Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Xxx Xxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Waris Menurut Xxxxxx Xxx Xxxxxx, Trigenda Karya Bandung, 1995.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 10 Xxxxxxxxxxx, Xxxxx, Hal 341.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Perbankan.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Undang-unang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 38 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut.39 Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Berdasarkan peristiwa ini timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Perjanjian dalam bentuknya berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji- janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.40 Menurut Xxxxxx Xxxxxxxxx, hukum perjanjian (kontrak) mengenal 4 asas perjanjian (kontrak) yang saling kait mengkait satu dengan yang lainnya. Keempat asas perjanjian (kontrak) tersebut yaitu asas kebebasan berkontrak, asas mengikat sebagai undang-undang (pacta sunt servanda), asas konsensualitas, dan asas itikad baik.41 Berdasarkan asas hukum yang terdapat dalam hukum perjanjian, keempat asas tersebut yang dianggap asas pokok dalam hukum perjanjian. Asas perjanjian merupakan suatu yang mendukung adanya perjanjian. Asas perjanjian dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) asas:42
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 83 Xxxxxxxx Xxxxxx, Dasar-dasarHukum Perikatan Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm.45. tidak, dapat dimasukkan dalam suatu perjanjian, misalnya perbuatan melawan hukum, perwakilan sukarela dan hal-hal mengenai xxxxx xxxxx.00 Atas dasar alasan-alasan itulah maka para Sarjana Hukum merasa perlu untuk merumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian. Subekti memberikan definisi perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.85 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx memberikan definisi perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.86 Menurut Xxxxx 1233 KUH Perdata, perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan pada debitor dalam perjanjian, memberikan hak pada pihak kreditor dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut. Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian adalah pelaksanaan dari perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut. Dalam hal debitor tidak melaksanakan perjanjian yang telah disepakati tersebut, maka kreditor berhak untuk menuntut pelaksanaan kembali perjanjian yang belum, tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan secara bertentangan atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, 84 Ibid, hlm. 46.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Empat syarat tersebut di atas merupakan syarat essensial dari suatu perjanjian, artinya tanpa 4 syarat tersebut perjanjian dianggap tidak pernah ada. Adapun syarat yang pertama dan kedua disebut dengan syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang atau subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dengan bank yang lainnya tidak sama, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bank dan disesuaikan jenis kreditnya. Perjanjian kredit tersebut tidak mempunyai bentuk yang baku, hanya saja dalam praktek ada banyak hal yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian kredit, misalnya berupa definisi istilah-istilah yang akan dipakai dalam perjanjian, jumlah dan batas waktu pinjaman, serta pembayaran kembali (repayment) pinjaman, penetapan bunga pinjaman dan denda bila debitor lalai dalam melaksanakan kewajibannya.52 Perjanjian kredit ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditor maupun oleh nasabah sebagai debitor, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaannya maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Adapun fungsi dari perjanjian kredit adalah sebagai berikut:53
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria Undang-Undang No 56 Prp/1960 tentang Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian http;//xxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xx.xx/0000/00/xxxxxxxxxx-xxx pelaksanaan- suatu-perjanjian//. (11 februari 2022 Pada Pukul