxxxxxxx Xxxxxx yang menyatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan yang terjadi sesuai
23 Xxxxxxxxx, 2007, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 363
24 Xxxxxx Xxxxx, 2005, KUHPerdata Buku III Hukum Perikiitan dengan Penjelasan, PT. Alumi Bandung, hal. 89.
dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada tergantung dari persesuaian kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum dari kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan masing-masing pihak secara timbal balik.25
Istilah perjanjian sering disejajarkan pengertiannya dengan istilah kontrak. Meskipun ada beberapa pakar hukum yang membedakan dua istilah tersebut. Apabila kembali kepada peraturan perundang-undangan seperti yang tercantum dalam Bab II Buku Ketiga KUHPerdata yang berjudul “Perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Perjanjian” secara jelas terlihat bahwa undang- undang memberikan pengertian yang sejajar antara kontrak dan perjanjian. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa antara perjanjian dan kontrak diartikan lebih kurang sama. Dengan demikian segala ketentuan yang terkait dengan hukum perjanjian juga berlaku dalam hukum kontrak. Dalam hal ini penulis setuju dengan pengertian yang tercantum dalam judul Bab II Buku Ketiga KUHPerdata. Untuk itu dalam penelitian ini digunakan kata “perjanjian” untuk mewakili kata-kata perjanjian atau kontrak.
Menurut Xxxxx XX, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga
25 Sudikno, 2008, Ilmu Hukum, Penerbit Liberty, Yogyakarta, hal.53
subyek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.26
Sistem pendaftaran tanah yang dipakai di suatu negara tergantung pada asas hukum yang dianut negara tersebut dalam mengalihkan hak atas tanahnya. Terdapat 2 macam asas hukum, yaitu asas iktikad baik dan asas nemo plus yuris. Sekalipun suatu negara menganut salah satu asas hokum / sistem pendaftaran tanah, tetapi yang secara murni berpegang pada salah satu asas hokum / sistem pendaftaran tanah tersebut boleh dikatakan tidak ada. Hal ini karena kedua asas hukum / sistem pendaftaran tanah tersebut sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga setiap negara mencari jalan keluar sendiri-sendiri.27
Dalam system positif, di mana daftar umumnya mempunyai kekuatan bukti, maka orang yang terdaftar adalah pemegang hak yang sah menurut hukum. Kelebihan yang ada pada sistem positif ini adalah adanya kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada dorongan bagi setiap orang untuk mendaftarkan haknya. Kekurangannya adalah pendaftaran yang dilakukan tidak lancar dan dapat saja terjadi bahwa pendaftaran atas nama orang yang tidak berhak dapat menghapuskan hak orang lain yang berhak. Lain halnya dengan sistem negatif, daftar umumnya tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga terdaftarnya
26 Xxxxx XX, 2008, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, hal 27.
27 Xxxxxx Xxxxxx, 2007, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, hal.117
seseorang dalam daftar umum tidak merupakan bukti bahwa orang tersebut yang berhak atas hak yang telah didaftarkan. Jadi, orang yang terdaftarkan tersebut akan menanggung akibatnya bila hak yang diperolehnya berasal dari orang yang tidak berhak, sehingga orang tidak mendaftarkan haknya. Inilah kekurangan dari sistem negatif adapun kelebihannya, pendaftaran yang dilakukan lancar/cepat dan pemegang hak yang sebenarnya tidak dirugikan sekalipun orang yang terdaftar bukan orang yang berhak.28
Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu29
Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352 KUHPerdata) dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan
28 Ibid, hal.118
29 Husni, 2009, Tinjauan Umum Mengenai Hontrak, Malang, hal.77
yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang berlawanan dengan Hukum (Pasal 1353 KUHPerdata).
Pendaftaran tanah sistematik adalah : "Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan”.30 Pelaksanaan pendaftaran tanah sistematik dalam implementasinya sering mengkaitkan dengan istilah ajudikasi. Kata ajudikasi adalah istilah teknis dalam pendaftaran tanah yang mempunyai pengertian : kegiatan dan proses dalam rangka pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sistematik, berupa pengumpulan dan pemastian kebenaran data fisik dan yuridis mengenai sebidang tanah atau lebih untuk keperluan pendaftarannya.31
Dalam Peraturan Menteri No 1 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Sistematik Tanah lengkap yang dimaksud dengan: Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah:
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.
30 A.P. Parlindungan, 1999, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997) Dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998), Cet. 1, Bandung, Mandar Maju, hal.20
31 Xxxxx Xxxxxxx,2005, Hukum Agraria Indonesia, Edisi Revisi, Djambatan, Jakarta,
hal.471
Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Dasar Hukum Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) adalah sebagai berikut:
a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria;
b Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
c Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
d Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria danTata Ruang;
e Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional.
f Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
g Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
h Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
Ruang lingkup PTSL meliputi:
a. Pelaksana Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;
b. Persiapan;
c. Penetapan Lokasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;
d. Kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bidang Yuridis
e. Hasil Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bidang Yuridis;
f. Tahapan Waktu Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bidang Yuridis;
g. Pengelolaan Sumber Daya Manusia untuk Pelaksanaan PendaftaranTanah Sistematis Lengkap.
Secara nasional, kementrian agrarian dan tata ruang (ATR)/BPN mengusulkan 5 juta bidang tanah yang akan di data selanjutnya dibuatkan sertifikat gratis oleh masing-masing BPN setempat di daerah. Pada dasarnya penerbitan sertifikat tanah melalui program PTSL ini tidak
jauh berbeda dengan penerbitan sertifikat tanah melalui program nasional agrarian (PRONA) yaitu sama-sama dilaksanakan secara gratis, juga dengan prasyarat dari pendaftaran hak hingga penerbitan atau pelayanan dari BPN, pra pelayanan dibebankan oleh pemilik tanah, seperti BPHTB, alas hak, materai, patok batas ditanggung oleh pemilik lahan. Yang membedakan PTSL dengan PRONA adalah melalui program prona, pendataan prona sebagai penerima sertifikat prona dilakukan secara merata diseluruh desa dan kelurahan dalam satu kabupaten. Sementara program PTSL pendataannya dilakukan terpusat di satu desa dan berbeda dengan prona yang hanya menerbitkan sertifikat tidak menyeluruh pada semua bidang tanah yang tidak bersertifikat dalam satu daerah sementara PTSL seluruh tanah dalam daerah tersebut yang belum memiliki sertifikat akan dibuatkan. Dalam PTSL ini, tanah yang akan diterbitkan sertifikatnya akan di validasi dulu keberadaannya apakah tidak ada di dalamnya tanah yang bersengketa. Tanah yang bermasalah akan dipending sampai kejelasan hukumnya ada.
Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah rakyat secara adil dan merata, serta mendorong pertumbuhan ekonomi negara pada umumnya dan ekonomi rakyat khususnya, perlu dilakukan percepatan pendaftaran
tanah lengkap di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakasa pemerintah berdasarkan suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional. Kegiatan ini meliputi ajudikasi sistematis, survei kadaster, penyediaan fasilitas dan peralatan kantor pertanahan dan penyebaran informasi tentang manfaat pendaftaran tanah melalui penyuluhan.32
Berikut ini adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mengajukan sertifikat dalam program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL):
• Dokumen Kependudukan berupa Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
• Surat tanah yang bisa berupa letter C, Akte Jual Beli, Akte Hibah atau Berita Acara Kesaksian, dll.
• Tanda batas tanah yang terpasang. Perlu diingat, tanda batas tanah ini harus sudah mendapat persetujuan pemilik tanah yang berbatasan.
• Bukti setor Bea Perolehan atau Surat Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) .
32 Xxxxx XX, 2008, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, hal. 27
• Surat Permohonan atau Surat Pernyataan Peserta.
Adapun tahapan – tahapan pelaksanaan PTSL adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan. Tahapan ini dilakukan oleh petugas BPN di wilayah desa atau kelurahan. Penyuluhan wajib diikuti oleh peserta PTSL.
2. Pendataan. Pada tahap ini, petugas akan menanyakan riwayat kepemilikan tanah, seperti pemilik sebelumnya, dasar kepemilikan (apakah warisan, hibah, atau jual beli) dan riwayat pajak (BPHTB dan PPh)
3. Pengukuran. Petugas akan mengukur dan meneliti batas- batas kepemilikan lahan. Pada tahap ini, pemohon harus dapat menunjukkan letak, bentuk bidang, luas tanah, serta batas bidang tanah. Selain itu, pengukuran lahan harus juga memerlukan persetujuan dari pemilik tanah yang berbatasan.
4. Sidang Panitia A. Petugas akan meneliti data yuridis dan melakukan pemeriksaan lapangan. Selain itu, petugas yang terdiri tiga anggota BPN dan satu orang petugas desa/kelurahan, akan mencatat sanggahan, kesimpulan dan meminta keterangan tambahan.
5. Pengumuman dan Pengesahan. Selama 14 hari pengumuman persetujuan pengajuan sertifikat tanah akan ditempel di kantor desa, kelurahan atau kantor pertanahan setempat.
6. Penerbitan Sertifikat. Pada tahap ini, pemohon akan menerima sertifikat. Sertifikat tanah akan diserahkan oleh petugas dari ATR/BPN kepada pemilik.
Sistem Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap ini sudah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan mentri No 1 Tahun 2017 Sebagai pedoman dalam melaksanakan pendaftaran tanah sistematik lengkap bidang yuridis dan sebagai standarisasi dan keseragaman dalam melaksanakan pendaftaran tanah sistematik lengkap secara yuridis. Demikian juga dengan daerah- daerah menurut Permen tersebut telah diberikan tanggungjawab dalam mewujudkan keberhasilan program ini.
Asas merupakan fundamen yang mendasari terjadinya sesuatu dan merupakan dasar dari suatu kegiatan, hal ini berlaku pula pada pendaftaran tanah. Oleh karena itu, dalam pendaftaran tanah ini terdapat asas yang harus menjadi patokan dasar dalam melakukan pendaftaran tanah. Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka yang dijabarkan sebagai berikut:
• Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan- ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama hak atas tanah.
• Asas aman dimaksudkan untuk menunjukan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat
memberikan jaminan kepastian hukukm sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
• Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi ihak-pihak yang memerlukan khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan.
• Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya. Dan data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini menuntut pula dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai.
• Asas terbuka ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Akta otentik menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) merupakan akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai- pegawai umum yang berkuasa untuk itu, tempat di mana akta atau perjanjian dibuat.
Berdasarkan pengertian yang disebutkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata, sebuah akta dapat dikatakan otentik apabila telah memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan undang-undang; dan
2. Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang memiliki wewenang;
Pasal 1869 KUHPerdata juga menyebutkan bahwa akta tidak dapat diberlakukan sebagai akta otentik apabila pejabat umum yang membuatnya tidak berwenang atau tidak cakap sebagai pejabat umum atau bentuk akta tersebut tidak memenuhi persyaratan yang dinyatakan dalam undang-undang. Pejabat yang berwenang dalam pembuatan akta otentik tidak selalu notaris. Di mana, notaris hanya berwenang untuk membuat akta-akta otentik yang berkaitan dengan hubungan dan hak-hak keperdataan, pendirian serta perubahan usaha, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk akta otentik lainnya, seperti pembuatan akta nikah adalah wewenang pejabat KUA atau pejabat catatan sipil, serta akta jual beli tanah menjadi wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Fungsi program PTSL adalah untuk percepatan pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum Hak atas Tanah masyarakat secara pasti, sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka serta akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan konflik pertanahan. Dalam hal ini tujuan PTSL
merupakan implementasi dari asas-asas pendaftaran tanah secara umum yang berupa asas sederhana, cepat, terbuka, aman, mutakhir.
Dapat disimpulkan perjanjian akta otentik adalah suatu perjanjian yang dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan undang-undang dan dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang memiliki wewenang. Dalam hukum acara perdata di Indonesia, surat, diantaranya termasuk perjanjian merupakan salah satu alat bukti yang diakui dalam persidangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 164 Herzien Indlansch Reglement (HIR). Dalam Pasal 165 HIR ditegaskan bahwa akta yang dibuat oleh pegawai umum yang memiliki kuasa untuk membuatnya, merupakan bukti yang cukup. Sehingga, Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dihadapan hukum sehingga tidak dapat disangkal keberadaannya di pengadilan. Kecuali terdapat bukti lain yang diajukan pihak lawan yang menyatakan sebaliknya. Misalnya dalam kasus sengketa tanah, di mana pihak lawan mengatakan bahwa akta jual beli tanah palsu, maka pihak lawan yang mengatakan hal tersebut harus membuktikan bahwa akta jual beli tanah adalah palsu.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dalam Pasal 1 (1) menyebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-
akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
Sedangkan perjanjian bawah tangan adalah perjanjian yang dibuat para pihak tanpa adanya campur tangan pejabat umum dan peraturan perundang-undangan tidak mengatur secara spesifik mengenai formatnya. Misalnya perjanjian jual beli peralatan kantor antara penjual dan pembeli, atau surat perjanjian kerja antara perusahaan dan karyawan. Meski dapat dijadikan alat bukti, kekuatan pembuktian akta di bawah tangan berbeda dengan akta otentik dan tidak sesempurna kekuatan bukti akta otentik.
Jika format pada akta otentik telah diatur sesuai undang-undang, akta di bawah tangan memiliki format yang tidak diatur secara tegas dalam undang-undang sehingga tidak ada format yang baku. Jadi, para pihak bebas untuk menentukan format perjanjian yang dibuat. Perjanjian bawah tangan tidak memerlukan pejabat berwenang di bidangnya sesuai aturan hukum karena akta ini dapat dibuat oleh pejabat yang tidak ditunjuk secara hukum, misalnya oleh para pihak dalam perjanjian yang dibuatnya sendiri. Karena perjanjian bawah tangan tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang, maka sebaiknya pembuatan dan penandatanganan akta ini turut menghadirkan saksi. Hal ini dilakukan untuk memperkuat pembuktian karena adanya saksi yang menyaksikan perbuatan hukum tersebut. Jadi, para pihak pun tidak dapat menyangkal keberadaan akta dan perbuatan hukum itu dengan mudah karena adanya saksi. Namun, saksi tersebut juga harus memenuhi syarat, yakni harus
orang yang memiliki kecakapan secara hukum yang artinya sudah dianggap dewasa untuk melakukan perbuatan hukum.33
2.2. Perjanjian jual beli tanah di bawah tangan sebagai pengajuan sertipikat dalam program PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan
Kehidupan masyarakat sehari-hari masih banyak jual beli tanah yang dilakukan antara penjual dan pembeli tanpa campur tangan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau yang biasa disebut jual beli tanah di bawah tangan. Perbuatan jual beli tanah di bawah tangan kadang hanya dibuktikan dengan selembar kwitansi sebagai bukti telah terjadinya jual beli dan tidak sedikit masyarakat yang hanya memiliki bukti kepemilikan atas tanah yang masih atasnama pemilik yang lama (penjual). Praktek jual beli di bawah tangan ini juga terjadi di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan. Berdasarkan data ATR/BPN Kabupaten Tabanan terdapat 104 berkas perjanjian jual beli tanah di bawah tangan pada program PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan.
Guna menjamin kepastian hukum hak atas tanah, pemerintah telah menyelenggarakan pendaftaran tanah secara sistematis dan sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematis adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua
33 Anak Agung Istri Agung dan I Nyoman Sukandia, 2023, Perjanjian Pemberian Kuasa dalam Hukum Perdata Indonesia, Yogyakarta: Relasi Inti Media, hal 57
objek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pemerintah melakukan suatu inovasi dengan membentuk program Pendaftran Tanah Sistematis Lengkap (selanjutnya disingkat PTSL) guna mempercepat pelaksanaan pendaftaran tanah.
Program PTSL diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap selanjutnya disebut dengan Permen Nomor 6 tahun 2018 tentang PTSL. Pada tahun 2017 pemerintah telah mencapai keberhasilan pengukuran sebanyak 5,2 juta bidang tanah.34
Berkaitan dengan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Pemerintah Kabupaten Tabanan melalui Kantor Pertanahan Kabupaten Tabanan penting menyelenggarakan pemerintahannya untuk memberikan kepastian hukum dalam bidang agrariadengan melaksanakan program ini. Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap ini juga membantu masyarakat dalam mempermudah proses pembuatan sertifikat tanah khususnya akibat perjanjian jual beli dibawah tangan yang dilakukan sebelum sampai dengan tahun 1994 dengan melampirkan bukti kwitansi. Jika tidak terdapat kwitansi maka harus dilampirkan dengan surat keterangan dari kepala desa yang menerangkan bahwa memang benar pihak
34 Biro Hukum & Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, 2018, “Program PTSL Pastikan Penyelesaian Sertifikat Tanah Akan Sesuai Target”, URL:xxxxx://xxx.xxx.xx.xx/Xxxxxx/Xxxxxx-Xxxxxxx/Xxxxxxxxxxx-xxxxxxxx- penyelesaian-sertifikat-tanah-akan-sesuai-target-75155, diakses tanggal 1 Oktober 2023.
penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli atas sebidang tanah dengan disaksikan oleh kelian dinas, kelian adat, dan kepala desa.
Desa Belimbing merupakan salah satu desa wisata yang terletak di kawasan Pupuan Kabupaten Tabanan, tepatnya berada disalah satu kaki Gunung Batukaru, gunung berapi tertinggi kedua di Bali. Desa Belimbing berada pada ketinggian 500 – 600 meter dari permukaan laut, sehingga kawasan desa ini berhawa cukup sejuk. Hal ini berimplikasi berbagai tanaman tropis bisa tumbuh dengan baik, sehingga tidak mengherankan kesan hijau akan sangat terasa ketika berada di Desa Belimbing, apalagi ditemani keindahan alam sawah teraseringnya yang sangat menyejukkan mata.
Wilayah Desa Belimbing memiliki karakter berbukit dengan lembah yang dialiri oleh sejumlah sungai. Selain hamparan sawah, di Desa Belimbing juga terdapat lahan perkebunan seperti tanaman cengkeh, kakao, dan sayur- mayur. Desa ini terkenal dengan keindahan sawah teraseringnya yang tak kalah indah dengan yang dapat kita jumpai di kawasan Jatiluwih dan Tegalalang. Luas lahan sawah di Desa Belimbing kurang lebih sekitar 370 Ha yang dibagi menjadi enam subak antara lain: Subak Mas, Subak Gemuh, Subak Nyanglad, Subak Teben Telabah, Subak Duren Taluh, Subak Suranadi.
Desa Belimbing memiliki 8 wilayah banjar diantaranya: Banjar Belimbing Desa, Banjar Beniti, Banjar Belimbing Tegal, Banjar Pemundungan, Banjar Belimbing Anyar, Banjar Belantibah, Banjar Durentaluh dan Banjar Suradadi. Semua kawasan banjar tersebut
menawarkan alam pedesaan yang mengagumkan, pertanian dan perkebunan yang menjadi andalan bagi ini di desa ini.
Desa Belimbing memiliki luas wilayah : 2.606,66 Ha dengan batas –
batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Sanda
Sebelah Timur : Desa Karyasari Sebelah Selatan : Desa Tiyinggading Sebelah Barat : Desa Jelijih Punggang
Desa Belimbing memiliki jumlah penduduk 4.627 jiwa yang terdiri dari 2.251 laki-laki dan 2.376 perempuan yang tersebar dalam 8 delapan banjar dinas yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. Data Persebaran Penduduk Desa Belimbing
No. | Banjar Dinas | Jumlah Penduduk |
1. | Banjar Dinas Pemudungan | 748 |
2. | Banjar Dinas Belimbing Tegal | 332 |
3. | Banjar Dinas Belimbing Anyar | 471 |
4. | Banjar Dinas Beniti | 439 |
5. | Banjar Dinas Belimbing Desa | 876 |
6. | Banjar Dinas Belantibah | 595 |
7. | Banjar Dinas Durentaluh | 550 |
8. | Banjar Dinas Suradadi | 616 |
Mata pencaharian masyarakat di Desa Belimbing dapat dijabarkan dengan data sebagai berikut :
Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Desa Belimbing
No | Mata Pencaharian Penduduk | Jumlah | |
Laki - Laki | Perempuan | ||
1. | Petani | 1289 | 1596 |
2. | Buruh Tani | 250 | 300 |
3. | Pegawai Negeri Sipil | 92 | 27 |
4. | Pedagang Barang Kelontong | 60 | 80 |
5. | Peternak | 70 | 75 |
6. | Montir | 16 | 0 |
7. | TNI | 7 | 0 |
8. | POLRI | 13 | 1 |
9. | Pengusaha Kecil, Menengah, dan Besar | 10 | 0 |
10 | Tukang Kayu | 105 | 5 |
11. | Karyawan Pengusaha Swasta | 135 | 131 |
12. | Wiraswasta | 72 | 85 |
13. | Belum Bekerja | 39 | 36 |
14. | Purnawirawan/Pensiunan | 5 | 0 |
15. | Sopir | 50 | 0 |
16. | Pengrajin Indutri Rumah Tangga Lainnya | 38 | 40 |
Jumlah Total Penduduk | 4.627 |
Adapun struktur organisasi Desa Belimbing dapat dijabarkan pada bagan di bawah ini :
I Ketut Updana
Br. Belantibah
I Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx
Br. Belimbing Desa
I Xxxxx Xxxxxxxxx
Br. Belimbing Tegal
I Gst. Ngr. Xxxxxx Xxxxxx
Br. Pemudungan
Kepala Kewilayahan
Bagan 1. Struktur Organisasi Desa Belimbing
I Gede Xxxxx Xxxxxxx
I Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx
Ni NengahTety Handayani
Kepala Seksi Kesejahteraan
Kepala Urusan Perencanaan
Operator
I Xxxxx Xxxxxxx
Umum
Ni Putu Suastini, X.X
Ni Nengah Seriasih
Kepala Seksi Pelayanan
Kepala Urusan Tata Usaha &
Kepala Urusan Keuangan
I Nengah Sedana
Kepala Seksi Pemerintahan
I Kadek Lanang Tediora, X.Xx
Sekretaris Desa
I Xxxxxx Xxxxxxxx
Xxxxxxxx
I Kadek Lanang Tediora, X.Xx
Sekretaris Desa
Xx. Xxxxxxxxx Xxxxx | Xx. Xxxxxx |
I Nengah Arnita | I Xxxxx Xxxxxxxx |
Br. Durentaluh Adhie. X. Xxxxxxx | Xx. Xxxxxxxx |
I Made Xxxxxxx |
BAB III
Mekanisme Pelaksanaan PTSL 2023 Di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan
3.1. Identifikasi Proses Pelaksanaan PTSL 2023
Dasar pertimbangan hukum perjanjian jual beli tanah di bawah tangan untuk pengajuan sertifikat dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan mencakup 3 aspek, yaitu : dasar pertimbangan hukum secara yuridis, sosiologis, dan ekonomis.
Desa Belimbing merupakan salah satu desa yang telah melaksanakan program PTSL pada tahun 2023 guna mendukung program pemerintah. Adapun pelaksanaan program PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan adalah sebagai berikut:
A. Penyuluhan Kepada Masyarakat
Tahapan ini dilakukan oleh petugas Tim 5 Yuridis Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tabanan di Wantilan Desa Belimbing. Penyuluhan dihadiri oleh masing-masing kelian dinas banjar di lingkungan Desa Belimbing serta beberapa anggota masyarakat. Penyuluhan ini wajib diikuti oleh peserta PTSL.
B. Pendataan Permohonan
Pada tahap ini, petugas akan menanyakan riwayat kepemilikan tanah, seperti pemilik sebelumnya, dasar kepemilikan (apakah warisan, hibah, atau jual beli) dan riwayat pajak (BPHTB dan PPh). Kegiatan pendataan PTSL 2023 di Desa Belimbing dilaksanakan dihari yang sama
setelah proses penyuluhan selesai bertempat di Wantilan Desa Belimbing. Masyarakat yang mendaftarkan tanahnya untuk mengajukan permohonan sertifikat pada program PTSL 2023 di Desa Belimbing berjumlah 2046 berkas, dengan data sebagai berikut:
Tabel 3. Data Jumlah Permohonan Pengajuan Sertifikat
No | Nama Banjar | Jumlah |
1 | Banjar Dinas Pemudungan | 332 |
2 | Banjar Dinas Belimbing Tegal | 134 |
3 | Banjar Dinas Belimbing Anyar | 220 |
4 | Banjar Dinas Beniti | 272 |
5 | Banjar Dinas Belimbing Desa | 357 |
6 | Banjar Dinas Belantibah | 232 |
7 | Banjar Dinas Durentaluh | 323 |
8 | Banjar Dinas Suradadi | 161 |
Dari data tersebut terdapat 134 berkas perjanjian jual beli di bawah tangan dengan data sebagai berikut:
Tabel. 4. Data Perjanjian Jual Beli Tanah di Bawah Tangan Dalam Pengajuan Sertifikat
No | Nama Banjar | Jumlah |
1 | Banjar Dinas Pemudungan | 47 |
2 | Banjar Dinas Belimbing Tegal | 12 |
3 | Banjar Dinas Belimbing Anyar | 8 |
4 | Banjar Dinas Beniti | 12 |
5 | Banjar Dinas Belimbing Desa | 16 |
6 | Banjar Dinas Belantibah | 1 |
7 | Banjar Dinas Durentaluh | 28 |
8 | Banjar Dinas Suradadi | 10 |
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak I Xxxxxx Xxxxxxxx selaku Kepala Desa Belimbing, masyarakat Desa Belimbing masih memilih menggunakan praktek jual beli hak atas tanah di bawah tangan karena prosesnya yang mudah, efisien, praktis, pengetahuan masyarakat terkait jual beli tanah masih rendah dan biayanya lebih murah jika dibandingkan dengan jual beli hak atas tanah yang dilakukan dihadapan PPAT. Hal ini bisa dilihat dari jumlah perjanjian jual beli tanah di Desa Belimbing pada program PTSL 2023 sebanyak 134 berkas dari total 2046 berkas pengajuan.
Mengenai dapat/tidaknya perjanjian jual beli tanah di bawah tangan untuk pengajuan sertifikat tanah pada pelaksanaan PTSL 2023 di Desa Belimbing 2023, Bapak I Xxxxxx Xxxxxxxx menjelaskan bahwa perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dapat digunakan untuk pengajuan sertifikat pada pelaksanaan PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan dengan syarat perjanjian jual beli tanah di bawah tangan tersebut sah secara hukum adat dengan memenuhi 3 syarat, yaitu: terang, tunai, dan riil. Selain itu pada saat pengajuan sertifikat, perjanjian jual beli tanah di bawah tangan harus menyertakan kwitansi sebagai alat bukti telah terjadinya transaksi jual - beli dan surat keterangan dari Kepala Desa Belimbing yang berisikan data transaksi jual beli tanah dari penjual kepada pembeli, luas tanah, tanda tangan para pihak, saksi-saksi dan Kepala Desa Belimbing yang sudah dibubuhi stempel.
Xxxxxxxx ikut sertanya kepala desa dalam jual beli hak atas tanah, Makamah Agung dalam Yurisprudensinya tanggal 13 Desember 1958 No.4/K/RUP/1958 menyatakan bahwa ternyata ikut sertanya kepala desa diharuskan sebagai syarat mutlak oleh hukum adat, hanya percampuran kepala desa atau kesaksian kepala desa itu merupakan faktor yang lebih menyatakan keyakinan bahwa suatu jual beli hak atas tanah adalah sah. Dalam putusan Makamah Agung tanggal 12 Juni 1975 No.952/K/SIP/1975 dalam pertimbangan hukumnya menyebutkan bahwa jual beli menurut hukum adat sah apabila dilakukan secara riil dan tunai serta diketahui oleh kepala desa.
Menurut Bapak I Xxxxxx Xxxxxxxx status hukum jual beli tanah di bawah tangan adalah sah jikalau transaksi jual beli tersebut dilakukan dibawah tahun 1997, jika transaksi dilakukan diatas tahun tersebut maka harus mengikuti peraturan perundang-undangan UUPA, dimana perjanjian jual beli tersebut harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal ini mengacu pada Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997. Selama ini proses jual beli di bawah tangan yang berlangsung di Desa Belimbing ketika kesepakatan terjadi antara penjual dan pembeli, selanjutnya dilaksanakan proses jual beli yang disaksikan oleh Kepala Desa. Hal ini dilakukan untuk menguatkan bahwa telah terjadi peralihan obyek bidang tanah yang dijual. Sejauh ini tidak ada sengketa terkait jual beli tanah di bawah tangan di Desa Belimbing. Jika terjadi masalah biasanya diadakan mediasi terhadap kedua belah pihak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak I Wayan Swaka Anantawijaya selaku Wakil Ketua Bidang Fisik Kantor ATR/BPN Kabupaten Tabanan, beliau mengatakan bahwa perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dapat digunakan untuk pendaftaran sertifikat tanah pada program PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan dengan syarat perjanjian jual beli tanah di bawah tangan tersebut sah secara hukum adat serta melampirkan kwitansi sebagai alat bukti terjadinya proses jual-beli dan surat keterangan dari Kepala Desa yang berisikan data transaksi jual beli tanah dari penjual kepada pembeli, luas tanah, tanda tangan para pihak, saksi-saksi dan Kepala Desa Belimbing yang sudah dibubuhi stempel. Hal ini mengacu pada Pasal 3 Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962, yaitu :
“ Permohonan untuk penegasan tersebut dalam Pasal 1 mengenai hak-hak yang tidak diuraikan di dalam sesuatu hak tanah sebagai yang dimaksudkan dalam Pasal 2, diajukan kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah yang bersangkutan dengan disertai :
a. Tanda bukti haknya, yaitu bukti surat pajak hasil bumi/verponding
Indonesia atau bukti surat pemberian hak oleh instansi yang berwenang.
b. Surat keterangan Kepala Desa, yang dikuatkan oleh Asisten Xxxxxx,
yang :
1. Membenarkan surat atau surat-surat bukti hak itu
2. Menerangkan apakah tanahnya tanah perumahan atau tanah pertanian.
3. Menerangkan siapa yang mempunyai hak itu, kalau ada disertai turunan surat-surat jual beli tanahnya
x. Xxxxx bukti kewarganegaraan yang sah dari yang mempunyai hak, sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 sub b.”35
Menurut penjelasan I Wayan Swaka Anantawijaya status hukum jual beli hak atas tanah di bawah tangan adalah sah dan tetap diakui. Hal ini kembali kepada para pihak, apabila ada salah satu pihak yang tidak sepakat maka transaksi jual beli di bawah tangan dianggap batal. Akan tetapi apabila para pihak sudah sepakat maka transaksi jual beli tersebut dapat didaftarkan pada Kantor ATR/BPN dengan ketentuan sebagai berikut:
• Jika transaksi jual beli di bawah tangan tersebut terjadi sebelum tahun 1997 maka transaksi tersebut adalah sah. Untuk pendaftaran tanah pada PTSL dapat dilakukan dengan melampirkan selembar kwitansi dan surat keterangan dari Kepala Desa sebagai bukti telah terjadinya transaksi jual beli.
• Jika transaksi jual beli hak atas tanah di bawah tangan terjadi diatas tahun 1997 maka transaksi tersebut harus dilakukan
35 Peraturan Menteri Pertanian Dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang Penegasan Konversi Dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah, Pasal 3
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).Hal ini mengacu pada UUPA dan Xxxaturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dalam Pasal 37 angka 1 yang menyebutkan bahwa :
“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah pemasukan dalam perusahanan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya. Kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang Berwenang Menurut Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.”
Selanjutnya beliau menambahkan, berdasarkan data di Kantor ATR/BPN Kabupaten Tabanan terdapat 104 berkas jual beli tanah di bawah tangan yang didaftarkan untuk menunjang PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan. Sejauh ini belum ada pihak yang keberatan/melakukan pengaduan ke Kantor ATR/BPN Kabupaten Tabanan terkait jual beli tanah di bawah tangan. Hal ini dikarenakan jika terjadi keberatan pada salah satu pihak maka dilakukan proses mediasi oleh pihak Desa. Jika proses mediasi berhasil maka pihak tersebut dapat mendaftaran tanahnya pada program PTSL, akan tetapi jika tidak maka pihak tersebut tidak dapat mendaftarkan tanahnya pada program PTSL yang sedang berlangsung di desa tersebut.
Konflik pertanahan menjadi isu nasional karena jumlahnya yang tinggi dan banyaknya kendala dalam penyelesaiannya. Konflik pertanahan
yang rumit dan tak kunjung mereda dewasa ini disebabkan kelemahan regulasi dan adanya kesalahan penerapan hukum pertanahan sehingga dalam pelaksanaannya kepentingan pemegang hak atas tanahtidak terlindungi dengan pasti dan perlindungan hukum bagi seluruh masyarakat merupakan sesuatu yang urgent.36
Masalah jual beli tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Kejujuran atau itikad baik dalam jual beli merupakan faktor yang penting sehingga pembeli yang beritikad baik akan mendapatkan perlindungan hukum yang wajar, sedangkan yang tidak beritikad baik tidak perlu mendapat perlindungan hukum. Perlindungan hukum bagi para pihak sangat diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan menjaga pemenuhan kepentingan serta hak-hak masing-masing pihak. Perlindungan hukum terhadap pemenuhan hak-hak para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi atau ingkar janji dalam perjanjian pengikatan jual beli sangat tergantung kepada kekuatan dari perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat. Jika perjanjian jual beli tanah dibuat dengan akta di bawah tangan maka perlindungannya sesuai perlindungan terhadap akta di bawah tangan. Sedangkan apabila dibuat oleh atau dihadapan notaris maka dengan sendirinya akta menjadi akta Notaril sehingga kekuatan perlindungannya sesuai dengan perlindungan terhadap Akta Otentik.
36 Xxxxxxxx Xxxxxxx, 2015, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Cet:3, Jakarta Selatan: Margaretha Pustaka, hal.62
Teori perlindungan yang dikemukakan oleh Xxxxxxxx X. Xxxxxx, menyebutkan bahwa perlindungan hukum terbagi atas dua, yaitu perlindungan hukum represif dan preventif. Perlindungan hukum represif yaitu perlindungan hukum yang dilakukan dengan cara menerapkan sanksi terhadap pelaku agar dapat memulihkan hukum kepada keadaan sebenarnya. Perlindungan jenis ini biasanya dilakukan di Pengadilan. Kaitannya dengan perlindungan hukum represif bertujuan untuk memberikan keadilan dalam proses persidangan apabila terjadi sengketa hak atas tanah.Sedangkan perlindungan hukum preventif yaitu perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu sengketa. Perlindungan hukum jenis ini misalnya sebelum Pemerintah menetapkan suatu aturan atau keputusan, rakyat dapat mengajukan keberatan, atau dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusan tersebut.37
Pengertian perlindungan hukum lainnya adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Suatu pembentukan peraturan perundang-undangan
37 Xxxxxxxx X. Xxxxxx, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,
Surabaya: PT.Bina Ilmu, hal. 3.
merupakan wujud perlindungan hukum secara preventif, karena mencegah terjadinya sengketa.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan ditemukan bahwa pemerintah memang sangat mengedepankan perlindungan hukum terhadap masyarakatnya. Hal tersebut sesuai dengan wawancara bersama Bapak I Xxxxxx Xxxxxxxx selaku Kepala Desa Belimbing yang mengatakan bahwa perlindungan hukum bagi para pihak sangatlah penting. Terkait dengan jual beli tanah dengan akta di bawah tangan yang dilakukan masyarakat tidak menutup kemungkinan terjadinya masalah yang ditimbulkan oleh hal tersebut dikemudian hari, misalnya wanprestasi. Akan tetapi menurut penuturan dari Bapak I Xxxxxx Xxxxxxxx, sejauh ini belum ada kasus wanprestasi yang timbul akibat perjanjian jual beli tanah di bawah tangan di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan.
Adapun upaya perlindungan yang dapat dilakukan oleh masing- masing pihak antara lain:
1. Perlindungan terhadap pihak penjual
Perlindungan yang dapat dilakukan kepada calon penjual ialah memintakan kepada pihak pembeli agar melakukan pembayaran harga atas obyek perjanjian dengan jangka waktu tertentu yang disertai dengan syarat batal, apabila pihak pembeli tidak memenuhi pembayaran sebagaimana telah dimintakan dan disepakati maka perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah
yang telah dibuat dan disepakati menjadi batal dan pihak penjual tidak berkewajiban untuk mengembalikan pembayaran yang telah dibayarkan kecuali pihak pembeli meminta pengecualian
2. Perlindungan bagi pihak pembeli
Perlindungan yang dapat dilakukan pihak pembeli dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli ialah terlebih dahulu memeriksa keberadaan bukti kepemilikan hak atas tanah/bangunan yang menjadi obyek perjanjian. pihak pembeli pun dapat meminta kepada penjual dapat menjamin bahwa objek perjanjian bebas dari tuntutan, gugatan maupun sitaan maka tanggung jawab berada di pihak penjual. Selain itu pihak pembeli juga meminta kepada pihak penjual adanya pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali apabila semua persyaratan telah terpenuhi untuk melakukan jual beli, maka pihak pembeli dapat melakukan pemindahan hak walaupun pihak penjual tidak hadir dalam penandatanganan akta jual belinya.38
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak I Xxxxxx Xxxxxxxx bahwa selain perlindungan hukum yang disebutkan diatas, perlindungan hukum yang diberikan kepada para pihak yang melakukan jual beli dengan akta di bawah tangan yaitu sebagai berikut:
1. Kedua belah pihak terutama penjual mengakui adanya perjanjian jual beli yang dilaksanakan, dalam hal ini yang paling penting
38 Noviyanti, 2015, Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Tanah, Surabaya, Hal. 45.
mengakui adalah pihak penjual. Jika kedua belah pihak telah mengakui perjanjian jual beli maka perjanjian akta di bawah tangan yang telah dilakukan dianggap sempurna dan kekuatan hukum dari akta di bawah tangan tersebut akan sama dengan akta otentik
2. Apabila salah satu pihak menyangkali bahwa tidak pernah terjadi jual beli maka perjanjian jual beli harus mengacu pada peraturan pemerintah yang berlaku, sepanjang tidak ada bukti lain yang membuktikan.
C. Pengukuran Obyek Bidang Tanah
Proses pengukuran dilakukan oleh petugas ukur dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tabanan. Dari proses pengukuran tersebut didapatkan hasil realisasi fisik sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Realisasi Xxxxx Xxxxukuran PTSL 2023 Desa Belimbing
No | Desa | Realisasi Fisik | ||||
Target | K1 | K2 | K3 | K4 | ||
1 | Banjar Dinas Pemudungan | 332 | 0 | 866 | 547 | |
2 | Banjar Dinas Belimbing Tegal | 134 | 0 | |||
3 | Banjar Dinas Belimbing Anyar | 220 | 0 | |||
4 | Banjar Dinas Beniti | 272 | 0 | |||
5 | Banjar Dinas Belimbing Desa | 357 | 0 | |||
6 | Banjar Dinas Belantibah | 232 | 0 | |||
7 | Banjar Durentaluh | 323 | 0 | |||
8 | Banjar Suradadi | 161 | 0 | |||
Jumlah | 2046 | 0 | 866 | 547 |
Ket: (K1)
(K2)
(K3)
(K4)
: KLUSTER 1 (satu) yaitu bidang tanah yang data yuridisnya memenuhi syarat untuk sampai diterbitkan sertipikat hak atas tanahnya.
: KLUSTER 2 (dua) yaitu bidang tanah yang data yuridisnya memenuhi syarat untuk diterbitkan sertipikat namun terdapat perkara di Pengadilan.
: KLUSTER 3 (tiga) yaitu bidang tanah yang data yuridisnya tidak dapat dibukukan dan diterbitkan sertipikat.
: KLUSTER 4 yaitu bilamana subyek dan obyek tidak memenuhi syarat untuk Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap karena sudah bersertifikat.
Hasil inventarisasi data yuridis dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kluster yang diberi simbol K1, K2, K3, K4 yaitu:
A. Kluster 1 (satu) yaitu bidang tanah yang data yuridisnya memenuhi syarat untuk sampai diterbitkan sertipikat hak atas tanahnya, meliputi:39
1. Tanah Milik Adat
a. Girik, Pipil, Petuk, Verponding Indonesia atau sebutan lain yang sama/berlaku di daerah setempat atas nama peserta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;
b. Girik, Pipil, Petuk, Verponding Indonesia atau sebutan lain yang sama/berlaku di daerah setempat, bukan atas nama peserta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, maka perlu dilengkapi dengan riwayat perolehan tanahnya berupa bukti perolehan tanah di bawah tangan jika perbuatan hukumnya dilakukan sebelum tahun 1997. Akta Peralihan Hak dibuktikan dengan akta PPAT jika
39 Wawancara Dengan I Wayan Swaka Anantawijaya, Wakil Ketua Bidang Fisik Kantor Pertanahan Kabupaten Tabanan, Pada Tanggal 7 Desember 2020, Pukul 13.00 Wita
perbuatan hukumnya dilakukan setelah tahun 1997. Akta Pembagian/Fatwa/Keterangan Waris, Akta Lelang jika diperoleh melalui lelang;
c. Girik, Pipil, Petuk, Verponding Indonesia atau sebutan lain yang sama/berlaku di daerah setempat, yang dijadikan dasar permohonan pengakuan hak harus menunjuk lokasi peserta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, kecuali dalam hal terjadi pemekaran wilayah administrasi pemerintahan (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota);
d. Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah sebagaimana Lampiran Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016, berlaku terhadap semua permohonan (dokumen/berkas yuridis yang lengkap/tidak lengkap/tidak ada sama sekali);
e. Dalam hal tidak terdapat materai didalam surat pernyataan maka berlaku ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai;
f. Identitas subyek peserta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap memenuhi syarat, adalah:
1) Perorangan Warga Negara Indonesia, berupa KTP atau keterangan identitas lainnya;
2) Badan Hukum Sosial keagamaan, berupa Akta Pendirian, pengesahan Badan Hukum;
3) Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah, berupa peraturan perundangan tentang pembentukan Instansi Pemerintah/ Pemerintah Daerah;
4) Nazir, berupa KTP atau keterangan identitas lainnya dilengkapi Akta Ikrar Wakaf atau akta pengganti akta Ikrar Wakaf.
g. Dikuasai dan dimanfaatkan sendiri oleh pemiliknya, baik langsung maupun tidak langsung;
h. Dalam hal tanah yang diajukan merupakan harta bersama yang belum dibagi/dipisahkan dan dimohon oleh salah satu pihak baik dalam masa perkawinan maupun perceraian maka tetap diterbitkan atas nama suami istri;
i. Hal tersebut angka 8 di atas berlaku mutatis mutandis terhadap harta/boedel waris yang belum terbagi;
j. Girik/Pipil/ Petuk/ Verponding Indonesia atau sebutan lain yang sama/berlaku di daerah setempat yang dipergunakan sebagai alat bukti pendaftaran tanah sistematis lengkap yang menunjuk lokasi berbeda dari obyek pendaftaran tanah sistematis lengkap, tidak dapat dipergunakan sebagai dasar pendaftaran tanah dan dokumen/berkas tersebut harus dikembalikan, dan sebagai pengganti adalah Surat Penyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah sebagaimana lampiran II pada Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016.
2. Tanah Negara
a. Surat/Dokumen yang menunjukkan bukti penguasaan fisik;
b. Surat/Dokumen sebagaimana huruf a dilengkapi Surat penyataan penguasaan fisik bidang tanah sebagaimana lampiran II pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016;
c. Dalam hal tanah garapan dimanfaatkan oleh pihak lain atas dasar sewa/perjanjian lain harus dibuktikan dengan adanya surat perjanjian sewa/perjanjian lainnya;
d. Dalam hal tanah yang dimohon dikuasai bersama maka hak tanah dapat diterbitkan atas nama bersama;
e. Tidak termasuk dalam kawasan hutan.
• Kluster 2 (dua) yaitu bidang tanah yang data yuridisnya memenuhi syarat untuk diterbitkan sertipikat namun terdapat perkara di Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016. Panitia Ajudikasi Percepatan melakukan langkah- langkah sebagai berikut:
• Panitia Ajudikasi Percepatan dapat melakukan pembukuan hak dengan mengosongkan nama pemegang haknya;
• Panitia Ajudikasi Percepatan menerbitkan sertipikat hak atas tanah setelah ada putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan amar putusannya menyatakan salah satu pihak sebagai yang berhak;
• Kepala Kantor Pertanahan menandatangani dan menerbitkan sertipikat apabila putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap terbit setelah tahun anggaran kegiatan pendaftaran tanah sistematis berakhir, tanpa mengganti buku tanah yang telah ditandatangani Panitia Ajudikasi Percepatan.
• Kluster 3 (tiga) yaitu bidang tanah yang data yuridisnya tidak dapat dibukukan dan diterbitkan sertifikat karena:
• Subyek Warga Negara Asing, BUMN/BUMD/BHMN, Badan Hukum Swasta, subyek tidak diketahui, subyek tidak bersedia mengikuti pendaftaran tanah sistematis lengkap;
• Obyek merupakan tanah P3MB, Prk 5, Rumah Golongan III, Obyek Nasionalisasi, Tanah Ulayat, Tanah Absente;
• Obyek tanah milik adat, dokumen yang membuktikan kepemilikan tidak lengkap, peserta tidak bersedia membuat surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah.
• Terhadap tanah yang tidak dapat dibukukan dan diterbitkan sertipikatnya dicatat dalam daftar tanah.
• Kluster 4 (empat) yaitu bilamana subyek dan obyek tidak memenuhi syarat untuk Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap karena sudah bersertifikat
X. Xxxxxx Panitia A
Sidang Panitia A ini beragendakan pemeriksaan data yuridis dan lapangan. Sidang ini dilaksanakan oleh petugas yang terdiri dari tiga anggota BPN dan satu orang petugas Desa Belimbing akan mencatat sanggahan, kesimpulan, dan meminta keterangan tambahan dari pemohon. Sidang ini dihadiri oleh pemohon/peserta sertifikat dan penyanding yang berbatasan dengan bidang tanah pemohon. Proses Sidang Panitia A dilaksanakan di Kantor Desa Belimbing dan di masing- masing banjar dinas Desa Belimbing.
E. Pengumuman dan Pengesahan
Selama 14 hari pengumuman persetujuan pengajuan sertifikat tanah ditempel di Kantor Desa Belimbing dan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tabanan. Hasil Sidang Panitia A yang telah disetujui oleh pemohon, para penyanding, dan tidak ada sanggahan dari pihak lain, kemudian disahkan oleh Ketua Panitia Ajudikasi Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap 2023 Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan yang dijabat oleh Bapak I Xxxxx Xxxxxxx, A.Ptnh.
F. Penerbitan Sertifikat
Setelah semua tahap tersebut rampung, maka dilanjutkan dengan pembagian sertifikat. Pembagian sertifikat kepada peserta PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan dilaksanakan dalam 4 tahap yang dijabarkan sebagai berikut:40
Tabel 6. Tahapan Penerbitan Sertifikat
No. | Tahap | Jumlah |
1. | Tahap I | 1.827 |
2. | Tahap II | 51 |
3. | Tahap III | 45 |
4. | Tahap IV | 113 |
Total | 2.046 |
Pembagian sertifikat dibagikan oleh Tim 5 Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tabanan dan dilaksanakan di masing-masing banjar Desa Belimbing Kabupaten Tabanan.
3.2. Perjanjian Jual Beli di bawah tangan digunakan sebagai dasar dalam permohonan Program PTSL
Peralihan hak atas tanah secara di bawah tangan ini dilakukan di hadapan kepala desa oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan jual beli yang dilakukan dihadapan para saksi, kerabat dan tetangga. Peralihan hak atas tanah di bawah tangan ini dilakukan dengan
40 Wawancara Dengan Admin Tim 5 PTSL 2019 Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tabanan Pada Tanggal 7 Agustus 2023, Pukul 10.00 Wita
suatu perjanjian yang dibuat diatas kwitansi yang dibubuhi materai atau kertas segel yang didalamnya dituangkan perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yang harus ditandatangai oleh para pihak dan saksi - saksi. Peralihan hak atas tanah secara jual beli yang dilakukan dengan di bawah tangan, dapat dikuatkan dengan para saksi yang dinyatakan sah menurut Hukum Adat.
Jual beli tanah yang dilakukan di bawah tangan merupakan suatu perjanjian jual beli tanah dalam Hukum Adat dimana perbuatan hukum yang dilakukan berupa pemindahan hak dengan pembayaran tunai, artinya bahwa harga yang disetujui dibayar penuh pada saat dilakukan jual beli tersebut. Surat jual beli tanah yang dilakukan di bawah tangan dapat dijadikan salah satu alat bukti. Sesuai dengan maksud dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962, yaitu :
Permohonan untuk penegasan tersebut dalam Pasal 1 mengenai hak-hak yang tidak diuraikan di dalam sesuatu hak tanah sebagai yang dimaksudkan dalam Pasal 2, diajukan kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah yang bersangkutan dengan disertai :
a. Tanda bukti haknya, yaitu bukti surat pajak hasil bumi/verponding
1. Indonesia atau bukti surat pemberian hak oleh instansi yang berwenang.
b. Surat keterangan Kepala Desa, yang dikuatkan oleh Asisten Xxxxxx,
yang :
1. Membenarkan surat atau surat-surat bukti hak itu
2. Menerangkan apakah tanahnya tanah perumahan atau tanah pertanian.
3. Menerangkan siapa yang mempunyai hak itu, kalau ada disertai turunan surat-surat jual beli tanahnya
x. Xxxxx bukti kewarganegaraan yang sah dari yang mempunyai hak, sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 sub b.
Adapun jual beli yang dilakukan secara di bawah tangan sebagaimana yang dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dengan maksud untuk memindahkan hak atas tanah dengan cara membuat surat perjanjian dengan materai secukupnya dan telah diketahui oleh Kepala Adat atau Kepala Desa atau Lurah. Sedangkan obyek dari jual beli itu sendiri adalah tanah bekas hak milik adat, yaitu tanah-tanah yang dulu dimilliki oleh masyarakat pribumi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, sehingga diatur menurut Hukum Adat. Meskipun tanah yang dijadikan obyek jual beli tidak memiliki alat bukti lain selain surat jual beli yang dibuat secara di bawah tangan, tetapi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, maka tanah tersebut tetap dapat didaftarkan.
Adapun pelaksanaan perjanjian jual beli tanah di bawah tangan adalah sebagai berikut: Pertama, pihak penjual yang memiliki tanah dan pihak pembeli cukup bersepakat atas harga tanah yang dijual tersebut, kemudian pihak pembeli akan memberikan sejumlah uang sebagai tanda
pembayaran kepada pihak penjual dan pihak penjual menyerahkan tanah tersebut tanpa sehelai tanda terima. Mereka melakukannya atas dasar saling percaya dan pihak pembeli langsung menempati tanah dan menggarap tanah yang dibelinya. Transaksi jual beli lisan ini biasanya dilakukan oleh para pihak yang sudah saling mengenal satu sama lain dalam suatu kekerabatan. Kedua, cara transaksi jual beli tanah ini sebenarnya juga dilakukan secara lisan, tetapi sebagai tanda pelunasan pembelian tanah maka pihak pembeli menyerahkan selembar kwitansi yang berisi sejumlah uang yang telah mereka sepakati sebelumnya dengan pihak penjual. Kemudian pihak pembeli akan menempati tanah yang akan dibelinya atau langsung menggarap tanah tersebut.
Ketiga, transaksi jual beli tanah dilakukan dihadapan kepala desa atau lurah. Disini pihak penjual dan pembeli sepakat dengan harga tanah yang akan dijual, dan mereka menghadap kepala desa atau lurah untuk melakukan jual beli tanah tersebut. Setelah waktu dan hari ditentukan oleh kepala desa atau lurah, maka kepala desa atau lurah beserta perangkat perangkat desa datang ke tempat tanah yang akan jual. Selanjutnya tanah tersebut diukur oleh perangkat desa yang disaksikan oleh kepala desa atau lurah, penjual, pembeli dan tetangga sebagai saksi. Data-data tentang pengukuran tanah dicatat oleh perangkat desa dalam ”surat pernyataan”, dimana isi dari surat tersebut adalah transaksi jual beli tanah dari penjual kepada pembeli, luas tanah, tanda tangan para pihak, saksi-saksi dan kepala desa atau lurah yang sudah dibubuhi stempel. Surat pernyataan tersebut tetap disimpan oleh kepala desa atau
lurah, jadi baik penjual maupun pembeli tidak memiliki surat pernyataan jual beli. Hal ini dikarenakan, untuk mengantisipasi kalau surat tersebut hilang, maka kepala desa atau lurah tidak mempunyai arsipnya dan supaya surat bukti itu tidak dapat dipalsukan oleh pihak penjual atau pembeli karena untuk menghindari kalau ada tuntutan dari pihak penjual dan pembeli. Tetapi apabila pihak penjual dan pembeli ingin mempunyai surat jual beli tanah tersebut, maka hanya mendapat foto kopinya saja.
Selain itu, syarat-syarat mengenai asal-usul tanah atau data tanah, dapat diperoleh dari buku C desa, yaitu buku yang ada atau dimiliki oleh desa yang berisi tentang data tanah yang ada di desa yang bersangkutan. Didalam buku C desa tersebut akan terlihat asal-usul kepemiikan tanah.
Transaksi jual beli tanah di bawah tangan masih digemari masyarakat tradisional yang juga kurang akan pendidikan yang setara yaitu melakukan proses jual beli melalui jalan singkat dengan cara tunai dan seketika. Yang dimaksud dengan tunai dan seketika adalah, disaat proses terjadinya transaksi jual beli, setelah terjadinya pelunasan dan pembayaran maka terjadi pula perpindahan hak milik atas obyek jual beli. Padahal untuk kegiatan jual beli tanah atau bangunan berbeda dengan jual beli pada umumnya. Untuk jual beli benda tidak bergerak (tanah atau bangunan) dibutuhkan akta autentik sebagai bukti hukum yang sah terjadinya jual beli, yang selanjutnya dikenal dengan Akta Jual Beli (AJB), tetapi faktanya saat ini masyarakat masih melakukan proses jual beli tanah yang tidak dituangkan ke dalam akta PPAT.
Kegiatan jual beli di bawah tangan hanya dibuktikan dengan selembaran kwitansi sebagai bukti telah terjadi jual - beli. Jual beli dalam hal ini juga sudah memenuhi syarat 1320 KUHPerdata yaitu: kesepakatan kedua belah pihak, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, adanya suatu hal tertentu, adanya sebab yang halal. Tetapi, untuk memperoleh peralihan hak milik atas tanah (balik nama) maka pembeli harus mempunyai akta yang dibuat oleh PPAT karena peralihan hak atas tanah dalam jual beli harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang sudah didaftarkan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan Pasal 19 UUPA Pendaftaran peralihan hak atas tanah dilaksanakan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disingkat PPAT). Hal tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan jabatan PPAT yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Jika dikaji lebih mendalam perjanjian jual beli di bawah tangan tersebut tetap rawan, karena tidak memberikan kepastian hukum. Kepastian hukum adalah keadaan dimana suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak terdapat kekaburan norma atau keraguan (multitafsir) dan logis dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen, yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian hukum
mengandung arti bahwa setiap perbuatan hukum yang dilakukan harus menjamin kepastian hukumnya.
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dapat digunakan dalam PTSL 2023 di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan dengan syarat harus sah secara hukum adat dan memenuhi tiga syarat utama: terang, tunai, dan riil. Selain itu, saat mengajukan sertifikat, perjanjian jual beli tanah di bawah tangan harus dilengkapi dengan kwitansi sebagai bukti transaksi jual-beli dan surat keterangan dari Kepala Desa Belimbing yang berisi data transaksi jual beli tanah dan tentu harus berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
2. Penggunaan perjanjian jual beli tanah di bawah tangan dalam program PTSL 2023 di Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, didasarkan pada beberapa aspek. Pertama, dari segi dasar yuridis, mengacu pada peraturan dan undang- undang terkait hak atas tanah dan administrasi pemerintahan. Selain itu, aspek dasar sosiologis diperhitungkan karena masyarakat Desa Belimbing masih mengikuti hukum adat dalam transaksi tanah. Terakhir, dari segi ekonomis, perjanjian ini dianggap lebih ekonomis dibandingkan dengan perjanjian dihadapan PPAT karena biayanya lebih rendah. Oleh karena itu, langkah ini sesuai dengan
kondisi hukum, sosial, dan ekonomi yang ada. Adapun kendala yang dihadapi dari pelaksanaan PTSL ini diantaranya masalah hukum dan pemilikan tanah tradisional, kuranganya kesadaran masyarakat akan pendaftaran tanah ini melalui program PTSL dan resistensi dari pemilik tanah.
4.2. Saran
1. Bagi Masyarakat diharapkan kesadaran dari masyarakat untuk tidak melakukan jual beli tanah dengan akta di bawah tangan, tetapi melakukan jual beli dengan akta otentik. Karena menurut hukum kekuatan akta otentik itu sempurna dan dapat menjadi bukti yang sah dalam perkara persidangan.
2. Kepala desa selaku pejabat yang paling dekat dengan masyarakat hendaknya dapat memberikan perhatian khusus terhadap masyarakat terkait perjanjian jual beli tanah. Kepala desa hendaknya sering mengadakan penyuluhan-penyuluhan hukum mengenai peraturan yang berlaku bagi kepentingan masyarakat banyak maupun masyarakat sebagai pihak yang akan melakukan pengalihan atau pihak yang akan menerima hak dari perjanjian jual beli hak atas tanah tersebut. Selain itu masyarakat selaku pihak yang terlibat dalam perjanjian jual beli tanah hendaknya lebih aktif mencari informasi terlebih dahulu pada Kantor Pertanahan setempat sebelum melakukan perjanjian jual beli tanah.
DAFTAR BACAAN
BUKU-BUKU
Xxx Xxxxxxx, 2009, Pokok-Pokok Metodelogi PenelitIan Hukum Empiris Murni, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta.
Xxxxxx Xxxxxx, 2007, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta.
Xxxxxx Xxxxxx, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Cetakan keempat Jakarta: Sinar Grafika.
Anak Agung Istri Agung dan I Nyoman Sukandia, 2023, Perjanjian Pemberian Kuasa dalam Hukum Perdata Indonesia, Yogyakarta: Relasi Inti Media.
X.X. Xxxxxxxxxxan, 1999, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997) Dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998), Cet. 1, Bandung, Mandar Maju.
Xxxxxxxx Xxxxxxx, 2014, Opini Kebijakan Agraria, Pustaka Margareta, Jakarta.
Xxxxxxxx Xxxxxxx, 2015, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Cet:3, Jakarta Selatan: Margaretha Pustaka.
Xxxxx Xxxxxxx,2005, Hukum Agraria Indonesia, Edisi Revisi, Djambatan, Jakarta. Xxxxxxx, 2016, Kepastian Hukum Akta Dibawah Tangan Dalam Perspektif
Kewenangan Notaris, Tangerang.
X.X. Xxxx, 2019, Hukum Agraria Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Husni, 2009, Tinjauan Umum Mengenai Hontrak, Malang.
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx, 2010, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta.
Xxxxxx Xxxxx, 2005, KUHPerdata Buku III Hukum Perikiitan dengan Penjelasan, PT. Alumi Bandung.
Xxxxxxxx, Juni 2020, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, UPT. Mataram University Press, Mataram.
Xxxxxx dan Xxxxxxxx, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Tarsito. Xxxxx Xxxxxxxxx, 2007, Sistem hukum dan pembangunan hukum, Yogyakarta.
Noviyanti, 2015, Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Tanah, Surabaya.
Xxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx, 2015, Kekuatan Akta Di Bawah Tangan Sebagai Alat Bukti Di Pengadilan, Jakarta.
Xxxxxxxx X. Xxxxxx, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,
Surabaya: PT.Bina Ilmu.
Xxxxx XX, 2008, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika.
Xxxxxxxxx Xxxxxx, 2004, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, Jakarta: Sinar Grafika.
Xxxxxxxx Xxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx, 2008, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sudikno, 2008, Ilmu Hukum, Penerbit Liberty, Yogyakarta. Xxxxxxxxx, 2007, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.
Xxxx Xxxxxxx, 2005, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, PT. Fajar Interpratama
Mandiri, Jakarta
JURNAL
Xxxxxxi, P. R. D., Xxxx, T. S., & Xxxxxxxxxxxxxx, 2015, Keabsahan Jual Beli Hak Atas Tanah Dibawah Tangan Kabupaten Sragen ( Tinjauan Beberapa Kasus Terkait di Pengadilan Negeri di Surakarta ). Jurnal Repertorium, Vol.2.
Ranitya Ganindha,2016, Urgensi Pembentukan Kelembagaan Bank Tanah Sebagai Alternatif Penyediaan Tanah Bagi Masyarakat Untuk Kepentingan Umum, Jurnal Arena Hukum, Vol. 9.
Xxxxxxxxxxxxx, N. N. P., & Xxxxxxx, X. X. X, 2018, Peralihan Hak Milik Atas Tanah Melalui Perjanjian Jual Beli Dibawah Tangan, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol 7
Xxxxxxxx, A. T., Xxxxxxxx, S., & Xxxxxxxxx, R. (2021), Problematika Keabsahan Jual Beli Tanah di Bawah Tangan Tanah di Kawasan Transmigrasi Jurnal Tunas Agraria, Vol.4
Wilan, 2018, Perjanjian Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Dengan Menggunakan Akta Di Bawah Tangan (Studi Di Desa Padang Pulau Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan), Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Vol.1
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok Agraria. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
Peraturan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. Sk. 26/DDA/1970 tentang Penegasan KonversiPendaftaran Berkas Hak-hak Indonesia Atas Tanah.
XXXXXXXXXX
Xxxx Hukum & Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, 2018, “Program PTSL Pastikan Penyelesaian Sertifikat Tanah Akan Sesuai Target”, URL:xxxxx://xxx.xxx.xx.xx/Xxxxxx/Xxxxxx-Xxxxxxx/Xxxxxxxxxxx-xxxxxxxx- penyelesaian-sertifikat-tanah-akan-sesuai-target-75155, diakses tanggal 28 September 2023.
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Persebaran Penduduk Desa Belimbing Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Desa Belimbing Tabel 3. Data Jumlah Permohonan Pengajuan Sertifikat
Tabel 4. Data Perjanjian Jual Beli Tanah di Bawah Tangan Dalam Pengajuan Sertifikat.
Tabel 5. Hasil Realisasi Xxxxx Xxxxukuran PTSL 2023 Desa Belimbing.
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Struktur Organisasi Desa Belimbing