KAJIAN LATAR BELAKANG KEBIJAKAN DAN SOSIOLEGAL ANALISIS GUNA PENGATURAN PENATAAN RUANG BERBASIS KERJASAMA ANTAR DAERAH (IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN RUANG BERBASIS KERJASAMA DAERAH DI DKI JAKARTA DAN JAWA TENGAH)
KAJIAN LATAR BELAKANG KEBIJAKAN DAN SOSIOLEGAL
ANALISIS GUNA PENGATURAN PENATAAN RUANG
BERBASIS KERJASAMA ANTAR DAERAH
(IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN RUANG BERBASIS KERJASAMA DAERAH DI DKI JAKARTA DAN JAWA TENGAH)
LATAR BELAKANG KAJIAN
Penataan ruang berbasis kerjasama antar daerah merupakan hal yang sangat mendesak untuk di wujudkan karena ruang adalah tempat aktivitas yang mengaitkan banyak kegiatan tanpa batas-batas sektoral maupun sosial. Sementara itu dalam praktek, justru ruang disekat-sekat oleh batas-batas wilayah administratif sehingga kegiatan yang bersifat lintas sektor sering terhambat, karena berada pada daerah yang berbeda. Hambatan administratif akan dapat diatasi apabila ada kemauan dari para penyelenggara pemerintahan di daerah untuk bekerja sama dalam pengaturan tata ruang. Di dalam era otonomi daerah, gejala menguatnya egoisme kedaerahan menyebabkan perencanaan pembangunan berbasis kewilayahan terhambat. Akibatnya, laju pembangunan daerah tersendat harus ada batas-batas daerah yang kebijakannya berbeda-beda.
Jangkauan penataan ruang berbasis kerjasama memepunyai dimensi yang sangat luas baik secara ekonomi, sosial budaya, maupun pengelolaan lingkungan. Hampir semua aspek penyelenggaran pemerintahan berada dalam ruang sehingga diperlukan komitmen dari para penyeleggara pemerintahan untuk memanfaatkan ruang secara arif dan legal sehingga pemerintahan dapat berjalan secara efektif. Pemerintahan yang efektif adalah yang mampu mengembangkan potensi yang berada pada suatu wilayah menjadi sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Pengertian wilayah bisa bersifat lintas daerah, sehingga sekat-sekat kedaerahan dapat dibuka demi mensejahterakan masyarakat yang lebih luas, bukan hanya satu daerah.
Kerjasama antar daerah adalah kunci untuk memecahkan berbagai permasalahan pada kawasan yang luas,bersifat lintas administratif baik antar kabupaten/kota maupun antar provinsi. Masalah mungkin muncul pada salah satu daerah, namun sumbernya belum tentu berasal dari daerah yang bersangkutan. Ada kemungkinan sumber masalah justru ada di daerah lain sehingga penyelesainan masalahnya tidak dapat dilakukan sendirian. Salah satu contoh kasus adalah masalah banjir di D.K.I Jakarta. Masalah di rasakan oleh masyarakat Jakarta tetapi sumber masalah ada di wilayah tetangga yaitu daerah-daerah hulu sungai yang muaranya di D.K.I Jakarta. Daerah-daerah tersebut adalah Bogor, Cianjur dan Sukabumi yang berada di Provinsi Jawa Barat. Ini berarti masalah banjir di DKI Jakarta terkait dengan pengaturan tata ruang dikawasan Jawa Barat sehingga solusinya harus melalui kerjasama pengaturan tata raung antar daerah pada kawasan tersebut.
Penataan ruang secara lintas administrasi tidak hanya bermanfaat bagi daerah-dareah yang terdampak seperti D.K.I Jakarta, tetapi bermanfaat juga bagi daerah-daerah yang menjadi penyebab munculnya masalah. Hal ini terjadi karena daerah-daerah yang menjadi penyebab sumber masalah sebenarnya juga bermasalah sehingga masalah yang ada di daerah lain harus diatasi dari sumbernya, bukan hanya dari sisi daerah yang terdampak atau daerah yang menerima akibat. Penyebab utama seringkali tidak nampak secara langsung sehingga kurang di perhatikan dan penyelesainnya tidak tuntas. Melalui kerjasama antar daerah dalam penataan ruang,diharapkan masalah di hilir maupun di hulu dapat diatasi bersama.
Tindakan pengaturan dalam hal tata ruang merupakan bentuk intervensi terhadap alam melalui pemerintah dengan maksud agar struktur ruang yang ada dapat di manfaat kan secara adil dan bijaksana. Pengaturan ini merupakan upaya yang dilakukan secara sengaja untuk mengarah kepada halyang lebih baik sehingga dapat dikatakan bahwa pengaturan tata ruang merupakan bagian penting dari pembangunan. Setiap pembangunan memerlukan rencana oleh karena itu dalam penataan ruang nasional maupun regional harus di dahului dengan pembuatan aturan tentang rencana tata ruang yang pengaturanya tersusun secara hirarkis dari rencana tata ruang nasional yang di implementansikan oleh pemerintah daerah privinsi maupun kabupaten/kota.
Ketergantungan satu daerah dengan daerah lain tidak dapat dihindarkan apabila kita mau mengembakan kawasan ekonomi karena ekonomi dapat tumbuh pada kawasan yang luas bersifat lintas daerah dalam hal ini diperlukan kerjasama penataan ruang untuk pengembangan ekonomi, misalnya dalam hal penyediaan komoditas yang dibutuhkan masyarakat dalam hal yang berbeda. Misalnya satu daerah memerlukan daging, daerah lain perlu sayur, maka perlu kerjasama dalam hal penataan ruang agar kedua komoditas itu dapat diproduksi pada lahan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Ini berarti pengembangan ekonomi perlu didukung kerjasama beberapa daerah agar daerah-daerah yang berkepentingan dapat bersinergi untuk menggerakan kawasan ekonomi secara bersama-sama.
Penyediaan air bersih juga salah satu contoh masalah yang dapat diselesaikan melalui kerjasama penataan ruang karena sumber air bisa bersifat lintas administrasi. Contoh lain adalah penanganan sampah yang memerlukan keterpaduan rencana tata ruang supaya penanganannya lebih efektif. Demikian juga masalah transportasi yang jelas terkait dengan pelayanan masyarakat yang bersifat lintas daerah, juga perlu sinkronisasi dan sinergi dalam membangun fasilitas umum, yang ujungnya bermuara pada pengaturan tata ruang yang harmonis.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diketahui bahwa peranan kerjasama daerah dalam pengaturan tata ruang itu sangat penting. Banyak masalah dapat diselesaikan dengan pendekatan kerjasama, karena dengan kerjasama segala hal yang macet bisa diurai melalui komunikasi, koordinasi dan menyusun dokumen perencanaan yang sinergis. Demikian pula dengan kerjasama penataan ruang manfaatnya akan sangat besar untuk mengatasi masalah-masalah sektoral, kewilayahan, lingkungan hidup dan kependudukan serta berbagai penyediaan pelayanan umum.
Masalahnya sekarang, dalam era otonomi daerah, banyak daerah otonom yang enggan bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan mereka. Egoisme daerah otonom lebih menonjol daripada kebersamaannya, lebih mementingkan pendapatan daerah daripada pelayanan masyarakatnya, lebih berorientasi local daripada regional/nasional. Oleh karena itu, sikap mental yang menjauhkan dari tujuan digulirkannya otonomi daerah itu perlu segera diubah. Salah satu titik tolak perubahan dimulai dengan sinergitas dalam penataan ruang yakni menuju pada penataan ruang yang lebih terpadu, komprehensif dan mampu menciptakan kenyamanan bagi para penghuninya.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, perlu dilakukan kajian yang mendasar dan komprehensif supaya penyelesaian masalah-masalah yang bersifat lokal, regional dan nasional khususnya yang terkait dengan pengaturan tata ruang dapat diselesaikan secara simultan, melalui kebijakan yang bersifat nasional.
PERTANYAAN KAJIAN.
Pertanyaan pokok dalam pengkajian ini mencakup:
Mengapa pengaturan penataan ruang yang bersifat sinergis di daerah sulit dilaksanakan?
Apakah dari beberapa daerah yang sudah melakukan kerjasama antar daerah, memasukkan aspek pengaturan tata ruang di dalamnya?
Strategi apa yang perlu diambil oleh pemerintah untuk mempercepat proses pengaturan tata ruang yang berbasis kerjasama antar daerah di Indonesia?
TUJUAN KAJIAN
Penelitian ini bertujuan untuk:
Menjelaskan hambatan-hambatan yang terjadi/dialami oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan kerjasama antar daerah dibidang penataan ruang.
Menggambarkan bagaimana pelaksanaan kerjasama antar daerah terutama melihat hal-hal apa yang sudah dikerjasamakan dan bagaimana aspek penataan ruang dijalankan dalam surat kerjasama antar daerah.
Memberikan masukan bagi DPD dan pemerintah dalam rangka penyempurnaan kebijakan bidang penataan ruang agar dapat dikembangkan penataaan ruang berbasis kerjasama anatar daerah.
URGENSI KAJIAN BAGI DPD DAN PEMERINTAH
Kajian ini mempunyai arti penting (urgensi) bagi DPD dan proses penyelenggaraan pemerintah pada umumnya dalam hal:
DPD dapat mengusulkan (berinisiatif mengevaluasi undang-undang penataan ruang nomor 23 tahun 2007 seiring dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, yang di dalamnya mengatur tentang kerjasama antar daerah).
Hasil kajian dapat dimanfaatkan oleh DPD untuk mengusulkan pembaharuan/penyempurnaaan atas Undnag-Undang nomor 23 tahun 2007 tentang penataan ruang yang sudah berusia 8 tahun.
Penataan ruang berbasis kerjasama antar daerah dapat mengefektifan jalannya penyelenggaraan pemerintah daerah, karena sekat-sekat administrative dan ego kedaerahan dapat dikurangi.
Mencairnya batas-batas administratif dan ego kedaerahan dapat memperbaiki pelayanan masyarakat dan mempererat persatuan dan kesatuan nasional. Karena adanya dorongan untuk bekerjasama dalam mewujudkan tujuan Negara.
Sebagai sebuah kajian ilmiah, tentu mempunyai urgensi juga untuk pengembangan ilmu, terutama ilmu kebijakan pemerintahan. Ilmu ini dapat mendukung dihasilkannya kebijakan yang lebih transparan dan obyektif, sehingga menjadi dasar yang dikuat untuk melahirkan sebuah kebijakan yang bersifat nasional.
STUDI LITERATUR.
PENGERTIAN DAN DIMENSI-DIMENSI PENATAAN RUANG
Ruang dalam bahasa inggris disebut space, berasal dari istilah klasik spatium, menjadi espace dalam bahasa Prancis, spazio dalam bahasa italia, yang dimaksud dengan ruang merupakan “wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya”.1 Penataan Ruang dinyatakan bahwa ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara, beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Dalam kegiatannya manusia dan mahkluk hidup lain membutuhkan ruang sebagai lokasi berbagai pemanfaatan ruang, atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan.
Xxxxxxxx Xxxxxxx mendefinisikan “ruang sebagai tempat untuk suatu badan/kegiatan apa saja tanpa batas. Tanpa ruang maka suatu benda/kegiatan tidak akan berada disana”.2 Seperti diungkapakn Supriyatno yaitu biasanya dikaitkan dengan suatu tempat dimana terdapat benda-benda terletak seolah wadah.3Sedangkan Menurut Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx dalam Xxxxx Xxxxx “Ruang merupakan wadah kehidupan manusia beserta sumber-sumber daya alam yang terkandung didalamnya, meliputi bumi, air, dan udara sebagai satu kesatuan”.4 Dalam pengertian tersebut berarti bahwa ruang berkaitan dengan wadah atau suatu tempat dimana terdapat berbagai aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan oleh manusia, yakni dalam penelitian ini sektor pariwisata yang juga memanfaatkan ruang dalam pemanfaatannya. Seyogyanya orang dan pariwisata diberikan ruang berarti mempunyai tempat untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan.
Menurut Xxxxxxxx dalam Xxxxx Xxxxx:
Ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis yang digunakan sebagai wadah bagi setiap usaha pemenuhan (kebutuhan) kehidupan manusia, baik horizontal maupun vertikal. Ditekankan pula dalam penggunaan tersebut tidaklah berarti bahwa seluruh wilayah nasional oleh ruang-ruang yang diperuntukan bagi kegiatan manusia, tetapi harus ada ruang yang mempunyai fungsi lindung dalam upaya menjaga keseimbangan hidrolis dan ekologis.5
Tata ruang berarti susunan ruang yang teratur. Dalam kata teratur tercakup pengertian serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan. Karena itu pada tata ruang, yang ditata adalah tempat berbagai kegiatan serta sarana dan prasarananya. Suatu tata ruang yang baik dapat dihasilkan dari kegiatan menata ruang yang baik disebut penataan ruang.
Xxxxxxxx dan Xxxxx dalam Xxxxxxxx dkk mengartikan bahwa:
Tata ruang sebagai wujud pola dan struktur ruang terbentuk secara alamiah dan juga sebagai wujud dari hasil proses-proses alam maupun dari hasil proses sosial akibat adanya pembelajaran (learning process) yang terus-menerus. Dengan demikian tata ruang dan upaya perubahan-perubahannya sebenarnya sudah terwujud sebelum kita melakukan upaya-upaya mengubah tata ruang yang terstruktur yang kita sebut perencanaan tata ruang. Proses “pembelajaran” yang berkelanjutan adalah buah pengalaman manusia yang didalam kehidupannya berada dalam siklus tanpa akhir berupa: pemanfaatan-monitoring (mengamati)-evaluasi (pembelajaran)-tindakan pengendalian-perencanaan (upaya memperbaiki, mengantisipasi masa depan dan memutuskan tindakan)-pemanfaatan dan seterusnya.6
Rangkaian siklus kegiatan seperti yang disebutkan di atas merupakan kegiatan yang disebut kegiatan penataan ruang. Dengan berdasarkan siklus di atas, maka penataan ruang adalah upaya aktif manusia dalam merubah pola dan struktur pemanfaatan ruang yang jauh lebih baik. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang menyangkut suatu proses yang dilakukan secara sengaja sebagai perubahan kearah aspek-aspek spasial dari proses pengembangan pariwisata berkelanjutan.
Selanjutnya Pasal 1 menyebutkan yang dimaksud dengan penataan ruang adalah “suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang”.7
Pada dasarnya tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. Sementara penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan merumuskan dan menetapkan manfaat ruang dan kaitannya atau hubungan antara berbagai manfaat ruang, berdasarkan kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di masa datang. Tingkat manfaat ruang ini juga akan sangat bergantung kepada pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia atau dapat disediakan secara optimal. Dengan demikian perencanaan tata ruang akan menghasilkan rencana-rencana tata ruang untuk memberikan gambaran tentang ruang mana, untuk kegiatan apa dan kapan.8
Perencanaan atau planning merupakan suatu proses, sedangkan hasilnya berupa rencana, dapat dipandang sebagai suatu bagian dari setiap kegiatan yang lebih sekedar refleks yang berdasarkan perasaan semata. Tetapi yang penting perencanaan merupakan suatu komponen yang penting dalam setiap keputusan sosial,setiap unit keluarga, kelompok, masyarakat, maupun pemerintah terlibat dalam perencanaan pada saat membuat keputusan atau kebijakan-kebijakan untuk mengubah sesuatu dalam dirinya atau lingkungannya.
Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan pula melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang.
Menurut Xxxx Xxxxxxxxx dalam Xxxxxxxxx dkk mengemukakan bahwa:
Sinergitas antara perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk mencapai tujuan penataan ruang dapat dilakukan dengan pengembangan wilayah yang berbasis lingkungan dengan pertimbangan berkelanjutan baik dari aspek lingkungan, sosial, maupun ekonomi.9
Penataan ruang merupakan hal yang krusial karena menyangkut kepentingan umum. Penggunaan ruang yang tidak tertata atau teratur bisa berakibat kerugian bagi masyarakat luas sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah terhadap penggunaan ruang.
Unsur-unsur Penataan ruang merupakan suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya. Untuk menciptakan suatu penataan ruang yang serasi harus memerlukan suatu peraturan pada tingkat tinggi sampai pada peraturan pada tingkat bawah, sehingga terjadinya suatu koordinasi dalam penataan ruang.
Mewujudkan hal tersebut diatas, adapun tujuan penataan ruang yaitu
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional dengan :
Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;dan
Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.10
Berdasarkan ketentuan pasal di atas, tujuan penataan ruang adalah untuk mengatur hubungan berbagai kegiatan dengan fungsi ruang guna terciptanya pemanfaatan penataan ruang yang berkualitas. Serta pengaturan terhadap bentuk-bentuk pemanfaatan ruang kawasan pariwisata seperti upaya meningkatkan peluang investasi, kelestarian lingkungan hidup, pembangunan objek wisata, perbaikan infrastruktur dan sarana transportasi sehingga tercapai penataan ruang kawasan pariwisata yang optimal dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah.
Perencanaan tata ruang dapat dilakukan secara optimal, efisien, dan serasi. Sedangkan tujuan suatu perencanaan tata ruang adalah untuk mengarahkan struktur dan lokasi beserta hubungan fungsionalnya yang serasi dan seimbang dalam rangka pemanfaatan sumber daya manusia, sehingga tercapainya hasil pembangunan yang optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan.
Penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintah daerah, yang mencangkup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif, penataan ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah kabupaten, dan wilayah kota, yang setiap wilayah tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan administratif. Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan, dan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang apabila tidak ditata dengan baik dapat mendorong kearah adanya ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah serta ketidak sinambungan pemanfaatan ruang.
TEORI KERJASAMA ANTAR DAERAH
Kerjasama antar daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan otomi daerah, yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan otonomi daerah, yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan otonomi daerah dalam wilayah yang lebih luas. Tujuan otonomi daerah adalah untuk mendekatkan pelayanan masyarakat sehingga sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara lebih mudah karena tersedianya berbagai fasilitas yang disediakan oleh pemerintah. Tujuan akhirnya adalah terwujudnya kesejahteraan rakyat, yakni terpenuhinya kebutuhan baik lahir maupun batin. Mengapa didalam penyelengaraan pemerintah daerah diperlukan adanya kerjasama? Alasan utamanya adalah untuk menjangkau pelayanan masyarakat yang lebih luas, bukan hanya pada daerah otonom yang bersangkutan, tetapi, menjangkau juga daerah tetangga. Artinya, suatu daerah otonom tidak ekslusif yakni, hanya memikirkan egoisme daerahnya sendiri, tetapi hanya harus memperhatikan masyarakat daerah lain supaya dapat terlayani dengan baik.
Alasan kedua adalah untuk mengefektifkan perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan dikatakan efektif, apabila dapat memanfaatkan segenap sumber daya yang ada, baik yang berupa sumber-sumber alam maupun sumber daya manusia. Dewasa ini ada kecenderungan, sumber daya alam yang ada pada suatu daerah otonom hanya dimanfaatkan untuk yang bersangkutan, sehingga perencanaan pembangunan menjadi sangat sektoral, perencanaan hanya untuk daerah yang bersangkutan. Padahal, bila perencanaan lebih bersifat kewilayahan, potensi yang ada didaerah lain dapat dioptimalkan, atas dasar kerjasama, dapat dimanfaatkan bersama sehingga efeknya lebih luas dan penyelenggaraan pembangunan lebih efisien.
Alasan ketiga adalah untuk mempererat persatuan dan kesatan bangsa. Hal ini dapat terjadi karena dengan kerjasama antar daerah, sekat-sekat kedaerahan baik yang bersifat administrative maupun unsur-unsur primordialisme dapat dikikis. Kerjasama daerah memerlukan kesepakatan, berarti mengedepankan musyawarah dan kebersamaan. Oleh karena itu, keangkuhan, ego kedaerahan dan sikap mementingkan diri sendiri mencair menjadi kebersamaan, rasa senasib seperjuangan dan penyatuan diri sebagai bangsa Indonesia.
Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemeritahan daerah mengatur kerjasama daerah menjadi dua macam, yaitu kerjasama wajib dan kerjasama sukarela.kerjasama wajib merupakan kerjasama anatar daerah yang berbatasan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan:
a. yang memiliki eksternalitas lintas Daerah; dan
b. penyediaan layanan publik yang lebih efisien jika dikelola bersama (pasal 364 ayat 1)
Cakupan wilayah kerjasama wajib adalah:
kerja sama antar-Daerah provinsi;
kerja sama antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam wilayahnya;
kerja sama antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dari provinsi yang berbeda;
kerja sama antar-Daerah kabupaten/kota dari Daerah provinsi yang berbeda; dan
kerja sama antar-Daerah kabupaten/kota dalam satu Daerah provinsi.
Mengingat pentingnya arti kerjasama ini, maka didalam ayat berikutnya, sebutkan apabila kerjasama wajib pada huruf a sampai e tidak dilaksanakan oleh daera, pemerintah pusat mengambil alih pelaksanaan urusan pemerintahan yang dikerjakan. Bila yang tidak dapat dilaksanakan adalah kerjasama pada tingkat kabupaten, maka harus diambil alih oleh Provinsi/Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
Kerjasama sukarela (pasal 365) dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang berbatasan atau tidak berbatasan untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, namun dipandang lebih efektif dan efisien bia dilaksanakan dengan bekerjasama.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Implementasi merupakan wujud pelaksanaan dan penerapan dari keputusan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagaimana diketahui salah satu tahap dari proses kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi dalam arti luas menurut Winarno bermakna “pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program”.11
Xxx Xxxxx dan Xxxxxxx dalam Winarno, menjelaskan bahwa:
Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam sebuah keputusan.12
Implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan. Dalam membuat suatu kebijakan pemerintah perlu mengkaji apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat atau tidak. Sehingga kebijakan yang dibuat tidak bertentangan dengan masyarakat atau bahkan dapat merugikan masyarakat.
Pengertian implementasi yang lebih kompleks juga dikemukakan oleh Xxxxxxx dalam Purwanto dan Sulistyastuti, yaitu
Implementation means transactions. To carry out a program, implementers must continually deal with tasks, environmen, clients and each other. The formalities of organization and the mechanics of administration are important as background, but the key to success is continual coping with contexts, personalities, alliance and events.13
Implementasi sebagai suatu transaksi (pertukaran). Untuk melaksanakan program, pelaksana harus terus berurusan dengan tugas-tugas, lingkungan, klien dan satu sama lain. Formalitas organisasi dan mekanisme administrasi yang penting sebagai latar belakang, tetapi kunci suksesnya adalah penguasaan terhadap konteks, kepribadian, perserikatan dan berbagai peristiwa yang terjadi.
Pengertian tersebut mengemukakan implementasi sebagai suatu transaksi (pertukaran) berbagai sumber daya yang ada dengan melibatkan banyak stakeholder. Namun kunci suksesnya adalah penguasaan terhadap konteks, kepribadian, perserikatan dan berbagai peristiwa yang terjadi.
Implementasi kebijakan selalu menampilkan dua dimensi utama, yakni indikator dan determinan. Pada sisi lain determinan implementasi kebijakan publik menunjukan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan tersaji dalam tabel 2.1
Tabel 2.1
Determinan Implementasi Kebijakan Publik
Faktor |
Indikator |
Subtansi Kebijakan |
|
Perilaku tugas pelaksana |
|
Interaksi jejaring kerja |
|
Partisipasi kelompok sasaran |
|
Sumber Daya |
|
Sumber: Xxxxxxx Xxxxx, Kebijakan Publik (Proses, Analisis dan Partisipasi), PT Ghalia Indonesia, Bogor, 2014
Keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik amat ditentukan oleh derajat dapat tidaknya kebijakan itu diterapkan atau diimplementasikan dari kebijakan tersebut, Untuk memudahkan peneliti dalam kefokusan menganalisis masalah, maka peneliti megambil model implementasi kebijakan yang dalam penelitian ini penulis menggunakan teori menurut Xxxxxxx S. Xxxxxxx, Xxxxxxx mengatakan bahwa pada dasarnya (implementasi) kebijakan publik terpengaruh sehingga dapat dianalisis berdasarkan dua hal, yaitu content (isi) dan context (kondisi sosial) kebijakan tersebut. 14 beberapa unsur content yang menurut Xxxxxxx ikut mempengaruhi kebijakan publik adalah:
Interest Affected (kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan) Interest Affected yaitu merujuk pada pihak-pihak (stakeholders) yang terkena dampak implementasi kebijakan publik baik langsung maupun tidak langsung; baik menguntungkan maupun tidak. Indikator ini berargumen bahwa suatu impleemntasi kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya, hal inilah yang akan diketahui lebih lanjut.15
Type of benefit (jenis manfaat yang dihasilkan).
Type Of Benefit berkaitan dengan bagaimana dan sejauhmana implementasi kebijakan publik membawa perubahan perilaku-perilaku. Suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.16
Extent Of Change Envisioned (derajat perubahan yang diinginkan). Penentuan keluasan perubahan yang diinginkan, akan berpengaruh terhadap tingkat kesulitan dan jangka waktu yang diperlukan bagi terlaksananya implementasi kebijakan. Seberapa besar perubahan yang ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.17
Site Of Decision Making (kedudukan pembuat kebijakan).
Berkaitan dengan siapa yang memegang atau memiliki kewenangan dalam menerapkan kebijakan publik, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan diimplementasikan.18
Program Implementors (pelaksana program).
Pelaksana program dimaksud berkaitan dengan beberapa banyak instansi pelaksana kebijakan tersebut. Suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan.19
Resources Committed (sumber daya yang dikerahkan).
Sumber daya meliputi sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. Kondisi sumber daya yang dimiliki setiap instansi penerap berbeda-beda, dan ini akan menyebabkan perbedaan pula pada tingkat keberhasilan implementasi kebijakan.20
Disamping unsur Content, terdapat juga unsur context atau unsur yang berada diluar institusi bersangkutan dan karenanya tidak bisa dikendalikan secara sempurna oleh instansi bersangkutan. Menurut Xxxxxxx, unsur context meliputi :
Power, interest, and strategies of actors involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat).
Dalam suatu kebijakan perlu dipertimbangkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, sangat besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh hasilnya dari yang diharapkan. 21
Institution and regime characteristic (karakteristik lembaga dan penguasa).
Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.22
Compliance and responsiveness (kepatuhan dan daya tanggap).
Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.23
METODE KAJIAN
Jenis Kajian.
Kajian dilakukan dengan pendekatan “social legal”, berarti masuk dalam kajian kualitatif. “Sosiolegal”, berarti penggabungan antara kajian empirik (sosial), yang lebih menekankan pada observasi lapangan, melihat kenyataan dan gejala-gejala yang dapat ditangkap dengan pancaindra. Sedangkan, pendekatan legal berarti mengkaji permasalahan dari segi legalitas dan peraturan perundangan yang berlaku. Ini berarti ada gabungan dari aspek empirik dan legal formal dalam pembahasan/pengkajian. Dalam memotret pelaksanaan suatu kebijakan (implementasi) pendekatan sosiolegal sangat tepat karna dapat membandingkan kenyataan dalam praktek dengan pengaturan formalnya, sehingga diketahui kesenjangan yg terjadi diantara keduanya..
Populasi dan Sampel
Penataan ruang merupakan kebijakan pemerintah yang berbentuk Undang-Undang sehingga berlaku untuk skala nasional. Implementasi Undang-Undang ini dalam skala nasional dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari Pemerintah Daerah yang melahirkan tata ruang nasional tigkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang mengharuskan adanya tata ruang Kabupaten/Kota. Dengan demikian, populasi kajian ini adalah seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia.
Oleh karena populasi sangat besar dan luas, sedangkan dana terbatas, maka kajian ini mengambil sampel pada dua lokasi saja, yakni Provinsi DKI Jakarta, mewakili kerjasama antar Provinsi dan antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota disekitarnya. Lokasi kedua diambil di Jawa Tengah yakni pada kerjasama antar daerah Kabupaten yang pernah dilaksanakan di Kabupaten Banjarnegara dan sekitarnya. Kedua lokasi tersebut dipilih karena sudah ada pengalaman nyata melaksanakan kerjasama antar daerah dan untuk DKI Jakarta aspek-aspek penataan ruang sudah masuk didalamnya. Sedangkan untuk Kabupaten di Jawa Tengah, kerjasama belum mencakup penataan ruang karena lebih menekankan pada aspek ekonomi..
Informan.
Penentuan informan dilakukan dengan cara “purposive” yakni mencari orang-orang yang mengalami/memahami masalah penataan ruang di daerah. Mereka terdiri dari:
Pejabat pada dinas tata kota di kabupaten/kota pada lokasi penelitian.
Pengelola badan-badan kerjasama antar daerah.
Tokoh masyarakat yang memahami masalah pemanfaatan ruang.
Ahli/pakar dalam kerjasama antar daerah dan tata ruang.
Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data merupakan gabungan dari beberapa teknik yang dipakai dalam penelitian ilmu sosial yaitu:
Wawancara dengan para informan, khusunya yang megelola badan kerjasama antar daerah.
Pengamatan pada lokasi sampel yang sudah melakukan kerjasama antar daerah. Pengamatan dilakukan pada kedua belah pihak karena dalam kerja sama ini posisi masing-masing sejajar/sederajat.
Dokumentasi, yakni mengumpulkan dokumen dan peraaturan perundangan terkait. Dokumen yang diperlukan antara lain:
Memorandum of understanding (MoU)-Xxxxx, Keputusan Gubernur/Bupati dll.
Program-program kerjasama kedua belah pihak.
Penelaahan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014.
Analisis Data.
Analisis dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dimana data yang sudah dikumpulkan dari lapangan didiskusikan melalui forum diskusi khusus (oleh tim). Hasil diskusi dijadikan bahan laporan kajian untuk merumuskan kebijakan di bidang penataan ruang. Dengan demikian, analisis berlangsung secara dinamis, melalui FGD (focus group discussion) secara intensif yang melibatkan pakar maupun praktisi.
Lokasi Dan Jadwal
Analisis kajian didukung oleh data lapangan yang diperoleh dari beberapa lokasi penelitian yakni:
DKI Jakarta: Kabupaten/Kota disekitarnya (Bekasi, Bogor, Sukabumi, Cianjur)
Jawa Tengah: Kabupaten Banjarnegara dan sekitarnya (yang bekerjasama)
Kedua provinsi tersebut di atas dipilih, karena di daerah yang bersangkutan sudah ada kerjasama antar daerah, namun sampai sekarang belum jelas apa aktifitasnya dan apa hasilnya.
Kegiatan berlangsung selama 4 bulan (Agustus s/d November 2015.
RANCANGAN ANGGARAN BIAYA (RAB):
Biaya persiapan sebelum ke lapangan …………… = Rp. 3.000.000,-
(termasuk persiapan instrumen)
Penelitian lapangan
DKI Jakarta 5 hari x 2 orang x Rp.500.000,- = Rp. 5.000.000,-
Jawa Tengah 5 hari x 2 orang x Rp.1.000.000,- = Rp. 10.000.000,-
Biaya FGD 3 x 10 orang x Rp.500.000,- = Rp. 15.000.000,-
Biaya penulisan laporan (1 paket), 2 orang = Rp. 5.000.000,-
Penggandaan dan ATK (1 paket) = Rp. 2.500.000,-
Jumlah = Rp. 40.500.000,-
ANALISIS KESESUAIAN ANTARA PENELITIAN DENGAN TUPOKSI DPD RI
Subtansi kajian yang tentang dalam proposal ini sangat sesuai dengan tugas dan fungsi adpd, terutama fungsi legislasi (pasal 248 huruf a) dan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang mengenai Otonomi daerah. Kesesuaian itu dapat diikat dari aspek-aspek sebagai berikut:
Dalam kaitan dengan fungsi legislasi, DPD harus mempunyai bahan-bahan hasil kajian yang dapat dimasukkan dalam telaahan akademik. Dalam kaitan dengan penataan ruang, DPD sangat berkepentingan dalam upaya mengefektifkan jalannya pemerintahan daerah yang sering tersendat karena sengketa batas, sengketa sumber daya alam,perizinan dan lain-lain. Kunci penyelesaian masalah tersebut adalah pada penataan ruang bersam, sehingga sengketa dapat dihindari.
Dalam posisi sebagai pengawas pelaksana otonomi daerah, DPD sangat berkepentingan untuk mengefektifkan ketentuan tentang kerjasama antar daerah, yang selama ini kurang mendapat perhatian daerah karena egoisme daerah yang kuat. Khusus dalam kerjasama antar daerah dalam penataan ruang, DPD dapat lebih berperan untuk menyatukan Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang penataan ruang perubahan yang terjadi pada Undang-Undang tentang Pemrintah Daerah, perlu diiringi dengan evaluasi dan perubahan Undang-Undang tentang penataan ruang.
Sebagai wakil daerah, DPD harus lebih proaktif dalam mendeteksi persoalan-persoalan didaerah supaya pelayanan masyarakat dapat berjalan optimal. Penataan ruang sering menjadi penghambat dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah dan menghambat investasi didaerah karena masing-masing daerah hanya berpikir untuk kepentingan daerahnya. Oleh karena itu, DPD perlu mencegah ekslusifisme daerah dengan cara mendorong daerah agar mengedepankan kerjasama. Dengan demikian fungsi legislasi dan pengawasan yang diemban oleh DPD dapat lebih bermakna sebagai pengikat persatuan dan kesatuan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Xxxxxxx, Xxxxxxx. 2011. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta. , PT Rineka Cipta.
Xxxxxx, Xxxxxx. 2007. Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi Kebijakan Publik Dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Xxxxxxxxx, J, X. 2012. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Xxx, Xxxxxx X. 1987. Understanding Public Policy. Xxxxxxx-hall: New Jersey.
Xxxxxxx, Xxxxxxx S. 1980. Politics and policy implementation in the third world. ,New Jersey: Princeton University Press.
Xxxxx, Xxxxxxx. 2014. Kebijakan Publik Proses, Analisis dan Partisipasi. Bogor: PT Ghalia Indonesia.
Xxxxxxxx, Xxxxxx. 2010. Perencanaan Pembangunan Kota dan perubahan Paradigma,. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Xxxxxx, Xxxxxxx. 2007. Pariwisata dalam tata ruang wilayah. Bandung: ITB
Xxxxxx, Xxxxxxxx. 2004. Logika & Posedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN Press.”
Xxxxxxx, j, Lexy. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT, Remaja Rosdakarya.
Xxxxx, Xxxxxxx. 2011. Metode Penelitian.Bogor: Ghalia Indonesia.
Xxxxxxx, Xxxxxx dan Xxx Xxxxxxx. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Xxxxxxx, Xxxxx. 2014. Public Policy Pengantar Teori Dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana.
Purwanto. 2012. Implementasi Kebijakan Publik Konsep dan aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Xxxxxxxx dkk. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Xxxxxxxx, Xxxx. 2001. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakkan Hukum Lingkungan Indonesia. Indonesia: Penerbit PT Alumni.
Xxxxxxxxx, Xxxx. 2010. Pendekatan Aspek Lingkungan Dalam Kebijakan Penataan Ruang Nasional Dan Pembangunan Perkotaan Dalam Xxxxxxxxx Dkk (Ed), Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21 (Konsep Dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan Di Indonesia). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Xxxxxxxxx. 2011. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Xxxxxxxx. 2011. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Xxxxxxx, Xxx 2010. Analisis Kebijakan Publik, Panduan praktis mengkaji masalah dan kebijakan Sosial. Alfabet: Bandung.
Xxxxxxxxxx, Xxxx. 1996. Tata ruang dalam pembangunan. Indonesia: Yayasan board of science development strategies.
Xxxxxxxxxx, Xxxx. 1996. Tata ruang dalam pembangunan. Indonesia: Yayasan board of science development strategies.
Xxxxxxx, Xxxxxxxx. 2012. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara.
Udang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Xxxxx, Xxxxx. 2014. Pengantar Hukum Tata Ruang. Jakarta: Kencana.
Winarno. 2014. Kebijakan publik (Teori, Proses, dan Studi Kasus). Yogyakarta: CAPS.
1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
2 Xxxxxxxx Xxxxxxx, Perencanaan Pembangunan Wilayah, Bumi Aksara, Jakarta, 2012, hlm 110
3 Xxxx Xxxxxxxxxx, Tata ruang dalam pembangunan, Yayasan board of science development strategies, Indonesia, 1996, hlm 24
4 Xxxxx Xxxxx, Pengantar Hukum Tata Ruang, Kencana, Jakarta, 2014, hlm 1
5 Ibid hlm 217
6 Xxxxxxxx dkk, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hlm 391
7 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Op Cit
8 X. Xxxx Xxxxxxxx, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakkan Hukum Lingkungan Indonesia, Penerbit PT Alumni, 2001, hlm 80
9 Xxxx Xxxxxxxxx, Pendekatan Aspek Lingkungan Dalam Kebijakan Penataan Ruang Nasional Dan Pembangunan Perkotaan Dalam Xxxxxxxxx Dkk (Ed), Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21 (Konsep Dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan Di Indonesia),Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta, 2010, hlm 48
10 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Op Cit
11 Winarno, Kebijakan publik (Teori, Proses, dan Studi Kasus), CAPS, Yogyakarta, 2014, hlm 147
12 Ibid, hlm 149
13 Purwanto dan Sulistyastuti, Implementasi Kebijakan Publik Konsep dan aplikasinya di Indonesia, Gava Media, Yogyakarta, 2012, hlm 21
14 Xxxxxxx S. Xxxxxxx 1980, Politics and policy implementation in the third world, Princeton University Press, New Jersey, hlm 5-14
15 Ibid
16 Ibid
17 Ibid
18 Ibid
19 Ibid
20 Ibid
21 Ibid
22 Ibid
23 Ibid
27