Unsur-Unsur Perjanjian. Suatu perjanjian harus memuat hal-hal yang secara sistematika menjadi bagian-bagian pokok dalam perjanjian tersebut. Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx (1983:99), mengemukakan bahwa sistematika perjanjian memuat bagian yang menjadi inti (wezenlijk oordeel) dan bagian yang bukan inti (onwezenlijk oordeel) dari perjanjian itu. Bagian-bagian ini terdiri atas :
1. Esensialia (Essentialia)
2. Naturalia dan
3. Aksidentalia (accidentalia) Bagian esensialia dalam suatu perjanjian, yaitu bagian dari suatu perjanjian yang tanpa bagian ini perjanjian tidak mungkin ada. Bagian ini merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki dalam perjanjian atau dengan kata lain sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian tersebut tercipta atau ada. Misalnya, persetujuan dari para pihak (Pasal 1321 KUHPerdata) dan objek dari perjanjian tersebut. Dua bagian lainnya merupakan bagian yang bukan inti. Bagian naturalia, yaitu bagian yang menurut undang-undang ditetapkan sebagai peraturan-peraturan yang sifatnya mengatur atau merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian ini, sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian tersebut. Misalnya, menjamin tidak terdapat cacat pada barang yang dijual (vrijwaring). Bagian aksidentalia, yaitu bagian yang ditentukan sendiri oleh pihak dalam perjanjian mereka dimana undang-undang tidak mengaturnya. Bagian ini juga merupakan suatu sifat yang melekat dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Misalnya, ketentuan-ketentuan mengenai domisili para pihak.
Unsur-Unsur Perjanjian. Apabila dirinci, menurut Xxxxxxx xxxxxxxxxxx perjanjian mengandung unsur- unsur sebagai berikut:
a. Essentialia, ialah unsur yang mutlak harus ada bagi terjadinya perjanjian. Unsur ini mutlak harus ada agar perjanjian itu sah, merupakan syarat sahnya perjanjian. Unsur essentialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur essentialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi, atau pengertian dari suatu perjanjian.
b. Naturalia, yaitu unsur yang lazimnya melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian. Unsur naturalia pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur essentialia diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur essentialia jual-beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi. Sehubungan dengan hal itu, maka berlakulah ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebisaaan, atau Undang-Undang.”2
c. Accidentalia, yaitu unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak sesuai dengan kehendak para pihak merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian, maka unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak3.
Unsur-Unsur Perjanjian. Bedasarkan doktrin yang berkembang dalam ranah hukum, yang disebut perjanjian adalah “perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum” sehingga unsur-unsur yang memuat dari defenisi diatas adalah25 :
a. Adanya perbuatan hukum
b. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang
c. Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan
d. Perbuatan hukum terjadi karena kerjasama antara dua orang atau lebih
e. Pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain 24Sudikno Mertokusumo, Op. Cit. Hlm. 153
f. Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum
g. Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik
h. Penyesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan. Selain itu tedapat pula unsur-unsur perjanjian yang meliputi26:
a. Adanya hubungan hukum
Unsur-Unsur Perjanjian. Suatu perjanjian dalam perkembangannya dikenal dengan adanya unsur-unsur yang dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut: 38Kartini Xxxxxxx, Op. Cit, hlm. 161.
Unsur-Unsur Perjanjian. Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih Pasal 1313 KUHPerdata. Dalam perjanjian termuat unsur-unsur yaitu sebagai berikut:
Unsur-Unsur Perjanjian. Harusada musyawarah terlebih dahulu dan kepercayaan.
Unsur-Unsur Perjanjian. Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian :
a. Unsur Essensialia Adalah dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi –prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakan secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi, atau pengertian dari suatu perjanjian.12
b. Unsur Naturalia Adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur essensialnya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensialia jual beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban penjual untuk menanggung kebendaan yang dijualnya dari cacat tersembunyi.13
c. Unsur Accidentalia Adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak.14
Unsur-Unsur Perjanjian a. Unsur Esensialia Unsur esensialia adalah unsur yang harus ada dalam perjanjian tanpa adanya unsur esensialia maka tidak ada perjanjian. Contohnya dalam perjanjian jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam perjanjian jual beli, perjanjian tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan. Dengan kata lain unsur ini lazim disebut dengan inti perjanjian. Unsur esensialia adalah unsur yang mutlak harus ada untuk terjadinya perjanjian, agar perjanjian itu sah dan ini merupakan syarat sahnya perjanjian. Jadi, keempat syarat dalam Pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata merupakan unsur esensialia. Dengan kata lain, sifat esensialia perjanjian adalah sifat yang menentukan perjanjian itu tercipta (oordeel)
b. Unsur Naturalia Unsur naturalia adalah unsur yang telah diatur dalam undang undang. Dengan demikian apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, maka undnag- undanglah yang mengaturnya. Jadi, unsur naturalia merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam perjanjian. Contohnya jika dalam perjanjian tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi. Dengan kata lain unsur ini disebut bagian non inti perjanjian. Unsur naturalia adalah unsur yang lazim melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam – diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian. Unsur ini merupakan sifat bawaan (natuur) atau melekat pada perjanjian. Hal ini dicantumkan dalam Pasal 1339 Juncto Pasal 1347 Kitab Undang Undang Hukum Perdata Bahwa : “Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.” Artinya bahwa dalam suatu perjanjian tidak hanya mengikat apa yang ada di dalam Perjanjian tersebut, melainkan berlandaskan kepada Keadilan, Kebiasan, atau undang undang. Serta Menurut Pasal 1347 Kitab Undang Undang Hukum perdata dijelaskan bahwa : “Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan dalam persetujuan.” Berdasarkan hal tersebut mempertegas bahwa Hal nya Kebiasaan telah dianggap termasuk kedalam suatu perjanjian meskipun tidak tercantum dalam perjanjian tersebut.
c. Unsur ...
Unsur-Unsur Perjanjian. Satrio juga mengemukakan “suatu perjanjian apabila diamati secara saksama, maka di dalamnya dapat ditarik beberapa unsur yang ada di dalamnya yaitu; unsur essensialia, naturalia, dan accidentalia, dengan penjelasan sebagai berikut”:9
Unsur-Unsur Perjanjian. Suatu perjanjian di dalamnya terdapat unsur-unsur perjanjian, dimana ada 3 (tiga) macam unsur perjanjian yaitu:
a. Unsur essensialia, yaitu unsur yang mutlak harus ada bagi lahirnya suatu perjanjian. Tanpa adanya unsur ini maka suatu perjanjian tidak mungkin ada. Unsur ini merupakan syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kata sepakat, kecakapan para pihak, suatu objek tertentu dan suatu sebab yang halal, misalnya dalam perjanjian jual beli unsur essensialianya yaitu barang dan harga.
b. Unsur naturalia, yaitu unsur yang lazimnya melekat dalam perjanjian yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian, secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian, misalnya dalam perjanjian jual beli penjual harus menjamin kepada pembeli terhadap adanya cacat-cacat tersembunyi.
c. Unsur aksidentalia, yaitu unsur yang harus secara tegas diperjanjikan yang merupakan bagian dari perjanjian dan ditetapkan para pihak ke dalam isi perjanjian yang oleh Undang-Undang dibiarkan atau tidak dilarang untuk dicantumkan, apabila tidak tercantum di dalamnya maka dapat ditambahkan ke dalam perjanjian. Ketiga unsur di atas pada dasarnya merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam KUHPerdata. Pasal 1339 KUHPerdata menyatakan bahwa “Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang.”