Inflasi. Tingkat inflasi berkisar antara 3 - 5 persen;
Inflasi. Inflasi diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Di samping inflasi, ada istilah dalam ekonomi yang disebut deflasi yaitu kondisi dimana harga barang mengalami penurunan secara terus menerus. Inflasi tentu tidak semata-mata terjadi begitu saja, karena ada beberapa hal yang mendorong meningkatnya harga barang dan jasa secara umum, di antaranya adalah enam faktor berikut: • Bertambahnya uang yang beredar di masyarakat; • Permintaan yang tinggi terhadap suatu barang atau jasa sehingga mendorong adanya kenaikan harga barang atau jasa tersebut karena menjadi rebutan; • Ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran; • Peningkatan biaya produksi yang secara langsung berimbas pada harga barang atau jasa yang diproduksi; • Perilaku masyarakat yang seringkali memprediksi atau disebut sebagai inflasi ekspetasi; • Kekacauan ekonomi dan politik, misalnya peristiwa tahun 1998 di Indonesia. Inflasi Kota Bima pada tahun 2021 sebesar 0,13 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Provinsi NTB sebesar 0,17 persen.
Inflasi. Inflasi di tahun 2023 sebesar 2,81 persen dengan Indeks Harga Konsumen sebesar 117,35. Dari lima kota IHK di Sulawesi Selatan, inflasi (y-on-y) tertinggi terjadi di Makassar sebesar 2,89 persen dengan IHK sebesar 117,49. Sedangkan inflasi (y-on-y) terendah terjadi di Palopo sebesar 2,21 persen dengan IHK sebesar 115,60. Tren kenaikan inflasi tersebut didorong oleh kenaikan harga komoditas antara lain beras, cabai rawit, angkutan udara, rokok kretek filter, emas perhiasan, cabai merah, bawang putih, labu siam/jipang, gula pasir, dan kacang panjang. Menyikapi hal tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Selatan melakukan berbagai strategi pengendalian inflasi melalui implementasi berbagai program yang mengacu pada kerangka strategi 4K (kestabilan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif). Inflasi utamanya disumbang oleh kelompok transportasi, khususnya pada komoditas bensin dan angkutan udara, sebagai dampak dari kebijakan pengalihan subsidi bahan bakar minyak dan mobilitas yang meningkat pada momen Natal dan Tahun Baru. Lebih lanjut, inflasi dari Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau, terutama pada komoditas telur ayam ras, beras, dan rokok kretek filter. Sementara itu, inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga cabai rawit, cabai merah, dan daging ayam ras. Kondisi ini merupakan hubungan terbalik antara tingkat pengangguran dan inflasi. Penurunan inflasi menghasilkan trade-off dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Menjaga dan meningkatkan pendapatan masyarakat untuk mendorong level konsumsi perlu mendapat prioritas kebijakan nasional saat ini. Dengan pulihnya konsumsi masyarakat, maka level produksi akan meningkat dan pada akhirnya berdampak pada penciptaan lapangan kerja dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Maka Inflasi yang terjadi ditahun 2024 diproyeksi akan mengalami peningkatan ke level 3,0-1,0 sampai ke akhir tahun 2024.
Inflasi. Inflasi Kota Banjar tahun 2018-2022 bersifat fluktuatif dengan kecenderungan menurun, peningkatan tingkat inflasi Kota Banjar terjadi pada tahun 2022. Pada tahun 2022 per Desember harga berbagai komoditas secara umum menunjukan adanya kenaikan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Provinsi Jawa Barat di tujuh kota terjadi inflasi yoy sebesar 6,04% atau terjadi kenaikan Indeks Harga Tingkat Konsumen (IHK) dari 108,55 pada Desember tahun 2021 menjadi 115,11 pada Desember tahun 2022. Sumber : BPS Jawa Barat, 2023 Secara keseluruhan, dalam periode tahun 2019 – 2021 inflasi di Kota Banjar menunjukkan tren penurunan, hingga pada tahun 2022 terjadi kenaikan tingkat inflasi yang cukup signifikan. Pada tahun 2018, inflasi Kota Banjar mencapai 2,43 persen dan terus mengalami penurunan hingga di tahun 2021 sebesar 1,17 dan meningkat secara signifikan di tahun 2022 menjadi 6,65 persen.
Inflasi. 5.2 6.1 6.9
Inflasi. Dalam jangka menengah, Pemerintah berkomitmen untuk menjaga laju inflasi bergerak sesuai dengan target sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Laju inflasi diupayakan untuk bergerak rendah dan stabil mencerminkan keseimbangan penawaran dan permintaan yang realistis dan efisien. Sasaran inflasi ditetapkan untuk menciptakan jangkar ekspektasi inflasi, terutama di masa pemulihan ekonomi nasional dengan segala potensi gejolak yang dapat terjadi. Sasaran inflasi yang ditetapkan telah mempertimbangkan perkiraan kondisi ekonomi ke depan dengan tetap memberikan ruang insentif bagi dunia usaha. Berbagai upaya juga terus dilakukan untuk menjaga stabilitas harga pangan secara nasional, di antaranya dengan kebijakan yang mendukung terkendalinya harga konsumen dengan tetap memerhatikan tingkat kesejahteraan konsumen, peningkatan kapasitas produksi pangan nasional, serta perbaikan tata kelola pangan. Hal ini diharapkan dapat menurunkan tingkat volatilitas harga pangan, termasuk hingga ke tingkat daerah. Untuk mendukung pencapaian laju inflasi secara jangka menengah, Pemerintah telah merancang peta jalan pengendalian inflasi nasional sebagai rencana aksi dalam mencapai target pengendalian inflasi nasional. Hal ini juga didukung dengan kerja sama dan koordinasi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan Bank Indonesia dalam kerangka Tim Pengendalian Inflasi Nasional. Dalam pengendalian inflasi nasional, empat strategi utama mencakup aspek Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif dalam rangka menjaga ekspektasi inflasi agar tetap positif. Dengan memerhatikan hal-hal tersebut, laju inflasi pada periode 2023– 2025 diperkirakan mencapai kisaran 1,5 – 4,0 persen. Pasar keuangan global diperkirakan masih akan didukung oleh adanya kebijakan moneter yang longgar di negara maju dalam merespon kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Hal ini akan menghambat capital outflow dari emerging market, termasuk Indonesia. Namun, kemungkinan percepatan penanganan pandemi Covid-19 di negara maju akan mendorong percepatan pemulihan ekonominya. Selanjutnya, percepatan pemulihan ekonomi tersebut akan mendorong negara maju untuk menerapkan kebijakan normalisasi moneter melalui kenaikan tingkat suku bunga dan mendorong capital outflow dari emerging market. Hal ini akan meningkatkan risiko kenaikan tingkat suku bunga SUN 10 tahun dengan lebih cepat. Dari sisi domestik, beberapa faktor yang mampu memberikan pengaruh positif terhadap pergerakan s...
Inflasi. IV. Suku Bunga Acuan (BI Rate)
Inflasi. Penyumbang utama inflasi periode Desember 2021 yaitu komoditas angkutan antarkota sebesar 0,09% (mtm), daging ayam ras sebesar 0,06% (mtm), daging sapi dan emas perhiasan masing-masing sebesar 0,03% (mtm), jeruk dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,02% (mtm), kelapa, kangkung, kentang, bayam, udang basah, ikan tongkol, ikan kembung dan angkutan udara masing-masing sebesar 0,01% (mtm). Sementara itu, beberapa komoditas mengalami deflasi, antara lain cabai rawit dan cabai merah masing-masing sebesar -0,05% (mtm), serta telur ayam ras sebesar -0,01% (mtm). Untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut, Gubernur BI menuturkan, pihaknya mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif serta mempercepat digitalisasi sistem pembayaran seperti memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah dengan tetap berada di pasar melalui triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar. Melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0%, rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, serta rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5% dan memperkuat transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan.
Inflasi. Tahun 2010 diwarnai oleh adanya anomali iklim, ketegangan geopolitik yang melanda beberapa negara produsen bahan pangan dan energi dunia, bencana banjir dan kekeringan sehingga mempengaruhi kinerja perekonomian global. Kondisi ini tercermin dari meroketnya harga komoditas bahan pangan dan energi di pasar dunia. Keadaan tersebut juga berpengaruh terhadap kinerja perekonomian nasional. Tingginya harga komoditas bahan pangan dan energi di pasar internasional berdampak terhadap peningkatan harga komoditas sejenis di pasar domestik. persen 2,00 persen 10,00 Laju Inflasi mtm Laju Inflasi yoy (RHS) 1,50 8,00 1,00 6,00 0,50 4,00 0,00 2,00 -0,50 0,00 2009 2010 2011 Sumber : Badan Pusat Statistik Xxx Agst Sep Okt Nov Agst Sep Okt Nov Meningkatnya harga bahan pangan dan energi di dalam negeri telah mendorong meningkatnya laju inflasi tahun 2010. Laju inflasi yang dihitung berdasarkan hasil pemantauan Indeks Harga Konsumen (IHK) di 66 kota selama tahun 2010 tercatat sebesar 6,96 persen (yoy), jauh lebih tinggi dari inflasi tahun 2009 sebesar 2,78 persen (yoy). Secara historis, inflasi tahun 2010 berada sedikit di atas rata-rata inflasi dalam 5 tahun terakhir yaitu sebesar 6,56 persen. Satu- satunya deflasi sepanjang tahun 2010 terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 0,14 persen, yang antara lain disebabkan oleh musim panen raya (lihat Grafik II.15). Realisasi inflasi tahun 2010 juga lebih tinggi dari asumsi inflasi pada APBN-P 2010 sebesar 5,3 persen. Pergerakan laju inflasi dapat dilihat baik berdasarkan kelompok pengeluarannya maupun komponen yang membentuknya. Dari sisi kelompok pengeluarannya, meningkatnya harga kelompok bahan makanan sebesar 15,64 persen (yoy) serta kelompok makanan jadi, minuman rokok dan tembakau sebesar 6,96 persen (yoy) mendorong peningkatan laju inflasi tahun 2010. Secara tahunan, kenaikan harga komoditas bahan pangan merupakan penyumbang terbesar dan memberikan andil inflasi sebesar 3,50 persen, atau lebih dari setengah laju inflasi tahun 2010. Kelompok sandang serta perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan, masing-masing sebesar Transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 3,05 3,72 Pendidikan, rekreasi dan olah raga 4,04 2,30 Kesehatan 4,16 5,05 Sandang 7,39 2,26 Perumahan, listrik, gas, dan bahan bakar 4,96 7,85 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 5,39 10,27
Inflasi