PERJANJIAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SKEMA REGULER
PERJANJIAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SKEMA REGULER
PERIODE I TAHUN ANGGARAN 2023 NOMOR: 0113-Int-KLPPM/UNTAR/III/2023
Pada hari ini Selasa tanggal 28 bulan Maret tahun 2023 yang bertanda tangan dibawah ini:
1. Nama : Xx. Xxx Xxx Xxxx, MMSI., M.Psi., Ph.D., P.E., X.XXXX
Jabatan : Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat selanjutnya disebut Pihak Pertama
2. Nama : Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., X.X. XXXX/NIDK 0320106101
Jabatan : Dosen Tetap
Bertindak untuk diri sendiri dan atas nama anggota pelaksana pengabdian:
a. Nama dan NIM : Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx [205210197]
x. Xxxx dan NIM : Filshella Goldwen [205210225] selanjutnya disebut Pihak Kedua
Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat mengadakan Perjanjian Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat Skema Reguler Periode I Tahun 2023 Nomor : 0113- Int-KLPPM/UNTAR/III/2023 sebagai berikut:
Pasal 1
(1). Pihak Pertama menugaskan Pihak Kedua untuk melaksanakan Pengabdian
"Sosialisasi Hak Waris Islam Terhadap Anak Angkat"
(2). Besaran biaya yang diberikan kepada Pihak Kedua sebesar Rp 9.000.000,- (Sembilan juta rupiah), diberikan dalam 2 (dua) tahap masing-masing sebesar 50%. Tahap I diberikan setelah penandatangangan Perjanjian ini dan Tahap II diberikan setelah Pihak Kedua mengumpulkan luaran wajib berupa artikel dalam jurnal nasional dan luaran tambahan, laporan akhir, laporan keuangan dan poster.
Pasal 2
(1) Pihak Kedua diwajibkan mengikuti kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Pihak Pertama.
(2) Apabila terjadi perselisihan menyangkut pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah. Demikian Perjanjian ini dibuat dan untuk dilaksanakan dengan tanggungjawab.
Pihak Pertama Pihak Kedua
xxxxx://xxx.xxx/xxx/xxx.xxx 225
Xx. Xxx Xxx Xxxx, MMSI., M.Psi., Ph.D., P.E., X.XXXX
Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H.
RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
Rencana Penggunaan Biaya | Jumlah |
Pelaksanaan Kegiatan | Rp 9.000.000,- |
REKAPITULASI RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
NO | POS ANGGARAN | TAHAP I (50 %) | TAHAP II (50 %) | JUMLAH | |||
1 | Pelaksanaan Kegiatan | Rp | 4.500.000,- | Rp | 4.500.000,- | Rp | 9.000.000,- |
Jumlah | Rp | 4.500.000,- | Rp | 4.500.000,- | Rp | 9.000.000,- |
Jakarta,
31 Maret
2023
Pelaksana PKM
Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H.
LAPORAN AKHIR
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT YANG DIAJUKAN
KE LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
HAK WARIS ISLAM TERHADAP ANAK ANGKAT
Disusun oleh:
Ketua Tim
Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., X.X. XXXX/NIP: 0320106101 / 10287010
Nama Mahasiswa:
Rizqy Dini Fernandha NIM: 205210197 Filshella Goldwen NIM: 205210225
PROGRAM STUDI HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA
JULI 2023
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PKM
Periode I/ Tahun 2023
1. Judul PKM : Hak Waris Islam Terhadap Anak Angkat
2. Nama Mitra PKM : Daerah Blok Duku RT 11 / RW 10, Kelurahan
Cibubur,Kecamatan Ciracas, Jakarta-Timur.
3. Ketua Tim PKM
X. Xxxx dan Gelar : Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H.
B. NIK/NIDN : 0320106101/ 10287010
X. Xxxxxan/Golongan : Pembina/IVA
D. Program Studi : Ilmu Hukum
E. Fakultas : Hukum
X. Xxxxxx Keahlian : Hukum Internasional
G. Alamat Kantor : Jl. Letjen S. Paman No. 1 Jakarta 11440
H. Nomor HP/Tlp. : 08129643138
4 Mahasiswa yang Terlibat
A. Jumlah Anggota : 2 (dua) orang
X. Xxxx dan NIM
C. Mahasiswa
X. Xxxx dan NIM Mahasiswa
: Rizqy Dini Fernandha /205210197
: Xxxxxxxxx Xxxxxxx/ 205210225
5. Lokasi Kegiatan Mitra : Xxxxx Xxxx Xxxx XX 00 / XX 00.
A. Wilayah Mitra : Kelurahan Cibubur
Kecamatan Ciracas
B. Kabupaten/Kota : Kota Administrasi Jakarta-Timur
C. Provinsi : DKI Jakarta
X. Xxxxx PT ke Lokasi : 30 KM
6 Metode Pelaksanaan : Daring
7. Luaran Yang Dihasilkan : Artikel Ilmiah dalam Jurnal PKM UNTAR
8. Jangka Waktu Pelaksanaan : Januari-Juni 2023
9. Pendanaan
diusulkan
Biaya yang disetujui : Rp 9.000.000
Jakarta, 17 Juli 2023
Menyetujui:
Ketua XXXX Xxxxx Pelaksana
Xx. Xxx Xxx Xxxx, MMSI., M.Psi.,Ph.D. Xx. Xxx Xxxxxx, S.H.,X.X. XXX: 10381047 NIDN/NIP: 0320106101/ 10287010
DAFTAR ISI
Hal.
RINGKASAN iii
PRAKATA iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi 1
1.2 Permasalahan Mitra 2
1.3 Uraian Hasil Penelitian dan PKM Terkait 3
1.4 Uraikan keterkaian topik dengan Peta Jalan PKM 3
BAB II SOLUSI PERMASALAHAN DAN LUARAN
2.1 Solusi Permasalahan 4
2.2 Luaran Kegiatan PKM 4
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1 Langkah-langkah/Tahapan pelaksanaan 5
3.2 Partisipasi Mitra dalam kegiatan PKM 6
3.3 Kepakaran dan Pembagian Tugas TIM 6
BAB IV HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 7
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 14
1. Materi yang disampaikan pada saat kegiatan PKM 14
2. Foto-Foto kegiatan Mitra 20
3. Luaran Wajib 22
4. Luaran Tambahan 28
RINGKASAN LAPORAN KEMAJUAN
Meningkatnya angka pengdopsian anak di Indonesia harus diiringi dengan pengetahuan hukum tentang legalitas anak angkat di sebuah keluarga. Mulai dari legalitas prosedur pengangkatan anak hingga kedudukan waris pada anak angkat. Pembagian waris ini merupakan salah satu penyebab konflik dalam keluarga yang dapat memecah-belah tali persaudaraan.
Secara prosedural pengadopsian anak di Indonesia sendiri telah memiliki payung hukum yang telah dicantumkan dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Anak angkat yang nantinya telah diadopsi akan menjadi bagian keluarga dari pasangan tersebut dibuktikan dengan tercantumnya nama anak adopsi di dalam Kartu Keluarga.
Walaupun secara hukum anak angkat yang telah dimasukkan ke dalam Kartu Keluarga mendapatkan legalitasnya sebagai anak, tetapi secara ahli waris anak angkat tidak memiliki hak waris. Dikarenakan anak angkat tidak memiliki hubungan darah dengan orangtua angkatnya, maka anak angkat tidak bisa menjadi ahli waris harta warisan orang tua angkatnya sesuai dengan Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam. Meskipun anak angkat bukan sebagai ahli waris, namun anak angkat berhak atas bagian harta warisan orangtua angkatnya dengan mendapatkan bagian atas dasar wasiat wajibah sebagaimana pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yang besarnya tidak lebih dari (satu per tiga) dari seluruh harta peninggalan orang tua angkatnya.
Apabila terjadi persengketaan waris harus diselesaikan di dalam persidangan. Sesuai dengan hukum islam bahwasannya anak angkat tidak memiliki hak waris tetapi masih dapat bagian waris dengan cara hibah dan dengan ketentuan tidak boleh mendpatkan lebih dari 1/3 total kekayaan orang tua angkatnya. Ketentuan lain pun anak angkat tidak boleh mendapatkan bagian waris lebih besar daripada anak kandung. Namun, ketentuan-ketentuan tersebut sering diabaikan hingga menjadi objek sengketa dan perselisihan diantara keluarga. Dengan permasalahan tersebut Pengabdian Masyarakat ini akan memberikan edukasi kepada warga Blok Duku, Cibubur untuk diberikan pengetahuan terkait kedudukan waris anak angkat agar terhindar dari perselisihan diantara tali kekeluargaan.
Kata Kunci: Waris, Hukum Islam, Anak Angkat
PRAKATA
Salah satu wujud Xxx Xxxxxx Perguruan Tinggi adalah Pengabdian Kepada Masyarakat. Dalam rangka melaksanakan Dharma Pengabdian Kepada Masyarakat, Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara mengadakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat berupa kegiatan sosialisasi secara daring tentang “Hak Waris Islam Terhadap Anak Angkat” di XX 00/XX00, Xxxxxxxxx Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan ini pendanaannya berasal dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara (LPPM Untar).
Berkat rahmat dan karunia Allah SWT, kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat tersebut telah berjalan dengan baik dan lancar. Kepada semua pihak yang telah membantu dan memfasilitasi kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat tersebut kami ucapkan terima kasih
Jakarta, Juni 2023 Ketua Tim Pengabdian Kepada Masyarakat
Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Tidak semua pasangan yang menikah langsung dikaruniai oleh anak. Dalam hubungan perkawinan terdapat banyak masalah salah satunya masalah belumnya dikaruniai oleh anak walaupun hubungan perkawinan tersebut telah berlangsung lama. Namun, permasalahan ini dapat dipecahkan dengan cara mengangkat seorang anak untuk diadopsi oleh pasangan tersebut. Walaupun anak angkat tidak memiliki hubungan darah dengan orang tua yang mengadopsinya, tetapi ia berhak untuk mendapatkan kasih sayang seperti anak kandung, mendapatkan nafkah, mendapatkan pendidikan yang layak dan hak untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan kehidupan. Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendefinisikan anak angkat dalam pasal 171 huruf (h) sebagai :”anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orangtua asal kepada orangtua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan”.
Secara prosedural pengadopsian anak di Indonesia sendiri telah memiliki payung hukum yang telah dicantumkan dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Anak angkat yang nantinya telah diadopsi akan menjadi bagian keluarga dari pasangan tersebut dibuktikan dengan tercantumnya nama anak adopsi di dalam Kartu Keluarga.
Walaupun secara hukum anak angkat yang telah dimasukkan ke dalam Kartu Keluarga mendapatkan legalitasnya sebagai anak, tetapi secara ahli waris anak angkat tidak memiliki hak waris. Dikarenakan anak angkat tidak memiliki hubungan darah dengan orangtua angkatnya maka anak angkat tidak bisa menjadi ahli waris harta warisan orang tua angkatnya sesuai dengan Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam. Meskipun anak angkat bukan sebagai ahli waris, namun anak angkat berhak atas bagian harta warisan orangtua angkatnya dengan mendapatkan bagian atas dasar wasiat wajibah sebagaimana pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yang besarnya tidak lebih dari (satu per tiga) dari seluruh harta peninggalan orang tua angkatnya.
Namun, dalam permasalahan pembagian waris –mewaris ini kerap kali menimbulkan persengketaan dan perselisihan antara keluarga yang penyelesaiaanya harus dibawa ke Pengadilan. Persengketaan yang terjadi biasanya meributkan besaran pembagian waris antar anak kandung dan anak angkat. Dalam hukum islam
sendiri sebenarnya telah memperjelas bahwa anak angkat tidak boleh mendapatkan hak waris lebih dari 1/3 kekayaan orang tua angkatnya. Banyak juga di masyarakat yang belum paham dan mengetahui tentang kedudukan waris pada anak angkat. Karena pada dasarnya hak waris didapati berdasarkan garis keturunan, hubuungan darah, dan hubungan perkawinan yang sah secara agama dan negara.
Karena permasahalan tersebut kami tim peneliti akan memberikan edukasi dan penyuluhan tentang hukum waris terhadap anak angkat yang pembahasannya akan berfokus pada tata cara pelaksanaan pemberian waris kepada anak angkat melalui hibah wasiat yang sesuai dengan hukum islam di Desa Blok Duku RT. 11/ RW. 00, Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx-Xxxxx. Penelitiaan ini didasarkan karena kurangnya pengetahuan warga terhadap permasalahan hak waris-mewaris yang secara terus menerus menimbulkan persengketaan dan perselisihan.
Kondisi demikian sangat memprihatinkan, karena hal-hal persengketaan di dalam keluarga akan menimbulakn pecahnya tali persaudaraan dan meningkatkan angka konflik di masyarakat. Proses sosialisasi, pembinaan dan pendidikan ini diberikan dalam rangka untuk melindungi masyarakat dan dapat menambah pemahaman masyarakat terkait hak waris-mewaris dalam hukum perdata islam suapaya antar pihak keluarga tidak saling bersengketa.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka daerah Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta-Timur sangat potensial untuk dilakukan sosialisasi, pembinaan dan xxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxx waris. Sasaran ini akan lebih dispesifikasikan pada Karang Taruna di Desa Blok Duku RT. 11/ RW. 00, Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx-Xxxxx.
1.2 Permasalahan Mitra
Faktor utama yang menyebabkan anak angkat bersengketa dnegan anak kandung maupun keluarga dari pihak orang tua angkatnya diakrenakan tidak pahamnya pengetahuan terkait pembagian waris terlebih lagi di dalam perjanjian adopsi anak tidak adanya klausal yang tertuang menyebutkan hak waris-mewaris anak angkat. Permasalahan ini lah yang menjadi dasar permasahalan dari persengketaan waris- mewaris antar keluarga. Di daerah Desa Blok Duku RT. 11/ RW. 10, Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta-Timur, tingkat perselisihan antar keluarga cukup tinggi yang mana topik perselisihan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah mengenai hak waris-mewaris antara anak angkat dan anak kandung.
1.3. Uraian Hasil Penelitian dan PKM Terkait
Hasil penelitia survei ditemukan bahwa memang minimnya pengetahuan warga setempat terhadap pengetahuan hukum waris mewaris oleh anak angkat dan anak kandung.Jadi permasalahan tersebut menjadi dasar terjadinya konflik yang memecahkan tali persaudaraan antarkeluarga. Sehingga hal ini juga berdampak pada kerukunan warga setempat.
1.4. Uraian Keterkaian Topik dengan Peta Jalan PKM
Masyarakat pada umumnya sering mengeluhkan bagaimana cara peralihan hak waris kepada anak angkat. Kondisi ini mendasari kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Dalam hal ini penyuluh melakukan survey di Kelurahan Cibubur. Setelah mengadakan survey dan wawancara ditemukan beberapa kasus yang terkait dengan hak waris Islam terhadapa anak angkat. Selanjutnya, diadakan penyuluhan hukum terkait dengan hal tersebut. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang aspek-aspek hukum dan penyelesaian kasus-kasus. Upaya pertama yang dilakukan oleh penyuluh, selain memperkenalkan dan memahami aspek-aspek hukumnya, juga cara penyelesaiannya. Dijelaskan lebih lanjut upaya pertama dengan jalan damai (non litigasi). Oleh karena itu , harus disesuaikan antara hukum yang berlaku dan budaya dari lingkungan masyarakat tersebut.
BAB II SOLUSI PERMASALAHAN DAN LUARAN
2.1 Solusi Permasalahan
Salah satu upaya yang ditempuh dalam mengatasi persoalan tersebut di atas, yaitu melakukan sosialisasi pembagian waris untuk anak angkat dan anak kandung serta konsep hukum waris islam agar warga setempat paham konsep dasar waris.Sehingga pada akhirnya akan mengurangi angka konflik yang terjadi di lingkungan keluarga dan juga masyarakat. Pada level ini diperlukan tidakhanya sosialisasi akan tetapi diperlukan pembinaan dan pendidikan di Desa Blok Duku RT. 11/ RW. 00, Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx-Xxxxx. Dariprogram ini diharapkan dapat terwujudnya perdamaian para pihak yang mempersengketakan waris. Para anak angkat dan anak kandung dapat memahami hak-hak nya dalam waris-mewaris berdasarkan hukum islam.
2.2 Luaran Kegiatan
No. | Jenis Luaran | Keterangan |
Luaran Wajib | ||
1 | Publikasi ilmiah pada jurnal ber ISSN atau | Sudah submit |
2 | Prosiding dalam temu ilmiah | |
Luaran Tambahan (wajib ada) | ||
1 | Publikasi di media massa | Sudah submit |
2 | Hak Kekayaan Intelektual (HKI) | |
3 | Teknologi Tepat Guna (TTG) | |
4 | Model/purwarupa/karya desain | |
5 | Buku ber ISBN |
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1 Langkah-langkah/Tahapan Pelaksanaan
1. Suvey
Survey merupakan tahapan awal pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan. Kegiatan survey dilakukan ke Kel. Cibubur, Kec. Ciracas. Pada kegiatan ini, pelaksana PKM menemui Lurah Cibubur untuk menggali lebih dalam permasalahan krusial yang terjadi di masyarakat sekitar. Hasil kegiatan ini didapatkan informasi bahwa di daerah Cibubur terdapat beberapa warga nya memiliki perselisihan atau persengketaan antara anak kandung dan anak angkat yang memperebutkan warisan dari peninggalan orang tua. Atau dapat dikatakan bahwa terjadinya perselisihan tersebut mengganggu kerukunan antarwarga. Warga setempat pun minim pengetahuan terkait hak waris mewaris anak angkat. Sehingga warga setempat juga tidak dapat membantu untuk memediasikan pihak yang berselisih. Oleh karena itu materi kedudukan hak waris anak angkat dalam hukum islam menjadi salah satu solusi untuk memberikan edukasi terkait permasalahan tersebut.
2. Ceramah
Pada saat kegiatan pengabdian kepada masyarakat, ceramah digunakan untuk menginformasikan perihal kebijakan dan regulasi yang terkait dengan kewarisan dan aspek hukumnya. Metode ceramah dilakukan untuk :
a) Menyajikan materi aturan hukum islam terkait hak waris.
b)Memberikan edukasi tentang cara pengabdosian anak angkat yang legal secara hukum dan agama.
c) Xxxberikan pemahaman hak waris terhadap anak angkat dan anak kandung.
d)Memberikan edukasi terkait pemahaman skema pembagian waris.
e) Memberikan informasi tentang sistematika pembagian waris.
f) Merangsang peserta pengabdian masyarakat agar memiliki keingintahuan terhadap kebijakan kewarisan di dalam hukum.
Pemilihan metode ceramah dikarenakan peserta pengabdian kepada masyarakat yang banyak jumlahnya dan para peserta tidak mengetahui aturan yang lengkap mengenai kedudukan waris anak angkat
3. Q & A
Setelah sesi ceramah, pada saat pengabdian masyarakat dibuat sesi Q & A. Pada sesi ini peserta pengabdian kepada masyarakat dapat mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang kemudian akan dijawab oleh pelaksana PKM. Selain itu, peserta dapat pula memberikan informasi atau pengalaman seputar hak waris mewaris anak angkat dan anak kandung. Sesi ini dibuka sebanyak 3 (tiga) kali dengan masing-masing sesi dapat menerima 5 pertanyaan.
3.2 Partisipasi Mitra dalam Kegiatan PKM
Peserta penyuluhan aktif dalam kegiatan PKM, dimana peserta nantinya mendapatkan informasi-informasi terkait yang akan disampaikan. Disamping itu, peserta dapat berperan aktif dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan pada saat menyampaikan permasalahan yang dihadapinya.
3.3 Uraian Kepakaran dan Tugas Masing-Masing Anggota Tim
Dalam kegiatan PKM yang dilaksanakan nanti akan ada pembagian tugas baik ketua maupun anggota Tim PKM melakukan penyuluhan dan memimpin diskusi serta menjawab semua pertanyaan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Kegiatan ini sesuai dengan kepakaran pembicara sekaligus narasumber dalam kegiatan PKM tersebutkarena mempunyai latar belakang hukum.
BAB IV HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
Hak waris dalam Islam adalah hak yang sangat penting bagi setiap individu, terutama bagi mereka sebagai anak angkat. Pada umumnya, hak waris diatur berdasarkan hubungan darah antara pewaris dan ahli warisnya. Namun, dalam kasus anak angkat, apakah ia memiliki hak waris di mata hukum Islam masih menjadi perdebatan. Berdasarkan Pasal 171 huruf A Kompilasi Hukum Islam (KHI), Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Sedangkan Ahli waris dalam Pasal 171 huruf C KHI merupakan orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Kemudian harta warisan adalah harta benda atau kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang setelah ia meninggal dunia.
Dalam hukum Islam, alasan untuk bisa dimungkinkan terjadinya warisan adalah sebagai berikut:
1. Hubungan kekerabatan (al-qarabah).
2. Hubungan perkawinan
3. Hubungan karena sebab memerdekakan budak atau hamba sahaya (al-wala). Pengadopsian anak angkat dilakukan bagi pasangan yang hubungan perkawinannya telah berlangsung lama tetapi tidak kunjung dikaruniai anak. Xxxxxxan anak angkat meliputi anak yang diadopsi dari sanak keluarga atau masih memiliki hubungan darah dan juga anak yang diadopsi dari luar sanak keluarga atau tidak memiliki hubungan darah. Seorang anak angkat berhak mendapatkan kasih sayang, nafkah, pendidikan yang layak, dan pemenuhan kebutuhan kehidupan, meskipun tidak memiliki hubungan darah dengan orang tua angkatnya. Menurut Xxxxx 171 huruf (h) dalam KHI, anak angkat didefinisikan sebagai anak yang pemeliharaannya dialihkan dari orang tua asli kepada orang tua angkatnya melalui putusan pengadilan, yang juga bertanggung jawab untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak tersebut. Di Indonesia, pengadopsian anak memiliki dasar hukum yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat
(2) dari Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Tata Cara Pengadopsian Anak
1) Melakukan Pengajuan Permohonan ke Pengadilan Setempat dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
• KTP Calon Orang Tua
• Buku Nikah Calon Orang Tua
• Akta Kelahiran Anak Angkat
• Surat Keterangan Mampu (surat keterangan dari perusahaan)
• Surat pernvataan persetujuan dari perwakilan suami dan isteri
• Surat Motivasi Pengapdosian Anak
• Surat Keterangan Adopsi dari Panti Asuhan
2) Proses Sidang Permohonan
3) Keluarnya Hasil Penetapan Pengadilan
4) Melapor dan menyampaikan salinan penetapan pengadilan Negeri tersebut ke Kementrian sosial dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten atau Kota.
5) DUKCAPIL Menambahkan Catatan Pinggir di Akta Kelahiran anak.
6) Kementrian Sosial akan mencatat dan mondokumentasikan pengangkatan anak tersebut ,dan Dinas Kependudukan dan PencatatanSipil membuatkan Akta pengangkatan anak.
Hukum Islam memandang pengangkatan anak adalah sebagai pengasuhan anak yang disantuni dari orang lain, di mana anak yang diambil akan dianggap sebagai anak sendiri dan diasuh dengan kasih sayang serta diberikan pendidikan dan perawatan yang diperlukan. Namun, hal ini tidak akan memutuskan hubungan anak dengan orang tua kandungnya.
Hukum Islam membolehkan pengangkatan anak dengan syarat-syarat sebagai berikut:
• Tidak boleh memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua biologis dan keluarganya, hal ini diatur dalam surat al-Ahzab ayat 4-5 dan ayat 37.
• Anak yang diangkat tidak akan menjadi pewaris dari orang tua angkatnya, melainkan tetap menjadi pewaris dari orang tua kandungnya. Sebaliknya, orang tua angkat juga tidak akan menjadi pewaris dari anak yang diangkat.
• Anak angkat tidak boleh menggunakan nama orang tua angkat secara langsung,
kecuali sebagai tanda pengenal atau alamat.
• Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam pernikahan anak angkatnya.
Setelah diadopsi, anak angkat akan dianggap sebagai anggota keluarga pasangan tersebut dan akan tercantum di Kartu Keluarga. Namun, meskipun anak angkat memiliki status hukum sebagai anggota keluarga, ia tidak memiliki hak waris menurut Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam karena tidak ada hubungan darah antara anak angkat dan orang tua angkatnya. Hal ini dipertegas kembali, bahwa menurut ayat Al-Qur'an Surah Al- Ahzab ayat 33:5, Allah SWT menyatakan bahwa anak yang diadopsi tetap mempertahankan hubungan darah dan nama keluarga aslinya. Oleh karena itu, anak yang diadopsi tidak berhak atas warisan dari keluarga angkatnya. Berdasarkan Pasal 174 KHI dijelaskan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris menurut hukum Islam. Pertama, menurut hubungan darah: golongan laki-lagi terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek; golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek. Kedua, menurut hubungan perkawinan, terdiri dari duda atau janda. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya anak, ayah, ibu, janda, atau duda.
Walaupun anak angkat tidak berhak sebagai ahli waris, namun anak angkat berhak atas bagian harta warisan orang tua angkatnya melalui wasiat wajibah yang besarnya diatur dalam Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, yaitu tidak lebih dari 1/3 (sepertiga) dari seluruh harta peninggalan orang tua angkatnya. Pemberian wasiat wajibah kepada anak angkat tidak lebih dari 1/3 (sepertiga) dari seluruh harta peninggalan orang tua angkatnya dilakukan untuk melindungi hak ahli waris lainnya. Wasiat wajibah adalah jenis wasiat yang tidak bergantung pada keinginan atau kemauan si penulis wasiat yang telah meninggal dunia. Pelaksanaannya harus dilakukan tanpa memperhatikan apakah wasiat tersebut diucapkan, tertulis, atau dikehendaki oleh si penulis wasiat. Dalam hal ini, bukti keberadaan atau keinginan si penulis wasiat tidak diperlukan karena pelaksanaannya didasarkan pada dasar hukum yang membenarkan wasiat tersebut harus dijalankan. Wasiat wajibah yang perlu dibuat dan ditujukan kepada anak angkat harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pembagian warisan terhadap anak kandung yang karena memiliki hubungan darah disebut sebagai ahli waris.
Seringkali, pembagian harta warisan memunculkan konflik dan pertikaian antara keluarga yang akhirnya harus diselesaikan di Pengadilan. Salah satu sengketa yang sering terjadi adalah pembagian warisan antara anak kandung dengan anak angkat. Pada umumnya, menurut hukum Islam, anak angkat hanya berhak atas maksimal 1/3 (sepertiga) dari seluruh kekayaan orang tua angkatnya. Namun, realitanya banyak masyarakat yang belum memahami tentang posisi waris anak angkat. Hal ini karena hak waris didasarkan pada garis keturunan, hubungan darah, dan pernikahan yang sah menurut agama dan negara.
Untuk memenuhi persyaratan pemberian wasiat wajibah, terdapat kondisi-kondisi yang harus dipenuhi, yakni:
1. Penerima wasiat wajibah harus bukan termasuk dalam kelompok ahli waris. Jika ia sudah memiliki bagian warisan, maka tidak perlu dibuatkan wasiat untuknya.
2. Jika seseorang yang telah meninggal, seperti kakek atau nenek, belum memberikan jumlah harta yang wajib diwasiatkan kepada anaknya, baik melalui cara lain seperti hibah, maka wasiat wajibah harus dibuat untuk melengkapinya. Namun, jika jumlah harta yang sudah diberikan kurang dari jumlah wasiat wajibah, maka wasiat tersebut harus dilengkapi.
Hubungan antara Anak Angkat dengan Orang Tua Angkat Berdasarkan Hukum Islam Dalam Islam, anak angkat dan orang tua angkat memiliki hubungan yang hanya terbatas pada pengasuhan. Anak yang diangkat dianggap sebagai anak dari segi kasih sayang, pendidikan, dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, namun hubungan ini tidak memutuskan hubungan anak dengan orang tua kandungnya. Meskipun begitu, hak anak angkat tetap diakui dan dijaga, sehingga pewarisan terhadap anak angkat dapat dilakukan melalui wasiat wajibah, seperti yang diatur dalam Pasal 209 KHI.
Pasal 209 KHI telah menegaskan tentang kedudukan orang tua angkat dan anak angkat dalam hukum waris. Pasal tersebut mewajibkan orang tua angkat untuk membuat wasiat wajibah demi kepentingan anak angkat yang telah diterima sebagai tanggung jawab untuk memenuhi semua kebutuhan anak tersebut. Anak angkat atau orang tua angkat memiliki hak untuk menerima bagian warisan melalui wasiat wajibah karena ada ikatan emosional dan hubungan baik antara pewaris dengan orang tua angkat atau anak angkat.
Isi Pasal 209 KHI
1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal-Pasal 176 sampai dengan
193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.
2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak- banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dalam hak waris Islam, tepatnya dalam Pasal 174 KHI, anak angkat tidak diakui dan tidak berhak sebagai ahli waris. Namun di sisi lain anak angkat juga berhak atas harta warisan orang tua angkatnya. Hal ini sesuai dengan Pasal 209 ayat (2) KHI yaitu anak angkat dapat menerima warisan melalui hibah atau wasiat wajibah, tetapi tidak boleh melebihi 1/3 harta warisan orang tua angkat untuk melindungi ahli waris lainnya. Wasiat wajibah adalah jenis wasiat yang tidak bergantung pada keinginan atau kemauan si penulis wasiat yang telah meninggal dunia. Pelaksanaannya harus dilakukan tanpa memperhatikan apakah wasiat tersebut diucapkan, tertulis, atau dikehendaki oleh si penulis wasiat. Dalam hal ini, bukti keberadaan atau keinginan si penulis wasiat tidak diperlukan karena pelaksanaannya didasarkan pada dasar hukum yang membenarkan wasiat tersebut harus dijalankan. Wasiat wajibah yang perlu dibuat dan ditujukan kepada anak angkat harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pembagian warisan terhadap anak kandung yang karena memiliki hubungan darah disebut sebagai ahli waris. Orang tua angkat diwajibkan untuk melakukan wasiat wajibah demi kepentingan anak angkat, mengingat tanggung jawab yang telah diterimanya untuk memenuhi kebutuhan anak angkatnya.
B. SARAN
Masyarakat diharapkan dapat menyelesaikan masalah hak asuh secara kekeluargaan terlebih dahulu dan masyarakat diharapkan lebih mengerti mengenai hak asuh secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Xxx Xxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Waris Menurut Xxxxxx Xxx Xxxxxx, Trigenda Karya Bandung, 1995.
3. Xxxxxxxxxx, Xxxxxx, Hukum Waris Adat, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2003,
4. Xxxxxxx, X. Xxxxx, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (UU No. 7 Tahun 1989), Pustaka Kartini,Cetakan Ketiga, Jakarta, 1997.
5. Xxxxxx, Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000.
6. X. Xxxxxx, Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1992.
7. Xxxxxxxxxxxxxx, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1981.
8. Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxxx, Penelitian Hukum, Kencana, Cetakan Kedua, Jakarta, 2008,
9. Munawwir, Xxxxx Xxxxxx, Kampus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif, Surabaya, 1997.
10. Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxx dan X’xx Xxxxxx, Penelitian Hukum (Legal Research),
Sinar Grafika, Jakarta, 2014.
11. Xxxxxxxxxxxx, Xxxxxxx, Hukum Waris di Xxxxxxxxx, Xxxxx Bandung, Jakarta, 1976.
12. X.Xxxxxxx, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1995.
13. Xxxxxxx, M.Idris, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan menurut Hukum Perdata (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 1994.
14. Xxxxxxxx, Xxxxxxx, Hukum Adat Indonesia, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2012.
LAMPIRAN
Lampiran 1 (Materi yang disampaiakan ke Mitra)
Lampiran 2 (Foto Kegiatan)
Lampiran 3 (Luaran Wajib)
HAK WARIS ISLAM TERHADAP ANAK ANGKAT
Ida Kurnia1, Rizqy Dini Fernandha2, dan Filshella Goldwen3
1Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Tarumanagara Email: xxxx@xx.xxxxx.xx.xx
2Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Tarumanagara Email: xxxxx.000000000@xxx.xxxxx.xx.xx
3Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Tarumanagara Email: xxxxxxxxx.000000000@xxx.xxxxx.xx.xx
ABSTRACT
The increasing number of child adoptions in Indonesia must be accompanied by an understanding of the legal status of adopted children within the family, including adoption procedures and their inheritance rights. Inheritance rights for adopted children are an important topic in Islamic law as they are recognized in society as part of the family with the right to protection and equal rights as biological children. Inheritance distribution can become a trigger for family conflicts that can divide sibling relationships and need to be resolved through legal channels. According to Islamic law, adopted children do not have inheritance rights, but they can still receive a portion of hibah or wasiat wajibah, provided it does not exceed one-third of the total wealth of the adoptive parents. Wasiat wajibah must be given to relatives or heirs who are not entitled to a portion of the inheritance due to Shariah obstacles. Wasiat wajibah is an implementation of a will given to the deceased's beneficiaries to distribute their inheritance to adopted children. Adopted children are also not allowed to receive a larger portion of the inheritance than biological children to protect other heirs. However, these provisions are often overlooked and become a source of dispute within the family. Therefore, this study aims to provide an understanding of Islamic inheritance rights for adopted children and the proper procedures for distributing inheritance to adopted children to the community.
Keywords: Inheritance, Islamic Law, Adopted Children, Mandatory Will.
ABSTRAK
Perkembangan tingginya angka adopsi anak di Indonesia harus didampingi dengan pemahaman akan legalitas anak angkat dalam keluarga, termasuk prosedur pengangkatan dan hak waris mereka. Hak waris islam terhadap anak angkat sangat menjadi topik penting dalam hukum islam karena mereka diakui dalam masyarakat sebagai bagian dari keluarga yang berhak mendapatkan perlindungan dan hak-hak yang sama dengan anak kandung. Pembagian warisan ini dapat menjadi pemicu konflik keluarga yang memecah belah hubungan antarsaudara yang harus diselesaikan melalui jalur hukum. Menurut hukum Islam, anak angkat tidak memiliki hak waris, namun mereka masih bisa menerima bagian dari hibah atau wasiat wajibah asalkan tidak lebih dari 1/3 (sepertiga) total kekayaan orang tua angkat. Wasiat wajibah harus diberikan kepada kerabat atau ahli waris yang tidak mendapatkan bagian dari harta warisan orang yang telah meninggal dunia karena ada halangan syariah yang menghalangi mereka menerima bagian warisan tersebut. Wasiat wajibah merupakan suatu pelaksanaan wasiat yang diberikan kepada orang yang ditinggalkan untuk memberikan harta peninggalannya kepada anak angkat. Anak angkat juga tidak boleh mendapatkan bagian warisan yang lebih besar dari anak kandung. Hal ini bertujuan untuk melindungi ahli waris lainnya. Namun, sering kali ketentuan-ketentuan ini diabaikan, dan menjadi sumber perselisihan dalam keluarga. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hak waris islam terhadap anak angkat, tata cara pelaksanaan pemberian waris kepada anak angkat.
Kata Kunci : Waris, Hukum Islam, Anak Angkat, Wasiat Wajibah.
1. PENDAHULUAN
Hak waris dalam Islam adalah hak yang sangat penting bagi setiap individu, terutama bagi mereka sebagai anak angkat. Pada umumnya, hak waris diatur berdasarkan hubungan darah antara pewaris dan ahli warisnya. Namun, dalam kasus anak angkat, apakah ia memiliki hak waris di mata hukum Islam masih menjadi perdebatan. Berdasarkan Pasal 171 huruf A Kompilasi Hukum Islam (KHI), Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Sedangkan Ahli waris dalam Pasal 171 huruf C KHI merupakan orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Kemudian harta warisan adalah harta benda atau kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang setelah ia meninggal dunia.
Dalam hukum Islam, alasan untuk bisa dimungkinkan terjadinya warisan adalah sebagai
berikut:
1. Hubungan kekerabatan (al-qarabah).
2. Hubungan perkawinan
3. Hubungan karena sebab memerdekakan budak atau hamba sahaya (al-wala).
Pengadopsian anak angkat dilakukan bagi pasangan yang hubungan perkawinannya telah berlangsung lama tetapi tidak kunjung dikaruniai anak. Xxxxxxan anak angkat meliputi anak yang diadopsi dari sanak keluarga atau masih memiliki hubungan darah dan juga anak yang diadopsi dari luar sanak keluarga atau tidak memiliki hubungan darah. Seorang anak angkat berhak mendapatkan kasih sayang, nafkah, pendidikan yang layak, dan pemenuhan kebutuhan kehidupan, meskipun tidak memiliki hubungan darah dengan orang tua angkatnya. Menurut Xxxxx 171 huruf (h) dalam KHI, anak angkat didefinisikan sebagai anak yang pemeliharaannya dialihkan dari orang tua asli kepada orang tua angkatnya melalui putusan pengadilan, yang juga bertanggung jawab untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak tersebut. Di Indonesia, pengadopsian anak memiliki dasar hukum yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) dari Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Tata Cara Pengadopsian Anak
1) Melakukan Pengajuan Permohonan ke Pengadilan Setempat dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. KTP Calon Orang Tua
b. Buku Nikah Calon Orang Tua
x. Xxxx Xxlahiran Anak Angkat
d. Surat Keterangan Mampu (surat keterangan dari perusahaan)
e. Surat pernvataan persetujuan dari perwakilan suami dan isteri
x. Xxxxx Motivasi Pengapdosian Anak
g. Surat Keterangan Adopsi dari Panti Asuhan
2) Proses Sidang Permohonan
3) Keluarnya Hasil Penetapan Pengadilan
4) Melapor dan menyampaikan salinan penetapan pengadilan Negeri tersebut ke Kementrian sosial dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten atau Kota.
5) DUKCAPIL Menambahkan Catatan Pinggir di Akta Kelahiran anak.
6) Kementrian Sosial akan mencatat dan mondokumentasikan pengangkatan anak tersebut
,dan Dinas Kependudukan dan PencatatanSipil membuatkan Akta pengangkatan anak.
Hukum Islam memandang pengangkatan anak adalah sebagai pengasuhan anak yang
disantuni dari orang lain, di mana anak yang diambil akan dianggap sebagai anak sendiri dan diasuh dengan kasih sayang serta diberikan pendidikan dan perawatan yang diperlukan. Namun, hal ini tidak akan memutuskan hubungan anak dengan orang tua kandungnya.
Hukum Islam membolehkan pengangkatan anak dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Tidak boleh memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua biologis dan keluarganya, hal ini diatur dalam surat al-Ahzab ayat 4-5 dan ayat 37.
b. Anak yang diangkat tidak akan menjadi pewaris dari orang tua angkatnya, melainkan tetap menjadi pewaris dari orang tua kandungnya. Sebaliknya, orang tua angkat juga tidak akan menjadi pewaris dari anak yang diangkat.
c. Anak angkat tidak boleh menggunakan nama orang tua angkat secara langsung, kecuali sebagai tanda pengenal atau alamat.
d. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam pernikahan anak angkatnya.
Setelah diadopsi, anak angkat akan dianggap sebagai anggota keluarga pasangan tersebut dan akan tercantum di Kartu Keluarga. Namun, meskipun anak angkat memiliki status hukum sebagai anggota keluarga, ia tidak memiliki hak waris menurut Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam karena tidak ada hubungan darah antara anak angkat dan orang tua angkatnya. Hal ini dipertegas kembali, bahwa menurut ayat Al-Qur'an Surah Al-Ahzab ayat 33:5, Allah SWT menyatakan bahwa anak yang diadopsi tetap mempertahankan hubungan darah dan nama keluarga aslinya. Oleh karena itu, anak yang diadopsi tidak berhak atas warisan dari keluarga angkatnya. Berdasarkan Pasal 174 KHI dijelaskan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris menurut hukum Islam. Pertama, menurut hubungan darah: golongan laki-lagi terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek; golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek. Kedua, menurut hubungan perkawinan, terdiri dari duda atau janda. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya anak, ayah, ibu, janda, atau duda.
Walaupun anak angkat tidak berhak sebagai ahli waris, namun anak angkat berhak atas bagian harta warisan orang tua angkatnya melalui wasiat wajibah yang besarnya diatur dalam Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, yaitu tidak lebih dari 1/3 (sepertiga) dari seluruh harta peninggalan orang tua angkatnya. Pemberian wasiat wajibah kepada anak angkat tidak lebih dari 1/3 (sepertiga) dari seluruh harta peninggalan orang tua angkatnya dilakukan untuk melindungi hak ahli waris lainnya. Wasiat wajibah adalah jenis wasiat yang tidak bergantung pada keinginan atau kemauan si penulis wasiat yang telah meninggal dunia. Pelaksanaannya harus dilakukan tanpa memperhatikan apakah wasiat tersebut diucapkan, tertulis, atau dikehendaki oleh si penulis wasiat. Dalam hal ini, bukti keberadaan atau keinginan si penulis wasiat tidak diperlukan karena pelaksanaannya didasarkan pada dasar hukum yang membenarkan wasiat tersebut harus dijalankan. Wasiat wajibah yang perlu dibuat dan ditujukan kepada anak angkat harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pembagian warisan terhadap anak kandung yang karena memiliki hubungan darah disebut sebagai ahli waris.
Seringkali, pembagian harta warisan memunculkan konflik dan pertikaian antara keluarga yang akhirnya harus diselesaikan di Pengadilan. Salah satu sengketa yang sering terjadi adalah pembagian warisan antara anak kandung dengan anak angkat. Pada umumnya, menurut hukum Islam, anak angkat hanya berhak atas maksimal 1/3 (sepertiga) dari seluruh kekayaan orang tua angkatnya. Namun, realitanya banyak masyarakat yang belum memahami tentang posisi waris anak angkat. Hal ini karena hak waris didasarkan pada garis keturunan, hubungan darah, dan pernikahan yang sah menurut agama dan negara.
Untuk memenuhi persyaratan pemberian wasiat wajibah, terdapat kondisi-kondisi yang harus dipenuhi, yakni:
1. Penerima wasiat wajibah harus bukan termasuk dalam kelompok ahli waris. Jika ia sudah memiliki bagian warisan, maka tidak perlu dibuatkan wasiat untuknya.
2. Jika seseorang yang telah meninggal, seperti kakek atau nenek, belum memberikan jumlah harta yang wajib diwasiatkan kepada anaknya, baik melalui cara lain seperti hibah, maka wasiat wajibah harus dibuat untuk melengkapinya. Namun, jika jumlah harta yang sudah diberikan kurang dari jumlah wasiat wajibah, maka wasiat tersebut harus dilengkapi.
Hubungan antara Anak Angkat dengan Orang Tua Angkat Berdasarkan Hukum Islam Dalam Islam, anak angkat dan orang tua angkat memiliki hubungan yang hanya terbatas pada pengasuhan. Anak yang diangkat dianggap sebagai anak dari segi kasih sayang, pendidikan, dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, namun hubungan ini tidak memutuskan hubungan anak dengan orang tua kandungnya. Meskipun begitu, hak anak angkat tetap diakui dan dijaga, sehingga pewarisan terhadap anak angkat dapat dilakukan melalui wasiat wajibah, seperti yang diatur dalam Pasal 209 KHI.
Pasal 209 KHI telah menegaskan tentang kedudukan orang tua angkat dan anak angkat dalam hukum waris. Pasal tersebut mewajibkan orang tua angkat untuk membuat wasiat wajibah demi kepentingan anak angkat yang telah diterima sebagai tanggung jawab untuk memenuhi semua kebutuhan anak tersebut. Anak angkat atau orang tua angkat memiliki hak untuk menerima bagian warisan melalui wasiat wajibah karena ada ikatan emosional dan hubungan baik antara pewaris dengan orang tua angkat atau anak angkat.
Isi Pasal 209 KHI
1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal-Pasal 176 sampai dengan 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.
2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak- banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
2. METODE PELAKSANAAN PKM
Tahap awal sosialisasi dilakukan dengan melakukan survei di Desa Blok Duku RT. 11/ RW. 00, Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx-Xxxxx. Tim pelaksana PKM bertemu dengan Lurah Cibubur dan mendapatkan informasi bahwa di daerah Cibubur terdapat beberapa warga nya memiliki persengketaan antara anak kandung dan anak angkat yang memperebutkan warisan dari peninggalan orang tua sehingga mengganggu kerukunan antarwarga.
Tahap Pelaksanaan
1. Ceramah
Ceramah adalah salah satu bentuk pengajaran terkait suatu hal yang disampaikan oleh narasumber dalam hal ini adalah tim pelaksana PKM di depan khalayak umum yakni Karang Taruna di Desa Blok Duku RT. 11/ RW. 00, Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx-Xxxxx. Ceramah akan dilakukan secara online melalui media telekonferensi, Zoom. Ceramah ini akan dilakukan oleh pelaksana PKM dalam memberikan informasi pengetahuan terkait hak waris islam terhadap anak angkat.
2. Tanya Jawab
Setelah sesi ceramah, akan ada waktu tanya jawab di mana peserta diberikan kesempatan untuk bertanya kepada pelaksana PKM mengenai topik hak waris mewaris anak angkat dan anak kandung. Peserta juga dapat membagikan pengalaman atau informasi terkait topik tersebut. Ada 3 sesi tanya jawab yang akan diadakan, dan masing-masing sesi dapat menerima hingga 5 pertanyaan dari peserta.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) yang berfokus pada "Sosialisasi Hak Waris Islam Terhadap Anak Angkat", dilakukan penyuluhan hukum secara online melalui media teleconference zoom kepada masyarakat di Desa Blok Duku RT 11/RW 10, Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta-Timur. Kegiatan ini telah menghasilkan hasil sebagai berikut:
a) Masyarakat memperoleh pemahaman mengenai cara pembagian warisan kepada anak angkat melalui wasiat wajibah sesuai dengan aturan hukum islam.
b) Masyarakat memahami dengan baik bagaimana mengatasi sengketa yang muncul ketika terjadi permasalahan dalam pembagian warisan antara anak angkat dan anak kandung.
4. KESIMPULAN
Dalam hak waris Islam, tepatnya dalam Pasal 174 KHI, anak angkat tidak diakui dan tidak berhak sebagai ahli waris. Namun di sisi lain anak angkat juga berhak atas harta warisan orang tua angkatnya. Hal ini sesuai dengan Pasal 209 ayat (2) KHI yaitu anak angkat dapat menerima warisan melalui hibah atau wasiat wajibah, tetapi tidak boleh melebihi 1/3 harta warisan orang tua angkat untuk melindungi ahli waris lainnya. Wasiat wajibah adalah jenis wasiat yang tidak bergantung pada keinginan atau kemauan si penulis wasiat yang telah meninggal dunia. Pelaksanaannya harus dilakukan tanpa memperhatikan apakah wasiat tersebut diucapkan, tertulis, atau dikehendaki oleh si penulis wasiat. Dalam hal ini, bukti keberadaan atau keinginan si penulis wasiat tidak diperlukan karena pelaksanaannya didasarkan pada dasar hukum yang membenarkan wasiat tersebut harus dijalankan. Wasiat wajibah yang perlu dibuat dan ditujukan kepada anak angkat harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pembagian warisan terhadap anak kandung yang karena memiliki hubungan darah disebut sebagai ahli waris. Orang tua angkat diwajibkan untuk melakukan wasiat wajibah demi kepentingan anak angkat, mengingat tanggung jawab yang telah diterimanya untuk memenuhi kebutuhan anak angkatnya.
Ucapan Xxxxxx Xxxxx (Acknowledgement)
Tim PKM Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara mengucapkan terima kasih kepada lembaga penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat Universitas Tarumanagara atas dukungan mereka dalam kegiatan pengabdian masyarakat berupa sosialisasi "Hak Waris Islam Terhadap Anak Angkat". Kegiatan ini dilakukan di wilayah Desa Blok Duku, Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta dengan izin dari Ketua RT 11/RW 10 setempat.
REFERENSI
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kompilasi Hukum Islam.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Xxx Xxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Waris Menurut Xxxxxx Xxx Xxxxxx, Trigenda Karya Bandung, 1995.
Ash-Shiddieqy, Xxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxx, Xxxx Xxxxxxx, Pustaka Xxxxx Xxxxx, Semarang, 2001.
Xxxxxxxxxx, Xxxxxx, Hukum Waris Adat, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2003,
Xxxxxxx, X. Xxxxx, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (UU No. 7 Tahun 1989), Pustaka Kartini,Cetakan Ketiga, Jakarta, 1997.
Xxxxxx, Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000.
X. Xxxxxx, Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1992.
Xxxxxxxxxxxxxx, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1981. Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxxx, Penelitian Hukum, Kencana, Cetakan Kedua, Jakarta, 2008. Munawwir, Xxxxx Xxxxxx, Kampus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif, Surabaya, 1997.
Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxx dan X’xx Xxxxxx, Penelitian Hukum (Legal Research), Sinar Grafika, Jakarta, 2014.
Xxxxxxxxxxxx, Xxxxxxx, Hukum Waris di Xxxxxxxxx, Xxxxx Bandung, Jakarta, 1976. R.Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1995.
Xxxxxxx, M.Idris, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan menurut Hukum Perdata (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 1994.
Xxxxxxxx, Xxxxxxx, Hukum Adat Indonesia, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2012. Xxxxxxxxxx, Xxxxx, Xxxxx Xxxxxxx, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2002.
Xxxxx, Xxxxx dan Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Kewarisan Islam, Cet.2, Sinar Grafika, Jakarta, 2011
Lampiran 4 (Luaran Tambahan)
HAK WARIS ISLAM TERHADAP ANAK ANGKAT
* Xxx Xxxxxx | xxxx@xx.xxxxx.xx.xx
** Rizqy Dini Fernandha | xxxxx.000000000@xxx.xxxxx.xx.xx
*** Xxxxxxxxx Xxxxxxx | xxxxxxxxx.000000000@xxx.xxxxx.xx.xx
SENGKETA PEMBAGIAN WARIS ANAK KANDUNG DAN ANAK ANGKAT
Dalam konteks perkawinan, terdapat berbagai permasalahan yang muncul, salah satunya adalah kesulitan dalam memiliki anak meskipun pasangan tersebut telah menikah dalam waktu yang lama. Namun, tantangan ini bisa diatasi dengan mengadopsi seorang anak. Meskipun anak yang diadopsi tidak memiliki ikatan darah dengan orang tua yang mengadopsinya, namun ia berhak menerima kasih sayang yang sama seperti anak kandung, mendapatkan dukungan finansial, mendapatkan pendidikan yang memadai, serta hak-hak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Konflik antara anak angkat dan anak kandung sering terjadi karena kurangnya pemahaman tentang pembagian warisan, terutama ketika perxxxxxan adopsi tidak mencakup hak waris anak angkat. Ini menjadi dasar persengketaan keluarga yang akhirnya harus diselesaikan melalui pengadilan. Perselisihan umumnya berpusat pada pembagian besarnya warisan antara anak kandung dan anak angkat. Hal ini sangat memprihatinkan karena konflik internal dalam keluarga dapat merusak hubungan kekerabatan dan meningkatkan angka konflik di masyarakat.
Karena adanya permasahalan tersebut, pada hari Sabtu 29 April 2023, tim dosen beserta mahasiswa Universitas Tarumanagara melaksanakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), berupa edukasi dan penyuluhan tentang hukum waris terkait anak angkat, dengan fokus pada prosedur pelaksanaan pemberian warisan kepada anak angkat melalui wasiat wajibah yang sesuai dengan hukum Islam. Kegiatan ini akan dilakukan secara daring kepada anggota karang taruna di RT 11/RW 10, Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur dengan teknik ceramah yang akan disampaikan oleh seorang pemateri untuk memberikan pemahaman mendalam tentang anak angkat, termasuk penjelasan tentang prosedur adopsi anak angkat, hubungan antara anak angkat dan orang tua angkat, hak waris anak angkat, serta pemberian wasiat wajibah berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) dari Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Gambar 1. Pelaksanaan PKM secara Daring
DASAR HUKUM HAK WARIS ANAK ANGKAT DAN PENANGANAN KASUS
Menurut Xxxxx 171 huruf (h) KHI, anak angkat adalah anak yang pemeliharaannya dialihkan dari orang tua biologis kepada orang tua angkat melalui putusan pengadilan. Orang tua angkat bertanggung jawab untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak tersebut. Pasal 171 huruf A KHI mengatur hukum kewarisan yang menentukan pemindahan kepemilikan harta peninggalan dari pewaris, siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan bagian yang mereka dapatkan.
Proses pengadopsian anak melibatkan beberapa langkah yang harus diikuti. Pertama, calon orang tua harus mengajukan permohonan ke pengadilan setempat dengan melampirkan dokumen seperti KTP calon orang tua, buku pernikahan, akta kelahiran anak angkat, dokumen keterangan mampu, surat persetujuan dari suami dan istri, surat motivasi pengadopsian anak, serta surat keterangan adopsi dari panti asuhan. Setelah itu, permohonan akan diproses melalui sidang pengadopsian. Setelah sidang, pengadilan akan mengeluarkan penetapan mengenai pengadopsian tersebut. Selanjutnya, dilakukan pelaporan dan pengiriman salinan penetapan ke Kementerian Sosial dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil akan menambahkan catatan pinggir di akta kelahiran anak, sedangkan Kementerian Sosial akan melakukan pencatatan dan dokumentasi terkait proses pengangkatan anak. Akhirnya, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil akan membuat akta pengangkatan anak.
Dalam Islam, pengangkatan anak diizinkan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Namun, penting untuk menjaga hubungan darah antara anak angkat dan orang tua kandung agar tidak terputus. Anak angkat tidak dapat menjadi pewaris orang tua angkatnya, karena hak waris tetap ada pada orang tua kandung. Selain itu, anak angkat tidak diperbolehkan secara langsung menggunakan nama orang tua angkat, kecuali untuk keperluan identifikasi atau alamat. Orang tua angkat tidak memiliki wewenang untuk bertindak sebagai wali pernikahan bagi anak angkatnya. Meskipun tidak memiliki hubungan darah dengan orang tua angkat, anak angkat berhak mendapatkan kasih sayang, nafkah, pendidikan yang layak, dan pemenuhan kebutuhan hidup.
Anak angkat tidak memiliki hak waris menurut Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam karena tidak ada hubungan darah antara anak angkat dan orang tua angkat. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Ahzab ayat 33:5 Al-Qur'an, bahwa anak yang diadopsi masih mempertahankan hubungan darah dan nama keluarga aslinya. Oleh karena itu, anak yang diadopsi tidak berhak atas warisan dari keluarga angkatnya.
Meskipun anak angkat tidak memiliki hak sebagai ahli waris, mereka tetap berhak menerima bagian warisan dari orang tua angkat melalui wasiat wajibah yang terbatas maksimal 1/3 dari total harta peninggalan orang tua angkat, sesuai dengan Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam. Wasiat wajibah diberikan kepada anak angkat untuk menjaga hak-hak ahli waris lainnya. Jenis wasiat ini tidak bergantung pada keinginan penulis wasiat yang telah meninggal dunia, dan tidak memerlukan bukti keberadaan atau keinginan penulis wasiat. Wasiat wajibah harus dibuat dan ditujukan kepada anak angkat sebelum pembagian warisan kepada anak kandung yang merupakan ahli waris berdasarkan hubungan darah.
Ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi untuk memenuhi persyaratan pemberian wasiat wajibah. Pertama, penerima wasiat wajibah tidak boleh termasuk dalam kelompok ahli waris. Jika mereka sudah mendapatkan bagian warisan, tidak perlu membuat wasiat untuk mereka. Kedua, jika seseorang yang telah meninggal, seperti kakek atau nenek, tidak membagi jumlah kekayaan yang wajib diwasiatkan kepada anaknya melalui cara lain seperti hibah, maka wasiat
wajibah harus dibuat untuk melengkapi pembagian tersebut. Namun, jika jumlah harta yang sudah diberikan tidak mencapai total wasiat wajibah, harus dilakukan pelengkapannya.
MANFAAT EDUKASI HUKUM TENTANG HAK WARIS ANAK ANGKAT
Kegiatan PKM yang telah dilakukan oleh tim Universitas Tarumanagara, diharapkan memberikan manfaat kepada masyarakat dalam pemahaman tentang pembagian warisan kepada anak angkat melalui wasiat wajibah sesuai dengan hukum Islam, serta cara yang tepat untuk mengatasi sengketa yang timbul dalam pembagian warisan antara anak angkat dan anak kandung.
* Dosen Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara
** Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara
Lampiran 5 (Poster)
Lampiran 6 (Logbook)
CATATAN HARIAN
TANGGAL | URAIAN KEGIATAN | PENELITI | BERKAS KEGIATAN/ FOTO |
Januari Minggu IV2023 | Diskusi Internal mengenai Proposal PKM | Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx | - |
Februari Minggu II- Minggu III 2023 | Pembahasan dan Penyusunan Rancangan Proposal PKM | Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx | - |
Februari Minggu IV 2023 | Pengumpulan Proposal PKM ke DPPM Universitas Tarumanagara | Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx | - |
Februari Minggu IV 2023 | 1. Rapat Koordinasi Internal; 2. Xxxxxxxxxx xxxxxx XX 00/XX 00 Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxx | Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx | - |
Februari Minggu IV 2023 | Rapat Tim PKM | Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx | - |
25 Februari 2023 | Persiapan pelaksanaan PKM | Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx | - |
29 April 2023 | Pelaksanaan PKM | Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx | - |
Mei Minggu II- Minggu III 2023 | Penyusunan Laporan PKM untuk Monev dan Laporan Akhir | Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx | - |
Mei Minggu III 2023 | Penyusunan Artikel Ilmiah sebagai Luaran PKM | Xx. Xxx Xxxxxx, S.H., M.H. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx | - |