PENGENAAN PAJAK PADA PERJANJIAN SECARA ELEKTRONIK DENGAN MENGGUNAKAN METERAI ELEKTRONIK
TESIS
PENGENAAN PAJAK PADA PERJANJIAN SECARA ELEKTRONIK DENGAN MENGGUNAKAN METERAI ELEKTRONIK
(TAX APPLICATION ON ELECTRONIC CONTRACT BY USING ELECTRONIC STAMP DUTY)
Oleh :
XXXXX XXXXXXXXX XXXXXXXX, S.H.
NIM 160720201009
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM MAGISTER KENOTARIATAN 2018
PENGENAAN PAJAK PADA PERJANJIAN SECARA ELEKTRONIK DENGAN MENGGUNAKAN METERAI ELEKTRONIK
(TAX APPLICATION ON ELECTRONIC CONTRACT BY USING ELECTRONIC STAMP DUTY)
TESIS
Oleh :
XXXXX XXXXXXXXX XXXXXXXX, S.H.
NIM 160720201009
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM MAGISTER KENOTARIATAN 2018
PENGENAAN PAJAK PADA PERJANJIAN SECARA ELEKTRONIK DENGAN MENGGUNAKAN METERAI ELEKTRONIK
(TAX APPLICATION ON ELECTRONIC CONTRACT BY USING ELECTRONIC STAMP DUTY)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Jember
Oleh :
XXXXX XXXXXXXXX XXXXXXXX, S.H.
NIM 160720201009
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM MAGISTER KENOTARIATAN 2018
PERSETUJUAN
TANGGAL, 8 AGUSTUS 2018
Utama,
Xxxx. Xx. XXXXXXXXX XXXX, S.H., X.Xx.
NIP. 195701051986031002
Pembimbing Anggota,
Xx. XXXXX XXXXXXXX, S.H., M.H.
NIP. 196912301999031001
PENGESAHAN
Tesis dengan Judul :
PENGENAAN PAJAK PADA PERJANJIAN SECARA ELEKTRONIK DENGAN MENGGUNAKAN METERAI ELEKTRONIK
(TAX APPLICATION ON ELECTRONIC CONTRACT BY USING ELECTRONIC STAMP DUTY)
XXXXX XXXXXXXXX XXXXXXXX, S.H.
NIM 160720201009
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota
,
Xxxx. Xx. XXXXXXXXX XXXX, S.H., X.Xx. Xx. XXXXX XXXXXXXX, S.H., M.H. NIP. 195701051986031002
NIP. 196912301999031001
Mengesahkan,
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Universitas jember
Hukum Dekan
Xx. XXXXX XXXXXXX, S.H., M.H. NIP. 197409221999031003
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Hari : Sabtu
25
: Agustus
2018
Diterima oleh Panitia Penguji Fakultas Hukum Universitas Jember
Panitia Penguji :
Sekretaris,
Prof. Dr. M. XXXXXXX, S.H., M.Hum., C.N. Xx. XXX XXX XXXXXXXXXX, S.H., M.H.
197210142005011002
Penguji Anggota :
Anggota Penguji 1
Dr. Y. A TRIANA OHOIUTUN, S.H., M.H.
: NIP. 196401031990022001
Anggota Penguji 2
Xxxx. Xx. XXXXXXXXX XXXX, S.H., X.Xx. : NIP. 195701051986031002
Anggota Penguji 3
Xx. XXXXX XXXXXXXX, S.H., M.H. : NIP. 196912301999031001
PERNYATAAN
Saya sebagai penulis yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, S.H.
Program Studi / Jurusan : Magister Kenotariatan
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis yang berjudul : “PENGENAAN PAJAK PADA PERJANJIAN SECARA ELEKTRONIK DENGAN
MENGGUNAKAN METERAI ELEKTRONIK" adalah benar-benar sebuah karya yang telah saya susun sendiri, kecuali apabila di dalamnya terdapat kutipan substansi yang disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada institusi manapun serta bukan karya jiplakan. Saya akan bertanggung jawab terhadap keabsahan dan kebenaran isi dari tesis ini sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi sebagaimana mestinya.
Xxxxxxxx pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, tanpa ada paksaan dari pihak lain serta bersedia untuk mendapatkan sanksi akademik apabila di kemudian hari pernyataan ini terbukti tidak benar adanya.
Jember, 5 Juni 2018 Yang Menyatakan,
XXXXX XXXXXXXXX XXXXXXXX, S.H. NIM. 160720201009
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir (Tesis) ini. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi prasyarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Jember. Penulis tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada :
1. Para Bapak dan Ibu Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Jember yang telah mengajar dan mendidik dengan penuh kesabaran hingga sampai saat ini;
2. Keluarga dan rekan rekan terkasih yang telah memberikan dorongan dan bantuan berupa moril maupun materiil serta memberikan semangat yang besar kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini;
Penulisan tugas akhir ini memuat konsep perpajakan yang dikenakan dalam kontrak elektronik yang dikaitkkan dengan yurisdiksi negara yang dimiliki oleh setiap negara.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun tugas ini semaksimal mungkin. Namun penulis tetap membuka masukan-masukan dalam bentuk kritik dan saran dari semua supaya tugas akhir ini dapat semakin disempurnakan.
Jember, 5 Juni 2018
Penulis
MOTTO
"Tinggalkanlah segala kemalasan yang menghambatmu, maka hal itulah yang akan bisa merubah nasib dan keadaanmu”
* Xxxxxx Xxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxx “Xxxxxxxx Xxxxxx (DM)”. (Yogyakarta : Arti Bumi Intaran, 2004). Hlm XIV.
PERSEMBAHAN
Penulis mempersembahkan tesis ini kepada :
1. Kedua orang tua penulis tercinta, Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxxx, serta kakak tercinta Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, yang telah mendidik dan membimbing penulis dari usia dini hingga saat ini;
2. Almamater yang penulis banggakan, Fakultas Hukum Universitas Jember;
3. Seluruh keluarga besar penulis.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji Tuhan penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kebaikan dan anugerah-Nya yang tak terbatas sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang tak terhingga dan memberikan apresiasi yang penulis tujukan kepada :
1. Xxxx. Xx. Xxxxxxxxx Xxxx, S.H., X.Xx. selaku Dosen Pembimbing Utama, yang telah bersedia memberikan waktunya, memberikan banyak masukan- masukan, pemikiran-pemikiran dan nasihat, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan oleh penulis dengan baik;
2. Xx. Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Anggota, yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan banyak masukan-masukan, pemikiran-pemikiran dan nasihat, sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik;
3. Prof. Dr. M. Xxxxxxx, S.H., M.Hum., C.N. selaku Ketua Penguji tesis yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan banyak masukan-masukan, pemikiran-pemikiran dan nasihat, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan oleh penulis dengan baik;
4. Dr. Moh. Xxx Xxxxxxxxxx X.X., M.H. selaku Sekretaris Penguji tesis, yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan banyak masukan-masukan, pemikiran-pemikiran dan nasihat, sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik;
5. Dr. Y. A Xxxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H. selaku Anggota Penguji tesis, yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan banyak masukan-masukan, pemikiran-pemikiran dan nasihat, sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik;
6. Xx. Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H., selaku dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, Ibu Dr. Dyah Ochtorina S., S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I, Xxxxx Echan Xxxxxxx X.X., M.H., selaku Wakil Dekan II, dan Bapak Xx. Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas jember yang telah bersedia meluangkan waktu demi membantu kelancaran penyelesaian tesis ini;
7. Prof. Dr. M. Xxxxxxx, S.H., M.Hum., C.N. selaku Ketua Program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas jember;
8. Xxxx. Xx. Xxxxxxxx Xxxxxxx, S.H., M.S. selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang selalu memberikan nasihat dan masukan-masukan selama perkuliahan;
9. Kedua orang tua penulis tercinta, Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxxx, yang selalu mendidik, memberikan kasih sayangnya, semangat, dan motivasi serta selalu mendoakan yang terbaik untuk penulis;
10. Kakak penulis tersayang Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx yang juga memberikan masukan-masukan mengenai penulisan tesis ini serta selalu memberikan semangat dan doa terbaik bagi penulis;
11. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk selalu terus tekun dalam bidang pendidikan hingga nanti semua cita-cita yang
diharapkan oleh penulis dapat tercapai;
12. Rekan-rekan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Jember Angkatan 2016 yang terus kompak untuk belajar bersama dan selalu saling memberikan motivasi dalam perkuliahan;
13. Seluruh pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam penyelesaian tesis ini baik sumbangsih dari pemikiran, tenaga, maupun yang lainnya, yang oleh penulis tidak dapat disebutkan satu per satu.
RINGKASAN
Tesis yang disusun berikut ini merumuskan 3 (tiga) permaslahan yang dijelasakan secara rinci, permasalahan tersebut diantaranya adalah dasar pertimbangan hukum dikenakannya suatu pajak dalam sebuah dokumen dengan menggunakan bea meterai, tidak adanya kewajiban pengenaan pajak dalam perjanjian secara elektronik melalui bea meterai dan konsepsi pengaturan ke depan agar perjanjian secara elektronik dapat dikenai pajak. Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan tesis ini adalah mengkaji dan menganalisis dasar pertimbangan hukum pengenaan pajak dalam perjanjian secara elektronik dengan menggunakan bea meterai; mengkaji dan menganalisis tidak adanya kewajiban pengenaan pajak dalam perjanjian secara elektronik melalui bea meterai; menyusun konsepsi pengaturan ke depan agar perjanjian secara elektronik dapat dikenai pajak. Terkait dengan manfaat dibagi menjadi dua, manfaat teoritis yaitu sebagai sumbangan karya ilmiah dalam perkembangan ilmu hukum di bidang perpajakan khususnya pengenaan pajak dalam perjanjian secara elektronik dan manfaat praktis yaitu sebagai upaya untuk memberikan masukan bagi pemerintah terkait dengan program pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya mengenai regulasi perpajakan dalam perjanjian secara elektronik.
Metode yang digunakan dalam pembahasan tesis ini adalah menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian tesis ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Bahan hukum yang digunakan untuk mengkaji permasalahan yang ada meliputi bahan hukum primer diantaranya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Keputusan Menteri Keuangan 133b/KMK.04/2000 Tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain, dan lain-lain; bahan hukum sekunder yaitu Blacks Law Dictonary, jurnal hukum LKHT Fakultas Hukum UI yang berjudul “Pokok-pokok Pikiran Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU-IETE)”. Vol 1. No. 1. Tahun 2001, beberapa penulisan tesis; dan bahan non hukum yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia serta jurnal terkait QR-Code, yang kemudian dilanjutkan dengan analisa terhadap bahan hukum. Tinjauan Pustaka dalam penulisan tesis ini terdiri atas pengertian perjanjian, syarat dan asas-asas perjanjian, pengertian dan obyek bea meterai, pengertian dan bentuk kontrak elektronik, pengertian dan sistem pemungutan pajak, Konsep Tujuan Hukum dan Teori Bakti atau Kewajiban Pajak Mutlak.
Pembahasan dari tesis ini ada tiga. Pertama, pajak yang diatur dalam UU Bea Meterai pada awalnya berasal dari konstitusi negara Republik Indonesia yaitu dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengenaan pajak ini guna memberikan pemasukan pada negara demi terselenggaranya pembangunan. Perjanjian dikenai pajak dengan bea meterai manakala perjanjian tersebut ditujukan/digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Oleh karenanya pembayaran pajak yang dilakukan kepada negara melalui disediakannya lembaga pengadilan yang dapat digunakan oleh masyarakat. Hal inilah yang merupakan tanda bakti dari masyarakat kepada negara, karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya. Kedua, Tidak adanya pengenaan pajak pada perjanjian secara elektronik disebabkan karena beberapa faktor yaitu UU Bea Meterai dan peraturan pelaksananya belum mengatur pengenaan pajak dengan menggunakan meterai dalam perjanjian secara elektronik dan ada pendapat yang menyatakan bahwa pengenaan pajak dalam perjanjian secara elektronik terhalang oleh yurisdiksi suatu negara. Ada beberapa negara yang menggunakan meterai dengan teknologi yaitu India, Singapura, dan Indonesia. Namun pengenaan meterai dalam suatu dokumen tidaklah wajib. Apabila para pihak memilih pengadilan Indonesia makan pajak dapat dikenakan terhadap dokumen itu. Ketiga, selain dengan menggunakan meterai tempel dan kertas meterai, dimungkinkan pemeteraian dengan menggunakan cara lain. Dasar hukumnya adalah Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 Tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain. Perjanjian secara elektronik pada esensinya sama dengan kontrak konvensional, maka perlu dibentuk norma yang mengatur pengenaan pajak pada perjanjian secara elektronik yaitu dengan menggunakan peraturan Dirjen Pajak.
Saran yang diberikan adalah sebagai berikut : pertama, mengingat hingga saat ini UU ITE yang di dalamnya mengatur tentang kontrak elektronik belum mengakomodasikan penggunaan meterai, maka atas pertimbangan penerimaan pajak oleh negara, dirasa penting dan mendesak untuk ditetapkan dalam suatu regulasi bentuk meterai yang digunakan dalam kontrak elektronik. Kedua, pemeteraian dengan menggunakan cara lain sangat dimungkinkan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU Bea meterai, mengingat perkembangan teknologi dan globalisasi yang semakin canggih dan pada saat ini sudah dikenal kontrak elektronik. Norma perpajakan harus dapat mengakomodir hal tersebut. Ketiga, bagi pemerintah sangat perlu menambah cara pemeteraian yang dikenakan dalam suatu dokumen elektronik, yaitu dengan cara membentuk peraturan Direktur Jendral Pajak tentang meterai elektronik yang digunakan dalam kontrak elektronik serta melakukan sosialisasi dan pengawasan terhadap wajib pajak yang menggunakan meterai elektronik, sehingga negara tidak kehilangan pemasukan dalam hal perpajakan.
SUMMARY
The following thesis formulates three (3) detailed explanations, such issues as the juridical reason for the imposition of a tax in a contract by using stamp duty, the absence of tax liability in the electronic contract through the stamp duty and the concept of forward arrangement in order the electronic contract may be taxed. The goal to be achieved in writing this thesis is to examine and analyze the juridical reason for the imposition of a tax in a contract by using stamp duty; review and analyze the absence of tax liability in electronic contracts through stamp duty; preparing the concept of forward arrangements for electronic contracts to be subject to a tax. Associated with the benefits divided into two, theoretical benefits are as a contribution of scientific work in the development of legal science in the field of taxation and practical benefits that is as an effort to provide input for the government associated with the program formulation of legislation, especially regarding tax regulations in electronic contracts.
The method used in the discussion of this thesis is to use a type of normative juridical research. The approach used by the writer in this thesis research is the statute approach, conceptual approach and comparative approach. The legal material used to study the existing problems includes primary legal materials including the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, Law Number 13 of 1985 concerning Stamp Duty, Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 Year 2008 concerning Information and Electronic Transactions, Decree of the Minister of Finance 133b / KMK.04 / 2000 concerning Repayment of Stamp Duty Using Other Ways, etc.; Secondary legal materials are Blacks Law Dictonary, LKHT Law Faculty UI law journal entitled "The Thoughts of the Thoughts of the Information and Electronic Transaction Bill (IUET)". Vol 1. No. 1. In 2001, several thesis writing; and non-legal materials, namely the Large Indonesian Language Dictionary and related QR-Code journals, which are then followed by an analysis of legal material. Literature Review in the writing of this thesis consists of the understanding of the agreement, terms and principles of agreement, understanding and object of stamp duty, understanding and form of electronic contracts, understanding and tax collection system, Concept of Legal Purpose and theory of Service or Absolute Tax Obligations.
The discussion of this thesis is three. First, the tax stipulated in the Customs Law Act originally derived from the constitution of the Republic of Indonesia, namely in Article 23A of the 1945 Constitution of the State of the Republic of Indonesia. The imposition of this tax to provide income to the state for the sake of the implementation of development. The contract is taxed with stamp duty when the contract is designated / used as evidence in court. Therefore, the payment of taxes made to the state through the provision of judicial institutions that can be used by the
community. This is a sign of devotion from society to the state, because it is the state that is in charge of organizing the interests of the community. Secondly, the absence of taxation on electronic contracts is due to several factors, namely the Customs Law and its implementing regulations have not regulated the taxation by using the seal in the electronic contract and There is an opinion that the imposition of tax in electronic contracts is obstructed by the jurisdiction of a country. Xxxxxxx Xxxxx conceptualizes the globalization that makes the world unlimited. Initially, in Indonesia only known contracts were made orally and in writing. Along with the development and technological sophistication that, now the contract can also be made by using an electronic contract. There are several countries that use seals with technology namely India, Singapore, and Indonesia. However, the imposition of the seal in a document is not mandatory. If the parties choose an Indonesian court fed tax may be imposed on that document. Third, in addition to using the seal and stamped seal, it is possible to seal it by other means. The legal basis is Article 1 of the Decree of the Minister of Finance No. 133b / KMK.04 / 2000 on the Redemption of Customs of Meterai by Using Other Ways. There are several sealing methods that exist in Indonesia, namely sealing with a stamped seal machine, sealing with a sealing molding technology with a computerized system. Since electronic contracts are essentially the same as conventional contracts, it is necessary to establish norms governing taxation on electronic contracts by using the Dirjen Pajak regulation.
The advice given as follows: firstly, considering that until now the ITE Law in which regulates the electronic contract has not yet accommodated the use of the seal, it is deemed important and urgent to be stipulated in a stamp duty regulation used in electronic contracts Secondly, sealing by other means is possible as mandated in the Customs Law, given the increasingly sophisticated development of technology and globalization and is now known as an electronic contract. The tax norm should be able to accommodate it. Thirdly, for the government it is necessary to increase the sealing way imposed in an electronic document, that is by forming the regulation of the Director General of Taxes on the electronic seal used in electronic contracts as well as conducting socialization and supervision of taxpayers using electronic seals, so the country does not lose income in terms of taxation.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN..................................................................... i
SAMPUL DALAM.................................................................... ii
PRASYARAT GELAR .............................................................
iii
PERSETUJUAN .......................................................................
iv
PENGESAHAN.........................................................................
v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI.........................................
vi
ORISINILITAS.........................................................................
vii
KATA PENGANTAR...............................................................
viii
MOTTO ....................................................................................
ix
PERSEMBAHAN .....................................................................
x
UCAPAN TERIMAKASIH......................................................
xi
RINGKASAN............................................................................
xiv
SUMMARY...............................................................................
xvi
DAFTAR ISI .............................................................................
xviii
DAFTAR TABEL .....................................................................
xxi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 7
1.5 Orisinalitas Penelitian ........................................................... 8
1.6 Metode Penelitian ................................................................. 12
1.6.1 Tipe Penelitian ................................................................... 13
1.6.2 Pendekatan Masalah ........................................................... 14
1.6.3 Jenis dan Sumber Bahan Hukum ........................................ 16
1.6.4 Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum................................ 20
1.6.5 Analisis Bahan Hukum....................................................... 21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perjanjian
2.1.1 Pengertian Perjanjian.......................................................... 23
2.1.2 Syarat Sah Perjanjian ......................................................... 25
2.1.3 Asas-asas Perjanjian........................................................... 27
2.2.Bea Meterai
2.2.1 Xxxxertian Bea Meterai ...................................................... 29
2.2.2 Obyek Bea Meterai ............................................................ 31
2.3 Kontrak Elektronik
2.3.1 Pengertian Kontrak Elektronik ........................................... 33
2.3.2 Xxxxxx Xxxxxxx Elektronik................................................. 36
2.4 Pajak
2.4.1 Pengertian Pajak................................................................. 37
2.4.2 Sistem Pemungutan Pajak .................................................. 39
2.5 Konsep Tujuan Hukum ...................................................... 40
2.6 Teori Bakti atau Teori Kewajiban Pajak Mutlak .............. 43
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ..................................... 46
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengenaan Pajak dalam Dokumen dan Penggunaan
Bea Meterai ......................................................................... 49
4.2 Kewajiban Pengenaan Pajak pada Perjanjian Secara
Elektronik Melalui Bea Meterai ........................................... 61
4.3 Konsepsi Pengaturan Perjanjian Secara Elektronik yang
Dikenai Pajak/Bea Meterai................................................... 82
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan........................................................................... 98
5.2 Saran ...................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA................................................................ 101
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Orisinalitas Penelitian Tabel 2. Obyek Bea Meterai
Tabel 3. Perbandingan Bea Meterai dengan Menggunakan Teknologi di Beberapa Negara
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Negara hukum memiliki prinsip yaitu terjaminnya penyelenggaraan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan dalam masyarakat. Terkait hal tersebut dalam rangka pemenuhan prinsip negara hukum khususnya mengenai kepastian hukum, diperlukan adanya alat bukti tertulis mengenai peristiwa maupun perbuatan hukum manusia dalam lalu lintas hukum dalam kehidupan bermasyarakat guna menentukan dengan jelas dan pasti tentang dimilikinya hak dan kewajiban oleh seseorang sebagai subjek hukum. Oleh karenanya, aktifitas manusia baik di bidang ekonomi, bisnis, atau bidang lainnya, dituntut untuk menggunakan perjanjian tertulis / kontrak guna terjaminnya kepastian hukum serta dapat digunakan sebagai pembuktian apabila di kemudian waktu timbul suatu permasalahan/sengketa apabila salah satu atau beberapa pihak melakukan wanprestasi.
Perjanjian yang di dalam bahasa Inggris disebut juga dengan contract dan disebut juga dengan overeenkomst di dalam bahasa Belanda, yaitu merupakan sebuah peristiwa berjanjinya untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Para pihak yang telah melakukan kesepakatan terhadap suatu hal yang diperjanjikan, secara langsung maupun tidak
1
langsung mempunyai kewajiban untuk patuh terhadap pelaksanaannya, sehingga perjanjian yang telah dibuat terbentuk suatu hubungan hukum bagi para pihak, yang disebut dengan perikatan atau verbintenis. Pembuatan perjanjian oleh para pihak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi mereka yang membuat perjanjian tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat merupakan salah satu sumber hukum formal, asal kontrak tersebut merupakan kontrak yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.1
Berdasarkan BW khususnya Pasal 1313, perjanjian atau persetujuan merupakan suatu bentuk perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Xxxx Xxxxx Xxxxxxx mempunyai pendapat bahwa suatu hal yg berbeda atau tidak samanya kepentingan yg dimiliki oleh para pihak merupakan awal / latar belakang dari adanya kontrak. Negosiasi di antara para pihak adalah langkah awal yang umum dilakukan dalam perumusan hubungan kontraktual. Terciptanya bentuk-bentuk kesepakatan melalui proses tawar - menawarlah sebagai hasil dari negosiasi yang dilakukan oleh para pihak, demi saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan).2
Terkait hal tersebut tak dapat dipungkiri bahwa pada era saat ini perkembangan teknologi yang berkembang dengan sangat pesatnya mampu membawa kemajuan pada sebagian besar aspek / bidang dalam kehidupan manusia. Perilaku masyarakat dan peradaban manusia sedikit banyak telah mampu diubah oleh
1 Xxxxx X. Saliman. Hukum Bisnis untuk Perusahaan “Teori dan Contoh Kasus”. (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005). Hlm. 45.
2 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. (Jakarta : Kencana Prenada Group, 2009). Hlm. 1.
teknologi informasi dan komunikasi secara global. Salah satu perkembangan teknologi yang telah dikenal oleh hampir sebagian besar orang adalah internet (interconnection networking), yaitu suatu teknologi yang memberikan kemudahan kepada setiap manusia yang menggunakannya yaitu kemudahan komunikasi yang dapat dilakukan melampaui batas-batas negara dan seseorang dimungkinkan untuk memperoleh serta saling memberi informasi satu sama lain dengan aktu yang singkat, serta memberikan kemudahan dalam berkomunikasi secara lokal, regional nasional dan internasional tanpa batas geografis. Seiring dengan datangnya era globalisasi yang tak dapat ditolak serta perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi inilah yang melatarbelakangi perjanjian yang sebelumnya hanya dapat dibuat secara tertulis yaitu akta dengan bentuk dibawah tangan maupun dengan menggunakan akta notariil, kini sudah dapat dibuat secara elektronik (e-contract).
Apabila menyinggung sebuah perjanjian, maka tidak akan terlepas dari adanya perpajakan. Pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara yang sangat penting untuk suatu negara, khususnya di Indonesia. Pajak digunakan bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional sebagai bentuk konkrit dari amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan umum, karena pada dasarnya pajak yang dibayarkan oleh masyarakat nantinya juga akan kembali ke masyarakat melalui pembagunan sarana-prasarana umum. Kemampuan dan kesadaran masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam bidang perpajakan yang nantinya akan dikelola oleh Negara. Pajak secara normatif termuat dalam konstitusi negara Indonesia yaitu dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Artinya, secara jelas negara melalui konstitusi telah memberikan suatu landasan tentang pajak dan pungutan lain demi keberlangsungan pembangunan nasional.
Banyak macam pajak yang secara umum diterapkan di Indonesia, seperti halnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai dan berbagai macam pajak yang lainnya. Terkait hal tersebut, maka akan diulas salah satu dari sekian banyak macam pajak yang diterapkan di Indonesia yaitu pajak tentang bea meterai. Terkait dengan Bea Meterai, secara normatif pengaturan bea meterai diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai (selanjutnya disebut UU Bea Meterai). Berdasarkan hal tersebut, Pasal 2 ayat (1) huruf a UU Bea Meterai menyatakan bahwa :
“Dikenakan Bea Meterai atas dokumen yang berbentuk : surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata”.
Artinya UU Bea Meterai mengamanatkan bahwa surat perjanjian yang digunakan untuk pembuktian, dikenakan pajak berupa pembubuhan bea meterai dalam surat perjanjian. Berdasarkan hal sebagaimana yang disebutkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa negara turut hadir dalam pemungutan pajak, meskipun perjanjian yang dimaksud tersebut masih dalam ranah hukum perdata.
Sebagaimana yang telah sedikit diulas sebelumnya yaitu tentang kontrak elektronik, terkait dengan hal tersebut, Pasal 1 angka 17 dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU Informasi dan Transaksi Elekronik) juga mengatur tentang kontrak namun dalam bentuk elektronik. Pasal tersebut menyatakan bahwa : “Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik”. Tidak ada pengaturan yang diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elekronik yang menyatakan bahwa kontrak elektronik dikenai pajak seperti halnya pengenaan pajak terhadap surat perjanjian yang diatur dalam UU Bea Meterai.
Berdasarkan kedua pasal di atas antara UU Bea Meterai dan UU Informasi dan Transaksi Elekronik dapat ditarik sebuah benang merah yaitu bahwa surat perjanjian dikenai pajak berupa bea meterai dalam artian adanya kehadiran negara di dalamnya yakni untuk memungut sebuah pajak, sedangkan kontrak elektronik yang notabene adalah sama-sama perjanjian dan juga sama-sama dalam ranah hukum perdata tidak dikenai pajak seperti halnya bea meterai. Artinya negara tidak hadir ketika terjadinya kontrak elektronik. Selain itu, sangatlah tidak dimungkinkan meterai sebagaimana yang telah dimaksudkan di atas digunakan/ditempelkan dalam dunia maya, dalam hal ini kontrak elektronik. Padahal di sisi lain UU Bea Meterai telah memberikan kemungkinan dilakukannya pemeteraian dengan menggunakan cara lain yaitu melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 Tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.
Dua pengaturan yang mengatur ketentuan yang berbeda namun masih dalam satu objek yang esensinya sama yaitu kontrak/perjanjian. Kenyataan yang demikian merupakan indikasi adanya kekosongan norma yang pada gilirannya menimbulkan
tidak konsistensinya antar peraturan perundang-undangan. M. Isnaeni3 menyatakan bahwa kepastian hukum akan lahir manakala perangkat hukum mampu memperhatikan memperhatikan konsistensi sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat luas. Sebaliknya apabila tidak dialiri arus konsistensi dalam diri aturan perundang-undangan itu, berarti sangat sulit sekali untuk melahirkan kepastian hukum dari rahim aturan seperti itu karena citanya sendiri sudah tidak pernah pasti. Padahal salah satu pilar utama dari peraturan perundang-undangan di samping aspek keadilan adalah kepastian hukum. Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan di atas, maka diangkatlah sebuah judul “PENGENAAN PAJAK PADA PERJANJIAN SECARA ELEKTRONIK DENGAN MENGGUNAKAN METERAI ELEKTRONIK”.
Rumusan Masalah
Permasalahan pokok pada penelitian tesis yang akan dikaji, sebagaimana latar belakang yang telah diuraiakan di atas adalah :
2. Mengapa perjanjian secara elektronik tidak mewajibkan pengenaan pajak melalui bea meterai?
3. Bagaimana konsepsi pengaturan ke depan agar perjanjian secara elektronik dapat dikenai pajak?
3 X’xx Xxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxx, IG NG Indra S. Xxxxx. Teori hukum. (Jakarta : Xxxxx Xxxxxxx, 2016). Hlm 147.
1.3 Tujuan Penelitian
Pada umumnya, sebuah penelitian memiliki tujuan tertentu. Begitu pula dalam penelitian tesis ini. Penelitian ini hendak mencapai beberapa tujuan, diantaranya adalah :
1. Mengkaji dan menganalisis dasar pertimbangan hukum dikenakannya suatu pajak dalam sebuah dokumen dengan menggunakan bea meterai.
2. Mengkaji dan menganalisis tidak adanya kewajiban pengenaan pajak dalam perjanjian secara elektronik melalui bea meterai.
3. Menyusun konsepsi pengaturan ke depan agar perjanjian secara elektronik dapat dikenai pajak.
Manfaat Penelitian
Suatu manfaat haruslah dimiliki oleh sebuah penelitian yang bersifat ilmiah. Diharapkan, dengan adanya pemelitian ini dapat menghasilkan pendapat hukum mengenai perpajakan khususnya dalam konteks perjanjian yang dilakukan secara elektronik. Oleh sebab itu, karenanya tesis ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran-pemikiran terkait dengan obyek studi yang nantinya akan dipaparkan secara detail dalam bab pembahasan. Adapun manfaat secara rinci berdasarkan penyusunan tesis ini diantaranya :
1. Manfaat Teoritis, yaitu demi mengembangkan keilmuan hukum serta bisa dimanfaatkan sebagai sumbangsih berupa karya ilmiah terkait dengan
berkembangnya ilmu hukum di bidang perpajakan khususnya pengenaan pajak dalam perjanjian secara elektronik.
2. Manfaat Praktis, sebagai upaya untuk mendukung / sebagai masukan bagi pemerintah terkait dengan program pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya mengenai regulasi terkait dengan perpajakan dalam perjanjian secara elektronik baik pembuatan hukum baru maupun perbaikan hukum yang sudah ada jika dihadapkan pada dinamika masyarakat yang berkembang dengan pesatnya, supaya nantinya peraturan perundang-undangan tidak terjadi kekosongan hukum (rechtvakuum), norma kabur (vagae norm), inkonsistensi, dan lain-lain.
Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah ditelusuri, terdapat penelitian dengan tema yang sejenis dengan judul yang diulas dalam pembahasan pada penulisan tesis ini. Berikut akan dipaparkan secara singkat penelitian tersebut.
1. Tesis yang disusun oleh Xxxxxx Xxxxx, S.H. M.Kn.4 yang berasal dari instansi Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Andalas, tahun 2011, mengangkat sebuah judul penelitian yaitu “Keabsahan Kontrak Perdagangan Secara Elektronik (E-Commerce) Ditinjau dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Xxxxxxx normatif adalah tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis
4 Xxxxxxxx Xxxxx. Keabsahan Kontrak Perdagangan Secara Elektronik (E-Commerce) Ditinjau dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tesis. Magister Kenotariatan. Universitas Andalas.
tersebut. Penelitian ini membahas isu hukum mengenai sahnya suatu kontrak perdagangan menurut UU ITE dan kekuatan pembuktian kontrak perdagangan elektronik (e-commerce). Kesimpulan yang dihasilkan adalah sah atau tidaknya perdagangan elektronik (e-commerce) dapat ditentukan apabila sistem elektronik telah digunakan sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan ITE dan peraturan yang terkait dengan hal itu dan informasi elektronik yang dimaksud berbentuk tertulis atau asli. Keutuhannya dapat dipertanggungjawabkan, diakses, ditampilkan, sehingga dapat menggambarkan suatu keadaann terkait dengan informasi yang tercantum didalamnya. Terkait kesimpulan tentang kekuatan pembuktian kontrak elektronik, pada dasarnya undang-undang telah mengatur alat- alat bukti yang sah yang secara otomatis hakim terikat kepadanya. Surat/tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah merupakan beberapa macam alat bukti di mana pengaturannya tertuang dalam hukum acara perdata di Indonesia khususnya tentang hukum pembuktian. Namun, alat bukti berupa kontrak elektronik secara normatif bisa dipakai menjadi alat bukti berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU- ITE). Selanjutnya preskripsi yang dihasilkan adalah perlidungan hukum terhadap konsumen sebagai bentuk produk hukum yaitu sebagai pengguna transaksi e- commerce hendaknya segera dibentuk/disahkan di Indonesia. Kepada anggota masyarakat luas serta para penegak hukum harus disosialisasikan Transaksi komersial elektronik (e-commerce) supaya dalam melakukan sebuah transaksi secara elektronik dapat lebih cermat dan berhati-hati khususnya bagi para konsumen.
2. Tesis yang disusun oleh Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx, S.H., M.Kn.5 yang berasal dari instansi Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta, tahun 2017, mengangkat sebuah judul penelitian yaitu “Tinjauan Xxxxxxx Xxxxxx Bea Meterai dalam Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Surat Perjanjian”. Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Penelitian ini membahas isu hukum mengenai fungsi bea meterai dalam sebuah surat perjanjian dan keabsahan surat perjanjian tanpa menggunakan meterai. Kesimpulan yang dihasilkan adalah fungsi bea meterai dalam sebuah surat perjanjian merupakan sebagai pajak atas dokumen secara pasti telah ditegaskan dalam UUBM 1985. Terkait keabsahan perjanjian tanpa meterai, sah tidaknya suatu surat perjanjian tidak ditentukan oleh ada ataupun tidak adanya meterai namun oleh Pasal 1320 KUH Perdata. Preskripsi yang diberikan adalah meskipun meterai bukan merupakan syarat sah perjanjian namun sudah seyogyanya para pembuat perjanjian membayar pajak berupa meterai karena pajak yang dibayar natinya akan kembali ke masyarakat lagi, dan untuk pemerintah supaya melakukan sosialisasi terkait perpajakan agar masyarakat tidak salah menafsirkan keabsahan perjanjian dan meterai sehingga juga mendorong wajib pajak untuk membayarkan pajak yang sudah menjadi kewajibannya.
Berbeda dengan tesis yang diulas saat ini yaitu yang berjudul “Pengenaan Pajak pada Perjanjian Elektronik dengan Menggunakan Meterai Elektronik”. Tesis ini membahas terkait dasar pertimbangan hukum dikenakannya suatu pajak dalam
5 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx, Tinjauan Xxxxxxx Xxxxxx Bea Meterai dalam Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Surat Perjanjian. Tesis. Magister Kenotariatan. Universitas Sebelas Maret
sebuah dokumen dengan menggunakan bea meterai. Selain itu, juga membahas tidak adanya kewajiban pengenaan pajak dalam perjanjian secara elektronik melalui bea meterai. Selanjutnya tesis ini juga menyusun konsepsi pengaturan ke depan agar perjanjian secara elektronik dapat dikenai pajak. Berikut, orisinalitas penelitian dituangkan dalam bentuk tabel untuk mempermudah pembaca memahami pembagiannya.
Tabel 1. Orisinalitas Penelitian
KEBARUAN | |||||
(6) | |||||
1 Dasar pertimbangan hukum dikenakannya suatu pajak dalam dokumen dengan menggunakan bea meterai. 2 Tidak adanya kewajiban pengenaan pajak dalam perjanjian secara elektronik melalui bea meterai. 3 Menyusun konsepsi pengaturan ke depan agar perjanjian elektronik dapat dikenai pajak. | |||||
penelitian | Undang- | ||||
yang digunakan | Undang ITE. | ||||
adalah yuridis | |||||
normatif) |
(1) | (2) | (3) | (4) | (5) | (6) |
Tinjauan | Xxxxxx Xxxxx | 1. Fungsi bea | 1. Fungsi bea | ||
Xxxxxxx | Xxxxxxxxx, | meterai dalam | meterai dalam | ||
Fungsi Bea | S.H., X.Xx. | sebuah surat | sebuah surat | ||
Meterai | Program | perjanjian. | perxxxxxxx | ||
Metode Penelitian
Hal mutlak yang digunakan dalam pembuatan karya tulis di mana karya tulis ini memiliki sifat ilmiah supaya analisa yang dilakukan terkait obyek studi bisa dilakukan dengan tepat, sehingga yang dihasilkan pada kesimpulan di akhir melalui tahap-tahap yang telah dilakukan, mampu secara ilmiah dipertanggung jawabkan
adalah alasan penggunaan metode penelitian. Terkait hal ini untuk mencapai tujuan atau untuk mengetahui obyek yang akan dibahas digunakanlah suatu metode, di mana metode ini merupakan cara utama yang digunakan dalam suatu penulisan khususnya dalam penulisan tesis.
Tipe Penelitian
Ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat normatif, mempunyai suatu ciri yang dapat dikatakan khas yaitu sui generis. Sui generis dalam peristilahan di dunia hukum memiliki arti bahwa ilmu hukum merupakan ilmu jenis tersendiri dalam hal cara kerja dan sistem ilmiah. Ditemukannya aturan hukum, beberapa prinsip hukum, ataupun beberapa doktrin yang digunakan untuk menjawab isu hukum yang sedang dikaji merupakan kategori dari penelitian hukum.6 Terkait itu, proses dan hasil suatu penelitian hukum sangat dipengaruhi oleh ketepatan pemilihan metode penelitian dimana di dalam metode penelitian ini terdapat tipe penelitian yang merupakan komponen yang cukup penting dalam sebuah metode penelitian.
Xxxxxxx normatif adalah tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini. Tipe penelitian tersebut merupakan penelitian yang di fokuskan pada hukum positif yang berlaku yang dilakukan dengan cara mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma yang ada. Metode penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang bersifat formal seperti undang-undang, peraturan-peraturan dan literatur yang berisi konsep teoritis serta pendapat sarjana
6 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx. Penelitian Hukum. Edisi Revisi. Cet 12. (Jakarta: Prenada Media Group, 2016). Hlm 45.
yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini.7
Pendekatan Masalah
Penelitian hukum dalam penulisan tesis ini memiliki beberapa pendekatan. Berbagai informasi akan didapatkan oleh peneliti dari adanya pendekatan tersebut. Informasi dapat diperoleh dari berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang dicoba untuk dicari jawabanya atas permasalahan yang ada. Pendekatan yang dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah pendekatan pendekatan perundang- undangan (statute approach), konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach).
Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.8 Terkait itu, pendekatan perundang-undangan digunakan untuk menganalisa dari rumusan permasalahan yang pertama yakni dasar pertimbangan hukum dikenakannya suatu pajak dalam sebuah dokumen dengan menggunakan bea meterai dan rumusan masalah yang ke dua yaitu mengenai tidak adanya kewajiban pengenaan pajak dalam perjanjian secara elektronik melalui bea meterai.
Pendekatan konseptual (conceptual approach) ialah pendekatan di mana aturan hukum yang ada tidak dijadikan start awal bagi peneliti. Pendekatan ini
bertumpu pada beberapa prinsip hukum. Beberapa pandangan sarjana ataupun berbagai doktrin hukum dapat dijadikan rujukan untuk mencari prinsip hukum. Undang-undang di dalamnya juga terdapat konsep hukum, tetapi tidak nampak secara eksplisit. Peneliti sebelumnya harus dapat memahami konsep melalui pandangan- pandangan dan doktrin-doktrin para ahli hukum, supaya dapat mengidentifikasi prinsip tersebut.9 Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual yang digunakan untuk menganalisa rumusan permasalahan pertama mengenai dasar pertimbangan hukum dikenakannya suatu pajak dalam sebuah dokumen dengan menggunakan bea meterai dan rumusan masalah yang ke tiga yaitu terkait dengan konsepsi pengaturan ke depan agar perjanjian secara elektronik dapat dikenai sebuah pajak. Oleh karenanya digunakalah pendekatan konsep yang bersumber dari prinsip, doktrin, atau pandangan para ahli hukum. Penelitian tesis ini menggunakan teori bakti atau kewajiban pajak mutlak, konsep tujuan hukum, dan teori norma dasar (Stuffenbau Theory)
Pendekatan perbandingan (comparative approach) dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum. Cara yang dilakukan dalam studi perbandingan hukum ini adalah dengan memperbandingkan hukum yang dimiliki oleh suatu negara tertentu dengan hukum yang dimiliki oleh lain negara atau hukum dari masa tertentu dengan hukum dari masa yang berlainan.10 Pendekatan tersebut digunakan untuk menganalisa rumusan permasalahan kedua mengenai tidak adanya kewajiban pengenaan pajak pada kontrak elektronik melalui bea meterai.
Perbandingan meliputi negara yang menggunakan meterai dengan menggunakan teknologi, yaitu India, Singapura, dan Indonesia, serta akan diulas terkait persamaan dan perbedaannya.
Jadi, rumusan masalah yang pertama dianalisis dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), rumusan masalah yang kedua dianalisis dengan menggunakan pendekatan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach) serta rumusan masalah ketiga dianalisis dengan menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Bagian paling penting pada sebuah karya ilmiah hukum adalah bahan hukum. Apabila tidak ada bahan hukum, maka mustahil rasanya untuk bisa menemukan jawaban atas isu hukum yang sedang diangkat, guna mengkaji isu hukum yang diangkat maka dipergunakanlah bahan hukum sebagai sumber utama dalam melakukan penelitian hukum.11 Sangat diperlukan sumber-sumber penelitian guna memecahkan isu hukum sekaligus pada bagian akhir dapat memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atau bagaimana seharusnya norma dibentuk. Sumber- sumber penelitian hukum baik beberapa bahan hukum primer dan beberapa bahan
11 Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx dan X’xx Xxxxxx. Penelitian Hukum (Legal Research). (Jakarta: Sinar Grafika, 2014). Hlm 48.
hukum sekunder merupakan hal yang digunakan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan isu hukum.12
Bahan Hukum Primer
Autoritatif atau mempunyai otoritas adalah sifat dari bahan hukum primer. Peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, risalah dalam pembuatan perundang-undangan atau berbagai catatan resmi adalah bagian dari beberapa bahan hukum primer.13 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan tesis ini diantaranya :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 Tentang Perdagangan
4. Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai.
5. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
6. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
12 Ibid. Hlm 141.
13 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx. Op. Cit. Hlm 181.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai.
8. Keputusan Menteri Keuangan 133b/KMK.04/2000 Tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain.
Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum ini merupakan bukan dokumen-dokumen yang resmi melainkan berupa semua publikasi yang berkaitan dengan hukum. Publikasi tentang hukum diantaranya juga buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum, tesis, disertasi, kamus-kamus tentang hukum,dan pendapat-pendapat ahli hukum atau putusan pengadilan. Bahan hukum sekunder digunakan untuk memberikan semacam “petunjuk” kepada peneliti ke arah mana peneliti akan melangkah.14
Bahan Hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah Blacks Law Dictonary, jurnal hukum LKHT Fakultas Hukum UI yang berjudul “Pokok-pokok Pikiran Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU-IETE)”. Vol 1. No. 1. Tahun 2001. Tesis ini juga menggunakan bahan hukum skunder berupa beberapa tesis diantaranya tesis karya Xxxxx Xxxxxxx yang berasal dari instansi Magister Kenotariatan. Universitas Brawijaya dengan judul “Formulasi Pengaturan Bea Meterai pada Transaksi E-Commerce di Indonesia. Tesis kedua yang digunakan adalah karya Xxxxxx Xxxxx, X.X. X.Xx. Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Andalas yang berjudul “Keabsahan Kontrak
Perdagangan Secara Elektronik (E-Commerce) Ditinjau dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Tesis ketiga karya Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx, S.H., X.Xx. Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tahun 2017 dengan judul “Tinjauan Xxxxxxx Xxxxxx Bea Meterai dalam Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Surat Perjanjian”.
Bahan Non Hukum
Penggunaan bahan ini dalam penelitian hukum memiliki sifat fakultatif. Penelitian hukum tidak harus menggunakan bahan non hukum. Penggunaan bahan non hukum hanya sekadar untuk memperkuat argumentasi peneliti mengenai isu hukum yang diketengahkan. Demi menghindari pengurangan makna penelitiannya sebagai penelitian hukum, maka penggunaan bahan non hukum tidak boleh sangat dominan sehingga akan.15 Bahan non hukum merupakan penunjang bagi sumber bahan hukum primer dan skunder, sekaligus dapat memberikan kepada peneliti berupa penjelasan dan petunjuk.
Penggunaan bahan non hukum dalam penulisan tesis ini antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Bahan non hukum lainnya berupa jurnal karya Xxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxx yang berjudul “Implementasi Teknologi QR-Code Untuk Kartu Identitas, Vol 1. No 2. 2015”.
1.6.4 Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Pertama, pada saat permasalahan pokok telah dipilih, maka selanjutnya penelusuran dilakukan oleh peneliti guna mendapatkan bahan-bahan hukum yang terkait dengan isu hukum yang nantinya akan dikaji. Berdasarkan pemaparan pada poin sebelumnya, telah disebutkan bahwa tesis ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), berarti yang harus dilakukan adalah mencari peraturan perundang-undangan mengenai atau yang berkaitan dengan isu yang diangkat di atas. Perundang-undangan ini meliputi baik yang berupa legislation maupun regulation bahkan juga delegated legislation dan delegated regulation. Isu hukum yang diangkat menggunakan bahan hukum yang sesuai, yaitu BW (Burgerlijk Wetboek), Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai, dan Undang- Undang Nomor 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Keputusan Menteri Keuangan 133b/KMK.04/2000 Tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain.
Kedua, terkait dengan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang harus dikumpulkan terlebih dahulu bukan peraturan perundang-undangan, karena belum ada aturan perundang-undangan untuk isu hukum yang hendak dipecahkan. Dimungkinkan mengumpulkan peraturan perundang-undangan dari negara lain yang terkait dengan isu hukum yang dibahas, namun lebih esensial adalah penelusuran buku-buku (treatises) karena di dalam buku-buku itulah banyak mengandung konsep-
konsep hukum.16 Teori-teori juga dapat digunakan sebagai batu uji dalam merumuskan norma yang akan dibentuk yaitu pajak yang dikenakan dalam kontrak elektronik.
Ketiga, terkait pendekatan perbandingan (comparative approach). Pendekatan ini dilakukan dengan cara melakukan studi perbandingan hukum. Studi perbandingan hukum adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara memperbandingkan hukum yang dimiliki oleh suatu negara tertentu dengan hukum yang dimiliki oleh negara lain atau hukum dari suatu masa tertentu dengan hukum dari masa yang lain.17 Penulisan tesis ini mengambil hukum bea meterai yang dikenakan dengan menggunakan kemajuan teknologi di tiga negara yaitu India, Singapura, dan Indonesia. Persamaan dan perbedaan meterai pada negara-negara tersebut juga dipaparkan dalam bagian pembahasan pada penulisan tesis ini.
Analisis Bahan Hukum
Metode deskriptif normatif adalah analisa bahan hukum yang dipakai dalam tesis ini yaitu sebuah metode yang bertujuan untuk memperoleh gambaran singkat tentang isu hukum yang sedang dikaji dan tidak berdasarkan pada bilangan statistik melainkan pada analitis yang dikaji dengan menggunakan hukum positif serta kaidah hukum yang terkait dengan isu hukum yang sedang diangkat.
16 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx. Op.Cit. Hlm 237-239.
17 Ibid. Hlm 172-173
Penelitian hukum dapat dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut (menurut Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx) :18
1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan;
2. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan bahan-bahan non hukum yang sekiranya dipandang memiliki relevansi terhadap isu hukum;
3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan- bahan yang telah dikumpulkan;
4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum; dan
5. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.
Tahap-tahap sebagaimana yang disebutkan di atas selaras dengan karakter ilmu hukum sebagai sebuah ilmu yang memiliki sifat khusus yaitu terapan dan preskriptif. Karakter yang mempunyai sifat preskriptif yaitu ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan yaitu ilmu hukum menerapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum.
Berdasarkan hasil analisis bahan-bahan hukum dalam pembahasan guna menjawab permasalahan yang diajukan hingga sampai pada kesimpulan. Kesimpulan tersebut diperoleh menggunakan metode deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari permasalahan yang bersifat umum menuju permasalahan yang bersifat khusus sehingga mendapatkan preskripsi untuk menjawab permasalahan yang dibahas.
18 Ibid. Hlm 213.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perjanjian
Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian yang dalam bahasa Inggris disebut dengan contract, di mana kata ini berasal dari terjemahan bahasa bahasa Belanda yaitu overeenkomst.19 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut KBBI), perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua orang atau lebih, masing-masing berjanji akan menaati apa yang tesebut di persetujuan itu.20 Pasal 1313 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Masih terkait dengan hal di atas, X. Xxxxxxx Prodjodikoro21 memberikan suatu pengertian tentang perjanjian, di mana perjanjian merupakan hubungan hukum yang berkaitan erat dengan harta benda yang dimiliki oleh lebih dari satu pihak, satu pihak ini sepakat mengikatkan dirinya atau membuat janji untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu atau tidak untuk melakukan sesuatu perbuatan, sedangkan satu pihak yang lainnya mempunyai hak untuk meminta pemenuhan kewajiban (prestasi)
19 Xxxxx XX. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Cet-2. (Jakarta : Sinar Grafika, 2003) Hlm. 173. (selanjutnya disebut Xxxxx XX X)
20 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. cet-7. (Jakarta : Balai Pustaka, 1996). Hlm 401.
21 Xxxxx XX. Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cet-1. (Jakarta : Sinar Grafika, 2003). Hlm. 26. (selanjutnya disebut Xxxxx XX XX)
23
itu. Subekti22 menyatakan bahwa perjanjian adalah ”suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan / melaksanakan sesuatu hal”. Berdasarkan hal tersebut, timbullah suatu perikatan yang berasal dari hubungan di antara dua orang tersebut perikatan. Perikatan antara dua orang yang membuatnya lahir akibat adanya perjanjian itu. Berdasarkan bentuk perjanjiannya, perjanjian itu merupakan satu kesatuan perkataan yang dirangkai, di dalamnya terdapat beberapa janji atau kemampuan yang diucapkan atau ditulis. Artinya, ada suatu hubungan antara perikatan dan perjanjian yaitu bahwa perikatan diterbitkan dari perjanjian. Sumber dari perikatan adalah perjanjian, disamping beberapa sumber lain. Persetujuan adalah nama lain dariperjanjian, karena untuk melakukan sesuatu ada persetujuan dari kedua belah pihak itu. Berdasarkan hal di atas, dapat ditarik kesimpulan sederhana yaitu dua kata antara perjanjian dan persetujuan itu memiliki arti yang sama, dan tidak berbeda.
Sebagai bahan perbandingan, sedikit akan disinggung mengenai perjanjian secara adat. Perbedaan yang jelas antara hukum perjanjian barat (BW) dengan hukum perjanjian adat ialah terletak pada dasar kejiwaannya. Hukum perjanjian barat (BW) berawal / bertumpu pada dasar kejiwaan kepentingan perseorangan dan bersifat kebendaan, sedangkan hukum perjanjian adat bertitik tolak pada dasar kejiwaan kekeluargaan dan kerukunan dan bersifat tolong menolong. Perjanjian menurut paham barat menerbitkan perikatan dan menurut paham adat untuk mengikatnya perjanjian harus ada tanda pengikat. Perjanjian menurut hukum adat tidak selamanya
22 R. Subekti. Hukum Perjanjian. Cet.21. (Jakarta : Intermasa, 2005). Hlm 1. (selanjutnya disebut R. Subekti I)
menyangkut hubungan hukum, mengenai harta benda, tetapi juga termasuk perjanjian yang tidak berwujud benda, misalnya perbuatan karya budi. Sifat perjanjian dalam hukum adat itu merupakan perhutangan yang tidak hanya sekadar menyangkut kebendaan, tetapi dapat lebih dari itu termasuk berbagai perbuatan yang bersifat karya budi, hutang budi, baik budi sebagaimana satu peribahasa yang mengatakan baha “hutang emas dapat dibayar, hutang budi akan dibawa mati”.23
Syarat Sah Perjanjian
Hak dan kewajiban bagi orang/badan ataupun pihak ketiga dapat lahir apabila perjanjian yang dibuat memenuhi unsur syarat sahnya perjanjian yang telah tertuang dalam norma perjanjian. Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 BW merumuskan syarat sahnya perjanjian menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut :
Hal ini ditandai dengan adanya kehendak yang bersesuaian antara satu pihak dengan pihak lainnya. Ini merupakan arti dari kesepakatan.
Para pihak yang hendak membuat perjanjian wajib cakap dan mempunyai kewenangan untuk menjalankan hak dan kewajiban akibat dibuatnya perjanjian tersebut. Termasuk juga tidak sedang dalam di bawah pengampuan. Apabila yang membuat suatu perjanjian adalah badan hukum, maka terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat sahnya pendirian suatu badan hukum.
23 Xxxxxx Xxxxxxxxxx. Hukum Perjanjian Adat. (Bandung : Alumni, 1982). Hlm. 12.
c. Adanya objek tertentu (onderwerp der overeenskomst).
Maksud dari objek tertentu dalam suatu perjanjian adalah suatu prestasi. Prestasi dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. R. Setiawan berpendapat bahwa supaya dikatakan sah, syarat tertentu harus dipenuhi oleh objek hukum, yaitu : objeknya harus tertentu atau dapat ditentukan (Pasal 1320 sub 3 BW), objeknya diperkenankan oleh UU (Pasal 1335 dan 1337 BW), prestasinya dimungkinkan untuk dilaksanakan.
d. Suatu sebab yang diperbolehkan (geoorloofde oorzak).
Tidak mempunyai kekuatan apabila sebuah persetujuan dibuat/disepakati bersama karena sebab yang terlarang (Pasal 1335 BW). Kembali ditegaskan dalam Pasal 1337 BW disebutkan bahwa sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan maupun ketertiban umum adalah yang termasuk dalam sebab yang terlarang.
Apabila syarat subyektif dan syarat obyektif telah dipenuhi, maka sebuah perjanjian dapat dianggap telah memenuhi syarat. Bagi para pihak pembuat perjanjian, hak dan kewajiban telah terikat, sehingga mutlak untuk dipenuhi terkait dengan syarat sahnya suatu perjanjian. Penyelesaiannya dapat berdasarkan pada perjanjian yang telah disepakati apabila kelak di kemudian hari terjadi suatu permasalahan atau sengketa.24 Terkait dengan hal syarat obyektif, jika syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu batal demi hukum. Sedangkan terkait hal suatu syarat subyektif, jika syarat itu tidak dapat terpenuhi, perjanjian bukan dikatakan batal demi
24 R.Subekti. Aneka Perjanjian (Bandung : PT. Xxxxxxx Xxxxxxxx, 2003) Hlm 59. (selanjutnya disebut R. Subekti II).
hukum, namun para pihak atau pihak ke tiga dapat meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Dengan demikan, nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak untuk mentaatinya. Perjanjian yang demikian dinamakan voidable atau vernietigbaar artinya selalu diancam dengan bahaya pembatalan (canceling).25
Asas-asas Perjanjian
Subyek hukum dalam membuat suatu perjanjian, tidaklah hanya memperhatikan berbagai macam norma-norma yang ada, namun juga wajib menvermati berbagai asas yang terkandung di dalam hukum perjanjian Berikut akan diuraikan beberapa asas yang terdapat dalam suatu perjanjian menurut Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx.00
a. Asas kebebasan mengadakan perjanjian
Asas ini termuat dalam Pasal 1338 ayat (1) BW. Berdasarkan asas ini, para pihak diberikan sebuah kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas dengan siapapun mengadakan perjanjian, bebas menentukan isi di dalam perjanjian, serta memilih bentuk dari perjanjian.
Asas ini termuat dalam Pasal 1320 ayat (1) BW. Asas kesepakatan (konsensualisme) merupakan asas yang menyatakan cukup adanya kata sepakat dari para pihak, perjanjian tidak harus dibuat secara formal.
25 R. Subekti I. Op.Cit. Hlm 20.
26 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx. KUH Perdata Buku II-Hukum Perikatan dengan Penjelasan. (Bandung : Alumni, 2005). Hlm 108.
c. Asas kepercayaan
Berdasarkan asas ini, para pihak percaya bahwa pemenuhan prestasi di antara mereka di kemudian hari akan dapat terlaksana sebagaimana mestinya.
d. Asas kekuatan mengikat (pacta sunt servanda)
Adanya konsensus dari para pihak, maka kesepakatan itu menimbulkan kekuatan mengikat perjanjian sebagaimana layaknya undang-undang (pacta sunt servanda). Asas ini termuat dalam Pasal 1338 ayat (1) BW.
Asas ini memberikan kedudukan para pihak di dalam derajat yang sama, tidak ada perbedaan, meskipun secara faktual para pihak memiliki perbedaan warna kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain.
Asas keseimbangan sebagai mempunyai pengertian suatu keadaan yang yang bermula dari pembagian beban kedua sisi sehingga dirasa adil dan dapat diterima sebagai landasan keterikatan.
Asas yang dimaksudkan di sini terkait erat dengan pacta sunt servanda yang berarti apabila para pihak yang membuat suatu perjanjian secara sah, makan akan menjadi terikat. Ada legalitas pembagian antara hak dan kewajiban.
Pemenuhan prestasi didasari oleh kesadaran moral yang baik di antara para pihak.
i. Asas kepatutan dan kebiasaan
Asas ini berkaitan erat dengan ketentuan terkait dengan isi dari perjanjian dan tertuang dalam Pasal 1339 BW yang menyatakan bahwa : Persetujuan- persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
Bea Meterai
Pengertian Bea Meterai
Secara gramatikal27, bea meterai terdiri dari dua kata yaitu “bea” dan “meterai”. Menurut KBBI, “bea” mempunyai arti pajak/ongkos/biaya dan “meterai” mempunyai arti cap tanda berupa gambar yang tercantum dalam kertas.28 Menurut SEAlang Library Loanwords in Indonesian/Malay, kata meterai berasal dari bahasa Tamil Nadu “muttirai” yang memiliki arti segel.29 Menurut Black’s Law Dictionary, bea meterai yang di dalam bahasa Inggris disebut sebagai stamp duty menyatakan bahwa “a tax raised by requiring stamps sold by the government to be affixed to designated documents, thus forming part of the prepetual revernue”30. Bea meterai merupakan sebuah pajak yang ditetapkan dengan mewajibkan penempelan sejenis perangko yang dijual oleh pemerintah untuk ditempelkan pada dokumen-dokumen yang ditunjuk, sehingga merupakan bagian dari sumber pendapatan. Sebagaimana
27 Berdasarkan KBBI, Gramatikal berarti sesuai dengan tata bahasa atau menurut tata bahasa.
28 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Op.Cit. Hlm 103 dan 652.
29 xxxx://xxxxxxx.xxx/xxxx/ (Diakses pada 26 Agustus 2018, Pukul 10.00 WIB).
30 Xxxxx X. Xxxxxx. Black’s Law Dictionary. (United States of America : West a Thomson bussiness : 2004). Hlm 1441.
kata “meterai” yang saat ini telah dikenal oleh banyak orang, pertama kalinya dikenalkan oleh kantor pos yaitu pada tahun 1840 setelah zaman reformasi, meskipun pada saat itu meterai hanya digunakan untuk pembayaran layanan jasa tertentu.
Terkait hal di atas, secara normatif tidak disebutkan secara jelas mengenai pengertian dari bea meterai, baik pada bagian Ketentuan Umum maupun pada bagian Penjelasan dalam UU Bea Meterai. Namun ada beberapa hal yang disebutkan dalam UU Bea Meterai terkait dengan hal-hal yang menyangkut bea meterai itu sendiri. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU Bea Meterai menyatakan bahwa :
“Dengan nama bea meterai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam UU ini”.
Hal tersebut menggambarkan bahwa UU Bea Meterai secara jelas telah menyatakan bahwa bea meterai adalah pengenaan pajak atas dokumen. Pengenaan bea meterai menurut UU Bea Meterai tidak semata-mata sebagai pengganti jasa yang telah disediakan oleh pemerintah. Pemerintah melalui bea meterai membebankan pajak atas dokumen di mana tidak ada imbalan yang diterima secara langsung yang diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak dalam hal ini adalah pembayar bea meterai. Berdasarkan hal tersebut, telah menunjukkan secara jelas bahwa bea meterai memenuhi kriteria pemungutan pajak di Indonesia.31
Merujuk pada literatur Xxxxxxx Xxxxxxxx, bea meterai adalah pajak tidak langsung yang dipungut secara insidental jika dibuat tanda/dokumen yang disebut oleh undang-undang dari suatu keadaan, perbuatan atau peristiwa dalam suatu masyarakat (Pasal 1 UU Bea Meterai). Insidental mempunyai pengertian bahwa pajak
31 Marihot Pahala Xxxxxxx. Bea Meterai di Indonesia. (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006). Hlm 5.
itu dipungut sekali (tidak berulang-ulang seperti pajak langsung) jika dibuat suatu dokumen dari Tatbestand yang secara khusus disebut oleh UU Bea Meterai yang dapat digunakan sebagai alat bukti bagi wajib pajak tersebut di pengadilan maupun di luar pengadilan terkait dengan keadaan, peristiwa, atupun perbuatan di bidang hukum perdata oleh pemegang yang mempunyai kewenangan untuk itu.32
Apabila dirinci lebih lanjut, ada sedikit perbedaan antara kata “bea meterai” dan “meterai” itu sendiri. Bea meterai lebih mengarah pada sebuah pengenaan pajak yang dikenakan dalam sebuah dokumen. Penekanannya ada pada bagian perpajakannya. Sedangkan meterai itu sendiri lebih mengarah pada benda meterai yang berfungsi sebagai pelunasan bea meterai yang terutang. Penekannanya ada pada benda meterainya. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) huruf b UU Bea Meterai, benda meterai sebagaimana yang dimaksudkan di atas dibagi menjadi dua yaitu meterai tempel dan kertas meterai. Kedua benda meterai ini dikeluarkan/diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Obyek Bea Meterai
32 Xxxxxxx Xxxxxxxx. Aturan Bea Meterai. (Bandung : PT. Eresco, 1992). Cet 2. Hlm 1.
Tabel 2. Obyek Bea Meterai
(1) | (2) |
penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut; 8. surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian; 9. tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun. |
*semenjak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai, tarif yang ada di UU Bea Meteraipun menjadi berubah yaitu Rp 3000,- dan Rp 6000,-
Kontrak Elektronik
Pengertian Kontrak Elektronik
Menurut Xxxxxxx Xxxxx, teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pada saat-saat ini sudah membawa perubahan yang begitu banyak termasuk perubahan dalam dunia internasional (melampaui batas-batas yang dimiliki negara). Akses informasi tanpa batas telah membuat perubahan-perubahan signifikan dalam berbagai hal pada era globalisasi saat ini. Oleh karenanya, sangat wajar ketika jika sosok Xxxxxxx Xxxxx menyatakan bahwa globalisasi digerakkan oleh informasi dan memacu turut sertanya masyarakat publik secara menyeluruh / global dalam hubungan internasional, yaitu antar dua negara atau lebih.33 Salah satu contoh konkritnya adalah kontrak elektronik. Sebelum membahas jauh terkait kontrak elektronik, terlebih dahulu akan dibahas terkait dengan kontrak secara umum.
33 Xxxxxxx Xxxx. Penggunaan Teknologi Informasi dalam Diplomasi Modern Departemen Luar Negeri. Jurnal Internasional & Diplomasi. Vol 2. No. 1. Juli-Desember 2016. Hlm 134.
Kontrak dalam bahasa Inggris disebut dengan contract. Menurut Blacks Law Dictionary, contract is an agreement between two or more parties creating obligation that are enforceable or otherwise recognizable at law.34 Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih sebagai berikut “kontrak adalah kesepakatan antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban sesuai dengan undang- undang”. Menurut KBBI, kontrak adalah perjanjian (secara tertulis) antara dua pihak dalam perdagangan atau kontrak merupakan persetujuan untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan yang memiliki sanksi hukum yang dibuat antara dua pihak atau lebih.35
Berdasarkan Pasal 1313 BW, kontrak atau persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Xxxxxxx X. Knapp dan Xxxxxx X. Crystal36 pengertian kontrak dirumuskan sebagai berikut: An agreement between two or more persons not merely a share of belief, but common understanding as to something that is to be done in the future by one or both of them. Apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih demikian : “Kontrak merupakan kesepakatan antara dua pihak bahkan bisa lebih. Bukan hanya sekadar kepercayaan, tapi juga keseluruhan pemahaman tentang sesuatu yang harus dilakukan setelahnya (prestasi) oleh salah satu atau keduanya.
Terkait dengan salah satu topik utama dalam penelitian tesis ini yaitu kontrak elektronik, electronic contract (e-contract) atau online contract adalah istilah kontrak elektronik dalam bahasa Inggris. Menurut Blacks Law Dictionary, e-contract is an
34 Xxxxx X. Xxxxxx. Op.Cit. Hlm 341
35 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Op.Cit. Hlm 523.
36 Xxxxx XX II. Op.Cit. Hlm. 26.
interaction of two or more individuals using electronic means, such as e-mail. E- contract is an iteraction of an individual with an electronic agent, such as a computer program.37 Xxxxx Makarim38 tidak menggunakan istilah electronic contract (e- contract), namun beliau memakai kata kontrak online (online contract) dan memberikan definisi kontrak online, yaitu : Perpaduan antara suatu sistem dengan jaringan yang berasal dari dari sistem informasi yang menggunakan basis komputer dalam sebuah peristiwa, hubungan hukum, ataupun perikatan ataupun yang dibuat dengan menggunakan sistem elektronik.
Secara normatif, kontrak elektronik diatur dalam Pasal 1 angka 17 UU ITE yang menyatakan bahwa kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik. Pengertian dari sistem elekronik itu sendiri adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan / atau menyebarkan Informasi Elektronik. Sedangkan Informasi elektronik merupakan satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
37 Xxxxx X. Xxxxxx. Op.Cit. Hlm 333.
38 Xxxxx Xxxxxxx dan Deliana. Kajian Aspek Hukum Perikatan Kompilasi Hukum Telematika. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003). Hlm. 215-246.
2.3.2 Bentuk Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik yang dewasa ini telah sering digunakan oleh seseorang atau badan hukum dalam menggunakan internet juga memiliki beberapa bentuk.
Berdasarkan cara terjadinya kontrak elektronik dibagi menjadi :39
a. Kontrak elektronik (e-contract) yang dilakukan melalui komunikasi surat elektronik. Penawaran dan penerimaan yang dilakukan dengan pertukaran informasi melalui surat yang dibuat secara elektronik (surat elektronik) dan/atau memanfaatkan media telekomunikasi / aplikasi elektronik lainnya sebagai penunjang surat elektronik tersebut merupakan salah satu bentuk dari kontrak elektronik.
b. Kontrak elektronik (e-contract) yang disepakati dengan menggunakan sebuah website / laman dan jasa secara online lainnya. Bentuk sejenis ini merupakan suatu bentuk penawaran yang dilakukan dengan menggunakan website dan para pihak dapat melakukan kesepakatan/negosiasi dan ketika sepakat dapat dilanjutkan dengan mengisi formulir yang telah disediakan di dalam website yang sebelumnya telah ditawarkan.
39 Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxxx. Pengaturan Kontrak untuk Perdagangan Elektronik (e- Contract), Cyberlaw: Suatu Pengatar. Cet I. (Jakarta : Elips II, 2002). Hlm 2.
2.4 Pajak
2.4.1 Pengertian Pajak
Penyumbang penerimaan terbesar dalam sebuah negara adalah pajak. Hal ini dikarenakan dalam hal pemungutannya, pajak cenderung paling mudah. Kemudahan tersebut disebabkan oleh dukungan dari diundangkannya Undang - Undang Perpajakkan dan peraturan lain terkait dengan pemungutan pajak. Menurut KBBI, pajak adalah pungutan wajib, di mana penduduk biasanya harus membayarkan sejumlah uang sebagai sumbangan wajib yang berhubungan dengan, harga beli barang, pemasukan, kepemilikan, dan sebagainya yang disetorkan ke pemerintah.40
Menurut pasal 1 ayat (1) UU Nomor 28 tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang dimaksud dengan pajak adalah kontribusi wajib yang diberikan kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut P.J.A. Xxxxxxxx Xxxxx adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya (wajib pajak) menurut peraturan peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.41
40 xxxxx://xxxx.xxx.xx/xxxxx (Diakses pada 15 Desember 2017 Pukul 17.00 WIB)
41 X. Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. (Bandung : Xxxxxx Xxxxxxx, 2003). Hlm 2.
Menurut Xxxxxx Xxxxxxxx, pajak memiliki beberapa unsur di dalamnya.
Unsur tersebut antara lain sebagai berikut :42
1. Masyarakat
Syarat supaya pajak dapat timbul adalah adanya masyarakat. Hal tersebut dikarenakan pajak pada dasarnya dibebankan agar supaya kebutuhan masyarakat secara bersama-sama dapat terpenuhi meskipun secara tidak langsung melalui pembangunan Nasional.
Dasar pengenaan pajak adalah Undang-Undang maupun peraturan lain yang terkorelasi. Persetujuan rakyat atas permintaan pemerintahlah yang melahirkan Undang-Undang. Bukan hanya pemerintah saja yang terlibat dalam pembuatan undang-undang, namun juga mengikutsertakan rakyat lewat institusi negara yaitu DPR. Hal tersebut mencerminkan adanya nilai demokrasi.
Pemerintah mempunyai kewenangan untuk memungut pajak dari rakyatnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, kepentingan umum juga diselenggarakan oleh sebuah lembaga yaitu pemerintah, serta pajak yang masuk ke kas negara digunakan untuk penyelenggaraan kepentingan masyarakat pula.
42 Xxxxxx Xxxxxxxx. Op.Cit. Hlm 10.
4. Subyek dan Wajib Pajak
Terpenuhinya syarat subjektif bagi mereka baik badan atau orang dapat dikatakan sebagai subjek pajak. Sedangkan pihak yang telah memenuhi syarat subjektif baik badan maupun orang, namun juga harus memenuhi syarat objektif, adalah pengertian dari ajib pajak.
Pengenaan pajak tentunya harus ada target yang akan dibebani pajak, atau sasaran dalam hal perpajakan. Peraturan perundang-undangan telah mengatur terkait dengan perbuatan, keadaan, dan peristiwa yang dapat dibebani/dikenakan pajak.
6. SKP (Surat Ketetapan Pajak) (optional)
SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah sebuah surat dalam bentuk keputusan, di mana wajib pajak harus membayarkan sejumlah pajak yang telah dibebankan, dalam bentuk penetapan utang pajak
Sistem Pemungutan Pajak
Terkait hal di atas, negara dalam mengumpulkan pajak dari masyarakat menggunakan suatu cara. Cara tersebut dikenal dengkan istilah sistem pemungutan pajak. Adapun sistem tersebut dibedakan menjadi :43
1) Official assessment system adalah salah satu sistem pemungutan pajak dimana pemungut pajak (fiscus) diberi suatu kewewenangan oleh peraturan
43 Xxxxxxx Xxxxx Xxxxx. Pembahasan Komperehensif Pengantar Perpajakan Teori dan Konsep Hukum Pajak. (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2017). Hlm 66-67.
perundang-undangan guna menentukan besaran pajak yang wajib dibayarkan (pajak yang terhutang) oleh wajib pajak kepada fiscus.
2) Self assessment system adalah salah satu sistem pemungutan pajak dimana setiap orang / wajib pajak diberikan suatu wewenang, kepercayaan dan tanggungjawab penuh untuk menentukan, menyetorkan dan melaporkan sendiri besaran pajak yang wajib dibayar yang nantinya akan dibayarkan kepada fiscus. Pemberlakuan sistem ini pada dasarnya guna memberikan kepercayaan bagi wajib pajak sebesar-besarnya untuk peningkatan kesadaran dan turut serta masyarakat dalam penyetoran pajak terutangnya. Namun konsekuensi logis dari adanya sistem ini adalah wajib pajak harus betul-betul mengetahui secara pasti terkait dengan tata cara perhitungan pajak terutang dan bagaimana cara-cara pembayarannya.
3) Witholding system merupakan salah satu sistem pemungutan pajak dimana posisi pihak ketiga diberikan suatu wewenang untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terhutang berdasarkan persentase tertentu terhadap jumlah pembayaran yang dilakukan. Selanjutynya, pihak ketiga sebagaimana yang dimaksudkan di atas, melakukan penyetoran dan pelaporan yang ditujukan kepada fiscus.
Konsep Tujuan Hukum
Terkait konsep tujuan hukum, ada seorang yang berasal dari Jerman yang merupakan seorang filsuf hukum juga seorang birokrat serta politisi yang bernama
Xxxxxx Xxxxxxxx (1878-1949). Xxxxxx Xxxxxxxx00 membagi tiga konsep tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Meski ketiganya merupakan nilai dasar hukum, namun masing-masing nilai mempunyai tuntutan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan dan menyebabkan adanya ketegangan antara ketiga nilai tersebut (spannungsverhaeltnis).
Menurut beliau, hukum harus mengandung tiga nilai identitas atau atau nilai dasar dalam konsep tujuan hukum yaitu : pertama, keadilan (gerectigheit). Keadilan ini meninjau dan sudut filosofis. Keadilan pada dasarnya sebagai bentuk konsepsi yang abstrak. Dilindunginya suatu hak, derajat yang sama dan kedudukan di hadapan hukum adalah makna yang terkandung di dalam konsep keadilan. Pemahaman mendalam sangat diperlukan, karena konsep keadilan sendiri yang memiliki sifat yang abstrak yang secara filosofis akan dijelaskan oleh nilai dasar hukum sehingga dapat mengkonstruksi kebenaran hukum.45 Xxxxxx Xxxxxxxx00 menyatakan bahwa nilai keadilan diemban oleh hukum, di mana keadilan itu sendiri bagi hukum mempunyai sifat normatif dan sekaligus bersifat konstitutif. Hukum memiliki sifat normatif karena hukum positif selalu berpangkal kepada suatu keadilan. Hukum memiliki sifat konstitutif karena unsur mutlak bagi hukum haruslah terkandung
44 Xxxxx Xxx. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Xxx Xxxxx Peradilan (Judicialprudence);Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence) Vol. 1 Pemahaman Awal, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010). Hlm. 292. (selanjutnya disebut Xxxxx Xxx X).
45 Yovita A. Mangesti & Xxxxxxx X. Tanya. Moralitas Hukum. (Yogyakarta : Genta Publishing, 2014). Hlm 74.
46 Xxxxxxx X Xxxxx dkk. Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi.
Genta Publising : Yogyakarta, 2013). Hlm 117.
keadilan, sebuah peraturan atau Undang-Undang tidak pantas menjadi hukum apabila tidak mempunyai unsur keadilan.
Tolok ukur atau landasan moral hukum dari sistem hukum positif adalah keadilan. Keadilan tidak selalu terlahir dari rasionalitas semata, namun juga ditentukan oleh atmosfir sosial yang sedikit banyak dipengaruhi oleh sebuah tata nilai dan norma lain dalam masyarakat, inilah sifat abstrak dari keadilan. Hal yang demikianlah yang menjadikan terkadang keadilan tidak selalu dapat tertampung dalam hukum positif karena sifatnya yang cenderung dinamis. Menurut Radburch, titik sentral dalam hukum adalah keadilan. Kebaikan hidup manusia dalam bermasyarakat adalah tujuan dari keadilan itu sendiri
Kedua adalah kemanfaatan (zwechmatigheid) atau doelmatigheid atau utility. Kerangka keadilan di dalamnya juga terkandung kemanfaatan yang tidak dapat berdiri secara terpisah, tetapi keadilan itu sendiri sebenarnya juga merupakan suatu kesatuan dengan kemanfaatan. Kepastian hukum, tidak lagi sekedar kepastian legalitis, tetapi kepastian yang berkeadilan. Demikian juga soal kemanfaatan. Ia bukan lagi kemanfaatan tanpa patokan, tetapi kemanfaatan yang berkeadilan (yaitu memajukan nilai-nilai kemanusiaan).47
Ketiga, kepastian hukum atau rechtmatigheid, prinsip ini meninjau dari sudut yuridis. Kepastian hukum bersumber dari pemikiran positivis dari dunia hukum yang dianut oleh aliran Xxxxxxx Xxxxxxxx, yang dipandang dari sudut ilmu hukum positif / normatif atau yuridis dogmatik, tujuan hukum dititik beratkan pada segi kepastian hukumnya, yang cenderung memandang hukum sebagai suatu hal yang otonom yang
47 Yovita A. Mangesti & Xxxxxxx X. Tanya. Op. Cit. Hlm 74.
mandiri karena hukum tak lain hanyalah kumpulan aturan bagi penganut aliran ini. Bagi aliran ini hukum tak lain dari sekadar menjamin terwujudnya kepastian hukum.48
Xxxxxx Xxxxxxxx menyatakan bahwa ada 4 (empat) hal fundamental yang berkorelasi dengan makna kepastian hukum, yaitu : Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalah perundang-undangan. Kedua, bahwa hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada kenyataan. Ketiga, bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum positif tidak boleh mudah diubah.
Teori Bakti atau Teori Kewajiban Pajak Mutlak
Teori bakti / kewajiban pajak mutlak ini juga disebut teori pengorbanan (absolute belastingplicht) yang berlandaskan asas bahwa untuk memungut sebuah pajak, negara mempunyai kewenangan / hak mutlak. Individu-individu tidaklah mungkin berdiri sendiri, tanpa ada masyarakat tidaklah akan ada individu. Berdasarkan teori ini, sebuah negara memiliki tugas dan tanggungjawab untuk memberikan perlindungan bagi segenap warganya, oleh karena itu maka timbullah hak mutlak (absolut) negara dengan mengambil sejumlah iuran dari warganya dalam
48 Xxxxx Xxx. Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. (Jakarta : Xxxxxxx Xxxxxxx, 1996). Hlm 94-95. (selanjutnya disebut Xxxxx Xxx XX).
bentuk pajak dan wajib pajak memiliki kewajiban untuk membayar besarnya pajak terhutang sebagai suatu bukti nyata yaitu tanda bakti terhadap negaranya.49
W.H. Van Den Berge50 mengemukakan bahwa negara sebagai groepverband (organisasi dari golongan) dengan memperhatikan syarat-syarat keadilan, bertugas menyelenggarakan kepentingan umum dan karenanya dapat dan harus mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan, termasuk juga tindakan dalam lapangan pajak. Paham organische staatsleer ditekankan pada teori ini yaitu mengajarkan bahwa karena sifat negara sebagai suatu organisasi (perkumpulan) dari individu-individu maka timbul hak mutlak negara untuk memungut pajak. Melihat sejarah terbentuknya suatu negara, maka teori bakti ini bisa dikatakan sebagai adanya perjanjian dalam masyarakat (tiap-tiap individu) untuk membentuk negara dan menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada negara untuk memimpin masyarakat. Pembayaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat kepada negara merupakan tanda bakti kepada negara karena adanya kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada negara. Oleh karena itu, negaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya.
Secara ringkas teori bakti ini menjelaskan mengenai : pertama, hukum pajak terletak dalam hubungan rakyat dan negara, negara menyelenggarakan kepentingan umum untuk rakyatnya. Kedua, karena ada hubungan maka negara memungut pajak terhadap rakyatnya. Ketiga, rakyat membayar pajak karena merasa berbakti kepada negara. Jadi menurut teori yang dimaksudkan di atas, dasar hukum pengenaan pajak
49 Xxxxxxx Xxxxx Xxxxx. Op. Cit. Hlm 43.
50 Ibid
terletak dalam hubungan yang terjadi di antara warga negara dengan negara, yang mempunyai kewenangan untuk memungut pajak dari masyarakatnya.
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
Konsep akan diberikan untuk menjawab dan memberikan preskripsi terkait isu hukum yang ada dalam penelitian tesis ini sebagaimana telah dijabarkan dalam rumusan masalah serta mempermudah alur pikir. Adanya perbedaan pandangan dari berbagai pihak terhadap suatu obyek akan melahirkan teori-teori yang berbeda dalam suatu penelitian termasuk pula penelitian hukum. Pembatasan-pembatasan (kerangka) baik teori maupun konsepsi merupakan hal penting agar tidak terjebak dalam polemik yang tidak terarah. Pentingnya kerangka konseptual dan landasan atau kerangka teoritis dalam penelitian hukum dikemukakan pula oleh Xxxxxxxx Xxxxxxxx dan Sri Mamuji, bahwa kedua kerangka tersebut merupakan unsur yang sangat penting. Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung kepada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.
Contracts yang dapat diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai kontrak dan disebut overeenkomst di dalam bahasa Belanda yaitu peristiwa di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu. Sebagian besar para pembuat kontrak di Indonesia menggunakan kontrak tertulis, baik secara di bawah tangan maupun dengan akta autentik yaitu dengan menggunakan akta Notaris. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi, kontrak yang sebelumnya hanya dapat dilakukan secara tertulis, kini sudah dapat dilakukan secara elektronik. Jadi berdasarkan pemaparan di atas, dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kontrak yang dibuat secara tertulis dan
46
kontrak yang dibuat dengan cara elektronik. Secara normatif, berdasarkan Pasal 1313 BW, kontrak atau persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Sedangkan terkait dengan kontrak elektronik diatur dalam Pasal 1 angka 17 UU ITE yang menyatakan bahwa kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
Kontrak berhubungan erat dengan perpajakan. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting pada suatu negara, khususnya di Indonesia. Pajak digunakan bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional sebagai bentuk konkrit dari amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan umum, karena pajak yang disetorkan oleh masyarakat nantinya juga akan kembali ke masyarakat. Kontrak sebagaimana yang dimaksudkan di atas, dikenakan pajak berupa bea meterai yang diatur dalam UU Bea Meterai.
48
PENGENAAN PAJAK PADA PERJANJIAN SECARA ELEKTRONIK DENGAN MENGGUNAKAN METERAI ELEKTRONIK
Kekosongan pengaturan perpajakan dalam perjanjian secara elektronik.
Tidak adanya kewajiban pengenaan pajak dalam perjanjian secara elektronik melalui bea meterai.
- UU Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.
- Teori Bakti atau Teori Kewajiban Pajak Mutlak.
Pemungutan pajak berdasarkan hubungan antara negara dengan masyarakat
- Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 Tentang Bea Meterai.
Dasar pertimbangan hukum dikenakannya suatu pajak dalam sebuah dokumen dengan menggunakan bea meterai.
Konsepsi pengaturan ke depan agar perjanjian secara elektronik dapat dikenai sebuah pajak.
- Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
- Perbandingan meterai dalam kontrak di beberapa negara.
Pembentukan pengaturan perpajakan dalam kontrak elektronik
Preskripsi
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti terkait dengan dasar pertimbangan hukum pengenaan pajak dalam suatu dokumen dengan menggunakan bea meterai, mancakup tiga hal : pertama, hukum pajak terletak dalam hubungan rakyat dan negara. Negara menyelenggarakan kepentingan umum untuk rakyatnya. Negara hadir melalui institusinya yaitu pengadilan, mengakomodir kebutuhan masyarakatnya yang mencari keadilan. Kedua karena ada hubungan maka negara memungut pajak terhadap rakyatnya. Negara mempunyai kewenangan memungut pajak dalam hal ini pemungutan pajak melalui bea meterai pada perjanjian yang diamanatkan oleh UU Bea Meterai. Ketiga, rakyat membayar pajak karena merasa berbakti kepada negara. Ketika rakyat menggunakan institusi negara yaitu pengadilan dan memang merupakan kesepakatan antar rakyat dengan negara sebagai suatu organisasi, maka timbul rasa bakti dari masyarakat kepada negara, dan oleh karenanya masyarakat membayar pajak dalam perjanjian yang diajukan ke pengadilan sebagaimana besarnya pajak yang ditentukan dalam UU Bea Meterai.
2. Perjanjian yang dilakukan secara elektronik hingga sampai saat ini tidak mewajibkan pengenaan pajak melalui bea meterai karena UU Bea Meterai dan peraturan pelaksananya belum mengatur pengenaan pajak dengan
98
menggunakan meterai dalam kontrak elektronik. Selain itu juga ada pendapat yang menyatakan bahwa pengenaan pajak dalam kontrak elektronik terhalang oleh yurisdiksi suatu negara. Padahal setelah dilakukan kajian ilmiah dalam penulisan tesis ini, pengenaan pajak dalam kontrak elektronik tidak terhalang oleh yurisdiksi yang dimiliki oleh suatu negara. Pajak dapat dikenakan manakala kontrak elektronik mencantumkan klausul yang berisi choise of forum yang memilih hukum dan pengadilan di negara tertentu. Ketika dalam kontrak elektronik telah disebutkan bahwa choise of forum-nya adalah Indonesia, maka para pihak harus tunduk pada hukum Indonesia sekaligus tunduk dalam hukum administrasi yang ada di Indonesia yang salah satunya adalah tentang pengenaan pajak tersebut. Terkait dengan cara pembayaran maupun pihak yang harus membayar pajak ditentukan oleh para pihak sendiri karena adanya asas kebebasan berkontrak. Semua isi dan bentuk kontrak termasuk siapa yang membayar pajaknya ditentukan oleh para pihak sendiri.
3. Pengenaan pajak dalam perjanjian yang dilakukan secara elektronik dapat dilakukan dengan menggunakan meterai elektronik yang ditetapkan dengan peraturan Direktur Jendral Pajak. Dasar pembentukannya yaitu Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 Tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain menyatakan bahwa : Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai adalah dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan menggunakan mesin teraan meterai, teknologi percetakan, sistem
100
komputerisasi, dan alat lain dengan teknologi tertentu. Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 Tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak”
5.2 Saran
1. Mengingat hingga saat ini UU ITE yang di dalamnya mengatur tentang kontrak elektronik belum mengakomodasikan penggunaan meterai, maka atas pertimbangan penerimaan pajak oleh negara, dirasa penting dan mendesak untuk ditetapkan dalam suatu regulasi bentuk meterai yang digunakan dalam kontrak elektronik.
2. Pemeteraian dengan menggunakan cara lain sangat dimungkinkan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU Bea meterai, mengingat perkembangan teknologi dan globalisasi yang semakin canggih dan pada saat ini sudah dikenal kontrak elektronik. Norma perpajakan harus dapat mengakomodir hal tersebut.
3. Bagi pemerintah sangat perlu menambah cara pemeteraian yang dikenakan dalam suatu dokumen elektronik, yaitu dengan cara membentuk peraturan Direktur Jendral Pajak tentang meterai elektronik yang digunakan dalam kontrak elektronik serta rutin untuk mengadakan sosialisasi serta melakukan pengawasan terhadap wajib pajak yang menggunakan meterai elektronik, sehingga negara tidak kehilangan pemasukan dalam hal perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
X’xx Xxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxx, IG NG Indra S. Xxxxx. Teori hukum. (Jakarta : Xxxxx Xxxxxxx, 2016).
Xxxxx X. Saliman. Hukum Bisnis untuk Perusahaan “Teori dan Contoh Kasus”. (Jakarta : Kencana Prenada Media Gruop, 2005).
Xxxx Xxxxx Xxxxxxx. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. (Jakarta : Kencana Prenada Group, 2009).
Xxxxx Xxx. Menguak Takbir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. (Jakarta : Xxxxxxx Xxxxxxx, 1996).
. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Xxx Xxxxx Peradilan (Judicialprudence);Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence) Vol. 1 Pemahaman Awal, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010).
Xxxxxxx Xxxxxxx. The Concept of State Jurisdiction in International Space Law. (The Hague, 1971).
Xxxxxxx X Xxxxx dkk. Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi. Genta Publising : Yogyakarta, 2013).
Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx. Bea Meterai Pajak Atas Dokumen di Indonesia. (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2013).
Xxxxxxx Xxxxx Xxxxx. Pembahasan Komperehensif Pengantar Perpajakan Teori dan Konsep Hukum Pajak. (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2017).
Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx dan X’xx Xxxxxx. Penelitian Hukum (Legal Research). (Jakarta: Sinar Grafika, 2014).
Xxxxx Xxxxxxx dan Deliana. Kajian Aspek Hukum Perikatan Kompilasi Hukum Telematika. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003).
Efa Xxxxx Xxxxxxxx, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata. (Bandung : PT Alumni, 2009).
101
Galang Asmara. Peradilan Pajak Dan Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) Dalam Hukum Pajak di Indonesia. (Yogyakarta : Laksbang Pressindo, 2006).
X. Xxxxxx Xxxxxxxx. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata. (PT. Citra Xxxxxx Xxxxx : Bandung, 2004).
Xxxxx Xxxxx. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik. (Bandung : PT Xxxxxx Xxxxxxx, 2013).
Xxxxxx Xxxxxxxxxx. Hukum Perjanjian Adat. (Bandung : Alumni, 1982).
Xxxxx Xxxxx. Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional. (Bandung : Xxxxxx Xxxxxxx, 2007).
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx. KUHPerdata Buku II-Hukum Perikatan dengan Penjelasan. (Bandung : Alumni, 2005).
Marihot Pahala Xxxxxxx. Bea Meterai di Indonesia. (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006).
Xxxxxx Xxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxx “Xxxxxxxx Xxxxxx (DM)”. (Yogyakarta : Arti Bumi Intaran, 2004).
Xxxxxxxx Xxxxxxxxx. Hukum Kontrak. (Bandung : Mandar Maju, 2012).
X. Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. (Bandung : Xxxxxx Xxxxxxx, 2003).
R. Subekti. Aneka Perjanjian. (Bandung : PT. Xxxxxxx Xxxxxxxx, 2003).
. Hukum Pembuktian. (Jakarta : Xxxxxxx Xxxxxxxx, 1999).
. Hukum Perjanjian. Cet.21. (Jakarta : Intermasa, 2005).
Xxxxxx Xxxxxxxx, Pengantar Singkat Hukum Pajak, (Bandung : PT Eresco, 1992).
. Aturan Bea Meterai. Cet 2. (Bandung : PT. Eresco, 1992)..
Xxxxx XX. Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Cet-1. (Jakarta : Sinar Grafika, 2003).
. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Cet-2. (Jakarta : Sinar Grafika, 2003).
. Teknik Pembuatan Akta Satu. (Konsep Teoritis, Keenangan Notaris, Xxxxxx dan Xxxxxx Xxxx). (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2016).
Xxxxxxx Xxxxxxx. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia (Jakarta : Binacipta,1985).
. Hukum Perdata Internasional Indonesia. (Bandung : Alumni, 1998).
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx. Penelitian Hukum. Cet 12. Edisi Revisi. (Jakarta: Prenada Media Group, 2016). Cet 12.
Yovita A. Mangesti & Xxxxxxx X. Tanya. Moralitas Hukum. (Yogyakarta : Genta Publishing, 2014).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BW (Burgerlijk Wetboek).
Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 Tentang Perdagangan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai.
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai.
Keputusan Menteri Keuangan 133b/KMK.04/2000 Tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain.
Jurnal
Afdol Xxxxxx Xxxxxxxxxxx. Kedudukan, Eksistensi dan Independensi Pengadilan Pajak dalam Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis. Vol 1. No. 1. April 2015.
Xxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxx. Implementasi Teknologi QR-Code Untuk Kartu Identitas. Jurnal. Vol 1. No 2. 2015.
Xxxx Xxxxxxx, “Kajian Teoritik tentang Pengaruh Globalisasi terhadap Proses Demokratisasi Masyarakat Kebudayaan dan Politik”. Jurnal. Th XIII. No 2. April 2000.
LKHT Fakultas Hukum UI. Pokok-pokok Pikiran Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU-IETE). Jurnal Hukum dan Teknologi Vol 1. No. 1. Tahun 2001.
Xxxxxxx Xxxx. Penggunaan Teknologi Informasi dalam Diplomasi Modern Departemen Luar Negeri. Jurnal Internasional & Diplomasi. Vol 2. No. 1. (Juli-Desember 2016)
Tesis
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx, Tinjauan Xxxxxxx Xxxxxx Bea Meterai dalam Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Surat Perjanjian. Tesis. Magister Kenotariatan. Universitas Sebelas Xxxxx
Xxxxx Xxxxxxx. Formulasi Pengaturan Bea Meterai pada Transaksi E-Commerce di Indonesia. Tesis. Magister Kenotariatan. Universitas Brawijaya.
Xxxxx Xxxxxxxxxx. Jenis-Jenis Perjanjian Sebagai Dasar Hukum dalam Pengalihan Hak Guna Bangunan Objek Hak Tanggungan. Tesis. 2007. Universitas Diponegoro. Semarang.
Xxxxxxxx Xxxxx. Keabsahan Kontrak Perdagangan Secara Elektronik (E-Commerce) Ditinjau dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tesis. Magister Kenotariatan. Universitas Andalas.
Kamus
Xxxxx X. Xxxxxx. Black’s Law Dictionary. (United States of America : West a Thomson bussiness : 2004).
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai Pustaka, cet-7, 1996).
Internet
xxxxx://xxxxxxxxx.xxxx.xxx.xx/xxxxxxxx/Xxxxxxxxxxxx/XXX0000.xxxx (Diakses pada 3 Juni 2018, Pukul 09.00 WIB).
xxxxx://xxxx.xxx.xx/xxxxx (Diakses pada 15 Desember 2017 Pukul 17.00 WIB).
xxxx://xxxxxxx.xxx/xxxx/ (Diakses pada 26 Agustus 2018, Pukul 10.00 WIB). xxxxx://xxx.xxxxxxxxx.xxx/xxxx/x-xxxxx-xxxxx/ (Diakses pada 2 Juni 2018, Pukul