Arbitrase. Semua perselisihan antara Para Pihak dalam Perjanjian Dealer Partisipan harus diusahakan untuk diselesaikan secara musyawarah, dan bilamana tidak dapat tercapai persetujuan paham, maka perselisihan tersebut harus diajukan oleh salah satu Pihak yang berselisih kepada Badan Arbitrase Pasar Modal (”BAPMI”) dengan menggunakan peraturan dalam acara BAPMI serta tunduk pada ketentuan Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa berikut semua perubahannya dari waktu ke waktu. Keputusan dari BAPMI bersifat final yang akan mengikat para Pihak dalam Perjanjian Dealer Partisipan. Kecuali ditentukan lain, sidang arbitrase akan dilaksanakan di Jakarta.
Arbitrase. Setiap dan semua perselisihan sehubungan dengan Perjanjian ini, sejauh mungkin, diselesaikan secara damai antara Para Pihak dalam Perjanjian ini. Kegagalan dalam penyelesaian damai, atas setiap dan semua sengketa, kontroversi, dan konflik yang timbul dari, atau sehubungan dengan Perjanjian ini, atau kinerjanya, pada akhirnya akan diselesaikan melalui arbitrase sesuai dengan Peraturan Arbitrase dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI Arbritration Centre), yang aturannya dianggap dimasukkan dengan referensi ke dalam pasal ini. Proses arbitrase akan dilakukan di Indonesia dan akan dilakukan dalam Bahasa Inggris dan/atau Bahasa. Para Pihak sepakat bahwa Panel Arbiter harus terdiri dari 3 (tiga) arbiter. Pihak Kesatu dan Pihak Kedua masing-masing memiliki hak untuk menunjuk satu (1) arbiter dan seandainya salah satu pihak gagal menunjuk arbiternya dalam empat belas (14) hari sejak penunjukan arbiter pertama, maka arbiter tersebut akan ditunjuk oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI Arbritration Centre). Dua (2) arbiter yang ditunjuk harus bersama-sama menunjuk arbiter ketiga yang akan bertindak sebagai Ketua Panel Arbiter. Jika dua (2) arbiter gagal menunjuk arbiter ketiga dalam empat belas (14) hari sejak penunjukan arbiter kedua, maka arbiter ketiga tersebut akan ditunjuk oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI Arbritration Centre). Keputusan Panel Arbiter bersifat final, mengikat dan tidak dapat disangkal dan dapat digunakan sebagai dasar untuk penilaian di Indonesia atau di tempat lain. Hal ini mencakup penentuan yang mana dari Para Pihak akan membayar biaya arbitrase. Tidak ada Pihak yang berhak untuk memulai atau mempertahankan tindakan apa pun di pengadilan atas masalah yang diperselisihkan sampai masalah tersebut diserahkan dan ditentukan sebagaimana diatur di sini sebelum diberikan, kecuali untuk penegakan arbitrase tersebut. Menunggu pengajuan ke arbitrase dan setelah itu sampai Panel Arbiter menerbitkan putusannya, kecuali untuk Pengakhiran yang ditetapkan dalam Pasal 11 Perjanjian ini, Para Pihak akan terus melakukan semua kewajiban mereka berdasarkan Perjanjian ini tanpa mengurangi penyesuaian akhir sesuai dengan penghargaan tersebut.
Arbitrase. (1) Apabila timbul persengketaan atau perselisihan antara Penanggung dan Tertanggung sebagai akibat pelaksanaan atau penafsiran perjanjian pertanggungan ini dan persengketaan dan perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dalam tempo 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya kerugian yang menjadi pokok perselisihan dan persengketaan, maka pihak yang berkepentingan berhak mengajukan persengketaan atau perselisihan tersebut kepada Dewan Asuransi Indonesia cq Ketua Bidang Asuransi Kerugian, yang akan membentuk badan arbitrase ad-hoc dalam tempo paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak surat permohonan arbitrase diterima Sekertarian Jenderal Dewan Asuransi Indonesia.
(2) Badan Arbitrase ad-hoc beranggotakan 3 (tiga) orang arbiter, yang salah seorang di antaranya adalah seorang sarjana hukum, yang diangkat menjadi ketua merangkap anggota.
(3) Dua orang anggota (arbiter) lainnya, dipilih dan diangkat dari orang-orang yang berpengalaman dalam cabang asuransi yang bersangkutan dan diutamakan orang yang tidak aktif lagi di perusahaan asuransi/reasuransi, pialang asuransi/reasuransi atau menjadi agen asuransi/reasuransi.
(4) Para arbiter menetapkan peraturan arbitrase dan biaya arbitrase serta pihak-pihak yang memikul biaya arbitrase tersebut.
(5) Badan arbitrase berkewajiban memutuskan persengketaan atau perselisihan tersebut dalam tempo 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak tanggal pembentukannya.
(6) Keputusan badan arbitrase merupakan keputusan final dan mengikat kedua belah pihak.
Arbitrase. (a) Bagian 17.2 dan Bagian 17.5 ini diatur berdasarkan hukum Singapura.
(b) Setiap Sengketa akan dirujuk dan diselesaikan secara final melalui arbitrase yang diselenggarakan oleh Singapore International Artibtration Center (“SIAC”) sesuai dengan Aturan Arbitrase dari SIAC (“Aturan SIAC”) yang pada saat ini berlaku, sebagaimana aturan tersebut dianggap sebagai satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Bagian 17.2 ini.
Arbitrase. (a) Bagian 17.2 sampai Bagian
Arbitrase. 17.1. Setiap perselisihan, pertentangan dan perbedaan pendapat yang berhubungan dengan Kontrak Investasi Kolektif REKSA DANA SAHAM EASTSPRING INVESTMENTS ALPHA NAVIGATOR dan Prospektus ini termasuk pelaksanaannya termasuk tentang keabsahan Kontrak Investasi REKSA DANA SAHAM EASTSPRING INVESTMENTS ALPHA NAVIGATOR dan Prospektus ini ( “ Perselisihan”), sepanjang memungkinkan, diselesaikan secara damai antara Para Pihak dalam jangka waktu 60 (enam puluh) Hari Kalender (“ Masa Tenggang ”) sejak diterimanya oleh salah satu pihak pemberitahuan tertulis dari salah satu pihak mengenai adanya Perselisihan tersebut.
17.2. Dalam hal Perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara damai dalam Masa Tenggang sebagaimana dimaksud dalam butir
17.1 diatas, maka syarat arbitrase berlaku dan Perselisihan tersebut wajib diselesaikan secara tuntas melalui Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (“ BAPMI”) dengan menggunakan Peraturan dan Acara BAPMIdan tundukpadaUndang-Undang Nomor30 Tahun1999 (seribu Sembilan ratus Sembilan puluh Sembilan) tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, berikut semua perubahannya.
17.3. Para Pihak setuju bahwa pelaksanaan Arbitrase akan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Proses Arbitrase diselenggarakan di Jakarta, Indonesia dan dalam Bahasa Indonesia.
b. Arbiter yang akan melaksanakan proses Arbitrase berbentuk Majelis Arbitrase yang terdiri dari 3 (tiga) Arbiter, dimana sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Arbiter tersebut merupakan konsultan hukum yang telah terdaftar di OJK selaku profesi penunjang pasar modal.
c. Penunjukan Arbiter dilaksanakan selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) Hari Kalender sejak berakhirnya Masa Tenggang dimana masing-masing pihak yang berselisih harus menunjuk seorang Arbiter.
d. Selambat-lambatnya dalam waktu (empat belas) Hari Kalender sejak penunjukkan kedua Arbiter oleh masing-masing pihak, kedua Arbiter tersebut wajib menunjuk dan memilih Arbiter ketiga yang akan bertindak sebagai Ketua Majelis Arbitrase
e. Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam menunjuk Arbiter ketiga tersebut, maka pemilihan dan penunjukkan Arbiter tersebut akan diserahkan kepada Ketua BAPMI sesuai dengan Peraturan dan Acara BAPMI.
x. Xxxxxan Majelis Arbitrase bersifat final, mengikat dan mempunyai kekuatan hukum tetap bagi pihak yang berselisih dan wajib dilaksanakan oleh para pihak. Para Pihak setuju dan berjanji untuk tidak menggugat atau membatalkan putusan Majelis Arbitrase BAPMI tersebut di Pengadilan ...
Arbitrase. 9Soeraryo Darsono, 2003, Perlindungan Hukum Bagi Dokter, Makalah disampaikan dalam rangka HUT RSUP Xx. Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxx, Klaten. 10Xxxxx, X. Ridwan, 2006, Penyelesaian Sengketa Medik Antara Dokter dan Pasien Melalui Jalur Hukum dan Jalur Etika Profesi Kedokteran Indonesia; Fakultas Hukum Unika Atma Jaya; Jakarta, hal 18. Ketiga bentuk penyelesaian sengketa dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atau terjadinya perbedaan pendapat baik itu antara individu, kelompok maupun antar badan usaha. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dilakukan untuk menyelesaikan sengketa dengan cara musyawarah mufakat dan hasil penyelesaian konflik atau sengketa secara kekeluargaan. Berdasarkan penelitain yang penulis lakukan, bahwa upaya penyelesaian sengekta medik rumah sakit di provinsi bali, dilakukan dengan jalan kekeluargaan. Mediasi merupakan salah satu jalan yang ditempuh bila terjadi sengketa medik di rumah sakit di provinsi Bali. Melalui mediasi akan tercipta win- win solution, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang sehingga hubungan dokter dan pasien tetap harmonis.
Arbitrase. Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Sedangkan Pasal 1 Ayat (10) menyatakan alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
Arbitrase. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayarn Utang telah memberikan ruang jika debitor adalah perusahaan asuransi, maka permohonan pernyataan pailit atau PKPU sepenuhnya hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Namun sejak berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka kewenangan tersebut beralih kepada OJK. . Dalam kaitan dengan berbagai kasus gagal bayar perusahaan asuransi akibat kesulitan keuangan dan atau bangkrut, maka yang dirugikan adalah nasabahnya. Perencanaan nasabah yang merupakan impian masa depan agar dapat mengatasi risiko yang mungkin timbul dalam hidup dan kehidupannya menjadi hilang begitu saja. Berbagai upaya nasabah sering dilakukan untuk dapat memperoleh pembayaran dari perusahaan asuransi, namun dalam praktiknya nasabah jarang berhasil, kalaupun berhasil uang pembayaran santunan atau ganti rugi jauh dari memadai, tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam polis asuransi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka fugsi pengawasan terhadap perusahaan asuransi adalah pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK, dalam hal ini sebagai lembaga yang mengawasi kegiatan di sektor perasuransian, berfungsi untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi. Fungsi pengawasan terhadap perusahaan asuransi adalah pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK dalam hal ini sebagai lembaga yang mengawasi kegiatan di sektor perasuransian, berfungsi untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi. Dalam konsideran menimbang Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinyatakan bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Arbitrase. Dasar hukum mengenai arbitrase dapat dilihat dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia. Arbitrase dapat berdiri sendiri, di samping dapat merupakan bagian dari Alternatif Penyelesaian Sengketa.70 Pengertian Aribitrase