PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DI BAWAH TANGAN BERDASARKAN PASAL 1458 KITAB UNDANG – UNDANG HUKUM PERDATA DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2021 TENTANG HAK PENGELOLAAN, HAK ATAS TANAH SATUAN RUMAH SUSUN DAN PENDAFTARAN TANAH
PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DI BAWAH TANGAN BERDASARKAN PASAL 1458 KITAB UNDANG – UNDANG HUKUM PERDATA DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2021 TENTANG HAK PENGELOLAAN, HAK ATAS TANAH SATUAN RUMAH SUSUN DAN PENDAFTARAN TANAH
Xxxx Xxxx Xxxxxxx, Universitas Langlangbuana
ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh maraknya yang melakukan jual beli hak atas tanah secara di bawah tangan sehingga untuk mendapatkan kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah tersebut masih sulit didapatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan perjanjian jual beli tanah di bawah tangan, upaya hukum dan cara penyelesaian dari jual beli tanah di bawah tangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode pendekatan berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, yaitu menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang diharapkan dapat memberikan gamnaran secara rinci, sistematis, dan menyeluruh mengenai segara yal yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti, yakni kaitannya dengan tinjauan yuridis mengenai perjanjian jual beli tanah di bawah tangan berdasarkan pasal 1458 KUHPerdata dihubungkan dengan peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2021. Hasil dari penelitian ini, dalam peraturan ini Penerapan perjanjian jual beli hak atas tanah dapat diperoleh dalam masyarakat melalui peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Dasar jual beli tanah dapat ditinjau dari suatu perspektif undang-undang maupun peraturan pemerintah, jual beli tanah yang sah adalah jual beli yang dilakukan dihadapan pejabat pembuat akta tanah yang mempunyai suatu kewenangan yang telah diatur dari suatu peraturan ataupun bisa disebut dengan adanya pengesahan akta otentik yang dilakukan pejabat berwenang. Sesuai dengan Pasal 1458 KUHPerdata bahwa jual beli yang telah dilakukan antara penjual dan pembeli sepakat tentang barang dan harga walaupun barang belum diserhkan dan harga belum diterima. Upaya hukum pembeli terhadap jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara bawah tangan, apabila timbul sengketa antara pihak penjual dan pihak pembeli maka akta di bawah tangan masih dapat disangkal dan baru mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna apabila diakui oleh kedua pihak atau dikuatkan lagi dengan alat bukti lainnya. Apabila terjadinya suatu transaksi jual beli tanah hingga menimbulkan suatu perkara sampai ke Pengadilan maka sebelum akan menjatuhkan putusannya, hakim harus melakukan tiga tindakan secara bertahap yaitu mengkonstatir, mengkualifikasikan, dan kemudian mengkonstituir agar putusan yang diberikan oleh hakim dapat memberikan pertimbangan tentang benar tidaknya suatu peristiwa atau menentukan hukumnya
Kata kunci : Penerapan perjanjian, jual beli tanah di bawah tangan, Upaya hukum
tanah dalam segala hal, tetapi hanya mengatur salah satunya, yaitu tanah dalam
PENDAHULUAN
Perubahan sosial dalam masyarakat mengubah hubungan antara pemilik tanah dan objek tanah. Perubahan ini dibantu oleh perkembangan masyarakat yang menggunakan tanah untuk kemakmuran tetapi juga mengolah tanah sebagai komoditas dan objek spekulasi. Perubahan sosial ini memiliki efek tidak langsung pada cara kepemilikan tanah diperoleh.
Tanah adalah bagian dari bumi, yang disebut permukaan. Tanah yang dimaksudkan disini tidak mengatur tentang
pengertian yuridis yang disebut hak. Disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), berdasarkan hal menguasai negara tersebut dalam Pasal 2 bahwa permukaan bumi yang disebut tanah mempunyai bermacam-macam hak yang terdiri dari sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, maupun bersama dengan orang-orang lain, diberikan,
disumbangkan, serta badan-badan hukum.1 Hak atas tanah dapat diperoleh
dalam masyarakat melalui peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum berkaitan dengan perolehan hak atas tanah melalui pewarisan. Sedangkan perbuatan hukum lebih sering dilakukan dengan pemindahan hak, yaitu jual beli, tukar menukar, hibah, pemberian menurut hukum adat, pemasukan dalam perusahaan atau inbreng, hibah wasiat atau legaat.
Pada prinsipnya jual beli hak atas tanah diatur dalam Pasal 26 Undang- Undang Pokok Agraria yang mengacu pada jual beli hak milik atas tanah. Ketentuan tersebut juga dimuat dalam pasal-pasal lain, tetapi dalam hal ini jual beli tidak disebutkan, melainkan disebut sebagai bentuk peralihan. Peralihan adalah perbuatan hukum yang disengaja memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar menukar dan hibah wasiat. Walaupun pasal tersebut hanya menyebutkan pengalihan, namun termasuk dalam pengalihan hak atas tanah yang berkaitan dengan perdagangan dan penjualan. Lembaga jual beli hak atas tanah adalah suatu perbuatan hukum yang berlangsung dalam bentuk uang, sehingga jual beli hak milik merupakan suatu kepentingan antara pembeli dan penjual. Apabila para pihak menggunakan hak atas tanah sebagai akibat dari surat perintah jual beli, maka hak atas tanah pada umumnya beralih kepada pembeli sebelum dibuatnya akta tanah atau PPAT.2
Tujuan hukum adalah memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat, karena Xxxxxxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxx yang mengajarkan bahwa kepastian hukum dan keadilan merupakan tujuan dari sistem hukum3. Mengingat
1 Urip Santoso, Hukum Agraria, Kencana, Jakarta, 2017, hlm 9.
2Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxx, “Akibat Hukum Jual Beli Atas Tanah Dengan Sertifikat Hak Milik Dalam Akta di Bawah Tangan”, Universitas Dharmawangsa, 2021, hlm 202.
xxxxx://xxxxxx.xxxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxxx a/article/view/1212/1024 (23 Januari 2023, Pukul
11.00 WIB)
3 Indri Hadisiswati, “Kepastian Hukum Dan Perlindungan Hak Atas Tanah”. Jurnal AHKAM, Vol 2 No. 1, 2014, hlm. 120, xxxx://xxxxxxxx.xxxx-
pentingnya kepastian hukum dalam segala peralihan hak atas tanah sebagai akibat jual beli hak atas tanah maka oleh UUPA wajib mendaftarkan peralihan hak yang berkaitan dengan jual beli itu. Dalam prakteknya masyarakat masih berusuran dengan jual beli tanah di bawah tangan yaitu jual beli hak atas tanah antara penjual dan pembeli yang dilakukan dengan beberapa saksi4.
Masih banyak masyarakat yang melakukan jual beli tanah di bawah tangan, sehingga pembeli tidak menerima sertifikat hak milik setelah penjualan dan sulit untuk mendaftarkan pengalihan hak atas tanah atau pengalihan nama sertifikat.
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Perjanjian
Istilah dari kata perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. yang mengandung unsur perbuatan satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih dan mengikatkan dirinya. Perjanjian merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Selain itu, merupakan suatu peristiwa hukum di mana seseorang berjanji kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal5.
Perjanjian merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti jual beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha dan sebegitu jauh menyangkut tenaga kerja.
2. Macam – Macam Perjanjian
xxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxx/xxxx/0 85/496, (23 Januari 2023, Pukul 15.00 WIB)
4 Silviana, “Kajian tentang Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Melaksanakan Pendaftaran Tanah”’, Pandecta Research Law Journal, 2012, hlm.115-120.
xxxxx://xxxxxxx.xxxxx.xx.xx/xxx/xxxxx.xxx/xxxxxxxx/x rticle/download/2371/2424 (25 Januari 2023,
Pukul 10.00 WIB)
5 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Hukum Perdata Mengenai Perikatan, Utama, Jakarta, 2014, hlm 47.
Perjanjian atau perikatan dapat diartikan sebagai suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara yang memberi hak dan yang menuntut sesuatu hal dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan itu. Macam-macam perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tertulis, sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan yaitu kesepakatan antar pihak.6
3. Unsur – Unsur Perjanjian
Unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx sebagai berikut:
1. Ada pihak-pihak. Dalam hal ini pihak yang dimaksud adalah subyek perjanjian yang paling sedikit terdiri dari dua orang atau badan hukum dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum berdasarkan undang-undang.
2. Ada persetujuan. Dalam hal ini persetujuan dilakukan antara pihak-pihak yang bersifat tetap dan bukan suatu perundingan.
3. Ada tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini yang dimaksud merupakan bahwa tujuan dari pihak kehendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.
4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini yang dimaksud prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak- pihak yang sesuai dengan syarat-syarat perjanjian
mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.
6 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,
PT Intermasa, Jakarta, 2013, hlm. 122.
7 Xxxxx, X. X., Aplikasi Quick Response Code (QR Code) untuk Pelayanan Pendaftaran
5. Ada syarat-syarat tertentu. Dalam hal ini syarat menurut undang-undang agar suatu perjanjian atau kontrak dapat menjadi sah.
4. Syarat – Syarat Sah Perjanjian
Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya empat syarat sahnya suatu perjanjian apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Kesepakatan, merupakan sepakatnya para pihak yang mengikatkan diri, yang berarti kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan harus dinyatakan dengan tegas atau secara diam. Dengan demikian, suatu perjanjian itu tidak sah apabila dibuat atau didasarkan kepada paksaan, penipuan atau kekhilafan.
b. Kecakapan, yaitu membuat suatu perjanjian, menurut hukum kecakapan termasuk kewenangan untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya dan menurut hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Adapun orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan orang di bawah pengampuan.7
x. Xxxxx hal tertentu, menurut KUHPerdata hal tertentu adalah:
1) Suatu hal tertentu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian adalah harus suatu hal atau barang yang cukup jelas atau tertentu yaitu paling sedikit ditentukan jenisnya
2) Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok
Tanah Pertama Kali, Tunas Agraria, 2019, hlm.124-138. xxxxx://xxx.xxx/00.00000/xxx.x0x0.00
suatu perjanjian, contohnya jual beli tanah harus jelas ukuran luas tanah dan letak dimana tempatnya
d. Suatu sebab yang diperbolehkan, meskipun siapa saja dapat membuat perjanjian apa saja, tetapi terdapat pengecualiannya yaitu sebuah perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketentuan umum, moral dan kesusilaan.8
5. Pengertian Jual Beli Tanah
Sesuai dengan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain yang membayar harga yang telah dijanjikan.
Jual beli terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu jual dan beli yang memiliki arti bertolak belakang. Jual memiliki arti bahwa menunjukkan adanya perbuatan menjual, sedangkan beli menunjukkan adanya perbuatan membeli. Jual beli menujukkan adanya perbuatan dalam suatu peristiwa yaitu suatu pihak menjual dan pihak lainnya membeli, maka dalam hal ini terjadilah aturan jual beli.
Setelah berlakukanya UUPA, pengertian jual beli tanah bukan lagi suatu perjanjian seperti dalam Pasal 1457 jo Pasal 1458 KUHPerdata Indonesia. Jual beli tanah yang sekarang memiliki pengertian yaitu di mana pihak penjual menyerahkan tanah dan pembeli membayar harga tanah, maka berpindahlah hak atas tanah itu kepada pembeli. Perbuatan hukum perpindahan hak ini bersifat tunai, terang dan riil.9
6. Pengertian Di Bawah Tangan
Perjanjian di bawah tangan merupakan perjanjian yang dibuat sendiri
8 Ibid., hlm.16.
9 Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2015, hlm 113.
10 Xxxxxxx, R. “Kekuatan Akta di Bawah Tangan Sebagai Alat Bukti di Pengadilan”.
oleh para pihak yang berjanji tanpa ada suatu standar baku tertentu dan hanya disesuaikan dengan kebutuhan para pihak yang tidak menyangkal dan mengakui adanya perjanjian tersebut.10 Di kehidupan masyarakat tak terlepas dengan suatu perjanjian dan juga dikenal sebagai bukti dalam perjanjian yaitu akta di bawah tangan.
7. Syarat – Syarat Jual Beli Tanah
a. Tunai, unsur tunai dari jual beli tanah dengan perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah dari penjual ke pembeli atau pembayaran harga jual beli oleh pembeli kepada penjual. Sehingga dengan hal itu jual beli tanah selesai, dengan harga yang dibayarkan itu tidak harus lunas, selisih harga dianggap sebagai hutang pembeli kepada penjual yang termasuk dalam lingkup hutang piutang bukan hukum pertanahan.
x. Xxxx, unsur ini berarti kehendak yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan nyata, seperti telah menerima uang dari pembeli dan dibuatnya perjanjian di hadapan pejabat berwenang.
c. Terang, unsur ini dapat dikatakan perbuatan hukum terang apabila dilakukan di hadapan pejabat berwenang untuk memastikan jika perbuatan itu tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.11
8. Tata Cara Jual Beli Tanah
Berikut tata cara jual beli tanah dengan membuat AJB di antaranya:
a. Pemeriksaan sertifikat dan surat tanda terima setoran PBB
b. Persetujuan suami/istri, hal ini dilakukan apabila penjual sudah menikah.
xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxxx/000000
-ID-kekuatan-akta-di-bawah-tangan-sebagai-al.pdf. (27 Januari 2023, 13.00 WIB)
11 Xxxxx X.X. Xxxxxxxxx, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Buku Kompas, Jakarta, 2013, hlm.119.
c. Biaya pajak dan pembuatan AJB, dalam hal ini penjual harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) dan juga pembeli harus membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
d. Pembuatan dan penandatanganan AJB dibacakan dan dijelaskan oleh PPAT. Jika penjual dan pembeli menyetujui isi AJB maka akan ditandatangani oleh penjual, pembeli, saksi dan PPAT.
e. Setelah AJB ditandatangani, sertifikat baru akan bisa dibalik nama oleh pembeli, dengan melapirkan berkas yang perlu diserahkan untuk proses balik nama yang meliputi dokumen pribadi pembeli dan penjual.12
9. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah merupakan rangkaian pelaksanaan yang dilaksanakan oleh Pemerintah secara berkepanjangan, berlanjut serta teratur diantaranya yaitu dengan mengumpulkan, mengolah, membukukan, serta menyajikan data fisik dan data yuridis, yang disajikan dengan peta dan daftar, terkait bidang- bidang tanah dan satuan rumah susun, termuat juga penyerahan atas surat tanda bukti hak-hak miliknya untuk bidang tanah yang telah memiliki haknya dan hak kepemilikan dalam satuan rumah susun dan juga hak khusus yang menyulitkannya.13
10. Tujuan Pendaftaran Tanah
Pada dasarnya tujuan pelayanan pendaftaran tanah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran pemerintahan dalam
12 Niken dan Xxx Xxxxxxxxxx, “Tahapan Jual Beli”, 2020, xxxx://xxxxxxxxxx.xx/0xxxxxxxxx/0000/00/00/xxxxxxx- jual-beli-tanah/ (27 Januari 2023, Pukul 19.00 WIB)
mengelola pertanahan adalah catur tertib pertanahan, yaitu tertib pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah, dan pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup. Pendaftaran hak atas tanah merupakan hak untuk pembukuan suatu hak atas tanah dalam daftar buku tanah, yang berfungsi untuk menjamin kepastian hukum dimana PPAT mempunyai peranan penting.
Tujuan pendaftaran tanah di atur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dapat dengan mudah membuktikan sebagai pemegang hak akta sehingga dalam hal ini para pemegang hak diberikan sertifikat sebagai surat tanda bukti pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh undang-undang.
11. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan melalui dua cara yaitu:
a. Pendaftaran tanah sistematik, merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum di daftar dalam wilayah suatu desa atau kelurahan. Pendaftaran tanah ini diselenggarakan atas inisiatif pemerintah berdasarkan suatu rencana kerja jangka panjang tahunan
b. Pendaftaran tanah sporadik, merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam
13 Lisnadia Xxx Xxxxxx, Xxxxxxxxx, Xxx Wulan Titik Andari, “Pentingnya Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali Dalam Rangka Perlindungan Hukum Kepemilikan Sertifikat Tanah”, Jurnal Tunas Agraria, 2022,hlm 200.
wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau masal. Pendaftaran tanah ini dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan.14
12. Sistem Pendaftaran Tanah
Terdapat dua jenis sistem publikasi dalam pendaftaran tanah, yaitu:
a. Sistem publikasi positif menggunakan sistem pendaftaran hak, dengan adanya register atau buku tanah sebagai penyimpanan dan penyajian data yuridis. Pencatatan nama seseorang dalam register sebagai pemegang hak membuat seseorang menjadi pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, bukan perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan. Sehingga dengan adanya sistem publikasi positif ini negara menjamin kebenaran data yang disajikan. Oleh karena itu, jika suatu negara menggunakan sistem publikasi positif, maka sertifikat yang dikeluarkan adalah mutlak dalam kekuatan
pembuktiannya, karena sertifikat merupakan tanda bukti hak pemegang atas hak tanah.
b. Sistem publikasi negatif, dalam sistem ini sahnya perbuatan hukum yang dilakukan menentukan berpindahnya hak kepada pembeli, bukan pendaftarannya. Pendaftaran tidak membuat orang yang memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak menjadi pemegang hak yang baru. Sistem ini dapat melindungi pemegang hak yang
14 Saputri, M. A, Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Rangka Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (Studi Kasus di Desa Kucur
sebenarnya, karena pemegang hak yang sebenarnya dapat menuntut kembali haknya meskipun telah terdaftar atas nama orang lain. Dalam sistem publikasi negatif berlaku asas nemo plus juris, yaitu orang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa yang dia sendiri punya. Oleh karena itu, negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan.15
PEMBAHASAN
Penerapan jual beli tanah pada contoh kasus pertama yaitu jual beli tanah di bawah tangan dalam putusan nomor 189/Pdt.G/2020/PN SKt. Berawal dari tergugat (Xxxxxxxxxx) bahwa pada tanggal 2 Januari 1999 telah menjual sebidang tanah dan bangunan (rumah) SHM No.3273 atasn nama Xxxxxxxxxx dengan luas kurang lebih 78M2 yang berlokasi di Gulon, RT.004/RW.021 Kel Jebres, Kec Jebres, Kota Surakarta kepada penggugat (Kristianti Sri Rahayu). Tergugat Xxxxxxxxxx menjual objek tersebut kepada penggugat secara dibawah tangan dengan harga Rp 35.000.000. Pembayaran yang dilakukan Kristianti dilanjutkan dengan penyerahan fisik objek beserta SHM No. 3273. Xxxxxxxxx menempati dan menguasai tanah dan bagunan, tetapi sertifikat hak miliki atas tanah itu masih atas nama Xxxxxxxxxx. Xxxxxxxxx dijanjikan bahwa SHM tersebut akan dibalik nama di notaris/PPAT setempat, namun hingga saat ini tidak dapat menyelesaikan proses administrasi untuk mendaftarkan peralihan hak atas tanah atau pengalihan nama karena Xxxxxxxxxx sudah tidak diketahui keberadaannya sebagai tergugat.
Contoh kasus kedua jual beli tanah di bawah tangan yaitu dalam putusan nomor 425/Pdt.G/2020/PN Prp yaitu X.Xxxxx (Penggugat) dan Sidin (Tergugat). Berawal pada tahun 1996 pemerintah mengadakan program transmigrasi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera, kemudian Sidin mendapatkan sebidang tanah untuk lahan pertanian dengan bukti kepemilikan SHM No 01201/Kota Raya,
Kecamatan Dau Kabupaten Malang), Universitas Muhammadiyah, Malang, 2019, hlm15.
15 Xxxxx Xxxxxxx, loc.cit, hlm. 113.
kemudian pada tahun 1999 Xxxxx menjual tanah tersebut kepada X.Xxxxx saat itulah terjadi jual beli di bawah tangan. Sehingga X.Xxxxx mengajukan gugatan untuk pengalihan nama sertifikat dengan bukti Surat Keterangan Kepala Desa Kota Raya, Kecamatan Xxxxx Xxxxxxxxxx Kabupaten Rokan Huku dengan nomor: 140/KR-UM/965/VII/2020.
Dari kedua kasus tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua tergugat adalah penjual yang tidak beritikad baik karena tidak melakukan kewajiban sepenuhnya yang telah dituangkan dalam perjanjian diawal transaksi sehingga penggugat atau pembeli tidak mendapatkan haknya yaitu sertifikat atas tanah tersbut. Dari kedua kasus tersebut jika dikaitkan dengan Pasal 1458 KUHPerdata dalam kasus tersebut telah terjadi jual beli yang sah antara kedua belah pihak karena sudah mencapai kesepakatan sebelum adanya transaksi.
Apabila dihubungkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan, hak atas tanah, satuan rumah susun dan pendaftaran tanah, bukti – bukti yang telat didapatkan dalam transaksi jual beli tanah tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk pendaftaran tanah, yang dimana bukti
- bukti tersebut digunakan sebagai petunjuk dalam melakukan proses pembuatan Akta Jual Beli terlebih dahulu sebagai dasar pengalihan untuk melakukan pendaftaran tanah, yang dimana Akta Jual Beli tersebut dibuat oleh Pejabat yang berwenang atau PPAT, yang kemudian AJB, kwitansi, surat keterangan desa dan surat - surat lainnya tersebut dapat dilampirkan untuk melengkapi syarat - syarat dalam melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang nantinya akan dilakukan proses balik nama sertifikat di kantor pertanahan setempat, sehingga nantinya sertifikat tersebut sudah beralih kepada pemilik atau pembeli yang terbaru. Selain itu seperti yang tercantum dalam PP Nomor 18 Tahun 2021 yang merupakan pembaruan dari PP No. 24 Tahun 1997 penyelenggaraan pelaksanaan pendaftaran tanah dapat dilakukan secara elektronik,. Pengaturan Penerapan pendaftaran tanah elektronik dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan sistem elektronik yang dibangun oleh kementerian BPN (Badan Pertanahan Nasional). Hasil pendaftaran tanah elektronik itu berupa data, informasi elektronik, dan dokumen elektronik yang mana hasil cetaknya dapat dijadikan alat
bukti hukum yang sah.
Upaya penyelesaian untuk menjaga kepastian hukum terhadap tanah maka pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan berkewajiban melindungi status hukum dari tanah yang dimiliki oleh penduduk Indnesia.
Jual beli tanah di bawah tangan masih sering terjadi hal ini terjadi karena tidak banyak uang yang harus dikeluarkan untuk melakukan transaksi jual beli yang rumit. Dengan menghadirkan baik penjual maupun pembeli, tokoh adat atau kepala desa maupun tetangga serta menandatangani surat pernyataan, maka proses jual beli tanah dianggap sah. Hal ini menimbulkan kesan bahwa jual beli tanah dianggap tetap sah apabila sudah ada bukti hitam di atas putih, padahal hanya berupa kuitansi yang di tandatangani oleh kedua belah pihak antara penjual dan pembeli tanpa memahami akibat hukumnya.
Namun, jual beli tanah di bawah tangan yang dilakukan atas dasar saling percaya pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi mereka yang terlibat, karena tidak memiliki bukti yang mengikat secara hukum berupa akta atau sertifikat tanah. Hal ini akan sangat merugikan pembeli, karena pihak pembeli tidak mempunyai jaminan hukum dalam peralihan hak atas tanah yang diperolehnya. Secara normatif sertifikat yang sudah dibelinya belum ada bukti peralihan hak atas tanah yang bersangkutan dan sertifikat masih atas nama pihak penjual, meskipun telah diserahkan kepada pihak pembeli.
Jual beli tanah dan bangunan secara di bawah tangan tidak memenuhi syarat formil pengalihan hak atas tanah. Selain syarat formil yang harus dipenuhi maka jual beli harus memenuhi syarat materiil. Syarat materiil inilah yang mendasari dapat dilaksanakan atau tidaknya syarat formil. Syarat materiil menentukan akan sah atau tidaknya jual beli tanah dan bangunan. Syarat pertama yaitu seorang pembeli harus orang yang berhak membeli tanah yang bersangkutan atau seorang pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya. Menurut Pasal 21 UUPA, yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya warga negara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah. Syarat kedua pemilik sah dari hak atas tanah tersebut atau orang yang mempunyai kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum terhadap tanah yang bersangkutan. Syarat ketiga, tanah sebagai obyek jual beli tidak sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh diperjual belikan. Tanah yang tidak sedang dalam sengketa mengandung makna bahwa tanah tersebut sedang tidak diragukan kepemilikannya.
Jual beli yang dilakukan dibawah tangan diperbolehkan bilamana telah memenuhi syarat yang ada pada pasal 1320 KuhPerdata, yaitu adanya kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang diperbolehkan. Akan tetapi hal tersebut menjadikan ketidak adanya suatu kepastian hukum seperihalnya dalam peralihan hak atau status yang mau dibalik nama pada sertifikat tidak bisa dikarenakan tidak terdaftarnya di pejabat pembuat akta tanah.
Upaya hukum pembeli terhadap jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara di bawah tangan, apabila timbul sengketa antara pihak penjual dan pihak pembeli maka akta di bawah tangan masih dapat disangkal dan baru mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna apabila diakui oleh kedua belah pihak atau dikuatkan lagi dengan alat bukti berupa akta jual beli tanah yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah. Oleh karenanya, dikatakan bahwa akta di bawah tangan merupakan permulaan bukti tertulis. Akta jual beli merupakan dokumen yang membuktikan adanya peralihan hak atas tanah dari pemilik sebagai penjual kepada pembeli sebagai pemilik baru. Pada prinsipnya jual beli tanah bersifat terang dan tunai, yaitu dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan harganya telah dibayar lunas. Hal yang dilakukan PPAT sebelum transaksi dilakukan adalah pemeriksaan sertifikat hak atas tanah yang bertujuan agar memastikan bahwa tanah tersebut tidak sedang terlibat sengketa hukum, tidak sedang dijaminkan, atau tidak sedang dalam penyitaan pihak berwenang.
Timbulnya sengketa hukum mengenai tanah berawal dari pengaduan satu pihak (orang atau badan hukum) yang berisi keberatan- keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi
sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Alasan yang sebenarnya menjadi tujuan akhir dari sengketa adalah ada pihak yang lebih berhak dari yang lain (prioritas) atas tanah yang disengketakan, oleh karena itu penyelesaian sengketa hukum terhadap sengketa tersebut tergantung dari sifat permasalahan yang diajukan dan prosesnya akan memerlukan beberapa tahap tertentu sebelum diperoleh suatu keputusan. Mengenai tata cara dan prosedur penyelesaian sengketa hukum atas tanah belum diatur secara konkrit, seperti mekanisme pemohonan hak atas tanah (Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999), oleh karena itu penyelesaian kasus tidak dilakukan dengan pola penyelesaian yang seragam tetapi dari beberapa pengalaman adanya sengketa hukum terkait dengan tanah yang perkaranya sampai ke pengadilan .
Apabila terjadinya suatu transaksi jual beli tanah hingga menimbulkan suatu perkara sampai ke Pengadilan maka sebelum akan menjatuhkan putusannya, hakim harus melakukan tiga tindakan secara bertahap yaitu mengkonstatir, mengkualifikasikan, dan kemudian mengkonstituir agar putusan yang diberikan oleh hakim dapat memberikan pertimbangan tentang benar tidaknya suatu peristiwa atau menentukan hukumnya. Mengkonstatir artinya melihat, mengakui atau membenarkan bahwa telah terjadi peristiwa yang diajukan kepadanya. Untuk sampai kepada konstatir, hakim harus mempunyai kepastian sehingga konstateringnya itu tidak hanya sekedar dugaan atau gegabah tentang adanya peristiwa yang bersangkutan, untuk itu hakim harus melakukan pembuktian dengan alat - alat bukti yang tersedia untuk mendapatkan kepastian tentang peristiwa yang diajukan kepadanya. Setelah hakim mengkonstatir peristiwanya maka tindakan yang harus dilakukan kemudian ialah mengkualifisir peristiwanya itu. Mengkualifisir berarti menilai peristiwa yang benar-benar telah dianggap terjadi, termasuk ke dalam hubungan hukum yang mana. Dengan kata lain menemukan hukumnya bagi peristiwa yang telah dikonstatir. Tahap akhir sesudah mengkonstatir dan mengkualifisir peristiwa, maka hakim harus mengkonstituir atau memberi konstitusinya. Ini berarti hakim akan menetapkan hukumnya kepada yang bersangkutan dan memberi keadilan.
Terhadap perkara transaksi jual beli
tanah yang belum mempunyai akta jual beli dalam rangka balik nama sertifikat tanah, maka perkara tersebut akan diselesaikan sesuai dengan tugasnya berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Pengadilan tidak boleh menciptakan hukum melainkan hanya mencari dan menyatakan adanya peraturan hukum. Putusan hakim dalam hubungannya dengan pembuatan akta jual beli adalah untuk dapat dipakai sebagai dasar dalam memohon pendaftaran peralihan sertifikat hak atas tanah, tetapi hal ini tergantung dari isi putusan. Apabila isi putusan itu mengesahkan suatu jual beli, maka putusan pengadilan tersebut dapat dipakai dasar untuk memohon sertifikat tanah. Fungsi dari putusan pengadilan yaitu mengesahkan suatu proses jual beli tanah yang sama fungsinya dengan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Oleh karena baik dari akta PPAT maupun putusan pengadilan adalah sama-sama merupakan alat bukti otentik tentang terjadinya transaksi jual beli tanah
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa:
1. Penerapan jual beli hak atas tanah dapat diperoleh dalam masyarakat melalui peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum berkaitan dengan perolehan hak atas tanah melalui pewarisan, sedangkan perbuatan hukum lebih sering dilakukan dengan pemindahan hak yaitu jual beli, tukar menukar, pemberian menurut hukum adat, pemasukan dalam perusahaan atau inbreng, hibah wasiat atau legaat. Pemberian atau pentapan hak-hak atas tanah dalam penyelesaian masalah pertanahan yang dimaksudkan sebagai upaya untuk pemberian jaminan kepastian hukum bagi pemegang haknya, kepastian hukum yang menjadi salah satu tujuan pokok UUPA maka undang-undang memerintahkan kepada pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai landasan teknis pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, yang kemudian disempurnakan dalam
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021. Dalam peraturan ini tetap dipertahankan mengenai tujuan dan sistem yang digunakan selama ini, pada hakekatnya sudah ditetapkan dalam UUPA yaitu pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dalam penguasaan dan penggunaan tanah. Dasar jual beli tanah dapat ditinjau dari suatu perspektif undang- undang maupun peraturan pemerintah, jual beli tanah yang sah adalah jual beli yang dilakukan dihadapan pejabat pembuat akta tanah yang mempunyai suatu kewenangan yang telah diatur dari suatu peraturan ataupun bisa disebut dengan adanya pengesahan akta otentik yang dilakukan pejabat berwenang. Sesuai dengan Pasal 1458 KUHPerdata bahwa jual beli yang telah dilakukan antara penjual dan pembeli sepakat tentang barang dan harga walaupun barang belum diserhkan dan harga belum diterima. Perjanjian pada umumnya tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, tetapi perjanjian itu mengikat antara satu orang atau lebih dalam suaru perjanjian yang apabila sudah dikomunikasikan dan mendapat persetujuan dari pihak yang membeli dan menjualnya.
2. Upaya hukum pembeli terhadap jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara bawah tangan, apabila timbul sengketa antara pihak penjual dan pihak pembeli maka akta di bawah tangan masih dapat disangkal dan baru mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna apabila diakui oleh kedua pihak atau dikuatkan lagi dengan alat bukti lainnya. Apabila terjadinya suatu transaksi jual beli tanah hingga menimbulkan suatu perkara sampai ke Pengadilan maka sebelum akan menjatuhkan putusannya, hakim harus melakukan tiga tindakan secara bertahap yaitu mengkonstatir, mengkualifikasikan, dan kemudian mengkonstituir agar putusan yang diberikan oleh hakim dapat memberikan pertimbangan tentang benar tidaknya suatu peristiwa atau menentukan hukumnya. Pengadilan tidak boleh menciptakan hukum melainkan hanya
mencari dan menyatakan adanya peraturan hukum. Putusan hakim dalam hubungannya dengan pembuatan akta jual beli adalah untuk dapat dipakai sebagai dasar dalam memohon sertifikat hak atas tanah, tetapi hal ini tergantung dari isi putusan. Apabila isi putusan itu mengesahkan suatu jual beli, maka putusan pengadilan tersebut dapat dipakai dasar untuk memohon sertifikat tanah. Fungsi dari putusan pengadilan yaitu mengesahkan suatu proses jual beli tanah yang sama fungsinya dengan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Oleh karena baik dari akta PPAT maupun putusan pengadilan adalah sama-sama merupakan alat bukti otentik tentang terjadinya transaksi jual beli tanah.
kepada masyarakat terkait dengan pelaksanaan jual beli tanah.
Saran
1. Adanya penyuluhan secara intensif terkait dengan pentingnya tanah, agar dapat meningkatkan kesadaran dari masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan jual beli tanah di bawah tangan yang dapat merugikan di kemudian hari karena tidak dapat membuktikan kepemilikannya secara yuridis.
2. Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat dengan melibatkan PPAT sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam menyusun akta jual beli, termasuk memberikan pemahaman terhadap prosedur dan biaya dalam pengurusannya, serta diangkatnya PPATS di setiap wilayah daerah agar dapat memenuhi pelayanan
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Xxxx Xxxxxxx, Hukum Agraria, Kencana, Jakarta, 2017, hlm 9.
I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Hukum Perdata Mengenai Perikatan, Utama, Jakarta, 2014, hlm 47.
Xxxxx X.X. Xxxxxxxxx, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Buku Kompas,
Jakarta, 2013, hlm.119.
Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2015, hlm 113.
X. Xxxx – lain
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxx, “Akibat Hukum Jual Beli Atas Tanah Dengan Sertifikat Hak Milik Dalam Akta di Bawah Tangan”, Universitas Dharmawangsa, 2021, hlm 202.
Indri Hadisiswati, “Kepastian Hukum Dan Perlindungan Hak Atas Tanah”. Jurnal AHKAM,
Vol 2 No.
1, 2014, hlm. 120,
Xxxxxxxx, “Kajian tentang Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Melaksanakan Pendaftaran Tanah”’, Pandecta Research Law Journal, 2012, hlm.115-120.
Xxxxx, X. X., Aplikasi Quick Response Code (QR Code) untuk Pelayanan Pendaftaran Tanah
Pertama Kali, Tunas Agraria, 2019, hlm.124-138.
Xxxxxxx, R. “Kekuatan Akta di Bawah Tangan Sebagai Alat Bukti di Pengadilan”. Niken dan Xxx Xxxxxxxxxx, “Tahapan Jual Beli”, 2020,
Lisnadia Xxx Xxxxxx, Xxxxxxxxx, Xxx Wulan Titik Andari, “Pentingnya Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali Dalam Rangka Perlindungan Hukum Kepemilikan Sertifikat Tanah”, Jurnal Tunas Agraria, 2022,hlm 200.
Saputri, M. A, Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Rangka Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (Studi Kasus di Desa Kucur Kecamatan Dau Kabupaten Malang), Universitas Muhammadiyah, Malang, 2019, hlm15.